isi depresi
DESCRIPTION
medfileTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan menurut Undang-Undang adalah situasi sejahtera dari tubuh, jiwa, serta
sosial yang sangat mungkin tiap-tiap orang hidup produktif dengan cara sosial serta
ekonomis. Menurut “World Health Organization“ (WHO) terdapat empat usur kesehatan
yang di dalamnya termasuk sehat jasmani, sehat mental atau jiwa, kesejahteraan social, dan
sehat spiritual. Sehat mental menurut WHO merupakan status kesejahteraan dimana setiap
orang dapat menyadari secara sadar terkait kemampuan dirinya, kemudian dapat mengatasi
berbagai tekanan dalam kehidupannya, dan dapat bekerja secara produktif yang berimbas
pada kemampuan dirinya dalam memberikan kontribusi pada lingkungan sekitar. Akibatnya
menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan tahun 2007 pun
menunjukkan lebih dari 1 juta penduduk berada dalam resiko yang sangat tinggi menderita
sakit mental yang berat, namun hanya 3,5% (sekitar 35.000) penderita yang mendapatkan
perawatan di rumah sakit jiwa. Sedangkan menurut WHO, sebanyak 8 dari 10 penderita
gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan.
The Global Burden of Disease study mengidentifikasi bahwa depresi memiliki
dampak pada kecacatan seumur hidup di Eropa dan dampak terbesar pada seluruh penyakit
fisik dan mental di Amerika. MDD merupakan penyebab paling sering terhadap hilangnya
produktivitas di tempat kerja dan tidak berhubungan dengan lingkungan sosial dan gangguan
fungsional. Walaupun MDE berulang merupakan karakteristik dari MDD murni, MDE juga
sering terjadi pada pasien dengan gangguan bipolar. Karena MDE lebih sering ditemukan dan
lebih sulit dibandingkan dengan episode hipomanik pada gangguan bipolar, pasien biasanya
mencari pengobatan depresi yang biasanya mudah didiagnosis oleh dokter, sementara pasien
dengan hipomanik arau gambaran subtreshold bipolar akan tidak terlalu diketahui atau
misdiagnosis sebagai unipolar MDD. Beberapa studi mengindikasikan bahwa kriteria bipolar
dapat dideteksi jika diperhatikan secara hati-hati, dan sekitar seperempat pasien didiagnosis
dengan MDD (Angst et al., 2011).
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan terkait adalah untuk mengetahui perbedaan antara
gangguan depresi dengan gangguan dengan episode depresi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEPRESI
1. Definisi
Depresi adalah penyakit umum di seluruh dunia, dengan perkiraan 350 juta orang
terkena dampak. Depresi berbeda dari fluktuasi mood biasa dan tanggapan emosional
berumur pendek tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama ketika tahan lama dan
dengan intensitas sedang atau berat, depresi dapat menjadi kondisi kesehatan yang serius. Hal
ini dapat menyebabkan orang yang terkena sangat menderita dan berfungsi buruk di tempat
kerja, di sekolah dan di dalam keluarga. Yang paling buruk, depresi dapat menyebabkan
bunuh diri. Hasil bunuh diri di sekitar 1 juta kematian setiap tahun (WHO, 2012)
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,
serta gagasan bunuh diri (Kaplan et al., 2007)
2. Epidemiologi dan Insidensi
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar
15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% perawatan primer dan 15% dirawat
di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja
didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat (Ismail et al.,
2010).
Beberapa insidensi depresi menurut Ismail (2010):
2.1 Jenis Kelamin
Perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan
hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan,
dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.
Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang mengatakan bahwa perbedaan
dari kadar hormonal wanita dan pria, perbedaan faktor psikososial berperan penting dalam
gangguan depresi mayor ini (Kaplan, et al, 2010).
2
2.2 Usia
Rata-rata usia sekitar 40 tahunan. Hampir 50% awitan di antara usia 20-50 tahun.
Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanut usia. Data terkini
menunjukkan gangguan depresi berat di usia kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan
dengan meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia
tersebut.
2.3 Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang
erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Perempuan yang tidak menikah memilliki
kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yan menikah,
namun hal ini berbanding terbalik dengan laki-laki.
2.4 Faktor sosioekonomi dan budaya
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat.
Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.
3. Sign and Symptoms
3.1 Gejala
Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya
dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi
berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas
normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa
menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya
memperlihatkan respon emosional yang buruk (Lam and Mok, 2000)
Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada
merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan
sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood
yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi,
dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah
tangga (Lam and Mok, 2000; Maj M and Sartorius, 2002).
Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik adalah
terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia),
tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia
3
pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal
atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau
tidur yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi
(Lam and Mok, 2000)
Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit
untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa
berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat,
aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu.
Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana
pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti
berjalan di air (Lam and Mok, 2000).
Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang
umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah
menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian
negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas
yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali (Lam and
Mok, 2000).
Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal
yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya
menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif
bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini (Lam and Mok, 2000).
Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan
akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus
memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus
mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam
mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga
akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat
badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri (Lam and Mok,
2000).
Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi
motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi.
Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan,
4
buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang
ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan
dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk
diam) (Lam and Mok, 2000; Maj M and Sartorius, 2002).
Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh
diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut,
terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang
serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan
bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-
15% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu
resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga
dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan),
membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan
rencanakan untuk bunuh diri (Lam and Mok, 2000)
Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum
pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam
kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah
yang sering terlihat. Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat
muncul. Depresi sering menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri
dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan.
Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit
kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya (Lam and Mok, 2000; Maj
M and Sartorius, 2002).
B. Major Depressive Disorder and Major Depressive Episode
1. Definisi
Major depressive episodes (MDEs) maerupakan karakteristik MDD murni (depresi
unipolar), biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan bipolar ( Angst et al., 2011). Depresi
Mayor (MDD) merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih
simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau
ketidaksenangan pada anak-anak (Lam and Mok, 2000).
2. Major Depressive Episode (MDE)
5
MDE biasanya tidak didiagnosis ketika geala yang sama timbul saat pasien berkabung
(kehilangan orang yang dicintai) (Grohol, 2013).
Menurut American Psychian Association (2010), terdapat bebrapa kriteria MDD diantaranya
adalah:
A. Lima atau lebih gejala di bawah ini telah ada selama periode waktu 2 minggu dan
menunjukkan perubahan fungsi sebelumnya; setidaknya satu gejalanya adalah 1) mood
menurun atau 2) kehilangan minat atau kesenangan.
Catatan: jangan memasukkan gejala yang jelas-jelas disebabkan kondisi medis umum atau waham atau halusinasi yang tidak konguren-mood
1. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir seriap hari, seperti yang ditunjukkan
baik melalui laporan subjektif (cth: perasaan sedih atau kosong) atau pengamatan
orang lain (cth: tampak bersedih). Catatan: pada anak dan remaja, bisa berupa mood
iritabel.
2. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua, atau hampir semua
aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan laporan
subjektif atau pengamatan orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat badan
bertambah (cth: perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau menurun
maupun meningkatnya nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: pada anak,
pertimbangkan adanya kegagalan mencapai berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati orang lain, tidak
hanya perasaan subjektif adanya kegelisahan atau menjadi lamban).
6. Lelah atau hilang energi hampir tiap hari
7. Perasaan tidak berarti atau rasa bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan (yang dapat
menyerupai waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri atau rasa
bersalah karena sakit).
8. Menurunnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau keragu-raguan hampir
setiap hari (baik laporan subjektif maupun diamati oleh orang lain).
9. Pikiran berulang mengenai kematian (bukan hanya rasa takut mati), gagasan bunuh
diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau upaya bunuh diri atau suatu
rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
B. Gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran
6
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi lain
D. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung zat (cth: penyalahgunaan obat,
pengobatan), atau kondisi medis umum (cth: hipotiroidisme)
E. Gejala sebaiknya tidak disebabkan berkabung, yaitu, setelah kehilangan orang yang
dicintai, gejala bertahan hingga lebih lama dari 2 bulan, atau ditandai hendaya fungsi
yang nyata, preokupasi patologis mengenaik ketidakberartian, gagasan bunuh diri,
gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.
3. Major Depressive Disorder (MDD)
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat
kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak
penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang
memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan (Lam and Mok, 2000).
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari
episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan
terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya (Lam and Mok, 2000).
Tabel 1. Sub Tipe MDD berdasarkan DSM-IV-TR
Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Kunci
Depresi melankolis Dengan gambaran
melankolis
Mood nonreaktif, anhedonia,
kehilangan berat badan, rasa
bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotorik, mood yang
memburuk pada pagi hari,
terbangun di pagi buta
Depresi atipikal Dengan gambaran atipikal Mood reaktif, terlalu banyak
tidur, makan berlebihan,
paralisis yang dibuat, sensitive
pada penolakan interpersonal
Depresi psikotik (waham) Dengan gambaran psikotik Halusinasi atau waham
Depresi katatonik Dengan gambaran katatonik Katalepsi, katatonik,
7
negativism, mutisme,
mannerism, echolalia,
echopraxia (tidak lazim pada
klinis sehari-hari)
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan
kriteria MDD
Gangguan afektif musiman Musiman Onset yang seperti biasa dan
kambuh pada saat musim
tertentu (biasanya musim
gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu
postpartum
MDD dapat terjadi pertama kali atau MDD berulang. Perbedaan keduanya menurut American
Psychiatric Association (2010):
3.1 MDD single episode
A. Terdapat satu kriteria MDE
B. MDE yang tidak diikuti oleh gangguan skizoafektif dan tidak superimpose
dengan skizofrenia, gangguan skizofeniform, gangguan delusi, atau gangguan
psikotik yang tidak spesifik
C. Tidak pterdapat episode manik, episode campuran atau episode hipomanik
3.2 MDD episode berulang
A. Terdapat dua atau lebih MDE (sekurang-kurangnya berjaraj 2 bulan antar
episode, yang keriteria tidak memenuhi kriteria MDE)
B. MDE sebaiknya tidak dikategorikan sebagai gangguan skizoafektif dan tidak
superimpose dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusi,
atau gangguan psikotik yang tidak spesifik
C. Tidak terdapat episode manik, episode campuran atau episode hipomanik
8
BAB III
KESIMPULAN
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,
serta gagasan bunuh diri.
Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami
gangguan depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi motorik,
kogintif serta motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan memicu
timbulnya gangguan depresi mayor satu episode dan depresi mayor barulang. Apabila hal
tersebut terjadi maka itu akan lebih susah untuk ditangani dan akan berujung pada bunuh diri.
Major depressive episodes (MDEs) maerupakan karakteristik MDD murni (depresi
unipolar), biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan bipolar. Depresi Mayor (MDD)
merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih simptom-simptom
selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau ketidaksenangan pada
anak-anak.
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat
kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak
penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang
memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.
9
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. Practice Guideline for the Treatment of Patients With
Major Depressive Disorder (MDD). 3rd Edition. American Psychiatric
Association, 2010. Available at:
http:// alerecares.com/pl/MultiSiteIncludes/PDF/pdfs/Depression%20Guideline
%20Summary%2003-11.pdf. Accessed on Sept 17, 2015.
Angst J, Azorin JM, Bowden CL et al. Prevalence and Characteristics of Undiagnosed
Bipolar Disorders in Patients With a Major Depressive Episode, 2011. Arch
Gen Psy. Aug 2011;68(8): 791-9.
Grohol, JM. 2013. Major Depressive Episode Symptoms. Available at:
http://psychcentral.com/disorders/major-depressive-episode-symptoms / .
Accessed on Sept 17, 2015.
Ismail RI, Siste K. Gangguan depresi. Dalam : Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar
Psikiatri. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta;
2010.h.209 – 22.
Lam RW, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck Institutes. 2000. p.
1-57
Maj M, Sartorius N. Depressive Disorder Second Edition. Evidence and experience in
psychiatry. 2002. p. 8-12
Naudin M, Carl T, Surguladze S et al. Perceptive Biases in Major Depressive Episode,
2014. Plos One. Feb 2014; 9(2): 1-8.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. Behavior
Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. Lipincott Williams & Wilkins, 2007,
p.527-30.
10