ilustrasi kasus perbaikan rhd finish

Upload: riko-jumattullah

Post on 13-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    1/26

    0

    PNEUMONIA NOSOKOMIAL

    PENDAHULUANPneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang

    didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat,

    hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan di

    rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah

    sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka

    kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia

    yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Angka kematian

    pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI) meningkat 3-10x

    dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama

    perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan

    meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit1.

    DEFINISI

    Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam

    dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah

    sakit1,2

    .

    ETIOLOGI

    Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.

    Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR)

    misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan

    kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

    Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus

    (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang

    terjadi. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah,

    cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi

    aspirasi transtrakea1,2

    .

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    2/26

    1

    PATOGENESIS

    Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti.

    Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada empat rute

    masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu1:

    1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan

    usia lanjut

    2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien

    3. Hematogenik

    4. Penyebaran langsung

    Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko mengalami

    pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam

    saluran napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal membersihkan

    inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi

    antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan

    kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan. Patogen

    penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif dan Staphylococcus aureus yang

    merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran napas bagian atas karena bakteri-

    bakteri tersebut merupakan titik awal yang penting untuk terjadi pneumonia1.

    ________________________________________________________________________________

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    3/26

    2

    DIAGNOSIS

    Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis

    pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut1,2

    :

    1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan

    semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit

    2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :

    Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif

    Ditambah 2 diantara kriteria berikut:

    - suhu tubuh > 38o

    C

    - sekret purulen

    - leukositosis

    TERAPI ANTIBIOTIK

    Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah1,2

    :

    1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu

    mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab,

    perhitungkan pola resistensi setempat

    2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara

    pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis

    harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan

    fungsi saluran cerna yang baik.

    3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang

    berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.

    4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR

    5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk

    6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila responsklinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial

    dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan

    hasil yang memuaskan.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    4/26

    3

    METH ICILL IN RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS

    (MRSA)

    MRSA adalah golongan bakteri gram positif yang resisten terhadap antibiotik penisilin

    semisintesis. Staphylococcus aureus sendiri merupakan flora normal pada kulit manusia dan

    jumlah koloninya bervariasi per sentimeter perseginya. Pada awalnya, Staphylococcus aureus

    telah dikenal sebagai suatu penyebab penyakit yang penting diseluruh dunia dan menjadi suatu

    patogen utama yang terkait infeksi, baik itu di yang didapat di rumah sakit maupun di

    komunitas4,9

    .

    Gambar 2. Isolat Staphylococcus aureus

    Sebelum ada antibiotik, kasus infeksi invasif yang disebabkan oleh Staphylococcus

    aureussering berakibat fatal. Dengan dikenalnya penisilin secara luas maka dapat memperbaiki

    prognosis pasien dengan infeksi Staphylococcus aureusberat, namun setelah penggunaan klinis

    selama beberapa tahun, resistensi tampaknya diakibatkan oleh dihasilkannya beta-laktamase.

    Meticilin dirancang dirancang untuk menahan degradasi karena beta-laktamase, tetapi galur

    MRSA yang resisten terhadap semua antibiotik beta-laktam selanjutnya teridentifikasi segera

    setelah metisilin diperkenalkan di praktis klinis. Sampai saat ini, MRSA secara umum

    merupakan suatu patogen nosokomial yang menyebabkan infeksi dapatan rumah sakit, tetapi

    MRSA saat ini secara luas diisolasi dari infeksi dapatan di komunitas juga, misalnya berasal dari

    pelayanan kesehatan umum.4

    Vankomisin telah lama menjadi antibiotik pilihan untuk menangani infeksi MRSA.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    5/26

    4

    Timbulnya Staphylococcus aureusyang resisten terhadap vankomisin telah dilaporkan beberapa

    tahun terakhir ini. Kejadian tersebut merupakan penyebab keprihatinan kesehatan masyarakat

    terbesar bahkan menjadi tantangan yang lebih berat bagi para klinisi. Penemuan terakhir obat

    yang terbaik untuk MRSA adalah linesolid, daptomycin dan tigecyclin yang harganya sangat

    mahal dan tidak selalu tersedia di setiap pusat pelayanan kesehatan4,9

    .

    Sejak munculnya resistensi terhadap metisilin, MRSA telah telah dikenal luas diberbagai

    rumah sakit di seluruh dunia, sebagai penyebab bakterimia, pneumonia, infeksi pasca operasi dan

    infeksi nosokomial lainnya. Infeksi MRSA nosokomial menimbulkan beban, baik itu kepada

    pasien maupun sistem kesehatan, sebab berkaitan dengan tingginya akan morbiditas dan

    mortalitas serta biaya rumah sakit. MRSA paling banyak ditemukan di tangan, hidung dan

    perineum. Penelitian yang dilakukan dengan subjek pasien di ruang intensif Bandung dan

    Semarang tahun 2001 menggambarkan bahwa 35,9% pada nostril hidung dan 21,8% pada tangan

    petugas kesehatan.4

    Resistensi antibiotik dibagi menjadi menjadi dua macam, yaitu kromosomal dan non

    kromosomal. Mikroba yang awalnya sensitif terhadap antibiotik dapat berubah sifat genetiknya

    menjadi kurang ataupun tidak peka. Kejadian tersebut disebabkan karena mikroba memperoleh

    elemen genetik yang membawa sifat resisten ( acquired resistance ). Rangsangan antimikroba

    dapat pula menyebabkan peristiwa tersebut di samping akibat mutasi genetik spontan. Proses

    resistensi dapat terjadi secara transduksi dan konjugasi. Proses transduksi yaitu faktor kekebalandipindahkan dari mikroba resisten ke sensitif dengan perantara bacteriofage. Dalam proses ini

    yang dipindahkan ialah komponen DNA dari kromosom yang mengandung faktor resistensi

    tersebut. Peristiwa yang mirip dengan kopulasi terjadi dalam proses konjugasi.4

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    6/26

    5

    PENYAKIT JANTUNG REMATIK

    DEFINISI

    Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan kelainan jantung yang diakibatkan oleh

    demam reumatik (Taranta A dan Markowitz, 1981). Penyakit jantung rematik diawali dengan

    demam reumatik (DR) yang didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik non supuratif yang

    digolongkan kepada kelainan vaskuler kolagen atau kelainan jaringan ikat yang dapat mengenai

    banyak organ tubuh seperti jantung, sendi dan sistem syaraf pusat.5

    ETIOLOGI

    Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptokokus

    hemolitik grup A pada saluran nafas atas. Kuman Streptokokus hemolitik dapat dibagi atas

    sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding

    sel bakteri tersebut.5,6,7

    Insidens infeksi Streptokokus hemolitik grup A pada tenggorokan bervariasi diantara

    berbagai negara dan di daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi didapati pada anak usia 5 -

    15 tahun. Berdasarkan pola etiologi penyakit jantung yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam

    RSUP Dr.M.Djamil Padang tahun 1973-1977 didapatkan 31,4% pasien Demam

    Reumatik/Penyakit Jantung Reumatik pada usia 10- 40 tahun, dengan mortalitas 12,4%

    (Hanif,Saharman Leman 1978)5,6,7

    .

    EPIDEMIOLOGI

    Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 - 1990

    didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang

    lainnya 5,13. Ternyata insiden yang tinggi dan karditis adalah pada anak muda dan terjadinya

    kelainan katup jantung adalah sebagai akibat kekurangan kemampuan untuk melakukan

    pencegahan sekunder DR dan PJR5,6,7,8

    .

    Dalam laporan WHO Expert consultation Geneva, tahun 2004 angka mortalitas untuk

    PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk dinegara

    berkembang dan didaerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.0005,6,7,8

    .

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    7/26

    6

    PATOGENESIS DEMAM REMATIK

    Demam rematik merupakan respon auto immune terhadap infeksi Streptokokus hemolitik

    grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul

    ditentukan oleh kepekaaan genetik host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif.

    Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat mi tidak diketahui, tetapi peran antigen

    histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibody yang berkembang

    segera setelah infeksi streptokdkkus telah diteliti sebagai faktor resiko yang potensial dalam

    patogenesis penyakit ini4,12

    .

    PATOLOGI

    Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan

    degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard yang merupakan

    patognomonik DR7,8

    .

    Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup.

    Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kin bisa didapati dan dipercaya akibat efek

    jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis mernula

    pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan

    stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup

    trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.

    Nodul aschoff terdiri dan area nekrosis sentralyang dikelilingi limfosit, set plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus.

    Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR. Keterlibatan

    endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Pada keadaan dini DR akut katup-katup yang

    terkena mi akan merah., edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai

    verruceae.5,6,7,12

    DIAGNOSIS DEMAM REMATIK

    Gambaran klinis demam rematik bergantung pada sistem organ yang terlibat dan

    manifestasi klinis yang tampak bisa tunggal atau merupakan gabungan sistem organ yang

    terlibat5,6,7,8

    .

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    8/26

    7

    Tabel 1. Kriteria Jones (Updated 1992)

    Manif estasi mayor Manif estasi minor

    Karditis

    Poliartritis

    KoreaEritema marginatum

    Nodulus subkutan

    Klinis

    - Artralgia- DemamLaboratoriumPeninggian reaksi fase akut(LED meningkat dan atau C reaktive

    protein)

    Interval PR memanjang

    DitambahDisokong adanya bukti infeksi Streptokous sebelumnya berupa kultur apus

    tenggorok yang positip atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO

    yang meningkat.

    PERAN PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI PADA DEMAM REMATIK DAN

    PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

    Pada karditis DR akut didapati nodul pada daun katup sekitar 25 persen dan dapat

    menghilang pada follow-up. Gagal Jantung kongestif pada DR yang ada berhubungan dengan

    insufisiensi katup mitral dan aorta dan disfungsi miokard5,6

    .

    Pemeriksaan ekokardiografi untuk menegakkan diagnosis insufisiensi mitral dan atau

    insufisiensi aorta karena karditis rematik tersembunyi ditegakkan setelah kausa non rematikdisingkirkan, seperti anomali congenital mitral valve cleft, degenerasi floppy mitral valve,

    bicuspid aortic valve; dan kelainan katup didapat karena infektif endocarditis, dan penyakit

    sistemik lainnya. Pada penyakit jantung katup yang kronik pemeriksaan ekokardiografi 2

    dimensi dapat memperlihatkan kelainan anatomi katup mitral, aorta, tricuspid dan pulmonal,

    annulus katup dan gambaran lainnya5,6,7

    .

    TERAPI DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

    Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu

    1). Pencegahan primer pada saat serangan DR,

    2). Pencegahan sekunder DR,

    3). Menghilangkan gejala yang menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi,

    penatalaksanaan gagal jantung dan korea.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    9/26

    8

    Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR

    dan diberikan fase awal serangan. Jenis antibiotika, dosis dan frekuensi pemberiannya dapat

    dilihat pada lampiran 1. Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan

    DR, karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup jantung dan dapat

    menyebabkan kecacatan katup jantung7,8

    .

    Lampiran 1. Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Rematik

    Cara pemberian Jenis antibiotika Dosis Frekuensi

    Pencegahan primer: pengobatan terhadap faringitis streptokokus untuk

    mencegah serangan primer demam rematik

    Intramuskuler Benzatin PNC G 1,2 juta unit

    (600.000 unit untuk BB< 27 kg)

    Satu kali

    Oral Penisilin V 250 mg/400.000 unit 4 kali sehariselama10 hari

    Eritromisin 40 mg/kg BB/hari

    (jangan lebih dari

    1 gr/hari)

    3-4 kali

    sehari selama

    10 hariYang lain seperti

    Klindamisin,

    Nafsilin,

    Amoksilin,Safeleksin

    Dosis bervariasi

    Tetrasiklin dan sulfa jangan digunakanPencegahan sekunder: pencegahan berulangnya dengan rematikIntramuskuler

    Minggu

    Benzatin PNC G 1,2 juta unit Setiap 3-4

    Oral Penisilin V 250 mg 2 kali sehariSulfadiazin 500 mg Sekali sehari

    Eritromisin 250 mg 2 kali sehariTetrasiklin jangan digunakan

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    10/26

    9

    ILUSTRASI KASUS

    Telah dirawat seorang pasien laki-laki 21 tahun di bangsal penyakit dalam RSUP dr. M. Djamil

    Padang, sejak tanggal 5 April 2014 dengan :

    Keluhan Utama : Demam yang semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu.

    Riwayat Penyakit Sekarang:

    Demam yang semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu. Demam sudah dirasakan pasiensejak 1 minggu yang lalu, demam tinggi, terus menerus, tidak menggigil dan tidak

    berkeringat banyak.

    Sesak nafas sejak 4 tahun yang lalu. Sesak terasa saat pasien berolah raga di sekolah, saatmengangkat beban berat dan berkurang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh

    cuaca dan makanan. Sesak dengan bunyi nafas menciut tidak ada. Pasien suka tidur

    dengan 2 bantal. Terbangun malam hari karena sesak tidak ada.

    Nyeri tenggorok yang dirasakan pasien hilang timbul sejak 4 tahun yang lalu. Nyeritenggorok biasanya disertai dengan demam. Namun sejak 2 tahun ini nyeri tenggorok

    tidak dirasakan lagi.

    Nyeri dada dirasakan pasien hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu, nyeri dada terutamadirasakan pasien saat aktivitas seperti angkat galon dan berlari.

    Pasien sering merasakan badan letih dan lesu sejak 1 bulan yang lalu. Mual dan muntah sejak 10 hari yang lalu, frekwensi 2-3 kali per hari, muntah tidak

    menyemprot, muntah berisi apa yang dimakan. Namun sejak 3 hari ini pasien tidak

    muntah lagi.

    Batuk sejak 5 hari yang lalu. Batuk berdahak, berwarna putih. Batuk darah tidak ada.

    Sakit kepala dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu. Sembab pada kedua tungkai tidak ada. Riwayat perdarahan tidak ada. Riwayat nyeri sendi berpindah-pindah tidak ada. Riwayat biru-biru pada ujung jari tidak ada. Riwayat benjolan di kulit tidak ada.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    11/26

    10

    BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sebelumnya dirawat di RSUD Solok selama 1 minggu dengan keluhan sakit perut

    dan muntah-muntah, kemudian di rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk

    penanganan lebih lanjut.

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya. Tidak ada riwayat sakit kencing manis sebelumnya

    Riwayat Penyakit Keluarga:

    Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

    Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Status Perkawinan dan Kebiasaan:

    Pasien tidak bekerja. Belum menikah. Pasien adalah anak ke 4 dari 6 bersaudara. Lahir normal dengan dukun, langsung menangis, berat badan lahir tidak tahu, riwayat

    biru-biru waktu bayi tidak ada. Tumbuh kembang normal.

    Pemeriksaan Umum

    Kesadaraan : Compos Mentis Cooperative

    KeadaanUmum : Sedang

    Tekanan Darah : 200/pulse mmHg pada a.poplitea dan 180/pulse mmHg pada a.brachialis

    Frekuensi Nadi : 96 x/mnt, denyut teratur, pengisian nadi cepat dan besar.

    Frekuensi Nafas : 38 x/mnt

    Suhu : 38,8

    0

    CBB : 50 kg

    TB : 162 cm

    BMI : 19,05 ( normoweight)

    Ikterus : (-)

    Edema : (-)

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    12/26

    11

    Anemia : (+)

    Sianosis : (-)

    Kulit : Turgor baik, nodul sub kutis (-) petekie (-)

    Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB

    Kepala : Tidak ada benjolan

    Rambut : Tidak mudah dicabut, alopesia (-)

    Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

    Telinga : Nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-), thopy (-)

    Hidung : Deviasi septum (-), hipertrofi konka (-)

    Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

    Gigi dan Mulut : Caries (+), mullers sign(+), hipertropi gingiva (-), atrofi papil (-)

    Leher : JVP 5+1 cmH20. Corrigans pulse (+), Kelenjar tiroid tidak

    membesar.

    Paru

    Depan

    Inspeksi : Simetris kiri sama dengan kanan , statis dan dinamis

    Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan

    Perkusi : Sonor, batas pekak hepar setinggi RIC V

    Auskultasi : Bronkhovesikuler, ronchi (+/+) basah halus di basal kedua lapangan pawheezing(-/-)

    Belakang

    Inspeksi : Simetris kiri sama dengan kanan , statis dan dinamis

    Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan

    Perkusi : Sonor, peranjakan paru 2 jari

    Auskultasi : Bronkhovesikuler, ronchi (+/+) basah halus di basal kedua lapangan paru.

    wheezing (-/-)

    Jantung

    Inspeksi : Iktus terlihat 1 jari lateral LMCS RIC VI

    Palpasi : Iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI, luas 2 ibu jari, melebar

    dan kuat angkat

    Perkusi : Batas Jantung kanan : LSD, Atas : RIC II,

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    13/26

    12

    Batas Jantung kiri 1 jari lateral LMCS RIC VI,

    Pinggang jantung (+).

    Auskultasi : Irama jantung regular, M1 > M2, P2 < A2, Bising diastolik (+) grade 3,

    high pitch, blowing, penjalaran ke apex, punktum maximum di katup

    aorta, Austin flint murmur (+)

    Abdomen

    Inspeksi : Tidak tampak membuncit

    Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi : Timpani, Shifthting dullness (-)

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    Punggung : Nyeri tekan dan nyeri ketok pada sudut CVA -/-

    Alat kelamin : Tidak ada kelainan

    Anus : Tidak ada kelainan

    Anggota Gerak : Reflek fisiologis (+/+),Pistol shot sounda.femoris (+), Duroziezs sign(+),

    Quinckessign(-), Reflek Patologis (-/-), Edema (-/-), Clubbing fingers(-).

    Laboratorium

    Hemoglobin : 9,4 gr/dlLeukosit : 20.400 /mm3

    Hematokrit : 29 %

    Trombosit : 479.000/mm3

    Hitung Jenis : 0/4/4/78/14/0

    LED : 84 mm/jam

    Gambaran darah tepi:

    Eritrosit : Mikrositik hipokrom

    Leukosit : Jumlah meningkat dengan netrofilia shift to the right

    Trombosit : Jumlah meningkat

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    14/26

    13

    Urinalisis:

    Protein : -

    Glukosa : -

    Leukosit : 0-1/LPBEritrosit : 0-1/LPB

    Silinder : -

    Kristal : -

    Epitel : + Gepeng

    Bilirubin : -

    Urobilinogen : +

    Feses rutin :

    Makroskopis :

    Warna : coklat

    Konsistensi : lunak

    Darah : -

    Lendir : -

    Mikroskopis

    Leukosit : 0-1/LPB

    Eritrosit : 0-1/LPB

    Amuba : -

    Telur cacing : -

    EKG :

    Irama : sinus QRS Komplek : 0,12 detik

    HR : 92 x/menit ST segmen : Isoelektrik

    Axis : Normal Gel T : T inverted (-)

    Gel P : Normal SV1 + RV5 = 50

    PR interval : 0,16 detik R/S V1

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    15/26

    14

    Daftar Masalah

    Sepsis Bronkhopneumonia Hipertensi Urgensi Congestive Heart Failure Anemia

    Diagnosis Kerja :

    Sepis ec Bronkopneumonia Duplex (HAP)

    Hipertensi Urgensi

    CHF Fc II LVH-RVH AI Irama Sinus ec Penyakit Jantung Rematik

    Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec Penyakit Kronik

    Diagnosis Banding :

    CHF Fc II LVH-RVH AI Irama Sinus ec Penyakit Jantung Katub Kongenital

    Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec Defisiensi Fe

    Terapi :

    Istirahat/ ML Diet Jantung II 1700 kkal( Karbohidrat 1200 kkal, Protein 65 gr, Lemak 25 gr )

    IVFD Nacl 0,9% 8 jam kolf Inj. Ceftazidime 2x1 gr Inf. Levofloxacin 1x500 mg Inj. Lasix 1x20 mg Paracetamol 3x500 mg Ambroxol Syr 3x30 mg Candesartan 1x16 mg Amlodipin 1x5 mg Dulcolax 1x2 tab

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    16/26

    15

    Pemeriksaan anjuran

    MCH, MCV, MCHC, Retikulosit, SI, TIBC, Feritin Serum Ureum, Creatinin SGOT, SGPT Total Kolesterol, LDL, HDL,Trigliserida ASTO, CRP Kultur Sputum Kultur Darah Swap Tenggorok Konsul Bagian Mata Ro. Thorak PA Ekhocardiografi

    Follow up

    Tanggal 7 April 2014

    S/ Sesak nafas (+)

    Demam (+)

    Batuk (+)

    O/ KU : sedang Kesadaran: CMC

    TD : 170/ pulse mmHg Nafas : 28 x/ mnt

    Nadi : 92 x/ mnt Suhu : 38,50C

    Konsul Konsultan Kardiologi

    Kesan : CHF Fc II LVH-RVH AI Irama Sinus ec RHD

    Anjuran : Ekhocardiografi

    Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi

    Kesan : Hipertensi sekunder

    Advise : Ist/ RG II

    Inj. Lasix 1x20 mg

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    17/26

    16

    Amlodipin 1x10 mg

    Balance Cairan

    Anjuran: Cek profil lipid

    Konsul Mata

    USG Ginjal

    Arteriografi arteri renalis

    Konsul Konsultan Hemato Onkologi Medik

    Kesan : Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec penyakit kronik

    DD/ Defisiensi Fe

    Anjuran: SI, TIBC, Feritin serum

    Darah samar

    Konsul Konsultan Pulmonologi

    Kesan : Bronkhopneumonia Duplex (HAP)

    Anjuran : Ro Thorak PA

    Kultur sputum

    Therapy antibiotik lanjutCek leukosit / 3 hari

    Konsul Bagian Mata

    Kesan : Saat ini tidak ada ditemukan tanda-tanda papil edem

    Saat ini tidak ada ditemukan tanda-tanda retinopati hipertensi ODS

    Anjuran: Terapi sesuai TS

    Kontrol tekanan darah

    Keluar hasil laboratorium.

    MCH : 20,3 pg

    MCV : 58,3 fL

    MCHC : 34,9 g/dl

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    18/26

    17

    Retikulosit : 0,93 %

    SGOT : 35 IU/l

    SGPT : 77 IU/l

    Ureum : 12 mg/dl

    Kreatinin : 0,6 mg/dl

    Total kolesterol : 116 mg%

    Kolesterol LDL : 83,8 mg%

    Kolesterol HDL : 9 mg%

    Trigliserida : 116 mg%

    SI : 16 ug/dl

    TIBC : 188 ug/dl

    Feritin serum : 398 ng/ml

    ASTO : Negatif

    CRP : Negatif

    Kesan: Penurunan kadar serum iron

    A/

    Sepis ec Bronkopneumonia Duplex (HAP)

    CHF Fc II LVH-RVH AI Irama Sinus ec Penyakit Jantung Rematik Fase KronikHipertensi Sekunder

    Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec penyakit kronik

    Rencana:

    Exp. Ro thorak PA

    USG Ginjal

    Ekhokardiografi

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    19/26

    18

    Follow up

    Tanggal 8 April 2014

    S/ Sesak nafas (+)

    Demam (+)

    Batuk (+)

    O/ KU : sedang Kesadaran: CMC

    TD : 160/ pulse mmHg Nafas : 28 x/ mnt

    Nadi : 94 x/ mnt Suhu : 380C

    Keluar Hasil Ro. Thorak PA

    Cor : CTR 52,5%, kesan membesar, apex tertanam

    Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

    Infiltrat minimal di parakardial kanan

    Sinus kiri kesan suram dengan infiltrat

    Kesan: Cardiomegali

    Infiltrat di parakardial kanan

    Sinus kiri kesan suram dengan infiltrat

    Keluar Hasil Echocardiography:

    Dimensi ruang jantung: dilatasi LV dan LA

    Kontraktilitas LV baik, EF 73 %, normokinetik global

    Katup, Aorta 3 cuspis, terlihat AI severe dengan vena contracta 0,97. Mitral dengan MI mild,

    kalsifikasi (+), vegetasi (-)

    Kesan: AI severe dan MI mild ec RHD

    A/

    Sepis ec Bronkopneumonia Duplex (HAP)

    CHF Fc II LVH-RVH AI-MI Irama Sinus ec Penyakit Jantung Rematik Fase Kronik

    Hipertensi Sekunder

    Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec Penyakit Kronik

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    20/26

    19

    P/

    USG Abdomen

    Follow up

    Tanggal 11 April 2014

    S/ Sesak nafas (+)

    Demam (+)

    Batuk (+)

    O/ KU : sedang Kesadaran: CMC

    TD : 160/ pulse mmHg Nafas : 26 x/ mnt

    Nadi : 94 x/ mnt Suhu : 38,20C

    Keluar hasil Kultur Sputum:

    Kuman : Staphyloccus aureus resisten meticilin (MRSA)

    Sensitif : Netilmicin

    Keluar hasil Kultur darah:Steril : Tidak ditemukan kuman

    Keluar hasil Kultur Swap Tenggorok:

    Kuman : Staphyloccus aureus resisten meticilin (MRSA)

    Konsul Sub Bagian Pulmonologi

    Kesan : Bronkhopneumonia Duplex (HAP) dengan kuman MRSA

    Therapy : Drip Vankomicin 2x1gr dalam 200cc Nacl 0,9% habis dalam 2 jam.

    Cek leukosit / 3 hari

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    21/26

    20

    A/

    Sepis ec Bronkopneumonia Duplex (HAP)

    CHF Fc II LVH-RVH AI-MI Irama Sinus ec Penyakit Jantung Rematik Fase Kronik

    Hipertensi Sekunder

    Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec Penyakit Kronik

    P/

    USG Abdomen

    Follow up

    Tanggal 12 April 2014

    S/ Sesak nafas (+) berkurang.

    Demam (+) menurun.

    Batuk (+)

    O/ KU : sedang Kesadaran: CMC

    TD : 150/ pulse mmHg Nafas : 24 x/ mnt

    Nadi : 88 x/ mnt Suhu : 37,50C

    Keluar hasil USG Abdomen:

    Hepar: Ukuran normal, permukaan regular, sudut lancip, tidak tampak nodul, vena cava dn vena

    hepatica normal, tak tampak pelebaran ductus.

    Vesika felea: Bentuk dan ukuran normal, dinding regular, batu (-).

    Pankreas: Bentuk, ukuran, dan echostuktur normal, tak tampak massa maupun kalsifikasi.

    Kedua ginjal: Bentuk, ukuran, dan echostruktur normal, sistem pelviocalices tak melebar, tak

    tampak batu ataupun massa.

    Vesika urinaria: Dinding regular, tak menebal, tak tampak batu maupun massa.

    Kesan: Tak tampak kelainan pada USG hepar, vesika felea, lien, pankreas, kedua ginjal dan

    vesika urinaria.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    22/26

    21

    Konsul Sub Bagian Hemato Onkologi Medik

    Kesan : Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec penyakit kronik

    Therapy: Atasi penyakit dasar

    A/

    Bronkopneumonia Duplex (HAP)

    CHF Fc II LVH-RVH AI-MI Irama Sinus ec Penyakit Jantung Rematik Fase Kronik

    Hipertensi Sekunder

    Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec Penyakit Kronik

    P/

    Cek ulang leukosit

    Follow up

    Tanggal 15 April 2014

    S/ Sesak nafas (+)

    Demam (-)

    Batuk (-)

    O/ KU : sedang Kesadaran: CMCTD : 140/ pulse mmHg Nafas : 24 x/ mnt

    Nadi : 86 x/ mnt Suhu : 370C

    Keluar hasil labor:

    Hb : 9,7 mg%

    HT : 28,6 %

    Leukosit : 11.490 /mm3

    Kesan : Hb dan Leukosit perbaikan.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    23/26

    22

    DISKUSI

    Telah dirawat seorang pasien laki-laki 21 tahun di bangsal penyakit dalam RSUP dr. M.

    Djamil Padang, sejak tanggal 5 April 2014 dengan diagnosa akhir:

    Sepsis ec Bronkhopneumonia Duplex (HAP) Congestif Heart Failure Fungsional klas II LVH RVH AI-MI Irama Sinus ec Penyakit

    Jantung Rematik Fase Kronik

    Hipertensi Sekunder Anemia Ringan Mikrositik Hipokrom ec Penyakit Kronis

    Sepsis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan yaitu suhu

    badan > 38C, frekuensi nadi jantung > 90 x/menit dan frekuensi nafas > 20 x/menit, dan jumlah

    leukosit pada pasien ini 20.400/mm3 dan ini telah memenuhi kriteria diagnosis sepsis. Sumber

    infeksi pada pasien ini berasal dari infeksi paru-paru yaitu Bronkhopneumonia dupleks ( HAP).

    Diagnosis Bronkhopneumonia duplex (HAP) ditegakkan berdasarkan anamnesa adanya keluhan

    demam tinggi dan batuk pada pasien, dan pasien sebelumnya telah dirawat selama 1 minggu di

    RSUD sebelumya, dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya rhonki basah halus di basal kedua

    paru dan ini didukung dengan ditemukan adanya infiltrat pada ro thorak PA dan pada kultur

    sputum ditemukan adanya kuman Meticilin Resistent Stapilococcus Aureus (MRSA).Pada hari pertama rawatan, kriteria sepsis telah terpenuhi dengan sumber infeksi yang

    jelas, sehingga diberikan terapi antibiotika spektrum luas yaitu Ceftazidime inj 2x1gr dan

    levofloxacin 1x500mg sambil menunggu hasil kultur sputum dan kultur darah. Pada kultur

    sputum ditemukan kuman Meticilin Resistent Stapilococcus Aureus (MRSA), kemudian

    antibiotik diganti dengan pemberian inj. Vancomisin 2x1gr. Selama pemberian antibiotik empiris

    pasien belum menunjukan perkembangan yang berarti, namun setelah pemberian vankomisin

    pasien sudah menunjukan perbaikan. Hal ini dibuktikan dengan penurunan suhu tubuh dan

    penurunan jumlah leukosit ulangan. Pada kultur darah pasien tidak ditemukan adanya

    pertumbuhan kuman, namun hasil ini tidak menyingkirkan kemungkinan sepsis pada pasien.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    24/26

    23

    Pasien ini didiagnosa dengan Congestif Heart Failure Fungsional klas II LVH RVH AI-

    MI Irama Sinus ec Penyakit Jantung Rematik Fase Kronik. Diagnosa Congestif Heart Failure

    diteggakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesa ditemukan

    adanya keluhan sesak nafas yang bertambah dengan aktivitas, pasien tidur dengan 2 bantal, pada

    pemeriksaan fisik ditemukan kenaikan tekan vena jugularis dan ditemukannya adanya

    kardiomegali. Hal ini telah memenuhi kriteria framingham Cogestive Heart Failure telah bisa

    ditegakkan.

    Diagnosis penyakit jantung rematik pada pasien ini pada awalnya ditegakkan oleh karena

    terdapatnya manifestasi mayor dari kriteria Jones 1992 yaitu karditis dengan ditemukannya

    bising jantung, dimana menurut kriteria Jones 1992, diagnosis Demam Rematik atau Penyakit

    Jantung Rematik dapat ditegakkan jika ditemukannya dua gejala mayor atau satu gejala mayor

    dengan dua gejala minor. Berdasarkan kriteria Jones 1992 ini, maka dilakukan penelusuran lebih

    lanjut dengan melakukan pemeriksaan ASTO, CRP, swab tenggorok dan ekhocardiografi pada

    pasien ini. Sedangkan menurut WHO tahun 2003-2003, diagnosis penyakit jantung rematik fase

    kronik dapat ditegakkan jika pasien datang pertama kali dengan mitral stenosis atau penyakit

    katup mitral disertai dengan/tanpa penyakit katup aorta.

    Hasil pemeriksaan ASTO dan CRP didapatkan hasil yang negatif, dan pada swab

    tenggorok tidak ditemukan adanya kuman Streptococcus Beta hemolitikus. Hasil ASTO, CRP

    dan Swab tenggorok yang negatif tidak serta merta bisa menyingkirkan diagnosis penyakitjantung reumatik karena pada fase kronik ini biasanya tidak ditemukan. Setelah dilakukan

    penelusuran dengan echocardiography, ternyata pada pasien ini ditemukan adanya Aorta

    Insufisiensi dan Mitral Insufisiensi dan adanya kalsifikasi katup yang mendukung kearah

    penyakit jantung rematik fase kronik.

    Hipertensi sekunder pada pasien ini, dengan gambaran sistolik hipertensi dan penurunan

    tekanan diastole bisa merupakan bagian dari gambaran klinis pada aorta insufisiensi kronik yang

    berat. Namun hipertensi sekunder oleh karena penyebab lain tetap ditelusuri. Pada pasien ini

    telah dilakukan USG Ginjal dan didapatkan hasil dalam batas normal. Untuk mencari penyebab

    hipertensi sekunder karena hipertensi renovaskular, pasien ini direncanakan untuk dilakukan

    tindakan arteriografi arteri renalis.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    25/26

    24

    Anemia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa ditemukan adanya keluhan sering letih pada pasien ini.

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya konjungtiva yang anemis dan pemeriksaan

    laboratorium rutin didapatkan kadar hemoglobin 9,4 mg %. Pada pemeriksaan gambaran darah

    tepi ditemukan eritrosit mikrositik hipokrom. Penulusuran penyebab anemia pada pasien ini

    dilakukan pemerikan SI, TIBC dan feritin serum serta dilakukan tes darah samar. Hasil

    penelusuran didapatkan hasil tes darah samar yang negatif, kadar SI yang turun dan Feritin yang

    normal, sesuai dengan algoritma, hasil ini menunjukan bahwa anemia yang terjadi disebabkan

    oleh penyakit kronik yang diderita oleh pasien.

  • 5/24/2018 Ilustrasi Kasus Perbaikan RHD Finish

    26/26

    25

    DAFTAR PUSTAKA

    1. PDPI. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia. 20032. Zul D. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Aiwi 1, Seati S, Ed. Buku ajar ilmu

    penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan departemen Ilmu penyakit dalam FKUI, 2006.

    3. ATS. Guidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia. American Thoracic Society. 2004.

    4. Dudy D. Faktor yang berpengaruh terhadap Methicillin Resistent Staphylococcus Aureus(MRSA) pada Kasus luka Infeksi Operasi. 2009.

    5. Leman S. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik. Dalam: Sudoyo AW, SetiyohadiB, Aiwi 1, Seati S, Ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan departemen

    Ilmu penyakit dalam FKUI, 2006.

    6. Harimurti GM. Demam Reumatik. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono PS,Ed. Buku ajar kardiologi. Jakarta: Pusat Penerbitan departemen Ilmu penyakit dalam FKUI,

    2001.

    7. WHO Technical Report Series. Rheumatik Fever and rheumatic Heart Disease. Geneva:World Health Organization; 2004. 20-40

    8. Siregar AA. Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik PermasalahanIndonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Kedokteran,diucapkan dihadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara. USU, Medan. 2008

    9. Andree, et all. Treatment of hospital-acquired pneumonia with linezolid or vancomycin asystematic review and meta-analysis. BMJ Open. 2013