etika dan propesi

23
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional. Tugas hakim adalah mengkonstatir, mengkwalifisir dan kemudian mengkonstituir. Apa yang harus dikonstatirnya adalah peristiwa dan kemudian peristiwa ini harus dikwalifisir, pasal 5 ayat 1 UU. 14/1970 mewajibkan hakim mengadili menurut hukum. Maka oleh karena itu hakim harus mengenal hukum di samping peristiwanya. Seorang hakim haruslah independen, tidak memihak kepada siapapun juga walaupun itu keluarganya, kalau sudah dalam sidang semuanya diperlakukan sama. Hakim harus berpegang kepada Tri Parasetya Hakim Indonesia. Hakim harus dapat membedakan antar sikap kedinasan sebagai jabatannya sebagai pejabat negara yang bertugas menegakkan keadilan dengan sikap hidup sehari-hari sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat. Untuk membedakan itu hakim mempunyai kode etik sendiri bagaimana supaya dia dapat mengambil sikap. Zaman sekarang kadang-kadang hakim salah menempatkan sikapnya, yang seharusnya sikap itu harus dilingkungan keluarga, ia bawa waktu persidangan. Ini tentunya akan mempengaruhi putusan. Masalah kode etik inilah yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini. Supaya hakim-hakim agar lebih memperhatikan lagi tugasnya sebagai penegak keadilan di dalam masyarakat. B. BATASAN MASALAH Supaya pembahasan makalah ini tidak menyimpang, maka kami membatasi makalah ini dengan : 1. Pengertian hakim, tugas, dan tanggung jawabnya. 2. Kode etik hakim dan hubungannya dengan Undang-undang C. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini adalah :

Upload: dwi-cahyaningg

Post on 01-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hfhjdhgdh

TRANSCRIPT

Page 1: Etika Dan Propesi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional.

Tugas hakim adalah mengkonstatir, mengkwalifisir dan kemudian

mengkonstituir. Apa yang harus dikonstatirnya adalah peristiwa dan

kemudian peristiwa ini harus dikwalifisir, pasal 5 ayat 1 UU. 14/1970

mewajibkan hakim mengadili menurut hukum. Maka oleh karena itu hakim

harus mengenal hukum di samping peristiwanya.

Seorang hakim haruslah independen, tidak memihak kepada siapapun juga

walaupun itu keluarganya, kalau sudah dalam sidang semuanya

diperlakukan sama.

Hakim harus berpegang kepada Tri Parasetya Hakim Indonesia. Hakim harus

dapat membedakan antar sikap kedinasan sebagai jabatannya sebagai

pejabat negara yang bertugas menegakkan keadilan dengan sikap hidup

sehari-hari sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat.

Untuk membedakan itu hakim mempunyai kode etik sendiri bagaimana

supaya dia dapat mengambil sikap. Zaman sekarang kadang-kadang hakim

salah menempatkan sikapnya, yang seharusnya sikap itu harus

dilingkungan keluarga, ia bawa waktu persidangan. Ini tentunya akan

mempengaruhi putusan.

Masalah kode etik inilah yang menjadi latar belakang penulisan makalah

ini. Supaya hakim-hakim agar lebih memperhatikan lagi tugasnya sebagai penegak

keadilan di dalam masyarakat.

B. BATASAN MASALAH

Supaya pembahasan makalah ini tidak menyimpang, maka kami membatasi

makalah ini dengan :

1. Pengertian hakim, tugas, dan tanggung jawabnya.

2. Kode etik hakim dan hubungannya dengan Undang-undang

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

Page 2: Etika Dan Propesi

1. Untuk memenuhi tugas berstruktut mata kuliah Etika Profesi Hukum

yang diasuh oleh Drs. Ahmadi Hasan M.Hum

2. Supaya kita mengetahui kode etik seorang hakim

D. METODE PENULISAN

Metode penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan studi

kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan

dengan Kode kehormatan Hakim.

E. SISTEMATIKA PENYAJIAN

Makalah ini terdiri atas 3 BAB dan masing-masing Bab mempunyai sub-bab,

yaitu :

1. Bab I : Pendahuluan, yang berisi Latar belakang masalah, batasan

masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penyajian.

2. Bab II : Pembahasan, yang terdiri atas Pengertian Hakim, kewajiban /

tugas hakim, tanggung jawab hakim, kode etik hakim, kode kehormatan

hakim dengan undang-undang, dan kekuasaan kehakiman.

3. Bab III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan.

4. Lampiran UU No 35 tahun 1999 Tentang Kekuasaan Kehakiman

5. Daftar pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

"HAKIM"

A. PENGERTIAN HAKIM

Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional.

Kode etik hakim disebut juga kode kehormatan hakim. Hakim juga adalah

pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yang syarat dan

tata cara pengangkatan, pemberhetian dan pelaksanaan tugasnya

ditentukan oleh undang-undang.

B. KEWAJIBAN / TUGAS HAKIM

Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan mempunyai kewajiban yaitu :

Page 3: Etika Dan Propesi

1. Menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di

masyarakat.

Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta

berada dalam masa pergolakan dan peralihan. Hakim merupakan

perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan

rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tangah-tengah masyarakat untuk

mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Dengan demikian hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai

dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

2. Hakim wajib memperhatikan sifat-sifat baik dan buruk dari tertuduh

dalam menentukan dan mempertimbangkan berat ringannya pidana.

Sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib diperhatikan

Hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan.

Keadaan-keadaan pribadi seseorang perlu diperhitungkan untuk

memberikan pidana yang setimpal dan seadil-adilnya. Keadaan pribadi

tersebut dapat diperoleh dari keterangan orang-orang dari

lingkungannya, rukun tetangganya, dokter ahli jiwa dan sebagainya.

C. TANGGUNG JAWAB HAKIM

1. Tanggung Jawab Hakim Kepada Penguasa

Tanggung jawab hakim kepada penguasa (negara) artinya telah

melaksanakan peradilan dengan baik, menghasilkan keputusan bermutu,

dan berdampak positif bagi bangsa dan negara.

a. Melaksanakan peradilan dengan baik. Peradilan dilaksanakan sesuai

dengan undang-undang, nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masayarakat, dan kepatutan (equity).

b. Keputusan bermutu. Keadilan yang ditetapkan oleh hakim

merupakan perwujudan nilai-nilai undang-undang, hasil penghayatan

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, etika moral masyarakat, dan

tidak melanggar hak orang lain.

c. Berdampak positif bagi masyarakat dan negara. Keputusan hakim

memberi manfaat kepada masyarakat sebagai keputusan yang dapat

dijadikan panutan dan yurisprudensi serta masukan bagi

pengembangan hukum nasional.

Page 4: Etika Dan Propesi

2. Tanggung Jawab Kepada Tuhan

Tanggung jawab hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa artinya telah

melaksanakan peradilan sesuai dengan amanat Tuhan yang diberikan

kepada manusia, menurut hukum kodrat manusia yang telah ditetapkan

oleh Tuhan melalui suara hati nuraninya.

D. KODE ETIK HAKIM

Untuk jabatan hakim, Kode Etik Hakim disebut Kode Kehormatan Hakim

berbeda dengan notaris dan advokat.

Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional.

Oleh karena itu Kode Kehormatan Hakim memuat 3 jenis etika, yaitu :

1. Etika kedinasan pegawai negeri sipil

2. Etika kedinasan hakim sebagai pejabat fungsional penegak hukum.

3. Etika hakim sebagai manusia pribadi manusia pribadi anggota

masyarakat.

Uraian Kode Etik Hakim meliputi :

1. Etika keperibadian hakim

2. Etika melakukan tugas jabatan

3. Etika pelayanan terhadap pencari keadilan

4. Etika hubungan sesama rekan hakim

5. Etika pengawasan terhadap hakim.

Dari kelima macam uaraian kode etik ini akan kita lihat apakah Kode Etik

Hakim memiliki upaya paksaan yang berasal dari undang-undang.

1. Etika keperibadian hakim

Sebagai pejabat penegak hukum, hakim :

a. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Menjunjung tinggi, citra, wibawa dan martabat hakim

c. Berkelakuan baik dan tidak tercela

d. Menjadi teladan bagi masyarakat

Page 5: Etika Dan Propesi

e. Menjauhkan diri dari eprbuatan dursila dan kelakuan yang dicela

oleh masyarakat

f. Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim

g. Bersikap jujur, adil, penuh rasa tanggung jawab

h. Berkepribadian, sabar, bijaksana, berilmu

i. Bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan)

j. Dapat dipercaya

k. Berpandangan luas

2. Etika melakukan tugas jabatan

Sebagai pejabat penegak hukum, hakim :

a. Bersikap tegas, disiplin

b. Penuh pengabdian pada pekerjaan

c. Bebas dari pengaruh siapa pun juga

d. Tidak menyalahgunakan kepercayaan, kedudukan dan wewenang

untuk kepentingan pribadai atau golongan

e. Tidak berjiwa mumpung

f. Tidak menonjolkan kedudukan

g. Menjaga wibawa dan martabat hakim dalam hubungan kedinasan

h. Berpegang teguh pada Kode Kehormatan Hakim

3. Etika pelayanan terhadap pencari keadilan

Sebagai pejabat penegak hukum, hakim :

a. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan di

dalam hukum acara yang berlaku

b. Tidak memihak, tidak bersimpati, tidak antipati pada pihak yang

berperkara

c. Berdiri di atas semua pihak yang kepentingannya bertentangan,

tidak membeda-bedakan orang

Page 6: Etika Dan Propesi

d. Sopan, tegas, dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam

ucapan maupun perbuatan

e. Menjaga kewibawaan dan kenikmatan persidangan

f. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan

g. Memutus berdasarkan hati nurani

h. Sanggup mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

4. Etika hubungan sesama rekan hakim

Sebagai sesama rekan pejabat penegak hukum, hakim :

a. Memlihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antara

sesam rekan

b. Memiliki rasa setia kawan , tenggang rasa, dan saling menghargai

antara sesama rekan

c. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korp hakim

d. Menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan , baik di dalam

maupun di luar kedinasan

e. Bersikap tegas. Adil dan tidak memihak.

f. Memelihara hubungan baik dengan hakim bawahannya dan hakim

atasannya.

g. Memberi contoh yang baik di dalam dan di luar kedinasan.

5. Etika pengawasan terhadap hakim.

Di dalam urusan Kode Kehormatan Hakim tidak terdapat rumusan

mengenai pengawasan dan sanksi ini. Ini berarti pengawasan dan sanksi

akibat pelanggaran Kode Kehormatan Hakim dan pelanggaran undang-

undang. Pengawasan terhadap hakim dilakukan oleh Majelis Kehormatan

Hakim. Menurut ketentuan pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No.2 Tahun

1986 tentang Peradilan umum; Pembentukan, susunan, dan tata kerja

Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh

Ketua Mahkamah Agung bersama-sama Menteri Kehakiman.

E. KODE KEHORMATAN HAKIM DENGAN UNDANG-UNDANG

1. Kode Kehormatan Hakim

Page 7: Etika Dan Propesi

& Tri prasetya hakim Indonesia

Kode kehormatan hakim dikenal dengan "Tri Prasetya Hakim

Indonesia". Yaitu ;

"Saya berjanji :

a. Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi citra, wibawa dan

martabat Hakim Indonesia;

b. Bahwa saya dalam menjalankan jabatan berpegang teguh pada

kode kehormatan Hakim Indonesia;

c. Bahwa saya menjunjung tianggi dan mempertahankan jiwa Korps

Hakim Indonesia.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membimbing saya di jalan yang

benar."

& Perlambang atau sifat hakim

a. KARTIKA (= Bintang, yang melambangkan Ketuhanan Yang Maha

Esa).

b. CAKRA (= Senjata ampuh dari Dewa Keadilan yang mampu

memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan ketidakadilan)

berariadil.

c. CANDRA (= Bulan yang menerangi segala tempat yang gelap, sinar

penerangan dalam kegelapan) berarti bijaksana dan berwibawa.

d. SARI (= Bunga yang semerbak wangi mengharumi kehidupan

masyarakat) berarti budi luhur atau berkelakuan tidak tercela.

e. TIRTA (= air, yang membersihkan segala kotoran di dunia)

mensyaratkan, bahwa seorang hakim harus jujur.

& Perincian mengenai sifat hakim

a. KARTIKA = Percaya dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut

dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

b. CAKRA = Adil

Dalam kedinasan

1) Adil

Page 8: Etika Dan Propesi

2) Tidak berprasangka atau memihak

3) Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan

4) Memutus berdasarkan keyakinan hati nurani

5) Sanggup mempertanggungjawabkan kepada Tuhan

Di luar kedinasan

1) Saling harga menghargai

2) Tertib dan lugas

3) Berpandangan luas

4) Mencari saling pengertian

c. CANDRA = Bijaksana / Berwibawa

Dalam kedinasan

1) Berkepribadian

2) Bijaksana

3) Berilmu

4) Sabar dan Tegas

5) Berdisiplin

6) Penuh pengabdian pada pekerjaan

Di luar kedinasan

1) Dapat dipercaya

2) Penuh rasa tanggung jawab

3) Menimbulkan rasa hormat

4) Anggun dan berwibawa

d. SARI = Berbudi luhur / berkelakuan tidak tercela

Dalam kedinasan

1) Tawakal dan Sopan

2) Ingin meningkatkan pengabdian dalam tugas

Page 9: Etika Dan Propesi

3) Bersemangat ingin maju

4) Tenggang rasa

Di luar kedinasan

1) Berhati-hati dalam pergaulan hidup

2) Sopan dan susila

3) Menyenangkan dalam pergaulan

4) Tenggang rasa'

5) Berusaha menjadi teladan bagi masyarakat sekelilingnya

e. TIRTA = Jujur

Dalam kedinasan

1) Jujur

2) Merdeka = tidak membeda-bedakan orang

3) Bebas dari pengaruh siapa pun juga

4) Tabah

Di luar kedinasan

1) Tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukan

2) Tidak boleh berjiwa mumpung

3) Waspada

2. Hubungan Kode Kehormatan Hakim Dengan Undang-Undang

Jabatan hakim diatur dengan undang-undang, yaitu UU No.2 Tahun 1986

tentang Peradilan Umum. Seorang yang menjabat hakim harus mematuhi

undang-undang dan berpegang pada Kode Kehormatan Hakim.

Hubungan antara undang-undang dan Kode Kehormatan Hakim terletak

pada ketentuan Kode Kehormatan Hakim yang juga diatur dalam undang-

undang, sehingga sanksi pelanggaran undang-undang diberlakukan juga

pada pelanggaran Kode Kehormatan Hakim.

Apabila menurut Majelis Kehormatan Hakim ternyata seorang hakim

terbukti telah melakukan pelanggaran, maka berdasarkan ketentuan

Page 10: Etika Dan Propesi

pasal 20 ayat (1), hakim yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan

hormat dari jabatannya dengan alasan :

a. Dipidana karena bersalah melakukan tindakan pidana kejahatan.

b. Melakukan perbuatan tercela.

c. Terus menerus melalaikan kewajiban menjalankan tugas pekerjaan.

d. Melanggar sumpah atau janji jabatan.

e. Melanggar larangan pasal 18 (rangkap jabatan)

Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan setelah hakim

yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di

hadapan Majelis Kehormatan Hakim.

Menurut penjelasan pasal tersebut:

a. Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah dipidana dengan pidana

penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.

b. Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" ialah apabila

hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya,

baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan martabat

hakim.

c. Yang dimaksud dengan "tugas pekerjaan" ialah semua tugas yang

dibebankan kepada hakim yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan tadi dapat disimpulkan bahwa sanksi undang-

undang adalah juga sanksi Kode Kehormatan Hakim yang dapat

dikenakan kepada pelanggarnya. Dalam hal ini, Kode Kehormatan Hakim

juga menganut prinsip penundukan pada undang-undang.

F. KEKUASAAN KEHAKIMAN

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka dalam

pengertian di dalam keuasaan kehakiman bebas dari campur tangan pihak

kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva dan

rekomendasi yang datang dari pihak extra judiciil kecuali dalam hal-hal yang

diizinkan oleh Undang-Undang. Kebebasan dalam pelaksanaan wewenang

judiciil tidaklah mutlak sifatnya, karena tugas daripada hakim adalah untuk

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasil dengan jalan

menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta asas-asas yang jadi

landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapinya sehingga

Page 11: Etika Dan Propesi

keputusannya mencerminkan persaan keadilan bangsa dan rakyat

Indonesia.

Penyelenggaraan Kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan-badan

Peradilan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

Dalam hal ini kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam

lingkungan :

1. Peradilan Umum

2. Peradilan Agama

3. Peradilan Militer

4. Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara adalah peradilan khusus,

karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat

tertentu.

Sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya

mengenai baik perkara perdata maupun pidana.

Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

ÿ Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional.

Kode etik hakim disebut juga kode kehormatan hakim.

ÿ Tugas hakim adalah :

1. Menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di

masyarakat.

2. Hakim wajib memperhatikan sifat-sifat baik dan buruk dari tertuduh

dalam menentukan dan mempertimbangkan berat ringannya pidana.

ÿ Tanggung jawab hakim ada 2 yaitu :

1. Tanggung jawab kepada penguasa

2. Tanggung jawab kepada Tuhan

Page 12: Etika Dan Propesi

ÿ Kode kehormatan hakim dikenal dengan "Tri Prasetya Hakim

Indonesia". Yaitu :

"Saya berjanji :

a. Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi citra, wibawa dan

martabat Hakim Indonesia;

b. Bahwa saya dalam menjalankan jabatan berpegang teguh pada

kode kehormatan Hakim Indonesia;

c. Bahwa saya menjunjung tianggi dan mempertahankan jiwa Korps

Hakim Indonesia.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membimbing saya di jalan yang

benar."

ÿ Perlambang sifat hakim yaitu : KARTIKA = Percaya dan Taqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, CAKRA = Adil, CANDRA = Bijaksana / Berwibawa,

SARI = Berbudi luhur / berkelakuan tidak tercela, dan TIRTA = Jujur

Lampiran

UU NO 35 TAHUN 1999 TENTANG "KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN"

Isi UU No 14 tahun 1970 yang disempurnakan

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Pasal 2

1. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman tercantum dalam pasal 1 diserahkan kepada badan-Badan Peradilan dan ditetapkan dengan Undang-Undang dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.

2. Tugas lain daripada yang tersebut pada ayat (1) dapat diberikan kepadanya berdasarkan peraturan perundangan

Pasal 3

Page 13: Etika Dan Propesi

1. Semua peradilan diseluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang.

2. Peradilan dilakukan dengan sederhana; cepat menegakkan hukum dan keadilan yang berdasarkan Pancasila

Pasal 4

1. Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

3. Segala campur tangan dalam peradilan dari pihak-pihak lain di luar kekuasaan Kehakiman di larang, kecuali dalam hal-hal yang tersebut dalam Undang-Undang Dasar

Pasal 5

1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

2. Dalam perkara perdata Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

Pasal 6

1. Tiada seorang juapun dapat dihadapkan di Pengadilan selain daripada yang ditentukan baginya oleh Undang-Undang.

2. Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila Pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.

Pasal 7

Tiada seorang juapun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal-hal menurut cara-cara yang diatur dengan Undang-Undang

Pasal 8

Setiap orang, yang disangka ditangkap, ditahan, dituntut, dan /atau dihadapkan di depan Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan, yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuasaan hukum yang tetap.

Pasal 9

1. Seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupundiadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai

Page 14: Etika Dan Propesi

orangnya atau hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.

2. Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) dapat dipidana.

3. Cara-cara untuk menuntut ganti kerugian, rehabilitasi dan pembebanan ganti kerugian diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang.

BAB II

BADAN-BADAN PERADILAN

DAN ASAS-ASASNYA

Pasal 10

1. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan :

a. Peradilan Umum

b. Peradilan Agama

c. Peradilan Militer

d. Peradilan Tata Usaha Negara

2. Mahkamah agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi.

3. Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh Pengadilan-pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah Agung.

4. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan Pengadilan yang lain, menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 11

1. Badan-badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1), secara organisatoris, administratif dan finansial berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.

2. Ketentuan mengenai organisatoris, administratif, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang sesuai dengan keksususan peradilan masing-masing

Pasal 11A

1. Pengalihan organisasi, administratif, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) dilaksanakan secara bertahap, paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

2. Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial bagi peradilan Agama waktunya tidak ditentukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Page 15: Etika Dan Propesi

3. Ketentuan mengenai tata cara pengalihan secara bertahap sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Pasal 12

Susunan, Kekuasaan serta Acara dari Badan-Badan Peradilan seperti tersebut dalam pasal 10 ayat (1) diatur dalam Undang-Undang tersendiri.

Pasal 13

Badan-badan peradilan khusus di samping badan-badan Peradilan yang sudah ada, hanya dapat diadakan dengan Undang-Undang.

Pasal 14

1. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya.

2. Ketentuan dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.

Pasal 15

1. Semua Pengadilan memeriksa dan meutuskan dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim, kecuali apabila Undang-Undang menentukan lain.

2. Di antara para Hakim tersebut dalam ayat (1) seorang bertindak sebagai Ketua, dan lainnya sebagai Hakim Anggota sidang.

3. Sidang dibantu oleh seorang Panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan Panitera.

4. Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang Penuntut Umum, kecuali apabila ditentukan lain dengan Undang-Undang.

Pasal 16

Pengadilan memeriksa dan memutus perkara dengan hadirnya tertuduh, kecuali apabila Undang-Undang menentukan lain.

Pasal 17

1. Sidang memeriksa Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila Undang-Undang menentukan lain.

2. Tidak dipenuhi ketentuan dalam ayat (1) mengakibatkan batalnya putusan menurut hukum.

3. Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia.

Pasal 18

Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Pasal 19

Page 16: Etika Dan Propesi

Atas semua putusan Pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari tuduhan, dapat dimintakan banding oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali apabila Undang-Undang menentukan lain.

Pasal 20

Atas putusan Pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang berkepentingan yang diatur dalam Undang-Undang.

Pasal 21

Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan Pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dilakukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara-perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Pasal 22

Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali jika menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer.

Kewenangan Pengadilan Umum untuk mengadili perkara-perkara yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional atau Polisi Republik Indonesia bersama-sama dengan orang sipil pada hakekatnya merupakan suatu kekecualian atau penyimpangan dari ketentuan, bahwa seorang semestinya diadili di sidang pengadilan masing-masing.

Hal tersebut merupakan kekcualian, maka kewenangan pengadilan Umum tersebut terbatas pada bentuk-bentuk pernyataan dalam suatu delik, seperti sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 dan pasal 56 KUHP.

Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada Ketua Mahkamah Agung untuk menetapkan Peradilan Militer sebagai pengadilan yang berwenang mengadili perkara koneksitas tersebut. Pernyataan pada suatu delik militer yang murni oleh orang sipil dan perkara pernyataan, di mana unsur militer melebihi unsur sipil misalnya, dapat dijadikan landasan untuk menetapkan pengadilan lain daripada Pengadilan Umum, ialah Pengadilan Militer untuk mengadili perkara-perkara demikian. Jika dalam hal perkara diadili oleh Pengadilan Militer, maka susunan Hakim adalah dari Pengadilan Militer dan Pengadilan Umum. Dalam hal ini kepentingan Justiciabel tetap mendapatkan perhatian sepenuhnya, yaitu dalam susunan Hakim yang bersidang. Dalam waktu perang di mana berlaku hukum eksepsional ataupun hukum luar biasa, meskipun tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan seorang sipil, anggota Tentara Nasional atau Polisi Republik Indonesia tidak ditarik dari pengadilannya.

Pasal 23

1. Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari

Page 17: Etika Dan Propesi

peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

2. Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh Ketua serta Hakim-hakim yang memutus dan Panitera yang ikut serta bersidang.

3. Penetapan-penetapan, ikhtisar-ikhtisar rapat permusyawaratan dan berita-berita acara tentang pemeriksaan sidang ditandatangani oleh Ketua dan Panitera.

Pasal 24

Untuk kepentingan peradilan semua Pengadilan wajib memberi bantuan yang diminta.

BAB III

HUBUNGAN LEMBAGA PENGADILAN DAN LEMBAGA

NEGARA LAINNYA

Pasal 25

Semua pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat-nasihat tentang soal-soal hukum kepada Lembaga Negara lainnya apabila diminta.

Pasal 26

1. Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan dari tingkat yang lebih rendah dari Undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

2. Putusan tentang pernyataan tidak sahnya menurut peraturan perundang-undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan ditingkat kasasi.

BAB IV

HAKIM DAN KEWAJIBANNYA

Pasal 27

1. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

2. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib memperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh.

Pasal 28

1. Pihak yang diadali mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar adalah hak seorang yang diadili untuk mengajukan keberatan-keberatan yang disertai dengan alasan-alasan

Page 18: Etika Dan Propesi

terhadap seorang hakim yang akan mengadili eprkaranya. Putusan mengenai hal tersebut dilakukan oleh Pengadilan.

2. Apabila seorang Hakim masih terikat hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan Ketua, salah seorang hakim Anggota, Jaksa, Penasehat Hukum atau Panitera dalam suatu perkara tertentu, ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan itu.

3. Begitu pula apabila Ketua, Hakim Anggota, Penuntut Umum atau Panitera masih terikat dalam hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda denganyang diadili, ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan itu.

Pasal 29

Sebelum melakukan jabatannya, Hakim, Panitera, Panitera Pengganti dan Jurusita untuk masing-masing lingkungan peradilan harus disumpah atau berjanji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut :

"Saya bersumpah / berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tiada memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga".

"Saya bersumpah / berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian".

"Saya bersumpah / berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi negara Republik Indonesia".

"Saya bersumpah / berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, Hakim Anggota Mahkamah Agung yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".

BAB V

KEDUDUKAN PEJABAT EPRADILAN

(PENGADILAN)

Pasal 30

Syarat-syarat untuk dapat diangkat dan diberhentikan sebagai Hakim dan tata cara pengangkatannya dan pemberhentiannya ditentukan dengan Undang-undang.

Pasal 31

Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Negara.

Page 19: Etika Dan Propesi

Pasal 32

Hal-hal mengenai pangkat, gaji, dan tunjangan Hakim, diatur dengan peraturan tersendiri.

BAB VI

PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

Pasal 33

1. Pelaksanaan putusan Pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa.

2. Pengawasan pelaksanaan putusan Pengadilan tersebut ayat (1) oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan, diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.

3. Pelaksanaan putusan Pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh Panitera dan Jurusita dipimpin oleh Ketua Pengadilan.

4. Dalam melaksanakan putusan Pengadilan diusahakan supaya perikemanusiaan dan perikeadilan tetap terpelihara.

Pasal 34

Pelaksanaan putusan Pengadilan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

BANTUAN HUKUM

Pasal 35

Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

Pasal 36

Dalam perkara pidana seorang tersangka terutama sejak saat dilakukan penangkapan dan / atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum.

Pasal 37

Dalam memberi bantuan hukum tersebut pada pasal 36 di atas, penasihat hukum membantu melancarkan penyelesaian perkara dengan menjungjung tinggi Pancasila, hukum dan keadilan.

Pasal 38

Ketentuan-ketentuan dalam pasal 35, 36, dan 37 tersebut di atas diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.

BAB VIII

PENUTUP

Page 20: Etika Dan Propesi

Pasal 39

Penghapusan Pengadilan adat dan swapraja dilakukan oleh Pemerintah.

Pasal 40

Semua peraturan-peraturan yang mengatur ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman yang bertentangan dengan Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 40A

Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40, semua ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan pasal 11 atau yang berkaitan dengan pasal 22 masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru.

Pasal 41

Undang-undang ini dinamakan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman

Pasal 42

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya pada Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal 17 Desember 1970

DAFTAR PUSTAKA

& Kansil, C.S.T. Drs, S.H., 1986, Kitab Undang-Undang Kekuasaan

Kehakiman (KUKK), Jakart: PT. Bina Aksara.

& Muhammad, Abdul Kadir, Prof S.H., 2001, Etika Profesi

Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

& Sumaryono,E, 1995, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma Bagi Penegak

Hukum, Yogyakarta : Kanisius.

& UU RI No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dilengkapi

dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, UU. No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung, UU No. 35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, UU No 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan, dan UU N0 2 Tahun

2002 Tentang Kepolisian Beserta Penjelasannya, Surabaya : Karina, 2003.

Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 101.

Page 21: Etika Dan Propesi

C.S.T. Kansil, Kitab Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (KUKK),Jakart: PT. Bina Aksara, 1986, hlm. 18 - 19

Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit, hlm 102 - 104

E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Yogyakarta : Kanisius, 1995, hlm. 175 - 177

Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 104 - 105

C.S.T Kansil, Op. Cit, hlm. 8 - 12

UU RI No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dilengkapi dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, UU. No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, UU No. 35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan, dan UU N0 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Beserta Penjelasannya, Surabaya : Karina, 2003, hlm. 130 – 150