17
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Ngango lo huwayo pada upacara adat di Bulango Kabupaten Bone
Bolango
Ngango lo huwayo merupakan salah satu kelengkapan adat dalam
pelaksanaan upacara adat. Ngango lo huwayo digunakan pada upacara adat
kebesaran seperti pada upacara adat penobatan, upacara adat penyambutan tamu,
perkawinan dan pada upacara adat pemakaman.
Pada zaman dulu ada 4 golongan status sosial yaitu Raja, bangsawan,
rakyat biasa dan wato (budak). Untuk menggelar upacara adat ngango lo huwayo
hanya boleh digunakan oleh Olongia (raja) dan keturunannya serta golongan
bangsawan, Olongia pada waktu itu merupakan penguasa. Namun dengan adanya
perkembangan zaman upacara-upacara adat tersebut sudah dapat dipakai oleh
seluruh masyarakat Gorontalo (Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 27
Februari 2013 pukul 15.30).
Ngango lo huwayo terbuat dari bambu kuning (wawohu hulawa), bambu
dibelah 30 cm kemudian diukir untuk membuat gigi buaya. Kelengkapan lain dari
ngango lo huwayo yaitu tangga adat, lengkungan janur kuning dan pohon pinang.
Ngango lo huwayo diletakkan di depan pintu masuk ke Yiladia, berikut ini gambar
ngango lo huwayo diletakkan di depan rumah.
18
Gambar 3. Letak Ngango lo huwayo di Yiladia (Rumah)
Foto : Dok. Penulis Maret 2013
Pada gambar di atas ngango lo huwayo terletak di depan pintu masuk
rumah, Ngango lo huwayo diletakkan menghadap ke depan menyongsong tamu-
tamu yang datang ke upacara adat dengan posisi mulut yang terbuka. Letak
ngango lo huwayo tersebut disesuaikan dengan posisi rumah. Selain kelengkapan
adat ngango lo huwayo terdapat juga pagar adat dan tempat persidangan adat,
kelengkapan tersebut diletakkan bersamaan (Wawancara D.K Usman, tanggal 17
Desember 2013 pukul 17.00).
4.2. Kajian bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat di Bulango
Kabupaten Bone Bolango
4.2.1 Bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan
Kelengkapan adat ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan di
Bulango Kabupaten Bone Bolango terdiri dari mulut buaya, lengkungan janur
kuning, pohon pinang dan tangga adat. Ngango lo huwayo terbuat dari bambu
19
kuning yang dibelah kemudian diukir sehingga menghasilkan bentuk. Berikut ini
bentuk yang terdapat pada ngango lo huwayo.
Gambar 4 a. Ngango lo huwayo pada Upacara adat penobatan (tampak samping)
Foto: Dok. penulis, Juni 2013
Gambar 4 b. Keterangan bentuk pada upacara adat penobatan
Foto: Dok. penulis, Juni 2013
8 7
6
3
5 2
1
4
1. 5.
2. 6.
3. 7.
4. 8.
20
Pada gambar di atas merupakan gambar tampak samping dari ngango lo
huwayo. Adapun bentuk yang terdapat pada gambar di atas terdiri dari bentuk
segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama sisi, bentuk silinder, bentuk persegi
panjang, bentuk segitiga siku-siku, segitiga sembarang, segitiga sama sisi dan
bentuk segitiga siku-siku. Bentuk segitiga sama kaki pada gambar 1 merupakan
mulut buaya. Pada mulut buaya bambu kuning dibelah 30 cm, kemudian diukir
pada bagian mulutnya sampai pada gigi buaya (Wawancara bersama Hamid R.
Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30). Mulut buaya diukir untuk
menghasilkan bentuk moncong buaya, jadi jika dilihat dari tampak samping mulut
buaya yang terbuka nampak terlihat bentuk segitiga sama kaki.
Pada gambar 2 bentuk segitiga sama sisi yang merupakan ukiran gigi
buaya, bentuk yang diukir berbentuk segitiga sama sisi. Bentuk segitiga sama sisi
terdapat pada bagian bawah, bagian atas, bagian kiri dan kanan sehingga
bentuknya saling berhadapan. Jumlah gigi pada bagian atas yaitu 9 dan 7 pada
bagian bawah kiri dan kanan. Angka 9 diambil pada 9 kerajaan yang menganut
dan menyebarkan agama Islam di Gorontalo, sedangkan angka 7 merupakan 7
orang-orang yang memiliki jabatan di daerah kerajaan yaitu Olongia, Huhuhu,
Moputi, Kadli, Apitalau, Wulea Lo Lipu, Mbu’I Biluwato (Wawancara Delatu
Karmin, tangga 15 Juni 2013 pukul 11.00).
Hal itu dibenarkan oleh bapak Hamid R. Delatu bahwa “angka 9 di ambil
dari 9 kerajaan yang menganut serta menyebarkan agama Islam di Gorontalo, dan
angka 7 di ambil dari 7 orang yang memiliki jabatan di daerah kerajaan”
(Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 7 Juli 2013 pukul 17.26).
21
Pada upacara adat penobatan Bupati di Bulango Kabupaten Bone Bolango
jumlah gigi yang digunakan merupakan jumlah gigi yang digunakan pada upacara
adat kerajaan dulu. Pemakaian jumlah gigi tersebut karena upacara yang digelar
merupakan upacara adat penobatan bagi bupati. Dulu jabatan bupati adalah
Olongia (raja), maka itu masyarakat menggunakan jumlah gigi tersebut
(Wawancara bersama Karmin Delatu, tanggal 15 Juni 2013 pukul 11.00).
Pada bagian belakang dari gigi buaya diletakkan penyangga yang
berfungsi untuk membuka mulut buaya sehingga mulut buaya tersebut menganga.
Bambu kuning merupakan bahan utama dalam pembuatan kelengkapan adat
ngango lo huwayo yang berbentuk silinder. Bambu kuning yang digunakan pada
upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango adalah bambu
bagian ujung (huudiyo). Penggunaan bambu kuning pada bagian ujung merupakan
pertanda bahwa upacara yang digelar adalah pesta riang (Wawancara bersama
Hasim supu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 18.15). Berikut ini bambu yang
digunakan pada upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango.
Gambar 5. Bambu kuning bagian ujung (Huudiyo)
Foto: Dok. penulis, Juni 2013
22
Menurut Bapak D.K Usman selaku tokoh adat di Kota Gorontalo bahwa
“penggunaan bambu pada bagian ujung tujuannya untuk memberikan simbol atau
tanda di setiap upacara-upacara adat, agar masyarakat dapat membedakan mana
pesta riang dan upacara adat pemakaman” (Wawancara bersama D.K Usman,
tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00). Bambu kuning juga memberikan motif
alami yang bergaris warna hijau. Warna bergaris hijau tersebut akan menambah
nilai estetik dari ngango lo huwayo.
Pada gambar 4 bentuk persegi panjang, bentuk tersebut dihasilkan dari
tiang-tiang bambu yang menghubungkan lengkungan janur kuning dengan bambu
kuning dan tangga adat. Pada gambar 5, bagian ujung bambu diletakkan pada
lantai dan mulut buaya diikatkan setinggi 60 cm sehingga mulutnya miring 40
derajat dan membentuk segitiga siku-siku (Wawancara bersama Hamid R. Delatu,
Tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).
Di antara lantai, tangga adat dan bambu kuning (mulut buaya) terdapat
bentuk segitiga sembarang (gambar 6). Bentuk segitiga sembarang terbentuk
antara lantai serta kemiringan tangga adat dan bambu kuning (mulut buaya) saling
bersilangan sehingga membentuk segitiga sembarang. Untuk bentuk segitiga sama
sisi gambar 7 merupakan silangan antara tangga adat dan bambu kuning (mulut
buaya). Pada nomor 8 terdapat bentuk segitiga siku-siku terbentuk dari bambu
kuning (mulut buaya) yang disilangkan dengan bambu kuning lainnya sehingga
membentuk segitiga siku-siku.
Dari tampak depan kelengkapan adat ngango lo huwayo terdapat beberapa
bentuk. Berikut ini gambar ngango lo huwayo dilihat dari tampak depan.
23
Gambar 6 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan (tampak depan)
Sumber : Upacara Adat Penobatan Dan Penyambutan Tamu
Bupati Bone Bolango (Rumah Pribadi)
Foto: Dok. penulis, Juni 2013
1.
2.
3
4.
5. Bentuk Tak Beraturan (Janur
Kuning)
6. Bentuk Tak Beraturan (Pohon
Pinang)
Gambar 6 b. Keterangan bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan
Foto: Dok. penulis, Juni 2013
5
3
24
Pada tampak depan terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk persegi
panjang, bentuk setengah lingkaran, bentuk segitiga siku-siku dan bentuk tak
beraturan pada janur kuning dan pohon pinang. Pada gambar 1 bentuk persegi
panjang merupakan bentuk dasar antara lengkungan janur kuning dan tiang-tiang
sebagai penghubung antara lengkungan satu dengan yang lain. Tiang-tiang
diletakkan di samping mulut buaya dan pohon pinang, kemudian bilah-bilah
bambu ditancapkan pada tiap-tiap bambu sehingga bilah bambu tersebut
membentuk setengah lingkaran (keterangan 6 a gambar 2), (Wawancara bersama
Hamid R. Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).
Di samping tiang-tiang bambu kuning untuk lengkungan janur kuning
terdapat mulut buaya yang menganga menyongsong tamu yang datang. Mulut
buaya diikatkan pada pada bagian tengah disamping kiri dan kanan terdapat
pohon pinang dan tiang yang digunakan untuk lengkungan janur kuning
(Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).
Pada bagian tengah terdapat tangga adat (tolitihu), tangga adat ini terbuat
dari bambu kuning yang dibelah-belah kemudian dianyam sehingga menghasilkan
suatu motif anyaman bambu dan bentuk keseluruhan dari tangga adat berbentuk
persegi panjang (gambar 3). Motif anyaman tersebut adalah motif anyaman kepar,
berikut ini contoh motif anyaman yang digunakan pada tangga adat.
25
Gambar 7. Anyaman kepar
Sumber : Keterampilan Anyaman Bambu Dan Rotan
Foto : Dok. Repro Penulis 15 Oktober 2013
Setelah bilah-bilah bambu dianyam maka bentuk keseluruhan dari tangga
adat tersebut akan berbentuk persegi panjang. Pada tangga adat bilah bambu yang
dianyam adalah bagian dalam bambu, jadi bambu bagian luar mengahadap ke atas
pertanda bahwa upacara yang digelar merupakan pesta riang (Wawancara
bersama Hamid R. Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).
Pada upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango tangga
adat diletakan didepan pintu masuk rumah pribadi dan rumah dinas. Letaknya
agak miring dari tanah kebalok rumah sehingga tangga adat menjadi landai. Bilah
bambu tidak dapat berfungsi atau diatur kalau tidak ada buuwata (Penopang).
Pada penopang inilah letaknya kekuatan bilah bambu yang letaknya melintang
diatas tiang sehingga kelihatan seperti dianyam (Liputo, 1985:55).
Untuk ketinggian tangga yang diletakan di depan rumah disesuaikan
dengan kondisi rumah, jadi kemiringan tangga disesuaikan dengan balok rumah
(Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00). Jadi
26
kemiringan tangga adat tidak ditentukan berapa kemiringannya namun tangga
tersebut menyesuaikan dengan teras rumah.
Dokumentasi kelengkapan adat ngango lo huwayo yang diambil ini pada
waktu upacara adat penobatan Bupati di Kabupaten Bone Bolango yang bertempat
di rumah pribadi. Letak tangga adat menyesuaikan dengan teras rumah dan
berhubung teras tersebut tidak tinggi maka letak tangganya pun miring 5 derajat
(lihat keterangan 4 a). Bilah-bilah bambu yang dianyam terdapat lima ruang,
setiap ruang diisi dengan 7 bilah-bilah bambu dan terdapat 5 penopang agar
tangganya kuat untuk dilewati (Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tangga 27
Februari 2013 pukul 15.30).
Pada keterangan 6 gambar 4, terdapat bentuk segitiga siku-siku. Bentuk
segitiga siku-siku tersebut dihasilkan dari persilangan antara tangga adat dan
bambu kuning (mulut buaya). Pada gambar 6 merupakan bentuk tak beraturan
yaitu janur kuning yang diikatkan pada lengkungan janur kuning. Janur kuning
pada upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango merupakan
peringatan bagi pejabat yang akan dinobatkan di dalam menjalankan tugasnya
(Liputo, 1985:57).
Untuk tampak depan pada bagian kiri dan kanan ngango lo huwayo
terdapat pohon pinang yang masih muda lengkap dengan daunnya. Pada
umumnya pohon tergolong dalam bentuk tak beraturan karena pohon bentuknya
tidak simetris, hubungan antara bagian-bagian lainnya tidak serupa sehingga
pohon pinang tergolong dalam bentuk tak beraturan. Pohon pinang terletak di
27
samping mulut buaya di kiri dan kanan, walaupun diletakkan secara bersamaan
namun pohon pinang tetap tidak simetris (keterangan 6 a).
Bentuk lain yang terdapat pada pohon pinang yaitu batang pohon pinang
yang berbentuk silinder. Bentuk silinder tersebut hanya terdapat pada batangnya
saja jadi bentuk keseluruhan dari pohon pinang yaitu bentuk tak beraturan. Pada
upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango memiliki makna
bahwa 2 pohon pinang yang masih berdaun melambangkan adat yang turun-
temurun dan mengayomi yang didasarkan pada agama dan hukum (Liputo,
1985:20).
Pada tampak atas kelengkapan adat ngango lo huwayo terdapat bentuk
persegi panjang dan bentuk setengah lingkaran. Bentuk persegi panjang terdapat
pada tangga adat, kemudian bentuk setengah lingkaran tersebut terdapat pada
lengkungan janur kuning.
4.1.2 Bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu
Upacara adat penyambutan tamu merupakan penyambutan/penghormatan
kepada tamu secara adat oleh pemerintah dan masyarakat (Pateda, 2008:56). Pada
upacara adat penyambutan di Bulango Kabupaten Bone Bolango terdapat
kelengkapan adat ngango lo huwayo yaitu mulut buaya, pohon pinang,
lengkungan janur kuning dan tangga adat. (Wawancara bersama Ayuba Gani,
tanggal 6 Maret 2013 pukul 15.30).
28
Gambar 8 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu (tampak samping)
Foto: Dok. Penulis Juni 2013
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Gambar 8 b. Keterangan bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu
Foto: Dok. Penulis Juni 2013
Pada gambar di atas merupakan bentuk-bentuk yang terdapat pada
kelengkapan adat ngango lo huwayo jika dilihat dari tampak samping. Bentuk
pada tampak samping terdiri dari bentuk segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama
sisi, bentuk silinder, bentuk persegi panjang, bentuk segitiga siku-siku dan bentuk
6
7
4
1
29
segitiga sembarang. Bentuk segitiga sama kaki (gambar 1) merupakan bentuk
mulut buaya yang menganga. Bentuk tersebut terlihat ketika dilihat dari samping.
Pada ujung bambu kuning diukir sehingga mengasilkan bentuk mulut buaya
lengkap dengan gigi buaya (Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17
Desember 2013 pukul 17.00). Gigi buaya yang diukir adalah bentuk segitiga sama
sisi. Gigi-gigi tersebut diukir pada bagian bawah, atas, kiri dan kanan sehingga
gigi-gigi tersebut saling berhadapan. Pada bagian dalam mulut buaya diletakkan
penyangga agar mulut buaya terbuka.
Jumlah gigi pada upacara adat penyambutan tamu bagi pejabat yang akan
dinobatkan di Bulango Kabupaten Bone Bolango berjumlah 9 di atas dan 7 di
bawah. Apabila penyambutan tamu bagi yang mengadakan kunjungan atau
pemeriksaan wilayah dan tamu yang hanya sekali disambut secara adat di daerah
Gorontalo maka jumlah giginya berjumlah 7 di atas dan 5 di bawah. Jumlah gigi 7
di atas dan 5 di bawah merupakan tanda kerukunan, kesetiaan dari 3 serangkai
adat yaitu bersatu dalam melaksanakan pemerintahan (Liputo, 1985:20). Berikut
ini gambar kelengkapan adat ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan
tamu di Bulango Kabupaten Bone Bolango.
30
Gambar 9. Ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu
Sumber: Sketsa D.K Usman
Foto: Dok. Penulis Juni 2013
Makna ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu
melambangkan hukum (Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17 Desember
2013 pukul 17.00). Bambu kuning yang digunakan pada upacara adat
penyambutan tamu di Bulango Kabupaten Bone Bolango adalah bambu kuning
pada bagian ujung (Huudiyo) (lihat keterangan 5). Bambu kuning merupakan
bahan utama dalam pembuatn kelengkapan adat ngango lo huwayo yang
tergolong dalam bentuk silinder.
Pada gambar 4 merupakan bentuk persegi panjang jika dilihat dari tampak
samping. Pada gambar 5 terdapat bentuk siku-siku. Bentuk siku-siku merupakan
bentuk yang dihasilkan dari kemiringan tangga adat dan bambu kuning (mulut
buaya). Kemiringan tangga adat tersebut karena tangga diletakkan pada balok
rumah sehingga tangganya miring dan kemiringan bambu kuning karena mulut
buaya diikatkan pada pohon pinang tingginya mencapai 60 cm sehingga
kemiringannya mencapai 40 derajat.
31
Pada gambar 6 berbentuk segitiga sembarang yang merupakan persilangan
antara tangga adat dan bambu kuning. Bentuk segitiga siku-siku terdapat pada
persilangan bambu kuning (mulut buaya) dan bambu kuning sehingga berbentuk
segitiga siku-siku (gambar 7)
Gambar 10 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu (tampak depan)
Foto: Dok. Penulis, Juni 2013
1.
2.
4.
5.
32
3. Bentuk tak beraturan (janur
kuning)
6. bentuk tak beraturan (pohon
pinang)
Gambar 10. Keterangan bentuk Ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu dan
Foto: Dok. Penulis, Juni 2013
Pada gambar di atas merupakan gambar kelengkapan adat ngango lo
huwayo pada tampak depan yang terdiri dari bentuk persegi panjang, bentuk
setengah lingkaran, bentuk segitiga siku-siku dan bentuk tak beraturan terdapat
pada pohon pinang dan janur kuning. Bentuk persegi panjang terdapat pada
gabungan antara bambu-bambu kuning sehingga jika dilihat dari tampak depan
maka berbentuk persegi panjang. Pada gambar 2 yaitu bambu yang diletakkan
secara bersamaan disamping mulut buaya dan bambu kuning.
Tiang bambu tersebut ditancapkan bilah-bilah bambu sehingga berbentuk
setengah lingkaran. Lengkungan tersebut dihiasi dengan janur kuning dengan cara
diikat pada bilah-bilah bambu (Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17
Desember 2013 pukul 17.00). Jadi pada lengkungan janur kuning terdapat dua
bentuk yaitu bentuk setengah lingkaran terdapat pada lengkungan janur kuning
dan bentuk tak beraturan terdapat pada janur kuning (lihat gambar 3).
Pada gambar 4 terdapat tangga adat, tangga adat terbuat dari bambu
kuning. Pada upacara adat penyambutan tamu di Bulango Kabupaten Bone
Bolango tangga adat merupakan salah satu kelengkapan yang harus ada di
33
samping ngango lo huwayo. Tangga adat terbuat dari bilah-bilah bambu yang
dirangkai sehingga menghasilkan bentuk persegi panjang.
Tangga adat dibuat miring kebawah dari ujung lantai pintu masuk ke
rumah. Pada upacara adat penyambutan tamu di Bulango Kabupaten Bone
Bolango kemiringan tangganya tidak ditentukan berapa derajat kemiringannya,
namun kemiringan tersebut menyesuaikan dengan letak teras rumah. Dari hasil
dokumentasi yang didapat di lapangan, tangga adat yang diletakkan di depan pintu
masuk rumah (teras rumah) sehingga kemiringannya hanya mencapai 5 derajat.
Cara pembuatan tangga adat yaitu empat bambu diletakan secara
landai/miring dari lantai pintu ke tanah dengan jarak yang sama, bambu itulah
yang akan menjadi tumpuan. Pada ke empat bambu itu diikatkan empat potong
bambu selebar tangga yang letaknya melintang, jaraknya sama sehingga menjadi
empat susun. Di pinggir empat bambu itu ada lagi empat bambu yang berlubang
untuk tempat jari-jari tangga. Di antara ke empat bambu melintang itu dibuatkan
anyaman bambu yang dibelah, sehingga menjadi seperti tangga yang dianyam dari
bambu. Bambu yang dianyam itu letaknya terlentang dan menjadi jari-jari yang
dimasukan pada bambu yang berlubang (Liputo, 1985:18).
Untuk gambar 5 yaitu kemiringan bambu kuning dan tangga adat sehingga
membentuk segitiga siku-siku. Pada gambar 6 yaitu pohon pinang. Pohon pinang
yang masih muda yang lengkap dengan daunnya diletakkan di samping mulut
buaya. Pohon pinang berdiri tegak disamping mulut buaya, pohon pinang
merupakan bentuk tak beraturan karena bagian bawah dan atas dari pohon pinang
tidak simetris. Walaupun 2 pohon pinang berdiri tegak di samping mulut buaya
34
namun bentuknya tidak simetris. Pada upacara adat penyambutan tamu di
Bulango Kabupaten Bone Bolango 2 pohon pinang melambangkan adat yang
turun temurun dan mengayomi masyarakat yang didasarkan pada agama dan
hukum (Liputo, 1985:20).
Jika dilihat dari tampak atas bentuk yang terdapat pada kelengkapan adat
ngango lo huwayo yaitu bentuk persegi panjang dari tangga adat serta
lengkungan-lengkungan janur kuning.
4.1.3 Bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat perkawinan
Pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone Bolango
memiliki kelengkapan adat yaitu ngango lo huwayo yang terdiri dari mulut buaya,
lengkungan janur kuning, pohon pinang dan tangga adat. Berikut ini bentuk-
bentuk yang terdapat pada ngango lo huwayo.
Gambar 11 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat Perkawinan (tampak samping)
Foto : Dok. Penulis, Maret 2013
1
35
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Gambar 11 b. Keterangan bentuk Ngango lo huwayo pada upacara adat Perkawinan
Foto : Dok. Penulis, Maret 2013
Gambar di atas merupakan kelengkapan adat ngango lo huwayo tampak
dari samping. Dilihat pada tampak samping kelengkapan adat ngango lo huwayo
terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama
sisi, bentuk silinder, bentuk persegi panjang, bentuk segitiga siku-siku dan bentuk
trapesium.
Bentuk segitiga sama kaki yang terdapat pada bentuk mulut buaya yang
terbuka. Bambu kuning dibelah 30 cm kemudian diukir pada bagian depan untuk
membentuk moncong buaya dan diberi penyangga agar mulut buaya tebuka.
Setelah itu diukir pada bagian dalam mulut buaya, ukiran-ukiran tersebut
berbentuk segitiga yaitu sebagai gigi dari buaya. Dilihat dari gambar tampak
samping, bagian atas terlihat mulut buaya yang terbuka membentuk segitiga sama
kaki, pada ukiran gigi buaya berbentuk segitiga sama sisi dan bambu kuning yang
36
digunakan merupakan bentuk silinder. Jadi pada tampak samping memiliki tiga
bentuk yang dipadukan dalam satu kelengkapan adat yaitu bentuk segitiga sama
kaki, segitiga sama sisi dan bentuk silinder.
Pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone Bolango gigi
dari mulut buaya di atas berjumlah 7 dan di bawah berjumlah 5. Angka 7 diambil
pada 7 orang yang memiliki jabatan pada daerah kerajaan. Sedangkan angka 5
merupakan 5 kerajaan yang ada di Gorontalo seperti Hulondalo, Limutu, Bulango,
Atinggola dan Suwawa (Wawancara bersama Karmin Delatu, tanggal 15 Juni
2013 pukul 11.00).
Bentuk mulut buaya memiliki tujuan tertentu pada setiap upacara-upacara
adat, dan bentuknya pun masih seperti yang dulu karena apabila bentuknya diubah
maka nilai-nilai budayanya juga berubah. Untuk itu para pemangku adat masih
mempertahankan bentuknya. Namun ada juga yang mengkreasikan bentuk-bentuk
ukiran mulut buaya seperti gambar di bawah ini.
Gambar 12. Mulut Buaya
Foto : penulis, Juli 2013
37
Ukirannya sengaja dibuat untuk mengkreasikan suatu bentuk ukiran dari
mulut buaya, ujung mulutnya dibuat lebih runcing jadi lebih moncong dari bentuk
yang biasanya dibuat. Untuk giginya juga diukir, dari gigi pertama dan kedua
dibuat berdekatan namun masuk ke ukiran gigi ketiga ada batasan dengan ukiran
yang cembung dan agak panjang dari gigi-gigi lainnya. Setelah itu baru diukir gigi
ketiga sampai ketujuh untuk bagian atas kiri dan kanan mulut buaya. Dan untuk
bagian bawah mulut buaya giginya dibuat sama seperti bagian atas yaitu gigi
pertama dan keduapun berdekatan dan ada batasanya juga, setelah itu diukir gigi
ketiga sampai lima.
Bagian dalam mulut buaya dibuat berbeda dengan mulut buaya yang lain.
Biasanya bambu dibelah sampai 30 cm kemudian diletakkan penyangga pada
bagian dalam mulut buaya agar mulutnya terbuka. Namun gambar diatas tidak
terdapat penyangga hanya saja bentuk ukirannya yang menjadikan mulut tersebut
terlihat terbuka. Ukiran-ukiran tersebut tidak meninggalkan nilai-nilai budaya
yang ada pada kelengkapan adat ngango lo huwayo.
Pada gambar 3 bentuk silinder yaitu bambu kuning. Pada pembuatan
ngango lo huwayo bambu yang digunakan adalah bambu kuning pada bagian
ujung bambu (Huudiyo). Penggunaan bambu seperti itu merupakan tanda bahwa
upacara yang digelar adalah pesta riang (Wawancara bersama Hasim Supu,
tanggal 27 Februari 2013 pukul 18.15).
Pada gambar 4 terdapat bentuk persegi panjang yang merupakan gabungan
antara bambu kuning dengan kelengkapan adat lainnya. Pada gambar 5 terdapat
bentuk segitiga siku-siku, bentuk tersebut dihasilkan dari kemiringan tangga adat
38
dan bambu kuning (mulut buaya). Bentuk trapesium ini terdapat pada kemiringan
bambu kuning dan bambu-bambu yang terdapat kelengkapan adat terdapat pada
gambar 6. kemudian gambar 7 merupakan bentuk segitiga siku-siku. Bentuk
segitiga siku-siku merupakan kemiringan tangga adat, kemiringannya mencapai
35 derajat dari tanah ke balok rumah, sehingga apabila dilihat dari samping tangga
tersebut berbentuk segitiga siku-siku. Berikut ini gambar ngango lo huwayo dari
tampak depan.
Gambar 13 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat Perkawinan (tampak depan)
Foto : Dok. Penulis, Maret 2013
6
5
4
3
2
1
39
1.
2.
3. Bentuk tak beraturan
(janur kuning)
4.
5. Bentuk tak beraturan
(pohon pinang)
6.
Gambar 13 b. Keterangan bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat Perkawinan
Foto : Dok. Penulis, Maret 2013
Pada gambar tampak depan terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk persegi
panjang, bentuk setengah lingkaran, bentuk tak beraturan terdapat janur kuning,
bentuk persegi panjang, bentuk tak beraturan terdapat pada pohon pinang dan
segitiga siku-siku.
Dari tampak depan yang telihat adalah mulut buaya yang terbuka.
Moncong dari buaya tersebut menghadap ke depan untuk menyongsong tamu
yang datang pada upacara adat. Mulut buaya pada upacara adat perkawinan di
Bulango Kabupaten Bone Bolango bermakna bahwa segala marah bahaya pasti
akan ditelan buaya sehingga sejahteralah kedua mempelai dalam kehidupan
mereka (Liputo, 1985:131).
40
Bentuk persegi panjang terbentuk dari tiang-tiang yang berdiri untuk
menancapkan lengkungan janur kuning. Pada gambar 2 terdapat bentuk setengah
lingkaran yaitu lengkungan janur kuning. Lengkungan janur kuning tersebut
terbuat dari bilah bambu yang ditancapkan dari tiang satu ke tiang lainnya
sehingga lengkungan tersebut saling berhubungan (Wawancara bersama Hamid R.
Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).
Lengkungan janur kuning dihiasi dengan janur kuning dengan cara diikat
pada bilah-bilah bambu, jadi pada lengkungan janur kuning tersebut terdapat dua
bentuk yaitu bentuk setengah lingkaran terdapat pada lengkungannya dan bentuk
tak beraturan terdapat pada janur kuning (gambar 3). Lengkungan janur kuning
pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone Bolango bermakna
bahwa apa yang terjadi di luar rumah jangan dibawa ke rumah tangga agar rumah
tangga selalu aman dan bahagia (Liputo, 1985:132).
Kelengkapan adat ngango lo huwayo dihiasi dengan janur kuning, jika
kedua insan itu masih jejaka, kalau salah satunya sudah pernah menikah maka
ngango lo huwayo tidak diberi janur lagi (Liputo, 1985 131). Namun hal tersebut
sudah tidak dilakukan lagi disebabkan oleh perkembangan zaman sehingga hal
tersebut tidak dilakukan lagi (Wawancara bersama Ayuba Gani, tanggal 6 Maret
2013 pukul 15.30).
Bentuk persegi panjang terdapat pada tangga adat (gambar 4). Tangga adat
terbuat dari bambu kuning yang dibelah-belah kemudian dirangkai menjadi satu
sehingga menghasilkan suatu motif anyaman bambu. Anyaman bambu yang telah
dirangkai menjadi tangga adat berbentuk persegi panjang. Pada bilah-bilah bambu
41
dibuatkan penopang agar tangga yang dibuat menjadi kuat karena tangga tersebut
merupakan tumpuan bagi yang melewatinya.
Pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone Bolango
tangga adat terbuat dari bambu kuning pada bagian bawah tanah mendatar satu
bagian, menanjak 4 bagian dan mendatar di atas satu bagian sehingga kalau
dihitung semuanya akan memperoleh 7 bambu yang melintang. Ini berarti huta-
hutao duluo wau langge langgelo limo yang berarti duluo lo u limo pohalaa atau
menggambarkan persatuan di daerah ini. Anyaman bambu ini di letakkan terbalik
sebagai tanda bahwa tuan rumah menunggu dengan ikhlas tamu-tamu yang datang
(Liputo, 1985:131).
Tangga adat pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone
Bolango, bagian dalam bambu menghadap ke atas (tumu tumulo) (lihat gambar
13). Tujuannya untuk memberikan tanda bahwa upacara yang digelar merupakan
pesta riang (Wawancara bersama Hasim Supu, tanggal 27 Februari 2013 pukul
18.15).
Pada samping mulut buaya terdapat pohon pinang (gambar 5). Pohon
pinang merupakan bentuk tak beraturan karena bagian-bagiannya tidak serupa
adat tidak simetris, walaupun diletakkan secara bersamaan namun tetap saja
bentuknya tak beraturan. Pada upacara adat perkawinan di Bulango kabupaten
Bone Bolango pohon pinang menandakan kedamaian, sifat jujur dan mengayomi
(Liputo, 1985:131). Pada gambar 6 yaitu bentuk segitiga siku-siku merupakan
persilangan antara bambu kuning (mulut buaya), tiang bambu dan tangga adat
sehingga membentuk segitiga siku-siku.
42
4.1.4 Bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat pemakaman
Pada upacara adat pemakaman kelengkapan ngango lo huwayo terdiri dari
mulut buaya, pohon pinang, lengkungan janur kuning dan tangga adat. Dari
keseluruhan kelengkapan adat pada ngango lo huwayo terdapat bentuk-bentuk
yaitu bentuk beraturan dan bentuk tak beraturan.
Pada gambar kelengkapan adat ngango lo huwayo pada tampak samping
terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama
sisi, bentuk silinder, bentuk persegi panjang dan bentuk segitiga siku-siku. Jika
dilihat dari tampak samping mulut buaya diikat pada pohon pinang setinggi 60 cm
sehingga mulut buaya tampak miring. Bambu kuning merupakan bentuk silinder,
bambu kuning tersebut merupakan bahan utama dalam pembuatan kelengkapan
adat ngango lo huwayo. Pada bagian ujung bambu dibelah 30 cm dan diukir pada
mulutnya untuk menghasilkan bentuk moncong buaya. Kemudian pada bagian
dalam dari mulut buaya diukir berbentuk segitiga. Bentuk segitiga tesebut
merupakan gigi dari buaya (Wawancara bersama Karmin Delatu, tanggal 15 Juni
2013 pukul 11.00).
43
Gambar 14 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat pemakaman (tampak samping)
Foto: Dok. Penulis, Mei 2013
1.
2.
3
.
4.
5.
6.
Gambar 14 b. Keterangan bentuk Ngango lo huwayo tampak samping
Foto: Dok. Penulis, Mei 2013
Dilihat dari tampak samping terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk
segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama sisi, bentuk silinder, bentuk persegi
panjang dan bentuk segitiga siku-siku.
6
4
5
3
2
1
44
Pada tampak samping mulut buaya yang terbuka berbentuk segitiga sama
kaki. Pada gigi-gigi buaya terdapat bentuk-bentuk segitiga sama sisi dan bambu
yang digunakan dalam pembuatan mulut buaya merupakan bentuk silinder. Jadi
pada mulut buaya terdapat 3 bentuk yang dipadukan dalam satu kelengkapan adat.
Bentuk segitiga sama kaki yang terdapat pada mulut buaya dapat dilihat
pada tampak samping. Mulut buaya dibelah 30 cm kemudian diukir pada bagian
mulutnya untuk mendapat hasil moncong buaya, kemudian diberi penyangga pada
bagian belakang agar mulut buaya terbuka atau menganga (Wawancara D.K
Usman, tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00). Pada bagian gigi buaya juga
diukir dengan bentuk segtiga sama sisi. Jumlah gigi pada upacara adat
pemakaman di Bulango Kabupaten Bone Bolango berjumlah 7 pada bagian atas
dan 5 pada bagia bawah. Pada bagian dalam mulut buaya diletakkan penyangga
agar posisi mulut buaya tersebut terbuka (Wawancara Hamid R. Delatu, tanggal
27 Februari 2013 pukul 15.30).
Bambu kuning merupakan bentuk silinder, bambu kuning merupakan
bahan utama dalam pembuatan kelengkapan adat ngango lo huwayo. Bambu
kuning yang digunakan pada upacara adat di Bulango Kabupaten Bone Bolango
adalah pada bagian pangkal bambu.
45
Gambar 15. Bambu Bagian Pangkal (To Bungo)
Foto : Dok. Penulis, Mei 2013 Perbedaan dalam penggunaan bambu pada tiap-tiap upacara adat bertujuan
untuk memberikan tanda disetiap upacara-upacara adat (Wawancara bersama
Hasim Supu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 18.15). Pada dasarnya kelengkapan
adat itu sama di setiap upacara-upacara adat yang berbeda pada upacara adat
pemakaman yaitu semua dilakukan secara terbalik. Hal tersebut dilakukan
tujuannya untuk membedakan pesta riang dan upacara dalam suasana duka
(Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00).
Dokumentasi yang didapat pada upacara adat pemakaman ini ada bagian
yang ditambahkan yaitu pagar (Jalamba). Namun pada umumnya Jalamba
tersebut digunakan pada kelengkapan adat ngango lo huwayo untuk menggantikan
jika bambu kuning tidak ada (Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 7
Juli 2013 pukul 17.26).
Dilihat dari tampak samping ada beberapa bentuk yaitu bentuk persegi
panjang pada Jalamba, kemudian bentuk siku-siku pada kemiringan tangga adat
dan kemiringan pada bambu kuning (mulut buaya), (lihat nomor 5 dan 6). Berikut
ini kelengkapan adat ngango lo huwayo pada tampak depan.
46
Gambar 16 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat Pemakaman (tampak depan)
Foto : Dok. Penulis, Mei 2013
1.
2.
3. Bentuk tak beraturan (janur kuning)
4.
5. Bentuk tak beraturan (pohon
pinang)
Gambar 16 b. Keterangan bentuk Ngango lo huwayo pada upacara adat Pemakaman
Foto : Dok. Penulis, Mei 2013
Pada tampak depan ada beberapa bentuk yang terdapat pada kelengkapan
adat ngango lo huwayo yaitu bentuk persegi panjang, bentuk setengah lingkaran,
bentuk beraturan terdapat pada janur kuning dan pohon pinang. Bentuk persegi
panjang terdapat pada bentuk dasar dari lengkungan janur kuning yaitu tiang-tiang
1
4
5
2
3
47
yang menghubungkan lengkungan janur kuning (gambar 1). Kemudian pada
gambar 2 pada tampak samping terdapat bentuk setengah lingkaran yaitu
lengkungan janur kuning
Lengkungan tersebut terbuat dari bilah bambu yang ditancapkan pada
bambu-bambu yang berdiri sehingga membentuk setengah lingkaran, bentuk
setengah lingkaran tersebut adalah lengkungan janur kuning. Lengkungan janur
kuning dihiasi dengan janur kuning dengan cara diikatkan pada bilah-bilah bambu
yang melengkung (Wawancara bersama Karmin Delatu, tanggal 15 Juni 2013
pukul 11.00). Janur kuning janur kuning merupakan bentuk tak beraturan, janur
kuning berfungsi sebagai menghias pada kelengkapan adat ngango lo huwayo.
Tangga adat terletak pada bagian tengah. Tangga adat terbuat bambu
kuning yang telah dibelah-belah kemudian dirangkai atau dianyam sehingga
menghasilkan suatu motif anyaman (Wawancara bersama Hamid R. Delatu,
tangga 27 Februari pukul 15.30). Tangga yang telah dirangkai menjadi tangga
akan bentuk persegi panjang. Tangga yang dianyam disusun lima potong bambu
yang melintang yang membentuk empat bagian yang diisi dan dianyam dengan
bambu yang dibelah-belah selebar 5 cm. Lima potong bambu di atas akan
membentuk rangka tangga yang dirangkaikan dengan empat bilah bambu
memanjang dari pintu rumah ke tanah (Liputo, 1985:153).
Pada upacara adat pemakaman di Bulango Kabupaten Bone Bolango bilah
bambu yang dianyam adalah bilah bambu pada bagian luar dan dihadapkan ke
atas, sepeti tampak pada gambar di atas (gambar 4). Anyaman bambu pada bagian
luar yang dihadapkan ke atas karena upacara yang digelar adalah upacara adat
48
pemakaman (Wawancara bersama Hasim Supu, tanggal 27 Februari 2013 pukul
18.15).
Untuk kemiringan tangga adat disesuaikan dengan tinggi teras rumah jadi
tidak ada ketentuan dalam kemiringan tangga adat (Wawancara bersama D.K
Usman, tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00). Pada saat pengambilan gambar
tangga adat pada upacara adat pemakaman kemiringannya mencapai 20 derajat
sehingga antara tangga dan lantai terdapat bentuk segitiga siku-siku.
Pada tampak depan mulut buaya menghadap ke depan menyongsong tamu,
dengan posisi mulut yang terbuka dan memiliki gigi-gigi. Di samping mulut
buaya diletakkan pohon pinang, pohon pinang terdapat di tengah-tengah. Pada
upacara adat pemakaman di Bulango Kabupaten Bone Bolango terdapat
perbedaan pada penempatan mulut buaya dan pohon pinang. Hal tersebut
bertujuan untuk memberikan tanda bahwa upacara yang digelar merupakan
upacara pemakaman (Wawancara bersama D.K Usaman, tangga 17 Desember
2013 pukul 17.00).
Pohon pinang diikatkan pada mulut buaya kiri dan kanan. 2 pohon pinang
dilihat dari tampak depan berdiri tegak lengkap dengan daunnya. Walaupun
diletakkan secara bersamaan namun pohon pinang tetap berbentuk tak beraturan
(lihat keterangan 16 gambar 5).