efficient frontier

27
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Portofolio Moderen Teori portofolio moderen dicetuskan pertama kali oleh Harry Markowitz pada tahun 1952. Menurut Brealey et al (2000) teori ini menghubungkan antara resiko dan imbal hasil dalam suatu perekonomian yang kompetitif. Brealey juga menjelaskan bahwa Markowitz dalam teorinya menyatakan bahwa variance dari imbal hasil merupakan alat ukur yang bermanfaat untuk menentukan resiko dari suatu portofolio dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi tertentu. Markowitz juga memperkenalkan efficient frontier dan Optimal Portfolio. Efficient Frontier adalah kombinasi dari saham yang menghasilkan imbal hasil yang paling tinggi untuk tingkat resiko tertentu. Optimal Portfolio adalah portfolio pada efficient frontier yang memberikan imbal hasil maksimum untuk seorang investor. Optimal Portfolio bila digambarkan pada efficient frontier berada pada titik tangent antara efficient frontier dengan kurva utility dari investor tersebut. Kurva utility adalah kurva yang menunjukkan tingkat pengambilan resiko dari investor apakah dia 5

Upload: bambangsutrisno89

Post on 03-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Efficient Frontier

TRANSCRIPT

  • BAB II LANDASAN TEORI

    2.1 Teori Portofolio Moderen

    Teori portofolio moderen dicetuskan pertama kali oleh Harry Markowitz pada

    tahun 1952. Menurut Brealey et al (2000) teori ini menghubungkan antara resiko dan

    imbal hasil dalam suatu perekonomian yang kompetitif. Brealey juga menjelaskan

    bahwa Markowitz dalam teorinya menyatakan bahwa variance dari imbal hasil

    merupakan alat ukur yang bermanfaat untuk menentukan resiko dari suatu portofolio

    dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi tertentu. Markowitz juga

    memperkenalkan efficient frontier dan Optimal Portfolio.

    Efficient Frontier adalah kombinasi dari saham yang menghasilkan imbal

    hasil yang paling tinggi untuk tingkat resiko tertentu.

    Optimal Portfolio adalah portfolio pada efficient frontier yang memberikan

    imbal hasil maksimum untuk seorang investor. Optimal Portfolio bila

    digambarkan pada efficient frontier berada pada titik tangent antara efficient

    frontier dengan kurva utility dari investor tersebut. Kurva utility adalah kurva

    yang menunjukkan tingkat pengambilan resiko dari investor apakah dia

    5

  • 6

    seorang yang risk averse (sangat menghindari resiko) atau yang tidak risk

    averse.

    Inti dari teori ini adalah bagaimana seorang investor dapat mengurangi resiko

    atau meminimalkan standard deviasi dari imbal hasilnya dengan meningkatkan

    investasinya pada saham yang tidak sama reaksinya terhadap pergerakan pasar.

    Gambar 2.1 memperlihatkan dengan jelas hubungan resiko dan imbal hasil dan kurva

    utiliy dari seorang investor yang risk averse (X) dan seorang investor non-risk averse

    (Y).

    E(Rport) U3 U2 U1 Y X

    U1

    E(port)

    U3 U2

    Gambar 2.1 Kurva Utility, Risk Averse vs Non-Risk Averse Sumber: Investment Analysis and Portfolio Management, Reilly & Brown

    Berdasarkan teori Markowitz, William Sharpe, Lintner dan Mossin masing-

    masing mengembangkan teori tersebut dan menemukan hasil yang sama. Dengan

    menambahkan riskfree asset pada risky portofolio. akan diperoleh suatu garis yang

  • 7

    disebut sebagai capital market line (CML), garis ini menjadi efficient frontier yang

    baru karena semua titik pada garis ini mendominasi semua titik di bawahnya. Seorang

    investor akan berada pada titik CML tertentu sesuai dengan penerimaannya terhadap

    resiko, misalnya (X) sebagai seorang yang risk averse akan cenderung menanamkan

    sebagai uangnya dalam riskfree assets dan sebagian lainnya dalam market portfolio

    yang terdiri dari risky assets. Sementara investor (Y) yang lebih berani akan

    meminjam uang pada riskfree assets dan menanamkan total dana yang diperoleh pada

    market portfolio yang berisi risky assets.

    E(Rport) CML Y

    X

    RFR

    E(port)

    Gambar 2.2 CML, Risk Averse Investor (X) dan Non Risk Averse Investor (Y)

    Sumber: Investment Analysis and Portfolio Management, Reilly & Brown

    Teori portofolio moderen juga memperkenalkan adanya unsystematic

    (diversifiable risk) dan systematic risk (yaitu standard deviasi terhadap market

    portfolio). Dengan diversifikasi, unsystematic risk menjadi tidak relevan karena

    dengan bertambahnya kombinasi dari asset mendekati kombinasi dari pasar, resiko

    http://www.sternstewart.com/

  • 8

    tersebut akan hilang (Lihat Investment Analysis and Portfolio Management, Reilly &

    Brown, Chapter 9). Untuk itu, dikembangkan lagi suatu teori yang hanya

    mempertimbangkan resiko yang relevan yaitu covariance dari suatu asset terhadap

    pasar, atau yang umum dikenal sebagai beta. Capital Asset Pricing Model (CAPM)

    pada perkembangannya digunakan untuk memperkirakan imbal hasil yang akan

    diperoleh oleh seorang investor dari investasinya, berdasarkan resiko yang ada pada

    investasi tersebut, dan untuk menentukan apakah suatu investasi terlalu mahal, sesuai

    atau terlalu murah dengan membandingkan expected rate of return (imbal hasil yang

    diharapkan) dengan required rate of return (imbal hasil yang seharusnya diperoleh;

    lihat Investment Analysis and Portfolio Management, Reilly & Brown, Chapter 9).

    2.2 Investasi

    Secara formal, Reilly et al (2003) mendefinisikan investasi sebagai komitmen

    untuk melepaskan kesempatan menggunakan sejumlah uang pada saat ini hingga

    suatu periode tertentu dengan imbalan suatu penerimaan di masa datang yang akan

    mengkompensasikan:

    1. berapa lama dana terikat dalam suatu periode investasi (time);

    2. tingkat inflasi yang diharapkan (inflation rate);

    3. ketidakpastian penerimaan masa datang (risk).

  • 9

    Ketiga unsur ini lah yang membentuk required rate of return (imbal hasil yang

    seharusnya diperoleh).

    2.2.1 Proses Investasi

    Ada lima langkah yang harus dilakukan sebelum membuat keputusan

    investasi, Sharpe et al (1995) mengungkapkan bahwa:

    1. pertama yang harus dilakukan adalah menentukan kebijakan investasi

    2. melakukan security analysis

    3. membentuk suatu portofolio

    4. mendisain ulang portofolio

    5. mengevaluasi performansi dari portofolio tersebut.

    Pembahasan tesis ini akan tidak akan difokuskan pada keseluruhan dari langkah-

    langkah tersebut, melainkan hanya berfokus pada security analysis dan pembentukan

    suatu portofolio, dan evaluasi terhadap performansi portofolio.

    2.2.2 Instrumen yang Tersedia

    Investor pada periode dimana informasi sangat mudah diperoleh seperti saat

    ini memiliki kesempatan-kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya. Informasi

    mampu memperpendek jarak, meruntuhkan batas negara dan secara revolusioner

    menciptakan hal-hal yang belum pernah ada sebelumnya. Seorang investor di Cina

    misalnya dapat ikut berjual beli saham di Amerika hanya dengan melalui internet dari

  • 10

    ruang kerjanya di Shang-Hai. Akan tetapi informasi yang luar biasa banyaknya

    tersebut harus diolah sedemikian rupa sehingga dapat diterjemahkan menjadi suatu

    kesempatan investasi yang layak untuk dipertimbangkan. Batas negara dan issue

    spesifik untuk suatu negara menjadi tidak relevan lagi dalam mempertimbangkan

    suatu kesempatan untuk berinvestasi. Hanya biaya transaksi lah yang nantinya akan

    menjadi penentu apakah suatu investasi dapat dianggap layak untuk dipertimbangkan.

    Untuk membuat suatu portofolio yang terdiversifikasi dengan sempurna, dengan kata

    lain sangat optimal, seorang analis harus mengenal dan mengerti karakteristik dari

    jenis-jenis investasi . Menurut Reilly et al (2003), jenis-jenis investasi adalah sebagai

    berikut:

    1. Fixed-Income Investments, memiliki ketentuan mengenai skedul

    pembayaran yang dipersyaratkan dimuka dan bersifat kontraktual, pemegang

    instrument inilah adalah pemberi pinjaman kepada penerbit. Jenis-jenis dari

    fixed income adalah saving accounts (tabungan), certificates of deposit

    (deposito, CD), capital market instrument (SBI, SUN, obligasi korporasi,

    income bond, convertible bond, zero coupon bond dan saham preferen)

    2. Equity Investment, berbeda dengan fixed income, tidak ada jaminan

    kontraktual mengenai imbal hasil dari investasi ini, dengan kata lain resiko

    yang ada pada investasi ini lebih besar. Pemilik dari equity investment

    adalah pemilik dari perusahaan.

    3. Special Equity Instrument, selain dari investasi langsung dalam saham,

    investor dapat juga menginvestasikan dananya pada produk equity-

  • 11

    derivative, yaitu sekuritas yang memiliki klaim atas saham suatu

    perusahaan. Dalam jajaran jenis ini adalah opsi saham, yang dapat dibagi

    dua kategori yaitu opsi waran dan opsi put dan call. Opsi waran memberikan

    kepada pemegang opsi hak untuk membeli saham penerbit pada harga

    tertentu dalam periode tertentu. Opsi waran dikeluarkan oleh penerbit yaitu

    perusahaan yang sahamnya menjadi underlying asset. Sedangkan pada opsi

    put dan call, penulis opsi bukanlah perusahaan yang sahamnya menjadi

    underlying asset. Opsi put adalah hak yang diberikan kepada pemegang opsi

    untuk menjual pada harga tertentu pada periode tertentu. Sementara opsi call

    sama dengan waran.

    4. Futures Contracts, yaitu suatu persetujuan untuk transaksi pada suatu waktu

    tertentu untuk suatu asset tertentu sesuai dengan harga yang disepakati saat

    ini. Kontrak future umumnya kurang dari satu tahun. Asset yang

    diperjualbelikan umumnya adalah barang-barang komoditi dan financial

    assets.

    5. Investment Companies, adalah investasi pada dengan membeli saham atau

    obligasi dari perusahaan investasi, atau yang kita kenal sebagai mutual fund.

    Beberapa jenis dari investment companies dibedakan berdasarkan kepada

    jenis instrument investasi yang dibelinya, misalnya money market funds,

    yang berspesialisasi pada high quality, dan jangka pendek seperti T-bill atau

    SBI. Bond fund, berspesialisasi pada investasi berbagai obligasi jangka

    panjang pemerintah, korporasi atau pemda. Common stock fund, investasi

    pada common stock dengan beraneka ragam tujuan seperti, agresive growth,

  • 12

    imbal hasil yang tinggi, diversifikasi internasional. Balanced funds,

    kombinasi dari obligasi dan saham sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

    6. Real Estate, ada beberapa jenis dari investasi pada real estate, beberapa

    memerlukan investasi dana yang tidak sedikit, tetapi ada juga yang tidak

    memerlukan investasi yang besar, REITs adalah salah satu dari investasi

    dalam real estate yang tidak memerlukan investasi yang besar. Pemegang

    REITs memiliki portofolio yang memperoleh penghasilan dari properti.

    7. Low Liquidity Investment, yang termasuk dalam low liquidity investment

    adalah investasi dalam barang antik, benda seni, berlian, koleksi perangko

    dan koins. Investasi ini umumnya berbiaya transaksi yang tinggi. Hal ini

    disebabkan tidak adanya pasar lokal yang aktif sehingga untuk menjualnya

    umumnya dilakukan melalui balai lelang internasional.

    Walaupun ragam instrument investasi banyak sekali tetapi bahasan dalam tesis ini

    hanya akan dikhususkan dalam pembentukan equity portofolio saja.

    2.2.3 Financial Market

    Pasar financial adalah pasar yang terorganisir dimana produk financial

    diperjualbelikan. Pada umumnya sekuritas diperjualbelikan pada pasar sekunder,

    karena pada dasarnya produk financial tersebut pernah diterbitkan sebelumnya. Pasar

    primer adalah pasar dimana suatu asset financial pertama kali diterbitkan (Bodie et al,

    2005). Pengertian pasar tentunya sudah tidak lagi mengacu kepada fisik pasar,

  • 13

    karena pasar primer dan pasar skunder dapat terjadi pada tempat yang sama pada

    waktu yang sama. Misalnya di Bursa Efek Jakarta dapat terjadi IPO, yang merupakan

    bentuk pasar primer dan transaksi perdagangan harian yang merupakan pasar

    skunder. Tujuan utama dari pasar skunder adalah untuk menentukan harga yang

    menggambarkan semua informasi yang tersedia berkaitan dengan asset tersebut.

    Fungsi ini menjadi sangat penting karena berguna sekali untuk menentukan nilai asset

    yang tercatat di bursa, juga bermanfaat untuk menentukan nilai asset sejenis yang

    tidak tercatat di bursa. Nilai tersebut juga dianggap sebagai nilai pasar yang wajar

    yang berguna untuk menentukan kinerja manajemen dari waktu ke waktu dalam

    upayanya meningkatkan nilai perusahaan.

    Ada empat tipe dari pasar financial yang dibedakan berdasarkan seberapa

    terorganisirnya pasar tersebut, menurut Bodie et al (2005), yaitu:

    1. Direct search, adalah pasar yang paling tidak terorganisir dibanding pasar-

    pasar lainnya. Baik penjual dan pembeli harus saling mencari untuk

    menemukan transaksi yang sesuai. Karakteristik dari pasar ini adalah

    partisipasi terbatas, harga yang rendah dan kualitas barang tidak standar.

    2. Brokered market adalah pasar dimana broker memberikan jasa untuk

    menemukan penjual dan pembeli yang sesuai untuk suatu transaksi,

    contoh yang paling umum dari brokered market adalah pasar real estate.

    3. Dealer market adalah pasar dimana dealer menciptakan pasar dengan

    melakukan transaksi jual beli untuk dirinya. Bursa saham adalah salah

    satu dealer market.

  • 14

    4. Auction market adalah pasar dimana semua pemain berpartisipasi dalam

    lelang untuk menentukan harga, NYSE adalah salah satu aution market.

    2.3 Portofolio

    Portofolio per definisi adalah suatu kombinasi dari asset-asset yang dibuat

    untuk mencapai suatu tujuan yaitu sesuai dengan preferensi dan kebutuhan dari

    pemilik portofolio tersebut. Dari AIMR reading assignment level 3 CFA Exam,

    2004, dalam pembentukan suatu portofolio, dikenal ada dua metode manajemen

    yaitu:

    2.3.1 Passive Portfolio Management,

    Dimana portfolio dikelola dengan tujuan bahwa portofolio tersebut akan

    disimpan dalam waktu yang lama, dengan sedikit atau tanpa perubahan apa pun dari

    tujuan awal pembentukan portofolio tersbut. Passive management dalam hal ini

    berpendapat bahwa pembentukan portofolio telah efisien dan konsisten dengan

    komitmen dengan klien berkaitan dengan resiko dan imbal hasil dari portofolionya.

    Portfolio yang dibuat umumnya mewakili market portfolio, sehingga sering disebut

    index funds atau index portfolio; atau portofolio yang secara spesifik mengikuti

    keinginan klien yang berbeda dari keinginan klien pada umumnya. Passive

    management berusaha untuk mencapai komitmen, tetapi tidak melampaui benchmark,

    karena tujuannya adalah mencapai benchmark dan bukan melampauinya. Hal-hal

  • 15

    yang mungkin menyebabkan perubahan pada portofolio yang dimanage secara pasif

    adalah bila kondisi pasar berubah seperti risk free berubah, perubahan yang diajukan

    oleh klien baik mengenai resiko maupun imbal hasilnya.

    2.3.2 Active Portfolio Management

    Active management akan selalu berupaya untuk mencari sekuritas yang

    murah, active management tidak pernah berasumsi bahwa pasar telah beroperasi

    dengan efisien. Untuk seorang klien yang siap untuk mengambil resiko, active

    management bertujuan untuk mencapai imbal hasil yang maksimal. Active

    management akan sangat bergantung kepada kemampuan manager mengalokasikan

    jenis asset (asset allocation), dan pemilihan sector dan sekuritas (sector and security

    selection).

    Bahasan dari tesis sendiri adalah pembuatan suatu portofolio yang merupakan

    index portofolio atau passive management, namun bertujuan untuk melampaui imbal

    hasil dari market portofolio, maupun index portofolio yang menjadi benchmark.

    Benchmark dan juga sampel dari bahasan tesis adalah LQ 45 per Januari, mulai dari

    tahun 1999 sampai dengan 2003.

    Kriteria pembentukan portofolio adalah lima saham pada LQ 45 yang

    memiliki EVA atau MVA tertinggi. Imbal hasil dari portofolio ini akan dibandingkan

    dengan portofolio dari lima saham pada LQ 45 pada periode yang sama yang

    memiliki EVA atau MVA terendah. Komparasi pun akan dilakukan dengan

  • 16

    membandingkannya dengan imbal hasil dari market (IHSG) dan LQ 45. Khusus

    untuk kinerja diatas benchmark akan dievaluasi secara mendalam.

    2.4 Pengukuran terhadap Penambahan Nilai Perusahaan

    Ada berbagai metode digunakan untuk menaksir nilai perusahaan, diantaranya

    adalah Dividend Discount Model, Free Cash Flow Model, Relative Value Analysis

    dan yang terakhir adalah Residual Income Model. Belakangan ini, di Amerika, yang

    mendapat sorotan utama karena keunggulannya memperhitungkan cost of capital

    adalah residual income models. Residual Income juga dikenal sebagai economic

    profit. Beberapa teknik valuasi yang termasuk dalam model ini adalah Economic

    Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA).

    2.4.1. Economic Value Added (EVA)

    Dikemukakan pertama kali oleh Stern Stewart, pada tahun 1982, Stern&Co.

    menklaim bahwa EVA dalam perkembangan dan penerapannya memiliki

    keunggulan-keunggulan dibanding alat ukur kinerja keuangan lainnya, yaitu:

    Keuntungan dihitung dari sisi pemilik modal, perhitungan biaya modal

    dalam menentukan EVA, adalah hal yang utama dan paling penting dalam

    EVA. Dari perhitungan akuntansi konvensional, perusahaan yang

    tampaknya menguntungkan, seringkali ternyata pada kenyataannya tidak

    menguntungkan. Peter Drucker dalam artikel nya di Harvard Business

  • 17

    Review, menyatakan bahwa "Bila perusahaan menghasilkan keuntungan

    tetapi tidak lebih besar dari cost of capital nya maka perusahaan tersebut

    merugi, tidak perduli apakah perusahaan tersebut membayar pajak

    selayaknya perusahaan yang memperoleh keuntungan. Perusahaan tetap

    tidak memberikan nilai tambah terhadap sumber daya yang digunakan,

    karena itu tidak menambah kesejahteraan, bahkan menghabiskan sumber

    daya pemegang saham.

    Menyesuaikan kebijakan perusahaan dengan tujuan memaksimalkan

    kesejahteraan pemegang saham, ada dua prinsip utama yang perlu

    dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan keuangan. Pertama bahwa

    semua kebijakan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan

    pemegang saham, dan kedua nilai perusahaan akan sangat bergantung

    kepada harapan investor terhadap keuntungan di tahun mendatang, apakah

    lebih besar atau kurang dari cost of capital. Dengan kata lain, EVA yang

    secara konsisten meningkat akan meningkatkan harga dari suatu

    perusahaan.

    Suatu alat ukur kinerja financial yang mudah dimengerti oleh non

    financial manager, kelebihan dari EVA adalah konsepnya yang sangat

    simple dan mudah untuk dijelaskan kepada non financial manager, banyak

    orang mengerti konsep operating profit, dimulai dari sini dan tinggal

    dikurangkan dengan biaya modal yang diinvestasikan untuk perusahaan

    secara keseluruhan, atau untuk suatu lini produksi. Dengan

  • 18

    memperhitungkan biaya modal, EVA menyadarkan manager untuk selalu

    mempertimbangkan dampak dari semua kebijakannya terhadap

    pendapatan dan biaya, dan laba bersih operasi.

    Menghentikan segala keraguan tentang beragamnya tujuan perusahaan,

    umumnya perusahaan memiliki sejumlah alat ukur untuk menentukan

    tujuan dan target keuangan perusahaan. Misalnya strategic plan biasanya

    dikuantifikasi dalam perkembangan dari revenue, atau market share.

    Perusahaan juga mengevaluasi masing produk atau lini bisnisnya

    berdasarkan laba kotor yang diperoleh atau arus kas masuk. Masing-

    masing bisnis unit bisa saja dievaluasi berdasarkan imbal hasil atas assets

    yang digunakan atau atau dibandingkan dengan suatu tingkat keuntungan

    yang ditargetkan. Perbedaan-perbedaan standard dan target membuat

    perencanaan, perumusan strategi operasional dan pengambilan keputusan

    menjadi tidak sejalan.

    2.4.1.1 Definisi EVA

    EVA adalah suatu alat ukur untuk menilai kinerja keuangan yang paling

    mendekati dalam menampilkan keuntungan ekonomi sebenarnya. EVA juga

    merupakan pengukur kinerja keuangan yang secara langsung berkaitan dengan

    peningkatan kesejahteraan pemegang saham sepanjang waktu. Dari websitenya,

    www.sternstewart.com, dijabarkan dengan singkat bahwa EVA adalah laba operasi

    bersih (net operating profit) dikurangi dengan pembebanan yang berkaitan dengan

  • 19

    opportunity cost atas modal yang diinvestasikan pada suatu perusahaan. Dengan kata

    lain, EVA, adalah taksiran sebenarnya dari keuntungan ekonomis, dimana EVA

    adalah nilai diatas atau dibawah nilai minimum yang diharapkan oleh investor dan

    debitur.

    2.4.1.2 Perhitungan EVA

    Peterson and Peterson dalam Company Performance and Measures of Value

    Added (2003) merumuskan EVA sebagai berikut:

    EVA=NOPAT (WACC x capital), dimana NOPAT sendiri dirumuskan sebagai:

    NOPAT=adjusted operating profit before taxes cash operating taxes.

    Adjusted operating profit before taxes dapat dirumuskan dengan dua cara, yaitu

    bottom-up approach dan top-down approach. Tesis ini menggunakan bottom-up

    approach dalam perhitungan adjusted operating profit before taxes nya. Bottom-up

    approach untuk perhitungan adjusted operating profit before taxes dimulai dari:

    Adjusted Operating Profit before taxes=

    Operating profit after depreciation and amortization

    + implied interest from operating leases

    + increase in the LIFO reserve

    + increase in bad debt reserve

    + increase in net capitalized research and development

    + goodwill amortization

    Perhitungan cash operating taxes dimulai dari :

  • 20

    Cash operating taxes=

    - change in deferred taxes

    + the tax benefit from interest expense

    + the tax benefit from interest on leases

    - taxes on nonoperating income

    Perhitungan capital pun ada dua pendekatan, pendekatan asset dan

    pendekatan sumber pembiayaan, dalam tesis ini, akan dibahas perhitungan

    capital dengan pendekatan sumber pembiayaan, yaitu sebagai berikut:

    Capital=

    Book value of common equity

    + preferred stock

    + minority interest

    + deferred income tax reserve

    + LIFO reserve

    + accumulated goodwill amortization

    + interest-bearing short-term debt

    + long-term debt

    + capitalized lease obligations

    + present value of operating leases

    2.4.1.3 Weighted Average Cost of Capital (WACC)

  • 21

    Biaya modal menurut Block et al (2005) per definisi adalah biaya yang mewakili

    keseluruhan pembiayaan perusahaan, dan merupakan suatu discount rate yang

    digunakan untuk menganalisa kesempatan investasi. Suatu perusahaan akan berusaha

    mencari biaya modal yang minimum dengan memvariasikan sumber pendanaannya.

    Sumber pendanaan perusahaan adalah modal pinjaman (debt), saham preferen

    (preferred stock), dan common equity atau retained earnings. Menurut Damodaran

    (1996), definisi dari WACC adalah rata-rata tertimbang dari biaya sumber

    pembiayaan yang berbeda, yang dirumuskan sebagai berikut:

    WACC=(D/D+E+PS)*kd + (E/D+E+PS)*ke+(PS/D+E+PS)*kps

    Dimana;

    D= Debt kd=cost of debt

    E=Equity ke=cost of equity

    PS=Preferred Stock kps=cost of preferred stock

    2.4.1.3.1. Cost of Debt

    Biaya pinjaman biasanya ditentukan oleh tingkat suku bunga yang harus

    dibayarkan kepada pemegang dari obligasi. Pembayaran bunga atas pinjaman adalah

    biaya yang dapat dikreditkan dalam perhitungan pajak, oleh karena itu biaya dari

    pinjaman harus dikurangi dengan keuntungan yang diperoleh karena penghematan

    pajak, sehingga rumus cost of debt (Kd) adalah:

  • 22

    Kd=

    Cost of debt bukan tingkat suku bunga yang terdapat pada kupon obligasi

    yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan, dan bukan merupakan tingkat suku bunga

    yang bisa diperoleh suatu perusahaan untuk pinjaman di tahun-tahun sebelumnya.

    Cost of debt harus diperoleh dari perhitungan interest rate atas hutang yang

    relative paling baru, dan bukan berdasarkan pada hutang yang telah outstanding,

    karena adanya marginal cost of debt. Walaupun cost of debt adalah sumber

    pembiayaan yang paling murah, tapi penggunaan sumber dana ini tidak boleh

    melampaui batas yang wajar. Penggunaan pinjaman melebihi batas yang wajar akan

    meningkatkan resiko keuangan perusahaan secara keseluruhan, sehingga

    meningkatkan semua biaya sumber dana, bukan hanya cost of debt saja.

    2.4.1.3.2 Cost of Preferred Stock

    Cost of preferred stock dihitung dengan membagi dividen saham preferen

    dengan nilai netto dari saham preferen, yaitu harga saham preferen setelah dikurangi

    dengan biaya-biaya emisi saham preferen atau dikenal dengan floatation cost.

    Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

    )1)(( TyieldY

    PDpskps =

    2.4.1.3.3 Cost of Equity

  • 23

    Cost of equity adalah imbal hasil yang diminta oleh investor untuk

    investasinya pada suatu perusahaan. Cost of equity umumnya terbagi dua yaitu cost of

    retained earnings dan cost of newly issued common stock. Cost of newly common

    stock biasanya lebih tinggi dari cost of retained earnings karena adanya floatation

    cost. Untuk simplifikasi, akan dibahas satu cost of equity yaitu cost of retained

    earnings.

    Berbeda dengan cost of debt dan cost of preferred stock yang memiliki

    kewajiban imbal hasil yang dipersyaratkan di muka, sehingga memudahkan

    perhitungan. Cost of equity lebih sulit untuk dihitung. Secara prinsip, investor harus

    diberi imbalan sama dengan imbal hasil yang seharusnya mereka terima dari investasi

    lain (required rate of return=expected rate of return).

    Ada berbagai metode untuk menentukan required rate of return ini,

    diantaranya adalah dengan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM), yang secara

    matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

    ) ][()( RfRmERfREke +==

    dimana, riskfreeRf = =)(RmE expected return on the market index

    beta=

    Standard prosedur untuk memperoleh beta adalah dengan melakukan regresi stock

    return (Ri) terhadap market return (Rm).

  • 24

    2.4.2 Market Value Added (MVA)

    Ada perbedaan yang sangat mendasar antara EVA dan MVA, EVA secara

    teoritis sangat berpandangan ke depan, dan mendasarkan perhitungannya dari sajian

    data akuntansi yang lampau. EVA menjelaskan nilai tambah yang dicapai perusahaan

    pada satu periode. Sangat berbeda dengan MVA, dimana MVA dihitung dengan

    mempergunakan harga pasar yang diasumsikan terjadi berdasarkan data ekspektasi

    pasar. Dengan kata lain, MVA tidak terpengaruh sama sekali oleh metode penyajian

    data akuntansi.

    2.4.2.1 Definisi MVA

    Reilly et al (2003) mendefinisikan MVA sebagai alat ukur untuk menilai

    kinerja manajemen dengan membandingkan harga pasar hutang dan modal

    perusahaan dengan membandingkannya dengan total modal yang telah

    diinvestasikan.

    Brigham et al (1998) menyatakan bahwa tujuan untama dari perusahaan

    adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Tujuan ini jelas sekali

    menguntungkan pemegang saham dan sekaligus menjamin bahwa sumber daya yang

    terbatas dialokasikan dengan efisien, sehingga membawa manfaat bagi perekonomian

    secara umum. Kekayaan pemegang saham dimaksimalkan dengan memaksimalkan

    perbedaan antara harga pasar dari ekuitas perusahaan dengan nilai ekuitas yang telah

    ditanamkan sebagai modal. Perbedaan inilah yang kita kenal sebagai MVA.

  • 25

    2.4.2.2 Perhitungan MVA

    Brigham et al (1998) merumuskan MVA sebagai market value dari ekuitas

    dikurangi dengan modal yang ditanam oleh investor, atau

    MVA=jumlah saham beredar x harga pasar dari saham total capital

    invested.

    Sementara definisi dari total capital invested sama dengan definisi yang

    dipergunakan dalam perhitungan EVA. Peterson and Peterson (2003) juga

    mengemukakan bahwa ada hubungan langsung antara EVA dan MVA, dimana MVA

    pada dasarnya adalah present value dari EVA di masa mendatang yang didiskonto

    dengan cost of capital.

    Atau secara matematis,

    MVAWACC

    EVA=

    2.4.3 Alasan Penggunaan Pengukuran Penambahan Nilai

    Perusahaan Sebagai Kriteria Untuk Membentuk Suatu

    Portofolio

    1. Berbagai kasus baik di dalam negeri maupun di luar negeri membuktikan

    bahwa berbagai praktik income smoothing, membuat EPS dan penilaian

    kinerja keuangan konvensional lainnya menjadi tidak efektif untuk menilai

    perusahaan. Berbagai kasus seperti Enron, WorldCom, Xerox di luar negeri,

    dan berbagai kasus di negeri sendiri walaupun tidak secara terbuka

  • 26

    diungkapkan menguatkan kesimpulan bahwa angka-angka yang ditampilkan

    dalam laporan keuangan kurang dapat dipercaya. Hal ini tentu saja tidak

    berlaku menyeluruh, data dari laporan keuangan pada perusahaan yang

    dengan benar menerapkan good corporate governance tentu saja dapat

    menjadi informasi yang berguna dalam menentukan nilai dan kinerja

    perusahaan.

    2. Perlunya suatu alat ukur yang berbeda yang dapat digunakan dan diandalkan

    untuk memilih investasi yang menguntungkan. Alat ukur konvensional,

    seperti ROI, ROE, NI dan kondisi arus kas selama ini digunakan untuk

    menentukan alokasi asset dalam proses investasi. Pengembangan dari alat

    ukur konvensional, yang menggunakan perhitungan residual income sebagai

    acuan diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan alat ukur konvensional.

    Walaupun, pada kenyataannya baik alat ukur konvensional maupun alat ukur

    masih sangat tergantung kepada akurasi data akuntansi yang disajikan.

    2.5 Portfolio Performance Evaluation

    Menilai kinerja portofolio tidak hanya menghitung return dari portofolio itu

    saja, ada berbagai langkah lain yang harus dilakukan, misalnya melakukan

    adjustment atas resiko yang ada pada investasi tersebut, dilanjutkan dengan teknik

    performance attribution (seperti asset allocation decision dan sector dan security

    selection), dan analisa style. Dalam tesis ini, langkah evaluasi yang dilakukan hanya

  • 27

    sampai adjustment atas resiko. Kegiatan evaluasi yang berkaitan dengan kinerja

    manajer tidak menjadi pokok bahasan dalam tesis ini.

    Time Weighted Return versus Dollar Weighted Return

    Rate of return dari suatu investasi adalah total keuntungan yang diperoleh

    dibandingkan dengan jumlah investasi awal. Keuntungan harus mencakup semua

    cash yang diterima maupun yang masih dalam bentuk capital gain dan belum

    direalisasi. Dalam perhitungan dengan metode dollar-weighted return, semua saham

    yang dimiliki diperhitungkan keuntungannya masing-masing. Lain halnya dengan,

    metode time-wighted return, metode ini tidak memperhitungkan jumlah saham yang

    dikuasai. Masing-masing metode memiliki kegunaan sendiri. Metode time-weighted

    return misalnya biasa digunakan oleh manajemen dana pensiun, karena manajer tidak

    mempunyai control terhadap kapan dana diinvestasikan dan kapan dana ditarik,

    sehingga jumlah dana yang diinvestasikan bisa sangat bervariasi. Sementara pada

    metode dollar-weighted return, semua keuntungan diperhitungkan, dan ini

    merupakan metode yang paling umum digunakan. Dalam tesis ini yang dipergunakan

    adalah dollar-weighted namun karena portofolio yang dibuat terdiri dari masing-

    masing satu saham, maka tidak akan ada perbedaan antara dollar-weighted dan time-

    weighted return.

    2.5.1 Arithmetic versus Geometric Averages

    Perhitungan arithmetic average, adalah perhitungan rata-rata yang sangat

    sederhana. Rumus umum untuk arithmetic average dengan n data, adalah total nilai

  • 28

    xsemua data dibagi dengan n ( ); (Sumber :Robert D. Mason et al, 1996, Statistical

    Techniques in Business and Economics).

    n

    xx

    n

    = 1

    Geometric average berdasarkan pada prinsip compounding, dimana keuntungan yang

    diperoleh kembali diinvestasikan. Geometric average selalu lebih kecil daripada

    arithmetic average. Perbedaan antara kedua teknik semakin besar dengan semakin

    besarnya variabilitas return untuk tiap-tiap periode.

    Geometric average dirumuskan sebagai:

    Tesis ini pada umumnya akan menggunakan geometric average dalam

    memperhitungkan return portofolio.

    2.5.2 Metode-metode Konvensional

    Untuk menilai kinerja dari portofolio, langkah pertama adalah menentukan

    rata-rata imbal hasil, selanjutnya adalah melakukan adjustment terhadap imbal hasil

    berdasarkan resikonya. Setelah tahap ini, imbal hasil sudah dapat dibandingkan

    dengan imbal hasil dari investasi lain yang memiliki tingkat resiko yang mirip.

    Metode konvensional ini mulai ditinggalkan karena performansi portofolio yang

    dihitung dengan metode konvensional menunjukkan kinerja yang negative. Hal ini

    [ ] nnG rrrr /121 )1)...(1)(1(1 +++=+

  • 29

    terutama diakibatkan oleh tingginya biasa transaksi dan riset, yang tidak dapat

    ditutupi oleh imbal hasil dari portofolio terutama bila pasar sudah sangat efisien (lihat

    Reilly et al, 2003). Metode baru seperti M2 menyempurnakan metode-metode

    konvensional.

    2.5.2.1 Sharpes Measure

    Metode ini membagi average excess return dari suatu portofolio dengan

    standard deviasi dari return tersebut pada suatu periode (Reilly et al, 2003). Metode

    ini mengukur tingkat pengembalian terhadap total volatility (keseluruhan resiko).

    Sharpes measure dirumuskan sebagai berikut: P

    fP rr

    )(

    2.5.2.2 Treynors Measure

    Mirip dengan Sharpes measure, tetapi Treynor hanya memperhitungkan

    systematic risk saja, dan bukan total risk seperti sharpes (Reilly et al, 2003).

    Treynors measure secara matematis adalah: P

    fP rr

    )(

    2.5.2.3 Jensens Measure

    Jensen mengukur rata-rata return dari portofolio yang berada diatas atau

    dibawah yang angka yang diprediksi oleh CAPM. Jensens measure dengan kata lain

    adalah nilai alpha portofolio (Reilly et al, 2003).

    Portofolio alpha= ( )[ ]fMPfrPP rrr +=

  • 30

    2.5.2.4 Information Ratio

    Sering disebut juga sebagai appraisal ratio, rasio ini membandingkan antara

    alpha suatu portofolio dengan resiko nonsystematic, yang dikenal juga sebagai

    tracking error. Rasio ini mengukur berapa return abonormal per unit resiko yang bisa

    dieliminasi bila dibandingkan dengan market index portofolio (Selected Topics in

    Equity Portfolio Management, Frank J. Fabozzi, 1998).

    Secara matematis dirumuskan sebagai: ( )PP e

    2.5.3 M2 Measure

    Kelemahan metode konvensional, umumnya tidak mudah untuk dimengerti,

    seperti Sharpes misalnya, walaupun unggul karena dapat digunakan untuk

    meranking kinerja beberapa portofolio, tetapi sebagai angka tersendiri sulit

    mengartikan rasio tersebut. Bermula dari rasio ini, Leah Modigliani dan Franco

    Modigliani, menyempurnakan dan mempopulerkannya sebagai M2. Sebagaimana

    Sharpe, Modigliani menggunakan total volatility sebagai ukuran resiko, dan resiko

    portofolio diadjust sehingga sama dengan resiko pasar dengan menambahkan atau

    menjual sekuritas bebas resiko (metode capital market line). Setelah resiko

    disesuaikan, return dapat dibandingkan secara langsung, karena baik pasar maupun

    portofolio yang telah disesuaikan telah memiliki resiko yang sama (Reilly et al,

    2003).

    Secara matematis dituliskan sebagai M2= MP rr

  • 31

    Dalam tesis, ini tidak dilakukan analisa non konvensional, karena bukan

    merupakan fokus utama dari penelitian.

    2.2Investasi2.2.1Proses Investasi2.2.2Instrumen yang Tersedia2.2.3Financial Market

    PortofolioPengukuran terhadap Penambahan Nilai PerusahaanPortfolio Performance EvaluationMenilai kinerja portofolio tidak hanya menghitung return dari portofolio itu saja, ada berbagai langkah lain yang harus dilakukan, misalnya melakukan adjustment atas resiko yang ada pada investasi tersebut, dilanjutkan dengan teknik performance attributiTime Weighted Return versus Dollar Weighted Return