hubungan antara kematangan emosi dengan ...repository.radenintan.ac.id/10706/1/skripsi 2.pdf2...
TRANSCRIPT
1
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN
PENYESUAIAN
PERNIKAHAN PADA PASANGAN USIA DINI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Pada Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh : NURHADI
1531080156
PROGRAM Psikologi Islam
Pembimbing I :Achmad Irvan Muzni,M.Psi,.Psikolog
Pembimbing II: Ira Hidayati,S.Psi,.M.A
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2020/1441 H
2
ABSTRAK
Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian Pernikahan
Pada Pasangan Usia Dini
Oleh: Nurhadi
Penyesuaian pernikahan adalah proses adaptasi suami dan istri, dimana
suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik
dengan baik melalui proses penyesuaian pernikahan, sekaligus upaya untuk
mencapai keberhasilan dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungannya,
manusia diharapkan dapat mengerti dan memahami orang lain. Kemampuan
tersebut dapat dimiliki apabila penyesuaian dalam kehidupan pernikahan berjalan
secara baik, dalam arti pasangan suami istri harus telah matang secara psikologis,
suami istri diharapkan memiliki kematangan emosi yang tinggi yaitu memiliki
emosi yang stabil, mandiri, menyadari tanggung jawab, terintegrasi segenap
komponen kejiwaan, mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas,
produktif- kreatif dan etis-religius. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubunganantara kematangan emosi dengan penyesuaian pernikahan pada
pasangan usia dini. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya
hubungan antara kematangan emosi dengan penyesuaian pernikahan pada
pasangan usia dini.Sampel pada penelitian ini adalah masyarakat kecamatan
sumberejo yang menikah diusia dini dengan umur dibawah usia 19 tahun pada
saat menikah, Usia pernikahan 1-5 tahun yang berjumlah 32 pasangan atau 64
sempel yang diambil dari teknik sempel jenuh. Metode pengumpulan data ini
menggunakan dua skala psikologi yaitu skala penyesuaian pernikahan sebanyak
40 aitem dan skala kematangan emosi sebanyak 40 aitem. Data yang telah
terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product
moment yang dibantu dengan program SPSS 22.0 for Windows. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara
kematangan emosi dengan penyesuaian pernikahan pada pasangan usia dini
dengan koefisien korelasi sebesar rxy= 0,304 dengan p-value = 0,015 (p < 0,05)
R- Square adalah sebesar 0,092 atau 9,2% dengan korelasi positif. Jadi
dapat diketahui bahwa hipotesis yang terkait dengan kedua variabel di atas
dapat diterima.
Kata kunci: kematangan emosi, penyesuaian pernikahan, usia dini
ii
3
4
5
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin digunakan sebagai pedoman yang mengacu pada
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/U/1987, sebagai berikut:
1. Konsonan
Arab Latin Arab Latin Arab Latin Arab Latin
M م Zh ظ Dz ذ A ا
R ر B ب
ع
‘
(Koma
terbalik di
atas)
N ن
ت
T
ز
Z
و
W
H ه Gh غ S س Ts ث
F ف Sy ش J ج
ع
`
(Apostrof, tetapi
tidak
dilambangkan
apabila terletak
di awal kata)
Q ق Sh ص H ح
خ
Kh
ض
Dh
ك
K
Y ي L ل Th ط D د
2. Vokal
Vokal Pendek Contoh Vokal Panjang Contoh Vokal Rangkap
_
- - - - -
A
جلد
ا
Ȃ
راس
Ai …ي
- -- - -
I
سلذ
ي
Ȋ
قيل
Au …و
و
- - - - -
U
كذر
و
Ȗ
جيور
iv
6
3. Ta Marbutah
Ta marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasroh dan
dhammah, transliterasinya adalah /t/. Sedangkan ta marbuthah yang mati
atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah /h/. Seperti kata :
Thalhah, Raudhah, Jannatu al-Na’im.
4. Syaddah dan Kata Sandang
Transliterasi tanpa syaddah dilambangkan dengan huruf yang
diberi tanda syaddah itu. Seperti kata : Nazzala, Rabbana. Sedangkan kata
sandang “al”, baik pada kata yang dimulai dengan huruf qamariyyah
maupun syamsiyyah.Contohnya : al-Markaz, al-Syamsu.
v
7
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
Sekertariat : Jl, Letkol. H. Endero Suratmin, Sukarame-Bandar Lampung, 35131 Tlp. 0721-703260
SURAT PERNYATAANKEASLIAN PENELITIAN
Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nurhadi
NPM : 1531080156
Program Studi : Psikologi Islam
Fakultas : Ushulludin dan Studi Agama
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kematangan
Emosi Dengan Penyesuaian Pernikahan Pada Pasangan Usia Dini” adalah
benar-benar merupakan skripsi hasil karya penyusunan sendiri, bukan
dipublikasikan ataupun dari saduran dari karya orang lain kecuali pada bagian
yang telah dirujuk disebut dalam mendeley note atau daftar pustaka.
Apabila dilain waktu terbukti adanya penyimpangan dalam karya ini, maka
tanggung jawab sepenuhnya pada penyusun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dimaklumi.
Wassalamu‟ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bandar Lampung, 17 Februari 2020
Yang Menyatakan
Nurhadi
NPM. 1531080156
vi
8
MOTTO
(Q.S Yusuf : 87)
Artinya : “Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang
yang kafir.”
(Q.S Al-Insyirah : 6)
Artinya : “sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan”
vii
9
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT karena atas
izin dan ridho-Nya yang telah memudahkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, penulisan skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku, ayah dan ibu (Suradi dan Suharti) yang sangat aku
hormati dan aku banggakan. Selalu menguatkan aku dengan sepenuh jiwa
raga, merawatku, memotivasiku dengan nasehat-nasehat yang luar biasa, dan
mendoakanku agar selalu ada dalam jalan-Nya. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT dan keberkahan dalam setiap langkahnya.
2. Kakak Kandung Ku, Lina Ermawati, yang senantia saselalu
mendoakanku, Berkatdoa dan dukungan baik moril maupun materil kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Kelurga Besarku kakek-nenek, pakde, paman yang selalu memberikan
dukungan yang tak henti-hentinya.
viii
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nurhadi, dilahirkan di Simpang Bayur, 30
Desember 1996. Peneliti merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari
pasangan Suradi dan Suharti.
Adapun riwayat pendidikan penulis dimulai dari SDN 1 Simpang Bayur
pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2007, SMPN 1 Sumberejo pada tahun 2008
dan lulus pada tahun 2011, SMA N 01 Sumberejo pada tahun 2011 dan lulus pada
tahun 2014.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Ushulludin dan Studi Agama
Program Studi Psikologi Islam, di Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung melalui Seleksi Penelusuran Minat Akademik (PMA) pada tahun 2015.
Bandar Lampung, 17-02-2020
Yang Membuat,
Nurhadi
1531080156
ix
11
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil‟alamin. Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan,
kesehatan dan petunjuk sehingga skripsi dengan judul “Hubungan Antara
Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian Pernikahan Pada Pasangan Usia
Dini” dapat diselesaikan. Shalawat serta salam disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, para sahabat dan pengikut-pengikutnya yang setia.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
studi pada program Strata Satu (S1) Jurusan Psikologi Islam Fakultas Ushulludin
dan Studi Agama UIN RadenIntan Lampung, tak lupa dihaturkan terimakasih
sealam-dalamnya. Secara rinci ungkapan terimakasih itu disampaikan kepada:
1. Bapak Prof.Dr.Moh.Mukri,.M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung. Yang selalu memberikan tanggapan terhadap
kesulitan mahasiswa/mahasiswinya, yang tidak hentinya memberikan
motivasi.
2. Bapak Dr. M. Afif Anshori,.M.A, selaku Dekan Fakultas Ushulludin dan
Studi Agama yang senantiasa tanggap terhadap kesulitan-kesulitan
mahasiswa.
3. Bapak Abdul Qohar,.M.Si selaku ketua jurusan Psikologi Islam Fakultas
Ushulludin dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung yang senantiasa
tanggap terhadap kesulitan-kesulitan mahasiswa.
x
12
4. Ibu Annisa Fitriani,S.Psi,.MA Selaku Sekretaris jurusan Psikologi Islam
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung yang
selalu memberikan kemudahan dalam setiap urusan administrasi yang tidak
hentinya memberikan saran kepada mahasiwa/mahasiswinya.
5. Bapak Drs.M.Nursalim Malay,.M.Si selaku dosen/pembahas utama pada
seminar proposal dan sidang munaqosah yang selalu memberikan motivasi,
kritik dan saran terhadap mahasiswa/mahasiswinya.
6. Bapak Achmad Irvan Muzni,M.Psi,.Psikolog dan Ibu Ira Hidayati,S.Psi,.M..A
selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah mengarahkan penulis
hingga penulisan ini selesai.
7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ushulludin dan Studi Agama UIN Raden Intan
Lampung yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis selama
menempuh studi di FakultasUshulludin dan Studi Agama UIN Raden Intan
Lampung. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ushulludin dan
Studi Agama dan Universitas yang telah memberikani nformasi, data,
referensi, dan lain-lain.
8. Bapak Darmawan,S.Fil.I,.M.Ag Selaku Ketua KUA Kecamatan Sumberejo
beserta Staff dan jajarannya yang telah memberikan izin, nasihat, motivasi
dan do’a kepada peneliti sehingga terlaksananya proses penelitian yang telah
membantu dalam pengumpulan data.
xi
13
9. Sahabat yang selalu member semangat dan nasehat yang luar biasa kepada
penulis sehingga terselesainya tugas akhir ini, Amir Ma’aruf dan Tri
Widodo,S.E
10. Sahabat terbaik yang selalu memberikan suport terbaik secara moril maupun
materil sehingga terselesainya tugas akhir ini, Dimas Shoumanjaya, Ambar
Pujo Utomo,S.H dan Yudi Handoko,A.Md.Pi
11. Teman-teman jurusan Psikologi Islam C, Selama kuliah Gus Maruf
Bimantoro, Naufal Mudhofar, Atra Jaya, Ade Sanjaya,S.Psi Andi Yulianto,
Sinta Novalia,S.Psi Annisa Huda Mawarni,S.Psi Meida Eliza,S.Psi Regita
Cahyani,S.Psi Reno Marizka,S.Psi Dzuha Dzuriah, Sofyan Syah yang selalu
memberikan bantuan, semangat dan selalu menebarkan kecerian, teman UIN
RadenIntan Lampung angkatan 2015 dan teman-teman lainnya yang telah
membantu dan memotivasi penulis agar penulian skripsi ini cepat
diselesaikan.
12. Sahabat Masa Lalu, penulis ucapkan terimakasih yang telah memberikan
dorongan semangat hidup yang luar biasa hebat, selalu menebarkan keceriaan
selama proses perkuliahan hingga menyelesaikan tugas akhir, Apriliana
Latifah,A.Md.Keb , Sarah Novioleza,A,Md.Anls , Siti Hatipah,S.Pd , Yessi
Dona Putri,A.Md.Kom , Siti Hanifah,S.Pd , Mariska,A.Md.Kom , Firda Ovita
Sanjaya, Anding Oktaviani,S.P , Refri Jesilia Putri,A.Md.Kep , Septi Della
Wati , Indah Sari Maulida,A.Md.Kep
13. Rekan – rekan seperjuangan kontrakan Bapak H.Alamsyah, yang telah
memberikan motivasi luar biasa, Hartono Ali,S.Pd , Bagus Erie
xii
14
Wicaksono,S.Pd , Ivan Aziz Abdilah,S.Pd , Arief Akmal Hakim,A.Md.Kep ,
Siti Prihatin,S.Pd , Hengki Prayogi, Yoga Prasetyo, Katon Galang Taruna,
Teguh Sumanto, Firman Aiziz, Reza Pahlevi, Laurensius Vandi, Rendi.
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang telah
banyak berjasa memberikan bantuan baik secara moril dan materil selama
proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal itu tidak lain disebabkan keterbatasan waktu, dana
kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu kepada para pembaca kiranya
dapat memberikan masukan dan saran guna melengkapi hasil penelitian ini.
Peneliti berharap hasil penelitian ini akan menjadi sumbangan yang berarti dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 17-02-2020
Penulis
Nurhadi
xiii
15
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUl . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHANiv PEDOMAN TRANSLITERASI ..................... v
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .............................................. vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... viii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ ix
KATA PENGANTAR.... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . x
DAFTAR ISI .................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 10
C. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Pernikahan ...................................................................... 12
1. Pengertian Penyesuaian Pernikahan ............................................. 12
2. Aspek-aspek Penyesuaian Pernikahan ......................................... 13
3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan ................ 16
4. Pasangan Usia Dini ...................................................................... 19
B. Kematangan Emosi ............................................................................. 20
1. Pengertian Kematangan Emosi .................................................... 20
2. Aspek-aspek Kematangan Emosi ................................................. 21
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi ........................ 23
C. Penyesuaian Pernikahan Pada Pasangan Usia Dini Menurut Perspektif
Islam .................................................................................................... 25
xiv
16
D. Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian Pernikahan
....................................................................................................... 36
E. Kerangka Berfikir ................................................................................ 37
F. Hipotesis ............................................................................................. 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................... 40
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 40
1. Penyesuaian Pernikahan ............................................................... 40
2. Kematangan Emosi ..................................................................... 41
C. Subjek Penelitian ................................................................................. 42
1. Populasi Penelitian ......................................................................... 42
2. Sampel Penelitian ........................................................................... 42
D. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 43
1. Skala Penyesuaian Pernikahan ....................................................... 43
2. Skala Kematangan Emosi .............................................................. 44
E. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ....................................................... 45
1. Uji Validitas ................................................................................... 45
2. Uji Reliabilitas ............................................................................... 45
F. Metode Analisis Data ......................................................................... 46
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan .......................................................... 47
1. Orientasi Kancah ............................................................................ 47
2. Persiapan Penelitian........................................................................ 48
3. Persiapan Alat Ukur ....................................................................... 49
B. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 53
1. Pengumpulan Data.......................................................................... 53
2. Pelaksanaan Skoring ....................................................................... 53
C. Hasil Penelitian ................................................................................... 54
1. Uji Instrumen Validasi dan Reliabilitas ......................................... 54
2. Deskripsi Data Penelitian ............................................................... 56
3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ............................................ 57 xv
17
4. Uji Asumsi ...................................................................................... 59
a. Uji Normalitas .......................................................................... 59
b. Uji lineeritas ............................................................................. 60
5. Uji Hipotesis ................................................................................... 61
D. Pembahasan ......................................................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 66
B. Saran .................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68
LAMPIRAN
xvi
18
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Blue Print Penyesuaian Pernikahan ................................................44
Tabel 2 Blue Print Kematangan Emosi....................................................... 45
Tabel 3 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin .................................. 47
Tabel 4 Distribusi Aitem Skala Kematangan Emosi Valid dan Gugur … 54
Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Pernikahan Valid dan Gugur
................................................................................................................55
Tabel 6 Deskripsi Data Penelitian................................................................56
Tabel 7 Kategorisasi Kematangan Emosi ................................................... 57
Tabel 8 Kategorisasi Penyesuaian Pernikahan............................................ 58
Tabel 9 Hasil Uji Normalitas .......................................................................59
Tabel 10Hasil Uji LInieritas........................................................................ 60
Tabel 11 Hasil Uji Hipotesis ....................................................................... 61
xvii
19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran. 1 Rancangan Kedua Skala Penelitian
Lampiran. 2 Distribusi Data Uji Coba
Lampiran. 3 Validitas Dan Reabilitas Hasil Uji Coba Kedua Skala
Lampiran. 4 Blue PrintKedua Skala
Lampiran. 5 Data Skor Penelitian
Lampiran. 6 Tabulasi Data Penelitian
Lampiran. 7 Hasil Uji Asumsi
Lampiran. 8 Hasil Uji Hipotesis
Lampiran. 9 Surat Perizinan Penelitian
Lampiran. 10 Kartu Konsultasi
Lampiran. 11 Dokumentasi
Lampiran. 12 Turnitin
xviii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena pernikahan diusia dini masih sangat tinggi, hal tersebut terlihat
berdasarkan data SUSENAS (Kemenpppa, 2018) pada tahun 2018 sekitar 39,17%
atau 2 dari 5 anak pernah melakukan pernikahan sebelum usia 15 tahun, sekitar
37,91% menikah diusia 16 tahun dan 22,92% menikah diusia 17 tahun dan
berdasarkan laporan UNICEF (Kemenpppa, 2018) Indonesia merupakan negara
dengan angka perikahan anak tertinggi ketujuh di dunia yaitu sebesar 457,6 ribu
perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 15 tahun.
Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum
siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman dalam Puji Lestari, 2009).
Menurut Riyadi (2010), pernikahan dini adalah pasangan suami istri yang masih
sangat muda dan belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan
dalam melakukan pernikahan. Pernikahan dini sendiri adalah pernikahan yang
dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan
remaja yang berusia dibawah 19 tahun. Menurut Zainul Anwar (2016), pernikahan
usia dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh usia dini antara laki-laki dengan
perempuan yang mana usia mereka belum ada 20 tahun, berkisar antara 17-18
tahun.
Menurut BKKBN (2010), pernikahan usia dini adalah pernikahan yang
dilakukan di bawah usia 21 tahun. Wanita yang masih berumur kurang dari 21
tahun cenderung belum siap karena kebanyakan diantara mereka lebih
2
memikirkan bagaimana mendapatkan pendidikan yang baik dan bersenang-
senang. Laki-laki minimal 25 tahun, karena laki-laki pada usia tersebut kondisi
psikis dan fisiknya sangat kuat, sehingga mampu menopang kehidupan keluarga
untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan sosial.
Peraturan Undang-undang No.16 tahun 2019 tentang pernikahan pasal 7
ayat 1 menjabarkan bahwa pernikahan yang dianggap sah menurut hukum
indonesia hanya di izinkan jika calon mempelai pria telah berusia 19 Tahun dan
mempelai wanita telah berusia 19 tahun. Undang – undang tersebut turut
menjelaskan bahwa pernikahan merupakan ikatan suami – istri secara lahir batin,
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Undang-Undang Pernikahan/No.16
tahun 2019).
Menurut Verma dan Tawalar (2015) Pernikahan adalah penyatuan atau
penggabungan dimana seorang pria dan wanita hidup sebagai suami istri dengan
komitmen hukum dan agama. Menurut Vires (Arshad dkk, 2014) Pernikahan itu
tidak hanya sekedar cinta, pernikahan berawal dari pasangan yang masih berusia
muda hingga akhirnya tua bersama, selama itu berlangsung banyak kebahagiaan
dan kesedihan dilalui bersama. Dengan begitu dalam pernikahan juga mengalami
beberapa masalah dari yang kecil hingga yang besar, sehingga dalam pernikahan
tidak hanya soal cinta. Dalam menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera,
damai, tentram dan kekal sebagaimana firman Allah S.W.T dalam Qs.Ar-Rum :
Ayat 21:
3
Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Sayid Qutb (Muslim Arma, 2018) menafsirkan surat ar-Rum : 21, ia
berpendapat bahwa penciptaan dua pasangan tersebut dalam bentuk yang sesuai
bagi satu sama lain. Penciptaan pasangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan
fitrahnya: kejiwaan, rasio dan fisik. Sehingga bisa mendapatkan pada
pasangannya rasa tenang, tentram, dan damai. Adanya pasangan juga akan
menemukan dalam pasangannya rasa tenang dan saling melengkapi juga cinta dan
kasih sayang. Hal ini karena susunan jiwa, saraf, dan fisik bersifat saling
memenuhi kebutuhan masing-masing terhadap pasangannya. Kesatuan dan
pertemuan keduanya pada akhirnya untuk memulai kehidupan baru
yang tercermin dalam generasi baru (Muslim Arma, 2018).
Setiap individu yang memasuki kehidupan pernikahan akan membawa
kebutuhan, serta keinginannya masing-masing. Suami maupun istri akan
mendambakan kehidupan pernikahan yang bahagia dan puas serta berharap dapat
memenuhinya dalam institusi pernikahan (Soraiya, Khairani et al, 2016). Nancy
(2013) menjelaskan bahwa keharmonisan dalam keluarga pun menjadi dambaan
bagi setiap keluarga, tetapi hal ini pun membutuhkan usaha yang tidak mudah
4
untuk bisa didapatkan, karena untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis,
diperlukannya sebuah proses yang panjang dan membutuhkan penyesuaian yang
kompleks. Pasangan suami dan istri pun harus melakukan berbagai upaya untuk
bisa memiliki keluarga yang harmonis. Gunarsa & Gunarsa (Nancy, 2013),
menyatakan sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga
merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan, serta
puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi atau aktualisasi
diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial seluruh anggota
keluargsa. Menurut Nancy (2013), dalam kehidupan nyata, tidak semua keluarga
dapat menciptakan keluarga yang harmonis seperti yang dibayangkan banyak
orang dan banyak keluarga yang tidak harmonis yang akhirnya tidak dapat
mempertahankan hubungan pernikahan.
Konflik yang sering kali terjadi karena ketidaksiapan seseorang untuk
menerima perbedaan, misalnya seperti perbedaan kebiasaan sehari-hari, perbedaan
pola pandang, perbedaan etnis ataupun kebudayaan dari daerah asal mereka dan
tidak jarang konflik dalam rumah tangga diakibatkan oleh hal-hal yang sepele
(Sadarjoen, 2005). Menurut Sadrajoen (2005), konflik-konflik yang muncul pada
pernikahan dapat ditelusuri dari harapan-harapan kedua pasangan tentang apa
pernikahan dan apa yang seharusnya tidak terjadi pada pernikahan tersebut. Pada
umumnya, pasangan pernikahan tidak mengungkapkan harapan-harapannya
secara terbuka untuk mengidealkan setiap harapan-harapannya tentang
pernikahan. Akibatnya, harapan kedua pasangan mungkin tidak akan terpenuhi
sehingga akhirnya minimbulkan perceraian, data yang dipublis menunjukan angka
4
5
gugatan talak di kecamatan tanggamus setiap tahunnya terus meningkat, pada
tahun 2016 angka gugatan percerain sebesar 204 perkara, tahun 2017 naik sebesar
237 perkara dan pada tahun 2018 sebesar 265 perkara.
Fenomena umum selaras dengan penemuan penelitian-penelitian
sebelumnya yang mendapatkan hasil menunjukan bahwa terdapat permasalahan
terkait dengan penyesuaian pernikahan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Christina (2016) tentang penyesuaian pernikahan, subjective well being dan
konflik pernikahan mendapatkan hasil terbuktinya korelasi secara parsial antara
penyesuaian pernikahan dengan konflik pernikahan, serta hasil penelitian
terdahulu menggambarkan suatu kondisi yang menunjukkan bahwa apabila
kemampuan penyesuaian pernikahan meningkat maka konflik pernikahan akan
menurun, demikian pula sebaliknya. Kondisi ini dapat dicontohkan melalui
perilaku yang tergolong unbending stance, yaitu upaya membela diri saat konflik
terjadi atau upaya mempertahankan diri atas serangan umpatan dari pasangannya
ketika terjadi suatu perselisihan. Pihak yang mampu menyesuaikan pernikahan
akan berusaha memahami pasangannya, berusaha untuk meredam emosi, dan
menahan diri dengan menunggu waktu yang tepat untuk menyelesaikan
permasalahan tanpa merespon umpatan ataupun cacian dari pasangannya.
Dari beberapa pendapat para ahli dan penelitian terdahulu mengenai
penyesuaian pernikahan masih menjadi masalah terutama pada masalah pasangan
usia dini, tidak terkecuali masalah yang dihadapi oleh penduduk di Kecamatan
Sumberejo, Kabupaten Tanggamus mengenai penyesuaian pernikahan.
5
6
Peneliti melakukan wawancara dengan tiga pasangan suami istri yang
menikah pada usia antara 16- 21 tahun, dan usia pernikahan maksimal lima tahun.
Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan apa yang muncul
dalam penyesuaian pernikahan yang mereka jalankan, berdasarkan
wawancara pertama yang telah dilakukan pada DH (21) dan RA (20)
mendapatkan keterangan bahwa subjek mengalami permasalahan yang muncul
pada pasangan ini yaitu suami seringkali merasa tidak dihargai dan selalu
disalahkan oleh istri. Istrinya cenderung kurang peduli terhadap masalahnya
dengan suami. Istri juga lebih nyaman tinggal bersama orang tuanya. Kedua
pasangan juga belum mampu mengeluarkan kejengkelan mereka terhadap
pasangan pada saat dan situasi yang tepat.
Pada pasangan kedua yaitu YA (22) dan PA (20), dari hasil wawancara
terlihat bahwa masalah yang muncul adalah suami merasa istrinya terlalu cemburu
ketika melihat suaminya menggunakan sosial media, sedangkan istrinya seringkali
merasa jengkel ketika suaminya sibuk dengan teman-teman dan kegiatannya
sehingga melupakan istri dan anak. Kurangnya komunikasi dalam menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi sehingga seringkali terjadi kesalah pahaman antara
keduanya.
Berdasarkan wawancara dengan pasangan terakhir yaitu BS (20) dan DE
(20), diperoleh kesimpulan antara lain, suami belum mempunyai pekerjaan tetap
sehingga kebutuhan keduanya dan anak mereka seringkali juga ditanggung oleh
orang tua istri. Dikarenakan kerja suami yang serabutan, suami terkadang pulang
kerumah orang tuanya. Suami cenderung lebih temperamental dari pada istrinya.
6
7
Istri cenderung lebih pendiam. Istri lebih suka tinggal bersama ibunya dari pada
bersama mertuanya
Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan, diketahui bahwa masalah
yang diutarakan oleh ke tiga pasangan tersebut relatif sama, seperti suami tidak
dihargai oleh istri, suami yang lebih temperamental dan memilih pergi ketika
sedang dalam masalah, suami terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga
membuat istrinya kesal, istri lebih suka mengungkapkan perasaannya lewat media
sosial, dan juga suami yang belum mempunyai pekerjaan tetap sehingga biaya
hidup masih ditanggung oleh mertua. Jika dilihat fenomena masalah tersebut
terlihat bahwa kurangnya penyesuaian pernikahan yang dilakukan oleh kedua
pasangan tersebut.
Walgito (2012) menyebutkan bahwa agar penyesuaian dalam kehidupan
pernikahan dapat berjalan secara baik, maka pasangan suami istri harus telah
matang secara psikologis, suami istri diharapkan memiliki kematangan
emosi yang tinggi yaitu memiliki emosi yang stabil, mandiri, menyadari
tanggung jawab, terintegrasi segenap komponen kejiwaan, mempunyai tujuan
dan arah hidup yang jelas, produktif-kreatif dan etis-religius. Kematangan
emosi merupakan kondisi dimana individu memiliki kontrol diri yang baik,
mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang
dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam
orang dan situasi serta memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang
dihadapi (Hurlock, 2010).
7
8
Hurlock (2010) menjelaskan bahwa penyesuaian pernikahan adalah
penyesuaian yang dilakukan antara suami dan istri dengan melakukan
penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan keluarga
dari pihak pasangan. Sedangkan menurut Laswell (Sulistya, 2009) berpendapat
bahwa konsep penyesuaian pernikahan mengandung dua pengertian yang tersirat,
yaitu adanya hubungan mutualisme (saling menguntungkan) antara pasangan
suami istri untuk memberi dan menerima (menunaikan kewajiban dan menerima
hak), serta adanya proses saling belajar antara dua individu untuk
mengakomodasi kebutuhan, keinginan dan harapannya dengan kebutuhan,
keinginan dan harapan dari pasangannya. Spanier (Shehan, 2003) menyebutkan
bahwa penyesuaian dalam pernikahan merefleksikan perasaan dan pertanyaan
tentang bagaimana interaksi, komunikasi dan konflik yang dialami oleh pasangan
suami istri.
Hurlock (2010) mengatakan bahwa ada beberapa kondisi yang
berpengaruh terhadap sulitnya seseorang dalam melakukan penyesuaian
pernikahan antara lain persiapan yang terbatas untuk menuju pada pernikahan,
peran dalam pernikahan, nikah usia dini, konsep yang tidak realistis tentang
pernikahan, masa pacaran yang singkat, konsep pernikahan yang romantis.
Menurut Adhim (2002) menyebutkan kematangan emosi merupakan salah
satu faktor yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan di usia
dini. Mereka yang memiliki kematangan emosi ketika memasuki pernikahan
cenderung lebih mampu mengelola perbedaan yang ada diantara mereka.
Ditambahkan Chaplin (2011), kematangan emosi adalah suatu keadaan atau
8
9
kondisi untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional seperti
anak-anak, kematangan emosional seringkali berhubungan dengan kontrol emosi.
Walgito (2012) mengatakan bahwa, kematangan emosi merupakan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara obyektif pada seseorang yang
dipengaruhi oleh kematangan emosi yang dimiliki. Seseorang yang memiliki
kematangan emosi yang baik, akan menerima keadaan, baik diri sendiri maupun
orang lain, tidak impulsive, dapat mengontrol dan mengekspresikan emosi secara
baik, bersikap sabar serta memiliki tanggung jawab yang baik.
Berdasarkan uraian di atas kematangan emosi sangat dibutuhkan dalam
proses penyesuaian pernikahan pada usia dini. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Dewina Pratitis Lybertha Dan Dinie Ratri Desiningrum
(2016), tentang kematangan emosi dan persepsi terhadap pernikahan pada dewasa
awal yang mendapatkan hasil terdapat hubungan positif antara kematangan emosi
dengan persepsi terhadap pernikahan pada usia dewasa awal. Semakin tinggi
kematangan emosi yang dimiliki individu, maka semakin positif persepsi terhadap
pernikahan pada diri individu. Demikian pula sebaliknya, jika kematangan emosi
yang dimiliki individu rendah, maka persepsi terhadap pernikahan pada diri
individu menjadi negatif. Kematangan emosi memberikan sumbangan efektif
sebesar 12,4% terhadap persepsi terhadap pernikahan. Penelitian ini juga diperukat
oleh penelitian yang dilakukan oleh shella lyana (2016) tentang hubungan
kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan pada pasangan usia dini
yang mendapatkan hasil terdapat pengaruh yang signifikan antara kematangan
emosi terhadap penyesuaian perkawinan pada pasangan usia dini di wilayah
9
10
Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kematangan
emosi dengan penyesuaian pernikahan pada pasangan usia dini?
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan penyesuaian
pernikahan pada pasangan usia dini.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis :
Hasil Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
manfaat serta memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya
wawasan yang berguna dalam bidang Psikologi, khusunya
psikologi perkembangan dan psikologi sosial, terutama mengenai
kematangan emosi dengan penyesuaian pernikahan pada pasangan usia dini.
2. Manfaat Praktis:
a. Bagi Pasangan Usia Dini
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai pentingnya kematangan emosi dalam penyesuaian
pernikahan usia dini.
b. Bagi Lembaga/Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai evaluasi
dan/atau acuan bagi instansi/lembaga terkait dalam mengkaji ulang aturan
terkait batasan usia perkawinan melihat bahwa telah banyak dari berbagai
10
11
kalangan agar aturan tentang usia pernikahan tersebut direvisi karena tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam
melakukan kajian dan penelitian dengan pokok permasalahan yang sama
serta sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Pernikahan
1. Pengertian Penyesuaian Pernikahan
Menurut Hurlock (2010), penyesuaian pernikahan adalah proses
adaptasi suami dan istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah
terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses
penyesuaian pernikahan, sekaligus upaya untuk mencapai keberhasilan dalam
interaksi dengan orang lain dan lingkungannya, manusia diharapkan dapat
mengerti dan memahami orang lain. Sedangkan pernikahan menurut Duvall
dan Miller (2015) adalah hubungan pria dan wanita yang diakui dalam
masyarakat yang melibatkan hubungan seksual, penguasaan dan hak
mengasuh anak serta menetapkan pembagian tugas masing-masing sebagai
suami dan istri. Penyesuaian dalam pernikahan adalah suatu proses yang
bergerak secara kontinum dan sebagai cara untuk menilai suatu pernikahan
(Spanier, 2013).
Sedangkan menurut Laswell (Sulistya, 2009) berpendapat bahwa
konsep penyesuaian pernikahan mengandung dua pengertian yang tersirat,
yaitu adanya hubungan mutualisme (saling menguntungkan) antara pasangan
suami istri untuk memberi dan menerima (menunaikan kewajiban dan
menerima hak), serta adanya proses saling belajar antara dua individu untuk
mengakomodasi kebutuhan, keinginan dan harapannya dengan kebutuhan,
keinginan dan harapan dari pasangannya.
13
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian pernikahan adalah proses adaptasi suami dan istri, dimana
suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan
konflik dengan baik dan adanya hubungan mutualisme (saling
menguntungkan) antara pasangan suami istri untuk memberi dan menerima
(menunaikan kewajiban dan menerima hak).
2. Aspek-Aspek Penyesuaian Pernikahan
Menurut Hurlock (2010) mengungkapkan 4 aspek dalam penyesuaian
pernikahan, yaitu:
a. Penyesuaian dengan pasangan, dalam pernikahan hubungan
interpersonal memainkan peran yang penting. Semakin banyak
pengalaman dalam hubungan interpersonal suami istri pada masa lalu
maka mereka akan semakin mampu mengembangkan wawasan sosial,
mau bekerja sama dengan orang lain dan mampu menyesuaikan diri
dengan baik dalam pernikahannya.
b. Penyesuaian seksual, penyesuaian ini merupakan salah satu
penyesuaian yang paling sulit dalam pernikahan dan salah satu sebab yang
mengakibatkan pertengkaran dan ketidak bahagiaan pernikahan apabila
kesepakatan mengenai hal ini tidak dapat tercapai dengan memuaskan.
Biasanya pasangan tersebut belum mempunyai cukup pengalaman awal
yang berhubungan dengan penyesuaian ini dan cenderung kurang mampu
untuk mengendalikan emosi.
14
c. Penyesuaian keuangan, adanya uang dan kurangnya uang memiliki
pengaruh yang besar terhadap penyesuaian pasangan suami istri dalam
pernikahan. Banyak istri yang tersinggung karena dianggap tidak mampu
mengendalikan uang yang digunakan untuk melangsungkan hidup
keluarga. Sedangkan suami juga merasa sulit untuk menyesuaikan diri
dengan keuangan, terutama jika istrinya bekerja setelah mereka menikah
dan terpaksa berhenti bekerja ketika anak mereka lahir, bukan hanya
pendapatan mereka berkurang, tetapi suami harus mampu menutupi semua
pengeluaran dengan pendapatannya.
d. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan, dengan pernikahan orang
dewasa secara otomatis akan memperoleh anggota keluarga baru, mereka
adalah anggota keluarga pasangan dengan usia, pendidikan, budaya dan
latar belakang yang berbeda-beda. Suami istri harus mempelajari dan
menyesuaikan diri bila tidak ingin memiliki hubungan yang tegang dengan
sanak saudara mereka.
Sedangkan ada empat aspek dalam penyesuaian pernikahan menurut
German (Dessy Christina, 2016) yang dapat mempengaruhi keberhasilan
suami dan istri dalam melakukan penyesuaian pernikahan diantaranya adalah :
a. Dyadic consensus atau kesepakatan
Dyadic consensus adalah kesepahaman atau kesepakatan antar
pasangan dalam berbagai masalah dalam perkawinan seperti keuangan,
rekreasi, keagamaan. Perkawinan mempertemukan dua orang dengan
ciri-ciri pribadi, nilai-nilai yang dianut, dan berbagai karakteristik pribadi
15
yang berbeda. Kedua individu yang berbeda ini akan menghadapi
konflik-konflik dalam berbagai aspek kehidupan perkawinan mereka,
sehubungan dengan perbedaan diantara mereka.
Kesepakatan yang terjalin dalam perkawinan akan menemukan
berbagai permasalahan-permasalahan yang harus diputuskan, seperti
mengatur anggaran belanja dan bagaimana membagi tugas-tugas rumah
tangga, dan pasangan akan menyadari bahwa mereka mempunyai
perbedaan perspektif terhadap berbagai hal.
b. Dyadic cohesion atau kedekatan
Dyadic cohesion atau kedekatan adalah seberapa banyak pasangan
melakukan berbagai kegiatan secara berasama-sama dan menikmati
kebersamaan yang ada. Banyaknya waktu yang dihabiskan bersama akan
mempengaruhi kepuasaan individu terhadap perkawinan.
Jhonson (Dessy Christina, 2016) menyatakan bahwa sumber
kedekatan bagi suami dan istri yaitu ketika suami dan istri dapat berbagi
tentang pengalaman-pengalaman di antara pasangan yang berlangsung
selama bertahun-tahun, baik itu pengalaman kegagalan atau pengalaman
kesuksesan.
c. Dyadic satisfaction atau kepuasan
Dyadic satisfaction atau derajat kepuasan dalam hubungan adalah
bagaimana suami dan istri mampu melaksanakan peran dalam rumah
tangga dengan baik.
16
Blumstein (Dessy Christina, 2016) menyatakan bahwa pasangan
yang baru menikah akan melakukan proses identity bargaining dimana
wanita atau pria akan saling menyesuaikan diri kembali dengan
pasangannya ketika menemukan hal yang tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh wanita atau pria kepada pasangannya.
d. Affectional expression atau ekspresi
Afeksi adalah kesepahaman dalam menyatakan perasaan dan
hubungan seks maupun masalah yang ada mengenai hal-hal tersebut.
Bagi beberapa orang tidak mudah untuk membiarkan orang lain
mengetahui siapa mereka, apa yang mereka rasakan atau apa yang
mereka pikirkan. Mereka mungkin takut jika orang lain benar-benar
mengetahui bagaimana diri mereka, sehingga ada rasa takut dalam diri
mereka untuk ditolak oleh lingkungan dan orang-orang yang dicintainya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dalam
penyesuaian pernikahan yaitu penyesuaian dengan pasangan,
penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan
pihak keluarga pasangan.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan
Menurut Walgito (2012) peranan faktor psikologis dalam
pernikahan, yaitu :
a. Kematangan emosi dan fikiran
Kematangan emosi dan fikiran akan saling kait mengkait.
Dengan kematangan emosi diharapkan individu akan dapat berfikir
17
secara baik, serta melihat persoalan secara obyektif dalam
kehidupan pernikahannya.
b. Sikap toleransi
Dengan kematangan emosi, dan kematangan cara
berfikir, maka diharapkan seseorang akan mempunyai sikap
toleransi yang baik, toleransi antara suami dan istri. Dengan
adanya sikap toleransi ini berarti antara suami dan istri memiliki
sikap saling menerima dan saling memberi, saling tolong
menolong, serta masing-masing harus siap dan sedia berkorban
untuk kepentingan keluarga yang dibinanya.
c. Sikap saling toleransi antara suami dan istri
Dengan adanya sikap toleransi dalam keluarga, maka akan
tumbuh sikap saling toleransi antara suami dan istri, misalnya
saling hormat- menghormati. Dalam sebuah keluarga harus
dihidupkan sikap saling toleransi antara suami dan istri, jadi tidak
hanya dari istri saja ataupun dari suami saja. Sikap saling
toleransi ini akan dapat dilaksanakan kalau masing-masing
pihak, yaitu suami dan istri dapat menyadari sepenuhnya tentang
keadaan masing-masing. Dengan adanya sikap saling toleransi
antara suami dan istri , maka kebutuhan-kebutuhan psikologis akan
dapat dipenuhi.
18
d. Sikap saling pengertian antara suami-istri
Antara suami dan istri dituntut adanya sikap saling
pengertian satu dengan yang lain. Dengan begitu, masing-masing
pihak akan saling mengerti akan kebutuhannya, saling mengerti
akan kedudukan dan peranannya masing-masing, sehingga
dengan demikian diharapkan keadaan keluarga dapat
berlangsung dengan tentram dan aman.
e. Sikap saling dapat menerima dan memberikan cinta kasih
Dalam kehidupan keluarga sikap saling menerima dan
memberikan cinta kasih perlu juga dipikirkan dan dilaksanakan.
Begitu pula pada pasangan suami dan istri rasa cinta kasih, kasih
sayang dapat diekspresikan dalam berbagai macam bentuk, yang
kadang-kadang dimanifestasikan dalam bentuk adanya “attention”
dari masing-masing pihak.
f. Sikap saling percaya mempercayai
Dalam kehidupan berkeluarga baik suami ataupun istri
harus dapat menerima dan memberikan kepercayaan kepada
keluarga dan dari masing-masing pihak. Suami harus dapat
menerima kepercayaan yang diberikan oleh istri dan dapat
memberikan kepercayaan kepada istri, begitu pula sebaliknya.
Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus bagi pasangan
yang baru menikah. Biasanya pada tahun-tahun pertama menikah
masih merupakan waktu untuk mengadakan penyesuaian, waktu
19
untuk mengadakan orientasi lebih dalam dari masing-masing
pihak. Oleh karena itu, sikap saling percaya mempercayai sangat
penting untuk dipelajari bagi pasangan yang baru menikah.
Menurut Anjani & Suryanto (2006), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan yaitu ada faktor
pendukung dan faktor Penghambat. Faktor pendukung yaitu
keinginan untuk membahagiakan pasangan, memberikan perhatian
perhatian kecil, meluangkan waktu untuk keluarga, memiliki
panggilan khusus atau membantu mengerjakan tugas rumah
tangga, toleransi, keterbukaan, kepercayaan. Faktor penghambat,
yaitu tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan
pasangan, tidak berinisiatif, tidak saling menerima tugas-tugas
yang telah disepakati, campur tangan keluarga yang sangat kuat,
serta bersikukuh pada pendapat dan pemikiran masing-masing.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yangmempengaruhi
penyesuaian pernikahan adalah kematangan emosi, sikap toleransi, sikap
saling pengertian, sikap saling dapat menerima dan memberi cinta
kasin, sikap saling percaya mempercayai.
4. Pasangan Usia Dini
Yang dimaksud pasangan usia dini dalam penelitian ini adalah
suatu pasangan yang menikah diusia dini yaitu pasangan antara laki-laki
dan perempuan yang belum memenuhi syarat usia nikah yang ditentukan
berdasarkan Peraturan Undang-undang No.16 tahun 2019 tentang
20
pernikahan pasal 7 ayat 1 menjabarkan bahwa pernikahan yang dianggap
sah menurut hukum indonesia hanya di izinkan jika calon mempelai pria
telah berusia 19
Tahun dan mempelai wanita telah berusia 19 tahun. Undang
– undang tersebut turut menjelaskan bahwa pernikahan merupakan ikatan
suami – istri secara lahir batin, dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. (Undang-Undang Pernikahan/No.16 tahun 2019).
Menurut Aimatun (2009), pasangan usia dini adalah pasangan yang
melakukan pernikahan yang dilakukan oleh usia dini antara laki-laki
dengan perempuan yang mana usia mereka belum ada 21 tahun, berkisar
antara 17-18 tahun.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
pasangan usia dini dapat diartikan sebagai pasangan suami dan istri yang
melangsungkan pernikahan dibawah usia 19 tahun bagi calon pengantin.
5. Pernikahan Usia Dini Menurut Perspektif Islam
Sebuah hadis diredaksikan sebagai berikut, yang diriwayatkan oleh
Abu Ya’la dalam al Musnad mengenai pernikahan usia dini menurut
islam :
إ ذا زتوج أحدكم جع شيطانه يقول يا ويله عصم ابن مدآ مىن ثثلي دينه
“Siapapun pemuda yang menikah diusia mudanya, maka setan berteriak:”Aduh, hancur diriku! Aduh, hancurnya aku! Dia telah
menjaga agamanya dariku ”.
21
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam al Musnad (III/37,
nomor hadis: 2041), Khathib al Baghdadi dalam at Tarikh
(VIII/32), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (XX/27) dan
Thabarani dalam Mu‟jam al Ausath (IV/375, nomor hadis:4475) dari
sahabat Jabir.
Adapun penguat makna hadis di atas adalah atsar
sebagaimana berikut :
“Barang siapa yang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh dari imanya, maka bertaqwalah kepada
Allah dalam separuh keduanya”.(HR. Thabari).
“Wahai para pemuda, barang siapa dari kalian yang mampu ongkos nikah, maka hendaklah ia menikah, karena itu lebih bisa
memejamkan mata dan menjaga farji” (HR. Bukhari dan Muslim.
Hadis dan Atsar di atas menunjukkan satu pengertian, bahwa
menikah pada usia muda atau segera menikah tatkala menemukan biaya
menikah adalah anjuran agama. Karena dengan menikah ia lebih bisa
menjaga mata dan kemaluannya dari melakukan hal-hal yang
terlarang. Berdasarkan penelaahan, setidaknya terdapat tiga tipe
pengamalan ajaran Islam dalam hal pernikahan. Adapun ketiga tipe
pedoman atau asas tersebut diantaranya : asas absolut abstrak, asas
selektivitas, dan asas legalitas. Asas absolute abstrak, yaitu suatu asas
dalam hukum perkawinan dimana jodoh atau pasangan suami istri itu
sebenarnya sejak dulu sudah ditentukan oleh Allah atas permintaan
manusia yang bersangkutan. Asas selektivitas, yaitu suatu asas dalam
suatu perkawinan dimana seorang yang hendak menikah itu harus
22
menyeleksi lebih dulu dengan siapa ia boleh menikah dan dengan siapa
dia dilarangnya. Asas legalitas, yaitu suatu asas dalam perkawinan
yang wajib hukumnya untuk mencatatkan pernikahan agar sah secara
hukum negara.
Dasar perkawinan menurut kompilasi hukum Islam tentang
pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghaliidzhan untuk
menaati perintah Allah dan melakukanya merupakan ibadah. Perkawinan
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah. Perkawinan adalah sah, apabila diakukan
menurut hukum sesuai dengan Peraturan Undang-undang No.16 tahun
2019 tentang pernikahan pasal 7 ayat 1 menjabarkan bahwa pernikahan
yang dianggap sah menurut hukum indonesia hanya di izinkan jika calon
mempelai pria telah berusia 19 Tahun dan mempelai wanita telah berusia
19 tahun. Undang – undang tersebut turut menjelaskan bahwa pernikahan
merupakan ikatan suami – istri secara lahir batin, dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. (Undang-Undang Pernikahan/No.16 tahun
2019).
Hukum umum tersebut yang terpenting adalah kewajiban
memenuhi syarat-syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan. Kesiapan
nikah dalam tinjaun fiqih paling tidak diukur dengan 3 (tiga) hal, yaitu
(Uswatun Khasanah, 2014) :
23
a. Kesiapan ilmu
Pandangan Islam tentang pernikahan dini yaitu kesiapan
tentang pemahaman hukum-hukum fiqih yang berkaitan dengan
urusan pernikahan, baik hukum sebelum menikah, seperti hukum
khitbah (melamar), pada saat nikah, seperti syarat dan rukun aqad
nikah, maupun sesudah nikah, seperti hukum nafkah, thalak, dan
ruju`. Syarat pertama ini didasarkan pada prinsip bahwa fardhu ain
hukumnya bagi seorang muslim mengetahui hukum-hukum perbuatan
yang sehari-hari dilakukannya atau yang akan segera dilaksanakannya.
Selain itu kewajiban menuntut ilmu tidak boleh dilalaikan. Sebab, di
samping menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.
b. Kesiapan materi/harta
Dimaksud harta di sini ada dua macam, yaitu harta sebagai
mahar (mas kawin) (lihat QS An Nisaa`: 4) dan harta sebagai
nafkah suami kepada isterinya untuk memenuhi kebutuhan
pokok/primer (al hajat al asasiyah) bagi isteri yang berupa sandang,
pangan, dan papan (lihat QS Al Baqarah: 233, dan Ath Thalaq: 6).
Mengenai mahar, sebenarnya tidak mutlak harus berupa harta secara
materil, namun bisa juga berupa manfaat, yang diberikan suami
kepada isterinya, misalnya suami mengajarkan suatu ilmu kepada
isterinya. Adapun kebutuhan primer, wajib diberikan dalam kadar
yang layak (bi al ma‟ruf) yaitu setara dengan kadar nafkah yang
24
diberikan kepada perempuan lain semisal isteri seseorang dalam
sebuah masyarakat.
c. Kesiapan fisik/kesehatan
Khususnya bagi laki-laki, yaitu maksudnya mampu
menjalani tugasnya sebagai laki-laki, tidak impoten. Imam Ash
Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam juz III hal. 109
menyatakan bahwa al ba`ah dalam hadits anjuran menikah untuk
para syabab di atas, maksudnya adalah jima‟. Khalifah Umar bin
Khaththab pernah memberi tangguh selama satu tahun untuk berobat
bagi seorang suami yang impoten. Ini menunjukkan keharusan
kesiapan “fisik” ini sebelum menikah.
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum,
terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan
tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang
sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus
diadakan. Dalam suatu acara perkawinan rukun dan syaratnya tidak
boleh tertinggal. Dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak
ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang berbeda
dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam
hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya.
Sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada di luarnya dan tidak
merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun
dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun.
25
Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria
dari unsur-unsur rukun.
a. Rukun Nikah
Rukun nikah adalah sebagai berikut:
1) Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan
terlarang secara syar’i untuk menikah.
2) Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang
menggantikan posisi wali.
3) Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau
yang mewakilinya Amir (Syarifuddin, 2009).
4) Wali adalah pengasuh pengantin perempuan pada waktu
menikah atau orang yang melakukan janji nikah dengan
pengantin laki-laki.
5) Dua orang saksi, adalah orang yang menyaksikan sah atau
tidaknya suatu pernikahan.
b. Syarat Nikah
Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh kedua
mempelai tersebut adalah (Zainuddin Ali, 2007):
1) Syarat bagi calon mempelai pria antara lain beragama Islam,
laki laki, jelas orangnya, cakap bertindak hukum untuk
hidup berumah tangga, tidak terdapat halangan perkawinan.
26
2) Bagi calon mempelai wanita antara lain beragama Islam,
perempuan, jelas orangnya, dapat dimintai persetujuan, tidak
terdapat halangan perkawinan.
3) Bagi wali dari calon mempelai wanita antara lain: laki-laki,
beragama Islam, mempunyai hak perwaliannya, tidak terdapat
halangan untuk menjadi wali.
4) Syarat saksi nikah antara lain minimal dua orang saksi,
menghadiri ijab qabul, dapat mengerti maksud akad, beragama
Islam dan dewasa.
5) Syarat-syarat ijab qabul yaitu:
a) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali;
b) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria;
c) Memakai kata-kata nikah atau semacamnya;
d) Antara ijab dan qabul bersambungan;
e) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya;
f) Orang yang terkait dengan ijab tidak sedang
melaksanakan ikhram haji atau umrah;
g) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri oleh minimal
empat orang, yaitu calon mempelai pria atau yang
mewakilinya, wali mempelai wanita atau yang
mewakilinya, dan dua orang saksi.
27
c. ukum Nikah
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku taklifi
yang lima yaitu menurut (Wahyu Wisbana,2016) :
1. Wajib, bagi orang yang sudah mampu menikah sedangkan
nafsunya telah mendesak untuk melakukan persetubuhan yang
dikhawatirkan akan terjerumus dalam praktek perzinahan.
2. Sunnah, bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan
mempunyai kemampuan untuk menikah tetapi ia masih dapat
menahan diri dari berbuat haram.
3. Makruh, bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu
memberi belanja calon istrinya.
4. Mubah, bagi orang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera nikah atau karena alasan yang
mengharamkan untuk nikah.
5. Haram, bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
nafkah lahir dan batin kepada calon istrinya sedangkan
nafsunya belum mendesak.
Sesudah pelaksanaan akad nikah, kedua mempelai menandatangani
akta perkawinan yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat nikah
berdasarkan ketentuan yang berlaku, diteruskan kepada kedua saksi dan
wali. Dengan penandatanganan akta nikah dimaksud, perkawinan telah
dicatat secara resmi dan mempunyai kekuatan hukum. Akad nikah yang
demikian disebut sah atau tidak sah dapat dibatalkan oleh pihak lain.
28
Pernikahan merupakan suatu ikatan perjanjian antara dua insan
laki-laki dan perempuan dengan syarat-syarat adanya ijab Kabul, dua
saksi, mahar dan wali nikah. Menikah merupakan perintah Agama dan
Rasul yang patut untuk dipatuhi dan diteladani, karena sangat banyak
hikmah dan manfaat yang dapat dipetik dari sebuah pernikahan. Manusia
diciptakan Allah berpasang-pasangan agar dapat saling menyayangi,
saling menerima dan memberi antara satu dengan yang lainnya, untuk
memperoleh ketentraman jiwa dalam rangka menunjang penghambaan
kepada Allah SWT. Melaksanakan pernikahan adalah melaksanakan
perintah agama dan sekaligus mengikuti jejak dan sunnah para rasul
Allah. Karena itu, jika seseorang sudah mencukupi persyaratan untuk
menikah maka dia diperintahkan untuk melaksanakannya, karena dengan
menikah hidupnya akan lebih sempurna (Juwariyah, 2010).
Dalam pandangan Al-Qur’an, salah satu tujuan pernikahan
adalah untuk menciptakan sakinah, mawaddah, dan rahmah antara
suami, istri dan anak- anaknya. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Rum:
21:
Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di
29
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Artinya: Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang
kepadanya. Maka setelah dicampurinya (QS. Al’Araf: 189).
Jika pernikahan dilaksanakan atas dasar mengikuti perintah agama
dan mengikuti sunnah Rasul, maka sakinah, mawaddah dan rahmah yang
telah Allah ciptakan untuk manusia dapat dinikmati oleh sepasang suami
istri.
Dalam QS.Ar-Rum ayat 21, Allah menetapkan ketentuan-
ketentuan hidup suami istri untuk mencapai kebahagiaan hidup,
ketentraman jiwa, dan kerukunan hidup berumah tangga. Apabila hal itu
belum tercapai, mereka semestinya mengadakan introspeksi terhadap diri
mereka sendiri, meneliti apa yang belum dapat mereka lakukan serta
kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat. Kemudian mereka
menetapkan cara yang paling baik untuk berdamai dan memenuhi
kekurangan tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah,
sehingga tujuan pernikahan yang diharapkan itu tercapai, yaitu
ketenangan, saling mencintai dan kasih sayang (Ismatulloh, 2015).
30
Alqur’an dalam surat Al-Hujarat ayat 13 menyebut penyesuaian
dalam pernikahan, hal tersebut terlihat dalam ayat berikut ini:
Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa- bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa manusia diciptakan dengan
berbagai perbedaan akan tetapi perbedaan itu bukan untuk
dipermasalahkan atau dijadikan masalah oleh setiap manusia, akan tetapi
adanya perbedaan itu harusnya dijadikan sebagai ajang untuk saling
mengenal satu sama lain.
Diantara persoalan yang terkait dengan hablum min an-nas yang
dibahas dalam al-Qur’an adalah pernikahan. Dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) di Indonesia yang tertuang dalam undang-undang RI nomor 1
tahun 1974 pengertian dan tujuan pernikahan terdapat dalam satu pasal,
yaitu bab 1 pasal 1 menetapkan bahwa “pernikahan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk rumah tangga, keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Ahmad Rofiq,2013).
30
31
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi :
“Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sesempurna- sempurna iman orang mukmin adalah yang paling baik
akhlaqnya diantara mereka dan orang paling baik diantara kalian ialah
orang yang paling baik terhadap istrinya”. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Al-Azim al-Abadiy mengutip pendapat Ibnu Rusyd yang
menyatakan bahwa hadis itu menunjukkan salah satu contoh dari sifat
orang yang suka bergaul antara satu dengan yang lain. Namun sifat
manusia itu terbagi kepada dua , yakni yang terpuji dan yang tercela.
Sifat terpuji yang dimiliki oleh para Nabi saw, wali dan orang-orang
yang saleh seperti sabar keti ka menghadapi musibah atau sesuatu yang
dibenci, tabah menghadapi kekerasan, berbuat baik terhadap mereka,
halus tutur katanya, menj auhi segala bentuk kerusakan kasih terhadap
mereka, halus tutur katanya, dan menj auhi segala bentuk kejelekan.
Al-Hasan al -Basriy menyatakan bahwa esensi akhlaq yang baik
adalah mengerahkan tenaga untuk berbuat baik dan menghadapi cobaan
dengan wajah yang selalu berseri -seri.
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda kepada Umar
ibnul Khaththab radhiallahu „anhu, :
31
32
Artinya : Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaanseorang lelaki, yaitu istri salihah yang bila dipandang
akan menyenangkannya, bila diperintahakan menaatinya, dan bila ia
pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud).
Setiap orang diakui sebagai pemimpin yang masing-masing harus
mempertanggung jawabkan kepemimpinannya, sehingga istri tidak bisa
melepaskan tanggung jawabnya kepada suami demikian pun sebaliknya.
Secara ideal, Islam memiliki pandangan kesetaraan yang cukup
tegas mengenai hubungan dan tugas antara suami dan istri, laki -laki dan
perempuan. Pandangan kesetaraan ini dapat dilihat dalam sejumlah ayat al
-Qur’ an.
Perbedaan fungsi biol ogis laki -laki dan perempuan tidak berarti
membedakan status antara keduanya. Pada dasarnya semua manusia dari
kedua jenis kelamin itu memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai
tingkat keberagamaan yang tinggi. Semua amal bergantung kepada niat,
rukun dan tata caranya, artinmya setiap ibadah mahdah, ataupun ibadah
sosial sifatnya sangat individual di hadapan Allah swt.
Di samping hak-hak sejajar yang berhubungan dengan urusan
keluarga, sang istri juga pada dasarnya memiliki kesempatan untuk terlibat
dalam urusan – urusanpublik, baik dalam bidang pendi dikan maupun
politik. Prinsip kesetaraan, persamaan, saling membantu dan melengkapi
antara suami dan istri dalam keluarga Membentuk Keluarga Sakinah
Menurut Hadis Nabi SAW (Tasbih) ini pada akhirnyat ercermin dalam
pola pengasuhan anak menjadi tanggung jawab keduanya.
33
B. Kematangan Emosi
1. Pengertian Kematangan Emosi
Chaplin (2011) mendefinisikan kematangan emosi sebagai suatu
keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan perkembangan
emosional. Ia juga mengatakan bahwa kematangan emosi adalah suatu
keadaan atau kondisi untuk mencapai tingkat kedewasaan dari
perkembangan emosional seperti anak - anak, kematangan emosi
seringkali berhubungan dengan kontrol emosi.
Hurlock (2010) berpendapat bahwa kematangan emosi merupakan
kontrol diri yang baik yang dimiliki oleh seorang individu, mampu
mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang
dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima
beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai
dengan tuntutan yang dihadapi.
Walgito (2012) menyebutkan bahwa agar penyesuaian pernikahan
dapat berjalan secara baik, maka pasangan suami istri harus telah matang
secara psikologis. Istri diharapkan memiliki kematangan emosi yang
tinggi yaitu memiliki emosi yang stabil, mandiri, menyadari tanggung
jawab, terintegrasi segenap komponen kejiwaan, mempunyai tujuan dan
arah hidup yang jelas, produktif-kreatif.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi
adalah keadaan di mana seseorang mampu mengendalikan atau
34
mengontrol emosinya dengan tepat sesuai dengan keadaan yang sedang
dihadapi.
2. Aspek-Aspek Kematangan Emosi
Menurut Katkovsky dan Gorlow (2005) ada tujuh aspek
kematangan emosi, yaitu:
a. Kemandirian, mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan
bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
b. Kemampuan menerima kenyataan, mampu menerima kenyataan
bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang lain, mempunyai
kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang berbeda
dengan orang lain.
c. Kemampuan beradaptasi, orang yang matang emosinya mampu
beradaptasi dan mampu menerima beragam karakteristik orang serta
mampu menghadapi situasi apapun.
d. Kemampuan merespon dengan tepat, Individu yang matang emosinya
memiliki kepekaan untuk merespon terhadap kebutuhan emosi orang
lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak diekspresikan.
e. Merasa aman, individu yang memiliki tingkat kematangan emosi
tinggi menyadari bahwa sebagai mahluk sosial ia memiliki
ketergantungan pada orang lain.
f. Kemampuan berempati, mampu berempati adalah kemampuan untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami apa yang
mereka pikirkan/rasakan.
35
g. Kemampuan amarah, individu yang matang emosinya dapat
mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membuatnya marah, maka ia
dapat mengendalikan perasaan marahnya.
Menurut Walgito (NugrahaArif, 2016) yang mencakup lima aspek
antara lain sebagai berikut:
a. Kontrol emosi
Individu mampu mengontrol emosi dengan baik walaupun dalam
keadaan marah. Individu yang mampu mengontrol emosinya tidak akan
menampakan kemarahannya karena ia dapat mengatur kapan
kemarahannya bisa dimanifestasikan.
b. Realistis
Individu yang telah matang emosinya dapat realistis menerima
keadaan dirinya maupun keadaan orang lain apa adanya, sesuai dengan
keadaan objektifnya.
c. Tidak impulsif
Orang yang telah matang emosinya pada umumnya tidak bersifat
impulsif. Ia mampu merespon stimulus dengan cara berpikir baik, dapat
mengatur pikirannya untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus
yang mengenainya. Orang yang bersifat impulsif akan bertindak segera
sebelum dipikirkan dengan baik, suatu pertanda bahwa, emosinya belum
matang.
36
d. Tanggun jawab dan ketahanan menghadapi tekanan mempunyai tanggung
jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustrasi
dan akan menghadapi masalah dengan penuh perhatian
e. Objektif
Seseorang yang matang emosinya mampu berpikir dan bertindak
secara objektif, sehingga orang tersebut akan bersifat sabar dalam berpikir
dan bertindak, penuh pengertian dan pada umumnya memiliki toleransi
yang cukup baik terhadap orang lain.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dalam
kematangan emosi adalah kontrol emosi, realistis, tidak impulsif, tanggung
jawab dan objektif.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Hurlock (2010) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kematangan emosi adalah kasih sayang, cinta, kegembiraan, kebahagiaan
serta perasaan aman yang akan membantunya didalam menghadapi
masalah dan dalam usahanya mempertahankan keseimbangan emosi.
Harlock (2010) mengungkap bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kematangan emosi seseorang antara lain:
a. Pola asuh orang tua
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam
kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan diri sebagai
makhluk sosial. Karena keluarga merupakan kelompok sosial
yang pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari
37
pengalamannya berinteraksi didalam keluarga ini akan
menentukan pola perilaku anak terhadap orang lain di dalam
lingkungannya. Dalam pembentukkan kepribadian anak, keluarga
mempunyai pengaruh yang besar. Cara orang tua mempelakukan
anak-anaknya akan memberikan akibat yang mendalam dan
permanen pada kehidupan anak.
b. Pengalaman traumatik
Pengalaman traumatik masa lalu dapat mempengaruhi
perkembangan emosi seseorang. Rasa takut dan sikap terlalu
waspada yang ditimbulkan dapat berlangsung seumur hidup.
Kejadian-kejadian traumatik tersebut dapat bersumber dari
lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga.
c. Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang
berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan
perempuan. Peran jenis maupun tuntutan sosial berpengaruh
terhadap adanya perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya.
d. Usia
Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseoran
sejalan dengan pertambahan usianya. Hal ini dikarenakan
kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan
kematangan fisiologis seseorang. Ketika usia semakin tua, kadar
hormonal dalam tubuh turut berkurang, sehingga mengakibatkan
38
penurunan pengaruhnya terhadap kondisi emosi. Namun, hal ini
tidak menutup kemungkinan seseorang yang sudah tua, kondisi
emosinya masih seperti orang muda yang cenderung meledak-
ledak. Kelainan tersebut dapat terjadi akibat dari pengaruh
makanan yang banyak merangsang terbentuknya kadar hormonal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kematangan emosi adalah kasih sayang, cinta,
kegembiraan, kebahagiaan serta rasa aman yang diberikan orang tua
kepada anak yang akan digunakan untuk menghadapi masalah,
pengalaman masa lalu, jenis kelamin dan usia.
C. Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian
Pernikahan
Menurut Hurlock (2010), penyesuaian pernikahan adalah proses adaptasi
suami dan istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan
menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian pernikahan
sehingga diharapkan mampu mempunyai kontrol diri, mengespresikan emosi yang
baik dengan kondisinya. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya konflik sehingga
dapat menyesuaikan dengan lingkungan dan sekaligus upaya untuk mencapai
keberhasilan dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungannya, manusia
diharapkan dapat mengerti dan memahami orang lain. Sehingga penyesuaian
pernikahan harus ditanamkan dengan adanya kematangan emosi.
Walgito (2012) menyebutkan bahwa agar penyesuaian dalam kehidupan
pernikahan dapat berjalan secara baik, maka pasangan suami istri harus telah
39
matang secara psikologis, suami istri diharapkan memiliki kematangan emosi
yang tinggi yaitu memiliki emosi yang stabil, mandiri, menyadari tanggung
jawab, terintegrasi segenap komponen kejiwaan, mempunyai tujuan dan arah
hidup yang jelas, produktif-kreatif dan etis-religius.
Kematangan emosi merupakan kondisi dimana individu memiliki kontrol
diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai
dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena
dapat menerima beragam orang dan situasi serta memberikan reaksi yang tepat
sesuai dengan tuntutan yang dihadapi (Hurlock, 2010).
Kematangan emosi berperan dalam melakukan interaksi kehidupan sehari-
hari, terlebih pada interaksi suami istri. Kematangan emosi juga ditandai oleh
kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain. Adapun kemampuan
ini sangat berguna dalam membina kehidupan rumah tangga (Pusparini, 2012).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shela Lyana (2016)
tentang hubungan kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan yang
mendapatkan hasil terdapat pengaruh yang signifikan antara kematangan emosi
terhadap penyesuaian pernikahan di wilayah Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Hal
ini berarti penyesuaian pernikahan dapat dilalui disesuaikan dengan baik melalui
kematangan emosi yang matang/baik.
Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian yang dilakukan
Dewina Pratitis Lybertha Dan Dinie Ratri Desiningrum (2016), tentang
kematangan emosi dan persepsi terhadap pernikahan pada dewasa awal yang
mendapatkan hasil terdapat hubungan positif antara kematangan emosi dengan
40
persepsi terhadap pernikahan pada usia dewasa awal. Semakin tinggi kematangan
emosi yang dimiliki individu, maka semakin positif persepsi terhadap pernikahan
pada diri individu. Demikian pula sebaliknya, jika kematangan emosi yang
dimiliki individu rendah, maka persepsi terhadap pernikahan pada diri individu
menjadi negatif. Kematangan emosi memberikan sumbangan efektif sebesar
12,4% terhadap persepsi terhadap pernikahan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi
memiliki hubungan dengan penyesuaian pernikahan. Kematangan emosi berperan
dalam melakukan interaksi kehidupan sehari-hari, terlebih pada interaksi suami
istri kematangan emosi merupakan kondisi dimana individu memiliki kontrol diri
yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan
keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat
menerima beragam orang dan situasi serta memberikan reaksi yang tepat sesuai
dengan tuntutan yang dihadapi dimana suami istri tersebut dapat mencegah
terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses
penyesuaian pernikahan.
D. Kerangka Berfikir
Setiap pernikahan membutuhkan adanya penyesuaian agar pasangan
menjalani pernikahannya dengan bahagia (Hurlock, 2010). Hal ini dikarenakan
penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri dalam sebuah
pernikahan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah tangga yang
berpengaruh kuat terhadap kepuasan pernikahan, sehingga memudahkan
41
seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau istri
dan kehidupan lain di luar rumah tangga.
Pria dan wanita yang memutuskan untuk menikah di usia dini tentunya
membutuhkan banyak persiapan. Menurut Walgito (2012) menyebutkan bahwa
agar penyesuaian dalam kehidupan pernikahan dapat berjalan secara baik, maka
pasangan suami istri harus telah matang secara psikologis, suami istri diharapkan
memiliki kematangan emosi.
Kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan
mengendalikan emosinya. Pria dan wanita yang sudah matang emosinya ketika
menikah, maka dia juga akan lebih mudah dan membantunya dalam melakukan
penyesuaian pernikahannya dengan pasangannya. Begitu sebaliknya, pria dan
wanita yang emosinya belum matang, maka akan kurang terbantu untuk
menyesuaikan pernikahan dengan pasangan.
Dari uraian diatas maka dapat digambarkan kerangka berfikir hubungan
antara kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan pada pasangan usia
dini sebagai berikut:
Gambar. 1
Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Penyesuain Pernikahan
Pada Usia Dini
E. Hipotesis
42
42
Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut: “Ada hubungan antara kematangan emosi
dengan penyesuaian pernikahan pada pasangan usia dini”.
71
DAFTAR PUSTAKA
Adhim, M. F. 2002. Indahnya pernikahan dini. Jakarta: Gema Insani Press.
Ahmad Rofiq. 2013. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Pt. Raja
Grafindo Persada.
Aimatun. 2009. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik, PT. Bumi
Aksara,. Jakarta.
Ali, Zainuddin. 2007, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika
Arikunto, S. 2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Anjani & suryanto. 2006. Pola Penyesuaian Perkawinan pada Periode Awal.
INSAN Vol. 8 No. 3, Desember 2006.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-05%20-
%20Pola%20Penyesuaian%20Perkawinan%20pada%20Periode%20Aw
al.pdf
Arshad, M dkk. 2014. Marital Adjustment And Life Satisfaction Among Early And
Late Marriages. Journal of Education and Practice. Vol.5, No.17.
BKKBN. 2010. Pernikahan Usia Dini. Scribd.com. Diunduh dari.
Www.acribd.com/doc/171421448/HasilPernikahan-Usia-Dini-
BKKBN-PPT-RSRead-Inly#scribd
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. 2019.Kecamatan Sumberejo Dalam
Angka.Sumberejo Subdistrict in Figure.ISBN: 978-602-351-118-1.No.
Publikasi/Publication Number:18020.1922.Katalog/Catalog:
1102001.1802041
Azwar, S. 2015. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
________.2015. Reliabilitas dan Validitas Edisi ke-IV Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
________.2015. Penyusunan Skala Psikologi Edisi ke-II. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Chaplin, J. P. 2011. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Chao, M. M., Takeuchi, R., & Farh, J. 2017. Enchancing cultural intelligence: The
roles of implicit culture belief and adjustment. Journal of Personnel
Psychology, 70, 257-292.
72
Dessy Christina. 2016. Penyesuaian Perkawinan, Subjective Well Being dan
Konflik Perkawinan. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 5, No.
01, hal 1 – 14. http://jurnal.untag-
sby.ac.id/index.php/persona/article/download/737/666
Dewina Pratitis Lybertha Dan Dinie Ratri Desiningrum .2016, tentang
kematangan emosi dan persepsi terhadap pernikahan pada dewasa awal.
Jurnal Empati, Januari 2016, Volume 5(1), 148-152. Fakultas
Psikologi,Universitas Diponegoro (diakses tanggal 28-11-2019,
https://media.neliti.com/media/publications/71058-ID-kematangan-
emosi-dan-persepsi-terhadap-p.pdf
Duvall, E, & Miller, C.M. 2015. Marriage and family development 6th
ed. New
York: Harper & Row Publisher.
Endang Pudjiastuti & Mira Santi. 2012. Hubungan Antara Asertivitas Dengan
Penyesuaian Perkawinan Pasangan Suami Istri Dalam Usia Perkawinan
1-5 Tahun Di Kecamatan Coblong Bandung. Jurnal Prosiding
Snapp2012 : Sosial, Ekonomi, Dan Humaniora. ISSN 2089-3590.
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung (Diakses Pada Tanggal
29-11-2019,
Http://Proceeding.Unisba.Ac.Id/Index.Php/Sosial/Article/Download/85/
Pdf)
Hurlock, Elizabeth, B., E.B. 2010. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan
Sepanjang rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Irwan, Roza. 2016. Konseling Pernikahan Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri
Pada Pasangan Yang Menikah Muda. Publikasi Universitas Pendidikan
Indonesia. repository.upi.edu/T/BP/1201028/Chapter1
Ismatulloh. 2015. Konsep Sakinah, Mawaddah Dan Rahmah Dalam Al-
Qur’an(Prespektif Penafsiran Kitab Al-Qur’an Dan Tafsirnya). Jurnal
Pemikiran Hukum Islam: Mazahib, Vol. Xiv, No. 1 (Juni 2015).
(Diakses Pada Tanggal 30-11-2019.
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/57778-Id-Konsep-
Sakinah-Mawaddah-Dan-Rahmah-Dalam.Pdf)
Juwariyah. 2010. Hadis Tarbawi. Yogyakarta:Teras.
Katkovsky, W.& Gorlow, L. 2005. The psychology of adjusment; Currentconcept
and aplication. McGraw-Hill Book Company, New York.
Malay, M.N. 2016. Modul Praktikum Statistik dengan SPSS. Fakultas Ushuluddin
Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.
73
Muslim Arma, 2018. Fungsi Interpretasi Dalam Ayat-Ayat Tentang
Keluarga(Studi Tafsir Aṭ-Ṭabari Dan Tafsir Al-Misbah). Tesis Program
Studi Magister (S2) Aqidah Dan Filsafat Islamfakultas Ushuluddin Dan
Pemikiran Islam Uin Sunan Kalijaga. (Diakses Pada Tanggal 29-11-
2019, Http://Digilib.Uin-Suka.Ac.Id/30234/1/1520511032_Bab-I_Iv-
Atau-V_Daftar-Pustaka.Pdf)
Nancy, Maria. 2013. Hubungan Nilai Dalam Perkawinan Dan Pemaafan Dengan
Keharmonisan Keluarga. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi,
Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013, Bandung, 8-9
Oktober 2013 ISSN: 1858-2559
Nugraha Arif. 2016. Hubungan antara Adversity Quotient dan Kematangan Emosi
dengan Toleransi terhadap Stres pada Mahasiswa Pecinta Alam
Universitas Sebelas Maret. Jurnal Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebalas Maret
Riyadi. A. 2010. Pernikahan dini dalam pandangan masyarakat Madura didesa
pandan kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan. Thesis uin malang.
http://www.lib.uinmalang.ac.id/files/thesis/fullchapter/06210096.pdf
Riany Yusfitasari, Sayang Ajeng Mardhiyah. Peran Penyesuaian Perkawinan
Terhadap Kebahagiaan Istri Pada Pernikahan Dini Di Wilayah X Kota
Jambi. Universitas Sriwijaya : Jurnal Rap Unp, Vol. 10 No. 1, Mei 2019
Hal. 108-119 (Online, diakses tanggal 28-11-2019 ,
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/psikologi/article/view/105019/10198
2)
Syarifuddin, Amir. 2009, Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana
Sadarjoen, S.S. 2005. Konflik Marital :Pemahaman Konsep Aktual Dan Alternatif
Solusinya. Bandung: PT. Refika Aditama.
Shehan, C. L. 2003. Marriage and Families. Second edition. Boston : Allyn and
Bacon.
Soraiya, Khairani. Dkk. 2016. Kelekatan Dan Kepuasan Pernikahan Pada Dewasa
Awal Di Kota Banda Aceh. Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1
Spanier, G.B. 2013. Measuring dyadic adjustment: new scales for assessing the
quality of marriage and similar dyads.Journal of marriage and the
family.38 (1), 15-28.
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian.Bandung: Alfabeta : Cetakan ke-10.
74
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta : Cetakan ke-10.
Sulistya, Rini. 2009. Hubungan Antara Keterbukaan Diri Dengan Penyesuaian
Perkawinan Pada Pasangan Suami Istri Yang Tinggal Terpisah .
Psycho Idea, Tahun 7 No 2, ISSN 1693-1076.
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PSYCHOIDEA/article/view/1
88/185
Tasbih, 2015. Membentuk keluarga sakinah menurut hadis nabi saw. Al-Irsyad
Al-Nafs, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Volume 2, Nomor 1
Desember 2015 : 69-81, UIN Alauddin Makassar.
Undang-Undang Reblublik Indonesia,No.16 tahun. 2019. Tentang Kitab Undang-
Undang Pernikahan.
Uswatun Khasanah. 2014. Pandangan Islam Tentang Pernikahan Dini. Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar : Iain Raden Intan Lampung
.Volume 1 Nomor 2 Desember 2014 P-Issn 2355-1925. (Diakses
Tanggal 30-11-2019
Http://Ejournal.Radenintan.Ac.Id/Index.Php/Terampil/Article/Downloa
d/1323/1051).
Verma, V dan Tawalar, M. S. 2015. The Effect of Marital Adjustment of Women
in Relation to Emotional Maturity of Their Children. International
Journal of Education and Psychological Research. Volume 4, Issue 1.
Winarsunu, Tulus. 2015. Statistik Dalam Penelitian Psikologi Dan
Pendidikan.Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Wibisana, B. 2016. Pernikahan Dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam,
Ta’lim Vol.14, No.2. Pendidikan Umum FPIPS, Universitas Pendidikan
Indonesia.
Walgito, B. 2012. Bimbingan dan konseling perkawinan. Yogyakarta: Andi.
Wening Pusparini. 2012. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap
Penyesuaianperkawinan Pada Usia Dewasa Awal. Jurnal Penelitian
dan Pengukuran Psikologi Vol. 1, No.1,.
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jppp/article/download/329/276/
Zainul Anwar. 2016. Psikoedukasi Tentang Risiko Perkawinan Usia Muda Untuk
Menurunkan Intensi Pernikahan Dini Pada Remaja. Jurnal Psikologi 1
(1), 1-14 ISSN 2338-8595,: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia