hemoptisis e.c tb paru & drug induced hepatitis
TRANSCRIPT
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
1/42
I . IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. ER
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Petamburan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tgl masuk RSAL : 21 Desember 2008
II . ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara auto dan aloanamnesis pada tanggal 26
Desember, di P.pagai.
A . Keluhan Utama : Batuk berdarah
B . Keluhan tambahan: Sesak nafas, Keluar keringat dingin, Badan lemah, Berat
badan turun, badan kuning, mual, muntah.
C . Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan batuk
berdarah. Batuk yang dialami pasien sudah sejak 1 bulan yang lalu, batuknya
ngikil dan disertai dahak. Dahak yang keluar berwarna putih kental, dengan
jumlah banyak. Pasien juga mengatakan tidak ada perubahan warna dari
dahaknya sejak serangan batuk timbul. Tapi sejak 2 hari ini, menurut pasien
dahaknya bercampur dengan darah, kurang lebih sebanyak 4 kali, ketika pasien
batuk. Darahnya berwarna merah segar, jumlahnya kurang lebih sebanyak 1
sendok makan. Menurut pasien, sejak serangan batuk berdahak timbul, pasien
sudah berobat ke puskesmas 2 minggu yang lalu, dan diberi obat paru. Tetapi
1
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
2/42
pasien merasakan tidak ada perubahan, batuknya tidak hilang, malah menjadi
batuk berdarah, mual, muntah, dan pasien merasa matanya berwarna kuning.
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas mulai timbul
bersamaan dengan serangan batuk berdahak pertama kali timbul. Sesak nafas
yang dialami pasien berlangsung terus menerus. Setiap kali serangan batuk timbul
(batuknya ngikil), pasien merasakan sulit untuk bernafas, dadanya terasa sesak.
Apabila berjalan jauh, pasien mengeluhkan cepat lelah dan sesak, untuk itu pasien
beristirahat sejenak agar dapat meneruskan perjalanannya. Dan apabila pasien
akan beristirahat, untuk mengurangi sesaknya pasien tidur dengan menggunakan 2
bantal,sehingga pasien merasakan nyaman. Tetapi apabila hanya dengan 1 bantal,
pasien masih dapat beristirahat tetapi kurang nyaman. Menurut pasien, sesak
nafas yang timbul dipengaruhi oleh cuaca dan asap pembakaran (rokok), tetapi
tidak dipengaruhi oleh debu, serbuk bunga, bulu binatang, emosi dan makanan
tertentu. Pasien juga tidak merasakan timbulnya bunyi mengi (ngik-ngik) pada
saat serangan sesak.
Pasien juga mengeluhkan sering keluar keringat dingin ketika malam hari,
sehingga ketika bangun tidur pasien merasakan pakaiannya basah. Keringat
dingin mulai sering keluar sejak serangan batuk berdahak timbul. Sebelumnya
pasien juga mengeluhkan demam. Demam yang timbul, menurut pasien terasa
pada malam hari sedangkan pada siang hari pasien merasakan suhu badannya
biasa saja sehingga pasien dapat beraktivitas seperti biasanya. Tetapi keluhan
demam tersebut sudah tidak dirasakan oleh pasien lagi sampai pasien mondok di
RSAL ini.
Menurut pasien, badannya semakin lemah, nafsu makan menurun karena
setiap akan makan pasien mengeluhkan mual, sehingga pasien tidak meneruskan
makannya. Pasien juga merasakan berat badannya turun sejak serangan batuk
berdahak timbul.
Pasien tidak pernah mengalami kaku kuduk saat bangun tidur disertai
pusing dalam jangka waktu lama. Pasien tidak pernah mengalami sesak nafas
yang tiba-tiba ketika bekerja. Pada malam hari yang membuat pasien bangun atau
2
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
3/42
ketika berbaring terlentang. Pasien tidak merasakan nyeri dada kiri seperti
tertindih beban berat yang menjalar kebahu, lengan dan jari tangan.
D . Riwayat penyakit dahulu
- riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
- riwayat penyakit gula : disangkal
- riwayat penyakit jantung : disangkal
- riwayat penyakit ginjal : disangkal
- riwayat penyakit lambung : +
- riwayat TB : +
- riwayat pengobatan TB : +
E . Riwayat penyakit keluarga
- riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
- riwayat penyakit paru : +
- riwayat penyakit gula : disangkal
- riwayat penyakit jantung : disangkal
- riwayat penyakit ginjal : disangkal
III . PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sesak
Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Suhu : 36,2 C
RR : 32 x/menit
3
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
4/42
- STATUS GENERALIS
1.Pemeriksaan Kepala
- Bentuk Kepala : Normocephal
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak mudah rontok.
2. Pemeriksaan Mata
- palpebra : edema (-/-), ptosis (-/-)
- konjungtiva : anemis (-/-)
- sklera : ikterik (+/+)
- pupil : reflek cahaya (+/+), isokor.
3. Pemeriksaan Telinga
- Daun telinga : Normotia; nyeri tarik -/-
- Membran tympani : intak +/+
- Nyeri tekan : Tragus -/-; mastoid -/-
4. Pemeriksaan Hidung
- Bentuk : Simetris
- Septum : Lurus ditengah, tidak ada deviasi
- Sekret : -/-
- Concha : Oedem -/-; hiperemis -/-
- Nafas Cuping Hidung : (-)
5. Pemeriksaan mulut & Faring
- Bibir : Normal; cyanosis(-)
- Lidah : Normal; tremor (-), deviasi (-); kotor (-)
- Gigi : Tidak lengkap
- Tonsil : T1-T1; hiperemis (-)
- Uvula : Deviasi (-)
- Pharynx : Hiperemis (-)
4
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
5/42
6. Pemeriksaan Leher
- trakea : Deviasi trakea (-)
- kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
- kelenjar tiroid : tidak membesar
- JVP : tidak meningkat
7. Pemeriksaan Dada
Paru
- Inspeksi : Normal, gerak nafas simetris saat statis dan dinamis
- Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua sisi
- Perkusi : Kedua hemithorax sonor, tidak nyeri ketuk
Batas paru-hepar = Ics IV linea midclavikularis dekstra
Batas Paru-lambung = Ics VI linea axillaris anterior sinistra.
- Auscultasi : Suara nafas vesikuler; rhales +/+; wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V LMC sinistra, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung Kiri atas : SIC II LSB
Kanan atas : SIC II RSB
Kiri bawah : SIC V LMC sinistra
Kanan bawah : SIC IV RSB
Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-), murmur (-)
8. Pemeriksaan abdomen
inspeksi : datar.
auskultasi : peristaltik usus (+)
5
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
6/42
palpasi : nyeri tekan (-)
Hepar dan Lien tidak teraba.
Perkusi : tympani, tes pekak beralih (-)
9. Thorax Belakang
- Inspeksi : Bentuk simetris, gerak nafas simetris saat statis dan dinamis.
- Palpasi : Nyeri tekan (-); vokal fremitus sama pada kedua sisi
- Perkusi : Sonor
Batas bawah paru kanan : vertebra thoracal VIII lnea scapularis dekstra
Batas bawah paru kiri : vertebrae thoracal IX linea scapularis sinistra
- Auscultasi : Suara nafas vesikuler; rhonki+/+; wheezing-/-
10. Pemeriksaan ektremitas atas
Akral : hangat
Ikterik : +
Odem tungkai : Tidak ada
IV . PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
Jenis pemeriksaan Tgl.21-12 29-12
Hb 10,8
Ht 41,6
Leukosit 14.000
Trombosit 368.000
LED 12
Cholestrol total 185
Trigliserida 152
Albumin
6
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
7/42
Globulin
Bilirubin
Total
Direct
Indirect
4,72
1,74
2,98
2,27
1,00
1,27
Protein total
Ureum 52
Kreatinin 1,0
SGOT 204 28
SGPT 269 17
Asam Urat 13,6 3,2
B. Rontgen : tanggal 29 November 2008
Rontgen : tanggal 27 Desember 2008
Bercak kesuraman kedua paru bertambah (Bronkhopnemonia
Duplek ).
7
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
8/42
V . RESUME
Pasien perempuan usia 70 tahun datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo
dengan keluhan batuk berdarah. Keluhan batuk dirasakan sejak 1 bulan yang lalu,
batuk ngikil disertai dahak berwarna putih kental. Sejak 2 hari ini,dahaknya
bercampur dengan darah, kurang lebih sebanyak 4 kali, ketika pasien batuk.
Darahnya berwarna merah segar, jumlahnya kurang lebih sebanyak 1 sendok
makan. Pasien sudah berobat ke puskesmas 2 minggu yang lalu, dan diberi obat
paru. batuknya tidak hilang, malah menjadi batuk berdarah, dan pasien merasa
mual, muntah serta mata dan kulitnya agak kuning.
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas.Sesak nafas terus menerus. Keringat
dingin ketika malam hari. Kadang merasa demam, badannya semakin lemah,
nafsu makan menurun, berat badannya turun.BAB (+) normal, BAK (+)N.
Pemeriksaan fisik : ku/ kess : tampak sakit sedang / CM. Tanda vital : T:110/70,
N:92 x/mnt, RR:32 x/mnt, 36.2oC. Conjungtiva anemis (-/-)
Thorax : I : Terlihat retraksi sela iga.
P : Vokal fremitus hemithorax kanan melemah. Ictus cordis
teraba di ICS VI midklavikularis kiri.
P : Redup pada lapang paru kanan bawah.
Batas jantung kanan : ICS IV midclavikularis kanan
Batas jantung kiri : ICS VI midclavikularis kiri
Batas atas jantung : ICS III sternalis kiri
A : Suara napas vesikuler, rhales +/+, wheezing tidak terdengar.
BJ I-II reguler, Murmur dan gallop tidak
terdengar.
Abdomen : Datar, supel, BU (+)N, NT(-).
Pemeriksaan penunjang : hasil laboratorium
- Leukosit : 14.000
8
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
9/42
- LED : 12
- SGOT :204
- SGPT : 269
- Asam urat : 13,6
- Kolesterol total : 185
Roentgen : Bercak kesuraman kedua paru bertambah ( Bronkhopnemonia duplex)
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Hemaptoe e.c TBC
Drug induced hepatitis
IX. DIAGNOSIS BANDING
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
Cek Ulang BTA
Pemeriksaan Sputum
XI. PENATALAKSANAAN
Stop FDC
IVFD RL 20 tetes/menit
O2 2 liter
Primperan 3x1
Hp Pro 3x2 tab
Curcuma 200mg 3x2 tab
Eritromicin 3x500
DMP 3x1
XII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
9
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
10/42
Ad sanasionam: dubia ad malam
Ad fungsionam: dubia ad malam
XII. DAFTAR MASALAH
Hemoptisis
Ikterik
XIII. ANALISIS KASUS
Pasien perempuan usia 70 tahun dengan keluhan batuk berdarah. Dari
keluhan pasien ini batuk darahnya disebut hemoptisis dimana pengeluaran
darahnya diawali batuk, darahnya berwarna merah segar bercampur udara dan
dahak, tanda-tanda ini memungkinkan dari sistem pernafasan. Sehingga pada
kasus ini hematemesis sudah bisa disingkirkan. Batuk berdarah ( hemoptisis) bisa
disebabkan karena Penyakit jantung, Penyakit paru, Trauma, atau Gangguan
pembekuan darah. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka kita bisa mengetahui penyebab hemoptisisnya kearah mana. Pada pasien ini
hemoptisisnya mendekati TB paru.
Pada pasien ini juga mengeluhkan sesak nafas.Sesak terus menerus. Keringat
dingin ketika malam hari. Kadang merasa demam, badannya semakin lemah,
nafsu makan menurun, berat badannya turun . Dari keluhan-keluhan diatas
kemudain digabungkan dengan hasil pemeriksaan fisik mengarah kepada
penyakit TBC paru,dimana terdapat peningkatan suhu, dan adanya rhales +/+ di
apex paru.
Pasien juga mengeluhkan badannya terasa kuning, Kuningnya ini bisa disebabkan
oleh adanya gangguan pada prehepatik,intrahepatik, atau posthepatik. Pada pasien
ini ada riwayat pengobatan TB selama 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit
selama minum obat ini jaga menyebabkan tidak ada nafsu makan dan mual.
pada pemeriksaan terlihat sklera ikterik +/+, kemudian adanya peningkatan kadar
bilirubin darah dan SGOT/SGPT lebih dari 4x, serta peningkatan asam urat,
semua ini menunjukkan bahwa adanya gangguan fungsi hepar (intrahepatik),
akibat pengobatan TBC paru yang sering mempunyai efek samping gangguan
10
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
11/42
fungsi hepar karena obat-obat TBC tersebut hepatotoksik, terutama INH,
rifampisin, dan pirazinamid. Peningkatan asam uratnya pun bisa disebabkan obat
Pirazinamid yang mengakibatkan berkurangnya ekresi (pengeluaran ) dan
penimbunan asam urat.
Selain itu juga didapat dari pemeriksaan penunjangadanya penurunan kadar Hb.
Pada pasien TB sering didapatkan anemia karena pada pasien tersebut, makrofag
yang diperlukan untuk memfagosit kuman Tb memerlukan Fe.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka saya
mendiagnosa pasien ini dengan TB paru, Drug induced hepatitis ec OAT.
Untuk penatalaksanaannya, pada pasien ini
Stop FDC
IVFD RL 20 tetes/menit
O2 2 liter
Primperan 3x1 Untuk mengurangi mual muntah.
Hp Pro 3x2 tab Untuk Vitamin hati
Curcuma 200mg 3x2 tab Digunakan untuk menambah nafsu makan
Eritromisin Sebagai Antibiotik
DMP
untuk batuk
11
Hemaptoe
InfarkPulmoner BronkiektasisTBC
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
12/42
Penyakit ParuPenyakit Jantung Trauma Gangguan Pembekuan Darah
Stenosis
Mitral
Edema
PulmonalAkut
Bronkitis Kronis
Pnemonia
Abses Paru
Ca Paru
12
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
13/42
PARU PASIEN
TBC Abses Pnemon Bronkitis Bronkhiektasis Ca
13
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
14/42
Paru ia kronis Paru
SYMPTOMS
Batuk + + + + + + +
Sesak +/- + + + + +/- +
Demam +/- + + + + +/-
Penurunan BB + + + + +
Nyeri Dada +/- + + + -
Nafsu makan + + +
Mudah lelah + +
Nafas Bbunyi +/- +
Keringat malam + +
SIGN
Rhales + + + + +/+
Fokal Vremitus + + + + +
Wheezing + + + -/-
Takipneu + + +
Takikardi + + +
Ret.Sela iga +Club.Finger +
Pmrx.
PENUNJANG
BTA +
Leukosit 14.000
LED 12
CRP
Limfosit
Gambaran
radiologis
Infilt
rat
apex
paru
Air
Fluid
Level
Infiltrat Tubuler
shadow
line
Honey com app Massa
pd paru
KP Lama
TINJAUAN PUSTAKA
DEFNISI
Hemoptisis adalah batuk berdarah yang berasal dari bronkhus atau paru.
Darah berwarna merah terang, bercampur dengan dahak, buih (+), sifat alkali.
ETIOLOGI
Hemoptisis pada dasarnya disebabkan oleh peradangan, neoplasma, dan
kelainan di luar paru seperti mitral stenosis, hipertensi pulmonal, trauma.
PATOGENESIS
14
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
15/42
Patogenesis hemoptisis tergantung dari tipe dan lokasi dari kealinan.
Secara umum bila perdarahan dari sirkulasi bronkialis, sedang bila lesi diparenkim
maka perdarahan adalah dari sirkulasi pulmonar.
Ca Paru :
Perdarahan berasal dari nekrosis tumor serata terjadinya hipervaskularisasi
pada tumor, atau bisa juga berhubungan dengan invasi tumor ke pembuluh darah
besar.
Bronkhiektasis :
Perdarahan terjadi akibat iritasi dari jaringan granulasi yang menggantikan
dinding bronkus yang normal.
Stenosis Mitral :
Perdarahan terjadi akibat pecahnya varises dari vena bronkhialis dari
submukosa bronkus besar akibat dari hipertensi vena pulmonallis
Tuberkulosis Paru :
Perdarahan penyebabnya bisa sangat beragam. Pada lesi parenkim akut,
perdarahan bisa terjadi nekrosis percabangan arteri/vena. Pada lesi kronik, lesi
fibroulseratif parenkim paru dengan kavitas bisa memiliki tonjolan aneurisma arteri
ke rongga kavitas yang mudah berdarah. Pada tuberkulosis endobronkhial,
hemotisis disebabkan oleh urserasi granulasi dari mukosa bronkus.
DIAGNOSIS
Evaluasi hemoptisis meliputi evaluasi rutin dan evaluasi khusus. Evaluasi
rutin pada kasus hemoptisis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mengkategorikan berbagai penyebab hemoptisis. Sebagian besar hemoptisis
disebabkan oleh tuberkulosis. Apabila foto dada tidak menunjukan gambaran
spesifik untuk tuberkulosis, frekuensi, lama dan waktu pendarahan dapat dipakai
untuk memperkirakan penyebab hemoptisis.
TERAPI
Jika pendarahan masif pertahankan airway
Gangguan pertukaran gas deri O2
15
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
16/42
Mengistirahatkan Pasien
Bila penyebabnya infeksi beri Antibiotik.
1. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Kuman ini bersifat dormant, yaitu dapat bangkit kembali
dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kadar oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal
ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
2. INSIDENSI
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infeksi = ARTI)
di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1 2 %. Sebagain besar dari
orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10% dari yang
terinfeksi yang akan menderita TB.
3. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis (TB)
berbentuk batang, Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih
kecil dari satu sel darah merah, karena kuman tersebut mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Hal ini disebabkan karena mempunyai
kandungan lemak yang tinggi pada membren selnya. Kuman TB tidak tahan terhadap
ultraviolet atau sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Kuman TB dalam jaringan tubuh dapat dormant
selama beberapa tahun.
16
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
17/42
4. PATOGENESIS
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
system pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang
biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang menghasilkan peradangan di
dalam paru. Saluran linfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar
hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif ke positif.
Sarang primer ini bersama-sama dengan limfangitis lokal (peradangan
KGB hilus) akan membentuk komplek primer (kompleks Ghon).
Komplek primer ini selanjutnya dapat menjadi:
a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang Ghon).
c. Berkomplikasi dan menyebar secara: per kontinuitatum, bronkogen, limfogen,
dan hematogen.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten
atau dormant. Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mempu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita tuberculosis. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. Tuberkulosis Pasca Primer
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa
(tuberculosis post primer). Tuberculosis post primer ini dimulai dengan sarang
17
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
18/42
dini yang berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apical parenkim paru dan tidak
ke nodus hiler paru).
Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 310
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-
sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi
oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas penderita,
sarang dini ini dapat menjadi.
Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras,
menimbulkan perkapuran dan akan senbuh dalam bentuk perkapuran.
Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan
jaringan sekitarnya, membentuk jaringan keju yang jika dibatukkan keluar
terjadilah kavitas.
Tuberkulosis pasca primer ini terjadi karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
5. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru)
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif. Satu
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
18
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
19/42
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasil negatif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
TB paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya
proses far advanced atau milier), dan atau keadaan umum penderita buruk.
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam
a.Tuberkulosis paru tersangka yang diobati
Disini sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati
Disini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
6. MANIFESTASI KLINIK
Gejala gejalanya :
1. Demam
Hilang timbulkan demam influenza (subfebril), sehingga penderita pernah
terbebas dari serangan demam tersebut.
2. Batuk
Sifat batuk mulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang
pecah.
3. Sesak nafas
Sasak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, di mana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
19
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
20/42
5. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam, dan lain-lain. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur.
7. PEMERIKSAAN FISIK
Pada kasus kasus awal pemeriksaan fisik sering tidak menunjukkan suatu
kelainan. Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagain apeks (puncak) paru.
Jika ada infiltrat yang agak luas perkusi akan redup dan auskultasi suara nafas yang
bronchial, ronkhi basah kasar dan nyaring. Jika terdapat penebalan pleura suara nafas
menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang besar perkusi akan hiper sonor
dan auskultasi amforik.
Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkosta dan terdapat tanda-tanda cor pulmonal dengan
gagal jantung kanan : takipnea, takikardi, sianosis, right ventricular lift, right atrial
gallop, Graham-Steel murmur, bunyi jantung P2 yang mengeras, tekanan vena
jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites dan edema
Jika tuberkulosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura, perkusi
menjadi pekak, auskultasi suara lemah sampai tak terdengar.
8. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis milier dimana
hasil pemeriksaan sputum hampir selalu negatif namun melalului pemeriksaan
radiologis dapat dilihat.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah). Tapi dapat juga mengenai lobus bawah atau
bagian inferior atau di daerah hilus menyerupai tumor paru misalnya pada
tuberkulosis endobronkhial.
20
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
21/42
Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-arang pneumonia
gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang
tidak tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya
jadi lebih jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa
bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayngannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis
lama-lama dinding jadi skleroitk dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-
bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektaksis terlihat seperti fibrosis yang
luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian paru atau satu lobus maupun
pada satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosis milier berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sring
menyertai tuberkolosis paru adalah penebalan pleura atau pleuritis, massa cairan
dibagian bawah paru atau efusi pleura atau empiema,bayangan hitam radiolusen
dipinggir paru atau pleura atau pneumothoraks.
Terdapat infiltrat terutama di apek dapat juga dihilus atau di inferior,
terdapat kavitas, yang sudah lanjut dapat ditemukan garis-garis fibrotik, kalsifikasi,
atelektasis dan emfisema.
b b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan. Pada saat tuberkulosis baru mulai jumlah lekosit akan meningkat,
diferensiasi pergeseran ke kiri, dan LED meningkat. Jika penyakit mulai sembuh
lekosit kembali normal, limfosit tinggi, dan LED kembali normal.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum untuk menemukan kuman BTA, dengan ditemukan BTA
diagnosis tuberkulosis sudah dapat ditegakkan.
3. Tes Tuberkulin
21
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
22/42
Biasanya dipakai cara Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
PPD intrakutan berkekuatan 5 t.U. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan
timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni
reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin. Biasanya
hampir seluruh penderita tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang positif
(99,8%).
8. DIAGNOSIS
Tersangka penderita TB
Pemeriksaan dahak SPS
Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA+ + + + - - - - -+ + -
Beri AntibiotikSpektrum Luas
Pemeriksaan rontgen data
Tidak ada ada perbaikan
22
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
23/42
perbaikanHasil Hasil tidakMendukung TB mendukung TB
Ulangi pemeriksaan dahak SPS
Hasil BTAHasil BTA
Penderita TB BTA positif + + + - - -+ + -+ - -
Pemeriksaan rontgen dada
Hasil mendukung TB Hasil rontgen negatif
TB BTA begatif Bukan TBRontgen positif penyakit lain
9. PENATALAKSANAAN
Jenis obat yang dipakai dalam pengobatan tuberkulosis adalah :
1. Obat primer (OAT tingkat satu)
Yang termasuk dalam golongan ini ialah : isoniazid hidrasid (INH),
rifampin, pirazinamid, streptomicin, dan etambutol.
2. Obat sekunder (OAT tingkat dua)
Yang termasuk dalam golongan ini ialah : kanamisin, PAS (paraamin
salicylic acid), tiasetazon, etionamid, protionamid, sikloserin, viomisin,
kapreomisin, amikasin, ofloksasin, ciprofloksasin, norfloksasin, klofazimin.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi tiga kategori :
1. Kategori 1 (2 HRZE/ 4H3R3)
Panduan ini terdiri atas : 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H),
Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari diteruskan
dengan fase lanjutan atau intermiten selama 4 bulan dengan Isoniazid (H), dan
Rimfamicin (R), tiga kali dalam seminggu.
23
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
24/42
Kategori 1 diberikan untuk :
a. Penderita baru BTA positif
b. Penderita BTA negatif/ rontgen positif yang rasa sakit berat dan ekstra berat
(meningitis, tb disseminata, perikarditis, peritonitis, pleuritis, tb usus dan
genitourinarius), yang belum pernah menelan OAT atau kalau pernah kurang
dari satu bulan.
2. Kategori 2 (2 HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan ini terdiri atas : 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H),
Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), diminum setiap hari, dan setiap
kali selesai minum obat langsung diberi suntikan streptomisin. Kemudian satu
bulan lagi dengan Isoniazid (H), Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E)
diminum setiap hari tanpa suntikan. Setelah itu diteruskan dengan fase lanjutan
atau intermiten selama 5 bulan dengan HRE diminum secara intermiten atau
selang sehari atau tiga kali dalam seminggu.
Yang termasuk penderita kategori 2 :
a. Kambuh (relapse) BTA positif.
b. Gagal (failure) BTA positif
c. Kasus DO (drop out)
3. Kategori 3 (2HRZ/ 4H3R3)
Paduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan HRZ diminum
setiap hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama 4
bulan dengan HR diminum 3 kali seminggu.
Yang termasuk penderita kategori 3 :
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
b. Kasus tuberkulosis ekstra paru selain yang disebut dalam kategori 1
Selain penatalaksanaan secara farmakologis, penatalaksanaan secara non
farmakologis (edukasi) ataupun operatif juga harus dilakukan sesuai dengan
kondisi pasien.
24
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
25/42
Edukasi pada pasien tuberkulosis antara lain :
- Berhenti merokok.
- Keteraturan dan kepatuhan memakan obat.
- Mengenal danmengetahui hasil dan efek dari pengobatan.
- Mengenal bahaya penularan penyakit.
Sedangkan terapi operatif dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut :
a. Indikasi mutlak :
- Pasien telah dapat OAT adekuat tapi sputum positif.
- Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
- Pasien datang dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif.
b. Indikasi relatif, yaitu :
- Pasien dengan sputum BTA negatif dengan batuk darah berulang.
- Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
- Sisa kavitas yang menetap.
Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis
Yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Biasanya pemakaian obat
dihentikan.
1. Isoniazid (H).
Sifat bakterisid. Dosis harian 5 mg/kg/BB. Efek samping berat berupa hepatitis
dan terjadi pada kira-kira 0,5% dari kasus. Bila diduga ada hepatitis atau terlihat
adanya penyakit kuning, Pengobatan dihentikan. Jika pemeriksaan faal hati kembali
normal, pengobatan dapat dilaksanakan lagi.
Obat yang sama dapat diberikan tanpa terulangnya hepatitis.
2. Rifampicin (R)
Sifat bakterisid, dosis harian 10 mg/kg BB. Bila diberikan sesuai dosis yang
dianjurkan Rifampicin tidak sering menyebabkan efek samping, terutama pada
pemakaian terus menerus setiap hari. Salah satu efek samping yang berat dari
Rifampicin adalah hepatitis, walaupun ini sangat jarang terjadi.
Alkoholisme, penyakit hati yang pernah ada, atau pemakaian obat-obat
hepatotoksis yang lain secara bersamaan, akan meningkatkan resiko. Bila timbul
25
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
26/42
penyakit kuning, pengobatan perlu dihentikan. Dan bila hepatitisnya sudah sembuh/
hilang pemberian Rifampicin dapat diulang lagi.
Rifampicin dapat menyebabkan warna pada air seni, keringat, air mata, air liur
dan lain-lain. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar jangan khawatir,
karena warna merah itu terjadi karena proses metabolisme obat, tidak berbahaya. Jika
pengobatan sudah selesai warna ai seni kembali normal.
3. Pirazinamid (Z)
Sifat bakterisid, dosis harian 25 mg/kg BB, intermiten 35-50 mg/ kg BB. Efek
samping utama penggunaan pirazinamid dadalah hepatitis. Dapat terjadi nyeri sendi
dan kadang-kadang serangan penyakit Gout yang kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi (pengeluaran) dan penimbunan asam urat.
4. Streptomicin (S)
Sifat bakterisid, dosis harian 15 mg/ kg BB, intermiten 15 mg/ kg BB. Efek
samping utama dari streptomicin adalah kerusakan alat keseimbangan. Resiko
meningkat seiring dengan peningkatan dosis dan umur. Kerusakan pada alat
keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda telinga
mendengung (tinnitus), pusing dan kehilangan kesimbangan. Keadaan ini dapat
dipulihkan bila obat dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25 g. Jika pengobatan
diteruskan kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli). Resiko ini terutama akan menigkat pada penderita dengan
gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Streptomicin dapat menembus barier placenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil.
5. Etambutol (E).
Sifat bakteristasik, dosis harian 15 mg/ kg BB, intermiten 30-45 mg/ kg BB.
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman
penglihatan, kabur dan buta warna untuk merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tergantung pada dosis dan jarang terjadi
Setiap pasien menerima Etambutol harus diingatkan, bila terjadi gejala-gejala
penglihatan segera dilakukan pemeriksaan mata. Gangguan penglihatan ini akan
kenbali normal bila obat dihentikan.
26
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
27/42
Evaluasi Pengobatan
a. Klinis
Penderita melakukan kontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya
setiap 2 minggu selama sebulan dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir
pengobatan.
Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita
seperti : batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat
badan meningkat, dll.
b. Bakteriologis
Setelah 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai menjadi negatif.
Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif,
sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Sputum BTA
sebaiknya tetap diperiksa untuk kontrol pada kasus-kasus yang dianggap selesai
pengobatan atau sembuh. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding,
dimana terdapat sputum BTA positif tanpa disertai keluhan-keluhan tuberkulosis yang
relevan pada kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi yakni BTA
positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi
tuberkulosisnya.
c. Radiologis
Evaluasi radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajua terapi. Jika
keluhan penderita tetap tidak berkurang, dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat
keadaan tuberkulosis parunya atau adakah penyakit lain yang menyertainya. Karena
perubahan gambaran radiologis tidak secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto
dada dilakukan setiap 3 bulan sekali.
Kegagalan Pengobatan
Sebab-sebab dari kegagalan pengobatan ialah :
a. obat
27
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
28/42
- paduan obat yang tidak adekuat
- dosis obat yang tidak cukup
- minum obat tidak teratur atau tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan
- jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
- terjadi resistensi obat
b. drop out
- kekurangan biaya pengobatan
- merasa sudah sembuh
- malas berobat atau kurang motivasi
c. penyakit
- lesi paru yang sakit terlalu luas atau sakit berat
- penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus, alkoholisme,
dan lain-lain.
- gangguan imunologi
Penanggulangan terhadap kasus yang gagal ialah :
a. terhadap penderita yang yang sudah berobat secara teratur
- menilai kembali apakah paduan OAT yang diberikan sudah adekuat mengenai
dosis dan cara pemberiannya.
- Melakukan pemeriksaan uji kepekaan atau tes resistensi kuman terhadap obat
- Bila sudah dilakukan pengobatan dengan OAT yang masih peka, namun
hasilnya gagal juga, maka harus dipertimbangkan terapi dengan pembedahan
terutama pada pasien dengan kavitas atau destroyed lung.
b. terhadap pasien dengan riwayat pengobatan tidak teratur
- pengobatan sebelumnya diteruskan selama kurang lebih 3 bulan dengan evaluasi
bakteriologis tiap bulan
- menilai kembali tes resistensi kuman terhadap OAT, dan bila ternyata didapat
adanya resistensi kuman maka harus dipertimbangkan penggantian dengan obat
yang masih sensitif.
28
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
29/42
IKTERUS ( jaundice) adalah diskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa atau
sklera mata akibat peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi maupun bilirubin tak
terkonjugasi dalam darah. Bilirubin ( pigmen empedu ) adalah hasil akhir metabolisme
dan secara fisiologis tidak penting, namun merupakan petunjuk adanya penyakit hati dan
saluran empedu karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang kontak
dengannya.
Bila kadar bilirubin dalam darah lebih dari 1,5 mg%, maka pada jaringan elastik
kulit dan membran mukosa mulai terdapat penimbunan bilirubin, dan akan terlihat
kekuning-kuningan.(3) Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan
jika ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg%. Jika ikterus sudah jelas
dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7
mg%.
Ikterus dapat terlihat dibawah cahaya terang siang hari dan dapat tidak terdeteksi
bila pencahayaannya kurang baik. Pada orang kulit putih tampak pada daerah muka,
dada, dan sklera mata. Sedangkan pada orang kulit berwarna selain tampak pada sklera
juga pada konjungtiva mata. Selain itu, ikterus juga dapat diikuti gejala pruritus, warna
urin yang gelap dan feses yang seperti dempul.
Keadaan peninggian kadar bilirubin dalam darah akibat gangguan metabolisme
bilirubin dapat dibagi atas 3 golongan besar yaitu :
1. Ikterus prehepatik ( hemolitik )
2. Ikterus hepatik ( parenkimatus )
3. Ikterus kolestatik ( obstruksi )
Semua pemahaman atas kejadian tersebut perlu dilandasi dengan pengetahuan
mengenai pentahapan metabolisme bilirubin yaitu pembentukan bilirubin, transpor
plasma, liver uptake, konjugasi dan ekskresi bilirubin dalam tubuh.
Bilirubin berasal dari pemecahan eritrosit tua. Eritrosit dipecah sehingga
hemoglobin terlepas bebas. Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Heme diubah
menjadi biliverdin. Bilirubin unconjugated (UB) dibentuk dari biliverdin. Ambilan oleh
sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi simbol protein Y dan Z. UB
berikatan dengan albumin kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Kemudian UB
berikatan dengan asam glukuronat yang dikatalisa oleh enzim glukoronil transferase
29
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
30/42
dalam retikulum endoplasma menjadi bilirubin conjugated. Langkah terakhir adalah
ekskresi bilirubin conjugated ke dalam empedu melalui suatu proses aktif.
I. METABOLISME BILIRUBIN
Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme, biasanya akibat
metabolisme sel darah merah. Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung dalam 3 fase
yaitu :
1) Fase prehepatik : - pembentukan bilirubin
- transpor plasma
2) Fase intrahepatik : - liver uptake
- konjugasi
3) Fase pascahepatik : - ekskresi bilirubin
Fase Prehepatik
1. Pembentukan bilirubin
Bilirubin diproduksi di sistem sel retikuloendotelial (RES) terutama dalam hati dan
limpa. Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/kgbb terbentuk setiap
harinya. 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang sudah matang.
Sedangkan sisanya 20-30% datang dari protein heme lainnya terutama yang berada
dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan
penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
Masa hidup eritrosit normal mencapai 120 hari kemudian dihancurkan di RES.
Katabolisme Hb di awali dengan terpisahnya globin dari hem. Kemudian hem
diubah menjadi biliverdin oleh enzim oksigenasi hem mikrosomal. Enzim ini sangat
membutuhkan oksigen dan NADPH. Oleh bilirubin reduktase, biliverdin diubah
menjadi bilirubin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui
oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam
air dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urin.
2. Transpor plasma
30
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
31/42
Bilirubin yang terbentuk ini tidak larut dalam air, sehingga bilirubin tak
terkonjugasi ini transpotnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat
melewati membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Kapasitas
pengikatnya sebanyak 2 mol bilirubin per mol albumin. Di dalam 100 ml plasma,
sekitar 25 mg bilirubin dapat diikat secara erat pada albumin pada tempat
berafinitas tinggi. Bilirubin yang melebihi jumlah tersebut akan diikat secara erat
dan mudah dilepaskan ke dalam jaringan.
Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis dan beberapa bahan
seperti antibiotika tertentu. Antibiotik dan obat-obat lainnya seperti sulfonamid dan
salisilat mengadakan persaingan ikatan dengan bilirubin pada albumin. Oleh sebab
itu obat-obat tersebut dapat mendesak bilirubin di ikatannya dengan albumin
sehingga dapat terjadi kern icterus pada neontus yang mendapat obat-obat tersebut.
Kern icterus disebabkan terjadinya difusi bilirubin ke dalam otak., salisilat akan
berkompetisi pada tempat ikatan albumin. Bilirubin ditemukan pada cairan tubuh
(liquor serebrospinalis, efusi sendi, kista, dll) sesuai dengan kandungan albumin
pada cairan tersebut. Bilirubin tidak ditemukan pada air mata, saliva dan sekresi
pankreas. Jaringan perut jarang terwarnai bilirubin.
Fase Intrahepatik
Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air,
kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme di dalam hati berlangsung
dalam dua tahap yaitu:
3. Liver uptake
Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati yaitu ligandin atau protein Y.
Bilirubin yang tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin masuk ke dalam sel
hati dan pada saat masuk terjadi disosiasi bilirubin dan albumin.
Pengambilan bilirubin terjadi melalui transport aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
31
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
32/42
4. Konjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi (UB) bersifat tidak larut dalam air dan harus diubah
menjadi bentuk yang larut dalam air bila akan diekresikan ke empedu. Hal ini dapat
tercapai dengan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin
diglukuronida atau bilirubin konjugasi atau bilirubin direk (CB). Konjugasi
bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase
dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi ini tidak larut dalam lemak
tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urin.
Proses ini dapat diinduksi oleh obat-obat seperti fenobarbital. Pada
hiperbilirubinemia neonatus, penyakit Gilbert dan penyakit Crigler-Najjar,
disebabkan kadar enzim yang berkurang. Kadar enzim normal pada ikterus
hepatoseluler dan bahkan bertambah pada tipe kolestatik.
Pada keadaan normal, empedu mengandung 85% bilirubin terkonjugasi dan 15%
bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke
empedu, kecuali telah mengalami fotooksida.
Fase Pascahepatik
5. Ekskresi
Bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke empedu dan ke lumen usus. Di dalam usus
halus dan usus besar, flora usus mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin
terkonjugasi menjadi sterkobilinogen dan kemudian mengeluarkannya ke dalam
tinja. Sterkobilinogen inilah yang memberi warna coklat pada tinja. Selain
diekskresikan melalui tinja, sebagian bilirubin terkonjugasi akan diserap kembali ke
dalam empedu dan masuk ke dalam sirkulasi enterohepatik, dan dalam jumlah kecil
diekskresikan ke dalam urin ( tidak lebih dari 3-4mg/hari ).
Bilirubin tak terkonjugasi terikat erat dengan albumin sehingga tidak dapat difiltrasi
oleh glomerulus ginjal. Oleh sebab itu, bilirubin tak terkonjugasi tidak ditemukan
32
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
33/42
pada urin. Sedangkan, bilirubin terkonjugasi tidak terikat erat dengan albumin
sehingga dapat difiltrasi oleh glomerulus ginjal. Hal ini menerangkan warna air seni
yang gelap yang khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intra hepatik.
Garam empedu dapat mempertinggi filtrasi bilirubin terkonjugasi dalam ginjal.
Pada ikterus kolestasis peningkatan asam empedu di plasma menyebabkan
peninggian ekskresi bilirubin terkonjugasi cenderung menetap dan tidak lebih dari
30-40mg%. Sedangkan pada keadaan kerusakan hepatoseluler bilirubin serum dapat
lebih tinggi.
Penyebab hiperbilirubinemia secara umum dikategorikan menjadi 3, yaitu penyebab
prahepatik, penyebab hepatic, dan penyebab pascahepatik.
Fase Prehepatik
Peningkatan hemolisis eritrosit merupakan penyebab utama peningkatan
pembentukan bilirubin. Pada hemolisis yang berlebih ini, bilirubin yang dihasilkan pun
juga berlebih, sedangkan kapasitas hepatosit untuk mengkonjugasi bilirubin tersebut
menjadi bilirubin konjugasi terbatas. Akibatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi
meningkat dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat kadar
bilirubin serum jarang melebihi 5mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta
berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air sehingga tidak
dapat diekskresi ke dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun terjadi peningkatan
pembentukan urobilinogen ( akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan
peningkatan konjugasi dan ekskresi ), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan
ekskresi dalam feses dan urin. Urin dan feses akan berwarna lebih gelap.
Beberapa penyebab seperti defek eritrosit (familial hemolitik, sickle sel anemia, dll),
penyakit infeksi, toksin eksogen (obat-obatan, bahan kimia), toksin endogen (transfusi,
eritroblastosis foetalis).
Fase Hepatik
Penyebab hepatik berhubungan dengan proses patologis yang melibatkan
parenkim hepar, seperti pada hepatitis atau sirosis. Pada kasus tersebut terjadi kerusakan
hepatosit dalam jumlah besar, sehingga terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin di
33
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
34/42
dalam hati. Selain itu, juga terjadi gangguan dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin
yang terbentuk tidak dikeluarkan secara sempurna melalui duktus hepatikus karena
adanya retensi dan regurgitasi. Bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi yang
tadinya berada dalam hepatosit-hepatosit tersebut keluar ke sinus-sinus dan masuk dalam
peredaran darah, sehingga terjadi kenaikan baik bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin
terkonjugasi.
Tinja mengandung sedikit sterkobilinogen oleh karena itu, warna tinja menjadi pucat
(akolis). Urin mengandung bilirubin dan sedikit urobilinogen. Warna kulit dan mukosa
akan tampak kuning oranye. Beberapa penyebab antara lain hepatitis, sirosis hepatis,
tumor dan obat-obatan.
Fase Posthepatik
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional
maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Pada keadaan ini, baik produksi, ambilan, maupun konjugasi bilirubin berjalan normal.
Namun karena adanya hambatan aliran empedu, bilirubin terkonjugasi tidak dapat
disekresikan ke dalam duodenum, sehingga terjadi regurgitasi dan bilirubin terkonjugasi
masuk ke aliran darah. Perlu diingat bahwa bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan
tentunya dapat ditransport dalam darah maupun urin, sehingga bila kadarnya meningkat
dalam darah, lebih banyak bilirubin terkonjugasi yang terfiltrasi oleh glomerolus dan
ditemukan dalam urin. Urin menjadi berwarna gelap yang khas. Urobilinogen feses dan
urobilinogen urin menurun sehingga feses terlihat pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak
larut dalam air kecuali berikatan dengan albumin. Dengan berikatan dengan albumin,
berarti bilirubin tak terkonjugasi tidak dapat menembus membran glomerolus sehingga
tidak ditemukan dalam urin.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti kegagalan ekskresi hati
lainnya seperti peningkatan fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam empedu dalam
serum. Kadar garam empedu yang meningkat menimbulkan gatal-gatal. Ikterus akibat
hiperbilirubinemia terkonjugasi menyebabkan kulit dan mukosa terutama sklera mata
tampak kuning tua atau kuning kehijau-hijauan. Karena ikterus poshepatik disebabkan
bendungan, maka dapat disebut juga ikterus obstruktif atau ikterus kolestasis.
34
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
35/42
Untuk membuat diagnosis ikterus secara tepat harus dilakukan anamnesis yang
baik, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium (faat hati dan lainnya) di samping
pemeriksaan khusus seperti ultrasonografi, kolesitografi perkutan/secara endoskopi dan
biopsi hati serta pemeriksaan khusus lainnya.
Anamnesis
- Pekerjaan
Pekerjaan penderita perlu ditanya karena kemungkinan ada hubungan dengan
timbulnya ikterus seperti kontak dengan tikus pada penyakit Weil, intoksikasi
obat/bahan kimia pada pekerja yang berhubungan dengan obat/bahan kimia yang
bersifat hepatotoksik.
- Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan ikterus, hepatis, anemia, kolesistektomi,
mungkin menyokong diagnosis ke arah ikterus hemolitik, hiperbilirubinemia
kongenital, hepatitis atau batu kandung empedu
- Kontak
Adanya kontak dengan penderita ikterus atau mendapat suntikan dalam masa 6
bulan sebelumnya atau obat-obatan yang dimakan sebelumnya yang mungkin
bersifat hepatotoksik. Timbulnya ikterus setelah operasi tumor ganas kemugkinan
adanya metastasis.
Pemeriksaan Umum
Adanya anemia kemungkinan dipikirkan ikterus hemolitik. Penderita dengan
ikterus hemolitik biasanya ikterusnya ringan, ikterus hepatoseluler menimbulkan
ikterus agak kekuningan sedangkan ikterus obstruktif didapatkan ikterus yang
kehijau-hijauan.
35
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
36/42
Urin dan Feses
Urin yang berwarna kuning seperti teh pekat terjadi pad hepatitis atau drug
inducted. Feses yang seperti dempul didapatkan pada ikterus obstruktif. Adanya
darah pada feses secara mikroskopik. Kemungkinan mengarah pada keganasan
seperti tumor pada ampula rekti, karsinoma pankreas, tumor saluran pencernaan atau
hipertensi portal.
Ciri yang membedakan Ikterus hemolitik, hepatoselular dan obstruktif
Ciri Klinis Hemolitik Hepatoselular Obstruktif
Warna kulit Kuning pucat Jingga, kuning
muda sampai tua
Kuning, hijau
muda sampai tua
Warna kemih Normal (dapt gelap
karena urobilin)
Gelap (bilirubin
terkonyugasi)
Gelap (bilirubin
terkonyugasi)
Warna feses Normal atau gelap
(sterkobilin)
Pucat (sterkobilin
menurun)
Warna seperti
dempul
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya
36
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
37/42
menetap
Bilirubin
serum,
indirek atautak
terkonyugasi
Meningkat Meningkat Meningkat
Bilirubin
serum, direk
atau
terkonyugasi
Normal Meningkat Meningkat
Bilirubin
kemih
Tidak ada Meningkat Meningkat
Urobilinogen
kemih
Meningkat Sedikit meningkat Menurun
DRUG INDUCED HEPATITIS
Drug-induced hepatitis merupakan cedera hati yang terjadi karena pengobatan
tertentu. Seperti obat anti tuberkulosis yang terdiri dari Rifampicin, Isoniazid,
Pirazinamid dan Etambutol/streptomicin, 3 obat yang disebut pertama bersifat
hepatotoksik. Nonsteroidal anti-inflammatory narkoba (NSAID) seperti ibuprofen dan
naproxen, bisa juga menjadi drug-induced hepatitis. Obat lain yang dapat mendorong
kearah radang hati termasuk: Amiodarone Anabolic steroids pil pembatasan kelahiran.
Gejala yang dapat dilihat sakit perut, kelelahan, penyakit kuning, sakit kepala, air kencing
yang berwarna kemerahan,adany mual dan muntah, nafsu makan menurun. Pada
pemeriksaan fungsi hati, enzim hati mungkin meningkat. Pada pemeriksaan fisik boleh
menyatakan pembesar hati.
37
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
38/42
Drug-related hepatitis bisa hilang dalam hari atau minggu setelah obat dihentikan.
Pengobatan dilanjutkan lagi jika gejala hepatitis telah hilang dan uji faal hati telah
kembali normal.
PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologik, obat yang dapat menimbulkan ke rusakan pada hati dibedakan atas
dua golongan yaitu hepatotoksin yang predictable dan yang unpredictable.
Hepatotoksin yang predictable (intrinsik) : merupakan obat yang dapat dipastikan
selalu akan menimbulkan kerusakan sel hepar bila diberikan kepada setiap penderita
dengan dosis yang cukup tinggi. Dari golongan ini ada obat yang langsung merusak
sel hati, ada pula yang merusak secara tidak langsung yaitu dengan mengacaukan
metabolisme atau faal sel hati. Obat hepatotoksik predictable yang langsung merusak
sel hati umumnya tidak digunakan lagi untuk pengobatan. Contohnya ialah karbon
tetraklorid dan kloroform. Hepatotoksin yang predictable yang merusak secara tidak
langsung masih banyak yang dipakai misalnya parasetamol, tetrasiklin, metotreksat,
etanol, steroid kontrasepsi dan rifampisin(2) . Tetrasiklin, etanol dan metotreksat
menimbulkan steatosis yaitu degenerasi lemak pada sel hati. Parasetamol
menimbulkan nekrosis, sedangkan steroid kontrasepsi dan steroid yang mengalami
alkilasi pada atom C--17 menimbulkan ikterus. akibat terhambatnya pengeluaranempedu. Rifampisin dapat pula menimbulkan ikterus karena mempengaruhi
konyugasi dan transpor bilirubin dalam hati.
Hepatotoksin yang unpredictable : kerusakan hati yang timbul disini bukan
disebabkan karena toksisitas intrinsik dari obat, tetapi karena adanya reaksi
idiosinkrasi yang hanya terjadi pada orang-orang tertentu. Ciri dari kelainan yang
bersifat idiosinkrasi ini ialah timbulnya tidak dapat diramalkan dan biasanya hanya
terjadi pada sejumlah kecil orang yang rentan. Menurut sebab terjadinya, reaksi yang
berdasarkan idiosinkrasi ini dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu karena reaksi
hipersensitivitas dan karena kelainan metabolisme. Yang timbul karena
hipersensitivitas biasanya terjadi setelah satu sampai lima minggu dimana terjadi
proses sensitisasi. Biasanya dijumpai tanda-tanda sistemik berupa demam, ruam kulit,
eosinofilia dan kelainan histologik berupa peradangan granulomatosa atau eosinofilik
38
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
39/42
pada hati. Dengan memberikan satu atau dua challenge dose, gejala-gejala di atas
biasanya segera timbul lagi. Reaksi idiosinkrasi yang timbul karena kelainan
metabolisme mempunyai masa laten yang sangat bervariasi yaitu antara satu minggu
sampai lebih dari satu tahun. Biasanya tidak disertai demam, ruam kulit, eosinofilia
maupun kelainan histopatologik yang spesifik seperti di atas. Dengan memberikan
satu atau dua challenge dose kelainan ini tidak dapat diinduksi untuk timbul lagi ;
untuk ini obat perlu diberikan lagi selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Hal
ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu yang cukup lama agar penumpukan
metabolit hepatotoksik dari obat sampai pada taraf yang memungkinkan terjadinya
kerusakan hati.
Hepatitis kronik karena obat dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu :
Hepatitis aktif kronik dapat disebabkan oleh alfa metildopa(3), sulfonamid,
isoniazid(4) dan nitrofurantoin. Gejala klinik yang mungkin dijumpai ialah ikterus,
hepatomegali, splenomegali, spiderangioma dan asites. Nilai SGOT dan SGPT
umumnya meningkat sedikit. Hepatitis kronik aktif terjadi bila setelah timbul kelainan
hati, pengobatan masih diteruskan dalam jangka waktu lama. Bila pengobatan
dihentikan maka gejala akan mereda dengan cepat. Hepatitis aktif kronik yang
disebabkan oleh virus mempunyai prognosa yang lebih buruk. Nekrosis hati subakut dapat timbul akibat pengobatan dengan sinkofen, isoniazid,
metildopa dan propiltiourasil. Penyakit biasanya berjalan progresif, disertai ikterus
berat dan tanda-tanda sirosis.
Kerusakan sel hati bervariasi dan yang ringan asimptomatik sampai menimbulkan gejala
serius akibat nekrosis sel hati. Pirazinamid yang sering dipakai untuk pengobatan jangka
pendek Tb paru telah dilaporkan menyebabkan hepatitis Peninggian SGOT dan SGPT
merupakan gejala dini dari kelainan hati Isoniazid atau INH merupakan obat yang hampir
selalu digunakan dengan kombinasi obat anti tuberkulosis yang lain. Efek samping INH
adalah neuropati perifer dan hepatotoksik. Efek hepatotoksik INH akan bertambah besar
pada usia tua dan pada individu yang mempunyai asetilisasi cepat Kerusakan hati diduga
39
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
40/42
karena hasil metabolit INH berupa asetilhidrazin. Pada orang normal metabolit yang
toksik lebih sedikit dari metabolit yang nontoksik. Kombinasi INH dengan rifampisin
ternyata lebih toksik dan kombinasi INH dengan streptomisin karena pada kombinasi
tersebut dihasilkan lebih banyak metabout toksik. Rifampisin 85% sampai 90%
dimetabolisme di hati. Sebagian besar dikeluarkan melalui saluran empedu, sekitar 10%
penderita yang diberi rifampisin memperlihatkan peninggian serum transaminase,
bilirubin dan retensi BSP.Rifampisin juga dapat menyebabkan peningkatan asimptomatik
serum transaminase pada sebagian penderita di samping juga memperlihatkan efek
khoIestatik . Rifampisin bekerja sinergis dengan INH pada hati, dapat menimbulkan
ikterus dan peningkatan asimptomatik kadar enzim aspartat dan amino transaminase.
Ethambutol yang digunakan sebagai pengganti PAS, menyebabkan efek samping
minimal. Biasanya menimbulkan neuropati optik dengan keluhan kurang tajamnya
penglihatan,jarang menimbulkan hepatitis, Studi ini mendapatkan peningkatan enzim
transaminase dan fosfatase alkali asimptomatik, ini sesuai dengan hasil studi para peneliti
lain. Peningkatan enzim faal hati tersebut dibanding dengan orang normal ternyata tidak
bermakna, kecuali pada kelompok yang meridapat OAT 5 dan 6 bulan, peningkatan ini
bermakna untuk enzim SGOT. Mengenai peranan umur, penulis mendapatkan pada umur
lebih dan 55 tahun,terdapat peningkatan SGPT yang bermakna pada OAT I dan 2 bulan
dan SGOT dan SGPT pada kelompok OAT 5 dan 6 bulan.
40
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
41/42
DAFTAR PUSTAKA
1. DepKes RI (2006),Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan VIII,Jakarta.
2. Bahar, Asril (2001), Tuberkulosis Paru dalam Tjokronegoro, A., ed. Buku AjarPenyakit Dalam Jilid II, Edisi III; Jakarta; BPFKUI 2001; 819-829.
3. Bahar, Asril, Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Tjokronegoro, A., ed. BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi III; Jakarta; BPFKUI 2001; 830-838.
4. Speizer, Frank E (2000), Penyakit Paru Karena Lingkungan dalamHarrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume III, Edisi 13; EGC.
5. Christian Ston 2007 Judul Artikel ; Drug Induced Hepatitis, http:/www.drug induced
hepatitis medical information.com diakses 2 Januari 2009
41
-
7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis
42/42