BUKU MONOGRAF
PERSEPSI DAN RENCANA PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI AKADEMI KESEHATAN GIGI
drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
2 Buku Monograf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
PASAL 72
KETENTUAN PIDANA SANKSI PELANGGARAN
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
BUKU MONOGRAF
PERSEPSI DAN RENCANA PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI AKADEMI
KESEHATAN GIGI
iv Buku Monograf
BUKU MONOGRAF
PERSEPSI DAN RENCANA PENGEMBANGAN
BUDAYA ORGANISASI AKADEMI
KESEHATAN GIGI
Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia
oleh Penerbit Global Aksara Pres
ISBN: 978-623-96268-4-6
viii + 78 hal; 14,8 x 21 cm
Cetakan Pertama, Maret 2021
copyrigh © 2020 Global Aksara Pres
Penulis : drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Penyunting : Muhamad Basyrul Muvid, M.Pd.
Desain Sampul : Ahmad Afif Hidayat
Layouter : M. Yusuf
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan bentuk dan cara apapun tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit.
Diterbitkan oleh:
CV. Global Aksara Pres Jl. Wonocolo Utara V/18 Surabaya +628977416123/+628573269334 [email protected]
v drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Prakata Penulis
Puji syukur kepada Allah Swt yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga buku monograf ini bisa diselesaikan
dengan lancar dengan mengangkat tema “Persepsi dan Rencana
Pengembangan Budaya Organisasi.” Hasil penelitian dalam
buku ini menghasilkan beberapa temuan di antaranya:
Pertama, deskripsi budaya organisasi yang ada di
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin menunjukkan
budaya organisasi dalam kategori sedang.
Kedua, baik lingkungan internal dan lingkungan
eksternal mempunyai persepsi terhadap komponen budaya
organisasi sedang.
Ketiga, rencana pengembangan budaya organisasi di
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin, sekarang ini
lebih menitik beratkan pada pengembangan sumber daya
manusianya baik melalui jenjang pendidikan formal maupun
vi Buku Monograf
informal, penambahan sarana prasarana, penambahan
teknologi dan perubahan perilaku manusianya.
Dengan lahirnya buku ini semoga bisa memberikan
referensi dan kontribusi yang nyata dalam bidang
pengembangan budaya organisasi dan kritikan yang produktif
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan konten naskah
ini. Selamat membaca…!
Banjarmasin, 22 Febuari 2021
Penulis,
vii drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Daftar Isi
Prakata Penulis .................................................................................... v
Daftar Isi ................................................................................................vii
Bab I : Pendahuluan............................................................................. 1
A. Pelayanan Kesehatan Gigi ..................................................1
B. Tugas Pokok dan Fungsi Akademi Kesehatan Gigi ..... 3
C. Visi Akademi Kesehatan Gigi ........................................... 5
Bab II : Budaya Organisasi ............................................................. 7
A. Pengertian Budaya ............................................................... 7
B. Pengertian Organisasi ......................................................... 9
C. Proses Organisasi ................................................................. 9
D. Rencana Pengembangan Budaya Organisasi ............... 10
E. Landasan Teori ................................................................... 15
F. Pertanyaan Penelitian ....................................................... 18
Bab III : Metode Penelitian ........................................................ 20
A. Rancangan Penelitian ...................................................... 20
B. Populasi dan subyek Penelitian ..................................... 20
C. Jenis dan Prosedur Penelitian ......................................... 21
D. Variabel Penelitian ............................................................ 21
viii Buku Monograf
E. Definisi Operasional ........................................................... 21
F. Alat Pengukuran ................................................................ 23
G. Jalannya Penelitian ........................................................... 23
H. Analisis Data ...................................................................... 25
Bab IV : Pengukuran Lingkungan Dan Komponen Budaya
Organisasi ...................................................................................... 26
A. Hasil Pengukuran Lingkungan Internal ...................... 26
B. Komponen Budaya Organisasi Lingkungan Internal
dan Eksternal ..................................................................... 42
1. Komponen Budaya Organisasi Menurut Teori
Tunggal .......................................................................... 44
2. Kesesuaian Budaya Organisasi dengan Lingkungan
Internal .......................................................................... 59
3. Kesesuaian Budaya Organisasi dengan Lingkungan
Eksternal ....................................................................... 62
4. Rencana Pengembangan Budaya Organisasi .......... 63
Bab V : Penutup ................................................................................ 72
Daftar Pustaka .................................................................................... 73
Tentang Penulis ................................................................................... 77
1 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
[ 1 ]
Pendahuluan
A. Pelayanan Kesehatan Gigi
Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional telah digariskan dan dituangkan ke dalam Sistem Kesehatan Nasional, yaitu tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Derajat kesehatan optimal yang dapat dicapai dengan peningkatan mutu lingkungan dan perubahan tingkah laku masyarakat, serta pelayanan kesehatan yang merata, menyeluruh dan terpadu memegang peranan sangat penting dalam pembanguanan nasional. Kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan semakin meningkat sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, maupun perkembangan ilmu
2 Buku Monograf
pengetahuan dan teknologi kesehatan. Kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan semakin meningkat sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Implikasi perubahan orientasi pelayanan kesehatan adalah perubahan pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan penyesuaian karakteristik maupun mutu tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan tersebut. Dengan demikian pengadaan tenaga kesehatan melalui pendidikan tenaga kesehatan, bertujuan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang terampil dan bermutu dalam jenis dan jumlah yang cukup untuk memenuhi segala macam kebutuhan pelayanan kesehatan. Demikian pula perubahan dan pengembangan dalam Sistem Pendidikan Nasional berpengaruh terhadap pola yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan.
Dalam rangka menyiapkan tenaga seperti yang diharapkan Menkes RI telah menetapkan penyelenggaraan Program Pendidikan Diploma Kesehatan dengan Surat Keputusan NO.867/Menkes/SK/XI/1986 tanggal 28 Nopember 1986. Program Diploma bidang kesehatan merupakan upaya Departemen Kesehatan dalam menjawab kebutuhan masyarakat serta perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan.
Pola pokok program mengacu kepada keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0363/U/1983
3 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Tertanggal 30 agustus 1983, Tentang Dasar Pendidikan Diploma Non Kependidikan, yang telah dijabarkan dalam Dasar Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes.,1997).
Seiring dengan adanya pengembangan status dari Sekolah Pengatur Rawat Ggi (SPRG) menjadi Akademi Kesehatan Gigi, maka dituntut peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan sumber daya laiinnya yang dimiliki oleh organisasi. Demikian juga Akademi Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan Banjarmasin telah melakukan konversi dari Sekolah Pengatur Gigi menjadi Akademi Kesehatan Gigi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi.
B. Tugas Pokok dan Fungsi Akademi Kesehatan Gigi
Tugas pokok dan fungsi Akademi Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan Banjarmasin. (AKG.,2001), adalah: 1. Menyelenggarkan pendidikan tenaga kesehatan tingkat
madya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat dalam hal ini adalah mencetak tenaga ahli madya perawat gigi.
2. Meningkatkan institusi sehingga dapat mengembangkan ilmu kesehatan gigi dan mulut.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang profesional dan berkualitas dibidangnya.
4. Memenuhi kebutuhan tenaga ahli madya kesrhatan gigi dan mulut di semua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
4 Buku Monograf
Masalah-masalah yang timbul setelah dilakukan konversi dari Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG) menjadi Akademi Kesehatan Gigi yang terjadi pada proses pelayanan pendidikan, sarana prasarana (fasilitas) dan sumber daya manusia (SDM) yang paling utama. Pendekatan budaya organisasi dipakai untuk melihat organisasi ini, bagaimanapun budaya organisasi dapat menjadi suatu komponen dalam mempengaruhi komitmen dan kinerja dalam suatu organisasi. Pendekatan budaya organisasi diharapkan mampu meningkatkan komitmen sehingga masalah-masalah yang berkaitan denga sumber daya manusia mampu diselesaikan melalui rencana pengembangan.
Salah satu usaha dalam meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui identifikasi dan pengembangan
budaya organisasi (Corporate Culture), suatu organisasi tidak ada artinya bila tidak didukung dengan strategi yang baik, sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan budaya organisasi yang mendukung sehingga sumber daya manusia tidak berjalan sendirian.
Lembaga pendidikan dibidang pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keshatan gigi sangat berperan dalam peningkatan pelayanan kesehatan gigi masyarakat. Di era desentralisasi dan dalam menghadapi globalisasi lembaga pendidikan di bidang kesehatan mengalami perubahan secara dinamis dan dalam ketidakpastian serta mengalami persaingan yang sangat ketat. Kondisi tersebut menuntut organisasi pendidikan dibidang kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kualitas
5 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
pelayanan, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki dan meningkatkan kualitas lulusan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kinerjanya melalui rencana
pengembangan buadaya organisasi (organization culture). Pengembangan budaya ini diharapkan dapat memberikan pedoman bagi seluruh karyawan sehingga diperoleh arahan yang sama dalam melaksanakan tugasnya, Kondisi demikian sangat baik bagi penciptaan dan pembentukan lingkunagan kerja yang mendukung kinerja organisasi.
C. Visi Akademi Kesehatan Gigi
Visi Akademi Kesehatan Gigi khususnya di Banjarmasin adalah menghasilkan lulusan ahli madya yang profesional dan mampu diserap pasar, sedangkan misinya adalah 1). menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang berkualitias, 2). meningkatkan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara maksimum dan 3). mendorong kemandirian mahasiswa dalam pembelajaran. Pengembangan budaya organisasi yang dilakukan selama ini ini tidak pernal dilakukan evaluasi budaya organsasi, akibatnya pola pikir dalam bertindak oleh karyawan dalam mencapai tujuan organisasi tidak tumbuh ke arah perkembangan yang baik, sehingga akan mempengaruhi kualitas pelayanan.
Budaya organisasi dapat menjadi kuat dan kohesif jika pihak-pihak dalam organisasi mengetahui visi, misi, tujuan dan strategik organisasi. Budaya yang kuat dapat sebagai pedoman dan arahan bagi karyawan. Budaya
6 Buku Monograf
organisasi dapat melayani mekanisme kontrol yang memberikan petunjuk dan pembinaan sikap dan perilaku bagi karyawan. Adanya perubahan secara global dan kondisi kompetitif yang sangat cepat, maka Akademi Kesehatan Gigi Banjarmasin harus tetap eksisi diantara organisasi pendidikan yang lainnya sehingga perlu adanya aspek untuk menjadikan suatu organisasi menjadi unggul dibandingkan dengan organisasi lainnya guna menghadapi perubahan lingkungan yang semakin kompetitif. Perubahan lingkungan akan berpengaruh pada budaya organisasi yang sudah ada.
Salah satu metode yang banyak dipakai untuk melihat budaya organisai adalah yang dilakukan oleh Fitri (1997), penelitian ini mengfokuskan pada deskripsi budaya organisasi yang lebih mefokuskan pada auditnya. Analisis Budaya Organisasi dan Pengembangan di RSU PKU Muhammadiyah Surakarta menggunakan teori Comeron Quinn dengan menggunakan variabel profesi dan struktural (Setiowati,2002). Sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah deskripsi dan Rencana Pengembangan Budaya Organisasi di Akademi Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan. Variabel yang digunakan variabel lingkungan internal, lingkungan eksternal dan komponen budaya organisasi.
7 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
[ 2 ]
Budaya Organisasi
A. Pengertian Budaya
Budaya adalah merupakan seperangkat nilai-nilai inti
yang dipelajari, kepercayaan, standar, pengetahuan, moral,
hukum dan perilaku yang disampaikan oleh individu-
individu dan masyarakat, yang menentukan bagaimana
seseorang untuk bertindak, berperasaan dan memandang
dirinya dan orang lain. Budaya suatu masyarakat
disampaikan dari generasi ke generasi, dan aspek-aspek
seperti bahasa, agama, adat, dan hukum, saling berkaitan,
yaitu pandangan masyarakat akan otoritas, moral, dan
etika pada akhirnya akan bermanifestasi ke dalam
bagaimana seseorang menjalani bisnis, menegosiasikan
8 Buku Monograf
kontrak atau menangani hubungan bisnis pontensial
(Mitchell.,2001).
Budaya juga merupakan nilai yang tercipta dari
keinginan antara lain, untuk:1). selalu berbuat sampai
pada tingkat kompetensi yang paling tinggi, 2). mengambil
inisiatif dan resiko, 3). beradaptasi terhadap perubahan, 4).
membuat keputusan, 5). bekerjasama sebagai suatu team,
6). selalu terbuka, 7). mempercayai dan memiliki nilai
kepercayaan, 8). menghargai pihak lain, 9). menjawab
terhadap akibat tindakan kita dan bersedia menerima
tanggungjawab, dan 10). membuat justifikasi dan diberi
justifikasi, memberi penghargaan dan dihargai atas dasar
kinerja kita (Kadir.,1996).
Definisi budaya menurut Elashmawi dan Harris (cit.
Setiono.,1996), adalah merupakan norma-norma perilaku
dimana sekelompok orang pada suatu waktu dan saat
tertentu bersepakat agar dapat survival dan coexist.
Menurut mereka budaya diekspresikan ke dalam bentuk-
bentuk bahasa, orientasi ruang dan waktu, agama dan
sistem kepercayaan, pola pikir, citra abadi, seperangkat
nilai-nilai, budaya material, estetika dan komunikasi nan
verbal. budaya adalah suatu pola dari asumsi dasar bahwa
sekelompok tertentu menemukan atau mengembangkan
suatu studi untuk mampu beradaptasi terhadap problema
eksternal dan internal.
9 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
B. Pengertian Organisasi Kata organisasi mempunyai 2 (dua) penegertian
umum, yaitu: 1). organisasi menandakan suatu lembaga
atau kelompok fungsional dan 2). berkenaan dengan
proses pengorganisasian (Handoko.,1995). Organisasi
adalah merupakan suatu proses yang tersusun, orang-
orangnya berinteraksi untuk mencapai tujuan. Secara garis
besar organisasi terbagi atas organisasi formal dan
organisasi informal.
C. Proses Budaya Proses buadaya adalah merupakan suatu proses
terbentuknya budaya, dari budaya sebagai input menjadi
budaya sebagai organisasi. Proses itu terdiri dari sejumlah,
sub proses jalin menjalin, antara lain kontrak budaya,
pengalian budaya, seleksi budaya, pemantapan budaya,
pertahanan budaya, perubahan budaya, kontrol budaya,
evaluasi budaya, pertahanan budaya, perubahan budaya
dan pewarisan budaya yang terjadi dalam hubungan
antara suatu organisasi dengan lingkungannya secara
berkesinambungan. Setiap proses memerlukan input
budaya, kemudian diproses menjadi output budaya
sebagai organisasi. Budaya sebagai organisasi pada
gilirannya berfungsi sebagai alat pembentuk nilai baru
atau nilai tambah dan nilai tambah ini kembali
memerlukan vehicle yang lebih canggih demikian
seterusnya (Ndraha.,1997).
10 Buku Monograf
Gambar.1. Hubungan Timbal Balik antara Nilai dan Budaya
(Ndraha.,1997)
D. Budaya Organisasi Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi itu dari organisasi lain. Sistem
makna bersama ini bila diaamati dengan lebih saksama,
merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai
oleh organisasi itu. Riset paling baru mengemukakan
tujuh karakteristik primer, yaitu: 1). inovasi dan
pengambilan resiko, 2). perhatian secara detail, 3).
orientasi hasil, 4). orientasi orang, 5). orientasi tim, 6).
proaktif dan 7). kemantapan (Tunggal.,2002).
Pengertian budaya organisasi pada awalnya bermula
dari antropologi sosial, budaya organisasi adalah berakar
dalam organisasi. Menurut Muchlas (1999), budaya
organisasi didefinisikan sebagai sebuah gambaran dari
11 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
asumsi-asumsi dasar ditemukan, atau dikembangkan oleh
sebuah kelompok tertentu untuk belajar mengatasi
masalah-masalah kelompok dari adaptasi eksternal dan
integrasi internal yang telah bekerja dengan baik, cukup
relevan untuk dipertimbangkan sebagai suatu yang
bernilai dan oleh karenanya pantas diajarkan kepada para
anggota baru bebagai cara yang benar untuk berpersepsi,
berpikir dan berperasaan dalam hubungannya dengan
masalah-masalah tersebut. Selain itu budaya organisasi
sering didefinisikan sebagai sebuah persepsi umum yang
dipegang teguh oleh anggota organisasi dan menjadi
sebuah sistem dan menjadi kebersamaan.
Menurut Hamka (2000), budaya organisasi adalah
merupakan suatu aturan atau seperangkat nilai yang telah
telah ditetapkan oleh pimpinan untuk mengatur jalannya
suatu organisasi, untuk mengatur hubungan yang terkait
dalam job discription yang jelas dengan struktur yang telah
dibuat sehingga semua karyawan dalam organisasi dapat
mengetahui, menghayati dan mengetrapkan dalam
pekerjaan agar dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Faktor-faktor yang paling mempengaruhi
pembentukan budaya organisasi, yaitu: 1). karakteristik
sosial masyarakat, 2). tipe masyarakat dan 3). kapabilitas
dan daya kendali perusahaan atau organisasi
(Tunggal.,2000).
12 Buku Monograf
1. Karakteristik Sosial Masyarakat. Karakteristik sosial masyarakat dimana perusahaan atau organisasi beroperasi merupakan faktor mendasar yang mempengaruhi pembentukan budaya organisasi. Karakteristik sosial masyarakat mempengaruhi pembentukan budaya organisasi yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan gaya manajemennya (Tunggal.,2002).
2. Tipe Masyarakat. Tipe masyarakat juga mempengaruhi pembentukan budaya organisasi. Perilaku perusahaan atau organisasi yang hidup ditengah masyarakat sedikit banyak dipengaruhi karakteristik masyarakat. Semakin homogen suatu masyarakat semakin besar pengaruhnya kepada pembentukan budaya organisasi. Kehomogenan masyarakat berpengaruh pada pembentukan kultur yang mengarah kepada terbentuknya kultur kerja yang seragam, namun tidak berarti bahwa hal ini akan berlaku pada semua perusahaan atau organisasi (Tunggal.,2002).
3. Kapabilitas dan Daya Kendali Perusahaan atau Organisasi. Pembentukan budaya organisasi juga dipengaruhi dari berkembangnya perusahaan atau organisasi tersebut. Pembentukan budaya perusahaan atau organisasi dilakukan melalui pemilihan dan penyusunan sistem struktur administrasi perusahaan atau organisasi yang baku dan paling tepat untuk diimplementasikan didalam mengarahkan dan mengendalikan jalannya perusahaan atau organisasi. Semakin tinggi kapabilitas dan daya kendali
13 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
perusahaan atau organisasi, budaya internal cenderung semakin koheren. Budaya yang koheren ini secara langsung maupun tidak langsung turut memberikan kontribusi bagi terbentuknya daya sain yang tinggi dan khas. Nilai-nilai yang dianut yang turut berpengaruh pada pembentukan budaya akan menghasilkan budaya perusahaan atau organisasi yang bersifat warna warni, tidak khas dan tidak koheren (Tunggal.,2002).
Munculnya budaya organisasi kalau diperhatikan
diawali dengan visi, misi, strategik, perilaku organisasi,
hasil dan budaya organisasi. Menurut Kotter
(cit.Wijono.,2000), bahwa budaya organisasi dapat
memberikan dampak berarti pada kinerja ekonomi jangka
panjang. Budaya organisasi yang menghambat kinerja
dapat dibuat agar lebih meningkatkan kinerja. Menurut
Muchlas (1999), bahwa budaya organisasi memiliki
sejumlah karakteristik penting, yaitu: 1). keteraturan
perilaku yang dapat diamati, 2). norma, 3). nilai-nilai yang
dominan,4). filosofi, 5). aturan-aturan dan 6). iklim
organisasi.
Menurut Wijono (2000), jenis budaya organisasi
yang dapat meningkatkan kinerja jangka panjang antara
lain dengan pendekatan-pendekatan, yaitu: 1). budaya
yang kuat, 2). budaya secara strategis sesuai dan 3). budaya
yang adaptif.
1. Budaya yang Kuat. Budaya yang kuat dapat mendukung kinerja organisasi dengan cara menyatukan tujuan,
14 Buku Monograf
menciptakan suatu tingkat motivasi yang tinggi bagi karyawan dan menyediakan struktur dan pengawasan pengendalian tanpa tergantung pada birokrasi formal (Wijono.,2000).
2. Budaya Secara Strategis Sesuai. Budaya secara strategis sesuai dinyatakan melalui arah budaya, harus serasi dan selaras dan dapat memotivasi karyawan, agar dapat meningkatkan kinerja. Konsep utama budaya yang secara strategis sesuai adalah kesesuaian atau kecocokan dan tidak ada satu model budayapun yang dapat berlaku umum dan dapat berfungsi baik dimana saja (Wijono.,2000).
3. Budaya yang Adaptif. Budaya yang adaptif dapat membatu organisasi dalam mengantipasi dan beradaptasi dengan adanya perubahan lingkungan yang dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam jangka panjang. Budaya yang tidak adafptif biasanya sangat birokratis bersifat reaktif dan menolak resiko dan serta tidak kreatif Budaya yang Adaptif.
Menurut Schein (1985), ada 3 (tiga) elemen dasar
budaya organisasi, yaitu: 1). Artifact, 2). Nilai-nilai yang
mendukung dan 3). Asumsi yang mendasari. Hal ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
15 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Gambar.2. Tingkat Budaya Organisasi Menurut Schein
E. Rencana Pengembangan Budaya Organisasi
Perencanaan pengembangan sebuah organisasi
bermula dari kegiatan yang dilakukan penelaahan
terhadap faktor internal dan faktor eksternal yang berada
di sekitar lingkungan organisasi. Perubahan dan
perkembangan dalam aspek teknologi, kompetisi,
globalisasi, hukum dan hak asasi manusia akan
mempengaruhi bagi organisasi. Organisasi harus
mempunyai kepekaan pada perubahan dan perkembangan
tersebut dan mengambil tindakan proaktif atas perubahan
tersebut akan menjadi organisasi yang tumbuh dan
berkembang. Organisasi yang memiliki kepekaan pada
perubahan akan mempunyai visi dan misi organisasi
sebagai pengikat kegiatan organisasi. Selain itu rencana
pengembangan budaya organisasi merupakan suatu
kumpulan intervensi perubahan yang terencana dibangun
atas nilai-nilai kebersamaan, berupaya memperbaiki
16 Buku Monograf
keefektifan organisasi dan kesejahteraan karyawan
(Robbin.,1996).
Menurut Robbin (1996) secara singkat
mengidentifikasikan nilai-nilai yang mendasar dalam
upaya pengembangan budaya organisasi, meliputi:
1. Penghargaan akan orang, individu dipersepsikan sebagai tanggungjawab, teliti dan punya perhatian. Hendaknya mereka diperlakukan secara layak dan hormat.
2. Percaya dan mendukung, organisasi yang efektif dan sehat dicirikan oleh kepercayaan, otentisitas, keterbukaan dan suatu iklim yang mendukung.
3. Penyamaan kekuasaan, organisasi yang efektif mengurangi tekanan pada wewenang dan kontrol hirarkis.
4. Konfrontasi, seharusnya masalah-masalah tidak disembunyikan, hendaknya masalah dihadapi secara terbuka.
5. Partisipasi, orang yang terkena suatu perubahan akan terlibat dalam keputusan sekitar perubahan tersebut, mereka akan setia kepada pelaksanaan keputusan tersebut.
Menurut Moeljono (2003), bahwa pengembangan
budaya organisasi, secara langsung akan mengena pada isu-
isu sumber daya manusia, karena objek dan subyek dari
budaya adalah manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok. Pengembangan sumber daya manusia dalam
organisasi disusun berdasarkan pada nilai-nilai demokratik
17 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
kemanusiaan menurut French dan Bell., 1990 (cit.
Moeljono.,2003), antara lain: 1). menekankan manajemen
kerjasama kelompok sehinggga lebih efektif, 2).
menekankan pada manajemen pada manajemen
partisipasi dan kolaborasi, 3). menekankan pada
perubahan budaya organisasi, 4). penggunaan ilmu
perilaku sebagai agen pembaharuan dan 5). upaya
perubahan itu dipandang sebagai suatu proses yang
berkesinambungan dan terus menerus.
Pengembangan budaya organisasi merupakan
respon terhadap perubahab, yang berhubungan dengan
segi pendidikan yang komplek untuk merubah keyakinan,
sikap, nilai-nilai dan struktur organisasi agar mampu
mengaadaptasi secara baik adanya teknologi baru,
perubahan masyarakat yang dilayani, dan tantangan-
tantangan di dalam perubahan menurut Warren (cit.
Nawawi.,2000). Sedangkan menurut Burke (cit.
Nawawi.,2000) pengembangan budaya organisasi adalah
suatu proses merancang (merencanakan) perubahan
budaya organisasi dengan menggunakan ilmu tentang
perilaku teknologi (behavioral science of technology), serta
melalui penelitian dan teori-teori yang relevan.
Pengembangan budaya organisasi menekankan
pentingnya peranan dari fungsi perencanaan untuk
melakukan perubahan budaya organisasi. Hasil yang dapat
diperoleh melalui pengembangan budaya organisasi
18 Buku Monograf
adalah organisasi yang lebih sehat. Peningkatan kesehatan
suatu organisasi baik kemampuan dalam memecahkan
masalah, meningkatnya efektivitas dan efisiensi kerja, serta
akan semakin baik kemampuan dalam mengadaptasi
terjadinya perubahan. Hasil itu pada dasarnya bersumber
dari pengembangan sumber daya manusia, yang semakin
baik kesadaran, ketrampilan dan keahlian kerjanya,
partisipasi dan kesungguhannya dalam memberikan
kontribusi melalui pelaksanaan tugas pokok para anggota-
anggota organisasi.
Budaya organisasi ada yang sengaja dibuat oleh
pendirinya, hal ini karena sesuai dengan kebutuhan atau
yang timbul pada waktu organisasi mengalami hambatan-
hambatan dalam lingkungan yang cepat berubah.
Persaingan dalam lingkungan yang cepat berubah
memaksa pihak manajemen untuk mengevaluasi kembali
nilai-nilai dan budaya yang ada.
F. Landasan Teori Landasan teori yang mendasari pemikiran diambil
berdasarkan kerangka kerja dari modifikasi teori Tunggal, yakni budaya organisasi yang akan diteliti ada 7 (tujuh) komponen, yakni: 1). inovasi dan pengambilan risiko, 2). perhatian secara detail, 3) orientasi hasil, 4). orientasi orang, 5). orientasi tim, 6). proaktif dan 7). kemantapan. Budaya organisasi dapat dibentuk dan dipengaruhi oleh 2 (dua) lingkungan, yaitu lingkungan internal dan
19 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
lingkungan eksternal dan rencana pengembangan dari budaya organisasi.
20 Buku Monograf
[ 3 ]
Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus, data dianalisis
secara kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara penelusuran data sekunder dan melalui penyebaran
angket kuesioner, dengan tujuan untuk mengetahui
deskripsi dan rencana pengembangan budaya organisasi
dengan cara observasi serta wawancara (Nurgiyantoro,
dkk., 2002).
B. Populasi dan Subyek Penelitian Populasi adalah semua karyawan Kesehatan Gigi
Departemen Kesehatan Banjarmasin di Propinsi
Kalimantan Selatan. Subyek penelitian adalah untuk
21 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
lingkungan internal adalah seluruh karyawan Akademi
Kesehatan Gigi Banjarmasin yang telah bertugas minimal
2 tahun dan berstatus sebagai pegawai negeri berjumlah
28 orang, sedangkan lingkungan eksternal sebanyak 23
orang (mahasiswa) sebagai pelanggan dan berstatus sebagai
pegawai negeri sipil.
C. Jenis dan Prosedur Penelitian 1. Jenis dan Sumber
a. Data primer di dapat dari hasil penelitian yang berkaitan dengan keadaan lingkungan internal dan lingkungan eksternal
b. Data sekunder di dapat dari laporan tahunan Akademi Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan Banjarmasin
2. Pengumpulan Data a. Lingkungan internal, yang meliputi pengisian angket
kuesioner, wawancara, observasi, data sekunder. b. Lingkungan eksternal, yang meliputi pengisian
angket kuesioner, wawancara.
D. Variabel Penelitian Budaya organisasi, Lingkungan internal, dan
Lingkungan eksternal.
E. Definisi Operasional 1. Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota di dalam
22 Buku Monograf
organisasi yang mempunyai tujuh karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi, yaitu: a. Inovasi dan pengambilan resiko adalah sejauh mana
para karyawan mempunyai inovatif dan bisa mengambil resiko yang harus dihadapinya, diukur dengan kuesioner, data skala interval.
b. Perhatian secara detai adalah sejauh mana para karyawan mempunyai inovatif dan bisa mengambil resiko yang harus dihadapinya, diukur dengan kuesioner, data skala interval.
c. Orientasi hasil adalah sejauh mana para karyawan memfokuskan pada hasil, bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil, diukur dengan kuesioner, data skala interval.
d. Orientasi orang adalah sejauh mana keputusan para karyawan memperhatikan efek hasil-hasil pada karyawan di dalam organisasi, diukur dengan kuesioner, data skala interval.
e. Orientasi tim adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim, bukan individu-individu, diukur dengan kuesioner, data skala interval.
f. Proaktif adalah sejauh mana para karyawan itu agresif dan mau berkompetitif terhadap persaingan yang ada dan bukan santai-santai, diukur dengan kuesioner, data skala interval.
g. Kemantapan adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan, diukur dengan kuesioner, data skala interval.
23 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
2. Lingkungan internal adalah keadaan di dalam organisasi yang dapat mempengaruhi budaya organisasi, lingkungan internal dilihat kesesuaiannya dengan budaya organisasi yang ada dan dianalisis secara deskriptif.
3. Lingkungan eksternal adalah keadaan diluar organisasi yang dapat mempengaruhi budaya organisasi, seperti pelanggan, tuntutan pasar dan perubahan teknologi, dianalis secara deskriptif.
F. Alat Pengukuran Alat pengukuran yang digunakan dalam penelitian
ini adalang angket kuesioner untuk mengukur persepsi
subyek penelitian terhadap komponen budaya organisasi.
Angket kuesioner diberkan nilai 3 bila menjawan ya, nilai
2 bila menjawab kadang-kadang dan nilai 1 bila menjawab
tidak. Nilai scoring untuk komponen budaya organisasi
dibuat kategori lemah, sedang dan kuat berdasarkan mean
total ± SD.
G. Jalannya Penelitian Jalannya penelitian dibagi menjadi 2 (dua) tahap,
yaitu:
1. Tahap persiapan a. Mengajukan permohonan ijin penelitian. b. Mengadakan koordinasi dengan pihak akademi
Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan Banjarmasin, yang digunakan sebagai subyek penelitian.
24 Buku Monograf
c. Melaksanakan uji coba alat ukur, alat ukur yang diuji cobakan adalah kuesioner tentang budaya organisasi.
2. Tahap pelaksanaan Penyebaran angket kuesioner kepada subyek
penelitian untuk lingkungan ekstenal dilaksanakan
pada minggu akhir bulan April, dan awal bulan Mei
dilakukan penyebaran angkat kuesioner untuk
lingkungan internal. Penelitian dilakukan melalui
pengumpulan data dengan penelusuran dokumen atau
data-data sekunder lainnya. Data primer diperoleh
melalui penyebaran angket kuesioner dan wawancara.
Penyebaran angket dibantu oleh seorang pemandu
yang berstatus S2, hal ini dilakukan untuk
menghindari pengisian angket kuesioner seperti
keinginan peneliti. Penyebaran angket dan wawancara
dilakukan pada semua subyek penelitian dilingkungan
eksternal, sedangkan untuk lingkungan internal semua
subyek penelitian diberikan angket kuesioner
sedangkan wawancara hanya dilakukan per unit kerja
masing-masing yang mewakili unit kerjanya. 2 (dua)
bulan kemudian disebarkan angket kuesioner dengan
butir pertanyaan yang sama untuk subyek penelitian
yang sama. Terakhir dilakukan analisis terhadap
deskripsi budaya organisasi dan rencana
pengembangannya, berdasarkan hasil penyebaran
angket kuesioner yang ada kenudian dilakukan scoring.
25 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
H. Analisis Data Metode penelitian yang digunakan untuk
menganalisis data adalah secara kualitatif deskriptif.
Memaparkan subyek penelitian berdasarkan karakteristik
yang ada dan lebih menekankan pada analisis secara
kualitatif, dan mengembangkan konsep untuk
mengumpulkan fakta yang di dapat. Dengan demikian
maka penelitian ini lebih ditekankan pada fakta dan hasil
penelitian deskripsi budaya organisasi saat ini secara
obyektif tentang keadaan dari subyek yang diteliti.
26 Buku Monograf
[ 4 ]
Pengukuran Lingkungan
Internal dan Komponen
Budaya Organisasi
A. Hasil Pengukuran Lingkungan Internal Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi
tentang budaya organisasi, persepsi antara lingkungan
internal dan lingkungan eksternal terhadap komponen
budaya organisasi dan rencana pengembangan budaya
organisasi di Akademi Kesehatan Gigi Departemen
Kesehatan Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan.
Penelitian budaya organisasi ini menggunakan tepri
Tunggal (2002) dengan menggunakan 7 (tujuh)
komponen, yaitu meliputi komponen: 1). inovasi dan
27 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
pengambilan resiko, 2). perhatian secara detail, 3).
orientasi hasil, 4). orientasi orang, 5). orientasi tim, 6).
proaktif dan 7). kemantapan. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan pada karyawan dan mahasiswa Akademi
Kesehatan Gigi yang berstatus PNS sebagai subyek
penelitian, diberikan angket kuesioner dan dilakukan
wawancara disajikan pada tabel, yang meliputi jenis
kelamin, umur, jenjang pendidikan, jabatan/golongan,
lama kerja dan pelatihan/non pelatihan. Nampak pada
tabel 1. di bawah ini:
Tabel.1. Profil Demografi Subyek Penelitian untuk Lingkungan
Internal
Keterangan Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
12
16
43%
57%
Umur
1. 20-25 2. 26-30 3. 31-35 4. 36-40 5. 41-45 6. 46-50 7. 51-55
1
3
1
9
9
2
3
3,6%
10,7%
3,6%
32,1%
32,1%
7,2%
10,7%
Tingkat Pendidikan
1. SLTP
4
14,3%
28 Buku Monograf
2. SLTA/SPRG 3. D3 4. D4 5. S1 6. S2
12
3
4
4
1
42,8%
10,7%
14,3%
14,3%
3,6%
Jabatan/Golongan
1. II 2. III 3. IV
12
15
1
43%
53,4%
3,6%
Lama Kerja
1. 1-5 2. 6-10 3. 11-15 4. 16-20 5. 21-25
4
4
6
9
5
14,3%
14,3%
21,4%
32,1%
17,9%
Pelatihan
1. Pelatihan 2. Non Pelatihan
12
16
43%
57%
Tabel.2. Profil Demografi Subyek Penelitian untuk Lingkungan
Eksternal
Keterangan Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
11
12
47,8%
52,2%
Umur
29 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
1. 20-25 2. 26-30 3. 31-35 4. 36-40
3
11
5
8
13%
47,8%
21,8%
17,4%
Tingkat Pendidikan
SLTA/SPRG
23
100%
Jabatan/Golongan
1. II 2. III
20
3
87%
3%
Lama Kerja
1. 1-5 2. 6-10 3. 11-15 4. 16-20
3
12
4
4
13%
52,2%
17,4%
17,1%
Pelatihan
1. Pelatihan 2. Non Pelatihan
8
15
34,8%
65,2%
Tabel.3. Hasil Angket Kuesioner Penelitian yang Diperoleh dari
Lingkungan Internal
Komponen % ya % kadang-kadang
% tidak
1. Inovasi dan
Pengambilan Resiko
Bekerja selalu
berpedomanan
71,43
17,85
10,72
30 Buku Monograf
Berpikir kritis dan
kreatif
Terbuka terhadap
perubahan
Perbaikan sistem
75
60,71
53,57
17,85
28,57
32,14
7,15
10,72
14,28
2.Perhatian secara
detail
Perhatian secara
menyeluruh
Mempunyai hak
pendapat
Informasi yang
lengkap
Analisa pekerjaan
32,14
71,43
35,71
42,66
46,43
28,57
21,43
32,14
21,43
0,00
42,86
25
3.Orientasi hasil
Orientasi hasil
berdasarkan tujuan
Mampu secara efektif
memenuhi
keinginan/
kebutuhan
Menciptakan
kondisi lingkungan
Kegiatan sesuai visi
dan misi
57,14
60,71
50
60,71
10,72
28,57
17,28
32,14
32,14
10,72
32,14
7,15
31 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
4.Orientasi orang
Kebijakan pimpinan
Tanggungjawab
karyawan
39,29
57,14
35,71
35,71
25
7,15
5.Orientasi tim
Tolong menolang
dalam memperbaiki
diri dalam kualitas
pekerjaan
64,28
10,27
25
6.Proaktif
Aktif memberikan
pendapat
Aktif dan kompetitif
Hak dan kesempatan
yang sama
28,57
60,71
78,57
46,43
39,29
14,28
25
0,00
7,15
7.Kemantapan
Sistem organisasi
sudah berjalan
mantap
39,29
25
35,71
32 Buku Monograf
Tabel 4. Hasil angket kuesinor penelitian yang diperoleh dari
data lingkungan eksternal adalah sebagai berikut:
Komponen % Ya %
Kadang-
kadang
%
Tidak
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Bekerja selalu
berpedoman.
Berpikir kritis dan
kreatif
Terbuka terhadap
perubahan
Perbaikan sistem
39,13
30,44
17,39
34,79
43,48
43,48
39,13
13,04
17,39
26,08
43,48
52,17
2. Perhatian secara detail Perhatian secara
menyeluruh
Mempunyai hak
pendapat
Informasi yang
lengkap
Analisa pekerjaan
17,39
47,83
30,44
8,69
39,13
34,79
43,48
47,83
43,48
17,39
26,08
43,48
3. Orientasi hasil Orientasi hasil
berdasar tujuan
43,48
30,44
26,08
33 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Mampu secara efektif
untuk memenuhi
keinginan/kebutuhan
Menciptakan kondisi
lingkungan
Kegiatan sesuai visi
dan misi
26,08
30,44
17,39
43,48
43,48
39,13
30,44
26,08
43,48
4. Orientasi orang Kebijakan pimpinan
Tanggung jawab
karyawan
17,39
21,75
39,13
52,17
43,48
26,08
5. Orientasi tim Tolong menolong
dalam memperbaiki
diri dalam kualitas
pekerjaan
43,48
39,13
17,39
6. Proaktif Aktif memberikan
pendapat
Aktif dan kompetitif
Hak dan kesempatan
yang sama
13,04
17,39
60,98
56,52
39,13
13,04
30,44
43,48
26,08
7. Kemantapan Sistem organisasi
sudah berjalan
mantap.
8,69
34,79
56,52
34 Buku Monograf
Gambar.3.Inovasi dan Pengambilan Resiko untuk
Lingkungan Internal
Gambar.4. Inovasi dan Pengambilan Resiko untuk
Lingkungan Eksternal
0
10
20
30
40
50
60
70
80
ya kadang-kadang tidak
berpedoman kritis dan kreatif perubahan sistim
0
10
20
30
40
50
60
ya kadang-kadang tidak
berpedoman kritis dan kreatif perubahan sistim
35 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Gambar.5. Perhatian Secara Detail untuk Lingkungan Internal
Gambar.6. Perhatian Secara Detail untuk Lingkungan Eksternal
0
10
20
30
40
50
60
70
80
ya kadang-kadang tidak
menyeluruh hak informasi analisa
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
ya kadang-kadang tidak
menyeluruh hak informasi analisa
36 Buku Monograf
Gambar. 7. Orientasi Hasil untuk Lingkungan Internal
Gambar. 8. Orientasi Hasil untuk Lingkungan
Eksternal
0
10
20
30
40
50
60
70
ya kadang-kadang tidak
hasil efektif kebutuhan visi dan misi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
ya kadang-kadang tidak
hasil efektif kebutuhan visi dan misi
37 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Gambar. 9. Orientasi Orang untuk Lingkungan Internal
Gambar.10 . Orientasi Orang untuk Lingkungan Eksternal
0
10
20
30
40
50
60
ya kadang-kadang tidak
kebijakan tanggung jawab
0
10
20
30
40
50
60
ya kadang-kadang tidak
kebijakan tanggung jawab
38 Buku Monograf
Gambar. 11. Orientasi Tim untuk Lingkungan Internal
Gambar.12 . Orientasi Tim untuk Lingkungan Eksternal
0
10
20
30
40
50
60
70
ya kadang-kadang tidak
kualitas
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
ya kadang-kadang tidak
kualitas
39 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Gambar.13. Orientasi Proaktif untuk Lingkungan
Internal
Gambar.14. Orientasi Proaktif untuk Lingkungan Eksternal
0
10
20
30
40
50
60
70
80
ya kadang-kadang tidak
aktif kompetitip hak dan kesempatan
0
10
20
30
40
50
60
70
ya kadang-kadang tidak
aktif kompetitip hak dan kesempatan
40 Buku Monograf
Gambar.15. Kemantapan untuk Lingkungan Internal
Gambar.16. Kemantapan untuk Lingkungan
Eksternal
0
5
10
15
20
25
30
35
40
ya kadang-kadang tidak
mantap
0
10
20
30
40
50
60
ya kadang-kadang tidak
mantap
41 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Berdasarkan pengujian dalam penelitian ini,
menggunakan analisis crostabulation untuk menguji
persepsi para responden di lingkungan internal dan
responden di lingkungan eksternal terhadap komponen
budaya organisasi yang meliputi : inovasi dan pengambilan
resiko, perhatian secara detil, orientasi hasil, orientasi
orang, orientasi tim, proaktif dan kemantapan. Hal ini
nampak dalam tabel di bawah ini:
Tabel 5. Analisis crosstabulation persepsi lingkungan internal
dan eksternal terhadap komponen budaya organisasi
Budaya organisasi Total
Lemah
(39,00-
48,00)*
Sedang
(49,00-
64,00)*
Kuat
(65,00-
76,00)*
Kelompok
internal
Kelompok
eksternal
Total
1
6
7
19
17
36
8
-
8
28
23
51
Sumber perhitungan dengan computer ; *Total nilai
kuesioner responden
Berdasarkan analisis data crosstabulation
diperoleh hasil sebagai berikut: untuk persepsi responden
di lingkungan internal terhadap komponen budaya
organisasi, 1 orang responden menyatakan “lemah”
(39,00-48,00), 19 orang responden menyatakan “sedang”
(49,00-64,00), dan 8 orang responden menyatakan “kuat”
42 Buku Monograf
(65,00-76,00), sedangkan untuk responden dilingkungan
eksternal, 6 orang responden menyatakan “lemah” (39,00-
48,00), 17 orang responden menyatakan “sedang” (49,00-
64,00). Scoring berdasarkan nilai mean ± SD dari
lingkungan internal dan lingkungan eksternal.
B. Komponen Budaya Organisasi Lingkungan Internal dan Eksternal
Setiap berdirinya suatu organisasi selalu mempunyai
sejarah yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat
kebutuhan. Baik disadari maupun tidak, sejarah itu sangat
berpengaruh di dalam terjadinya pembentukan budaya
organisasi, hal itu merupakan suatu kenyataan yang sangat
sulit untuk disangkal bahwa karakter individu-individu
dalam organisasi mempunyai kekuatan yang sangat besar
dalam menentukan budaya organisasi tersebut.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui deskripsi
komponen budaya organisasi, persepsi lingkungan
internal dan lingkungan eksternal, serta rencana
pengembangan budaya organisasi di Akademi Kesehatan
Gigi Depkes Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan
teori Tunggal karena teori Tunggal dapat digunakan
untuk melihat deskripsi dan persepsi individu terhadap
komponen budaya organisasi, selain itu komponen budaya
organisasi teori Tunggal sangat sederhana dan cocok
untuk organisasi pendidikan. Identifikasi budaya
organisasi berdasarkan 7 (tujuh) komponen, yaitu: inovasi
43 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
dan pengambilan resiko, perhatian secara detil, orientasi
hasil, orientasi orang, orientasi tim, proaktif serta
kemantapan. Pengenalan komponen budaya organisasi
yang dirasakan berdasarkan keadaan institusi pendidikan
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin saat ini
oleh responden melalui pengisian angket kuesioner dan
wawancara.
Penggunaan teori dan metode Tunggal dengan 7
(tujuh) komponen, diharapkan dapat untuk memberikan
deskripsi dari suatu budaya organisasi, selain itu analisis
penelitian ini dilakukan secara kualitatif deskriptif dan
secara crosstabulation. Untuk mengurangi kesubyektifan
dari pendapat para responden, peneliti juga melakukan
observasi, wawancara serta dengan penelusuran data
sekunder yang ada dalam organisasi. Sejauh yang peneliti
ketahui bahwa teori Tunggal belum pernah digunakan
sebelumnya dalam penelitian yang lain.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data
menunjukkan bahwa budaya organisasi yang dipersepsikan
oleh dilingkungan internal maupun dilingkungan
eksternal sebagai responden, bila dilihat dari hasil analisis
data yang diperoleh. Para responden mempersepsikan
bahwa budaya organisasi yang ada di Akademi Kesehatan
Gigi Depkes Banjarmasin sekarang ini rata-rata termasuk
dalam kategori “sedang”, hal ini dilihat berdasarkan nilai
scoring antara 49,00-64,00. Bila mereka merasakan
44 Buku Monograf
banyaknya kesamaan dan nilai-nilai yang diyakini tentunya
hal ini akan berpengaruh juga pada cara atau situasi kerja
yang mereka lakukan dalam menjalankan organisasi ini.
Selain dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun
tidak langsung terbentuknya budaya organisasi yang akan
melingkupi dan medominasi organisasi secara keseluruhan
(Setiowati, 2002).
Walaupun para responden mempersepsikan budaya
organisasi sedang di dalam organisasi Akademi Kesehatan
Gigi Depkes Banjarmasin sesuai dengan analisis data yang
diperoleh peneliti tapi ada beberapa dimensi yang perlu
untuk dibenahi oleh organisasi Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin seiring dengan perubahan dan
perkembangan yang terjadi di masyarakat dengan semakin
majunya perkembangan teknologi sekarang ini. Era
globalisasi ini, perkembangan organisasi dan perubahan
lingkungan menuntut organisasi untuk mengikuti
perubahan dan perkembangan yang terjadi bila ingin tetap
eksis.
1. Komponen Budaya Organisasi Menurut Teori Tunggal
Pada penelitian yang dilakukan mengenai
deskripsi dan rencana pengembangan budaya
organisasi di Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin, dapat dilihat dari setiap komponen yang
dipakai sebagai instrumen penelitian tersebut
diharapkan dapat menggambarkan budaya organisasi
45 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
yang ada sekarang ini. Berdasarkan dari hasil analisis
data penelitian ini para responden mempersepsikan
bahwa budaya organisasi yang ada di Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin termasuk dalam
kategori “sedang”, karena ada beberapa komponen
budaya organisasi yang harus dibenahi oleh pihak
organisasi. Secara detail adalah sebagai berikut:
a. Inovasi dan pengambilan resiko Di dalam organisasi pendidikan selalu
menempatkan suatu Inovasi dan pengambilan
resiko merupakan suatu gagasan baru yang dapat
diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki
suatu produk, proses, atau jasa. Inovasi dan
pengambilan resiko dalam budaya organisasi dapat
berkisar dari perbaikan sedikit demi sedikit dari
yang kecil, dengan adanya inovasi dan pengambilan
resiko diharapkan organisasi selalu mempunyai sifat
yang dinamis, dengan demikian akan memudahkan
dalam menghadapi perubahan yang terjadi, namun
bila sebaliknya organisasi yang bersifat statis akan
sulit untuk melakukan perubahan. Prinsipnya
implementasi inovasi dan pengambilan resiko
membutuhkan tiga pertimbangan dasar, yaitu
teknologi, perkembangan dan perubahan
lingkungan dan tuntutan pelanggan. Perkembangan
dan perubahan teknologi yang cepat, memacu
46 Buku Monograf
institusi untuk selalu mengikuti perkembangan dan
perubahan yang terjadi bila ingin tetap eksis.
Di tengah bergulirnya program otonomi
pendidikan yang bermuara pada otonomi sekolah,
organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin bersama anggota-anggotanya sering
mawas diri terhadap perubahan lingkungan yang
makin kompetitif, sehingga anggota-anggotanya
berlomba-lomba untuk mengembangkan diri,
organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin telah melakukan pengiriman tenaga
pendidik untuk mengikuti pendidika ke jenjang
yang lebih tinggu, ini dilakukan secara bertahap
karena keterbatasan sumber daya manusia di dalam
organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin, juga terbatasnya pendanaan yang ada,
selain itu juga mengikutsertakan tenaga Tata
Usaha/Pendidik untuk mengikuti pelatihan-
pelatihan sedangkan di dalam hal teknologi pihak
organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin telah melakukan penambahan sarana
prasarana hal ini di lakukan untuk mengantisipasi
terjadinya perubahan yang semakin kompetitif
sekarang ini.
Implementasi yang telah di lakukan oleh
organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
47 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Banjarmasin yaitu dengan penambahan komputer
pada laboratorium komputer dan penambahan
buku-buku diperpustakaan. Sedangkan yang masih
dalam perencanaan pihak organisasi Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin yaitu:
pembangunan sarana dan prasarana laboratorium
bahasa, fisika, mikrobiologi, anatomi dan histologi
yang selama ini masih bekerjasama dengan pihak
lainnya serta penambahan peralatan klinik dan lain
sebagainya. Walaupun di dalam organisasi Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin mempunyai
prosedur yang formal untuk mengatur anggota-
anggotanya tentunya akan mewarnai suatu
organisasi, misalnya banyak PROTAP yang harus di
patuhi oleh setiap anggota-anggotanya dalam
melaksanakan kegiatannya agar tetap terkendali dan
terstruktur namun kiranya tidak mematikan sikap
dari anggota-anggotanya untuk tetap selalu bersikap
inovatif.
Walaupun banyaknya PROTAP yang harus
diikuti, hal ini tidak menjadikan masalah di antara
anggota-anggotanya, para responden tetap
mengatakan bahwa inovasi dan pengambilan resiko
sangat diperlukan dalam budaya organisasi agar
organisasi tetap eksis. Pendapat Sidarto, J (2003)
yang mengatakan bahwa inovasi dan pengambilan
48 Buku Monograf
resiko memang merupakan sebuah tantangan bagi
organisasi untuk memikirkan bagaimana bisa tetap
bertahan dalam menghadapi perubahan dan
perkembangan yang semakin cepat dan makin
kompetitif, baik untuk masa sekarang maupun masa
yang akan datang. Pendapat robbin (1998) bahwa
inovasi dan pengambilan resiko adalah komponen
budaya organisasi yang harus dikembangkan oleh
suatu organisasi, guna menghadapi perubahan dan
perkembangan untuk memperbaiki suatu produk,
proses ataupun jasa. Menurut pendapat Papu (2001)
di dalam organisasi inovasi dan pengambilan resiko
merupakan suatu cara untuk mengantisipasi
kebutuhan pelanggan tanpa diminta dan anggota-
anggotanya yang harus menjaga kelangsungan hidup
organisasi baik saat ini atau dimasa yang akan
datang. Jadi inovasi dan pengambilan resiko dalam
organisasi adalah merupakan suatu budaya.
Perubahan lingkungan yang berlangsung
secara terus menerus, terutama berupa
perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi,
maka organisasi khususnya di lingkungan
pendidikan. Dari satu sisi harus mampu
mengadaptasi perubahan dan perkembangan
tersebut, terutama yang dapat meningkatkan
produktivitas dan kualitasnya. Sedangkan dari sisi
49 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
lain harus mampu menciptakan dan
mengembangkan teknologi sebagai inovasi, baik
untuk kepentingan peningkatan efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan tugas pokoknya, serta berani
mengambil resiko terhadap perubahan lingkungan
yang cepat dan secara global (Nawawi, 2000).
b. Perhatian secara detil Perhatian secara detil adalah sejauh mana
anggota-anggotanya dapat memperlihatkan
kecermatan (presisi), analisis dan perhatian secara
detil. Pada organisasi Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin, bahwa penyusunan program
dan didalam penyusunan jadwal kegiatan serta
menetapkan tenaga pengajar yang standar
merupakan keharusan sehingga selalu menjadi
perhatian yang sangat besar, selain itu juga masalah
keuangan yang ada di dalam organisasi.
Keterbatasan sumber dana pihak organisasi harus
mampu untuk memprioritaskan kepentingan yang
paling mendasar terlebih dahulu, baik itu masalah
pembelian bahan habis pakai, insentif, honor tenaga
pengajar dan lain-lain. Kegiatan penyusunan jadwal
yang sangat cermat juga sangat dibutuhkan jangan
sampai pembuatan jadwal yang tumpang tindih
karena dan harus di sesuaikan dengan sarana dan
prasarana di dalam organisasi, baik yang ada di
laboratorium dan yang ada di klinik, sehingga harus
50 Buku Monograf
diatur sedemikian rupa biar tidak menimbulkan
komplain dari pelanggan di kemudian hari.
Keterbatasan sumber dana yang ada di dalam
organisasi sehingga harus dapat menempatkan yang
menjadi prioritas lebih dahulu.
Di era seperti sekarang ini, pihak organisasi
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin juga
di tuntut untuk memperhatikan kualitas pelayanan
baik kepada pelanggan pelayanan kesehatan gigi
untuk masyarakat yang datang berkunjung dan
melakukan pemeriksaan, pengobatan ataupun
perawatan di klinik swadana maupun kepada
pelanggan tetap yaitu : mahasiswa sebagai pelanggan
tetap di dalam organisasi. Pendapat dari Wijono
(2000) bahwa di dalam komponen budaya organisasi
perhatian secara detil sangat diperlukan. Karena di
dalam organisasi-organisasi yang telah mempunyai
kualitas sebagai tema pendorong anggota-anggotanya
memiliki kepribadian yang menaruh perhatian
secara detail terhadap organisasinya.
c. Orientasi hasil Orientasi hasil adalah sejauh mana
manajemen memfokuskan pada hasil, bukan pada
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai
hasil. Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin
sangat mengutamakan orientasi hasil, karena
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin
51 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
bergerak di dalam bidang pendidikan. Oleh karena
itu Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin
mengutamakan lulusan yang professional dan
berkualitas serta dapat di terima pasar hal ini sesuai
dengan visi yang ada di dalam organisasi, ini
dilakukan karena terbatasnya penerima lulusan
sebagai pegawai negeri sipil yang diterima oleh
pemerintah.
Para lulusan Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin diharapkan mampu untuk mandiri.
Pengembangan yang telah dilakukan oleh pihak
organisasi dengan peningkatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya di dalam
organisasi untuk meningkatkan pelayanan kepada
pelanggan. Pendapat Wijono (2000) yang
mengatakan bahwa organisasi perlu untuk
mengukur kinerja anggota-anggotanya supaya dapat
mengetahui keberhasilan ataukah kegagalan
pelayanan yang diberikan kepada pelanggannya.
Dengan mengukur kinerja akan dapat menghargai
keberhasilan, dan belajar dari kegagalan dapat
bagaimana cara untuk memperbaikinya. Karena
sejumlah organisasi yang sukses adalah dengan
memusatkan perhatian pada hasil atau keluaran
seperti pelayanan yang memuaskan kepada
pelanggan.
52 Buku Monograf
d. Orientasi orang Organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin telah menjadikan anggota-anggotanya
sebagai sentral budaya didalam organisasi, karena
segala sesuatu berkaitan dengan organisasi dan demi
kelangsungan hidup organisasi selalu dibicarakan
secara bersama-sama dengan anggotanya. Hal ini
nampak didalam rapat setiap bulan yang di lakukan
oleh organisasi. Kegiatan yang berorientasi pada
orang di dalam organisasi tertentu telah menjadikan
anggota-anggotanya menjadi sebagian sentral budaya
mereka, karena eksistensi organisasi tergantung pada
perubahan dan perkembangan kemampuan anggota-
anggotanya dalam melaksanakan pekerjaan sebagai
misi, untuk mencapai tujuan dan mewujudkan visi
organisasinya.
Orientasi orang adalah sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-
hasil pada anggota-anggotanya dan pelanggan yang
ada dalam organisasi. Menurut Nawawi (2000)
Organisasi-organisasi tertentu telah menjadikan
anggota-anggota dan pelanggan sebagai bagian dari
faktor sentral budaya mereka. Hal ini dapat
dipahami karena manusia adalah yang membentuk
organisasi, manusia yang membutuhkan organisasi,
manusia merupakan motor penggerak organisasi,
eksistensi organisasi tergantung pada kegiatan
53 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
manusia, tanpa manusia organisasi tidak berfungsi
serta kegiatan manusia yang dominan dalam
organisasi.
e. Orientasi tim Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin
merupakan sebuah organisasi yang bergerak dalam
bidang pendidikan sehingga merupakan sebuah
organisasi sosial dan tempat orang bekerja dalam
suatu sistem sosial. Berdasarkan hasil wawancara
yang bahwa di dalam organisasi Akademi Kesehatan
Gigi Depkes Banjarmasin masih terjadi pengkotakan
didalam organisasi pembagian tugas, hal ini
disebabkan oleh karena pimpinan yang kurang tegas
dan pembagian tugas yang tidak merata di antara
anggotanya. Lemahnya orientasi tim karena di
dalam kesehariannya Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin masing terkotak-kotak antar
unit satu dengan unit lainnya.
Bahkan yang sangat tampak di bidang ke
secretariat masih bekerja terlalu individualistis,
sehingga hal ini seringkali menimbulkan
kecemburuan sosial di antara anggota yang ada, hal
ini terjadi karena kurangnya komunikasi antar tiap
unit selain itu juga masih menganut paradigma lama
untuk tetap dipertahankan di dalam organisasi
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin.
Menurut Gibson,et.al , 2001 (cit. Ancok, 2003)
54 Buku Monograf
suatu organisasi yang dibuat terkotak-kotak dengan
pembagian kerja yang sangat kaku membuat
kelancaran interaksi sosial antarpekerja dalam
organisasi yang menekankan pada budaya hirarki
dengan cukup banyak di lapisan organisasi. Kondisi
organisasi yang sangat birokratik ini akan
mempengaruhi budaya kerja.
Untuk mengubah kebiasaan kerja dari
pekerjaan yang sangat individual menjadi kerja tim
diperlukan adanya paradigma baru dalam
menangani pekerjaan. Pola kerja lama yang pekerja
terkotak-kotak dengan masing-masing unit akan
menjadi kerajaan kecil, kini harus dibongkar dengan
pendekatan lintas fungsi (crossfunctional organization).
Pendekatan lintas fungsi ini sangat diperlukan
karena terjadi perubahan yang mendasar dalam
pelaksanaan kegiatan dari pekerjaan yang
berorientasi tugas (task based) menjadi pekerjaan
yang berorientasi proses (process based). Pergeseran
orientasi ini telah meningkatkan efisiensi dan
produktivitas didalam kegiatan organisasi.
Sedangkan untuk menangani sebuah proses, orang
harus bekerjasama didalam menjalankan tahapan
proses itu, mulai dari permulaan proses sampai ke
akhir proses (Nawawi, 2000).
55 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Organisasi yang berkinerja tinggi hanya bisa
terwujud bila suatu tim bisa menghasilkan sebuah
sinergi. Untuk menimbulkan sebuah sinergi dalam
kerja tim, anggota-anggota tim harus menyadari
ketergantungan di antara mereka, dan memahami
bahwa hanya dengan saling bekerjasamalah mereka
akan memperoleh hasil yang maksimal. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal ini, setiap anggota
harus merasa ikut memiliki pekerjaan dan
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan dari
organisasi. Tim yang sinergi adalah tim yang mampu
menciptakan nilai tambah yang tinggi dari
perbedaan yang ada di antara anggota-anggota tim.
Tim ini justru berkembang dari kondisi berbeda
yang dihadapinya. Anggota tim juga memerlukan
informasi yang baik dan lancer di antara sesama
anggota tim. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan efektivitas tim agar berkinerja baik
(high performing team), perlu diusahakan agar di
antara sesama anggota tim tersebut dapat terjadi
komunikasi yang bersifat informal dan formal.
Budaya organisasi yang seharusnya
dikembangkan secara formal adalah budaya bekerja
di dalam kelompok/tim (team work), dengan dibantu
oleh agen perubahan (change agent) sebagai
katalisator, dengan menggunakan teori dan
56 Buku Monograf
teknologi sebagai penerapan ilmu juga melalui
penelitian terapan. Orientasi tim (team work)
bertujuan untuk memperbaiki upaya koordinatif
dari anggota-anggota yang akan menghasilkan
peningkatan kinerja tim itu. Karena orientasi tim
(team work) merupakan sarana yang sangat baik
dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat
memberikan solusi inovasi suatu pendekatan yang
mapan. Selain keterampilan dan pengetahuan yang
beraneka ragam yang dimiliki oleh anggota
kelompok juga dapat merupakan nilai tambah yang
membuat teamwork lebih menguntungkan jika
dibandingkan seorang individu (Papu, 2000).
Organisasi yang berorientasi pada tim akan
menambah motivasi untuk mencapai suatu prestasi
yang mungkin tidak akan pernah dapat dicapai
seorang diri oleh individu tersebut. Hal ini dapat
terjadi karena tim mendorong setiap anggotanya
untuk memiliki wewenang dan tanggung jawab.
f. Proaktif Sikap dari proaktif adalah merupakan pondasi
dari kesuksesan. Prinsip sikap proaktif haruslah
memiliki kemampuan mengembangkan anggota
organisasi agar memberikan kontribusi dalam
mengantisipasi tantangan dan hambatan sebelum
muncul. Untuk mengantisipasi persaingan yang
57 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
semakin ketat di dalam penerimaaan mahasiswa
baru, karena banyaknya perguruan tinggi lainnya
yang ada di kota Banjarmasin sehingga organisasi
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin
melakukan gerakan menjemput bola yaitu dengan
melakukan road show mendatangi dinas-dinas
kesehatan di daerah-daerah yang ada di Kalimantan
Selatan, serta melakukan promosi melalui brosur-
brosur yang di kirimkan baik ke dinas-dinas untuk
wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Hal ini dilakukan karena organisasi Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin hanya
menerima mahasiswa dari jalur khusus saja, gerakan
ini dilakukan dalam menyikapi kekurangan
pelanggan dalam penerimaan mahasiswa baru.
Sumber Daya Manusia dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya haruslah memiliki
pandangan luas dan jauh kedepan, Sumber Daya
Manusia tidak boleh menjadi penunggu masalah
dan hanya bekerja jika ada masalah, sehingga
cenderung untuk menghindar dari masalah atau
senang menumpuk masalah sebagai perilaku reaktif.
Perilaku dalam bekerja yang bersifat reaktif
akan menghilangkan kesempatan untuk sukses. Hal
ini akan berbeda dengan perilaku pro aktif yang
aktif menggali dan mengembangkan sesuatu yang
58 Buku Monograf
baru, sehingga akan selalu menghadapi masalah
dengan menjadikannya sebagai tantangan untuk
maju dan sukses. Orang yang pro aktif
memfokuskan pada upaya mereka di dalam
lingkaran pengaruhnya, mereka mengerjakan hal-hal
yang dapat berbuat sesuatu dan menyebabkan
lingkaran pengaruh mereka dapat meningkat
(Nawawi,2000 ).
g. Kemantapan Budaya organisasi berfungsi memperlihatkan
kemantapan organisasi kepada yang berkepentingan,
secara internal seluruh anggotanya akan merasa
tenang dan yakin akan organisasinya demikin
dengan pihak yang berkepentingan, misalnya
pelanggan. Organisasi Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin boleh dikatakan stabil karena
merupakan organisasi pemerintahan yang bernaung
dibawah departemen kesehatan RI dan bergerak di
bidang pendidikan.
Pendapat Nawawi (2000) di dalam era
globalisasi organisasi merupakan tatanan yang sangat
dinamis, sehingga perubahan yang terjadi sangat
sulit untuk di hindari. Di samping itu akan menjadi
sulit untuk melakukan isolasi dari perubahan global
yang terjadi, maka diperlukan sebuah organisasi
yang mantap serta mampu dalam mengadaptasi
adanya perubahan yang terjadi. Karena globalisasi
59 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
dapat berakibat baik dan buruk tergantung dari
kesiapan organisasi dalam menyikapi perubahan dan
perkembangan yang mau tidak mau harus dilakukan
bila organisasi ingin tetap bertahan.
Organisasi mempunyai mekanisme yang
tertanam untuk menghasilkan kemantapan di dalam
organisasinya, misalnya proses seleksi memilih
orang-orang tertentu untuk di ambil dan orang
tertentu untuk di tolak. Pelatihan dan teknik
sosialisasi memperkuat persyaratan peran yang
sangat spesifik dan keterampilan. Formalisasi
memberikan uraian jabatan, dan PROTAP untuk
diikut oleh anggotanya. Kemudian mereka dibentuk
dan diarahkan untuk berprilaku dalam cara-cara
tertentu. Bila suatu organisasi diharapkan pada
perubahan, kelenturan struktur akan bertindak
sebagai suatu pengimbang untuk mempertahankan
kemantapan yang di dalam organisasi.
2. Kesesuaian Budaya Organisasi dengan Lingkungan Internal
Dalam suatu struktur organisasi sangat
dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor-faktor lingkungan
dari dalam (internal) yang telah ditanamkan oleh
pendahulunya terhadap visi, misi dan nilai-nilai yang di
anut anggota-anggotanya. Seiring dengan adanya
perubahan maka lingkungan internal seharusnya dapat
60 Buku Monograf
menyesuaikan perubahan dan perkembangan yang
terjadi.
Berdasarkan hasil analisis data tentang
komponen budaya organisasi yang ditujukan kepada
responden dilingkungan internal yang ada saat ini
diperoleh 1 responden menyatakan “lemah”, 19
responden menyatakan “sedang” dan 8 responden
menyatakan “kuat”, bahwa organisasi Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin yaitu:
menghasilkan lulusan ahli madya yang profesional dan
mampu diserap pasar, sedang misinya adalah
menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang
berkualitas, meningkatkan sumber daya manusia dan
sumber daya lainnya secara maksimum dan mendorong
kemandirian mahasiswa dalam pembelajaran. Hal ini
bila dicermati memang nampak nyata sekali adanya
perubahan yang terjadi sesuai dengan status organisasi
yang terjadi saat ini. Visi dari organisasi Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin, sekarang ini
sedang gencar-gencarnya melakukan perubahan dan
pengembangan di lingkungan internal.
Pengembangan yang dilakukan oleh pihak
organisasi yaitu dengan peningkatan Sumber Daya
Manusianya melalui pengiriman anggotanya untuk
mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
mengikutsertakan anggotanya untuk mengikuti
61 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
pelatihan-pelatihan, selain mengembangkan sumber
daya manusia, organisasi Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin juga mengembangkan sumber
daya yang lainnya yaitu dengan penambahan sarana
komputer di laboratorium komputer, peningkatan
secara klinik Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin, sedangkan yang dalam perencanaan
organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin adalah perencanaan penambahan
bangunan sarana perkuliahan dan perencanaan
pembangunan laboratorium bahasa, anatomi, histologi,
fisika, kimia dan mikrobiologi yang selama ini masih
merupakan kerjasama dengan pihak lain yaitu:
misalnya dengan AKL, Unlam dan AAK serta Rumah
Sakit Ulin Banjarmasin, Rumah Sakit Umum Daerah
Banjarbaru dan Martapura.
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin ini
sangat merasakan ada kompetitif antara organisasi
pendidikan yang ada di Banjarbaru. Selain kompetitif
di antara lingkungan pendidikan di bawah Departemen
Kesehatan, Akademi Kesehatan Gigi juga bersaing
dengan Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi
Swasta yang ada di Banjarmasin. Dengan adanya
lingkungan internal yang dinamis, diharapkan
organisasi tetap bertahan.
62 Buku Monograf
3. Kesesuaian Budaya Organisasi dengan Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal pada dasarnya merupakan
analisis terhadap lingkungan di sekitar organisasi
(Robbin, 2000). Suatu organisasi tidak hanya
memusatkan perhatiannya hanya pada lingkungan
internal organisasi, tetapi juga harus menyadari betapa
pentingnya pengaruh lingkungan eksternal terhadap
organisasi yang ada. Organisasi harus
mempertimbangkan unsur-unsur dan kekuatan
lingkungan eksternal di dalam pengelolaannya.
Lingkungan eksternal mengalami perubahan yang cepat
dan dinamis, dan kadang-kadang mempengaruhi
jalannya organisasi (Handoko, 2000).
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh
adalah 6 responden menyatakan “lemah”, dan 17
responden menyatakan “sedang”. Lingkungan eksternal
dengan makin banyaknya organisasi pendidikan yang
berkedudukan di Banjarbaru, hal ini membuat
organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin kiranya dapat untuk menyingkapi
banyaknya kompetitor yang ada. Namun demikian
tidak membuat organisasi Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin takut bersaing untuk
memenangkan pasar, hal yang telah dilakukan oleh
organisasi Akademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin dalam rangka mencari pelanggan yaitu
63 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
dengan cara menjemput bola. Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin mengadakan road show ke dinas-
dinas daerah dan ke puskesmas-puskesmas di wilayah
Kalimantan Selatan, selain itu juga mengirimkan
brosur-brosur ke wilayah Kalimantan Timur dan
Kalimantan Tengah tentang Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin.
Di dalam menghadapi perubahan dan untuk
memenuhi kualitas di dalam organisasi, yang telah
dilakukan oleh organisasi Akademi Kesehatan Gigi
Depkes Banjarmasin adalah dengan peningkatan
Sumber Daya Manusia yang paling utama dilakukan
oleh organisasi dengan cara mengirim anggota-
anggotanya secara bergantian untuk mengikuti
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan
mengikutkan pelatihan-pelatihan, menyediakan sarana
dan prasarana, misalnya laboratorium komputer,
laboratorium klinik, klinik swadana, dan kerja sama
dengan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat AAK, AKL serta Rumah Sakit Umum yang
ada di Banjarmasin, Banjarbaru dan Martapura.
4. Rencana Pengembangan Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah perangkat penting di
dalam peningkatan kinerja organisasi. Budaya kerja
yang tidak kondusif untuk mendukung produktifitas
organisasi merupakan masalah besar yang sangat
64 Buku Monograf
mengganggu kinerja organisasi. Majunya sebuah
organisasi didorong oleh budaya organisasi yang kuat
yang ada di dalam organisasi. Budaya organisasi terlihat
dari perilaku anggota-anggotanya, atribut dan hal-hal
simbolik yang melekat pada anggota organisasinya,
serta kebiasaan-kebiasaan yang berjalan di dalam
organisasinya yang mempengaruhi kinerja institusi.
Pengaruh budaya organisasi ini bisa bersifat positif
tetapi bisa pula bersifat negatif (Ancok, 2003).
Dalam era globalisasi ini, suatu organisasi
mempunyai perbedaan antara organisasi satu dengan
organisasi lainnya sehingga membuat organisasi
memiliki kelebihan dan ini merupakan salah satu
faktor keberhasilan dari suatu organisasi karena adanya
budaya organisasi. Budaya organisasi juga merupakan
kontrol untuk menghadapi tantangan dan hambatan-
hambatan baik yang datang dari lingkungan luar
maupun lingkungan dalam organisasi itu sendiri
(Cameron dan Quinn, 1999).
Pada hasil penelitian ini diperoleh bahwa
rencana pengembangan budaya organisasi yang ada di
Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin lebih
menitik beratkan pada rencana pengembangan Sumber
Daya Manusianya, hal ini dimungkinkan karena adanya
perubahan status kelembagaan dari Sekolah Pengatur
Rawat Gigi Depkes Banjarmasin menjadi Akademi
65 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin. Sehingga
menuntut organisasi untuk mengembangkan budaya
organisasi yang ada di dalam organisasi.
Budaya untuk mengembangkan diri dari para
anggota-anggota organisasi adalah dalam rangka
meningkatkan kualitas dan sesuai dengan visi, misi dan
tujuan yang telah dicanangkan oleh Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin. Pihak organisasi
di dalam rangka pengembangan budaya organisasi telah
mengikutsertakan anggota-anggotanya baik melalui
pendidikan formal maupun informal yaitu mengikuti
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ataupun
mengikuti pelatihan-pelatihan dengan pengembangan
diri diharapkan anggota organisasi Akademi Kesehatan
Gigi Depkes Banjarmasin dapat untuk meningkatkan
kualitas baik keahlian, wawasan, sikap dan nilai-nilai
terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya,
dan harus dilaksanakan terus menerus. Budaya seperti
itu akan mendukung bagi terwujudnya kualitas
kehidupan kerja (quality of work life) tanpa perbedaan,
yang memberikan kesempatan pada setiap anggotanya
agar secara terus menerus berusaha meningkatkan
kemampuannya dalam memberikan kontribusi kepada
organisasi.
Rencana pengembangan budaya organisasi secara
langsung mengarah kepada perubahan dan
66 Buku Monograf
perkembangan organisasi yang hanya dapat terjadi
melalui pengembangan Sumber Daya Manusia
dilingkungannya sendiri. Hal ini dapat dimengerti
bahwa manusia yang membentuk organisasi, manusia
yang membutuhkan organisasi, organisasi
membutuhkan manusia, manusia merupakan motor
penggerak organisasi, tanpa manusia organisasi tidak
akan berfungsi, eksistensi organisasi tergantung kepada
kegiatan manusia dan kegiatan manusia yang dominan
dalam organisasi disebut dengan bekerja. Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka Sumber Daya Manusia
dikategorikan sebagai faktor sentral, karena eksistensi
organisasi tergantung kepada perubahan dan
perkembangan kemampuannya dalam melaksanakan
pekerjaan sebagai misi untuk mencapai tujuan serta
untuk mewujudkan visi organisasinya Fred Luthans (cit,
Nawawi, 2000).
Dapat dikatakan lebih lanjut lagi bahwa
pengembangan budaya organisasi lebih memfokuskan
kepada kemampuan Sumber Daya Manusianya dalam
merespon terjadi perubahan. Kemampuan itu harus
dikembangkan melalui pendidikan bagi Sumber Daya
Manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang
bertujuan untuk merubah keyakinan dan nilai-nilai
yang menjadi pedoman dalam bekerja, agar lebih
renposif terhadap berbagai perubahan dan
67 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
perkembangan, termasuk juga dalam menyesuaikan,
memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan
struktur organisasinya.
Hasil pendidikan untuk dapat menghasilkan
Sumber Daya Manusia yang lebih responsip itu secara
kongkrit diwujudkan berupa kemampuan melayani
sesuai dengan sifatnya yang dinamis. Bersamaan
dengan itu hasil pendidikan secara kongkrit juga dapat
meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia
dalam mengantisipasi tantangan-tantangan yang
bersumber dari berbagai perubahan terjadi.
Pengembangan budaya organisasi hanya mungkin
dilakukan jika budaya organisasi dibina dan
dikembangkan berdasarkan etika dan tanggung jawab
sosial. Karena etika dan tanggung jawab sosial dalam
kegiatan pengembangan budaya organisasi pada
dasarnya merupakan pengontrol kebebasan Sumber
Daya Manusia sebagai individu dalam melaksanakan
wewenang masing-masing. Kontrol itu harus
berdasarkan orientasi pada nilai-nilai teknis yang
terarah pada peningkatan keahlian kerja sesuai dengan
tuntutan perkembangan lingkungan dizamannya.
Uraian di atas bahwa focus pengembangan budaya
organisasi adalah melakukan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan melalui peningkatan kualitas
68 Buku Monograf
Sumber Daya Manusia, untuk mewujudkan sebuah
organisasi yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Dengan demikian berarti tujuan umum dari
pengembangan budaya organisasi adalah untuk
menerapkan inovasi baru, yang belum didayagunakan
dilingkungan sebuah organisasi, sebagai perubahan dan
pengembangan yang dapat meningkatkan kemampuan
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya sebagai
organisasi yang semakin baik dari kondisi sebelumnya.
Tujuan umum itu berfokus pada peningkatan
kemampuan organisasi melalui peningkatan
kemampuan Sumber Daya Manusia dalam semua aspek
kehidupan organisasi, agar menjadi organisasi yang
semakin baik. Beberapa kemampuan yang perlu
ditingkatkan adalah kemampuan memecahkan masalah,
kerjasama dalam kelompok/tim kerja, mengadaptasi
perkembangan dan kemajuan teknologi canggih,
menyesuaikan individu dengan organisasi,
menyesuaikan organisasi dengan perubahan dan
perkembangan sosial dan lingkungan hidup lokal,
daerah, nasional dan global, mengembangkan wawasan,
nilai-nilai, dan sikap yang sesuai dengan peranan dan
fungsi organisasi .
Budaya organisasi dapat menunjang pewujudan
dan pengembangan tim kerja dan fungsi organisasi
sangat besar pengaruhnya pada kemampuan
69 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
melaksanakan semua tugas pokok organisasi secara
efektif, produktif dan berkualitas. Konsep kualitas
dalam melaksanakan TQM harus dikembangkan
sebagai obsesi setiap anggota organisasi dalam
melaksanakan tugas pokoknya, agar terwujud menjadi
budaya organisasi. Budaya seperti itu setiap prestasi
berupa peningkatan kualitas melalui kreativitas,
inisiatif dan inovasi dalam bekerja selalu dihargai,
karena sangat penting untuk memperkuat
perkembangan sikap bersaing secara sehat atas dasar
prestasi kerja.
Berdasarkan penelitian tentang deskripsi dan
rencana pengembangan budaya organisasi yang
dipersepsikan oleh para responden pada saat ini yaitu
diperoleh hasil analisis data dari para responden
mempunyai kecenderungan bahwa komponen budaya
organisasi memang mempunyai hubungan di dalam
lingkungan organisasiAkademi Kesehatan Gigi Depkes
Banjarmasin. Budaya organisasi juga bisa berdampak
negatif atau kurang baik pada kehidupan berorganisasi,
bila suasana di dalam organisasi menjadi rutinitas saja,
kaku dan kadang menghambat aktivitas dan
lingkungan kerja di dalam organisasi. Karena budaya
organisasi yang ada adalah merupakan kumpulan dari
komponen-komponen seperti peraturan dan
kebijaksanaan, tujuan dan pengukuran, kebiasaan dan
70 Buku Monograf
norma, training, upacara, perilaku, imbalan dan
pengakuan, komunikasi, lingkungan fisik, struktur
organisasi. Ketika terjadi perubahan dan
perkembangan lingkungan maka adakalanya perubahan
dan perkembangan tersebut didasarkan pada aspek-
aspek atau komponen-komponen budaya organisasi
yang memang sangat diperlukan (Setiowati, 2002).
Seiring dengan adanya perubahan lingkungan
yang global, budaya organisasi dituntut untuk
melakukan perubahan mengikuti perkembangan zaman.
Bila organisasi memungkinkan dapat melakukan
perubahan yang mengarah ke budaya pasar. Hal ini bila
di tinjau dari lingkungan internal yang
mengidentifikasikan visi, misi dan tujuan nampaknya
budaya organisasi sudah sesuai dengan visi Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin yaitu
menghasilkan lulusan ahli madya yang professional dan
mampu diserap pasar, sedangkan misinya adalah
meningkatkan sumber daya manusia dan sumber daya
lain secara berkualitas.
71 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Hasil Penelitian Analisis
Hasil Pengukuran
Lingkungan Internal.
1. Komponen Budaya
Organisasi
Menurut Teori
Tunggal
2. Kesesuaian Budaya
Organisasi dengan
Lingkungan
Internal
3. Kesesuaian Budaya
Organisasi dengan
Lingkungan
Eksternal
4. Rencana
Pengembangan
Budaya Organisasi
72 Buku Monograf
[ 5 ]
Penutup Kesimpulan yang dapat dijabarkan dalam kajian
penelitian ini di antaranya: 1. Deskripsi budaya organisasi yang ada di Akademi
Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin menunjukkan budaya organisasi dalam kategori sedang.
2. Baik lingkungan internal dan lingkungan eksternal mempunyai persepsi terhadap komponen budaya organisasi sedang.
3. Rencana pengembangan budaya organisasi di Akademi Kesehatan Gigi Depkes Banjarmasin, sekarang ini lebih menitik beratkan pada pengembangan sumber daya manusianya baik melalui jenjang pendidikan formal maupun informal, penambahan sarana prasarana, penambahan teknologi dan perubahan perilaku manusianya.
73 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Daftar Pustaka
Ancok., 2003, Out Management Training, Aplikasi Ilmu
Perilaku dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia, UII Press Yogyakarta.
AKG Depkes Banjarmasin., 2001, Laporan Tahunan, Depkes
Banjarmasin Cameron,K,S dan Quinn,R,E., 1999, Diagnosing Changing
Organizational Culture Based on the Competing Values Framework. Addison-Wesley Publishing Company, Inc, United States of America.
Depkes,RI.,1997, Pedoman Umum Penyelenggaraan
Program Pendidikan Diploma III Kesehatan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Depkes,RI, Jakarta.
74 Buku Monograf
Fitri, A., 1997, “Audit Budaya Perusahaan di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Cabang Kabupaten Dati II Jepara”, Tesis, MM UGM, Yogyakarta.
Gordon, Judith,R.,1991, Diagnostic Approach to
Organizational Behavior, Allyn and Bacon Inc United State of America.
Hamka, A., 2000, Peranan Budaya Organisasi dalam
Meningkatkan Produktivitas,” Journal Matahari Vol.1. No.2. hal.26.
Handoko, H,T.,1995, Dampak Perubahan Strategik terhadap
Struktur dan Budaya Organisasi, Kelola No. 12/V/95, MM UGM, Yogyakarta.
Handoko, H,T.,2000, Manajemen Sumber Daya
Manusia,Ed.2 BPFE, Yogyakarta. Kadir, S, 1996, Faktor-Faktor Pembentuk Budaya Perusahaan,
Artikel Pendapat dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia No.07 Tahun XXV Juli.
Mitchell,C.,2001, Budaya Bisnis International, World Trade
Press. Muchlas,M.,1999, Perilaku Organisasi III, Program
Pendidkan Pasca Sarjana, MMRS, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Nawawi,H.,2000, Manajemen Strategik Non Profit, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta
75 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Ndraha,T., 1997, Budaya Organisasi, Rineka Cipta, Jakarta Nurgiyantoro,dkk.,2002, Statistik Terapan, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta Papu, J., 2000, Teamwork, http:/WWW.e-psikologi.com. -------------,2000, Menumbuhkan Kreativitas di Tempat Kerja,
http:/WWW.e-psikologi.com. Robbin,SP.,1993, Organizational Behavior (6th ed), Prentice
Hall, Englewood Cliffs Setiono,Y.,1996,” Pengaruh Budaya terhadap Budaya
Perusahaan”, Artkel dalam Manajmen dan Usahawan Indonesia No.07 Tahun XXV Juli.
Setiowati,N.,2002,” Analisis Budaya Organisasi dan
Pengembangannya di RSU PKU Muhammadiyah Surakarta Menurut Teori Comeron dan Quinn,” Tesis IKM, Yogyakarta.
Schwin,E,H.,1985, Organizational Culture and Leadership, San
Francisco: Jossey-Bass SPRG Depkes Banjarmasin., 2000, Laporan Tahunan
Depkes Banjarmasin. Tunggal., 2002, Organizational Culture, Harvarindo, Jakarta Tjiptono,F dan Diana.,1996, Total Quality Management, Andi
Yogyakarta, 4 Ed.
76 Buku Monograf
Triono, R., 1996, “Budaya Perusahaan dalam Proses Pengimplementasian Perencanaan Strategi”, Artikel, Majalah Usahawan Indonesia No.07 Tahun XXV Juli.
Wijono,Dj.,2000, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan,
Airlangga University Press
77 drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes.
Tentang Penulis
drg. Naning Kisworo Utami, M.Kes Lahir di Ngawi, Jawa Timur tahun 1966. Menamatkan Pendidikan Sarjana Kedokteran Gigi (S1) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin Makassar tahun 1993 dan Profesi Dokter Gigi pada tahun 1994. Penulis Melanjutkan S2 di MMPKG
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dan Mengabdi sebagai dokter gigi PTT pada tahun 1995-1998 di Puskesmas Sungai Malang Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Diangkat sebagai PNS 1999 sampai sekarang sebagai dosen di lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Banjarmasin. Buku yang telah diterbitkan adalah Karya Tulis Ilmiah dan Metodologi
78 Buku Monograf