general anesthesia
DESCRIPTION
Anestesia umumTRANSCRIPT
Anestesia Umum InhalasiIrwin Kurniadi
Pembimbing:
Dr. Indah Waty Muchlis, SpAn
Dr. Hendry Suta, SpAn
Definisi
Suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible
Historical Perspective
Awal ditemukan anestesia umum Crawford Long: 1842,
ether anesthesia
Chloroform introduced James Simpson: 1847
Nitrous oxide Horace Wells
19th Century physician administering chloroform
Historical Perspective
William Morton Oktober 16, 1846 Gaseous ether
Ether tidak lagi digunakan pada anestesia modern
Farmakokinetik
Apa yang dilakukan tubuh terhadap obat Dalamnya anestesi bergantung pada kadar
anestetik di sistem saraf pusat, dan kadar ini ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anestetik dari alveoli paru ke darah dan dari darah ke jaringan otak.
Farmakokinetik
Faktor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak ditentukan oleh: Kelarutan zat anestetik Kadar anestetik dalam udara yang dihirup
pasien (tekanan parsial anestetik) Ventilasi paru Aliran darah paru Perbedaan antara tekanan parsial anestetik di
darah arteri dan di darah vena
Farmakodinamik
Anestesia umum adalah suatu perubahan kondisi fisiologis dengan karakteristik hilangnya kesadaran yang reversibel, analgesia seluruh tubuh, amnesia, dan relaksasi otot Agent specific theory Unitary theory (Meyer-Overton Rule)
Minimum Alveolar Concentration
Adalah kadar anestetik yang dinyatakan dalam persen tekanan parsial terhadap tekanan 760 mmHg yang membuat 50% orang tidak bereaksi ketika diberi suatu rangsang nyeri
Seperti N2O dengan MAC >100 Bersifat aditif, artinya keadaan anestesia
dapat dipertahankan dengan campuran beberapa anestetik dalam kadar yang rendah
Efek thd MAC
VARIABEL EFEK PADA MAC
Keterangan
Hipotermia ↓
Hipertermia ↓ ↑ jika >42oC
Usia muda ↑
Usia tua ↓
Intoksikasi alkohol akut
↓
Abusif kronik alkohol
↑
Hematokrit <10% ↓
PaO2 < 40 mmHg ↓
PaCO2 > 95 mmHg ↓ Karena < pH CSF
MAP < 40 mmHg ↓
Hiperkalsemia ↓
Hipernatremia ↑ Perubahan pada CSF
Hiponatremia ↓ Perubahan pada CSF
Kehamilan ↓ Menurun hingga 1/3 pd UK 8 minggu normal 72 jam PP
Anestetik lokal ↓ Kecuali cocaine
Opioid ↓
Ketamine ↓
Barbiturate ↓
Benzodiazepine ↓
Verapamil ↓
Lithium ↓
Methyldopa ↓
Clonidine ↓
Dexmedetomidine ↓
Amphetamine kronik
↓
Amphetamine akut ↑
Cocaine ↑
Ephedrine ↑
Fase Induksi
Guedel I – III, semakin cepat semakin baik Fast induction
↓ volatile solubility, ↓ cardiac output,↓ alveolar venous partial pressure gradient, ↑ alveolar ventilation, ↑ Fi
Slow induction ↑ volatile solubility, ↑ cardiac output, ↑ alveolar venous
partial pressure gradient, ↓ alveolar ventilation
Fase Maintainence & Recovery
Periode equilibrium terjadi ketika kadar GA di alveoli = di darah = di otak
Recovery = kebalikan induksi, faktor kecepatan sama dengan induksi
Nitrogen Monoksida
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20% atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia difus
koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek analgesi pada konsentrasi subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker
Nitrogen Monoksida
Yang mempengaruhi kerja N2O Efek konsentrasi Efek gas kedua
Absorbsi dan eliminasi nitrogen monoksida relatif lebih cepat
N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh
N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam tubuh
Nitrogen Monoksida
Hipoksia difus HentiN2O berdifusi keluar dari darah dan masuk ke
alveoli secepat difusinya ke dalam darah saat induksi. Pasien menghirup udara atmosfirsejumlah besar volume
N2O berdifusi melalui darah ke dalam paru-paru dan dikeluarkan lewat paru-paru.
Difusi N2O yang cepat dan dalam jumlah besar ke dalam alveoli akan menyebabkan pengenceran dan mendesak O2 keluar dari alveoli.
Pemindahan volume CO2 yang lebih besar dari darah, sehingga akan menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan akan memperberat hipoksia.
Nitrogen Monoksida
Digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N2O : O2 = 70 : 30, 60 : 40, atau 50 : 50.
Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai dengan target trias anestesia yang ingin dicapai
Halotan
Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis untuk induksi anak 1.5 – 2%. Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10 menit.
Dosis untuk pemeliharaan adalah 1 – 2%, dan dapat dikurangi bila digunakan juga N2O atau narkotik.
Pemeliharaan pada anak 0.5 – 2%. Waktu pulih sadar sekitar 10 menit setelah obat
dihentikan
Halotan
Halothane, diperkenalkan tahun 1956, merupakan agen anestesia inhalasi modern pertama yang digunakan.
Tidak berbau tajam sehingga dapat ditoleransi dengan baik untuk induksi yang paling sering digunakan pada anak
Anestesia dihasilkan dengan konsentrasi end-tidal halotan 0,7%-1%.
Halotan
Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak intattif terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya relatif cepat, tidak menimbulkan mual muntah dan tidak meledak atau cepat terbakar.
Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit, analgesia dan relaksasinya kurang. Selain itu juga menimbulkan hipotensi, gangguan irama jantung dan hepatotoksik, serta menimbulkan menggigil pasca anestesia
Isoflurane
Obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan tidak berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai dengan konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka.
Tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan proses induksi dan pemulihannya relatif cepat
Isoflurane
Digunakan untuk anestesia pemeliharaan setelah induksi dengan agen lain karena baunya yang tajam
Induksi dapat dicapai kurang dari 10 menit dengan konsentrasi inhalasi 3% dengan O2,
1%-2% untuk pemeliharaan.
Isoflurane
Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar.
Kelemahannya adalah batas keamanan sempit, analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain
Desflurane
Desflurane merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya sama dengan isoflurane.
Desflurane sangat mudah menguap dibandingkan dengan agen volatile yang lain.
Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6).
Desflurane
Banyak digunakan sebagai anestetik pasien rawat jalan karena onset dan penyembuhan yang cepat.
Bersifat iritatif terhadap jalan nafas pada pasien yang sadar dan dapat menyebabkan batuk, salivasi dan bronkospasm. Oleh karenanya induksi anestesia menggunakan agen intravena,
Digunakan sebagai anestesia pemeliharaan, dengan konsentrasi 6%-8%, konsentrasi yang lebih rendah diberikan jika digunakan dengan N2O atau opioid
Sevoflurane
Bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau, stabil di tempat biasa, dan tidak terlihat adanya degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas.
Tidak bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi.
Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini
Sevoflurane
Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O.
Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Sevoflurane
Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosajalan nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen volatil lain.
Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain
Daftar Pustaka
1. Morgan.Jr GE, Mikhail MS, and Murray MJ. Clinical Anesthesiology 4th edition. McGraw-Hill Companies, 2006.
2. Gunawan, Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru. 2007. p.127-133.
3. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition. Singapore : Mc Graw Hill Lange. 2007. p.401-17