ekonomi kerakyatan

108
PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: nollyrat

Post on 24-Oct-2015

53 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

article

TRANSCRIPT

Page 1: Ekonomi kerakyatan

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA

BERBASIS MODAL SOSIAL

(Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat-

Banten)

NUR PUTRI AMANAH

DEPARTEMEN SAINSKOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 2: Ekonomi kerakyatan

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA

BERBASIS MODAL SOSIAL

(Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat-

Banten)

Oleh:Nur Putri Amanah

I34053663

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINSKOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 3: Ekonomi kerakyatan

Abstract

Nur Putri Amanah. The Economic Empowerment of Household Work Group

Based on Social Capital. Supervised by Murdianto

Empowerment is an activity to make a powerless individual or group

becomes powerful. Empowerment is usually done by government, private, or

NGOs toward civil society, whom can not able to make themselves independent.

The process of empowerment is generally done by giving information and

knowledge, skills, as well as chances to implement those skills. However, that case

was not always occurring on the real life. The life of “Tahu-Tempe”craftsman

makers in Kedaung was one of the examples. They used their own social capital

as an apparatus to make their relatives powerful. This showed that civil society

was also able to execute the empowerment process to increase their independent

and prosperity.

Keywords: Empowerment, Social Capital, Prosperity

Page 4: Ekonomi kerakyatan

RINGKASAN

Nur Putri Amanah. Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Usaha Rumah TanggaBerbasis Modal Sosial. Dibimbing oleh Murdianto

Pelaksanaan kebijakan negara terkadang menyebabkan masyarakat bahkannegara semakin bergantung dengan pihak lain, salah satunya adalah masyarakatelit yang selalu menggantungkan hidupnya dengan produk luar negeri. Hal inimencerminkan masyarakat Indonesia yang tidak mandiri. Perekonomian nasionalIndonesia menjadi tidak tangguh dan tidak mandiri. Selain itu, usaha kecil danmenengah di Indonesia masih kurang diperhatikan sehingga daya sainginternasional produk usaha kecil dan menengah tersebut masih lemah.Keikutsertaan masyarakat dalam perekonomian nasional merupakan hal yangsangat penting. Hal ini dikarenakan, masyarakat (komunitas) memiliki modalsosial yang dapat berfungsi sebagai alat untuk memberdayakan masyarakat itusendiri sehingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraannya. Modal sosial yangdimiliki masyarakat, seperti kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong royong,jaringan, kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhanekonomi melalui beragam mekanisme, seperti meningkatnya rasa tanggung jawabterhadap kepentingan publik, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi,menguatnya keserasian masyarakat, dan menurunnya tingkat kekerasan dankejahatan (Blakeley dan Suggate, 1997 dalam Suharto, 2009). Modal sosial inijuga dapat berfungsi sebagai pemicu pemberdayaan dalam suatu komunitas.Modal sosial dikatakan sebagai pemicu pemberdayaan komunitas (dalampenelitian ini kelompok usaha rumah tangga) karena dalam modal sosial terdapatnilai-nilai gotong royong, jaringan, dan kolaborasi sosial contohnyapemberdayaan yang berlangsung diantara pengrajin tahu tempe di Kedaung.Mereka menggunakan modal sosial yang mereka miliki untuk mengembangkanusaha mereka. Hal ini juga dapat membuat anggota kelompok lain yang tidakberdaya menjadi semakin berdaya. Selanjutnya pemberdayaan ini akan semakinmenguatkan modal sosial, karena anggota kelompok akan semakin tinggi rasakepercayaannya satu sama lain, dan merasa diri mereka merupakan suatukesatuan. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan bangunan modal sosial yangdimiliki oleh kelompok usaha pengrajin tahu tempe yang masih bertahan sampaisaat ini yang berada di Kedaung, serta peran dari modal sosial tersebut dalamproses pemberdayaan ekonomi kelompok. Selain itu peneliti juga mencoba untukmengetahui pengaruh proses pemberdayaan terhadap kesejahteraan. Penelitian inimenggunakan metode wawancara mendalam dengan menggunakan panduanpertanyaan. Panduan pertanyaan merupakan hal-hal yang akan diketahui sesuaidengan perumusan masalah dan tujuan penelitian. Hasil wawancara diolahlangsung dan diklasifikasikan agar lebih mudah mengetahui kecukupan data yangdiambil. Kemudian hasil tersebut disajikan dalam bentuk narasi, gambar, bagan,dan grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial yang dimiliki olehpengrajin tahu tempe di Kedaung menjadi dasar bagi terlaksananya proses

Page 5: Ekonomi kerakyatan

pemberdayaan yang berlangsung diantara mereka. Norma kekeluargaan,kebersamaan, toleransi dan kepercayaan menjadi pendorong bagi para pengrajinuntuk membuat saudara sekampungnya menjadi lebih berdaya dan mendapatkankehidupan yang lebih baik. Selain itu, norma-norma ini dapat memperluasjaringan yang telah mereka miliki. Sehingga jaringan yang mereka miliki tidakhanya terbatas pada komunitas pengrajin tahu tempe saja, akan tetapi juga denganpihak-pihak yang mendukung pengembangan usaha yang mereka miliki. Proses pemberdayaan dimaksudkan untuk memberikan keterampilankepada orang-orang yang berasal dari daerah yang sama sebagai sasaran utamasehingga terjadi peningkatan ekonomi. Dengan kata lain, mereka ikut membantupemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, merekamenggunakan kemampuan dan modal yang mereka miliki sendiri untuk dapatmeningkatkan kesejahteraan dirinya dan saudara sekampungnya. Proses pemberdayaan ini memang memberikan hasil yang cukupmemuaskan. Para pengrajin yang terlibat langsung dalam proses pemberdayaanmengalami peningkatan kesejahteraan. Mereka merasa bahwa keterampilan yangmereka dapatkan merupakan keterampilan yang dapat memberikan keuntunganbagi mereka. Hidup mereka lebih berkecukupan, mereka dapat membiayaipendidikan bagi anak-anaknya, dapat memiliki rumah sendiri, dan dapatmembiayai keluarganya yang berada di daerah asal mereka. Semua ini membuatmereka lebih merasa nyaman, aman, tenteram, bahagia, puas, merasa diterima,dan diakui dalam komunitas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa merekamengalami peningkatan kesejahteraan baik kesejahteraan materi ataupunkesejahteraan non-materi.

Page 6: Ekonomi kerakyatan

SKRIPSI

Judul : Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Usaha Rumah

Tangga Berbasis Modal Sosial

Nama Mahasiswa : Nur Putri Amanah

NRP : I34053663

Disetujui,Dosen Pembimbing

Ir. Murdianto, MSiNIP. 19630729 1992 031 001

Diketahui,Ketua Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MSNIP. 19580827198303 1 001

Tanggal Lulus: __________________

LEMBAR PERNYATAAN

Page 7: Ekonomi kerakyatan

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL “PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA

RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL” BENAR-BENAR

MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI

MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI.

TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS

ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK MANAPUN KECUALI SEBAGAI

BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH SAYA.

DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN

SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG

JAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2009

Nur Putri AmanahI34053663

Page 8: Ekonomi kerakyatan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, 30 Maret 1987. Penulis adalah anak

kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan suami isteri Faried Hidayat dan

Maryamah. Pada tingkat dasar, penulis bersekolah di SDN Ciputat IX.

Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke SLTPN 85 Jakarta. Kemudian

melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 25 Pamulang.

Penulis memiliki hobi bermain musik dan membaca komik. Penulis aktif

di ekstrakurikuler paskibra pada saat SLTP dan aktif di Ikatan Remaja

Muhammadiyah pada saat SMA.

Setelah lulus dari SMA Muhammadiyah 25 Pamulang, penulis

melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

Penulis mengambil Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada Fakultas Ekologi Manusia. Selama berada di IPB penulis aktif mengikuti

berbagai keorganisasian ataupun kepanitiaan seperti Himasiera sebagai sekretaris

I, Commnex 2008, Promosi KPM, Masa Pekenalan Departemen, dan Malam

Keakraban KPM. Penulis juga sempat mengikuti Training Basic Participatory

yang diselenggarakan oleh Corporate Forum Community Development (CFCD)

ketika Kuliah Kerja Profesi.

Page 9: Ekonomi kerakyatan

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmatdan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul”Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Usaha Rumah Tangga Berbasis ModalSosial”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperolehgelar sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen SainsKomunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, InstitutPertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dosen pembimbing yaitu Bapak Ir. Murdianto, MSi atas masukan, arahandan bimbingannya.

2. Anton Supriadi dan Cici Wardini, atas masukan dan kritik sehingga skripsiini dapat tersusun dengan lebih baik.

3. Agus Gumilar dan juga kepada seluruh keluarga atas segala doa dandukungannya, teman-teman atas bantuannya, dan pihak-pihak lain yangtelah membantu proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis sadar bahwa penyusunan skripsi ini belum dapat disusun secarasempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca senantiasaPenulis harapkan, semoga penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2009

Nur Putri Amanah

Page 10: Ekonomi kerakyatan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iDAFTAR ISI …………………………..………………………………...... iiDAFTAR TABEL ………………………………………………………… ivDAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… vDAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… vi

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………….1.1 Latar Belakang ………………………………………………..1.2 Perumusan Masalah …………………………………………..1.3 Pertanyaan Penelitian …………………………………………1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………………..1.5 Kegunaan Penelitian ………………………………………….

113344

BAB II. PENDEKATAN TEORITIS …………………………………..2.1 Tinjauan Pustaka …………………………………………….

2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat ……………………………2.1.1.1 Konsep Pemberdayaan ………………………..2.1.1.2 Strategi Pemberdayaan Masyarakat …………..2.1.1.3 Praktek Pemberdayaan Masyarakat …………..

2.1.2 Pemberdayaan Ekonomi Rakyat ………………………2.1.3 Modal Sosial …………………………………………..2.1.4 Kelompok Usaha Rumah Tangga ……………………..2.1.5 Kesejahteraan ………………………………………….

2.2 Kerangka Pemikiran …………………………………………2.2.1 Deskripsi dan Bagan Alur Berpikir ……………………2.2.2 Hipotesis Pengarah …………………………………….2.2.3 Definisi Konseptual ……………………………………

5555771016212432323334

BAB III. PENDEKATAN LAPANGAN ……………………………….3.1 Metode Penelitian ………………………………………….3.2 Lokasi Penelitian …………………………………………...3.3 Waktu Penelitian …………………………………………...3.4 Penentuan Unit Analisis, Informan, dan Responden ………

3.4.1 Penentuan Unit Analisis ……………………………...3.4.2 Penentuan Informan ………………………………….3.4.3 Penentuan Responden ………………………………..

3.5 Metode Pengumpulan Data ………………………………...3.6 Metode Analisis Data ………………………………………

36363737373738383839

BAB IV. PROFIL PAGUYUBAN ………………………........................4.1 Sejarah Desa …………………………………………..........4.2 Sejarah Paguyuban………………………………….............

4.2.1 Gambaran Umum …………………………………….

40404042

Page 11: Ekonomi kerakyatan

4.2.1 Visi dan Misi …………………………………………4.2.3 Anggota ………………………………………………4.2.4 Kegiatan ……………………………………………...

4.2.4.1 Bidang Sosial ………………………………..4.2.4.2 Bidang Keagamaan ………………………….4.2.4.3 Bidang Usaha ………………………………..

4.2.5 Manfaat ………………………………………………

42434344444545

BAB V. BANGUNAN MODAL SOSIAL …………………………… 46

BAB VI. MODAL SOSIAL, PENGEMBANGAN USAHA, DANKESEJAHTERAAN PENGRAJIN TAHU TEMPE ……... 65

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………… 84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: Ekonomi kerakyatan

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Modal Institusional dan Modal Relasional ..... 18

Page 13: Ekonomi kerakyatan

DAFTAR GAMBAR

Nomor Hal.

Gambar 1. Skema Daur Hidup Pengembangan SDM dalamKelembagaan Kelompok Orang Miskin ................................

14

Page 14: Ekonomi kerakyatan

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.Gambar 6.Gambar 7.Gambar 8.Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.Gambar 12.Gambar 13.Gambar 14.Gambar 15.Gambar 16.Gambar 17.Gambar 18.Gambar 19.

Gambar 20.

Skema Daur Hidup Pengembangan Usaha Produktif dalamKelembagaan Kelompok Orang Miskin ……………………Skema Daur Hidup Kelembagaan Kelompok OrangMiskin ....................................................................................Skema Pengklasifikasian Paduan Modal Institusional danModal Relasional ...................................................................Hierarki Kebutuhan Maslow .................................................Bagan Kerangka Analisis …………………………………..Bagan Jejaring Pak Maman Sebagai Pengrajin Tahu Lama..Bagan Jejaring Pak Atang Sebagai Pengrajin Tahu Baru…..Bagan Jejaring Pak Cariban Sebagai Pengrajin TempeTerlama di Kedaung ………………………………………..Bagan Jejaring Mba Iis Sebagai Pengrajin Tempe YangPaling Baru di Kedaung ……………………………………Bagan Jejaring Pak Daryono Sebagai Ketua Paguyuban …..Bagan Jejaring Pengrajin Tahu Tempe …………………….Bagan Proses Pemberdayaan Pengrajin Tahu Tempe ……...Grafik Kesejahteraan Pak Cariban …………………………Grafik Kesejahteraan Mbak Iis …………………………….Grafik Kesejahteraan Pak Daryono ………………………...Grafik Kesejahteraan Pak Maman ………………………….Grafik Kesejahteraan Pak Atang …………………………...Hierarki Kebutuhan Bapak Cariban, Pak Maman, dan PakDaryono ……………………………………………………Hierarki Kebutuhan Bapak Atang dan Mbak Iis …………..

14

151929335455

61

626364717677787980

8283

Page 15: Ekonomi kerakyatan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Rencana Penyelesaian Skripsi …………………………....86 Lampiran 2. Matriks Metodologi Pengumpulan Data ………………………...87 Lampiran 3. Panduan Pertanyaan …………………………………………… 89 Lampiran 4. Dokumentasi ………………………………………………….... 91 Lampiran 5. Catatan Harian …………………………………………………...92

Page 16: Ekonomi kerakyatan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan kebijakan negara terkadang menyebabkan masyarakat

bahkan negara semakin bergantung dengan pihak lain, salah satunya adalah

masyarakat perkotaan, misalnya Jakarta. Masyarakat Jakarta identik dengan

sifat yang konsumtif dan selalu membangga-bangakan produksi luar negeri.

Padahal di sisi lain di Jakarta terdapat komunitas-komunitas yang

memproduksi barang-barang kebutuhan masyarakat Jakarta tersebut,

misalnya komunitas pengrajin tahu tempe di Kedaung. Namun hal ini

terabaikan. Hal ini tidak dapat dihindari karena sifat masyarakat Indonesia

yang konsumtif. Hal ini juga yang membuat masyarakat Indonesia tidak

mandiri dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Perekonomian nasional

Indonesia menjadi tidak tangguh dan tidak mandiri. Selain itu, usaha kecil

dan menengah di Indonesia kurang diperhatikan sehingga daya saing produk

usaha kecil dan menengah di kancah internasional tersebut masih lemah. Pada

tahun 1994, nilai ekspor industri kecil (rumah tangga) dan menengah nasional

baru mencapai 11,1 persen dari total ekspor industri pengolahan di luar migas

atau 6,2 persen dari seluruh nilai ekspor. Berarti, ekspor kita sebagian

terbesar dilakukan oleh usaha besar (Kartasasmita, 1996). Daya saing

internasional produk usaha kecil dan menengah masih lemah. Padahal seperti

yang kita ketahui, usaha-usaha kecil inilah yang dapat berfungsi sebagai

pondasi bagi perekonomian nasional. Apabila usaha kecil (rumah tangga) ini

diperkuat maka perekonomian nasional akan semakin kuat.

Page 17: Ekonomi kerakyatan

Menurut Kartasasmita (1996) ekonomi nasional yang tangguh dan

mandiri hanya dapat terwujud apabila pelaku-pelakunya tangguh dan mandiri,

dan seluruh partisipasi masyarakat dikerahkan, yang berarti partisipasi

masyarakat yang seluas-luasnya. Masyarakat diikutsertakan dalam berbagai

aspek dengan tujuan melancarkan pembangunan serta pemerataan hasil

pembangunan tersebut. Keikutsertaan masyarakat diharapkan mampu

membuat masyarakat dapat memandirikan diri mereka sendiri.

Keikutsertaan masyarakat dalam perekonomian nasional merupakan

hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan, masyarakat (komunitas)

memiliki modal sosial yang dapat berfungsi sebagai penguat komunitas itu

sendiri. Modal sosial yang dimiliki masyarakat, seperti kepercayaan,

kohesifitas, altruism, gotong royong, jaringan, kolaborasi sosial memiliki

pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui beragam

mekanisme, seperti meningkatnya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan

publik, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya

keserasian masyarakat, dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan

(Blakeley dan Suggate, 1997 dalam Suharto, 2009). Modal sosial ini juga

dapat berfungsi sebagai pemicu pemberdayaan dalam suatu komunitas. Modal

sosial dikatakan sebagai pemicu pemberdayaan komunitas (dalam penelitian

ini kelompok usaha rumah tangga) karena dalam modal sosial terdapat nilai-

nilai gotong royong, jaringan, dan kolaborasi sosial. Hal ini dapat membuat

anggota kelompok lain yang tidak berdaya menjadi semakin berdaya.

Selanjutnya pemberdayaan ini akan semakin menguatkan modal sosial,

Page 18: Ekonomi kerakyatan

karena anggota kelompok akan semakin tinggi rasa kepercayaannya satu

sama lain, dan merasa diri mereka merupakan suatu kesatuan.

Peneliti bermaksud meneliti hal-hal yang terkait di atas pada salah satu

kelompok usaha rumah tangga yang masih bertahan sampai saat ini, yaitu

usaha pembuatan tahu tempe yang berada di Desa Kedaung, Ciputat. Peneliti

bermaksud untuk mengetahui konstruksi modal sosial kelompok usaha

pengrajin tahu tempe, serta peran dari modal sosial tersebut dalam proses

pemberdayaan ekonomi kelompok. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui

pengaruh proses pemberdayaan terhadap kesejahteraan.

1.2 Perumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang diajukan antara lain:

1. Bagaimana bangunan modal sosial kelompok usaha pengrajin tahu tempe

di Kedaung, Ciputat?

2. Bagaimana peran modal sosial dalam proses pemberdayaan ekonomi

kelompok usaha rumah tangga pengrajin tahu tempe di Kedaung, Ciputat

dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

Page 19: Ekonomi kerakyatan

1. Menjelaskan bangunan modal sosial kelompok usaha pengrajin tahu

tempe di Desa Kedaung, Ciputat.

2. Menjelaskan peran modal sosial dalam proses pemberdayaan ekonomi

kelompok usaha rumah tangga pengrajin tahu tempe di Kedaung, Ciputat

dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti : dapat menambah wawasan mengenai pemberdayaan

ekonomi rakyat yang dilihat dari sisi lain yaitu modal sosial melalui

usaha rumah tangga serta korelasinya dengan kesejahteraan. Selain itu,

dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi praktek pemberdayaan.

2. Bagi akademisi: dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan pemberdayaan.

3. Bagi pemerintah: dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

pembuatan kebijakan yang lebih valid tentang pemberdayaan

masyarakat.

4. Bagi masyarakat: dapat dijadikan sebagai bahan acuan yang berguna

untuk menambah wawasan mengenai pemberdayaan.

Page 20: Ekonomi kerakyatan

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1.1 Konsep Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif

baru dalam pembangunan masyarakat (Hikmat, 2006). Pembangunan tidak

lagi berpusat pada pemerintah tetapi juga dilakukan oleh masyarakat itu

sendiri. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah seringkali terhambat

oleh karena pemerintah tidak mengetahui untuk siapa, apa pendekatan yang

sesuai, dan bagaimana caranya program pembangunan tersebut dilaksanakan.

Program pembangunan yang terpusat pada pemerintah seringkali mencapai

tujuannya secara makro namun pada hakikatnya komunitas yang berada di

tingkat mikro tidak mendapat pengaruh ataupun tidak dijangkau oleh

pembangunan tersebut.

Sosiologi struktural fungsionalis Parson menyatakan bahwa konsep

power dalam masyarakat adalah variabel jumlah. Power masyarakat adalah

kekuatan masyarakat secara keseluruhan yang disebut sebagai tujuan kolektif.

Misalnya, masyarakat diberdayakan berdasarkan kebutuhan yang mereka

rasakan. Weber dalam Hikmat (2006) mendefinisikan power sebagai

kemampuan seseorang atau individu atau kelompok untuk mewujudkan

keinginannya. Pada akhirnya kekuatan (power) adalah kemampuan untuk

mendapatkan atau mewujudkan tujuan (Hikmat, 2006).

Page 21: Ekonomi kerakyatan

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu

dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan.

Mandiri berarti masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya (baik secara

individu ataupun kolektif) melalui usaha yang dilakukan dan tidak bergantung

pada yang lain. Jaringan kerja merupakan kerangka kerjasama yang dilakukan

oleh stakeholder yaitu pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat sehingga

pembangunan tidak merugikan pihak manapun dan dapat memberikan hasil

yang merata yang merupakan konsep keadilan (kesejahteraan yang merata).

Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan semua pihak yang berkaitan

termasuk masyarakat itu sendiri. Masyarakat diberi kesempatan untuk ikut

merencanakan, melaksanakan, dan menilai.

Strategi pembangunan meletakkan partisipasi masyarakat sebagai fokus

isu sentral pembangunan sementara itu strategi pemberdayaan meletakkan

partisipasi aktif masyarakat ke dalam efektivitas, efisiensi, dan sikap

kemandirian (Hikmat, 2006). Partisipasi masyarakat merupakan potensi yang

dapat digunakan untuk melancarkan pembangunan. Prinsip pembangunan

yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi pelaku utama dalam

pembangunan dengan kata lain pembangunan tersebut bersifat bottom up (dari

bawah ke atas). Pemerintah tidak lagi berperan sebagai penyelenggara akan

tetapi telah bergeser menjadi fasilitator, mediator, koordinator, pendidik,

ataupun mobilisator. Adapun peran dari organisasi lokal, organisasi sosial,

LSM, dan kelompok masyarakat lebih dipacu sebagai agen pelaksana

perubahan dan pelaksana program.

Page 22: Ekonomi kerakyatan

2.1.1.2 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Ada tiga strategi utama pemberdayaan dalam praktek perubahan sosial,

yaitu tradisional, direct action (aksi langsung), dan transformasi (Hanna dan

Robinson, 1994 dalam Hikmat, 2006).

1. Strategi tradisional menyarankan agar mengetahui dan memilih

kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan. Dengan kata lain

semua pihak bebas menentukan kepentingan bagi kehidupan mereka sendiri

dan tidak ada pihak lain yang mengganggu kebebasan setiap pihak.

2. Strategi direct-action membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati

oleh semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang

mungkin terjadi. Pada strategi ini, ada pihak yang sangat berpengaruh dalam

membuat keputusan.

3. Strategi transformatif menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka

panjang dibutuhkan sebelum pengindentifikasian kepentingan diri sendiri.

2.1.1.3 Praktek Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui konsientisasi.

Proses konsientisasi diartikan sebagai proses pemberdayaan kolektif untuk

menentang pemegang kekuasaan melalui kesadaran berpolitik. Konsientisasi

merupakan proses pemahaman situasi yang sedang terjadi sehubungan dengan

hubungan-hubungan politis, ekonomi, dan sosial. Masyarakat dibangkitkan

pemahamannya akan kekuatan yang sebenarnya mereka miliki. Masyarakat

tidak hanya sebagai penerima program sementara mereka tidak mengetahui

tujuan dari program tersebut. Masyarakat juga dapat berperan sebagai

Page 23: Ekonomi kerakyatan

pembuat keputusan sendiri. Dengan cara ini orang akan mampu mengambil

tindakan sendiri untuk menentang unsur opresif dari realitasnya, termasuk

didalamnya pemecahan (pematahan) hubungan antara subjek dan objek untuk

kemudian membentuk esensi partisipasi yang sungguh-sungguh.

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses

pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan

sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar

individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Masyarakat yang tidak

berdaya diberi ilmu pengetahuan, kesempatan bertindak, sehingga mereka

merasa mampu dan merasa pantas untuk dilibatkan. Kedua, menekankan pada

proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai

kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan

hidupnya melalui proses dialog. Kedua kecenderungan ini saling terkait

kadangkala keduanya bertukar posisi dalam prosesnya (Pranarka dan

Vidhyandika, 1996 dalam Hikmat, 2006).

Menurut Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007) pemberdayaan merupakan

sebuah proses sehingga mencakup tahapan-tahapan tertentu, yaitu penyadaran,

capacity building, dan pendayaan. Tahap penyadaran merupakan tahap

dimana target yang hendak diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk

pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mencapai

“sesuatu”. Misalnya pemberian pengetahuan yang bersifat kognisi, belief, dan

healing. Intinya target dibuat mengerti bahwa mereka perlu berdaya yang

dimulai dari dalam diri mereka sendiri.

Page 24: Ekonomi kerakyatan

Tahap kedua yaitu “capacity building” atau pengkapasitasan,

memampukan atau enabling. Target harus mempunyai kemampuan terlebih

dahulu sebelum mereka diberikan daya atau kuasa. Proses capacity building

terdiri atas tiga jenis, yaitu manusia, organisasi, dan sistem nilai.

Pengkapasitasan manusia misalnya training (pelatihan), workshop (loka latih),

dan seminar. Pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk

restrukturisasi organisasi yang hendak menerima daya atau kapasitas tersebut.

Namun pengkapasitasan organisasi ini jarang dilakukan karena ada anggapan

apabila pengkapasitasan manusia sudah dilakukan maka pengkapasitasan

organisasi akan berlaku dengan sendirinya. Jenis yang ketiga adalah

pengkapasitasan sistem nilai. Sistem nilai adalah “aturan main”. Dalam

cakupan organisasi sistem nilai berkenaan dengan Anggaran Dasar atau

Anggaran Rumah Tangga, atau sistem dan prosedur. Pada tingkat yang lebih

maju, sistem nilai terdiri pula atas budaya organisasi, etika, dan good

governance. Pengkapasitasan sistem nilai dilakukan dengan membantu target

dan membuatkan “aturan main”. Pengkapasitasan ini jarang dilakukan juga

karena sama dengan pengkapasitasan organisasi ada stereotype bahwa

pengkapasitasan ini dapat terbentuk dengan sendirinya setelah

pengkapasitasan manusia.

Tahap yang terakhir adalah pemberian daya atau “empowerment” dalam

makna sempit. Target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang sesuai

dengan kapasitas kecakapan yang telah dimiliki.

Page 25: Ekonomi kerakyatan

2.1.2 Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Sumodingrat (1999) menyatakan bahwa perekonomian rakyat

merupakan padanan istilah ekonomi rakyat yang berarti perekonomian yang

diselenggarakan oleh rakyat. Perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat

merupakan usaha ekonomi yang menjadi sumber penghasilan keluarga.

Ekonomi rakyat berbeda dengan ekonomi kerakyatan. Ekonomi rakyat

merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat itu sendiri dengan

menggunakan sumber daya yang mereka miliki dan bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu pangan, sandang, dan papan. Sedangkan

ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan

rakyat.

Konsep ekonomi rakyat ini tidak membedakan antara ’rakyat’ dengan

’bukan rakyat’ karena akan menimbulkan asumsi tentang ’elite’. Istilah rakyat

dalam konsep ini berarti warga negara Indonesia secara menyeluruh yang

berperan dalam pembangunan dengan kesempatan dan peluang yang sama.

Menurut Mubyarto (1994) dalam Sumodiningrat (1999) istilah ekonomi

rakyat dapat diartikan ekonomi usaha kecil sebagai upaya pemihakan. Upaya

pemihakan disini dimaksudkan agar pembangunan dapat memberikan

kesejahteraan yang adil dan merata. Tidak hanya kelompok-kelompok tertentu

yang dapat menikmati hasil-hasil pembangunan, akan tetapi seluruh warga

negara yang mempunyai peran dapat juga menikmati hasil pembangunan.

Sedangkan Krisnamurthi (2002) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi rakyat banyak dan pengertian dari

ekonomi rakyat (banyak) adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh orang

Page 26: Ekonomi kerakyatan

banyak dengan skala kecil-kecil, dan bukan kegiatan ekonomi yang dikuasasi

oleh beberapa orang dengan perusahaan dan skala besar, walaupun yang

disebut terakhir pada hakekatnya adalah juga rakyat Indonesia.

Keith (1973) dalam Ismawan (2002) menyatakan penggolongan

kegiatan ekonomi rakyat, yaitu:

a) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder: pertanian, perkebunan, peternakan,

perikanan (semua dilaksanakan dalam skala terbatas dan subsisten), pengrajin

kecil, penjahit, produsen makanan kecil, dan semacamnya.

b) Kegiatan-kegiatan tersier: transportasi (dalam berbagai bentuk), kegiatan

sewa menyewa baik perumahan, tanah, maupun alat produksi.

c) Kegiatan-kegiatan distribusi: pedagang pasar, pedagang kelontong,

pedagang kaki lima, penyalur dan agen, serta usaha sejenisnya.

d) Kegiatan-kegiatan jasa lain: pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur,

montir, tukang sampah, juru potret jalanan, dan sebagainya.

Ekonomi rakyat juga memiliki karakteristik meskipun sebenarnya

karakteristik ekonomi rakyat sangat beragam dan tergantung dari jenis

kegiatannya. Namun Ismawan (2002) menyebutkan bahwa ekonomi rakyat

memiliki lima karakteristik, yaitu:

1. Informalitas, sebagian besar ekonomi rakyat melakukan kegiatannya di

luar kerangka legal dan pengaturan yang ada. Hal ini disebabkan dengan

rendahnya efektivitas kebijakan pemerintah sehingga ekonomi rakyat mampu

berkembang.

2. Mobilitas, karakteristik ini merupakan dampak dari informalitas,

Informalitas membawa konsekuensi tidak adanya jaminan bagi

Page 27: Ekonomi kerakyatan

keberlangsungan aktivitas ekonomi rakyat. Sehingga ekonomi rakyat dapat

dengan mudah dimasuki dan ditinggalkan.

3. Beberapa pekerjaan dilakukan oleh satu keluarga, aktivitas ekonomi

rakyat dilakukan oleh lebih dari satu pelaku yang berasal dari satu keluarga.

Hal ini disebabkan karena ketidakamanan dan keberlanjutan yang sulit

diramalkan dalam ekonomi rakyat. Apabila tidak terjadi sesuatu maka

akumulasi keuntungan pendapatan dari beberapa aktifitas ekonomi sangat

mereka butuhkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar.

4. Kemandirian, karena kesalahan persepsi yang menganggap bahwa

ekonomi rakyat merupakan kegiatan ekonomi yang memiliki resiko yang

tinggi sehingga berbagai pihak baik sengaja taupun tidak membatasi interaksi

dengan sektor ekonomi rakyat.

5. Hubungan dengan sektor formal. Meskipun ekonomi rakyat identik

dengan informalitas, namun pada kenyataannya ekonomi rakyat berhubungan

dengan sektor formal. Contohnya saja, warung tegal menyediakan makanan

murah untuk karyawan perusahaan atau pabrik, penggunaan penjual koran

eceran oleh perusahaan penerbitan.

Pemberdayaan ekonomi rakyat dapat dilakukan dengan menggunakan

strategi yang berpusat pada upaya mendorong perubahan struktural yang

memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian

nasional. Perubahan struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi

tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dan

dari ketergantungan ke kemandirian (Kartasasmita, 1995 dalam

Page 28: Ekonomi kerakyatan

Sumodiningrat, 1999). Sehingga ekonomi rakyat dapat menjadi ekonomi yang

kuat, besar, dan modern, dan berdaya saing tinggi.

Praktek pemberdayaannya dapat dibedakan menjadi dua menurut

sasarannya (Sumodiningrat, 1999). Pertama, pemberdayaan masyarakat

modern yang telah maju lebih diarahkan pada penciptaan iklim yang

menunjang dan peluang untuk tetap maju, sekaligus pada penanaman

pengertian bahwa suatu saat mereka wajib membantu yang lemah. Kedua,

pemberdayaan masyarakat yang masih tertinggal tidak cukup hanya dengan

meningkatkan produktivitas, memberikan kesempatan usaha yang sama , dan

memberikan suntikan modal, tetapi juga dengan menjamin adanya kerja sama

dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dan yang lemah atau belum

berkembang. Pemberdayaan masyarakat perlu dilaksanakan dengan prinsip-

prinsip kemitraan yang saling menguntungkan.

Di aras masyarakat akar rumput (masyarakat miskin) pendekatan

masyarakat dapat dirangkum menjadi tiga daur hidup, yang disebut Tridaya1,

yaitu:

1. Dasar hidup pengembangan sumber daya manusia dalam kelembagaan

kelompok orang miskin meliputi: proses penyadaran kritis dan pengembangan

kepemimpinan bersama atau kolektif, dilanjutkan dengan mengembangkan

perilaku wira usaha sosial agar mampu mengelola usaha bersama atau mikro.

1 Gugus Tugas II Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang KesejahteraanRakyat. 2004. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta

Page 29: Ekonomi kerakyatan

Gambar 1. Skema Daur Hidup Pengembangan SDM dalam Kelembagaan

Kelompok Orang Miskin

2. Daur hidup pengembangan usaha produktif dalam kelembagaan

kelompok orang miskin meliputi: pengaturan ekonomi rumah tangga (ERT)

agar mampu menabung bersama dalam kelompok yang akan digunakan untuk

modal usaha mersama dalam kegiatan usaha produktif.

Gambar 2. Skema Daur Hidup Pengembangan Usaha Produktif dalamKelembagaan Kelompok Orang Miskin

PengaturanERT

MenabungBersama

UsahaProduktif

ModalBersama

KLP

PenyadaranDiri

KepemimpinanBersama

UsahaBersamaMikro

PerilakuWirausaha

Sosial

KLP

Page 30: Ekonomi kerakyatan

3. Daur hidup kelembagaan kelompok orang miskin meliputi: pengelolaan

organisasi yang akuntabilitas, kepemimpinan yang partisipatif, pengelolaan

keuangan yang transparan, dan pengembangan jejaring yang luas.

Gambar 3. Skema Daur Hidup Kelembagaan Kelompok Orang Miskin

Kemudian Sumodiningrat (1999) juga merumuskan indikator

keberhasilan yang dipakai untuk mengukur pelaksanaan program-program

pemberdayaan masyarakat ini, antara lain: (1) berkurangnya jumlah penduduk

miskin; (2)berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan

oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia; (3)

meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan

kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; (4) meningkatnya

kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha

produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok,

makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi

PengelolaanOrganisasi

KepemimpinanPartisipatif

Pengem-banganJaringan

Pengelo-laan

Keuangan

KLP

Page 31: Ekonomi kerakyatan

kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat; serta (5) meningkatnya

kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh

peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan

pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

2.1.3 Modal Sosial

Putnam (1993) dalam Suharto (2009) mengartikan modal sosial sebagai

penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan kepercayaan yang

memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama.

Menurut Fukuyama (1995) dalam Suharto (2009), modal sosial adalah

kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan dalam sebuah komunitas.

Definisi keduanya memiliki kaitan yang erat terutama menyangkut konsep

kepercayaan (trust). Selanjutnya Suharto (2009) mengartikan modal sosial

sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-

orang dalam suatu komunitas. Namun, pengukuran modal sosial jarang

melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Melainkan, hasil dari

interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar

warga masyarakat.

Modal sosial bukan merupakan entitas tunggal, Khrisna (2000)

menyatakannya sebagai aset sosial yang menghasilkan aliran manfaat. Aset

terdiri dari persediaan (stock) modal sosial, sedangkan manfaat sebagai aliran

(flow). Sementara itu, penelitian Wade (1994) dalam Khrisna (2000)

menunjukkan sebaliknya. Wade melihat bahwa sebuah masyarakat dapat

membawa persediaan modal sosial mereka untuk mengefektifkan atau tidak

Page 32: Ekonomi kerakyatan

mengefektifkan tugas mereka. Efisiensi penggunaan akan lebih tinggi ketika

tujuan sosial terdefinisi dengan baik dan secara obyektif disetujui. Modal

sosial akan efektif menarik anggota kelompok kepada tugas ketika orang-

orang dalam kelompok memiliki pandangan yang sama tentang dasar atau

kepentingan tugas bersama.

Modal sosial dibangun berdasarkan kesalingpercayaan untuk

menghasilkan hasil positif bagi semua pihak. Prasangka budaya atau kognitif

tidak membatasi harapan yang menuntun untuk percaya. Akan tetapi

kesempatan institusional yang tersedia, cerminan masa lalu atau kondisi

struktural yang berlaku, bertindak sebagai batasan seberapa jauh seseorang

dapat meluaskan jangkauan kepercayaannya.

Khrisna (2000) menyatakan bahwa sebuah tindakan sosial yang sama

dapat dilakukan dengan dua kekuatan pendorong yang berbeda (lihat Tabel

1). Pertama, bersifat institusional, misalnya dorongan oleh peran pemimpin

yang diakui dalam komunitas tersebut untuk melakukan sutu tindakan

kolektif. Kekuatan pendorong ini kemudian disebut modal institusional.

Modal institusional bersifat terstrukur. Peraturan dan tata cara yang ada untuk

membimbing perilaku individu, diatur oleh peran seseorang yang diakui

dengan baik. Kedua, bersifat relasional, misalnya karena dorongan norma dan

kepercayaan yang ada dalam komunitas yang mampu mendorong komunitas

untuk secara spontan melakukan tindakan sosial. Kekuatan pendorong ini

disebut modal relasional. Modal relasional lebih tidak berbentuk dan juga

lebih menyebar. Modal institusional dan rasional tidak mungkin ditemukan

secara empiris dalam bentuk murni mereka, kemungkinan besar merupakan

Page 33: Ekonomi kerakyatan

perwujudan campuran. Keduanya dibutuhkan untuk menopang modal sosial

(lihat Gambar 4).

Tabel 1. Perbandingan Modal Institusional dan Modal Relasional

Modal Institusional Modal Relasional

Dasar tindakan

kolektif

Transaksi Hubungan/relasi

Sumber motivasi •Peran

•Peraturan dan tatacara

•Sanksi

•Kepercayaan

•Nilai-nilai

•Ideologi

Sifat motivasi Perilaku maksimalisasi Perilaku kepatutan

Contoh Pasar, kerangka legal Kekeluargaan, etnis,

keagamaan

Page 34: Ekonomi kerakyatan

Gambar 4.

Skema Pengklasifikasian Paduan Modal Institusional dan Modal

Relasional

Kolom (1) menunjukkan keadaan yang paling menjanjikan, sementara

kolom (4) yang paling kecil harapannya, tetapi kedua kolom tersebut yang

paling merepresentasikan tipe ideal. Maksudnya, modal institusional dan

modal relasional dapat membentuk modal sosial yang tinggi atau tidak sama

sekali. Tugas yang dimaksudkan di dalam kolom ini merupakan suatu

kegiatan yang dapat dilakukan pada suatu kondisi dan merupakan tugas yang

(1)

Modal Sosial Tinggi

Tugas:perluasan

jaringan aktivitas

(2)

Organisasi kuat

Tugas: legitimasi,

intensifikasi

(3)

Asosiasi tradisional

Tugas: mengenalkan

peran, prosedur, dan

kemampuan

(4)

Anomik, atomistik,

amoral

Tugas:Membantu

pengembangan struktur dan

norma

Modal Relasional

kuat lemah

lemah

kuat

ModalInstitusional

Page 35: Ekonomi kerakyatan

dilakukan untuk menguatkan yang lemah. Misalnya pada kolom (2), kondisi

dimana modal institusional kuat akan tetapi modal relasionalnya lemah.

Kondisi ini menciptakan organsasi kuat. Namun untuk membuat kondisi ideal

atau menguatkan modal relasional maka dapat dilakukan tugas legitimasi dan

intensifikasi.

Modal sosial merupakan sesuatu yang dimiliki oleh masyarakat dan

tidak akan pernah habis meskipun digunakan secara terus menerus, melainkan

akan semakin meningkat. Apabila tidak dipergunakan, modal sosial malah

akan rusak. Ridell (1997) dalam Suharto (2009) menyebutkan ada tiga

parameter modal sosial, yaitu:

1. Kepercayaan (trust)

Kepercayaan merupakan harapan yang tumbuh di dalam sebuah

masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerja

sama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Adanya modal

sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang

kokoh, dan juga kehidupan sosial yang harmonis.

2. Norma-norma (norms)

Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-

harapan, dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh

sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan

moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik

profesional. Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk

dari kepercayaan sosial.

3. Jaringan-jaringan (network)

Page 36: Ekonomi kerakyatan

Jaringan memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi,

memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama.

Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan sosial yang kokoh.

Menurut Putnam (1995), jaringan-jaringan sosial yang erat akan

memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat

dari partisipasinya itu.

Berdasarkan parameter yang telah disebutkan, ada beberapa indikator

kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial, antara lain (Spellerber, 1997;

Suharto, 2005b dalam Suharto, 2009):

1. Perasaan identitas

2. Perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alineasi

3. Sistem kepercayaan dan ideologi

4. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan

5. Ketakutan-ketakutan

6. Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat

7. Persepsi mengenai akses dengan pelayanan, sumber, dan fasilitas

(misalnya pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan, kesehatan,

transportasi, jaminan sosial)

8. Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu

9. Keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada

umumnya

10. Tingkat kepercayaan

11. Kepuasan dalam hidup dalam bidang-bidang kemasyarakatan lainnya

12. Harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan.

Page 37: Ekonomi kerakyatan

2.1.4 Kelompok Usaha Rumah Tangga

Usaha rumah tangga dapat dimasukkan ke dalam golongan usaha kecil

maupun industri kecil, tergantung dari kesesuaian kriteria yang dimiliki oleh

usaha rumah tangga tersebut. Usaha kecil menurut Keputusan Presiden RI no.

99 tahun 1998 adalah:

“Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha

yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu

dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”

Adapun kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 tentang

usaha kecil adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus

Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu

Milyar Rupiah)

3. Milik Warga Negara Indonesia

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar

5. Berbentuk usaha orang perseorangan , badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Sedangkan pengertian industri kecil Menurut UU RI No. 5 tahun 1984

Pasal 1 tentang perindustrian, definisi industri adalah:

Page 38: Ekonomi kerakyatan

“ Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,

bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang

dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan

rancang bangun dan perekayasaan industri”.

Sesuai dengan pasal 5 UU RI No. 5 Tahun 1984, Pemerintah

menetapkan sebagai berikut:

1. Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam

kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan

ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat

diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia

2. Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan bagi

kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat dari golongan

ekonomi lemah.

Menurut UU RI No. 9 tahun 1995 tentang Industri kecil, maka batasan

Industri Kecil didefinisikan sebagai berikut:

“Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh

perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk

memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara

komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp. 200

juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp. 1 milyar

atau kurang.”

Batasan mengenai skala usaha menurut BPS, yaitu berdasarkan kriteria

jumlah tenaga kerja, mulai dicobakan di lingkungan Depperindag, yaitu:

1. Industri mikro : 1 – 4 orang

Page 39: Ekonomi kerakyatan

2. Industri kecil : 5 – 19 orang

3. Industri menengah : 20 – 99 orang

Menurut penjelasan atas Undang-Undang RI No. 9 tahun 1995 tentang

Industri Kecil Informal adalah:

“Usaha Kecil Informal adalah usaha yang belum terdaftar, belum

tercatat, dan belum berbadan hukum, antara lain petani penggarap,

industri rumah tangga pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang

kaki lima,dan pemulung”.

2.1.5 Kesejahteraan

Kesejahteraan menurut Soembodo (2009) tidak hanya mengacu pada

pemenuhan kebutuhan fisik orang atau pun keluarga sebagai entitas, tetapi

juga kebutuhan psikologisnya. Suharto (2006) mengartikan kesejahteraan

sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk

pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya

kebutuhan material dan non-material. Pengertian ini disebut Soembodo

(2009) sebagai kesejahteraan materi dan kesejahteraan non-materi.

Kesejahteraan materi, antara lain pendapatan, pengeluaran untuk pemenuhan

kebutuhan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Sedangkan kesejahteraan

non-materi, antara lain agama, interaksi sosial, dan hal-hal lain yang

menyangkut aspek psikososial seperti rasa bahagia, bangga, puas, tidak takut,

merasa sehat, merasa diterima, dan merasa diakui. Sedangkan menurut

Sadiwak (1985), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh

Page 40: Ekonomi kerakyatan

seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun

tingkatan kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif

karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil

mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi itu sendiri pada hakekatnya

bukan hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal

konsumsipun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya konsumennya.

BPS (1995) menyebutkan berbagai aspek mengenai indikator

kesejahteraan, antara lain:

1. Kependudukan

Penanganan masalah kependudukan tidak hanya mengarahkan

pada upaya pengendalian jumlah penduduk akan tetapi mengarah juga

pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

2. Kesehatan dan gizi

Kualitas fisik penduduk merupakan salah satu aspek penting

kesejahteraan, yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk

dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka

harapan hidup. Status kesehatan yang diukur melalui angka kesakitan

dan status gizi juga merupakan aspek penting yang turut mempengaruhi

kualitas fisik penduduk.

3. Pendidikan

Tidak semua anak Indonesia dapat menikmati kesempatan

pendidikan dasar. Hal ini merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan kemiskinan. Dengan ini diasumsikan bahwa semakin

Page 41: Ekonomi kerakyatan

tinggi pendidikan yang dicapai suatu masyarakat, maka dapat dikatakan

masyarakat tersebut semakin sejahtera.

4. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting yang tidak

hanya untuk mencapai kepuasaan tetapi juga untuk memenuhi

perekonomian rumahtangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat.

5. Taraf dan pola konsumsi

Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik

untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu

dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut

adalah bagaimana pendapatan tersebut terdistribusi diantara kelompok

penduduk. Indikator distribusi pendapatan, walaupun didekati dengan

pengeluaran akan memberikan petunjuk aspek pemerataan yang telah

tercapai. Dari data pengeluaran dapat juga diketahui tentang pola

konsumsi rumahtangga secara umum dengan menggunakan indikator

proporsi pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan.

6. Perumahan dan lingkungan

Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin

sejahtera rumahtangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai

fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara

lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas

Page 42: Ekonomi kerakyatan

buang air besar rumahtangga, dan tempat penampungan kotoran akhir

(jamban).

7. Sosial dan budaya

Semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk

melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan bahwa orang

tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat.

Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada kegiatan

sosial budaya yang mencermikan aspek kesejahteraan, seperti

melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan,

yang mencakup menonton televisi, mendengarkan radio dan membaca

surat kabar.

Namun BPS (2008) dalam Munir (2008) memberikan gambaran

tentang cara yang lebih baik untuk mengukur kesejahteraan dalam sebuah

rumahtangga mengingat sulitnya memperoleh data yang akurat. Cara yang

dimaksud adalah dengan mengukur pola konsumsi rumahtangga. Pola

konsumsi rumahtangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan

rumahtangga atau keluarga. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar

kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh

pengeluaran rumahtangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan

rumahtangga tersebut. Semakin besar pengeluaran maka dapat dikatakan

bahwa rumah tangga tersebut semakin sejahtera.

Pengukuran kesejahteraan dapat menggunakan tangga kesejahteraan,

dimana rumah tangga menggunakan ukuran kesejahteraannya sendiri dan

menempatkan dirinya di satu titik. Sehingga dapat diketahui tingkatan

Page 43: Ekonomi kerakyatan

kesejahteraannya. Selain itu, dapat juga menggunakan tangga kebutuhan

Maslow, sehingga dapat diketahui kebutuhan apa saja yang telah mereka

capai dan yang akan mereka capai.

Adapun hierarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut

(Hasibuan, 2001):

1) Psychological Needs (kebutuhan fisik) adalah kebutuhan yang paling

utama yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, seperti makan, minum,

tempat tinggal, dan bebas dari penyakit. Selama kebutuhan ini belum

terpenuhi maka manusia tidak akan merasa tenang dan akan berusaha untuk

memenuhinya. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi jika gaji

(upah) yang diberikan cukup besar. Jika gaji atau upah karyawan

ditingkatkan maka semangat kerja mereka akan meningkat,

2) Safety and Security Needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan) yaitu

kebutuhan akan kebebasan dari ancaman jiwa dan harta di lingkungan kerja,

merupakan tangga kedua dalam susunan kebutuhan. Karyawan

membutuhkan rasa aman terhadap ancaman dan bahaya kehilangan pekerjaan

dan penghasilan,

3) Affiliation or Acceptence Needs (kebutuhan sosial) yaitu kebutuhan akan

perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan dia hidup dan bekerja,

kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan maju dan tidak

gagal, kebutuhan akan ikut serta. Pada tingkat ini apabila karyawan tidak

diterima menjadi anggota kelompok informal dalam perusahaan, maka ia

akan merasa terkucil dan tidak senang. Hal ini mengakibatkan karyawan

tidak bekerja dengan baik dan prestasinya menurun,

Page 44: Ekonomi kerakyatan

4) Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan prestise) yaitu

kebutuhan akan penghargaan dari orang lain. Berarti bahwa setiap karyawan

yang bekerja dengan baik ingin mendapatkan pujian atau penghargaan atasan

atau rekan sekerjanya, dan

5) Self Actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri) yaitu realisasi

lengkap potensi seseorang secara penuh. Untuk pemenuhan kebutuhan ini

biasanya seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi atas

kesadaran dan keinginan diri sendiri. Dalam hal ini karyawan merasa telah

berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan mengerahkan segala

kemampuan, ketrampilan dan potensi yang ada secara maksimum.

Maslow mengambarkan tingkat kebutuhan tersebut seperti pada

Gambar 5 dibawah ini:

Tingkat

Kebutuhan

1. Physicological

Pemuas Kebutuhan

Gambar 5. Hierarki Kebutuhan Maslow

Sumber: Hasibuan, 2001

2. Safety and security

3. Affiliation or acceptence

4. Esteem or status

5. Self actualization

Page 45: Ekonomi kerakyatan

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua

(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya

dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang

lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari

cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa

sifat, jenis, dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan

yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Kebutuhan

manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal,

mental, intelektual, dan bahkan juga spiritual. Menarik pula untuk dicatat

bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di

masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia

dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin

dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau

“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan“

yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai

tingkatan atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa

menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama,

kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada

pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha

memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum

kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang

ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman,

demikian pula seterusnya. Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman

tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan

Page 46: Ekonomi kerakyatan

“koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan

karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai

kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil

memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin

menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin

berkembang.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa lebih tepat

apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan

bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

a) Kebutuhan yang suatu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan

timbul lagi di waktu yang akan datang.

b) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa

bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam

pemuasannya.

c) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam

arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat

sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih

bersifat teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi

pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan

berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

Maslow dikutip oleh Stoner dan Freeman (1994) membagi kelima

jenjang tersebut menjadi dua kebutuhan yaitu kebutuhan tingkat tinggi dan

kebutuhan tingkat rendah. Yang termasuk kebutuhan tingkat tinggi adalah

Page 47: Ekonomi kerakyatan

kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri,

sedangkan kebutuhan tingkat rendah adalah kebutuhan fisiologis dan

kebutuhan rasa aman.

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Deskripsi dan Bagan Alur Berpikir

Masyarakat memiliki modal sosial yang meligkupi kehidupan mereka.

Modal sosial ini dapat diliat dari tiga aspek yaitu kepercayaan (trust),

jaringan (network), dan norma-norma (norms). Modal sosial dapat digunakan

sebagai alat pemberdayaan bagi masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan yang

dilakukan dapat melalui tiga tahapan, yaitu tahap penyadaran, capacity

building, dan pendayaan. Tahapan Penyadaran dapat dilakukan dengan cara

pemberian pengetahuan berkaitan dengan usaha pembuatan tempe dan tahu.

Tahap capacity building dapat dilakukan dengan pemberian keterampilan,

dalam hal ini keterampilan membuat tahu dan tempe sampai individu yang

diberi keterampilan merasa dirinya mampu untuk membuat tahu dan tempe

sendiri tanpa bantuan dan dampingan. Tahap yang terakhir adalah pendayaan

dimana individu diberikan daya, kekuatan, otoritas, dan peluang untuk

melakukan usahanya sendiri sehingga individu tersebut menjadi mandiri.

Proses pemberdayaan ini pada akhirnya akan semakin menguatkan modal

sosial yang mereka miliki.

Page 48: Ekonomi kerakyatan

Proses pemberdayaan yang dilakukan oleh kelompok usaha pembuat

tahu dan tempe ini pada akhirnya dapat berimplikasi pada kesejahteraan

mereka sendiri. Kesejahteraan dapat dilihat dari sisi yaitu materi dan non-

materi. Kesejahteraan materi dapat dilihat dari tingkat pendapatan,

pengeluaran, pendidikan, kesehatan, dan alat transportasi yang dimiliki.

Sedangkan kesejahteraan non-materi dapat dilihat dari interaksi sosial, rasa

bahagia, puas, merasa aman, merasa diterima, merasa diakui, dan merasa

sehat.

Gambar 6. Bagan Kerangka Analisis

Pemberdayaan

Penyadaran

PemberianPengetahuan

Capacitybuilding

PemberianKeterampilan

Pendayaan

- Daya- Kekuasaan- Otoritas- Peluang

Kelompok Usaha Tahu Tempe

Kesejahteraan

Modal Sosial- Kepercayaan- Jaringan- Norma

Page 49: Ekonomi kerakyatan

2.2.2 Hipotesis Pengarah

Proses pemberdayaan akan berlangsung secara efektif apabila modal

sosial yang dimiliki oleh masyarakat dimanfaatkan dengan baik. Masyarakat

tidak harus selalu mengandalkan bentuan pemerintah, swasta, atau LSM

untuk membuat hidup mereka lebih baik. Mereka dapat menggunakan apa

yang ada diantara mereka sebagai kekuatan untuk membangun dan

memandirikan diri mereka sendiri.

2.2.3 Definisi Konseptual

1. Modal Sosial: sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi

antara orang-orang dalam suatu komunitas

2. Kepercayaan (trust): harapan yang tumbuh di dalam sebuah

masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur,

dan kerja sama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama.

3. Jaringan (network): jaringan memfasilitasi terjadinya komunikasi

dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan

memperkuat kerjasama. Komunikasi dan interaksi yang dilakukan

oleh kelompok usaha pengrajin tahu tempe antara lain dengan

sesama mereka, pemasok, dan pasar.

4. Norma (norms): norma-norma terdiri dari pemahaman-

pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan, dan tujuan-tujuan yang

diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.

Page 50: Ekonomi kerakyatan

5. Pemberdayaan: usaha untuk membuat masyarakat yang tidak atau

kurang berdaya menjadi lebih berdaya.

6. Penyadaran : tahap dimana target yang hendak diberdayakan diberi

“pencerahan” dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka

mempunyai hak untuk mencapai “sesuatu”.

7. Pengkapasitasan: memampukan atau enabling. Target harus

mempunyai kemampuan terlebih dahulu sebelum mereka diberikan

daya atau kuasa.

8. Pendayaan: Target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau

peluang sesuai dengan kapasitas kecakapan yang telah dimiliki.

9. Kelompok Usaha Tahu Tempe: Usaha pembuatan tahu tempe

yang dilakukan dalam satu rumah atau oleh beberapa keluarga.

10. Kesejahteraan: Terpenuhinya kebutuhan seseorang, baik itu materi

ataupun non-materi.

Page 51: Ekonomi kerakyatan

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif merupakan penelitian aras mikro yang hanya meliput

sejumlah kecil orang atau kasus (peristiwa dan gejala) lokal, sehingga membatasi

peluang generalisasi2. Pendekatan kualitatif ini dipilih karena peneliti hanya

melakukan penelitian pada kelompok-kelompok usaha pengrajin tahu tempe yang

berada di Kedaung.

Adapun strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus, karena

peneliti bermaksud mempelajari lebih dalam tentang proses pemberdayaan

berbasis modal sosial yang terjadi pada kelompok usaha pengrajin tahu tempe di

Kedaung. Penelitian dimulai dengan melihat gambaran komunitas usaha pengrajin

tahu tempe secara menyeluruh kemudian dikerucutkan dengan melihat gambaran

kelompok secara lebih spesifik. Pengumpulan data dilakukan dengan metode

wawancara mendalam dan observasi langsung, dan studi literatur. Wawancara

mendalam dan observasi langsung digunakan pada saat peneliti ingin mengetahui

konstruksi modal sosial, proses pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis modal

sosial yang berlangsung, serta pengaruh proses pemberdayaan tersebut terhadap

kesejahteraan kelompok usaha rumah tangga pembuat tempe dan tahu.

2 MT. Felix Sitorus, 1998, Metode Penelitian Kualitatif.

Page 52: Ekonomi kerakyatan

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih yaitu Desa Kedaung, Ciputat. Lokasi ini

dipilih dengan pertimbangan: (1) Para pengrajin tahu tempe tersebut berasal dari

satu daerah yaitu pengrajin tahu berasal dari Tasikmalaya dan pengrajin tempe

berasal dari Pekalongan; (2) nilai-nilai di tingkat mereka menarik. Karena nilai-

nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan toleransi antar mereka masih sangat kuat di

tengah-tengah daerah perkotaan; (3) sesuai dengan objek kajian karena di desa ini

masih banyak masyarakat yang melakukan usaha rumah tangga; dan (4) strategis

dan mudah dijangkau oleh peneliti.

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan kurang lebih satu bulan yaitu dari awal bulan

Mei 2009 sampai dengan awal bulan Juni 2009. Namun sebelumnya peneliti telah

melakukan pemetaan awal ke tempat penelitian pada tanggal 13 April 2009.

3.4 Penentuan Unit Analisis, Informan, dan Responden

3.4.1 Penentuan Unit Analisis

Unit analisis yang dipilih sebagai objek kajian adalah kelompok usaha

rumah tangga yang berada di Desa Kedaung, Ciputat yaitu kelompok usaha

rumah tangga pengrajin tahu tempe yang paling lama berada di daerah

tersebut dan kelompok usaha yang paling baru. Pemilihan ini dilakukan

secara sengaja karena pengusaha-pengusaha rumah tangga ini berkumpul di

suatu daerah di Desa Kedaung sehingga lebih mudah teridentifikasi

Page 53: Ekonomi kerakyatan

keberadaannya. Pemilihan ini juga dimaksudkan agar informasi yang digali

dapat lebih fokus dan lebih dalam.

3.4.2 Penentuan Informan

Informan yang dipilih yaitu orang yang mengetahui tentang keberadaan

usaha rumah tangga ini yaitu masyarakat yang tinggal di Desa Kedaung yang

merupakan kerabat peneliti, ketua RT, maupun pemuka agama. Informan

diharapkan mampu memberikan informasi tentang keberlangsungan usaha

pembuatan tahu tempe sebelum peneliti meneliti secara langsung serta

membantu peneliti dalam melakukan pendekatan kepada pengrajin tahu

tempe tersebut.

3.4.3 Penentuan Responden

Responden merupakan pengrajin tahu tempe yang berada dalam

kelompok usaha tahu tempe yang paling lama dan paling baru serta pihak-

pihak yang terlibat dalam proses pemberdayaan ekonomi usaha tahu tempe

tersebut. Responden dipilih dengan menggunakan snowball sampling.

Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa peneliti dapat

menemukan kelompok usaha yang paling lama dan paling baru dalam

melakukan usaha di daerah Kedaung.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti adalah

pengambilan data primer di lapangan melalui wawancara mendalam, observasi

Page 54: Ekonomi kerakyatan

berperan serta, dan pengambilan data sekunder. Wawancara dilakukan kepada

responden dan informan. Informan yang akan diwawancarai antara lain salah satu

warga Desa Kedaung yang mengetahui usaha rumah tangga pembuat tahu dan

tempe, ketua RT, dan pemuka agama. Sedangkan responden yang akan

diwawancarai yaitu para pengrajin tahu tempe yang berada dalam kelompok usaha

tahu tempe yang paling lama dan paling baru. Teknik pengamatan berperan serta

dilakukan pada saat para pengusaha tersebut melakukan aktivitasnya yaitu dari

mulai membuat tahu tempe sampai memasarkannya.

3.6 Metode Analisis Data

Data hasil pengamatan dan wawancara disajikan dalam bentuk catatan

harian. Analisis data tersebut dilakukan dengan tiga cara yaitu reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data yang dimaksudkan

adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan harian.

Data dapat disajikan dalam bentuk teks naratif dan juga matriks, grafik,

jaringan atau bagan apabila memungkinkan untuk menjelaskan pengaruh proses

pemberdayaan bagi kesejahteraan kelompok usaha pengrajin tahu tempe.

Page 55: Ekonomi kerakyatan

BAB IV

PROFIL PAGUYUBAN

4.1 Sejarah Desa

Nama Desa Kedaung berasal dari nama sebuah pohon yang dulu tumbuh

di atas tanah daerah ini. Sebelum masyarakat berdatangan dan mendirikan

pemukiman, daerah ini awalnya merupakan kebun pohon kedaung. Oleh karena

itu orang-orang menyebut daerah ini dengan sebutan kedaung. Namun lambat laun

kebun kedaung hilang dan berubah menjadi area padat pemukiman.

Dulu Kedaung termasuk ke dalam wilayah Jakarta Selatan, Propinsi DKI

Jakarta. Namun semenjak terjadi pemekaran propinsi dan Banten menjadi sebuah

propinsi, maka Kedaung termasuk ke dalam Propinsi Banten. Pertama kali

Kedaung ditempati oleh orang-orang Jakarta atau Suku Betawi. Sampai akhirnya

sebagian besar penduduknya merupakan Suku Betawi dan membentuk sebuah

forum yaitu Forum Betawi Rempug. Akan tetapi penduduk asli memilih untuk

mencari kehidupan di tempat lain. Penduduk asli berkurang atau bermigrasi dan

digantikan oleh para pendatang yang berasal dari Pekalongan dan Tasikmalaya.

Sekarang, sebagian besar penduduk Desa Kedaung merupakan orang-orang yang

berasal dari Suku Jawa dan Sunda.

4.2 Sejarah Paguyuban

Perkumpulan diantara para penduduk di Kedaung sebenarnya sudah ada

meskipun perkumpulan tersebut tidak secara resmi dibentuk dengan visi misi

Page 56: Ekonomi kerakyatan

secara tertulis. Namun tujuan dari masing-masing individu tercermin sebagai

tujuan bersama dalam perkumpulan tersebut. Para penduduk menginginkan

hubungan antara mereka dapat terjalin dengan baik, saling menghargai, dan saling

menghormati satu sama lain. Tujuan ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan-

kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pengajian rutin setiap minggu, arisan,

kerja bakti, tujuh belasan, dan lain sebagainya.

Para penduduk kemudian menginginkan agar perkumpulan ini diresmikan

sebagai sebuah paguyuban sebagai pengganti kopti. Kopti merupakan koperasi

pemerintahan yang berpusat di Kabupaten Tangerang. Sebenarnya kopti memiliki

peran yang cukup penting bagi penduduk Kedaung yang sebagian besar

merupakan pengrajin tahu tempe. Kopti dapat menjaga keseimbangan harga pasar.

Namun dalam perjalanannya, banyak aset-aset kopti yang hilang seperti tanah

ataupun tambak. Aset-aset ini merupakan milik dari anggota kopti namun ternyata

aset tersebut disalahgunakan oleh para pengurus periode terakhir. Akhirnya kopti

tersebut dibubarkan karena dianggap kurang bertanggung jawab.

Setelah kopti dibubarkan, distributor kedelai yang dipegang oleh China

dengan sewenang-wenang memainkan harga dan memberikan harga yang

setinggi-tingginya. Oleh karena itu para penduduk menginginkan adanya

paguyuban yang dapat menggantikan peran kopti tersebut. Paguyuban diresmikan

pada tangga 6 Maret 2009 dengan nama “Paguyuban Warga Pengrajin Tahu

Tempe (PWPTT)” (lihat Gambar 1 pada Lampiran 4). Nama tersebut diambil

karena yang menjadi anggota pertama paguyuban tersebut merupakan para

pengrajin tahu tempe. Meskipun begitu, tidak ada larangan bagi penduduk lain

Page 57: Ekonomi kerakyatan

yang bermata pencaharian selain pengrajin tahu tempe apabila mereka ingin

menjadi anggota paguyuban ini.

4.2.1 Gambaran Umum

Nama Paguyuban ini adalah Paguyuban Warga Pengrajin Tahu dan

Tempe atau disingkat PWPTT. Paguyuban ini berkedudukan di Tangerang

Selatan tepatnya di Jl. Pulo Samid Rt. 08/04. Prinsip yang menjadi landasan

paguyuban ini adalah gotong royong, kebersamaan, keterbukaan,

persaudaraan, dan transparan dalam menjalankan kegiatannya dan selalu

berpegang teguh pada prinsip amar ma ruf nahi munkar.

Adapun tujuan dari paguyuban antara lain:

1. Meningkatkan persaudaraan, persatuan, dan kesatuan sesama pengrajin;

2. Membangun jejaring, menyediakan dan mengelola usaha kedelai guna

meningkatkan kesejahteraan anggota.

4.2.2 Visi dan Misi

Visi

Menjadi paguyuban yang bermartabat yang senantiasa melindungi dan

mengayomi para warganya, jujur, amanah, dan transparan dalam menjalankan

kegiatannya.

Misi

1. Menjalankan usaha dibidang kedelai untuk memenuhi kebutuhan para

anggotanya;

Page 58: Ekonomi kerakyatan

2. Menjalankan usaha-usaha pendukung lainnya yang berkaitan dengan usaha

pokok para anggotanya;

3. Mempermudah usaha para anggota dengan menyediakan bahan baku dan

bahan pendukung lainnya dengan harga yang kompetitif;

4. Menjembatani kepentingan anggota dengan seluruh stakeholder untuk

mendapatkan manfaat saling menguntungkan bagi semua pihak.

4.2.3 Anggota

Anggota awal pada saat paguyuban baru terbentuk berjumlah 105

Kepala Keluarga. sekarang jumlah tersebut bertambah menjadi 124 Kepala

Keluarga atau sebanyak 128 jiwa. Jumlah ini dapat bertambah setiap waktu

karena paguyuban ini membuka kesempatan bagi siapa saja untuk menjadi

anggota paguyuban. Anggota paguyuban tidak hanya terbatas bagi pengrajin

tahu tempe saja atau terbatas bagi para penduduk Kedaung saja. Akan tetapi

penduduk yang bermata pencaharian selain pengrajin tahu tempe ataupun

orang lain yang bukan berasal dari Desa Kedaung dapat menjadi anggota

Paguyuban, yang terdiri dari :

- 96 orang pengrajin dan pedagang tahu tempe

- 22 orang pedagang sayur dan tukang ojek

- 10 orang profesi lain (pegawai, karyawan, dan buruh)

4.2.4 Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan saat ini adalah kegiatan-kegiatan dalam bidang

sosial, rohani atau keagamaan, dan bidang usaha.

Page 59: Ekonomi kerakyatan

4.2.4.1 Bidang Sosial

Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bidang sosial antara lain

pembinaan kepada anggota paguyuban dan juga pemberian santunan kepada

anggota paguyuban yang mengalami musibah. Pembinaan yang diberikan

kepada anggota paguyuban dapat berupa himbauan untuk dapat tetap menjaga

dan melestarikan lingkungan sekitar pemukiman ataupun lingkungan usaha

sehingga kegiatan usaha yang dilakukan tidak memberikan dampak negatif

terhadap lingkungan hidup. Selain himbauan tentang lingkungan hidup,

paguyuban juga memfasilitasi praktek nyata dari hanya sekedar himbauan.

Praktek nyata ini berupa kerja bakti yang dilakukan setiap bulannya.

Pemberian santunan dilakukan dengan menggunakan iuran wajib yang

dibayar oleh anggota paguyuban setiap bulannya. Besarnya iuran wajib

tersebut adalah seribu rupiah. Selain iuran wajib, santunan ini juga diambil

dari simpanan para anggota yang membeli kedelai di paguyuban. Setiap

pembelian kedelai anggota dikenakan biaya tambahan sebesar seratus rupiah

per kg.

4.2.4.2 Bidang Keagamaan

Anggota paguyuban seluruhnya memeluk agama Islam. Oleh karena itu

kegiatan-kegiatan keagamaan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan

agama Islam. Kegiatan tersebut seperti pengajian dan majelis taklim yang

dilakukan secara rutin. Pengajian dilakukan setiap malam Jumat di Masjid

Jami’ Darussalam ataupun di rumah anggota paguyuban yang bersedia.

Page 60: Ekonomi kerakyatan

Majelis taklim dilakukan setiap minggu, tanpa ada ketetapan hari

tergantung kesepakatan anggota setiap minggunya. Majelis taklim ini dapat

dilakukan di Masjid jami’ Darussalam ataupun di rumah anggota paguyuban

yang bersedia sehingga setiap anggota dapat mengenal lebih dekat dengan

anggota yang lainnya.

4.2.4.3 Bidang Usaha (lihat Gambar 2 pada Lampiran 4)

Paguyuban menyediakan kedelai yang dapat dibeli oleh para anggota

yang mayoritas adalah para pengrajin tahu tempe. Paguyuban menyediakan

kedelai dalam jumlah yang cukup besar. Para pengrajin dapat mengambil atau

memesan kedelai terlebih dahulu sebanyak yang dibutuhkan. Pembayaran dari

pesanan tersebut dapat dilakukan sebulan kemudian ketika akan melakukan

pengambilan atau pemesanan berikutnya.

Selain itu paguyuban juga melakukan usaha simpan pinjam. Para

anggota yang membutuhkan biaya yang berkaitan dengan usahanya,

paguyuban membuka peluang untuk memberikan pinjaman. Pinjaman yang

diberikan diambil dari simpanan anggota.

4.2.5 Manfaat

Banyak sekali manfaat yang didapatkan oleh para anggota, antara lain

mendapatkan kemudahan dalam penyediaan bahan baku kegiatan usaha,

mendapatkan pencerahan dan menambah wawasan khususnya mental dan

spiritual, ataupun mendapatkan perhatian disaat tertimpa musibah.

Page 61: Ekonomi kerakyatan

BAB V

BANGUNAN MODAL SOSIAL

Norma-norma yang terdapat pada komunitas pengrajin tahu masih sarat

akan budaya yang mereka bawa dari daerah asal mereka. Meskipun mereka hidup

di tengah-tengah kota yang sudah sangat heterogen, yaitu terdiri dari berbagai

budaya, agama, pekerjaan, sampai gaya hidup namun keanekaragaman ini tidak

membuat keutuhan antar mereka menjadi rapuh. Mereka berkumpul di salah satu

titik di Desa Kedaung, sehingga orang lain dengan mudah mengidentifikasi

komunitas ini.

Pengrajin tahu berasal dari satu daerah yang sama yaitu Tasikmalaya.

Kehidupan mereka di Kedaung masih kental dengan budaya Sunda mereka.

Meskipun begitu mereka tidak pernah menutup budaya lain untuk masuk dalam

kehidupan mereka. Mereka hidup rukun dengan penduduk Kedaung yang berasal

dari suku Jawa, Betawi, Padang, bahkan China.

Norma kekeluargaan sangat dijunjung tinggi oleh para pengrajin tahu.

Mereka sangat menghargai orang-orang yang berasal dari kampung yang sama.

Bahkan mereka sangat peduli dengan orang-orang yang mereka sebut dengan

saudara sekampung itu. Mereka tidak pernah mempersoalkan tentang hubungan

darah. Mereka selalu menganggap orang-orang yang berasal dari kampung yang

sama merupakan saudara yang harus dibantu ketika mereka berada dalam

kesulitan.

Selain norma kekeluargaan tersebut, terdapat juga norma ataupun nilai-

nilai yang lain yang berkembang diantara pengrajin tahu, diantaranya nilai-nilai

Page 62: Ekonomi kerakyatan

kebersamaan, toleransi, dan kepercayaan. Sebelumnya telah disebutkan bahwa

mereka menganggap saudara dengan sesamanya. Nilai-nilai kebersamaan

tercermin dari sikap mereka memperlakukan saudaranya, terutama yang belum

memiliki usaha atau penghasilan sendiri. Orang yang belum memiliki usaha atau

penghasilan sendiri tersebut diberi kesempatan untuk ikut dalam usaha pengrajin

yang telah memiliki usaha. Mereka diizinkan tinggal di tempat tinggal pengrajin

yang telah memiliki usaha sampai mereka mampu untuk mendapatkan tempat

tinggal sendiri. Seperti apa yang dikatakan oleh Pak Man:

Waktu saya masih ikut usaha adik saya, saya numpang disana,soalnya kan masih baru di Jakarta dan belum punya uang untukngontrak apalagi beli rumah.

Para pengrajin yang menjadi tempat belajar bagi pengrajin baru tidak

pernah mengungkapkan bahwa mereka mengharapkan balas jasa dari pengrajin

yang baru belajar. Namun pengrajin baru tersebut merasa memiliki kewajiban

untuk selalu menjaga hubungan baik dengan orang yang telah memberinya

pengetahuan tentang usaha tahu. Hal tersebut dianggap sebagai balas budi karena

mereka telah diberi keterampilan sampai mereka mampu membuka usaha sendiri

dan mendapatkan penghasilan sendiri.

Pengrajin tahu tersebut saling mempercayai satu sama lain. Tidak pernah

ada kecurigaan diantara mereka. Itulah sebabnya mereka tidak ragu apabila ada

saudara sekampung yang ingin menumpang tinggal di rumah mereka.

Nilai-nilai toleransi diantara para pengrajin tahu ini cukup tinggi. Mereka

saling menghormati dan menghargai bukan hanya dengan sesama pengrajin tahu

akan tetapi juga dengan penduduk Kedaung yang lainnya. Mereka tidak pernah

merasa tersaingi satu sama lain meskipun jumlah mereka bertambah setiap

Page 63: Ekonomi kerakyatan

tahunnya. Mereka hidup rukun berdampingan bahkan mereka kerap mengadakan

acara-acara yang dapat menguatkan kebersamaan diantara mereka seperti acara

17-an, arisan, dan sekarang mereka membentuk Paguyuban yang telah dijelaskan

di bab sebelumnya. Mereka memiliki kesadaran dalam hal memilih wilayah

pemasaran hasil produksi mereka. Pengrajin tahu dan tempe yang baru akan

mencari daerah pemasaran dan pembeli dimana mereka telah ketahui bahwa

belum ada pengrajin yang memasarkan di daerah tersebut. Sehingga mereka tidak

merasa haknya diambil. Hal inilah yang menyebabkan mereka tidak pernah

merasa tersaingi satu sama lain.

Kehidupan bertetangga tidak selamanya rukun dan damai. Kadang-kadang

ada masalah yang muncul karena kesalahpahaman, kurang pengertian, kurang

toleransi, ataupun kurang bertanggungjawab. Begitu juga dalam kehidupan para

pengrajin tahu. Kehidupan sosial para pengrajin tahu memang terlihat sangat

harmonis sekarang ini. Mereka hidup rukun sebagai tetangga. Namun, tidak

menutup kemungkinan diantara mereka pernah terjadi suatu masalah. Para

pengrajin tahu ini pernah mengalami masalah dengan kopti. Mereka menuntut

tanggung jawab dari kopti akan simpanan-simpanan yang mereka masukkan.

Mereka melakukan demo di kantor kopti yang terletak di Kabupaten Tangerang

bersama dengan pengrajin tahu dan tempe yang lainnya. Akan tetapi aksi tersebut

dapat diredam dan dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Perwakilan dari

pihak pengrajin berunding dengan pihak kopti untuk mencari solusi yang terbaik.

Para pengrajin diwakili oleh Pak Cariban selaku pengrajin tertua dan Pak Daryono

yang sekarang menjadi ketua Paguyuban.

Norma-norma ataupun nilai-nilai yang berkembang diantara pengrajin tahu

Page 64: Ekonomi kerakyatan

juga berkembang diantara pengrajin tempe. Norma kekeluargaan juga sangat

kental diantara para pengrajin tempe sama seperti pangrajin tahu. Mereka selalu

menganggap orang yang berasal dari daerah asal yang sama yaitu Pekalongan

sebagai saudara tanpa mempersoalkan hubungan darah diantara mereka. Mereka

selalu membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih jauh

tentang usaha tempe. Biasanya pengrajin yang sudah memiliki usaha

memperhatikan kehidupan saudara sekampungnya. Mereka mengajak orang-orang

yang tidak memiliki usaha ataupun berpenghasilan rendah di kampung.

Orang-orang yang diajak ataupun orang yang sengaja ingin mempelajari

keterampilan yang berhubungan dengan usaha tempe diizinkan untuk tinggal di

rumah pengrajin yang telah memiliki usaha. Mereka dibina, dibimbing, diberi

keterampilan sampai mereka memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Hal ini

mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan juga kepercayaan.

Selama pengrajin baru ‘menuntut ilmu’, pengrajin lama tidak pernah

meminta bayaran atas segala apa yang telah diberikan. Namun orang yang sudah

dibimbing tersebut tidak pernah melupakan begitu saja. Mereka biasanya lebih

mempererat hubungan dengan orang yang telah membimbing. Hubungan

persaudaraan mereka lebih terjaga dan lebih dekat dengan adanya proses tersebut.

Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Pak Cariban:

Saya pertama kali membuka usaha tempe ini disini. Sebelumnyabelum ada orang yang membuka usaha tempe. Setelah itu baruorang-orang tinggal di rumah saya dan ikut usaha saya sampaimereka bisa buka usaha sendiri. Saya tidak pernah meminta hasildari mereka setelah mereka punya usaha sendiri. Saya cumangajarin ajah sampai mereka bisa.

Page 65: Ekonomi kerakyatan

Pernyataan ini juga dikuatkan oleh Mba Iis yang baru mulai menjalankan

usaha tempe:

Waktu saya masih ikut usaha keponakan saya, ya memang sayahanya dapat bagian tergantung berapa yang saya bisa buat dan jualkarena saya kan ikut usaha orang. Tapi setelah saya buka usahasendiri, saya nggak punya kewajiban buat ngasih keponakan sayaitu.

Sama seperti dengan para pengrajin tahu, pengrajin tempe pun menjalin

hubungan yang baik antar pengrajin ataupun dengan penduduk yang lain. Mereka

juga tidak pernah merasa tersaingi satu sama lain. Hal ini dikarenakan mereka

telah memiliki wilayah pemasaran yang sudah mereka tentukan sendiri ketika

mereka mulai berusaha.

Meskipun begitu mereka juga tidak luput dari masalah-masalah yang

sempat mengganggu keharmonisan mereka. Selain masalah dengan Kopti bersama

dengan para pengrajin tahu, pengrajin tempe sempat terganggu ketika krisis

moneter pada tahun 1998. Harga kedelai melambung cukup tinggi. Mereka tidak

mendapat keuntungan selama beberapa lama. Namun mereka dapat tetap

melangsungkan produksi karena mereka masih diperbolehkan untuk memesan

kedelai di distributor kedelai.

Nilai-nilai yang berkaitan dengan kepercayaan telah diuraikan

sebelumnya, implikasi dari nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari cara mereka

belajar atau proses belajar yang terjadi antara pengrajin tahu ini. Apabila diantara

mereka tidak memiliki rasa percaya maka tidak akan terjalin kerjasama yang baik

diantara mereka. Pengrajin yang ingin belajar tanpa ragu menerima pengetahuan

yang diberikan begitu juga dengan pengrajin yang memberi pengetahuan. Mereka

dengan senang hati memberikan pengetahuan tanpa ada perasaan bahwa orang

Page 66: Ekonomi kerakyatan

yang dibimbing akan memberikan atau membawa hal-hal negatif.

Orang-orang tersebut bersedia diajak dan percaya bahwa mereka akan

diberikan pengetahuan yang dapat mereka gunakan untuk memajukan diri mereka

sendiri. Kepercayaan ini muncul karena mereka sudah cukup mengenal satu sama

lain. Mereka juga telah menjalin hubungan yang cukup baik di daerah asal

mereka. Selain itu, mereka juga sudah melihat saudara-saudara sekampung yang

diajak bekerja dan kemudian dapat berhasil sehingga kesejahteraannya meningkat.

Sikap percaya ini juga dicerminkan pada kegiatan atau kerja sama antara

pengrajin tahu dengan distributor kedelai. Para pengrajin tahu biasanya memesan

atau mengambil terlebih dahulu kedelai kepada distributor kedelai baik di

Paguyuban ataupun distributor lain. Mereka tidak dituntut untuk langsung

membayar kedelai tersebut. Mereka diberi kesempatan satu bulan atau sampai

mereka ingin memesan kedelai kembali. distributor kedelai tidak meminta

jaminan dalam kerja sama ini. Hal ini tidak hanya berlaku bagi para pengrajin

yang telah menjalankan usaha atau sudah melakukan kerja sama sebelumnya.

Pengrajin yang baru akan memulai usaha juga dapat menjalin kerja sama ini.

Seperti apa yang diungkapkan oleh Pak Atang:

lo buat beli kacangnya ga mahal, kan kita boleh ngambil dulu,bayarnya ntar pas mau ngambil lagi.

Distributor kedelai ini begitu percaya dengan para pengrajin tahu dan

tempe karena distributor telah menjalin kerja sama dengan pengrajin-pengrajin

sebelumnya. Pengrajin-pengrajin tersebut selalu menepati waktu pembayaran,

mereka tidak pernah lari dari tanggung jawab untuk membayar kedelai yang sudah

mereka pesan. Oleh karena itu distributor percaya bahwa pengrajin yang lain juga

Page 67: Ekonomi kerakyatan

tidak akan lari dari tanggungjawabnya.

Kerja sama yang dilandasi dengan kepercayaan juga berlaku diantara

pengrajin tempe. Banyak pengrajin tempe baru bermunculan. Hal ini dikarenakan

usaha tempe tidak membutuhkan modal yang besar. Mbak Iis mengatakan:

Usaha tempe mah gampang mbak, kacangnya boleh ngambil dulu,bayarnya bulan depan, terus alat-alatnya yang lain juga gampang.Tanpa modal juga bisa usaha tempe, Mbak.

Mbak Iis mengatakan hal tersebut berdasarkan beberapa alasan. Pertama,

karena para pengrajin dapat mengambil kedelai terlebih dahulu di distributor

sebanyak yang dibutuhkan dan dapat membayarnya setelah mereka dapat menjual

tempe dan mendapatkan keuntungan. Kedua, karena alat-alat produksi mudah

dibuat antara lain tong untuk mencuci dan merebus kedelai, krei yang terbuat dari

bambu untuk mencetak tempe, dan penggiling kedelai. Oleh karena itu usaha ini

dapat dimulai dengan menggunakan modal yang rendah.

Pengrajin tempe menerapkan kerja sama semacam ini kepada beberapa

konsumennya. Memang tidak semua pengrajin tempe menerapkan kerja sama

seperti ini, hanya para pengrajin yang sudah mengenal karakteristik langganannya.

Biasanya pengrajin yang mengantarkan langsung pesanan konsumen yang

menerapkan kerja sama ini.

Pesanan konsumen diantarkan setiap harinya dan konsumen dapat

membayar pesanan tersebut pada bulan berikutnya. Kerja sama ini tidak

menggunakan jaminan apapun dan konsumen tidak pernah menuntut apabila

tempe yang sudah dibelinya tidak laku dijual. Pesanan yang sudah diantar ke

tangan konsumen merupakan hak konsumen sepenuhnya. Seperti apa yang

Page 68: Ekonomi kerakyatan

diutarakan oleh Pak Daryono:

Saya tiap hari nganter. Ada beberapa langganan yang bayarnyabulan depan kayak warteg.

Kepercayaan ini tumbuh juga karena adanya tanggung jawab dan

kejujuran dari kedua belah pihak. Penjual tempe tidak pernah terlambat

mengantarkan tempenya dan menjual tempe dengan kualitas yang cukup baik.

Konsumen juga selalu membayar tepat waktu setiap bulannya.

Diantara mereka telah tumbuh rasa saling percaya yang sangat kuat, hal ini

ditandai oleh kejujuran, keteraturan, dan kerjasama yang terjalin antar mereka.

Kesalingpercayaan ini mempengaruhi jejaring kehidupan mereka.

Pengrajin tahu termasuk penduduk baru yang bermukim di Kedaung.

Pengrajin tahu pertama memulai usahanya pada tahun 1998, dengan kata lain

pengrajin ini datang 18 tahun setelah pengrajin tempe menjalankan usaha di

Kedaung. Pengrajin tahu ini memutuskan untuk membuka usaha tahu karena pada

saat itu belum ada penduduk yang membuka usaha tahu di daerah ini. Sedangkan

pengrajin tempe sudah banyak sekali.

Pengrajin tahu ini berasal dari Tasikmalaya dan orang-orang yang berasal

dari Tasikmalaya banyak yang belajar dengan pengrajin pertama. Namun usaha

ini tidak dapat berlangsung lama dan akhirnya berhenti berproduksi. Salah

seorang yang pernah ikut bekerja di usaha tersebut adalah Pak Maman yang

merupakan kakak dari pengrajin pertama ini.

Jejaring hubungan kemudian terbentuk karena adanya hubungan antara

pengrajin tahu dengan pihak-pihak yang lain seperti distributor kedelai dan

konsumen. Pengrajin yang hingga kini masih menjalankan usahanya yaitu Pak

Page 69: Ekonomi kerakyatan

Maman dan Pak Atang. Pak Maman dan Pak Atang sama-sama berasal dari satu

daerah yang sama yaitu Tasikmalaya.

Gambar 7. Bagan Jejaring Pak Maman Sebagai Pengrajin Tahu Lama

Pak Maman memulai usahanya pada Tahun 2000. Pak Maman memang

bukan pengrajin tahu pertama di Kedaung. Pengrajin tahu yang pertama kali

menjalankan usaha di Kedaung sudah tidak menjalankan usahanya karena

mengidap penyakit yang serius. Awalnya Pak Maman ikut usaha adiknya yang

merupakan pengrajin tahu pertama tersebut. Beliau belajar keterampilan membuat

tahu selama dua tahun. Setelah itu, Pak Maman memutuskan untuk membuka

usaha tahu sendiri.

Pak Maman memiliki lima orang karyawan. Pak Maman mengajak

saudara sekampungnya untuk membantu usahanya. Hal ini dikarenakan usaha

tahu tidak dapat dilakukan sendiri. Usaha tahu ini membutuhkan sumber daya

manusia lebih dari dua orang. Pak Maman mengajarkan keterampilan membuat

tahu kepada para karyawannya sampai karyawan-karyawannya itu mengerti tugas

masing-masing. Dengan kata lain Pak Maman termasuk dalam pemberdaya atau

orang yang memberdayakan bagi pengrajin tahu yang lainnya.

Pak Maman

Paguyuban Distributorkedelai

PasarCiputat

Page 70: Ekonomi kerakyatan

Pak Maman membeli kedelai pada distributor kedelai dan Paguyuban. Hal

ini dikarenakan, Pak Maman telah melakukan kerja sama dengan distributor

kedelai terlebih dahulu dan Paguyuban baru dapat menyediakan kedelai tahun ini.

Pak Maman belum bisa menghentikan kerja sama dengan distributor kedelai

secara sepenuhnya. Namun Pak Maman berniat untuk menghentikan kerja sama

tersebut secara perlahan demi kemajuan Paguyuban.

Pak Maman hanya menjual tahunya di Pasar Ciputat. Beliau memilih Pasar

Ciputat sebagai tempat pemasaran karena beliau sudah mempunyai daerah

berjualan di pasar tersebut.

Gambar 8. Bagan Jejaring Pak Atang Sebagai Pengrajin Tahu Baru

Sementara itu, Pak Atang memulai usahanya pada tahun 2005. Pak Atang

membeli kedelai di distributor kedelai dan juga Paguyuban. Alasannya tidak jauh

berbeda dengan Pak Maman. Pak Atang telah melakukan kerja sama terlebih

dahulu dengan distributor kedelai tersebut sehingga beliau tidak dapat dengan

serta merta menghentikan kerja sama tersebut.

Pak Atang mempelajari keterampilan usaha tahu ini dari Pak Maman dan

juga pengrajin yang lainnya. Setelah beliau mempunyai modal untuk membeli

Pak Atang

Distributorkedelai

PasarCiputat

Penjualeceran

Paguyuban

Page 71: Ekonomi kerakyatan

alat-alat produksi dan juga berhasil untuk menghimpun saudara-saudaranya untuk

menjalankan usaha bersama, barulah beliau membuka usaha tahu ini. Pak Atang

merupakan pengrajin yang diberdayakan. Beliau memperoleh pengetahuan dari

orang lain yang kemudian dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Pak Atang juga menjual tahunya di Pasar Ciputat, selain itu Pak Atang

menerima pedagang eceran yang membeli langsung di pabrik. Pak Atang menjual

sendiri tahunya, dengan dibantu oleh keempat orang saudaranya. Namun letak

mereka terpisah-pisah di Pasar Ciputat tersebut.

Etnis tidak cukup berpengrauh dalam jejaring. Apabila dilihat mereka

memang hidup seperti berkelompok dimana para pengrajin tahu semuanya berasal

dari Tasikmalaya. Namun kenyataanya, mereka cukup terbuka dengan siapa saja

yang ingin mempelajari tentang usaha tahu. Akan tetap di Kedaung sudah

terbentuk suatu anggapan bahwa pengrajin tahu pasti orang yang berasal dari

Tasikmalaya.

Mereka juga tidak pernah membatasi siapa yang harus menjadi konsumen

mereka ataupun dengan siapa mereka pantas menjalin hubungan. Mereka menjalin

hubungan sosial dengan siapa saja terutama dengan para anggota paguyuban yang

juga merupakan warga kedaung. Jejaring yang terbentuk antara pengrajin tahu

dengan pihak-pihak yang lainnya merupakan suatu jejaring terbuka, siapa saja

dapat masuk dalam jejaring hubungan tersebut. Hal ini ditunjukkan pada kejadian

ketika peneliti pertama kali masuk dalam komunitas tersebut sampai akhirnya

mempelajari cara membuat tahu, mereka dengan senang hati menjamu peneliti

tanpa ada rasa sungkan.

Begitu juga dalam hal ekonomi, para pengrajin tahu ini hidup

Page 72: Ekonomi kerakyatan

berdampingan dengan para pengrajin tempe yang seluruhnya berasal dari

Pekalongan. Belum ada konflik antara mereka selama ini. Hal ini dikarenakan

mereka sadar bahwa mereka menjual hasil olahan yang berbeda dan mereka

berusaha untuk memberikan hasil yang terbaik.

Mereka juga tidak pernah merasa tersaingi dengan kelompok usaha keripik

tempe yang merupakan warga Kedaung. Mereka merasa memiliki pasar yang

berbeda sehingga mereka tidak pernah merasa bermasalah apabila ada warga lain

yang membuka usaha. Begitu juga dengan pengrajin tempe. Pengrajin tahu

menjalin hubungan yang sangat baik dengan parapengrajin tempe karena mereka

menggunakan kerja sama dengan distributor yang telah dijalin terlebih dahulu

oleh pengrajin tempe.

Pengrajin terlama di Kedaung berasal dari pengrajin tempe. Pengrajin

tempe pertama di Kedaung adalah Bapak Cariban. Beliau memulai usahanya pada

tahun 1980. Beliau memulai usaha di saat belum ada orang lain yang melakukan

usaha sejenis. Pak Cariban merupakan pengrajin tempe sejati, karena beliau sudah

sedari kecil berkecimpung dalam usaha tempe ini. Namun baru pada tahun 1980

beliau membuka usaha tempe sendiri.

Awalnya beliau memproduksi tempe sendiri. Tapi sekarang beliau sudah

mempunyai karyawan untuk menggantikan tugasnya. Pak Cariban membeli

kedelai di distributor kedelai karena beliau sudah dari memulai usaha membeli

kedelai di distributor kedelai ini. Meskipun begitu Pak Cariban memiliki

hubungan sosial yang sangat kuat dengan Paguyuban. Karena Pak Cariban

merupakan orang yang pertama kali membuka usaha tempe di daerah Kedaung

dan banyak orang yang belajar dengan Pak Cariban sehingga Pak Cariban

Page 73: Ekonomi kerakyatan

memiliki hubungan yang cukup baik dengan para pengrajin tempe yang lain yang

merupakan anggota dari paguyuban tersebut. Pak Cariban selalu mengajak dan

mau mengajarkan keterampilannya kepada saudara sekampungnya. Oleh sebab itu

pengrajin tempe di Kedaung selalu bertambah. Pak Cariban sama seperti Pak

Maman. Pak Cariban merupakan pemberdaya atau orang yang memberdayakan

pengrajin tempe yang lainnya sampai akhirnya mereka dapat menjalankan usaha

itu sendiri. Pak Daryono juga sudah termasuk pemberdaya karena beliau

merupakan ketua paguyuban yang sering kali memberikan pengetahuan dan

keterampilan kepada pengrajin yang lain. Berbeda dengan Mbak Iis. Beliau

merupakan orang yang diberdayakan karena beliau belum pernah memberikan

pengetahuan ataupun memberikan keterampilan kepada pengrajin yang lain.

Pak Cariban hanya fokus di Pasar Ciputat semenjak pertama kali memulai

usahanya. Pembeli di Pasar Ciputat beragam mulai dari ibu rumah tangga, penjual

gorengan, pemilik warung nasi, sampai penjual sayuran untuk dijual kembali.

Hubungan Pak Cariban dengan para pembeli di Pasar Ciputat dan distributor

kedelai merupakan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dalam

hubungan ekonomi.

Berbeda dengan Pak Cariban, Mbak Iis dan Pak Daryono lebih memilih

untuk memasarkan hasil produksinya dengan cara berkeliling. Mbak Iis baru

memulai usahanya pada tahun 2005. Cara ini dilakukannya sejak memulai usaha.

Cara ini memang tidak mudah karena pada mulanya langganan atau pembeli harus

dicari sendiri. Namun lama kelamaan cara ini menjadi tidak begitu berat karena

beliau hanya tinggal mengantarkan saja ke tempat langganan sehingga hasil yang

di dapat setiap harinya lebih pasti dibanding dijual di pasar.

Page 74: Ekonomi kerakyatan

Alhamdulillah mbak sekarang mah sudah banyak langganan, jadisuami saya tinggal nganter ajah ke tempat mereka. Kadang tempeyang dibawa dilebihin jadi bisa dijual ke yang lain juga selain buatpesanan orang.

Cara ini juga dipilih oleh Bapak Daryono selaku Ketua Paguyuban.

Saya lebih memilih berkeliling mbak, soalnya lebih sedikitsaingan dan lebih gampang dapat langganan. Kalau di pasar kanpembeli yang nyamperin kita, nah itu ga tentu, kadang banyak yangbeli kadang sedikit, lebih susah mbak.

Mbak Iis mempunyai jaringan dengan rumah tangga, tukang gorengan,

tukang sayuran, warteg, distributor kedelai, dan paguyuban. Mbak Iis lagsung

menjual hasilnya kepada para langganannya. Mbak Iis mengantarkan langsung ke

tangan pembelinya. Berbeda dengan Pak Cariban, Mbak Iis melakukan hubungan

timbal balik dengan paguyuban. Mbak Iis membeli kedelai di paguyuban dan juga

distributor kedelai. Mbak Iis belum bisa menghentikan pembelian secara tiba-tiba

dengan distributor kedelai karena pertama kali memulai usaha Mbak Iis

mengambil kedelai di distributor kedelai. Namun Mbak Iis juga tidak mungkin

menghiraukan keberadaan paguyuban, karena dengan adanya paguyuban tersebut

pihak distributor kedelai tidak dapat memainkan harga dengan sewenang-wenang.

Begitu juga dengan Pak Daryono. Pak Daryono menjual langsung

tempenya kepada rumah tangga, pedagang makanan, dan tukang sayur. Selain itu,

Pak Daryono juga menjalin hubungan dengan beberapa anggota Polda, dealer

motor, dan anggota paguyuban. Hubungan dengan anggota Polda menyebabkan

terbentuknya paguyuban pengrajin tahu tempe. Pak Daryono mendapat dukungan

dari anggota Polda tersebut yang sekarang menjadi pengawas dan sekretaris

paguyuban. Selain sebagai pengrajin tempe, Pak Daryono juga menjadi perantara

bagi pembeli motor di salah satu dealer motor.

Page 75: Ekonomi kerakyatan

Sama halnya dengan pengrajin tahu, etnis tidak begitu berpengaruh dalam

kehidupan para pengrajin tempe. Memang seluruh pengrajin tempe di Kedaung

merupakan warga yang berasal dari Pekalongan. Hal ini dikarenakan, pengrajin

yang telah memiliki usaha di kota akan mengajak saudara sekampungnya. Namun

tidak menutup kemungkinan bagi orang yang berasal dari etnis lain untuk ikut

serta dalam usaha ini dan sejauh ini belum ada orang yang berasal dari etnis lain

yang ingin belajar usaha tempe.

Para pengrajin tempe ini juga tidak pernah membatasi kehidupan

sosialnya. Mereka sangat terbuka dengan siapa saja. Mereka juga tidak merasa

keberatan dengan kedatangan para pengrajin tahu yang memulai usaha di daerah

Kedaung. Mereka tidak pernah merasa bahwa lahan ekonomi mereka menjadi

berkurang. Hal ini dikarenakan beberapa hal diantaranya para pengrajin tempe

sudah mempunyai langganan sendiri, hasil produksi mereka juga berbeda dengan

para pengrajin tahu sehingga mereka tidak merasa tersaingi dan hidup dengan

harmonis.

Jejaring yang terbentuk antara pengrajin tempe dengan pihak-pihak lain

merupakan jejraing terbuka. Siapa saja dapat masuk ke dalam jejaring ini. Tidak

ada aturan yang mengikat diantara mereka dalam menjalin suatu hubungan.

Page 76: Ekonomi kerakyatan

Gambar 9. Bagan Jejaring Pak Cariban Sebagai Pengrajin Tempe Terlama di Kedaung

Pasar Ciputat hanya sekedar tempat menjual tempe bagi Pak Cariban.

Sehingga hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang searah meskipun di

Pasar Ciputat tersebut Pak Cariban mendapatkan penghasilan. Dengan distributor

kedelai dan paguyuban, hubungan Pak Cariban merupakan hubungan yang timbal

balik. Pak Cariban mendapat pasokan kedelai dari distributor kedelai. Sedangkan

dengan paguyuban, Pak Cariban merupakan orang yang paling berpengaruh

karena merupakan pengrajin pertama di daerah Kedaung dan paguyuban juga

selalu meminta pendapat Pak Cariban terkait dengan masalah-masalah yang

mereka hadapi.

Pak Cariban

Pasar Ciputat Paguyuban

Distributorkedelai

Page 77: Ekonomi kerakyatan

Gambar 10. Bagan Jejaring Mba Iis Sebagai Pengrajin Tempe Yang Paling Baru di

Kedaung

Mbak Iis menjual tempenya kepada beberapa pihak yaitu ibu rumah

tangga, tukang gorengan, tukang sayur, dan warteg. Hubungan ini hanya sekedar

hubungan jual beli oleh karena itu hubungan ini digambarkan sebagai hubungan

searah. Sementara itu hubungan dengan distributor kedelai merupakan hubungan

searah dimana Mbak Iis membutuhkan pasokan kedelai dan pasokan tersebut

didapat dari distributor. Sedangkan dengan paguyuban merupakan hubungan dua

arah, karena Mbak Iis memasok kedelai dari paguyuban dan juga sebagai

anggotadari paguyuban tersebut.

Warteg

Rumahtangga Paguyuban

TukangGorengan

Tukangsayur

distributorkedelai

Mba Iis

Page 78: Ekonomi kerakyatan

Gambar 11. Bagan Jejaring Pak Daryono Sebagai Ketua Paguyuban

Pak Daryono menjalin hubungan searah dengan ibu rumah tangga, tukang

sayur, dan pedagang makanan. Hubungan tersebut hanya sebatas hubungan jual

beli. Pak Daryono menjalin hubungan yang baik dengan anggota paguyuban.

Anggota paguyuban banyak yang membeli kedelai di paguyuban dan Pak

Daryono juga berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anggota

paguyuban. Sementara itu, Pak Daryono memperluas jaringannya dengan dealer

motor dan beberapa anggota Polda. Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya.

Apabila diperhatikan dengan lebih seksama, sebenarnya jejaring-jejaring

yang telah digambarkan diatas saling berhubungan satu sama lain. Berikut gambar

jejaring pengrajin tahu tempe yang saling berhubungan:

Pak Daryono

RumahTangga

Beberapaanggota Polda

Pedagangmakanan

Anggotapaguyuban

Tukangsayur

Page 79: Ekonomi kerakyatan

Gambar 12. Bagan Jejaring Pengrajin Tahu Tempe

Apabila kita melihat gambar jejaring diatas, mungkin akan terlihat begitu

rumit. Namun sebenarnya, gambar jejaring tersebut menggambarkan bahwa

semua pihak yang terdapat dalam komunitas pengrajin tahu tempe tersebut saling

berhubungan satu sama lain. Mereka tidak melakukan hubungan yang lepas atau

tidak berhubungan. Hubungan yang mereka jalin merupakan suatu keterikatan

yang saling menyatu.

P’ Daryono

PedagangGorengan

Ibu RTTukangSayur

Warteg

Ps. Ciputat

P’ Cariban

Paguyuban

Mba’ Iis

P’ Man

P’ Atang

PengrajinTahu tempeyg lain

distributorkedelai

Page 80: Ekonomi kerakyatan

BAB VI

MODAL SOSIAL, PENGEMBANGAN USAHA, DAN KESEJAHTERAAN

PENGRAJIN TAHU TEMPE

Norma-norma atau nilai-nilai yang berkembang seperti yang telah

disebutkan pada bab sebelumnya yaitu kekeluargaan, kebersamaan, toleransi dan

kepercayaan menjadi dasar bagi terlaksananya proses pengembangan usaha yang

berlangsung diantara para pengrajin tahu. Usaha yang mereka miliki tidak lepas

dari peran norma yang telah mereka kembangkan semenjak mereka masih berada

di daerah asal mereka yaitu Tasikmalaya. Atas dasar norma-norma atau nilai-nilai

inilah, mereka merasa mempunyai kewajiban untuk membantu saudara

sekampungnya agar dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Mereka selalu merasa bahwa mereka merupakan satu keluarga, sehingga

mereka tidak pernah sungkan untuk memberi kepercayaan, menerima ajakan,

memberi keterampilan, dan juga menerima keterampilan tersebut. Oleh sebab itu,

satu persatu saudara sekampung mereka dengan cepat dapat menjadi pengrajin

tahu. Orang yang diajak juga tidak pernah merasa malu untuk belajar karena

mereka mengerti bahwa hal yang dilakukan adalah untuk menjadikan kehidupan

mereka lebih baik.

Norma-norma atau nilai-nilai yang terus menerus digunakan sebagai basis

dari pengembangan usaha para pengrajin tahu di Kedaung tidak pernah hilang

ataupun melemah. Norma atau nilai ini semakin kuat karena ketika mereka

berhasil mempunyai usaha sendiri dan berhasil mengembangkan usahanya rasa

diantara mereka yang menganggap bahwa mereka merupakan saudara semakin

Page 81: Ekonomi kerakyatan

bertambah. Begitu juga dengan kebersamaan, toleransi dan kepercayaan diantara

mereka.

Dapat dilihat hasil dari pengembangan usaha yang berlandaskan norma-

norma ataupun nilai-nilai yang berkembang diantara pengrajin tahu di Kedaung.

Mereka semakin rukun, harmonis, percaya, dan mereka tidak pernah melupakan

akan jasa dari orang yangtelah memberinya keterampilan. Usaha tahu ini juga

cukup berkembang di daerah Kedaung.

Keahlian membuat tahu merupakan keahlian yang dapat dimiliki oleh

siapa saja. Namun cara mereka meluaskan keahlian ini merupakan cara yang

cukup unik. Salah satunya adalah pada saat membuat orang-orang yang tadinya

tidak mempunyai usaha apa-apa atau pekerjaannya tidak memberikan hasil yang

maksimal menjadi mempunyai usaha sendiri dan cukup menjanjikan. Uniknya,

para pengrajin yang sudah merasa mapan dalam usahanya berusaha mengajak

orang lain atau saudara sekampung yang tidak mempunyai pekerjaan untuk ikut

dalam usahanya. Orang tersebut diberi keterampilan dari awal bagaimana

membuat tahu sampai mereka mengerti dan membuat sendiri. Awalnya mereka

hanya mendapat bagian sebanyak tahu yang dapat mereka buat dan jual. Seperti

yang dilakukan oleh Pak Maman ataupun Pak Atang. Pak Maman dan Pak Atang

menyatakan bahwa awalnya karyawan tidak memiliki keterampilan membuat

tahu. Namun Pak Maman dan Pak Atang membimbing mereka sampai mereka

bisa.

Para pengrajin tempe tidak serta merta mendapatkan keterampilan dalam

membuat tempe. Mereka mendapatkan keahlian itu dari orang lain yang sudah

terlebih dahulu menjalankan usaha tempe. Keahlian ini didapat sejak kecil karena

Page 82: Ekonomi kerakyatan

usaha turun temurun keluarga ataupun diajak oleh pengrajin lain yang sudah

sukses dalam usaha ini. Menurut Pak Daryono usaha ini seperti usaha membatik

di Yogyakarta. Keahlian yang di dapat merupakan keahlian yang biasa dimiliki

oleh orang Pekalongan.

Norma-norma atau nilai-nilai yang berkembang diantara mereka sama

dengan norma atau nilai yang berkembang diantara para pengrajin tahu. Hal ini

dikarenakan mereka hidup berdampingan. Mereka sudah menjadi satu kesatuan di

daerah Kedaung.

Sama halnya dengan pengrajin tahu, pengrajin tempe ini mengembangkan

usahanya dengan menggunakan norma-norma atau nilai-nilai yang mereka miliki.

Mereka juga selalu mengajak saudara sekampungnya untuk ikut membuka usaha

yang dirasa cukup menjanjikan ini. Mereka diberi keterampilan dengan cara ikut

serta atau membantu usaha pengrajin yang sudah memiliki usaha. Setelah itu

mereka dapat membuka usaha sendiri tanpa harus membayar biaya selama

‘menuntut ilmu’. Seperti apa yang dikatakan oleh Mbak Iis:

Dulu saya diajak oleh keponakan saya mbak. Pertama-tamanya cumabantu-bantu ajah. Nggak digaji kayak waktu saya di pabrik sih mbak,jadi ya dapat bagiannya dari tempe yang saya buat dan yang laku dijual.Lama-lama punya uang sendiri, baru buka usaha sendiri.

Pernyataan ini juga didukung oleh Pak Cariban yang usahanya biasa

dibantu oleh orang lain yang ingin belajar membuat tempe:

Banyak yang datang kesini buat belajar membuat tempe, habis itu padabuka usaha sendiri.

Rasa kekeluargaan, kebersamaan, dan kepercayaan diantara mereka tidak

pernah pudar. Rasa tersebut semakin kuat seiring dengan semakin berkembangnya

usaha tempe di Kedaung.

Page 83: Ekonomi kerakyatan

Tidak pernah ada persyaratan yang memberatkan ketika pengrajin tahu

yang sudah berhasil mengajak saudara sekampungnya untuk bermigrasi dan

belajar usaha tahu. Mereka hanya menyatakan satu syarat yaitu kemauan. Apabila

kemauan itu tidak dimiliki maka proses pembelajaran keterampilan tahu tersebut

tidak akan pernah terlaksana.

Begitu juga ketika saudara sekampungnya itu memutuskan untuk memulai

usaha. Mereka menggunakan pengetahuan yang telah mereka dapatkan. Mereka

juga menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang sudah menjalin hubungan

sebelumnya dengan pengrajin yang memberikan keterampilan. Biasanya mereka

menjalin hubungan dengan distributor kedelai yang sudah menjadi langganan

pengrajin sebelumnya.

Para pengrajin pemula ini dapat menggunakan kepercayaan yang telah

dibangun antara distributor kedelai dengan pengrajin sebelumnya sehingga

pengrajin pemula ini dapat menikmati fasilitas yang tidak jauh berbeda. Salah

satunya yaitu mereka dapat mengambil kedelai terlebih dahulu dan membayarnya

ketika mereka melakukan pengambilan kedelai untuk produksi selanjutnya.

Namun mereka tidak dapat mengambil dalam jumlah yang sangat besar.

Pengrajin tempe yang baru akan memulai usaha juga menggunakan

kepercayaan yang telah dibangun antara pengrajin tempe sebelumnya dengan

distributor kedelai dan juga dengan pengrajin yang lainnya. Distributor kedelai

tidak pernah khawatir akan pembayaran kedelai, karena pengrajin tempe sudah

lama menjalin hubungan dengan distributor kedelai dan tidak pernah mengalami

kemacetan.

Page 84: Ekonomi kerakyatan

Kepercayaan yang telah dibentuk oleh para pengrajin tempe yang lebih

dulu membuka usaha juga digunakan para pengrajin tempe pemula untuk

mendapatkan pengetahuan tambahan ataupun sekedar menjalin hubungan sosial

sehingga mereka dengan lebih mudah dapat diterima dalam komunitas tersebut.

Hubungan saudara ataupun sekampung digunakan oleh pengrajin tahu

dalam mengembangkan usahanya. Pengrajin tahu yang pertama kali membuka

usaha menjalin hubungan dengan distributor kedelai yang sudah cukup dikenal

dan telah menjalin kerja sama dengan pengrajin tempe yang terlebih dahulu

membuka usaha di Kedaung. Setelah usaha tersebut berkembang, pengrajin

tersebut mulai mengajak saudara sekampungnya. Orang yang diajak biasanya

orang memiliki hubungan yang cukup dekat. Begitu juga dengan orang yang ingin

belajar tanpa diajak, biasanya orang yang sudah mengenal pengrajin tahu yang

akan diikuti atau mengenalnya dari saudara sekampung yang lain. Setelah orang-

orang tersebut membuka usaha sendiri, mereka juga akan mengajak saudara

sekampungnya, begitu seterusnya. Sehingga usaha tahu di Kedaung ini bertambah

jumlahnya.

Pengrajin tempe juga menggunakan jaringan yang telah dijalin oleh

pengrajin sebelumnya sama seperti para pengrajin tahu, baik dengan distributor

kedelai ataupun dengan pihak-pihak lain yang dapat mendukung usaha tempe ini.

Jumlah pengrajin tempe lebih banyak dibandingkan dengan pengrajin tahu, hal ini

dikarenakan usaha tempe dapat dilakukan secara perorangan sehingga banyak

orang-orang Pekalongan yang diajak oleh pengrajin tempe yang telah berhasil di

Kedaung dan juga orang-orang yang berinisiatif sendiri untuk belajar usaha

tempe.

Page 85: Ekonomi kerakyatan

Pengrajin tahu tempe yang belum mempunyai keterampilan membuat tahu

tempe diajak atau ikut usaha orang lain atau saudaranya yang sudah memiliki

usaha tahu tempe. Setelah beberapa lama mereka mempelajari keterampilan

tersebut, akhirnya mereka dapat membuat tahu tempe tanpa harus dibimbing lagi.

Mereka ikut dalam usaha tersebut sampai mereka merasa mampu untuk membuka

usaha sendiri. Ketika mereka membuka usaha sendiri secara otomatis mereka akan

mendapatkan penghasilan sendiri.

Proses pemberdayaan dalam komunitas pengrajin tahu tempe dapat

digambarkan sebagai berikut:

Page 86: Ekonomi kerakyatan

Gambar 13. Bagan Proses Pemberdayaan Pengrajin Tahu Tempe

Proses pemberdayaan yang terjadi di komunitas pengrajin tahu tempe

dimulai dari pemberian pengetahuan oleh pihak yang telah memiliki usaha kepada

pihak yang diajak atau pihak yang dengan sendirinya ingin mengetahui tentang

usaha tahu tempe tersebut. Pengetahuan yang diberikan dapat berupa petunjuk

tentang alat-alat yang dibutuhkan, penggunaannya, bahan yang dibutuhkan, dan

cara membuat tahu tempe. Setelah itu pihak yang ‘ditumpangi’ tersebut

memberikan kesempatan bagi pihak yang ‘menumpang’ untuk langsung ikut serta

dalam proses pembuatan tahu tempe. Proses ini berlangsung sampai mereka

Pengrajin yangterlebih dahulumembuka usaha

Mengajak ataumembuka peluang

Orang yang inginbelajar

Membina ataumembimbing

Memberi kesempatanmembuka usaha

sendiri

Usaha sendiri Penghasilan sendiri

Paguyuban

Page 87: Ekonomi kerakyatan

merasa mengerti dan mampu membuat tahu atau tempe yang baik. Pihak yang

‘ditumpangi’ tidak mengikat pihak yang ‘menumpang’. Dengan kata lain, tidak

ada paksaan untuk terus membantu usaha tersebut. Mereka diberi kebebasan

apabila mereka ingin membuka usaha sendiri.

Paguyuban merupakan sebuah wadah yang mendukung terjadinya proses

pemberdayaan tersebut. Paguyuban tersebut dibentuk oleh para pengrajin tahu dan

tempe agar hubungan sosial mereka tetap terpelihara. Dengan tetap terpeliharanya

hubungan sosial diantara para pengrajin maka pengembangan usaha dapat

dilakukan dengan lebih mudah.

Pada umumnya proses pemberdayaan yang terjadi pada para pengrajin

tempe sama dengan para pengrajin tahu. Namun ada satu hal yang membedakan

antar keduanya. Pengrajin tempe dapat langsung membuka usahanya sendiri

setelah ia merasa mampu, tanpa harus mempertimbangkan berapa banyak pekerja

yang harus dimiliki untuk menjalankan usaha tersebut. Karena usaha tempe dapat

dilakukan sendiri. Sedangkan usaha tahu harus dilakukan oleh lebih dari satu

pekerja. Oleh karena itu usaha tahu biasanya dilakukan secara berkelompok.

Seperti apa yang diungkapkan oleh Pak Maman:

Alhamdulillah usaha ini sudah bisa ngambil orang buat jadikaryawan dek, kalau tidak berarti saya harus gabung sama oranglain jadi usaha bareng-bareng bukan usaha sendiri lagi.

Modal sosial yang berkembang diantara mereka, seperti nilai-nilai

kekeluargaan, kebersamaan, toleransi, kepercayaan, dan juga jejaring yang

tercipta ketika mereka berinteraksi menjadi dasar bagi mereka untuk melakukan

proses pemberdayaan. Mereka menggunakan kepercayaan yang sudah terbentuk

untuk mengajak saudara-saudaranya untuk lebih maju atau lebih baik

Page 88: Ekonomi kerakyatan

kehidupannya. Ketika mereka merasa kehidupan mereka berhasil, mereka tidak

langsung tinggi hati dan melupakan saudara-saudaranya di kampung yang tidak

memiliki penghasilan. Nilai-nilai kekeluargaan yang begitu kental diantara

mereka membuat mereka peduli dengan apa yang dihadapi oleh saudaranya.

Saudara mereka yang diajak merasa percaya bahwa kehidupan mereka akan lebih

baik apabila mereka mengikuti tuntunan dari para pengrajin yang sudah berhasil.

Mereka tidak pernah merasa keberatan untuk memberikan pengetahuan

mereka kepada saudara mereka yang diajak dan ingin belajar. Mereka juga tidak

keberatan untuk berbagi tempet tinggal. Dan mereka tidak pernah mengharapkan

imbalan atau bayaran dari apa yang telah mereka lakukan.

Bimbingan atau tuntunan tersebut mereka lakukan untuk mengangkat

kesejahteraan saudara-saudara sekampung mereka. Mereka merasa senang ketika

orang yang sudah dibimbng tersebut berhasil dan mampu mengangkat kehidupan

saudara yang lainnya.

Proses ini akan semakin menguatkan nilai-nilai yang telah mereka bina,

kepercayaan yang telah mereka bangun, dan juga ikatan yang sudah terjalin.

Mereka akan merasa tambah percaya satu sama lain, jaringan mereka akan

semakin luas, dan hubungan kekeluargaan antar mereka akan semakin erat.

Paguyuban memiliki peranan yang cukup penting dalam proses ini.

Paguyuban merupakan wadah yang dibentuk oleh para pengrajin untuk

mengembangkan usaha mereka. Dengan kata lain paguyuban merupakan wadah

bagi mereka untuk dapat mengakses kepentingan-kepentingan yang dapat

digunakan untuk mengembangkan usaha mereka, seperti jaringan-jaringan yang

telah dibangun oleh para pengrajin sebelumnya, kepercayaan yang sudah tertanam

Page 89: Ekonomi kerakyatan

antara pengrajin dengan distributor, dan norma-norma yang digunakan dalam

kehidupan mereka sehingga mereka dapat bekerja sama dengan baik.

Paguyuban secara tidak sengaja dibentuk oleh para pengrajin tahu tempe

terdahulu. Mereka saling membantu, bekerja sama, dan kerap melakukan kegiatan

secara bersama-sama. Nilai-nilai yang telah dibentuk itu menjadi nilai-nilai yang

terus digunakan sampai sekarang.

Kesejahteraan mempunyai arti yang lebih luas daripada sekedar

meningkatkan pendapatan atau tidak hanya melihat sisi ekonomi. Akan tetapi

kesejahteraan juga berkaitan dengan aspek psikologi. Oleh karena itu, belum ada

ukuran yang pasti untuk kesejahteraan.

Pengertian dan ukuran kesejahteraan yang berkembang diantara pengrajin

tahu tempe sangat beragam. Mulai dari memiliki rumah sendiri, dapat membiayai

anak sekolah, hidup nyaman, tenang, dan penghasilan yang lebih baik dari

sebelumnnya. Mbak Iis menyatakan:

Sejahtera itu kalau saya sudah punya rumah sendiri mbak, tapisaya sekarang masih ngontrak dan masih harus membiayai adik-adik saya dikampung. Jadi saya merasa bahwa hidup saya belumsejahtera.

Pernyataan ini serupa dengan apa yang dikatakan oleh Pak Atang:

Waduh, kalau dibilang sejahtera yah pasti belum soalnya saya kanbaru menjalankan usaha ini, jadi belum terlalu ngasih keuntunganyang gede kayak orang yang sudah lebih dulu buka usaha. Sejahterakan bisa hidup enak, rumah bagus, punya penghasilan yang lebih.

Pernyataan diatas berbeda dengan Pak Maman, Pak Cariban, dan Pak

Daryono yang merasa bahwa hidup mereka sudah sejahtera. Pak Cariban

menyatakan:

Page 90: Ekonomi kerakyatan

Saya mah sudah sejahtera. Anak bisa sekolah semua. Bisa bukausaha sendiri. Pendapatan lebih daripada sebelum jadi tukangtempe.

Begitu juga dengan Pak Daryono yang dapat membiayai sekolah anak-

anaknya dan Pak Maman yang dapat menghidupi keluarganya di Tasikmalaya.

Secara nyata, kesejahteraan mereka itu tidak dapat dilihat secara langsung. Karena

lingkungan tempat tinggal mereka jauh dari ukuran sejahtera yang telah

dinyatakan oleh banyak ahli, yang dilihat dari jenis rumah, luas tanah, dan lain

sebagainya. Namun mereka bermukim di tempat seperti ini karena mereka tidak

ingin menunjukkan kepada orang-orang kota bahwa mereka berhasil. Padahal,

mereka memiliki rumah yang bagus, hidup berkecukupan, dan lingkungan yang

lebih nyaman di kampung mereka.

Posisi kesejahteraan mereka dapat digambarkan dalam tangga

kesejahteraan yang mereka tentukan sendiri. Nilai 1 menunjukkan bahwa mereka

sangat tidak sejahtera, 2 tidak sejahtera, 3 cukup sejahtera, 4 sejahtera, dan 5

sangat sejahtera.

Page 91: Ekonomi kerakyatan

Gambar 14. Grafik Kesejahteraan Pak Cariban

Pak Cariban memulai usahanya pada tahu 1980. Sebelumnya beliau masih

tinggal di Pekalongan. Beliau memulai usaha semenjak kecil. Beliau membantu

usaha orang tuanya di Pekalongan. Keadaan kehidupan beliau pada saat itu tidak

sejahtera karena beliau belum dapat mendapatkan penghasilan sendiri. Namun

pada tahun 1980 Pak Cariban bermigrasi ke Jakarta dan memulai usahanya di

Kedaung. Beliau memulai usaha tempe ini dari awal. Beliau mengambil kacang

kedelai di distributor kedelai dan beliau membuat alat-alat produksinya sendiri.

Kondisi kehidupan Pak Cariban masih tidak sejahtera. Karena beliau masih harus

bekerja keras untuk mendapatan hasil. Pada saat itu beliau masih mengontrak.

Beliau tidak dapat menumpang dengan siapapun karena beliau merupakan

pengrajin tempe pertama di Kedaung. Beliau hidup dengan fasilitas yang sangat

minim. Namun lambat laun usahanya itu membuahkan hasil. Beliau dapat

Setelahusaha(2009)

MulaiUsaha(1980)

1

2

3

4

5

SebelumUsaha(1975)

Waktu

Skor Kesejahteraan

Page 92: Ekonomi kerakyatan

membeli rumah sendiri. Menyekolahkan anak-anaknya yang berjumlah sepuluh

orang. Beliau juga dapat membiayai hidup keluarganya di kampung. Hal semacam

ini dikenal dengan sebutan remitan. Menurut Connel (1976) yang dikutip oleh

Antari (2009), remitan merupakan uang atau barang yang dikirim oleh migran ke

daerah asal, sementara migran masih berada di tempat tujuan. Pak Cariban juga

merasa hidupnya lebih aman, tenteram, puas, dan merasa sehat.

Gambar 15. Grafik Kesejahteraan Mbak Iis

Apabila dibandingkan dengan Pak Cariban, Mba Iis memang baru

memulai usahanya. Sebelum menjadi pengrajin tempe, Mbak Iis bekerja sebagai

buruh pabrik di Pekalongan. Namun pekerjaan tersebut tidak memberikan hasil

yang memuaskan. Mbak Iis tidak dapat membantu orang tuanya untuk membiayai

adik-adiknya. Setelah menikah, Mbak Iis mengikuti suaminya untuk tinggal di

MulaiUsaha(2005)

1

2

3

4

5

SebelumUsaha(2000)

Setelahusaha(2009)

Skor Kesejahteraan

Waktu

Page 93: Ekonomi kerakyatan

Kedaung dan belajar usaha tempe dengan keponakannya. Setelah ia dan suaminya

merasa mampu untuk membuka usaha sendiri, akhirnya pada tahun 2005 Mbak Iis

memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Keadaan kehidupan Mbak Iis belum

sejahtera, karena bagi Mbak Iis sejahtera itu apabila ketika ia sudah bisa

mempunyai tempat tinggal sendiri. Sementara sekarang ini, ia masih menyewa

rumah orang lain untuk tinggal. Namun, keadaan kehidupan Mbak Iis meningkat

dari semenjak ia baru memulai usahanya, karena pada saat ia memulai usahanya ia

benar-benar tidak mempunyai modal apa-apa dan masih menumpang dengan

keponakannya.

Gambar 16. Grafik Kesejahteraan Pak Daryono

Skor Kesejahteraan

MulaiUsaha(2000)

1

2

3

4

5

SebelumUsaha(1995)

Setelahusaha(2009)

Waktu

Page 94: Ekonomi kerakyatan

Gambar 17. Grafik Kesejahteraan Pak Maman

Pak Daryono dan Pak Maman sama-sama memulai usaha pada tahun

2000. Namun Pak Maman tidak pernah mengalami penurunan kesejahteraan,

sedangkan Pak Daryono pernah pada saat ia mulai membuka usahanya. Pak

Daryono menggunaan modal yang sudah dikumpulkan untuk membeli alat-alat

produksi dan juga membeli tempat tinggal yang mempunyai ruangan yang dapat

digunakan untuk produksi tempe. Namun setelah itu kesejahteraan Pak Daryono

terus meningkat, hal ini dikarenakan Pak Daryono juga mempunyai pekerjaan

sampingan yaitu sebagai perantara di salah satu dealer motor. Pak Daryono

merupakan pekerja keras. Beliau ingin memberikan kehidupan yang terbaik untuk

anak dan istrinya.

MulaiUsaha(2000)

1

2

3

4

5

SebelumUsaha(1995)

Setelahusaha(2009)

Skor Kesejahteraan

Waktu

Page 95: Ekonomi kerakyatan

Berbeda dengan Pak Daryono, Pak Maman memulai usaha dengan modal

yang sudah belau persiapkan semenjak beliau ikut usaha adiknya. Kehidupannya

dulu belum sejahtera, namun sekarang beliau sudah dapat membiayai kehidupan

keluarganya yang berada di Pekalongan dan juga membeli rumah di Pekalongan.

Beliau menyatakan bahwa kehidupannya cukup sejahtera sekarang ini. Hidupnya

lebih terasa tenteram dan cukup puas karena kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi.

Gambar 18. Grafik Kesejahteraan Pak Atang

Pak Atang memulai usaha sama dengan Mbak Iis yaitu tahun 2000. Pak

Atang masih merasa bahwa kehidupannya tidak sejahtera. Namun ada

peningkatan sedikit apabila dibandingkan dengan sebelum beliau memulai usaha

tahu. Pak Atang menyatakan bahwa karena usahanya belum begitu lama sehingga

belum terlalu banyak keuntungan yang dapat diambil. Beliau juga masih harus

MulaiUsaha(2005)

1

2

3

4

5

SebelumUsaha(2000)

Setelahusaha(2009)

Skor Kesejahteraan

Waktu

Page 96: Ekonomi kerakyatan

membagi penghasilannya dengan saudaranya yang lain yang mengelola usaha

tersebut.

Dari tangga kesejahteraan yang digambarkan dapat diketahui bahwa hanya

Pak Cariban yang berani menyatakan bahwa dirinya sudah berada dalam tingkatan

yang sejahtera. Hal ini dikarenakan Pak Cariban telah menjalani usahanya selama

29 tahun. Sementara, Pak Man dan Pak Daryono menempatkan dirinya di tingkat

cukup sejahtera. Sedangkan Mbak Iis masih menempatkan posisinya di tingkat

tidak sejahtera dan Pak Atang di tingkat sedikit diatas tidak sejahtera. Akan tetapi

dapat dilihat bahwa dari semua tangga kesejahteraan diatas terjadi peningkatan

antara sebelum memulai usaha dengan setelah menjalankan usaha. Hal ini

memperkuat pernyataan semua responden yang menyatakan bahwa usaha tahu

tempe ini cukup menjanjikan. Dengan kata lain proses pemberdayaan yang

berlangsung diantara pengrajin tahu tempe ternyata memberikan hasil dari segi

ekonomi. Keterampilan yang semakin meluas membuat orang yang awalnya tidak

memiliki keterampilan dan usaha yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya menjadikan mereka lebih berdaya dalam hal pemenuhan kehidupan dan

peningkatan kesejahteraan.

Dari grafik yang telah digambarkan, dapat diketahui bahwa para pengrajin

tahu tempe mempunyai ukuran yang berbeda berkaitan dengan tngkat

kesejahteraan masing-masing. Namun, apabila dilihat dengan menggunakan teori

kebutuhan Maslow, mereka menyatakan tingkatan yang sama. Kelima responden

menyatakan bahwa mereka berada di tingkat ketiga, yaitu kebutuhan sosial.

Mereka merasa bahwa mereka membutuhkan penerimaan dari para pengrajin lain

Page 97: Ekonomi kerakyatan

yang terlebih dahulu bermukim dan menjalankanusaha di Kedaung. Seperti apa

yang dikatakan oleh Pak Cariban:

Alhamdulillah, saya disini cukup dikenal dan dihargai oleh yanglain. Tapi biar gimanapun perasaan takut ga diterima samamasyarakat masih ada. Palagi klo dalam bersikap. Takut salah.

Begitu juga Pak Atang:

Saya kan masih baru ya perasaan takut ga diterima yah masihada. Makanya sekarang saya berusaha menjalin silaturahmi samapengrajin yang lain.

Gambar 19. Hierarki Kebutuhan Bapak Cariban, Pak Maman, dan Pak

Daryono

2. Safety and security

3. Affiliation or acceptence

4. Esteem or status

5. Self actualization

TingkatKebutuhan

1. Psychological

Pemuas Kebutuhan

Page 98: Ekonomi kerakyatan

Gambar 20. Hierarki Kebutuhan Bapak Atang dan Mbak Iis

Gambar diatas menunjukkan bahwa pengrajin tahu tempe yang lama dan

baru berada dalam tingkatan yanng sama pada hirarki kebutuhan Maslow. Namun

Pak Cariban lebih mendekati tingkatan ke empat yaitu kebutuhan akan

penghargaan. Karena beliau sudah cukup lama bermukim di Kedaung sehingga

para pengrajin tahu tempe yang lain sudah cukup mengenal dan menerima

keberadaan beliau. Begitu juga dengan Pak Man dan Pak Daryono. Sedangkan

Pak Atang dan Mbak Iis, masih berada di awal tingkat ke tiga yaitu kebutuhan

sosial. Hal ini dikarenakan Pak Atang dan Mbak Iis belum lama berada di

Kedaung sehingga masih membutuhkan banyak waktu untuk dapat diterima oleh

pengrajin yang lain.

2. Safety and security

3. Affiliation or acceptence

4. Esteem or status

5. Self actualization

TingkatKebutuhan

1. Psychological

Pemuas Kebutuhan

Page 99: Ekonomi kerakyatan

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial yang dimiliki oleh

pengrajin tahu tempe di Kedaung menjadi dasar bagi terlaksananya proses

pemberdayaan yang berlangsung diantara mereka. Norma kekeluargaan,

kebersamaan, toleransi dan kepercayaan menjadi pendorong bagi para pengrajin

untuk membuat saudara sekampungnya menjadi lebih berdaya dan mendapatkan

kehidupan yang lebih baik. Selain itu, norma-norma ini dapat memperluas jejaring

yang telah mereka miliki, sehingga jaringan yang mereka miliki tidak hanya

terbatas pada komunitas pengrajin tahu tempe saja, akan tetapi juga dengan pihak-

pihak yang mendukung pengembangan usaha yang mereka miliki.

Proses pemberdayaan dimaksudkan untuk memberikan keterampilan

kepada orang-orang yang berasal dari daerah yang sama sebagai sasaran utama

sehingga terjadi peningkatan ekonomi. Dengan kata lain, mereka ikut membantu

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, mereka

menggunakan kemampuan dan modal yang mereka miliki sendiri untuk dapat

meningkatkan kesejahteraan dirinya dan saudara sekampungnya.

Proses pemberdayaan ini memang memberikan hasil yang cukup

memuaskan. Para pengrajin yang terlibat langsung dalam proses pemberdayaan

mengalami peningkatan kesejahteraan. Mereka merasa bahwa keterampilan yang

mereka dapatkan merupakan keterampilan yang dapat memberikan keuntungan

bagi mereka. Hidup mereka lebih berkecukupan, mereka dapat membiayai

Page 100: Ekonomi kerakyatan

pendidikan bagi anak-anaknya, dapat memiliki rumah sendiri, dan dapat

membiayai keluarganya yang berada di daerah asal mereka. Semua ini membuat

mereka lebih merasa nyaman, aman, tenteram, bahagia, puas, merasa diterima,

dan diakui dalam komunitas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa mereka

mengalami peningkatan kesejahteraan baik kesejahteraan materi ataupun

kesejahteraan non-materi.

7.2 Saran

Saran yang diberikan dan dapat dijadikan bahan pertimbangan, yaitu

terutama untuk Paguyuban. Sebaiknya Paguyuban melakukan pembinaan atau

menerapkan proses pemberdayaan yang sudah berlangsung kepada masyarakat

Kedaung yang lain. Proses pemberdayaan seperti yang berlangsung di komunitas

pengrajin tahu tempe di Kedaung juga dapat diadopsi oleh kelompok lain untuk

memberdayakan diri mereka sendiri dan juga dapat diadopsi oleh institusi ketika

melakukan proses pemberdayaan.

Page 101: Ekonomi kerakyatan

DAFTAR PUSTAKA

Antari, Ni Luh Sili. 2009. Pengaruh Pendapatan, Pendidikan, dan Remitanterhadap Pengeluaran Konsumsi Pekerja Migran Nonpermanen diKabupaten Badung (Studi Kasus pada Dua Kecamatan di KabupatenBadung). http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/_6_%20naskah%20sili.pdf.(diakses tanggal 30 Juni 2009)

Badan Pusat Statistik. 1995. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: BPS

Bappekab. 2009. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Terpadu UsahaKecil dan Menengah Koperasi Kabupaten Sidoarjo.http://www.bappekab.sidoarjokab.go.id/?file=04-doc-hsl-kajian/rip-ukm.htm. (diakses tanggal 7 April 2009)

Gugus Tugas II Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Koordinator BidangKesejahteraan Rakyat. 2004. Pemberdayaan Masyarakat dalamPenanggulangan Kemiskinan. Jakarta

Hasibuan, M.S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta:PT. Bumi Aksara.

Hikmat, Harry. 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama

Ismawan, Bambang. 2002. Ekonomi Rakyat: Sebuah Pengantar dalam JurnalEkonomi Rakyat Th.1-No.1. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1/artikel_6.htm. (diakses tanggal 7 April 2009)

Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat MelaluiKemitraan Guna Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh danMandiri disampaikan pada Seminar Nasional Lembaga Pembinaan UsahaKecil Menengah dan Koperasi 7 November 1996 di Jakarta.http://www.ginandjar.com/public/10PemberdayaanEkonomiRakyatMelaluiKemitraan.pdf. (diakses tanggal 7 April 2009)

Khrisnamurti, Bayu. 2002. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Mencari FormatKebijakan Optimal dalam Jurnal Ekonomi Rakyat Th.1-No.2.http://www.ekonomirakyat.org/edisi_2/artikel_6.htm. (diakses tanggal 7April 2009)

Krishna, Anirudh. 2000. Creating and Harnessing Social Capital dalam SocialCapital a Multifaceted Perspective. Washington DC: The World Bank

Munir, Misbahul. 2008. Pengaruh Konversi Lahan terhadap TingkatKesejahteraan Rumahtangga Petani (kasus: Desa Candimulyo, KecamatanKertek, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah). Skripsi. FakultasPertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Page 102: Ekonomi kerakyatan

Soembodo, Benny. 2009. Aspirasi Sosial Budaya Masyarakat Pedesaan TerhadapKesejahteraan Keluarga. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/ASPIRASI%20SOSIAL%20BUDAYA%20MASYARAKAT%20PEDESAAN.pdf. (diakses tanggal 7 April 2009)

Sadiwak, M. 1985. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan EkonomiPetani Transmigrasi di Delta Sumatera Selatan. Tesis. FakultasPascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman. 1994. Manajemen. Jilid 1. Edisi Kelima. Jakarta:Intermedia.

Suharto, Edi. 2009. Modal Sosial dan Kebijakan Publik.http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN_KEBIJAKAN_SOSIAL.pdf. (diakses tanggal 7 April 2009)

Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT.Garamedia Pustaka Utama

Wrihantolo, Randy R. dan Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2007. ManajemenPemberdayaan : Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk PemberdayaanMasyarakat. Jakarta: Elex Media Komputindo

Page 103: Ekonomi kerakyatan

86

Lampiran 1Tabel Rencana Penyelesaian Skripsi

No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

I Proposal dan Kolokium

1. Penyusunan Draft Proposal, konsultasi, danrevisi

2. Observasi Lapangan

3. Kolokium

II Studi Lapangan

1. Pengumpulan Data

2. Analisis Data

III Penulisan Laporan

1. Penyusunan Draft dan Revisi

2. Konsultasi Laporan

IV Ujian Skripsi

1. Ujian

2. Perbaikan Skripsi

Page 104: Ekonomi kerakyatan

87

Lampiran 2

Matriks Metodologi Pengumpulan Data

No Masalah Data Yang Diperlukan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

1.

2.

Konteks umum lokasi

Konstruksi Modal Sosial

- Gambaran umum desa

(sejarah desa, potensi

desa)

- Profil masyarakat

(jumlah penduduk, mata

pencaharian)

- Profil kelompok pembuat

tempe dan tahu (jumlah

pelaku usaha,

karakteristik pelaku

usaha)

- Bentuk-bentuk modal

sosial (kepercayaan,

jaringan, dan norma)

- Proses terbentuknya

- Data sekunder

- Data Primer

- Data Primer

- Studi literatur : data desa

- Wawancara kepada responden

- Wawancara mendalam

kepada responden

Page 105: Ekonomi kerakyatan

88

3.

4.

Peran Modal Sosial dalam

Proses Pemberdayaan Ekonomi

Kelompok Usaha Rumah

Tangga

Pengaruh Proses Pemberdayaan

Terhadap Kesejahteraan

modal sosial

- Proses Pemberdayaan

- Pihak yang terlibat

- Peran modal sosial dalam

proses pemberdayaan

- Ukuran kesejahteraan

yang berkembang

diantara mereka

- Hasil pemberdayaan

(pemekaran usaha,

perluasan jaringan usaha,

peningkatan pendapatan)

- Data primer

- Data primer

- Wawancara mendalam

kepada responden

- Wawancara mendalam

kepada responden

Page 106: Ekonomi kerakyatan

89

Lampiran 3

PANDUAN PERTANYAANA. Profil Komunitas

1. Kapankah pertama kali anda membuka usaha ini?2. Dimana pertama kalinya anda membuka usaha ini?3. Jika langsung di daerah ini, bagaimana keadaan daerah ini pada saat itu? Dan apa alasan membuka usaha di daerah ini?4. Apa memang sudah banyak orang atau rumah tangga yang membuka usaha ini?5. Kira-kira berapa banyak atau jumlah rumah tangga yang sudah memulai usaha ini pada saat anda memulai usaha?6. Apakah terjadi perubahan dalam hal jumlah apabila dibandingkan dengan keadaan sekarang?7. Apakah meningkat atau menurun?8. Kira-kira berapa banyak jumlah usaha rumah tangga tempe tahu saat ini?9. Dari sejumlah rumah tangga yang membuka usaha tempe tahu ini, sebagian besar pelaku usahanya berasal dari mana?10. Warga asli daerah ini ataukah pendatang (berasal dari daerah yang lain)?

B. Konstruksi Modal Sosial

1. Bagaimanakah kehidupan bertetangga di daerah ini?2. Bagaimanakah hubungan yang terjalin antar pelaku usaha pembuat tempe tahu ini? baik dengan yang sudah lama membuka usaha

ataupun yang baru?3. Selain dengan sesama pelaku usaha apakah anda mempunyai hubungan dengan yang lainnya? Misalnya dengan pemasok, pasar, bank,

atau yang lainnya?4. Bagaimanakah hubungan yang terjalin tersebut?5. Apakah hanya hubungan bisnis saja atau lebih dari itu?6. Apakah alasan anda mau menjalin kerjasama dengan pihak-pihak tersebut?7. Apakah ada aturan-aturan yang mengikat dalam hubungan-hubungan yang terjalin tersebut?8. Apakah anda pernah melakukan kegiatan pinjam meminjam dengan mereka?9. Untuk apa?10. Bagaimana prosedur pengembaliannya?11.Apakah ada aturan dalam kegiatan tersebut?12.Bagaimana jika ada yang terlambat dalam melakukan pengembalian?13.Apakah sanksinya?

Page 107: Ekonomi kerakyatan

90

C. Peran Modal Sosial dalam Proses Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Usaha Rumah Tangga

1. Pertama kali anda membuka usaha ini, apakah anda sudah memiliki keterampilan membuat tempe atau tahu?2. Dari mana anda memperoleh keterampilan tersebut?3. Siapa yang mengajarkan anda keterampilan ini?4. Anda yang minta diajarkan atau anda diajak?5. Apakah hubungan anda dengan pihak tersebut?6. Bagaimana pihak tersebut mengajak anda untuk belajar keterampilan ini?7. Mengapa anda tertarik dengan ajakannya?8. Bagaimanakah hubungan anda dengan pihak yang mengajak tersebut?9. Setelah menjalankan usaha ini, apakah pihak tersebut mempengaruhi anda?10.Apakah ada hal-hal yang anda harus lakukan untuk mengganti jasanya?11.Dari manakah modal yang anda dapatkan untuk membuka usaha ini pertama kali?12.Apakah dari pihak yang mengajarkan atau ada sumber lain?13. Berupa pinjaman ataukah anda memiliki modal sendiri?14. Sejauh ini, bagaimanakah keadaaan usaha yang anda jalankan?15.Apakah terjadi perubahan sumber daya, besar usaha, ataupun luas jaringan?16.Bagaimanakah pengaruhnya dengan surpulus ekonomi?

D. Pengaruh Proses Pemberdayaan Terhadap Kesejahteraan

1. Apakah pengertian kesejahteraan yang berkembang di antara pembuat tempe dan tahu?2. Adakah ukuran-ukuran atau indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan tersebut? Misalnya jenis rumah, perhiasan yang

dipakai, kendaraan yang dimiliki, kesenangan, atau yang lainnya.3. Apakah anda sudah merasa sejahtera?4. Bagaimanakah keadaan yang anda rasakan sebelum memulai usaha?5. Apakah anda merasa sejahtera pada saat itu?6. Apakah perubahan yang terjadi setelah anda melakukan usaha?

Page 108: Ekonomi kerakyatan

91

Lampiran 4

Gambar 1. Sekretariat Paguyban Pengrajin Tahu Tempe Gambar 2. Stok Kedelai Paguyuban untuk Dikirim KeRumah Pembeli