hepatoma okee
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jagapura Kulon
Status perkawinan : Menikah
Tanggal masuk RS : 23 Mei 2012
B. PEMERIKSAAN
B.1. Anamnesis
B.1.1 Keluhan utama:
Nyeri perut kanan atas
B.1.2 Keluhan tambahan:
Lemas, mual, demam, nafsu makan menurun
B.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak dua bulan yang lalu, perut dirasakan semakin lama semakin membesar. Apabila
makan, pasien mengeluh perut terasa penuh dan sesak. Pasien merasa badannya lemas,
mual, dan nafsu makannya menurun. Pasien buang air besarnya normal dan buang air
kecil urin berwarna kuning. Saat ditanyakan pasien memiliki kebiasaan suka
mengkonsumsi oncom diwaktu makannya sehari-hari, minum jamu-jamuan dan obat
warung jika sakit. Riwayat sakit kuning, muntah darah, hipertensi dan diabetes melitus
tidak ada.
B.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat sakit kuning tidak ada
Riwayat Hipertensi tidak ada
Riwayat Diabetes Melitus tidak ada
1
B.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Riwayat keluarga sakit seperti pasien tidak ada
Riwayat Hipertensi tidak ada
Riwayat Diabetes Melitus tidak ada
B.1.6. Riwayat Pemakaian Obat (RPO)
Pasien suka mengkonsumsi jamu-jamuan dan obat warung
B.1.7. Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi pada obat-obatan.
B.2. PEMERIKSAAN FISIK
B.2.1. Keadaan Umum
Kesadaran : composmentis
Status gizi : baik
Berat badan : 56 Kg
Tinggi badan : 160 cm
Indeks masa tubuh : 21 kg/m2
B.2.2. Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 kali / menit
Respirasi : 32 kali / menit
Suhu : 38,4 oC
B.2.3. Organ Tubuh
B.2.3.1. Kepala
Rambut : tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung : septum di tengah, tidak ada fraktur
Telinga : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan
2
B.2.3.2. Leher
Kelenjar Getah Bening : tidak membesar
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Trakea : di tengah, tidak deviasi
B.2.3.3.Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat sikatrik
Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikular (+/+) wheezing (- / -) rhonki (- /
-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi
Batas atas : SIC 3 linea parasternalis sinistra
Batas kanan : SIC 5 linea sternalis
Batas kiri : SIC 5 linea midklavikula
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler Murmur (-) Gallop (-)
B.2.3.4. Abdomen
Inspeksi : Buncit
Palpasi : Nyeri tekan (+), hepar membesar 4 jari BAC, tepi
tumpul, permukaan tidak rata, undulasi (-)
Perkusi : Redup kuadran kanan atas
Auskultasi : Bising usus (+), bruit hepatic terdengar
B.2.3.5. Inguinal dan Genitalia
Tidak ada kelainan
B.2.3.6. Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (- / -)
Inferior : Akral hangat, edema (- / -)
3
B.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
B.3.1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
Hasil Unit Nilai normal
Leukosit 15.7 ↑ 103 / ml 4.0-12.0
Limfosit 2.0 103 / ml 1.0-5.0
Monosit 0.7 103 / ml 0.1-1.0
Granulosit 13.0 103 / ml 2.0-8.0
Limfosit % 12.5 % 25.0-50.0
Monosit % 4.7 % 2.0-10.0
Granulosit % 82.8 % 50.0-80.0
Eritrosit 3.46 106 / ml 4.00-6.20
Hemoglobin 10.6 ↓ g / dl 11.0-17.0
Hematokrit 33.9 % 35.0-55.0
MCV 98.0 mm3 80.0-100.0
MCH 30.6 rg 26.0-34.0
MCHC 31.3 g / dl 31.0-35.5
RDW 14.1 % 10.0-16.0
Trombosit 523 103 / ml 150-400
MPV 7.2 mm3 7.0-11.0
PCT 0.377 % 0.200-0.500
PDW 15.0 % 10.0-18.0
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Kimia klinik GlukosaGlukosa puasa Fungsi Ginjal
Ureum Kreatinin Uric Acid
Fungsi Hati Protein Total
Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direct Bilirubin Indirect
96
15.80.48 ↓6.00
7.833.27 ↓4.56 ↑1.671.08 ↑0.59 ↑
80 - 110
10.0 – 50. 00.6 – 1.383.34 – 7.00
7.0 – 9.03.5 – 5.51.5 – 3.00.1 – 1.20.0 – 0.25-0.75
4
SGOT SGPT Alkali phospatase HBsAg
194 ↑52 ↑396.26↑4822 ↑
0 – 0.380 – 410 - 258< 1 N Reac
Lipid
Cholesterol Total : 284,9 mg/dl (-220/Resiko tinggi)
HDL Kolesterol : 53 mg/dl 45 – 65/35 - 55
LDL Kolesterol : 62,9 mg/dl < 150
Trigliserida : 111,6 mg/dl (-150/Resiko tinggi)
Elektrolit
Natrium : 139 mmol/L 136 - 145
Kalium : 4,3 mmol/L 3,5 – 5,1
Clorida : 97 mmol/L 97 – 111
Kalsium : 1,14↓ mmol/L 1,15 – 1,20
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
Urine
Urine rutin
Warna
PH
Berat jenis
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Bilirubin
Urobilinogen
Sedimen
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Kristal
Silinder
Kuning
5.0
1.025
Positive
(+) 1
Negative
Negative
(+) 1
(+) 1
(+) 1 - 3
(+) 2 - 4
(+) 3 - 5
Negative
Negative
Kuning jernih
5.0 – 8.0
1.005 – 1.030
-
Negatif
-
-
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
/LPB
/LPB
/LPB
/LPB
/LPB
5
USG Abdomen Upper – Lower (L-P)
Hepar : ukuran membesar, tampak lesi hyperechoic dengan echo struktur kasar di lobus dextra, ukuran
102 cm, batas tak tegas. Sudut tumpul. Sistema bilier dan vasa hepatica tak melebar. Tampak lesi
anechoic di lobus dextra, ukuran 2 cm, batas tegas.
Vesica fella : Anechoic, dinding licin, tak tampak massa maupun batu.
Pancreas : Ukuran dan echostruktur normal.
Lien : Ukuran dan echostruktur normal. Hilus lienalis tak prominent.
Renal : Ukuran dan echostruktur normal. Batas cortex dan medulla tegas.tak tampak pelebaran SPC, tak
tampak massa maupun batu.
Vesica urinaria : terisi cairan cukup, dinding licin, tak tampak massa maupun batu.
KESAN : massa inhomogen di lobus dextra dd/hepatoma infiltratife, dengan simple cyst hepar lobus
dextra.
6
C. RESUME
Pasien perempuan, 53 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas, lemas, mual,
demam, nafsu makan menurun. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera ikterik,
abdomen buncit, hepar teraba membesar 4 jari BAC dengan permukaan tidak rata dan tepi tumpul.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan bilirubin ↑, SGOT SGPT ↑, HBsAg (+), hasil USG abdomen
kesan: massa inhomogen di lobus dextra dd/hepatoma infiltratife, dengan simple cyst hepar lobus
dextra.
D. DIAGNOSA KERJA
Susp. Hepatoma
E. DIAGNOSA BANDING
Abses hati
F. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat
2. RL 20 ttpm/m
3. Diit : Vitamin B kompleks, asam folat dan preparat besi
4. Aminofusin 20 ttpm/m (asam amino esensial)
5. Ceftriaxon 1gr/8 jam
6. Ranitidin 1amp/12 jam
7. Dexanta ∫ 3 x C II
8. Vit.K 1 amp/8 jam
9. Curcuma 3x1 tab
10. Ketorolac 3x30 mg
7
G. PROGNOSIS
Dubia ad malam
H. FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan Terapi
23 Mei 2012 S/ nyeri perut kanan atas, lemas, tidak
nafsu makan
O/ T: 140/90 mmHg P: 100x/m R:
32x/m S:38,4 oC
Mata: CA (+/+) SI (+/+)
Leher: pembesaran KGB (-)
Paru-paru: ves (+/+) rh (-/-) wh (-/-)
Jantung: BJ I-II reg ,m (-), g (-)
Abdomen: hepar teraba 4 jari BAC
permukaan tidak rata, ujung tumpul
Ekstremitas: Akral hangat, edema (-)
RL 20 gtt/menit
Ceftriaxon 3 x 1gr iv
Ranitidin 2 x 1amp iv
Dexanta ∫ 3 x C II
Kalnex 3x500 mg i.v
Vit.K 3x1 amp i.v
Curcuma 3x1 tab
Ketorolac 3x30 mg
24 Mei 2012 S/ nyeri perut kanan atas, lemas
O/ T: 140/90 mmHg P: 96x/m R:
24x/m S: 36,2 oC
Mata: CA (+/+) SI (+/+)
Leher: pembesaran KGB (-)
Paru-paru: ves (+/+) rh (-/-) wh (-/-)
Jantung: BJ I-II reg ,m (-), g (-)
Abdomen: hepar teraba 4 jari BAC
Th/ lanjut
8
permukaan tidak rata, ujung tumpul
Ekstremitas: Akral hangat, edema (-)
25 Mei 2012 S/ nyeri perut kanan atas, lemas
O/ T: 130/80 mmHg P: 94x/m R:
24x/m S: 36,8 oC
Mata: CA (+/+) SI (+/+)
Leher: pembesaran KGB (-)
Paru-paru: ves (+/+) rh (-/-) wh (-/-)
Jantung: BJ I-II reg ,m (-), g (-)
Abdomen: hepar teraba 4 jari BAC
permukaan tidak rata, ujung tumpul
Ekstremitas: Akral hangat, edema (-)
Th/ lanjut
26 Mei 2012 S/ lemas
O/ T: 130/80 mmHg P: 92x/m R:
24x/m S: 36,2 oC
Mata: CA (+/+) SI (-/-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Paru-paru: ves (+/+) rh (-/-) wh (-/-)
Jantung: BJ I-II reg ,m (-), g (-)
Abdomen: hepar teraba 4 jari BAC
permukaan tidak rata, ujung tumpul
Ekstremitas: Akral hangat, edema (-)
Th/ Lanjut
Cefadroxil 2x500 mg tab
Ranitidin 3x1 tab
Dexanta syr 3xCI
As.mefenamat 3x500mg
Neurodex 3x1 tab
Acc pulang
9
I. PEMBAHASAN
Kanker primer pada hati jarang dijumpai di Inggris, tetapi sering ditemukan di Afrika, Asia, Italia dan
Yunani. Penyakit keganasan ini terutama terlihat pada kaum pria, dan sebelumnya sering sudah
terdapat penyakit sirosis hepatic. Hubungan erat, sekalipun bukan hubungan kausal, antara infeksi
kronis virus hepatitis-B dan karsinoma hepatoseluler yang timbul kemudian terbukti dari hasil-hasil
penelitian epidemiologis dan adanya antigen hepatitis Bdalam sel hepar penderita neoplasma ini.
Biasanya penderita kanker hati akan mengeluhkan nyeri hipokondrium kanan, anoreksia dan
penurunan berat badan; diagnosis neoplasma hepatic ditegakkan berdasarkan hasil biopsy hati.
Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang
berasal dari hepatosit.
Kanker disebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol . Kanker akan muncul bila DNA sel normal
mengalami kerusakan sehingga menyebabkan mutasi genetik . Kanker hati adalah tumor maligna ,
baik dalam jaringan itu sendiri (primary liver cancer) atau secondary liver cancer ( dapat menyebar
ke bagian tubuh yang lain). Fungsi hati yang utama adalah sebagai penyaring racun dan sampah
lainnya dalam darah . Akan tetapi saat kanker menyerang hati , hati tidak mempunyai kemampuan
tersebut.(4)
Ada dua tipe kanker hati, yaitu :
1. Kanker Hati Primer
a. Cholangio Carcinoma: kanker yang berawal dari saluran empedu
b. Hepatoblastoma : pada umumnya menyerang anak-anak atau anak yang mengalami
pubertas
c. Angiosarcoma: kanker yang jarang terjadi, bermula dipembuluh darah yang ada pada
hati.
d. Hepatoma(HCC): berawal dihepatosit dan dapat menyebar keorgan yang lain. Laki-laki
duakali lebih rawan terkena penyakit ini dibandingkan wanita.
2. Kanker Hati Sekunder
Kanker hati sekunder dapat muncul dari kanker hati primer pada organ-organ lain. Tetapi, pada
umumnya bersumber dari perut, pankreas, kolon, dan rektum.
10
Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler sering terjadi pada pasien dengan hepatitis virus B atau
C. Karsinoma ini lebih banyak pada pria dan terutama ras Asia. Pasien adalah pria suku jawa,dengan
HBsAg positif.
Beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma hepatoseluler diantaranya adalah:
Hepatitis virus B, karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi
kronik, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik HBV
berinteraksi dengan gen hati.
Hepatitis virus C, hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.
Aflatoksin
Aflatoksin B1, merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. AFB1 bersifat
karsinogenik. Salah satu mekanisme karsinogeniknya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi
pada kodon 249 dari gen supresi tumor p53. ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam
suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang kacang
tanah, beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum.(3)
Sirosis, predictor utama HCC pada sirosis hati adalah laki-laki, peningkatan AFP serum, beratnya
penyakit dan tingginya akitifitas proliferasi sel hati.
obat-obatan, dll.
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75%
tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm
pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh
ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan
rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga
perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, udem kaki, kuning, muntah, gatal,
muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.
Di Indonesia HCC ditemukan tersering pada median umur antara 50-60 tahun, dengan predominasi
pada laki-laki. Manifestasi klinisnya bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga yang gejala dan
tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau
perasaan tak nyaman dikuadran kanan atas abdomen.
11
Pasien dengan sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di kuadran kanan
atas atau teraba pembengkakan lokal dihepar patut dicurigai HCC.
Juga harus diwaspadai jika ada keluhan rasa penuh diabdomen disertai perasaan lesu, penurunan berat
badan dengan atau tanpa demam.
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Sesaknapas dapat
dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma, atau ada metastasis di paru. Sebagian
besar pasien HCC sudah menderita sirosis, baik yang masih dalam stadiumkompensasi maupun yang
sudah menunjukan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan
ikterus.
Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali,
asites, demam dan atrofi otot.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising (bruit hepatik).
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 400 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang
menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria
empat atau lima.
Gambaran USG keganasan primer pada hepar dapat dibagi menjadi bentuk nodular dan difus. Pada
jenis nodular terlihat kelainan yang berbatas tegas dari parenkim hepar sekitarnya. Kelainan
ekostruktur pada jenis ini tergantung dari ukuran lesi. Lesi berukuran kurang dari 2 cm seringkali
berekostruktur hipoekoik. Dengan bertambahnya diameter, ekostruktur akan menjadi lebih hiperekoik
atau campuran, serta dapat dijumpai adanya bagian yang nekrosis atau perdarahan di dalamnya,
seringkali ditemui pada yang berekostruktur hiperekoik atau campuran. Gambaran lainnya dapat juga
12
ditemui adanya trombus dalam vena porta atau vena hepatika dan atau cabang-cabangnya yang
tampak sebagai suatu struktur yang hiperekoik tanpa bentuk tertentu, besarnyapun tidak tentu, dapat
memenuhi lumen vena porta dan cabang-cabangnya atau sebagian saja. Bentuk difus memperlihatkan
perubahan ekostruktur di seluruh hepar.
Penentuan stadium hepatoma paling sering berdasarkan Okuda staging system. Pasien dievaluasi
berdasar empat hal yaitu asites, albumin, bilirubin, dan ukuran tumor. Penentuan ini berguna untuk
prognosis. Stadium I mempunyai harapan hidup 3-8 bulan, stadium II 0-7 bulan, stadium III 0-2
bulan.
Okuda classification
Tumor size ≤ 50% (-)
> 50 % (+)
Asites (+)
(-)
Albumin ≤ 30 g/l (-)
> 30 g/l (+)
Bilirubin ≥ 3 mg% (+)
< 3 mg% (-)
Stage 1 Tumor size (-), Asites (-), Albumin (-), Bilirubin (-)
2 1 atau 2 (+)
3 3 atau 4 (+)
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan. Beberapa pilihan terapi pada hepatoma antara lain
adalah, Pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, kemoembolisasi, terapi gen, cryoterapi, ablasi
radiofrekuensi, trlansplantasi, dan suplementasi vitamin.
PENGOBATAN
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi. Sebelum
ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi kanker di bahagian hati
13
yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang
sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis
(penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam
vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati.
Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengan tindakan
radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati.
1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu reseksi
(pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya
dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker
pada penderita, karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum
menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat. Radiologilah
satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu yaitu dengan pemeriksaan CT
angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu
menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu
sebelum dioperasi.
Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah kanker sehingga jelas terlihat
pembuluh darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery) yang
diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans
Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat
pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan dengan
demikian kemampuan hidup (viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang.
Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial Chemotherapy (TAC) dengan tujuan
sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga sel-
sel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya maka sel-sel kanker benar-
benar akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun saat operasi tak
perlu dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi bertumbuh. Tindakan TAE digabung dengan
tindakan TAC yang dilakukan oleh dokter spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial
Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi
perdarahan pada saat operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian
memudahkan dokter ahli bedah. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus
14
diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang berkompentensi dan yang dapat
menentukan dan memberikan kata pasti apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar
pinggir sayatan bebas kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih
tertinggal di dalam hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang bertujuan
meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak. Pemberian Kemoterapi
dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam bahagian onkologi (medical oncologist) ini secara
intra venous (disuntikkan melalui pembuluh darah vena) yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg
digabung dengan mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup
penderita per lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%.
2. Tindakan Non-bedah Hati
Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium lanjut. Tindakan non-
bedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah:
a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)
Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang datangnya bersama aliran
darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga diperlukan
banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah baru
(neovascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut
pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery.
Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis) yang seterusnya
masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke pembuluh
darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini
disumbat (diembolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker
dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel kanker akan terhenti dan sel-
sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans arterial
chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi
diracuni dengan obat yang mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar
terjamin mati dan tak berkembang lagi.
Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan nampaknya
memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini. Angka harapan hidup
penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan per sepuluh tahunnya
bisa mencapai 50%.
15
b. Infus Sitostatika Intra-arterial.
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari vena porta dan 30%
dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem arteri
hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan
terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat meninggal bila sudah
ada penyumbatan vena porta ini.
Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar tertutup oleh sel-
sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena
ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien.
Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 – 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20 Mg
dicampur dengan NaCl (saline) 100 – 200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil).
Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi infuse sitostatika intra-arterial,
hanya kateter yang dipakai adalah double lumen ballon catheter yang di-insert (dimasukkan) ke
dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika
diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10 – 30 menit, tujuannya adalah
memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien per lima
tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah
20% dan 10%.
c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)
Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau pasien tidak
mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah
yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman,
efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI hanya
dikerjakan pada pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti
melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun
pengobatan paling optimal dikerjakan pada garis tengah kurang dari 3 cm.
Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami nekrosis yang
lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah
lesi tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus yang
paling optimal dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong tetapi
16
tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan membawa tindakan ini
memberi hasil yang cukup menggembirakan.
d. Terapi Non-bedah Lainnya
Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila terapi bedah reseksi
dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans
Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency
Ablation Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy
(3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan kuratif
(menyembuhkan) keseluruhannya.
3. Tindakan Transplantasi Hati
Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan
hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker
yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari
transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke dalam
tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dantindakan radiologi seperti
yang disebut di atas tidak mampu lagi menolong pasien. (5).
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu dan pancreas. Dalam: Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Price SA, Wilson LM (editor). EGC.2005.
2. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
3. Fauci,AS. Harrison manual of medicine New York. McGraw Hill medical.2009
4. Stanley L. Robbins.dkk :karsinoma Hati Primer. Dalam: Buku saku dasar patologi penyakit.edisi
5.EGC,1999.hal 542.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hepatoma. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal 318
6. Halim Mubin, A. Hepatoma. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2.
Jakarta: EGC. 2007. Hal 392.
7. Mattingly, David. Neoplasma Hepatik. Bedside Diagnosis. Edisi 13. Gadjah Mada University
Press. 1996. Hal 138.
18