gigih makalah islam & ideologi kontemporer humanisme
TRANSCRIPT
![Page 1: Gigih Makalah Islam & Ideologi Kontemporer Humanisme](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/5571f99249795991698fe69c/html5/thumbnails/1.jpg)
A. Pendahuluan
kata “humanisme” bisa jadi merupakan ungkapan yang bisa disebut
sebagai ambivalen. Meskipun kata ini terkadang memiliki makna yang positif
dalam segi pandang tertentu, namun pada dasarnya kata humanisme lebih
berada pada posisi sikap seseorang yang melihat dirinya sebagai subyek yang
berdiri sendiri dan terpisah, bukan saja dari legitimasi penguasa ataupun
kekuasaan saja, tetapi bahkan juga terpisah dari Tuhan.1
Pengertian humanisme yang mengarahkan pada suatu sikap
menjadikan manusia berada pada tingkat awal urgenitas segala pangkal
persoalan akan menyeret pada beberapa konsekwensi. Dan diantara
konsekwensi tersebut, terdapat poros utama yang terabaikan oleh humanisme,
sedangkan hal tersebut adalah merupakan inti awal dari diciptakannya
manusia, yaitu untuk menyembah kepada Allah swt.
Antara ajaran agama dan ideologi humanisme, meskipun pada
keduanya terdapat unsur yang mempertemukan yaitu bahwa keduanya hendak
menuju dan mengarah pada pembentukan pola kehidupan yang baik bagi diri
manusia, bagi kemanusiaan secara keseluruhan, namun di antara keduanya
terdapat hal yang membedai secara fundamental. Dimana ideologi humanisme
hanya menjadikan dirinya semata bertumpu pada segi kemanusiaan saja, tanpa
menjadikan keberadaan ajaran agama sebagai landasan dan tumpuannya. Serta
dengan ini mengantar pada kecenderungan menafikan peran keberadaan
Tuhan sebagai faktor utama dan penentu yang mengatur keberadaan manusia
beserta apa yang harus dilakukan ataupun ditinggalkan manusia. Yang
dijadikan ukuran oleh ideologi humanisme dalam menentukan kebaikan dan
kebenaran adalah atas nama demi kebaikan manusia di kehidupan manusia
dalam dunia ini saja.
1 Frans Magnis Suseno, Humanisme religius vs Humanisme Sekuler, dalam Islam dan Humanisme, Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal (Pustaka Pelajar: Yogyakarta: 2007), hal. 208.
![Page 2: Gigih Makalah Islam & Ideologi Kontemporer Humanisme](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/5571f99249795991698fe69c/html5/thumbnails/2.jpg)
B. Pengertian humanisme
Sebagai sebuah “isme,” paham atau ideologi, humanisme telah
mengalami rentetan proses bangunan pengertian yang menjadikannya
sedemikian rupa sebagai sebuah paham yang meskipun tidak dapat dianggap
telah menjadi konsep ideologi yang utuh secara bangunan konsepnya sendiri.
Sisi pandang yang perlu dilakukan guna lebih megenali humanisme
adalah dengan cara melihat dasar landasan dan tujuannya. Dasar landasan dari
humanisme itu sendiri adalah atheistik, karena acuan utamanya bukan pada
pengakuan terhadap keberadaan otoritas ketuhanan yang memainkan peran
sentral dalam kehidupan manusia.
Menempatkan manusia sebagai faktor utama dalam proses menentukan
mana nilai kebaikan yang harus dijadikan pegangan oleh manusia dan mana-
mana yang secara praktis tidak dibutuhkan untuk dilakukan oleh manusia
tanpa dengan didampingi landasan keberagamaan merupakan hal yang sudah
melekat dalam ideologi humanisme. Ruang bagi keberadaan nilai-nilai religius
sudah tidak lagi mendapat perhatian sebagai dasar pertimbangan; bahkan
malah cenderung diabaikan serta tidak diikutsertakan sebagai sisi kontrolnya.
Agama sudah tidak lagi ditempatkan dalam ruang publik atau ruang
sentral referensi dalam berkehidupan, Dengan demikian ideologi ini telah
menjadi sekuler dalam pengertian memisahkan agama dari ruang publik
sebagaimana terjadi dalam kehidupan masyarakat barat pada umumnya. Selain
itu juga dikatakan oleh Ludwig Feurbach bahwa sesembahan manusia, apapun
itu, adalah merupakan kreasi cipta dari manusia itu sendiri. Artinya manusia
lah yang menuhankan sesuatu itu. Pandangan ini kukuh dengan pendirian
menolak bahwa Tuhan yang disembah oleh manusia itu memang benar-benar
ada. Pandangan ini sangat mewakili anggapan bahwa ideologi humanisme itu
atheistik.2
Orientasi ketuhanan dalam ideologi humanisme cenderung dianggap
sudah tidak lagi menarik karena tumpuannya yang semata dianggap sebagai
hal yang abstrak, yaitu Tuhan dan ajaran keagamaan. Dan lagi humanisme
2 Karen Amstrong, Sejarah Tuhan (Bandung, Mizan; 2009), hal. 446.
![Page 3: Gigih Makalah Islam & Ideologi Kontemporer Humanisme](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/5571f99249795991698fe69c/html5/thumbnails/3.jpg)
mempertanyakan, jika keberadaan Tuhan dan ajaran agama yang ada di dunia
ini adalah ada dan membawa kebaikan pada manusia, tapi pada kenyataannya
mengapa masih saja terjadi bencana kemanusiaan yang luar biasa atas nama
kebaikan yang dikatakan ada dan dibawa oleh agama. Berangkat dari sinilah
sentralitas tujuan manusia dirasa perlu dirubah menjadi ideologi humanistik.
Manusia sebagai fokus sentral tujuan segala macam tujuan dan yang menjadi
ukuran dari segalanya adalah manusia semata, bukan lagi Tuhan.3
Dari beragam konsep pemahaman dan pengertian terhadap
humanisme, kesemuanya mengarah pada pemosisian manusia sebagai sentral
kehidupan dan rujukan atas apa yang hendak dijalankan serta dijadikan tujuan
oleh manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh para tokoh
humanis pada zaman renaissans seperti Petraca dan Diderot yang menyatakan
manusia sebagai satu-satunya pijakan mengawalai dan mengacunya segala
sesuatu. Arti dari segala eksistensi adalah muncul dari kehadiran manusia.4
Menurut K. Bertens, istilah humanisme baru digunakan pertama kali dalam
literatur di Jerman, sekitar tahun 1806 dan di Inggris sekitar tahun 1860.
C. Latar belakang ideologi humanisme
Sebagai sebuah ideologi dalam pengertian sebagai doktrin tentang
pandangan dunia, ekspresi pemikiran dan seperangkat sistem ide yang
diyakini, humanisme juga terkonstruk dari bangunan ideologi lain yang sealur
sebagai embrio pembentuknya.
Berawal dari dunia kefilsafatan, humanisme merupakan cabang dari etika
yang embrionya muncul pada awal abad ke-16, hampir bersamaan dengan
meletusnya reformasi gereja. Kemunculan humanisme pada mulanya ditandai
dengan munculnya gagasan-gagasan mengenai kebebasan manusia (free will
and free act) untuk menentukan sendiri nasibnya. Secara etimologi,
Humanisme berasal dari bahasa Italia, Umanista (yang manusiawi). Konsep
ini pada mulanya ditujukan pada guru atau murid yang mempelajari
3 Bambang Sugiharto, Humanisme dan Humaniora; Relevansinya bagi Pendidikan (Jalasutra, Yogyakarta: 2008)
4 Bertrand Russel, History of Western Philosophy (Routledge, London: 1994)
![Page 4: Gigih Makalah Islam & Ideologi Kontemporer Humanisme](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/5571f99249795991698fe69c/html5/thumbnails/4.jpg)
kebudayaan seperti gramatika, retorika, sejarah, seni puisi atau filsafat moral.
Pelajaran inilah yang dalam konsep humanisme biasa disebut sebagai studia
humanitatis. Pada era renaisans, ilmu-ilmu tersebut menduduki kedudukan
yang amat penting. Oleh sebab itu kaum Humanis memilki kedudukan yang
cukup terpandang dalam komunitas intelektual. Secara umum, Humanisme
berarti martabat dan nilai dari setiap manusia, dan semua upaya untuk
meningkatkan kemampuan-kemampuan alamiahnya (fisik non fisik) secara
penuh.5
Sama halnya dengan rasioanalisme dan liberalisme, humanisme juga lahir
sebagai anak kandung dari renaisans. Masing-masing aliran tersebut memiliki
target dan tujuan yang berbeda. Jika rasionalisme merupakan proyek untuk
menegaskan eksistensi akal, dan liberalisme merupakan upaya untuk
membuka area persaingan yang kompetitif, maka humanisme secara sederhana
dapat dipahami sebagai upaya meneguhkan sisi kemanusiaan manusia. Namun
dari ke tiga ideologi tersebut, secara ideologis semuanya bermuatan atheistik.
Ruang agama cenderung diabaikan dan tidak mendapat tempat.
D. Eksistensi kemanusiaan dalam Islam
Keberadaan manusia di kehidupan dunia ini, diciptakan bukan tanpa suatu
tujuan tertentu, kosong dari nilai dan tanpa tujuan dari Tuhan sebagai
penciptanya. Pandangan tentang manusia dalam Islam, menempatkan manusia
pada posisinya sesuai dengan peran yang diembankan. Penghambaan, dalam
bentuk sebutan tertentunya ibadah, adalah merupakan tujuan penciptaan
manusia di dunia. Hal ini tertuang dalam kalamullah yang arti alih bahasanya
adalah: Sesungguhnya Aku menciptakan jin dan manusia kecuali semata
untuk mengabdi (beribadah) kepadaku.”6 Dalam tataran akademisi di
Indonesia hal ini juga yang menegaskan serta menjawab apa yang dilontarkan
oleh Munir Mulkhan yang dalam pernyataannya justru sangat mengutamakan
sisi humanisme, meskipun ia juga menyinggung tentang sisi religiusitas,
namun peletakannya yang tidak sesuai, yaitu terpaku pada memposisikan 5 Baedhowi, Humanisme Islam (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2008), 210.6 QS. adz-Zariyat : 56.
![Page 5: Gigih Makalah Islam & Ideologi Kontemporer Humanisme](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/5571f99249795991698fe69c/html5/thumbnails/5.jpg)
sebagian pemeluk Islam sebagai mewakili ajaran Islam itu sendiri, dinyatakan
oleh Munir Mulkhan:
“ Rumusan tentang Tuhan Yang Maha Besar dan Mahakuasa dengan segala mahalainnya, mengandaikan ketidakbutuhan Tuhan atas segala sesembahan atau pun pemujaan. ibadah dan segala ritual yang dilakukan manusia seharusnya untuk peningkatan taraf hidup, derajat, harkat, dan martabat manusia sendiri secara kolektif. Di sini pentingnya humanisasi kesalehan sekaligus humanisasi ketuhanan. Konsep kesalehan dan dan ketuhanan yang selama ini bersifat transenden, terasing dan jauh dari keseharian umat manusia didefinisi ulang dengan rumusan ketuhunan yang humanis dan menyejarah”7
Tujuan penciptaan ini tidak mengesampingkan sama sekali keberadaan
manusia sebagai penumbuh-subur kreatifitas manusia dengan segala kreasinya
demi segala tujuan kebaikan guna mengantarkannya pada kehidupan yang
lebih baik. Islam telah memberikan jalan berupa jalur yang mesti ditempuh
manusia sebagai sosok yang bersegi humanis dan juga sosialis yaitu berupa
Syari’at yang telah digariskan guna dilalui manusia tanpa melenceng dari jalur
awal tujuan penciptaannya.
Humanisme tidak bisa dipandang sebagai suatu konsep bebas nilai yang
netral, karena ia memang membawa konsep ideologis dan humanisme ini
tidak bisa begitu saja dipisahkan dari konsep ideologisnya. Cara pandang
Islam selalu mengaitkannya pada sisi teologis, dimana humanisme ketika
dimunculkan, harus juga disejajarbandingkan dengan konsep teologi Islam.
Dalam konteks inilah al-Quran memandang manusia sebagai wakil Tuhan di
muka bumi yang keseluruhan tindakannya bermuara pada kehendak
penciptanya.
E. Analisa terhadap ideologi humanisme
Menyebut cita-cita humanisme yang berusaha serta mempunyai keinginan
untuk menempatkan manusia serta memperlakukannya secara lebih
manusiawi, maka pandangan sementara yang diperoleh akan mengarah pada
7 Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan Multikultural, ber-Islam Secara Autentik-Kontekstual di Aras Peradaban Global (Pusat Studi Agama dan Peradaban Muhammadiyah, Jakarta: 2005), 52-59.
![Page 6: Gigih Makalah Islam & Ideologi Kontemporer Humanisme](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/5571f99249795991698fe69c/html5/thumbnails/6.jpg)
menyamakan dengan keberadaan ajaran agama Islam, dimana Islam juga
sebagai jalan untuk mewujudkan serta menempatkan manusia sebagai mahluk
Tuhan yang terhormat dan sebagai sebaik-baik penciptaan.
Sebagai sebuah hasil ideologi barat yang muncul sebagai satu paket
dengan liberalisme dan sekularisme, tentu tidak terhindarkan lagi mengenali
humanisme sebagai sebuah dasar dan tujuan yang bermuatan ateistik, dimana
peran agama dianggap perlu dieliminasi dengan konsep baru yang bernama
humanisme.
Sejarah kemunculan humanisme yang berasal dari langkah gebrakan
terhadap kebekuan gereja yang memasung kreatifitas dan nalar manusia serta
menjadi cikal bakal renaissance tentunya berbeda dengan sejarah Islam yang
tidak mengalami hal tersebut. Problem humanisme hanya ada dan timbul
dalam pergulatan agama Kristen saja, karena dari sanalah muncul gerakan
humanisme dimana agama (dalam hal ini kristen) secara luas dianggap sudah
tidak bisa memanusiakan manusia.
Menempatkan kembali ideologi humanisme ke struktur dasar dan habitat
asal kembang tumbuhnya sangat diperlukan guna menghindari dari
terinfiltrasinya konsep dalam Islam yang sudah terstruktur sedemikian rupa
dengan ideologi humanisme yang secara pemahaman konsep tidak
mempunyai landasan kuat yang komprehensif.
Dalam Islam, memandang manusia secara humanis, dalam artian
memanusiakan manusia tidak harus menceburkan diri dalam ideologi
humanisme karena Islam sudah menempatkan manusia sebagai sebaik-baik
penciptaan, “Sungguh, telah Kujadikan manusia dalam keadaan/susunan
sebaik-baiknya (ahsan taqwim).8 Maka bertindak atas nama humanisme serta
mengideologikannya sebagai jalan di luar jalur agama Islam guna menjadikan
manusia menjadi baik merupakan hal yang sama sekali tidak perlu dilakukan
karena hanya akan berujung pada penolakan terhadap ajaran agama Islam
yang sudah memanusiakan manusia.
F. Penutup
8 QS. [95]: 4.
![Page 7: Gigih Makalah Islam & Ideologi Kontemporer Humanisme](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/5571f99249795991698fe69c/html5/thumbnails/7.jpg)
Humanisme itu memang tampak lebih baik dari isme-isme yang lain. Namun
mengandung bahaya terselubung. Dengan mengutamakan perbuatan baik pada
sesama dan meyakini bahwa kesempurnaan hidup hanya dari berbuat baik,
maka orang cenderung melupakan Tuhan dan para humanis dapat menjadi
atheis, makanya haram. Pahamnya adalah bahwa tak ada kehidupan di balik
kematian. Ini bahaya yang terselubung, sama seperti perampok yang masuk ke
rumah dengan menyamar sebagai tamu. Akan ada krisis iman seperti di Eropa.
Memang humanisme bertujuan baik, namun yang baik bukan berarti selalu
benar. Allah menghendaki manusia berbuat benar dan baik menurutnya, bukan
hanya benar atau baik menurut ukuran manusia saja.
Islam sudah cukup menjadi ajaran yang humanis tanpa larut dengan
dengan ideologi humanisme yang mempunyai kecenderungan bebas Tuhan.
Dengan seperangkat ajaran yang dijalankan pemeluknya, Islam sudah sangat
membedai dari ajaran humanisme yang nilainya hanya bertumpu pada sisi
kemanusiaan saja.
Humanisme secara jelas berangkat dari kekecewaan terhadap ajaran
agama, dalam hal ini adalah Kristen dan bukan Islam, memposisikan
keduanya secara sepadan merupakan tindakan yang tidak tepat karena secara
prinsipil islam benar-benar membedai dengan Kristen. Bertindak atas nama
ideologi humanisme merupakan hal yang dianggap tidak perlu, hal ini melihat
dari sisi Islam yang sudah memanusiakan manusia dengan perangkat
ajarannya.