faktor-faktor kejadian berat badan bayi lahir di rsud …

13
1 FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD dr. SOEDARSO PONTIANAK Fitria Widiarsih 1 , Marlenywati 2 , Abrori 3 1 Perminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak Tahun 2015 (e-mail: [email protected]) 2 Perminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak (e-mail: [email protected]) 3 Perminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak (e-mail:[email protected]) ABSTRAK Berat Lahir adalah berat badan neonatus pada saat kelahiran yang ditimbang dalam waktu satu jam atau sesudah lahir. Berat Badan digunakan untuk mendiagnosis bayi berat badan lahir normal atau berat badan lahir rendah (BBLR). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tinggi badan, pertambahan berat badan, lila, kadar Hb,usia ibu, pantang makan dan kebiasaan minuman bersoda dengan kejadian berat badan bayi lahir di Ruang Bersalin RSUD. dr. Soedarso Pontianak. Penelitian menggunakan desain crossectional. Sampel penelitian sebanyak 93 responden yang diambil menggunakan teknik Accidental sampling. Menggunakan uji statistik uji Chi-square. Penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pertambahan berat badan (p value=0,000), kadar hb (p value=0,017), lila ibu (p value = 0,001),usia ibu (p value = 0,018) dan pantang makan (p value = 0,047) dengan kejadian berat badan bayi lahir di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Variabel yang tidak berhubungan tinggi badan (p value = 0,142) dan kebiasaan minum bersoda (p value = 0,437). Saran kepada RSUD. dr. Soedarso Pontianak sebaiknya selalu memberikan konseling KB tentang pentingnya mengatur usia saat hamil, jarak kehamilan dan melakukan pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil yang memiliki resiko kehamilan. Kata kunci : Pertambahan berat badan, kadar hb, lila, usia ibu, pantang makan

Upload: others

Post on 13-Jan-2022

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

1

FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR

DI RSUD dr. SOEDARSO PONTIANAK

Fitria Widiarsih 1, Marlenywati 2, Abrori 3

1 Perminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Pontianak Tahun 2015 (e-mail: [email protected]) 2 Perminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Pontianak (e-mail: [email protected]) 3 Perminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Pontianak (e-mail:[email protected])

ABSTRAK

Berat Lahir adalah berat badan neonatus pada saat kelahiran yang ditimbang dalam waktu

satu jam atau sesudah lahir. Berat Badan digunakan untuk mendiagnosis bayi berat badan

lahir normal atau berat badan lahir rendah (BBLR).

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tinggi badan,

pertambahan berat badan, lila, kadar Hb,usia ibu, pantang makan dan kebiasaan minuman

bersoda dengan kejadian berat badan bayi lahir di Ruang Bersalin RSUD. dr. Soedarso

Pontianak.

Penelitian menggunakan desain crossectional. Sampel penelitian sebanyak 93 responden yang

diambil menggunakan teknik Accidental sampling. Menggunakan uji statistik uji Chi-square.

Penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pertambahan berat badan

(p value=0,000), kadar hb (p value=0,017), lila ibu (p value = 0,001),usia ibu (p value =

0,018) dan pantang makan (p value = 0,047) dengan kejadian berat badan bayi lahir di RSUD

dr. Soedarso Pontianak. Variabel yang tidak berhubungan tinggi badan (p value = 0,142) dan

kebiasaan minum bersoda (p value = 0,437).

Saran kepada RSUD. dr. Soedarso Pontianak sebaiknya selalu memberikan konseling KB tentang

pentingnya mengatur usia saat hamil, jarak kehamilan dan melakukan pemeriksaan kehamilan pada

ibu hamil yang memiliki resiko kehamilan.

Kata kunci : Pertambahan berat badan, kadar hb, lila, usia ibu, pantang makan

Page 2: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

2

ABTRACT

FACULTY OF HEALTH SCIENCES

THESIS, FEBRUARY 26,2015

FITRIA WIDIARSIH

FACTORS RELATED TO THE INCIDENCE OF NEWBORN INFANTS BIRTH

WEIGHT AT SOEDARSO HOSPITAL PONTIANAK

xix+78pages+19 tables+ 3 figures + 4 appendices

Birth weight is the weight of neonates at birth weighed within an hour or shortly after the

birth. Body weight is used to diagnose whether the baby's weight is normal or low (LBW).

This study aimed to discover the factors related to height, body weight gain, upper arm

circumference, hemoglobin level, maternal age, eating abstinence, carbonated beverages

intake, and the incidence of newborn infants birth weight at Delivery Room of RSUD dr.

Soedarso Pontianak.

A cross sectional design was carried out in this study. The samples were 93 respondents who

were selected by using accidental sampling technique. The data were analyzed by employing

chi square test.

The study revealed two findings. First, there were correlation of birth weight gain (p

value=0,000), hemoglobin level (p value=0,017), upper arm circumference (p value=0,001),

maternal age (p value=0,018), eating abstinence (p value=0,047), and the incidence of

newborn infants birth weight. second, there were no correlation of height (p value=0,142),

carbonated beverages intake, and the incidence of newborn infants birth weight

From the findings, the management of Soedarso hospital should provide family planning

counseling, particularly on the importance setting the age for pregnancy, pregnancy spacing,

and antenatal care, particularly for those who are at risk of pregnancy.

Key words: body weight gain, hemoglobin level, upper arm circumference, maternal age,

eating abstinence

PENDAHULUAN

Neonatus adalah bayi yang baru

mengalami proses kelahiran dan harus

menyesuaikan diri dari kehidupan intra

uterin ke kehidupan ekstrautern. Pengaruh

kehamilan dan proses persalinan

mempunyai peranan penting dalam

mordibitas dan mortalitas bayi. Bayi yang

lahir dalam presentase melalui vagina

pada usia kehamilan genap 37 minggu

sampai dengan 42 minggu dengan berat

badan 2500-4000 gram.1

Menurut World Health

Organization (WHO) 2010, berat lahir

adalah berat badan neonatus pada saat

kelahiran yang ditimbang dalam waktu

satu jam atau sesudah lahir. Berat badan

merupakan ukuran antropometri yang

terpenting dansering digunakan pada bayi

baru lahir (neonatus). Berat badan

digunakan untuk mendiagnosis bayi

normal atau berat badan lahir rendah

(BBLR). 2

Berat badan bayi baru lahir

ditentukan oleh status gizi janin. Status

gizi pada janin ditentukan oleh status gizi

ibu waktu melahirkan dan keadaan ini

dipengaruhi oleh status gizi ibu pada

waktu konsepsi.3 Berat badan lahir

merupakan salah satu indikator kesehatan

bayi baru lahir. Berat badan lahir normal

(usia gestasi 37-42 minggu) adalah 2.500-

Page 3: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

3

4.000 gram. Berat badan lahir yang rendah

atau berlebih akan mempunyai resiko

yang lebih besar untuk mengalami

masalah.4

Di Indonesia, pada tahun 2010

kejadian berat badan lahir 34,0 % dan di

Kalbar 38,0 % dari berat badan lahir. Pada

tahun 2010 menurut berat badan lahir

berdasarkan kategori < 2500 sebanyak

13,9 persen, 2500-3999 sebanyak 83,7 %

dan ≥4000 sebanyak 2,4 persen.5

Data RSUD dr. Soedarso Pontianak

menunjukan bahwa pada tahun 2012 bayi

lahir sebanyak 859 kelahiran hidup

terdapat berat bayi >2500gr sebanyak

76,8% dan berat bayi <2500gr sebanyak

23,16%. Di tahun 2013 bayi lahir

sebanyak 1780 kelahiran hidup terdapat

berat bayi<2500gr sebanyak 25,7% dan

berat bayi< 2500 sebanyak 74,3% dari

kelahiran hidup.

Rumusan Masalah

Hasil survei pendahuluan yang

dilakukan penulis pada bulan Mei 2014 di

RSUD Soedarso kepada 10 ibu yang

melahirkan, diketahui bahwa sebanyak 4

ibu yang memiliki bayi <2500, 4 ibu

melahirkan normal >=2500, 8 ibu dengan

kadar hb di bawah normal, 3 ibu dengan

LILA <23,5cm, 6 ibu yang memiliki berat

badan rendah dan 1 ibu mempunyai tinggi

badan <150 cm, 2 ibu mempunyai usia

beresiko < dan diatas 35 tahun dan 3 ibu

mempunyai pantang makan dan 1ibu

mempunyai kebiasaan bersoda.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan antara tinggi

badan ibu dengan kejadian Berat

Badan Bayi Lahir di RSUD dr.

Soedarso Pontianak.

2. Mengetahui hubungan antara

pertambahan berat badan ibu dengan

kejadian Berat Badan Bayi Lahir di

RSUD dr. Soedarso Pontianak.

3. Mengetahui hubungan antara kadar

hemoglobin ibu dengan kejadian

Berat Badan Bayi Lahir di RSUD dr.

Soedarso Pontianak.

4. Mengetahui hubungan antara LILA

dengan kejadian Berat Badan Bayi

Lahir di RSUD dr. Soedarso

Pontianak.

5. Mengetahui hubungan antara usia

ibu dengan kejadian Berat Badan

Bayi Lahir di RSUD dr. Soedarso

Pontianak.

6. Mengetahui hubungan antara

pantangan makan ibu hamil dengan

kejadan Berat Badan Bayi Lahir di

RSUD dr. Soedarso Pontianak.

7. Mengetahui hubungan antara

kebiasaan minuman bersoda dengan

kejadian Berat Badan Bayi Lahir di

RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

Metode

Penelitian ini dilakukan di Rumah

Sakit Umum Daerah dr. Soedarso

Pontianak. Penelitian ini dilakukan selama

1 bulan dimulai dari 7 desember sampai

21 januari. Penelitian ini merupakan

penelitian observasional analitik dengan

pendekatan crossectional.

Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin

dan bayi yang dilahirkan di RSUD

dr.Soedarso Pontianak berjumlah 93 ibu

bersalin. Menggunakan teknik accidental

sampling sesuai kriteria inklusi dan

eksklusi menggunakan data sekunder dan

data primer yang ada di RSUD

dr.Soedarso Pontianak

Analisis yang digunakan adalah

analisis univariat untuk memperoleh

gambaran karakteristik variabel. Analisis

bivariat dilakukan untuk mengetahui

hubungan variabel independen dan

dependen yaitu faktor-faktor yang

berhubungan dengan berat badan bayi

lahir.

Page 4: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

4

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengumpulan dan pengolahan data responden diketahui karakteristik

berdasarkan tingkat usia dewasa awal (26-35tahun) sebanyak 39 responden 41.9%,

karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan tingkat SMA/Sederajat sebanyak 44

responden 47.3% dan karakteristik responden berdasarkan tingkat perkerjaan diketahui bahwa

sebagian besar tingkat pekerjaan adalah IRT (ibu rumah tangga) sebanyak 80 responden

86,0%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Karakteristik Responden

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Usia, Pendidikan dan Pekerjaan di RSUD dr. Soedarso Pontianak

Karakteristik Responden

n %

Usia Remaja akhir (17-25 tahun)

Dewasa awal (26-35 tahun)

Dewasa akhir (36-45 tahun)

32

39

29

34.4

41.9

23.7

Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah

2

2.2

Tamat SD/Sederajat 21 22.6

Tamat SMP/Sederajat 20 21.5

Tamat SMA/Sederajat 44 47.3

Diploma

S1

2

4

2.2

4.3

Jenis Pekerjaan

IRT 80 86,0

Swasta 8 8,6

PNS 3 3,2

Petani 2 2,2

Sumber : Data Primer 2014

Page 5: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

5

Univariat

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Lahir, Tinggi Badan, Pertambahan Berat Badan,

Kadar Hb, Lila, Usia ibu, Pantang Makan danKebiasaan Minuman bersoda

di RSUD dr. Soedarso Pontianak

Variabel Responden

N %

Berat Badan Bayi

BBLR

BBLN

22

71

23.7

76.3

Tinggi Badan

Berisiko <145 cm

Tidak Berisiko >145 cm

6

87

6.5

93.5

Pertambahan Berat Badan

Tidak Sesuai (<7 kg dan >12 kg)

Sesuai (7-12 kg)

40

53

6.5

93.5

Kadar Hb

Anemia

Tidak Anemia

33

60

35.5

64.5

Lila

Berisiko <23,5cm

Tidak Berisiko ≥23,5cm

18

75

19.4

80.6

Usia

Berisiko <20 dan >35

Tidak Berisiko 20-35

26

67

28.0

72.0

Pantang makan

Ya Pantang

Tidak Pantang

26

67

28.0

72.0

Kebiasaan Minuman bersoda

Sering

Tidak sering

18

75

19.4

80.6 Total 93 100

Dari tabel 2 diketahui distribusi frekuensi

berdasarkan berat badan bayi lahir yang

lahir dengan berat badan normal sebanyak

71 responden (76.3%) lebih besar

dibandingkan dengan berat badan BBLR.

Distribusi frekuensi berdasarkan tinggi

badan ibu yang tidak berisiko >145 cm

sebanyak 87 responden (93.5) lebih besar

dibandingkan dengan berisiko <145 cm.

Distribusi frekuensi berdasarkan

pertambahan berat badan ibu yang sesuai

sebanyak 53 responden (93.5) lebih besar

dibandingkan dengan tidak sesuai.

Distribusi frekuensi berdasarkan kadar Hb

ibu yang tidak anemia sebanyak 60

responden (64.5) lebih besar dibandingkan

dengan yang anemia. Distribusi frekuensi

berdasarkan Lila ibu yang tidak berisiko

≥23,5cm sebanyak 75 responden (80.6)

lebih besar dibandingkan dengan yang

Berisiko <23,5cm. Distribusi frekuensi

berdasarkan usia ibu yang tidak berisiko

20-35 sebanyak 67 responden (72.0) lebih

besar dibandingkan dengan yang Berisiko

<20dan>35. Distribusi frekuensi

berdasarkan pantang makan yang tidak

pantang sebanyak 67 responden (72.0)

lebih besar dibandingkan dengan yang ada

pantang. Distribusi frekuensi berdasarkan

kebiasaan minuman bersoda yang tidak

sering sebanyak 75 responden (80.6) lebih

besar dibandingkan dengan yang sering.

Page 6: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

6

Bivariat

Tabel 3

Hubungan Tinggi Badan, Pertambahan Berat Badan,

Kadar Hb, Lila, Usia ibu, Pantang Makan danKebiasaan Minuman bersoda dengan

berat badan bayi lahir di RSUD dr. Soedarso Pontianak

Variabel

Kejadian Berat Badan Bayi

Lahir p value PR 95% CI

BBLR BBLN

n % N %

Tinggi badan

Berisiko <145 cm 3 50 3 50 0,142 2,289

(0.319-0.634) Tidak Berisiko >145 cm 19 21.8 68 78.2

Pertambahan berat badan

Tidak Sesuai (<7 kg dan >12 kg) 22 55 18 45 0,000 0,450

(0.319-0.634) Sesuai (7-12 kg) 0 0 53 100

Kadar Hb

Anemia 13 39.4 20 60.6 0,017 2.626

(1.256-5,483) Tidak Anemia 9 15 51 85

Lila

Berisiko <23,5cm 10 55.6 8 44.4 0,001 3,472

(1.789-6.739) Tidak Berisiko ≥23,5cm 12 16 63 84

Usia ibu

Berisiko <20 dan >35 11 42.3 15 57.7 0,018 2.577

(1.277-5.202) Tidak Berisiko 20-35 11 16.4 56 83.6

Pantang makan

Ya Pantang 14 35 26 65 0,047 2.319

(1.078-4.986) Tidak Pantang 8 15 45 84

Kebiasaan Minuman Bersoda

Sering 3 16.7 15 83.3 0,437 0.658

(0.218-1.984) Tidak sering 19 25.7 56 74.7

Sumber : Data Primer 2014

Hasil analisis variabel tinggi

badan dengan berat badan bayi lahir

berdasarkan uji statistic Chi Squere pada

tabel 3 didapatkan nilai p value 0.142

(>0.005), dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara

tinggi badan dengan kejadian berat

badan bayi lahir di RSUD dr.Soedarso

Pontianak. Hasil analisis variabel

pertambahan berat badan dengan berat

badan bayi lahir berdasarkan uji statistik

dengan menggunakan chi-square pada

tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,000

lebih (<0,05) dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan signifikan antara

pertambahan berat badan dengan

kejadian berat badan bayi lahir diruang

bersalin di RSUD dr.Soedarso. Hasil

analisis diperoleh pula nilai PR =0,450

artinya prevalensi yang terkena BBLR

dengan pertambahan berat badan yang

tidak sesuai 0,450 kali lebih banyak pada

responden yang tidak sesuai

pertambahan berat badan dibandingkan

dengan prevalensi responden yang sesuai

pertambahan berat badan. Hasil analisis

variabel kadar Hb dengan berat badan

bayi lahir berdasarkan uji statistik

dengan menggunakan chi-square pada

tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,017

lebih (<0,05) dapat disimpulkan bahwa

Page 7: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

7

ada hubungan signifikan antara kadar Hb

dengan kejadian berat badan bayi lah di

RSUD dr. RSUD Soedarso. Hasil

analisis diperoleh pula nilai PR =2,62

artinya prevalensi yang BBLR terkena

anemia 2,62 kali lebih banyak pada

responden yang anemia dibandingkan

dengan BBLR yang tidak anemia. Hasil

analisis variabel LILA dengan berat

badan bayi lahir berdasarkan uji statistik

dengan menggunakan chi-square pada

tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,001

(<0,05) dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan signifikan antara LILA dengan

kejadian berat badan bayi lahir di RSUD

dr. Soedarso. Hasil analisis diperoleh

pula nilai PR =3.472 artinya prevalensi

yang BBLR 2,62 kali lebih banyak pada

responden yang mempunyai lila berisiko

dibandingkan dengan tidak berisiko.

Hasil analisis variabel usia ibu dengan

berat badan bayi lahir berdasarkan uji

statistik dengan menggunakan chi-

square pada tabel 3 didapatkan nilai p

value : 0,018 (<0,05) dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan signifikan antara

usia ibu dengan kejadian berat badan

bayi lahir di RSUD dr. Soedarso. Hasil

analisis diperoleh pula nilai PR = 2,58

artinya prevalensi yang BBLR 2,62 kali

lebih banyak pada responden yang usia

ibu berisiko dibandingkan dengan

BBLR yang tidak berisiko. Hasil analisis

variabel pantang makan dengan berat

badan bayi lahir berdasarkan uji statistik

dengan menggunakan chi-square pada

tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,047

(<0,05) dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan signifikan antara pantang

makan dengan kejadian berat badan bayi

lahir di RSUD dr. RSUD Soedarso. Hasil

analisis diperoleh pula nilai PR = 2,32

artinya prevalensi yang BBLR 2,31 kali

lebih banyak pada responden yang ada

pantang makan dibandingkan dengan

BBLR yang tidak ada pantang makan.

Hasil analisis variabel kebiasaan

minuman bersoda dengan berat badan

bayi lahir berdasarkan uji statistik

dengan menggunakan chi-square pada

tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,437

(>0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan signifikan antara pantang

makan dengan kejadian berat badan bayi

lahir di RSUD dr. Soedarso Pontianak.

PEMBAHASAN

1. Hubungan Antara Tinggi Badan

dengan Berat Badan Bayi Lahir

Hasil analisis statistik dengan

meggunakan uji Chi-square

menunjukan bahwa tinggi badan tidak

berhubungan dengan kejadian berat

badan bayi lahir. Terlihat dari p value

sebesar 0,142. Hal ini disebabkan

karena dari seluruh objek yang diteliti,

sebagian besar responden dengan tinggi

badan ibu yang tidak berisiko

Pada penelitian ini, tinggi badan

ibu yang melahirkan di RSUD dr.

Sodarso memiliki tinggi badan 137 -

168 cm dengan tinggi badan rata-rata

151 cm. Kebanyakan responden yang

melahirkan BBLR adalah responden

yang memiliki tinggi badan tidak

berisiko sebanyak 19 orang (83,4%)

sedangkan reponden yang memiliki

tinggi badan berisiko sebanyak 3 orang

(13,6%).

Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Trihardiani (2011)

bawasannya Uji statistik bivariat

menunjukkan hubungan yang tidak

bermakna antara tinggi badan dengan

berat badan lahir (p=0,182). Hal ini

dikarenakan sebagian besar subyek

(98,2%) memiliki tinggi badan lebih

dari 145 cm.

Pada umumnya, ukuran tubuh

pada wanita yang pendek sering

Page 8: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

8

ditemukan adanya panggul yang sempit

dan keadaan ini dapat menghambat

jalannya persalinan sehingga

menyebabkan berat badan bayi yang

dilahirkan rendah.6 Wanita yang

melahirkan memiliki tinggi badan yang

kurang dari normal ada kemungkinan

memiliki kapasitas panggul sempit,

namun bukan bearti seorang wanita

dengan tinggi badan yang normal tidak

dapat memiliki panggul sempit. 7

Selain itu, dalam keadaan normal

pertumbuhan tinggi badan akan searah

dengan pertambahan berat badan.8

Keadaan ini diartikan bahwa gangguan

gizi waktu kanak-kanak pengaruhnya

sangat jauh sampai produk kehamilan.9

Perbaikan gizi di negara-negara maju

dalam upaya untuk meningkatkan

tinggi badan dan berat badan ternyata

secara bermakna pada turunnya angka

kejadian BBLR.10 Namun, pada

penelitian ini ditemukan responden

yang tinggi badan tidak berisiko

mengalami status gizi kurang dan

melahirkan BBLR.

Berdasakan pernyataan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa masih ada

kemungkinan wanita dengan tinggi

badan diatas 145 cm juga berpeluang

untuk melahirkan BBLR. Disebabkan

oleh status gizi ibu yang kurang selama

hamil dan memiliki panggul yang

sempit. Tinggi badan ibu juga memiliki

dampak ukuran pada bayi yang baru

lahir (berat badan dan panjang bayi).

Upaya pencegahan yang dapat

dilakukan untuk mencegah terjadinya

kejadian BBLR yaitu dengan

memantau status gizi ibu sebelum dan

selama hamil. Agar pertumbuhan tinggi

badan searah dengan perkembangan

berat badan

2. Hubungan Antara Pertambahan

Berat Badan Dengan Kejadian Berat

Badan Bayi Lahir

Hasil analisis uji Chi-square

menunjukan bahwa faktor pertambahan

berat badan memiliki hubungan

kemaknaan yang paling kuat dengan

kejadian berat badan bayi lahir.

Berdasarkan hasil penelitian yang

diperoleh dari lapangan diketahui

bahwa keseluruhan responden

melahirkan BBLR mengalami

pertambahan berat badan tidak sesuai.

Hasil penelitian sesuai dengan fakta

bahwa responden yang pertambahan

berat badan kurang dari 7 kg selama

kehamilan berisiko melahirkan BBLR.

Bertambahnya berat badan ibu

sangat berarti sekali bagi kesehatan ibu

dan janin. Pada ibu yang menderita

kekurangan energi dan protein (status

gizi kurang) maka akan menyebabkan

ukuran plasenta lebih kecil dan suplay

nutrisi dari ibu ke janin berkurang,

sehingga terjadi retardasi

perkembangan janin intra utera dan

bayi dengan BBLR.11

Selain itu, penelitain ini juga

sejalan dengan Trihardiani (2010)

hasil penelitian pertambahan berat

badan selama hamil, sebanyak 5

responden (71,4%) yang memiliki

pertambahan berat badan yang tidak

sesuai melahirkan bayi BBLR,

sedangkan diantara subyek yang

memiliki pertambahan berat badan

yang sesuai, ada 2 (28,6%) subyek

yang melahirkan 14 bayi BBLR.

Hasil uji statistik diperoleh nilai

p=0,019 maka dapat disimpulkan ada

hubungan yang signifikan antara

pertambahan berat badan selama

hamil dengan kejadian BBLR

(RR=6,56; CI 95%=1,30-33,01). Hal

Page 9: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

9

ini menunjukkan bahwa subyek

dengan pertambahan berat badan

yang tidak sesuai mempunyai risiko

6,6 kali untuk melahirkan BBLR

dibandingkan subyek dengan

pertambahan berat badan yang

sesuai.13

3. Hubungan antara Kadar Hb

dengan Berat Badan Bayi Lahir

Hasil analisis uji Chi-Square

menunjukan bahwa faktor kadar Hb

memiliki hubungan dengan kejadian

berat badan bayi lahir. Berdasarkan

hasil penelitian dilapangan diperoleh

responden yang melahirkan BBLR

banyak mengalami anemia (59%)

dibandingkan dengan responden yang

tidak anemia (41%). Risiko untuk

menderita anemia bagi responden

yang melahirkan BBLR adalah 2,62

kali lebih besar dibandingkan dengan

yang melahirkan BBLN.

Anemia di Asia berkontribusi

sebesar 23% terhadap BBLR dan

prematuritas. Hubungan antara

anemia dengan berat badan lahir

menunjukan hubungan “berbentuk U”

adalah mempunyai risiko terjadinya

BBLR meningkat pada ibu yang

mempunyai nilai Hb yang rendah dan

tinggi. 14

Pada penelitian yang dilakukan

oleh Maulidah dan Sulistiani (2012)

diketahui bahwa ibu yang melahirkan

BBLR mengalami anemia.15 Begitu

juga dengan penelitian Khatrina dan

Oktaviani (2011) menyatakan bahwa

ibu bersalin yang tidak anemia

melahirkan bayi dengan berat badan

normal.16 Penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian Mutalazimah (2005)

di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

yang menyatakan bahwa didapatkan

nilai p sebesar 0,001, karena lebih

kecil dari tingkat kesalahan 0,05 maka

Ho ditolak dan dapat disimpulkan ada

hubungan antara kadar Hb ibu hamil

dengan berat bayi lahir.17

Upaya pencegahan yang dapat

dilakukan ibu hamil agar tidak

mengalami anemia, maka ibu hamil

disarankan untuk mengkonsumsi

makanan yang mengandung nutrisi

dan tablet Fe.

4. Hubungan antara Lila dengan Berat

Badan Bayi Lahir

Hasil analisis uji Chi-Square

menunjukan bahwa faktor LILA

memiliki hubungan dengan kejadian

berat badan bayi lahir. Responden

yang memiliki LILA kurang dari 23,5

berisiko melahirkan BBLR adalah

3,47 kali lebih besar dibandingkan

dengan yang melahirkan BBLN.

Berdasarkan hasil penelitian

dilapangan diperoleh responden yang

melahirkan BBLN banyak dengan

LILA tidak berisiko (84%)

dibandingkan dengan responden yang

berisiko (44,4%).

Hasil penelitian Maulidah dan

Sulistia (2012), diketahui bahwa

responden yang mengalami KEK berat

melahirkan BBLR dengan nilai resiko

12.43 kali lebih besar dibandingkan

dengan responden yang melahirkan

BBLN. Begitu juga dengan penelitian

Triahrdiani (2011) dan penelitian

Qobadiyah (2012) juga menyatakan

bahwa LILA mempunyai pengaruh

terhadap berat badan bayi lahir.

Upaya pencegahan yang dapat

dilakukan oleh calon ibu adalah

sebelum hamil harus memastikan

nutrisi harian cukup mengandung

energi sesuai dengan kebutuhan dan

memiliki LILA diatas 23,5 cm.

Page 10: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

10

5. Hubungan antara antara usia ibu

dengan Berat Badan Bayi Lahir

Hasil analisis uji Chi-Square

menunjukan bahwa faktor usia ibu

dengan kejadian berat badan bayi

lahir. Risiko untuk melahirkan BBLR

bagi responden yang berusia <20 dan

>35 tahun adalah 2,58 kali lebih besar

dibandingkan dengan responden yang

berusia 20 – 35 tahun.17

Hal ini dikarenakan ibu yang

kurang dari usia 20 tahun, rahim dan

bagian tubuh lainnya belum siap

menerima kehamilan dan cenderung

kurang perhatian terhadap

kehamilannya. Begitu juga dengan

ibu yang usianya lebih dari 35 tahun,

rahim dan bagian tubuh lain,

fungsinya sudah menurun dan

kesehatan tubuh ibu juga tidak sebaik

ketika berusia 20 – 35 tahun.1

Pada penelitian ini, usia ibu yang

melahirkan di RSUD Dr.Soedarso

memiliki usia 18-44 tahun dengan

usia rata-rata 28 tahun. Kebanyakan

responden yang melahirkan BBLR

adalah responden yang memiliki usia

berisiko <20 dan >35 sebanyak 11

orang (42,3%) lebih besar

dibandingkan usia ibu yang tidak

berisiko.

Usia ibu saat melahirkan turut

berpengaruh terhadap mordibilitas

dan mortalitas ibu maupun anak yang

dilahirkan.1 WHO

merekomendasikan bahwa usia yang

aman untuk kehamilan dan persalinan

adalah 20 hingga 35 tahun. 2

Menurut penelitian ini juga

sejalan dengan penelitian Torede

2012 di RSUD. PROF. DR. HI. Aloei

Saboe kota Gorontalo bahwa terdapat

81 bayi yang dilahirkan oleh Ibu yang

memiliki umur dalam kategori tidak

beresiko dan terdapat 99 bayi yang

terlahir dari Ibu yang memiliki umur

dalam kategori beresiko. ρ value yang

didapatkan dari analisis ini yaitu

0.000. Hasil analisis tersebut

menunjukkan bahwa hanya sedikit

perbedaan antara jumlah bayi BBLR

yang terlahir dari Ibu yang memiliki

umur dalam kategori beresiko dan

tidak beresiko. Secara teori umur

memiliki kaitan atau hubungan erat

dengan kejadian BBLR.18 Hasil

penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian Merzelia (2012) di

kabupaten Belitung Timur Provinsi

kepulauan Bangka Belitung

menyatakan bahwa ada hubungan

umur ibu dengan bayi yang BBLR di

wilayah kerja kabupaten Belitung

Timur.19

Upaya pencegahan yang dapat

dilakukan adalah dengan menunda

pernikahan di bawah usia 20 tahun

dan tidak merencanakan kehamilan di

atas 35 tahun.

6. Hubungan antara antara pantang

makan dengan Berat Badan Bayi

Lahir

Hasil analisis uji Chi-square

menunjukan bahwa pantangan makan

dengan kejadian berat badan bayi lahir.

Risiko untuk melahirkan BBLR bagi

responden yang melakukan pantangan

makanan adalah 2,32 kali lebih besar

dibandingkan dengan responden yang

tidak melakukan pantangan makan.

Berdasarkan hasil penelitian

dilapangan diperoleh responden yang

melahirkan BBLR sebagian besar

melakukan pantangan makan (63,64%)

dibandingkan dengan responden yang

tidak melakukan pantangan makan

(36,36%). Adapun makanan yang

dipantang saat ibu hamil pada

Page 11: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

11

responden berupa seafood, ayam, nasi

putih, nanas, sayur pucuk ubi, dan es.

Dengan alasan keluarga, mitos, dan

penyakit.

Ada pun alasan ibu tidak mau

makan seperti ikan takut bayi yang

lahir nanti bau amis dan seperti ikan

pari takut bayi yang lahir akan lebar.

Sementara itu, diketahui bahwa kedua

makanan di atas merupakan sumber

protein yang baik. Kandungan protein

yang tingggi pada ikan berfungsi

dalam pertumbuhan otak janin.

Pantang makan adalah bahan

makanan atau masakan yang tidak

boleh dimakan oleh para individu

dalam masyarakat karena alasan yang

bersifat budaya.12 Pantangan makan

tersebut dipercaya dapat mengancam

bahaya terhadap barang siapa yang

melanggarnya. Ancaman bahaya ini

terkesan magis, yaitu adanya

kekuatan superpower yang berbau

mistik dan dapat menghukum orang

yang melanggar pantangan tersebut.13

Upaya pencegahan yang dapat

ibu lakukan adalah dengan mengganti

bahan makanan yang kandungan

gizinya sama dengan bahan makanan

yang dipantangkan, sehingga ibu

harus melakukan konsultasi dengan

bidan setempat atau ahli gizi untuk

mengetahui bahan makanan

pengganti yang sama kuantitas dan

kulitas kandungan gizinya.

7. Hubungan antara antara kebiasaan

minuman bersoda dengan Berat

Badan Bayi Lahir

Hasil analisis statistik dengan

menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p value = 0,437 lebih

besar dari α = 0,05 dengan demikian

di simpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara

kebiasaan minuman bersoda dengan

kejadian bayi lahir di RSUD

Soedarso.

Berdasarkan hasil penelitian

diketahui sebagian besar ibu yang

melahirkan BBLR mempunyai

kebiasaan minuman bersoda tidak

sering sebanyak 19 orang (25,3%)

dan memiliki kebiasaan sering

sebanyak 3 orang (16,7%).

Sedangkan pada ibu yang melahirkan

BBLN sebagian ibu mempunyai

kebiasaan minuman bersoda tidak

sering sebanyak 56 orang (74,7%)

dan ibu yang mempunyai kebiasaan

minuman bersoda sering sebanyak 15

orang (83,3%).

Hasil analisis statistik dengan

menggunakan uji Chi-square

menunjukan bahwa kebiasaan

minuman bersoda tidak berhubungan

dengan kejadian berat badan bayi

lahir. Terlihat dari nilai signifikans

sebesar 0,437. Hal ini disebabkan

karena dari seluruh objek yang

diteliti, sebagian besar responden

yang melahirkan BBLR tidak sering

mengkonsumsi minuman bersoda.

Pada penelitian ini, kebanyakan

reponden yang melahirkan BBLR

adalah responden yang tidak sering

mengkonsumsi minuman bersoda

(86,36%) dibandingkan dengan

responden yang sering

mengkonsumsi minuman bersoda

(13,64%). Dikatakan sering

mengkonsumsi minuman bersoda

apabila responden minum bersoda ≥2

x perminggu dan dikatakan tidak

sering apabila mengkonsumsi

minuman bersoda < 2x perminggu.

Ada pun jenis-jenis minuman bersoda

yang ibu hamil konsumsi adalah

Page 12: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

12

seperti cola-cola, fanta, sprite dan

frenta.

Soft drink atau minuman ringan,

mengacu pada minuman yang

berkarbonisasi (bersoda). Di

Australia, tambahan gula adalah

sukrosa. Namun, beberapa literatur

menggunakan istilah ‘minuman

ringan’ untuk memasukkan pemanis

buatan atau ‘diet’ minuman

berkarbonisasi.20

Minuman yang banyak

mengandung banyak gula seperti

minuman bersoda dapat

menyebabkan kelahiran prematur

pada janin. Sebuah penelitian

dikopenhagen, Denmark yang

dipublikasikan dalam America

Journal of Clinical Nutrion

menemukan meningkatnya resiko

kelahiran prematur pada bayi yang

mana ibunya sering mengkonsumsi

minuman mengandung pemanis

buatan. jadi penelitian ini tidak

sejalan karena bayi yang lahir

premature.21

Upaya pencegahan yang dapat

ibu lakukan adalah dengan tidak

minum minuman bersoda pada saat

hamil untuk menghindari kelahiran

yang tidak diinginkan. Sebaiknya

minuman yang bergizi seperti jus

buah-buahan.

KESIMPULAN

1. Ada hubungan yang signifikan antara

pertambahan berat badan,kadar Hb,

lila, usia ibu, pantang makan dan

kebiasaan minuman bersoda di

RSUD. dr. Soedarso Pontianak.

2. Tidak ada hubungan yang signifikan

antara tinggi badan dan kebiasaan

minuman bersoda dengan kejadian

berat badan bayi lahir di RSUD. dr.

Soedarso Pontianak.

SARAN

1. Meningkatkan komunikasi, informasi

dan edukasi (KIE) tentang faktor-

faktor ibu yang berhubungan dengan

berat badan bayi lahir kepada

bidan,kader posyandu dan masyarakat.

Sebaiknya selalu memberikan

konseling KB tentang pentingnya

mengatur usia saat hamil, jarak

kehamilan dan melakukan

pemeriksaan kehamilan pada ibu

hamil yang memiliki resiko kehamilan

2. Ibu hamil perlu melakukan

pemeriksaan kehamilan secara rutin

minimal 4 kali selama kehamilan

untuk mengetahui mendeteksi secara

dini kemungkinan kehamilan berisiko

dan untuk mengetahui perkembangan

kesehatn ibu dan janin selama

kehamilan. Melakukan pemantauan

status gizi ibu sebelum dan selama

hamil dengan pemeriksaan rutin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Padila. 2014. Buku Ajar Keperawatan

Maternitas. Yogyakarta. Nuha Medika

2. Alya. Sriyanti. 2013. Faktor yang

Berhubungan dengan Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Sakit

Ibu dan Anak Aceh. Skripsi. Program

Studi Diploma IV Kebidanan Banda

Aceh. Banda Aceh.

http://www.180.241.122.205/docjurna

l/DIAN_ALYA/jurnal_dian_alya.pdf.

Diakses tanggal 26 Agustus 2014.

3. Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur

Hidup Kehidupan: Buku Ajar Ilmu

Gizi. Edisi 2. Jakarta. EGC.

4. Kosim, Sholeh. 2008. Buku Ajar

Neonatalogi. Jakarta. Badan Penerbit

IDAI.

5. Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS). Badan

Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan. Jakarta.

http://www.depkes.go.id/.../riskesdas2

010/. Diakses tanggal 26 Agustus

2014.

Page 13: FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD …

13

6. Mainase, J. Hubungan Faktor lbu

Hamil dengan Terjadinya Bayi Lahir

Rendah Di RSUD Dr.M.Haulussy

Ambon. Maluku. Program Pasca

Sarjana Universitas Airlangga; 2006

diaskes tgl 5 febuari 2015

7. Herina, D. 2013. Hubungan Antara

Pendamping Suami Dengan Lama

Persalinan Kala II Pada Ibu Bersalin

Di RSUD Kabupaten Karawang.

Abstrak. Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Indonesia Maju.

https://www.academia.edu. Diaskes

tanggal 4 april 2015

8. Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status

Gizi. Jakarta. EGC.

9. Nurhadi. 2006. Faktor risiko ibu dan

layanan anteanatal terhadap kejadian

bayi berat badan rendah (studi kasus

di BP RSUD Kraton

Pekalongan).Tesis. Universitas

Diponogoro Semarang.

http://www.eprints.undip.ac.id.

Diaskes 24 januari 2015

10. Nurkhasanah. 2003. Hubungan Status

Protein, Besi, Seng, Vitamin A, Folat

Dan Antropometri Ibu Hamil

Trimester II Dengan BBLR. Tesis.

Universitas Diponogoro Semarang.

http://www.eprints.undip.ac.id.

Diaskes 22 januari 2015

11. Puspitasari, dkk. 2010. Hubungan

Antara Kenaikan Berat Badan Selama

Kehamilan dengan Berat Bayi Baru

Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabupaten Bayumas. Jurnal. Vol. 2

No. 1. Akademi Kebidanan YLPP

Purwokerto. Purwokerto.

http:www.akbidylpp.ac.id. Diakses

tanggal 26 April 2014

12. Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi II.

Jakata. Dian Rakyat

13. Trihardiani, I. 2011. Faktor Risiko

Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang

Timur dan Utara Kota Pontianak. Artikel

Penelitian. Semarang. 14. Syafiq, Ahmad. dkk. 2012. Gizi dan

Kesehatan Masyarakat. Edisi Revisi.

Jakarta. Rajawali Pers.

15. Maulidiah dkk. 2012. Hubungan

Lingkar Lengan Atas (LILA) dan

kadar hemoglobin dengan berat bayi

lahir. Abstrak. Akademi Kebidanan

Estu Utomo Boyolali.

http://journal.akbideub.ac.id/ Diakses

tanggal 21 Oktober 2014

16. Oktarina. 2010. Hubungan Berat

Lahir dan faktor-faktor lainnya

dengan kejadian Stunting pada Balita

Usia 24-59 bulan di Provinsi

Aceh,Sumatra Utara, Sumatra Selatan

dan Lampung. Skripsi. Falkutas Ilmu

Kesehatan Program Studi Gizi. Depok.

http://journal.ui.ac.id diaskes tanggal

22 september 2014

17. Mutalazimah. 2005. Hubungan

Lingkar Lengan Atas ( LILA) dan

Kadar Hemoglobin (HB) Ibu Hamil

dengan Berat Badan Lahir Rendah di

RSUD Moewardi Surakarta. Jurnal

Penelitian. Vol.6 No 2 hal 114-126.

Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

http.//www.journal.publikasiilmiah.um

s.ac.id. Diakses tanggal 30 mei 2014.

18. Susanti dkk. 2013. Budaya Pantang

Makan, Status Ekonomi Dan

Pengetahuan Zat Gizi Ibu Hamil Pada

Ibu Hamil Trimester III Dengan Status

Gizi. Abstrak. Vol. 4 No. 1 Hal. 1-9.

Jawa Tengah.

http://www.journal.stikesmuhkudus.ac

.id. Diakses pada tanggal 14 oktober

2014.

19. Merzelina. 2012. Determinan

Kejadian Berat Badan Bayi Lahir

Rendah Di Kabupaten Belitung Timur

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Skripsi. Universitas Indonesia.

Diaskes 22 desember

20. Hector. 2009. Soft Drinks, Weight

Status. Jurnal Penelitian.The

University Of Sydney. Di askes

tanggal 22 desember 2014

21. Edwards. 2010. Diet drinks Linked to

risk of premature birth.diakses tanggal

19 oktober 2014.