hubungan antara work-family conflict …repository.usd.ac.id/31906/2/149114143_full.pdfvii hubungan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN
WORK-LIFE BALANCE PADA GURU
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Clara Christania Agha Sariri
149114143
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Scanned by CamScanner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN MOTTO
“A BEAUTIFUL DAY BEGINS WITH A BEAUTIFUL
MINDSET”
“LEARN TO LOVE YOURSELF FIRST,
BEFORE LOVING OTHERS”
“Follow your heart, and you will know what to do” – Yoko
ono.
Pencuri kebahagiaan yang sebenarnya adalah
mengkhawatirkan sesuatu. Ini merenggut waktu
Anda dari menikmati hidup. Cemas atau
mengkhawatirkan sesuatu tidak mengubah masa
depan. ― Ajahn Brahm
Kuatkanlah Hatimu, JANGAN LEMAH SEMANGATMU,
Karena ada upah bagi usahamu! (2 Tawarikh 15:7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji Syukur dan terima kasih kuucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan kasih-Mu yang melimpah di setiap langkahku, yang tak henti-hentinya
memberikan penguatan dan memeliharaku.
Terima kasih kepada Bunda Maria atas segala pendampingan dan penyertaanMu
selama perjalanan hidupku yang mengalami pasang surut.
Dengan penuh rasa syukur dan bangga, skripsi ini kupersembahkan kepada kedua
orangtuaku yang tak pernah lelah membimbing dan mendidikku selama ini, atas
kerja keras dan kasih sayangnya, mendampingi dan mendoakanku hingga aku
mampu berdiri setiap kali terjatuh seperti sekarang ini. Untuk kedua kakakku,
terima kasih atas perhatian, dukungan, dan doa yang telah diberikan.
Kepada semua sahabatku, teman-temanku, dan orang-orang yang menyayangiku
serta seluruh pihak yang membantuku dalam menyelesaikan karya ilmiah ini,
terima kasih banyak. Berkat kasih dan dukungan kalian aku dapat mencapai tahap
ini. Semoga Tuhan selalu memberkati kalian semuanya.
Nikmatilah prosesmu kawan, sebab prosesmu itu unik jadi tetaplah semangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 24 Agustus 2018
Peneliti,
Clara Christania Agha Sariri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DAN
WORK-LIFE BALANCE PADA GURU
Clara Christania Agha Sariri
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara
work-family conflict dengan work-life balance pada guru. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara
work-family conflict dengan work-life balance pada guru. Subjek dalam
penelitian ini berjumlah sebanyak 70 orang yang berprofesi sebagai guru.
Skala yang digunakan pada penelitian ini merupakan skala yang telah
diadaptasi dari Fisher et al (2009) untuk variabel work-life balance,
sedangkan variabel work-family conflict menggunakan skala dari Carlson et
al (2000). Reliabilitas skala work-family conflict pada penelitian ini sebesar
0.891 dan reliabilitas skala work-life balance sebesar 0.887. Teknik analisis
data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah uji
korelasi Product Moment Pearson. Hasil analisis menunjukkan bahwa
hipotesis pada penelitian ini diterima, terdapat hubungan yang negatif dan
signifikan antara work-family conflict dengan work-life balance pada guru
(r = -0,805 dan p = 0.000). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin
tinggi work-family conflict, maka semakin rendah work-life balance.
Sebaliknya, semakin rendah work-family conflict, maka semakin tinggi
work-life balance.
Kata kunci: guru, work-family conflict, work-life balance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
RELATIONSHIP BETWEEN WORK-FAMILY CONFLICT AND
WORK-LIFE BALANCE AT THE TEACHER
Clara Christania Agha Sariri
ABSTRACT
The aim of this research is to know the relation between work family
conflict and work life balance at the teacher. Hypothesis in this research occurs
in negative and significance relation between work family conflict and work
life balance at the teacher. There are 70 teachers as the subjects for this
research. A scale that is used in this research is scale which has been adapted
from Fisher et al (2009) for variable of work life balance, whereas variable of
work family conflict uses a scale from Carlson et al (2000). Reliability scale
of work family conflict in this research is 0.891 and reliability scale of work
life balance is 0.887. Data analysis techniques used to test the hypothesis of
this study is the Product Moment Pearson correlation test. The result of this
analysis shows that this research hypothesis is accepted, there is negative and
significance relation between work family conflict with work life balance at
the teacher (r= -0.805 and p= 0.000). The result shows that the higher work
family conflict, so work life balance getting lower. Vice versa, the lower work
family conflict, so work life balance getting higher.
Keywords: work-family conflict, work-life balance, teacher
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Clara Christania Agha Sariri
Nomor Mahasiswa : 149114143
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN
WORK-LIFE BALANCE PADA GURU”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Yogyakarta
Pada tanggal : 24 Agustus 2018
Yang menyatakan,
(Clara Christania Agha Sariri)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan
Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu mendampingi dan membimbing
sehingga segala proses pembuatan skripsi ini dapat berlanjar dengan lancar.
Meskipun terkadang dalam proses penulisan skripsi ini saya menemui banyak
hambatan atau kesulitan, namun pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Psikologi (S.Psi). Penulis menyadari bahwa dalam
proses penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak
yang telah membantu peneliti dalam menghadapi kesulitan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr.Titik Kristiyani, M.Psi., Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum M.App.Psych, selaku Kepala Program
Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Minta Istono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih
untuk waktu yang Bapak luangkan untuk membimbing saya dan membalas
pesan saya selama proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih Pak atas saran
dan kritikan yang membangun sehingga kesulitan-kesulitan yang saya hadapi
menjadi terasa lebih ringan. Terima kasih juga sudah meyakinkan saya bahwa
saya mampu untuk lulus tepat waktu meskipun setiap kali saya menghubungi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
Bapak selalu mengeluhkan kesulitan-kesulitan yang saya alami. Sekali lagi
terima kasih Pak Minto atas arahannya, Tuhan memberkati selalu ya Pak.
4. Ibu Dr. Tjipto Susana, selaku Dosen Pembimbing Akademik saya selama
menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Terima kasih bu atas bantuannya dalam segala prosess perkuliahan ini.
5. Bapak Timotius Maria Raditya Hernawa, M.Psi, selaku kepala Pusat Pelayanan
Tes dan Konsultasi Psikologi (P2TKP) Sanata Dharma. Terima kasih atas
dukungan, bimbingan, dan pembelajaran yang telah Bapak berikan selama di
P2TKP sehingga saya dapat mengembangkan potensi dalam diri saya dan
belajar banyak hal baru.
6. Kepada kedua orangtua saya yang paling saya sayangi, terima kasih telah
mendidik dan mencurahkan perhatiannya selama ini. Selalu menanyakan
perkembangan skripsi ini tanpa memberikan tuntutan agar segera
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas dukungan dan cintanya. Saya
mohon maaf jika hingga saat ini saya belum menjadi sosok anak yang
memenuhi harapan bapak ibu dan belum bisa membalas kebaikan serta
perjuangan bapak ibu selama ini. Semoga usaha dan prestasi yang saya capai
mampu membuat simpul senyum di wajah bapak ibu semoga Tuhan selalu
melimpahkan berkat kesehatan dan kebahagiaan untuk bapak dan ibu.
7. Kepada kedua kakakku, Adel dan Deva. Sekalipun kita sering bertengkar untuk
hal-hal sepele tapi saya paham kita saling menyayangi dan mendoakan yang
terbaik satu sama lain hahaha. Untuk Mbak Adel, terima kasih sudah membuat
saya merasa terhibur setiap kali pulang ke rumah meski terkadang bikin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
jengkel. Untuk Mas Deva, dibalik sikap cuek yang kamu perlihatkan pasti
tersimpan rasa sayang untuk adikmu ini. Hahaha. Terima kasih sudah secara
diam-diam mendoakan saya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan
semoga bisa membanggakan kalian juga. Semoga Tuhan memberkati setiap
langkah yang kalian ambil.
8. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih
atas bimbingan dan pembelajaran yang telah diberikan sehingga dapat
memperkaya ilmu dan wawasan saya.
9. Seluruh Staf dan Karyawan Psikologi USD yang telah melayani dengan sangat
baik dan informatif sehingga saya merasa terbantu setiap kali menemui
hambatan.
10. Kepada pihak-pihak sekolah yang telah membantu saya dalam melaksanakan
penelitian. Terima kasih banyak atas kerjasama dan bantuannya selama ini
sehingga skripsi saya dapat terselesaikan tepat waktu.
11. Kepada sahabatku tersayang Wulsky, Deo, Cik Karin, Bernadetta (Bokir),
Patrisia, Cana, Tingting. Terima kasih ya, kalian selalu mewarnai hari-hariku
sehingga kehidupanku penuh dengan tawa bahagia. Perhatian kalian sungguh
sangat berharga untuk diriku. Di saat aku merasa sangat jenuh dan kehilangan
semangat untuk mengerjakan skripsi, kalian ada untuk menghiburku.
Meluangkan waktu untuk menemani kegalauanku dan menyempatkan sedikit
waktunya untuk memberikan semangat positif. Tanpa kehadiran kalian, aku
rasa hidup ini akan terasa sangat berat. Bahkan ketika aku sedih karena
hambatan dalam menulis skripsi ini, kalian dengan senang hati mau diganggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
lewat telfon dan mau menyediakan telinganya untuk mendengar ceritaku yang
sangat panjang. Meski kita nanti dipisahkan oleh jarak, tapi jangan sampai
gengsi yang memisahkan kita. I love y’all!
12. Untuk adik-adik kesayanganku, Widya dan Rika. Terima kasih atas kasih
sayang dan semangat yang telah diberikan sehingga aku mampu melewati
masa-masa sulit penulisan skripsi ini.
13. Teman-teman panitia saya, Mas Yosua, Sompel, Grace, Valen, Verlita, Adres,
Putro, Bagus, Peter, Zenggi, Ervan, Ludi, Tisya, Bayu, dan teman-teman yang
lainnya. Terima kasih atas pertemanan kita yang luar biasa! Tanpa bantuan
kalian aku pun bukan siapa-siapa Kenangan-kenangan kita akan selalu
membekas, jangan sampai lost contact.
14. Teman-teman sekaligus rekan kerja di P2TKP, terima kasih atas
pengalamannya sehingga karakter saya lebih terbentuk. Untuk Mbak Wira
terima kasih sudah menjadi sosok yang menginspirasiku. Mank Indah, Merry,
Restu yang setia mendengarkan keluh kesahku. Mbak Koleta, Mbak Rini yang
menjadi contohku dalam bersikap positif. Mas Andre, Mas Age, Mas Doni,
yang hobi bully aku dan menghibur di setiap kita semua spaneng. Dan teman-
teman lainnya yang telah menerimaku dengan apa adanya dan selalu
memberikan dukungan positif. Tuhan memberkati kalian semuanya.
15. Teman-teman kelas E yang mewarnai kehidupan perkuliahan saya selama 4
tahun ini, semoga kalian semuanya selalu dalam lindungan Tuhan dan dipenuhi
berkat sehingga dapat sukses di jalannya masing-masing. Terima kasih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
keseruannya selama empat tahun ini, kalian sungguh luar biasa. Salam mandiri
menghidupi!
16. Teman-teman satu bimbingan skripsi bersama Pak Minto, terima kasih ya kita
selalu saling mendukung dan membantu satu sama lain ketika ada yang
menemui masalah. Hidup ini memang sulit kawan, jadi jangan lupa untuk
refreshing di sela-sela mengerjakan skripsi ben ra edan bos. Semoga kita bisa
mencapai target yang kita buat masing-masing. Tetap semangat ya teman-
teman. Sukses ya semuanya.
17. Teman-teman Fakultas Psikologi USD angkatan 2014, terima kasih atas
pertemanan yang kita jalin, pengalaman, dan cerita yang telah kita ukir bersama
dalam empat tahun terakhir ini. Terima kasih atas bantuan dan dukungan yang
kalian berikan. Semoga masing-masing dari kita selalu menemukan
kebahagiaan dan kesuksesan, semangat! Saya meminta maaf jika ada perbuatan
dan perkataan yang pernah menyakiti kalian.
18. Teman-teman dan sahabat-sahabat saya yang lainnya yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan pengalaman yang kita
pernah alami bersama sehingga saya dapat berkembang hingga sekarang ini.
19. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi hingga selesai.
Yogyakarta, 24 Agustus 2018
Penulis
Clara Christania Agha Sariri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING …………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….. iii
HALAMAN MOTTO ………………………………………………………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………. vi
ABSTRAK ……………………………………………………………………. vii
ABSTRACT ……………………………………………………………………. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH …………... ix
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. xv
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xix
DAFTAR GAMBAR..………………………………………………………… xx
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. xxi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …… …………………………………………….. 1
B. Pertanyaan Penelitian… …………………………………………. 12
C. Tujuan Penelitian….…… ……………………………………….. 12
D. Manfaat Penelitian ..…… ……………………………………….. 12
1. Manfaat Teoritis ……………………………………………...
2. Manfaat Praktis ………………………………………………
12
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Work-Life Balance ……………………………………………..
1. Definisi Work-Life Balance …………………………………
2. Dimensi Work-Life Balance …………………………………
3. Faktor-faktor yang memengaruhi Work-Life Balance……….
14
14
19
23
B. Work-Family Conflict ………………………………………….
1. Definisi Work-Family Conflict …………………………….
2. Jenis Work-Family Conflict …….…………………………….
3. Dimensi Work-Family Conflict ……………………………...
4. Dampak dari Work-Family Conflict …………………………
26
26
29
33
35
C. Guru………………………………………….……………………. 36
1. Pengertian Profesi Guru……….. …………………………….
2. Peran Guru ……………………….…………………………….
3. Budaya Kerja Guru …………… ……………………………..
4. Kompetensi Guru ……………………………………………...
5. Beban Kerja Guru ……………………………………………..
6. Sertifikasi Guru ………………………………………………..
36
38
40
42
44
46
D. Dinamika Hubungan Work-Family Conflict dan Work-Life
Balance ……….….…… ………………………………………..
49
E. Kerangka Penelitian …………………………………………….. 54
F. Hipotesis Penelitian …………………………………………….. 54
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian …… …………………………………………….. 55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
B. Variabel Penelitian…… …………………………………………. 56
C. Definisi Operasional …… ………………………………………..
1. Work-Life Balance …… ……………………………………...
2. Work-Family Conflict …… ………………………………….
56
56
57
D. Subjek Penelitian ..…… ………………………………………… 58
E. Instrumen Penelitian ..…… ………………………………………
1. Metode Pengumpulan Data …………………………………..
2. Alat Pengumpulan Data ………………………………………
a. Skala WLB ……………………………………………….
b. Skala WFC ……………………………………………….
59
59
60
60
61
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………………………………
1. Validitas Alat Ukur …………………………………………..
2. Diskriminasi Aitem ………………………………………….
3. Reliabilitas Alat Ukur ………………………………………...
62
62
63
64
G. Metode Analisis Data …………………………………………….
1. Uji Asumsi …………………………………………………...
a. Uji Normalitas ……………………………………………
b. Uji Linieritas ……………………………………………..
2. Uji Hipotesis …………………………………………………
66
66
66
66
67
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian …… …………………………………….. 69
B. Deskripsi Penelitian…… ………………………………………... 69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
1. Deskripsi Subjek Penelitian …………………………………..
2. Deskripsi Data Penelitian …………………………………….
69
74
C. Analisis Data Penelitian…………………………………………..
1. Uji Asumsi ……. …… ……………………………………....
a. Uji Normalitas ……………………………………………
b. Uji Liniearitas ……………………………………………
2. Uji Hipotesis ………..…… ………………………………….
76
76
76
77
77
D. Pembahasan …… ..…… ………………………………………… 79
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………… 85
B. Keterbatasan Penelitian ………………………………………….. 85
C. Saran ……………………………………………………………..
1. Bagi Guru atau Pegawai …………………………………….
2. Bagi Organisasi atau Sekolah …….. ………………………..
3. Bagi Penelitian Selanjutnya …………………………………..
87
87
88
89
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 91
LAMPIRAN …………………………………………………………………… 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Work-life Balance ..……………. 24
Tabel 2.2. Work-Family Conflict Berdasarkan Arah dan Bentuk..………………. 32
Tabel 2.3. Dimensi Work-Family Conflict..……………. ……………………….. 34
Tabel 3.1. Penskoran Skala ……………………………………………………… 60
Tabel 3.2. Sebaran Aitem Skala Work-life Balance ..……………………………. 61
Tabel 3.3. Sebaran Aitem Skala . Work-Family Conflict..………………………. 62
Tabel 3.4. Reliabilitas Skala………………………..………………………………. 66
Tabel 3.5. Kategori Interpretasi Koefisien Korelasi ………………………….. … 68
Tabel 4.1. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin .. ..………………. 70
Tabel 4.2. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia …………. ..……………….. 70
Tabel 4.3. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……………. 71
Tabel 4.4. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Lama Bekerja sebagai Guru……. 72
Tabel 4.5. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Status ………... ..………………. 72
Tabel 4.6. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Anak………………......... 72
Tabel 4.7. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Penghasilan …....……………….. 73
Tabel 4.8. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Status Pekerjaan Pasangan..……. 73
Tabel 4.9. Deskripsi Statistik Data Penelitian………………. .. ..………………. 75
Tabel 4.10. Hasil Uji Normalitas…………………………….... ..………………… 76
Tabel 4.11. Hasil Uji Linieritas..…………………………….... ..………………… 77
Tabel 4.12. Hasil Uji Hipotesis Korelasi antara Work-Family Conflict dengan
Work-life Balance..…………………………….... ..………………….
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Penelitian ………………………………. ..……………. 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Reliabilitas Aitem Skala Penelitian……………………...…… 101
Lampiran 2. Reliabilitas Skala Penelitian..………………………………… 102
Lampiran 3. Hasil Uji T..……………. ……………………………………. 104
Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas………………..………………………… 105
Lampiran 5. Hasil Uji Linearitas..…………. ..……………………………. 106
Lampiran 6. Hasil Uji Hipotesis…..………………… ..…………………… 107
Lampiran 7. Skala Work-Life Balance……..………………………………. 108
Lampiran 8. Skala Work-Family Conflict… ..……………………………… 110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Everything in life requires balance, don’t allow anything to destroy
your inner peace.”
Dentsu merupakan perusahaan iklan besar di Jepang dan telah
mempekerjakan 47.000 orang dan beroperasi di 140 negara. Perusahaan
tersebut memiliki budaya perusahaan yang menerapkan kebijakan lembur
yang sangat panjang. Seperti yang dilansir dalam laman CNN, pada bulan
Januari terdapat salah seorang karyawan wanita Dentsu meninggal dunia
karena bunuh diri. Karyawan ini terpaksa bekerja dengan jam kerja yang
terlalu panjang di bulan menjelang kematiannya, yaitu hingga 105 jam
dalam satu minggu. Beban kerja ini ditengarai menjadi penyebab karyawan
tersebut melakukan bunuh diri. Menurut data pemerintahan Jepang, sekitar
2.000 orang meninggal dunia setiap tahunnya dengan cara bunuh diri akibat
terlalu banyak beban kerjanya (Nurmayanti, 2017).
Kasus bunuh diri tidak hanya terjadi di Jepang saja, namun juga
terjadi di belahan dunia lainnya. Peneliti-peneliti di Bureau of Labor
Statistic’s Census of Fatal Occupational Injury Amerika Serikat
melaporkan bahwa sebanyak 1700 peristiwa bunuh diri terjadi di tempat
kerja. Data tersebut diperoleh sejak tahun 2003 hingga 2010 (Sadnyari,
2015). Salah satu ketua penelitian di atas, yaitu Hope Tiesman, Ph.D
menyarankan agar divisi Sumber Daya Manusia dalam perusahaan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
perusahaan mulai menyadari bahwa kesehatan dan keseimbangan mental
karyawan bukanlah persoalan pribadi dan harus disikapi layaknya kesehatan
fisik (Sadnyari, 2015).
Kasus-kasus bunuh diri yang telah terjadi menunjukkan bahwa
karyawan tidak seimbang dalam berbagai aspek kehidupan dan
pekerjaannya sehingga mengalami kondisi tertekan dan berbeban berat
(Wardhani, 2017). Dari permasalahan tersebut, kita dapat melihat sebuah
konsep yang mengkaji mengenai keseimbangan kehidupan. Konsep ini
biasa dikenal dengan work-life balance. Work-life balance didefinisikan
sebagai keseimbangan antara tuntutan kerja dan keluarga, keseimbangan
antara pekerjaan dan role expectations lainnya serta tanggung jawab dalam
kehidupan pribadi, dan mengalami sedikit konflik antara kedua domain
tersebut (Clark, 2000; Agarwala, Arizkuren-Eleta, Castillo, Muniz-Ferrer,
Gartzia, 2014).
Wayne, Musisca, dan Fleeson (2004) mengatakan bahwa dengan
membatasi jam kerja dapat memberi manfaat bagi para karyawan untuk
meningkatkan tingkat work-life/family balance dan dengan jam kerja yang
lebih sedikit tersebut dapat mengurangi konflik peran yang terjadi di dalam
kehidupan pekerjaan dan keluarga. Upaya membatasi jam kerja ini telah
dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk para karyawan yang tercantum
dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(“UUK”), khususnya Pasal 77 s/d Pasal 85 UUK (Hukum Online, 2013).
Pasal 77 ayat (2) berisi ketentuan waktu kerja, yaitu: 7 (tujuh) jam 1 (satu)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu; atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat
puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Lain halnya dengan profesi guru, jam kerja guru telah diatur
pemerintah dalam UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal
35 ayat (2) mengatur beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap
muka dalam 1 (satu) minggu. Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008
Tentang Guru, pasal 52 ayat (1) mempertegas bahwa beban kerja guru
mencakup kegiatan pokok; yaitu (a) merencanakan pembelajaran, (b)
melaksanakan pembelajaran, (c) menilai hasil pembelajaran, (d)
membimbing dan melatih peserta didik, dan (e) melaksanakan tugas
tambahan yang melekat pada kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja
guru. Beban kerja guru melaksanakan pembelajaran paling sedikit 24 jam
tatap muka dan paling banyak 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Jam kerja guru secara keseluruhan setara dengan jam kerja pegawai yaitu
paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam dalam 1 (satu) minggu
(Sudarma, 2013).
Di samping itu, Guru juga mendapatkan tunjangan-tunjangan berupa
gaji pokok, tunjangan suami/istri dan anak (tambahan penghasilan sebagai
komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan
keluarga), tunjangan profesi (khusus guru yang memiliki sertifikat
pendidik), tunjangan khusus (diberikan sebagai kompensasi atas kesulitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus), dan
maslahat tambahan (berupa asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk
kesejahteraan lain) yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 15 ayat (1). Hal ini menunjukkan
bahwa pemerintah memperhatikan kesejahteraan para Guru dengan
menyediakan tunjangan dan fasilitas tersebut.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, organisasi yang memberikan
dukungan untuk karyawannya berarti organisasi tersebut menghargai
kontribusi karyawan dan peduli terhadap kesejahteraan mereka
(Eisenberger, Huntington, Hutchison & Sowa, 1986), seperti adanya
pengaturan jam kerja, tunjangan-tunjangan, dan fasilitas yang disediakan.
Dalam konteks penelitian ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayan telah melakukan upaya-upaya perbaikan peraturan dan
pelayanan pendidikan yang salah satunya berupa Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Guru dan Dosen. Dari Undang-
Undang tersebut, menunjukkan adanya dukungan agar guru mencapai
kesejahteraan. Adanya dukungan-dukungan dari organisasi tersebut
menunjukkan bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan memiliki dampak
positif terhadap work-life balance individu (McCarthy, Cleveland, Hunter,
Darcy, & Grady, 2013) yang dalam penelitian ini ialah guru. Akan tetapi
dari hasil survei yang dilakukan oleh JobStreet menunjukkan bahwa 85%
pekerja di Indonesia mengaku tidak memiliki work-life balance (JobStreet,
2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Apabila dilihat lebih detail lagi pada setiap profesi pekerjaan di
Indonesia, tingkat work-life balance Guru TK sebesar 2,99% yang
tergolong rendah. Hasil ini dikutip dari survei yang telah dilakukan sejak
Agustus 2015 hingga Januari 2017 dan diikuti 86.000 responden di seluruh
Indonesia dengan berbagai jenis pekerjaan (Dahwilani, 2017). Berdasarkan
tingkat work-life balance Guru TK yang rendah, lalu bagaimana sebenarnya
dengan work-life balance Guru Sekolah Menengah? Apakah tingkat work-
life balance mereka juga rendah? Sebab, dari 217 juta penduduk di
Indonesia, diperkirakan jumlah pemudanya mencapai 97 juta orang.
Dikatakan pemuda ialah mereka yang berusia 15-35 tahun. Siswa-siswi
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
berada dalam rentang usia tersebut. Mereka diharapkan oleh masyarakat
luas untuk menjadi agen perubahan sosial (Media Indonesia, 2005, dalam
Kunandar, 2007) sehingga guru tentunya memiliki beban yang lebih berat
dalam kaitannya menciptakan generasi penerus yang siap menghadapi era
globalisasi juga. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut apakah guru
sekolah menengah mencapai work-life balance atau tidak?
Sebenarnya para pekerja atau pegawai di Indonesia juga sudah mulai
menyadari pentingnya work-life balance seperti yang dilansir Nielsen
bahwa keseimbangan antara pekerjaan dan tanggung jawab rumah
merupakan perhatian terbesar masyarakat Indonesia setelah stabilitas
keuangan (UNPAN Asia & Pacific, 2012). Nielsen melakukan survei yang
melibatkan 500 responden Indonesia melalui wawancara online dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
hasilnya menunjukkan sebanyak 24% dari mereka merasa bahwa
menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan sosial-pribadi merupakan
perhatian utama yang memengaruhi indikator kepercayaan diri.
Apabila seseorang mencapai “balance” antara pekerjaan dengan
kehidupan pribadi/keluarga maka mereka akan mengalami sedikit overload
roles, mudah menjalankan peran yang lebih besar, tingkat depresi yang
lebih rendah, meningkatkan pendapatan perusahaan, memotong biaya yang
tidak perlu, memperbaiki organisasi di dalamnya, dan merasakan kepuasan
(Clark, 2000; Marcks & McDermid, 1996; Rampton, 2016). Kepuasan yang
seimbang antara pekerjaan dan peran keluarga (Clark, 2000) cenderung
berkaitan dengan kualitas hidup yang tinggi (Greenhaus, Collins, & Shaw,
2003). Berdasarkan survei yang di lakukan oleh The Future Workplace, dua
dari lima pekerja muda atau sekitar 42% meyakini bahwa work-life balance
membuat mereka lebih produktif saat bekerja dan lebih bahagia dalam
hidupnya (www.portalhr.com, 2015 diakses pada 3 September 2017).
Di sisi lain, apabila orang-orang tidak mencapai work-life balance
maka konsekuensi yang diterima dapat berupa berkurangnya kepuasan
kerja, produktivitas dan kinerja yang buruk, komitmen organisasi yang lebih
rendah, inferior career ambitions & success, meningkatnya ketidakhadiran
dan niat untuk keluar dari perusahaan, burnout, stres kerja, kesehatan
fisiologis dan psikologis yang buruk, dan kinerja yang menurun dalam
kehidupan pribadi & keluarga (Shobitha & Sudarsan, 2014). Oleh karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
itu, work-life balance sangat diperlukan dalam keberlangsungan sebuah
organisasi sehingga penting untuk diteliti lebih lanjut.
Seseorang yang mengaku tidak mencapai work-life balance dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Shobitha dan Sudarsan (2014)
terdapat empat faktor yang dapat memengaruhi work-life balance, antara
lain faktor individu, faktor organisasi, faktor sosial, dan faktor lainnya. Pada
faktor individu, diungkapkan bahwa psychological well-being berkorelasi
positif dengan work-life balance, sedangkan dari faktor organisasi, terdapat
dukungan organisasi formal seperti kebijakan work-family yang merupakan
sumber penting dan memungkinkan pekerja mengelola tugas dalam
pekerjaan dan tanggung jawab keluarga mereka sehingga dapat mencapai
work-life balance (Kossek, Lewis, & Hammer, 2010). Faktor lainnya
ditunjukkan oleh hasil penelitian Thriveni dan Rama (2012) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
demografis (usia, pengalaman, status perkawinan, pendapatan, jumlah
tanggungan anak) dan persepsi work-life balance karyawan perempuan di
kota Bangalore, India. Selain itu, pada faktor sosial menunjukkan adanya
dukungan dari keluarga maupun masyarakat berhubungan dengan tingkat
ketidakseimbangan yang rendah.
Penelitian ini lebih menyoroti work-life balance pada guru yang
dipengaruhi oleh faktor sosial terutama dukungan dari keluarga. Hal ini
karena guru memiliki lebih banyak waktu untuk dihabiskan dengan
keluarga seperti yang diungkapkan oleh Menteri Pendidikan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Kebudayaan bahwa pengaturan jam kerja tatap muka guru dimaksudkan
agar guru dapat memaksimalkan waktunya dengan keluarga tanpa
membawa beban pekerjaan ke rumah. Melihat waktu yang dimiliki guru
dengan keluarga dan beban kerja yang berbeda dengan karyawan
perusahaan, apakah guru akan mencapai work-life balance?
Perbedaan beban kerja ini seperti guru harus selalu mengikuti
perkembangan zaman, teknologi, dan siswanya. Tidak hanya itu, guru juga
harus mampu mengolah emosinya karena guru selalu berinteraksi dengan
banyak orang dan berhadapan dengan peserta didiknya yang sedang
berkembang dalam mencari jati dirinya. Guru harus merencanakan
pembelajaran, mengajar, menilai hasil pembelajaran siswanya,
membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan. Lalu, bagaimana jika dalam kehidupannya, para guru mengalami
konflik antara pekerjaan dan tuntutan keluarga? Oleh karena itu, hal ini
menarik untuk diteliti.
Menyeimbangkan antara pekerjaan dan tuntutan keluarga
merupakan tantangan besar yang dihadapi sebagian besar orang yang sudah
bekerja. Ketika individu berusaha untuk mempertahankan dan memenuhi
tuntutan dari pekerjaan dan keluarga, ketidakseimbangan dapat saja terjadi.
Ketidakseimbangan ini terjadi karena adanya konflik antara tuntutan
pekerjaan dan keluarga. Hingga saat ini, masih banyak literatur yang
membahas tentang topik work-family yang berfokus pada bagaimana
konflik yang terjadi pada pekerjaan dan peran keluarga atau yang sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
disebut dengan work-family conflict (Baltes, Clark, & Chakrabarti, 2009).
Work-family conflict merupakan jenis konflik interrole tertentu dimana
tekanan dari peran kerja tidak sesuai dengan tekanan dari peran keluarga
(Thomas & Ganster, 1995). Sebagian besar bukti menunjukkan bahwa
ketegangan antara keluarga dan peran kerja dapat menyebabkan penurunan
dalam kesejahteraan psikologis dan fisik pekerja (Thomas & Ganster,
1995). Konsekuensi lainnya akibat dari ketegangan tersebut yaitu dapat
menyebabkan ketidakpuasan kerja, depresi, ketidakhadiran/absenteeism,
dan penyakit jantung koroner (Thomas & Ganster, 1995).
Ketika konflik peran terjadi, hal tersebut dapat melibatkan waktu,
usaha, sumber daya, perilaku, dan/atau pengaruhnya, serta hal itu mungkin
berasal dari arah work-to-family dan family-to-work (Mesmer-Magnus &
Viswesvaran, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Greenhaus, Collins dan
Shaw (2003) mengkonfirmasi efek negatif dari ketidakseimbangan kerja
terhadap kualitas hidup dan menunjukkan bahwa efek buruknya disebabkan
oleh meningkatnya tingkat work-family conflict dan stres. Penelitian
tersebut dilakukan pada orang-orang yang bergabung menjadi American
Institue of Certified Public Accountants, akan tetapi apakah hasilnya akan
sama jika penelitian tersebut dilakukan pada Guru di Indonesia? Sebab
meskipun sama-sama profesi, tentu ada perbedaan beban kerja karena
tuntutan keahliannya pun berbeda. Maka dari itu, hal ini perlu diteliti lebih
lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Perbedaan karakteristik masyarakat antar negara tersebut (misal,
Amerika dan Indonesia) dipengaruhi oleh budaya dan penemuan
sebelumnya telah menunjukkan bahwa ada perbedaan mendasar bagaimana
peran pekerjaan dipahami di berbagai budaya (Engle & Prince, 2012;
Georgellis & Lange, 2012, dalam Agarwala et al., 2014) dan bahwa
perbedaan budaya memainkan peranan penting dalam memahami kepuasan
pekerja (Lu, Cooper, Kao, Chang, Allen, Lapierre, O’Driscoll, Poelmans,
Sanchez, & Spector, 2010) dan komitmen (Cinamon, 2009, dalam Agarwala
et al., 2014) dalam kaitannya dengan praktik work-life balance. Berkaitan
dengan hal tersebut, Afrianty, Burgees, dan Issa (2015) menunjukkan
beberapa alasan mengapa masalah terkait pekerjaan dan keluarga itu penting
di Indonesia: Pertama, keluarga dianggap sebagai elemen paling
utama/pokok dalam budaya Indonesia (Sat, 2012 dalam Afrianty et al.,
2015).
Kedua, Indonesia dikategorikan sebagai salah satu generasi negara
yang sedang berkembang di tingkat kebijakan tentang pentingnya
menangani kepentingan pekerja (Bamber & Legget, 2001 dalam Afrianty et
al., 2015). Ketiga, Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan
dalam hal partisipasi perempuan dalam dunia pekerjaan (World Bank, 2013
dalam Afrianty et al., 2015) yang telah menghasilkan peningkatan jumlah
keluarga pencari nafkah ganda (dual earner) (Ridho & Al Raysid, 2010
dalam Afrianty et al., 2015) dan yang pada saatnya nanti membuat work-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
family balance menjadi penting dalam menarik pekerja dan retensi para
pekerja.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan
guru yang memiliki kehidupan seimbang antara pekerjaan dan kehidupan
pribadi-sosialnya karena mereka cenderung mengalami sedikit konflik
peran dalam kehidupannya. Greenhaus, Collins dan Shaw (2003)
mengatakan bahwa individu yang balance memiliki kapasitas untuk
menikmati aktivitas dalam satu peran saja tanpa terlalu disibukkan dengan
kejadian maupun tekanan dalam peran yang lainnya.
Individu dapat mengatakan bahwa tekanan dalam domain tertentu
(misalnya, pekerjaan) dapat menyebabkan kelelahan atau terlalu fokus pada
masalah tersebut, sehingga membatasi kemampuan individu untuk
memenuhi tuntutan domain kehidupan lainnya (misalnya, keluarga) yang
menyebabkan terjadinya work-family conflict (Baltes et al., 2009). Terdapat
bukti yang menunjukkan bahwa individu dapat mencapai keseimbangan
antara kehidupan profesional dan pribadi mereka saat konflik hadir dengan
tingkat yang rendah (Greenhaus et al., 2003) sehingga diasumsikan bahwa
work-family conflict yang jarang terjadi dapat meningkatkan work-life
balance guru.
Oleh karena itu, apakah terdapat hubungan antara work-family
conflict dengan work-life balance pada guru?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
B. Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat hubungan antara Work-Family Conflict dengan
Work-Life Balance pada guru?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Work-
Family Conflict dengan Work-Life Balance pada guru.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan tambahan mengenai hubungan antara Work-Family Conflict
(WFC) dengan Work-Life Balance (WLB). Penelitian ini diharapkan
dapat menambah referensi mengenai kaitan antara Work-Family
Conflict (WFC) dengan Work-Life Balance (WLB) pada guru karena
penelitian sebelumnya lebih membahas pada karyawan. Di samping itu,
diharapkan penelitian ini dapat juga digunakan sebagai salah satu
referensi bagi para peneliti selanjutnya yang menggeluti bidang
Psikologi Industri dan Organisasi dengan topik yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan para guru dan
pekerja untuk mempertimbangkan keseimbangan beberapa aspek
kehidupannya agar dapat menghindari konflik peran yang mungkin
dapat terjadi. Selain itu, bagi sekolah diharapkan penelitian ini
memberikan informasi atau gambaran mengenai pentingnya
menciptakan lingkungan yang mendukung guru dan pekerja mencapai
Work-Life Balance.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Work-Life Balance
1. Definisi Work-Life Balance
Keseimbangan merupakan kunci penting dalam tumbuhnya konsep
work-life balance karena setiap individu pasti memiliki suatu permasalahan,
berbagai kebutuhan, dan memiliki komitmen dalam banyak peran, seperti
peran pekerjaan, peran keluarga, dan peran sosial (Marks & McDermid,
1996). Terdapat perbedaan peran sosial yang luas antara domain “work” dan
“non-work” dalam kehidupan manusia (Frone, 2003). Pada domain “non-
work” terdapat beberapa subdomain seperti, keluarga, agama, komunitas,
dan lain-lain (Frone, 2003).
Gagasan keseimbangan ini awalnya dimunculkan oleh peneliti work-
family yang didefinisikan sebagai harmoni atau keseimbangan antara
domain kerja dan keluarga (Yuile, Gudmundsson, & Sawang, 2012).
Keseimbangan yang dimaksud juga bukan hanya sekedar menyelesaikan
tugas yang dibutuhkan di kantor maupun di rumah, namun juga mengacu
pada kapasitas pekerja dalam memaknai setiap perannya (Grady &
McCarthy, 2008; McCarthy, Darcy & Grady, 2010). Akan tetapi, penelitian
yang berkembang saat ini berpendapat bahwa work-life balance berbeda
dari work-family balance (Yuile et al., 2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Awal mula munculnya work-life balance dapat ditelusuri kembali ke
tahun 1930-an, saat W. K. Kellog Company di Inggris membuat kebijakan
baru dengan mengubah lama jam kerja shift perusahaan. Awalnya, dalam
satu hari terbagi dalam 3 shift dengan rentang waktu selama 8 jam. Lalu
diubah menjadi 4 shift dengan rentang waktu selama 6 jam dengan tujuan
untuk meningkatkan produktivitas karyawan (Lockwood, 2003 dalam
Naithani, 2010). Kemudian pada tahun 1960-an, penelitian mengenai
seorang ibu yang bekerja dan keluarga dual-earner mulai muncul secara
signifikan dalam dunia kerja (Lewis, Gambles & Rapoport, 2007). Pada
tahun 1960-an hingga 1970-an, pengusaha menganggap permasalahan yang
berkaitan dengan work-life itu penting. Terutama yang berkaitan dengan
seorang ibu yang bekerja, yang tidak hanya berjuang memenuhi tuntutan-
tuntutan dalam pekerjaannya, namun juga masih berjuang untuk
membesarkan anaknya (Bird, 2006).
Memasuki tahun 1970-an, penelitian mengenai pekerjaan dan
keluarga tercermin pada pendekatan open-systems (Katz & Kahn, 1978
dalam Clark, 2000). Para peneliti mengasumsikan kejadian di saat bekerja
dapat memengaruhi peristiwa di rumah dan begitu sebaliknya (Clark, 2000).
Salah satu teori dalam pendekatan open-systems adalah "spillover theory"
(Staines, 1980) yang mengatakan bahwa terlepas dari batasan fisik maupun
temporal antara pekerjaan dan keluarga, emosi dan perilaku di salah satu
aspek kehidupan akan berdampak pada kehidupan lainnya (misal saja, jika
karyawan mengalami peristiwa buruk di kantornya maka suasana hatinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
yang buruk juga akan terbawa ketika pulang ke rumah). Staines (1980)
kemudian melengkapi teori mengenai work-life ini melalui “teori
kompensasi”. Menurut Staines (1980) terdapat hubungan terbalik antara
pekerjaan dan keluarga sehingga orang mencoba untuk memberikan
kompensasi dari kekurangannya dalam satu aspek kehidupan melalui
investasi tambahan dalam aspek kehidupan lainnya (Clark, 2000; Naithani,
2010).
Di tahun yang sama, beberapa tokoh organisasi seperti Merck,
Deloitte dan Touche, serta IBM mulai mengubah kebijakan, prosedur, dan
manfaat pada lingkungan tempat kerja internal yang meliputi cuti hamil,
employee assistance programs (EAPs), flextime, home-based work, dan
child-care referral (Bird, 2006). Di akhir tahun 1980, work-life balance
dipandang tidak hanya berfokus pada masalah yang dialami oleh wanita,
tapi juga pria, keluarga, organisasi, dan budaya (Bird, 2006).
Pada tahun 1990-an, terjadi pergeseran yang awalnya berfokus pada
seorang ibu yang bekerja saja, lalu fokus tersebut meluas pada pria yang
sudah/belum menikah dan wanita dengan/tanpa anak. Di tahun 2000 Clark
(2000) memunculkan teori work–family balance yang didefinisikan sebagai
kepuasan dan kinerja terbaik yang diberikan di tempat kerja serta di rumah
dengan sedikit konflik peran yang terjadi. Setelah itu, teori-teori yang
berkaitan dengan work-family dan family-friendly policy menjadi diperluas
ke konstruk yang lebih besar, yaitu work-life balance (Lewis et al., 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Clutterbuck (2003, dalam Yuile et al., 2012) menjelaskan work-life
balance sebagai keadaan seseorang yang mampu mengelola konflik di
antara tuntutan yang berbeda di berbagai aspek kehidupannya sehingga
individu dapat memenuhi kebutuhannya untuk mencapai kesejahteraan dan
pemenuhan diri. Work-life balance atau work-family balance merupakan
sebuah fenomena interrole (Marks & MacDermid, 1996). Keduanya
berhubungan positif dengan kualitas hidup seseorang (Greenhaus et al.,
2003) dan tanda-tanda kesejahteraan lainnya (Marks & MacDermid, 1996).
Sebagian besar peneliti menggunakan istilah-istilah ini untuk
menggambarkan sebuah konstruksi yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang dalam menyeimbangkan banyaknya peran di kehidupan. Oleh
karena itu, menyeimbangkan beberapa peran mengharuskan individu untuk
dapat mengelola ketegangan yang timbul akibat konflik antar peran yang
terjadi terkait dengan tuntutan di berbagai peran tersebut (Yuile et al., 2012).
Work-life balance memiliki konsekuensi penting bagi sikap karyawan
terhadap organisasinya dan juga terhadap kehidupan karyawan itu sendiri
(Scholarios & Marks, 2004). Work-life balance itu sendiri bertujuan untuk
memperbaiki kondisi para karyawan dengan mengubah praktik kerja dalam
perusahaan (Atkinson & Hall, 2009). Desain dan implementasi yang tepat
dari kebijakan work-life balance memungkinkan karyawan memperoleh
otonomi yang lebih besar dalam mengelola domain “work” dan “non-work”
di kehidupannya (Felstead et al., 2002, dalam Wheatley, 2012). Karyawan
yang work-life balance merasa kepuasan kehidupan mereka terpenuhi baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
di dalam maupun di luar pekerjaan (Byrne, 2005) dan mereka jarang
mengalami konflik antara pekerjaan dan peran-peran di luar pekerjaannya.
Karyawan dengan keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan tanggung
jawab mereka di peran lainnya tersebut akan lebih termotivasi dan lebih
produktif, dengan kata lain “happy people work better” (Pike, 2005).
Pemahaman yang lebih sederhana tentang work-life balance dapat
dijelaskan dengan bantuan analogi atraksi mempertahankan lima bola untuk
tetap di atas dalam satu waktu. Byrne (2005) mengemukakan lima bagian
penting dalam kehidupan digambarkan sebagai lima bola. Bagian-bagian ini
terdiri dari pekerjaan, keluarga, pertemanan, kesehatan, dan diri sendiri.
Menurut Byrne (2005), hal di atas dapat dilihat sebagai bola karet atau bola
kaca. Hanya ada satu bola karet yaitu pekerjaan, yang mana ketika kita
menjatuhkan bola karet maka bola tersebut akan terlempar kembali.
Sedangkan apabila bola kaca dijatuhkan, maka akan pecah. Seperti itu lah
yang akan terjadi ketika kita mengabaikan atau menyalahgunakan
kewajiban kita kepada keluarga, teman, kesehatan, atau kesejahteraan diri
sendiri. Dampak buruknya bisa saja tidak dapat diubah. Akan tetapi, bila
dalam konteks pekerjaan mungkin saja kita bisa kehilangan pekerjaan
tersebut, atau tidak mendapatkan promosi jabatan, atau tidak mendapat
kenaikan gaji. Kita masih bisa memilih apakah akan tetap pada pekerjaan
itu atau mencari pekerjaan lain. Namun, kita tidak selalu memiliki pilihan
dalam hubungan kita dengan keluarga maupun pertemanan dan kesehatan
kita (Byrne, 2005). Guest (2002) menambahkan bahwa keseimbangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
antara “work” dan “life” merupakan suatu hubungan yang dapat diterima
dan stabil. Hal yang diinginkan mungkin berbeda antar individu. Selain itu,
keseimbangan mungkin bersifat dinamis dan berubah baik melalui
kebutuhan karyawan atau permintaan atasan.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa work-life balance merupakan keadaan individu yang
mampu mengelola peran-perannya dengan bobot atau kualitas yang sama
pada setiap aspek kehidupannya sehingga jarang mengalami konflik antar
peran dan merasa puas dalam menjalankan setiap perannya.
2. Dimensi Work-Life Balance
Setiap individu memiliki banyak peran, seperti peran dalam
pekerjaan, keluarga, dan sosial. Peran-peran itu dijalani dengan adanya
komitmen. Individu akan merasa kesulitan dalam menjalankan peran ketika
muncul tuntutan-tuntutan yang tinggi dari setiap peran yang dijalani (Marks
& McDermid’s, 1996). Peneliti tidak menganggap “seimbang” sebagai
suatu mekanisme yang saling berhubungan antara pekerjaan dan keluarga
karena itu tidak menentukan bagaimana kondisi atau pengalaman dalam
satu peran terkait dengan kondisi atau pengalaman dalam peran lainnya
(Edwards & Rothbard, 2000, dalam Greenhaus et al., 2003).
Peneliti lain telah menggambarkan work-family balance atau work-
life balance dengan cara yang serupa dengan konsep positive role balance
oleh Marks dan MacDermid’s (1996). Salah satunya ialah Kirchmeyer
(2000, dalam Shobita & Sudarsan, 2014) yang memandang work-life
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
balance sebagai pencapaian pengalaman yang memuaskan di semua domain
kehidupan, dan dalam melakukannya membutuhkan energi, komitmen,
waktu, dan komitmen untuk disebarkan dengan baik ke seluruh domain.
Fisher (2001, dalam Shobita & Sudarsan, 2014) membagi work-life
balance menjadi empat bagian, antara lain; (i) time, yaitu perbandingan
antara jumlah waktu yang dihabiskan di tempat kerja dan waktu yang
dihabiskan pada kegiatan lainnya; (ii) perilaku individu di tempat kerja dan
dalam kehidupan pribadi; (iii) Strain menjadi sumber konflik antar peran
seperti kecemasan, tekanan, dll; (iv) Energi yang digunakan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan merupakan sumber daya yang terbatas,
sehingga ketika terjadi kekurangan energi untuk melakukan aktivitas kerja
dan/atau di luar pekerjaan maka akan meningkatkan stres.
Pada awalnya, work-life balance diasumsikan hanya melibatkan
jumlah waktu yang dihabiskan dalam bekerja atau di luar pekerjaan
(Hudson, 2005). Akan tetapi, konsep ini semakin kompleks dan terdapat
komponen tambahan agar lebih relevan. Sebuah studi yang dilakukan oleh
Greenhaus et al., (2003) mengeksplorasi dan mengukur tiga dimensi work-
family/life balance (Hudson, 2005) yaitu, antara lain;
a. Time balance: merupakan jumlah waktu yang dihabiskan untuk
kehidupan pribadi dan pekerjaanan. Berapa lama waktu yang
dihabiskan untuk bekerja dan berapa lama waktu yang dihabiskan
untuk menjalankan aktivitas di rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
b. Involvement balance: Tingkat keterlibatan psikologis yang sama,
baik dalam kehidupan pekerjaan maupun dalam kehidupan pribadi.
c. Satisfaction balance: Tingkat kepuasan pada pekerjaan dan peran
dalam keluarga.
Setiap dimensi di atas, dapat menggambarkan positive balance atau
negative balance bergantung pada tingkat waktu, keterlibatan, dan
kepuasan. Apakah setiap aspeknya sama tinggi atau sama rendah
(Greenhaus et al., 2003). Model ini memungkinkan gambaran yang lebih
luas. Misal saja, seseorang yang bekerja dua hari dalam seminggu dan
menghabiskan hari-hari sisanya dengan keluarganya. Hal ini mungkin tidak
seimbang dalam hal waktu, namun mungkin sama-sama berkomitmen
terhadap pekerjaan dan peran di luar pekerjaan (balanced involvement) dan
mungkin juga sangat puas dengan tingkat keterlibatan baik dalam pekerjaan
maupun keluarga (balanced satisfaction). Lain halnya dengan seseorang
yang bekerja 36 jam seminggu, mungkin ia tidak menikmati pekerjaannya
dan menghabiskan sisa waktunya untuk mengejar kegiatan di luar pekerjaan
yang disukai. Hal ini menunjukkan mungkin orang tersebut seimbang dari
segi waktu, namun ia tidak seimbang dalam hal keterlibatan dan kepuasan.
Dengan demikian, mencapai keseimbangan perlu dipertimbangkan dari
berbagai perspektif (Hudson, 2005).
Seiring dengan berkembangnya penelitian mengenai work-
family/life, telah banyak organisasi yang menggunakan dan
mengembangkan program work-life tanpa memiliki ukuran yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
tervalidasi untuk menilai lebih dari sekadar pekerjaan dan keluarga (Fisher,
Bulger, & Smith, 2009). Misalnya, beberapa program dibuat dan diarahkan
pada pengurangan gangguan yang terjadi saat bekerja/kehidupan pribadi,
sementara yang lain mungkin fokus pada bagaimana pekerjaan dapat
meningkatkan kualitas kehidupan pribadi seseorang, atau begitu sebaliknya.
Oleh karena itu, Fisher et al., (2009) melakukan penelitian untuk
membuktikan ukuran yang valid dan lebih relevan untuk mengukur work-
life balance yang didasarkan pada empat dimensi work-life balance yang
terdiri dari;
a. Work interference with personal life (WIPL)
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana suatu pekerjaan dapat
mengganggu kehidupan pribadi individu. Misalnya, terlalu sibuk
bekerja dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu untuk
kehidupan pribadinya. Berdasarkan teori peran dan konservasi teori
sumber daya, work interference with personal life ialah job stressor.
b. Personal life interference with work (PLIW)
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi seseorang
mengganggu kehidupan pekerjaannya. Misalnya, apabila individu
memiliki masalah didalam kehidupan keluarga atau sosialnya, maka
masalah tersebut dapat mengganggu kinerja dan konsentrasi individu
pada saat bekerja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
c. Personal life enhancement of work (PLEW)
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi seseorang
dapat meningkatkan performa individu dalam dunia kerja. Misalnya,
apabila individu merasa senang atas apa yang terjadi dalam kehidupan
pribadinya, maka hal ini dapat meningkatkan kinerja individu pada saat
bekerja.
d. Work enhancement of personal life (WEPL)
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat meningkatkan
kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya, saat individu
memperoleh keterampilan di pekerjaan atau di kantornya, maka
memungkinkan individu untuk memanfaatkan dan menerapkan
keterampilan tersebut dalam kehidupan pribadinya.
3. Faktor-faktor yang memengaruhi Work-Life Balance
Greenhaus dan Allen (2011) mengatakan bahwa pengalaman
karyawan merasakan work-family balance atau work-life balance yaitu
ketika mereka merasa efektif dan puas terhadap kehidupannya pada bagian-
bagian tertentu yang dianggap penting oleh karyawan. Oleh karena itu,
work-life balance dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Shobitha dan
Sudarsan (2014) merangkum dari sekian banyak literatur yang menjelaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi work-life balance ke dalam
sebuah tabel, dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Faktor-faktor yang memengaruhi work-life balance (Shobitha dan
Sudasan, 2014)
Individual
Factors
Organisational
Factors
Societal Factors Other Factors
1. Personality
2. Well-being
3. Emotional
intelligence
1. Work
Arrangements
2. Work-life balance
practices &
policies
3. Organizational
support
4. Superior support
5. Colleague
support
6. Job stress
7. Role conflict
8. Role ambiguity
9. Role overload
10. Technology
1. Child care
arrangements
2. Spouse
support
3. Family
support
4. Social
support
5. Personal &
family
demands
6. Dependent
care issues
7. Family
quarrel
1. Age
2. Gender
3. Marital
status
4. Parental
status
5. Experience
s
6. Employee
level
7. Job type
8. Income
9. Type of
family
Di sisi lain, Greenhaus dan Allen (2011) melihat work–family
conflict sebagai salah satu anteseden work–family balance. Ketika konflik
terjadi karena pekerjaan mengganggu kehidupan keluarga, maka
performansi dan kepuasan dalam peran keluarga dikompromikan. Ketika
konflik terjadi karena permasalahan di keluarga mengganggu kehidupan
kerja, maka performansi dan kepuasan dalam peran pekerjaan jadi menurun
(Edwards & Rothbard, 2000; Greenhaus & Beutell, 1985). Parasuraman dan
Greenhaus (2002) mengatakan bahwa karakteristik kepribadian dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dipengaruhi oleh kemampuan individu dalam berinteraksi dan bereaksi
terhadap suatu situasi. Individu dengan kepribadian proaktif dapat
mengambil langkah untuk mendapat dukungan dan melakukan reformasi
atau negosiasi peran sehingga dapat meminimalkan work-family conflict
(Aryee, Srivinas, & Tan, 2005 dalam Shobitha & Sudarsan, 2014).
Apabila dilihat dari faktor organisasi, Allen (2001) menemukan
bahwa organisasi yang menyediakan lebih banyak program work-life
balance dianggap lebih mendukung WLB. Persepsi mengenai adanya
program work–life dirasa mungkin merupakan kondisi yang diperlukan
namun tidak cukup untuk mengatasi WLB (McCarthy, Cleveland, Hunter,
Darcy, & Grady, 2013). Program family-friendly atau WLB didesain dan
dibuat untuk karyawan sebagai usaha mengurangi konflik yang terjadi
antara tuntutan pekerjaan dan tuntutan di luar pekerjaan. Selain itu, family-
supportive supervisors terlibat dalam berbagai perilaku (seperti, dukungan
emosional, dukungan instrumental, role modeling, dan “creative” work–
family actions; Hammer, Kossek, Yragui, Bodner, & Hanson, 2009) yang
seharusnya mengurangi konflik karyawan, sehingga dapat meningkatkan
work-life balance. Selain itu, budaya saling mendukung di lingkungan kerja
mungkin dapat menjadi variabel yang penting dalam work-life balance
(Appelbaum, Bailey, Berg, & Kalleberg, 2005 dalam Jang, 2009).
Tidak hanya dukungan dari organisasi saja yang penting, namun
pada faktor sosial juga terdapat dukungan keluarga yang tak kalah penting.
Dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, seperti pasangan, telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dikaitkan dengan tingkat FIW dan WIF yang lebih rendah (Byron, 2005).
Begitu juga dengan dukungan dari atasan sangat berguna ketika
dikoordinasikan dengan dukungan kuat dari pasangan, hal ini karena ada
keselarasan nilai dan konsistensi pesan yang lebih baik (Hofmann et al.,
2003; Schein, 2004 dalam Greenhaus et al., 2012) yang diberikan oleh
pengirim peran di kedua domain (keluarga dan pekerjaan). Di samping itu,
permasalahan di luar diri seperti pendapatan yang diterima juga berdampak
pada work-life balance individu. Barnett, Campo, Campo, dan Steiner
(2003, dalam Shobitha & Sudarsan, 2014) mengatakan bahwa karyawan
dengan gaji yang rendah akan mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan
pekerjaan dengan tanggung jawab pada keluarganya terutama pada ibu
single parent.
B. Work-Family Conflict
1. Definisi Work-Family Conflict
Work-family conflict didasarkan pada premis bahwa ketika tuntutan
dari dua konflik peran yang berbeda maka akan menyebabkan ketegangan
dan stres (Lingard & Francis, 2009). Penelitian work-family conflict
sebagian besar didasarkan pada teori peran (Byron, 2005). Peran adalah
hasil dari antisipasi orang lain mengenai perilaku seperti apa yang tepat
dalam situasi tertentu. Tuntutan peran muncul dari harapan yang diberikan
oleh pengirim peran dalam pekerjaan dan keluarga (misalnya, atasan,
pasangan, anak-anak), dan/atau dari nilai intrinsik yang dipegang oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
individu itu sendiri mengenai pekerjaan dan peran dalam keluarganya
(Clark, 2000).
Work–family conflict merupakan bentuk konflik interrole yang
terjadi ketika individu sudah terlibat dalam satu peran maka ia akan lebih
sulit untuk terlibat dalam peran yang lain (Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, &
Rosenthal, 1964 dalam Greenhaus et al., 1985). Kahn et al. (1964, dalam
Greenhaus et al., 1985) mengidentifikasi konflik interrole tersebut sebagai
sumber ketegangan yang signifikan untuk hampir sepertiga pria yang
menjadi sampel penelitian mereka. Greenhaus dan Beutell (1985)
menambahkan bahwa work-family conflict adalah bentuk konflik interrole
di mana tuntutan peran yang berasal dari ranah kerja tidak sesuai dengan
tuntutan peran yang berasal dari ranah keluarga. Work-family conflict juga
dikonfirmasi terjadi karena adanya tekanan dan harapan dari pekerjaan dan
keluarga (Frone, Russell, & Cooper, 1992).
Banyak penelitian yang berfokus pada hubungan antara kebijakan di
tempat kerja dengan kesejahteraan karyawan atau work-life balance/conflict
(Jang, 2009). Studi pada 1980-an telah mengonseptualisasikan work-family
conflict sebagai konstruksi uni-dimensional, namun dari awal tahun 1990-
an konsep tersebut berevolusi untuk menggabungkan dimensi dan arus
kausalitas antara pekerjaan dan keluarga (Eby et al., 2005 dalam Afrianty et
al., 2015).
Work-family conflict sering dipandang sebagai konstruk dua arah
yaitu, work-family conflict dapat terjadi bila pekerjaan mengganggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
keluarga (work-family conflict); hal itu juga dapat terjadi saat keluarga
mengganggu pekerjaan (family-work conflict) (Netemeyer, Boles,
McMurrian, 1996; Mesmer-Magnus & Viswesvaran, 2005). Dua arah work-
family conflict ini memiliki konsep yang berbeda serta memiliki sumber dan
hasil unik yang berbeda dalam lingkungan kerja dan keluarga (Frone,
Yardley & Markel, 1997; Brough, O'Driscoll & Kalliath, 2005 dalam
Lingard & Francis, 2009).
Work–family conflict merupakan anteseden yang penting dalam
efektivitas pekerjaan dan kehidupan, hal ini karena banyak review yang
menunjukkan bahwa work-family conflict terkait dengan berbagai hasil
kerja yang positif, negatif, dan terkait dengan stress juga (Kossek, Pichler,
Bodner, & Hammer, 2011). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa work-
family conflict memiliki pengaruh yang negatif, baik secara fisik maupun
psikologis. Work–family conflict dapat mengakibatkan terganggunya
kesehatan, moodiness, dan individu menjadi kurang berkompeten. Efek ini
juga akan memengaruhi kepuasan dalam perkawinan dan keluarga, serta
kepuasan kerja (Frone et al., 1992; Frone & Yardley, 1996). Selain itu, di
tempat kerja, work-family conflict juga menyebabkan turunnya
produktivitas, keterlambatan, ketidakhadiran, turnover, semangat kerja
yang lemah, kualitas hidup yang rendah, dan penurunan komitmen
organisasi (Greenhaus & Beutell, 1985; Hill et al., 2001).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa work-
family conflict merupakan konflik antar peran yang disebabkan oleh adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
tekanan dan harapan peran yang ada di ranah pekerjaan dan ranah keluarga
sehingga memicu munculnya ketegangan dan stress bagi individu yang
bersangkutan.
2. Jenis Work-Family Conflict
Greenhaus and Beutell (1985) mengindentifikasikan tiga jenis work-
family conflict, yaitu antara lain; time-based conflict; strain-based conflict;
dan behaviour-based conflict.
a. Time-based Conflict
Time-based conflict terjadi ketika waktu yang dihabiskan
individu untuk aktivitas di salah satu peran akan menghalangi individu
untuk memenuhi tanggung jawab di peran yang lain. Time-based
conflict konsisten dengan waktu kerja yang berlebihan dan
permasalahan dalam penjadwalan dan role overload. Work-family
conflict secara positif berhubungan dengan jumlah jam kerja per
minggu. Work-family conflict juga dikaitkan dengan jumlah dan
frekuensi lembur, kehadiran, dan ketidakteraturan jam kerja shift (Burke
et al. 1980b; Keith & Schafer, 1980; Kahn et al., 1964; Pleck et al., 1980
dalam Greenhaus et al., 1985).
Selain itu, beberapa penelitian telah menemukan bahwa orang tua
yang memiliki anak-anak dengan usia yang masih muda (yang
cenderung menuntut waktu orangtuanya) sehingga dapat mengalami
lebih banyak konflik daripada orang tua yang memiliki anak-anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dengan usia yang lebih tua (Beutell & Greenhaus, 1980; Greenhaus &
Kopelman, 1981; Pleck et al., 1980 dalam Greenhaus et al., 1985).
Jadwal kerja, orientasi kerja, pernikahan, anak-anak, dan pola kerja
pasangan dapat menyebabkan tekanan dalam peran pekerjaan dan
keluarga. Konflik ini dialami saat waktu ini tidak sesuai dengan tuntutan
domain peran lainnya.
b. Strain-based Conflict
Strain-based conflict terjadi ketika tekanan dari satu peran
mengganggu pemenuhan persyaratan di peran lain. Strain-based conflict
konsisten dengan kelelahan/iritabilitas (Greenhaus et al., 1985), yang
muncul ketika ketegangan dalam satu peran memengaruhi kinerja
seseorang dalam peran lain. Ambiguitas dan/atau konflik dalam peran
kerja telah ditemukan berhubungan positif dengan work-family conflict
(Jones & Butler, 1980; Kopelman et al., 1983 dalam Greenhaus et al.,
1985). Di samping itu, Pleck et al. (1980, dalam Greenhaus et al., 1985)
menunjukkan bahwa tuntutan kerja fisik dan psikologis berkorelasi
positif dengan beberapa jenis work-family conflict.
Bartolome dan Evans (1980, dalam Greenhaus et al., 1985)
mengemukakan bahwa peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi di
tempat kerja (misalnya, mengatasi pekerjaan baru, pekerjaan yang sulit,
mendapat fitnah, dan kekecewaan karena harapan yang tak terpenuhi)
dapat memicu kelelahan, ketegangan, kekhawatiran, atau frustasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
membuat individu sulit untuk mengejar kepuasan di kehidupan yang
lainnya. Seperti halnya dalam domain kerja, karakteristik peran keluarga
yang menghasilkan komitmen waktu yang luas juga dapat secara
langsung atau tidak langsung menghasilkan strain atau ketegangan
seperti kehadiran anak kecil (Gove & Geerken, 1977 dalam Greenhaus
et al., 1985).
c. Behavior-based Conflict
Behaviour-based conflict terjadi ketika perilaku dalam satu peran
tidak dapat disesuaikan dengan pola perilaku dalam peran lainnya.
Tidak ada penelitian empiris yang secara langsung menilai prevalensi
behavior-based conflict. Akan tetapi, Burke dan Weir (dalam Greenhaus
et al., 1985) telah mengusulkan bahwa gaya perilaku yang dipamerkan
pria di tempat kerja (impersonality, logis, kuat, memiliki kuasa)
mungkin tidak sesuai dengan perilaku yang diinginkan oleh anak
mereka di dalam domain keluarga.
Contoh dari jenis-jenis konflik di dua arah, ‘work-to-family’ dan
‘family-to-work’ ada di tabel 2.2.
Tabel 2.2
Work-family conflict berdasarkan arah dan bentuk (Lingard & Francis,
2009)
Work-to-family
conflict
Family-to-work
conflict
Time-based Pekerjaan memakan
waktu lebih banyak
dibandingkan dengan
waktu bersama
Kehidupan pribadi
memakan waktu lebih
banyak daripada waktu
bekerja; atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
keluarga; atau harus
bekerja lembur disaat
anaknya ikut pentas di
acara sekolahnya.
mengambil waktu di
hari kerja/cuti untuk
membawa orangtua ke
rumah sakit.
Strain-based Perasaan atau suasana
hati negatif yang
terbawa sampai rumah
karena peristiwa yang
terjadi di tempat kerja;
merasa terkuras secara
emosional dari
pekerjaan; ketegangan
dan kecemasan dari
pekerjaan
menyebabkan
seseorang menjadi
tidak sabar atau marah
ketika di rumah; atau
keasyikan mengurus
masalah pekerjaan
ketika berada di
rumah.
Perasaan atau suasana
hati yang negatif
timbul di tempat kerja
sebagai akibat dari
masalah yang terjadi di
keluarga; atau
keasyikan mengurus
masalah keluarga di
saat bekerja.
Behavior-based
Perilaku yang
digunakan di tempat
kerja tidak efektif
ketika diterapkan di
rumah; penggunaan
strategi pemecahan
masalah konfrontatif
yang digunakan di
tempat kerja kurang
efektif jika diterapkan
untuk mengatasi
masalah dengan
anggota keluarga.
Perilaku yang
digunakan di rumah
tidak efektif ketika
diterapkan di tempat
kerja; keyakinan
bahwa keefektifan
kerja membutuhkan
menjadi “seseorang
yang berbeda” untuk
orang yang ada di
sekitar anggota
keluarga mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
3. Dimensi Work-Family Conflict
Para peneliti mulai mempertimbangkan berbagai bentuk work-
family conflict dan seiring dengan semakin berkembangnya penelitian
kajian work-family ini, Gutek et al. (1991, dikutip dalam Carlson, Kacmar
and Williams, 2000) mengatakan bahwa masing-masing dari ketiga jenis
work-family conflict tersebut memiliki dua arah: (a) konflik terjadi karena
pekerjaan mengganggu keluarga/work interference with family (WIF) dan
(b) konflik yang terjadi karena keluarga mengganggu pekerjaan/family
interference with work (FIW). Ketika ketiga jenis work-family conflict ini
dikombinasikan dengan dua arah WIF & FIW, maka akan membentuk enam
dimensi work–family conflict: (1) time-based WIF, (2) time-based FIW, (3)
strain-based WIF, (4) strain-based FIW, (5) behavior-based WIF, and (6)
behavior-based FIW. Keenam dimensi ini tergambar dalam tabel 2.3berikut
ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Tabel 2.3
Dimensi Work-family conflict (Carlson, Kacmar & Williams, 2000)
Forms of
Work-Family
Conflict
Directions of Work-Family Conflict
Work
interference with
Family
Family interference
with Work
Time Time Based
Work interference
with Family
Time Based
Family interference
with Work
Strain Strain Based
Work interference
with Family
Strain Based
Family interference
with Work
Behavioral Behavioral Based
Work interference
with Family
Behavioral Based
Family interference
with Work
Sebagai contoh, work-role conflict (yaitu ketika peran pekerjaan
individu membebankan tuntutan yang saling bertentangan) dan ambiguitas
(yaitu ketika peran pekerjaan individu tidak jelas) berkaitan dengan strain-
based bukan pada time-based work-to-family conflict. Sementara
keterlibatan dalam pekerjaan berkaitan dengan ketiga jenis work-to-family
conflict. Strain- dan behaviour-based work-to-family conflict sama-sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
terkait dengan rendahnya kepuasan terhadap kehidupan atau keluarga,
sedangkan time-based tidak begitu berpengaruh. Family role conflict dan
dukungan sosial dari keluarga berkaitan dengan ketiga jenis family-to-work
conflict. Ketika family role conflict tinggi dan dukungan sosial dari keluarga
rendah, maka ketiga jenis family-to-work conflict akan tinggi. Meskipun
strain-based family-to-work conflict merupakan satu-satunya jenis family-
to-work conflict yang berkaitan dengan job satisfaction, life satisfaction dan
family satisfaction.
4. Dampak dari Work-Family Conflict
Work–family conflict berhubungan dengan psychological wellbeing
(Amstad, Meier, Fasel, Elfering, & Semmer, 2011), kesehatan,
kesejahteraan dan hasil organisasi (Kossek et al., 2010; Kossek et al., 2011),
emotional exhaustion (Zhang et al., 2012), kesehatan mental termasuk stress
dan depresi (Emslie, Hunt, & Macintyre, 2004; Rosenfield, 1989 dalam
Jang, 2009). Studi empiris juga menemukan bahwa work-family conflict
berkorelasi positif dengan burnout (Kossek & Ozeki, 1999 dalam Zhang et
al., 2012). Selain itu, studi meta analisis menunjukkan bahwa kedua arah
konflik, yaitu work-family conflict dan family-work conflict berkorelasi
negatif dengan affective commitment, serta berkorelasi positif dengan
turnover intentions (Zhang et al., 2012). Menurut Greenhaus dan Allen
(2011) work–family conflict juga dapat memengaruhi work–family balance
seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Salah satu hasil dari work–family conflict yang paling sering diteliti
adalah job satisfaction dan sering dikaitkan dengan kepuasan terhadap
atasan serta kepuasan terhadap beban kerja (Boles, Howards & Donofrio,
2001 dalam Lingard & Francis, 2009). Pada sebagian besar penelitian,
kepuasan kerja ini menunjukkan dapat menurunkan work-family conflict.
Bruck et al. (2002, dalam Lingard & Francis, 2009) menambahkan bahwa
dari kedua arah work-family confict, yang berkaitan erat dengan job
satisfaction ialah work-to-family conflict.
Greenhaus, Parasuraman dan Collins (2001) mengatakan bahwa
ketika karyawan mengalami work-family conflict, maka karyawan akan
berusaha untuk menghilangkan konflik tersebut dengan cara menarik diri
dari pekerjaan. Secara khusus, karyawan yang merasa tidak puas dengan
pekerjaannya dan memiliki konflik dengan keluarganya akan berpikir untuk
keluar dari perusahaan. Tingkat stress yang tinggi akibat dari work-family
conflict seperti itu juga terkait dengan kecenderungan penarikan diri
(Lingard & Francis, 2009).
C. GURU
1. Pengertian Profesi Guru
Pengertian guru secara etimologi adalah orang yang pekerjaannya
mengajar (Muhson, 2004). Pengertian ini memberikan kesan bahwa guru
merupakan orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mengajar (Shabir,
2015). Sebagai pengajar, guru merupakan salah satu faktor utama yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
menentukan mutu pendidikan karena guru berhadapan langsung dengan
peserta didik melalui proses belajar mengajar di kelas (Kunandar, 2007).
Guru itu sendiri merupakan suatu profesi yang titik beratnya
berfungsi sebagai sumber dan orang yang menyediakan informasi atau
pengetahuan bagi peserta didiknya (Muhson, 2004). Apabila lebih
memerhatikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 (4) yang
menyatakan bahwa professional adalah …..pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
membutuhkan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Berdasarkan rumusan tersebut, terdapat 6 (enam) ukuran penting yang
menjadikan guru sebagai profesi, antara lain (1) menjadi sumber
penghasilan kehidupan, (2) memerlukan keahlian, (3) memerlukan
kemahiran, (4) memerlukan kecakapan, (5) adanya standar mutu atau norma
tertentu, dan (6) memerlukan pendidikan profesi (Sudarma, 2013).
Profesi guru erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan, baik itu sains,
ilmu, pengetahuan, nilai-nilai, teknologi, atau filsafat. Semuanya itu erat
kaitannya dengan keguruan. Seorang guru memiliki kewajiban atau
melakukan interaksi edukatif dalam menyampaikan ilmu pengetahuan
tersebut. Dalam konteks pendidikan, guru merupakan kunci dalam
peningkatan mutu pendidikan (Sudarma, 2013). Menurut Babari dan
Prijono (1996, dalam Sudarma, 2013), urgensi peran dan posisi guru adalah
faktor kunci dalam proses pemberdayaan dalam dunia pendidikan. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
arti lain yaitu kualitas pendidikan di Indonesia sangat ditentukan oleh faktor
guru sebagai unsur yang dinamis dalam pendidikan. Hal ini membuat
perhatian terhadap guru sebagai profesi maupun pribadi menjadi satu bagian
penting dalam proses peningkatan mutu layanan serta kualitas lulusan
pendidikan. Oleh karena itu, guru menjadi sosok yang berada di garda
terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Di tangan guru
lah akan membentuk peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis,
keahlian, kematangan sosial, moral, dan spiritual (Kunandar, 2007).
Berdasarkan penjelasan di atas, profesi guru adalah orang yang
memiliki keahlian, kemahiran, dan kecapakan dalam mengajar dan
menyampaikan ilmu pengetahuan bagi para peserta didiknya.
2. Peran Guru
Di sekolah, guru memiliki tugas dan tanggung jawab utama yaitu
melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa (Sudarma, 2013). Mengikuti
arus globalisasi yang masuk dalam dunia pendidikan membuat tugas dan
peran guru dari hari ke hari akan semakin berat, seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru yang memegang
peranan penting dalam dunia pendidikan dituntut mampu mengimbangi
bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang di tengah masyarakat (Kunandar, 2007).
Dalam pelaksanaannya, guru memainkan beberapa peran seperti
pendidik, pengajar, pembimbing, dan pelatih (Sudarma, 2013). Pertama,
guru sebagai pendidik. Dalam hal ini hendaknya guru memiliki ciri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
kemampuan pandai bergaul dengan para peserta didik, memiliki sikap kasih
saying, bersifat sabar, dan mampu memberikan teladan dalam berperilaku,
bersikap, dan bertutur kata.
Kedua, guru sebagai pengajar. Sebagai seorang pengajar hendaknya
guru dapat membuat perangkat program pengajaran, kemudian
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan kegiatan penilaian proses belajar.
Tidak hanya itu, guru juga melaksanakan analisis pekerjaan siswa,
menyusun program perbaikan, membuat daftar nilai siswa, membantu
mengembangkan dan menumbuhkan kreativitas siswa, serta membuat
catatan kemajuan belajar siswa.
Ketiga, guru sebagai pembimbing. Pada peran ini, guru diharapkan
dapat memberikan layanan bimbingan kepada siswanya agar mereka
mengenali pribadinya, lingkungannya, dan masa depannya. Selain itu, guru
juga dapat memberikan bantuan pada siswa yang mengalami hambatan,
memberikan pembinaan siswa yang mengalami kesulitan belajar, serta
membuat catatan dan laporan kemajuan tentang siswa yang dibimbing.
Keempat, guru sebagai pelatih. Peran guru sebagai pelatih ini
hendaknya para guru memberikan latihan sehingga siswa memiliki
kemampuan riil praktis dan psikomotorik. Latihan ini membantu guru
dalam membangun pribadi siswa yang berkualitas.
Melalui keempat peran guru di atas diharapkan dapat meningkatkan
kinerja guru dalam memberikan pelayanan pendidikan (Sudarma, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
3. Budaya Kerja Guru
Guru atau tenaga pendidik pada umumnya merupakan bagian
penting dari organisasi pendidikan yang sering disebut sekolah. Kehadiran
tenaga pendidik tidak terlepas dari kehadiran lembaga pendidikan sebagai
sebuah institusi. Dalam konteks itu, perilaku guru senantiasa berinteraksi
dengan konteks dan/atau situasi lembaga pendidikan. Interaksi antara
perilaku guru dengan lingkungan dan organisasi sekolah inilah yang
nantinya akan membentuk budaya sekolah. Budaya sekolah ini memiliki
bentuk-bentuk tertentu yang salah satunya ialah budaya guru, yang
menggambarkan karakteristik pola-pola hubungan guru di sekolah.
Terdapat lima bentuk budaya guru menurut Hargreaves (1992, dalam
Sudarma, 2013), yaitu:
a) Individualism. Budaya kerja yang bersifat individualis. Ada jarak yang
terasing antara guru dengan rekan seprofesi lainnya. Apabila ada guru
yang berkemampuan lebih, ia akan fokus bekerja dan tidak terbebani
oleh pihak lainnya. Berbeda halnya dengan guru yang kurang kreatif, ia
akan jauh tertinggal.
b) Balkanization. Budaya ini ditandai dengan adanya sub-sub kelompok
secara terpisah yang saling bersaing dan lebih mementingkan
kelompoknya dibandingkan dengan sekolah secara keseluruhan.
c) Contrived Collegiality. Budaya kerja ini menunjukkan adanya karakter
kolaborasi yang terkendali atau terstruktur. Misal saja, pimpinan
sekolah yang mengelola pola kerja di antara para guru. Budaya kerja ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
membantu para guru kompak, namun dari sisi kreativitas kerja kurang
terasah karena guru dimanjakan oleh sistem.
d) Collaborative. Pada budaya kerja ini, guru dapat memilih secara bebas
dan saling mendukung yang didasari saling percaya dan keterbukaan.
Selain itu, terdapat keterpaduan antara kehidupan pribadi dengan tugas-
tugas professional guru, saling menghargai, serta adanya toleransi
terhadap perbedaan.
e) Moving Mosaic. Budaya ini sangat fleksibel dan adaptif, sehingga setiap
guru memiliki kesempatan yang sama untuk mengambil peran, baik
dalam proses perencanaan, pelaksaan, maupun penilaian.
Kelima budaya kerja di atas lebih menekankan pada aspek hubungan
antar guru dalam profesi. Akan tetapi, budaya kerja guru dalam
hubungannya dengan peserta didik juga tak kalah penting. Sudarma (2013)
meringkas budaya kerja guru dalam hubungannya dengan peserta didik
menjadi 5 (lima), antara lain:
a) Feodalistik. Peran guru pada budaya kerja ini lebih dominan, sedangkan
peran siswa sangat minim. Peserta didik dianggap memiliki posisi yang
sama, kebutuhan yang sama, dan membutuhkan perlakuan yang sama.
Gaya mengajar ini memosisikan guru sebagai pusat segala-galanya.
b) Klasikal. Pada budaya ini, guru memiliki kepedulian terhadap
kebutuhan siswa atau peserta didik, tetapi dilakukan dengan cara
seremonial. Peserta didik diposisikan sebagai kelompok yang
mempunyai kebutuhan sama dan dapat diperlakukan secara sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
c) Kolaboratif. Pada budaya ini terlihat guru dan peserta didik bersama-
sama merancang model pembelajaran. Peserta didik dipandang
memiliki hak menapatkan pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan
kondisi dan kemampuan dirinya.
d) Fasilitator. Budaya ini lebih berfokus pada pada peran peserta didik
yang lebih besar daripada guru. Peserta didik sudah mulai merancang
model, sumber, dan cara belajarnya sendiri. Peserta didik juga dalam
budaya ini juga melakukan pembelajaran dengan tutor sebaya,
sedangkan guru hanya tampil sekadar memfasilitasi dan menciptakan
lingkungan pembelajaran.
e) Guide. Pada budaya ini guru memberikan keleluasaan pada peserta didik
untuk belajar mandiri dan berkompetisi sendiri. Setiap peserta didik
dapat menentukan sendiri waktu belajar, cara belajar, dan sumber
belajarnya sendiri. Keberadaan guru sudah berkurang.
4. Kompetensi Guru
Guru ialah orang yang berperan langsung pada proses belajar
mengajar. Oleh karena itu, guru merupakan aktor utama dan terdepan dalam
proses belajar mengajar tersebut. Posisi tersebut membutuhkan kompetensi
khusus sehingga guru benar-benar mampu menunjukkan kemampuan
profesionalnya yang optimal (Sudarma, 2013). Kompetensi pada dasarnya
merupakan deskripsi mengenai apa yang dapat dilakukan seseorang dalam
pekerjaan, serta apa wujud dari pekerjaan tersebut yang dapat terlihat
(Suyanto & Jihad, 2013). Agar dapat melakukan suatu pekerjaan, seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
harus memiliki kemampuan dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang relevan dengan bidang pekerjaannya (Suyanto & Jihad,
2013).
Kompetensi guru sendiri dimaknai sebagai gambaran mengenai apa
yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa
kegiatan, perilaku, maupun hasil yang dapat ditunjukkan dalam proses
belajar mengajar. Menurut Suyanto dan Djihad Hisyam (2000; dalam
(Suyanto & Jihad, 2013) terdapat 3 (tiga) jenis kompetensi guru, yaitu:
a) Kompetensi profesional, yaitu memiliki pengetahuan yang luas dari
bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai
metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang
diselenggarakan.
b) Kompetensi kemasyarakatan, yaitu mampu berkomunikasi dengan
siswa, sesame guru, dan masyarakat luas dalam konteks sosial.
c) Kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan
patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi
seorang pemimpin yang menjalani peran “ing ngarso sung tulada, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani.”
Di samping itu, berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pada bab IV Pasal 10 ayat 91, kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru, yaitu 1) Kompetensi pendagogik, meliputi
pemahaman guru terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi belajar, dan pengembangan siswa untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; 2) Kompetensi
kepribadian, merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang antap, stabil, dewasa, arif, berakhlak mulia dan
berwibawa, dan menjadi teladan bagi siswa; 3) Kompetensi Sosial,
memiliki kemampuan berkomunikasi dan bergaul secara efektif, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali siswa, serta masyarakat
sekitar; dan 4) Kompetensi Profesi, menguasai materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang terkait dengan materi,
serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuan (Sudarma,
2013; Suyanto & Jihad, 2013).
5. Beban Kerja Guru
Jumlah jam kerja guru sebagian besar merupakan jam tatap muka
dengan peserta didik yang dilaksanakan di dalam ruang kelas. Di sisi lain,
beban kerja guru yang jarang diperhatikan public ialah pekerjaan guru yang
tidak tampak dan tidak dikerjakan di ruang kelas. Pekerjaan ini meliputi
perencanaan, menyusun bahan ajar, dan melaksanakan penilaian. Oleh
karena itu, beban kerja guru dapat dikatakan: (a) secara formal terbatas di
ruang kelas, namun (b) karena jenis pekerjaan yang tersembunyi banyak
dilakukan di luar kelas, maka secara kumulatif beban kerja guru hampir
mencapai jumlah 24 jam (Sudarma, 2013).
Maksud dari jam tatap muka ialah seorang guru harus melaksanakan
beban kerja secara langsung dengan peserta didik di dalam ruang kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Oleh karena itu, seperti yang sudah di atur dalam Undang-Undang Guru dan
Dosen bahwa “sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-
banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 minggu” itu yang dimaksud ialah
proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan kata lain, beban kerja guru
yang lainnya seperti, merencanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing, melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas
tambahan tidak dapat dikategorikan sebagai jam tatap muka (Sudarma,
2013).
Di sisi lain, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
memberikan penjelasan bahwa istilah tatap muka berlaku untuk
pelaksanaan beban kerja guru yang terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran. Beban kerja guru untuk melaksanakan pembelajaran paling
sedih 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat
puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu tersebut merupakan bagian
jam kerja dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling
sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja dalam 1 (satu) minggu.
Sedangkan dalam Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru 2008
(PPBKG; dalam Sudarma 2013) tertera kalimat “Sebagai tenaga
profesional, guru bak PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan
tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja
pegawai lainnya yaitu 37,5 jam kerja (@ 60 menit) per minggu. Dalam
melaksanakan tugasnya, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalendar
akademik dan jadwal.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
6. Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru merupakan proses memberikan sertifikat pada guru
yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi. Sertifikasi
guru ini menjadi landasan yang menjamin keberadaan guru yang
profesional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kegiatan
sertifikasi meliputi peningkatan kualifikasi dan uji kompetensi. Uji
kompetensi dilakukan melalui tes tertulis untuk menguji kompetensi
professional, pedagogik, dan penilaian kinerja dilakukan untuk menguji
kompetensi sosial dan kepribadian. Sertifikasi guru ini sebagai salah satu
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu guru bersamaan dengan
peningkatan kesejahteraan guru, sehingga nantinya diharapkan dapat
membantu meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di
Indonesia. Peningkatan kesejahteraan guru ini berupa tunjangan profesi
sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang memiliki sertifikasi pendidik
(Kunandar, 2007).
Pelaksanaan sertifikasi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai solusi
dalam mencapai standar guru yang berkualitas dan professional. Kebijakan
sertifikasi guru melalui Permendiknas No. 18 Tahun 2007 merupakan salah
satu upaya dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam
rangka meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru sehingga nantinya
pembelajaran di sekolah juga menjadi berkualitas (Kurniawan, 2011).
Sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) menentukan kelayakan
guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
mewujudkan tujuan pendidikan nasional; (2) peningkatan proses dan hasill
pembelajaran; (3) peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru; (4)
meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu (Kunandar, 2007; Kurniawan, 2011).
Sertifikasi guru ada dua jalur, yaitu sertifikasi guru prajabatan dan
sertifikasi guru dalam jabatan. Guru prajabatan adalah mereka yang lulusan
S1 atau D4 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau non-
(LPTK) yang memiliki minat dan keinginan untuk menjadi guru, namun
belum mengajar pada satuan pendidik, baik yang telah diselenggarakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Sedangkan guru
dalam jabatan ialah mereka yang sudah menjadi guru PNS dan non-PNS
yang sudah mengajar pada satuan pendidik, baik yang telah diselenggarakan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, dan juga sudah
mempunyai perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama (Kunandar,
2007).
Sertifikasi guru prajabatan dilaksanakan melalui pendidikan profesi
di LPTK, sedangkan guru dalam jabatan berdasarkan uji kompetensi. Syarat
agar guru mendapat sertifikat pendidik antara lain: (1) Memenuhi standar
kualifikasi akademik (S1 atau D4 dan relevan); (2) Menguasai standar
kompetensi yang dibuktikan dengan lulus uji kompetensi yang telah
diselenggarakan oleh perguruan tinggi penyelenggara pengadaan tenaga
kependidikan yang telah terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia (Kunandar, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Nasional (Permendiknas) RI Nomor 18 Tahun 2007, bagi guru dalam
jabatan uji kompetensi diukur dari dokumen portofolio yang dikumpulkan
oleh para guru (Kurniawan, 2011). Penilaian portofolio tersebut merupakan
pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian
terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru yang
mencakup 10 komponen (Kunandar, 2007; Kurniawan, 2011).
Menurut Permendiknas RI Nomor 18 Tahun 2007 (Kunandar,
2007), komponen portofolio meliputi beberapa hal, antara lain: (1)
Kualifikasi akademik (D4/S1/S2/S3) dengan bukti fisik ijazah atau sertifikat
diploma; (2) Pendidikan dan pelatihan, dengan bukti fisik berupa sertifikat,
piagam, atau surat keterangan dari lembaga penyelenggara diklat; (3)
Pengalaman mengajar, dengan bukti fisik berupa surat keputusan/surat
keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang; (4) Perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, dengan bukti fisik dapat berupa dokumen hasil
penilaian oleh kepala sekolah dan/atau pengawas tentang pelaksanaan
pembelajaran yang dikelola oleh guru; (5) Penilaian dari atasan dan
pengawas; (6) Prestasi Akademik, bukti fisiknya berupa surat penghargaan,
surat keterangan atau sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga/panitia
penyelenggara; (7) Karya pengembangan profesi, dengan bukti fisik berupa
surat keterangan dari pejabat yang berwenang tentang hasil karya tersebut;
(8) Keikutsertaan dalam forum ilmiah, bukti fisiknya berupa makalah dan
sertifikat/piagam bagi narasumber, dan sertifikat/piagam bagi peserta; (9)
Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, bukti fisiknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
adalah surat keputusan atau surat keterangan dari pihak yang berwenang;
(10) Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan, dengan bukti
fisik berupa fotokopi sertifikat, piagam, atau surat keterangan.
Apabila kesepuluh komponen tersebut sudah terpenuhi secara
objektif dengan skor minimal yang harus dicapai yaitu 850 atau 57% dari
perkiraan skor maksimum (1500) maka yang bersangkutan bisa dipastikan
berhak menyandang predikat sebagai guru profesional, beserta dengan
sejumlah hak dan fasilitas yang melekat dalam jabatannya (Kurniawan,
2011).
D. Dinamika Hubungan Work-Family Conflict dengan Work-Life Balance
pada Guru
Kerja merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia saat ini untuk
memenuhi kebutuhan. Kondisi yang mengharuskan orang-orang bekerja
menyebabkan sebagian besar waktu mereka dihabiskan di tempat kerja. Begitu
juga dengan guru di Indonesia, mereka harus melaksanakan tugasnya dan
berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai
yaitu 37,5 jam kerja per minggu (Sudarma, 2013). Dalam dunia kerja, guru
tentu akan menghadapi berbagai tugas atau tuntutan pekerjaan. Tak hanya itu,
guru juga memiliki tuntutan di peran lainnya seperti salah satunya keluarga.
Terlebih lagi untuk guru yang sudah menikah, memiliki anak, hidup bersama
orangtua atau anggota keluarga yang lain. Tuntutan peran dalam pekerjaan dan
keluarga tersebut sangat menguras waktu, psikis, dan mental seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
(Grzywacz, Arcury, Marin, Carrillo, Burke, Coates, & Quandt, 2007, dalam
Sianturi & Zulkarnain, 2013). Penelitian sebelumnya telah membuktikan
bahwa tuntutan-tuntutan di kedua peran tersebut berkontribusi terhadap
peningkatan terjadinya work-family conflict (Frone, 2000, dalam Sianturi &
Zulkarnain, 2013).
Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict
sebagai bentuk konflik interrole di mana tuntutan peran yang berasal dari ranah
kerja tidak sesuai dengan tuntutan peran yang berasal dari ranah keluarga.
Dukungan dari lingkungan kerja penting diterapkan karena dapat mengurangi
tekanan dalam peran pekerjaan yang memicu munculnya work-family conflict.
Ketika konflik terjadi karena pekerjaan mengganggu kehidupan keluarga
(Work Interference with Family), maka performansi dan kepuasan dalam peran
keluarga dikompromikan. Ketika konflik terjadi karena permasalahan di
keluarga mengganggu kehidupan kerja (Family Interference with Work), maka
performansi dan kepuasan dalam peran pekerjaan jadi menurun (Edwards &
Rothbard, 2000; Greenhaus & Beutell, 1985).
Saat guru mengalami konflik karena pekerjaannya mengganggu
kehidupan keluarganya (Work Interference with Family), maka hal itu dapat
memengaruhi kualitas kehidupan mereka. Dari segi waktu (time-based work
interference with family), konflik dapat terjadi ketika guru harus
menyelesaikan pekerjaannya sehingga menyita waktu mereka dengan anak
atau keluarganya. Lalu dari segi ketegangan yang muncul (strain-based work
interference with family), yaitu ketika guru mengalami permasalahan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
sekolah baik dengan rekan kerja maupun dengan peserta didiknya sehingga
mengakibatkan suasana hati guru yang bersangkutan menjadi negatif. Suasana
hati yang negatif itu terbawa hingga ke rumah, seperti menjadi tidak sabaran
atau marah-marah ketika di rumah. Kemudian dari segi perilakunya (behavior-
based work interference with family), yaitu ketika guru kurang tepat dalam
menyelesaikan permasalahan keluarganya dengan menggunakan strategi
pemecahan masalah seperti yang ia lakukan ketika di tempat kerja. Ketiga hal
ini (time-, strain-, behavior-based work interference with family) mengacu
pada sejauh mana suatu pekerjaan dapat mengganggu (work interference with
personal life) atau meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu (work
enhancement with personal life).
Di sisi lain, ketika guru mengalami konflik karena permasalahan di
keluarga mengganggu pekerjaannya (Family Interference with Work) juga
dapat berpengaruh pada kualitas hidup mereka. Jika konflik terjadi dari segi
waktu (time-based family interference with work), seperti guru harus izin tidak
mengajar beberapa hari karena harus mengurus anggota keluarganya yang
sedang jatuh sakit. Dari segi ketegangan yang muncul (strain-based family
interference with work), konflik terjadi ketika guru mengalami permasalahan
di rumah (misal, bertengkar dengan pasangan) membuat suasana hatinya
menjadi buruk sehingga ia tidak dapat fokus mengajar ketika di dalam ruang
kelas. Sedangkan dari segi perilakunya (behavior-based family interference
with work), konflik yang terjadi ketika guru menyelesaikan permasalahan di
tempat kerja dengan menggunakan cara seperti yang ia lakukan ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
menyelesaikan permasalahan di rumah, sehingga kurang efektif dilakukan.
Ketiga hal ini (time-, strain-, behavior-based family interference with work)
mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi mengganggu (personal life
interference with work) atau meningkatkan kinerja seseorang saat bekerja
(personal life enhancement with work). Sebenarnya dukungan yang diberikan
oleh anggota keluarga berkaitan dengan tingkat family-interference-work dan
work-interference-family yang lebih rendah (Byron, 2005).
Studi yang dilakukan oleh Amstad et al., (2011) menunjukkan bahwa
konflik pekerjaan akan berhubungan dengan hal-hal yang terjadi dalam
lingkungan pekerjaan (work-related outcomes), seperti kepuasan kerja,
komitmen organisasi dan performa kerja. Sedangkan konflik keluarga akan
berhubungan dengan hal-hal yang terjadi dalam lingkungan keluarga (family-
related conflict), seperti kepuasan pernikahan, ketegangan dalam rumah
tangga dan kepuasan keluarga.
Konflik antar peran yang terjadi seperti yang sudah dijelaskan di atas
dapat diminimalisir dengan cara berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam
setiap peran yang dijalani sehingga individu dapat seimbang dalam menjalani
setiap perannya. Menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dengan keluarga atau
aspek kehidupan lainnya saat ini menjadi masalah krusial. Hal tersebut
merupakan konsep dari Work-Life Balance. Work-life balance merupakan hal
yang penting dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri untuk
mewujudkan keseimbangan tersebut tidaklah mudah. Marks & MacDermid
(1996) menjelaskan keseimbangan ini sebagai kecenderungan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
sepenuhnya terlibat dalam setiap peran yang ada dalam hidup seorang individu,
dan melaksanakan setiap peran yang ada dengan penuh perhatian.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang guru yang
tidak dapat mengatasi tuntutan-tuntutan dari berbagai domain kehidupannya
maka akan mengalami work-family conflict. Sedikitnya konflik yang terjadi
membuat guru akan lebih puas di setiap aspek kehidupannya, serta lebih
mampu mengelola dirinya untuk menyeimbangkan berbagai peran yang
dimiliki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
E. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian hubungan antara work-family conflict dengan
work-life balance pada guru adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1.
Skema Penelitian
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini ialah terdapat hubungan negatif yang signifikan
antara Work-family Conflict dengan Work-life balance. Semakin tinggi Work-
family Conflict maka semakin rendah Work-life balance guru.
Work-Family
Conflict
Work interference
with Family
Family interference
with Work
Time Based
Work interference
with Family
Strain Based
Work interference
with Family
Behavior Based
Work interference
with Family
Time Based
Family interference
with Work
Strain Based
Family interference
with Work
Behavior Based
Family interference
with Work
Pekerjaan
mengganggu
kehidupan pribadi
(WIPL)
Pekerjaan
meningkatkan kualitas
kehidupan pribadi
(WEPL)
(WEPL)
Kehidupan pribadi
mengganggu
pekerjaan
(PLIW)
Kehidupan pribadi
meningkatkan performa
dalam pekerjaan
(PLEW)
Work-Life
Balance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan, penelitian dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis, yaitu penelitian dasar, penelitian pengembangan (R&D), dan
penelitian terapan (Sugiyono, 2013). Berdasarkan tujuannya, penelitian ini
termasuk dalam penelitian dasar karena melibatkan pengembangan dan
pengujian teori, serta berguna dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan (Widi, 2010).
Suatu penelitian dirancang berdasarkan informasi dari tinjauan
pustaka untuk menekankan karakteristik dan kualitas metode yang dipilih.
Metode-metode penelitian yang dapat dipilih yaitu metode kuantitatif,
metode kualitatif, atau campuran dari keduanya (Leo, 2013). Metode
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah metode
kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang didasarkan
pada pengumpulan dan analisis data yang berbentuk angka untuk
menjelaskan, memprediksi, dan/atau mengontrol fenomena yang sedang
diteliti (Leo, 2013). Data penelitian kuantitatif ini dianggap objektif karena
menggunakan instrument (alat ukur) dan konsep analisis berdasarkan
angket, survei, dan lain-lain.
Dalam penelitian kuantitatif, terdapat beberapa desain penelitian
yang terdiri dari penelitian deskriptif, survei, korelasi, perbandingan sebab
akibat, eksperimental (Leo, 2013). Penelitian ini menggunakan desain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
penelitian survei karena jenis desain ini bertujuan untuk mengumpulkan
data atau informasi mengenai satu atau lebih kelompok orang yang terkait
dengan sifat, sikap, pendapat, atau keyakinan mereka terhadap sesuatu.
Desain ini dilakukan dengan cara mengajukan serangkaian pernyataan dan
kemudian menabulasikan jawabannya (Leedy & Ormrod, 2005 dalam
Supratiknya, 2015).
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Work-Family
Conflict.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Work-life
balance.
C. Definisi Operasional
1. Work-life Balance
Work-life balance merupakan sejauh mana individu merasa mampu
mengelola peran-perannya dengan bobot atau kualitas yang sama pada
setiap aspek kehidupannya. Konsep work-life balance diukur
berdasarkan empat dimensi, yaitu work interference with personal life
(WIPL), personal life interference with work (PLIW), personal life
enhancement of work (PLEW), dan work enhancement of personal life
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
(WEPL). Work-life Balance diukur dengan menggunakan skala yang
diadaptasi dari Fisher et al., (2009). Akan tetapi, dalam penelitian ini,
pilihan jawabannya terdiri dari 6 (enam) pilihan jawaban setuju – tidak
setuju sehingga berbeda dengan skala aslinya. Selain itu, dalam skala
penelitian ini tidak dicantumkan kalimat pengantar yang berupa
responden diminta untuk menunjukkan frekuensi yang mereka rasakan
selama 3 bulan terakhir.
Semakin tinggi skor pada dimensi WEPL dan PLEW yang dimiliki
oleh individu, maka semakin tinggi persepsi individu bahwa kehidupan
pekerjaan dan kehidupan pribadinya seimbang (Novelia, Sukirman, &
Hartana, 2013).
2. Work-Family Conflict
Work-family conflict merupakan sejauh mana individu merasa
tegang dan stress yang dipicu oleh adanya tekanan dan harapan peran
yang ada di ranah pekerjaan dan ranah keluarga. Variabel ini diukur
berdasarkan Time Based-Work interference with Family, Time Based-
Family interference with Work, Strain Based-Work interference with
Family, Strain Based-Family interference with Work, Behavioral
Based-Work interference with Family, dan Behavioral Based-Family
interference with Work. Konsep Work-family conflict ini diukur dengan
menggunakan skala yang diadaptasi dari Carlson et al., (2000). Semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
tinggi skor yang diperoleh individu maka semakin tinggi tingkat work-
family conflict.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah guru.
Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah guru yang tinggal bersama
dengan keluarganya. Hal ini karena individu yang sudah berkeluarga atau
tinggal bersama keluarganya akan memiliki tanggung jawab yang besar
terhadap keluarganya sehingga terkadang peran di pekerjaan tidak sesuai
dengan peran di keluarga. Kemudian akan memicu munculnya konflik.
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-
probabilitas sampling di mana setiap orang yang terdapat dalam populasi
memiliki kesempatan atau peluang yang tidak sama untuk dipilh sebagai
sampel, bahkan kemungkinan anggota tertentu untuk terpilih tidak diketahui
(Siregar, 2013). Jenis metode non-probabilitas yang digunakan yaitu
convenience sampling. Melalui teknik ini, sampel yang dipilih berdasarkan
kemudahan untuk mengakses sampel yang sesuai dengan kriteria yang
dibuat oleh peneliti (Supratiknya, 2015).
Peneliti mendatangi salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di Karanganyar dan salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surakarta
dan meminta izin langsung kepada Kepala Sekolah serta menjelaskan
maksud dari penelitian. Setelah mendapatkan izin dari Kepala Sekolah,
semua kuesioner (sejumlah guru di sekolah ybs) diberikan kepada Kepala
Sekolah karena pada saat itu tidak semua guru berada di tempat. Terdapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
beberapa guru yang sedang bertugas menjaga ujian nasional di berbagai
sekolah lainnya. Semua kuesioner kembali kepada peneliti dalam waktu
kurang lebih ± 2 minggu.
E. Instrumen Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner kepada guru
yang bekerja di tingkat sekolah menengah. Di dalam kuesioner tersebut,
jenis skala yang digunakan ialah skala likert. Subjek diminta untuk
memilih salah satu dari beberapa jenis respon yang disediakan. Kedua
variabel di dalam penelitian ini (WFC & WLB) menggunakan skala
likert. Selain itu, dalam kuesioner penelitian ini terdapat pernyataan
yang menunjukkan kesetujuan subjek (favorable) dan pernyataan yang
menunjukkan ketidaksetujuan subjek (unfavorable) (Azwar, 2010).
Variasi pilihan yang disediakan peneliti dalam kuesioner yaitu
Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Agak Tidak Setuju
(AGS), Agak Setuju (AS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS) untuk
skala WLB dan WFC. Penskoran dalam kedua skala dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Tabel 3.1
Penskoran Skala
Dimensi Penskoran
Favorable Unfavorable
Sangat Tidak Setuju Skor 1 Skor 6
Tidak Setuju Skor 2 Skor 5
Agak Tidak Setuju Skor 3 Skor 4
Agak Setuju Skor 4 Skor 3
Setuju Skor 5 Skor 2
Sangat Setuju Skor 6 Skor 1
Peneliti memilih untuk tidak menggunakan opsi tengah untuk
meminimalisir subjek memberikan penilaian berdasarkan kepatutan
sosial (social desirability) serta menghindari subjek memberikan respon
netral (Supratiknya, 2014).
2. Alat Pengumpulan Data
a. Skala WLB
Work-life Balance diukur dengan menggunakan skala yang
diadaptasi dari Fisher et al (2009) yang terdiri dari tujuh belas aitem
yang disusun untuk mengukur apakah pekerjaan dan kehidupan
pribadi saling memengaruhi. Peneliti menggunakan skala ini karena
Fisher et al. (2009) telah mengembangkan alat ukur dari yang
sebelumnya agar lebih relevan dengan kondisi saat ini. Salah satu
contoh aitem pada skala ini yaitu “Saya sering mengabaikan
kepentingan pribadi saya karena tuntutan pekerjaan saya.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Tabel 3.2
Sebaran aitem skala Work-life Balance
Dimensi Nomor aitem Jumlah
WIPL 1, 17, 6, 10, 13 5
PLIW 2, 5, 9, 12, 15, 16 6
WEPL 3, 7, 11 3
PLEW 4, 8, 14 3
Jumlah 17
b. Skala WFC
Work-family conflict diukur menggunakan skala yang
diadaptasi dari Carlson et al. (2000). Alasan peneliti menggunakan
alat ukur ini karena Carlson et al. (2000) mengukur berdasarkan tiga
dimensi yang dikombinasikan dengan dua arah work-family conflct
yang telah tervalidasi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Netemeyer et al. (1996) menyusun 10 aitem yang mengukur dua
arah work-family conflict (WIF & FIW), namun peneliti tersebut
tidak mempertimbangkan ketiga dimensi WFC. Kemudian
penelitian yang dilakukan oleh Stephens & Sommer (1996) telah
mengembangkan skala dengan mempertimbangkan ketiga dimensi
namun hanya dalam satu arah (Work interference Family). Oleh
karena itu, Carlson et al. (2000) mengembangkan skala dengan
menyilangkan tiga dimensi WFC (time, strain, behavior) dengan
dua arah Work-Family Conflict (WIF & FIW) sehingga
menghasilkan enam dimensi yang dapat mengukur dan memahami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
fenomena work-family conflict yang lebih kompleks. Jumlah aitem
yang terdapat dalam skala ini berjumlah delapan belas aitem dengan
masing-masing dimensi terdapat tiga aitem. Salah satu contoh aitem
pada skala ini yaitu “Saya sulit konsentrasi saat bekerja karena
merasa terbebani dengan tanggung jawab saya pada keluarga.”
Tabel 3.3
Sebaran aitem skala Work-Family Conflict
Dimensi Nomor aitem Jumlah
Time-based work
interference with family
1, 5, 16 3
Time-based family
interference with work
9, 12, 3 3
Strain-based work
interference with family
8, 4, 18 3
Strain-based family
interference with work
2, 10, 14 3
Behavior-based work
interference with family
6, 15, 11 3
Behavior-based family
interference with work
7, 13, 17 3
Jumlah 18
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas Alat Ukur
Pada saat penyusunan skala, relevansi aitem dengan indikator
perilaku serta dengan tujuan ukurnya perlu pembuktian secara empirik
untuk menilai apakah isi skala memang mendukung konstruk teoritik
yang diukur atau biasa disebut dengan validitas konstruk (Azwar, 2015).
Menurut Anzman (2009, dalam Azwar, 2015) validitas konstruk
meliputi beberapa tipe, yaitu validitas isi, face validity, predictive
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
validity, concurrent validity, convergent validity, dan discriminant
validity. Validitas yang digunakan penelitian ini ialah validitas isi
karena bertujuan untuk melihat relevansi aitem dengan tujuan ukur
skala. Pada validitas isi diperlukan penilaian dari beberapa expert
judgement (Azwar, 2015). Alat ukur pada penelitian ini sudah
tervalidasi oleh expert judgement yang telah dilakukan peneliti asli pada
saat menyusun alat ukurnya. Kemudian, peneliti meminta bantuan dari
dosen pembimbing sebagai professional judgement untuk melihat dan
mengevaluasi kesesuaian antara alat ukur dengan konstruk yang hendak
diukur.
Selain itu, karena skala yang diadaptasi menggunakan Bahasa
Inggris, maka peneliti melakukan proses translation dibantu oleh dosen
pembimbing skripsi dan beberapa orang lulusan Sastra Inggris untuk
menyesuaikan tata Bahasa dan kondisi di Indonesia. Setelah itu, peneliti
juga melakukan back-translation.
2. Diskriminasi Aitem
Pada penyusunan suatu skala atau alat ukur penelitian, peneliti
terlebih dahulu melakukan try out sebelum menggunakannya untuk
mengambil data. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah aitem dari
alat ukur yang akan digunakan tersebut reliabel atau tidak melalui nilai
reliabilitas yang dimiliki. Peneliti melakukan try out terhadap kedua
skala penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Peneliti menggunakan nilai koefisien korelasi aitem total (rix)
untuk melakukan seleksi aitem. Besarnya rix bergerak dalam rentang 0
sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Aitem-aitem yang
baik adalah aitem yang memiliki nilai rix di atas 0,3 (Azwar, 2015). Try
out dilakukan pada hari rabu, 28 Maret 2018 hingga hari sabtu, 31 Maret
2018. Subjek yang mengikuti try out ini berjumlah 37 orang yang
berprofesi sebagai guru.
Pada skala work-family conflict, aitem-aitemnya memiliki nilai
rix yang bergerak dari rentang 0,381 hingga 0,693, sedangkan work-life
balance bergerak dari rentang 0,333 sampai 0,739. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai rix aitem-aitem dari kedua skala di atas 0,3
sehingga keseluruhan aitem dinyatakan reliabel dan tidak ada aitem
yang digugurkan. Di samping itu, nilai Cronbach’s Alpha pada skala
Work-life Balance yaitu sebesar α = 0.841, sedangkan pada skala Work-
family Conflict memiliki skor α = 0.883. Kedua skala yang sudah diuji
pada subjek try out tersebut menunjukkan nilai reliabilitas yang
tergolong baik.
3. Reliabilitas Alat Ukur
Alat ukur dikatakan baik hanya jika instrument ukurnya dinilai
reliabel. Alat ukur dapat dikatakan reliabel jika mampu menghasilkan
skor yang cermat dengan eror pengukuran yang kecil (Azwar, 2015).
Reliabilitas didefinisikan sebagai keterpercayaan atau konsistensi hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran
sebuah skala (Azwar, 2015).
Pengujian reliabillitas dengan menggunakan pendekatan
konsistensi internal Cronbach’s Alpha (α) yang merupakan teknik
pengujian reliabilitas suatu tes yang paling sering digunakan dan dapat
digunakan untuk tes yang jawabannya berupa pilihan (Kountour, 2003).
Reliabilitas sebuah skala dapat dilihat dari koefisien reliabilitas (rxx’)
yang berada dalam rentan angka 0 sampai dengan 1,00. Jika koefisien
reliabilitas semakin tinggi atau mendekati angka 1,00 berarti
pengukuran akan semakin reliabel (Azwar, 2015). Koefisien minimum
yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas adalah 0,70. Sedangkan
koefisien <0,70 dipandang kurang memadai karena menunjukkan
inkonsistensi sedemikian besar sehingga interpretasi skor menjadi
meragukan (Supratiknya, 2014).
Nilai Cronbach’s Alpha pada skala Work-life Balance yaitu
sebesar α = 0.887. Perhitungan tersebut dilakukan menggunakan
bantuan aplikasi SPSS versi 16. Hal ini menunjukkan bahwa skala
Work-Life Balance yang digunakan juga memiliki reliabilitas yang
tinggi atau baik. Sedangkan pada skala Work-family Conflict memiliki
skor α = 0.891. Hal ini menunjukkan bahwa skala Work-family Conflict
yang digunakan juga memiliki reliabilitas yang tinggi atau baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel 3.4
Reliabilitas Work-life Balance dan Work-family Conflict
Variabel Reliability Statistic
Cronbach’s Alpha N of Items
Work-life Balance 0.887 17
Work-family Conflict 0.891 18
G. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi
Sebelum melakukan uji hipotesis, terdapat beberapa asumsi yang
harus dipenuhi dahulu agar tidak mengakibatkan prediksi menjadi bias.
Beberapa uji asumsi yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data
dalam penelitian ini mempunyai distribusi atau sebaran yang normal
(Santoso, 2014). Apabila tidak berdistribusi normal, maka dapat
dikatakan bahwa terdapat permasalahan dalam asumsi normalitas.
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode statistik
Kolmogorov-Smirnov. Apabila signifikansi bernilai di bawah p <
0,05 maka distribusi data yang akan diuji tidak normal, sedangkan
jika nilai signifikansi di atas p ≥ 0,05 maka distribusi data normal.
b. Uji Linearitas
Uji asumsi selanjutnya ialah uji linearitas yang bertujuan untuk
mengetahui apakah korelasi antar variabel bersifat linear atau tidak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Linear dapat diartikan sebagai hubungan antara satu variabel
dependen dan variabel independen bersifat positif atau negatif
(Santoso, 2014). Asumsi linearitas dapat diuji dengan menggunakan
metode statistik test for linearity. Hubungan antar variabel
dinyatakan linear apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05
(p<0,05) sedangkan hubungan akan dinyatakan tidak linear jika nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) (Santoso, 2010).
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan uji
statistik parametrik, yaitu uji korelasi Product Moment Pearson
(Santoso, 2010). Uji korelasi Product Moment Pearson dilakukan untuk
mengetahui keeratan hubungan yang linier antara variabel bebas dengan
variabel terikat yang berdistribusi normal. Akan tetapi, apabila uji
asumsi tidak terpenuhi maka uji hipotesis akan dilakukan dengan uji
korelasi Spearman Rho. Nilai koefisien korelasi (r) yang berada pada
rentang -1 hingga 1 menunjukkan adanya hubungan yang negatif atau
positif dari kedua variabel penelitian (Santoso, 2010). Koefisien yang
bertanda positif menunjukkan bahwa kedua variabel mempunyai
hubungan yang positif dan yang bertanda negatif menunjukkan bahwa
hubungannya negatif. Sedangkan koefisien yang bernilai 0
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Guilford (1956, dalam Hidayat, 2012) membuat kategori untuk
membantu interpretasi terhadap koefisien korelasi secara konvensional
sebagai berikut:
Tabel 3.5
Kategori interpretasi koefisien korelasi
Koefisien Korelasi (r) Interpretasi
0,80 – 1,00 Sangat Tinggi
0,60 – 0,80 Tinggi
0,40 – 0,60 Cukup
0,20 – 0,40 Rendah
0,00 – 0,20 Sangat Rendah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada tanggal 03 April
2018 hingga 18 April 2018 dengan subjek penelitian ialah guru yang bekerja
di Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Karanganyar dan Sekolah
Menengah Atas di kota Surakarta. Setiap sekolah terdapat Kepala Sekolah,
Guru Tetap, Guru Tidak Tetap, Karyawan, dan Murid. Skala penelitian ini
hanya disebarkan pada guru-guru. Peneliti menyebarkan skala penelitian ini
ke beberapa sekolah dan telah mendapatkan izin dari Kepala Sekolah yang
bersangkutan.
Di awal kuesioner terdapat informed consent untuk menyatakan
kesediaan subjek dalam berpartisipasi mengisi skala. Peneliti menyebarkan
skala sebanyak 75 eksemplar, namun yang berhasil diisi dan dikembalikan
ke peneliti sebanyak 70 eksemplar.
B. Deskripsi Penelitian
1. Deskripsi subjek penelitian
Dari 70 data penelitian yang memenuhi kriteria, berikut
merupakan data demografis subjek dalam penelitian ini yang disajikan
dalam bentuk tabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Tabel 4.1
Deskripsi data subjek berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Laki-laki 28 40%
Perempuan 42 60%
Jumlah 70 100 %
Dari data pada tabel di atas menunjukkan bahwa subjek laki-
laki yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 28 orang dan
memiliki presentase sebesar 40% dari total subjek. Sementara itu,
subjek yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 42 orang yang
berpartisipasi dan memiliki presentase sebesar 60% dari jumlah total
subjek. Dari hasil di atas menunjukkan bahwa jumlah subjek
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan subjek laki-laki.
Apabila dilihat dari rentang usianya, jumlah subjek yang paling
banyak yaitu subjek yang berada pada rentang usia 41-50 tahun
sebanyak 28 orang, kemudian diikuti oleh subjek dengan rentang usia
51-60 yaitu sebanyak 21 orang. Lalu sebanyak 15 orang pada rentang
usia 31-40 tahun dan 6 orang pada rentang usia 25-30 tahun. Data
subjek berdasarkan rentang usia dapat dilihat secara lebih lengkap pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Presentase
25 – 30 tahun 6 8.6 %
31 – 40 tahun 15 21.4 %
41 – 50 tahun 28 40 %
51 – 60 tahun 21 30 %
Jumlah 70 100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Sementara itu, apabila dilihat dari tingkat pendidikannya.
Sebagian besar subjek telah menempuh studi S1 yaitu sebanyak 56
orang dengan presentase sebesar 80%. Sedangkan subjek dengan
tingkat pendidikan S2 hanya ada 8 orang dengan presentase sebesar
11.4%. Kemudian subjek yang telah menempuh tingkat diploma 3 (D3)
sebanyak 5 orang dan D4 hanya 1 orang dengan masing-masing
presentase sebesar 7.1% dan 1.4%. Perolehan data ini dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3
Deskripsi data subjek berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase
S1 56 80 %
S2 8 11.4 %
D3 5 7.1 %
D4 1 1.4 %
Jumlah 70 100 %
Di samping itu, berdasarkan rentang lama bekerja sebagai guru,
subjek yang bekerja sebagai guru pada rentang 21-30 tahun telah
mendominasi sebanyak 22 orang dengan presentase sebesar 31.4%.
Kemudian diikuti oleh subjek yang berada pada rentang 11-20 tahun
sebanyak 20 orang dan rentang 1-10 tahun sebanyak 20 orang.
Sedangkan subjek pada rentang 31-40 tahun terdapat 8 orang dengan
presentase 11.4%. Lamanya subjek bekerja sebagai guru diasumsikan
bahwa subjek yang telah bekerja lebih dari satu tahun di sekolah
sehingga telah mengenali profesinya dengan baik. Data mengenai
lamanya subjek bekerja sebagai guru dapat dilihat pada tabel di bawah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Tabel 4.4
Deskripsi data subjek berdasarkan lama bekerja sebagai Guru
Lama bekerja sebagai
Guru
Frekuensi Presentase
1 – 10 tahun 20 28.6 %
11 – 20 tahun 20 28.6 %
21 – 30 tahun 22 31.4 %
31 – 40 tahun 8 11.4 %
Jumlah 70 100 %
Tabel 4.5
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Status
Status Frekuensi Presentase
Menikah 63 90 %
Lajang 7 10 %
Jumlah 70 100 %
Tabel 4.6
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Anak yang ditanggung
Jumlah Anak Frekuensi Presentase
Tidak memiliki anak 15 21.4 %
Memiliki anak 55 78.6 %
Jumlah 70 100 %
Berdasarkan statusnya, didominasi oleh subjek yang sudah
menikah yaitu sebanyak 63 orang dengan presentase sebesar 90%.
Sedangkan subjek yang lajang sebanyak 7 orang dengan presentase
sebesar 10%.
Apabila dilihat dari jumlah tanggungan anak pada tabel 4.7 di
atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek memiliki tanggungan
anak dalam kehidupannya. Hanya 15 orang subjek yang tidak memiliki
tanggungan anak. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
subjek memiliki tanggung jawab selain bekerja yaitu mengurus anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
anaknya sehingga harus membagi waktunya untuk pekerjaan dan
keluarga.
Tabel 4.7
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Penghasilan
Penghasilan Frekuensi Presentase
1 juta-2 juta 17 24.3 %
2 juta-3 juta 8 11.4 %
3 juta-4 juta 18 25.7 %
4 juta-5 juta 26 37.1 %
> 5 juta 1 1.4 %
Jumlah 70 100 %
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa penghasilan 4.000.000-
5.000.000 lebih mendominasi yaitu sebanyak 26 orang dengan
presentase sebesar 37.1%. Kemudian diikuti oleh subjek yang
berpenghasilan berkisar 3.000.000-4.000.000 sebanyak 18 orang
dengan presentase 25.7% dan yang berpenghasilan 1.000.000-2.000.000
sebanyak 17 orang dengan presentase 24.3%. Sedangkan subjek yang
berpenghasilan di atas 5.000.000 berjumlah paling sedikit yaitu hanya 1
orang dengan presentase sebesar 1.4%.
Tabel 4.8
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan Pasangan
Status Pekerjaan
Pasangan Frekuensi Presentase
Bekerja 44 62.9 %
Tidak bekerja 26 37.1 %
Jumlah 70 100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek
memiliki pasangan yang juga bekerja mencari nafkah atau sering
disebut dual earner.
2. Deskripsi data penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti akan
melihat perbedaan antara mean teoritis dan mean empiris dari data yang
diperoleh. Mean teoritis merupakan hasil perhitungan manual
berdasarkan skor terendah dan skor tertinggi dari sebuah skala. Lebih
jelasnya, cara perhitungan mean teoritis adalah sebagai berikut:
MT = (skor terendah x jumlah item)+(skor tertinggi x jumlah item)
2
Dari cara perhitungan tersebut, maka mean teoritis pada kedua
skala tersebut adalah sebagai berikut:
Mean Teoritis Skala Work-Life Balance
MT = (1𝑥17)+(6𝑥17)
2 = 59.5
Mean Teoritis Skala Work-Family Conflict
MT = (1𝑥18)+(6𝑥18)
2 = 63
Perbandingan mean teoritis dan mean empiris ini dilakukan agar
peneliti dapat mengetahui seberapa besar kepemilikan subjek terkait
variabel penelitian yang sedang diteliti. Selanjutnya, untuk melihat
mean empiris maka peneliti akan melakukan uji-t untuk mengetahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
apakah perbedaan nilai mean tersebut memiliki nilai signifikan atau
tidak. Hasil perbandingan antara mean teoritis dan mean empiris dari
data penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.9
Deskripsi Statistik Data Penelitian Teoritis Empiris
N Min Max Mean Mean Sig
Work-Life Balance 70 17 102 59.5 80,50 ,000
Work-Family Conflict 70 18 108 63 49,80 ,000
Berdasarkan uji-t yang dilakukan menunjukkan bahwa
perbedaan nilai mean teoritis dan mean empiris dari kedua variabel
bernilai signifikan yaitu sebesar 0,000 (<0,05).
Pada tabel di atas, diketahui bahwa variabel Work-Life Balance
memiliki mean teoritis sebesar 59.5 sedangkan mean empiris yang
dihasilkan 80,50 sehingga mean empirisnya lebih besar dibandingkan
dengan mean teoritis. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa subjek
dalam penelitian ini memiliki work-life balance yang tergolong tinggi.
Kemudian variabel kedua yaitu Work-Family Conflict memiliki
mean teoritis sebesar 63 dan mean empirisnya sebesar 49,80. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa mean teoritis lebih besar dibandingkan
mean empirisnya. Maka dari itu, subjek pada penelitian ini dapat
dikatakan memiliki work-family conflict yang rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
C. Analisis Data Penelitian
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan pada 70 data subjek seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Uji normalitas ini dilakukan untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh dalam penelitian ini
memiliki sebaran yang normal (Santoso, 2014). Uji normalitas ini
diolah dengan metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan program
SPSS for Windows versi16. Apabila tidak berdistribusi normal,
maka dapat dikatakan bahwa terdapat permasalahan dalam asumsi
normalitas. Normalitas suatu data dapat diketahui dari nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) ≥ 0.05. Berikut tabel hasil uji normalitas yang diolah:
Tabel 4.10
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Asymp. Sig. (2-tailed) N Keterangan
Work-life Balance 0.088 70 Normal
Work-family Conflict 0.151 70 Normal
Hasil tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) pada Work-Family Conflict dan Work-life Balance sebesar
0,151 dan 0,088. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data penelitian
ini berdistribusi normal. Dikatakan normal karena mencapai nilai P
di atas 5% (≥ 0.05).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
b. Uji Linearitas
Pengujian selanjutnya ialah uji linearitas guna untuk
mengetahui apakah korelasi antar variabel bersifat linier atau tidak.
Linier dapat diartikan sebagai hubungan antara satu variabel
dependen dan variabel independen bersifat positif atau negatif
(Santoso, 2014). Asumsi linearitas penelitian ini diuji dengan
menggunakan metode statistik test for linearity dengan bantuan
SPSS for Windows versi16. Hasil pengujian linearitas ini dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.11
Hasil Uji Linearitas
ANOVA
Sig. Linearity Sig. Deviation from linearity Keterangan
WFC - WLB 0.000 0.036 Linear
Berdasarkan hasil uji linearitas di atas, dapat diketahui
bahwa nilai sig. linearity sebesar 0.000 (p< 0.05) sehingga data ini
menunjukkan asumsi linearitas yang ideal dan dapat digunakan
untuk menjelaskan hubungan antar variabel.
2. Uji Hipotesis
Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan di atas, telah
menunjukkan bahwa data yang dipakai dalam penelitian ini terdistribusi
normal serta antar variabelnya memiliki hubungan yang linear.
Selanjutnya akan dilakukan pengujian terhadap hipotesis dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
menggunakan uji statistik parametrik karena seluruh uji asumsi telah
terpenuhi. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji korelasi Product
Moment Pearson dengan menggunakan bantuan program SPSS for
Windows versi16. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.12
Uji Hipotesis Product Moment Pearson antara Work-Family Conflict
dan Work-Life Balance
Variabel
Bebas
Variabel
Terikat
Koefisien
Korelasi Sign.
Koefisien
Determinasi Interpretasi
Work-Family
Conflict
Work-Life
Balance -0.805 0.000 0.648
Ada hubungan
negatif dan
signifikan
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil
perhitungan uji korelasi antara variabel Work-Family Conflict dengan
Work-Life Balance sebesar -0,805 dengan taraf signifikansi p= 0,000
(p<0,01). Hasil ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang negatif
dan signifikan antara work-family conflict dengan work-life balance.
Di samping itu, untuk melihat sumbangan efektif variabel bebas
terhadap variabel terikat maka peneliti melakukan penghitungan
koefisien determinasi. Hasil penghitungan menunjukkan nilai koefisien
determinasi sebesar 0,648, artinya work-family conflict memiliki
sumbangan terhadap work-life balance sebesar 64,8% dan 35,2% dari
faktor lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
D. Pembahasan
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara work-family conflict dengan work-life balance karyawan
terutama pada guru sekolah tingkat menengah. Maka dari itu, untuk
menjawab tujuan tersebut, berikut hasil pembahasan dari uji hipotesis yang
telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini.
Work-family conflict merupakan suatu bentuk konflik peran yang
muncul dalam diri seseorang karena adanya tekanan peran dari pekerjaan
yang bertentangan dengan peran dari keluarga. Konflik peran ini juga dapat
muncul karena dipengaruhi beberapa hal, seperti kesulitan dalam membagi
waktu untuk pekerjaan dan keluarga, serta adanya tekanan dari pekerjaan
yang membuat seseorang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga
maupun sebaliknya (Laksmi & Hadi, 2012). Sedangkan work-life balance
adalah keseimbangan antara kehidupan individu dalam menjalankan setiap
perannya baik kehidupan pekerjaan maupun kehidupan pribadi.
Hasil uji hipotesis telah membuktikan bahwa hipotesis penelitian ini
yang menyatakan work-family conflict secara signifikan memiliki hubungan
yang negatif terhadap work-life balance, diterima. Berdasarkan hasil uji
hipotesis, dapat diketahui bahwa nilai signifikansinya sebesar 0.000 (p <
0.05) dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0.805 antara variabel work-
family conflict dengan work-life balance. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa antara kedua variabel memiliki hubungan negatif dan signifikan.
Berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
tinggi konflik (work-family conflict) yang dialami seseorang maka semakin
rendah work-life balance seseorang, begitu sebaliknya.
Hasil penelitian ini mendukung teori sebelumnya yang mengatakan
bahwa peristiwa yang terjadi di saat bekerja berhubungan dengan peristiwa
di rumah dan begitu sebaliknya (Clark, 2000). Pada dasarnya kehidupan
keluarga dan kehidupan kerja adalah dua bidang penting yang dapat
berhubungan satu sama lain (Erdamar & Demirel, 2014). Begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Greenhaus dan Allen (2011) yang
melihat work-family conflict sebagai salah satu variabel yang berhubungan
dengan work-life balance. Ketika konflik terjadi karena kehidupan
pekerjaan mengganggu kehidupan keluarga, maka kinerja dan kepuasan
dalam peran keluarga akan dikompromikan. Begitu juga sebaliknya, jika
kehidupan keluarga mengganggu kehidupan pekerjaan maka kinerja dan
kepuasan dalam peran pekerjaan jadi menurun (Greenhaus & Beutell,
1985).
Selain itu, hasil analisis penelitian ini juga menunjukkan bahwa
work-family conflict memiliki sumbangan terhadap work-life balance pada
guru sebesar 64,8%, sedangkan sisanya (35,2%) dipengaruhi oleh faktor
lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Faktor lain yang dapat
memberikan sumbangan terhadap work-life balance antara lain budaya
saling mendukung di lingkungan kerja baik dari atasan maupun rekan kerja,
dukungan dari pasangan dan keluarga, pendapatan, gender, kecerdasan
emosi, jam kerja, dan children responsibility (Jang, 2009; Shobitha, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Di samping itu, realita bahwa banyak orang sekarang ini memiliki
peran ganda seperti sebagai orangtua/pasangan dan sebagai pekerja,
terkadang peran-peran ini bertentangan satu sama lain yang nantinya akan
menimbulkan konflik (Erdamar & Demirel, 2014). Di sisi lain, kehidupan
manusia tidak hanya terdiri dari kehidupan pekerjaan dan keluarga saja,
namun adanya tuntutan di kehidupan lainnya juga dapat memunculkan
konflik. Oleh karena itu, menyeimbangkan berbagai peran mengharuskan
seseorang untuk dapat mengontrol ketegangan yang muncul akibat dari
konflik antar peran yang terjadi karena adanya tuntutan di peran-peran
tersebut (Yuile et al., 2012). Begitu pula dengan guru, selain perannya
sebagai guru di sekolah, mereka juga berperan sebagai
orangtua/pasangan/anak di dalam keluarganya. Apalagi guru memegang
peranan penting di dalam dunia pendidikan sehingga tentu mereka memiliki
tuntutan pekerjaan yang tidak mudah dan menyita waktu. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya konflik antara kehidupan pekerjaannya dengan
kehidupan keluarganya.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Bruck, Allen, &
Spector (2002, dalam Retnaningrum & Musadieq, 2016) menyatakan bahwa
work-family conflict terjadi ketika tuntutan pekerjaan tidak dapat
diseimbangkan sehingga akan terjadi ketidakharmonisan dengan tuntutan
keluarga. Maka dari itu, penting bagi setiap individu untuk membangun
keseimbangan yang baik antara domain pekerjaan dengan domain keluarga
sehingga tuntutan-tuntutan di kedua domain tersebut dapat terpenuhi secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
efisien, serta sumber daya yang dibutuhkan dapat dicapai dan digunakan
dengan mudah (Bass, Butler, Grzywacz, & Linney, 2008 dalam Roboth,
2015).
Dalam proses mencapai keseimbangan antara domain “work” dan
“non work” maka akan bermunculan berbagai konflik dan masalah yang
harus dihadapi oleh individu yang berkeluarga (Roboth, 2015). Ketika guru
mengalami work-family conflict maka mengakibatkan pemenuhan peran
yang satu akan mengganggu pemenuhan perannya yang lain sehingga akan
berdampak terhadap kinerjanya sebagai seorang guru. Oleh karena itu,
apabila guru mengalami work-family conflict maka harus dicari jalan
keluarnya agar dapat tetap menjalani peran-perannya tersebut. Dengan
begitu keseimbangan peran-peran yang dijalani dapat tercapai.
Jika diperhatikan dari mean teoritis work-family conflict sebesar 63,
sedangkan mean empirisnya bernilai 49,80 menunjukkan bahwa guru yang
terlibat pada penelitian ini memiliki tingkat work-family conflict yang
rendah. Individu dengan tingkat work-family conflict rendah akan merasa
lebih puas atas hidupnya, tingkat stress yang rendah, dan mampu
menyesuaikan perilakunya untuk memenuhi harapan-harapan dari peran
yang berbeda (Hasanah & Ni’matuzahroh, 2017). Di samping itu, mean
empiris (80,50) work-life balance yang jauh lebih besar daripada mean
teoritis (59) menunjukkan bahwa subjek pada penelitian ini telah mencapai
work-life balance yang tinggi. Individu dengan work-life balance tinggi
akan terlihat dari perilaku mereka yang lebih produktif dan termotivasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
dalam mengerjakan setiap tugasnya (Pike, 2005) serta merasa puas atas
kehidupannya (Clark, 2000).
Berdasarkan penjelasan di atas, membuktikan bahwa tingkat work-
family conflict yang rendah berhubungan dengan tingginya work-life
balance pada guru sekolah menengah. Hasil ini mendukung teori penelitian
sebelumnya oleh Byrne (2005) bahwa karyawan yang work-life balance
merasa kehidupan mereka terpenuhi dan jarang mengalami konflik antara
pekerjaan dan peran-peran di luar pekerjaannya. Subjek guru pada
penelitian ini menunjukkan bahwa meski sebagai tenaga profesional yang
dituntut untuk memenuhi berbagai tugas utamanya (misal, mengajar,
mendidik, membimbing, dan lain-lain) serta menjalankan perannya sebagai
orangtua atau pasangan, mereka tetap mampu meminimalisir konflik yang
terjadi sehingga dapat menjalankan peran-perannya secara seimbang.
Nilai work-family conflict guru pada penelitian ini yang tergolong
rendah mungkin salah satunya karena dipengaruhi oleh jumlah jam kerja.
Hal ini sejalan dengan teori sebelumnya yang mengatakan bahwa work-
family conflict secara positif berhubungan dengan jumlah jam kerja per
minggu, frekuensi lembur, dan ketidakteraturan jam kerja shift (Pleck et al.,
1980 dalam Greenhaus et al., 1985). Jam kerja guru yang tidak ada sistem
shift atau lembur dan sudah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah agar
guru tetap dapat memiliki waktu dengan keluarganya memungkinkan work-
family conflict yang dialami para guru pada penelitian ini rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Fisher, Bulger, dan Smith (2009) menjelaskan bahwa ketika
pekerjaan sudah menginterferensi atau mencampuri kehidupan pribadi
maka akan mengganggu work-life balance seseorang. Jimenez, Mayo,
Vergel, Geurts, Munoz, dan Garrosa (2008, dalam Sianturi & Zulkarnain,
2013) juga mengatakan bahwa ketidakseimbangan yang terjadi antara
domain pekerjaan dan keluarga akan membawa dampak negatif atau buruk
bagi kebahagiaan individu. Work-life balance merupakan hal yang sangat
penting bagi organisasi dan individu. Dikutip dari Djajendra (2013) yang
ditulis di harian kompas, work-life balance dapat menciptakan etos kerja
yang unggul. Ketika keseimbangan dalam pekerjaan dan kehidupan berada
di tingkat kepuasan yang tinggi, maka saat itu etos kerja akan menjadi lebih
berkualitas, untuk memberikan kontribusi dan pelayanan terbaik. Dengan
etos kerja yang unggul tersebut nantinya dapat membantu guru dalam
menjalankan peranan pentingnya sebagai garda terdepan dalam
menciptakan generasi penerus yang berkualitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah
dilakukan oleh peneliti dengan metode olah data korelasi Product
Moment Pearson, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan
antara work-family conflict dengan work–life balance (r = -0,805; p =
0,000). Hasil ini menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki
hubungan yang negatif dan signifikan. Artinya, semakin tinggi work-
family conflict yang dialami, maka semakin rendah work–life balance
yang dirasakan individu, dan begitu sebaliknya. Selain itu, work-family
conflict memiliki sumbangan terhadap work-life balance sebesar 64,8%
dan sisanya 35,2% dari faktor lainnya.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan ini tentu masih terdapat
kekurangan dan keterbatasan. Kekurangan dan keterbatasan tersebut
antara lain:
1. Jumlah subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini dianggap
masih sedikit sehingga hasil penelitian ini kurang dapat
menggambarkan populasi guru. Oleh karena itu, perlu adanya
penelitian lebih lanjut dengan partisipan yang jumlahnya lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
banyak agar data yang diperoleh lebih padat dan mampu
merepresentasikan keadaan populasi.
2. Alat ukur work-life balance yang digunakan dalam penelitian ini
berbeda dari skala asli yang disusun oleh Fisher et al. (2009). Pilihan
jawaban skala asli terdiri dari 5 poin (sering-tidak sering),
sedangkan peneliti mengubah menjadi 6 poin (setuju-tidak setuju).
Peneliti mengubah pilihan jawabannya karena hanya ingin melihat
kesesuaian apakah subjek mengalami work-life balance. Peneliti
juga tidak mencantumkan instruksi pengerjaannya, yaitu responden
diminta untuk menunjukkan frekuensi yang mereka rasakan selama
3 bulan terakhir. Ubahan tersebut mungkin dapat memengaruhi
perbedaan hasil yang diungkap dari data yang terkumpul.
3. Skala ini disebarkan di sekolah negeri dan sekolah swasta tanpa
memperhatikan komposisi jumlah subjek yang seimbang. Ada
kemungkinan juga bahwa antara sekolah swasta dan sekolah negeri
terdapat perbedaan kebijakan. Hal ini mungkin juga akan
mengakibatkan perbedaan pengalaman yang dirasakan terkait
dengan variabel penelitian ini.
4. Kriteria subjek yang dapat berpartisipasi dalam penelitian ini juga
kurang spesifik sehingga data yang terkumpul kurang padat untuk
merepresentasikan populasinya.
5. Pada saat proses pengambilan data ke sekolah-sekolah, peneliti tidak
dapat mendampingi dan memberikan instruksi secara langsung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
karena bertepatan dengan ujian nasional. Pada saat itu, guru-guru
bertugas menjadi pengawas diberbagai sekolah sehingga skala
dititipkan pada pihak sekolah. Hal ini membatasi peneliti untuk
mengantisipasi jikalau ada beberapa pernyataan dalam skala
membuat subjek kebingungan.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan, beberapa saran yang
dapat peneliti berikan, antara lain:
1. Bagi Guru atau Pegawai
Perlu diketahui bahwa terjadinya work-family conflict dapat
menyebabkan penurunan dalam kesejahteraan psikologis dan fisik
pegawai atau karyawan (Thomas & Ganster, 1995), ketidakpuasan
kerja, depresi, ketidakhadiran, dan penyakit jantung koroner. Oleh
karena itu, dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya work-
family conflict, guru yang telah menikah sebaiknya tetap bijaksana
dalam menyeimbangkan pemenuhan tuntutan peran pada domain
pekerjaan dan kehidupan lainnya. Dengan kata lain, tanpa
mengabaikan semua aspek kehidupan termasuk dalam pekerjaan,
keluarga, pribadi, sosial dan spiritual. Selain itu, diharapkan para
guru hendaknya tetap berusaha menjalin kerjasama yang baik
dengan rekan kerja maupun atasan (kepala sekolah) agar tercipta
suasana kerja yang positif sehingga nanti dapat meningkatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
produktivitas kinerja. Tak hanya itu, sebaiknya guru lebih
memperhatikan manajemen waktunya agar setiap perannya dapat
dilaksanakan dengan maksimal.
Khusus untuk ibu yang bekerja, apabila ingin tetap bekerja
maka diharapkan mampu mempertahankan kinerja yang optimal
dengan tidak mengabaikan perannya sebagai ibu rumah tangga. Di
samping itu, tidak adanya dukungan dari anggota keluarga juga akan
berkontribusi pada terjadinya work-family conflict. Oleh karena itu,
menjalin komunikasi dengan pasangan menjadi penting agar tercipta
suasana suportif terhadap peran istri baik perannya sebagai ibu
rumah tangga maupun peran dalam karir.
2. Bagi Organisasi atau Sekolah
Apabila guru sering mengalami konflik yang kemudian
memengaruhi mereka tidak mencapai work-life balance, maka
konsekuensi yang diterima dapat berupa berkurangnya kepuasan
kerja, produktivitas dan kinerja yang buruk, komitmen organisasi
yang lebih rendah, inferior career ambitions & success,
meningkatnya ketidakhadiran dan niat untuk keluar dari perusahaan,
burnout, stres kerja, kesehatan fisiologis dan psikologis yang buruk,
dan kinerja yang menurun dalam kehidupan pribadi & keluarga
(Shobitha & Sudarsan, 2014). Konsekuensi-konsekuensi tersebut
yang nanti pada akhirnya akan memengaruhi produktivitas kinerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, diharapkan
organisasi atau sekolah-sekolah mampu untuk menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif, serta terus
membangun suasana kerja yang positif dan suportif sehingga dapat
membantu meminimalisir terjadinya konflik peran para guru.
Selain itu, sekolah baiknya menyediakan sarana-prasarana
dan menciptakan lingkungan profesi yang baik karena itu menjadi
bagian penting dari kebutuhan guru. Begitu pula dengan pemerintah
yang hendaknya terus melakukan pembaruan peraturan
perundangan di lingkungan pendidikan, khususnya untuk
kesejahteraan guru. Hal ini agar guru tetap merasa diperhatikan dan
tidak merasa berbeban berat sehingga guru dapat menikmati
kehidupannya.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan oleh penelitian selanjutnya dari kekurangan
penelitian ini, yaitu:
a) Pada penelitian, jumlah subjek yang terlibat masih sedikit
sehingga kurang dapat merepresentasikan populasi guru. Maka
dari itu, akan lebih baik jika penelitian selanjutnya dapat
memperluas cakupan sekolah-sekolah sehingga jumlah subjek
yang ikut berpartisipasi jauh lebih banyak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
b) Realita bahwa ada beberapa jenis sekolah seperti sekolah negeri,
sekolah swasta yayasan katolik/kristiani, sekolah swasta
yayasan islami, dan lain-lain. Tidak menutup kemungkinan akan
adanya perbedaan kebijakan, tuntutan, dan beban pekerjaan.
Oleh karena itu, lebih baik jika tidak hanya karakteristik subjek
penelitian yang dibatasi. Akan tetapi, karakteristik sekolah juga
dibuat lebih spesifik dan jelas, sehingga dapat memberikan data
yang lebih representatif.
c) Kajian work-life balance masih terus berkembang dan dikatakan
subjektif. Tingkat atau standar keseimbangan setiap individu
bisa berbeda, sehingga untuk selanjutkan mungkin akan lebih
baik jika metode pengambilan datanya tidak hanya
mengandalkan kuesioner saja.
d) Penelitian selanjutnya juga dapat mengembangkan penelitian
dengan tema yang sama dengan menambahkan variabel lainnya
dan mempertimbangkan faktor-faktor lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
DAFTAR PUSTAKA
Afrianty, T. W., Burgees, J., & Issa, T. (2015). Family-friendly support programs
and work family conflict among Indonesian higher education employees.
Equality, Diversity and Inclusion: An international Journal, 34(8), 726-
741.
Agarwala, T., Arizkuren-Eleta, A., Castillo, E. L., Muniz-Ferrer, M., & Gartzia,
L. (2014). Influence of managerial support on work-life conflict and
organizational commitment: an international comparison for India, Peru
and Spain. The International Journal of Human Resource Management,
25(10), 1460-1483
Allen, T. D. (2001). Family-Supportive Work Environments: The Role of
Organisational Perceptions. Journal of Vocational Behaviour, 58, 414–
435.
Amstad, F. T., Meier, L. L., Fasel, U., Elfering, & Semmer, N. K. (2011). A Meta-
Analysis of Work–Family Conflict and Various Outcomes With a Special
Emphasis on Cross-Domain Versus Matching-Domain Relations. Journal
of Occupational Health Psychology, 16 (2), 151-169.
Anderson, S., Coffey, B.S., & Byerly, R. (2002). Formal Organisational Initiatives
and Informal Workplace Practices: Links to Work–Family Conflict and
Job-Related Outcomes. Journal of Management, 28, 787–810.
Anonim. (2017). Inilah Jumlah Gaji dan Tunjangan PNS 2017. Diakses dari
https://www.pnsdanguru.info/2017/05/inilah-jumlah-gaji-dan-tunjangan-
pns.html pada tanggal 15 Mei 2018.
Anonim. (2016). Terapkan 40 jam, Ini alasannya. Diakses dari
http://disdik.riau.go.id/home/berita/1529-terapkan-40-jam-ini-alasanya-
pada tanggal 15 Mei 2018.
Anonim. (2017). Beban Kerja Guru Tidak Sama dengan Beban Pegawai Kantor.
Diakses dari http://pgri-jateng.info/archive/read/72/beban-kerja-guru-
tidak-sama-dengan-beban-kerja-pegawai-kantor pada tanggal 15 Mei
2018.
Atkinson, C., & Hall, L. (2009). The Role of Gender in Varying Forms of Flexible
Working. Gender, Work and Organization, 16 (6).
Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologis (Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Baltes, B. B., Clark, M. A., & Chakrabarti, M. (2009). Work-Life Balance: The
Roles of Work-Family Conflict and Work-Family Facilitation. Oxford
Handbook of Positive Psychology and Work.
BBC Indonesia. (2010). Satuan tugas atasi bunuh diri dan depresi di Jepang.
Diakses dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2010/09/100907_jepang pada
tanggal 2 September 2017.
BBC Indonesia. (2016). Bos perusahaan periklanan Dentsu mundur setelah
pegawai bunuh diri. Diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/dunia-
38456480 pada tanggal 2 September 2017.
Beauregard, T. A., & Henry, L. C. (2009). Making the Link Between Work-Life
Balance Practices and Organizational Performance. Human Resource
Management Review, 19, 9-22.
Behson, S. J. (2005). The relative contribution of formal and informal
organizational work–family support. Journal of Vocational Behavior, 66,
487-500
Bird, J. (2006). Work-Life Balance: Doing It Right and Avoiding the Pitfalls.
Employee Relations Today.
Byrne, U. (2005). Work-life Balance: Why are we talking about it at all?. Business
Information Review, 22(1), 53-59.
Byron, K. (2005). A meta-analytic review of work-family conflict and its
antecedents. Journal of Vocational Behavior, 67, 169-198.
Carlson, D.S., Kacmar, K.M., & Williams, L.J. (2000). Construction and Initial
validation of Multidimensional Measure of Work-Family Conflict.
Journal of Vocational Behavior 56, 249-276.
Casper, W. J., Haris, C., Taylor-Bianco, A., Wayne, J. H. (2011). Work–family
conflict, perceived supervisor support and organizational commitment
among Brazilian professionals. Journal of Vocational Behavior, 79, 640-
652.
Clark, S. C. (2000). Work/family border theory: A new theory of work/family
balance. Human Relations, 53(6), 747-770.
Clark, S. C. (2001). Work Cultures and Work/Family Balance. Journal of
Vocational Behaviour, 58, 348–365.
Dahwilani, D. M. (2017). Profesi di Indonesia dengan Tingkat Stres Paling Tinggi.
Diakses dari https://ekbis.sindonews.com/read/1184178/39/profesi-di-
indonesia-dengan-tingkat-stres-paling-tinggi-1488299710 pada tanggal
15 Mei 2018.
Darmawan, A. A. Y. P., Silviandari, I. A., & Susilawati, I. R. (2015). Hubungan
Burnout dengan Work-life Balance pada Dosen Wanita. Jurnal Mediapsi,
1(1), 28-39.
Djajendra. (2013). Work-Life Balance Menciptakan Etos Kerja yang Unggul.
Diakses dari
https://www.kompasiana.com/djajendra.com/5528b238f17e61b3798b45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
6f/work-life-balance-menciptakan-etos-kerja-yang-unggul pada tanggal
20 Juni 2018.
Edwards, J. R., & Rothbard, N. P. (2000). Mechanisms Linking Work and Family:
Clarifying the Relationship Between Work and Family Constructs.
Academy of Management Review, 25 (1), 178-199.
Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Perceived
organizational support. Journal of Applied Psychology, 71, 500–
507.5.
Erdamar, G. & Demirel, H. (2014). Investigation of Work-Family, Family-Work
Conflict of the Teachers. Social and Behavioral Sciences, 116, 4919-
4924.
Erickson, R. A & Roloff, M. E. (2008). Reducing attrition after Downsizing:
Analyzing the effects of organizational support, supervisor support, and
gender on organizational commitment. International Journal of
Organizational Analysis, 15(1), 35-55
Fisher, G. G., Bulger, C. A., & Smith, C. S. (2009). Beyond Work and Family: A
Measure of Work/Nonwork Interference and Enhancement. Journal of
Occupational Health Psychology, 14(4), 441-456.
Frone, M. R., & Yardley, J. K. (1996). Workplace Family-Supportive
Programmes: Predictors of Employed Parents’ Importance Ratings.
Journal of Occupational and Organizational Psychology, 69, 351-366.
Frone, M. (2003). Work-Family Balance. Handbook of Occupational Health
Psychology 1st Edition.
Frone, M. R., Russell, M., & Cooper, M .L. (1992). Antecedents and outcomes of
work–family conflict: Testing a model of the work–family interface.
Journal of Applied Psychology, 77(1), 65–75.
Grady, G., & McCarthy, A. (2008). Work-Life Integration: Experiences of Mid-
Career Working Mothers. Journal of Managerial Psychology, 23, 599–
622.
Greenhaus, J. H., & Allen, T. D. (2011). Work-family balance: A review and
extension of the literature. In J. C. Quick, & L. E. Tetrick (Eds.),
Handbook of occupational health psychology (pp. 165–183). (2nd
edition). Washington, DC: American Psychological Association.
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of conflict between work and
family roles. Academy of Management Review, 10, 76–88.
Greenhaus, J. H., Collins, K.M., & Shaw, J.D. (2003). The relation between work-
family balance and quality of life. Journal of vocational behavior, 63,
510-531.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Greenhaus, J. H., Parasuraman, S., & Collins, K. M. (2001). Career Involvement
and Family Involvement as Moderators or Relationships Between Work-
Family Conflict and Withdrawal From a Proffession. Journal of
Occupational Health Psychology, 6 (2), 91-100.
Greenhaus, J.H., Ziegert, J.C., & Allen, T.D. (2012). When family-supportive
supervision matters: relations between multiple sources of support and
work-family balance. Journal of vocational behavior, 80, 266-275.
Guest, D. E. (2002). Perspectives on The Study of Work-Life Balance. Social
Science Information, 41 (2), 255-279.
Hammer, L. B., Kossek, E. E., Yragui, N. L., Bodner, T. E., & Hanson, G. C.
(2009). Development and validation of a multidimensional measure of
family supportive supervisor behaviors (FSSB). Journal of Management,
35, 837–856.
Handini, R. E., Haryoko, S. F., & Yulianto, A. (2014). Hubungan antara Work-
Family Conflict dan Keterikatan Kerja pada Ibu Bekerja. Jurnal NOETIC
Psychology, 4(2).
Hidayat, A. (2012). Penjelasan Uji Reliabilitas Instrumen Lengkap. Diakses dari
https://www.statistikian.com/2012/10/uji-reliabilitas-instrumen.html
pada tanggal 8 Juli 2018.
Hill, E. J., Miller, B. C., Weiner, S.P., & Colihan, J. (1998). Influences of the
virtual office on aspect of work and work/life balance. Personnel
Psychology, 51.
Hill, E. J., Hawkins, A. J., Ferris, M., & Weitzman, M. (2001). Finding and extra
day a week: The positive influence of perceived job flexibility onwork and
family life balance. Family Relations, 50(1), 49–58.
Hsu, B., Chen, W., Wang, M., & Lin, Y. (2010). Explaining supervisory support
to work-family conflict: The perspectives of guanxi, LMX, and emotional
intelligence. Journal of Technology Management in China, 5(1), 40-54.
Hudson. (2005). 20:20 Series: The Case for Work/Life Balance, Closing the Gap
between Policy and Practice. Australia: Hudson Highland Group, Inc.
Hukum Online. (2013). Ketentuan Waktu dan Upah Kerja Lembur di Sektor
Tertentu. Diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51245c6706e57/ketentuan-
waktu-dan-upah-kerja-lembur-di-sektor-tertentu pada tanggal 5
September 2017.
Jang, S. J. (2009). The Relationships of Flexible Work Schedules, Workplace
Support, Supervisory Support, Work-Life Balance, and the Well-Being of
Working Parents. Journal of Social Service Research, 35, 93–104.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Jejak Pendapat. (2016). Technology at workplace-survey report. Diakses dari
https://blog.jakpat.net/technology-at-the-workplace-survey-report/ pada
tanggal 5 September 2017.
JobStreet. (2014). 73% karyawan tidak puas dengan pekerjaan mereka. Diakses
dari https://www.jobstreet.co.id/career-resources/73-karyawan-tidak-
puas-dengan-pekerjaan-mereka/#.Wc9dWVuCzIV pada tanggal 5
September 2017.
Kossek, E. E., Lewis, S., & Hammer, L. B. (2010). Work–life initiatives and
organizational change: Overcoming mixed messages to move from the
margin to the mainstream. Human Relations, 63(1), 3-19.
Kossek, E. E., Pichler, S., Bodner, T., & Hammer, L. B. (2011). Workplace Social
Support and Work-Family Conflict: A Meta-Analysis Clarifying The
Influence of General and Work-Family Specific Supervisor and
Organizational Support. Personnel Psychology, 64, 289-313.
Kountour, R. (2003). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.
Jakarta: Penerbit PPM.
Kunandar. (2007). Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Kurniawan, B. D. (2011). Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru dalam Rangka
Meningkatkan Profesionalitas Gurudi Kota Yogyakarta. Jurnal Studi
Pemerintahan, 2 (2).
Laksmi, N. A. P., & Hadi, C. (2012). Hubungan antara Konflik Peran Ganda (Work
Family Conflict) dengan Kepuasan Kerja pada Karyawati bagian Produksi
PT. X. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, 1(2).
Leo, S. (2013). Kiat Jitu Menulis Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Erlangga.
Lewis, S., Gambles, R., & Rapoport, R. (2007). The constraints of a ‘work–life
balance’ approach: an international perspective. International Journal of
Human Resource Management, 18(3), 360–373.
Lingard, H., & Francis, V. (2009). Managing Work-life Balance in Construction.
USA: Spon Press.
Lu, L., Cooper, C., Kao, S., Chang, T., Allen, T., Lapierre, L., O’Driscoll, M.,
Poelmans, S., Sanchez, J., and Spector, P.E. (2010). Cross-Cultural
Differences on Work-to-Family Conflict and Role Satisfaction: A
Taiwanese-British Comparison. Human Resource Management, 49, 67–
85.
Marks, S. R., & McDermid, S. M. (1996). Multiple roles and the self: A theory of
role balance. Journal of Marriage and the Family, 58(2), 417–433.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
McCarthy, A., Darcy, C., & Grady, G. (2010). Work-Life Balance Policy and
Practice: Understanding Line Manager Attitudes and Behaviors. Human
Resource Management Review, 20, 158–167.
McCarthy, A., Cleveland, J. N., Hunter, S., Darcy, C., & Grady, G. (2013).
Employee work–life balance outcomes in Ireland: a multilevel
investigation of supervisory support and perceived organizational support.
The International Journal of Human Resource Management, 24(6), 1257–
1276.
Mesmer-Magnus, J. R., & Viswesvaran, C. (2005). Convergence Between
Measures of Work-to-Family and Family-to-Work Conflict: A Meta-
Analytic Examination. Journal of Vocational Behavior, 67, 215–232.
Muhson, A. (2004). Meningkatkan Profesionalisme Guru: Sebuah Harapan.
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 2 (1).
Naithani, P. (2010). Overview of Work-Life Balance discourse and its relevance
in current economic scenario. Asian Social Science, 6 (6), 148-155.
Netemeyer, R. G., Boles, J. S., & McMurrian, R. (1996). Development and
validation of work–family conflict and family-work conflict scales.
Journal of Applied Psychology, 81, 400–410.
Novelia, P., Sukirman, I., & Hartana, G. (2013). Hubungan antara Work-life
Balance dan Komitmen Berorganisasi pada persepsi perempuan (Tesis).
Universitas Indonesia, Jakarta.
Nurmayanti. (2017). Karyawan bunuh diri akibat terlalu berat bekerja, CEO ini
mundur. Diakses dari http://bisnis.liputan6.com/read/2822862/karyawan-
bunuh-diri-akibat-terlalu-berat-bekerja-ceo-ini-mundur pada tanggal 2
September 2017.
O’Driscoll, M. P., Poelmans, S., Spector, P. E., Kalliath, T., Allen, T. D., Cooper,
& Sanchez, J. I. (2003). Family-Responsive Interventions, Perceived
Organizational and Supervisor Support, Work–Family Conflict, and
Psychological Strain. International Journal of Stress Management, 10(4),
326–344.
Parasuraman, S., & Greenhaus, J. H. (2002). Towards reducing some critical gaps
in work family research. Human Resource Management Review, 12(3),
299–312.
Pike, F. (2005). Steps to Success: Balance your life and work. London:
Bloomsbury Publishing Plc.
Portal HR. (2015). Pekerja muda lebih memperhatikan work-life balance. Diakses
dari http://portalhr.com/human-interest/life-balanced/pekerja-muda-
lebih-memperhatikan-work-life-balance/ pada 3 September 2017.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Purba, D. E., & Seniati, A. N. L. (2004). Pengaruh Kepribadian dan Komitmen
Organisasi terhadap Organizational Citenzhip Behavior. Makara, Sosial
Humaniora, 8(3), 105-111.
Ramadian, G. (2012). Waspada Stress Intai 64 Persen Pekerja di Indonesia.
Diakses dari
https://lifestyle.okezone.com/read/2012/09/17/198/691019/waspada-
stres-intai-64-persen-pekerja-di-indonesia pada tanggal 29 Oktober 2017.
Rampton, J. (2016). How work life balance can keep your employees happy and
your business healthy. Diakses dari https://www.inc.com/john-
rampton/how-work-life-balance-can-keep-your-employees-happy-and-
your-business-healthy.html pada tanggal 2 September 2017.
Retnaningrum, A. K., & Musadieq, M. A. (2016). Pengaruh Work-Family Conflict
terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB),
36(1).
Republik Indonesia. (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005. Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 157. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2008. Lembaran Negara RI Nomor 4941. Sekretariat Negara.
Jakarta.
Rife, A. A., & Hill, R. J. (2015). Work-life Balance. Society for Industrial and
Organizational Psychology (SIOP)
Roboth, J. Y. (2015). Analisis Work-Family Conflict, Stress Kerja dan Kinerja
Wanita Berperan Ganda Paada Yayasan Compassion East Indonesia.
Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen, 3 (1), 33-46.
Sadnyari, I. A. M. (2015). Peneliti: Kasus Bunuh Diri Tinggi Karena Kelelahan
dan Stres Kerja. Di akses dari
http://bali.tribunnews.com/2015/04/01/peneliti-kasus-bunuh-diri-tinggi-
karena-kelelahan-dan-stres-kerja pada tanggal 30 Oktober 2017.
Santoso, A. (2010). Statistik untuk Psikologi: dari blog menjadi buku. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Santoso, S. (2014). Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Santoso, S. (2017). Statistik Multivariat dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Scholarios, D., & Marks, A. (2004). Work-life balance and the software worker.
Human Resource Management Journal, 14(2), 54-74.
Shabir, M. (2015). Kedudukan Guru Sebagai Pendidik: Tugas dan Tanggung
Jawab, Hak dan Kewajiban, dan Kompetensi Guru. Auladuna, 2 (2), 221-
232.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Shandy, R. (2017). 5 Fakta Karoshi, Fenomena Kematian akibat Kelelahan
Bekerja di Jepang. Diakses dari
https://life.idntimes.com/career/rahardian-shandy/5-fakta-karoshi-
fenomena-kematian-akibat-kelelahan-bekerja-di-jepang-c1c2/full pada
tanggal 2 September 2017.
Shobitha, P., & Sudarsan, N. (2014). Work-life Balance: A conceptual review.
International Journal of Advances in Management and Economics, 3(2),
01-17.
Sianturi, M. M., & Zulkarnain. (2013). Analisis work-family conflict terhadap
kesejahteraan psikologis pekerja. Jurnal sains dan Praktik Psikologi, 1(3),
207-215.
Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan
Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana.
Staines, G. L. (1980). Spillover versus compensation: A Review of the literature
on the relationship between work and non-work. Human Relations,33.
Stinglhamber, F. & Vandenberghe, C. (2003). Organizations and supervisors as
sources of support and targets of commitment: a longitudinal study.
Journal of Organizational Behavior, 24, 251-270.
Sudarma, M. (2013) Profesi Guru Dipuji, Dikritisi, dan Dicaci. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta, CV.
Supratiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Supratiknya, A. (2015).Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dalam
Psikologi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Suyanto & Jihad, A. (2013). Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan
Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta: Esensi.
Thomas, L.T., & Ganster, D.C. (1995). Impact of Family-Supportive Work
Variables on Work– Family Conflict and Strain: A Control Perspective.
Journal of Applied Psychology, 80, 6–15.
Thriveni, K. K., & Rama, D.V. (2012). Impact of demographic variables on work-
life balance of women employees (with special reference to Bangalore
City). International Journal of Advances in Management and Economics,
1(6), 226-229.
Trihendradi, C. (2009). Step by step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:
Andi Offset.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
UNPAN Asia & Pacific. (2012). Indonesia: survey shows Indonesians worry
about work-life balance. Diakses dari
http://www.unpan.org/PublicAdministrationNews/tabid/115/mctl/Article
View/ModuleID/1467/articleId/34403/Default.aspx pada tanggal 3
September 2017.
Wardhani, P. (2017). Tingginya Kasus Bunuh Diri Karena Pekerjaan, Buat
Pemerintah Jepang Turun Tangan Pangkas Jam Kerja. Di akses dari
http://www.hipwee.com/feature/setelah-mengorbankan-banyak-nyawa-
pekerja-jepang-akhirnya-diwajibkan-kurangi-jam-kerja/ pada tanggal 15
November 2017.
Wayne, J. H, Musisca, N., & Fleeson, W. (2004). Considering the role of
personality in the work–family experience: Relationships of the big five
to work–family conflict and facilitation. Journal of Vocational Behavior,
64, 108-130.
Wheatley, D. (2012). Work-life balance, travel to work, and the dual career
household. Personnel Review, 41(6), 813-831.
Widi, R. K. (2010). Asas Metodologi Penelitian (Sebuah pengenalan dan
penuntun langkah demi langkah pelaksaan penelitian). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Yoon, J., & Thye, S. (2000). Supervisor support in the work place: Legitimacy and
positive affectivity. Journal of Social Psychology, 140, 295–316.
Yuile, C., Chang, A., Gudmundsson, A., & Sawang, S. (2012). The role of life
friendly policies on employees’ work–life balance. Journal of
Management & Organization, 18(1).
Zhang, M., Griffeth, R. W., & Fried, D. D. (2012). Work-family conflict and
individual consequences. Journal of Managerial Psychology, 27(7), 696-
713.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
LAMPIRAN 1
Reliabilitas Aitem Skala Penelitian
1.1 Reliabilitas Aitem Skala Work-Life Balance
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
WLB1 76.84 109.125 .434 .887
WLB2 75.84 115.598 .402 .885
WLB3 75.53 116.531 .469 .883
WLB4 76.15 112.558 .501 .882
WLB5 76.26 104.902 .641 .876
WLB6 75.99 109.731 .745 .874
WLB7 75.95 115.105 .438 .884
WLB8 75.53 116.531 .469 .883
WLB9 77.09 108.616 .459 .885
WLB10 76.02 112.451 .539 .880
WLB11 76.10 113.206 .489 .882
WLB12 76.35 104.424 .719 .872
WLB13 76.20 113.131 .516 .881
WLB14 76.07 112.865 .486 .882
WLB15 75.91 113.950 .535 .881
WLB16 75.93 109.381 .720 .874
WLB17 76.20 111.066 .603 .878
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
1.2 Reliabilitas Aitem Skala Work-Family Conflict
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
WFC 47.29 145.569 .318 .892
WFC 47.71 141.859 .594 .884
WFC 47.47 141.702 .537 .885
WFC 47.50 137.094 .705 .880
WFC 47.61 142.153 .573 .885
WFC 46.10 137.164 .463 .889
WFC 45.94 141.939 .351 .892
WFC 47.27 134.201 .725 .879
WFC 47.49 140.862 .609 .884
WFC 47.44 139.497 .576 .884
WFC 47.47 137.934 .609 .883
WFC 47.37 143.802 .428 .888
WFC 46.80 135.583 .579 .883
WFC 46.36 136.378 .508 .886
WFC 46.57 140.190 .454 .888
WFC 47.49 140.862 .609 .884
WFC 46.10 137.164 .463 .889
WFC 46.61 132.066 .640 .881
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
LAMPIRAN 2
Reliabilitas Skala Penelitian
2.1.Reliabilitas Skala Work-Life Balance
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.887 17
2.2.Reliabilitas Skala Work-Family Conflict
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.891 18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
LAMPIRAN 3
Hasil Uji-T
3.1.Uji-T variabel Work-Life Balance
One-Sample Test
Test Value = 59.5
t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
WLB 14.527 69 .000 21.000 18.12 23.88
3.2.Uji-T variabel Work-Family Conflict
One-Sample Test
Test Value = 63
t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
WFC -8.868 69 .000 -13.200 -16.17 -10.23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
LAMPIRAN 4
Hasil Uji Normalitas
4.1.Uji Normalitas Work-Family Conflict –Work-Life Balance
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
TOTAL WLB TOTAL WFC
N 70 70
Normal Parametersa Mean 80.50 49.80
Std. Deviation 12.095 12.454
Most Extreme Differences Absolute .149 .136
Positive .088 .136
Negative -.149 -.072
Kolmogorov-Smirnov Z 1.250 1.136
Asymp. Sig. (2-tailed) .088 .151
a. Test distribution is Normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
LAMPIRAN 5
Hasil Uji Linearitas
5.1.Uji Linearitas Work-Family Conflict –Work-Life Balance
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
TOTAL
WLB *
TOTAL
WFC
Between
Groups
(Combined) 8700.224 32 271.882 7.220 .000
Linearity 6534.131 1 6534.131 173.521 .000
Deviation
from Linearity 2166.093 31 69.874 1.856 .036
Within Groups 1393.276 37 37.656
Total 10093.500 69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
LAMPIRAN 6
Hasil Uji Hipotesis
6.1.Uji Hipotesis antara Work-Family Conflict dengan Work-Life Balance
Correlations
TOTAL WLB TOTAL WFC
TOTAL WLB Pearson Correlation 1 -.805**
Sig. (2-tailed)
.000
N 70 70
TOTAL WFC Pearson Correlation -.805** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 70 70
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
LAMPIRAN 7
Skala Work-Life Balance
No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS
1. Saya terlalu lelah untuk melakukan hal-
hal yang ingin saya lakukan setelah
pulang kerja
2. Energi yang saya butuhkan untuk
bekerja telah habis karena saya gunakan
untuk melakukan hobi/kesenangan saya
3. Pekerjaan memberi saya energi untuk
melakukan aktivitas penting lainnya di
luar pekerjaan
4. Peristiwa yang terjadi dalam kehidupan
pribadi atau keluarga saya membuat
suasana hati saya menjadi lebih baik
ketika di tempat kerja
5. Pekerjaan saya terganggu karena
masalah pribadi saya
6. Saya sering mengabaikan kepentingan
pribadi saya karena tuntutan pekerjaan
saya
7. Pekerjaan saya dapat membuat suasana
hati saya menjadi lebih baik ketika di
rumah
8. Dukungan dari teman dan keluarga
memberi saya energi untuk melakukan
pekerjaan saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS
9. Saya akan memiliki lebih banyak waktu
untuk bekerja jika tidak tersita untuk
menyelesaikan masalah pribadi saya
10. Hobi saya jadi terganggu karena
pekerjaan saya
11. Hal-hal yang saya lakukan di tempat
kerja membantu saya dalam
menghadapi masalah pribadi maupun
masalah praktis di rumah
12. Saya terlalu lelah untuk bekerja dengan
efektif karena masalah-masalah pribadi
yang sedang terjadi
13. Saya tidak bisa melakukan kepentingan
pribadi karena terlalu sibuk bekerja
14. Berkumpul bersama teman-teman
membantu saya merasa siap dan lebih
rileks untuk melakukan pekerjaan hari
esok
15. Saat sedang bekerja, saya justru
memikirkan hal-hal yang harus saya
lakukan di luar pekerjaan
16. Saya mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan pekerjaan karena saya
sibuk memikirkan urusan pribadi
17. Saya kesulitan melakukan kegiatan
seperti yang saya inginkan karena
pekerjaan saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
LAMPIRAN 8
Skala Work-Family Conflict
No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS
1. Pekerjaan saya menyita waktu saya
bersama dengan keluarga
2. Tekanan yang saya alami di rumah
membuat saya sering disibukkan
dengan urusan keluarga ketika berada di
tempat kerja
3. Saya melewatkan beberapa pekerjaan
karena banyaknya waktu yang saya
gunakan untuk melakukan tanggung
jawab keluarga (sebagai
suami/bapak/istri/ibu/anak)
4. Emosi saya sering terkuras saat pulang
kerja sehingga menjauhkan saya dari
aktivitas bersama keluarga
5. Waktu yang saya habiskan untuk
pekerjaan membuat saya kesulitan
memenuhi tuntutan dan tanggung jawab
keluarga
6. Metode pemecahan masalah yang saya
gunakan dalam pekerjaan tidak efektif
jika digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan di rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS
7. Perilaku yang saya terapkan di rumah
sepertinya tidak efektif jika dilakukan di
tempat kerja
8. Setelah pulang kerja, saya terlalu lelah
untuk melakukan kegiatan bersama
dengan keluarga
9. Waktu yang saya habiskan untuk
melakukan tanggung jawab dalam
keluarga sering kali mengganggu
tanggung jawab pekerjaan saya
10. Saya sulit konsentrasi saat bekerja
karena merasa terbebani dengan
tanggung jawab saya pada keluarga
11. Perilaku efektif dalam menggunakan
waktu yang saya lakukan saat bekerja
tidak membantu saya menjadi orang tua
dan pasangan yang lebih baik
12. Waktu yang saya habiskan bersama
keluarga sering kali membuat saya
kekurangan waktu untuk melakukan
kegiatan yang bisa membantu karir saya
13. Perilaku yang menurut saya efektif
dilakukan di rumah akan
kontraproduktif saat di tempat kerja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS
14. Ketegangan dan kecemasan yang
berasal dari aktivitas di luar pekerjaan
sering kali mengganggu pekerjaan saya.
15. Perilaku yang efektif dan penting
dilakukan di tempat kerja akan menjadi
kontraproduktif saat diterapkan di
rumah.
16. Saya membatalkan rencana pergi
dengan keluarga karena harus
menyelesaikan tanggung jawab saya di
tempat kerja
17. Metode pemecahan masalah yang saya
gunakan saat berada di rumah
sepertinya tidak begitu tepat jika
digunakan di tempat kerja.
18. Semua tekanan yang ada di tempat kerja
terkadang membuat saya terlalu stres
dan tidak menikmati hal-hal yang saya
lakukan di rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI