imaging in lung fungal infection
TRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi jamur paru atau yang disebut dengan mikosis paru selama
ini masih merupakan penyakit yang relatif jarang dibicarakan. Akan tetapi
akhir-akhir ini perhatian terhadap penyakit ini semakin meningkat dan
kejadian infeksi jamur paru semakin sering dilaporkan.1 Hal ini mungkin
akibat dari meningkatnya kesadaran dan usaha penemuan infeksi jamur
dengan berbagai cara menggunakan teknik yang tepat, bertambahnya
kecepatan tumbuh jamur sebagai akibat cara pengobatan modern, terutama
penggunaan antibiotik, berspektrum luas, atau kombinasi dari berbagai
antibiotik, penggunaan kortikosteroid dan obat imunosuppressif lainnya serta
penggunaan sitostatika, terdapatnya faktor predisposisi yaitu penyakit kronik
yang berat termasuk penyakit kegananasan, dengan meningkatnya umur
harapan hidup akan meningkatkan insiden penyakit jamur paru, mobilitas dari
manusia tinggi sehingga kemungkinan memasuki daerah endemis fungi
patogen semakin tinggi.
Walaupun masih relatif jarang bila dibandingkan dengan infeksi bakterial
atau virus, infeksi jamur paru penting karena dapat diobati dan keterlambatan
pengobatan dapat berakibat fatal.8 Permasalahannya ialah bahwa baik
gambaran klinik maupun radiologik penderita mikosis paru tidak khas. Jamur
paru sering tidak lekas didiagnosa secara dini. Pasien baru tertegakkan
diagnosanya sebagai penderita jamur paru dalam keadaan sudah lanjut atau
terlambat, sehingga pengobatan sering tidak berhasil.
Infeksi jamur paru dapat sebagai infeksi primer maupun sekunder.
Timbulnya infeksi sekunder pada paru disebabkan terdapatnya kelainan atau
kerusakan jaringan paru seperti pada TB paru berupa kavitas, bronkiectasis,
destroyed lung dan sebagainya
Gejala umum infeksi jamur paru sama dengan infeksi mikroba lainnya,
antara lain batuk-batuk, batuk darah, banyak dahak, sesak, demam, nyeri dada
dan bisa juga tanpa gejala. Oleh karena infeksi jamur paru sering menyertai
penyakit lain dan tidak ada gejala yang khas sehingga infeksi jamur paru
2
sering tidak terdiagnosa, sehingga pengobatan terhadap infeksi jamur paru
sering terlambat diberikan.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami penyakit infeksi jamur pada paru, terutama
mengenai gambaran radiologinya.
2. Memenuhi sebagian syarat penilaian pada stase Radiologi RSUD
Dr.Moewardi Solo.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Etiologi
Ada 3 pembagian utama jamur, yaitu:
1. Infeksi jamur superfisial (superfisial mycoses), menyerang kulit dan selaput
mukosa (pityriasis versicolor, dermatophytosis, superficial candidosis).
2. Infeksi jamur subkutan (subcutaneus mycoses), menyerang jaringan
subkutan dan struktur sekitarnya termasuk kulit dan tulang (mycetoma,
chromomycosis, sporotricosis).
3. Infeksi jamur sistemik (sistemic mycoses), menyerang jaringan organ di
dalam tubuh (deep viscera).
Infeksi jamur sistemik adalah infeksi jamur yang menyerang organ dalam
misalnya paru, hati, limpa, traktus gastrointestinal dan menyebar lewat aliran
darah atau getah bening.
Penyakit jamur paru, termasuk kelompok infeksi jamur sistemik. Dapat
disebabkan oleh 2 kelompok jamur, yaitu:8
1. Jamur patogen sistematik
Jamur ini dapat menginovasi dan berkembang pada jaringan host normal
tanpa adanya predisposisi. Jumlahnya lebih sedikit Infeksi jamur patogen
sistemik pada paru yang sering terjadi adalah:
• Histoplasmosis, disebabkan Histoplasma capsulatum.
• Koksidioidornikosis, disebabkan oleh Coccidioides immitis.
• Parakoksidioidornikosis, disebabkan oleh Paracoccidioides
brasiliensis. 18,23
• Blastomikosis, disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis.
• Kriptokokosis, disebabkan oleh Cryptococcus neoformans.
4
2. Jamur Oportunistik
Organisme Oportunistik artinya dalam keadaan normal sifatnya non
patogen tetapi dapat berubah menjadi patogen bila keadaan tubuh melemah,
dimana mekanisme pertahanan tubuh terganggu.
lnfeksi jamur oportunistik temyata lebih sering terjadi dibandingkan
infeksi jamur patogen sistemik. lnfeksi ini umumnya terjadi pada penderita
defisiensi sistem pertahanan tubuh atau pasien-pasien dengan keadaan umum
yang lempah patient.4
lnfeksi jamur paru oportunistik yang sering terjadi adalah:
1. Kandidiasis paru.
2. Aspergilosis paru.
2.2 Epidemiologi
Meskipun beberapa jamur cenderung untuk berada atau tumbuh pada suatu
daerah geografis tertentu, seperti misalnya di Inggris jamur yang paling
banyak dijumpai ialah aspergillus, kandida, actinomyces dan cryptococcus.
Demikian pula jamur-jamur seperti histoplasma, coccidioides dan blastomyces
distribusinya secara geografis amat terbatas, namun transportasi yang semakin
lancar dan arus perpindahan penduduk yang makin cepat menyebabkan inteksi
jamur yang tadinya langka disesuatu daerah menjadi tidak langka lagi, dan ini
berarti resiko terinfeksi jamur bagi mereka yang berkecimpung dalam
pekerjaan di laboratorium akan semakin meningkat pula.8
Kecuali aktinomikosis dan kandidiasis, penyakit jamur paru umumnya
terjadi akibat menghirup spora jamur. Hampir seluruh jamur merupakan
organisme yang hidup di atas tanah (soil)8 Beberapa dari jamur tersebut untuk
pertumbuhannya memerlukan kondisi-kondisi khusus.
Pada umumnya jamur memilih hidup dan tumbuh di daerah yang basah
atau lembab. H capsulatum dan B dermatitides misalnya suka hidup di rawa-
rawa dekat sungai-sungai, sedangkan H. capsulatum dan Cryptococcus
neoformans tumbuh subur pada tanah yang telah terkontaminasi kotoran
burung ataupun kotoran kelelawar (seperti di gua-gua yang banyak
5
kelelawarnya). Satu-satunya jamur yang memilih hidup subur di tanah yang
padat dan kering ialah Coccidioides immitis.
Berbeda dengan kebanyakan jamur pada umumnya, maka Kandida dan
actinomyces hidup komensal di dalam rongga pipi (buccal cavity) manusia.
Infeksi pada paru oleh kedua jenis jamur ini hanya terjadi apabila daya tahan
tubuh menurun. Oleh adanya kedua jamur tersebut yang hidup komensal di
rongga mulut, maka seseorang yang sputumnya akan diambil untuk atau
sebagai spesimen bagi pemeriksaan jamur, diharuskan berkumur-kumur
beberapa kali dengan air bersih sebelum sputumnya diambil.5
Sesuatu yang unik namun menarik perhatian ialah bahwa meskipun spora
jamur mudah menyebar kemana-mana, namun sangat jarang terjadi penularan
penyakit jamur paru dari seseorang ke orang lain. Satu-satunya yang pernah
dilaporkan ialah epidemi koksidioidomikosis yang mengenai 6 kasus dan
diduga terjadinya melalui penularan orang ke orang.5
Tidak terdeteksinya
adanya penularan pada jamur paru boleh jadi karena penyakit ini rnemberi
gambaran subklinis artinya dengan gejala yang tidak khas dan tak menonjol.
Baik Actinomyces israeli dan Candida albicans masing-masing
menyebabkan candidiasis dan actinomycosis. Sebagaimana telah dikemukakan
keduanya bersifat parasitik yang obligatoir dan mengadakan simbiose dengan
tuan rumahnya sampai suatu saat terjadi atau terdapat faktor-faktor
predisposisi tertentu terutama proses-proses devitalisasi (mendapat terapi
antibiotika, atau steroid atau radiomimetik jangka panjang, ataupun menderita
penyakit-penyakit kronis berat). Pada keadaan-keadaan tersebut mekanisme
pertahanan tubuh yang dalam keadaan normal mampu mengontrol
pertumbuhan dan patogenitas jamur menjadi berkurang; dan dalam hal seperti
ini jamur candida yang tadinya bersifat saprofit menjadi patogen, dan
terjadilah suatu infeksi opportunistik.8,26
Telah dibuktikan adanya antibodi terhadap C albicans dalam darah
manusia sejak usia 6-8 bulan dan bahwa faktor atau antibodi tersebut menurun
pada keadaan menderita leukemi akut, stadium akhir leukemi kronik,
retikulosis maligna; multiple myeloma dan mieiosis oritremik.
6
Spora dari jamur-jamur yang menyebabkan histoplasmosis,
coccidioidomycesis, kriptokokosis dan aspergilosis dihasilkan di permukaan
tanah (soil) terbawa dan tersebar kemana-mana oleh angin, lalu terhirup
manusia dan menimbulkan infeksi. Hingga saat ini hanya 2 jenis jamur yang
menimbulkan infeksi paru yang tidak dijumpai hidup diatas permukaan tanah,
yaitu Blastomyces dermatitidis dan Paracoccidioides brasiliensis. Distribusi
geografis jamur Coccidioides imitis dibatasi oleh kondisi iklim. lnfeksi oleh
jamur ini biasa dijumpai di Amerika Serikat bagian Barat Daya, Mexico dan
Venezuela, yaitu daerah-daerah yang kering, sebab sebagaimana dikemukakan
diatas tadi jamur ini suka hidup di permukaan tanah yang padat dan kering.
Penderita infeksi jamur ini banyak dari suku-suku Indian Amerika yang diam
di daerah-daerah tersebut.8
Sebagaimana juga telah disebutkan Histoplasma capsulatum dan
Cryptococcus neoformans suka hidup di lingkungan yang tercemar kotoran
burung atau kelelawar. Histoplasma capsulatum menimbulkan penyakit
infeksi jamur dengan gejala mirip influenzae pada penyelidik-penyelidik di
Venezuela dan Afrika Selatan sehingga disebut juga dengan penyakit "Cave
disease". Diperlukan masa bertahun tahun sejak seseorang terinfeksi dengan
jamur Histoplasma capsulatum sampai terjadinya penyakit muncul dengan
gejala klinis yang jelas.5
Kriptokokosis atau penyakit yang disebut infeksi jamur cryptococus
neoformans terjadi bila seseorang termakan buah-buahan atau terminum susu
yang telah tercemari atau terkontaminasi dengan kotoran burung yang
mengandung jamur tersebut. Mastitis pada lembu bisa pula akibat infeksi
jamur Cryptoccus neoformans, sehingga terminum susu lembu yang mengidap
mastitis bisa pula mengundang infeksi jamur tersebut.
2.3. Insidensi
lnsidensi atau kejadian infeksi jamur paru belum diketahui secara pasti.
Yang jelas ialah bahwa kejadian infeksi jamur di paru semakin sering dengan
makin meningkatnya penggunaan jangka panjang berbagai antibiotika.
kortikosteroid, radiomimetik. Infeksi Candida albicans secara lokal seperti di
7
mulut, esotagus, usus dan vagina nampak makin sering, sedangkan kandidiasis
sistemik relatif masih jarang.8
Aktinomikosis bisa dijumpai di banyak negara, namun sejak
diketemukannya penisilin penyakit ini makin jarang, terutama aktinomikosis
yang kronis dengan pembentukan sinus-sinus, sudah semakin langka.
Di daerah-daerah endemik koksidioidomikosis, hampir 100% populasi
terinfeksi, namun hanya sekitar 25% yang memperlihatkan gejala klinis, dan
sebagian besar hanya berupa mirip influensa saja dan hanya 0,2%
menunjukkan histoplasmosis sistemik.
Aspergillus fumigatus telah dilaporkan dijumpai pada sekitar 10%
penderita dengan bronkhitis dan pada persentasi yang lebih banyak lagi
dijumpai pada penderita asma. Jamur ini merupakan kontaminan yang sering
dilaboratorium-laboratorium, sehingga bila jamur ini berhasil di isolir dari
suatu spesimen belum berarti bahwa jamur ini memang sebagai penyebab
suatu penyakit atau kelainan, namun bila dijumpai kultur berulang-ulang tetap
hasilnya positif, maka hal ini suatu sugestif, dan memang bukti-bukti
menyatakan bahwa Aspergilosis bronkopulmonal lebih sering dari yang
diperkirakan sebelumnya.
Angka kekerapan mikosis paru di dunia dan di Indonesia belum diketahui
secara pasti. Walaupun infeksi jamur lokal seperti pada mulut, esofagus, usus
dan vagina cukup sering, namun yang bersifat sistemik termasuk di paru tidak
sebanyak itu. Begitu pula, walaupun pada daerah endemik infeksi oleh
koksidioidomikosis dapat mencapai 100%, tapi yang sakit secara klinik
mungkin hanya 20%.8,27 Masalah lain adalah karena sulitnya mendiagnosis
mikosis paru. Sediaan apus sputum, biakan jamur, pemeriksaan histologik
paru dan uji serologikpun kadang hasilnya membingungkan. Dan penyakit-
penyakit infeksi jamur paru tersebut yang banyak diketemukan di Indonesia
adalah Kandidiasis paru, namun belum diketahui berapa besar prevalensinya.8
Namun demikian adanya kecenderungan peningkatan beberapa penyakit jamur
paru akibat berbagai situasi di Indonesia harus diantisipasi berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:6
8
1. Masih tingginya kekerapan TB paru yang dengan obat anti TB dapat
disembuhkan namun sering meninggalkan lesi sisa seperti kavitas,
bronkiektasis,"destroyed lung" dsb.
2. Penggunaan steroid sistemik dan aerosol yang merupakan pengobatan
utama pada penderita asma dapat menimbulkan infeksi jamur sekunder.
3. Masih tingginya kekerapan bronkiektasis yang sering mendapat terapi
antibiotika berulang.
4. Meningkatnya kasus kanker paru akhir-akhir ini disertai penurunan daya
tahan tubuh memudahkan tumbuhnya jamur.
5. Keadaan-keadaan "immunocompromized" akibat penyakit lain,
meningkatkan resiko infeksi jamur sistemik atau lokal di paru.
Aspergilosis primer sangat jarang ditemukan, yang banyak ditemukan
adalah Aspergilosis sekunder akibat adanya kelainan pada paru seperti TB
paru, bronkiektasis, asma bronkial, PPOM, asbestosis, kanker paru, kelainan
sistemik seperti leukemia, anemia plastik, DM,AIDS, transplantasi organ.2
Di Indonesia data angka kejadian penyakit jamur paru belum ada hanya
beberapa laporan mengenai infeksi jamur paru telah dilaporkan. Namun
demikian adanya kecenderungan peningkatan kekerapan penyakit jamur paru
akibat berbagai situasi di Indonesia harus diantisipasi berdasarkan masih
tingginya kekerapan TB paru yang dengan obat anti tuberkulosa dapat
disembuhkan namun meninggalkan lesi sisa seperti kavitas, bronkiektasis,
destroyed lung, dan sebagainya.
Suryatenggara dan kawan-kawan melaporkan hasil penelitian pemeriksaan
jamur pada bilasan bronkus di Bagian Paru RS HUSADA Jakarta tahun
1994/1995 mendapatkan 30 penderita (45%) dengan jamur positif dari 66
penderita yang diperiksa ke arab penyakit jamur. Dari 30 penderita yang
positip jamur terdiri dari Candida sp 27, Aspergillus fumigatus 2 dan
Aspergillus sp 1 penderita Suryatenggara dan kawan-kawan juga telah
melakukan penelitian retrospektif di UPF Paru RSVP Persahabatan Jakarta
pada 28 penderita penyakit paru yang dicurigai kemungkinan menderita
infeksi jamur paru. Diteliti kebelakang mulai tahun 1994 sampai Januari 1993
, penderita yang dilakukan pemeriksaan jamur baik pemeriksaan sputum,
9
bilasan bronkus, biopsi, hasil reseksi maupun pemeriksaan serologis darah
dll,didapatkan hasil 23 penderita. (82,1 %) positif jamur. Kebanyakan yang
positif adalah penderita dengan TB paru, baik yang masih aktif maupun yang
sudah tidak aktif lagi. Hal ini disebabkan adanya kerusakan jaringan paru atau
saluran nafas akibat penyakit tuberkulosisnya hingga memudarkan terjadinya
infeksi sekunder dengan jamur.6
Azhar Tanjung dkk selama 3 tahun ( 1980 -1983 ) melakukan penelitian
jamur pada dahak penderita, dari 131 bahan dahak telah dapat diisolasi 95
(72,51%) biakan. Frekwensi terbanyak adalah Candida sp ( 40,45% ) diikuti
berturut turut oleh Aspergillus sp (19,84%), Zygomycetes (6,87%), Nocardi sp
(2,29%), Geotrichum sp (1,52% )dan lain-lain 1,55%.9
Terjadinya infeksi sekunder dengan jamur akan menimbulkan keluhan
yang mirip gejala klinis TB paru sehingga walaupun masa pengobatan TB
sudah selesai masih ada keraguan untuk menghentikan pengobatan, yang
menyebabkan pengobatan TB menjadi berkepanjangan. Hal ini tentunya dapat
dihindari bila infeksi jamur paru terdiagnosa dan diberikan pengobatan.
Diagnosis penyakit jamur biasanya diduga dari gambaran klinis dan lesi-lesi
yang terjadi. Diagnosa pasti hanya dapat ditegakkan secara laboratoris dengan
menemukan jamur penyebab penyakit pada lesi atau eksudat yang berasal dari
penderita. Untuk pembiakan jamur membutuhkan waktu 1-5 minggu.
2.4 Patogenesis Mikosis Paru
Seluruh infeksi jamur dari jenis apapun pada umumnya menimbulkan
aneka ragam reaksi keradangan, yang dalam hal ini bisa dijumpai hiperplasia
epitel, granuloma histiositik, arteritis trombotik, campuran reaksi radang
piogenik dan granulomatous, granuloma pengkejuan, fibrosis dan kalsifikasis.
Hampir dapat dikatakan bahwa jamur apapun bila menginfeksi baik diparu
atau pada jaringan manapun didalam tubuh menimbulkan gambaran
granuloma yang secara patologik sulit dibedakan dengan granuloma yang
terjadi pada TBC ataupun sarkoidosis. Meskipun dikemukakan bahwa
diagnosa patologik ditegakkan dengan isolasi organisme jamur dari jaringan
yang terlibat, namun ini masih mempunyai problem yaitu bahwa beberapa
10
jamur seperti H Capsulatum, Sporothricum Schenkii, Torulapsis glabrata,
Blastomyces clan Coccidioides mempunyai sel-sel berbentuk mirip ragi
(Yeast like cells) yang secara histologik sukar dibedakan satu dengan lainnya.
Diagnosa pasti dengan demikian memerlukan pemeriksaan kultur (biakan) dan
pemeriksaan serologik.
lnfeksi jamur paru ternyata lebih sering disebabkan oleh infeksi jamur
oportunistik kandidia dan aspergilus. Sebagai infeksi oportunistik jamur ini
terdapat dimana-mana dan sering menginfeksi pada penderita dengan
pemakaian obat antibiotik secara luas atau dalam jangka waktu yang cukup
lama, kortikosteroit, disamping munculnya faktor predisposisi seperti penyakit
kronis dan penyakit keganasan.
Timbulnya infeksi skunder pada jamur paru disebabkan terdapatnya
kelainan paru seperti kavitas tuberkulosa, bronkiektasis, krasinomabronkus
yang sering menurunkan daya tahan tubuh.
Jamur kandida albikans merupakan flora normal dalam rongga mulut,
saluran cerna dan vagina pada individu normal dan dapat menginvasi
penderita dengan imunokompromi atau keadaan netropenia yang lama. Koloni
akan meningkat pada penderita dengan mendapat pengobatan antibiotika
secara luas yang menekan flora normal dan penyakit yang menimbulkan defek
anatomi maupun defek imunologi.
Kandidiasis paru dapat disebabkan oleh invasi langsung infeksi pada
bronkopulmoner atau terjadi secara endogen karena jamur telah ada dalam
tubuh penderita terutama di usus, selanjutnya mengadakan invasi ke alat-alat
dalam diseluruh tubuh melalaui aliran darah.
Perkembangan penyakit kandidiasis ditentukan oleh interaksi yang
kompleks antara patogenisitas internal organisme tersebut dan mekanisme
pertahanan pejamu. Mekanisme pertahanan pejamu yang berperan adalah
imun dan non Imun.
Faktor imun yang berperan dalam pertahanan terhadap jamur yaitu respon
imun humoral dan seluler. Faktor imun seluler diperkirakan mempunyai
peranan yang lebih penting. Bukti-bukti ini didapat dari pengalaman pada
kandidiasis mukokutaneus kronik dan infeksi HIV, adanya defek imunitas
11
selurer tersebut menyebabkan kandidiasis superfisialis yang luas, walaupun
sistem imunitas humoral normal.
Faktor non imun yang berperan antara lain interaksi dengan flora-flora
mikrobial lain pada kulit dan mukosa yang merupakan efek protektif terhadap
pertumbuhan patogen jamur oportunistik, sekresi saliva dan keringat
merupakan anti fungal alamiah.
Pada penderita TB Paru dengan defek anatomi paru disertai pemberian
obat anti tuberkulosa dalam waktu lama yang akan menekan flora normal
sehingga pertumbuhan jamur oportunistik tidak terhambat.
Penyakit granulomatous kronik juga merupakan predisposisi terhadap
aspergilosi invasif paru. Terinhalasi spora jamur aspergilus dalam jumlah
banyak dapat menimbulkan peneunitis akut, divus dan dapat sembuh dengan
sendirinya.
Aspergilus dapat membentuk kolonisasi pada bronkus dan kavitas paru
dengan latar belakang penyakit TB. Paru. Bola jamur bisa terdapat pada
rongga kista atau kavitas yang disebut aspergiloma, biasanya terdapat pada
logus atas paru dengan diameter beberapa sentimeter dan dapat terlihat pada
foto dada.
2.5 Penyakit-Penyakit Mikosis Paru & Gambaran radiologis
2.5.1 Kandidiasis
Beberapa keadaan yang mempredisposisi terjadinya kandidiasis sistemik
menurut Winner dan Hurley ialah kehamilan, trauma lokal seperti bekas bekas
garukan akibat alergi pada kulit, berbagai gangguan endokrin (DM, Adison
Disease, hipoparatiroid, hipotiroid), pancreatitis, malnutrisi, malabsorbsi,
penggunaan antibiotika dan steroid yang lama, kelainan kelainan darah
(leukimia, anemia plastik, agranulusitosis), berbagai penyakit keganasan dan
paska bedah.8
Kandida albikans merupakan species kandida yang paling sering
menyebabkan kandidiasis pada manusia, baik kandidiasis superfisialis maupun
sistemik. Pada media agar khusus akan terlihat struktur hyphae, pseudohypae
12
dan ragi. Kandida dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang lemah atau sistem imunnya tertekan. 4
Kandida albikan merupakan flora normal rongga mulut, saluran cerna dan
vagina pada individu normal dan hanya menginvasi penderita dengan
imunokompromise atau kedaaan netropenia yang lama. Koloni meningkat
pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotika yang berspektrum luas,
dan pada penderita diabetes melitus. Kandida albikans merupakan species
yang paling sering menginfeksi manusia yaitu sekitar 75%.2
Pada pasien yang menderita sesuatu penyakit yang berat dan kronis pernah
dilaporkan terjadi pneuomouni akibat Kandida albikans. Dalam garis besarnya
kandidiasis paru terdiri dari dua bentuk yaitu Kandidiasis bronkial dan
Kandidiasis paru.8
Pada kandidiasis bronkial dinding mukosa bronkus tampak diselaputi oleh
plak plak sama seperti yang menutupi mukosa mulut dan tenggorokan pada
Kandidiasis mulut dan Kandidiasis tenggorokan. Pasien mengeluh batuk batuk
keras, dahak sedikit dan mengental dan berwarna seperti susu. didalam dahak
bisa dijumpai Kandida albikans namun perlu diingat bahwa Kandida albicans
dalam keadaan normal bisa dijumpai sebagai saprofit dirongga mulut dan pipi.
Pada sekitar 50% penderita Tb paru bisa dijumpai Kandida albikans dalam
dahak mereka, sehingga untuk menetapkan bahwa seseorang menderita
Kandidiasis bronkial harus diperiksa dan dijumpai kepositipan organisme ini
di dahak secara berulang ulang. Jadi tidak cukup sekali pemeriksaan.
Gambaran radiologik foto dada biasanya normal saja, ataupun paling dijumpai
pengaburan berupa garis dilapangan tengah dan bawah paru.
Pasien yang menderita Kandidiasis paru biasanya tampak lebih sakit,
mengeluh demam dengan pernapasan dan nadi yang cepat. Batuk-batuk,
hemaptoe, sesak dan nyeri dada. Pada foto dada biasa tampak pengaburan
dengan batas tidak jelas terutama dilapangan bawah paru. Bayangan lebih
padat atau bahkan efusi pleura bisa juga terjadi/dijumpai pada foto dada.
Diagnosa dengan menemukan jamur Kandida di sputum serta kultur yang
positip dengan medium agar Sabouraud pada pemeriksaan berulang-ulang.
13
Kandidiasis (moniliasis, kandidosis) yaitu infeksi yang disebabkan oleh
jamur kandida baik primer maupun sekunder terhadap penyakit lain yang telah
ada (Suprihatin, 1982). Lesi kandidiasis paru secara radiologi umumnya
memberikan gambaran berupa bronkopneumonia, tetapi dapat pula
memberikan gambaran berupa infiltrat bulat seperti cotton ball, tunggal atau
multipel, atau abses paru (Gambar 1 dan 2).
Gambar 1. Kandidiasis paru pada penderita dengan gejala radang paru yang tidak
sembuh dengan pengobatan yang lazim. Tampak gambaran infiltrat yang bukan
gambaran khas untuk kandidiasis.
Gambar 2. Kandidiasis paru sekunder + karsinoma paru
14
2.5.2 Aspergilosis
Aspergillosis jarang sekali mengenai individu yang normal dan sehat.
Penyakit ini selalu mengenai orang-orang yang memang sudah sakit parah dan
lama (imunocompromised).
Penyakit ini disebabkan oleh jamur kontaminan yang terdapat banyak
ditumpukan sampah dan jerami. Diketahui ada tujuh spesies yang dapat
menginfeksi manusia namun penyebab infeksi paru-paru 90% adalah Asp
fumigatus. Gambaran klinis bisa berupa pneumonitis brolootis. Dalam
parenkim paru-paru terjadi lesi-lesi granulomatus, yang dapat sembuh dan
terjadi kalsifikasi membentuk “coin lesion". Sputum biasanya mukopurulen
dan kadang-kadang terdapat bercak darah. Penyebaran secara hematogen
biasanya keginjal dan organ-organ lain.
Aspergilosis paru-paru biasanya adalah suatu secondary disease
(superinfection) pada penderita dengan kelainan menahun seperti tuberkulosis,
abses paru-paru, bronkiectasis, tumor paru dan kelainan bronkus.
Aspergilosis fumigatus terbukti menghasilkan endotoksin yang mampu
menghemolisa eritrosit manusia dan hewan. Jamur A fumigatus ternyata
memang merupakan yang paling sering menimbulkan aspergilosis pada
manusia. Jamur Aspergillus lain yang menyebabkan Aspergillosis pada
manusia ialah Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Aspergillus nidulans.
Temyata jamur Aspergillus clavatus bisa pula menyebabkan Alveolitis
alergika. Aspergilosis fumigatus adalah yang paling sering ditemukan dari
adanya kasus aspergilus invasive. Spesies selanjutnya yang sering ditemukan
adalah aspergilus flavus, niger dan terreus. Beberapa center melaporkan yang
paling sering ditemukan pada kasus aspergilus.
15
Gambar 3 ���� Aspergilosis bronkopulmoner alergi dan plug mukoid pada
seorang pria19 tahun dengan disertai asma dan demam intermiten
selama 4 tahun, batuk, dan mengi. Sampel darah dan sputum
menunjukkan adanya eosinofil, dan aspergilus yang terdapat pada
spesimen sputum. Radiografi dada menunjukkan opasitas tebal finger in
glove (panah) pada lobus atas kiri
Tampak gambaran pasien dengan ABPA finger-in-glove appearance
Karena terdapat mucus, hyfa dan debris pada bronchi (anak panah). Biasanya
dengan berjalannya waktu akan terjadi bronkiektasis bilateral, setelah itu
muncul fibrosis yang hebat dan akan terjadi destruksi.
16
Gambar 4 ���� Aspergilosis bronkopulmoner alergi dan plug mukus pada
wanita 26 tahun dengan riwayat asma dan pneumonia rekuren.
A. Radiografi dada menunjukkan adanya konsolidasi pada paru medial
kanan
B. Radiografi berikutnya menunjukkan adanya opasitas pada sebelah
kanan dan suatu opasitas yang baru pada sebelah kiri
C. CT Scan resolusi tinggi pada thoraks menunjukkan adanya
pneumonia. Dua massa tubuler yang melingkar pada lobus bawah kiri
merupakan bronki yang terisi dengan mukus dan debris
D. Follow up CT Scan setelah pengobatan dengan steroid dan antibiotik
menunjukkan adanya plug mukus dan bronkiektasis varikose
bilateral ( Shivananda PG, Kumar A, Mohanti LK , 1988).
Ada empat jenis Aspergllosis Bronkhopulmonal
1. Allergic Bronkhopulnlonary Aspergillosis (ABPA)
Penyakit ini umumnya ditemukan pada penyandang asma bronkhial dan
asma pada penderita ini kambuh pada eksaserbasi demam. Aspergillosis
proliferasi pada mukus yang pekat dan biasanya intiltrat terlihat pada rota
17
rontgen "Mucous plug" diekspektorasikan dan eosinofili pada darah verner
sering dijumpai. Eksaserbasi berulang Aspergillosis alergik secara bertahap
akan merusak mukosa bronkhus clan menyebabkan terjadinya bronkiekatasis
sekunder.
2. Bola jamur (fungus ball) atau Aspergiloma.
Aspergillus dapat tumbuh pada kavitas yang berhubungan dengan saluran
nafas. Kavitas ini umumnya merupakan lesi residu sekunder terhadap
tuberkulosis, penyakif jamur, karsinoma atau bronkiektasis. Reaksi inflamasi
terjadi disekitar kavitas, tapi jamur tidak menginvasinya, Gejala klinis
umumnya adalah batuk darah.
3. Aspergilosis Nekrotikans.
Bentuk ini adalah bentuk antara Aspergiloma dan Aspergillosis invasif.
Infeksi umumnya terjadi pada penderita usia menengah atau perokok lama
yang mengalami kerusakan jaringan paru akibat rokok. Jamur tumbuh pada
rongga udara yang abnormal dan perlahan-perlahan menginvasi dan merusak
paru menyebabkan terjadinya kavitas fibrotik yang biasanya terdapat pada
lobus atas.
4. Aspergilosis lnvasif.
Aspergilosis dengan bentuk invasif ini sering dijumpai pada penderita
dengan gangguan immun dan netropeni merupakan faktor predisposisi yang
penting. Spora terinhalasi menyebabkan pneumonia jamur yang dapat
menyebar ketempat-tempat yang jauh. Gambaran rontgen dapat berubah
secara cepat dari normal menjadi abnormal. lnfiltrat biasanya bilaterlal,
berbentuk bulat dan noduler. Area infiltrat ini dengan cepat mengalami
kavitasi khususnya jika sumsum tulang pulih dan proses sitotoksit dan hitung
lekosit darah tepi meningkat. Batuk darah dapat terjadi pada saat ini.
Aspergilosis invasif merupakan penyakit progresif dan kematian akan terjadi
dalam waktu 1-3 minggu. Reagresivitas tergantung dari beratnya supresi
sistem immun dan mungkin saat dimulainya terapi antifungal. Aspergilosis
invasif tidak sering terjadi pada penderita sakit paru yang menggunakan
kortikosteroid, tapi harus dipikirkan bila terjadi pneumonia atau kavitas
dengan infiltrate.
18
Gambar 5
A. CT Scan menunjukkan suatu nodul cavitas dengan disertai gambaran
air crescent (Panah)
B. CT Scan dengan pasien dalam posisi tengkurap menunjukkan adanya
gambaran air crescent (panah) bermigrasi sebagai fungus ball yang
berpindah ke bagian tersendiri dari kavitas tersebut
5. Misetoma
Misetoma adalah perkembangan saprofit dari koloni aspergilus pada
kavitas yang terdapat di paru. Dan biasanya pada lobus atas. Kavitas, kista,
dan ruang udara lainnya merupakan faktor predisposisi superinfeksi ini
(kavitas dari infeksi tuberculosis sebelumnya merupakan ruangan yang
tersering terinfeksi). Kasus lainnya yang frekuensinya lebih sedikit adalah
kista dan kavitas dari sarcoidosis, infeksi jamur kronis, bronkiektasis, bula,
bekast tempat pembedahan sebelumnya seperti lobektomi dan pneumektomi,
abses paru, dan kista bronchial.
Pasien menderita batuk produktif kronis dan hemoptosis, yang dapat
mengancam jiwa. Penebalan pleura kemungkinan menjadi tanda awal pada
radiografi dada sebelum perubahan yang tampak lainnya pada suatu kavitas
maupun kista. Pada dasarnya, suatu kavitas berisi massa melingkar yang
mobile atau seperti bola jamur(gambar 5), namun temuan lain dari
superinfeksi aspergilosis meliputi penebalan dinding kavitas atau kista,
opasifikasi (gambar 6), atau formasi air fluid level dalam kista. Massa ini
kemungkinan ada selama bertahun-tahun dan mengalami perkapuran atau
19
mengeras. Patoligisnya, dindingnya terdiri dari jaringan fibrosa, sel-sel
inflamasi dan pembuluh darah berlebihan yang kemungkinan menjadi sumber
perdarahan.
Anti jamur sistemik dan steroid telah terbukti dapat menghambat
perkembangan misetoma. Terapi yang lain termasuk penanaman agen-agen
anti jamur intrakavitas, embolisasi arteri bronchial untuk terjadinya
perdarahan, dan reseksi bedah untuk kasus hemoptisis rekuren. Kurang lebih
10% dari kasus misetoma dapat sembuh spontan dengan sendirinya.
Gambar 6 ���� Misetoma mobile dalam suatu nodul reumatoid pulmoner
kavitasi pada pria 76 tahun dengan disertai artritis reumatoid dan batuk
produktif. Sputum menunjukkan hasil positif adanya aspergilus
Gambar 6
Gambar 7 Gambar 8
20
A. CT Scan menunjukkkan adanya nodul kavitasi dengan gambaran air
crescent (Panah)
B. CT Scan dengan pasien pada posisi tengkurap menunjukkan air
crescent (panah) bermigrasi sebagai fungus ball berpindah ke bagian
tersendiri dari kavitas tersebut
Gambar 7 ���� Misetoma pada wanita 26 tahun dengan hemoptisis
A. CT Scan menunjukkan fibrosis apikal bilateral dan massa fokal pada
lobus atas kanan. Pada regio tengah bawah merupakan suatu
misetoma dalam suatu kavitas yang dikonfirmasikan dengan tindakan
reseksi
B. Bagian spesimen paru dari kasus yang sama menunjukkan suatu
misetoma yang sebagian menggantung pada dinding kavitas abses
Gambar 8 ���� Empyema aspergilus pada pria 50 tahun dengan AIDS dan
meningitis cryptococcal. CT Scan menunjukkan efusi pleura kanan dengan
penebalan pleura yang berhubungan dengan pneumonia nekrotik
(konsolidasi dengan atenuasi rendah tengah). Kultur cairan didapat dari
tindakan torakosintesis
21
Gambar 9 ���� Pencitraan CT axial (a,b) menunjukkan nodul kavitas bilateral
dengan gambaran air crescent pada pasien neutropenia 33 tahun dengan
leukimia limfoblastik akut. Aspergilosis invasif terdiagnosa pada basis
positivitas galactomannan
Gambar 10 ���� Pencitraan CT axial menunjukkan nodul kecil pada lobus
bawah dan tengah kanan pada pasien neutropenia dengan leukimia
limfoblastik akut. Kultur darahnya menunjukkan adan ya candida albican
Gambar 11 ���� Pencitraan CT axial menunjukkan densitas ground glass
bilateral pada lobus atas pada pasien neutropenia perempuan 51 tahun
dengan penumonia pneumocystis jiroved
Gambar 9
Gambar 10 Gambar 11
22
2.5.3 HISTOPLASMOSIS.
Histoplasma capsulatum yang hidup diatas permukaan tanah (soil) pada
daerah daerah geografis tertentu kalau terhirup sporanya akan menyebabkan
gangguan pada sistem retikuloendotelial. Muncul dalam 2 bentuk yaitu
Histoplasmosis primer yang relatif jinak dan histoplasmosis progresif. Infeksi
jamur histoplasma capsulatum bersifat oportunistik sehingga orang orang tua
yang sudah lama sakit mudah sekali terkena. Pada anak anak bila terinteksi
mudah sekali berkembang kebentuk progresif.8
Histoplasmosis primer selalu tanpa gejala dan selalu diagnosa ditegakkan
pada pemeriksaan foto atau uji kulit histoplasmin yang positif. Gambaran
radiologi berupa pengaburan yang difus ataupun gambaran miliair dengan
hilar limphadenopati. Histoplasmosis primer dengan gejala malaise, anoreksi,
sakit dada, demam demam, batuk batuk dan hemoptisis. Keadaan ini bisa
menyembuh cepat, bisa pula bertahan berbulan-bulan menyerupai gambaran
bronkitis, pneumoni atau Tb kronis. Penyembuhan bisa berakibat seluruh lesi
radiologik paru menjadi bersih total ataupun sesekali terjadi kalsifikasi dan
fibrosis. 8
Gambar 12. Terlihat densitas milier pada kedua lapang paru dengan cavitas
berdinding tipis dengan fluid level.
23
Pada Histoplasmosis progresif akut dijumpai gejala klinis badan yang
makin kurus, demam, anemi, lekopeni, hepatosplenomegali serta adanya
granuloma mukokutan (selaput lendir dan kulit) dan dimulut. Pada anak-anak
baik klinis maupun radiologik amat mirip dengan Tb miliair. Prognosa
Histoplasmosis, progresif akut ini pada anak anak selalu jelek meskipun
kesembuhan masih mungkin diperoleh.
Gambar 13. Terdapat lesi kecil diffuse dan multiple yang merupakan
karakteristik dari histoplasmosis akut yang parah
Pada Histoplasmosis progresif kronis gambaran klinis maupun radiologik
sangat mirip dengan Tb paru kronis sehingga banyak kasus yang justru
disangkakan menderita Tb paru dan dirawat di Rumah sakit Tb di U.S.A.
Gambaran kaverne dan fibrosis sangat sering dijumpai. Satu hal yang perlu
dicatat ialah Histoplasmosis progresif ini selalu menjadi penyulit dari Tb paru
dan sarkoidosis, retikulosis dan leukemia.
Sekitar 0,1% penderita Histoplasma berkembang menjadi progresif.
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya organisme dalam sputum secra
pulasan salngsung dan dikonfoirmasi dengan kultur. Pemeriksaan inokulasi
bahan yang terinfeksi kepada tikus berakibat fatal (bagi tikus percobaan)
dengan terjadinya infeksi retikuloendotelial
24
Gambar 14. Terlihat nodul single dari histoplasmosis
Gambar 15. CT scan paru menunjukkan “classis snowstrom appereance”
pada histoplasmosis akut
25
Gambar 16. CT scan dada menunjukkan adanya nodul single pada paru.
2.5.4 KOKSIDIOIDOMIKOSIS
Infeksi jamur Coccidioides terjadi akibat menghirup spora jamur ini yang
terdapat didebu dengan ukuran 2 x 5 micron. Diparu spora ini dindingnya
menebal sehingga ukuran menjadi berdiameter 20-80 micron yang dinamakan
dengan sporangis atau spherules. Sporangis ini kemudian berisi endospora
yang bila terbebas akan menjadi sporangis yang baru pula dijaringan. Ada 2
bentuk Koksidioidomikosis ini yaitu bentuk primer dan progresif.
Koksidioidomikosis paru primer yang terjadi setelah 10-18 hari infeksi
pertama dengan jamur ini biasanya tanpa gejala, namun kadang-kadang ada
juga dengan gejala yang mirip influensa dan nasoparingitis. Pada sekitar 5%
kasus dijumpai eritemanodosum dan eritemamultiforme. 13
Gambaran radiologik foto dada selalu berupa pengaburan berupa
kelompok-kelompok (Patchy opacities) yang tersebar luas dan selalu disertai
bayangan hilar adenopathy yang bilateral. Efusi pleura bisa juga dijumpai.
26
Hampir semua kasus Koksidioidomikosis primer sembuh tanpa cacat
dalam masa 1 – 2 bulan. Kelainan radiologik bisa bertahan lebih lama dengan
gambaran mirip infiltrat Tb paru atau mirip tumor ataupun tuberkuloma pa ru.
Hanya sekitar 0,1% kasus dengan Koksidioidomikosis paru primer yang
berlanjut menjadi Koksidioidomikosis paru progresif dan ini memakan masa
Gambar 17
(a) Gambaran radiografi dari seorang pasien dengan “pneumonia komunitas “, setelah pemberian azythromycin selama 5 hari dan levofloksasin selama 10-hari (ternyata coccidioidomycosis).
(b) CT scan dada menunjukkan konsolidasi beberapa lesi padat.
(c) CT scan dada dua hari kemudian menunjukkan perkembangan penyakit.
27
beberapa bulan kemudian setelah infeksi primer. Gejala klinis ialah demam,
anoreksia, badan makin kurus serta adanya tanda bronkopneumoni.
Progresifitas kearah bentuk miliair akut dan menyebar dapat berakibat fatal
dalam 3 bulan. Yang lebih sering perjalanan penyakit menjadi kronis dan
terjadilah reaksi granulasi dikulit, tulang dan paru serta kelenjar kelenjar limfe
dan meningen ataupun otak. Gambaran radiologi paru berupa pengaburan
yang berkumpul(confluent) ataupun tersebar (patchy), bayangan bayangan
miliair serta rongga rongga (cavity) berdinding tipis. Diagnosa laboratorium
ialah dijumpainya sporangis didahak, aspirasi bronkus ataupun bilasan
lambung. Diagnosa cepat, juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fluorescent antibodies. Uji Coccidioidin (mirip uji Tuberkulin) apabila posistif
(umumnya 1 bulan setelah infeksi) menunjukkan infeksi baru atau telah
pernah terinfeksi.8
2.5.5.BLASTOMIKOSIS
Blastomikosis Amerika Utara disebabkan Blastomyces dermatitides,
sedangkan Blastomikosis Amerika Selatan oleh Paracoccidioides brasiliensis.
Gejala klinis pada keduanya tidak khas, bisa dijumpai gejala batuk-batuk
kronis namun pada Blastomikosis Amerika Utara selalu juga dijumpai gejala
mirip pneumoni sub akut dengan demam-demam yang tak seberapa tinggi,
sesak dan batuk-batuk dengan sputum yang purulen dan kadang kadang
bercampur darah. Gejala nyeri dada dan pleuritis dengan efusi bisa terjadi
pada perkembangan selanjutnya dari penyakit ini.
28
Gambar 18. Foto thorax menunjukkan lesi opasitas fokal pada lingula
Gambar 19. Foto thorax: Blastomikosis yang parah
29
Gambar 20. A&B. Terlihat konsolidasi padat yang mencakup lobus kiri
bawah dan kavitas
30
Gambar 21. CT scan dada menunjukan adanya opasifikasi berbentuk
patch yang padat pada lobus medial kanan dan lobus bawah. Gambaran
ini merupakan gambaran paling sering pada kasus blastomycosis.
2.5.6. KRlPTOKOKOSIS (Torulosis)
Penyakit ini biasanya suatu infeksi jamur yang oportunistik dan bisa sub
akut ataupun kronis pada paru, kulit dan tulang, yang paling disukai ialah
otak, dan meningen. Kriptokokosis paru sering asimptomatik, ataupun
gejalanya ringan saja seperti mirip flu tapi bisa juga nyeri dada demam dan
batuk berdahak campur darah sehingga mirip Tb paru, Gambaran radiologik
bervariasi, bisa berupa infiltrat seperti Tb paru ataupun bayangan padat seperti
tumor paru.
Gambar 22. Infeksi Kriptococosis pada lobus kanan atas.
31
Gambar 23. (A) Foto thorax (B) CT scan menunjukkan massa soliter pada
area paru atas (C) FDG-PET scan menunjukkan akumulasi positif pada
massa soliter.
32
Gambar 24. CT scan dada dengan kontras axial pada pasien laki-laki berusia
61 tahun dengan kriptokokosis noduler paru, terlihat adanya lesi noduler
bilateral.
33
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
lnsidensi atau kejadian infeksi jamur paru belum diketahui secara pasti. Yang
jelas ialah bahwa kejadian infeksi jamur di paru semakin sering dengan makin
meningkatnya penggunaan jangka panjang berbagai antibiotika. kortikosteroid,
radiomimetik.
Sangat sulit untuk menentukan infeksi jamur di paru oleh karena sebagian
besar gejalanya mula-mula tidak mencolok dan sering sekali seperti gejala flu
biasa atau infeksi paru oleh sebab lain. Permasalahan lain dalam mendiagnosis
infeksi oleh jamur yaitu kita harus dapat menentukan apakah jamur tersebut hanya
bersifat koloni atau telah terjadi infeksi/patogenik.
Timbulnya infeksi skunder pada jamur paru disebabkan terdapatnya kelainan
paru seperti kavitas tuberkulosa, bronkiektasis, krasinomabronkus yang sering
menurunkan daya tahan tubuh. Pemeriksaan radiologis dapat digunakan sebagai
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa kasus-kasus mikosis jamur
pada paru.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunnegoro H., Suryatenggara W., infeksi nosokomial oleh jamur pada
paru. Dalam: Yunus F., Rasmin M., Hudoyo A. Mulawarman,
Swidarmoko B, pulmonologi klinik: Balai penerbit FK UI. Jakarta. 1992;
109-11
2. Edward JE. Invasive candida infection : evolution of a fungal pathogen. N
Eng J med 1991; 324-1060-2
3. Suprihatin SD. Kandida dan kandidiasis pada manusia. Jakarta: Balm
Penerbit FKUI, 1982; 3-22
4. Rolston KV, Rodriguez S, Dholakia N, Whimbey E, Raad I. Pulmonary
infections mimicking cancer: a retrospective, threeyear review. Support
Care Cancer 1997; 5:90-3. McAdams HP, Rosado de Christenson M,
Strollo DC, Patz EF.
5. Pulmonary mucormycosis: radiologic findings in 32 cases. Am J
Roentgenol 1997; 168:1541-8. 11. Jamadar DA, Kazerooni EA, Daly
6. Cheon JE, Im JG, Kim MY. Thoracic actinomycosis: CT findings.
Radiology 1998; 209:229-33.
7. Wilson LS, Reyes CM, Stolpman M, Speckman J, Allen K, Beney J. The
direct cost and incidence of systemic fungal infections. Value Health
2002;5:26–34.
8. Dasbach EJ, Davies GM, Teutsch SM. Burden of aspergillosis-related
hospitalizations in the United States. Clin Infect Dis 2000;31:1524–1528.
9. Davies SF. Fungal pneumonia. Med Clin North Am 1994; 78:1049–1065
10. Harvey RL, Myers JP. Nosocomial fungemia in a large community
teaching hospital. Arch Intern Med 1987; 147: 2117–2120
11. Andriole VT. Infection with Aspergillus species. Clin Infect Dis 1993;
17(suppl):481–486
12. Haron E, Vartivarian S, Anaissie E, et al. Primary candida pneumonia:
experience at a large cancer center and review of the literature. Medicine
1993; 72:137–142
35
13. Mohapatra LN, Pande JN. Pulmonary Mycotic Infections. In: Ahuja
MMS, Ed. Progress in Clinical Medicine in India, Heinemann A. New
Delhi 1978; 235-39.
14. Goldberg B. Radiological Appearances in Pulmonary Aspergillosis.
Clinical Radiology 1962; 13:106-114.
15. Pennington JE. Opportunistic Fungal Pneumonias. In: Pennington JE Ed.
Respiratory Infection Diagnosis and Management. New York Raven Press
1994;533-49. Henderson AH. Allergic Aspergillosis - Review of 32 cases.
Thorax 1968;32: 501-12.
16. Sahoo RC, Rao PVP, Shivananda PG, Kumar A, Mohanti LK. A Profile of
Aspergillus Lung Disease. J Assoc Phys Ind 1988;36: 711-12.
17. Singh P, Kumar P, Bhagi AP, Singh R. Pulmonary Aspergilloma-
Radiologic Observations. Indian J Chest Dis Allied Sci 1989; 31: 177-85.