draft skripsi
DESCRIPTION
freeTRANSCRIPT
DRAFT SKRIPSIDRAFT SKRIPSI
Nama : SadarNim : 20402107124Jur/Fak : Pendidikan Matematika / Tarbiyah dan Keguruan
Judul : Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Manajemen Diri Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Ulaweng Kab. Bone.
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan suatu Negara, pendidikan memegang peranan yang sangat penting
untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan Bangsa, karena pendidikan merupakan wahana
untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.[1] Pengalaman
pembangunan di Negara-negara yang sudah maju, khususnya Negara-negara Barat membuktikan
bahwa betapa besar peran pendidikan dalam proses pembangunan.[2]
Dunia pendidikan kita saat ini tengah mengalami krisis yang cukup serius. Krisis ini
tidak hanya disebabkan karena anggaran pemerintah kepada pendidikan yang sangat rendah
untuk membiayai kebutuhan vital dunia pendidikan kita, tetapi juga lemahnya tenaga ahli, visi
serta politik pendidikan Nasional yang tidak jelas. Dalam berbagai forum seminar dimunculkan
beberapa kritik bahwa konsep pendidikan Nasional telah tereduksi menjadi pengajaran, yang
kemudian pengajaran menjadi semakin sempit menjadi kegiatan di kelas.
Untuk itu perlu usaha keras agar tujuan pendidikan dapat dicapai sebagaimana
diungkapkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional :Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kebribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan negara.[3]
Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu pendidikan
suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan di segala aspek kehidupan
manusia. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dengan
prosentase jam pelajaran yang lebih dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Ironisnya,
matematika termasuk mata pelajaran yang tidak disukai. Banyak siswa yang takut akan pelajaran
matematika karena menurut mereka matematika itu suatu pelajaran yang sulit untuk dipahami.
Ketakutan–ketakutan tersebut tidak hanya dari dalam diri siswa akan tetapi juga dari
ketidakmampuan guru dalam menciptakan situasi yang dapat membawa siswa tertarik pada
matematika.
Mengingat pentingnya matematika dalam menumbuhkan generasi dengan kemampuan
mengadopsi dan mengadakan inovasi Sains dan Teknologi di era globalisasi, maka tidak boleh
dibiarkan adanya anak–anak muda yang buta matematika. Kebutaan yang dibiarkan akan
menjadi suatu kebiasaan, membuat masyarakat kehilangan kemampuan berfikir secara disiplin
dalam menghadapi masalah–masalah nyata.
Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Ulaweng adalah
rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika yang dikemas dalam
bentuk soal yang lebih menekankan pada pemahaman dan penguasaan konsep suatu pokok
bahasan tertentu. Kemampuan siswa yang rendah dalam aspek pemecahan masalah merupakan
hal penting yang harus ditindaklanjuti.
Kondisi tersebut merupakan gambaran proses pembelajaran yang terjadi di kelas
XI SMA Negeri 1 Ulaweng kabupaten Bone. Guru dalam menyajikan materi pembelajaran
matematika yang masih bersifat menoton dan membosankan sehingga siswa kurang tertarik
belajar matematika. Dalam situasi masalah ini siswa menjadi bosan karena tidak adanya inovasi,
kreatifitas sehingga siswa belum dilibatkan secara aktif. Dengan demikian guru sulit
mengembangkan atau meningkatkan pembelajaran agar benar-benar berkualitas.
Model pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran matematika adalah model
pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga belajar yang
menyenangkan sehingga kreatifitas siswa lebih nampak. Model pembelajaran tentu tidak harus
kaku menggunakan model pembelajaran tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana artinya
memilih model pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam
perencanaan pembelajaran.
Mencermati hal tersebut di atas, guru harus memilih model pembelajaran yang tepat dan
dapat meningkatkan iklim pembelajaran yang kreatif serta bermakna sekaligus siswa lebih
menguasai dan memahami pelajaran sehingga hasil belajar siswa meningkat. Maka saya akan
mencoba solusi atas masalah yang dihadapi oleh siswa SMA Negeri 1 Ulaweng yaitu suatu
model pembelajaran Manajemen Diri.
Manajemen Diri adalah aplikasi terbaru dari pandangan behavior dalam belajar, yaitu
membantu siswa agar mampu mengontrol kegiatan belajar.[4]
Adapun langkah-langkah pada model pembelajaran Manajemen diri adalah sebagai
berikut:
1. Membantu siswa belajar menentukan tujuan
Guru membantu siswa-siswi untuk menambah banyak soal matematika yang sudah ditetapkan
untuk dikerjakan sendiri.
2. Mencatat dan mengevaluasi kemajuan
Siswa berpartisipasi dalam fase pencatatan dan evaluasi dari program perubahan prilaku,
misalnya banyaknya tugas yang diselesaikan, waktu yang dihabiskan dalam mengerjakan tugas.
3. Penguatan diri (Self Reinforcement)
Memberikan hadiah kepada siswa karena sukses mencapai prestasi atau kinerja yang sudah
ditetapkan serta memberikan selamat pada siswa untuk perilaku tertentu, menghargai kinerja
yang baik dan mengadministrasikan sendiri hadiah materi atau hadiah social yang diterima dari
serangkaian kegiatan yang dilakukan.[5]
Adapun keunggulan pada model pembelajaran Manajemen Diri.adalah sebagai berikut :1. Berpusat pada prinsip manajemen diri.2. Penekanan pada perilaku tanggung jawab dan disiplin.3. Mengimplementasikan program perubahan perilaku peserta didik.4. Bisa dijadikan pedoman perilaku pserta didik sehari-hari.5. Bisa dicapai dalam
waktu yang singkat, bukan tujuan jangkapanjang, yang harus dicapai dalam jangka waktu yang lama
6. Menantang, sukar, tetapi dapat dicapai, bukan terlalu mudah atau terlalu sukar.[6]
Penelitian ini sebelumnya pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa bernama Irma
Hermansih di Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul penelitiannya adalah Model
Pengembangan Manajemen Diri Dalam Proses Pembelajaran Seni Tari untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Panumbangan.
Keseluruhan hasil yang diperoleh setelah penelitian didapatkan kategori nilai yang
meliputi pengetahuan, kreativitas, dan kedisiplinan, yaitu 8 (20%) siswa sangat menguasai dan
memiliki kategori tersebut, 24 (60%) siswa menguasai kategori dengan baik dan 8 (20%) siswa
cukup menguasai kategori tersebut. Dalam hal perolehan nilai tertulis siswa didapatkan setelah
penelitian selesai, terdapat 23 (57,5%) siswa sangat menguasai materi pembelajaran secara
teoretis dan 17 (42%) siswa menguasai materi pembelajaran secara teoretis. Dari hasil penelitian
di atas dapat disimpulkan bahwa, penerapan model pengembangan manajemen diri melalui
peniruan gerak burung merak di kelas VII-A SMP Negeri I Panumbangan dapat dikatakan
berhasil.[7]
Dengan berpijak pada beberapa persoalan yang ada, maka hal itulah yang mendorong
bagi peneliti untuk lebih mengembangkan penelitian-penelitian yang telah ada, maka penulis
tertarik dan merasa perlu untuk mengadakan penelitian, dengan judul :
“Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Manajemen
Diri Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Ulaweng Kabupaten Bone”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah
yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1
Ulaweng Kab. Bone sebelum menggunakan Model Manajemen Diri?
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1
Ulaweng Kab. Bone setelah menggunakan Model Manajemen Diri?
3. Apakah dengan menggunakan model manajemen diri pada siswa kelas XI SMA Negeri 1
Ulaweng Kab. Bone dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika?
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis
dikatakan jawaban sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Jadi hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian, belum merupakan jawaban yang empirik dengan data.[8]
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban yang bersifat
sementara. Karena sifatnya yang hanya sementara maka kebenarannya perlu diuji kembali dalam
sebuah penelitian ilmiah, sehingga menjadi sebuah jawaban yang empirik dan dapat diterima
oleh semua orang.
Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah: “ jika model manajemen
diri diterapkan dalam pembelajaran matematika, maka segala bentuk sikap atau perilaku siswa
akan berubah. Antara lain tumbuhnya rasa kedisiplinan diri pada siswa yaitu disiplin dalam
waktu mengajar, disiplin dalam menaati peraturan kelas dan sekolah, menciptakan rasa saling
menghargai sesama teman serta menanamkan rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga prestasi
belajarnya meningkat.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1
Ulaweng Kab. Bone sebelum menggunakan Model Manajemen Diri?
2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1
Ulaweng Kab. Bone setelah menggunakan Model Manajemen Diri?
3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Ulaweng Kab. Bone menggunakan Model Manajemen Diri?
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar terutama dalam proses pembelajaran matematika dan hasilnya dapat bermanfaat
bagi:
1. Siswa:
Dengan ditanamkannya manajenem diri diharapkan, baik sikap maupun perilaku siswa dapat
berubah menjadi lebih baik, terarah dan teratur.
2. Guru:
Untuk memperluas wawasan pengetahuan dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran
sehingga PBM menjadi lebih berkualitas.
3. Sekolah:
Bisa dijadikan bahan masukan dan pengayaan dalam penggunaan model-model khususnya dalam
pembelajaran matematika.
4. Peneliti:
Dapat menambah wawasan dan pengalaman serta dapat dijadikan perbandingan antara ilmu yang
sudah dipelajari dengan preaktek dilapangan.
F. Definisi operasional variabel
Pengertian oprasional variabel dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas
tentang variabel-variabel yang diperhatikan sehingga dapat menyamakan persepsi antara penulis
dan pembaca. pengertian operasional variabel penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Model manajemen diri
Manajemen diri adalah aplikasi terbaru dalam belajar yaitu membantu siswa agar mampu
mengontrol kegiatan belajarnya. Sebuah proses merubah “totalitas diri” intelektual, emosional,
spiritual, dan fisik kita agar apa yang kita inginkan (sasaran) tercapai.
2. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna
mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat dicapai[9]. pemecahan masalah
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah matematika sebelum dan
sesudah menggunakan model manajemen diri.
G. Kajian Pustaka
1. Pengertian belajar
Usaha memahami mengenai makna belajar ini diawali dengan mengemukakan beberapa
definisi tentang belajar. Ada beberapa defenisi tentang belajar antara lain dapat diuraikan sebagai
berikut:
Belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan
dengan cara mengolah bahan belajar.[10] Belajar merupakan kegiatan yang sering dilakukan
oleh setiap orang. Pengetahuan, keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk,
dimodofikasi dan berkembang disebabkan oleh belajar.Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.[11]
Karena itu, belajar ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, akibat dari
proses belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, hasil belajar,
sikap, tingkah laku, keterampilan kecakapan dan kemampuan serta perubahan aspek kualitas
yang terjadi pada diri individu.
Pada petunjuk pelaksanaan proses belajar mengajar matematika disebutkan bahwa
belajar adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadi interaksi dengan sumber
belajar. Sumber belajar ini dapat berupa buku, guru atau sesama teman.
Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa hakekat belajar adalah “perubahan”. Dalam hal
ini yang dimaksudkan belajar berarti berusaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan
membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya
berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan,
sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa
raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti
menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, serta ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.[12]
2. Pengertian matematika
Definisi atau pengertian dari matematika itu sangat beragam. Beberapa definisi atau
ungkapan pengerian matematika hanya dapat dikemukakan terutama berfokus pada tinjauan
pembuat definisi itu.
Hal sedemikian ini dikemukakan dengan maksud agar pembaca dapat menangkap
dengan mudah keseluruhan pandangan para ahli matematika. Karene begitu banyaknya, sehingga
muncul beraneka ragam definisi atau pengertian tentang matematika. Atau dengan kata lain tidak
terdapat satu definisi tentang matematika yang tunggal dan disepakai semua tokoh atau pakar
matematika. Dibawah ini disajikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika,
diantaranya:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan
bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.[13]
Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan
dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka.
Kata Matematika yang dalam bahasa Inggris Mathematic berasal dari bahasa
Yunani Mathemtike yang berarti yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai
akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (Knowledge, science).
Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa,
yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).[14]
Sedangkan menurut pandangan beberapa ahli, matematika adalah sebagai berikut:
a. James dan James dalam kamus matematikanya mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang bentuk, susunan, besaran, dan inquiri-inquiri yang berhubungan lainnya dengan jumlah
yang banyak.
b. Kline mengemukakan bahwa matematika itu bukan pengetahuan yang menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya itu untuk membantu manusia dalam
memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
c. Johnson dan Rising menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan pembuktian yang logis; matematika itu adalah bahasa; matematika adalah
pengetahuan struktur yang terorganisasikan, sifat-sifat atau teori-teori itu dianut secara deduktif
berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak, aksioma-aksioma, sifat-sifat atau
teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya;[15]
Berdasarkan berbagai pendapat tentang definisi dan deskripsi matematika di atas,
benar-benar menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam matematika. Matematika selalu
memiliki hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan. Bagi guru,
dengan memahami hakikat definisi dan deskripsi matematika sebagaimana tersebut di atas
tentunya memiliki kontribusi yang sangat besar untuk menyelenggarakan proses pembelajaran
matematika secara lebih bermakna.
3. Pengertian pemecahan masalah Matematika
Salah satu indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan menggunakan informasi
dan keterampilan untuk memecahkan masalah-masalah. Akan tetapi, banyak siswa mungkin
masih sulit memecahkan masalah ini. Kesulitan sebagian besar siswa tentang masalah-masalah
ini tidak terletak pada perhitungan tetapi pada pengetahuan bagaimana memperjelas masalah
sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan.
Hamzah Upu mengemukakan bahwa suatu situasi tertentu dapat merupakan masalah
bagi orang tertentu, tetapi belum tentu merupakan masalah bagi orang lain. Polya juga
mengatakan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan
guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat dicapai.[16] Selain itu,
Bransford & Stern mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu keterampilan yang
dapat diajarkan dan dipelajari.[17]
Kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting untuk diajarkan kepada siswa. Siswa
dapat memiliki kemampuan tersebut bila guru mengajarkan bagaimana memecahkan masalah
yang efektif terhadap suatu permasalahan yang dihadapi oleh siswa tersebut. Beyer
mengemukakan bahwa siswa dapat diajar strategi-strategi khusus untuk pendekatan pemecahan
masalah secara kreatif seperti berikut:
a. Memikirkan ide-ide yang tidak umum
b. Mencetuskan banyak ide
c. Merencanakan
d. Memetakan kemungkinan-kemungkinan
e. Memadukan fakta-fakta
f. Merumuskan masalah secara jelas.[18]
Pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan benar apabila menggunakan prosedur dan
langkah-langkah yang benar. Polya mengajarkan sejumlah langkah-langkah untuk
menyelesaikan pemecahan masalah dengan benar, yaitu:
1. Pemahaman masalah, hal ini meliputi:
a) Apakah yang tidak diketahui?
b) Bagaimanakah kondisi soal?
c) Mungkinkah kondisi dinyatakan dalam persamaan atau bentuk lainnya?
d) Apakah kondisi yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan?
2. Perencanaan penyelesaian, langkah ini meliputi:
a) Pernakah Anda menemukan soal seperti ini sebelumnya?
b) Teori mana yang dapat digunakan dalam masalah ini?
c) Dapatkah hasil metode yang lalu digunakan di sini?
d) Apakah semua data dan kondisi sudah digunakan?
3. Pelaksanaan, langkah ini menekankan pada:
a) Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum?
b) Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar?
4. Pemeriksaan kembali proses dan hasil, langkah yang harus diperhatikan:
a) Dapatkah diperiksa sanggahannya?
b) Dapatkah jawaban tersebut dicari dengan cara lain?
c) Dapatkah anda melihatnya secara sekilas?
d) Dapatkah cara atau jawaban tersebut digunakan untuk soal-soal yang lain?[19]
Pada dasarnya kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu pendekatan dalam
pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah tidak hanya dikonstruksikan kepada
siswa agar siswa tersebut dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya, baik dalam soal
matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari.
4. Manajemen Diri dalam Pembelajaran Matematika
Manajemen adalah suatu ilmu yang sering kita dengar dan dibicarakan pada saat
mengikuti kegiatan antara lain: seminar pendidikan atau rapat-rapat dikantor dan organisasi.
Sadar atau tidak, kita juga melaksanakannya setiap hari. Baik dalam konteks me-manage atau di-
manege. Manajemen secara umun diasosiasikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaiman
merencanakan, mengatur, menggerakkan dan mengendalikan sesuatu urusan sehingga tercapai
tujuan yang dikehendaki dengan sumber daya (resourcei) yang terbatas.[20] Perlu digaris
bawahi mengenai recourceini, karena dengan recuorce yang tidak terbatas kita tidak perlu
manajemen. Yang terkait dalam manajemen di antaranya adalah strategi dan
kepemimpinan(leadership). Karena setiap orang yang mempraktekkan ilmu manajemen adalah
seorang pemimpin dan menggunakan strategi dalam mencapai tujuannya.
Manajemen mengandung arti optimalisasi sumber-sumber daya atau pengelolahan dan
pengendalian. Optimalisasi sumber-sumber daya yang berkenaan dengan pembelajaran
matematika ialah pemberdayaan siswa yang merupakan alternatif paling tepat untuk
mewujudkan siswa yang mandiri dan memiliki keunggulan tinggi dimana siswa dilatih untuk
bersikap dan bertanggung jawab terhadap peraturan segala perilakunya sendiri.
Apa itu manajemen diri? Secara sederhana, manajemen-merujuk pada Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki dua arti, yaitu; (1) penggunaan sumber daya secara efektif untuk
mencapai sasaran; dan (2) pimpinan yang bertanggungjawab atas jalannnya perusahaan dan
organisasi. Dalam kajian kita saat ini, arti pertama yang relevan dan perlu kita eksplorasi lebih
lanjut.[21]
Selanjutnya, apa arti “diri” atau “saya”? Apakah yang kita sebut “diri” itu adalah
akumulatif dari pikiran kita, seperti yang dikatakan David J. Schwarz bahwa “Kita adalah apa
yang kita pikirkan tentang diri kita”, atau jargon yang diucapkan oleh Rene Descartes, “Saya
berpikir, maka saya ada”? Apakah diri itu adalah apa yang kita rasakan, seperti yang dinyatakan
Andre Gide, “Saya merasa, maka saya ada”? Apakah diri itu adalah perbuatan; tindakan;
kebiasaan kita, seperti ucapan Albert Camus, “Saya memberontak, maka itulah saya”, atau
pernyataan Aristoteles, “Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang.” Atau, ungkapan
Nurcholis Madjid, “Aku berbuat, maka aku ada”? Apakah diri itu gabungan dari pikiran dan
perasaan kita, sebagaimana dalam konsep “ego” Muhammad Iqbal, bahwa ego (diri) adalah suatu
kesatuan perasaan-perasaan – mental - kehidupan personal dan merupakan bagian dari sistem
pemikiran. Dan, apakah diri itu adalah gabungan dari semua itu? Wallâhu a’lamu.
Kata “diri” (anfûs) - jamak dari nafsun - dalam Al-Quran banyak maknanya,
diantaranya: rûh (nyawa), dhamîr (hati nurani), jinsun (jenis), dan syahshiyah (pribadi) atau
“totalitas manusia” dimana terpadu jiwa-raga manusia. Nah, makna yang terakhirlah yang kita
maksud dengan “diri” itu. Yang kita sebut diri, pribadi, individu, adalah totalitas manusia
sebagai perpaduan dari jasad dan ruhani, fisik yang bisa kita lihat dan sesuatu yang tak terlihat
yang menggerakan fisik (hati; pikiran; jiwa). Diri adalah totalitas dari pemikiran, keinginan, dan
gerakan kita dalam ruang dan waktu. Dengan kata lain, perpaduan antara intelektual, emosional,
spiritual, dan fisik.
Aplikasi terbaru dari pandangan behavioral dalam belajar adalah manajemen diri, yaitu
membantu siswa agar mampu mengontrol kegiatan belajarnya.[22] Peran siswa dalam kegiatan
belajarnya merupakan perhatian utama dari para psikolog dan para pendidik saat ini. Perhatian
ini tidak terbatas pada beberapa kelompok atau teori tertentu. Penelitian dari berbagai bidang
yang berbeda menyatu dalam satu ide penting, yaitu tanggung jawab dan kemampuan belajar
pada diri siswa. Manning, Zimmerman dan Scunk menyatakan bahwa tidak ada orang yang
mampu belajar demi kepentingan orang lain.[23]
Satu alasan yang membuat para psikologi tertarik pada manajemen diri siswa adalah
karena siswa diajar dengan metode prilaku klasik sehingga sangat jarang menggeneralisasikan
hasil belajarnya pada situasi baru.[24] Sebagai contoh, siswa yang biasanya kurang perhatian
bisa belajar dengan penuh perhatian apabila mereka diberi penguatan (reinforcement) secara
sistematis dalam kelompok kecil. Akan tetapi, apabila mereka dikembalikan ke kelas reguler,
mereka tidak membawa keterampilan barunya. Banyak psikolog perilaku memutuskan
generalisasi akan didorong apabila siswa menjadi partner dalam prosedur perubahan prilaku.
Tentang hal ini, Donald Meichenbaum sukses mendidik siswa implusif untuk berbicara tentang
dirinya melalui penugasan.[25] Jadi terbukti bahwa siswa akan memperoleh keuntungan dari
kegiatan, yang oleh Donald Meichenbaum disebut modifikasi kognitif.
Didasarkan pada pemaparan di atas maka pengembangan manajemen diri pada
pembelajaran matematika melibatkan siswa dalam mengimplementasikan program perubahan
perilaku dasarnya, di mana siswa bisa belajar untuk menentukan tujuan, mengobservasi
pekerjaannya sendiri, mencatat perkembangan perilaku, dan mengevaluasi kinerjanya sendiri.
Akhirnya dapat memilih dan memberikan penguatan untuk dirinya sendiri. Keterlibatan seperti
ini dapat membantu siswa belajar mengatur langkah kerjanya di masa mendatang sehingga siswa
mampu lebih mandiri. Untuk lebih jelasnya perubahan perilaku yang terjadi dalam diri kita,
didasarkan kepada langkah-langkah manajemen diri, diantaranya :
a. Menentukan tujuan
Adler dalam teorinya tentang tujuan fiktif (fictional goal) menyatakan: “bahwa perilaku
seseorang diarahkan kepada tujuan di masa mendatang yang sudah disusun sendiri”. Apabila
tujuan sudah diketahui maka tindakan siswa selanjutnya akan lebih mantap dan perjalanan
hidupnya akan lebih berarti sehingga keberadaan tujuan itu sendiri akan berpengaruh terhadap
perilaku.[26] Maka jelaslah bahwa dalam proses pembelajaran matematika, siswa sangat penting
untuk mampu menyusun tujuannya sendiri, sebaliknya guru harus berusaha secara maksimal
untuk membimbing siswa dalam menyusun tujuan belajarnya, sehingga bisa dijadikan pedoman
perilakunya sehari-hari baik di kelas maupun di luar kelas.
Tujuan yang disusun sendiri oleh siswa bersangkutan akan jauh lebih efektif dalam
meningkatkan kinerja dan prestasi siswa tersebut. Tampaknya fase penentuan tujuan sangat
penting dalam manajemen diri, beberapa penelitian menganjurkan bahwa menetapkan tujuan dan
mengumumkannya merupakan elemen yang amat penting dari program manajemen diri. Untuk
itu tujuan yang disusun dalam pembelajaran matematika akan efektif apabila : 1) bisa dicapai
dalam waktu yang singkat, bukan tujuan jangka panjang, yang harus dicapai dalam jangka waktu
yang lama, 2) spesifik, bukan tujuan yang bersifat umum (global), 3) menantang, sukar, tetapi
dapat dicapai, bukan terlalu mudah atau terlalu sukar.
b. Mencatat dan mengevaluasi kemajuan
Dalam pembelajaran matematika siswa juga bisa berpartisipasi dalam fase pencatatan
dan evaluasi dari program perubahan perilaku. Beberapa contoh perilaku yang tepat untuk dicatat
sendiri, antara lain banyaknya tugas yang diselesaikan, waktu yang dihabiskan untuk
mengerjakan tugas yang diberikan, banyaknya buku-buku yang dibaca, dan frekuensi
meninggalkan kelas tanpa permisi. Tugas yang harus dikerjakan tanpa pengawasan guru, seperti
pekerjaan rumah dan belajar mandiri, juga merupakan contoh yang baik untuk memonitor diri.
Begitu juga dalam pembelajaran matematika, hal ini menunjukkan adanya efektivitas
monitoring diri terhadap kinerja siswa, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang dibimbing
untuk memonitor dirinya dan selalu membuat catatan harian tentang perilakunya menunjukkan
peningkatan baik pada perilaku belajar dan prestasi belajarnya. Akhirnya untuk melihat dan
mempermudah kinerja siswa dalam mengevaluasi diri dan monitoring diri dapat dibantu dengan
cheklist, kunci skor, laporan kemajuan periodik, atau alat lain yang dapat membantu siswa
mengetahui apa yang sudah dicapai tentang tujuannya berdasarkan pekerjaan yang sudah
dilakukan. Pada teknik ini, tanggung jawab untuk melakukan monitoring dan manajemen
perilaku siswa ada di tangan siswa itu sendiri, dengan cara yang dirasakan tidak membebani
siswa karena mereka merasa tertarik dan senang.
c. Penguatan diri ( self reinforcement)
Langkah terakhir dalam manajemen diri adalah penguatan diri. Seorang psikolog
menyatakan bahwa penguatan diri sangat meningkatkan nilai dari prinsip penguatan jika
diterapkan pada perilaku manusia. Ada tiga proses untuk mewujudkan penguatan diri, ketiga
proses tersebut, yaitu 1) observasi diri, yakni saat seseorang mengobservasi perilakunya; 2)
keputusan, yakni saat seseorang memutuskan apakah perilakunya sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan; 3) respons diri, yakni saat seseorang memberikan respons kepada dirinya berdasarkan
keputusan yang diambil.[27]
Berdasarkan uraian di atas maka penguatan diri dalam pembelajaran matematika
sangatlah membantu siswa yang kurang memiliki motivasi berprestasi atau siswa yang kurang
akurat dalam menentukan ukuran kesuksesan dan diharapkan nantinya dapat menarik perhatian
siswa ke arah tujuan yang spesifik dan mendorong dirinya untuk menyatakan kepuasan secara
verbal dan memberikan hadiah kepada dirinya apabila tujuannya sudah tercapai. Penguatan diri
juga akan mendorong siswa dalam pencapaian tujuan berdasarkan usaha dengan dorongan
sendiri daripada usaha atas dorongan faktor-faktor dari luar.
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Researh).Penelitian
tindakan merupakan suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh para pelaksana program
dalam kegiatannya sendiri, jika dalam pendidikan dilakukan oleh guru, dosen, kepala sekolah,
dan konselor dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan, dan
hambatan yang dihadapi untuk kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatan-kegiatan
penyempurnaan.[28]
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama yang
meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi secara berulang.
[29] Pada penelitian ini meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi. Adapun desain penelitiannya sebagai berikut:
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
2. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ulaweng Kabupaten Bone,dengan subjek
penelitiannya siswa kelas XI semester 2 (genap) tahun pelajaran 2011/2012.
3. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus dan kalau target belum
terpenuhi dilanjutkan dengan siklus berikutnya. Setiap siklus dilaksanakanselama 4 kali
pertemuan.
Kedua siklus tersebut merupakan rangkaian yang saling berkaitan. Artinya, setiap
siklus dilaksanakan berdasarkan siklus sebelumnya. Selanjutnya diuraikan gambaran mengenai
kegiatan yang dilakukan dalam masing-masing siklus penelitian sebagai berikut:
Gambaran Umum Siklus I
1. Tahap Perencanaan.
Tahap ini merupakan suatu tahap persiapan untuk melakukan suatu tindakan, pada tahap ini
langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan status sistem pengajaran, termasuk mengkaji kurikulum SMA Negeri 1 Ulaweng untuk mata
pelajaran matematika dan hal-hal yang berhubungan dengan kondisi siswa.
b. Menyusun rencana pembelajaran dengan menganalisis materi yang akan diajarkan untuk setiap
pertemuan.
c. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana keaktifan siswa ketika pelaksanaan tindakan
berlangsung.
d. Membuat soal yang akan diujikan sebelum pelaksanaan tindakan, siklus 1 dan akhir siklus berikutnya.
e. Membuat alat penilaian untuk mengukur hasil belajar siswa.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini yang akan dilakukan adalah:
a. Menguji cobakan desain yang telah dibuat pada proses perencanaan.
b. Menjelaskan materi pelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun sebelumnya.
c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendikusikan dan mengerjakan soal-soal yang berkaitan
dengan materi yang telah diajarkan.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan evalusi.
e. Melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.
3. Tahap Pengamatan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengamati setiap aktifitas siswa selama proses
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar pengamatan (observasi) yang memuat faktor
yang diamati yaitu:
a. Kehadiran siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
b. Kesungguhan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.
c. Keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar seperti menjawab pertanyaan, memberikan
saran/pendapat, mengajukan pertanyaan, dan menanggapi jawaban.
d. Siswa yang mencari solusi atau jawaban dari pertanyaan atau masalah yang diajukan.
e. Siswa yang mampu menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.
f. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika dan keberanian untuk
mempresentasekan di depan kelas.
g. Kemampuan siswa untuk menyimpulkan materi yang telah disajikan.
4. Tahap Refleksi
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan dan menganalisa hasil yang
didapat dari evaluasi tindakan serta dalam observasinya. Dari hasil ini guru dapat merefleksi diri,
apakah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan hasil belajar matematika
siswa pada materi yang diajarkan, jika belum maka dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
Gambaran Umum Siklus II
Langkah-langkah yang dilakukan pada siklus II relatif sama siklus I dan dengan mengadakan
perbaikan sesuai dengan hasil refleksi pada siklus I. Namun jika penelitian ini belum berhasil maka
dilanjutkan ke siklus ketiga dan seterusnya.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam penelitian
karena berfungsi sebagai alat atau sarana pengumpulan data. Dengan demikian, instrumen harus
relevan dengan masalah dan aspek yang akan diteliti, agar supaya memperoleh data yang akurat.
Adapun instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Observasi
Observasi merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengamati aktivitas belajar
matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1 Ulaweng pada saat proses belajar mengajar
berlangsung dengan menggunakan strategi berbagi pengetahuan secara aktif.
b. Tes Hasil Belajar Matematika
Tes hasil belajar matematika merupakan instrumen penelitian yang digunakanuntuk mengetahui
hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswakelas XI SMA Negeri 1 Ulaweng
Kabupaten Bone.
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Data tentang situasi belajar di kelas pada saat berlangsungnya penelitian tindakan kelas dengan
menggunakan lembar observasi.
2. Data tentang peningkatan hasil belajar matematika yang diperoleh dari tes akhir.
6. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dan
analisis kualitatif. Data yang diperoleh dari observasi dianalisis secara kualitatif, sedangkan data
mengenai hasil belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Ulaweng Kabupaten Bone dianalisis secara
kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik dari
subjek penelitian.
Statistik deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara verbal tentang
peningkatan hasil belajar siswa setelah diadakannya tes. Adapun statistik deskriptif yang
dimaksud yaitu:
a. Membuat tabel distribusi frekuensi
Tabel distribusi frekuensi dibuat dengan langkah – langkah sebagai berikut:
1. Menentukan rentang nilai, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil.
Dimana : Rentang Nilai
Data Terbesar
Data Terkecil
2. Menentukan banyak kelas interval
Dimana : Kelas Interval.
Jumlah Siswa.
3. Menghitung panjang kelas interval.
4. Menentukan ujung bawah kelas pertama.
Dimana : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya.
Angka persentase.
Jumlah frekuensi
5. Membuat tabel distribusi frekuensi.
b. Analisis Statistik Deskrpitif
1. Presentase
Dimana:
Angka persentase.
Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
Jumlah frekuensi.[30]
2. Menghitung rata – rata
Dimana : Rata – rata
Frekuensi
Titik tengah.[31]
3. Mengkategorikan hasil belajar siswa dengan pedoman dibawah ini:Tabel 1:
Persentase Tingkat Penguasaan dan kategori Hasil Belajar
Tingkat penguasaan (%) Kategori Hasil Belajar
0 – 34
35– 54
55 – 64
65 – 84
85 – 100
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi[32]
4. Indikator keberhasilan (ketuntasan hasil belajar)
Ukuran dari indikator peningkatan hasil belajar matematika siswa adalah apabila hasil tes
siswa sudah menunjukkan peningkatan ketuntasan belajar. Menurut ketentuan Depdikbud bahwa
siswa dikatakan tuntas belajar jika memperoleh skor minimal 65 dari skor ideal, dan tuntas
secara klasikal apabila minimal 85% dari jumlah siswa yang telah tuntas belajar.
KOMPOSISI BABBAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahB. Rumusan MasalahC. Hipotesis
D. Pengertian Judul dan Batasan OperasionalE. Tujuan PenelitianF. Manfaat PenelitianG. Garis-Garis Besar Isi Skripsi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemecahan masalah MatematikaB. Manajemen Diri dalam Pembelajaran Matematika
BAB III METODE PENELITIANA. Jenis PenelitianB. Subjek penelitianC. Prosedur PenelitianD. Teknik pengumpulan DataE. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIANMeningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Ulaweng Kab. Bone setelah diterapkan Model Manajemen Diri.BAB V PENUTUP
A. KesimpulanB. Implikasi Penelitian
DAFTAR PUSTAKADepdiknas. Pedoman umum sistem pengujian hasil kegiatan belajar, diakses dari internet, tanggal
20/12/2010 www. google.com.Dimyati, Mudjiono. Belajar dan pembelajaran. Cet. IV. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2009Djamarah, Syaiful Bahri. & Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Cet. III. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
2006HERMANSIH, Skripsi: Model Pengembangan Manajemen Diri Dalam Proses Pembelajaran Seni Tari
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Panumbangan. Universitas Pendidikan Indonesia. 2008
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sdt_022219_chapter1.pdfhttp://repository.upi.edu/operator/upload/s_sdt_022219_chapter2.pdfKamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. 2001Kesro, Dasar-dasar Pendidikan MIPA, Cet. I. Jakarta: Depdikbud. 1994Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetens; konsep,karakteristik dan implementasi. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya. 2003Nur, Mohammad. & Prima, Retno Wikandari. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan
Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA. 2000
Purwanto, M. Ngalim. psikologo pendidikan. Cet. V. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1990Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Cet.IV.Jakarta:
Kencana. 2008Soedjadi, R. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia; Kontatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan
Masa Depan. Jakarta; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS. 1999/2000.Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan, Cet. XIV. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004Sudjana, Nana. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Rosda Karya. 2000Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.Cet. VI. Bandung:
Alfabeta. 2008Suharsimi, Arikunto. Penelitian Tindakan Kelas. Cet. III, Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008Suherman, Erman. Strategi Pembelajarn Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia. 2003Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Cet. IV. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2008Uno, Hamzah B. Model Pembelajaran : Menciptakan Proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif .
Jakarta: PT. Bumi aksara. 2007Upu, Hamzah. Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika: Pegangan untuk
Dosen, Mahasiswa PPS, Calon Guru dan Guru Matematika. Bandung: Pustaka Ramadan. 2003Tiro, M. Arif. Dasar – Dasar Statistik. Cet. II. Makassar: State University of Makassar Press. 2000Woolfolk, Anita E. Educational Phychology. Boston; Allin & Bacon. 1993
[1] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetens;konsep,karakteristik dan implementasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 15
[2] Nana Sudjana, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Rosda Karya, 2000), hlm. 94[3] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Cet.IV, Jakarta:
Kencana, 2008), hlm.1.[4] Hamzah B. Uno. Model Pembelajaran : Menciptakan Proses belajar mengajar yang kreatif dan
efektif (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2007), hlm. 43.[5] Ibid, hlm. 44-52[6] http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sdt_022219_chapter2.pdf[7] Ibid. Hlm 7[8]Sugiono,Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). (Cet. VI;
Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 96.[9] Hamzah Upu, Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika:
Pegangan untuk Dosen, Mahasiswa PPS, Calon Guru dan Guru Matematika(Bandung: Pustaka Ramadan, 2003) h. 30-31.
[10] Dimyati, Mudjiono. Belajar dan pembelajaran, (Cet. IV; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hlm. 295.[11] M. Ngalim Purwanto, psikologo pendidikan, (Cet. V; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 85.[12] Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Cet. III: Jakarta, PT. Rineka
Cipta, 2006), hlm. 39.[13] R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia ( Kontatasi Keadaan Masa Kini Menuju
Harapan Masa Depan ), (Jakarta; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS, 1999/2000,), hlm. 11.
[14] Erman Suherman. Strategi Pembelajarn Matematika Kontemporer. (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia 2003). h.16.
[15] Kesro, Dasar-dasar Pendidikan MIPA, (Cet. I, Jakarta: Depdikbud, 1994), h. 2.[16] Op. Cit Hamzah Upu hlm. 30-21[17] Mohammad Nur & Retno Wikandari Prima, Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan
Konstruktivis dalam Pengajaran, (Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA, 2000) h. 43
[18] Ibid. hlm. 51[19] Hamzah Upu ,op cit., h. 34.[20] HERMANSIH, Skripsi: Model Pengembangan Manajemen Diri Dalam Proses Pembelajaran Seni
Tari untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Panumbangan, (Universitas Pendidikan Indonesia: 2008)
[21] Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2001: ....)[22] Hamzah B. Uno. Model Pembelajaran : Menciptakan Proses belajar mengajar yang kreatif dan
efektif (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2007), hlm. 43.[23] Anita E. Woolfolk, Educational Phychology, (Boston; Allin & Bacon, 1993), hlm. 225.[24] Hamzah B. Uno, op. cit., hlm. 43[25] Anita E. Woolfolk, op cit., hlm. 225.[26] Hamzah B. Uno, op. cit., hlm. 43[27] http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sdt_022219_chapter2.pdf[28] Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. (Cet. IV, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008) h. 48.[29] Suharsimi, Arikunto. Penelitian Tindakan Kelas.(Cet. III, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008) h.27.[30] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Cet. XIV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
h.43[31] M.Arif Tiro. Dasar – Dasar Statistik. (Cet. II, Makassar: State University of Makassar Press, 2000)
h.133.[32] Depdiknas, Pedoman umum sistem pengujian hasil kegiatan belajar, diakses dari internet, tanggal
20/12/2010 www. google.com.