strategi mesir dalam mencapai hydro-hegemony di …

120
STRATEGI MESIR DALAM MENCAPAI HYDRO-HEGEMONY DI ALIRAN SUNGAI NIL TAHUN 2011-2015 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Disusun Oleh: ANNISA ELDINA LARASATI NIM. 135120407111014 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

Upload: others

Post on 23-Feb-2022

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STRATEGI MESIR DALAM MENCAPAI HYDRO-HEGEMONY DI ALIRAN

SUNGAI NIL TAHUN 2011-2015

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi

Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh:

ANNISA ELDINA LARASATI

NIM. 135120407111014

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

i

ii

iii

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi

Mesir dalam Mencapai Hydro-hegemony di Aliran Sungai Nil tahun 2011-2015”

dengan tepat waktu dan tanpa hambatan yang berarti. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi persyaratan penyelesaian pendidikan S1 di Program Studi Hubungan

Internasional FISIP Universitas Brawijaya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu dalam kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas rahmat, hidayah serta lindungan-Nya yang senantiasa

diberikan kepada penulis, kapanpun dan dimanapun.

2. Kedua orang tua, adik dan seluruh keluarga penulis yang telah memberikan

bantuan dalam segala hal, yang tidak pernah lelah untuk mengingatkan

penulis untuk tetap bersemangat dan memberikan kasih sayang tanpa batas.

3. Ibu Ni Komang Desy Setiawati Arya Pinatih, S.IP., M.Si sebagai dosen

pembimbing pertama penulis yang selalu memberikan masukan serta nasihat

yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam proses penyusunan skripsi ini dan

selalu memberikan semangat untuk terus melanjutkan skripsi ini hingga

selesai. Terima kasih banyak, bu.

v

4. Ibu Mely Noviryani, S.Sos., MA sebagai pembimbing kedua penulis yang

telah memberikan saran dan masukan yang sangat membantu untuk

menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Yustika Citra Mahendra, S.Sos.,MA dan Ibu Lia Nihlah Najwah,

S.IP.,M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Majelis Penguji dari ujian akhir

penulis yang telah memberikan kritik dan saran serta masukan selama proses

ujian kompre.

6. Mas Dadang yang telah memberikan kelancaran bagi penulis dalam mengurus

segala berkas perlengkapan untuk keberlangsungan skripsi. Semoga selalu

sehat ya, mas dadang.

7. Sahabat penulis dari awal penulis memasuki dunia perkuliahan yang selalu

memberikan semangat dan tawa; Elyna Maulidiyah yang selama proses selalu

memberikan semangat dan juga tips-tips mulai dari yang berhubungan tentang

skripsi sampai di luar skripsi, makasih ya Bu Nyai; Witra Tiara Dhiya yang

selama proses selalu memberikan semangat dan mengeluarkan kata-kata

“kamu pasti bisa, mbak” ketika penulis mulai mengeluh, makasih ya, nung;

Zahwa Irsalina yang selalu ada ketika penulis tidak mengerti maksud dari

tulisan-tulisan yang ada di jurnal dan memberikan penjelasan secara jelas

hingga penulis mengerti, makasih ya, ja. Untuk Aisyah, Irza dan Septy,

terimakasih karena selalu ada selama proses skripsi penulis dan terus

semangat buat kalian bertiga, selesaikan skripsinya, tinggal sedikit lagi

vi

8. Teman-teman satu bimbingan, Monika, team Januari (Agung, Dirga, Julio,

Mamang), Bella dan Odys terima kasih buat semangat dan dukungannya

selama proses bimbingan hingga selesai. Sukses buat kita semua!! Bella dan

Odys, tetap semangat ya.

9. Inez Khotamul Husna dan Anastasia Karina, terima kasih atas semangat dan

dukungannya terhadap penulis selama proses skripsi. Inez, semangat ya,

sedikit lagi. Karin, semoga lancar semuanya di negeri orang.

10. Alfatu Rosyida yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis dari waktu magang sama-sama hingga dalam proses penyelesaian

skripsi ini. Terima kasih ya, ulpah.

11. Para mama-mama muda, Erda, Wulan, Chissi, Zahro, Anna, dan Bos Nina,

terima kasih atas doa, semangat dan dukungannya terhadap penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak ya, mak.

12. Seluruh angkatan HI UB 2013, terima kasih banyak untuk semuanya selama

proses dari awal masuk kuliah hingga saat ini. Sukses semuanya!!

Malang, 23 Februari 2018

Penulis

vii

ABSTRAK

Strategi Mesir dalam Mencapai Hydro-hegemony di Aliran Sungai Nil

Tahun 2011-2015

Hydro-hegemony adalah hegemoni yang terjadi pada level sumber daya air

terutama sungai. Pada tahun 2011, Ethiopia mengumumkan akan

membangun sebuah bendungan yang bernama Grand Ethiopian

Renaissance Dam. Hal ini menimbulkan reaksi protes dari Mesir dan Sudan

karena khawatir bahwa aliran Sungai Nil menuju Mesir dan Sudan akan

berkurang. Mesir sendiri telah sejak lama berusaha untuk mengontrol aliran

air Sungai Nil setelah adanya Perjanjian 1959 namun selalu mengalami

kegagalan. Penelitian ini akan melihat bagaimana strategi Mesir dalam

mencapai hydro-hegemony di aliran Sungai Nil tahun 2011-2015 dengan

dianalisis menggunakan hydro-hegemony theory milik Mark Zeitoun dan

Jeroen Warner. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana

menjelaskan mengenai variabel yang terdapat dalam hydro-hegemony

theory yaitu source of power, strategi hydro-hegemon, intensitas konflik

dan outcomes of hydro-hegemon strategies. Dari penelitian ini ditemukan

bahwa strategi yang dilakukan oleh Mesir adalah coercive, utilitarian,

normative dan hegemonic compliance-producing mechanisms dengan

outcomes of hydro-hegemony strategies berupa shared control dimana

negara-negara riparian memiliki kesepakatan untuk bekerjasama dalam

proses alokasi air di Sungai Nil.

Kata kunci: Hydro-hegemony, Grand Ethiopian Renaissance Dam, Sungai

Nil, Mesir, Ethiopia

viii

ABSTRACT

Strategy of Egypt to Attain Hydro-hegemony at Nile River Basin

2011-2015

Hydro-hegemony is hegemony active at the basin scale. At the beginning of

2011, Ethiopia announced its intention to build the dam named Grand

Ethiopian Renaissance Dam (GERD). Egypt and Sudan reacted

immediately after the Ethiopian announcement was made. Egypt and Sudan

declaring their strong opposition to the GERD because it will decrease

considerably the amount of Nile waters. Egypt was already attempt to

control the flow of Nile Waters after 1959 Agreement but it always failed.

This research will explain how strategy of Egypt to attain hydro-hegemony

at Nile River Basin 2011-2015. To analyze it, this research used Mark

Zeitoun and Jeroen Warner’s hydro-hegemony theory. This research is

descriptive research which explain hydro-hegemony theory’s variable i.e

source of power, hydro-hegemon strategies,intensity of conflict and

outcomes of hydro-hegemon strategies. As a result from the analysis, Egypt

used strategy to attain hydro-hegemony with coercive, utilitarian,

normative and hegemonic compliance-producing mechanisms. For the

outcomes of hydro-hegemony strategies is shared control which is riparian

states have an agreement to alocate the amount of Nile Water

Keywords: hydro-hegemony, Grand Ethiopian Renaissance Dam, Nile

River Basin, Egypt, Ethiopia

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

DAFTAR TABEL........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… .. 9

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 10

1.4.1 Manfaat Akademis ............................................................................ 10

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 10

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................ 11

2.1 Studi Terdahulu .......................................................................................... 12

2.2 Kajian Teoritik ........................................................................................... 18

2.2.1 Definisi Konseptual ........................................................................... 18

2.2.1.1 Source of Power………………………………………………….. 21

2.2.1.2 Hydro-Hegemony Strategies ....................................................... . 22

2.2.1.3 Outcomes of Hydro-hegemony .................................................... 27

2.2.1.4 Intensity of Conflict ..................................................................... 27

2.3 Operasionalisasi Teori ................................................................................ 33

2.3.1 Source of Power ................................................................................ 33

2.3.2 Hydro-hegemony strategies .............................................................. 34

2.3.3 Intensity of Conflict ........................................................................... 37

x

2.3.4 Outcomes of hydro-hegemony strategy ............................................. 37

2.4 Alur Pemikiran ........................................................................................... 42

2.5 Argumen Utama ......................................................................................... 43

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 44

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 44

3.2 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 44

3.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 45

3.4 Teknik Analisa Data ................................................................................... 45

3.5 Sistematika Penulisan................................................................................. 45

BAB IV KEPENTINGAN NASIONAL MESIR DI SUNGAI NIL ........... 47

4.1 Arti Strategis Sungai Nil ............................................................................ 47

4.2 Nile Basin Initiative dan Cooperative Framework Agreement .................. 57

BAB V STRATEGI MESIR DALAM MENCAPAI HYDRO-HEGEMONY

DI ALIRAN SUNGAI NIL ............................................................................ 67

5.1 Source of Power yang Dimiliki oleh Mesir................................................ 68

5.2 Strategi Mesir untuk Mencapai Hydro-hegemony ..................................... 72

5.2.1 Coercive compliance-producing mechanisms................................... 74

5.2.2 Utilitarian compliance-producing mechanisms ................................ 80

5.2.3 Normative compliance-producing mechanisms ................................ 87

5.2.4 Hegemonic compliance-producing mechanisms ............................... 90

5.3 Intensitas Konflik antara Mesir dan Ethiopia............................................. 94

5.4 Outcomes of hydro-hegemon strategies ..................................................... 96

BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 97

6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 97

6.2 Saran ........................................................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 102

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Nile River Basin ........................................................................ 3

Gambar 1.2 Jumlah Populasi Negara-Negara Riparian di Sungai Nil.......... 8

Gambar 2.1 Continuum of Forms of Interaction over Transboundary

Water Resources....................................................................... 20

Gambar 2.2 Intensity of Conflict dalam Hydro-hegemony Theory ............... 32

Gambar 4.1 Nile River Basin ........................................................................ 49

Gambar 4.2 Jumlah Populasi Negara-Negara Riparian di Tepi Sungai Nil . 51

Gambar 4.3 Persentase Jumlah Populasi terhadap Akses Arus Listrik

di Negara Riparian Sungai Nil .................................................. 53

Gambar 4.4 Jumlah Konsumsi Electricity (KWh/c) Negara-Negara Riparian

di Sungai Nil .............................................................................. 53

Gambar 4.5 Struktur Nile Initiative Basin..................................................... 58

Gambar 4.6 Institusi Pusat NBI .................................................................... 59

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Water Event Intensity Scale .......................................................... 28

Tabel 2.2 Indikator Level Konflik ................................................................ 28

Tabel 2.3 Operasionalisasi Teori Hydro-Hegemon ....................................... 38

Tabel 4.1 Luas Lahan Pertanian di Negara Riparian Sungai Nil .................. 55

Tabel 4.2 Evolusi Cooperative Framework Agreement (CFA) .................... 64

Tabel 5.1 Military Strength yang dimiliki oleh Mesir .................................. 69

Tabel 5.2 Pertemuan dan Tugas yang Telah Diselesaikan oleh IPoE ........... 82

Tabel 5.3 Pertemuan Tripartite Ministerial Level oleh Mesir, Ethiopia dan

Sudan mengenai Pembangunan GERD ........................................ 86

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sungai adalah sumber kehidupan bagi sistem ekologi di seluruh

dunia. Sungai memiliki peran penting dalam membentuk landscape dan

menopang sebuah kehidupan ekosistem. Seluruh kehidupan membutuhkan

air dan adanya sebuah sumber air dapat memberikan kehidupan, baik itu

sumber air yang berasal dari sungai, danau dan lahan yang subur. Sungai

juga selalu menjadi sumber kehidupan bagi kegiatan ekonomi. Hampir

seluruh pemukiman penduduk berusaha dekat dengan sumber air, karena

peran air yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sungai

menyediakan air untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, kegiatan

pertanian, energi, industri dan pembangunan dalam kehidupan manusia,

contohnya Sungai Mekong, Sungai Indus, Sungai Eufrat dan Sungai Nil.1

Ketika sungai memiliki peran untuk menopang kehidupan dan

sistem ekologi yang ada, maka harus terdapat sistem yang mengatur aliran

sungai dengan membuat aturan mengenai kualitas dan kuantitas air.2

Pengaturan aliran air sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan

tujuan yang ingin dilakukan oleh negara di seluruh dunia. Demi mencapai

tujuan ini, sejumlah peraturan mulai dibentuk dan ditegakkan untuk

memastikan regulasi dalam pengalokasian aliran air. Manajemen aliran

sungai merupakan hal yang sangat rumit karena aliran air sungai melewati

1 Claudia. W. Sadoff and David.G, “Beyond the River: The Benefits of Cooperation on International Rivers”.

Water Policy vol 4, 2002, hlm 391 2 Ibid., hlm 391

2

batas-batas wilayah sebuah negara, sehingga negara-negara yang dilewati

harus saling membagi aliran tersebut.3

Terdapat 260 sungai yang melintasi atau membentuk batas-batas

wilayah internasional.4 Jumlah populasi yang semakin meningkat

berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap sebuah sumber daya

seperti sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan hidup, contohnya

adalah kebutuhan air yang terdapat di Timur Tengah. Adanya suplai air

bersih di kawasan Timur Tengah saat ini menjadi hal yang sangat penting.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan populasi yang

meningkat, food security, keamanan energi, dan pertumbuhan ekonomi.5

Dalam wilayah Timur Tengah, terdapat empat aliran sungai besar yang

menjadi kebutuhan bagi negara-negara di dalamnya seperti Sungai Jordan,

Sungai Nil, Sungai Eufrat dan Sungai Tigris.

Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia dengan panjang 6.695

km, dimana memiliki area sebesar 3,2 juta km², yang mewakili 10% dari

wilayah Benua Afrika dan menjadi sumber utama bagi 20% populasi di

Afrika. Sungai ini memiliki dua anak sungai utama yaitu White Nile,

berasal dari Dataran Tinggi Equatorial Afrika Timur dimana arus utamanya

mengalir ke Danau Victoria yang memiliki luas permukaan sebesar 66.700

km² dan menjadikannya sebagai danau air tawar terbesar kedua setelah

Danau Superior di Amerika Utara; Blue Nile, dimana sumbernya berasal

dari Dataran Tinggi Ethiopia. Anak sungai Nil lainnya yang juga penting

3 Ibid., hlm 390 4 Ibid., hlm 390 5 Nadhir Al-Ansari, “Hydro-Politics of the Tigris and Euphrates Basins”. Engineering vol 8, 2016, hlm 141

3

adalah Tekeze-At-bara dan Baro-Akobbo-Sobat dimana kedua anak sungai

ini berasal dari Dataran Tinggi Ethiopia.6 Wilayah Sungai Nil digunakan

oleh sebelas negara untuk memenuhi kebutuhan negaranya seperti Mesir,

Sudan, Sudan Selatan, Eritrea, Ethiopia, Kenya, DR Kongo, Burundi,

Rwanda, Uganda, dan Tanzania.7

Gambar 1.1 Nile River Basin8

Sungai Nil merupakan sumber air yang dibutuhkan oleh ± 250 juta

penduduk dari negara-negara yang berada dekat dengan wilayah aliran

6 Nile Basin Initiative. Nile Basin Water Resources Atlas (Kampala: New Vision Printing and Publishing

Company Ltd, 2016) hlm 17 7 Jack, Di Nunzio, “Conflict on the Nile: The Future of transboundary water disputes over the world’s longest

river”. Strategic Analysis Paper,2013, hlm 2 8 Nile Basin Initiative, 2000

4

sungai ini untuk memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan terhadap

makanan dan water security. Semakin meningkatnya populasi di wilayah

Afrika pada setiap tahun, semakin meningkat pula kebutuhan baik dalam

bidang industri, pertanian, dan kebutuhan domestik lainnya.9 Hal ini

membuat negara-negara di sekitar wilayah Sungai Nil berusaha untuk

mengakses dan menguasai aliran Sungai Nil.

Keadaan Mesir dengan curah hujan yang cukup rendah jika

dibandingkan dengan negara upstream membuat Mesir sangat bergantung

kepada Sungai Nil sebesar 97% dalam pemenuhan kebutuhan air. Dengan

adanya populasi yang semakin meningkat dan adanya proses distribusi dari

Sungai Nil ke negara riparian lain, membuat Mesir dapat menghadapi

water scarcity.10

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa

Mesir dapat mengalami kekosongan air pada tahun 2025.11

Faktor

kekurangan air dan jumlah lahan subur yang sedikit membuat Mesir

mengimpor bahan makanan untuk dapat memenuhi kebutuhan

penduduknya, dimana jumlah populasi penduduk Mesir juga semakin

meningkat. Ketergantungan Mesir terhadap kegiatan impor produk

makanan dapat membuat persediaan menjadi berkurang dan harga makanan

menjadi meningkat. Untuk mengurangi resiko ini, Mesir melakukan

9 Jack, Di Nunzio, Loc.cit., hlm 2 10Jack, Di Nunzio, “Conflict on the Nile: The Future of transboundary water disputes over the world’s

longest river”, Strategic Analysis Paper,2013 hlm 4 11

Ibid,. hlm 4

5

pengolahan tanah di wilayah gurun yang membutuhkan air dengan jumlah

yang banyak.12

Mesir adalah salah satu negara di wilayah Sungai Nil yang

berusaha untuk mengakses dan mengontrol aliran Sungai Nil. Awal mula

usaha Mesir untuk mengakses dan mengontrol aliran Sungai Nil dimulai

pada tahun 1929. The 1929 Agreement merupakan perjanjian yang dibuat

antara Mesir dan Pemerintah Inggris yang mewakili Sudan dan negara

jajahannya di Sungai Nil yaitu Uganda, Kenya dan Tanzania.13

Agreement

ini membahas secara spesifik mengenai pembagian alokasi air di Sungai

Nil.14

Selain itu, negara-negara East African tidak diperbolehkan untuk

menjalankan proyek pembangunan bendungan di wilayah anak sungai dan

Sungai Nil jika tidak melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Mesir

dan Sudan.

Pada tahun 1959, perjanjian mengenai water sharing sebelumnya

yaitu The 1929 Agreement diganti oleh 1959 Agreement for the Full

Utilisation of the Nile Waters. Pasca kemerdekaan Sudan pada tahun 1956,

Mesir berencana untuk membangun bendungan yaitu High Aswan Dam dan

merasa perlu untuk melakukan negosiasi kembali membahas alokasi

pembagian air dengan Sudan. Jumlah alokasi air yang disepakati oleh

kedua negara dalam perjanjian ini adalah 55,5 Bm³/year untuk Mesir dan

18,5 Bm³/year untuk Sudan. The 1959 Agreement memperkuat klaim

12 Ibid, hlm 4 13 Ana Elisa, Cascao. “Changing Power Relations in the Nile River Basin: Unilateralism vs Cooperation?”.

Water Alternatives vol. 2, 2009, hlm 245 14 Ibid., hlm 245

6

negara-negara downstream terhadap “natural and historic rights” di

Sungai Nil dan menjadi “redline” bagi Mesir dan Sudan untuk proses

negosiasi yang akan datang. Dalam agreement ini, negara-negara upstream

seperti Ethiopia, Uganda, Kenya, Tanzania tidak ikut dilibatkan sehingga

menimbulkan protes dari negara-negara tersebut dan mereka meminta

untuk mengganti 1959 Agreement dengan agreement yang berdasarkan

pada pembagian alokasi air secara adil.15

Secara historis, Mesir tidak hanya bergantung kepada aspek hukum

saat berusaha untuk menguasai Sungai Nil, namun juga membuat kebijakan

luar negeri dengan strategi untuk melakukan destabilisasi, yaitu mendukung

pemberontakan yang terdapat di negara rival. Salah satunya adalah

pemberontakan yang terjadi di Ethiopia. Selama beberapa dekade, Mesir

tidak begitu mempertimbangkan untuk melakukan tindakan militer secara

langsung kepada Ethiopia, namun bergantung kepada dukungan secara

tactical yang diberikan kepada para pemberontak. Selain itu, Mesir juga

memberikan dukungan kepada para pemberontak di Somalia yang

menentang Ethiopia dan sekutunya.16

Mesir juga memblok bantuan dana

African Development Bank (ADB) kepada Ethiopia untuk membangun

bendungan dikarenakan kondisi Ethiopia sebagai negara yang paling miskin

dan kekurangan bahan pangan, sehingga Ethiopia membutuhkan bendungan

untuk mengembangakan tanah subur di wilayahnya. Hal ini dilakukan oleh

15 Ibid., hlm 245 16

Goitom, Gebreluel. “Ethiopia’s Grand Renaissance Dam: Eding Africa’s Oldest Geopolitical Rivalry?”.

The Washington Quarterly vol 37 No. 2, 2014, hlm 28

7

Mesir karena Mesir khawatir jumlah aliran air di Sungai Nil akan

berkurang.17

Adanya Perjanjian 1959 yang terus dibawa oleh Mesir untuk

mengontrol Sungai Nil membuat negara riparian lainnya menentang dan

mengatakan bahwa mereka tidak menjadi bagian dari perjanjian tersebut

dan tidak pernah menyetujui. Sebagai riparian, mereka beranggapan bahwa

klaim yang dilakukan Mesir dan Sudan terhadap aliran air Sungai Nil

merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak negara riparian lainnya dalam

penggunaan Sungai Nil secara adil dan proporsional di bawah hukum

internasional, mengingat bahwa seluruh aliran Sungai Nil berasal dari

wilayah negara riparian lainnya. Dari kejadian tersebut, negara-negara

riparian mulai mencari cara untuk dapat bekerja sama. Dari usaha yang

dilakukan, World Bank dan United Nations Development Programme

(UNDP), bersama dengan pendonor lainnya, mulai memfasilitasi

pembentukan institusi formal untuk kerjasama antara negara riparian

Sungai Nil. Institusi ini bernama Nile Basin Intiative (NBI).18

Di dalam

forum NBI ini, negara-negara riparian akan bertukar pikiran mengenai

penggunaan dan akses terhadap Sungai Nil dan akan membentuk sebuah

perjanjian yang bernama Cooperative Framework Agreement (CFA) pada

tahun 2010. Mesir dan Sudan tidak menyetujui adanya perjanjian ini

dikarenakan tidak melindungi “national and historic right” yang mereka

17 M. El Fadel, dkk. “The Nile River Basin: A Case Study in Surface Water Conflict Resolution”. Journal Natural Resource Life Science Education vol. 32, hlm 111 18 Salman, M.A Salman, “The Nile Basin Cooperative Framework Agreement: a peacefully unfolding African

Spring”, Water International vol 38 No. 1, 2012, hlm 19

8

miliki dari Perjanjian 1959. Namun, Mesir dan Sudan gagal untuk

mempengaruhi negara-negara riparian agar tidak menandatangani

perjanjian ini karena sebagian besar negara-negara upstream menyetujui

dan menandatangani perjanjian ini untuk alokasi sumber daya air Sungai

Nil secara adil dan merata.

Seiring bertambahnya jumlah populasi di negara riparian Sungai

Nil, semakin besar pula kebutuhan akan sumber daya air. Pada tahun 2012,

jumlah populasi di sekitar wilayah Sungai Nil semakin meningkat dengan

jumlah populasi tertinggi dimiliki oleh Ethiopia sebanyak 99,4 % dan pada

urutan kedua yaitu Mesir dengan 91,5%. Hal ini menandakan bahwa jumlah

kebutuhan terhadap sumber daya air yang dibutuhkan oleh kedua negara

tersebut akan lebih besar jika dibandingkan dengan negara-negara riparian

lainnya.

Gambar 1.2 Jumlah Populasi Negara-Negara Riparian di Sungai Nil19

19 Nile Basin Initiative. Loc.cit., hlm 17

9

Pertumbuhan penduduk di beberapa negara upstream diiringi

dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat. Hal ini mendorong adanya

pembangunan infrastruktur seperti bendungan, irigation networks dan

pipelines. Salah satu contohnya adalah Ethiopia yang mulai membangun

dam pada April 2011 yang bernama Grand Ethiopian Renaissance Dam

(GERD).20

GERD dibangun di Benishangul-Gumuz, Ethiopia, di atas

Sungai Blue Nile yang terletak 40 km dari wilayah timur Sudan. Proyek ini

dimiliki oleh Ethiopian Electric Power Corporation (EEPCO).

Usaha yang terus dilakukan oleh Mesir untuk dapat mengontrol

aliran air Sungai Nil dari beberapa dekade yang lalu hingga saat ini, belum

mencapai hasil yang maksimal bagi Mesir dikarenakan adanya

pertumbuhan ekonomi yang meningkat terjadi di wilayah negara negara

upstream dan pertumbuhan ini diikuti oleh pembangunan bendugan untuk

memenuhi kebutuhan sumber daya air salah satunya adalah Ethiopia. Oleh

sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana strategi Mesir dalam

mencapai hydro-hegemony di aliran sungai Nil tahun 2011-2015.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah bagaimana strategi Mesir dalam mencapai hydro-

hegemony di aliran sungai Nil tahun 2011-2015?

20 Water-Technology. “Grand Ethiopian Renaissance Dam Project, Benishangul-Gumuz, Ethiopia”, diakses

dari http://www.water-technology.net/projects/grand-ethiopian-renaissance-dam-africa/ pada tanggal 18 April

2017 pukul 15.45

10

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana

strategi Mesir dalam mencapai hydro-hegemony di aliran sungai Nil tahun

2011-2015.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Akademis

1. Diharapkan dapat memberikan manfaat dalam studi hubungan

internasional mengenai hydropolitics yang melibatkan beberapa negara

serta pengetahuan tentang penggunaan teori hydro-hegemon sebagai

kerangka analisis.

2. Sebagai referensi yang dapat digunakan untuk mendorong penelitian

berikutnya mengenai studi hydropolitics.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh sebuah kebijakan

dalam transboundary water terhadap dinamika konflik dan kerjasama

antara negara-negara riparian di Sungai Nil

2. Memberikan kemampuan penulis dan pembaca dalam membuat

penelitian yang sistematis

11

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam bab ini, penulis akan memaparkan mengenai studi terdahulu, kajian

teoritik yang penulis gunakan, operasionalisasi teori, kerangka pemikiran dan

argumen utama. Pada sub bab pertama yaitu studi terdahulu, penulis gunakan

untuk melihat posisi penulis dalam penelitian ini dan membandingkan dengan

penelitian sebelumnya. Dalam sub bab ini, penulis menggunakan dua studi

terdahulu yaitu yang memiliki kesamaan teori dan memiliki kesamaan isu. Pada

sub kedua yaitu kajian teoritik, penulis menjelaskan teori yang penulis gunakan

untuk menjelaskan fenomena yang penulis teliti. Teori yang penulis gunakan

adalah hydro-hegemony milik Mark Zeitoun dan Jeroen Warner yang kemudian

diturunkan dalam beberapa variabel seperti strategi, power, intensitas konflik dan

outcomes of hydro-hegemony. Pada sub bab ini penulis juga memaparkan

indikator dan parameter yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini.

Pada sub bab ketiga yaitu operasionalisasi teori, dimana variabel dan

indikator yang penulis gunakan akan dioperasionalisasikan ke dalam fenomena

yang diteliti oleh penulis. Sub bab keempat yaitu kerangka pemikiran, dimana

penulis akan membuat alur pemikiran penelitian penulis agar memudahkan

penulis dan pembaca untuk memahami alur penelitian. Sub bab kelima yaitu

argumen utama yang merupakan dugaan sementara penulis dalam penelitian ini.

12

2.1 Studi Terdahulu

Studi terdahulu pertama yang penulis gunakan adalah tesis dengan judul

Power Asymmetry in the Mekong River Basin: The Impact of Hydro-

Hegemony on Sharing Transboundary Water yang ditulis oleh Marlen Rein.1

Tesis ini membahas mengenai alokasi air Sungai Mekong dan bertujuan untuk

mencari tahu bagaimana hydro-hegemony mempengaruhi water sharing di

Sungai Mekong. Dengan menggunakan teori hydro-hegemon milik Zeitoun,

Marlen melihat power relation antara enam negara riparian yaitu Kamboja,

China, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam, dimana negara yang menjadi

hydro-hegemon dan non-hegemonic di aliran sungai ditentukan oleh empat

tipe power, yaitu geographical, material, bargaining,dan ideational power.

Secara geographical power, China merupakan negara upstream yang

memiliki lokasi paling strategis dengan Sungai Mekong. Myanmar juga sering

dianggap menjadi bagian dari negara Upper Mekong River Basin meskipun

terkadang Myanmar juga dianggap sebagai Lower Mekong Basin. Namun

demikian, China dan Myanmar dapat dikatakan memiliki power dalam

konteks geografis terutama China sebagai negara upstream yang dianggap

sebagai negara riparian dengan posisi strategis. Selain itu, Myanmar belum

tertarik untuk melakukan kegiatan manajemen sungai dengan alasan Sungai

Mekong sebagai sungai perbatasan di Myanmar yang hanya terdiri dari daerah

yang sempit dan tidak dapat diakses. Hal ini dapat menjadi weakening factors

bagi Myanmar dalam hal geographical power jika dibandingkan dengan

1 Marlen Rein, Thesis: “Power Asymmetry in the Mekong River Basin: The Impact of Hydro-Hegemony on

Sharing Transboundary Water”(Vienna: Universitait Wien, 2014)

13

China, namun karena posisinya yang berada di upstream, Myanmar masih

memiliki keuntungan jika dibandingkan dengan negara downstream lainnya.

Akhir-akhir ini Myanmar mulai menunjukkan keinginannya untuk mengakses

Sungai Mekong dengan adanya rencana untuk membangun beberapa proyek

hydropower.2 Selain kedua negara tersebut, Sungai Mekong juga melewati

negara Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Meskipun Laos seharusnya

memiliki posisi yang lebih baik dari Thailand jika dilihat dari lokasi geografis,

tingkat kerentanan yang dimiliki Laos cukup tinggi sehingga mengurangi

geographical power yang dimiliki. Kamboja dan Vietnam memiliki posisi

yang paling lemah dalam geographical power. Meskipun Kamboja memiliki

catchment area yang cukup besar dalam wilayahnya dan jumlah populasi yang

banyak dibandingkan Vietnam, namun kedua negara ini merupakan negara

riparian yang sangat bergantung dengan aktivitas yang dilakukan oleh negara

upstream dan memiliki skor terendah dalam geographical power. 3

Dalam material power yang diukur dalam enam kategori yaitu economic

power, kekuatan militer, human capital, size, sumber daya air dan dukungan

internasional hasilnya didominasi oleh China. Namun, meskipun China tidak

memiliki posisi yang cukup kuat dalam beberapa kategori seperti water

resources, dukungan internasional dan human capital, jarak yang dihasilkan

antara China dan negara riparian lainnya tidak sebesar yang diprediksi. Laos

menempati posisi kedua dimana walaupun Laos memiliki hasil yang rendah

dalam kekuatan militer dan human capital, Laos memiliki posisi yang kuat

2 Ibid., hlm 41 3 Ibid., hlm 44

14

dalam wilayah sumber daya air dan dukungan internasional. Thailand,

Myanmar dan Kamboja memiliki posisi yang sama yaitu berada di tengah dan

Kamboja memiliki posisi paling lemah dalam material power. 4

Posisi terkuat dalam bargaining power dimiliki oleh China. Meskipun

China bukan merupakan anggota dari Mekong River Commision, China masih

ikut dalam Komisi ini sebagai partner dialog dan sering menggunakan

bargaining power yang dimiliki. Bagaimanapun, yang lebih penting adalah

China memiliki beberapa proyek di Sungai Mekong yang sedang berjalan,

dimana ini membuktikan adanya kemampuan yang kuat dalam proses

bargaining. China juga menolak untuk melakukan negosiasi dikarenakan

sering melaksanakan proyek di Sungai Mekong secara unilateral. Sebagai

investor terbesar bagi negara riparian lain seperti Laos, Myanmar dan

Kamboja, China memiliki otoritas tertentu terhadap negara-negara tersebut

terutama di Myanmar dan Kamboja yang memiliki investor asing lebih sedikit

jika dibandingkan dengan Laos. Thailand, Laos, Vietnam berada di posisi

yang sama dalam bargaining power. Alasan utama Vietnam berada di posisi

yang bagus adalah Vietnam juga menjadi investor bagi negara riparian

lainnya dan penggunaan teknik bargaining yang dilakukan pada saat adanya

pertemuan. Kekuatan yang dimiliki Laos terletak pada proyek hydropower

yang dimiliki dan penggunaan beberapa metode bargaining. Thailand juga

merupakan menjadi investor bagi negara riparian lainnya dan adanya rencana

pembangunan hydropower. Myanmar dan Kamboja merupakan negara yang

4 Ibid., hlm 57

15

paling lemah dalam bargaining power. Kelemahan yang dimiliki oleh

Myanmar adalah tidak adanya investor sebesar China, Thailand atau Vietnam

yang melakukan investasi asing dan tidak memiliki proyek pembangunan

hydropower, sedangkan bagi Kamboja sangat bergantung dengan investasi

asing terutama yang berasal dari China.5

Dalam ideational power, China dan Laos memiliki posisi yang kuat.

Meskipun mereka tidak cukup kuat dalam content analysis, keunggulan

mereka dalam data sharing memberikan mereka keuntungan yang cukup besar

jika dibandingkan dengan negara riparian lainnya yang menyembunyikan atau

memberi informasi yang ambigu. Kemudian posisi kedua dimiliki oleh

Thailand, diikuti oleh Kamboja, Vietnam dan Myanmar. 6

Tulisan ini memiliki persamaan dengan penulis dimana tulisan ini

membahas bagaimana enam negara riparian yaitu China, Thailand, Laos,

Kamboja, Myanmar dan Vietnam berusaha untuk mengakses aliran air Sungai

Mekong dengan power yang dimiliki. Perbedaan dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis adalah Marlen membandingkan power dari enam

negara riparian yang terletak di wilayah Sungai Mekong untuk melihat negara

hydro-hegemon dan non-hegemonic, sedangkan penulis melihat bagaimana

Mesir dapat mencapai hydro-hegemony dengan adanya pembangunan GERD

Dam yang dilakukan oleh Ethiopia.

Untuk studi terdahulu kedua, penulis menggunakan tesis yang berjudul

Water Urbanism in Transboundary Regions: The Nile Basin and the Grand

5 Ibid., hlm 66 6 Ibid., hlm 80

16

Ethiopian Renaissance Dam yang ditulis oleh Irina Grcheva.7 Pada tesis ini,

Irina Grchva menjelaskan mengenai proyek pembangunan GERD Dam yang

akan dibangun di Sungai Blue Nile dan diprediksi akan memiliki dampak

secara socio-ecological dan ekonomi pada host country, Ethiopia dan negara-

negara downstream seperti Sudan dan Mesir.

Irina melihat Sungai Nil dan proyek pembangunan GERD dam melalui

sejarah water urbanism di Sungai Nil mulai abad 19 hingga saat ini dan

pembangunan proyek GERD dam dari tahun 2010 hingga saat ini. Hal ini

membantu Irina untuk menemukan 3 masalah yang mungkin akan muncul

sebagai dampak adanya pembangunan GERD dam yaitu dampak yang terjadi

pada level lokal, adanya resettlement terhadap 20.000 penduduk Ethiopia yang

berasal dari wilayah Benishangul-Gumuz yang menjadi tempat pembangunan

GERD dam ke lingkungan yang baru. Masalah utama dengan program

resettlement saat ini adalah kurangnya partisipasi dari komunitas-komunitas

dalam proses decision-making mengenai resettlement dan lokasi yang akan

menjadi tempat tinggal baru bagi penduduk Ethiopia sangat berbeda

lingkungannya dengan tempat tinggal sebelumnya.

Dalam level nasional, melihat peran GERD dam sebagai strategi

nasional untuk pembangunan regional dan ekonomi Ethiopia maka dibutuhkan

rencana yang tepat untuk pembangunan dalam sektor energi dan pertanian.

Dalam level internasional, dampak yang dapat dirasakan oleh Mesir dan

Sudan dengan pembangunan GERD dam adalah pada sektor pertanian. Untuk

7 Irina, Grcheva, Thesis:” WaterUrbanism in Transboundary Regions: The Nile Basin and the Grand

Ethiopian Renaissance Dam” (Belgium:KU Leuven, 2015)

17

mengurangi dampak yang kemungkinan dapat terjadi, maka Ethiopia, Sudan

dan Mesir sebaiknya membangun komunikasi yang terbuka dan transparan,

saling memberikan informasi mengenai GERD dam, membangun strategi

bersama dalam proses pengoperasian GERD dam, dan melakukan penelitian

mengenai kemungkinan terjadinya erosi serta dampak bagi sektor pertanian

Mesir dan Sudan8.

Studi terdahulu yang kedua memiliki persamaan dengan penulis dimana

jurnal ini membantu penulis untuk melihat ancaman yang dapat ditimbulkan

oleh GERD dam. Perbedaan terletak pada tesis yang ditulis oleh Irina Grcheva

melihat ancaman yang dapat ditimbulkan oleh GERD Dam dari tiga level

yaitu level lokal, level nasional, dan level internasional. Penelitian Irina

Grcheva lebih mengarah kepada penelitian yang prediktif dimana Irina

memprediksi hal-hal yang akan terjadi ketika GERD Dam dibangun dan siap

untuk dioperasikan serta memberikan beberapa saran bagaimana menghadapi

dampak yang akan terjadi pada level lokal, nasional maupun internasional.

Penelitian penulis sendiri melihat ancaman secara politis terhadap status

hydro-hegemon Mesir dengan menggunakan data serta fakta yang ada.

Research position penulis di dalam penelitian ini adalah penulis

membahas mengenai negara downsteram yang berusaha untuk mencapai

hydro-hegemon yaitu Mesir dimana penulis tidak hanya melihat power yang

dimiliki oleh Mesir namun juga strategi yang dilakukan untuk dapat mencapai

8 Ibid., hlm 75

18

hydro-hegemon dari ancaman yang dilakukan oleh Ethiopia yaitu

pembangunan GERD dam.

2.2 Kajian Teoritik

2.2.1 Definisi Konseptual

Teori yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah teori

hydro-hegemony yang ditulis oleh Mark Zeitoun dan Jeroan Warner yang

kemudian dipopulerkan oleh London Water Research Group. Konsep ini

berada di bawah studi hydropolitics. Teori hydro-hegemony muncul untuk

menjawab pertanyaan mengenai keberadaan power asymmetry dalam

konflik air dan menjelaskan who gets much water, how and why?. Dapat

dikatakan bahwa kontrol atas sumber daya air tidak dicapai melalui water

wars namun melalui a suite of power-related tactics and strategies.9

Hydro-hegemony adalah hegemoni pada level river basin yang dicapai

melalui strategi untuk mengontrol sumber daya air seperti resource capture,

integration, dan containment dimana strategi-strategi tersebut dilakukan

melalui serangkaian taktik seperti coercion pressure, treaties, knowledge

construction, dsb) yang memungkinkan eksploitasi karena adanya power

asymmetries.10

Penting untuk melihat bagaimana interaksi riparian melalui

sumber daya air lintas batas, apakah dengan melakukan kerjasama atau

terjadi persaingan yang cukup ketat untuk dapat mengakses sumber air.

Untuk menganalisis hal tersebut, dapat dikatakan bahwa masing-masing

9 Mark, Zeitoun dan Jeroen, Warner,. “Hydro-hegemony – a Framework for Analiysis of Transboundary

Water Conflicts.” (Water Policy vol 8, 2006) hlm 436 10 Ibid., Hlm 436

19

riparian akan melakukan berbagai cara yang dapat memaksimalkan akses

mereka terhadap sumber air. Ketika persediaan jumlah air menipis, interaksi

riparian akan berbentuk sebuah kompetisi dimana riparian akan saling

berjuang untuk mengontrol aliran air dengan jumlah yang besar agar dapat

memenuhi kebutuhan negaranya. Di sisi lain, jika persediaan jumlah air

mencukupi atau bahkan berlebih, salah satu riparian akan mengontrol aliran

tersebut untuk kebutuhan hydropower sementara riparian yang lain akan

mengontrol aliran tersebut dengan tujuan untuk flood-management.11

Adanya interaksi yang dilakukan oleh strongest riparian dan weaker

riparian dapat menghasilkan tiga situasi dalam mengakses sumber air yaitu:

(a) Shared, adanya sebuah bentuk kerjasama antar riparian dalam mengakses

sumber air, (b) Consolidated, dimana stronger riparian mendominasi akses

terhadap sumber air sehingga mengakibatkan pembagian alokasi air yang

tidak merata, (c) Contested, dimana terjadi kompetisi yang dapat memicu

terjadinya konflik.12

Adanya bentuk interaksi yang terjadi dapat

dikarekteristikan dengan adanya kerjasama atau konflik yang terjadi dan

bentuk hydro-hegemony yang dapat dilihat pada skema di bawah:

11 Ibid., hlm 443 12 Ibid., hlm 443

20

Gambar 2.1 Continuum of Forms of Interaction over Transboundary

Water Resources13

Situasi yang stabil dalam hubungan antar riparian adalah ketika

riaprians membagi kontrol atas sumber daya tersebut, sebagai contoh

dimana hegemon melakukan negosiasi dalam water-sharing agreement yang

diketahui dan disetujui oleh semua riparian. Hal ini dapat disebut sebagai

‘positive/leadership’ form of hydro-hegemony. Namun di sisi lain,

kompetitor yang kuat dapat mencari cara untuk mencapai dan memperkuat

kontrolnya terhadap sumber daya air dengan menggunakan unilateral

action. Hal ini dinamakan „negative/dominative’ dimana kompetitor yang

kuat tersebut akan mengarah kepada kompetitor yang memiliki kontrol

lemah. Namun, ketika antar riparian memiliki power yang seimbang, akan

saling berkompetisi untuk mendapatkan kontrol atas sumberdaya air dengan

hasil kompetisi dapat membentuk dominative form atau leadership form.14

Untuk mencapai hydro-hegemon terdapat tiga strategi yang nantinya

akan diturunkan menjadi beberapa taktik, yaitu resource capture,

containment strategy dan integration strategy. Dari ketiga strategi ini

kemudian diturunkan dalam beberapa taktik dan untuk menjelaskannya,

13 Ibid., hlm 444 14 Ibid., hlm 444

21

penulis menggunakan pembagian strategi tersebut berdasar empat

mekanisme yaitu: coercive compliance-producing mechanisms, utilitarian

compliance producing mechanisms, normative compliance producing

mechanisms, dan hegemonic compliance producing mechanisms.

Adanya source of power juga dapat mendukung sebuah negara untuk

mencapai atau mempertahankan hydro-hegemon. Semakin besar power yang

dimiliki oleh sebuah negara, semakin besar pula pengaruh yang dapat

disebarkan untuk mencapai atau mempertahankan posisi sebagai hydro-

hegemon. Terdapat empat source of power yang dapat dimiliki oleh sebuah

negara yaitu geographical power, material power, bargaining power, dan

ideational power.15

2.2.1.1 Source of Power

Geographical power merupakan salah satu bentuk power yang

memiliki pengaruh dengan melihat riparian position. Negara riparian yang

berada di wilayah upstream memiliki keuntungan untuk dapat mengakses

dan memanipulasi aliran air.16

Material power merupakan bentuk power yang terlihat seperti

kekuatan ekonomi, kekuatan militer, technological prowess, international

15 Ana Elisa, Cascao dan Mark, Zeitoun. 2014. “Power, Hegemony and Citical Hydropolitics”, diakses dari

http://www.hidropolitikakademi.org/wp-content/uploads/2014/01/Power+Hegemony+and+Critical+Hydropolitics.pdf pada tanggal 12 April 2017

pukul 11.00, hlm 31 16 Ibid., hlm 31

22

political and financial support. Adanya situasi yang asymmetries dalam

material power dapat mempengaruhi kontrol terhadap aliran air.17

Bargaining power merupakan bentuk power yang mengacu kepada

kemampuan aktor untuk mengontrol rules of the game dan set agenda.

Selain itu juga kemampuan aktor untuk mempengaruhi kondisi serta

situasi negosiasi dan agreements melalui kemampuan mereka untuk

menawarkan incentives kepada weaker parties untuk mematuhi keinginan

dari aktor tersebut.18

Ideational power merupakan bentuk power dimana menunjukkan

kapasitas riparian untuk memaksa dan melegitimasi ide, nilai dan aturan

yang ada. Hal ini dilakukan dengan cara knowledge structures, sanctioned

discourse dan imposition of narratives and storylines.19

2.2.1.2 Hydro-Hegemony Strategies

Negara akan bersaing dengan negara lainnya untuk dapat mengakses

sumber daya air agar memenuhi kebutuhan negaranya dengan

menggunakan strategi dan taktik yang sesuai dengan tiga strategi utama

yaitu strategi yang pertama adalah resource capture, dimana riparian

memiliki sebuah project yang dapat mempengaruhi aliran atau kualitas

dari sumber tersebut.20

Resource capture adalah sebuah strategi dengan

membentuk „facts on the ground‟ yang dapat mengontrol akses menuju

17 Ibid., hlm 31 18 Ibid., hlm 32 19 Ibid.,hlm 32 20 Mark, Zeitoun dan Jeroen, Warner, “Hydro-hegemony – a Framework for Analysis of Transboundary

Water Conflicts.” (Water Policy vol 8, 2006), hlm 444

23

sumber daya tersebut, contohnya akuisisi, aneksasi atau membangun

project hydarulic dalam skala besar. Strategi kedua yaitu containment

strategy, strategi ini memungkinkan negara dengan kapasitas power yang

besar untuk dapat memberikan pengaruh kepada riparian yang lemah

melalui sebuah draft perjanjian yang menguntungkan bagi negara hydro-

hegemon.21

Strategi ketiga yaitu integration strategy, dimana strategi ini

mengutamakan adanya insentif dan kerjasama antara negara-negara

riparian yang dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak.22

Kerjasama ini nantinya akan mengarah kepada pembentukan status quo

melalui perjanjian internasional yang mancantumkan distribusi kuota air

antar negara riparian. Dari ketiga strategi ini Zeitoun dan Warner

menjelaskan dengan empat indikator yaitu coercive compliance-producing

mechanisms, utilitarian compliance producing mechanisms, normative

compliance producing mechanisms, dan hegemonic compliance producing

mechanisms.

Berikut merupakan penjelasan keempat indikator dari strategi untuk

mencapai maupun mempertahankan hydro-hegemon:

1. Coercive compliance-producing mechanisms

Strategi ini lebih mengarah kepada penggunaan cara koersif

untuk mencapai dan mempertahankan hydro-hegemony, antara lain (a)

military force, invasi militer jarang dilakukan dalam konflik air dan

biasanya dilaksanakan sebagai langkah terakhir. Cara ini sangat efektif

21 Ibid,. hlm 445 22 Ibid., hlm 445

24

dalam implementasi resource capture strategy; (b) covert action,

dimana sebuah negara yang menjadi kompetitor, berusaha untuk

masuk dan terikat dengan entitas atau kelompok yang berada di dalam

negara lawan dengan tujuan untuk melemahkan kondisi politik, militer

maupun ekonomi negara tersebut. Aksi ini biasa ditandai dengan

adanya dukungan kepada kelompok oposisi atau anti pemerintah;

(c) coercion-pressure, hal ini merupakan cara yang sering digunakan

untuk mendapatkan kontrol terhadap akses sumber air dengan cara

memberikan ancaman seperti military action, economic sanctions, atau

political sanction; (d) active stalling, manipulasi waktu yang dilakukan

oleh hydro-hegemon untuk mempertahankan status quo. Hal ini dapat

berdampak pada penundaan proses pembangunan proyek maupun

investasi. 23

2. Utilitarian compliance producing mechanisms

Taktik ini dilakukan dengan memberikan incentives kepada negara

non-hegemon. Jika dapat dianalogikan, taktik yang pertama sebagai

sticks dan taktik yang kedua sebagai carrots. Pemberian incentives dari

negara hegemon terhadap negara non-hegemon dapat berupa bantuan

luar negeri (trade incentives), diplomatic recognition, bantuan militer

berupa perlindungan terhadap militer negara tersebut dengan melakukan

kerjasama militer atau aliansi (military protection). Dengan mengarah

23 Ibid., hlm 446

25

kepada ‘shared interest’ terhadap sebuah proyek untuk mengakses

sumber air, dapat menjadikan sebuah kerjasama yang dapat menciptakan

hubungan hydro-relations yang stabil. 24

3. Normative compliance producing mechanisms

Adanya penandatanganan perjanjian sebagai bentuk

institusionalisasi status quo dimungkinkan digunakan sebagai alat untuk

memberikan keuntungan kepada hydro-hegemon. Dari perjanjian

tersebut akan menghasilkan norma-norma yang dapat menjamin

keberlangsungan status quo dan adanya treaties akan dijadikan sebagai

legitimasi legal bagi negara untuk mendapatkan alokasi sumber daya air

serta membuat negara riparian lain untuk “mengakui” keberadaan sistem

manajemen dan distribusi air, yang mana proses distribusi tersebut

didominasi oleh hydro-hegemon. 25

4. Hegemonic compliance producing mechanisms

Strategi ini dimungkinkan dapat dilakukan oleh negara dengan

power yang besar dan dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat

internasional. Terdapat tiga bentuk dari strategi ini yaitu: (a)

securitization, sekuritisasi merupakan speech act yang melegitimasi

sebuah negara untuk mengambil tindakan atas sebuah isu dengan

mendorong isu tersebut dalam keamanan nasional; (b) knowledge

24

Ibid., hlm 447 25 Ibid., hlm 447

26

construction, negara yang berusaha mencapai posisi hydro-hegemon

denganmenciptakan dan menggiring opini publik terhadap sebuah isu

demi kepentingan negara tersebut. Kegiatan ini biasa dilakukan melalui

penelitian akademik, media massa maupun kajian ilmiah; (c) sanctioned

discourse, negara hydro-hegemon berusaha untuk menyembunyikan

aspek-aspek tertentu dari hubungan antar riparian dan mengangkat isu

lain, contohnya hubungan yang terjadi antar riparian adalah adanya

distribusi yang tidak merata dalam akses penggunaan air, namun negara

yang memiliki power dapat mengangkat isu lain seperti manfaat

kerjasama dalam mengakses sumber daya air.26

Selain adanya source of power, faktor eksternal juga ikut

mempertajam penerapan strategi, faktor tersebut adalah antara lain:

International support, dimana dukungan internasional dapat memperkuat

upaya untuk mencapai posisi hydro hegemon karena dengan adanya

dukungan internasional maka tindakan sebuah negara menjadi legitimate;

Financial mobilization, yaitu kapasitas negara untuk mengaplikasikan

strategi untuk mencapai hydro-hegemon memerlukan dukungan ketika

kapasitas finansial di dalam negeri tidak mencukupi sehingga diupayakan

dengan meminta bantuan luar negeri atau mengajukan proposal investasi

terkait pembangunan hydropower plant; Geopolitical factors, dimana letak

geografis atau posisi riparian menopang negara dalam melakukan strategi

resource capture.27

26 Ibid., hlm 448 27 Ibid., hlm 449

27

2.2.1.3 Outcomes of hydro-hegemony

Dari berbagai strategi yang dijalankan juga akan menjawab

bagaimana outcomes yang muncul antara negara-negara riparian dimana

terdapat tiga outcomes yang kemungkinan akan muncul yaitu shared,

adanya sebuah bentuk kerjasama antar riparian dalam mengakses sumber

air karena distribusi alokasi sumberdaya air yang cenderung lebih adil

diukur dengan adanya shared interest projects, (b) Consolidated, dimana

stronger riparian mendominasi akses terhadap sumber air sehingga

mengakibatkan pembagian alokasi air yang tidak merata, (c) Contested,

dimana terjadi kompetisi yang dapat memicu terjadinya konflik karena tiap

negara riparian saling berlomba untuk dapat menjadi hydro hegemony.

Sebuah negara dapat dikatakan mencapai posisi sebagai hydro-hegemon

ketika outcomes yang muncul adalah consolidated control.28

2.2.1.4 Intensity of Conflict

Intensitas konflik dalam sumber daya air sangat penting untuk

menganalisis hasil dari kompetisi antara negara riparian. Konflik yang

dimaksud menurut Frey adalah ketika terdapat satu aktor melakukan

tekanan terhadap aktor lain yang memiliki tujuan yang sama dengan

menggunakan power yang dimiliki untuk menghentikan tujuan aktor

lain.29

Untuk mengukur intensitas konflik yang terjadi dapat menggunakan

Water Event Intensity Scale (WEIS). WEIS menunjukkan bahwa dampak

28 Ibid., hlm 452 29 Ibid., hlm 440

28

dari setiap level intensity of conflict dalam hubungan internasional adalah

berbeda. Pengukuran dilakukan dengan memberikan skala angka dari -7

hingga +7, -7 menandakan adanya konfliktual, 0 menandakan sikap yang

netral, +7 menandakan adanya kerjasama.

Tabel 2.1 Water Event Intensity Scale30

Scale Event Description

Coop

erati

o

n

7 Voluntary unification into one nation

6 Major strategic alliance (International Freshwater Treaty)

5 Military, economic or strategic support

4 Non-military economic, technological or industrial agreement

3 Cultural or scientific support (non-strategic)

2 Official verbal support of goals, values, or regime

1 Minor official exchanges, talks or policy expressions

0 Neutral or non-significant acts for the inter-nation situation

Con

flic

t

-1 Mild verbal expressions displaying discord in interaction

-2 Strong verbal expressions displaying hostility in interaction

-3 Diplomatic-economic hostile actions

-4 Political-military hostile actions

-5 Small scale military acts

-6 Extensive war acts causing deaths, dislocation or high

startegic costs

-7 Formal declaration of war

Sumber: Zeitoun, Mark dan Jeroan, Warner., hlm 441

Tabel 2.2 Indikator Level Konflik31

COPDAB

SCALE

RE-CENTERED

BAR SCALE EVENT DESCRIPTION

15 -7 Formal declaration of war

14 -6 Extensive war acts causing deaths, dislocation

or high strategic cost: Use of nuclear weapons;

full scale air, naval, or land battles; invasion of

territory; occupation of territory; massive

30 Ibid., hlm 441 31 Yoffe, S dan Larson Kelli. “Chapter 2 Basins at Risk: Water Event Database Methodology, (Departement

of Geosciences: Oregon State University, 2001) hlm 25-27

29

bombing of civilian areas; capturing of soldiers

in battle; large scale bombing of military

installations; chemical or biological warfare

13 -5 Small scale military: limited air, sea, or border

skirmishes; border police acts; annexing

territory already occupied; seizing material of

target country; imposing blockades;

assassinating leaders of target country; material

support of subversive activities against target

country

12 -4 Political – military hostile actions: Inciting riots

or rebellions (training or financial aid for

rebellions); encouraging guerrilla activities

against target country; limited and sporadic

terrorist actions; kidnapping or torturing foreign

citizens or prisoners of war; giving sanctuary to

terrorists; breaking diplomatic relations;

attacking diplomats or embassies; expelling

military advisors; executing alleged spies;

nationalizing companies without compensation

11 -3 Diplomatic – economic hostile actions:

Increasing troop mobilization; boycotts,

imposing economic sanctions; hindering

movement on land; waterways, or in the air;

embargoing goods; refusing mutual trade rights;

closing borders and blocking free

communication; manipulating trade or currency

to cause economic problems; halting aid;

granting sanctuary to opposition leaders;

mobilizing hostile demonstrations against target

country; refusing to support foreign military

allies; recalling ambassador for emergency

consultations regarding target country; refusing

visas to other nationals or restricting movement

in country; expelling or arresting nationals or

press; spying on foreign government officials;

terminating major agreements. Unilateral

construction of water projects against another

country’s protests; reducing flow of water to

another country; abrogation of water agreement

10 -2 Strong verbal expressions displaying hostility in

interaction: Warning retaliation for acts;

making threatening demands and accusations;

condemning strongly specific actions or policies;

denouncing leaders; system; or ideology;

postponing heads of state visits; refusing

30

participation in meetings or summits; leveling

strong propaganda attacks; denying support;

blocking or vetoing policy or proposals in the

UN or other international bodies. Official

interactions only.

9 -1 Mild verbal expressions displaying discord in

interaction: Low key objection to policies or

behaviour; communicating dissatisfaction

through third party; failing to reach an

agreement; refusing protest note; denying

accusations; objecting to explanation of goals,

position, etc; requestin change in policy. Both

unofficial and official, including diplomatic

notes of protest.

8 0 Neutral or non-significant acts for the inter-

nation: Rhetorical policy statements; non-

consequential news items; non-governmental

visitors; indifference statements; compensating

for nationalized enterprises or private property;

no comment statements.

7 1 Minor official exchanges, talks or policy

expressions – mild verbal support: Meeting of

high officials; conferring on problems of mutual

interest; visit by lower officials for talks; issuing

joint communiqués; appointing ambassadors;

announcing cease-fires; non-governmental

exchanges; proposing talks; public non-

governmental support of regime; exchanging

prisoners of war; requesting support for policy;

stating or explaining policy

6 2 Official verbal support of goals, values, or

regime: Official support of policy; raising

legation to embassy; reaffirming friendship;

asking for help against third party; apologizing

for unfavorable actions or statements; allowing

entry of press correspondents; thanking or

asking for aid; resuming broken diplomatic or

other relations.

5 3 Cultural or scientific agreement or support

(non-strategic): Starting diplomatic relations;

establishing technological or scientific

communication; proposing or offering economic

or military aid; recognizing government; visit by

head of state; opening borders; conducting or

enacting friendship agreements; conducting

31

cultural or academic agreements or exchanges.

Agreements to set up cooperative working

group.

4 4 Non – military economic, technological, or

industrial agreement: Making economic loans,

grants; agreeing to economic pacts; giving

industrial, cultural, or educational assistance;

conducting trade agreements or granting most

favoured nation status; establishing common

transportation or communication networks;

selling industrial-technological surplus supplies;

providing technical expertise; ceasing economic

restrictions; repaying debts; selling non-military

goods; giving disaster relief. Legal, cooperative

actions between nations that are not treaties;

cooperative projects for watershed management,

irrigation, poverty-alleviation.

3 5 Military economic or strategic support: Selling

nuclear power plants or materials; providing

air, naval, or land facilities for bases; giving

technical or advisory military assistance;

granting military aid; sharing highly advanced

technology; intervening with military support at

request of government; concluding military

agreements; trainin military personnel; joint

programs and plans to initiate and pursue

disarmament.

2 6 International Freshwater Treaty; Major

strategic alliance (regional or international):

Fighting a war jointly; establishing a joint

military command or alliance; conducting joint

military manoeuvres; establishing economic

common market; joining or organizing

international alliances; establishing joint

program to raise the global quality of life

1 7 Voluntary unification into one nation: Merging

voluntarily into one nation (state); forming on

nation with one legally binding government.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa strategi yang

dijalankan akan mengarah kepada dua implementasi yaitu pertama bentuk

kerjasama dengan adanya insentif, legal agreement dan shared interests antar

negara riparian dimana dalam intensitas konflik ditandai dengan nilai dari +1

32

hingga +7, semakin besar nilainya menandakan kerjasama yang terbentuk

cenderung kuat. Bentuk kedua yaitu konflik dimana strategi yang dijalankan

lebih koersif ditandai dengan nilai -1 hingga -7 dengan puncak tertingginya

adalah adanya deklarasi perang demi tercapainya penguasaan air.

Gambar 2.2 Intensity of Conflict dalam Hydro-hegemony Theory32

Elaborasi dari berbagai konsep dalam kerangka teori hydro-hegemony

digambarkan dalam tabel diatas. Point pertama adalah penggunaan strategi

yang paling dominan merujuk kepada terciptanya bentuk hydro-hegemony dan

juga mennetukan pola distribusi aset air. Kemudian justifikasi tingkat

kerjasama atau konflik menggunakan water intensity scale milik Yoffee dan

untuk memperkuat justifikasi tersebut, diberikan contoh konflik yang terjadi

dalam beberapa dekade pada masa lalu.

32

Ibid., hlm 453

33

2.3 Operasionalisasi Teori

Dengan menggunakan teori hydro-hegemony, penulis melihat power

yang dimiliki oleh sebuah negara untuk menjalankan strategi untuk mencapai

maupun mempertahankan hydro-hegemon serta mengamankan sumber daya

air lintas batas, serta dinamika konflik dan kerjasama yang terjadi dalam

antara negara riparian. Variabel yang digunakan oleh penulis adalah source of

power, hydro-hegemon strategies, degree of conflict, dan outcomes of hydro-

hegemon.

2.3.1 Source of Power

Geographical power merupakan salah satu bentuk power yang

memiliki pengaruh dengan melihat riparian position. Posisi Mesir sebagai

riparian state terletak di downstream sehingga Mesir dapat dikatakan tidak

memiliki power dalam hal ini.

Material power adalah bentuk power yang terlihat seperti kekuatan

ekonomi, kekuatan militer, technological prowess, international political

and financial support. Mesir memiliki GDP (Growth Domestic Product)

yang lebih besar dibandingkan dengan negara riparian lainnya yaitu sebesar

$12.100 pada tahun 2016.33

Kekuatan militer Mesir sendiri berada di

peringkat pertama dalam kawasan Afrika dan peringkat ke-12 dari 126

negara dengan GFP Power Index Rating 0,277634

. Dengan memiliki lokasi

33 CIA World Factbook. “Africa: Egypt”, diakses dari https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/eg.html pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 15.50 34 Global Fire Power. African Countries Ranked by Military Power, diakses dari

http://www.globalfirepower.com/countries-listing-africa.asp pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 15.50

34

yang strategis, Mesir mempertahankan posisi Mesir dalam dunia

internasional dan hubungan baik dengan international donors. Mesir

memiliki keuntungan dari hubungan politik dan ekonomi yang dekat dengan

US, Eropa dan negara-negara Timur Tengah, dan Mesir menjadi recipient

utama dalam bantuan internasional35

.

Bargaining power adalah bentuk power yang mengacu kepada

kemampuan aktor untuk mengontrol rules of the game dan set agenda. Pada

tahun 2007, terdapat agreement yang dibentuk oleh negara-negara upstream

terkait pembagian alokasi air yang bernama Cooperative Framework

Agreement (CFA). Namun, Mesir dan Sudan menolak untuk

menandatangani perjanjian ini karena menganggap bahwa perjanjian terkait

alokasi air di Sungai Nil yang relevan adalah The 1959 Agreement.

Ideational power adalah bentuk power yang menunjukkan kapasitas

riparian untuk memaksa dan melegitimasi ide, nilai dan aturan yang ada.

Dalam konteks power ini, melihat bagaimana Mesir dapat membangun opini

publik terkait pentingnya akses terhadap sumber air untuk memenuhi

kebutuhan melalui media massa.

2.3.2 Hydro-hegemony Strategies

Terdapat empat mekanisme strategi untuk mencapai dan

mempertahankan hydro-hegemony dimana negara bebas untuk menentukan

ingin menggunakan strategi apa dengan melihat kepada power yang

35

Ana Elisa, Cascao, “Changing Power Relations in the Nile River Basin: Unilateralism vs Cooperation?”.

(Water Alternatives vol. 2, 2009) hlm 248.

35

dimilikinya. Negara dengan power yang kuat dapat menjalankan berbagai

macam strategi jika dibandingan dengan negara yang memiliki keterbatasan

power

1. Coercive compliance-producing mechanisms

Strategi ini lebih mengarah kepada penggunaan cara koersif

untuk mencapai dan mempertahankan hydro-hegemony seperti military

force, covert action, coercion-pressure dan active stalling. Coercion-

pressure yang dilakukan adalah Mesir mengancam akan melakukan

sabotase terhadap pembangunan dam tersebut. Active stalling yang

dilakukan oleh Mesir adalah dengan memulai diplomatic campaign

kepada negara Eropa dan para pendonor dan mengatakan bahwa Mesir

merasa khawatir dengan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap

water security jika pembangunan GERD Dam terus berlanjut36

.

Military force sendiri belum dilakukan oleh Mesir karena masih

sebatas ancaman.

2. Utilitarian compliance-producing mechanisms

Strategi ini dilakukan dengan memberikan incentives kepada

negara non-hegemon untuk mengupayakan cara yang lebih kooperatif

dengan trade incentives, diplomatic recognition, military protection

dan dengan mengarah kepada ‘shared interest’ terhadap sebuah proyek

untuk mengakses sumber air, dapat menjadikan sebuah kerjasama yang

36 Ayah, Aman. Egypt seeks to halt Ethiopian Dam, ( Al-Monitor,19 Februari 2014) diakses dari

http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/02/egypt-lobby-renaissance-dam-ethiopia.html pada tanggal

2 Juni 2017 pukul 18.00

36

dapat menciptakan hubungan hydro-relations yang stabil. Adanya

pembentukan International Panel of Experts (IPoE) yang

beranggotakan Mesir, Ethiopia dan Sudan diharapkan dapat membahas

mengenai pembangunan GERD Dam dan penggunaan sumber daya air

di Sungai Nil.

3. Normative compliance-producing mechanisms

Mengetahui apakah terdapat perjanjian baru untuk mengatur

alokasi air antara negara-negara riparian. Pada tahun 2015, Mesir,

Sudan dan Ethiopia menandatangani Agreement on Declaration of

Principles between the Arab Republic of Egypt, the Federal

Democratic Republic of Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the

Grand Ethiopian Renaissance Dam Project (GERDP) dimana

perjanjian ini berisi tentang dasar-dasar mengenai kerjasama,

pembangunan, integrasi regional, building trust, dan pertukaran

informasi terkait alokasi air pasca pembangunan GERD Dam.37

4. Hegemonic compliance-producing mechanisms

Strategi ini dapat dilakukan oleh negara dengan power yang

besar dan dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat internasional

dalam bentuk securitization, knowledge construction, sanctioned

discourse. Mesir melakukan sekuritisasi untuk mengamankan pasokan

37 Ahmed, Abbas. Egypt, Ethiopia and Sudan sign agreement on GERD, (Daily News Egypt, 29 Desember

2015) diakses dari http://www.dailynewsegypt.com/2015/12/29/egypt-ethiopia-and-sudan-sign-agreement-

on-gerd/ pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 10.30

37

air dimana Mesir menganggap air sebagai national security.38

Kurangnya pasokan air yang terjadi pada Mesir dapat memberikan

dampak kepada sektor pertanian Mesir.

2.3.3 Intensity of Conflict

Kondisi dimana terdapat ancaman yang dilakukan oleh Presiden Morsi

dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh politik menanggapi pembangunan

GERD Dam dan pertemuan tripartiate ministerial level yang mengalami

kebuntuan sehingga tidak mencapai kesepakatan mengarah kepada mild

verbal expressions displaying discord in interaction. Namun, pada masa

pemerintahan Presiden Abdel Fattah El-Sisi, mengarah kepada proses

negosiasi dan diplomasi antara Mesir Ethiopia dan Sudan sehingga

menghasilkan sebuah agreement. Hal ini ditandai dengan variabel cultural

or scientific agreement or support (non-strategic).

2.3.4 Outcomes of hydro-hegemony strategy

Dari paparan dan data pendukung sementara dalam kasus ini, outcomes

yang muncul menjurus kepada kondisi shared control. Hal ini dapat dilihat

dari adanya agreement yang disepakati oleh Mesir, Ethiopia dan Sudan.

38

Ana Elisa, Cascao, “Changing Power Relations in the Nile River Basin: Unilateralism vs Cooperation?”.

(Water Alternatives vol. 2, 2009), hlm 248

38

Tabel 2.3 Operasionalisasi Teori Hydro-Hegemon

Teori Variabel Indikator Parameter Operasionalisasi Teori

Hydro-

hegemony

Theory

Source of

Power

Geographical

power

Riparian

Position

Posisi geografis Mesir

sebagai riparian state di

Sungai Nil

Material power Economic

power

Military might

Technological

prowess

International

political and

financial

support

Melihat besarnya GDP

yang dimiliki oleh Mesir

jika dibandingkan dengan

negara riparian lainnya

Melihat kekuatan militer

yang dimiliki Mesir dari

jumlah tentara militer,

persenjataan serta sumber

daya yang mendukung

kegiatan militer

Dilihat dari ada atau

tidaknya bendungan yang

dimiliki Mesir sebagai

hydropower untuk

memenuhi kebutuhan

Melihat ada atau tidaknya

dukungan moral dan

ekonomi dari negara lain

untuk mendukung Mesir

dalam mencapai hydro-

hegemony

Bargaining

power

State position

in regional

agreement

Posisi Mesir dalam

perjanjian regional di

kawasan Afrika

Ideational power Knowledge

structures

Melihat bagaimana Mesir

dapat memberikan

perspektif yang berbeda

kepada masyarakat, negara

riparian lainnya, serta

international donor

mengenai situasi yang

terjadi di aliran Sungai Nil

39

Sanctioned

discourse

Imposition of

narratives and

storylines

Melihat bagaimana Mesir

dapat membawa isu di luar

isu air untuk dibahas

bersama negara riparian

lainnya

Melihat bagaimana Mesir

dapat membangun opini

publik terkait pentingnya

akses terhadap sumber air

untuk memenuhi

kebutuhan.

Hydro-

hegemon

strategies

Coercive

compliance-

producing

mechanisms

Military force

Covert action

Coercion-

pressure

(military

action,

economic

sanctions or

political

isolation)

Active stalling

Melihat ada atau tidaknya

military force yang

dilakukan Mesir terhadap

Ethiopia

Melihat ada atau tidaknya

aksi yang dilakukan Mesir

terhadap kelompok anti

pemerintah Ethiopia untuk

menghentikan

pembangunan GERD dam.

Melihat ancaman yang

dilakukan Mesir terhadap

Ethiopia. Apakah melalui

tindakan militer, sanksi

ekonomi atau politik

Melihat ada atau tidaknya

tindakan Mesir yang

berusaha untuk mengulur

waktu pembangunan GERD

Utilitarian

compliance

producing

mechanisms

Trade

incentives

Melihat ada atau tidaknya

bantuan luar negeri kepada

Ethiopia untuk dapat

menghentikan

pembangunan GERD Dam

yang diberikan oleh Mesir

40

Diplomatic

recognition

Military

protection

Shared interest

project

Melihat ada atau tidaknya

pengakuan diplomatis

Mesir terhadap Ethiopia

Melihat apakah Mesir

melakukan perlindungan

militer atau aliansi dengan

Sudan dan Ethiopia untuk

melindungi pasokan air di

Sungai Nil.

Melihat ada atau tidaknya

tindakan shared interest

project yang dilakukan

oleh Mesir dan Ethiopia

Normative

compliance

producing

mechanisms

Treaties Dilihat dari ada tidaknya

upaya pembentukan

agreement baru terkait

alokasi air di Sungai Nil

Hegemonic

compliance

producing

mechanisms

Securitization

Knowledge

structures

Sanctioning

discourse

Melihat ada tidaknya

sekuritisasi yang dilakukan

oleh Mesir untuk

merespons pembangunan

GERD

Melihat bagaimana Mesir

dapat memberikan

perspektif yang berbeda

kepada masyarakat, negara

riparian lainnya, serta

international donor

mengenai situasi yang

terjadi di aliran Sungai Nil

Melihat bagaimana Mesir

dapat membawa isu di luar

isu air untuk dibahas

bersama negara riparian

lainnya

Intensity of

Conflict

Conflict and

Peace

Intensitas konflik

diukur dengan

menggunakan

Water Event

Intensity Scale

Melihat intensitas konflik yang

muncul dari interaksi yang

terjadi antara Mesir dan

Ethiopia terkait pembangunan

GERD

41

(WEIS), dengan

memberikan skala

angka

-7 hingga -1

menandakan

adanya

konfliktual

0 menandakan

sikap yang

netral

+1 hingga +7

menandakan

adanya

kerjasama.

Outcomes of

hydro

hegemony

strategies

1. Shared

control

2. Consolidated

control

3. Contested

control

Interaksi yang

terjadi adalah

kerjasama

dengan adanya

positive

leadership

Interaksi yang

terjadi

kompetitif

namun stifled,

serta adanya

negatif dan

positif

leadership

Interaksi yang

terjadi

kompetitif

cenderung

mengarah

kepada

kekerasan

Melihat Outcomes yang

muncul setelah penerapan

strategi oleh Mesir akan dikaji

dengan pencarian data terkait

interaksi antara Mesir dan

Ethiopia dalam sumber daya

air.

42

Pembangunan Grand Ethiopian Renaissance

Dam (GERD) oleh Ethiopia pada bulan April

2011

Bagaimana Pemerintah Mesir dapat

mencapai hydro-hegemony di aliran

Sungai Nil pada tahun 2011-2015

Hydro-hegemony Theory

Source of Power

- Geographical Power - Bargaining Power

- Material Power - Ideational Power

Hydro-hegemony Strategies

Coercive

compliance

producing-

mechanisms

Hegemonic

compliance

producing-

mechanisms

Normative

compliance

producing-

mechanisms

Utilitarian

compliance

producing-

mechanisms

Military force

Covert action

Coercion-

pressure

(military action,

economic

sanctions or

political

isolation)

Active Stalling

Trade

incentives

Diplomatic

recognition

Military

protection

Treaties Securitization

Knowledge

structure

Sanctioning

discourse

STRATEGI HYDRO HEGEMON MESIR

Degree of Conflict:

- Mild verbal expressions

- Cultural or scientific agreement or support

(non-strategic)

Outcomes of hydro-hegemony strategies:

Shared / Consolidated / Contested control

2.4 Alur Pemikiran

43

2.5 Argumen Utama

Dari latar belakang dan teori hydro-hegemon yang digunakan oleh

penulis, maka penulis mengemukakan argumen bahwa Mesir menggunakan

strategi untuk mencapai hydro-hegemon dalam menghadapi pembangunan

GERD Dam yang dilakukan oleh Ethiopia untuk mengakses dan mengatur

aliran air agar dapat memenuhi kebutuhan negaranya dengan melihat source of

power yang dimiliki oleh Mesir.

Strategi yang digunakan adalah coercive compliance producing

mechanisms yang ditunjukkan dengan adanya ancaman akan melakukan

sabotase terhadap bendungan GERD Dam, utilitarian compliance-producing

mechanisms dengan adanya pembentukan Intrenational Panel of Experts,

normative compliance-producing mechanisms, dan hegemonic compliance-

producing mechanisms dengan ditunjukkan dari perilaku Mesir yang

menganggap bahwa air merupakan national security. Degree of conflict dapat

dilihat dari adanya ancaman yang dilakukan untuk melakukan sabotase

terhadap pembangunan GERD Dam, namun di sisi lain adanya kerjasama

yang terbentuk antara Mesir dan Ethiopia. Outcomes yang terlihat lebih

mengarah kepada shared control dimana lebih menekankan kepada kerjasama.

44

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang beupaya untuk menjawab

pertanyaan siapa, apa, dimana, kapan atau berapa, merupakan upaya

melaporkan apa yang terjadi.1 Penulis berusaha untuk menjelaskan dan

menjabarkan secara jelas bagaimana strategi Mesir dalam mencapai hydro-

hegemony di aliran Sungai Nil tahun 2011-2015 pasca pembangunan Grand

Ethiopian Renaissance Dam (GERD) yang dilakukan oleh Ethiopia secara

rinci dan jelas.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian penulis terbagi ke dalam bahasan

penelitian serta jangkauan waktu penelitian. Untuk bahasan penelitian, penulis

membahas mengenai bagaimana strategi yang dilakukan oleh Mesir untuk

mencapai hydro-hegemony di aliran Sungai Nil pasca pembangunan GERD

Dam dan untuk jangkauan waktunya penulis mengambil periode waktu dari

tahun 2011 dimana tahun ini merupakan tahun dimana Pemerintah Ethiopia

mengumumkan akan membangun GERD Dam hingga tahun 2015 dimana

terdapat agreement yang disepakati oleh Mesir, Ethiopia dan Sudan terkait

masalah pembangunan GERD dan alokasi penggunaan air di Sungai Nil.

1 Mohtar, Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi. (Jakarta: LP3ES, 1990) hlm 79

45

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah teknik

pengumpulan data dengan menggunakan sumber-sumber yang sudah ada

seperti buku, jurnal, data-data dari internet, dan media cetak.

3.4 Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa kualitatif dimana data

yang disajikan dan dibahas untuk menjelaskan fenomena yang diteliti

berbentuk non-statistik.

3.5 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Bab I berisi tentang latar belakang masalah dimana menjelaskan hydro-

hegemony Mesir serta pembangunan GERD Dam, rumusan masalah, tujuan

penelitian dan manfaat penelitian.

Bab II Kerangka Pemikiran

Bab II berisi tentang studi terdahulu yang digunakan penulis sebagai acuan

dan referensi dalam tulisan, teori hydro-hegemony, operasionalisasi teori, alur

pemikiran dan argumen utama.

46

Bab III Metode Penelitian

Bab III berisi tentang metode penelitian yang akan digunakan penulis untuk

membahas tulisan ini yang meliputi: jenis penelitian, ruang lingkup penelitian,

teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan sistematika penulisan.

Bab IV Gambaran Umum

Bab IV berisi tentang gambaran umum mengenai kepentingan nasional Mesir

di Sungai Nil yang terdiri dari dua sub bab yaitu arti strategis Sungai Nil, Nile

Basin Initiative (NBI) serta Cooperative Framework Agreement (CFA).

Bab V Pembahasan

Bab V berisi tentang pembahasan mengenai source of power yang dimiliki

oleh Mesir, strategi Mesir untuk mencapai hydro-hegemon di aliran Sungai

Nil pasca pembangunan GERD Dam oleh Ethiopia, degree of conflict dan

outcomes of hydro-hegemony

Bab VI Penutup

Bab VI berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran mengenai

penelitian lebih lanjut yang direkomendasikan oleh penulis.

47

BAB IV

KEPENTINGAN NASIONAL MESIR DI SUNGAI NIL

Bab ini akan membahas mengenai arti strategis Sungai Nil dan Nile

Basin Initiative serta Cooperative Framework Agreement. Dalam arti strategis

Sungai Nil, penulis akan menjelaskan mengenai gambaran umum Sungai Nil dan

pentingnya Sungai Nil bagi negara-negara yang berada dekat dengan aliran sungai

ini (negara riparian) pada umumnya termasuk Mesir untuk memenuhi kebutuhan

hidup penduduknya. Kebutuhan akan sumber daya air masing-masing negara

riparian bergantung kepada jumlah populasi yang meningkat, iklim dan curah

hujan yang terjadi di negara-negara tersebut.

Dalam Nile Basin Initiative (NBI) dan Cooperative Framework

Agreement (CFA), penulis akan membahas mengenai pembentukan NBI sebagai

institusi formal yang dibentuk untuk mengadakan forum diskusi terkait Sungai

Nil. Dari pembentukan NBI, kemudian menghasilkan sebuah agreement yang

dibentuk oleh sepuluh negara riparian yaitu Cooperative Framework Agreement.

4.1 Arti Strategis Sungai Nil

Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia dengan panjang 6.695

km, dimana memiliki area sebesar 3,2 juta km², yang mewakili 10% dari

wilayah Benua Afrika dan menjadi sumber utama bagi 20% populasi di

Afrika. Sungai ini memiliki dua anak sungai utama yaitu White Nile, berasal

dari Dataran Tinggi Equatorial Afrika Timur dimana arus utamanya mengalir

ke Danau Victoria yang memiliki luas permukaan sebesar 66.700 km² dan

48

menjadikannya sebagai danau air tawar terbesar kedua setelah Danau Superior

di Amerika Utara; Blue Nile, dimana sumbernya berasal dari Dataran Tinggi

Ethiopia. Anak sungai Nil lainnya yang juga penting adalah Tekeze-At-bara

dan Baro-Akobbo-Sobat dimana kedua anak sungai ini berasal dari Dataran

Tinggi Ethiopia. Sungai Nil digunakan oleh 11 negara yang berada

disekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup diantaranya Uganda, Tanzania,

Sudan Selatan, Sudan, Rwanda, Kenya, Ethiopia, Mesir, DR Kongo, Eritrea,

Burundi.1

Sungai Nil merupakan sumber daya air utama bagi 54% jumlah

penduduk dari sebelas negara tersebut.2 Sebagian besar masyarakat negara

riparian sangat bergantung dengan Sungai Nil untuk memenuhi kebutuhan

hidup. Terdapat empat kebutuhan utama yang bergantung kepada aliran

Sungai Nil yaitu, sumber daya air untuk irigasi dan produksi hydroelectric

power, mencegah terjadinya banjir, meminimalisasi terjadinya erosi dan

pembentukan waduk serta pencegahan polusi air.3 Namun, dengan adanya

perubahan iklim yang terjadi, tidak adanya distribusi air secara tidak merata,

jumlah populasi yang semakin meningkat, urbanisasi dan sistem hidrologi

yang kompleks di Sungai Nil menjadikan tantangan bagi negara riparian

untuk mengelola pembagian air.

1 Nile Basin Initiative. Nile Basin Water Resources Atlas (Kampala: New Vision Printing and Publishing

Company Ltd, 2016) hlm 17 2 Ibid., hlm 15 3 Waleed, Hamza dan Simon, Mason. Water availability and food security challenges in Egypt, Paper

presented at the “International Forum on Food Security Under Water Scarcity in the Middle East: Problems

and Solutions,Como, Italy, 2004, hlm 2

49

Gambar 4.1 Nile River Basin4

Negara-negara yang berada dekat dengan Sungai Nil atau negara

riparian memiliki ekosistem yang sangat berbeda yaitu arid dan semi-arid.

Adanya perbedaan ekosistem ini berkaitan dengan perbedaan iklim yang

terdapat pada negara-negara tersebut.5 Adanya pebedaan iklim yang terjadi

juga diikuti oleh curah hujan yang dialami oleh negara-negara yang berada

dekat dengan Sungai Nil. Total jumlah curah hujan pada negara-negara

riparian adalah 7000 BCM/thn, dimana sebanyak 1660 BCM/thn berada di

4 Nile Basin Initiative, 2000 5 Nile Basin Initiative. Nile Basin Water Resources Atlas (Kampala: New Vision Printing and Publishing

Company Ltd, 2016), hlm 15

50

Sungai Nil.6 Rata-rata curah hujan tahunan yang terdapat di Sungai Nil kurang

lebih 650 mm. Namun, curah hujan yang terjadi di negara-negara riparian

sangat berbeda dimana curah hujan yang rendah dimiliki oleh Mesir dimana

rata-rata per tahunnya adalah 200 mm dan hujan hanya turun sekali dalam

beberapa tahun dan curah hujan tinggi dimiliki oleh Ethiopia berkisar antara

510-1525 mm per tahun pada musim hujan antara bulan Juni hingga

September dan negara yang berada di sekitar Equatorial Lakes Plateau seperti

Burundi dengan curah hujan rata-rata per tahun 1000-1500 mm, DR Congo

sebanyak 1524 mm di wilayah utara dan 1270 mm di wilayah selatan, Rwanda

sebanyak ± 1212 mm, Tanzania sebanyak ±1071 mm dan Uganda sebanyak

1000-1500 mm.7

Sungai Nil memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan sosio-

ekonomi bagi negara-negara riparian. Sektor pertanian merupakan sektor

ekonomi yang dominan di sebagian besar negara-negara riparian. Sungai Nil

juga memiliki potensi yang besar dalam memproduksi hydropower.8

Penyebaran populasi di wilayah aliran sungai dipengaruhi oleh berbagai

macam faktor yaitu, cuaca, curah hujan, tingkat kesuburan tanah, sumber daya

mineral dan infrastruktur sosial ekonomi seperti transportasi, pendidikan,

fasilitas kesehatan dan telekomunikasi. Pemukiman penduduk di negara

downstream seperti Mesir dan Sudan, berada di sekitar aliran Sungai Nil.

Sebagai contoh, jumlah populasi yang tinggi terdapat di Nile Delta dan Nile

Valley Mesir, namun luas wilayah ini hanya 5% dari wilayah Mesir. Di bagian

6 Ibid., hlm 100 7 Ibid., hlm 101 8 Ibid., hlm 17

51

upstream, pola pemukiman penduduk sebagian besar mengikuti curah hujan.

Jumlah populasi tertinggi di negara upstream adalah di Dataran Tinggi

Ethiopia dan Nile Equatorial Lakes Plateau, dimana kedua wilayah ini

memiliki curah hujan yang cukup tinggi.9 Berikut adalah jumlah populasi

yang berada di Sungai Nil:

Gambar 4.2 Jumlah Populasi Negara-Negara Riparian di Tepi Sungai Nil10

Jumlah populasi yang terdapat pada negara-negara riparian Sungai Nil

adalah sebesar 487,3 juta penduduk. Ethiopia memiliki jumlah populasi paling

tinggi yaitu 99,4 juta penduduk diikuti oleh Mesir sebanyak 91,5 juta dan DR

Congo sebanyak 72,1 juta. Eritrea, Burundi dan Rwanda menjadi negara

dengan jumlah populasi paling sedikit dengan jumlah Eritrea (5,2 juta),

9 Ibid., hlm 52 10 Ibid., hlm 53

52

Burundi (11,2 juta) dan Rwanda (11,7 juta). Jumlah populasi yang berada

dekat dengan Sungai Nil sebanyak 257 juta atau 53% dari jumlah populasi

negara riparian. Mesir memiliki jumlah populasi tertinggi sebanyak 85,8 juta,

diikuti oleh Uganda sebanyak 33,6 juta, Ethiopia 37,6 juta dan Sudan 31,4

juta. Eritrea dan DR Congo memiliki jumlah populasi yang berada dekat

dengan Sungai Nil paling sedikit yaitu Eritrea sebanyak 2,2 juta dan DR

Congo sebanyak 2,9 juta.11

Dengan jumlah populasi Mesir yang dekat dengan

Sungai Nil sebagai jumlah populasi tertinggi, maka penggunaan sumber daya

air Sungai Nil yang digunakan oleh penduduk Mesir cukup dominan.

Selain jumlah populasi, iklim dan juga sektor pertanian yang

bergantung dengan Sungai Nil, akses terhadap sumber daya listrik juga

dipengaruhi oleh sumber daya air dari Sungai Nil. Hampir seluruh negara

riparian Sungai Nil persentase jumlah populasi dengan akses terhadap arus

listrik berada di bawah standar, kecuali Mesir dimana seluruh populasi disana

mengakses arus listrik.

11 Ibid., hlm 53

53

Gambar 4.3 Persentase Jumlah Populasi terhadap Akses Arus Listrik di

Negara Riparian Sungai Nil12

Konsumsi arus listrik per kapita juga menunjukkan kontras yang cukup jelas

dimana konsumsi Mesir terhadap arus listrik mencapai dua kali lipat jika

dibandingkan dengan negara riparian lainnya.

Gambar 4.4 Jumlah Konsumsi Electricity Negara-Negara Riparian di Sungai

Nil (KWh/c)13

12 Ibid., hlm 62 13 Ibid., hlm 62

54

Dengan adanya persentase jumlah populasi terhadap akses arus listrik

di negara riparian Sungai Nil yang dimiliki oleh Mesir sebesar 100% pada

tahun 2012 dan jumlah konsumsi electricity yang dimiliki oleh Mesir sebesar

1502,3 KWh/c, maka Mesir membutuhkan jumlah air yang cukup besar dari

Sungai Nil untuk hydropower plant demi menghasilkan listrik.

Mesir merupakan negara dengan wilayah gurun yang sangat gersang

dan memiliki curah hujan sebesar 80 mm setiap tahunnya. Sungai Nil

dibutuhkan sebagai irigasi untuk proses penanaman gandum dimana gandum

merupakan sumber pangan bagi masyarakat Mesir. Saat ini, Mesir merupakan

negara pengimpor gandum dimana jumlahnya mencapai 10% dari jumlah

permintaan di dunia. Jumlah populasi yang meningkat, tidak adanya peraturan

mengenai penggunaan lahan dan pengelolaan air, membawa kepada

eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber daya air di Mesir.

Kelangkaan air merupakan faktor utama dalam keadaan sosial Mesir seperti

tingginya harga bahan makanan dan adanya kesenjangan ekonomi. Dengan

demikian, sumber daya air dan food security merupakan komponen penting

dalam strategi national security Mesir.14

Sektor pertanian merupakan distributor utama dalam pertumbuhan

ekonomi di Mesir dengan menyumbang sebanyak 15% dari jumlah GDP

Mesir yaitu USD 232 milyar. Selain itu, sebanyak 55% dari jumlah populasi

Mesir sangat bergantung pada sektor ini untuk kebutuhan hidup dan jumlah

pekerja pada sektor ini sebanyak 36% namun mengalami penurunan sebanyak

14 Omar, Nasef, “Egyptian National Security as Told by the Nile”, (The Century Foundation, 2016), hlm 2

55

32% pada tahun 2012. 15

Dari seluruh sektor di Mesir, sektor pertanian sangat

bergantung terhadap kebutuhan air untuk irigasi sebanyak 80-85% dari jumlah

permintaan. Mesir yang memiliki daerah dengan curah hujan paling sedikit,

berusaha untuk melakukan irigasi pada lahan pertanian mereka. Diantara

negara yang berada di tepi Sungai Nil, Mesir adalah negara yang memiliki

lahan pertanian di Lembah Sungai Nil paling luas dibandingkan dengan

negara lainnya. Rwanda, Kongo, Kenya dan negara lainnya tidak begitu

memanfaatkan Sungai Nil sebagai irigasi dikarenakan negara-negara tersebut

memiliki curah hujan yang tinggi.

Tabel 4.1 Luas Lahan Pertanian di Negara Riparian Sungai Nil16

Nama Negara

Luas Lahan Pertanian di Sungai

Nil / jumlah luas lahan pertanian

negara (1000 ha)

Burundi 0/74

DR Kongo 0/11

Mesir 3.078/3.300

Eritrea 15/22

Ethiopia 23/190

Kenya 6/67

Rwanda 2/4

Sudan 1.935/1.950

Tanzania 10/155

Uganda 9/9

15 Fawzi, Karajeh.,dkk, Working Paper:“Water and Agriculture in Egypt”, (International Center for

Agricultural Research in the Dry Areas, 2011) hlm 13 16

Simon A. Mason, Doctoral Thesis: “From Conflict to Cooperation in the Nile Basin”,(Switzerland: Swiss

Federal Institute of Technology Zurich, 2003) hlm 106

56

Bagaimanapun, dengan adanya pertumbuhan populasi yang meningkat

dan perubahan iklim yang terjadi, sektor pertanian dan Mesir mengalami

kelangkaan air. Pada tahun 2006, jumlah pengalokasian air sebanyak 850

m³/tahun. Namun, lima tahun kemudian yaitu pada tahun 2011 mengalami

penurunan menjadi 700 m³/tahun dan diduga akan terus menurun menjadi 500

m³/tahun pada 2030.17

Jumlah populasi penduduk Mesir meningkat dari 22 juta pada tahun

1950 menjadi ± 85 juta pada tahun 2010. Peningkatan pertumbuhan penduduk

akan berlanjut hingga beberapa dekade ke depan dan akan meningkat hingga

120-150 juta pada tahun 2050. Adanya peningkatan pertumbuhan penduduk

yang cukup pesat akan menjadi masalah yang cukup besar dengan jumlah

alokasi air.18

Penulis melihat bahwa Sungai Nil merupakan sumber kehidupan bagi

negara-negara di sekitarnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masing-

masing negara. Dengan adanya pertumbuhan populasi yang cukup meningkat

di setiap negara riparian dan juga keadaan iklim yang berbeda antara satu dan

lainnya menjadikan tantangan tersendiri bagi negara-negara riparian dalam

pengelolaan Sungai Nil. Salah satunya adalah Mesir dimana Mesir merupakan

negara yang sangat bergantung dengan Sungai Nil untuk memenuhi kebutuhan

hidup terutama pada sektor pertanian dalam hal irigasi.

17 Ibid., hlm 13 18 Ministry of Water Resources and Irrigation, Egypt, “Water Scarcity in Egypt: The Urgent Need for

Regional Cooperation among the Nile Basin Countries”, 2014, hlm 1

57

4.2 Nile Basin Initiative dan Cooperative Framework Agreement

Pada tanggal 22 Februari 1999, terbentuklah Nile Basin Initiative

(NBI) yaitu inter-governmental partnership yang beranggotakan 10 negara

riparian yaitu DR Kongo, Burundi, Mesir, Ethiopia, Kenya, Rwanda, Sudan

Selatan, Sudan, Tanzania dan Uganda. Eritrea bergabung sebagai observer.

NBI merupakan institusi yang dibentuk untuk mengadakan forum diskusi bagi

negara-negara riparian dalam melakukan management dan pengembangan

alokasi air Sungai Nil agar saling menguntungkan satu sama lain. Visi dari

institusi ini adalah untuk mencapai pertumbuhan sosial dan ekonomi melalui

alokasi air dan keuntungan yang didapat dari Sungai Nil. Hal ini dapat

diyakini bahwa negara-negara riparian dapat mencapai hasil yang baik bagi

masyarakat di sekitar Sungai Nil melalui kerjasama.19

Badan tertinggi di NBI yang mengurus mengenai politik dan

pembuatan keputusan adalah Nile Council of Ministers (Nile-COM), yang

didalamnya terdapat Menteri-Menteri dari negara anggota NBI. Nile-COM

didukung oleh Technical Advisor Committee (Nile-TAC), yang didalamnya

terdapat 20 pejabat pemerintah, dimana masing-masing negara memiliki 2

perwakilan.

19

Nile Basin Initiative. Nile Basin Water Resources Atlas (Kampala: New Vision Printing and Publishing

Company Ltd, 2016) hlm 16

58

Gambar 4.5 Struktur Nile Initiative Basin20

NBI merupakan institusi yang memiliki 3 pusat yaitu; the Secretariat

(Nile-SEC) terletak di Entebbe, Uganda yang bertanggung jawab terhadap

keseluruhan hal-hal mengenai Sungai Nil, institusi dan implementasi Basin

Cooperation dan Manajemen Sumber Daya Air. The Eastern Nile Technical

Regional Office (ENTRO) terletak di Addis Ababa, Ethiopia, bertanggung

jawab terhadap implementasi Program Pengembangan Sumber Daya Air di

wilayah Eastern Nile sub-basin meliputi Mesir, Ethiopia, Sudan Selatan dan

Sudan. The Nile Equatorial Lakes Subsidiary Action Program Coordination

Unit (NELSAP-CU) terletak di Kigali, Rwanda, bertanggung jawab terhadap

implementasi Program Pengembangan Sumber Daya Air di wilayah Nile

Equatorial Lakes sub-basin meliputi Burundi, DR Congo, Mesir, Ethiopia,

Kenya, Rwanda, Sudan Selatan, Sudan, Tanzania, dan Uganda.21

Pada setiap

negara anggota, terdapat kantor NBI yang melakukan koordinasi dan

20 Nile Basin Initiative. Who We Are diakses dari http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/who-we-are pada

tanggal 11 Januari 2018 pukul 12.15 21 Nile Basin Initiative. Op.cit., hlm 16

59

memastikan bahwa NBI regional dapat mengawasi dan ikut dalam

perencanaan pengembangan nasional masing-masing negara anggota.22

Gambar 4.6 Institusi Pusat NBI23

Tujuan utama dibentuknya NBI adalah untuk membentuk Cooperative

Framework Agreement (CFA) yang akan membentuk prinsip, struktur dan

institusi NBI dan dapat melibatkan negara-negara riparian Sungai Nil. Proses

pembuatan draft Nile Basin CFA telah dimulai sejak NBI berdiri secara resmi

tahun 1999 dan terus berlanjut hingga 10 tahun. Bagaimanapun, dalam proses

pembuatan draft CFA mengalami kesulitan dikarenakan adanya negara

riparian yang memperkuat posisinya berdasarkan perjanjian pada masa

kolonial yaitu Mesir dan Sudan dimana mereka mengklaim bahwa mereka

22Nile Basin Insisiative. Op cit., hlm 16 23 Nile Basin Initiative. Who We Are diakses dari http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/who-we-are pada

tanggal 11 Januari 2018

60

mendapatkan hak dan penggunaan terhadap Sungai Nil.24

Setelah beberapa

pertemuan dan pertimbangan yang telah dilakukan, pada bulan Juni 2007, Nile

Council of Ministers membuat konsep CFA. Walaupun negara-negara

riparian memiliki keinginan untuk melakukan kerjasama, mereka juga

mengajukan adanya projek hydro dalam skala besar dalam wilayah teritorinya.

Selain itu, negara-negara riparian tidak mengurangi ketergantungan mereka

terhadap aliran air Sungai Nil, sementara kebutuhan terhadap air terus

meningkat.25

Dalam CFA, terdapat beberapa prinsip dasar mengenai perlindungan,

penggunaan, konservasi dan pengembangan di Sungai Nil. CFA menetapkan

prinsip bahwa setiap negara-negara riparian memiliki hak untuk menggunakan

sumber air di dalam wilayah negara tersebut yang berasal dari Sungai Nil dan

menetapkan beberapa poin untuk memastikan penggunaan air secara adil dan

rasional. 26

Article 4 meminta adanya penggunaan air dalam aliran Sungai Nil

secara adil dan tidak berlebihan, Article 5 membahas mengenai pencegahan

kerusakan dalam penggunaan sumber daya air, Article 6 membahas adanya

perlindungan dan konservasi untuk ekosistem dan wilayah sungai, sementara

Article 8 menjelaskan adanya penjelasan dan persetujuan dalam penggunaan

sumber daya air yang baru. Keempat artikel ini berada di bawah the 1997

24 Salman, M.A Salman, “The Nile Basin Cooperative Framework Agreement: a peacefully unfolding African

Spring”, Water International vol 38 No. 1, 2012, hlm 20 25 Ashok, Swain, “Challeges for water sharing in the Nile basin: changing geo-politics and changing

climate”, Hydrological Science Journal vol. 56 No. 4, 2014, hlm 696 26 Salman, M.A Salman. Op.cit.,hlm 21

61

Convention on the Law of the Non-Navigational Uses of International

Watercourses.27

Untuk menangani perbedaan dan kontroversi yang terjadi antara 2

prinsip yang berbeda yaitu Mesir dan Sudan dengan negara riparian lainnya,

CFA memperkenalkan konsep water security pada Article 2 dan Article 14.

Article 2 dalam CFA mengartikan water security sebagai hak yang dimiliki

oleh seluruh negara riparian untuk dapat mengakses dan menggunakan

sumber daya air Sungai Nil untuk kesehatan, pertanian, kebutuhan hidup

sehari-hari, proses produksi dan lingkungan. 28

Dalam Article 14 menyatakan

bahwa:

“Having due regard for the provisions of Articles 4 and 5, Nile Basin

States recognize the vital importance of water security to each of them.

The States also recognize that cooperative management and

development of the waters of the Nile River System will facilitate

achievement of water security and benefits. Nile Basin States therefore

agree, in a spirit of cooperation, (a) to work together to ensure that all

states achieve and sustain water security, and (b) not to significantly

affect the water security of any other Nile Basin State.”29

Negara-negara upstream mendukung pernyataan dari article 14,

dimana negara-negara riparian mengakui pentingnya water security bagi

masing-masing negara dan juga menyadari bahwa adanya kerjasama dalam

pembangunan dan manajemen air dalam sistem di Sungai Nil akan membawa

dampak yang positif. Oleh karena itu, negara-negara riparian Sungai Nil

memiliki semangat dalam kerjasama untuk memastikan bahwa setiap negara

27Ashok, Swain, “Challeges for water sharing in the Nile basin: changing geo-politics and changing

climate”, Hydrological Science Journal vol. 56 No. 4, 2014, hlm 696 28 Salman, M.A Salman, “The Nile Basin Cooperative Framework Agreement: a peacefully unfolding African

Spring”, Water International vol 38 No. 1, 2012, hlm 21 29 Ashok, Swain. Op.cit., hlm 696

62

mendapatkan dan mempertahankan serta setiap adanya pemanfaatan dan

pengembangan yang dilakukan di Sungai Nil tidak boleh berdampak secara

signifikan bagi negara lain. Namun Mesir dan Sudan meminta untuk

mengganti pernyataan dalam section (b) menjadi “not adversely affect the

water security and current uses and rights of any other Nile Basin States”.30

Mesir dan Sudan meminta agar adanya pemanfaatan dan pengembangan

dalam Sungai Nil tidak berdampak pada water security dan penggunaan serta

hak yang dimiliki oleh negara riparian lainnya. Argumen ini berdasarkan dari

adanya kemungkinan implikasi yang dapat ditimbulkan bagi posisi Mesir dan

Sudan sebagai “historical and acquired rights” sesuai dengan Perjanjian

1959. Pada tahun 2007, negara-negara riparian mengalami kebuntuan dalam

proses negosiasi dan membawa isu tersebut ke Kepala Negara, namun

hasilnya pun tetap sama. Pada tahun 2009, saat pertemuan Nile Council of

Ministers di Kinshasa, seluruh negara upstream memutuskan bahwa mereka

tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Mereka memutuskan untuk memasukkan

Article 14b dan memberikan tekanan agar adanya penandanganan pada article

yang telah dinegosiasikan sebelumnya.31

Pada bulan Mei 2010, tujuh negara upstream bersama-sama

mendukung untuk meneruskan CFA dengan mengabaikan penolakan dari

Mesir dan Sudan. Ethiopia, Uganda, Tanzania, Rwanda, Kenya dan Burundi

telah menandatangani agreement ini, meskipun Mesir dan Sudan menolak

untuk menandatangani. Kesepakatan ini akhirnya memungkinkan adanya

30 Ibid., hlm 696 31 Ana Elisa, Cascao dan Alan Nicol, “GERD: new norms of cooperation in the Nile Basin?”,Water

International, 2016 hlm 7

63

pengembangan sungai Nil tanpa persetujuan Mesir, menghapus hak veto

negara tersebut atas proyek-proyek yang mempengaruhi distribusi air di

Sungai Nil.32

Sebagai bentuk protes atas inisiatif negara upstream untuk

menandatangani CFA, Sudan meminta untuk membekukan segala proyek

yang dilakukan oleh NBI. Alasan utama Sudan dan Mesir menentang adanya

CFA karena Mesir dan Sudan menganggap bahwa CFA tidak melindungi

“historic right” mereka terhadap Sungai Nil.33

CFA juga berisi tentang

pembentukan komisi permanen yang akan mengatur Sungai Nil dan menjamin

adanya alokasi sumber daya air yang adil. Menurut mantan Menteri Sumber

Daya Air Mesir, Mahmoud Abu-Zeid, implementasi yang akan dilakukan oleh

negara-negara hulu untuk mengatasi kekhawatirannya dalam penggunaan air

di Sungai Nil adalah dengan mengembangkan bagian-bagian yang belum

dimanfaatkan di Sungai Nil untuk membantu menghasilkan sumber air

tambahan. 34

Hal ini membuat Mesir khawatir akan berkurangnya pasokan air

menuju Mesir yang dapat menimbulkan kekurangan air untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat Mesir. Selain itu, adanya kemungkinan pengembangan

Sungai Nil tanpa persetujuan Mesir dan menghapus hak veto Mesir terhadap

proyek-proyek yang akan dijalankan oleh negara-negara upstream,

32

Laura, Parkes, “The Politics of “Water Scarcity in the Nile Basin” the Case of Egypt”, Journal Politics &

International Studies vol. 9, 2013, hlm 460 33 Ashok, Swain, “Challenges for water sharing in the Nile basin: changing geo-politics and changing

climate”, Hydrological Science Journal vol. 56 No. 4, 2014, hlm 696 34 Ashenafi, Abedje. Nile river Countries Consider Cooperative Framework Agreement, (VOA News, 17

Maret 2011 )diakses dari https://www.voanews.com/a/nile-series-overview-11march11-

118252974/157711.html pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 11.15

64

bertentangan dengan Perjanjian tahun 1959 yang menjadi acuan Mesir dalam

akses penguasaan dan penggunaan Sungai Nil dimana negara-negara yang

akan membangun sebuah proyek di Sungai Nil harus meminta izin terlebih

dahulu kepada Mesir dan Mesir memiliki hak veto untuk menghentikan

pembangunan tersebut jika dirasa dapat merugikan Mesir. Pasca

penandatanganan CFA yang dilakukan oleh Ethiopia pada tahun 2010,

Ethiopia mengumumkan akan membangun bendungan yang bernama GERD

Dam pada tahun 2011.

Berikut adalah evolusi dari CFA35

:

Tabel 4.2 Evolusi Cooperative Framework Agreement (CFA)

Tanggal Stage Deskripsi

Januari 1997-

Maret 2000

Panel of Experts Persiapan text atau working documents berisi

prinsip, institusi, hak dan kewajiban

Agustus

2000-Agustus

2001

Transnational

Committee

Text diubah menjadi draft agreement

Desember

2003-

Desember

2005

Negotiations

Committee

Proses negosiasi draft agreement

Maret 2006-

Juni 2007

Ministerial

Negotiations

Draft agreement diajukan dengan semua article

namun terdapat satu article yang dihapus yaitu

(Article 14, Water Security). Isu dibawa menuju

level Kepala Negara

Agustus 2008 Nile-COM Reengagement, Re-opening file pada level Menteri

Pertemuan di

Kinshasa

22 Mei 2009

Nile-COM 7 negara anggota setuju untuk menggabungkan

Article 14b untuk resolusi oleh Nile River Basin

Commision (NRBC); Mesir merasa keberatan;

Sudan tidak hadir dalam proses decision namun

35 Nile Basin Initiative. Cooperative Framework Agreement diakses dari

http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/cooperative-framework-agreement pada tanggal 10 Januari 2018

pukul 13.00

65

megekspresikan keraguannya.

Nairobi

3 Juli 2009

Pertemuan

negosiator antar

negara

7 negara setuju untuk cleaned text; Mesir dan

Sudan merasa keberatan

Pertemuan

Alexandria

27/28 Juli

2009

Nile-COM Joint decision untuk memberikan waktu lebih

untuk mencari joint agreement

Entebbe,

Sept 2009

Dar es

Salaam, Dec

2009

Sharm el

Sheikh, April

2010

Joint Nile-TAC

and Negotiators

Committee

Deliberasi untuk kemajuan bersama

Pertemuan

Sharm el

Sheikh

13 April 2010

Nile-COM 7 negara setuju untuk penandatanganan CFA;

Mesir dan Sudan menolak

14 Mei 2010 CFA opened for

signature

4 negara (Ethiopia, Rwanda, Tanzania dan

Uganda) menandatangani CFA di Entebbe,

Uganda

19 Mei 2010 Kenya menandatangani CFA di Nairobi, Kenya

28 Februari

2011

Burundi menandatangani CFA di Bujumbura,

Burundi

13 Juni 2013 Ratification Ethiopia meratifikasi CFA

28 Agustus

2013

Ratification Rwanda meratifikasi CFA

26 Maret

2015

Ratification Tanzania meratifikasi CFA

66

NBI merupakan sebuah organisasi formal yang dibentuk dimana agar

negara-negara riparian dapat berdiskusi mengenai akses dan penggunaan

sumber daya air Sungai Nil secara adil dan merata. Dari NBI, kemudian

terbentuk Cooperative Framework Agreement yang berisi mengenai aturan-

aturan dalam penggunaan dan akses sumber daya air di Sungai Nil. Tujuannya

adalah melalui agreement tersebut negara-negara riparian dapat mencapai

sebuah kesepakatan mengenai sumber daya air di Sungai Nil. Namun, Mesir

dan Sudan tidak menyetujui adanya CFA ini dikarenakan kedua negara

tersebut masih menganggap bahwa perjanjian yang berlaku untuk mengakses

Sungai Nil yaitu perjanjian pada tahun 1959 dimana Mesir dan Sudan

memiliki hak penuh atas akses dan penggunaan Sungai Nil.

67

BAB V

STRATEGI MESIR DALAM MENCAPAI HYDRO-HEGEMONY DI

ALIRAN SUNGAI NIL TAHUN 2011-2015

Pada bab lima ini, penulis akan memaparkan strategi Mesir dalam

mencapai hydro-hegemon di aliran Sungai Nil tahun 2011-2015 dengan

menggunakan hydro-hegemony theory milik Mark Zeitoun dan Jeroen Warner.

Penulis menggunakan empat variabel yaitu variabel source of power, hydro

hegemon strategies, degrees of conflict, dan outcomes of hydro-hegemony

strategies. Pada variabel pertama yaitu source of power, penulis menggunakan

empat indikator yaitu geographical power, material power, bargaining power dan

ideational power.

Variabel kedua yaitu hydro-hegemon strategies dimana variabel ini

memiliki empat indikator yaitu coercive compliance-producing mechanisms,

utilitarian compliance-producing mechanisms, normative compliance-producing

mechanisms, dan hegemonic compliance-producing mechanisms. Indikator

pertama yaitu coercive compliance-producing mechanisms penulis akan

memaparkan strategi yang dilakukan oleh Mesir dimana strategi ini mengarah

kepada penggunaan cara koersif. Indikator kedua yaitu utilitarian compliance-

producing mechanisms penulis akan melihat apakah Mesir melakukan pemberian

incentives kepada Ethiopia untuk mencapai hydro-hegemon. Indikator ketiga yaitu

normative compliance-producing mechanisms penulis akan memaparkan

perjanjian yang terbentuk antara Mesir dan Ethiopia terkait GERD dam dan

pengelolaan air Sungai Nil. Indikator keempat yaitu hegemonic compliance-

producing mechanisms penulis akan memaparkan strategi yang dilakukan Mesir

68

untuk dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat internasional dalam

kepentingannya terhadap Sungai Nil.

Variabel ketiga mengenai degree of conflict diukur menggunakan Water

Event Intensity Scale (WEIS). WEIS menunjukkan bahwa dampak dari setiap

level intensity of conflict dalam hubungan internasional adalah berbeda.

Pengukuran dilakukan dengan memberikan skala angka dari -7 hingga +7, -7

menandakan adanya konfliktual, 0 menandakan sikap yang netral, +7 menandakan

adanya kerjasama. Variabel keempat mengenai outcome of hydro-hegemony

strategies. dimana terdapat tiga outcomes yang kemungkinan akan muncul yaitu

shared, adanya sebuah bentuk kerjasama antar riparian dalam mengakses sumber

air karena distribusi alokasi sumberdaya air yang cenderung lebih adil diukur

dengan adanya shared interest projects, (b) Consolidated, dimana stronger

riparian mendominasi akses terhadap sumber air sehingga mengakibatkan

pembagian alokasi air yang tidak merata, (c) Contested, dimana terjadi kompetisi

yang dapat memicu terjadinya konflik karena tiap negara riparian saling berlomba

untuk dapat menjadi hydro hegemony.

5.1 Source of Power yang Dimiliki oleh Mesir

Adanya source of power dapat mendukung sebuah negara untuk

mencapai atau mempertahankan hydro-hegemon. Semakin besar power yang

dimiliki oleh sebuah negara, semakin besar pula pengaruh yang dapat

disebarkan untuk mencapai atau mempertahankan posisi sebagai hydro-

hegemon. Secara geografis, Mesir merupakan negara downstream dalam aliran

69

Sungai Nil yang berarti bahwa Mesir tidak berada dekat dengan sumber aliran

Sungai Nil sehingga Mesir tidak memiliki power secara geografis untuk

mengatur aliran Sungai Nil. Namun, Mesir memiliki power untuk mengakses

Sungai Nil berdasarkan Perjanjian tahun 1929 yang dibuat bersama dengan

Pemerintah Inggris dan diperbaharui pada tahun 1959 bersama Sudan. Adanya

perjanjian ini membuat Mesir dan Sudan memiliki “historic right” terhadap

Sungai Nil.

Kapasitas military power yang dimiliki oleh Mesir tergolong cukup

besar jika dibandingkan dengan kekuatan militer negara riparian lainnya.

Mesir memiliki Power Index sebesar 0,2676 dimana Mesir menduduki

peringkat pertama dalam kawasan Afrika dan peringkat 10 dari 133 negara.1

Adanya kapasitas military power yang dimiliki oleh Mesir dapat menjadi

modal untuk melakukan ancaman secara militer atau penggunaan military

force kepada Ethiopia jika Mesir sudah merasa terancam atas akses air di

Sungai Nil. Berikut merupakan kekuatan militer yang dimiliki oleh Mesir

menurut Global Fire Power:

Tabel 5.1 Military Strength yang dimiliki oleh Mesir2

Manpower, meliputi total persenjataan militer dan jumlah manpower yang

menjalankan military force.

- Jumlah Populasi: 94.666.993

- Jumlah Manpower: 42.000.000

- Fit-for Service: 35.306.000

1 Global Fire Power. African Countries Ranked by Military Power, diakses dari

http://www.globalfirepower.com/countries-listing-africa.asp pada tanggal 1 Januari 2018 pukul 12.15 2 Global Fire Power. 2017 Egypt Military Strength, diakses dari https://www.globalfirepower.com/country-

military-strength-detail.asp?country_id=egypt pada tanggal 11 Janruari 2018 pukul 12.35

70

- Reaching Military Age: 1.535.000

- Total Military Personnel: 1.329.250

- Active Personnel: 454.250

- Reserve Personnel: 875.000

Air Power, meliputi pesawat tempur dan helikopter yang berasal dari

Angakatan Darat, Laut dan Udara. Air power merupakan salah satu komponen

penting dari kekuatan militer

- Total Aircraft Strength: 1.132

- Fighter Aircraft: 337

- Attack Aircraft: 427

- Transport Aircraft: 260

- Trainer Aircraft: 384

- Total Helicopter Strength: 257

Army Strength

- Combat tanks: 4110

- Armored Fighting Vehicles: 13.949

- Self-Propelled Artilery: 889

- Towed Artillery: 2360

- Rocket Projectors: 1481

Navy Strength

- Total Naval Assests: 319

- Aircraft Carriers: 2

- Frigates: 9

- Corvettes: 2

- Submarines: 5

- Patrol Craft: 227

- Mine Warfare Vessels: 23

Natural Resources (Petroleum)

- Produksi: 478.400 barel/hari

- Konsumsi: 740.000 barel/hari

71

- Cadangan: 4.400.000.000 barel

Logistics

- Labor Force: 31.960.000

- Merchant Marine Strength: 67

- Major Ports / Terminals: 7

- Roadway Coverage (km): 65.050

- Railway Coverage (km): 5.083

- Serivecable Airports: 83

Finance

- Defense Budget: $ 4.400.000.000

- External Debt: $ 50.670.000.000

- Foreign Exchange/Gold: $ 15.060.000.000

- Purchasing Power Parity: $ 1.105.000.000.000

Geography

- Square Land Area (km): 1.001.450

- Coastline (km): 2.450

- Shared Borders (km): 2.612

- Waterways (km): 3500

Mesir juga memiliki bendungan yang dibangun di wilayah selatan

Aswan yang bernama High Aswan Dam (HAD) dengan panjang 3600 m dan

tinggi 111 m diatas permukaan sungai, memiliki daya tampung sebesar 162

km² dan kapasitas hydropower sebesar 109 kWh per tahun. Bendungan ini

dibangun pada tahun 1960. Tujuan dibangunnya bendungan ini adalah untuk

mengontrol aliran air Sungai Nil, melindungi Nile Valley dan Delta Sungai Nil

dari banjir dan untuk hydro-power.3 HAD memiliki hydropower plant dengan

3M.A. Abu-Zeid dan F.Z. El-Shibini, “Egypt‟s High Aswan Dam”, Water Resources Development vol. 13 No.

2, 1997, Hlm 210

72

kapasitas 21 juta MW dan pembangkit listrik sebesar 10.000 MkWH setiap

tahunnya. Adanya pembangkit listrik yang dimiliki oleh Mesir dapat

memberikan arus listrik kepada ± 4500 desa serta menjalankan pompa air

untuk kebutuhan irigasi dan drainase. 4 Dengan adanya HAD sebagai

bendungan terbesar ketiga di dunia yang memiliki waduk terbesar bernama

Danau Nasser, dapat menjadi salah satu acuan bahwa Mesir memiliki

ketergantungan yang cukup besar kepada Sungai Nil untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidup.

Dari pemaparan diatas, dapat digunakan pula oleh Mesir untuk

bargaining power dalam proses pembentukan agreement. Pada tahun 2007,

Mesir dan Sudan menolak adanya pembentukan Cooperative Framework

Agreement yang dibentuk oleh negara-negara riparian NBI karena Mesir dan

Sudan masih menganggap bahwa perjanjian yang berlaku mengenai akses dan

penggunaan sumber daya air Sungai Nil adalah Perjanjian tahun 1929 dan

1959. Mesir dan Sudan merasa bahwa pembentukan CFA tidak melindungi

“historic right” mereka terhadap Sungai Nil sehingga Mesir dan Sudan tidak

menandatangani perjanjian tersebut.

5.2 Strategi Mesir untuk Mencapai Hydro-hegemony

Menurut Mark Zeitoun dan Jeroen Warner untuk dapat mengakses

sumber daya air agar memenuhi kebutuhan hidup, negara dapat

menggunakan strategi dan taktik yang sesuai dengan tiga strategi utama

4 Ibid., hlm 212

73

yaitu strategi yang pertama adalah resource capture, dimana riparian

memiliki sebuah project yang dapat mempengaruhi aliran atau kualitas

dari sumber tersebut.5 Resource capture adalah sebuah strategi dengan

membentuk „facts on the ground‟ yang dapat mengontrol akses menuju

sumber daya tersebut, contohnya akuisisi, aneksasi atau membangun

project hydarulic dalam skala besar. Strategi kedua yaitu containment

strategy, strategi ini memungkinkan negara dengan kapasitas power yang

besar untuk dapat memberikan pengaruh kepada riparian yang lemah

melalui sebuah draft perjanjian yang menguntungkan bagi negara hydro-

hegemon.6 Strategi ketiga yaitu integration strategy, dimana strategi ini

mengutamakan adanya insentif dan kerjasama antara negara-negara

riparian yang dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak.7

Kerjasama ini nantinya akan mengarah kepada pembentukan status quo

melalui perjanjian internasional yang mancantumkan distribusi kuota air

antar negara riparian. Dari ketiga strategi ini Zeitoun dan Warner

menjelaskan dengan empat mekanisme yaitu coercive compliance-pro

ducing mechanisms, utilitarian compliance producing mechanisms,

normative compliance producing mechanisms, dan hegemonic compliance

producing mechanisms.

5 Mark, Zeitoun dan Jeroen, Warner, “Hydro-hegemony – a Framework for Analysis of Transboundary Water Conflicts.” (Water Policy vol 8, 2006), hlm 444 6 Ibid,. hlm 445 7 Ibid., hlm 445

74

5.2.1 Coercive compliance-producing mechanisms

Dalam indikator ini, strategi yang dilakukan lebih mengarah kepada

penggunaan cara koersif untuk mencapai dan mempertahankan hydro-

hegemony, antara lain (a) military force, invasi militer jarang dilakukan

dalam konflik air dan biasanya dilaksanakan sebagai langkah terakhir. Cara

ini sangat efektif dalam implementasi resource capture strategy; (b) covert

action, dimana sebuah negara yang menjadi kompetitor, berusaha untuk

masuk dan terikat dengan entitas atau kelompok yang berada di dalam

negara lawan dengan tujuan untuk melemahkan kondisi politik, militer

maupun ekonomi negara tersebut. Aksi ini biasa ditandai dengan adanya

dukungan kepada kelompok oposisi atau anti pemerintah; (c) coercion-

pressure, hal ini merupakan cara yang sering digunakan untuk mendapatkan

kontrol terhadap akses sumber air dengan cara memberikan ancaman seperti

military action, economic sanctions, atau political sanction; (d) active

stalling, manipulasi waktu yang dilakukan oleh hydro-hegemon untuk

mempertahankan status quo. Hal ini dapat berdampak pada penundaan

proses pembangunan proyek maupun investasi.

Pemerintah Ethiopia mengumumkan akan melakukan pembangunan

bendungan yaitu GERD Dam pada tahun 2011. Adanya rencana

pembangunan bendungan ini, tidak hanya mengancam keamanan energi bagi

Mesir namun juga mengancam keamanan nasional mereka. Proyek

pembangunan bendungan Ethiopia berlangsung pada saat Mohamed Morsi

terpilih menjadi Presiden Mesir pada tahun 2012. Pada awal Juni 2013,

75

Morsi melakukan pertemuan dengan para tokoh-tokoh politik Mesir untuk

mendiskusikan tindakan-tindakan yang mungkin dapat dilakukan Mesir

untuk menghambat pembangunan bendungan yang dilakukan Ethiopia. 8

Para tokoh politik yang hadir dalam pertemuan tersebut menyarankan untuk

melakukan sabotase atau serangan terhadap bendungan GERD. Petinggi

Partai Conservative Islamist Nur, Yunis Makhyun, mengatakan bahwa

proyek bendungan Ethiopia merupakan ancaman bagi keamanan nasional

Mesir dan menyarankan untuk memberikan dukungan kepada pemberontak

di Ethiopia sebagai alat untuk menghentikan proyek bendungan tersebut.9

“Ethiopia is “fragile” because of rebel movements inside the country.

We can communicate with them (Rebels) and use them as a bargaining

chip against the Ethiopian government”10

Menurut Makhyun, Ethiopia dianggap lemah karena adanya

pemberontakan yang terjadi di dalamnya. Mesir dapat berkomunikasi

dengan para pemberontak dan menggunakan mereka sebagai alat untuk

melawan Pemerintah Ethiopia. Makhyun kemudian mengatakan bahwa jika

aksi ini gagal, maka tidak ada pilihan lain bagi Mesir yaitu menggunakan

rencana terakhir dengan menggunakan badan intelijen untuk menghentikan

pembangunan bendungan tersebut.

8Brooke, Kantor. “Dam-ed if you don‟t”: Egypt and the Grand Ethiopian Renaissance Dam Project,

(Harvard Political Review, 27 Februari 2014) diakses dari http://harvardpolitics.com/hprgument-posts/dam-

ed-dont-egypt-grand-ethiopian-renaissance-dam-project/ pada tanggal 13 Desember 2017 pukul 09.45 9Tesfa-Alem, Tekle, “Egypt TV airs live discussion of Ethiopia dam sabotage plans”, (Sudan Tribune, 4 Juni

2013) diakses dari http://www.sudantribune.com/spip.php?article46817 pada tanggal 14 Desember 2017

pukul 10.00 10 Tigrai Online,”Egyptian politicians caught plotting how to attack Grand Ethiopian Renaissance Dam”,

(Tigrai Online, 4 Juni 2013) diakses dari http://www.tigraionline.com/articles/egypt-plan-attack-gerd.html

pada tanggal 12 Desember 2017 pukul 10.00

76

Ayman Nour, Petinggi dari Partai Liberal Ghad, menyarankan untuk

menyebarkan rumor bahwa Mesir akan membeli pesawat militer yang akan

diartikan oleh Ethiopia sebagai rencana Mesir untuk melakukan serangan

udara. Dengan adanya rumor tersebut, diharapkan dapat menciptakan rasa

takut bagi Ethiopia sehingga Pemerintah Ethiopia dapat memulai

bekerjasama dengan kepentingan Mesir.11

Adanya pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh politik dalam

pertemuan tersebut untuk melakukan ancaman serangan terhadap bendungan

Ethiopia bisa terlaksana karena kekuatan militer yang dimiliki oleh Mesir

cukup kuat yang telah dipaparkan oleh penulis pada sub bab sebelumnya

yaitu dengan Power Index sebesar 0,2676.12

Namun, pertemuan yang

dilaksanakan oleh Presiden Morsi dan juga para tokoh politik disiarkan

secara live sehingga hal ini diketahui oleh Pemerintah Ethiopia. Adanya

ancaman yang akan dilakukan oleh Mesir terhadap Ethiopia, ditanggapi oleh

Getachew Reda sebagai juru bicara Perdana Menteri Ethiopia, Hailemariam

Desalegn. Beliau mengatakan bahwa:

“We are not in the business of starving Egyptians to death. We are

rather interserted in the generation of hydro-electric power and

there is nothing that will create any significat harm on the Egyptians

as far the building of the dam is concerned”13

11 Tesfa-Alem, Tekle, “Egypt TV airs live discussion of Ethiopia dam sabotage plans”, (Sudan Tribune, 4

Juni 2013) diakses dari http://www.sudantribune.com/spip.php?article46817 pada tanggal 14 Desember 2017

pukul 10.00 12 Global Fire Power. African Countries Ranked by Military Power, diakses dari

http://www.globalfirepower.com/countries-listing-africa.asp pada tanggal 1 Januari 2018 pukul 12.00 13 Tigrai Online. 2013. Egyptian politicians caught plotting how to attack Grand Ethiopian Renaissance Dam

diakses dari http://www.tigraionline.com/articles/egypt-plan-attack-gerd.html pada tanggal 1 Januari 2018

10.00

77

Pemerintah Ethiopia tidak tertarik untuk melakukan kekerasan kepada

Mesir. Ethiopia lebih fokus untuk membangun pembangkit listrik dan

menganggap bahwa pembangunan GERD Dam tidak akan menimbulkan

kerugian yang signifikan kepada Mesir selama pembangunan tersebut

dibawah pengawasan Pemerintah.

Military force tidak dilakukan oleh Mesir karena Mesir masih

mengeluarkan sebuah ancaman yang terjadi pada pertemuan antara Morsi

dan tokoh politik Mesir lainnya yang disiarkan secara live. Jika Mesir

berencana melakukan military force, cara yang terbaik agar Mesir dapat

merubuhkan bendungan yang dibangun adalah dengan menggunakan aksi

bom yang ditempatkan dari tempat yang rendah atau bahkan lebih baik lagi

dengan aksi serangan amunisi udara secara langsung yang berada dalam

ketinggian sedang. Namun, kesulitannya adalah bahwa bom tersebut perlu

disebar di bagian sangat dasar dari bendungan, di bawah air, dimana efek

ledakan dan tekanan gelombang yang dihasilkan akan sangat kuat. Di sisi

lain, jarak merupakan faktor utama yang menghambat Mesir untuk

melakukan military force. Jarak Ethiopia terlalu jauh dari Mesir. Satu-

satunya kesempatan yang menjadikan Mesir dapat melakukan serangan

militer adalah bahwa GERD Dam terletak dekat dengan perbatasan Sudan

sehingga Mesir dapat menempatkan beberapa angkatan udara Mesir dalam

jangkauan. Namun, adanya operasi militer dari Sudan dapat menimbulkan

dampak internasional bagi Sudan dan Mesir. Jarak yang dekat antara Sudan

78

dan Ethiopia juga akan membuat rentan terhadap pembalasan militer secara

langsung.14

Selama proses konstruksi dam berlangsung, negosiasi yang terjadi

antara Mesir dan Ethiopia mengalami kebuntuan. Hal ini menyebabkan

Mesir mengajukan petisi kepada negara-negara lain untuk mendapatkan

dukungan. Mesir berharap dapat memberikan tekanan kepada para pendonor

yang memiliki investasi atau pengaruh kepada Ethiopia melalui perwakilan

diplomat di Kairo. Menteri Luar Negeri, Nabil Fahmy melakukan perjalanan

ke Eropa dan Afrika selama beberapa bulan dengan membawa agenda

mengenai Sungai Nil. Selama perjalanan ke Italia yang dimulai pada bulan

Februari, Nabil Fahmy meminta Perusahaan Italia yang membangun GERD

dam untuk menghentikan proses pembangunan bendungan tersebut. 15

Selain itu, Mesir juga berencana akan membawa isu ini ke UN

Security Council untuk membuat Mesir memiliki hak veto dalam

pembangunan GERD Dam yang mana memberikan ancaman bagi water

security Mesir. Juru bicara Menteri Pengairan dan Sumber Daya, Khalid

Wasif mengatakan bahwa Mesir memulai untuk melakukan koneksi dunia

internasional untuk membentuk jalur politik dan diplomasi untuk

menghindari bahaya yang dapat menimpa Mesir jika pembangunan GERD

Dam dilaksanakan. Mesir tidak akan mengizinkan bendungan tersebut

dibangun dan akan bergerak untuk terus meningkatkan tekanan internasional

14 Worldview Startfor, “Egypt‟s Limited Military Options to Stop an Ethiopian Dam Project”, 2013, diakses

dari https://worldview.stratfor.com/article/egypts-limited-military-options-stop-ethiopian-dam-project pada

tanggal 8 Januari 2018 pukul 14.30 15 Campbell, MacDiarmid, “Egypt to „escalate‟ Ethiopian dam dispute”, (Al Jazeera, 21 April 2014) diakses

dari http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/04/egypt-escalate-ethiopian-dam-dispute-

201448135352769150.html pada tanggal 8 Januari 2018 pukul 16.00

79

agar proyek GERD Dam tidak didanai oleh international donor.16

Tindakan

ini dilakukan sebagai active stalling dimana Mesir berusaha untuk mengulur

waktu pembangunan GERD agar pembangunan tertunda atau bahkan

dihentikan oleh Pemerintah Ethiopia.

Pasca IPoE mengeluarkan Final Report mengenai proyek GERD

Dam, Mesir meminta agar pembangunan GERD Dam sementara ditunda

terlebih dahulu hingga proses pengamatan dan analisis telah selesai

dilakukan. Tujuan Mesir adalah untuk mengulur waktu pembangunan

GERD Dam yang dirasa Mesir dapat mengancam aliran air Sungai Nil

menuju Mesir. Pada tahun 2014, International Rivers Network (IRN)

sebagai organisasi non profit yang berasal dari Amerika Serikat menerima

sebuah laporan. Di dalam laporan tersebut menyebutkan banyaknya masalah

dengan analisis yang ada dan kurangnya analisis mengenai sejumlah isu

kritis. Anggota panel tersebut merekomendasikan peneidikan lebih lanjut

mengenai dampak hidrologi bendungan, termasuk pasokan air dan bahan

pembangkit di hilir, resiko yang ditimbulkan dari perubahan iklim dam

masalah geoteknik. Anggota panel juga merekomendasikan penilaian

dampak lingkungan dan sosial lintas batas yang dilakukan bersama oleh

ketiga negara. Oleh karena itu IRN merekomendasikan untuk menunda

16Walaa, Hussein, “UPDATE: Egypt may take Nile dam dispute with Ethiopia to UN”, (Al-Monitor, 20

Januari 2014) diakses dari https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/01/egypt-renaissance-dam-

dispute-internationalize.html pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 11.45

80

pembangunan proyek GERD Dam hingga seluruh studies yang

direkomendasikan oleh anggota panel telah selesai.17

Adanya pernyataan yang dikeluarkan oleh IRN membuat para ahli

Ethiopia menganggap bahwa IRN berpihak kepada Mesir. Mereka

mengatakan bahwa IRN menggagalkan usaha Ethiopia untuk

mengembangkan sumber airnya dan menghindari jumlah populasi yang

semakin meningkat dari kemiskinan. Mereka juga mengatakan bahwa

mereka menolak permintaan dari IRN agar Ethiopia menerima proposal dan

menunda pembangunan konstruksi GERD Dam18

. Namun, pernyataan yang

disampaikan oleh Ethiopia dibantah oleh IRN. IRN mengatakan bahwa tidak

menerima bantuan apapun dari institusi pemerintah manapun termasuk

Mesir, IRN tidak memihak dan mengkritik jika terdapat proyek

pembangunan sungai yang bersifat destruktif.19

5.2.2 Utilitarian compliance-producing mechanisms

Indikator ini menjelaskan mengenai pemberian incentives dari negara

hegemon terhadap negara non-hegemon dapat berupa bantuan luar negeri

(trade incentives), diplomatic recognition, bantuan militer berupa

perlindungan terhadap militer negara tersebut dengan melakukan kerjasama

17 International Rivers, “GERD Panel of Experts Report: Big Questions Remain”, 31 Maret 2014, diakses

dari https://www.internationalrivers.org/gerd-panel-of-experts-report-big-questions-remain pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 11.45 18 Beyene, Geda, “Ethiopia slams anti-dam group‟s Egypt “proxy campaign” ,(The Africa Report, 14 April

2014) diakses dari http://www.theafricareport.com/North-Africa/ethiopia-slams-anti-dam-groups-egypt-

proxy-campaign.html pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 15.30 19 Lori, Pottinger, “Rejoinder: On the construction of the Grand Renaissance Dam in Ethiopia”, (The Africa

Report, 17 April 2014) diakses dari http://www.theafricareport.com/Soapbox/rejoinder-on-the-construction-

of-the-grand-renaissance-dam-in-ethiopia.html pada tanggal 12 Januari 2018 pukul 08.45

81

militer atau aliansi (military protection) dan dengan mengarah kepada

„shared interest‟ terhadap sebuah proyek untuk mengakses sumber air, dapat

menjadikan sebuah kerjasama yang dapat menciptakan hubungan hydro-

relations yang stabil.

Pada bulan September 2011, Mesir menyetujui proposal yang

diajukan oleh Ethiopia untuk membuat International Panel of Experts

(IPoE) bersama dengan Sudan. IPoE terdiri dari 10 anggota, 2 ahli dari

masing-masing-masing negara riparian yaitu Ethiopia yang diwakilkan oleh

Eng. Gedion Asfaw dan Dr. Yilma Seleshi; Mesir yang diwakilkan oleh Dr.

herif Mohamady Elsayed dan Dr. Khaled Hamed; Sudan yang diwakilkan

oleh Dr. Ahmed Eltayeb Ahmed dan Eng. Deyab Hussien Deyab serta 4 ahli

dari luar negara riparian yaitu Dr. Bernard Yon, ahli lingkungan; Mr. John

D. M.Roe, ahli dalam sosio-ekonomi; Mr. Egon Failer, ahli dam

engineering; Dr. Thinus Basson, ahli water resource and hydrological

modelling.20

Tujuan dibentuknya panel adalah untuk mengidentifikasi

dampak negatif GERD Dam pada Mesir dan Sudan serta membuat

rekomendasi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bendungan

tersebut. 21 IPoE kemudian dibentuk pada November 2011 dan pertemuan

pertama diadakan di Addis Ababa pada tanggal 15-18 Mei 2012. Pemerintah

Ethiopia menyediakan dokumen mengenai proyek GERD Dam berupa hard

dan soft copy untuk ditinjau dalam pertemuan pertama hingga pertemuan

20 International Panel of Experts (IPoE). International Panel Of Experts (IPoE) on Grand Ethiopian

Renaissance Dam Project (GERDP) Final Report, Ethiopia, 2013 hlm 3 21

Salman, M.A Salman, “The Grand Ethiopian Renaissance Dam: the road to the declaration of principles

and the Khartoum document”, Water International,2016, Hlm 6

82

keenam IPoE. Berikut merupakan pertemuan dan tugas yang telah

dilaksanakan oleh IPoE:

Tabel 5.2 Pertemuan dan Tugas yang Telah Diselesaikan oleh IPoE22

Item Durasi Aktivitas

1. Pelaksanaan pertemuan

pertama IPoE

Pertemuan dilakukan

di Addis Ababa,

Hotel Sheraton, 15-18

Mei 2012

- Anggota IPoE mengunjungi

GERD Dam dan diberikan

briefing terkait proyek tersebut

- IPoE mengidentifikasi isu yang

diperlukan untuk menjadi

review oleh anggota dan topik

yang sesuai dengan dokumen

yang diberikan

- Anggota IPoE diberikan

dokumen mengenai project

study and design dalam bentuk

soft copy

- IPoE menyetujui adanya

working procedures,

komunikasi, penyerahan

dokumen serta penggunaan

website agar dapat diakses oleh

seluruh anggota

- IPoE menyetujui untuk

melakukan pertemuan

berikutnya di Kairo

2. Pertemuan Kedua IPoE Dilaksanakan di

Kairo 19-21 Juni

2012

- Mendiskusikan aktivitas dan

progres dari pembangunan

GERD Dam

- Anggota IPoE saling bertukar

pikiran dan sudut pandang

terhadap dokumen yang

diberikan

- Memperkenalkan web page

yang akan digunakan untuk

saling memberikan informasi

berupa dokumen

22 Op.cit.,hlm 4

83

3. Pertemuan Ketiga IPoE Dilaksanakan di

Addis Ababa, 9-11

Oktober 2012

- Melaksanakan kunjungan ke

GERD Dam

4. Pertemuan Keempat IPoE Dilaksanakan di

Addis Ababa, 26-28

November 2012

- Mendiskusikan persiapan

untuk final report IPoE

5. Geotechnical Expert

Group Mission

IPoE mengatur expert

group mission pada

tanggal 3-9 Februari

2013 untuk menilai

dan memverifikasi isu

geotechnical terkait

GERD Dam.

- Melakukan konsultasi terkait

dokumen geotechnical yang

telah dipersiapkan oleh EPC

Contractor dan melakukan

kunjungan ke GERD Dam

selama tiga hari

6. Pertemuan Kelima IPoE Dilaksanakan di

Rosseries Township,

Sudan 25-28 Maret

2013

- Mendiskusikan laporan dari

pertemuan geotechnical

experts

- Mendiskusikan catatan review

dari para ahli lingkungan dan

sosioekonomi serta sumber

daya air

Pada tanggal 31 Mei 2013, IPoE mengeluarkan laporan International

Panel of Experts on Grand Ethiopian Renaissance Dam Project Final

Report yang telah ditandatangani oleh 10 anggota panel dan

merekomendasikan untuk melakukan pengamatan lebih dalam terhadap efek

GERD kepada Mesir dan Sudan.23

Karena itu, Mesir meminta agar

pembangunan GERD dapat ditunda hingga proses pengamatan telah selesai.

Di sisi lain, Ethiopia mengatakan bahwa grup panel tidak

merekomendasikan adanya penundaan pembangunan GERD Dam. Ethiopia

juga mengatakan bahwa pembangunan serta pengamatan terhadap GERD

Dam dapat dilakukan secara bersamaan. Kebuntuan pun terjadi, namun

23 Salman. M.A Salman, Opcit., hlm 7

84

Mesir, Sudan, Ethiopia setuju untuk melanjutkan pertemuan antar Menteri

Sumber Daya untuk mendiskusikan perbedaan ini.24

Pertemuan pertama tripartite ministerial level dilaksanakan pada

tanggal 4 November 2013 di Khartoum. Pertemuan ini dimulai dengan

optimisme bahwa para pihak dapat menyelesaikan isu yang sempat tertunda.

Namun, optimisme ini hilang saat Mesir bersikeras terhadap permintaannya

agar Ethiopia menunda pembangunan GERD Dam hingga pengamatan dan

analisis terhadap bendungan tersebut selesai. Ethiopia menolak permintaan

tersebut. Perbedaan lain yang muncul selama pertemuan adalah Mesir

meminta bahwa pengamatan dan analisis dilakukan oleh international

independent experts, sementara Ethiopia bersikeras bahwa peran dari

international experts telah selesai dengan dikeluarkannya final report dan

pengamatan serta analisis akan dilakukan oleh expert dari Ethiopia.

Meskipun pertemuan pertama mengalami kegagalan, ketiga pihak

bersepakat untuk melakukan pertemuan pada Desember 2013.25

Pada pertemuan kedua yang dilaksanakan pada Desember 2013,

Mesir masih tetap bersikeras agar Ethiopia menunda pembangunan GERD

Dam dan Ethiopia menolak. Ethiopia mengajukan kompromi bahwa

pengamatan dan analisis dapat dilakukan oleh para ahli dari ketiga negara,

tidak hanya dari Ethiopia saja. Namun, hal ini tidak disetujui oleh Mesir dan

pertemuan kedua gagal untuk mencapai agreement. Pertemuan ketiga yang

dilaksanakan pada bulan Januari 2014 juga mengalami kegagalan

24

Ibid., hlm 7 25 Ibid., hlm 7

85

dikarenakan Mesir dan Ethiopia masih bersikeras terhadap perspektif

masing-masing. 26

Setelah 5 bulan tidak dilaksanakan pertemuan tripartite ministerial

level dikarenakan mengalami kebuntuan, pertemuan ini diselenggarakan

kembali pada tanggal 25-26 Agustus 2014 di Khartoum. Ketiga belah pihak

menyetujui pengamatan dan analisis terhadap pembangunan GERD Dam

akan dilakukan oleh international consultants dibawah pengawasan anggota

panel yang terdiri dari 4 anggota masing-masing dari ketiga negara. Pada

pertemuan kelima yang diselenggarakan di Addis Ababa pada tanggal 22-23

September 2014, ketiga belah pihak setuju bahwa international consultants

akan dipilih oleh para ahli nasional yang berasal dari ketiga negara yang

bernama Tripartite National Committee (TNC). Pada pertemuan kelima,

ketiga menteri juga mengunjungi lokasi pembangunan GERD.

Pada pertemuan keenam, ketiga menteri bertemu dengan Presiden

El-Sisi di Kairo pada tanggal 16 Oktober 2014. Para menteri bersepakat

bahwa international consultant akan dipilih dan pengamatan serta analisis

terhadap GERD Dam akan selesai dalam 6 bulan. Pada pertemuan ketujuh

yang dilaksanakan di Khartoum pada 3-5 Maret 2015 dihadiri oleh Menteri

Sumber Daya Air dari ketiga negara dan juga Menteri Luar Negeri.

Partisipasi dari enam menteri mengindikasikan adanya kesepakatan ketiga

belah pihak untuk menjalankan negosiasi baik secara teknis maupun politik

dan keinginan para pihak untuk mencapai kesepakatan. Di akhir pertemuan,

26 Ibid., hlm 7

86

keenam menteri dari tiga negara mengumumkan bahwa mereka telah

mencapai kesepakatan terhadap pembangunan GERD Dam dan agreement

tersebut telah di review oleh Presiden Mesir, Abdel Fattah El-Sisi, Presiden

Sudan, Omer Hassan Ahmed Elbashir dan Perdana Menteri Ethiopia,

Hailemariam Desalegn.27

Tabel 5.3 Pertemuan Tripartite Ministerial Level oleh Mesir, Ethiopia dan

Sudan mengenai Pembangunan GERD

Pertemuan Tanggal dan

Tempat

Pelaksanaan

Keterangan

1 Khartoum, 4

November 2013

Permintaan Mesir kepada Ethiopia agar menunda pembangunan GERD

Permintaan Mesir agar pengamatan dan

analisis terhadap GERD dilakukan oleh

international independent expert

Ethiopia menolak permintaan Mesir

2 Desember 2013 Permintaan Mesir masih sama terhadap

Ethiopia, namun Ethiopia menolak untuk

menyetujuinya.

3 Januari 2014 Pertemuan juga mengalami kegagalan karena

Mesir dan Ethiopia masih berada dalam

perspektif masing-masing

4 Khartoum, 25-26

Agustus 2014

Ketiga belah pihak menyetujui bahwa

pengamatan dan analisis terhadap pembangunan

GERD akan dilakukan oleh international

consultant di bawah pengawasan anggota panel

yang terdiri dari 4 anggota masing-masing dari

ketiga negara

5 Addis Ababa, 22-

23 September

2014

Ketiga belah pihak meyetujui bahwa

international consultant akan dipilih oleh para

ahli nasional yang berasal dari ketiga negara yang

bernama Tripartite National Committee (TNC).

6 Kairo, 16 Oktober

2014

Para menteri bersepakat bahwa international

consultant akan dipilih dan pengamatan serta

analisis terhadap GERD akan selesai dalam 6

27 Ibid., hlm 9

87

bulan

7 Khartoum, 3-5

Maret 2015

Adanya kesepakatan antara Mesir, Sudan dan

Ethiopia terhadap pembangunan GERD dan

menghasilkan sebuah agreement.

5.2.3 Normative compliance-producing mechanisms

Dalam indikator ini menjelaskan mengenai adanya penandatanganan

perjanjian yang menghasilkan norma sebagai legitimasi legal bagi negara

untuk mendapatkan alokasi sumber daya air. Pada pertemuan ke-7 antara

Mesir, Sudan dan Ethiopia pada tanggal 3-5 Maret 2015 yang dihadiri oleh

Menteri Sumber Daya Air dan Menteri Luar Negeri masing-masing negara

mengindikasikan adanya keinginan ketiga negara untuk mencapai

kesepakatan mengenai pembahasan GERD Dam dan pemanfaatan air di

Sungai Nil. Agreement tersebut bernama Agreement on Declaration of

Principles between the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic

Republic of Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian

Renaissance Dam Project (GERDP). Agreement ini ditandatangani di

Khartoum pada tanggal 23 Maret 2015 oleh dua presiden yaitu Presiden

Mesir, Abdel Fattah El-Sisi, Presiden Sudan, Omer Hassan Ahmed Elbashir,

dan Perdana Menteri Ethiopia, Hailemariam Desalegn.28

Agreement on Declaration of Principles (DoP) on the GERD terdiri

dari preamble dan 10 asas dimana 4 asas berhubungan dengan GERD dan 6

28 Salman, M.A Salman, “The Grand Ethiopian Renaissance Dam: the road to the declaration of principles

and the Khartoum document”, Water International,2016, Hlm 9

88

asas lainnya berhubungan dengan prinsip dasar hukum intenational water.

Pada preamble dikatakan bahwa Sungai Nil merupakan sumber kehidupan

dan pembangunan bagi masyarakat di tiga negara yaitu Mesir, Sudan dan

Ethiopia dan mengingatkan kembali mengenai prinsip dasar dalam hukum

international water mengenai kesetaraan hak yang dimiliki oleh seluruh

negara riparian dalam akses dan penggunaan sumber daya air.

Asas yang pertama yaitu mengenai Principles of Cooperation

dimana negara riparian saling bekerjasama berdasarkan pada pemahaman

yang sama, saling menguntungkan, win-win dan asas dari hukum

internasional. Asas yang kedua mengenai Principle of Development,

Regional Integration and Sustainability dimana dalam asas ini mengatakan

bahwa tujuan pembangunan GERD adalah untuk pembangkit listrik,

pembangunan ekonomi, dan kerjasama regional melalui penyediaan

kebutuhan energi dan pembangkit listrik yang berkelanjutan. Asas ketiga

yaitu Principle Not to Cause Significant Harm dimana ketiga negara harus

sepakat mengenai akses dan penggunaan sumber daya air Sungai Nil untuk

mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Asas keempat yaitu Principle of

Equitable and Reasonable Utilization dimana ketiga negara sepakat untuk

menggunakan sumber daya air dalam teritori wilayah negara masing-masing

dengan cara yang adil dan masuk akal. Asas kelima yaitu Principle to

cooperate on the First Filling and Operation of the Dam dimana ketiga

89

negara setuju terhadap pedoman dan aturan dalam pengisian pertama

bendungan GERD. 29

Asas keenam yaitu Principle of Confidence Building dimana negara

downsteram akan diberikan prioritas untuk memperoleh tenaga listrik dari

GERD. Asas ketujuh yaitu Principle of Exchange of Information and Data

diamana Mesir, Ethiopia dan Sudan akan memberikan data dan informasi

yang dibutuhkan dalam pengadaan Technical National Committee (TNC).

Asas kedelapan yaitu Principle of Dam Safety dimana ketiga negara

mengapresiasi usaha yang dilakukan selama ini oleh Ethiopia dalam

mengimplementasikan rekomendasi yang diberikan oleh International Panel

of Expert (IPoE) terhadap pengamanan pembangunan GERD. Asas

kesembilan yaitu Principle of Sovereignty and Territorial Integrity dimana

ketiga negara akan bekerjasama atas dasar kedaulatan, integritas territorial,

keuntungan bersama dan itikad yang baik untuk mencapai penggunaan dan

perlindungan yang adekuat terhadap Sungai Nil. Asas yang kesepuluh yaitu

Principle of Peaceful Settlement of Disputes dimana ketiga negara akan

menyelesaikan perselisihan yang timbul dari interpretasi atau implementasi

perjanjian ini secara damai melalui negosiasi dengan itikad baik. Jika pihak-

pihak yang berselisih tidak dapat menyelesaikan masalah dengan negosiasi

secara menyeluruh, maka dapat meminta konsiliasi atau mediasi kepada

Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan sebagai pertimbangan.30

29 Newsletter of Ethiopian Embassy in Brussels, “Declaration of principle signed by Egypt, Ethiopia and

Sudan. Weekly Issue Nº 29, 2015, Hlm 3 30 Ibid., hlm 4

90

Adanya agreement yang telah dibentuk oleh Mesir, Sudan dan

Ethiopia diharapkan dapat mengakomodir kepentingan masing-masing

terhadap Sungai Nil pada masa pembangunan Bendungan GERD dan

bersama-sama mengawasi pembangunan bendungan agar tidak memberikan

dampak yang cukup signifikan bagi ketiga negara terutama Mesir.

5.2.4 Hegemonic compliance-producing mechanisms

Indikator ini menjelaskan strategi yang dimungkinkan dapat

dilakukan oleh negara dengan power yang besar dan dapat mempengaruhi

pola pikir masyarakat internasional. Sekuritisasi merupakan speech act yang

melegitimasi sebuah negara untuk mengambil tindakan atas sebuah isu

dengan mendorong isu tersebut dalam keamanan nasional. Seperti yang

diketahui bahwa Sungai Nil merupakan sumber daya air yang vital bagi

Mesir. Sungai ini membawa aliran air sebanyak 84 milyar m³/tahun. Seluruh

kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya air seperti pertanian,

industri dan kebutuhan domestik sangat bergantung dengan sumber daya ini.

Dengan fakta tersebut, pemerintah Mesir memberikan perhatian terhadap

halangan yang dapat menghambat aliran air Sungai Nil sebelum memasuki

wilayah Mesir.31

Sorotan utama bagi Mesir adalah mengenai water security

dimana negara ini menghadapi peningkatan dalam hal kelangkaan air.

Menurut Mohamed Abdel Wahab, seorang petani yang tinggal dekat dengan

delta kota Alexandria, dimana wilayah ini sering mengalami kekurangan air,

31 Seyfi Kilic, “Water Security Concept and Its Perception in the Egypt”, International Journal of Arts and

Commerce vol. 3 No. 8, 2014, hlm 75

91

mengatakan bahwa beliau percaya Pemerintah harus lebih ketat dalam

menjaga hak Mesir untuk proses pengelolaan air di Sungai Nil.32

Pembangunan GERD Dam oleh Pemerintah Ethiopia membuat Mesir

khawatir dikarenakan proyek bendungan yang dimulai pada tahun 2011 dan

dijadwalkan akan selesai pada tahun 2017, dapat menghambat aliran Sungai

Nil menuju Mesir ketika dibutuhkan. Mesir beranggapan bahwa Mesir

memiliki hak untuk mengakses dan menggunakan sebagian besar sumber

daya di Sungai Nil dan memiliki hak veto terhadap proyek bendungan yang

dilakukan oleh negara upstream menurut perjanjian pada masa kolonial

Inggris. Mesir melihat bahwa proyek bendungan Ethiopia sebagai an

existential threat dimana sebuah studi mengatakan bahwa water security

adalah ancaman paling berat yang dihadapi oleh Mesir pasca revolusi.33

Proses pembangunan bendungan GERD diyakini dapat memberikan

dampak pada jumlah air yang mengalir menuju Mesir. Berkurangnya jumlah

air yang mengalir menuju Mesir dapat berakibat pada proses pengisian

Bendungan High Aswan. Menurut laporan International Panel of Experts

(IPoE) pada tahun 2013, dampak utama yang dapat dirasakan oleh Mesir

adalah berkurangnya power yang dihasilkan oleh Bendungan High Aswan

disebabkan oleh menurunnya level air di Danau Nasser. Selain itu, IPoE

juga melaporkan bahwa Bendungan High Aswan akan mencapai level

operasional minimum selama 4 tahun berturut-turut yang secara signifikan

32 Campbell, MacDiarmid, “Egypt to „escalate‟ Ethiopian dam dispute”, (Al Jazeera, 21 April 2014) diakses

dari http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/04/egypt-escalate-ethiopian-dam-dispute-201448135352769150.html pada tanggal 8 Januari 2018 pukul 16.00 33 Keith Johnson, “Egypt and Ethiopia at loggerheads over a plan to dam the Nile River”, 6 Maret 2014,

diakses dari http://foreignpolicy.com/2014/03/06/troubled-waters/ pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 12.15

92

akan berdampak pada ketersediaan air di Mesir, ketika proses pengisian air

Bendungan GERD dilakukan selama musim kemarau. Hal ini akan

berdampak pada proses irigasi, hydropower dan ketersediaan air untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi penduduk Mesir.34

Pada masa Pemerintahan Presiden Morsi, beliau mengatakan bahwa

aliran Sungai Nil yang melalui Mesir akan berkurang selama 5 tahun dimana

akan mengurangi jumlah air yang masuk untuk mengisi bendungan

sebanyak 650 m². Presiden Morsi mengatakan kepada ratusan suporternya

bahwa:

“I confirm that all options are open to deal with this subject. If a

single drop of the Nile is lost, our blood will be the alternative. We

are not warmongers, but we will never allow anyone to threaten our

security”35

Segala kemungkinan dapat dilakukan oleh Mesir untuk menghadapi masalah

ini. Jika setetes air yang berasal dari Sungai Nil, maka dianggap Mesir

sebagai pemicu terjadinya perang. Mesir tidak akan membiarkan siapapun

mengancam keamanan mereka.

Pada Popular Conference on Egypt‟s Rights to Nile Water dengan

Islamist Parties, Presiden Mohamed Morsi mengeluarkan speech mengenai

isu pembangunan GERD Dam yang dilakukan oleh Ethiopia dan efek yang

timbul bagi Mesir. Dalam speech nya, Morsi mengatakan bahwa penduduk

34 Fahmy S. Abdelhaleem dan Esam Y. Helal, “Impacts of Grand Ethiopian Renaissance Dam on Different

Water Usages in Upper Egypt”British Journal of Applied Science & Technology vol. 8 No. 5, 2015, Hlm

462-463 35 Mike, Pflanz, “Egypt:‟all options open‟ in Nile dam row with Ethiopia”, (The Telegraph,12 Juni 2013)

diakses dari http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/africaandindianocean/egypt/10113407/Egypt-all-

options-open-in-Nile-dam-row-with-Ethiopia.html pada tanggal 12 Januari 2018 pukul 13.30

93

Mesir dapat bersabar dalam hal apapun kecuali adanya ancaman terhadap

keamanan sumber kehidupan mereka yaitu Sungai Nil.36

“If there are such threats, Egyptians will unite to uproot the threats

wherever they are coming from and all those who support them”

Pasca pertemuan dengan politisi Mesir untuk membahas mengenai GERD

Dam dan dampak yang dapat terjadi melalui siaran live, ratusan masyarakat

Mesir melakukan aksi protes di depan Kedutaan Besar Ethiopia untuk Mesir

terhadap keputusan Addis Ababa untuk pengalihan sementara aliran air yang

berasal Blue Nile sebagai bagian dari proyek pembangunan bendungan.

Mereka memegang banner yang bertuliskan “We reject attempts to take our

Nile Water”, sedangkan yang lain meneriakkan “We are the source of the

Nile Basin”. Selain masyarakat Mesir, aksi protes juga diikuti oleh anggota

Lawyers Union for the Nile Basin dan Gerakan Egyptians against

Injustice.37

Pada bulan April 2014, juru bicara Menteri Luar Negeri mengatakan

bahwa sebuah integrated action plan sedang diimplementasikan secara

bertahap untuk menjaga water security Mesir dalam hal pembangunan

GERD Dam.38

Integrated action plan yang dimaksud adalah jelas menunjuk

kepada penggunaan kekuatan militer dan penggunaan kata “water security”

36 Nouran, el-Behairy, “Morsi: If Our share of Nile water decreases, our blood will be the alternative”,

(Daily News Egypt, 11 Juni 2013) diakses dari https://dailynewsegypt.com/2013/06/11/morsi-if-our-share-of-nile-water-decreases-our-blood-will-be-the-alternative/ pada tanggal 7 Januari 2018 pukul 14.15 37 Ahram Online, “Dozens protest Blue Nile dam move outside Ethiopia‟s Cairo Embassy”, 31 Mei 2013,

diakses dari http://english.ahram.org.eg/NewsAFCON/2017/72835.aspx pada tangal 9 Januari 2018 pada

pukul 14.50 38 Joel, Gulhane, “No New Policy on Ethiopian dam: Foreign Ministry”, (Daily News Egypt, 1 April 2014),

diakses dari https://dailynewsegypt.com/2014/04/01/new-policy-ethiopian-dam-foreign-ministry/ pada

tanggal 9 Januari 2018 pada pukul 14.55

94

untuk menjaga keamanan nasional Mesir. 39

Pasca Morsi turun dari

kedudukannya sebagai Presiden, Jenderal Abdel Fattah El-Sisi menjadi

Presiden keenam Mesir. Sebelum pemilihan Presiden, El-Sisi mengunjungi

Rusia dan juga mendeklarasikan adanya tindakan militer sebagai pilihan atas

respon terhadap pembangunan GERD Dam.40

Rencana pembangunan GERD Dam memberikan reaksi yang cukup

besar bagi Mesir karena dikhawatirkan akan mengancam water security

Mesir. Kecenderungan untuk melakukan sekuritisasi terhadap isu yang

terjadi di Sungai Nil meliputi dua hal yaitu pertama mendeklarasikan isu

tersebut sebagai isu keamanan dan kedua dengan menggunakan istilah

“water security” untuk menarik perhatian internasional. Pernyataan yang

dikemukakan oleh Presiden Morsi dan El-Sisi mengarah kepada GERD Dam

sebagai existential threat bagi Mesir dan menyebabkan adanya opsi untuk

melakukan tindakan militer serta adanya bentuk protes yang dilakukan oleh

masyarakat Mesir karena merasa terancam akan berkurangnya pasokan air

dari Sungai Nil untuk memenuhi kebutuhan hidup.

5.3 Intensitas Konflik antara Mesir dan Ethiopia

Kondisi dimana terdapat ancaman yang dilakukan oleh Presiden Morsi

dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh politik menanggapi pembangunan

GERD Dam mengarah kepada mild verbal expressions displaying discord in

interaction. Dalam pertemuannya tersebut Presiden Morsi dan beberapa tokoh

39 Seyfi Kilic, “Water Security Concept and Its Perception in the Egypt”, International Journal of Arts and

Commerce vol. 3 No. 8, 2014, hlm 77 40 Ibid., hlm 77

95

politik merencanakan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghambat

pembangunan GERD Dam melakukan sabotase atau serangan terhadap GERD

Dam. Pertemuan Presiden Morsi dan tokoh politik dilaksanakan setelah

mengetahui bahwa Ethiopia meneruskan pembangunan GERD Dam. Pasca

dikeluarkannya International Panel Of Experts Grand Ethiopia Renaissance

Dam Project (GERDP) Final Report pada Mei 2013, terdapat dua isu yang

menjadi perbedaan antara Mesir dan Ethiopia yaitu isu pertama Mesir

menginginkan Ethiopia menunda pembangunan GERD Dam hingga

pengamatan dan analisis yang dilakukan terhadap pembangunan tersebut

selesai, namun Ethiopia menolak. Isu kedua yaitu Mesir meminta pengamatan

dan analisis yang dilakukan terhadap pembangunan GERD Dam dilakukan

oleh international independet experts, namun Ethiopia mengatakan bahwa hal

tersebut akan dilakukan oleh para ahli dari Ethiopia. Isu ini dibawa sejak

pertemuan pertama tripartiate ministerial level hingga pertemuan ketiga dan

tidak menghasilkan agreement apapun.

Pada pemerintahan Presiden Abdel Fattah El-Sisi, pertemuan

tripartiate ministerial level dilanjutkan dengan menghasilkan sebuah

agreement mengenai pembahasan GERD Dam dan pemanfaatan air di Sungai

Nil. Agreement ini bernama Agreement on Declaration of Principles between

the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of Ethiopia, and

the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance Dam Project

(GERDP) dan ditandangani di Khartoum oleh Presiden Mesir, Abdel Fattah

96

El-Sisi, Presiden Sudan, Omer Hassan Ahmed Elbashir, dan Perdana Menteri

Ethiopia, Hailemariam Desalegn.

5.4 Outcomes of hydro-hegemony strategies

Dari strategi yang telah dilakukan oleh Mesir, maka outcomes of hydor-

hegemony strategies yang terjadi adalah shared control dimana terdapat

Agreement yang disepakati bernama Agreement on Declaration of Principles

between the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of

Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance

Dam Project (GERDP) antara Mesir, Sudan dan Ethiopia. Adanya agreement

ini membuat Mesir dapat ikut mengawasi pembangunan bendungan GERD

Dam yang dikhawatirkan akan mengurangi aliran air Sungai Nil menuju Mesir

dan kesepakatan antara tiga pihak mengenai akses dan penggunaan Sungai Nil

secara adil dan efisien.

97

BAB VI

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pembangunan GERD Dam yang dilakukan oleh Ethiopia pada tahun

2011 membuat Mesir merasa khawatir akan berkurangnya aliran air yang

menuju Mesir. Ketergantungan Mesir terhadap Sungai Nil dikarenakan curah

hujan yang sediit yaitu 80 mm setiap tahunnya dan jumlah populasi yang terus

meningkat hingga 91,5 juta pada tahun 2016. Penulis melihat bagaimana

Mesir berusaha untuk mencapai hydro-hegemony di wilayah Sungai Nil

dengan menggunakan hydro-hegemony theory milik Mark Zeitoun dan Jeroen

Warner dimana terdapat dua variabel source of power dan hydro-hegemon

strategies. Penulis mengkorelasikan isu dengan variabel yang ditawarkan oleh

Mark Zeitoun dan Jeroen Warner dan melihat power yang dimiliki oleh Mesir

untuk menjalankan strategi demi mencapai hydro-hegemony.

Adanya source of power yang dimiliki oleh sebuh negara dapat

mendukung negara tersebutmenjalankan strategi untuk mencapai atau

mempertahankan hydro-hegemony. Mesir merupakan negara downstream,

dimana terletak di hilir Sungai Nil dan tidak berada dekat dengan sumber

aliran Sungai Nil. Secara geografis, Mesir tidak memiliki power namun disisi

lain, Mesir memiliki material power dari segi kekuatan militer. Mesir

memiliki Power Index sebesar 0,2676 dimana Mesir menduduki peringkat

pertama dalam kawasan Afrika dan peringkat 10 dari 133 negara menurut

Global Fire Power. Mesir memiliki High Aswan Dam sebagai bendungan

98

terbesar ketiga di dunia yang memiliki daya tampung sebesar 162 km². Mesir

juga memiliki “historic right” yang berasal dari perjanjian pada masa kolonial

Pemerintah Inggris dimana Mesir memiliki hak untuk mengakses dan

menggunakan sumber daya air yang terdapat di Sungai Nil sesuai dengan isi

perjanjian.

Dilihat dari strategi coercive compliance producing mechanisms, Mesir

berencana untuk melakukan coercion pressure terhadap Ethiopia. Hal ini

dapat dilihat dari pertemuan yang dilakukan oleh Presiden Morsi dan tokoh

politik Mesir lainnya dimana mereka menyarankan untuk melakukan sabotase

atau serangan terhadap GERD Dam. Dalam srategi utilitarian compliance

producing mechanisms, Mesir menyetujui proposal dari Ethiopia untuk

membentuk International Panel of Experts (IPoE) pada September 2011

dimana panel ini bertujuan untuk melihat proses pembangunan GERD Dam,

mereview dampak yang dapat ditimbulkan bagi Mesir dan Sudan serta

mencari cara untuk mengurangi dampak tersebut.

Strategi normative compliance producing mechanisms melihat adanya

kesepakatan mengenai pembahasan GERD Dam dan pemanfaatan air di

Sungai Nil. Agreement ini bernama Agreement on Declaration of Principles

between the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of

Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance

Dam Project (GERDP). Agreement ini ditandatangani oleh Presiden Mesir,

Abdel Fattah El-Sisi, Presiden Sudan, Omer Hassan Ahmed Elbashir dan

99

Perdana Menteri Ethiopia, Hailemariam Desalegn pada tanggal 23 Maret 2015

di Khartoum.

Water security menjadi sorotan utama bagi Pemerintah Mesir

dikarenakan Mesir mengalami peningkatan dalam hal kelangkaan air. Dengan

dibangunnya GERD Dam oleh Ethiopia membuat Mesir menjadikan hal

tersebut sebagai existential threat. Presiden Morsi mengatakan bahwa segala

kemungkinan dapat terjadi termasuk tindakan militer jika siapapun

mengancam keamanan mereka dalam hal ini sumber daya air. Pasca

pertemuan Morsi dengan para tokoh politik membahas mengenai GERD Dam

yang disiarkan secara live, ratusan masyarakat Mesir melakukan aksi

demonstrasi di depan Kedutaan Besar Ethiopia untuk Mesir terhadap

keputusan Ethiopia mengalihkan aliran air yang berasal dari Blue Nile untuk

membangun GERD Dam.

Kondisi dimana terdapat ancaman yang dilakukan oleh Presiden Morsi

dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh politik menanggapi pembangunan

GERD Dam mengarah kepada mild verbal expressions displaying discord in

interaction. Dalam pertemuannya tersebut Presiden Morsi dan beberapa tokoh

politik merencanakan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghambat

pembangunan GERD Dam melakukan sabotase atau serangan terhadap GERD

Dam. Pasca dikeluarkannya International Panel Of Experts Grand Ethiopia

Renaissance Dam Project (GERDP) Final Report pada Mei 2013, terdapat

dua isu yang menjadi perbedaan antara Mesir dan Ethiopia Isu ini dibawa

100

sejak pertemuan pertama tripartiate ministerial level hingga pertemuan ketiga

dan tidak menghasilkan agreement apapun.

Pada pemerintahan Presiden Abdel Fattah El-Sisi, pertemuan

tripartiate ministerial level dilanjutkan dengan menghasilkan sebuah

agreement mengenai pembahasan GERD Dam dan pemanfaatan air di Sungai

Nil. Agreement ini bernama Agreement on Declaration of Principles between

the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of Ethiopia, and

the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance Dam Project

(GERDP).

Dari strategi yang telah dilakukan oleh Mesir, maka outcomes of hydor-

hegemony strategies yang terjadi adalah shared control dimana terdapat

Agreement yang disepakati bernama Agreement on Declaration of Principles

between the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of

Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance

Dam Project (GERDP) antara Mesir, Sudan dan Ethiopia. Adanya agreement

ini membuat Mesir dapat ikut mengawasi pembangunan bendungan GERD

Dam yang dikhawatirkan akan mengurangi aliran air Sungai Nil menuju Mesir

dan kesepakatan antara tiga pihak mengenai akses dan penggunaan Sungai Nil

secara adil dan efisien.

101

1.2 Saran

Penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melihat

implementasi yang dilakukan oleh Mesir, Sudan dan Ethiopia pasca

penandatanganan Agreement on Declaration of Principles between the Arab

Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of Ethiopia, and the

Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance Dam Project

(GERDP). Bagaimanakah ketiga negara dapat menjalankan perjanjian tersebut

dalam mengakses dan menggunakan sumber daya air di Sungai Nil secara adil

dan sesuai dengan kebutuhan negara masing-masing.

102

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Mas’oed, Mohtar, 1990. “Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan

Metodologi”. Jakarta: LP3ES

Nile Basin Initiative. 2016. “Nile Basin Water Resources Atlas”. Kampala: New

Vision Printing and Publishing Company Ltd

Jurnal:

Abdelhaleem, Fahmi S. dan Y. Helal, Esam. 2015. “Impacts of Grand Ethiopian

Renaissance Dam on Different Water Usages in Upper Egypt”British

Journal of Applied Science & Technology vol. 8 No. 5

Abu-Zeid, MA dan El-Shibini, F.Z. 1997. “Egypt‟s High Aswan Dam”. Water

Resources Development vol. 13 No. 2

Al-Anshari, Nadhir. 2016. “Hydro-Politics of the Tigris and Euphrates Basins”.

Engineering vol 8

Cascao, AE. 2009. “Changing Power Relations in the Nile River Basin:

Unilateralism vs Cooperation?”. Water Alternatives vol. 2

Cascao, AE dan Nicol Alan. 2016. “GERD: new norms of cooperation in the Nile

Basin?”, Water International

El Fadel,M, dkk. 2003.“The Nile River Basin: A Case Study in Surface Water

Conflict Resolution”. Journal Natural Resource Life Science Education vol.

32

Gebreluel, Goitom. 2014. Ethiopia‟s Grand Renaissance Dam: Ending Africa‟s

Oldest Geopolitical Rivalry, The Washington Quarterly vol 37 No. 2

Kilic, Seyfi. 2014. “Water Security Concept and Its Perception in the Egypt”,

International Journal of Arts and Commerce vol. 3 No. 8

M.A. Salman, Salman, 2012. “The Nile Basin Cooperative Framework

Agreement: a peacefully unfolding African Spring”, Water International vol

38 No. 1

103

M.A Salman, Salman. 2016. “The Grand Ethiopian Renaissance Dam: the road to

the declaration of principles and the Khartoum document”. Water International

Parkes, Laura. 2013. “The Politics of “Water Scarcity in the Nile Basin” the Case

of Egypt”, Journal Politics & International Studies vol. 9

Sadoff, Claudia W. and G. David. 2002. “Beyond the River: The Benefits of

Cooperation on International Rivers”. Water Policy vol 4

Swain, Ashok. 2014. “Challenges for water sharing in the Nile basin: changing

geo-politics and changing climate”, Hydrological Science Journal vol. 56

No. 4

Zeitoun, Mark dan Warner, Jeroen. 2006. “Hydro-hegemony – a Framework for

Analiysis of Transboundary Water Conflicts.” Water Policy vol 8

Thesis:

Grcheva, Irina. 2015. Thesis:” WaterUrbanism in Transboundary Regions: The

Nile Basin and the Grand Ethiopian Renaissance Dam” Belgium: KU

Leuven

Rein, Marlen. 2014. Thesis: “Power Asymmetry in the Mekong River Basin: The

Impact of Hydro-Hegemony on Sharing Transboundary Water. Vienna:

Universitait Wien

Mason, Simon A. 2003. Doctoral Thesis: “From Conflict to Cooperation in the

Nile Basin”. Switzerland: Swiss Federal Institute of Technology Zurich

Website dan Artikel:

Abbas, Ahmed. 2015. “Egypt, Ethiopia and Sudan sign agreement on GERD”,

diakses dari http://www.dailynewsegypt.com/2015/12/29/egypt-ethiopia-

and-sudan-sign-agreement-on-gerd/ pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 10.30

Abedje, Ashenafi. 2011. “Nile river Countries Consider Cooperative Framework

Agreement”, diakses dari https://www.voanews.com/a/nile-series-overview-

11march11-118252974/157711.html pada tanggal 9 Januari 2018 pukul

11.15

104

Ahram Online. 2013. “Dozens protest Blue Nile dam move outside Ethiopia‟s

Cairo Embassy”, diakses dari

http://english.ahram.org.eg/NewsAFCON/2017/72835.aspx pada tangal 9

Januari 2018 pada pukul 14.50

Aman, Ayah. 2014. “Egypt seeks to halt Ethiopian Dam”, diakses dari

http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/02/egypt-lobby-

renaissance-dam-ethiopia.html pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 18.00

Cascao, AE dan Zeitoun, Mark. 2014. “Power, Hegemony and Citical

Hydropolitics”, diakses dari http://www.hidropolitikakademi.org/wp-

content/uploads/2014/01/Power+Hegemony+and+Critical+Hydropolitics.pd

f pada tanggal 12 April 2017 pukul 11.00

CIA World Factbook. “Africa: Egypt”, diakses dari

https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/eg.html

pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 15.50

Di Nunzio, Jack. 2013. “Conflict on the Nile: The Future of transboundary water

disputes over the world‟s longest river”. Strategic Analysis Paper

El-Behairy, Nouran. 2013. “Morsi: If Our share of Nile water decreases, our

blood will be the alternative”, diakses dari

https://dailynewsegypt.com/2013/06/11/morsi-if-our-share-of-nile-water-

decreases-our-blood-will-be-the-alternative/ pada tanggal 7 Januari 2018

pukul 14.15

Geda, Beyene. 2014. “Ethiopia slams anti-dam group‟s Egypt “proxy campaign”

,diakses dari http://www.theafricareport.com/North-Africa/ethiopia-slams-

anti-dam-groups-egypt-proxy-campaign.html pada tanggal 9 Januari 2018

pukul 15.30

Global Fire Power. African Countries Ranked by Military Power, diakses dari

http://www.globalfirepower.com/countries-listing-africa.asp pada tanggal 2

Juni 2017 pukul 15.50

Global Fire Power. 2017 Egypt Military Strength, diakses dari

https://www.globalfirepower.com/country-military-strength-

detail.asp?country_id=egypt pada tanggal 11 Janruari 2018 pukul 12.35

Gulhane, Joel. 2014. “No New Policy on Ethiopian dam: Foreign Ministry”,

diakses dari https://dailynewsegypt.com/2014/04/01/new-policy-ethiopian-

dam-foreign-ministry/ pada tanggal 9 Januari 2018 pada pukul 14.55

105

Hamza, Waleed dan Mason, Simon. 2004. “Water availability and food security

challenges in Egypt”, Paper presented at the “International Forum on Food

Security Under Water Scarcity in the Middle East: Problems and Solutions

Como, Italy

Hussein, Walaa. 2014. “UPDATE: Egypt may take Nile dam dispute with Ethiopia

to UN”, diakses dari https://www.al-

monitor.com/pulse/originals/2014/01/egypt-renaissance-dam-dispute-

internationalize.html pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 11.45

International Panel of Experts (IPoE). 2013. International Panel Of Experts

(IPoE) on Grand Ethiopian Renaissance Dam Project (GERDP) Final

Report

International Rivers. 2014. “GERD Panel of Experts Report: Big Questions

Remain”, diakses dari https://www.internationalrivers.org/gerd-panel-of-

experts-report-big-questions-remain pada tanggal 9 Januari 2018 pukul

11.45

Johnson, Keith. 2014.“Egypt and Ethiopia at loggerheads over a plan to dam the

Nile River”, diakses dari http://foreignpolicy.com/2014/03/06/troubled-

waters/ pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 12.15

Kantor, Brooke. 2014. “Dam-ed if you don‟t”: Egypt and the Grand Ethiopian

Renaissance Dam Project, diakses dari

http://harvardpolitics.com/hprgument-posts/dam-ed-dont-egypt-grand-

ethiopian-renaissance-dam-project/ pada tanggal 13 Desember 2017 pukul

09.45

Karajeh, Fawzi.,dkk. 2011. Working Paper:“Water and Agriculture in Egypt”,

International Center for Agricultural Research in the Dry Areas

Kelley, Michael B. and Johnson, Robert. 2012. “STRATFOR: Egypt is prepared to

bomb all of Ethiopia‟s Nile Dams”, diakses dari

http://www.businessinsider.com/hacked-stratfor-emails-egypt-could-take-

military-action-to-protect-its-stake-in-the-nile-2012-10?IR=T&r=US&IR=T

pada tanggal 27 April pukul 11.00

106

MacDiamid, Campbell. 2014. “Egypt to „escalate‟ Ethiopian dam dispute”,

diakses dari http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/04/egypt-

escalate-ethiopian-dam-dispute-201448135352769150.html pada tanggal 8

Januari 2018 pukul 16.00

McGrath, Cam. 2014.” Nile River Dam threatens War Between Egypt and

Ethiopia”, diakses dari

https://www.commondreams.org/news/2014/03/22/nile-river-dam-threatens-

war-between-egypt-and-ethiopia pada tanggal 27 April 2017 pukul 09.15

Ministry of Water Resources and Irrigation, Egypt. 2014. “Water Scarcity in

Egypt: The Urgent Need for Regional Cooperation among the Nile Basin

Countries”

Nile Basin Initiative. Cooperative Framework Agreement diakses dari

http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/cooperative-framework-agreement

pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 13.00

Nile Basin Initiative. Who We Are diakses dari

http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/who-we-are pada tanggal 11 Januari

2018 pukul 12.15

Newsletter of Ethiopian Embassy in Brussels. 2015. “Declaration of principle

signed by Egypt, Ethiopia and Sudan. Belgium: Weekly Issue Nº 29

Omar, Nasef, 2016. “Egyptian National Security as Told by the Nile”, The

Century Foundation

Pflanz, Mike. 2013. “Egypt:‟all options open‟ in Nile dam row with Ethiopia”,

diakses dari

http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/africaandindianocean/egypt/10113407/Egypt-all-options-open-in-Nile-dam-row-with-Ethiopia.html pada

tanggal 12 Januari 2018 pukul 13.30

Pottinger Lori. 2014. “Rejoinder: On the construction of the Grand Renaissance

Dam in Ethiopia”, diakses dari

http://www.theafricareport.com/Soapbox/rejoinder-on-the-construction-of-

the-grand-renaissance-dam-in-ethiopia.html pada tanggal 12 Januari 2018

pukul 08.45

107

S. Yoffe dan Kelli, Larson. 2001.“Chapter 2 Basins at Risk: Water Event

Database Methodology.” Submitted for publication as part of set of three

articles, to Water Policy, World Water Council. Departement of

Geosciences: Oregon State University

Tekle, Tesfa-Alem. 2013. “Egypt TV airs live discussion of Ethiopia dam

sabotage plans”, diakses dari

http://www.sudantribune.com/spip.php?article46817 pada tanggal 14

Desember 2017 pukul 10.00

Tigrai Online. 2013. ”Egyptian politicians caught plotting how to attack Grand

Ethiopian Renaissance Dam”, diakses dari

http://www.tigraionline.com/articles/egypt-plan-attack-gerd.html pada

tanggal 12 Desember 2017 pukul 10.00

Water-Technology. “Grand Ethiopian Renaissance Dam Project, Benishangul-

Gumuz, Ethiopia”, diakses dari http://www.water-

technology.net/projects/grand-ethiopian-renaissance-dam-africa/ pada

tanggal 18 April 2017 pukul 15.45

Worldview Startfor. 2013. “Egypt‟s Limited Military Options to Stop an Ethiopian

Dam Project”, diakses dari https://worldview.stratfor.com/article/egypts-

limited-military-options-stop-ethiopian-dam-project pada tanggal 8 Januari

2018 pukul 14.30