integrasi regional sebagai upaya indonesia dalam membangun hegemony di kawasan dan perpolitikan...

28
15 1NTEGRASI REGIONAL SEBAGAI UPAYA INDONESIA DALAM MEMBANGUN HEGEMONY DI KAWASAN (Analysis peran dan implikasi kepemimpinan Indonesia di ASEAN pada stabilitas keamanan global)) OLEH: Janggan Er Cahyo NIM: 201110360311151

Upload: janggan-er-cahyo

Post on 23-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

1NTEGRASI REGIONAL SEBAGAI UPAYA INDONESIA DALAM MEMBANGUN HEGEMONY DI KAWASAN

(Analysis peran dan implikasi kepemimpinan Indonesia di ASEAN pada stabilitas keamanan global))

OLEH:

Janggan Er Cahyo

NIM: 201110360311151

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013

1

Page 2: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

PERAN INTEGRASI REGIONAL SEBAGAI UPAYA UTAMA

INDONESIA DALAM MEMBANGUN HEGEMONY DI KAWASAN

(Analysis Peran dan implikasi Kepemimpinan Indonesia di ASEAN pada

stabilitas keamanan global)

Oleh:

Janggan Er Cahyo

Universitas Muhammadiyah Malang

21 Juni 2013

“Indonesia oleh negara-negara lain diklaim telah menjadi pemimpin (leader) dan

panutan dalam bidang politik keamanan diantara negara-negara ASEAN” Dirjen

Kerjasama ASEAN Kementrian Luar Negeri RI I Gusti Agung Wesaka Puja.1

ABSTRACT

Tidak dapat dipungkiri lagi jika saat ini regionalisme kawasan merupakan salah

satu agenda penting setiap negara. Terlebih lagi dalam membentuk sistem

perpolitikan global di tengah era sistem liberalisme dan globalisasi seperti saat ini.

Selain merupakan agenda penting dari liberalisasi tatanan global, regionalisme

juga menjadi instrument penting suatu negara dalam membangun hegemonynya

di dunia internasional.

Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara yang menunjukkan

keseriusannya dalam membangun regionalisme kawasan terutama di ASEAN. Hal

1 Marieska Harya Virdhani, ASEAN Jadi Soko Guru Politik Luar Negeri Indonesia, diakses dalamhttp://international.okezone.com/read/2013/03/22/411/780253/asean-jadi-soko-guru-politik-luar-negeri-indonesia. (19 Juni 2013, 01.27 WIB)

2

Page 3: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

ini tidak terlepas dari kepentingan Indonesia di kawasan tersebut. Salah satu

kepentingan Indonesia di ASEAN ialah membangun hegemony “Indonesia

ASEAN Leader”.

Di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Indonesia menjelma

menjadi salah satu negara yang disegani di lingkungan internasional. Salah satu

penyebabnya adalah kebijakan politik luar negeri Indonesia yaitu “Zero enemy

thousand friends” dan “Dynamic Equilibrium”. Hal ini kemudian semakin

mendudukan posisi Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional yang

aktif, serta meningkatkan bargaining position Indonesia di dunia internasional.

Artikel ini sendiri akan mencoba menganalysis kepemimpinan Indonesia

di ASEAN era Susilo Bambang Yudhoyono, serta implikasinya terhadap posisi

Indonesia di kawasan dan percaturan global.

Kata Kunci: Regionalisme, Hegemony, “Zero Enemy Thousand Friends”,

Dynamic Equilibrium

PENDAHULUAN

Usaha pertama Indonesia dalam membangun hegemonynya di percaturan

politik dunia ialah pada era kepemimpinan presiden soekarno. Walaupun saat itu

usaha Indonesia untuk aktif di kancah perpolitikan dunia adalah lebih pada

promosi identitas Indonesia sebagai negara yang baru merdeka. Saat itu Indonesia

merupakan negara yang baru saja merdeka dari jajahan imperialism belanda.

Sehingga dalam upaya menarik simpati dan bantuan dari luar negeri Indonesia

seringkali menghadiri pertemuan-pertemuan Internasional. Hal ini

diimplementasikan pada kebijakan luar negeri yang diusulkan oleh M. Hatta yaitu

kebijakan luar negeri bebas aktif, dimana politik ini menganjurkan Indonesia agar

aktif dalam organisasi masyarakat internasional tanpa terhubung oleh salah satu

kekuatan polar saat itu yaitu Soviet dan AS.

3

Page 4: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

Pasca turunnya Soekarno dari kursi kepemimpinan presiden republlik

Indonesia, Soeharto menduduki kursi nomor satu Indonesia. Di era Soeharto ini

Indonesia mulai memperbaiki hubungannya dengan negara-negara tetangganya

seperti Malaysia dan Singapore, mengingat bahwa hubungan kedua negara

tersebut dengan Indonesia sempat tegang pada era Soekarno. Selain itu agenda

utama Indonesia di pemerintahan Soeharto adalah dengan kembali menjadi

anggota PBB pada 2 Juni 1966. Kebijakan orde baru yang cenderung integrative

daripada konfrontatif layaknya orde lama kemudian akan berbuah pada

terbentuknya ASEAN yang akan diprakarsai salah satunya oleh Indonesia.

ASEAN dibentuk pada tanggal 8 agustus 1967 oleh lima pemimpin dari

Indonesia, Malaysia, Singapore, Filipina, dan Thailand. Pada saat itu peran

Indonesia di kawasan sangatlah besar, baik itu dalam hal perekonomian dan

stabilitas. Bermodalkan perekonomian kuat dan stabilitas dalam negeri Indonesia

bergerak untuk membangun kawasan yang stabil dan makmur.

Peran Indonesia semakin tumbuh di kawasan terlebih lagi setelah

Indonesia memprakarsai terbentuknya ASEAN. Dari pemerintahan Soeharto

inilah kemudian muncul ide-ide regionalisme yang lebih solid dan kompetitif,

salah satunya ialah ide awal ASEAN Community. Indonesia di era Suharto

dianggap merupakan pemimpin ASEAN yang berhasil membawa stabilitas dan

menumbuhkan perekonomian kawasan.2

ASEAN dalam kepemimpinan Indonesia memang dikenal sangat

Integratif dan diplomatis dalam penyelesaian issue-issue di kawasan maupun

Internasional. Pada tahun 1976, ketika Indonesia mengetuai ASEAN, negara-

negara anggota menghasilkan Bali Concord I, yang mana ini merupakan basis dari

perjanjian persahabatan dan kerjasama ASEAN. Sama halnya seperti

kepemimpinan Indonesia tahun 1976, pada tahun 2003 Indonesia kembali

2 Irfa Puspitasari, 2010, Indonesia’s New Foreign Policy- ‘Thousand friendszero enemy’, New Delhi, page: 4

4

Page 5: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

menunjukkan kesungguhannya pada integrasi regional dengan menghasilkan Bali

Concord II, yang menjadi prakarsa dari ASEAN Economic Community.3

Namun, kepemimpinan Indonesia di ASEAN sempat tergoyahkan kala

Indonesia mengalami krisis moneter dan reformasi. Pada awal-awal era reformasi,

hegemony Indonesia di Asia Tenggara kembali jatuh pasca munculnya isu-isu

melemahnya perekonomian Indonesia, instabilitas dalam negeri, serta adany

laporan pelanggaran HAM berat di Indonesia. Hal ini kemudian sempat

membawa ASEAN ke stalled periode akibat buruknya keadaan politik dan

perekonomian negara-negara di Asia Tenggara.

Dampak reformasi dan krisis moneter terbukti berspektrum luas bagi

Indonesia, kondisi social politik Indonesia mengalami kejatuhan. Setelah

kehilangan Timor-Timur Indonesia harus menerima hukuman-hukuman dari PBB

serta Amerika Serikat terkait tindakan pelanggaran HAM berat Indonesia selama

masa orde baru. Hukuman PBB dan embargo pada Indonesia ini berimbas pada

melemahnya politik luar negeri Indonesia secara langsung.

setelah sekian lama Amerika Serikat menjadi partner utama sekaligus

panutan orde baru, skema politik luar negeri Indonesia terpaksa harus mengalami

proses diaspora menjadi politik luar negeri yang mengutamakan netralitas dan

aktif dalam penyelesaian konflik dan organisasi-organisasi internasional. Dimana

pada akhirnya hasil dari diaspora politik luar negeri Indonesia ini akan menjadi

penentu lahirnya “Doktrin Natalegawa”. Namun perlu beberapa waktu agar

Indonesia mampu kembali membangun politik dalam negeri serta

perekonomiannya pasca reformasi, hingga akhirnya SBY (Susilo Bambang

Yodhoyono) terpilih menjadi presiden pada tahun 2004.

Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara demokratis

sebagai Presiden Indonesia pada tahun 2004, memunculkan sejumlah harapan

3 Bambang Hartadi Nugroho, Challenges for Indonesia as ASEAN chair, The Jakarta Post, edisi: Thu, January 06 2011, diakses di: http://www.thejakartapost.com/news/2011/01/06/challenges-indonesia-asean-chair.html. (diakses pada: 19 Juni 2013, Pada Pukul: 20.26 WIB).

5

Page 6: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

publik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan domestik akibat krisis 1997.4

Kepercayaan yang tinggi terhadap SBY oleh rakyat saat itu menimbulkan

optimisme yang tinggi di kalangan masyarakat, yang pada akhirnya akan

berimbas pada meningkatnya perekonomian dan tatanan social dalam negeri

Indonesia. Sehingga secara bertahap Indonesia bisa dikatakan kembali ke jalurnya

semula, dimana ia seharusnya menjadi negara yang memiliki peran besar terhadap

stabilitas, perekonomian, dan perkembangan kawasan. Tumbuhnya perekonomian

dan stabilitas keamanan serta perpolitikan domestic yang terus berkembang pesat

membuat kepercayaan dunia Internasional terhadap Indonesia kembali

berkembang.

Theory Hegemony Stability

Hegemony menurut Gramsci “a relation, not of domination by means of

force, but of consent by means of political and ideological leadership. It is the

organisation of consent".5 Theory hegemony merupakan salah satu post cold war

theory, dimana theory ini merupakan perpaduan antara pandangan Realisme,

Liberalisme, dan pandangan strukturalis sejarah. Theory stabilitas hegemony

menegaskan bahwa sistem internasional yang relative terbuka dan stabil hanya

akan terakumulasi jika ada satu negara dominan yang:

1. Memiliki sumber daya cukup besar untuk menopang dan membentuk

leadership pada suatu negara.

2. Bersedia dan berusaha untuk mematuhi serta membuat usaha-usaha

dan kebijakan yang mampu menjaga tatanan global liberalis di

kawasan.

4 Andhik Beni Saputra, 2009, POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DIBAWAH SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Tahun 2009-2011, Page: 2, http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1066/1/PLN%20RI%20Era%20Presiden%20SBY%202009-2011.pdf. (diakses pada: 19 Juni 2013, Pukul: 20.03 WIB)5 Roger Simon, Gramsci's Political Thought: An Introduction, di Susan Engel, 2006, Where to Neoliberalism? The World Bank and the Post-Washington Consensus in Indonesia and Vietnam, diakses di: https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CEkQFjAD&url=http%3A%2F%2Fcoombs.anu.edu.au%2FSpecialProj%2FASAA%2Fbiennial-conference%2F2006%2FEngel-Susan-ASAA2006.pdf&ei=2DTFUayXMNDHrQeftoFg&usg=AFQjCNFDRFy1vmmWNln-jQTyPSYuFI2XHw&sig2=00J5fnojjlvZtzWUJuOFaQ. (20 Juni 2013 Pada Pukul: 13.41 WIB)

6

Page 7: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

Hegemon harus mengikuti kebijakan yang aktor utama lainnya percaya

relatif menguntungkan. Dilihat dari motive dan kepentingan strategis negara,

hegemony dibagi menjadi tiga model yaitu 1. Benevolent Hegemon 2. Mixed

hegemon 3. Exploitative Hegemon.

1. Dalam benevolent hegemon, sebuah negara hegemon akan lebih

mempromosikan kepentingan umum daripada kepentingan pribadinya,

dalam memastikan kepatuhan pada sistem hegemonnya, suatu negara

dominan akan mendahulukan upaya-upaya persuasive daripada

koersif. Contoh: Indonesia di ASEAN

2. Mixed Policy Hegemon, hegemon dalam hal ini negara dominan

memiliki agenda ganda untuk mengejar kepentingan bersama dan

nasionalnya sekaligus, dalam prakteknya untuk menanamkan

pengaruhnya negara dominan akan menggunakan baik itu cara

persuasive ataupun koersif. Contoh: Amerika Serikat

3. Exploitative Hegemon, negara dominan akan menggunakan cara-cara

koersive dalam upaya menyebarkan pengaruhnya dala upaya untuk

mengejar kepentingan nasionalnya. Contoh: Nazi Jerman

Dalam kasus Indonesia, ASEAN nampakanya Masih bergantung terhadap

kepemimpinan satu negara yang mampu membawa Asia Tenggara kedalam

kestabilan ekonomi dan politik.

Regionalisme

Ada 5 kategori dari pengertian regionalization sebagai sebuah penjelasan

teoritis. Pertama, pertumbuhan masyarakat dalam sebuah wilayah pada proses-

proses interaksi sosial dan ekonomi, sebagai regionalism lunak, sebuah proses

yang otonomi yang mengarah kepada saling ketergantungan. Kedua, regional

awareness, regional identity. Regionalism yang dibangun atas sifat

keistemewaan, identitas kawasan. Ketiga, regional interstate co-operation, sebauh

regional yang didasarkan atas kerjasama baik formal maupun informal. Keempat,

state-promoted regional integration, kerjasama integrasi ekonomi kawasan, mulai

7

Page 8: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

perdagangan, barang jasa, modal dan investasi. Kelima, regional cohesion

kombinasi dari empat proses diatas yang bisa mendorong munculnya unit

kawasan yang kohesif terkonsolidasi.6

Namun pada dasarnya regionalisme tidak memiliki definisi yang jelas

dalam penggunaannya. Namun, bisa dikatakan bahwa regionalisme merupakan

sekumpulan negara-negara berada di suatu daerah/kawasan yang saling

berhubungan atau dekat secara geografis yang saling menjalin hubungan

kerjasama. Tetapi definisi ini sendiri masih lemah apabila dikorelasikan dengan

issue kekinian dimana regionalisme tidak hanya mencakup negara yang saling

berdekatan saja secara geografis saja, kita sebut saja contohnya ASEAN +3 dan

EU dimana Israel dalam beberapa hal mengikuti hukum-hukum uni eropa.

PEMBAHASAN

Era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono bisa dikatakan

merupakan era kebangkitan pasca reformasi. Salah satu tugas berat SBY adalah

melakukan revitalisasi peran internasional Indonesia agar dapat kembali berperan

aktif dalam berkontribusi terhadap permasalahan internasional maupun

pemenuhan kepentingan nasional melalui instrumen politik luar negeri.7 Susilo

Bambang Yudhoyono juga kembali mengembalikan agenda utama Indonesia di

kawasan untuk memprioritaskan politik luar negerinya ke ASEAN.

Sejak Orde Baru, Indonesia menempatkan ASEAN sebagai pilar utama

atau soko guru politik luar negeri Indonesia. Setidaknya terdapat tiga alasan

utama yang mendasari keputusan tersebut. Pertama, Indonesia adalah salah satu

pendiri dan pemrakarsa ASEAN sehingga konsekuensi logisnya ASEAN

seharusnya menjadi instrumen politik luar negeri Indonesia. Kedua, ASEAN

6 Budi Winarno. Isu-Isu Global Kontemporer di Janggan Er Cahyo, Taufiq Hidayat, dan Taufiqurrahman, 2013, PERAN INDONESIA SEBAGAI KUNCI STABILISASI KAWASAN DALAM KONSEP INTERDEPENDENSI DI ASEAN ( Kajian Asean Community 2015) , Universitas Muhammadiyah Malang, page: 15-167 Andhik Beni Saputra, Loc Cit.

8

Page 9: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

merupakan organisasi regional di kawasan Asia Tenggara sehingga Indonesia

sudah seharusnya terlibat aktif dalam ASEAN. Ketiga, ASEAN memiliki potensi

yang besar untuk terlibat dalam arsitektur dan dinamika di kawasan Asia terutama

di bidang politik, ekonomi dan sosial.8

Di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono jilid II, Menteri luar

negeri Indonesia yaitu Marty Natalegawa ditugaskan untuk mengembalikan

prioritas politik luar negeri Indonesia ke kawasan yaitu ASEAN. Pembentukan

dan penguatan ASEAN community merupakan agenda utama ASEAN. Selain itu

ASEAN akan berusaha memasukkan Jepang, China, dan Korea pada kerangka

kerja ASEAN, sehingga memastikan perkembangan ASEAN kedepannya.9

Kerja sama ASEAN memegang peran kunci dalam pelaksanaan kerja

sama Internasional Indonesia, Karena merupakan konsentris terdekat di kawasan

dan menjadi pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.10 Hal inilah

yang menyebabkan mengapa Indonesia era Susilo Bambang Yudhoyonno

memiliki prioritas utama terhadap ASEAN. Kedekatan geografis, kepercayaan

yang semakin tumbuh di kalangan member-member ASEAN serta pengalaman di

ASEAN yang cukup lama merupakan modal utama Indonesia dalam menopang

politik luar negerinya.

Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ASEAN pada masa

kepemimpinan Indonesia telah mencapai beberapa hal penting. Yang pertama

adalah, terpeliharanya perdamaian, stabilitas, dan keamanan di wilayah ASEAN,

antara lain, melalui pengembangan resolusi konflik secara damai, penguatan kerja

sama penanganan bencana, salah satunya diimplementasikan dengan

pembentukan AHA center di Jakarta, dan penguatan komitmen terhadap

kemajuan dan perlindungan HAM. ASEAN juga semakin menunjukkan

8 CSIS, Seminar “Kaji Ulang ASEAN sebagai Sokoguru Politik Luar Negeri Indonesia”,<http://www.csis.or.id/SeminarEventDetailPast.php?id=227> dalam Andhik Beni Saputra, 2009, POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DIBAWAH SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Tahun 2009-2011, Page: 2, http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1066/1/PLN%20RI%20Era%20Presiden%20SBY%202009-2011.pdf. (diakses pada: 19 Juni 2013, Pukul: 20.03 WIB).9 Irfa Puspitasari, Loc Cit.10 Peran Indonesia Dalam Mewujudkan ASEAN Socio-Cultural Community Guna Mendukung Ketahanan Nasional, Lemhannas, LEMHANNAS RI, Edisi 14, Desember 2012, page: 1

9

Page 10: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

sentralitasnya di kawasan yang lebih luas melalui Declaration of East Asia

Summit on the principal for mutually beneficial relations. Kedua, memastikan

kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat ASEAN dengan terciptanya kawasan

yang kondusif untuk pembangunan nasional melalui ASEAN connectivity, serta

pembangunan yang merata, termasuk kerja sama dengan negara-negara mitra

wicara. Selain itu, penguatan ketahanan pangan termasuk dalam masa krisis

melalui ASEAN plus 3 juga dilaksanakan. Ketiga, meningkatkan keterlibatan

langsung masyarakat dalam kegiatan-kegiatan ASEAN selaku organisasi yang

people oriented dan people centered melalui dialog-dialog dengan masyarakat

madani dan generasi muda untuk mendengarkan pandangan mereka terhadap

kemajuan ASEAN.11 

Era kepemimpinan Indonesia di ASEAN dianggap sebagai era yang

sukses bagi ASEAN. Hal ini dikarenakan karena Indonesia berusaha membangun

ASEAN dengan dasar kesamaan identitas dan dalam suasana diplomatis yang

dilandasi dengan kekuatan ekonomi dalam negeri dan kawasan yang kuat.

Acharya, berpendapat bahwa peran dari norma dan identitas dalam membentuk

kawasan regional yang tangguh sangat penting apabila dapat dikorelasikan

dengan aspek-aspek material seperti kekuatan perekonomian yang stabil.12

Munculnya China sebagai The New Emerging Forces mau tidak mau

memaksa dunia internasional mengarahkan perhatiannya ke China. Peran dan

kekuatan yang dimiliki China saat ini bisa menjadi salah satu arsitek stabilitas di

kawasan kedepannya. Namun baik Indonesia dan negara-negara lainnya di

ASEAN tidak melihat China sebagai kekuatan yang dapat mengancam melalui

11 ASEAN di bawah Keketuaan Indonesia Capai Tiga Hal Prioritas, 2011, Kementrian sekertariat negara, diakses dalam: http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5933 (pada: 21 Juni 2013 pukul: 07.38 WIB)12 Siti Darwinda Mohamed Pero, 2011, Political Leadership in ASEAN Community BuildingCompared with the EU, page: 3 diakses di: https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCwQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.uq.edu.au%2Fisaasiapacific%2Fcontent%2Fsitimohammedpero1-3.pdf&ei=PBHGUczqN8GHrAf30IC4Dg&usg=AFQjCNFOlRn73_h4qVK6PNwWL8LUnrOz6A&sig2=O-XYyMlBsj-GJpVPciuqeQ. (pada: 21 Juni 2013 pukul: 01.00 WIB)

10

Page 11: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

cara-cara koersive seperti ancaman militer, namun melihatnya pada peran dan

posisi China di kawasan pada masa depan.13

Kebijakan strategis Indonesia untuk merangkul The New Emerging Forces

yaitu China, jelas sekali memberikan keuntungan bagi perkembangan Indonesia

serta kawasan secara umum. Hal ini diimplementasikan dalam perjanjian tentang

kerjasama strategis saat peringatan Asia-Afrika Ke-50 di Jakarta tahun 2005 yang

lalu di Indonesia. Dengan adanya perjanjian ini maka secara tidak langsung akan

memberikan keuntungan strategis bagi Indonesia dan kawasan. Namun dilain sisi

juga akan memberikan potensi konflik di kawasan pada masa depan, mengingat di

kawasan Asia Tenggara sudah tertanam pengaruh Amerika Serikat.

Menurut Li Ping ilmuwan dari National Institute of International Strategy,

Ini merupakan deklarasi pertama yang dilakukan China untuk kerjasama strategis

bilateral antara China dengan Negara-negara Asia Tenggara, “Ini berarti

kerjasama antara China dan Indonesia sudah berjalan sangat cepat, terutama untuk

perdagangan, budaya dan social, dan keamanan serta masalah politis.14 Dengan

disepakatinya perjanjian ini pengaruh China di Asia Tenggara semakin luas, baik

itu dalam hal politis maupun perekonomian. Adanya hubungan baik di masa lalu

antara China dan Indonesia mempermudah cepatnya perkembangan hubungan

kedua negara.

Dengan meluasnya pengaruh China di Indonesia akan mempengaruhi

peningkatan peran China di kawasan kedepannya, mengingat peran sentral

Indonesia di ASEAN. Semakin berkembangnya peran dan kekuatan China di

kawasan jelas menjadi perhatian Amerika Serikat, sehingga memaksanya untuk

merubah arah politik luar negerinya lebih kearah Asia-Pasifik. Isu keamanan di

13 Rizal Sukma, Indonesia and the Emerging Sino-US Rivalry in Southeast Asia, page: 2, Diakses di https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCkQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww2.lse.ac.uk%2FIDEAS%2Fpublications%2Freports%2Fpdf%2FSR015%2FSR015-SEAsia-Sukma-.pdf&ei=rb3FUcfZD8rarAflqIGYBg&usg=AFQjCNH6Ya_h08g0bV0jJoAe--dmyltujw&sig2=g055wdlnONOmH4mrnl1yrw. (pada: 20 Juni 2013 Pukul: 12. 56 WIB)14 M.Ihsan, 2013, Analisis: Tingkat Hubungan Indonesia-China Tersus Meningkat, http://wartaekonomi.co.id/berita11355/analisis--tingkat-hubungan-indonesiachina-terus-meningkat.html (diakses pada 19 Juni 2013, pada pukul: 13.47 WIB)

11

Page 12: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

kawasan Asia-Pasifik memang saat ini menjadi perhatian utama pemerintahan

Barack Obama. Setelah menghabiskan banyak tenaga dan perhatian di Timur

Tengah dalam Perang Melawan Terorisme,15 pada masa pemerintahan George W.

Bush, Obama mulai menggeser poros strategi dan kebijakannya di kawasan Asia.

Hal itu disebabkan oleh selain karena kepentingan ekonomi melainkan juga oleh

peningkatan militer China yang mengkhawatirkan negara-negara sekutu AS di

Asia, seperti Korea Selatan, Jepang, dan juga Filipina16

Hal ini baik sekali bagi perkembangan Indonesia dan kawasan

dikarenakan dua kekuatan yaitu China dan Amerika Serikat sedang

memperebutkan pengaruh di kawasan, sehingga kedua negara tersebut mau tidak

mau akan ikut dalam usaha pengembangan kawasan. Namun menjadi medan

perebutan pengaruh dua negara adidaya juga dapat memicu ASEAN untuk

menjadi ladang konflik di masa depan. Maka dari itu sebagai negara sentral di

ASEAN, Indonesia perlu menempatkan dirinya pada posisi senetral mungkin. Hal

inilah yang kemudian mengilhami Indonesia utnuk memunculkan salah satu

kebijakan yang dipuji dan disebut oleh kalangan internasional sebagai Doktrin

Natalegawa/Dynamic Equilibrium.

Dynamic Equilibrium/Doktrin Natalegawa merupakan sebuah doktrin

yang dikemukakan oleh menteri luar negeri Indonesia di era kepemimpinan kedua

Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Marty Natalegawa. Dynamic equilibrium

sendiri oleh Marty Natalegawa diidentifikasikan sebagai sebuah doktrin yang

menekankan satu kekuatan yang dominan di kawasan. Pada dasarnya doktrin

Natalegawa ini sendiri memiliki tujuan utama untuk mengikat kekuatan-kekuatan

besar dunia terutama China dan Amerika Serikat untuk ikut menyumbangkan

kontribusinya dalam mengembangkan kawasan dan menjaga kestabilan kawasan.

Doktrin Natalegawa pada hakikatnya berpegang teguh pada upaya-upaya

persuasive dan diplomatis dalam prakteknya.17 Hal inilah yang sangat jelas

15 Dion Maulana Prasetya, 2012, Indonesia di Era Asia, Universitas Negeri Malang, page: diakses di: http://www.umm.ac.id/opini/en-file_opini_umm_14.pdf. (pada tanggal 19 Juni 2013 pada pukul, 9.41 WIB)16 Ibid.17 Ibid.

12

Page 13: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

digambarkan dalam politik luar negeri Indonesia era kepemimpinan Susilo

Bambang Yudhoyono jilid II ini, dimana cara-cara diplomatis dan integrative

menjadi prioritas utama dalam menyikapi suatu issue.

Dalam Dynamic equilibrium/ Doktrin Natalegawa ini Indonesia harus

mampu menjaga keseimbangan kekuatan dan pengaruh China dan Amerika

Serikat. Dengan kata lain Indonesia menempatkan dirinya sebagai meja runding

bagi dua kekuatan dunia yang saat ini sedang mengalami persaingan ketat dalam

memperebutkan posisi sebagai hegemon dunia. Maka dari itu Indonesia sebagai

kunci dari stabilitas ASEAN di masa depan diharapkan dapat menjaga

netralitasnya agar tidak condong ke kekuatan-kekuatan tertentu. Indonesia

diharapkan mampu menjadi jembatan penghubung kepentingan AS dengan China

di kawasan. Sehingga era-era awal ASEAN di masa perang dingin yang ditandai

dengan disintegrasi kawasan yang tinggi tidak terjadi lagi.18

Namun usaha Indonesia dalam memimpin ASEAN ke arah stabilitas

kawasan bukan tanpa tantangan serius entah itu berupa tantangan dalam negeri,

luar negeri ataupun tantangan dalam tubuh ASEAN itu sendiri. Kondisi politik

dalam negeri yang kurang stabil menjadi “Factor X” bagi negara-negara di

kawasan untuk terdorong mengikuti arah Indonesia dalam menyikapi integrasi

regionalnya. Sehingga masih timbul rasa tidak percaya dan pesimisme baik itu

dari dalam maupun luar negeri terhadap Indonesia.

Selain itu ASEAN merupakan suatu kawasan regional yang dalam

perkembangannya tidak terlepas dari factor sejarah. Dalam tubuh member-

member ASEAN sendiri masih dihinggapi oleh rasa ketidakpercayaan satu sama

lain, hal ini disebabkan bahwa hampir seluruh negaranya pernah memiliki konflik

satu sama lain. Konflik antara Indonesia dengan Malaysia menjadi contoh yang

gamblang dalam menjelaskan permasalahan ini, sudah menjadi rahasia umum

masyarakat di kawasan Asia Tenggara bahwa Indonesia pernah bersengketa

dengan Malaysia terkait kasus ganyang Malaysia yang hingga sekarang masih

18 Janggan Er Cahyo, Taufiq Hidayat, dan Taufiqurrahman, 2013, PERAN INDONESIA SEBAGAI KUNCI STABILISASI KAWASAN DALAM KONSEP INTERDEPENDENSI DI ASEAN ( Kajian Asean Community 2015) , Universitas Muhammadiyah Malang, page: 19

13

Page 14: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

berngiang di benak orang Indonesi dan Malaysia, selain itu diperparah pula oleh

kasus Pulau Sipadan dan Ligitan.

Selain kasus Indonesia-Malaysia, ASEAN dan Indonesia juga dihadapkan

pada kasus Thailand dan Kamboja terkait perebutan kawasan candi Preah Vihear.

Tidak seperti organisasi-organisasi lainnya seperti Uni Eropa, African Union, atau

Organization of American States, ASEAN tidak memiliki kerangka undang-

undang mekanis yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan antar

membernya.19 Meskipun sebenarnya ASEAN sendiri memiliki TAC (Treaty of

Amity and Cooperation yang sudah mencakup kesepakatan dan kerangka kerja

untuk membangun suatu kawasan yang aman dan damai.20 Namun

permasalahanya kesepakatan ini tidak digunakan dengan kompak oleh negara-

negara member, dimana Indonesia, Singapura, dan Malaysia lebih memilih untuk

menyelesaikan permasalahan perbatasannya menggunakan mahkamah

international sebagai jalan utama penyelesaian konfliknya.21

Selain permasalahan Internal kawasan tersebut, kestabilan kawasan

ASEAN juga dihadapkan pada masalah eksternal kawasan yaitu konflik Laut

China Selatan yang melibatkan China pada masalah tersebut. Meskipun tidak

terimbas secara langsung oleh konflik Laut China Selatan, namun secara tidak

langsung juga akan mempengaruhi perekonomian serta stabilitas politik dan

kemanan dalam dan luar negeri negara-negara kawasan Asia Tenggara termasuk

Indonesia. Maka dari itulah Indonesia harus mampu memposisikan dirinya pada

posisi senetral mungkin sembari terus mensponsori pihak-pihak yang terlibat agar

dapat menyelesaikan konflik tersebut dengan jalan diplomatis. Konflik China

selatan juga dapat menjadi penghambat bagi jalannya Doktrin Natalegawa

dikemudian hari, sehingga dapat berimbas negative terhadap politik luar negeri

Indonesia.

19 Kavi Chongkittavorn, 2011, Indonesia Expands ASEAN’s Role, East-West Center: Asia Pacific Bulletin B Edisi 111, page: 220 Ibid.21 Ibid.

14

Page 15: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

PENUTUPAN

Dari awal pembentukan ASEAN, Indonesia merupakan negara yang

memiliki peran sentral di kawasan. Setiap issue yang berkaitan dengan Indonesia

akan juga mempengaruhi negara-negara lain di kawasan. Maka dari itulah

Indonesia selalu ditempatkan sebagai leader state di kawasan ASEAN.

Perannya sebagai leader state di kawasan Asia Tenggara semakin

diperkuat oleh maneuver-manuver Indonesia dalam mengembangkan ASEAN

untuk menjadi suatu kawasan yang damai, makmur dan stabil. Selain dikenal

sebagai negara pelopor berdirinya ASEAN, Indonesia juga menjadi pelopor ide-

ide regionalisme dan integrative di tubuh ASEAN, sebut saja Bali Concor I dan

Bali Concord II. Kepemimpinan Indonesia pada tahun 2011 juga menjadi salah

satu cerita sukse Indonesia sebagai Chairman ASEAN dan Leader state diantara

negara-negara member lainnya, dimana Indonesia menelurkan Doktrin

Natalegawa yang berhasil menjadi jembatan bagi China dan AS di Asia Tenggara.

Selain itu doktrin natalegawa akan membawa dampak perkembangan yang cukup

signifikan bagi kawasan mengingat China dan AS yang saling berlomba-lomba

dalam mendapatkan pengaruh di ASEAN.

Tetapi tidak bisa dipungkiri apabila Dynamic Equilibrium/Doktrin

Natalegawa yang berusaha diterapkan oleh Indonesia sangatlah beresiko baik itu

bagi Indonesia sendiri ataupun bagi kawasan. Dikarenakan apabila Indonesia

tidak dapat mengimbangkan kekuatan dua negara adidaya tersebut di kawasan

maka akan terjadi overload hegemon power di dalam negeri dan kawasan. Maka

ketika hal tersebut terjadi, permasalahan yang akan timbul adalah peran asing di

dalam negeri yang terlalu kuat, dimana hal ini nanti akan berpengaruh dalam

politik luar negeri negara dan cepat atau lambat akan berimbas pada integrasi

kawasan. Oleh karena itulah peran Indonesia dalam menjaga stabilitas kawasan

sangatlah besar dan bergantung terhadap netralitas Indonesia, sehingga jika

Indonesia dapat merangkul China dan AS maka ASEAN akan mampu

melakukannya juga.

15

Page 16: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

Namun secara keseluruhan jika dipandang dari factor kepemimpinan di

ASEAN, Indonesia bisa ter bilang sangat sukses. Kebijakan yang mengedepankan

proses diplomatis serta cepat tanggapnya Indonesia dalam menyikapi setiap

penyelesaian isu-isu internasional oleh dunia Internasional sebagai upaya yang

terpuji dan mendapatkan tempatnya sebagai . Maka dari itu lah tidak dapat

dipungkiri apabila secara langsung ataupun tak langsung maneuver-manuver

Indonesia di ASEAN memberikan Indonesia kekuatan sebagai hegemon di

kawasan Asia Tenggara dan memberikan bargaining position lebih di dalam

sistem percaturan politik global.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

Andhik Beni Saputra, 2009, POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DIBAWAH

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Tahun 2009-2011,

http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1066/1/PLN%20RI

%20Era%20Presiden%20SBY%202009-2011.pdf

Bambang Hartadi Nugroho, Challenges for Indonesia as ASEAN chair, The

Jakarta Post, edisi:  Thu, January 06 2011:

http://www.thejakartapost.com/news/2011/01/06/challenges-indonesia-

asean-chair.html.

Dion Maulana Prasetya, 2012, Indonesia di Era Asia, Universitas Negeri Malang,

page: diakses di: http://www.umm.ac.id/opini/en-file_opini_umm_14.pdf.

Irfa Puspitasari, 2010, Indonesia’s New Foreign Policy- ‘Thousand friendszero

enemy’, New Delhi.

Janggan Er Cahyo, Taufiq Hidayat, dan Taufiqurrahman, 2013, PERAN

INDONESIA SEBAGAI KUNCI STABILISASI KAWASAN DALAM

KONSEP INTERDEPENDENSI DI ASEAN ( Kajian Asean Community

2015) , Universitas Muhammadiyah Malang.

Kavi Chongkittavorn, 2011, Indonesia Expands ASEAN’s Role, East-West

Center: Asia Pacific Bulletin B Edisi 111

Kementrian Sekertarian Negara Republik Indonesia, 2011, ASEAN di bawah

Keketuaan Indonesia Capai Tiga Hal Prioritas, http://www.setneg.go.id.

LEMHANNAS, 2012, Peran Indonesia Dalam Mewujudkan ASEAN Socio-

Cultural Community Guna Mendukung Ketahanan Nasional, Jurnal

LEMHANNAS.

M.Ihsan, 2013, Analisis: Tingkat Hubungan Indonesia-China Tersus Meningkat,

http://wartaekonomi.co.id/berita11355/analisis--tingkat-hubungan-

indonesiachina-terus-meningkat.html.

17

Page 18: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

Marieska Harya Virdhani, ASEAN Jadi Soko Guru Politik Luar Negeri Indonesia,

http://international.okezone.com/read/2013/03/22/411/780253/asean-jadi-

soko-guru-politik-luar-negeri-indonesia.

Rizal Sukma, Indonesia and the Emerging Sino-US Rivalry in Southeast Asia,

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCkQFjAA&url=htt

p%3A%2F%2Fwww2.lse.ac.uk%2FIDEAS%2Fpublications%2Freports

%2Fpdf%2FSR015%2FSR015-SEAsia-

Sukma-.pdf&ei=rb3FUcfZD8rarAflqIGYBg&usg=AFQjCNH6Ya_h08g0

bV0jJoAe--dmyltujw&sig2=g055wdlnONOmH4mrnl1yrw.

Siti Darwinda Mohamed Pero, 2011, Political Leadership in ASEAN Community

Building Compared with the EU, https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCwQFjAA&url=htt

p%3A%2F%2Fwww.uq.edu.au%2Fisaasiapacific%2Fcontent

%2Fsitimohammedpero1-

3.pdf&ei=PBHGUczqN8GHrAf30IC4Dg&usg=AFQjCNFOlRn73_h4qV

K6PNwWL8LUnrOz6A&sig2=O-XYyMlBsj-GJpVPciuqeQ.

Susan Engel, 2006, Where to Neoliberalism? The World Bank and the Post-

Washington Consensus in Indonesia and Vietnam,

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CEkQFjAD&url=htt

p%3A%2F%2Fcoombs.anu.edu.au%2FSpecialProj%2FASAA

%2Fbiennial-conference%2F2006%2FEngel-Susan-

ASAA2006.pdf&ei=2DTFUayXMNDHrQeftoFg&usg=AFQjCNFDRFy1

vmmWNln-jQTyPSYuFI2XHw&sig2=00J5fnojjlvZtzWUJuOFaQ.

CATATAN

18

Page 19: Integrasi Regional Sebagai Upaya Indonesia Dalam Membangun Hegemony Di Kawasan Dan Perpolitikan Global

19