i
PERISTIWA “15 JANUARI 1974” SEBAGAI PERILAKU KOLEKTIF
MAHASISWA INDONESIA 1973-1974
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Sejarah pada
Program Studi Sejarah
Oleh:
Yohanes de Britto Wirajati
NIM: 114314002
PROGRAM STUDI SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk Papa, Mama, Kakak dan kedua Adik
saya yang dengan sabar, tabah dan penasaran menantikan saya dapat menjadi
seorang Sarjana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang”
-WARKOP DKI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya
sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di perguruan tinggi.
Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari
karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertentu yang
dijadikan sumber.
Yogyakarta, Maret 2016
Yohanes de Britto Wirajati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma :
Nama : Yohanes de Britto Wirajati
Nomor mahasiswa : 114314002
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERISTIWA “15 JANUARI 1974” SEBAGAI PERILAKU KOLEKTIF
MAHASISWA INDONESIA 1973-1974
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 1 Juni 2016
Yang menyatakan
(Yohanes de Britto Wirajati)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Menulis sebuah skripsi ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Semula
saya merencanakan skripsi ini dapat selesai dalam waktu singkat. Namun
kenyataan berkata lain. Saya ternyata membutuhkan waktu selama tiga semester
untuk menyelesaikannya. Butuh komitmen dan kedisiplinan yang kuat agar skripsi
yang sedang dikerjakan dapat selesai tepat waktu dengan hasil yang maksimal.
Hal lain yang mempengaruhi proses penulisan skripsi ini adalah pengendalian
diri. Kerap kali saya merasakan kepala saya diisi oleh banyak sekali ide dan ingin
rasanya seluruh ide itu saya tuliskan agar skripsi saya menjadi sempurna. Namun
pengendalian diri membuat saya menjadi sadar, bahwa pengejaran kesempurnaan
yang saya lakukan justru akan membuat skripsi saya menjadi semakin jauh dari
kata sempurna.
Selama menulis skripsi, semangat saya tak selalu berkobar. Ada kalanya
semangat itu surut, bahkan menghilang. Namun lingkungan di sekeliling saya
selalu memberikan motivasi dan inspirasi sehingga saya dapat kembali
bersemangat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu perkenankanlah saya
untuk mengucapkan terima kasih kepada :
- Bapak Simon Hasiholan Tambunan dan Ibu Maria Monica Luminang Birati
yang dengan segala daya dan upayanya memotivasi dan menginspirasi saya
dalam menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
- Allah Bapa di Surga dan Putra-Nya yang tunggal Yesus Kristus atas seluruh
anugerah yang telah diberikan.
- Kakak saya, Agathonica Deriana Kamabana Putri dan kedua Adik saya,
Elizabeth Kamaratri dan Gemma Bunga Kamarasti atas doa dan dukungannya
sehingga skripsi ini bisa selesai.
- Segenap Dosen Jurusan Sejarah Sanata Dharma ; Dr. H.Purwanta,M.A., Drs
Sandiwan Suharso, Drs Hb. Hery Santosa, M.Hum., Dr. Lucia Juningsih,
M.Hum., Drs. Silverio Raden Lilik Aji Sampurno,M.Hum., Dr. Yerry
Wirawan atas segala bimbingan dan pelajaran yang diberikan.
- Palupi Sulistyomurni atas kesabaran dan dukungannya.
- Teman-teman alumni SMP Tarakanita IV Jakarta ; Ndoy, Amang, Todo,
Agay, Jarwo, Gaban, Buntu, Ocep yang selalu memberikan dukungan jarak
jauh.
- Teman-teman alumni SMAN 77 Jakarta ; Momon, Ungay, Dion, Rijat,
Rezzy, Aji, Bayu, Jon, Kibul, Pade, Uba, Catur yang selalu bersedia menjadi
teman bertukar pengalaman.
- Teman-teman Orkes Keroncong Dangdut Tombo Gelo ; Pita, Saka, Adul,
Destyan, Boncel, Fauzan, Penyik, Samsul atas kesempatannya untuk
menghibur diri ditengah tekanan tuntutan perkuliahan.
- Amor, Belo, Riko, Yasmine, Deslin, Juan, Erik, Ndoi, Lalong, Jeray, Toni,
Luiz, Berang, Tiur, Edut, Rosma, Omi, Aldy atas penerimaannya yang hangat
sebagai keluarga Lorong Sejarah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
- Keluarga Kontrakan ; Papam, Rendy, Remon WO, Ega, Fariz, Iyos atas
pengertian dan kebersamaannya dalam memberikan ruang dan bantuan.
- Duet Maut ; Hernowo Adi Saputro dan Yogi Hanindito yang selalu
memancing diskusi sehingga membuat saya memeras otak dan keringat.
Yogyakarta, Maret 2016
Penulis,
Yohanes de Britto Wirajati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
ABSTRAK ........................................................................................................ xv
ABSTRACT ..................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................... 3
C. Rumusan Masalah ...................................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 8
G. Landasan Teori .......................................................................................... 9
H. Metode Penelitian .................................................................................... 14
I. Sistematika Penulisan ............................................................................... 16
BAB II MODAL ASING DI TANAH IBU PERTIWI TAHUN 1973-1974 ... 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
A. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Indonesia Tahun 1970an .............. 17
1. Kontroversi Strategi Pembangunan di Indonesia Awal Orde Baru 18
B. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Indonesia 1973-1974 ....................... 24
1. Golongan Mahasiswa di Tengah Konflik Jenderal ORBA ............. 25
2. Forum Diskusi dan Safari Kampus ................................................. 29
3. Organisasi Mahasiswa Intra dan Ekstra Kampus............................ 31
4. Pembangunan Jaringan Mahasiswa ................................................ 34
BAB III PERKEMBANGAN GERAKAN MAHASISWA DI INDONESIA 1973-
1974 ............................................................................................................. 35
A. Faktor Pendukung Terjadinya Peristiwa “15 Januari 1974” .................. 35
1. Aksi Protes 15 Januari 1974 Sebagai Akumulasi Aksi-Aksi
Sebelumnya ....................................................................................................... 35
2. Perkembangan Gerakan Mahasiswa Menuju Aksi ........................ 42
BAB IV PERISTIWA “15 JANUARI 1974” : AKSI PROTES BERUJUNG
MALAPETAKA ............................................................................................... 46
A. Konsolidasi, Eksekusi dan Konsekuensi Aksi 15 Januari 1974 .............. 46
1. Dialog Mahasiswa – Presiden di Bina Graha ................................. 47
2. Demo di Halim Perdanakusuma dan Pertemuan Student Center.... 49
3. Hari Eksekusi Telah Tiba................................................................ 52
B. Pelemahan Pengaruh Politik Mahasiswa ................................................. 64
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 67
A. Kesimpulan .............................................................................................. 67
B. Pemaknaan Ulang Peristiwa “15 Januari 1974” .................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Daftar Tahanan Aktivis Mahasiswa dalam Peristiwa “15 Januari 1974” ...... 57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
ABSTRAK
Yohanes de Britto Wirajati, Peristiwa “15 Januari 1974” sebagai Perilaku
Kolektif Mahasiswa Indonesia 1973-1974. Skripsi. Yogyakarta : Program Studi
Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2016.
Skripsi ini mengambil tema seputar gerakan mahasiswa, yaitu Peristiwa 15
Januari 1974. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menjawab tiga buah
pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah bagaimana proses terbentuknya jaringan
mahasiswa 1973-1974? Kedua, Bagaimana jalannya aksi yang diinisiasi oleh
gerakan mahasiswa 1973-1974? Dan ketiga, tindakan apa yang digunakan
pemerintah untuk melemahkan pengaruh dari kekuatan politis dari jaringan dan
aksi mahasiswa 1973-1974?.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi pustaka. Sumber yang
diteliti berupa biografi dari para pelaku sejarah Peristiwa 15 Januari 1974. Sumber
tersebut didapatkan dari perpustakaan dan juga koleksi pribadi.
Dalam menganalisa Peristiwa 15 Januari 1974, sudut pandang yang
digunakan adalah sudut pandang mahasiswa. Selain itu teori yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini adalah teori Perilaku Kolektif dari Neil J. Smelser.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terbentuknya jaringan
mahasiswa 1973-1974 dilatar belakangi oleh kondisi sosial perekonomian di
Indonesia pada periode tersebut. Merajalelanya investasi modal asing mendorong
para mahasiswa untuk berkonsolidasi, membentuk sebuah jaringan yang bertujuan
untuk membahas permasalahan tersebut secara serius. Jaringan mahasiswa 1973-
1974 dibentuk melalui beragam aktifitas diskusi, aksi dan safari ke berbagai
kampus.
Selain itu, sebagai sebuah bentuk tindakan konkret para mahasiswa dalam
memecahkan permasalahan yang mendera rakyat di Indonesia, dirumusukanlah
sebuah aksi terencana yang melibatkan massa. Aksi tersebut berupa long march
dan apel akbar. Bentuk aksi tersebut dipilih agar pengaruh dan dampak gerakan
mahasiswa semakin dirasakan oleh pemerintah sehingga tuntutan mereka lebih
besar kemungkinannya untuk terealisasikan. Namun hasil akhir dari aksi
mahasiswa Indonesia 1973-1974 ternyata tidak sesuai harapan. Pemerintah Orde
Baru yang berkuasa pada waktu itu, dengan menggunakan kekuasaannya berusaha
untuk menggembosi jaringan dan aksi mahasiswa tersebut melalui berbagai
macam cara.
Kata Kunci: Mahasiswa, Orde Baru, Perilaku Kolektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
ABSTRACT
Yohanes de Britto Wirajati, The “15 Januari 1974” Affair as Collective
Behaviour of Indonesian Student 1973-1974. Thesis. Yogyakarta : Departemnet of
History, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, 2016.
This thesis discussed a theme about students movement, which was The 15
January 1974 Affair. The aim of this thesis is to answer three questions. First
question is how the student affiliation in 1973-1974 take a form? Second, How the
action initiated by the students movement in 1973-1974 was done? And the third,
What is the government's action to weaken the influence of the political power
from the students affiliation and movement in 1973-1974?.
The method used in this thesis was literature study. The sources observed
were the biographies of the historic participants of The 15 January 1974 Affair.
Those sources were taken from the library and private collections.
In analyzing The 15 January 1974 Affair, the point of view used was the
students' point of view. Besides, the theory used to write the thesis was Collective
Behaviour theory by Neil J. Smelser.
The result of this research pointed out that the formation of students
affiliation in 1973-1974 was caused by the social economic condition in Indonesia
at that period. The spread of the foreign capital investment triggered the students
to consolidate, form an affiliation which goal is to discuss about that issue
seriously. The students affiliation in 1973-1974 was formed through varies
discussion activity, action, and campuses visit.
Beside that, as a form of concrete action from the students in solving the
problem which makes the Indonesians suffer, the planned action which included
people was formulated. That action was a long march and jamboree. These kinds
of action were chosen so that the influence and effect of the students movement
could be delivered to the government therefore the possibility that their demand
will be realized was bigger. But the final result of their movement in 1973-1974
was not as they had expected. The New Order government which throned at that
period using his authority tried to weaken the students affiliation and action
through many ways.
Key words: Students, New Order, Collective Behaviour.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah Indonesia, terdapat satu golongan yang memegang peranan
penting dalam menggagas perubahan di banyak aspek kehidupan bernegara, yaitu
golongan mahasiswa. Kaum intelektual muda tersebut terlibat dalam berbagai
peristiwa sejarah, yang membentuk alur perjalanan sejarah Indonesia, khususnya
bidang sosial dan politik.
Mahasiswa, yang kerap disebut sebagai agen perubahan pada umumnya
bergerak dan bereaksi setelah melakukan refleksi terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat sekitarnya. Segala macam ketidakadilan, keprihatinan dan
kekurangan yang melingkupi masyarakat sekitar menjadi isu penting bagi
mahasiswa, untuk kemudian diperjuangkan dan dicari bersama solusi terbaiknya.
Secara garis besar, terdapat beberapa gerakan mahasiswa di Indonesia yang
memiliki gaung dan pengaruh yang cukup luas terhadap masyarakat ataupun
pemerintahan yang sedang berkuasa. Gerakan mahasiswa yang pertama kali
muncul di Indonesia pasca kemerdekaan adalah gerakan mahasiswa Angakatan
’66. Gerakan protes yang dilancarkan mahasiswa Indonesia Angkatan ’66 terjadi
pada saat akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Selain itu, aksi turun ke jalan
yang dilakukan oleh Angkatan ’66 tersebut terjadi saat kondisi politik dalam
negeri sedang kacau pasca Peristiwa G30S. Tuntutan yang disuarakan oleh para
aktivis Angkatan ’66 berkutat pada pembubaran PKI, penurunan harga barang dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
reshuffle kabinet.1 Dalam kesatuan aksi protes yang digagas Angkatan ’66, secara
terang-terangan golongan Militer memberikan dukungan kepada aksi protes
mahasiswa ini.2
Setelah kemunculan gerakan mahasiswa Angkatan ’66, muncul gerakan
mahasiswa Angkatan ’74. Isu yang menjadi fokus dari gerakan mahasiswa
Angkatan ’74 tersebut adalah anti modal asing dan praktek korupsi, kolusi serta
nepotisme dikalangan pejabat yang memiliki kedekatan dengan Presiden
Soeharto. Tokoh-tokoh mahasiswa yang muncul antara lain adalah Hariman
Siregar, Judilherry Justam, Gumilar Kartasasmita dan Theo L. Sambuaga.
Gerakan mahasiswa Angkatan ’74 ditutup dengan kerusuhan yang terjadi di
kawasan Proyek Senen dan penangkapan para tokoh mahasiswa.
Gerakan mahasiswa yang memiliki dampak cukup luas selain Angkatan ’66
dan Angkatan ’74 adalah gerakan mahasiswa Reformasi ’98. Gerakan mahasiswa
yang muncul di masa krisis moneter tersebut bertujuan untuk menggulingkan
rezim Orde Baru yang sudah terlalu lama berkuasa. Mahasiswa berhasil meraih
kesuksesan dalam gerakan mahasiswa Reformasi ’98, ditandai dengan lengsernya
Soeharto dari kursi kepresidenan. Namun perubahan nyata atas penyelenggaraan
negara ke arah yang lebih baik belum terlalu signifikan. Tokoh-tokoh yang
muncul di era Reformasi ’98 antara lain adalah Budiman Sudjatmiko dan Ardian
Napitupulu.
Berdasarkan penjelasan tentang gerakan mahasiswa tersebut maka dapat
dilihat bahwa tiap periode memiliki keunikannya tersendiri. Pemilihan gerakan
1 Tuntutan ini dikenal dengan nama TRITURA. 2 Sundhaussen, Ulf. (1988). Politik Militer Indonesia 1945-1967 : Menuju Dwi Fungsi ABRI
cetakan ke-2. Jakarta : LP3ES.Hml. 397.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
mahasiswa 1974 sebagai topik dari skripsi ini didasarkan pada dua hal. Pertama,
gerakan mahasiswa 1974 adalah gerakan protes mahasiswa pertama kali di era
kepemimpinan rezim Orde Baru. Kondisi tersebut membuat gerakan mahasiswa di
era Orde Baru yang muncul setelah periode 1974, orientasi gerakan dan
bentuknya tidak jauh berbeda dengan gerakan mahasiswa 1974.
Kedua, berbeda dengan gerakan mahasiswa 1966 atau 1998 yang muncul
diakhir kepemimpinan sebuah rezim (akhir Orde Lama dan akhir Orde Baru),
gerakan mahasiswa 1974 justru sebaliknya. Gerakan mahasiswa 1974 muncul di
awal kepemimpinan Orde Baru. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa
1974 mampu secara cepat membaca situasi penyelenggaraan negara yang
dianggap tidak memihak kepada usaha penyejahteraan rakyat.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Melalui latar belakang tersebut, penelitian ini kemudian membatasi analisa
pada proses terbentuknya aksi protes mahasiswa Indonesia, khususnya pada
Peristiwa 15 Januari 1974, mulai dari terbentuknya jaringan sampai dengan usaha
pemerintah melakukan stabilisasi keamanan dan ketertiban pasca Peristiwa 15
Januari 1974. Pemahaman tersebut berpengaruh terhadap sudut pandang
sekaligus judul dari karya tulis ini, yaitu “Peristiwa “15 Januari 1974” sebagai
Perilaku Kolektif Mahasiswa Indonesia 1973-1974”.
Pada Peristiwa 15 Januari 1974 jaringan mahasiswa antar kampus dan
organisasi melancarkan aksi protes kepada pemerintah Orde Baru, karena melihat
adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
kesejahteraan rakyat. Namun lebih kepada kepentingan golongan tertentu,
termasuk investor asing.
Pernyataan bahwa kebijakan pemerintah tidak memihak rakyat dapat
dibuktikan dengan merajalelanya penanaman modal asing di Indonesia pada awal
tahun 1970-an. Pertama-tama adalah merebaknya produk-produk merek dagang
Jepang di Indonesia. Tidak hanya di bidang otomotif, restoran-restoran yang
menyajikan masakan Jepang pun menyebar di pusat-pusat perbelanjaan3.
Melihat hal ini, golongan mahasiswa yang pada masa itu posisinya cukup
kuat dalam peta politik Indonesia4, merasa perlu melakukan sebuah gerakan
protes atas kondisi yang ada. Berbagai perundingan dan pertemuan, baik oleh
sesama Mahasiswa dalam sebuah Universitas, ataupun antar Dewan Mahasiswa
dari beberapa Universitas yang mayoritas berada di pulau Jawa, dilakukan secara
bergelombang. Tujuannya adalah menghimpun ide-ide yang akan menjadi konsep
pergerakan nantinya. Demonstrasi dengan skala kecil pun dilancarkan berkala,
memanfaatkan momentum yang ada seperti kedatangan Ketua dari IGGI (Inter-
governmental Group on Indonesia), J.P. Pronk pada tanggal 11 November 1973
dan Perdana Menteri Jepang Kakue Tanaka pada tanggal 14 januari 1974.
Semua aksi demonstrasi dan diskusi yang digelar kemudian bermuara pada
aksi long march yang dilakukan oleh para mahasiswa, dari kampus UI Salemba
menuju kampus Universitas Trisakti pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa ini
kemudian dikenal dengan nama MALARI 1974. Nama MALARI tersebut
3 Jopie Lasut. Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. 2011. Yayasan
Penghayat Keadilan:Depok. Hlm. 87 4 Pasca gerakan mahasiswa tahun ’66 yang berujung pada duduknya beberapa aktivis
mahasiswa di kursi MPR/DPR, Golongan mahasiswa dianggap cukup berpengaruh pada peta
politik Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
merupakan singkatan dari Malapetaka Lima Belas Januari. Penamaan MALARI
diberikan oleh rezim Orde Baru. Hal ini dilakukan unutk memberikan kesan
bahwa aksi protes mahasiswa, yang tujuannya adalah membela hak rakyat, justru
menjadi sebuah malapetaka (karena terjadinya kerusuhan dan jatuhnya korban
jiwa) bagi rakyat itu sendiri.
Para mahasiswa yang terlibat pada gerakan protes tersebut antara lain
Hariman Siregar, Theo L. Sambuaga, Gurmilang Kartasasmita, Judil Hery Justam
keempatnya dari Universitas Indonesia, dan juga Jesse A. Monintja (dari
Universitas Trisakti ), Hatta Albani (dari Universitas Padjadjaran), Komarudin
(dari ITB), John Pangemanan (dari Sekolah Tinggi Olahraga ) dan Policarpus
Lopez ( dari Atmajaya Jakarta ). Sedangkan dari pihak aktivis non-mahasiswa
terdapat nama-nama seperti Jusuf A.R. dan Jopie Lasut.
Selain karena kebijakan pemerintah yang dianggap terlalu memihak investor
asing, berkembang juga wacana bahwa Peristiwa 15 Januari 1974 disebabkan
oleh adanya ketegangan di kalangan militer, khususnya TNI (pada saat itu masih
ABRI) Angkatan Darat. Ketegangan tersebut terjadi di antara kubu Mayjend Ali
Moertopo dengan kubu Jendral Soemitro. Muncul kecurigaan bahwa kedua
perwira tinggi tersebut ingin merebut jabatan presiden dari Soeharto dengan cara
menggunakan pengaruh golongan mahasiswa. Kelompok-kelompok mahasiswa
diberi dukungan dan fasilitas oleh kedua perwira tersebut, agar kemudian dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
melengserkan Soeharto dan melancarkan jalan salah satu perwira tinggi TNI
tersebut menuju kursi jabatan presiden.5
Dari penjabaran pada sub bab Latar Belakang, maka dapat dipahami bahwa
Peristiwa 15 Januari 1974 memiliki keunikan tersendiri dibanding gerakan-
gerakan mahasiswa sebelum atau sesudah peristiwa tersebut. Selain itu, Peristiwa
15 Januari 1974 juga menjadi penting untuk diteliti karena pengaruhnya terhadap
perubahan sikap dan perlakuan pemerintah terhadap gerakan-gerakan mahasiswa
Indonesia yang hampir sama bentuknya.
Aksi protes dengan ruang lingkup dan jumlah partisipan sebesar Peristiwa 15
Januari 1974 sudah pasti membutuhkan jaringan pergerakan mahasiswa yang
solid dan luas. Jaringan mahasiswa yang di maksud di sini adalah sebuah pola
komunikasi yang terbentuk antar mahasiswa (baik organisasi atau individu)
dengan tujuan mewujudkan kepentingan bersama, sebagai reaksi atas kondisi
sosial yang ada. Proses terbentuknya jaringan ini menarik untuk diteliti karena
pada era 1970-an media komunikasi belum secanggih dan sepraktis sekarang ini,
sehingga bukan hal yang mudah untuk membentuk sebuah jaringan antar
mahasiswa di beberapa wilayah di pulau Jawa, atau bahkan di luar pulau Jawa.
Selain itu, terlibatnya banyak organisasi mahasiswa dengan orientasinya
masing-masing dapat menimbulkan sebuah proses konsepsi gerakan yang cukup
rumit dan kompleks. Silang pendapat dan perbedaan pola pikir tentu kerap kali
mewarnai perencanaan gerakan yang akan dilakukan. Proses pendamaian tujuan
bersama ini kemudian juga menjadi hal yang menarik untuk diteliti.
5 A. Yogaswara. Dalang Peristiwa 15 Januari1974 (Malari). 2009. Media Presindo :
Yogyakarta. Hlm. 51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Tidak kalah menariknya, reaksi dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap Peristiwa 15 Januari 1974 juga menjadi tonggak penting bagi ruang
gerak mahasiswa di masa mendatang. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk
menstabilkan kondisi negara pasca peristiwa tersebut membatasi aktifitas politik
mahasiswa pada era selanjutnya.
C. Rumusan Masalah
Dari data yang dikumpulkan, dan kemudian dilakukan pembacaan satu per
satu, maka muncul beberapa rumusan masalah, yaitu;
1. Bagaimana proses terbentuknya sebuah jaringan mahasiswa pada “Peristiwa 15
Januari 1974”?
2. Bagaimana proses terjadinya aksi-aksi yang diinisiasi oleh jaringan-jaringan
mahasiswa pada “Peristiwa 15 Januari 1974”?
3. Langkah apa yang ditempuh pemerintahan di Indonesia untuk melemahkan
kekuatan politik mahasiswa pasca “Peristiwa 15 Januari 1974”?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini, pada garis besarnya bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan bagaimana Peristiwa 15 Januari 1974 terbentuk sebagai perilaku
kolektif mahasiswa di Indonesia pada awal kepemimpinan rezim Orde Baru. Jika
diuraikan lebih detail, maka penelitian ini bertujuan untuk ;
a) Menjelaskan proses terbentuknya jaringan mahasiswa pada “Peristiwa 15
Januari 1974”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
b) Merekonstruksi proses terjadinya aksi-aksi yang diinisiasi oleh jaringan-
jaringan mahasiswa di Indonesia.
c) Menganalisa langkah yang ditempuh pemerintahan di Indonesia untuk
melemahkan kekuatan politik pasca “Peristiwa 15 Januari 1974”.
E. Manfaat Penelitian
Melalui skripsi saya ini, saya berharap dapat memperkaya ataupun menambah
referensi tentang Sejarah Pergerakan Mahasiswa Indonesia. Selain itu melalui
skripsi ini juga, dapat menambah jumah dari karya tulis sejarah yang menerapkan
pendekatan teori-teori ilmu sosial, khususnya teori-teori sosiologi.
F. Tinjauan Pustaka
Buku Massa Misterius Malari yang disusun oleh tim Tempo Publishing
menyoroti tentang sabotase yang dilakukan oleh sekumpulan massa di daerah
Proyek Senen, Jakarta Pusat. Sabotase tersebut ditujukan untuk menimbulkan
suasana yang kacau sehingga jalannya protes mahasiswa pada Peristiwa 15
Januari 1974 menjadi anarkis dan destruktif dengan cara melakukan pembakaran
di daerah Proyek Senen.
Hariman Siregar, salah satu tokoh mahasiswa dalam Peristiwa 15 Januari
1974 juga mencoba untuk merekonstruksi peristiwa tersebut, melalui buku
Hariman & MALARI yang disusun oleh Amir Husin Daulay dan Imran Hasibuan.
Dalam buku tersebut, Peristiwa 15 Januari 1974 di narasikan ulang dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
bersumber pada kesaksian Hariman Siregar sebagai pelaku sejarah dalam
peristiwa tersebut.
Selain kedua buku tersebut, ada juga buku yang berjudul MALARI Melawan
Soeharto dan Barisan Jenderal ORBA yang ditulis oleh Jopie Lasut. Dalam buku
ini, Jopie Lasut menaruh perhatian besarnya kepada peranan para aktifis non-
mahasiswa (wartawan, pelajar, seniman, dan sebagainya) dalam Peristiwa 15
Januari 1974. Buku ini terkesan ingin menunjukan bahwa pelaku sejarah dari
Peristiwa 15 Januari 1974 bukan hanya berasal dari kalangan mahasiswa.
Dari pembacaan yang dilakukan terhadap sumber-sumber diatas, dapat dilihat
bahwa banyak penulis dari buku-buku tentang Peristiwa 15 Januari 1974
berusaha untuk merekonstruksi peristiwa tersebut sesuai dengan pengalaman dan
sumber-sumber mereka masing-masing. Tujuannya untuk menunjukkan peranan
dari individu-individu ataupun kelompok-kelompok tersebut dalam Peristiwa 15
Januari 1974. Selain itu, juga dapat dipahami bahwa beberapa buku hanya
berkutat pada pencarian dalang kerusuhan yang muncul pada Peristiwa 15
Januari 1974 tersebut. Masih sedikit referensi mengenai Peristiwa 15 Januari
1974 yang membahas khusus tentang proses para mahasiswa membangun
sebuah jaringan untuk melakukan aksi protes serta pengaruhnya terhadap
kebijakan pemerintah Indonesia.
G. Landasan Teori
Dalam menggagas sebuah gerakan protes untuk membela nasib dan hak-hak
rakyat dibutuhkan sebuah jaringan yang luas dan terkoordinir baik. Hal ini guna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
memperluas gaung dari isu gerakan dan pergerakannya itu sendiri sehingga
dampaknya akan semakin dirasakan bagi obyek protes mereka. Perjuangan
semacam ini kemudian dipandang sebagai perilaku kolektif yang muncul karenan
rangsangan tertentu dan tidak bersifat rutin.
Munculnya sebuah jaringan yang erat dan solid di antara para peserta
gerakan, selain didukung oleh perasaan senasib dan sepenanggungan akibat
tekanan dari rezim yang berkuasa, dipengaruhi juga oleh aspek lainnya. Salah
satunya adalah adanya dukungan yang bersifat struktural, yang kadang muncul
dari luar kehendak individual, misal dengan adanya pembiaran yang dilakukan
instansi (golongan) sosial tertentu.
Sebuah pergerakan yang masif dan fundamental pasti melibatkan banyak
kelompok dan juga ide atau gagasan. Kelompok-kelompok yang terlibat ini tidak
selamanya memiliki ide atau gagasan yang sama, namun dialog dan pertukaran
pikiran dapat menjadi jalan keluar untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
Terlepas dari hal itu, kontrol atau pengawasan terhadap sebuah gerakan yang
melibatkan banyak pihak tentunya sangatlah sulit. Pelaksanaan sebuah aksi yang
telah lemah fungsi kontrolnya terkadang menjadi sangat mudah sekali disusupi
oleh agenda terselubung dari pihak-pihak yang hanya mau mengambil keuntungan
bagi dirinya atau kelompoknya semata. Hal ini dapat menciderai cita-cita
pergerakan yang telah terkonsepsikan secara matang.
Analisa terhadap terbentuknya sebuah jaringan dan lahirnya sebuah aksi
menjadi sangat dibutuhkan untuk menjawab rasa ingin tahu terhadap hal-hal
diatas. Melalui analisa dalam skripsi ini diharapkan dapat menimbulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
pemahaman atas proses penyatuan ide dan gagasan antar kelompok didalam
sebuah pergerakan yang sama. Selain itu melalui analisa terhadap terbentuknya
jaringan dan aksi, juga dapat memberikan kemampuan untuk mengidentifikasi
agenda-agenda “terselubung” yang sesungguhnya kontradiktif dengan cita-cita
pergerakan.
Mengutip dari Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo (1992), dalam bukunya
Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, muncul kecenderungan
bahwa ilmu sejarah dan ilmu sosial mengarah kepada gerakan saling mendekati.6
Masih dalam buku yang sama, Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo menjelaskan bahwa
pendekatan sosiologis sebagai sudut pandang sebuah penelitian sudah pasti
menyoroti aspek-aspek sosial, seperti golongan sosial mana yang berperan dalam
sebuah peristiwa sejarah, hubungan golongan tersebut dengan golongan
masyarakat lain, konflik kepentingan, ideologi dan aspek-aspek sosial lainnya.7
Berdasarkan kutipan-kutipan dalam paragraf sebelumnya, maka dapat
dipahami untuk melakukan analisa terhadap sebuah peristiwa sejarah, dari sudut
pandang sosiologis diperlukan alat analisa yang berupa teori-teori sosiologi. Hal
tersebut dilakukan agar aspek-aspek sosiologis dalam sebuah peristiwa sejarah
dapat diidentifikasi satu per satu sehingga dapat dihasilkan sebuah penulisan
sejarah sosial yang komprehensif.
Oleh sebab itu, dalam penelitian skripsi ini, untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang telah dirumuskan, dipakai salah satu teori dari cabang ilmu
sosiologi yaitu perilaku kolektif (collective behaviour) yang dikembangkan oleh
6 Sartono Kartodirdjo (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta :
Gramedia. Hlm. x 7 Ibid., Hlm. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Neil J. Smelser. Dalam teorinya tersebut, Smelser merumuskan 6 indikator untuk
menganalisa sebuah perilaku kolektif. Keenam indikator tersebut adalah
structural conduciveness, structural strain, growth and spread of a generalized
belief, precipitating factors, mobilization of participants for action dan the
operation of social control.
Structural conduciveness, seperti yang sempat disebutkan pada bagian
sebelumnya, adalah sebuah situasi struktural yang muncul karena dorongan
kondisi sosial pada tempo tertentu dan terbentuk dengan cara tidak disengaja
sebagai akibat dari kebijakan pemerintah atau pihak-pihak pemegang otoritas
lainnya. Contoh dari tahapan tersebut dalam konteks gerakan protes mahasiswa
adalah kurangnya kesejahteraan sosial bagi masyarakat akibat kebijakan
pemerintah, pengaruh politik yang kuat dari golongan mahasiswa terhadap
pemerintahan, dan lain sebagainya.
Structural strain adalah sebuah ketegangan struktural yang merupakan
tahapan lebih lanjut dari munculnya kondusifitas struktural. Contoh dari
ketegangan struktural dalam konteks gerakan mahasiswa antara lain adalah
kesenjangan ekonomi antara rakyat kecil dan pejabat wakil rakyat yang mencolok,
gulung tikarnya sejumlah besar industri lokal karena merajalelanya modal asing
dan lain sebagainya.
Growth and spread of generalized belief atau berkembang dan menyebarnya
kepercayaan umum adalah fase selanjutnya dalam sebuah proses terbentuknya
perilaku kolektif menurut Smelser. Dalam bukunya, Smelser menuliskan :
“Before collective action can be taken to reconstitute the situation brought
on by structural strain, this situation must be made meaningful to the potential
actors. This meaning was supplied in a generalized belief, which identifies the
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
source of strain, attributes certain characteristics to this source, and specifies
certain responses to the strain as possible of appropriate.8
Melalui kutipan di atas maka dapat dipahami bahwa faktor pendukung
perilaku kolektif yang muncul dari kondusifitas dan ketegangan struktural
kemudian perlu disebarkan dan diolah seluas mungkin guna membentuk sebuah
kesepakatan bersama bahwa perlu dilakukan sebuah gerakan untuk mengatasi itu
semua, yang dipercayai betul oleh pihak-pihak yang terkait gerakan tersebut.
Dalam konteks “Peristiwa 15 Januari 1974”, maka tahapan ini merujuk pada
munculnya forum-forum diskusi dan seminar yang digagas oleh organisasi
mahasiswa.
Precipitating factors adalah faktor-faktor pendukung yang telah mendahului
terjadinya gerakan yang akan digagas. Pada tahapan ini isu-isu ketegangan yang
telah tersebar luas perlu dipertegas dengan menimbang relevansi peristiwa-
peristiwa sebelumnya. Dalam konteks ini setidaknya ada aksi mahasiswa angkatan
’66, forum-forum diskusi mahasiswa tahun 1973 dan kunjunga PM Jepang yang
mendahului dan berpengaruh terhadap “Peristiwa 15 Januari 1974”.
Mobilization of participants for actions adalah proses menggerakkan peserta
ataupun massa dari sebuah gerekan yang baru dikonsepsikan ke dalam sebuah
aksi nyata. Mahasiswa Indonesia pada awal tahun ’70-an menjadi peserta inti dari
“Peristiwa 15 Januari 1974” yang akan dibahas pada fase ini.
The operation of social control adalah tahapan berlangsungnya kontrol sosial
terhadap gerakan yang telah berubah bentuk dari konsep menjadi aksi nyata.
Tahapan ini dapat menjadi pencegah, penghambat dan penggangu dari akumulasi
8 Smelser, Neil J. (1971). Theory of Collective Behaviour. New York : The Free Press. Hlm.
16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kelima tahapan sebelumnya. Pada tahapan ini muncul pihak yang kemudian
berwenang untuk melakukan kontrol sosial atas perilaku kolektif yang terjadi.
Sesuai dengan pernyataan Smelser, “the study of social control is the study of
those counter-determinants which prevent, interrupt, deflect, or inhibit the
accumulation of the determinants just reviewed.”9
Dengan meminjam indikator-indikator perilaku kolektif tersebut, penelitian
ini berusaha untuk menganalisa “Peristiwa 15 Januari 1974” sebagai sebuah
gerakan sosial yang didasari oleh perilaku kolektif dan sekaligus menjawab
pertanyaan mengenai proses terjadinya peristiwa tersebut.
H. Metode Penelitian
Terkait metode, Prof. Kuntowijoyo menjelaskan dalam bukunya Pengantar
Ilmu Sejarah bahwa terdapat lima tahapan dalam sebuah penelitian sejarah.
Tahapan tersebut berturut-turut adalah (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan
sumber, (3) verifikasi (kritik sumber), (4) interpretasi (analisis dan sintesis) dan
(5) penulisan.10
Sesuai dengan rumusan Prof. Kuntowijoyo tersebut, maka setelah topik
ditentukan ( topik adalah Peristiwa “15 Januari1974”), dilakukan pengumpulan
sumber berupa karya biografi dari para pelaku sejarah Peristiwa “15 Januari
1974”. Pilihan sumber dijatuhkan kepada karya biografi dalam rangka
pengumpulan data yang bersifat primer. Karya-karya biografi yang terkumpul
9 Smelser, Neil J. (1971). Theory of Collective Behaviour. New York : The Free Press. Hlm.
17. 10 Kuntowijoyo (2013). Pengantar Ilmu Sejarah Edisi Baru Cetakan ke-I. Yogyakarta : PT.
Tiara Wacana Yogya.. Hlm. 69.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
didapatkan dari koleksi pribadi ataupun perpustakaan. Metode penelitian ini
dikenal dengan metode penelitian studi pustaka.
Verifikasi data (kritik sumber) dilakukan dengan cara pembacaan menyeluruh
terhadap sumber-sumber yang berhasil dikumpulkan. Hasil dari pembacaan
sumber akan diperbandingkan satu sama lain. Dari perbandingan tersebut akan
didapatkan data yang valid dan saling mendukung.
Setelah verifikasi dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah interpretasi.
Tahapan interpretasi terbagi dua, yaitu analisis dan sintesis.11 Dalam fase analisis,
data hasil verifikasi sumber diuraikan satu per satu. Dari uraian yang dilakukan
akan didapatkan fakta. Data dan fakta yang terkumpul kemudian dipersatukan
dalam fase sintesis. Rangkaian interpretasi (analisis dan sintesis) tersebut
dilakukan untuk mendapatkan konsep umum dari data dan fakta yang terkumpul.
Tahapan penelitian sejarah kemudian akan ditutup dengan penulisan sejarah.
Dalam penulisan sejarah, aspek kronologis menjadi konten yang sangat penting.
Hal ini guna memperlihatkan perbedaan dari penjelasan sejarah yang diakronis
(menekankan proses) dengan penjelasan ilmu sosial yang sinkronis (menekankan
struktur).12
I. Sistematika Penulisan
Penelitian mengenai Peristiwa MALARI 1974 ini akan disusun dalam empat
bab, dengan urutan sebagai berikut :
11 Ibid.,Hlm. 78-80. 12 Prof. Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah edisi ke-2. 2003. Tiara Wacana : Yogyakarta.
Hlm. 174.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari; Latar Belakang, Identifikasi dan
Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Landasan Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II Modal Asing di Tanah Ibu Pertiwi Tahun 1973-1974. Dalam bab
kedua ini akan dibahas kondisi sosial yang mendesak terbentuknya sebuah
jaringan aktif diantara para mahasiswa Indonesia pada periode 1970-an.
Bab III Perkembangan Gerakan Mahasiswa di Indonesia 1973-1974. Bab ini
menyoroti tentang realisasi dari konsep-konsep aksi dan pergerakan yang telah
dirumuskan oleh jaringan mahasiswa Indonesia.
Bab IV Peristiwa “15 Januari 1974” Aksi Protes Berujung Malapetaka.
Dalam bab ini akan dipapar mengenai langkah-langkah yang dilakukan
pemerintah untuk melemahkan pengaruh dan posisi dari gerakan mahasiswa di
Indonesia, agar tidak terulang peristiwa yang serupa dengan Peristiwa 15 Januari
1974.
Bab V Penutup. Pada bab terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan dari
penjelasan sejarah atas Peristiwa 15 Januari 1974. Kesimpulan yang dipaparkan
dalam bab terakhir ini berupa pemaknaan kembali Peristiwa 15 Januari 1974 dan
kaitannya dengan perkembangan gerakan mahasiswa di Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
BAB II
MODAL ASING DI TANAH IBU PERTIWI
TAHUN 1973-1974
A. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Indonesia Tahun 1970an
Dalam teori collective behaviour yang dikemukakan oleh Neil J. Smelser,
tahapan pertama yang menjadi syarat bagi kemunculan sebuah perilaku kolektif
adalah adanya dukungan berupa stuctural conducieveness. Pada Peristiwa 15
Januari 1974, adanya structural conducieveness dibuktikan melalui munculnya
keprihatinan atas merajalelanya modal asing dan juga konflik internal di kalangan
Militer.
Modal asing yang mendominasi sektor ekonomi Indonesia pada tahun 1973
menyebabkan industri lokal terhimpit. Keterbatasan teknologi yang dimiliki
industri lokal mengakibatkan produk mereka kehilangan daya saing terhadap
produk asing di pasar dalam negeri.13 Kondisi yang sedemikian rupa kemudian
memicu terjadinya kelesuan dalam industri lokal. Produk merek dagang yang
dihasilkan oleh para investor asing, mulai dari kendaraan bermotor sampai dengan
makanan menguasai pasar barang dagangan dalam negeri.
Pada lain pihak, usaha dari para petinggi Militer yang saling bersinggungan
justru memberikan angin segar kepada pergerakan mahasiswa. Fasilitas-fasilitas
pelatihan dan juga janji-janji yang diberikan para tokoh Militer, membuat para
13 A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit
Media Pressindo. Hlm. 32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
mahasiswa menjadi semakin percaya diri dan terhadap pengaruh yang mereka
miliki dalam mengkritisi dan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Salah satu
contoh dari usaha para tokoh militer memfasilitasi para aktifis mahasiswa adalah
berbagai program yang diselenggarakan oleh CSIS (Center for Strategic and
International Studies). Salah satu tokoh CSIS, yaitu Sofjan Wanandi dikenal
memiliki hubungan dekat dengan para aktifis mahasiswa seperti Hariman
Siregar.14
Dalam sub bab ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara kondisi
penyelenggaraan negara, beserta seluruh elemennya dengan gerakan mahasiswa
yang juga berkembang di Indonesia pada tahun 1973.
1. Kontroversi Strategi Pembangunan di Indonesia di Awal Orde Baru
Memasuki tahun 1973, Orde Baru (rezim yang sedang berkuasa di Indonesia)
sedang sibuk dengan berbagai macam rencana pembangunan. Pembangunan
menggambarkan orientasi dari penyelenggaraan negara pada era Orde Baru.
Pembangunan yang digalakkan pada saat rezim Orde Baru berkuasa
merambah berbagai sektor, mulai dari sektor sosial sampai dengan sektor
ekonomi. Seluruh program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah
dinamakan Rencana Pembangunan Lima Tahun, atau disingkat REPELITA.15
14 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm.31.
Karena kedekatan Hariman dengan ali Moertopo, sosoknya dapat diteima dengan baik di CSIS. 15 REPELITA bertujuan untuk mewujudkan pembangunan bagi terciptanya masyarakat yang
adil dan makmur. Pembangunan masyarakat yang adil dan makmur tersebut tidak dapat dilakukan
dengan cara singkat, maelainkan harus melalui beberapa tahapan pembangunan yang terwujud
melalui REPELITA I, II dan III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Produk-produk dari REPELITA dan juga kebijakan lain yang dipraktekan
oleh pemerintahan Orde Baru tidak selamanya mendapatkan respon positif dari
kalangan masyarakat. Salah satu contoh program pembangunan yang berkembang
menjadi sebuah polemik adalah program pembangunan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII). Pembangunan kompleks taman replika kepualuan Indonesia yang
digagas oleh Ibu Tien Soeharto ini menuai respon negatif dari masyarakat16. Hal
ini dikarenakan pembangunan TMII dipandang sebagai sebuah proyek
pembangunan yang menghambur-hamburkan uang, ditengah sedang
diterapkannya program penghematan di berbagai departemen pemerintahan.
Pembangunan TMII dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Perkembangan pembangunan yang sangat pesat sudah pasti membutuhkan
biaya yang besar pula. Dalam rangka menjamin ketersediaan biaya pembangunan,
maka pemerintah Indonesia membuka peluang masuknya investasi modal asing
selebar-lebarnya.
Masuknya gelombang investasi besar-besaran ke Indonesia memang
menjamin pertumbuhan ekonomi negara, namun juga mengancam kesejahteraan
rakyat Indonesia. Dominasi dari produk industri modal asing menggilas eksistensi
dari industri lokal, yang modalnya “cekak” dan skalanya pun kecil.
Berkembangnya pembangunan Indonesia justru memakan korban anak bangsanya
sendiri.
Kondisi seperti ini kemudian memunculkan keprihatinan dari berbagai
kalangan, termasuk kalangan mahasiswa Indonesia. Keprihatinan para mahasiswa
16 A.Yoghaswara. Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). 2009. Penerbit Media
Pressindo:Yogyakarta. Hlm.45.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
ini berimbas pada orientasi pergerakan mereka yang berubah konsentrasinya pada
wacana-wacana kesejahteraan dan ketimpangan pendapatan.
Fenomena ini ditangkap dan dituliskan dengan jelas oleh Fachry Ali, dalam
bukunya Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara terbitan tahun 1985,
sebagai berikut ;
“Pada awal dekade ’70-an tema-tema gerakan mahasiswa dipengaruhi
betul oleh ide-ide tentang pembangunan alternatif dan ketimpangan pendapatan,
seperti hal yang kerap muncul didalam tulisan-tulisan Mahbub Ul-Haq, Ander
Gunter Frank, dan beberapa penulis dari Amerika Latin. Mahasiswa
berpandangan bahwa strategi pembangunan Indonesia dengan melakukan
industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan jurang pemisah yang
makin dalam antara kaya dan miskin, kota dan desa serta sektor modern dan
tradisional.”17
Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa, mahasiswa Indonesia pada awal
dekade ’70-an telah menangkap betul adanya ketimpangan ekonomi yang melanda
rakyat, diakibatkan oleh pembangunan yang tidak merata dan justru menambah
masalah perekonomian dalam negeri. Permasalahan tersebut antara lain matinya
industri lokal dan meningkatnya pengangguran.
Memang fenomena merajalelanya modal asing, khususnya dari negara Jepang
sangat terlihat bahkan dalam kondisi kasat mata. Lambang Toyota, yang
merupakan salah satu pabrikan otomotif dari Jepang terpampang di puncak
gedung Wisma Nusantara, gedung tertinggi di Indonesia pada masa itu. Tidak
hanya di bidang otomotif, restoran-restoran yang menyajikan masakan Jepang pun
menyebar di pusat-pusat pertokoan18.
17 Fachry Ali. (1985). Sistem Politik di Indonesia dan Negara. Jakarta : Inti Sarana Aksara.
Hlm. 23-24. 18 Jopie Lasut (2011). Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. Depok : Yayasan
Penghayat Keadilan. Hlm. 87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Secara kronologis, masuknya modal asing di Indonesia berawal dari usaha
pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian dalam negeri yang
mengalami kemerosotan pasca berakhirnya Orde Lama (masa pemerintahan
Soekarno). Dalam rangka meningkatkan pendapatkan negara dan melancarkan
sektor-sektor pendapatan yang macet, Kabinet pada masa itu, Kabinet Ampera
ditugaskan Presiden Soeharto untuk mencari solusi atas kondisi permasalahan
ekonomi tersebut.
Salah satu solusi yang ditempuh adalah dibukanya kesempatan bagi modal
asing untuk ditanamkan di Indonesia. Kebijakan ini diambil dalam rangka untuk
menyelamatkan perekonomian Indonesia dari bahaya kehancuran yang diwariskan
oleh pemerintahan sebelumnya, pimpinan Presiden Soekarno. Undang-undang
yang menjadi landasan dari aktifitas penanaman modal asing ini adalah UU No.1
tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing.
Bicara tentang kebijakan ekonomi negara pada awal ’70-an, maka nama
Widjojo Nitisastro tak mungkin dapat dilepaskan. Widjojo Nitisastro adalah ahli
ekonomi lulusan Universitas Berkeley di Amerika Serikat. Karena kompetensinya
sebagai seorang ahli ekonomi, Widjojo Nitisastro kemudian banyak dimintai
pendapatnya mengenai pembangunan sektor perekonomian negara oleh Presiden
Soeharto.19
Namun pemaparan fakta mengenai merajalelanya modal asing tersebut belum
cukup untuk menjawab mengenai tendensi yang menyebabkan para mahasiswa
mengangkat isu perekonomian, khususnya anti modal asing sebagai isu utama
19 A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit
Media Pressindo.. Hlm. 20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
gerakan mereka. Wacana anti modal asing menjadi rutin didiskusikan oleh para
aktifis mahasiswa tak lepas dari pengaruh para mantan aktifis pada periode
sebelumnya dan juga para aktifis non-kampus. Argumen tersebut dibuktikan oleh
beberapa hal.
Grup Diskusi Universitas Indonesia (GDUI) yang bergerak menginisiasi
ruang-ruang-diskusi di kalangan para akademisi pernah menyelenggarakan sebuah
diskusi bertajuk “28 Tahun Kemerdekaan Indonesia” pada tanggal 13-16 Agustus
1973. Dalam diskusi tersebut hadir pembicara dari kalangan negarawan dan
politis, antara lain Soebadio Sastrosatomo, Sjafruddin Prawiranegara, Ali
Sastroamidjojo dan T.B. Simatupang.20
Salah satu kesimpulan dari diskusi tersebut adalah “perlunya serangkaian
tindakan”, tentunya yang bersifat konkret untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang mendera Indonesia. Kesimpulan tersebut kemudian dipahami
oleh Hariman Siregar, sebagai representasi aktifis mahasiswa periode ‘70an
sebagai “aksi terencana yang melibatkan massa”.21
Pemahaman tersebut kemudian menginspirasi Hariman untuk mendalami
wacana-wacana tentang permasalahan yang mendera rakyat kecil dengan cara
menjalin kontak dengan para aktifis non-kampus, terutama para aktifis buruh dan
kaum marginal perkotaan.Situasi ini kemudian mendukung terjadinya transfer
informasi berupa keluhan dari masyarakat ekonomi bawah akan nasib mereka,
khusunya dari sudut pandang ekonomi kepada Hariman Siregar, baik secara
personal ataupun kelembagaan (DMUI). Aktifitas sosial ini kemudian mendapat
20 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hal.40. 21 Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dukungan dan apresiasi dari para mantan aktifis angkatan ’66, salah satunya
kelompok Barisan Golongan Putih (Golput).22
Dalam bidang kerja sama internasional, kedatangan Ketua dari IGGI, J.P.
Pronk ke Indonesia memicu reaksi negatif dari masyarakat, khususnya golongan
mahasiswa. Kedatangan dari ketua lembaga yang mengatur bantuan internasional
bagi Indonesia pada tanggal 11 November 1973 tersebut, disambut dengan
demonstrasi mahasiswa anti modal asing di bandara Halim Perdanakusuma23.
Faktor eksternal lain yang berpengaruh dengan kondisi sosial politik di dalam
negeri Indonesia adalah aksi mahasiswa di Thailand yang mampu menggulingkan
Marsekal Thanon Kittakachorn dari tampuk kekuasaan. Hal ini kemudian
menambah kepercayaan diri dari golongan mahasiswa Indonesia untuk bergerak
dan melancarkan sebuah aksi protes yang mampu berdampak positif bagi usaha
stabilisasi kondisi sosial, politik dan ekonomi di dalam negeri.
Masih terkait dengan pengaruh luar negeri, Jopie Lasut dalam bukunya
MALARI Melawan Soeharto dan Barisan Jenderal ORBA menuturkan bahwa
munculnya kebencian terhadap asing pada periode 1973 juga dipengaruhi oleh
rasa sakit hati yang dialami oleh salah seorang wartawan Indonesia, yaitu Mochtar
Lubis. Dalam bukunya tersebut, Jopie menceritakan tentang kunjungan seminar
ke Jepang yang dihadiri oleh tokoh-tokoh muda dan budayawan dari beberapa
daerah di Asia Tenggara. Mochtar Lubis turut menghadiri seminar tersebut.
Singkat kata, Mochtar Lubis merasa tersinggung dengan pernyataan Presiden
Komisaris Mitsui yang dianggapnya sombong. Presiden Komisaris Mitsui
22 Ibid., Hlm. 41. 23 Jopie Lasut (2011). Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. Depok : Yayasan
Penghayat Keadilan..Hlm. 49.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
membandingkan persentasi eksport Jepang ke Asia Tenggara, yang kala itu berada
pada angka 40% dengan eksport Asia Tenggara ke Jepang yang berada pada
angka 5%.24
Perasaan tersinggung itu kemudian menumbuhkan rencana untuk memberi
pelajaran kepada pihak Jepang. Moctar Lubis, yang pada periode tersebut juga
memiliki kedekatan dengan para aktifis mahasiswa mempunyai potensi besar
untuk mempengaruhi para mahasiswa terkait isu anti Jepang.
B. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Indonesia 1973-1974
Desakan untuk menyuarakan ketidakadilan yang muncul karena
merajalelanya modal asing dan ketimpangan sosial terkait taraf hidup masyarakat
membuat para mahasiswa menjadi semakin yakin dalam merancang aksi protes
secara masif. Selain meningkatkan keyakinan mahasiswa dalam merancang
sebuah aksi protes secara masif, mencoloknya ketimpangan sosial antara rakyat
kecil dengan pejabat wakil rakyat serta para konglomerat dan banyaknya industri
lokal yang mati karena dominasi modal asing telah membawa gerakan mahasiswa
tahun 1973 pada tahap lebih lanjut bagi terwujudnya perilaku kolektif. Tahapan
tersebut adalah structural strain atau ketegangan struktural.
Pada tahapan structural strain, kondisi sosial di Indonesia pada tahun 1973
telah menimbulkan sebuah ketegangan. Merosotnya kesejahteraan sosial dan
matinya industri lokal akibat dominasi modal asing secara perlahan telah
membakar semangat para mahasiswa di Indonesia umtuk melakukan sebuah aksi
yang dapat menyalurkan aspirasi mereka.
24 Ibid., Hal. 165.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Pada dasarnya, besarnya keinginan untuk melakukan aksi protes kepada
pemerintah sebagai reaksi atas kondisi ketidakadilan tidak semata-mata muncul
karena dorongan dari adanya ketegangan atau kepanikan di masyarakat,
khususnya mahasiswa. Dorongan untuk melakukan aksi protes secara masif
muncul karena adanya sifat saling mendukung antara kepanikan yang muncul
karena permasalahan ekonomi (matinya industri lokal, kesenjangan taraf hidup
masyarakat) dengan structural conducieveness (merajalelanya modal asing,
konflik di kubu militer).
1. Golongan Mahasiswa di Tengah Konflik Jenderal ORBA
Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Militer25 masih memiliki pengaruh
yang kuat dalam membentuk kondisi kehidupan bernegara pada tahun 1973.
Pengaruh tersebut dimiliki oleh kalangan Militer karena berlakunya UU No.
16/1969 yang isinya menjamin kalangan Militer (ABRI) mendapatkan jatah kursi
di DPR/MPR untuk mengimbangi peran politisi sipil.26 Konsekuensi dari
duduknya tokoh-tokoh Militer di kursi anggota legislatif adalah terbukanya akses
bagi kalangan Militer untuk ikut menentukan produk undang-undang yang
nantinya akan ditetapkan di masa mendatang.
Selain partisipasi politik pada ruang lingkup legislatif, kalangan Militer juga
terlibat aktif dalam ruang lingkup penelitian-penelitian akademis pada tahun 1973.
Hal ini dibuktikan oleh eksistensi Centre for Strategic and International Studies
25 Militer mampu membangun jaringan dengan mahasiswa pada era sebelumnya (era
Soekarno) sehingga dapat mengakhiri rezim Orde Lama yang dianggap korup dan terlalu dekat
dengan komunis. 26 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
(CSIS) yang didirikan pada tahun 1971 dan memiliki titik fokus pada aktifitas
penelitian akademis terhadap kebijakan publik, baik dalam lingkup nasional
ataupun internasional. Berdirinya CSIS adalah prakarsa dari Asisten Pribadi
(Aspri) Presiden Soeharto, Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani27 (keduanya
memiliki latar belakang sebagai seorang perwira Militer).
Walaupun semakin terlihat nyata pengaruh kalangan Militer dalam penentuan
kebijakan di Indonesia pada tahun 1973, konflik justru terjadi diantara mereka.
Konflik yang terjadi di kalangan Militer ini melibatkan kubu Ali Moertopo
(Asisten Pribadi Presiden) dengan kubu Jenderal Soemitro (Panglima Komando
Keamanan dan Ketertiban). Pemicu dari konflik tersebut adalah adanya perasaan
saling mencurigai di antara Ali Moertopo dan Jenderal Soemitro. Kedua perwira
militer ini saling menganggap satu sama lain berambisi untuk menggeser posisi
Presiden Soeharto. Dalam konflik tersebut, Soedjono Humardani dan Jendral M.
Panggabean (Menhankam sekaligus Panglima ABRI) merapat ke kubu Ali
Moertopo, sedangkan Sutopo Juwono (Kepala Bakin) mendekat kepada Jendral
Soemitro.28
Konflik di kalangan Militer ini kemudian berpengaruh kepada kondisi
mahasiswa di Indonesia. Kedua kubu militer yang berkonflik seakan
memperebutkan simpati dari golongan mahasiswa. Ali Moertopo dengan Opsus-
nya membina kader-kader mahasiswa untuk kemudian disalurkan kepada
organisasi-organisasi intra kampus. Pada lain pihak, Jendral Soemitro melakukan
27Background and Development. http : // www .csis.or.id / about /
background_and_development.html. Diunduh : 08/06/2015 pukul 14:29 WIB. 28 A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit
Media Pressindo. Hlm. 39-40.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
kunjungan ke berbagai perguruan tinggi. Dalam kunjungannya tersebut, Soemitro
melakukan dialog dengan aktifis-aktifis mahasiswa pada masa itu.
Kedekatan kedua kubu militer yang berseteru dengan kelompok mahasiswa
juga menimbulkan pandangan negatif terkait afiliasi gerakan mahasiswa. Muncul
anggapan bahwa kemunculan pergerakan mahasiswa di Indonesia tergantung pada
sejauh mana militer dapat mempertahankan stabilitasnya. Sehingga dengan kata
lain, pergerakan mahasiswa baru terwujud jika terjadi perpecahan di dalam tubuh
golongan militer.
Namun argumen tersebut rasanya tidak cocok jika diterapkan pada konteks
Peristiwa 15 Januari 1974. Memang, tersebar fakta bahwa Ketua Umum DMUI
periode 1973-1974, Hariman Siregar bisa menduduki jabatannya akibat dukungan
Ali Moertopo. Lewat siasat yang disusun oleh Opsus, dengan lancar Hariman
dapat menduduki kursi Ketua Umum DMUI. Hariman Siregar dipilih oleh Opsus
sebagai calon Ketua Umum DMUI dalam rangka memutus mata rantai dominasi
mahasiswa aktivis HMI dalam lingkungan Dewan Mahasiswa UI. Tetapi
anggapan bahwa Hariman Siregar dikooptasi oleh Ali Moertopo beserta Opsus-
nya seakan gugur ketika Hariman justru menunjuk Judilherry Justam, aktivis
mahasiswa dari HMI sebagai Sekertaris Jenderal DMUI.
Fakta lain juga menunjukkan independensi DMUI, sebagai representasi
organisasi mahasiswa yang terlibat Peristiwa 15 Januari 1974 dari kooptasi Ali
Moertopo. Menjelang perumusan dan pengerahan massa mahasiswa menuju aksi
15 Januari 1974, 10 orang fungsionaris DMUI mengajukan mosi tidak percaya
kepada Hariman Siregar selaku Ketua Umum. Belakangan diketahui bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
kesepuluh fungsionaris DMUI tersebut merupakan anggota binaan Opsus dan
sengaja mengeluarkan mosi tidak percaya tersebut untuk menghentikan sepak
terjang hariman dalam membentuk jaringan untuk mengkritisi pemerintah. Tak
ayal, kesepuluh fungsionaris tersebut dipecat oleh Hariman. Kesepuluh
fungsionaris tersebut juga diduga terlibat dengan kemunculan massa misterius
yang melakukan pembakaran di Proyek Senen ketika long march aksi mahasiswa
digelar, 15 Januari 1974.
Secara lebih umum, Jopie Lasut dalam bukunya MALARI Melawan Barisan
Jenderal ORBA menuturkan bahwa argumen tentang pergerakan mahasiswa 1973-
1974 dikooptasi oleh kubu militer adalah keliru. Sebagai seorang aktivis yang saat
itu sedang gencar menggeluti wacana-wacana anti Jepang, Jopie beranggapan
justru para Jenderal ABRI yang sedang berseteru tersebut diperalat oleh para
mahasiswa.29
Berdasarkan susunan fakta diatas, terkait independensi gerakan mahasiswa
dalam konteks Peristiwa 15 Januari 1974, maka dapat kita meminjam teori
gerakan sosial baru yang mendefinisikan bahwa sebuah gerakan sosial baru tidak
menganggap pemerintah sebagai sekutu mereka dalam merealisasikan perubahan.
Para Jenderal ABRI yang berseteru dalam konteks Peristiwa 15 Januari 1974
dapat digolongkan sebagai perpanjangan tangan pemerintah, sehingga sesuai
dengan definisi gerakan sosial baru, independensi gerakan mahasiswa 1973-1974
terbukti dengan fakta yang menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa justru
mengkritisi dan menyerang para petinggi ABRI yang berseteru tersebut.
29 Jopie Lasut (2011). Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. Depok : Yayasan
Penghayat Keadilan. Hal. 164.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
2. Forum Diskusi dan Safari Kampus
Dalam kerangka perilaku kolektif, setelah munculnya structural
conducieveness dan structural strain, pada tahapan selanjutnya kedua hal tersebut
perlu disebarluaskan. Tahapan ini oleh Smelser dinamakan growth and spread of
generalized belief.
Pada tahapan ini, faktor pendukung perilaku kolektif yang muncul dari
structural conducieveness dan structural strain kemudian perlu disebarkan dan
diolah seluas mungkin guna membentuk sebuah kesepakatan bersama bahwa
perlu dilakukan sebuah gerakan untuk mengatasi itu semua, yang dipercayai betul
oleh pihak-pihak yang terkait gerakan tersebut.
Dalam konteks gerakan mahasiswa Indonesia 1974, khususnya dalam
Peristiwa 15 Januari 1974, penyebarluasan kepanikan yang disebabkan kondisi
sosial ekonomi pada periode tersebut dilakukan dengan beragam cara. Salah
satunya melalui beberapa forum diskusi dan seminar yang digagas oleh para
mahasiswa di beberapa daerah.
Dalam forum diskusi dan seminar tersebut, wacana yang dibahas terkait
dengan modal asing, refleksi terhadap kondisi pemerintahan negara dan beragam
isu-isu yang berorientasi kepada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pada
periode tersebut (1973 s/d. 1974). Hal ini bertujuan untuk mengarahkan wacana
publik kepada kondisi negara, sehingga muncul kesadaran untuk segera
mengambil tindakan demi stabilitas penyelenggaraan negara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Sejalan dengan pemaparan Smelser mengenai tahapan growth and spread of
generalized belief, maka dalam konteks Peristiwa 15 Januari 1974 wacana yang
dibangun oleh mahasiswa ditujukan untuk mendorong munculnya reaksi
terhadapan kondisi negara demi kehidupan bernegara yang lebih baik, berupa
sebuah gerakan protes, dari para agent of change (mahasiswa).
Sebelum pembahasan dikhususkan pada usaha penyebarluasan isu protes
yang dilakukan oleh mahasiswa, terlebih dahulu akan dipaparkan penjelasan
mengenai kelompok-kelompok mahasiswa yang terlibat dalam usaha
penyebarluasan isu tersebut.
3. Organisasi Mahasiswa Intra dan Ekstra Kampus
Dalam dunia kemahasiswaan pada tahun 1970-an, bermunculan organisasi-
organisasi mahasiswa yang aktif dalam menggagas diskusi dan wacana-wacana
tentang isu-isu sosial, politik dan ekonomi di Indonesia pada periode tersebut.
Pada tatanan intra kampus dikenal sebuah bentuk organisasi mahasiswa yang
bernama Dewan Mahasiswa.
Salah satu Dewan Mahasiswa yang mencolok kiprahnya pada periode 1970-
an adalah DMUI (Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia). Pada periode 1973
sampai dengan 1974, Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia diketuai oleh
Hariman Siregar, mahasiswa Universitas Indonesia dari Fakultas Kedokteran.
Terpilihnya Hariman Siregar sebagai ketua dari DMUI menjadi sebuah anomali
ditengah dominasi organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) atas kursi
kepemimpinan DMUI. Selain Hariman Siregar, tokoh mahasiswa dari DMUI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
yang terlibat dalam perumusan aksi 15 Januari 1974 adalah Theo L. Sambuaga
dan Judilhery Justam.
Organisasi mahasiswa yang muncul di Universitas Indonesia tidak hanya
DMUI. Sebuah grup diskusi juga lahir di Universitas Indonesia, yaitu Grup
Diskusi Universitas Indonesia (GDUI). Tokoh mahasiswa yang muncul dari
GDUI adalah Dr. Syahrir, atau akrab disapa dengan nama Ci’il.
Selain DMUI dan GDUI, bermunculan pula organisasi mahasiswa intra
kampus lain yang berperan aktif dalam membangun wacana keprihatinan terhadap
kondisi sosial ekonomi Indonesia pada periode 1970-an, antara lain Dewan
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Dewan Mahasiswa Universitas
Trisakti Jakarta, Dewan Mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarata, Dewan
Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan
Dewan Mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.
Selain dewan mahasiswa dan kelompok diskusi yang berafiliasi pada
universitas tertentu, Pada era 1970-an muncul juga beberapa organisasi
mahasiswa yang beranggotakan mahasiswa dari antar kampus. Secara umum,
organisasi mahasiswa ekstra kampus yang eksis dalam mengkritisi kebijakan
pemerintah dan kondisi sosial masyarakat pada masa itu terbentuk melalui
kesamaan ideologi pergerakan dan konsentrasi kejuruannya masing-masing.
Pada saat isu mengenai penanaman modal asing di Indonesia merebak,
organisasi-organisasi ekstra kampus juga bereaksi dan secara aktif mengolah
wacana-wacana atas isu tersebut. Organisasi mahasiswa ekstra kampus tersebut
antara lain adalah KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), KAPI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI,
PMKRI dan GMKI.30
Selain organisasi ekstra kampus yang dibentuk berdasarkan kesamaan
ideologi pergerakan para anggotanya, muncul juga organisasi ekstra kampus yang
dibentuk berdasarkan profesi dan konsentrasi kejuruannya. Organisasi tersebut
antara lain adalah Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia (IMKI), Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (IMKGI), Ikatan Mahasiswa Ekonomi
Indonesia, Ikatan Mahasiswa Teknik Indonesia (IMTI) dan Ikatan Mahasiswa
Farmasi Indonesia (Imafi). Organisasi-organisai mahasiswa berdasarkan profesi
dan konsentrasi kejuruan tersebut terbentuk berdasarkan prakarsa Opsus (Ali
Moertopo/Aspri) oleh sebab itu gelontoran dana dari pemerintah mengalir
kepeada mereka untuk mendanai kegiatan yang mereka rancang.
Berbagai faktor, baik dari dalam ataupun luar negeri yang memepengaruhi
kondisi sosial, politik dan ekonomi Indonesia kemudian dibahas secara intens
oleh golongan mahasiswa dan akademisi di Indonesia tersebut. Forum demi forum
dibentuk untuk dapat menemukan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang
timbul di dalam negeri. Forum tersebut melibatkan berbagai organisasi mahasiswa
dari berbagai daerah di Indonesia.
4. Pembangunan Jaringan Mahasiswa
30 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hal. 38.
Dalam struktur kepengurusan DMUI pada masa kepemimpinan Hariman Siregar, banyak
para pengurus yang terlibat dalam organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMKRI, GMKI.
Hal tersebut merupakan usaha DMUI untuk memiliki akses ke berbagai gerakan mahasiswa ekstra
kampus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Dalam membentuk sebuah gerakan mahasiswa, jumlah simpatisan jelas
berpengaruh dengan keberhasilan gerakan mahasiswa tersebut meraih tujuannya.
Ketika semakin banyak mahasiswa yang terlibat dalam sebuah gerakan, maka
pengaruh dari gerakan tersebut akan menjadi semakin luas. Hal ini dibuktikan
dengan safari kampus yang dilakukan, khususnya oleh aktifis-aktifis gerakan
mahasiswa tahun 1973 sampai dengan 1974.
Salah satu organisasi mahasiswa yang anggotanya aktif melakukan safari
kampus adalah DMUI. Tercatat, setidaknya Hariman Siregar (Ketua DMUI pada
tahun 1973-1974) melakukan kunjungan ke Yogyakarta dan Bandung. Dalam
kunjungannya tersebut, Hariman terlibat diskusi dengan Dewan Mahasiswa IAIN
Sunan Kalijaga di Yogyakarta dan para seniman, akademisi serta mahasiswa di
Bandung. Dalam kunjungannya di Bandung, Hariman kerap bertemu dengan
Ketua DM-Unpad, Hatta Albanik dan DM-ITB, Komarudin.
Pada saat melakukan kunjungannya tersebut, baik di Yogyakarta ataupun di
Bandung, Hariman terlibat pembahasan tentang isu-isu aktual pada periode
tersebut. Isu-isu tersebut antara lain mengenai modal asing, RUU Perkawinan, dan
dugaan kudeta terhadap Presiden Soeharto oleh kekuatan militer.
Selain kunjungan yang dilakukan Hariman, mewakili DMUI ke daerah-
daerah, kunjungan dari aktifis-aktifis mahasiswa daerah ke Jakarta juga terjadi.
Menjelang pergantian tahun, tepatnya tanggal 31 Desember 1973 diselenggarakan
malam tirakatan dengan tema “Malam Keprihatinan” di halaman depan kampus
UI Salemba. DMUI sebagai pihak penyelenggara mengundang mahasiswa dari
berbagai daerah seperti mahasiswa Bogor dan Bandung untuk ikut serta dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
acara tersebut. Dalam acara ini, Hariman membacakan pidatonya yang berjudul
“Pidato Pernyataan Diri Mahasiswa”. Pidato Hariman itulah, yang menurut Theo
L. Sambuaga (Wakil Ketua DMUI ketika Hariman menjadi Ketua DMUI dan
peserta “Malam Keprihatinan”) dianggap pemerintah sebagai upaya provokasi
untuk melakukan gerakan makar.
Aktifitas saling mengunjungi antar aktifis mahasiswa sepanjang tahun 1973
tersebut menjadi bukti adanya usaha yang rutin dan serius untuk membangun
interpretasi bersama atas isu-isu aktual yang beredar di masyarakat. Komunikasi
yang dibangun melalui forum-forum diskusi mahasiswa ini kemudian membentuk
sebuah jaringan mahasiswa antar daerah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB III
PERKEMBANGAN GERAKAN MAHASISWA DI
INDONESIA 1973-1974
A. Faktor Pendukung Terjadinya Peristiwa “15 Januari 1974”
Setelah dibangunnya wacana mengenai kondisi negara pada periode tersebut
serta pengarahan respon kepada sebuah gerakan protes, maka dalam kerangka
identifikasi perilaku kolektif, tahapan selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah
precipitating factors atau faktor-faktor pendukung terjadinya respon yang
diharapkan. Faktor-faktor pendukung dari terjadinya gerakan turun ke jalan yang
dilakukan oleh para mahasiswa pada Peristiwa 15 Januari 1974 adalah beragam
demonstrasi dengan isu seputar permasalahan sosial ekonomi dan sosial pada
periode tersebut. Mulai dari merajalelanya modal asing yang mematikan pasar
industri lokal, korupsi pejabat pemerintah yang merugikan keuangan negara dan
rakyat, wacana RUU Perkawinan yang mengatur soal poligami serta
pembangunan Taman Mini Indonesia Indah yang dianggap pemborosan ditengah
menyebarluasnya kemiskinan di Indonesia.
1. Aksi Protes 15 Januari 1974 Sebagai Akumulasi Aksi-Aksi Sebelumnya
Melalui berbagai demonstrasi yang cukup intens dilakukan secara berkala,
kesadaran terhadap dibutuhkannya sebuah respon atas kondisi negara, didorong
dengan lebih keras oleh para mahasiswa. Berbagai demonstrasi yang dilakukan
oleh para mahasiswa juga menunjukkan adanya usaha untuk menyebarluaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
kepanikan dan juga kewaspadaan terhadap kondisi negara yang dianggap semakin
memburuk dengan cara yang lebih konkret dan radikal.
Demonstrasi Menolak Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah
Salah satu proyek yang dianggap sebagai bukti nyata mislokasi dana
pembangungan adalah proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah.
Proyek pembangunan taman yang berisikan anjungan-anjungan dari berbagai
provinsi di Indonesia tersebut dianggap penghambur-hamburan uang rakyat
ditengah kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada pada situasi
memprihatinkan.
Rencana pembangunan Taman Mini Indonesia Indah tersebut kontan menuai
reaksi dan kritik yang keras dari golongan mahasiswa. Aksi-aksi protes
menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah digelar oleh para
mahasiswa. Berbagai kelompok aksi mahasiswa pun bermunculan, seperti
Gerakan Penghematan, Gerakan Akal Sehat samapi dengan Gerakan Penyelamat
Uang Rakyat.31
Terkait polemik pembangun Taman Mini Indonesia Indah, Jenderal Soemitro
sendiri pernah merasakan teguran karena mempertanyakan sumber dana proyek
tersebut kepada Presiden Soeharto. Teguran bukan datang dari Presiden Soeharto
namun dari istrinya, Tien Soeharto. Ibu negara tersebut mempertanyakan
mengapa Jenderal Soemitro tidak suka dengan rencana pembangunan Taman Mini
Indonesia Indah. Namun perselisihan kecil itu selesai ketika Jenderal Soemitro
31Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam
Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo. Hlm. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
meluruskan mengatakan bahwa dirinya hanya mempertanyakan sumber pendaan
Taman Mini Indonesia Indah, dan juga sudah merasa jelas ketika Presiden
Soeharto menjelaskan bahwa dana pembangunan didapat dari pihak Swasta.
Razia Dilarang Gondrong
Pada hari Senin, 1 Oktober 1973 Pangkopkamtib Jenderal Soemitro
memberikan sebuah pernyataan pers di TVRI yang mencengangkan banyak pihak.
Jenderal bertubuh besar tersebut membahas tentang gaya rambut gondrong yang
marak dikalangan anak muda pada periode itu. Dikutip dari buku Dilarang
Gondrong! yang ditulis oleh Aria Wiratma Yudhistira, pada bagian kata pengantar
Asvi Warman Adam, Sejarawan UI menuliskan bahwa Jenderal Soemitro
menyatakan rabut gondrong mengakibatkan para pemuda bersikap onverschillig,
atau mungkin jika diterjemahkan dalam konteks zaman sekarang menjadi bersikap
cuek. Hal ini menjadi sebuah anomali yang menggelikan, karena ternyata seorang
Jenderal besar dengan lambang kepangkatan di pundaknya justru membicarakan
masalah rambut gondrong, hal yang terkesan remeh.
Namun jika ditarik kebelakang, ternyata pernyataan itu yang menjadi alasan
penyelenggaraan razia rambut gondrong di beberapa wilayah di Indonesia pada
periode tersebut. Warga sipil yang kedapatan berambut gondrong ketika razia
digelar langsung diberikan hukuman potong rambut ditempat. Tidak hanya itu
beberapa kantor pemerintahan bahkan tidak memberikan pelayanan bagi warga
sipil yang berambut gondrong. Selain itu, beberapa artis berambut gondrong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
seperti Sophan Sophiaan, Trio Bimbo, W.S. Rendra juga terkena dampaknya
melalui pencekalan seniman rambut gondrong untuk tampil di TVRI.
Golongan mahasiswa, yang waktu itu rata-rata berambut gondrong merasa
perlu ada reaksi konkret terhadap, yang mereka anggap bentuk kesewenang-
wenangan pemerintah itu. Para mahasiswa di Bandung misalnya, membalas razia
rambut gondrong itu dengan menggelar razia orang gendut. Hariman berkisah,
dalam buku Massa Misterius Malari terbitan Tempo bahwa mahasiswa di
Bandung reaksinya memang paling keras. Razia orang gendut mereka lakukan
untuk menyindir Jenderal Soemitro yang memang berbadan tambun.32
Kerusuhan Anti-Cina di Kota Kembang
Pada awal bulan Agustus, tepatnya tanggal 5 Agustus 1973 terjadi kerusuhan
etnis di Bandung. Kerusuhan yang terjadi menyasar orang-orang Tionghoa.
Francois Raillon, dalam bukunya Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia
memaparkan kronologi terjadinya tragedi Kerusuhan Anti-Cina di Bandung
tersebut.33
Diawali oleh sebuah peristiwa kecelakaan, yang melibatkan seorang PKL,
Asep Tosi yang pada saat itu berusia 17 tahun dengan 3 orang warna keturunan
Tionghoa. Mobil milik 3 orang warga keturunan Tionghoa tersebut di senggol
oleh Asep. Terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh ke-3 warga keturunan
Tionghoa tersebut. Saksi peristiwa tersebut menduga bahwa Asep meninggal,
namun ternyata dirawat dirumah sakit. Menjelang maghrib (17:30 WIB),
32 Ibid., Hlm. 35. 33Raillon, Francois (1985). Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta : LP3ES.
Hlm.101-102.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
kerusuhan tak dapat dihindarkan. Terjadi penganiayaan terhadap warga keturunan
Tionghoa. Terjadi pembiaran oleh alat negara(aparat). Penganiayaan berkembang
menjadi perampokan, penjarahan dan penghancuran pabrik-pabrik tekstil milik
warga keturunan Tionghoa. Menjelang pukul 02:00 pagi keesokan harinya situasi
berangsur tenang. Alat negara negara baru muncul saat itu.
Francois Raillon, yang pada saat itu melihat betul bagaimana terjadinya
kerusuhan, menangkap adanya 3 hal yang janggal. Pertama, usia dari para pelaku
kerusuhan masih sangat muda yaitu 10 sampai dengan 20 tahun. Kedua, Sikap
agresif terhadap orang Tionghoa, berbeda sekali dengan perlakuan yang diterima
Raillon, padahal keduanya sama-sama warga negara asing. Ketiga, tidak adanya
aparat keamanan, baru muncul saat situasi sudah tenang.
Memang jika dilihat dari isu yang melatar belakangi Kerusuhan Anti-Cina di
Bandung maka tipis sekali relevansinya dengan Peristiwa 15 Januari 1974.
Namun paling tidak kerusuhan yang pecah di Bandung tersebut menunjukkan
bahwa golongan mahasiswa di Bandung tidak kalah hebat dalam bereaksi
terhadap kondisi negara dibanding mahasiswa di Jakarta.34
Kerusuhan di Bandung tersebut juga menunjukkan bahwa virus kebencian
dan iri hati telah menyebar luas dikalangan masyarakat menengah ke bawah.
Kaum miskin yang tidak merasakan kesejahteraan menyimpan kebencian terhadap
warga asing tertentu, khususnya mereka yang tergolong dalam kelas menengah.
34Ibid., Hlm. 101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Demonstrasi Menolak RUU Perkawinan
Suhu politik di dalam negeri Indonesia semakin memanas menjelang
Peristiwa 15 Januari 1974. Penyebabnya adalah kemunculan rancangan undang-
undang perkawinan atau disingkat RUUP. Rancangan undang-undang tersebut
memicu reaksi protes karena isinya dianggap cukup progresif bagi tatanan
masyarakat pada saat itu.35
Isi dari rancangan tersebut antara lain mengesahkan perkawinan yang tidak
dihadiri oleh wali dari pihak perempuan. Dengan kata lain sebuah perkawinan
dianggap sah walaupun hanya dihadiri oleh petugas kantor catatan sipil.
Rancangan undang-undang ini juga mengatur tentang poligami.
Protes terhadap RUUP ini dilancarkan oleh golongan mahasiswa dengan
melakukan demonstrasi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan. Kurang
lebih ada 300 mahasiswa yang menggelar demonstrasi pada tanggal 27 September
1973. Demonstrasi dilakukan di Senayan karena pada saat yang bersamaan
Menteri Agama Mukti Ali sedang melakukan dialog dengan anggota dewan
membahas RUUP tersebut.
Anggapan yang santer terdengar dimana-mana terkait wacana pengesahan
RUUP tersebut adalah adanya campur tangan isteri Presiden Soeharto, Tien
Soeharto dan Ali Moertopo (Aspri) dalam rancangan undang-undang tersebut.
Sosok Tien Soeharto dikenal sangat tidak menyukai praktek poligami, sedangkan
Ali Moertopo adalah pendiri CSIS (Center for Strategic and International
Studies) lembaga yang melahirkan naskah RUUP tersebut.
35 Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam
Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo.Hlm. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Malam Tirakatan
Pada penghujung tahun 1973, tepatnya pada tanggal 31 Desember sebuah
pertemuan akbar di gelar di halaman Fakultas Kedokteran UI, Salemba. Tak
tanggung-tanggung, peserta yang datang jumlahnya kurang lebih 1500 orang.
Tidak hanya mahasiswa, hadir pula budayawan dan para aktivis pada periode itu.
Mereka tidak hanya berasal dari Jakarta, namun juga Bogor, Bandung dan
Padang.36
Malam tirakatan yang digelar oleh DMUI tersebut merupakan sebuah bentuka
refleksi keprihatinan atas kondisi penyelenggaraan negara. Dalam malam tirakatan
tersebut Hariman muncul membacakan pidatonya yang berjudul “Pidato
Pernyataan Diri Mahasiswa”. Dalam pidatonya tersebut Hariman Siregar
menkritik kebijakan ekonomi serta politik yang di produksi oleh rezim pimpinan
Presiden Soeharto tersebut. Hariman menyampaikan bahwa pemerintah
merupakan penyebab dari tidak meratanya kesejahteraan ekonomi di dalam
negeri. Proyek-proyek pembangunan yang dikerjakan oleh pemerintah dianggap
hanya memeperkaya segelintir orang saja, yang tentunya mereka adalah orang-
orang dari golongan elit yang dekat dengan pemerintahan saat itu. Ketergantungan
pemerintahan Presiden Soeharto terhadap suntikan modal asing dalam melakukan
pemulihan perekonomian dalam negeri juga tak ketinggalan dikoreksi oleh
Hariman dalam pidatonya.
Malam Tirakatan atau dikenal juga dengan nama “Malam Keprihatinan” ini
kemudian terbukti membakar semangat mahasiswa, bahkan sampai ke daerah-
36 A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit
Media Pressindo. Ha l.50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
daerah. Salah satunya adalah deklarasi Tritura Baru pada tanggal 10 Januari
1974.37 Selain itu aksi pembakaran patung Aspri (Soedjono Hoemardani) dan
demonstrasi anti-Jepang merebak di berbagai daerah seperti Bogor, bandung,
Yogyakata dan Makassar.38
2. Perkembangan Gerakan Mahasiswa Menuju Aksi
Seperti yang telah dijelaskan bagian-bagian sebelumnya, rangkaian aksi
dalam Peristiwa 15 Januari 1974 sesungguhnya telah dibangun jauh hari
sebelumnya melalui forum-forum diskusi dan seminar-seminar yang digelar oleh
para mahasiswa baik di Jakarta ataupun di beberapa kota disekitarnya. Melalui
forum diskusi dan seminar-seminar ini lah, para mahasiswa membahas berbagai
wacana tentang dampak dari kebijakan pemerintah bagi kesejahteraan rakyat
Indonesia pada masa itu.
Berbagai forum diskusi yang terbentuk pada periode tersebut antara lain
adalah Petisi 24 Oktober, Ikrar Bersama 10 November dan Seminar “Untung-Rugi
Modal Asing”. Seluruh forum diskusi tersebut diselenggarakan pada tahun 1973.
Selain keempat forum tersebut sesungguhnya masih ada peristiwa-peristiwa
lain yang mendahului Peristiwa MALARI 1974. Namun di antara seluruh
peristiwa yang mendahului MALARI 1974, ketiga forum diskusi yang dipilih
37 Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam
Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo. Hlm. 47. 38 Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
tersebut dirasa memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan konsepsi gerakan
yang menjadi semangat dari aksi MALARI 1974.
Petisi 24 Oktober 1973
Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, disingkat DMUI, merupakan salah
satu organisasi mahasiswa yang cukup aktif pada awal periode 1970-an. Hal ini
dapat dilihat dari berbagai forum diskusi mahasiswa yang diselenggarakannya.
Salah satu forum diskusi yang diselenggarakan oleh DMUI adalah Petisi 24
Oktober 1973. Sesuai dengan namanya, Forum diskusi tersebut bertujuan untuk
merumuskan berbagai kritik dan gagasan para mahasiswa terhadap kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah, dalam sebuah petisi yang sudah pasti ditujukan bagi
pemerintahan tersebut.
Dalam buku Dalang Peristiwa 15 Januari 1974 (MALARI), A. Yoghaswara
menuliskan bahwa isi dari Petisi 24 Oktober adalah pembahasan mengenai
kepincangan hasil pembangunan, pemaksaan hukum, praktik korupsi,
penyalahgunaan kekuasaan, melonjaknya harga bahan pokok, dan juga
pengangguran.39 Pembacaan dari petisi tersebut dilakukan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata.
Pada awalnya, Petisi 24 Oktober direncakan untuk diselenggarakan pada
tanggal 28 Oktober 1973, dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda.
Namun, dikarenakan pada saat itu berlangsung bulan Ramadhan dan tanggal 28
39A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit
Media Pressindo. Hlm. 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Oktober 1973 bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, maka aksi tersebut dipercepat
tanggal pelaksanaannya menjadi 24 Oktober 1973.40
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam Petisi 24 Oktober 1973 adalah Sudiro
(perwakilan Angkatan ’28), Adam Malik dan B.M. Diah (perwakilan Angkatan
’45), Cosmas Batubara (perwakilan Angkatan ’66) dan Hariman Siregar (Ketua
DMUI).
Ikrar Bersama 10 November 1973
Dalam rangka menjaga momentum pergerakan mahasiswa, maka pada bulan
November tahun 1973 dikumandangkan sebuah ikrar yang berisikan sebuah
pernyataan sikap mau berkorban bagi terwujudnya keadilan dan keamanan bagi
rakyat. Ikrar tersebut dibacakan oleh perwakilan dari delapan Dewan Mahasiswa,
tepatnya pada tanggal 10 November 1973 bertepatan dengan Hari Pahlawan.41
Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran dan Institut
Teknologi Bandung turut terlibat dalam aksi tersebut.
Mengutip dari buku Hariman & MALARI, isi dari Ikrar Bersama 10
November tersebut sebuah pernyataan sikap dari golongan mahasiswa sebagai
reaksi atas kondisi tanah air. Kutipan dari ikrar tersebut adalah :42
Kami, generasi muda Indonesia, setelah merenungkan setelah
merenungkan sedalam-dalamnya kenyataan yang terjadi dalam perkembangan
kehidupan bangsa, yang semakin menjauh dari yang dicita-citakan, merasa
terpanggil kesadaran tanggung jawab kami selaku pewaris hari depan bangsa
untuk turut serta melibatkan diri dalam proses kehidupan masyarakat,
menyatakan:
40 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm 41. 41 Ibid., Hlm. 42. 42 Ibid., Hlm. 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Kesatu, meningkatkan solidaritas diantara sesama generasi muda dalam
menghadapi kenyataan-kenyataan, sebagai konsekuensi dari keterlibatan kami
dalam proses kehidupan kemasyarakatan;
Kedua, menyatakan satu tekad untuk mengadakan langkah-langkah
perubahan dalam usaha mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang telah dirintis
oleh para pahlawan bangsa.
Kiranya Tuhan Tang Maha Esa menyertai perjuangan kami.
Dari kutipan Ikrar Bersama 10 November, dapat dipahami bahwa yang
menjadi rumusan dasar adalah peningkatan solidaritas antar mahasiswa Indonesia
dan penyelengaraan aksi-aksi mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Kedua hal
tersebut muncul sebagai hasil dari refleksi para mahasiswa terhadap situasi dan
kondisi rakyat Indonesia pada saat itu.
Seminar “Untung-Rugi Modal Asing”
Pada tanggal 30 November 1973, digelar sebuah seminar di Balai Budaya
Jakarta dengan tema “Untung-Rugi Modal Asing”. Diskusi ini dihadiri oleh
berbagai golongan intelektual, mulai dari mahasiswa sampai dengan para
akademisi. Kehadiran tokoh-tokoh akademisi dalam diskusi ini menunjukkan
adanya usaha dari para mahasiswa untuk menghimpun dukungan dari golongan
non-mahasiswa tersebut. Tokoh-tokoh akademisi yang hadir antara lain adalah
Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien dan Mochtar Lubis. Jumlah peserta
diskusi yang hadir pada saat itu mencapai 152 orang43.
Hasil dari dialog dalam seminar tersebut berupa penandatangan sebuah
manifesto yang berjudul “Ikrar Warga Negara Indonesia”. Manifesto tersebut
43 Ibid., Hlm. 46.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
didasari oleh sebuah semangat untuk mengembalikan kebanggan atas
nasionalisme Indonesia yang dianggap telah direndahkan dan dinodai oleh
segelintir orang. Semangat tersebut memiliki keterkaitan dengan keresahan sosial
yang muncul akibat dominasi modal asing dalam aktifitas perekonomian negara
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
BAB IV
PERISTIWA “15 JANUARI 1974”
AKSI PROTES BERUJUNG MALAPETAKA
A. Konsolidasi, Eksekusi dan Konsekuensi Aksi 15 Januari 1974
Dalam rangka menggelar sebuah aksi yang mengekspresikan kegelisahan dan
keprihatinan terhadap kondisi penyelenggaraan kehidupan bernegara, maka
diperlukan pengerahan massa, atau dalam konsep perilaku kolektif milik Smelser
disebut dengan tahapan Mobilization of participants for actions. Pengerahan
massa sangat penting dalam penyelenggaraan aksi. Hal itu berguna untuk
memberikan efek tekanan atau desakan yang lebih besar kepada sasaran protes,
yaitu rezim pemerintahan yang tengah berkuasa (Orde Baru).
Pada Peristiwa 15 Januari 1974, kelompok massa yang digerakkan untuk
menggelar aksi protes berasal dari kelompok mahasiswa. Posisi kelompok
mahasiswa yang pada masa itu masih sangat strategis dalam mempengaruhi
kebijakan pemerintah, berdasar pada kajian-kajian ilmiah yang mereka hasilkan.
Keuntungan posisi ini diharapkan dapat memberikan tekanan serta dampak
perubahan yang cukup besar dan konkret bagi penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Pengerahan aksi mahasiswa dimulai dengan melakukan kunjungan ke
kampus-kampus. Aktifitas saling mengunjungi ini kemudian berpuncak pada
Peristiwa 15 Januari 1974, yaitu long march yang dilakukan dari kampus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Universitas Indonesia di Salemba, menuju kampus Universitas Trisakti di Grogol,
Jakarta.
Dalam aksi long march, sebuah rute khusus dipersiapkan. Ketika rombongan
mahasiswa melewati rute tersebut, berbagai aspirasi dan tuntutan, yang
disampaikan lewat berbagai jargon dan spanduk terus diteriakkan oleh para
mahasiswa. Hal ini dilakukan untuk memberikan dampak yang lebih dari
pengerahan massa mahasiswa terhadap pemerintah. Sehingga misi yang mereka
lakukan, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat akan lebih mudah
tercapai.
Dalam sub-sub bab di bab ke-IV ini selanjutnya akan dibahas secara lebih
mendalam proses terjadinya aksi protes 15 Januari 1974 secara berurutan sesuai
dengan tanggal kejadiannya. Penjelasan proses terjadinya aksi protes Peristiwa 15
Januari 1974 bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
usaha pengerahan massa dalam sebuah perilaku kolektif.
1. Dialog Mahasiswa – Presiden Soeharto di Bina Graha
Beberapa hari sebelum tanggal 15 Januari 1974, tepatanya pada tanggal 11
Januari 1974 sebuah dialog terjadi antara para perwakilan Dewan Mahasiswa
dengan Presiden Soeharto di Bina Graha, Jakarta. Agenda dialog ini
diselenggarakan akibat maraknya demonstrasi yang menyerang modal asing dan
Aspri, seperti yang terjadi di Jakarta ( Istana Merdeka dan Jalan Cendana) dan
Makassar.44 Inisiatif mengundang delegasi mahasiswa diambil oleh Presiden
44 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm. 62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Soeharto. Dalam dialog tersebut, 35 Universitas se-Indonesia mengirimkan
perwakilan Dewan Mahasiswa mereka. Dialog tertutup yang berjalan sekitar 2
jam tersebut dihadiri oleh sekitar 100 orang delegasi mahasiswa.45
Dalam dialog tersebut, Presiden Soeharto melayani pertanyaan-pertanyaan
para perwakilan Dewan Mahasiswa seputar kebijakan-kebijakan pemerintah dan
birokrasi pemerintahan pada saat itu. Dari mulai masuknya modal asing besar-
besaran sampai sepak terjang Aspri (Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani) tak
luput dari kritik para perwakilan Dewan Mahasiswa. Aspri diserang, bahkan
dimaki-maki oleh para mahasiswa karena tindakan memperkaya diri sendiri secara
tidak sah. Selain itu muncul beberapa pertanyaan-pertanyaan bersifat kritik dari
mahasiswa yang diarahkan kepada Presiden Soeharto, seputar dugaan ali
Moertopo adalah calo politik, keberadaan surat-surat dari Opsus yang mendahului
pemilihan kepala daerah dibeberapa daerah samapi dengan penyaluran modal
asing yang tidak melalui jalur resmi, namun melalui Soedjono Hoemardani.46
Namun dialog di Bina Graha pada hari itu ternyata tidak menghasilkan respon
yang memuaskan pihak mahasiswa. Selama dialog terjadi Presiden Soeharto lebih
banyak mendengarkan kritik-kritik dari mahasiswa dibanding bereaksi atau
menjelaskan mengapa kondisi negara bisa menjadi sedemikian rupa waktu itu.
Bahkan ketika diminta untuk menjawab pertanyaan mahasiswa terkait sepak
terjang Aspri, yang dianggap mahasiswa kerap memperkaya diri sendiri melalui
serangkaian proyek pemerintah, Presiden Soeharto malah terkesan pasang badan
45Ibid.,. Hlm. 62. 46 Widiarsi Agustina et al. Massa Misterius Malari , Rusuh Politik Pertama pada Masa Orde
Baru. 2014. Tempo Publishing : Jakarta. Hlm.51-52.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
dan membela kedua Aspri-nya tersebut dengan mengatakan bahwa apa yang
dilakukan oleh kedua Aspri-nya tersebut menjadi tanggung jawabnya sebagai
Presiden.47 Dialog yang awalnya bertujuan untuk menyatukan visi antara
kelompok mahasiswa dengan pemerintah tersebut justru malah semakin
membulatkan tekad para mahasiswa untuk melakukan protes besar-besaran dalam
rangka menyambut datangnya Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka.
2. Demo Halim Perdanakusuma dan Pertemuan di Student Center UI
Menanggapi kedatangan PM Tanaka dalam rangka kunjungannya ke
Indonesia pada tanggal 14 Januari, para mahasiswa telah merencanakan beberapa
agenda dialog dan demonstrasi. Dialog antara perwakilan mahasiswa dengan PM
Tanaka dijadwalkan melalui prakarsa Jenderal Soemitro. Hal ini sesungguhnya
dialkukan oleh Soemitro agar para mahasiswa tidak melakukan aksi demonstrasi
di jalanan. Namun dalam rancangan aksi mahasiswa, dialog dilakukan sebagai
pelengkap aksi turun ke jalan yang akan mereka lakukan.
Mendahului rencana dialog dan aksi turun ke jalan yang akan dilakukan
tanggal 15 Januari 1974, demonstrasi menyambut kedatangan PM Tanaka di
bandar udara Halim Perdanakusuma digelar. Pada tanggal 14 Januari 1974,
kondisi di luar bandara Halim Perdanakusua saat itu sudah ramai dipenuhi oleh
mahasiswa. Jalan utama menuju bandara di blokade oleh para mahasiswa. Alhasil
menteri-menteri yang diutus Presiden untuk menyambut tamu negara tersebut
kesulitan untuk memasuki area bandara.
47 Ibid., Hlm. 52.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Kekisruhan di luar bandara ini ternyata mampu mengalihkan perhatian para
penjaga keamanan di sekitar bandara Halim Perdanakusuma. Ternyata ketika para
aparat keamanan tersebut sibuk mentertibkan aksi blokade jalan yang dilakukan
para mahasiswa, beberapa mahasiswa yang lain berhasil menyusup ke dalam
bandara, bahkan sampai ke landasan pacu.
Bukannya mendapatkan sambutan karpet merah atau karangan bunga,
Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka malah disambut oleh spanduk-spanduk
dan poster-poster bernada protes. Poster dan spanduk tersebut dibawa oleh para
mahasiswa yang berhasil menyusup ke landasan pacu. Melihat hal ini para aparat
keamanan segera bertindak cepat mengamankan para mahasiswa tersebut.
Setelah melakukan aksi di bandara Halim Perdanakusuma, konsentrasi
mahasiswa bergerak menuju kampus UI, Salemba. Student Center UI malam itu
akan dijadikan tempat oleh perwakilan Dewan Mahasiswa dari berbagai
universitas di Jawa untuk melakukan rapat persiapan aksi long march dan orasi
keesokan harinya, tanggal 15 Januari 1974.
Tokoh-tokoh mahasiswa yang hadir antara lain adalah Hariman Siregar,
Sjahrir (Grup Diskusi UI), Jesse A. Monintja (Aktivis KAPPI/Mahasiswa
Fakultas Psikologi Trisakti), John Pangemanan (Ketua Dewan Mahasiswa
Sekolah Tinggi Olahraga) dan Pataniari Siahaan (Ketua Dewan Mahasiswa
Universitas Trisakti).48
48 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm. 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Jalannya pertemuan diwarnai dengan berbagai silang pendapat, setidaknya
menurut penuturan Judilherry Justam, Sekjen DMUI.49 Dalam pertemuan tersebut
terjadi banyak perbedaan pendapat di antara para mahasiswa peserta pertemuan.
Beberapa mahasiswa berkeras hati terkait aksi harus dilakukan di Istana negara,
dengan tujuan agar aksi yang mereka lakukan dapat langsung menyasar kepada
Presiden dan tamunya, PM Tanaka. Namun beberapa mahasiswa lain merasa aksi
di depan Istana Negara justru tidak efektif dan hanya memeberikan alasan kuat
bagi para aparat untuk membubarkan aksi yang telah mereka rancang.
Pertemuan pada awalnya dipimpin oleh Hariman Siregar selaku Ketua Umum
DMUI, namun ditengah jalan pimpinan rapat diserahkan kepada Gurmilang
Kartasasmita, Wakil Ketua II DMUI. Hariman nampaknya hari itu sudah terlalu
lelah sehabis melakukan aksi demo di bandara Halim Perdanakusuma. Pertemuan
yang membahas rute long march tersebut berlangsung bertele-tele dan menguras
tenaga. Hal ini menurut Miang, sapaan akrab Gurmilang Kartasasmita juga
dikarenakan para mahasiswa telah lelah akibat demo di Halim Perdanakusuma
beberapa jam sebelumnya.
Dalam pertemuan ini disetujui beberapa hal, yaitu ; Monas akan menjadi titik
temu para peserta long march. Para mahasiswa yang berangkat dari berbagai
kampus akan bertemu di Monas dan setelah itu baru massa akan bergerak kembali
bersama-sama menuju ke kampus Trisakti Grogol untuk menggelar apel. Selain
itu, disetujui juga untuk melibatkan pelajar dan golongan aktifis non kampus
49 Widiarsi Agustina et al. Massa Misterius Malari , Rusuh Politik Pertama pada Masa
Orde Baru. 2014. Tempo Publishing : Jakarta. Hlm. 54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dalam aksi long march. Keterlibatan pelajar dan golongan aktifis non kampus
merupakan hasil dari negosiasi antara beberapa aktifis mahasiswa seperti Hariman
Siregar, John Pangemanan dan Pataniari Siahaan dengan perwakilan dari pihak
aktifis pelajar.50
3. Hari Eksekusi Telah Tiba
Pagi hari, 15 Januari 1974, para mahasiswa telah memenuhi halaman kampus
Universitas Indonesia di daerah Salemba, Jakarta. Mereka telah menunggu cukup
lama untuk datangnya hari itu. Berbagai atribut telah disiapkan, koordinasi sudah
dijalankan dan long march menuju kampus Universitas Trisakti di Grogol tinggal
menunggu ditiupnya peluit, tanda dimulainya aksi.
Hariman Siregar, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI)
dan juga Ketua Dewan Mahasiswa UI ditunjuk sebagai koordinator aksi yang
diselenggarakan pada tanggal 15 Januari 1974 tersebut. Selain Hariman Siregar,
ada pula nama Judilherry Justam dan Gurmilang Kartasasmita (keduanya
mahasiswa dan pengurus Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia) yang
dipercaya untuk memimpin barisan long march menuju kampus Universitas
Trisakti di Grogol. Sebelum massa peserta long march diberangkatkan, sebuah
helikopter terbang rendah di atas kampus UI Salemba, selain itu sejumlah polisi
telah bersiap di luar pagar kampus UI Salemba. Namun hal tersebut tak
menyurutkan semangat dan tekad mahasiswa untuk melancarkan aksi.
50 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm. 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Aksi long march mahasiswa nantinya akan menempuh rute yang telah
disepakati malam sebelumnya. Mulai dari kampus UI di Salemba, barisan
berturut-turut berjalan menuju daerah Kramat Raya-Raden Saleh-Cikini-Tugu
Tani-Merdeka Selatan-Merdeka Barat-Museum Nasional-Tanah Abang III-
Cideng-Roxy dan akhirnya berkumpul di Kampus Trisakti Grogol.51 Acara
lanjutan yang digelar di kampus Trisakti Grogol adalah berbagai macam aksi
teaterikal seperti orasi, pembacaan puisi, bernyanyi. Jumlah mahasiswa yang
terlibat sekitar 500 orang.52
Mahasiswa dari beberapa universitas (UI, UKI, Univ. Trisakti, Univ. Atma
Jaya dan beberapa kampus yang berlokasi di Jakarta) telah bersiap melakukan
apel di halaman Fakultas Kedokteran UI, Salemba mulai pukul 08.00 WIB.53
Menjelang digelarnya long march sesuai dengan rute yang telah disetujui, upacara
singkat dilakukan.
Pada saat diberangkatkan, para peserta long march menuju Kampus Trisakti
Grogol dibagi dalam beberapa barisan. Judilherry, Gurmilang dan Hariman
Siregar masing-masing memimpin barisan secara berurutan.54 Barisan-barisan
tersebut dibedakan dengan atribut yang dipakai, ada barisan yang memakai
tameng tengkorak dan ada yang memegang bendera Merah Putih. Barisan-barisan
tersebut diikuti oleh truk yang berisikan para peserta long march lainnya, berjalan
dengan kecepatan rendah.
51 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm.59-60. 52 Ibid., Hlm. 59. 53 Ibid., Hlm. 58 54 Ibid., Hlm. 59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Aksi-aksi spontan sempat dilakukan di beberapa pemberhentian, seperti
penurunan bendera Jepang di Jalan Merdeka Selatan dan penurunan bendera
Indonesia menjadi setengah tiang di halaman Mabes ABRI/Dephankam.55 Sempat
terjadi kejar-kejaran antara mahasiswa yang nekat menerobos kantor Dephankam
dengan para aparat yang mengamankan gedung tersebut. Selain itu, ketika massa
sampai di jalan Tanah Abang III, tepatnya di kantor Golkar, para mahasiswa
sempat memaki-maki orang-orang yang berada di kantor tersebut. Nyanyian
“Aspri dan Komisi” sempat pula dinyanyikan disana, tentunya untuk menyindir
Aspri Persiden Soeharto, Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani.
Rombongan long march akhirnya sampai di kampus Trisakti Grogol pada
sekitar pukul 10.30 WIB.56 Di pelataran kampus Trisakti Grogol berbagai
kegiatan digelar mulai dari apel, orasi sampai dengan aksi teaterikal. Sampai pada
akhir agenda aksi mahasiswa di pelataran kampus Universitas Trisakti sebetulnya
seluruh rencana berjalan lancar. Namun sesungguhnya di lokasi berbeda terjadi
peristiwa lain, yang mencederai aksi mahasiswa hari itu. Rektor Universitas
Indonesia kala itu, Prof. Mahar Mardjono mencatat bahwa kebakaran di Proyek
Senen tersebut terjadi sekitar pukul 11.00 WIB, saat para mahasiswa masih
menggelar apel di Trisakti.57 Pada saat massa bubar menuju kampus masing-
masing, berita terjadinya kerusuhan dan pembakaran di daerah Pasar Senen mulai
beredar di kalangan peserta apel.
55 Ibid., Hlm. 59 56 Ibid., Hlm. 60 57 Ibid., Hlm. 58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Kerusuhan dan pembakaran di Pasar Senen membuat situasi di Ibukota pada
saat itu menjadi mencekam. Judilherry Justam menuturkan, yang dikutip dari
buku Massa Misterius Malari terbitan Tempo, ketika kembali dari kampus
Trisakti di Grogol menuju kampus UI di Salemba, Ia melihat mobil-mobil dibakar
di daerah Jalan Juanda, Jakarta Pusat.58 Judilherry juga melaporkan kepada
Hariman setibanya di kampus UI, bahwa terdengar suara tembakan dimana-
mana.59
Data serupa juga didapatkan dari sumber lain. Dalam buku Hariman &
MALARI, yang disunting oleh Amir Husin Daulay, Hariman Siregar juga
menuturkan bahwa ada sekelompok massa, yang menurutnya merupakan orang-
orang binaan Opsus melakukan pembakaran di sekitar wilayah Proyek Senen.
Memang benar apa yang dituturkan oleh Judilherry Justam dan Hariman
Siregar. Beberapa titik di kawasan Pasar Senen telah terbakar. Situasi yang kacau
akibat kebakaran juga ditunggangi dengan aksi penjarahan oleh massa. Kerusuhan
kemudian melebar sampai ke Jalan Juanda, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah
Mada dan Kawasan Jakarta Kota. Korban jiwa tercatat 11 orang tewas, 17 orang
luka berat dan 120 orang luka ringan, sedangkan kerugian lain berupa terbakarnya
144 gedung, 807 mobil dan 187 sepeda motor.60
Terjadinya kerusuhan di daerah Pasar Senen dan beberapa wilayah di
sekitarnya jelas mencederai aksi mahasiswa menyuarakan aspirasi mereka pada
58 Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam
Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo.Hlm. 60. 59 Ibid., Hlm. 60 60 Ibid., Hlm. 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
tanggal 15 Januari 1974 tersebut. Adanya aksi pembakaran dan penjarahan
didaerah Pasar Senen di saat yang bersamaan dengan aksi mahasiswa
menyampaikan kritik mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak
pro rakyat kecil seakan menggugurkan peranan golongan mahasiswa sebagai
pembawa perubahan bagi kondisi buruk kesejahteraan rakyat kecil.
4. Konsekuensi Peristiwa Kerusuhan 15 Januari 1974
Pasca pecahnya kerusuhan di beberapa kawasan pada tanggal 15 Januari
1974, berbagai langkah dilakukan untuk mengembalikan kondusifitas situasi dan
kondisi di daerah Ibukota, Jakarta. Tindakan-tindakan pemulihan kondisi tidak
hanya dilakukan oleh pemerintah melalui instrumennya, namun juga dilakukan
oleh kelompok-kelomppok yang merasa ikut bertanggung jawab atas terjadinya
kerusuhan, terutama kelompok mahasiswa.
Hariman Siregar, sebagai salah satu inisiator aksi long march yang dilakukan
mahasiswa, melakukan pernyataan pers sehari setelah kerusuhan yang terjadi pada
tanggal 15 Januari 1974. Pernyataan pers Hariman disiarkan langsung oleh stasiun
televisi TVRI. Dalam pernyataannya, Hariman menyatakan sikapnya mewakili
Dewan Mahasiswa UI yang mengutuk kerusuhan sehari sebelumnya di daerah
Senen. Hariman merasa dampak dari kerusuhan tersebut mengaburkan
perjuangan mereka terhadap pemerintahan.
Pernyataan Hariman ini disusul dengan pernyataan dari Dewan Mahasiswa
se-Jakarta yang juga dikeluarkan pada hari yang sama, 16 Januari 1974. Senada
dengan pernyataan pers yang dilakukan Hariman, Dewan Mahasiswa se-Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
juga mengecam aksi kerusuhan yang terjadi. Dalam pernyataannya ini, Dewan
Mahasiswa se-Jakarta juga menghimbau golongan mahasiswa dan masyarakat
umum untuk saling menjaga ketertiban dan mengacuhkan usaha-usaha provokasi
yang dilakukan oleh oknum tertentu.
Pernyataan pers dilakukan oleh petinggi-petinggi ABRI sehari setelah
kerusuhan MALARI. Petinggi-petinggi ABRI yang melakukan pernyataan pers
antara lain adalah Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan wakilnya Sudomo
beserta Ali Moertopo dan Sudjono Hoemardani. Inti dari pernyataan pers
petinggi-petinggi ABRI tersebut adalah menginformasikan akan dilakukannya
penangkapan terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas aksi
kerusuhan MALARI. Penangkapan tersebut benar-benar dilakukan.
Tabel 1. Daftar Tahanan Aktivis Mahasiswa dalam Peristiwa “15 Januari
1974”
Nama Jabatan dalam
Organisasi
Kemahasiswaan
Keterangan Penahanan
Hariman Siregar Ketua Dewan Mahasiswa
Universitas Indonesia
1973-1974
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
-Dipenjara di Penjara
Nirbaya Pondok Gede,
Jakarta setelah divonis 1
tahun 8 bulan dalam
pengadilannya.
Judilherry Justam Sekjen Dewan Mahasiswa
Universitas Indonesia
1973-1974
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
Sjahrir Anggota Grup Diskusi
Universitas Indonesia
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
-Dipenjara di Penjara
Nirbaya Pondok Gede,
Jakarta setelah divonis 6
tahun 6 bulan dalam
pengadilannya.
Salim Hutajulu Ketua Senat Mahasisswa
Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas
Indonesia
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
Gurmilang Kartasasmita Wakil Ketua Umum II
Dewan Mahasiswa
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Universitas Indonesia
1973-1974
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
Theo L. Sambuaga Wakil Ketua Umum I
Dewan Mahasiswa
Universitas Indonesia
1973-1974
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
Aini Chalid Aktifis Mahasiswa
Universitas Gajah Mada
Yogyakarta
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
-Dipenjara di Penjara
Nirbaya Pondok Gede,
Jakarta setelah divonis 2
tahun 2 bulan dalam
pengadilannya.
Bambang Sulistomo Sekjen Majelis
Permusyawaratan
Mahasiswa Universitas
Indonesia 1973-1974
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
John Pangemanan Ketua Umum Dewan
Mahasiswa Sekolah
Tinggi Ilmu Olahraga
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Jakarta Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
Eko Djatmiko Ketua Senat Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
Remy Leimena Ketua Umum Dewan
Mahasiswa Universitas
Kristen Indonesia
-Ditahan selama 22 bulan
di 3 rumah tahanan
berbeda, yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di
Kebayoran Lama,
Rumah Tahanan Pusat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Agung
Ragunan dan RTM
Boedi Oetomo.
Selain penangkapan aktifis mahasiswa, pemerintah juga melakukan
pembredelan terhadap beberapa media cetak. Francois Raillon, dalam bukunya
Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, terbitan LP3ES tahun 1985
menuliskan tentang peristiwa pembredelan sebagai berikut;
“Sebagai bentuk reaksi pemerintah atas kerusuhan yang terjadi
pada saat aksi protes 15 Januari 1974, beberapa terbitan surat kabar dan majalah
ditarik surat izin terbitnya. Terbitan-terbitan tersebut antara lain : Mahasiswa
Indonesia, Nusantara ( keduanya ditutup pada tanggal 15 Januari 1974), Harian
KAMI, Indonesia Raya, Abadi dan Jakarta Times (semuanya ditutup tanggal 21
Januari 1974) dan Pedoman, Ekspres (ditutup 23 Januari 1974).
Khusus harian Mahasiswa Indonesia ditutup dengan alasan
melakukan provokasi-provokasi yang mengganggu ketertiban dan keamanan.”61
Berbagai media cetak tersebut dibredel dan ditutup secara bertahap dalam
beberapa hari dengan garis besar alasan penutupan berupa tuduhan melakukan
provokasi terhadap masyarakat.
Pemulihan kondisi yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya ditujukan
kepada pihak luar pemerintahan. Beberapa kebijakan dikeluarkan pemerintah
sebagai bentuk usaha pemulihan kondisi di dalam tubuh pemerintahan itu sendiri.
Pasca kerusuhan MALARI, terjadi reorganisasi dalam tubuh pemerintahan.
Jenderal Soemitro mundur dari pos Pangkopkamtib, Aspri dibubarkan Presiden
61 Francois Raillon. POLITIK DAN IDEOLOGI MAHASISWA INDONESIA,
Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974. 1985. LP3ES : Jakarta. Hlm. 113.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
dan juga pergantian pemangku jabatan ketua BAKIN, dari Sutopo Juwono kepada
Yoga Sugama.
B. Pelemahan Pengaruh Politik Mahasiswa
Tahapan terakhir dalam kerangka teori perilaku kolektif Smelser adalah The
operation of social control. Hal yang dilakukan pada tahapan ini adalah
penerapan kontrol sosial terhadap gerakan yang telah berubah bentuk dari konsep
menjadi aksi nyata. Smelser merumuskan bahwa tahapan ini dapat menjadi
pencegah, penghambat dan penggangu dari akumulasi kelima tahapan
sebelumnya. Pada tahapan ini muncul pihak yang kemudian berwenang, dalam hal
ini aparat pemerintah untuk melakukan kontrol sosial atas perilaku kolektif yang
terjadi.
Kontrol sosial yang dilakukan pada Peristiwa 15 Januari 1974 sudah pasti
diinisiasi oleh instrumen pemerintah. Beberapa pejabat pemerintah, yang
semuanya berlatar belakang perwira militer didaulat untuk menciptakan stabilitas
serta menetralisir keadaan yang sempat kacau karena aksi protes pada tanggal 15
Januari 1974 tersebut sekaligus melemahkan jaringan gerakan mahasiswa.62 Salah
satu pejabat yang diberi tugas mengembalikan keamanan dan menciptakan
stabilitis pasca kerusuhan adalah Pangkopkamtib Jenderal Soemitro. Kontrol
sosial ini dilakukan dengan cara menangkap dan mengamankan para aktifis
62A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit
Media Pressindo. Hlm. 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
mahasiswa, yang dicap sebagai provokator atau inisiator aksi protes pada
Peristiwa 15 Januari 1974.
Namun jika analisis dilakukan dengan lebih memperhatikan kronologis
peristiwa pecahnya kerusuhan pada Peristiwa 15 Januari 1974 dapat kita lihat
adanya 2 jenis kontrol sosial yang dilakukan oleh rezim pemerintahan yang
berkuasa (melalui instrumennya). Berdasar pada sifatnya, kontrol sosial pada
Peristiwa 15 Januari 1974 dibedakan menjadi kontrol formal, yang dilakukan
berdasar instruksi pemerintah dan juga dilaksanakan secara terang-terangan, dan
kontrol informal, yang dilakukan secara diam-diam dan terselubung. Sebelum
memasuki pemaparan tetang tata cara kontrol sosial (baik formal atau informal)
akan dijelaskan terlebih dahulu alasan pembagian kontrol sosial yang diterapkan
pada Peristiwa 15 Januari 1974 berdasarkan sifat tindakannya.
Pada puncak aksi protes Peristiwa 15 Januari 1974 terjadi kerusuhan di
bilangan Senen yang mengakibatkan jatuhnya korban dan kerugian material.
Sekelompok masa bergerak menuju daerah Pasar Senen dan melakukan
pembakaran di pusat pertokoan. Kerusuhan yang terjadi kemudian membuat
kondisi pada saat itu menjadi mencekam dan cenderung sarat dengan tindakan
kekerasan. Kelompok mahasiswa yang menjadi motor penggerak dalam aksi
protes Peristiwa 15 Januari 1974 menolak untuk bertanggung jawab atas
kerusuhan yang terjadi dan berkeyakinan bahwa ada kelompok lain yang memiliki
niat melakukan sabotase atas gerakan protes yang mereka lakukan hari itu. Hal ini
kemudian memaksa pemerintah mengambil tindakan guna mengembalikan
stabilitas keamanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Tanda tanya besar muncul pada fase penerapan kontrol sosial Perisitiwa 15
Januari 1974. Lantas siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap tindakan
pembakaran pusat pertokoan di Pasar Senen? Apa yang menjadi motif dari aksi
pembakaran tersebut?. Sumber-sumber yang ditemukan dalam penelitian
memberikan titik terang.
Ketika penyelidikan terhadap kerusuhan di Pasar Senen pada tanggal 15
Januari 1974 dilakukan, muncul beberapa nama yang diindikasikan sebagai
eksekutor pembakaran pusat pertokoan tersebut. Nama Bambang Trisulo, anggota
Opsus bentukan Ali Moertopo muncul sebagai pimpinan komando operasi
pembakaran di Pasar Senen.63 Selain itu ada nama Roy Simanjuntak, yang juga
binaan Opsus, yang bertugas mengerahkan para tukang becak untuk menambah
unsur kekacauan di daerah Proyek Senen.64
Dari penjabaran tersebut maka dapat dipahami bahwa, selain kontrol sosial
formal yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan dan prosedur hukum
yang berlaku, ada pula kontrol sosial informal yang dilakukan secara diam-diam
dan tertutup. Hal tersebut dilakukan, selain untuk menggagalkan perjuangan
aspirasi mahasiswa di Indonesia pada tahun 1974, juga untuk melemahkan posisin
politis mahasiswa sehingga di masa mendatang sulit bagi kelompok mahasiswa
untuk menggelar aksi-aksi serupa dalam rangka menyampaikan aspirasi dan
keprihatinan mereka.
Selain penangkapan dan pengamanan sejumlah aktifis mahasiswa yang
kemudian diadili terkait Peristiwa 15 Januari 1974, ada pula skenario sabotase
63 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang
Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication.Hlm.67 64 Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
aksi protes yang dilancarkan guna melegitimasi tindakan pembubaran aksi
tersebut agar tidak mengganggu stabilitas rezim pemerintahan yang sedang
berkuasa sekaligus melemahkan kekuatan politis mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan pada Bab I Pendahuluan,
maka diperoleh beberapa butir jawaban atas pertanyaan tersebut :
1. Jaringan Mahasiswa Indonesia yang terbentuk pada peristiwa 15 Januari 1974
merupakan hasil dari berbagai kegiatan diskusi dan safari kampus yang dilakukan
oleh tokoh-tokoh pergerakan mahasiswa pada periode tersebut. Salah satu tokoh
mahasiswa yang sering melakukan diskusi dan safari kampus adalah Hariman
Siregar, mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran.
Selain tokoh perseorangan, ada pula organisasi yang berperan dalam
membangun jaringan mahasiswa pra peristiwa 15 Januari 1974. Organisasi
tersebut antara lain adalah DMUI dan GDUI.
2. Jaringan yang telah terbentuk diantara para mahasiswa pada periode 1973-1974
kemudian menginisiasi berbagai aksi yang bersifat mendukung dan menguatkan
isu yang diusung dalam peristiwa 15 Januari 1974.
Aksi-aksi pendukung dan penguat tersebut antara lain adalah Petisi 24
Oktober 1973, Ikrar Bersama Mahasiswa Indonesia, Seminar “Untung-Rugi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Modal Asing”, Pertemuan dengan Presiden di Bina Graha dan Aksi Demo Halim
Perdanakusuma serta Pertemuan di Student Center UI.
Aksi 15 Januari 1974 sendiri dilakukan dalam bentuk acara long march dan
apel akbar di halaman kampus Trisakti Jakarta. Aksi ini kemudian disusupi oleh
beberapa oknum (Bambang Trisusilo, Roy Simanjuntak, 10 Fungsionaris DMUI
yang dipecat Hariman Siregar) yang melakukan pembakaran di kawasan Proyek
Senen. Insiden pembakaran tersebut kemudian memaksa para mahasiswa untuk
menanggung konsekuensi atas tindakan yang sesungguhnya tidak mereka
rencankan dan lakukan.
3. Konsekuensi atas munculnya insiden pembakaran di Proyek Senen adalah
penangkapan dan penahanan aktifis mahasiswa yang terlibat aksi 15 Januari 1974.
Nama-nama aktifis tersebut antara lain Hariman Siregar, Judilherry Justam,
Gurmilang Kartasasmita, Aini Chalid dan Salim Hutajulu. Namun dari nama-
nama aktifis tersebut hanya Hariman Siregar yang divonis penjara dan menjalanai
hukuman kurungan.
Selain pengankapan dan penahanan aktifis, beberapa surat kabar juga di cabut
iin terbitnya. Hal ini berdampak kepada semakin sedikitnya media bagi para
aktifis mahasiswa untuk memunculkan isu-isu kesejahteraan rakyat ke
permukaan.
B. Pemaknaan Ulang Peristiwa “15 Januari 1974”
Mengamati sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia memberikan pelajaran
baru yang dapat melengkapi narasi sejarah tentang Republik Indonesia. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
tersebut menunjukkan bahwa sejarah berkembangnya Republik Indonesia tidak
hanya dibentuk oleh tokoh-tokoh Negarawan, Teknokrat, Militer, kaum Ulama,
namun juga melibatkan golongan Mahasiswa, yang relatif lebih muda baik secara
umur ataupun pemikiran.
Usia dan pemikiran yang relatif muda dan sederhana tidak lantas menyurutkan
pengaruh gerakan dari golongan yang dianggap sebagai agen perubahan ini.
Terjadinya Peristiwa 15 Januari 1974 menunjukkan bahwa kesatuan aksi
mahasiswa di Indonesia pernah memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap
jalannya pemerintahan di dalam negeri.
Dalam konteks Peristiwa 15 Januari 1974, kelompok mahasiswa telah
bertransformasi menjadi pengawas terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah
yang dirasa tidak memihak rakyat kecil. Kelompok mahasiswa menjadi barisan
terdepan dalam melindungi kesejahteraan dan hak rakyat kecil. Berbagai ekspresi
kritik pasti dilakukan oleh golongan mahasiswa selama hal tersebut berpengaruh
terhadap kesejahteraan dan nasib rakyat kecil.
Namun pada kenyataannya, gerakan mahasiswa dalam Peristiwa 15 Januari
1974 hampir tanpa hasil positif. Kerugian, baik berupa kerugian material atau
korban jiwa jumlahnya cukup besar. Pengaruh politis mahasiswa juga praktis
digembosi oleh pemerintah yang berkuasa pada periode tersebut. Kondisi ini
diperparah dengan sikap pemerintah yang juga tidak bergeming dalam membatasi
aktivitas investasi modal asing di dalam negeri. Singkat kata, setelah seluruh
perjuangan yang dilakukan mahasiswa dengan berkorban moral maupun material,
sedikitpun tuntutuan mereka tidak terealisasikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Tanpa bermaksud untuk menafikan fakta tentang babak akhir Peristiwa 15
Januari 1974, seyogianya sebuah analisa sejarah mampu memaknai ulang segala
peristiwa yang diteliti. Dalam Peristiwa 15 Januari 1974 tetap dapat dipetik
pelajaran yang berguna bagi kehidupan di masa mendatang. Pelajaran tersebut
dikelompokkan dalam beberapa poin yang menjadi kata kunci dalam memaknai
kembali gerakan mahasiswa Indonesia pada Peristiwa 15 Januari 1974.
Berikut adalah beberapa poin kesimpulan atas pemaknaan ulang terhdap
Peristiwa 15 Januari 1974;
1. Perintis Gerakan Mahasiswa Era Orde Baru.
Terjadinya Peristiwa 15 Januari 1974 secara tidak langsung mengawali
gelombang aktifitas gerakan mahasiswa Indonesia, mengkritisi kinerja
pemerintahan yang sedang berjalan, Pemerintahan Orde Baru. Gerakan
mahasiswa era Pemerintahan Orde Baru yang berkembang pada periode
selanjutnya tidak jauh berubah orientasi tuntutannya dengan tuntutan mahasiswa
dalam Peristiwa 15 Januari 1974 yang dingeruhi oleh ide-ide tentang
pembangunan alternatif dan ketimpangan pendapatan. Munculnya aksi mahasiswa
pada Peristiwa 15 Januari 1974 mempengaruhi corak gerakan mahasiswa
Indonesia era Pemerintahan Orde Baru di kemudian hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
2. Pelajaran Berharga Bagi Perkembangan Gerakan Mahasiswa Era Pemerintahan
Orde Baru.
Sesuai dengan tendensi dari penelitian tentang perilaku kolektif mahasiswa
Indonesia ini, dalam Peristiwa 15 Januari 1974 terbukti para mahasiswa mampu
mempertahankan independensi gerakan mereka di tengah tekanan dari pihak-
pihak yang berkuasa. Dengan kata lain, gerakan mahasiswa dalam Peristiwa 15
Januari 1974 tidak memihak pada pemangku kekuasaan manapun, kecuali rakyat.
Gerakan mahasiswa dalam Peristiwa 15 Januari 1974 tidak kehilangan komitmen
untuk memperjuangkan cita-cita ideal mereka, walaupun ancaman bermunculan.
Independensi gerakan mahasiswa 1974 di tengah himpitan para pemegang
kekuasaan menjadi sebuah pelajaran berharga bagi gerakan mahasiswa era
Pemerintahan Orde Baru yang berkembang kemudian.
3. Solidaritas di antara para mahasiswa dalam memperjuangkan nasib rakyat.
Dalam Peristiwa 15 Januari 1974, dapat dilihat adanya solidaritas di antara
para mahasiswa dalam memperjuangkan nasib rakyat. Solidaritas tersebut
ditunjukkan melalui kesediaan para mahasiswa, yang berasal dari berbagai
wilayah berbeda untuk salong menjaga dan mendukung satu sama lain selama
proses perumusan dan eksekusi aksi mereka, bahkan sampai dengan beberapa di
antara para aktifis mahasiswa tersebut ditangkap dan ditahan. Salah satu
contohnya terlihat ketika para aktifis mahasiswa yang tidak terkena penahanan
pasca Peristiwa 15 Januari 1974 tetap memberikan dukungan moral dan material
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
bagi teman-teman akfitisnya yang ditahan dengan secara rutin menjenguk mereka
di rumah tahanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta :
Penerbit Media Pressindo.
Abd Rahman Hamid & Muhammad Saleh Madjid (2011). Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Altbach, Philip G. (Ed.) (1988). Politik Dan Mahasiswa Perspektif dan
Kecenderungan Masa Kini. Jakarta : PT. Gramedia.
Aria Wiratma Yudhistira. (2010). Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde
Baru terhadap Anak Muda Awal 1970-an. Banten : Marjin Kiri.
Arif Zulkifli (Ed.) (2015). Rahasia-rahasia Ali Moertopo cetakan ke-4. Jakarta :
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Asvi Warman Adam. (2007). Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.
Carr, E. H. (1964). What Is History?. England : Penguin Books.
Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari,
Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication.
Denny J.A (2006). Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an.
Yogyakarta : LKiS.
Fachry Ali. (1985). Sistem Politik di Indonesia dan Negara. Jakarta : Inti Sarana
Aksara.
Frederick, William H. Et al. (Ed.). (1984). Pemahaman Sejarah Indonesia cetakan
ke-2. Jakarta : LP3ES.
Jopie Lasut (2011). Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. Depok
: Yayasan Penghayat Keadilan.
Kuntowijoyo (2013). Pengantar Ilmu Sejarah Edisi Baru Cetakan ke-I.
Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.
(2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.
(2008). Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta : PT.
Tiara Wacana Yogya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Lewis, Bernard. (2009). Sejarah Diingat, Ditemukan Kembali, Ditemu-Ciptakan.
Yogyakarta : Ombak.
Max Diaz Riberu et al. (2015). Anak Tentara Melawan Orba : Biografi Judilherry
Justam. Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia.
Moustakas, Clark (1990). Heuristic Research Design, Methodology, and
Applications. Newbury Park : SAGE Publication.
R. Moh Ali. (2012). Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia cetakan ke-I. Yogyakarta :
LKiS.
Raillon, Francois (1985). Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta :
LP3ES.
Revrisond Baswir. (2006). Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi
Indonesia.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ricklefs, M.C. (2011). Sejarah Indonesia Modern cetakan ke-10. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Sartono Kartodirdjo (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta : Gramedia.
Smelser, Neil J. (1971). Theory of Collective Behaviour. New York : The Free
Press.
Soe Hok Gie (1983). Catatan Seorang Demonstran. Jakarta : LP3ES.
Storey, William Kelleher (2011). Menulis Sejarah: Panduan untuk Mahasiswa.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sundhaussen, Ulf. (1988). Politik Militer Indonesia 1945-1967 : Menuju Dwi
Fungsi ABRI cetakan ke-2. Jakarta : LP3ES.
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia (2010). Sejarah Nasional Indonesia
Jilid VI, Edisi Pemutakhiran Cetakan ke-4. Jakarta : Penerbit Balai
Pustaka.
Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama
dalam Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo.
Wineburg, Sam (2006). Berpikir Historis : Memetakan Masa Depan,
Mengajarkan Masa Lalu. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI