etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78723/potongan/s1...1 bab i...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi untuk menampung, menyimpan, mengalirkan dan selanjutnya mengalirkan seluruh air hujan yang jatuh di atasnya menuju ke sistem sungai terdekat dan pada akhirnya bermuara ke waduk, danau atau ke laut (Seyhan, 1990). DAS juga merupakan suatu sistem hidrologi yang di dalamnya terdapat parameter-parameter biotik (vegetasi dan manusia) dan abiotik (karakteristik fisik) yang saling berkaitan. Proses hidrologi DAS secara sederhana digambarkan dengan hubungan antara masukan berupa hujan, proses dan keluaran berupa aliran. Aliran air di sungai merupakan hasil dari beberapa proses hujan-aliran dalam DAS dan dikenal sebagai hasil siklus hidrologi DAS. Respon hidrologi DAS dengan hujan sebagai masukan menyangkut hasil air dalam siklus hidrologi DAS. Hujan yang jatuh pada permukaan tanah akan terdistribusi menjadi air infiltrasi dan aliran permukaan. Hasil aliran sungai dipengaruhi oleh kondisi iklim, morfometri dan karakteristik tutupan vegetasi DAS. Proses alih ragam hujan menjadi aliran sungai merupakan proses alamiah yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Chow (1964 dalam Sudibyakto, 1991) terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi debit aliran sungai yaitu faktor iklim dan faktor fisiografi. Faktor iklim menyangkut hubungan antara hujan dan evapotranspirasi. Faktor fisiografi menyangkut karakteristik sungai dan karakteristik DAS. Karakteristik sungai meliputi bentuk dan ukuran penampang sungai, kemiringan sungai, kekasaran dasar sungai dan panjang sungai. Karakteristik DAS meliputi faktor geometri berupa morfometri DAS dan faktor fisik berupa karakteristik tutupan lahan, tanah dan kondisi geologi.

Upload: phamthuy

Post on 16-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi

oleh pemisah topografis yang berfungsi untuk menampung, menyimpan,

mengalirkan dan selanjutnya mengalirkan seluruh air hujan yang jatuh di atasnya

menuju ke sistem sungai terdekat dan pada akhirnya bermuara ke waduk, danau

atau ke laut (Seyhan, 1990). DAS juga merupakan suatu sistem hidrologi yang di

dalamnya terdapat parameter-parameter biotik (vegetasi dan manusia) dan abiotik

(karakteristik fisik) yang saling berkaitan.

Proses hidrologi DAS secara sederhana digambarkan dengan hubungan

antara masukan berupa hujan, proses dan keluaran berupa aliran. Aliran air di

sungai merupakan hasil dari beberapa proses hujan-aliran dalam DAS dan dikenal

sebagai hasil siklus hidrologi DAS. Respon hidrologi DAS dengan hujan sebagai

masukan menyangkut hasil air dalam siklus hidrologi DAS. Hujan yang jatuh

pada permukaan tanah akan terdistribusi menjadi air infiltrasi dan aliran

permukaan. Hasil aliran sungai dipengaruhi oleh kondisi iklim, morfometri dan

karakteristik tutupan vegetasi DAS.

Proses alih ragam hujan menjadi aliran sungai merupakan proses alamiah

yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Chow

(1964 dalam Sudibyakto, 1991) terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi

debit aliran sungai yaitu faktor iklim dan faktor fisiografi. Faktor iklim

menyangkut hubungan antara hujan dan evapotranspirasi. Faktor fisiografi

menyangkut karakteristik sungai dan karakteristik DAS. Karakteristik sungai

meliputi bentuk dan ukuran penampang sungai, kemiringan sungai, kekasaran

dasar sungai dan panjang sungai. Karakteristik DAS meliputi faktor geometri

berupa morfometri DAS dan faktor fisik berupa karakteristik tutupan lahan, tanah

dan kondisi geologi.

2

Volume dan laju aliran permukan pada suatu DAS bergantung pada sifat

meteorologi dan karakteristik DAS, serta pendugaan aliran memerlukan indeks

yang mewakili faktor-faktor tersebut (Arsyad, 2010). Curah hujan merupakan

sifat meteorologi yang penting dalam menentukan debit aliran sungai. Namun,

karakteristik penggunaan lahan dan tanah merupakan sifat-sifat fisik DAS yang

mempunyai pengaruh penting dalam menentukan aliran. Penggunaan lahan

mempunyai pengaruh cukup dominan terhadap proses hujan-aliran DAS bersama

dengan kondisi hidrologi tanah dan tingkat kelengasan yang dinyatakan dalam

suatu indeks berupa Curve Number (CN).

Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Wuryantoro yang berada di Kabupaten

Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Sub DAS Wuryantoro merupakan bagian dari

DAS Solo hulu dan memiliki peran penting karena sebagai daerah tangkapan air

(DTA atau catchment area) dari waduk Wonogiri. Menuruk SK Menhutbun

Nomor 284 Tahun 1999, DAS Solo hulu merupakan salah satu DAS dalam

kondisi kritis karena erosi, sedimentasi besar, tekanan penduduk besar dan rawan

banjir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai

fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Fungsi perlindungan tersebut

menyangkut fungsi tata air termasuk dalam bentuk fluktuasi debit di bagian

hilirnya, sehingga seringkali daerah hulu menjadi fokus perencanaan dalam

pengelolaan DAS.

Debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air

dalam suatu DAS. Debit aliran hasil proses hujan-aliran terjadi ketika seluruh

aliran permukaan dalam DAS mencapai titik outlet. Pengukuran debit aliran

tersebut dapat diamati pada outlet. Akan tetapi, tidak semua DAS mempunyai

data aliran dari stasiun pengamat hidrologi sehingga memerlukan model hidrologi

untuk menentukan informasi debit aliran. Berbagai model telah dikembangkan

untuk menirukan sistem DAS yang kompleks dengan membuat penyederhanaan.

Selain itu, asumsi tersebut harus dipenuhi agar data masukan dan keluaran dari

model diharapkan sesuai untuk sistem DAS yang sesungguhnya.

3

Model HEC-HMS merupakan model hidrologi yang menerangkan proses

alih ragam hujan menjadi aliran dalam suatu DAS. HEC-HMS dirancang untuk

mensimulasikan aliran sebagai keluaran DAS dari hujan dan karakteristik DAS

sebagai komponen masukannya. HEC-HMS dapat menunjukkan besar debit aliran

berupa hidrograf model pada outlet DAS dalam kurun waktu tertentu. Dengan

model hidrologi, kajian hujan-aliran dapat dijadikan sebagai alat untuk memonitor

dan mengevaluasi kondisi hidrologi DAS melalui masukan berupa hujan dan

karakteristik DAS yang dikaji.

1.2 Perumusan Masalah

Hidrograf banjir aliran (flood hydrograph) merupakan salah satu cara yang

cukup baik untuk analisis hujan-aliran DAS. Hidrograf banjir merupakan respon

menyeluruh suatu DAS terhadap masukan berupa hujan. Menurut Sene (2008)

hidrograf banjir akan sangat berguna untuk mempelajari fluktuasi volume sungai

dan waktu debit puncak. Dengan hidrograf banjir akan diperoleh hubungan antara

hujan dengan debit aliran sungai dalam rentang waktu tertentu.

Data aliran yang digunakan untuk menyatakan hidrograf banjir tidak semua

tersedia pada setiap DAS, terutama untuk DAS tidak terukur. Hal ini diakibatkan

oleh berbagai kesulitan pengumpulan data aliran dari stasiun pengamat hidrologi.

Hambatan utama adalah biaya yang tidak memungkinkan pencatatan data aliran di

semua DAS. Dengan alasan kelangkaan ketersediaan data tersebut, maka analisis

kuantitatif dapat dilakukan dengan model hidrologi. HEC-HMS merupakan salah

satu model hidrologi yang dapat digunakan untuk penentuan proses alih ragam

hujan-aliran dalam sistem DAS. HEC-HMS dapat menunjukkan besar debit aliran

sungai sebagai keluaran dari sistem DAS.

HEC-HMS untuk perhitungan hujan-aliran pada suatu DAS berdasarkan

besaran hujan dan karakteristik yang mempengaruhi DAS sebagai unsur masukan.

Karakteristik DAS tersebut menyangkut aspek morfometri DAS, karakteristik

penggunaan lahan dan kondisi tanah. Metode hujan-aliran model HEC-HMS

dapat digunakan untuk menentukan hidrograf banjir model yang mendekati nilai-

nilai hidrologis dari sistem DAS sebenarnya.

4

Berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas, penelitian ini dapat ditentukan

rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik fisik DAS berupa nilai Curve Number (CN)

sebagai pengaruh dari penggunaan lahan, kondisi hidrologi tanah dan

kelengasan tanah?

2. Bagaimana karakteristik aliran (debit puncak, volume outflow dan waktu

puncak) antara hasil hidrograf banjir model HEC-HMS dengan hidrograf

banjir terukur?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik fisik DAS berupa nilai Curve Number (CN)

sebagai pengaruh dari penggunaan lahan, kondisi hidrologi tanah dan

kelengasan tanah.

2. Mengetahui karakteristik aliran (debit puncak, volume outflow dan waktu

puncak) antara hasil hidrograf banjir model HEC-HMS dengan hidrograf

banjir terukur.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi aspek pengelolaan

sumberdaya air yang mempunyai kepentingan untuk berbagai aspek pembangunan

secara umum dan khususnya pengembangan pengelolaan DAS.

Manfaat bidang keilmuan penelitian ini diharapkan dapat memacu

pengembangan ilmu hidrologi secara umum dan pengembangan analisis ilmu

hidrologi lebih lanjut terutama mengenai metode atau pendekatan hujan-aliran

model HEC-HMS. Selain itu, penelitian ini dapat diterapkan untuk analisis DAS

lain atau pengembangan model dengan parameter lain dengan mengintegrasikan

analisis matematis dan spasial.

5

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Landasan Teori

1.5.1.1 Sistem Daerah Aliran Sungai (DAS)

Pengertian DAS dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 adalah

suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-

anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air

yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di

darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah

perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS juga dapat didefinisikan

sebagai suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-

punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2010).

Menurut Soewarno (1991) DAS besar yang bermuara ke laut merupakan

gabungan beberapa DAS sedang (subDAS) dan subDAS tersebut merupakan

gabungan subDAS kecil-kecil. Batasan pegertian suatu DAS umumnya mengacu

pada batasan sistem. DAS merupakan suatu sistem yang mengalir, ditunjukkan

pada Gambar 1.1.

STRUKTUR SISTEMMASUKAN KELUARAN

Gambar 1.1 Sistem DAS (Seyhan, 1990)

DAS dapat dipandang sebagai suatu unit hidrologi (hydrologycal unit).

Artinya, DAS berfungsi untuk mengalihragamkan masukan berupa hujan menjadi

keluaran berupa aliran dan bentuk keluaran lainnya seperti sedimen, unsur-unsur

hara dan sebagainya (Seyhan, 1990). Menurut Sudibyakto (1991) proses distribusi

hujan menjadi aliran bersifat sangat kompleks karena melibatkan beberapa

komponen fisik DAS, seperti faktor tanah, fisiografi dan sifat hujan sendiri.

Asdak (2010) menjelaskan suatu sistem DAS dibagi menjadi daerah hulu,

tengah dan hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena

mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS, antara lain

perlindungan dari segi fungsi tata air. Apabila terdapat kegiatan pada DAS bagian

hulu, maka aliran air pada bagian hilir dapat terpengaruh oleh kegiatan tersebut,

6

baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Daerah hulu dan hilir mempunyai

keterkaitan biogeofisik melalui daur hidrologi, sehingga seringkali daerah hulu

menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS.

1.5.1.2 Siklus Hidrologi Lingkup Daerah Aliran Sungai

Siklus hidrologi merupakan proses terus menerus dimana air bergerak dari

bumi ke atmosfer kemudian kembali lagi ke bumi. Hubungan antara curah hujan,

aliran dan penguapan dapat diterangkan melalui siklus hidrologi. Siklus hidrologi

dalam lingkup DAS ditunjukkan Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Siklus Hidrologi Lingkup DAS

(Ward, 1975 dalam USACE, 2000a)

Pada kondisi alami siklus hidrologi bermula dari presipitasi yang berupa

hujan. Menurut Asdak (2010) sebelum mencapai permukaan tanah air hujan akan

tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian air hujan akan tersimpan di permukaan

tajuk atau daun selama proses pembasahan tajuk dan sebagian lainnya akan jatuh

ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke

bawah melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian kecil air hujan akan

terevaporasi kembali ke atmosfer.

Vegetation Land surface stemflow &

troughfall

evaporation

transpiration

Precipitation

Water body

infiltration

cappilary rise

Stream

channel

flood

overland

flow

Soil interflow

Groundwater

aquifer

percolation

cappilary rise

baseflow

recharge

Watershed

discharge

evaporation

7

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan terserap ke

dalam tanah (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap dalam tanah

akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface

detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan yang lebih rendah

(runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam

tanah oleh gaya kapiler yang akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat

kelembaban tanah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah

akan bergerak secara horizontal untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan

keluar lagi ke permukaan tanah (sub-surface flow) dan akhirnya mengalir ke

sungai. Sebagian lainnya, air yang masuk ke dalam tanah bergerak vertikal ke

tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari airtanah (groundwater). Airtanah

tersebut akan mengalir pelan-pelan ke sungai.

Air infiltrasi (airtanah) tidak semua mengalir ke sungai, melainkan ada

sebagian air tetap berada dalam lapisan tanah bagian atas (top soil). Selanjutnya

air diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (evaporation) dan

melalui permukaan tajuk vegetasi (transpiration).

1.5.1.3 Transformasi Hujan Menjadi Aliran

Hujan merupakan titik-titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan

atmosfer ke permukaan bumi secara proses alam. Hujan yang turun ke permukaan

bumi didahului dengan adanya pembentukan awan, karena adanya penggabungan

uap air yang ada di atmosfer melalui proses kondensasi, maka terbentuklah butir-

butir air yang apabila lebih berat dari gravitasi bumi akan jatuh ke permukaan

bumi berupa hujan (Hadisusanto, 2011).

Proses transformasi hujan menjadi aliran terdapat beberapa sifat hujan yang

penting yaitu tebal hujan selama hujan berlangsung, intensitas hujan, lama waktu

hujan berlangsung, frekuensi hujan dan distribusi daerah hujan yang terwakili

oleh suatu penakar hujan (Griend, 1979 dalam Setyowati, 2010). Intensitas hujan

di suatu tempat diperoleh dari alat penakar hujan yang mampu mencatat besarnya

jumlah hujan dan lama waktu hujan. Alat penakar hujan yang dimaksud dalam hal

ini adalah alat penakar hujan otomatis (Asdak, 2010).

8

Sri Harto (1993) menjelaskan unsur hujan merupakan masukan yang paling

penting dalam proses hidrologi. Hal tersebut dikarenakan kedalaman curah hujan

(rainfall depth) yang turun dalam suatu DAS akan dialihragamkan menjadi aliran

di sungai, melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow,

sub-surface runoff), maupun aliran airtanah (groundwater flow).

Hujan yang jatuh di atas DAS tidak semua akan menjadi aliran. Air yang

jatuh ke bumi dalam bentuk hujan akan mengalami berbagai peristiwa. Hujan

yang jatuh pada suatu daratan atau permukaan tanah sebagian hilang sebagai

evapotranspirasi, infiltrasi, sisanya berupa hujan lebih (ranifall excess) yang akan

mengalir pada permukaan tanah sebagai overlandflow (Suyono, 2002). Menurut

Tivianton (2010) air yang mengalir di saluran sungai merupakan kombinasi dari

limpasan permukaan, air hujan yang langsung jatuh di tubuh air sungai, aliran

antara dan aliran dasar. Total masukan keseluruhan akan menjadi nilai debit

keluaran dari suatu DAS.

1.5.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Aliran

Proses alih ragam hujan menjadi aliran dalam suatu DAS bersifat sangat

kompleks dan dipengaruhi oleh karakteristik DAS, seperti morfometri DAS,

tutupan vegatasi dan kondisi tanah, serta sifat hujannya sendiri. Masing-masing

faktor memiliki pengaruh yang berbeda dalam pembentukan aliran, bergantung

ciri khas dari DAS yang bersangkutan.

Menurut Seyhan (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi volume aliran

permukaan dalam suatu DAS terdiri dari faktor iklim yang meliputi presipitasi

dan evapotranspirasi serta faktor DAS yang meliputi luas DAS dan elevasi DAS.

Sementara menurut Haridjaja, dkk. (1991) jumlah dan laju aliran permukaan

dipengaruhi oleh iklim kondisi atau sifat DAS. Faktor iklim meliputi tipe hujan,

intensitas hujan, lama hujan, distribusi hujan, curah hujan, temperatur, angin dan

kelembaban sedangkan kondisi atau sifat DAS yang meliputi kadar air tanah awal,

ukuran, bentuk, elevasi dan topografi DAS, vegetasi, geologi, serta tanah.

9

Suripin (2004) menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aliran

permukaan terdiri dari faktor meteorologi dan karakteristik daerah tangkapan

saluran atau DAS. Faktor meteorologi merupakan karakteristik curah hujan yang

meliputi intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan. Faktor karakteristik

DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tataguna lahan.

1) Faktor Meteorologi

a. Intensitas hujan

Pengaruh intensitas hujan pada aliran permukaan tergantung pada

kapasitas infiltrasi. Apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi,

maka besarnya aliran permukaan meningkat sesuai dengan peningkatan

intensitas curah hujan. Intensitas hujan berpengaruh pada debit maupun

volume aliran permukaan. Akan tetapi, besarnya peningkatan aliran tidak

sebanding dengan peningkatan curah hujan lebih yang disebabkan oleh

efek penggenangan di permukaan tanah.

b. Durasi hujan

Apabila lamanya curah hujan kurang dari lamanya hujan kritis, maka

lamanya aliran permukaan akan sama dan tidak tergantung dari intensitas

curah hujan. Apabila lamanya curah hujan lebih panjang, maka lamanya

aliran permukaan itu juga menjadi lebih panjang.

c. Distribusi hujan

Apabila kondisi-kondisi seperti topografi, tanah dan lain-lain dalam

DAS itu sama dan jumlah curah hujan sama, maka curah hujan yang

distribusinya merata yang mengakibatkan debit puncak yang minimum.

Banjir pada suatu DAS yang besar terjadi oleh curah hujan lebat yang

distribusinya merata dan sering kali terjadi oleh curah hujan biasa yang

mencakup daerah luas meskipun intensitasnya kecil. Sebaliknya, pada

DAS yang kecil debit puncak maksimum dapat terjadi oleh curah hujan

lebat dengan daerah hujan yang sempit.

10

2) Faktor Karakteristik DAS

a. Luas dan bentuk DAS

Laju dan volume aliran permukaan semakin bertambah besar dengan

bertambahnya luas DAS. Apabila aliran permukaan tidak dinyatakan

sebagai jumlah total DAS melainkan sebagai laju dan volume per satuan

luas, maka besarnya akan berkurang dengan bertambahnya luas DAS. Hal

ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik

terjauh sampai titik kontrol (waktu konsentrasi) dan juga intensitas hujan.

Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai.

Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan ditunjukkan dengan

hidrograf pada bentuk DAS yang berbeda tetapi mempunyai luas yang

sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama, yang ditunjukkan

pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Pengaruh Bentuk DAS terhadap Bentuk Hidrograf

(Seyhan, 1990)

b. Topografi

DAS dengan kemiringan curam disertai dengan saluran yang rapat

akan menghasilkan laju dan volume aliran yang lebih besar dibandingkan

dengan DAS yang landai dengan saluran yang jarang dan terdapat banyak

cekungan. Saluran yang rapat pada suatu DAS akan memperpendek waktu

konsentrasi sehingga meningkatkan volume dan laju aliran permukaan.

c. Tataguna lahan

Daerah dengan vegetasi yang rapat akan menghasilkan aliran yang

kecil karena kapasitas infiltrasinya besar. Apabila vegetasi daerah tersebut

dihilangkan dan dibiarkan menjadi lahan kosong, maka akan menyebabkan

terjadinya pemampatan tanah sehingga infiltrasi akan menjadi terhambat.

11

Hal tersebut dapat menghasilkan aliran yang lebih besar. Air hujan akan

cepat terakumulasi pada sungai-sungai dengan kecepatan tinggi dan dapat

menyebabkan banjir.

1.5.1.5 Aspek Hidrolika Daerah Aliran Sungai

1.5.1.5.1 Hidrograf Aliran

Hidrograf aliran didefinisikan sebagai grafis yang menyatakan hubungan

antara debit aliran dengan waktu (Chow, dkk., 1998). Parameter hidrograf dapat

berupa kedalaman aliran (elevasi) atau debit aliran, sehingga terdapat hidrograf

muka air dan hidrograf aliran. Hidrograf muka air dapat ditransformasikan

menjadi hidrograf aliran dengan menggunakan lengkung aliran (rating curve).

Hidrograf aliran dianggap sebagai gambaran menyeluruh dari karakteristik

fisiografi dan hujan yang menunjukkan respon menyeluruh DAS terhadap

masukan berupa hujan. Subarkah (1980) menyatakan hidrograf aliran terdiri dari

beberapa sumber air, diantaranya adalah:

1. Limpasan permukaan (surface flow), merupakan air yang mencapai sungai

tanpa melalui lapisan airtanah dihitung berdasarkan selisih curah hujan

dengan infiltrasi, tampungan dan genangan.

2. Limpasan sub permukaan (sub-surface flow), merupakan air yang

mengalami infiltrasi dan mencapai lapisan airtanah tidak tertekan

(unconfined groundwater) yang kemudian mencapai sungai. Aliran ini

berlangsung sama cepatnya dengan aliran permukaan sehingga nilainya

digabungkan dengan aliran permukaan.

3. Aliran airtanah (groundwater), merupakan kelanjutan aliran sub

permukaan yang terus terinfltrasi hingga sampai lapisan airtanah tertekan

(confined groundwater). Pergerakan menuju sungai membutuhkan waktu

yang lama.

4. Curah hujan dalam saluran air (channel precipitation), merupakan curah

hujan yang turun langsung pada permukaan saluran air. Nilainya cukup

kecil untuk penambahan jumlah debit aliran sungai.

12

1.5.1.5.2 Hidrograf Satuan

Hidrograf aliran sungai selau berubah tergantung sifat masukannya. Hal ini

terjadi karena sistem DAS sebenarnya bersifat non-linear menurut waktu, artinya

masukan air dalam DAS dapat terjadi kapan saja dan dalam jumlah yang berbeda-

beda. Penyederhanaan diasumsikan DAS sebagai sistem linear terhadap waktu,

sehingga menunjukkan masukan yang terjadi setiap saat akan mengakibatkan

aliran yang sama. DAS akan mempunyai respon tertentu terhadap masukan

dengan besaran tertentu. Konsep demikian dalam model hidrologi disebut dengan

hidrograf satuan (unit hydrograph).

Hidrograf satuan adalah hidrograf aliran langsung (direct runoff) hasil dari

hujan efektif yang terjadi secara merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap

dalam satu satuan waktu yang ditetapkan (Sri Harto, 1993). Menurut Sujono

(1999) besaran hujan efektif sebesar 1 mm sementara Griend (1974 dalam

Sobriyah, 2003) menyebutkan besaran hujan efektif sebesar 1 inchi. Walaupun

berbeda nilai tetapi dasar dari pembuatan hidrograf satuan harus memenuhi syarat

hujan jatuh secara merata di seluruh DAS dan selama hujan menghasilkan suatu

lengkung tunggal hidrograf.

Hidrograf satuan difungsikan untuk menggambarkan proses hujan menjadi

aliran dengan karakteristik DAS yang mempengaruhinya dalam bentuk grafik

kurva tunggal. Hidrograf menunjukkan beberapa komponen seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 1.4.

1. Time to peak (Tp), yaitu waktu pada saat dimulainya hujan (excess rainfall)

hingga terjadinya debit puncak (Qp).

2. Recession time (Tr), yaitu waktu setelah terjadinya debit puncak (Qp)

hingga akhir limpasan.

3. Time base (Tb), yaitu waktu dari awal hingga akhir limpasan untuk satu

hidrograf.

4. Time lag (tL), yaitu waktu dari saat hujan hingga terjadinya debit puncak.

5. Time concentration (tc), yaitu waktu dari saat berakhirnya hujan hingga

pada titik belok tertentu di kurva turun hidrograf.

13

Gambar 1.4 Komponen Hidrograf (Chow, dkk., 1998)

Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS, hidrograf selalu berubah sesuai

dengan besarnya dan waktu terjadinya masukan. Menurut Subarkah (1980) bentuk

dan lengkung hidrograf tergantung pada karakteristik hujan yang mengakibatkan

terjadinya aliran. Semakin besar intensitas hujan akan berpengaruh terhadap

puncak hidrograf yang tinggi, demikian pula semakin lama waktu efektif hujan

maka puncak hidrograf yang dicapai akan lebih lama.

Linsley, dkk. (1996) menjelaskan bahwa pola aliran menurut daerah dapat

menimbulkan variasi dalam bentuk hidrograf. Apabila daerah yang alirannya

tinggi terletak dekat dengan outlet DAS, maka akan dihasilkan kenaikan hidrograf

yang cepat dan puncak yang tajam. Sebaliknya, aliran yang lebih tinggi di bagian

hulu DAS tersebut menghasilkan kenaikan hidrograf yang lambat dan puncak

yang lebih rendah dan lebar.

1.5.1.5.3 Hidrograf Satuan Sintetik

Konsep hidrograf satuan sintetik digunakan untuk mensintesiskan hidrograf

dari DAS yang tidak terukur. Hidrograf satuan sintetik ditentukan apabila pada

suatu DAS yang ditinjau tidak ada pencatatan tinggi muka air. Chow, dkk. (1998)

menyebutkan terdapat tiga tipe hidrograf satuan sintetik, yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan hubungan karakteristik hidrograf satuan (puncak dan waktu

puncak) dengan karakteristik DAS, contohnya hidrograf satuan Snyder.

2. Berdasarkan hidrograf satuan yang tidak berdimensi, contohnya hidrograf

satuan SCS.

3. Berdasarkan metode perhitungan simpanan DAS, contohnya hidrograf

satuan Clark dan pemodelan modifikasi Clark’s (ModClark).

14

Penentuan hidrograf satuan sintetik terlebih dahulu menentukan parameter-

parameter DAS yang diperlukan untuk menentukan hidrograf sintetik tersebut.

Parameter-parameter DAS tersebut antara lain waktu konsentrasi untuk

mengetahui waktu dari pusat hujan pada hietograf hingga mulai kenaikan air

banjir, waktu untuk mencapai puncak banjir, waktu dasar (time base) hidrograf,

panjang sungai utama, kemiringan DAS, luas DAS, koefisien aliran dan

sebagainya (Hadisusanto, 2011).

Menurut Soemarto (1995) hidrograf satuan sintetik merupakan hidrograf

satuan yang dihasilkan dari parameter-parameter fisik DAS. Penentuan hidrograf

satuan sintetik asal usulnya dihasilkan dari beberapa hubungan rumus empiris.

Parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan hidrograf satuan sintetik

seharusnya disesuaikan dengan karakteristik DAS yang ditinjau.

1.5.1.6 Model HEC-HMS

Model dalam hidrologi dapat diartikan simplifikasi dari sistem hidrologi

yang kompleks baik berupa model fisik, analog atau matematik (Sri Harto, 2000).

Ponce (1989 dalam Sobriyah, 2003) menyatakan sebagai model matematik yang

menyatakan hubungan antar fase-fase dari siklus hidrologi dengan tujuan untuk

mensimulasikan alih ragam hujan menjadi aliran. Tujuan dari model hidrologi

adalah untuk mengikuti proses hidrologi yang dicerminkan dalam siklus hidrologi

dan menentukan besaran keluarannya.

Salah satu model untuk perhitungan proses hujan-aliran pada sistem daerah

tangkapan hujan atau DAS adalah HEC-HMS yang dikembangkan oleh US Army

Corps of Engineers (USACE). Model matematik yang terdapat dalam HEC-HMS

adalah representasi respon DAS terhadap masukan hujan. Perhitungan dan

penyelesaian masing-masing model mempunyai komponen berupa variabel tetap,

parameter, kondisi batas dan kondisi awal. Keluaran model ini berupa hidrograf

pada outlet DAS pada waktu tertentu yang ditunjukkan dengan grafik hidrograf

dan tabel time series dari hidrograf.

15

Komponen-komponen yang digunakan dalam simulasi rainfall-runoff-

routing pada HEC-HMS adalah sebagai berikut (USACE, 2000b):

1. Presipitasi yang diperoleh berdasarkan pengamatan.

2. Loss models yang dapat memperkirakan volume runoff yang disebabkan

oleh hujan dan karakteristik DAS.

3. Direct runoff yang dapat menghitung aliran permukaan, tampungan dan

kehilangan energi oleh air yang mengalir ada DAS dan masuk ke sungai.

4. Hydrologic routing models yang menghitung tampungan dan perubahan

energi oleh air yang mengalir melalui sungai.

5. Kalibrasi yang dapat memperkirakan parameter model dan kondisi awal

tertentu dari masukan data hidrometeorologi.

Komponen dalam HEC-HMS terdiri dari komponen DAS, meteorologi dan

syarat kontrol. Komponen DAS berupa elemen-elemen yang terdapat dalam suatu

subDAS serta parameter-parameter aliran. Komponen meteorologi berisikan

model perhitungan unsur masukan berupa hujan termasuk proses evaporasi dan

evapotranspirasi. Komponen syarat kontrol berisi informasi waktu dimulainya

model hingga selesai dalam kalkulasi data. Komponen pada masukan data dapat

berupa format data periodik, data berpasangan maupun format grid.

Pemodelan HEC-HMS menggunakan beberapa model yang terpisah untuk

mempresentasikan masing-masing komponen dari proses hujan-aliran, yaitu

sebagai berikut:

1. Model perhitungan volume limpasan (volume runoff)

2. Pemodelan aliran langsung (direct runoff) dari aliran permukaan (runoff)

dan aliran antara (interflow)

3. Pemodelan aliran dasar (baseflow)

4. Pemodelan aliran pada saluran (channel flow)

16

Beberapa model perhitungan hujan-aliran dalam HEC-HMS ditunjukkan

pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Model Perhitungan dalam HEC-HMS

Elemen Hidrologi Model Metode

Subbasin Volume runoff Deficit and constant rate (DC)

Exponential Green and Ampt

Gridded DC

Gridded SCS-CN

Gridded SMA

Initial and constant rate SCS Curve Number (CN)

Smith Parlange Soil moisture accounting (SMA)

Direct runoff Clark’s UH

Kinematic wave ModClark

SCS UH

Snyder’s UH User-specified s-graph

User-specified unit hydrograph (UH)

Baseflow Bounded recession Constant monthly

Linear reservoir Nonlinear Boussinesq

Recession

Reach Routing Kinematic wave Lag

Modified Puls

Muskingum Muskingum-Cunge

Straddle Stagger

Loss/Gain Constant Percolation

Sumber: USACE (2000a)

1.5.2 Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian serupa sebelumnya

menggunakan metode hujan-aliran dengan model HEC-HMS. Berdasarkan studi

penelitian sebelumnya, penelitian ini mencoba menerapkan beberapa aspek dari

model yang telah dibuat sebelumnya. Hasil dan perbandingan dengan penelitian

sebelumnya dirangkum pada Tabel 1.2.

17

Muliawan (2001) telah melakukan penelitian untuk analisis ketersediaan air

di DAS Ciliwung Hulu. Model hidrologi yang digunakan dalam analisis yaitu

presipitasi dengan model hyetograph, perhitungan volume limpasan menggunakan

Soil Moisture Accounting (SMA), aliran langsung menggunakan Clark’s UH,

aliran dasar menggunakan resesi eksponensial dan aliran air dalam saluran

menggunakan Muskingum. Hasil penelitian ini menunjukkan model SMA untuk

analisis ketersediaan air dalam DAS cukup baik dengan perbedaan volume

perhitungan dengan observasi sebesar 1%. Grafik discharge hydrograph hasil

simulasi juga mempunyai kemiripan dengan hasil observasi.

Wijaya (2004) melakukan penelitian di DAS Progo di Hulu stasiun AWLR

Duwet untuk analisis perubahan karakteristik hidrograf banjir yang dipengaruhi

perubahan penggunaan lahan. Pemodelan hidrologi yang digunakan yaitu model

hyetograph, SCS Curve Number (CN), Clark’s UH, resesi eksponensial dan

Muskingum. Hasil model menunjukkan skenario perubahan penggunaan lahan

mempengaruhi karakteristik hidrograf banjir dengan peningkatan debit puncak

dan volume hidrograf banjir yang cukup signifikan. Hidrograf banjir model HEC-

HMS mempunyai ketepatan yang tinggi dengan selisih debit puncak hidrograf

banjir perhitungan dengan hidrograf terukur sebesar -0,38% dan selisih volume

perhitungan dengan terukur sebesar 2% dengan waktu puncak yang sama.

Tunas (2005) melakukan penelitian tentang kalibrasi parameter model HEC-

HMS untuk menghitung debit aliran banjir DAS Bengkulu. Model yang

digunakan dalam analisis yaitu model hyetograph, SCS-CN, SCS UH dan resesi

eksponensial. Kalibrasi model HEC-HMS memberikan hasil yang cukup teliti

dengan tingkat kesalahan 5,8% dengan optimasi kalibrasi yang berulang-ulang.

Parameter model HEC-HMS memiliki tingkat sensitivitas bervariasi tergantung

masukan awal yang diterapkan terhadap model. Hasil kalibrasi menunjukkan nilai

parameter optimum dengan perbedaan yang relatif kecil pada SCS lag dan initial

abstraction sedangkan parameter resesi mempunyai perbedaan cukup besar.

18

Febriarlita (2010) melakukan penelitian di DAS Serang untuk mengestimasi

banjir rancangan. Pemodelan hidrologi yang digunakan meliputi model

hyetograph, SCS-CN, Clark’s UH, resesi eksponensial dan Muskingum. Analisis

frekuensi terhadap hujan harian maksimum rerata menghasilkan hujan rancangan

untuk menentukan debit puncak banjir rancangan berdasarkan hujan efektif

rancangan. Hasil estimasi debit puncak banjir model HEC-HMS mempunyai

keakuratan cukup baik dengan mempunyai nilai objective function sebesar 9,899

dan perbedaan volume debit terhitung dengan terukur sebesar -1,84% dengan

waktu puncak yang sama.

Wastya (2014) melakukan penelitian di DAS Bedog untuk mengetahui

kinerja model hujan aliran harian yang terdapat pada model HEC-HMS. Indikator

kinerja model adalah perbedaan volume, perbedaan debit puncak dan koefisien

korelasi antara debit terukur dengan debit hasil perhitungan. Hasil kalibrasi SCS-

CN dan SMA dalam mensimulasikan aliran harian menunjukkan hasil yang

kurang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan derajat asosiasi yang rendah antara

volume hasil perhitungan dan volume terukur dengan nilai koefisien korelasi

antara 0,2 sampai dengan 0,4 pada limpasan model SCS-CN maupun SMA.

1.5.3 Kerangka Pemikiran

Respon hidrologi DAS dapat ditunjukkan dari karakteristik aliran sungai

(debit puncak, volume outflow dan waktu puncak). Karakteristik aliran dalam

proses alih ragam hujan menjadi aliran dipengaruhi oleh faktor iklim dan

karakteristik DAS. Model HEC-HMS mengintegrasikan analisis matematis dan

spasial yang dapat mensimulasikan aliran sungai karena data aliran tidak semua

tersedia pada setiap DAS. HEC-HMS menunjukkan debit aliran sebagai keluaran

dari besaran curah hujan dan karakteristik DAS sebagai masukan termasuk aspek

morfometri, karakteristik penggunaan lahan dan tanah.

19

Tabel 1.2 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

Peneliti Daerah Kajian Tujuan Metode Hasil

Muliawan

(2001) DAS Ciliwung Hulu

1. Memahami model hidrologi hujan

aliran dengan pendekatan distributed

parameter.

2. Mengaplikasikan model tersebut

untuk mengetahui unjuk kerja model

yang digunakan.

1. Model HEC-HMS untuk

analisis ketersediaan air DAS

a) precipitation: hyetograph

b) volume runoff: SMA

c) direct runoff: Clark’s UH

d) baseflow: recession

e) routing: Muskingum

1. Kalibrasi model SMA untuk analisis

ketersediaan air DAS cukup baik dengan

perbedaan volume perhitungan dengan observasi

sebesar 1%.

2. Grafik discharge hydrograph hasil simulasi

mempunyai kemiripan dengan hasil observasi.

Wijaya

(2004)

DAS Progo di Hulu

Stasiun AWLR Duwet

1. Mengetahui karakteristik hidrograf

banjir (debit puncak, volume dan waktu

puncak banjir) yang dipengaruhi oleh

perubahan penggunaan lahan.

2. Mengetahui kinerja HEC-HMS

untuk memantau karakteristik hidrograf

banjir (debit puncak, volume dan waktu

puncak banjir) akibat perubahan

penggunaan lahan.

1. Model HEC-HMS untuk

menentukan hidrograf banjir

a) precipitation: hyetograph

b) volume runoff: SCS-CN

c) direct runoff: Clark’s UH

d) baseflow: recession

e) routing: Muskingum

2. Analisis frekuensi untuk

penentuan hujan rancangan

3. Skenario perubahan lahan

1. Perubahan penggunaan lahan mempengaruhi

perubahan karakteristik hidrograf banjir (debit

puncak, volume dan waktu puncak banjir) yang

cukup signifikan.

2. Model HEC-HMS sangat sesuai yang

ditunjukkan dengan selisih debit puncak

hidrograf banjir perhitungan dengan hidrograf

terukur sebesar -0,38% dan selisih volume

hidrograf banjir perhitungan dengan hidrograf

terukur sebesar 2% dengan waktu puncak sama.

Tunas

(2005) DAS Bengkulu Hulu

1. Untuk mengkalibrasi parameter

model HEC-HMS pada DAS Bengkulu

Hulu.

2. Mengetahui parameter hasil kalibrasi

model HEC-HMS pada DAS

Bengkulu Hulu.

1. Model HEC-HMS untuk

menghitung aliran banjir

a) precipitation: hyetograph

b) volume runoff: SCS-CN

c) direct-runoff: SCS UH

d) baseflow: recession

2. Parameter awal pra-model

dengan HEC-GeoHMS

3. Analisis frekuensi untuk

penentuan hujan rancangan

1. Kalibrasi model HEC-HMS memberikan hasil

yang cukup teliti dengan tingkat kesalahan 5,8%.

2. Parameter model HEC-HMS memiliki tingkat

sensitivitas bervariasi tergantung masukan awal

yang diterapkan pada model.

3. Kalibrasi model HEC-HMS memberikan nilai

parameter optimum yang relatif kecil pada SCS

lag dan initial abstraction sedangkan nilai resesi

memberikan perbedaan yang cukup besar.

20

Lanjutan Tabel 1.2

Peneliti Daerah Kajian Tujuan Metode Hasil

Febriarlita

(2010)

DAS Serang

Kabupaten Kulon Progo,

DIY

1. Mengestimasi besar debit puncak

banjir DAS Serang dengan model

HEC-HMS.

2. Mengestimasi hujan rancangan DAS

Serang pada periode ulang dan PMP.

3. Mengestimasi banjir rancangan DAS

Serang dengan periode ulang dan PMF

dengan model HEC-HMS.

1. Model HEC-HMS untuk

menentukan debit puncak banjir

a) precipitation: hyetograph

b) volume runoff: SCS-CN

c) direct runoff: Clark’s UH

d) baseflow: recession

e) routing: Muskingum

2. Analisis frekuensi untuk

penentuan hujan rancangan

1. Debit puncak banjir menggunakan model

HEC-HMS menghasilkan objective function

sebesar 9,899; perbedaan volume debit terhitung

dan terukur sebesar -1,84%; dan waktu puncak

yang sama.

2. Hasil hujan rancangan pada berbagai periode

ulang dan PMP.

3. Hasil debit puncak banjir rancangan pada

berbagai periode ulang dan PMF berdasarkan

hujan efektif rancangan.

Wastya

(2014) DAS Bedog, DIY

1. Untuk mengetahui kinerja model

hujan aliran harian dalam software

HEC-HMS. Indikator kinerja model

adalah perbedaan volume, perbedaan

debit puncak dan koefisien korelasi

antara debit terukur dengan debit hasil

perhitungan.

1. Model HEC-HMS untuk

menentukan karakteristik

hidrograf banjir

a) precipitation: hyetograph

b) volume runoff: SCS-CN

dan SMA

c) direct-runoff: Clark’s UH

d) baseflow: recession

1. Hasil kalibrasi runoff volume SCS-CN dan

SMA dalam mensimulasikan aliran harian

menunjukkan hasil yang kurang baik.

2. Penelitian ini menunjukkan hasil derajat

asosiasi yang rendah antara volume perhitungan

dan volume terukur dengan nilai koefisien

korelasi antara 0,2-0,4 baik dengan SCS-CN

maupun SMA.

Munajad

(2015)

Sub DAS Wuryantoro

Wonogiri, Jawa Tengah

1. Mengetahui karakteristik fisik DAS

berupa nilai Curve Number (CN)

sebagai pengaruh dari penggunaan

lahan, kondisi hidrologi tanah dan

kelengasan tanah.

2. Mengetahui karakteristik aliran

(debit puncak, volume outflow dan

waktu puncak) antara hasil hidrograf

banjir model HEC-HMS dengan

hidrograf banjir terukur.

1. Model HEC-HMS untuk

menentukan karakteristik

hidrograf banjir model

a) precipitation: hyetograph

b) volume runoff: SCS-CN

c) direct-runoff: SCS UH

d) baseflow: recession

2. Metode SCS untuk penentuan

karakteristik fisik DAS berupa

nilai CN

3. Parameter awal pra-model

dengan HEC-GeoHMS

Hasil yang diharapkan:

1. Karakteristik fisik DAS berupa CN komposit

yang dipengaruhi oleh penggunaan lahan,

kondisi hidrologi tanah dan kelengasan tanah.

2. Karakteristik aliran (debit puncak, volume

outflow dan waktu puncak) antara hasil hidrograf

banjir model dengan hidrograf banjir terukur

pada nilai objective function terbaik dengan

selisih sekecil mungkin dengan besaran paramer-

parameter terukur.

21

Komponen iklim berupa karakteristik hujan merupakan sifat yang penting

untuk menentukan debit aliran sungai. Unsur masukan berupa hujan sesaat dengan

karakteristik tertentu akan memberikan keluaran berupa debit aliran dengan

karakteristik tertentu sesuai dengan proses dan interaksi dengan karakteristik

DAS. Hujan yang jatuh dalam DAS sebagai masukan diasumsikan terdistribusi

secara merata di seluruh wilayah DAS untuk periode waktu tertentu menyangkut

tebal dan durasi hujan.

Karakteristik DAS yang meliputi morfometri, penggunaan lahan dan tanah

mempengaruhi interaksi alih ragam hujan menjadi aliran. Pengunaan lahan

bersama dengan kondisi hidrologi dan kelengasan tanah (Antecedent Moisture

Condition, AMC) dinyatakan dalam suatu indeks berupa nilai CN. CN diperoleh

dari identifikasi penggunaan lahan dalam berbagai variasi tutupan lahan

sedangkan hidrologi tanah dari identifikasi kesesuaian jenis dan tekstur tanah

terhadap kelompok hidrologi tanah (Hydrologic Soil Group, HSG). Pada akhirnya,

CN ditentukan oleh kondisi kelengasan tanah dari jumlah curah hujan 5 hari

sebelum penentuan model. Analisis CN dan data hujan tersebut menghasilkan CN

komposit DAS. Penggunaan lahan dalam berbagai variasi tutupan lahan juga

digunakan untuk menentukan luas lapisan kedap air (impervious area) DAS.

Aspek morfometri DAS yang dikaji meliputi luas DAS, panjang sungai

utama, kemiringan lereng sungai, kemiringan DAS dan titik berat DAS yang

merupakan parameter awal hidrograf banjir model. Penentuan batas DAS dan

parameter awal dengan bantuan perangkat lunak HEC-GeoHMS berdasarkan

analisis DEM. Selain itu, dengan bantuan HEC-GeoHMS menghasilkan parameter

time lag dalam suatu DAS berdasarkan CN dan morfometri DAS yang berupa

panjang sungai utama dan kemiringan DAS. Sedangkan parameter-parameter lain

yang sulit dilakukan pengamatan atau pengukuran diperoleh dari proses kalibrasi

dalam analisis HEC-HMS.

Perhitungan dan penyelesaian masing-masing metode dalam HEC-HMS

mempunyai komponen berupa variabel tetap, parameter, kondisi batas dan kondisi

awal. Proses perhitungan hujan-aliran model HEC-HMS meliputi metode

perhitungan volume limpasan (runoff) dengan model SCS-CN, aliran langsung

22

(direct runoff) menggunakan SCS UH dan aliran dasar (baseflow) menggunakan

resesi eksponensial.

Model matematis HEC-HMS juga dilakukan kalibrasi yang menghasilkan

nilai hidrograf model yang mendekati hidrograf terukur. Kalibrasi juga untuk

mendapatkan nilai parameter yang sulit diperoleh dari data pengukuran, seperti

initial abstraction dan nilai baseflow (recession constant, recession threshold

ratio). Perbandingan hidrograf model dengan hidrograf terukur berdasarkan pada

nilai objective function dari selisih debit puncak, volume outflow dan waktu

puncak. Objective function dianggap baik apabila mempunyai nilai kurang dari

10%. Untuk mendapatkan nilai objective function terbaik digunakan fungsi

optimasi kalibrasi yang bertujuan menyelaraskan parameter awal.

Analisis selanjutnya setelah mendapatkan hasil objective function dengan

nilai terkecil, dapat ditentukan karakteristik aliran (debit puncak, volume outflow

dan waktu puncak) berdasarkan hasil hidrograf banjir model HEC-HMS. Adapun

alur kerangka pemikiran ditunjukkan pada Gambar 1.5.

KERANGKA PEMIKIRAN

Daerah Aliran Sungai

(DAS)

Stasiun pengamat

hidrologi

Curah hujan DAS tidak terukur

Model hirologi

HEC-HMS

Respon hidrologi DAS

Debit aliran sungai

Karakteristik

curah hujan

Parameter DAS

Gambar 1.5 Alur Kerangka Pemikiran

23

1.5.4 Batasan Istilah

Curve Number (CN) adalah nilai indeks yang menggambarkan suatu keadaan

hidrologis karena pengaruh faktor-faktor tanah, penggunaan lahan, kondisi

hidrologi dan kelembaban tanah (Chow, dkk., 1998).

Daerah Aliran Sungai (DAS), Catchment area, River basin, Drainage basin,

Watershed adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah

topografis yang berfungsi untuk menampung, menyimpan, mengalirkan dan

selanjutnya mengalirkan seluruh air hujan yang jatuh di atasnya menuju ke

sistem sungai melalui satu outlet tunggal (Seyhan, 1990).

Debit (Discharge) adalah volume air yang keluar dari penampang sungai dalam

satuan waktu tertentu (USACE, 2000a).

Fungsi objektif (Objective function) adalah nilai hasil persamaan matematika

hasil perbandingan model terukur dengan hidrograf model dan berfungsi

sebagai tolak ukur hasil kalibrasi model (USACE, 2000a).

HEC-HMS adalah perangkat lunak dari Hydrologic Engineering Center (HEC)

yang mampu memodelkan proses transformasi hujan menjadi aliran

(USACE, 2000a).

Hidrograf adalah grafik yang menghubungkan antara debit sungai dan tinggi

muka air pada waktu tertentu (Chow, dkk., 1998).

Hidrograf satuan (Unit hydrograph) adalah hidrograf aliran langsung (direct

runoff) yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh

DAS dalam satu satuan tertentu (Sri Harto, 2000).

Kalibrasi adalah proses penurunan sekumpulan nilai model parameter yang

menghasilkan kesesuaian terbaik terhadap data terukur (USACE, 2000a).

Kehilangan hujan (Losses) adalah bagian air hujan yang hilang karena

mengalami berbagai proses seperti evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi dan

perkolasi (USACE, 2000a).

Aliran (Runoff) adalah semua air hujan yang bergerak, sebagai aliran permukaan

maupun aliran dasar (baseflow) airtanah, menuju ke saluran sungai

(USACE, 2000a).