induksi persalinan
DESCRIPTION
rgcbfgTRANSCRIPT
Mengenal Induksi Pada PersalinanWritten by RevinaCategory: Proses Persalinan
7Share Share Share Share
-Artikel Popular
Cara Cepat Hamil
Tanda-Tanda Kehamilan
Proses Melahirkan
Perkembangan Janin
Menghitung Masa Subur
Perkembangan Bayi
Kanker Serviks
Dongeng Anak
Keputihan
Makanan Bayi
Masa Subur Wanita
Proses Kehamilan
Nama Bayi
Arti Nama
Setiap ibu hamil tentu menginginkan ketika saatnya persalinan nanti tiba semuanya berjalan lancar dan normal. Kemudian bayi yang dikandung selama sembilan bulan dapat terlahir dengan selamat dan sempurna. Namun, adakalanya persalinan normal yang diharapkan terjadi karena salah satunya dibantu oleh tindakan induksi.
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian
distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.
Alasan InduksiDari sisi medis ada beberapa alasan, yaitu :
Kondisi medis ibu : tekanan darah tinggi (preeklamsia) dan diabetes gestasional (kadar gula darah tidak terkontrol) adalah kondisi yang membuat ibu harus di induksi segera. Kelahiran merupakan satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Selain itu pada keadaan ibu dengan penyakit herpes, jika persalinan sudah hampir tiba, dan ibu menginginkan persalinan pervaginam, maka keadaan ini boleh di induksi. Persalinan pervaginam dengan herpes yang aktif sangat berbahaya bagi bayi. Ibu hamil tidak
merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).
Pertimbangan bayi : Ada keadaan yang mengancam keselamatan janin jika terlalu lama didalam kandungan, diantaranya oligohidramnion (air ketuban sediki), IUGR (Intrauterine Growth Retardation-hambatan pertumbuhan janin), atau janin lewat waktu. Selain itu,Jika Anda merasakan pergerakan janin yang lemah, dan itu disadari pula oleh dokter, meski beberapa pemeriksaan normal, kadang tetap akan melakukan induksi.
Selaput ketuban telah pecah : sekitar 10% kehamilan akan mengalami pecah ketuban sebelum kontraksi. Jika itu terjadi, ibu dan bayi beresiko terhadap infeksi. Belum ada kesepakatan berapa lama induksi harus dilakukan setelah ketuban pecah, tergantung dari kebijakan rumah sakit masing-masing. Namun, usahakan bayi segera lahir setidaknya 24 jam setelah ketuban pecah.
Janin lewat waktu : setelah kehamilan berusia 41 minggu (atau 7 hari melebihi waktu seharusnya), akan meningkatkan resiko komplikasi pada bayi. Maka dari itu, induksi dibutuhkan. Sedangkan jika kehamilan sudah 42 minggu, atau 14 hari setelah waktu seharusnya, kemungkinan bayi meninggal semakin besar. Karena pada saat itu plasenta sudah tidak berfungsi. Plasenta memiliki waktu sampai akhir minggu ke-42 untuk berfungsi dengan baik. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah induksi dibolehkan pada kehamilan 40-42 minggu ? Jawabannya tergantung keadaan, riwayat kehamilan, dan keputusan dokter secara pribadi.
Jika kehamilan Anda lewat waktu, dokter akan melakukan pemeriksaan non-invasif dan profil biofisika untuk mengetahui apakah janin dalam keadaan stres atau tidak. Apabila keadaan janin baik, Anda dapat meneruskan kehamilan Anda sampai kelahiran spontan. Namun jika selama menanti kelahiran spontan itu terjadi masalah, misalnya pergerakan janin melemah akibat kurangnya cairan ketuban, maka induksi akan di lakukan.
Catatan : Keadaan penipisan dan pembukaan mulut rahim saat induksi akan dilakukan merupakan faktor penting yang menentukan apakah prosentase keberhasilan induksi.
Teknik InduksiAda dua cara yang biasanya dilakukan oleh dokter untuk melalui proses induksi, yaitu kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk mengeluarkan hormon prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi.Secara kimia, Anda akan diberikan obat-obatan khusus. Ada yang diberikan dengan cara diminum, dimasukkan ke dalam vagina, diinfuskan. Bisanya, tak lama setelah salah satu cara kimia itu dilakukan, Anda akan merasakan datangnya kontraksi. Secara mekanik, biasanya dilakukan dengan sejumlah cara, seperti menggunakan metode stripping, pemasangan balon keteter, (oley chateter) dimulut rahim, serta memecahkan ketuban saat persalinan sedang berlangsung.
Resiko InduksiResiko induksi persalinan adalah :
- Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika Anda merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi,kemudian akan dilakukan operasi caesar.
-Janin akan merasa tidak nyaman, sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (fetal disterss). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, dokter akan memantau gerak janin melalui CTG/kardiotopografi. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin, proses induksi akan dihentikan.
- Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisi terjadi pada yang sebelumnya pernah dioprasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
- Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali, namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu atau paru-paru. Bila terjadi dapat merenggut nyawa ibu seketika.
Jika pada kehamilan tua Anda sudah merasa sangat tidak nyaman dan ingin segera melahirkan dengan cara diinduksi, maka keadaan mulut rahim menjadi hal penting untuk dijadikan pertimbangan. Induksi akan bermanfaat ketika mukut rahim telah menipis sekitar 50 persen dan berdilatasi 3-4 cm. Hal ini karena tubuh Anda telah siap untuk menghadapi proses persalinan. Selain itu, secara statistik fase ini lebih aman untuk melahirkan pervaginam.
Namun, jika mulut rahim belum cukup menipis dan berdilatasi, itu tandanya tubuh belum siap untuk melahirkan. Melakukan induksi dan melahirkan pervaginam bukan hal yang tepat pada keadaan demikian, karena kemungkinan besar persalinan akan diubah menjadi caesar.
Umumnya, meski tak ada catatan medis yang membuat suatu kehamilan diinduksi, menunggu janin lahir spontan adalah hal terbaik. Karena kita tidak tahu keadaan janin, mulut rahim berada pada fase apa, apakah ada kemungkinan terjadi perubahan posisi pada janin atau tidak, maka melakukan induksi adalah hal yang beresiko. Kita hanya mengganggu proses alami suatu persalinan. Sebagai akibatnya, bayi mungkin belum berada pada posisinya dan tubuh ibu ternyata belum siap untuk melahirkan. Dua keadaan itu meningkatkan dilakukannya operasi caesar pada kehamilan yang diinduksi.
Sumber : Mengenal Induksi Pada Persalinan http://bidanku.com/mengenal-induksi-pada-persalinan#ixzz2l3XXvVhH
Induksi PersalinanKONSEP UMUMINDUKSI PERSALINAN ELEKTIFSaat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American
College of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko persalinan yang
berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu
(rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial).
Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian
tindakan sectio caesar.
Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian
sectio caesar 2 – 3 kali lipat.
Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin
mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang
dari pemburukan out come maternal termasuk kematian.
Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm ( ≥ 38 minggu) perlu
pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya.
INDUKSI PERSALINAN ATAS INDIKASITindakan induksi persalinan dilakukan bila hal tersebut dapat memberi manfaat bagi ibu dan
atau anaknya.
INDIKASI:
1. Ketuban pecah dini dengan chorioamnionitis
2. Pre eklampsia berat
3. Ketuban pcah dini tanpa diikuti dengan persalinan
4. Hipertensi
5. Gawat janin
6. Kehamilan postterm
KONTRA INDIKASI:
1. Cacat rahim ( akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi intramural)
2. Grande multipara
3. Plasenta previa
4. Insufisiensi plasenta
5. Makrosomia
6. Hidrosepalus
7. Kelainan letak janin
8. Gawat janin
9. Overdistensi uterus : gemeli dan hidramnion
10. Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:
o Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul sempit)
o Infeksi herpes genitalis aktif
o Carcinoma cervix uteri
PEMATANGAN SERVIK PRA INDUKSI PERSALINANTingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan tindakan induksi persalinan.
Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif dengan “BISHOP SCORE” yang
dapat dilihat pada tabel 13.1
Nilai > dari 9 menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan angka
keberhasilan induksi persalinan yang tinggi
Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm, pendataran servik
80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil dengan
baik.
Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan
memiliki servik yang tidak “favourable” ( Skoring Bishop < 4 ) untuk dilakukannya induksi
persalinan.
Tabel 10.1 Sistem Skoring Servik “BISHOP” yang digunakan untuk menilai derajat
kematangan servik
METODE PEMATANGAN SERVIK MEDIKAMENTOSAProstaglandine E2
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator khusus
intraservikal dengan dosis 0.5 mg.
Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil).
Pemberian prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin.
Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 – 12 jam pasca pemberian
prostaglandine E2.
Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 – 5% kasus yang mendapat prostaglandine
suppositoria.
Prostaglandine E1
Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 µg.
Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan dapat diulang
pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat.
Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis
50 µg.
Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50
µg ( 200 µg ).
Dosis 50 µg sering menyebabkan :
Tachysystole uterin
Mekonium dalam air ketuban
Aspirasi Mekonium
Pemberian per oral: Pemberian 100 µg misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 µg per
vaginam
METODE PEMATANGAN SERVIK MEKANIS
1. Pemasangan kateter transervikal
2. Dilatator servik higroskopik ( batang laminaria )
3. “stripping” of the membrane
Pemasangan kateter Foley transervikal.Tidak boleh dikerjakan pada kasus perdarahan antepartum, ketuban pecah dini atau infeksi.
Tehnik:
Pasang spekulum pada vagina
Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan cunam tampon.
Pastikan ujung kateter telah melewati osttium uter internum
Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air
Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina
Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam
Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan dengan infuse
oksitosin.
Dilatator servik higroskopik
Dilakukan dengan batang laminaria.
Dilakukan pada keadaan dimana servik masih belum membuka.
Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis.
12 – 18 jam kemudian kalau perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin sebelum kuretase.
Gambar10-1:
1. Pemasangan laminaria didalam kanalis servikalis
2. Laminaria mengembang
3. Ujung laminaria melebihi ostium uteri internum (pemasangan yang salah)
4. Ujung laminaria tidak melewati ostium uteri internum (pemasangan yang salah)
“Stripping of the membrane”Metode efektif dan aman untuk mencegah kehamilan posterm.
Menyebabkan peningkatan kadar Prostaglandine serum.
INDUKSI & AKSELERASI PERSALINANDilakukan dengan menggunakan oksitosin sintetis.
Induksi persalinan dan akselerasi persalinan dilakukan dengan cara yang sama tapi dengan
tujuan yang berbeda.
Induksi Persalinan (induction of labour): merangsang uterus untuk mengawali proses
persalinan.
Akselerasi Persalinan (augmented of labour) : merangsang uterus pada proses persalinan
untuk meningkatkan frekuensi – durasi dan kekuatan kontraksi uterus [HIS].
Pola persalinan yang BAIK adalah bila terdapat 3 HIS dalam 10 menit dengan masing-masing
HIS berlangsung sekitar 40 detik.
Bila selaput ketuban masih utuh, dianjurkan bahwa sebelum melakukan induksi atau akselerasi
persalinan terlebih dahulu dilakukan Pemecahan Selaput Ketuban (ARM ~ Artificial Rupture of
Membranes atau amniotomi)
AMNIOTOMIPecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan mengawali rangkaian proses berikut:
Cairan amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun;
Produksi prostaglandine, sehingga merangsang proses persalinan;
HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu) ; menjadi semakin kuat ( bila sudah inpartu)
Tehnik :
Perhatikan indikasi
CATATAN : Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, pertahankan selaput ketuban
selama mungkin untuk mengurangi resiko penularan HIV perinatal
Dengar dan catat DJJ
Baringkan pasien dengan tungkai fleksi dan kedua tungkai saling menjauh dan kedua lutut
terbuka
Gunakan sarung tangan steril, lakukan VT dengan tangan kanan untuk menilai konsistensi –
posisi – dilatasi dan pendataran servik
Masukkan “amniotic hook” kedalam vagina
Tuntun “amniotic hook” kearah selaput ketuban dengan menyusuri jari-jari dalam vagina
Dorong selaput ketuban dengan jari-jari dalam vagina dan pecahkan selaput ketuban
dengan ujung instrumen
Biarkan cairan amnion mengalir perlahan sekitar jari dan amati cairan amnion yang keluar
Setelah pemecahan ketuban, dengarkan DJJ selama dan setelah HIS
Bila DJJ < 100 atau > 180 dpm : dugaan terjadi GAWAT JANIN .
Bila persalinan diperkirakan TIDAK TERJADI DALAM 18 JAM berikan antibiotika profilaksis
untuk mengurangi kemungkinan infeksi GBS pada neonatus:
Penicillin G 2 juta units IV; atau Ampicillin 2 g IV, tiap 6 jam sampai persalinan; Bila tidak
ditemukan gejala infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotika
Bila setelah 1 jam tidak nampak tanda-tanda kemajuan persalinan MULAILAH PEMBERIAN
OKSITOSIN INFUS
Bila indikasi induksi persalinan adalah PENYAKIT MATERNAL IBU YANG BERAT ( sepsis
atau eklampsia) mulailah melakukan infuse oksitosin segera setelah amniotomi.
Komplikasi amniotomi:
1. Infeksi
2. Prolapsus funikuli
3. Gawat janin
4. Solusio plasenta
TEHNIK PEMBERIAN OKSITOSIN DRIP
1. Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri
2. Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik.
3. Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut jantung janin
4. Catat semua hasil penilaian pada partogram
5. 2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5% (atau PZ) dan diberikan dengan
dosis awal 10 tetes per menit.
6. Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai kontraksi
uterus yang adekuat.
7. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari 4 kali kontraksi per 10
menit) hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan pemberian:
1. Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau
2. Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit
8. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah tetesan mencapai 60 tetes per
menit:
9. Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% (atau PZ) dan
sesuaikan tetesan infuse sampai 30 tetes per menit (15mU/menit)
10. Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi uterus
menjadi adekuat atau jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit.
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi tersebut maka:
Pada multipgravida : induksi dianggap gagal dan lakukan sectio caesar.
Pada primigravida, infuse oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya yaitu :
o 10 Unit dalam 400 ml Dextrose 5% (atau PZ) , 30 tetes permenit
o Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai kontraksi
uterus adekuat.
o Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus masih tidak adekuat maka induksi
dianggap gagal dan lakukan Sectio Caesar.
Jangan berikan oksitosin 10 Unit dalam 500 ml Dextrose 5% pada pasien multigravida dan atau penderita bekas sectio caesar
Rujukan :
1. Bujold E, Blackwell SC, Gauthier RJ: Cervical ripening with transervical foley catheter and
the risk of uterine rupture. Obstet Gynecol 103:18, 2004
2. Culver J, Staruss RA,Brody S, et al: A randomized trial comapring vaginal misoprostol
versus Foley catheter with concurrent oxytocin for labor induction in nulliparous women. Am
J Perinatol 21:139, 2004
3. Cunningham FG (editorial) : Induction of labor in “William Obstetrics” 22nd ed p 536 – 545 ,
Mc GrawHill Companies 2005
4. Guinn DA et al : Extra-amniotic saline infusion, laminaria, or prostaglandine E2 gel for labor
induction with unfavourable cervix: A randomized trial. Obstet Gynecl 96:106, 2000
5. HoffmanMK, Sciscione AC : Elective induction with cervical ripening increase the risk of
caesarean delivery in multiparous women. Obstet Gynecol 101:7S, 2003
6. Saiffudin AB (ed): Induksi dan Akselerasi persalinan dalam “Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal” YBPSP,Jakarta, 2002
7. Smith KM, Hoffman MK, Sciscione A: Elective induction of labor in nulliparous women
increase the risk of caesarean delivery. Obstet Gynecol 101, 45S, 2003
Induksi PersalinanDEFINISI
Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari tidak ada
tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya
medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.
ETIOLOGI
Induksi persalinan dilakukan karena:
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan
(kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi
persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian
dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
Pertumbuhan janin makin melambat.
Terjadi perubahan metabolisme janin.
Air ketuban berkurang dan makin kental.
Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan
kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi
oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu
mendapatkan perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well
health mother dapat tercapai.
Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau
menderita diabetes.
Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara
langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan
dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi:
Aborsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan pada
minggu-minggu awal kehamilan).
Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan eklamsi.
Hidramnion.
Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius karena dapat
menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis.
Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek diabetogenik pada kehamilan
yang paling besar karena resistansi insulin meningkat.
Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan
Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini).
Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong
amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk
penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur.
Mempunyai riwayat hipertensi.
Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi
peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu
dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam
kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis
berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah
minggu ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu
penyakit vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda
dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin
dan plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama.
Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan penglihatan
(skotoma), perubahan kesadaran mental dan tingkat kesadaran.
Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala
preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis.
Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama
nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.
Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau
didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam
minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.
Indikasi pokok untuk induksi persalinan:
Induksi persalinan terbagi atas:
1. Secara Medis
a. Infus oksitosin
Syarat – syarat pemberian infuse oksitosin :
Agar infuse oksitosin berhasil dalm menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit
baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat – syarat sebagai berikut :
A. Kehamilan aterm
B. Ukuran panggul normal
C. Tak ada CPD
D. Janin dalam presentasi kepala
E. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)
Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8,
induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
SKOR PELVIK MENURUT BISHOP
SKOR 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1 - 2 3 - 4 5 - 6
Pendataran serviks 0 – 30% 40 – 50% 60 – 70% 80%
Penurunan kepala diukur dari bidang H III (cm) -3 -2 -1 0 +1 +2
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks kebelakang Searah sumbu jalan lahir Kearah depan
Teknik infus oksitosin berencana:
1. Semalam sebelum drip oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas
2. Pagi harinya penderita diberi pencahar
3. Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik
4. Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU
5. Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena melalui aliran infus
dengan jarum abocath no 18 G
6. Jarum abocath dipasang pada vena dibagian volar bawah
7. Tetesan dimulai dengan 8 mU permenit dinaikan 4 mU setiap 30 menit. Tetesan maksimal
diperbolehkan sampai kadar oksitosin 30-40 mU. Bila sudah mencapai kadar ini kontraksi rahim
tidak muncul juga, maka berapapun kadar oksitosin yang diberikan tidak akan menimbulkan
kekuatan kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.
8. Pederita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya
tetania uteri, tanda – tanda ruptur uteri membakat, maupun tanda – tanda gawat janin.
9. bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan dapat
dikurangi atau sementara dihentikan.
10. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu sampai 1
jam sesudah lahirnya plasenta.
11. Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila his telah
kuat dan adekuat.
b. Prostaglandin
Pemberian Prostaladin
Prostagladin dapat merangsang otok – otot polos termsuk juga otot-otot rahim.Prostagladin yang
spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan
dapat diberikan secara intravena, oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan
prostagladin cukup efektif.
c. Cairan hipertonik intra uteri
Pemberian cairan hipertonik intrauterin
Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada
kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam
hipertonik 20 , urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan
prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim.
Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi
dan gangguan pembekuan darah.
2. Secara manipulatif
a. Amniotomi
• Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah
depan ( fore water ) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus
( drewsmith catheter ). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh
amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
• Beberapa teori mengemukakan bahwa :
- Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim
dapat lebih kuat untuk membuka serviks
- Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kira – kira 40 menit setelah
amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnnya oksigenesi otot – otot rahim dan keadaan ini
meningkatkan kepekaan otot rahim.
- Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana didalamnya
terdapat banyak syaraf – syaraf yang merangsang kontraksi rahim
• Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda – tanda permulaan
persalinan, maka harus diikuti dengan cara – cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya
dengan inpus oksitosin
• Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit – penyulit sebagai berikut :
- Infeksi
- Prolapsus funikuli
- Gawat janin
- Tanda – tanda solusio palsenta ( bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan secara tepat ).
Tehnik amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai sedalam
kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah
sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri kemudian
memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada
didalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan
merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu
tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian
dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan,
seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban mengalir
keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan jari tangan yang didalam melebar
robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan
terjadinya prolaps tali pusat, bagian – bagian kecil janin, gawat janin dan solusio plasenta.
Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan lahir
b. Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim ( stnpping of the membrane)
1. Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari dinding
segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini
dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his.
2. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah :
a. Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari.
b. Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan.
c. Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.
c. Pemakaian rangsangan listrik
Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain ditempelkan
pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk
menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam – macam, bahkan ada yang ukurannya
cukup kecil sehingga dapat dibawa – bawa dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian
alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien.
d. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation )
1. Sebagaimana diketahui rangsangan putting susu dapat mempengaruhi hipofisis posterior
untuk mengeluarkan oksitosis sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan pengertian ini maka
telah dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang putting susu.
2. Pada salah satu putting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan
jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah putting
dan aerola mammae di beri minyak pelicin. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat ½
jam – 1 jam, kemudian istirah beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1hari
maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua
payudaraan bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian
di luar negri cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara – cara ini baik sekali untuk
melakukan pematangan serviks pada kasus – kasus kehamilan lewat waktu.
INDIKASI
1. Indikasi Janin
A. Kehamilan lewat waktu
B. Ketuban pecah dini
C. Janin mati
2. Indikasi ibu
A. Kehamilan lewat waktu
B. Kehamilan dengan hipertensi
3. Indikasi kontra drip induksi
A. Disproporsi sefalopelvik
B. Insufisiensi plasenta
C. Malposisi dan malpresentasi
D. Plasenta previa
E. Gemelli
F. Distensi rahim yang berlebihan
G. Grande multipara
H. Cacat rahim
1. Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi ekstrauterin akan
lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih baik atau mungkin
membahayakan.
2. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa sakit atau
masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.
Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompatibilitas Rh. Pada saat
usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan
fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan
sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin).
Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia
berat.
PATOFISIOLOGI
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang
menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang
persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap
oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat
waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan
psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu
adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai
puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini
dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa
lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi
rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari
dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan,
biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar.
Komplikasi
Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika perlu memecahkan
ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat – syarat di penuhi. Kematian perinatal agak lebih
tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan
yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi
persalinan gagal dan perlu dilakukan seksio sesarea, harus selalu diperhitungkan.