isi lapsus
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Glaukoma merupakan penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan yang
ireversibel jika tidak terdeteksi dan tidak ditangani. Glaukoma adalah kumpulan
gejala penyakit neuropati optik yang ditandai dengan adanya penggaungan papil
saraf optik dan penyempitan lapang pandang dengan peningkatan tekanan
intraokular sebagai salah satu faktor resiko primer.1
Menurut survey Departemen Kesehatan Republik Indonesia, glaucoma
merupakan penyebab kebutaan yang ketiga yaitu 0,16% dari penduduk Indonesia
dan memiliki prevalensi sebesar 0,40% dari seluruh penyakit mata utama.
Biasanya dari mereka yang menderita glaucoma pada awalnya tidak banyak
mengetahui bahwa mereka menderita glaucoma. Beberapa dari mereka akan
mengalami kebutaan pada usia 40, 50, atau 60 tahun. Setelah mereka buta akibat
galukoma penglihatan dan fungsi penglihatannya tidak dapat diperbaiki lagi.2
Menurut Vaughan, klasifikasi glaucoma berdasarkan etiologinya yakni : 1)
Glaukoma Primer; 2) Glaukoma Kongenital; 3) Glaukoma Sekunder; 4)
Glaukoma Absolut. Sedangkan berdasarkan mekanisme yang mendasari,
glaukoma dibagi dapat menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup. Pada glaukoma sudut terbuka terjadi gangguan aliran keluar dari
aqueous humour akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior.
Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup terjadi gangguan pada akses aqueous
humour karena adanya sumbatan pada sudut kamera anterior. Glaukoma akan
menyebabkan melemahnya fungsi mata dengan terjadinya penyempitan lapangan
pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasasi (penggaungan) serta
degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.3
Dari 67 juta pasien penderita glaucoma di seluruh dunia, diestimasi bahwa
sebagian besar dikatakan menderita glaucoma sudut tertutup. Glaukoma Primer
sudut tertutup atau disebut Primary Angle Closure Glaucoma (PACG) merupakan
bentuk yang umum dari glaucoma dan menyebabkan kebutaan bilateral. Bentuk
PACG ini merupakan bentuk glaucoma yang predominan di Asia Timur dan
menyebabkan 91% dari kebutaan bilateral di Cina.
Untuk menegakkan diagnosis glaukoma, selain perlu dilakukan anamnesis
cermat juga perlu dilakukan pemeriksaan visus dan refraksi; pemeriksaan segmen
anterior yang meliputi pemeriksan palpebra (edema, konjungtiva hiperemi),
episklera dan sklera (dilatasi pembuluh darah), kornea (pelebaran), kamera
anterior (hitung lebar-sempitnya, adanya tanda radang dan temuan lainnya), iris
(kontur, atrofi, kista, iridonesis), pupil dan lensa (sindrom eksfoliasi, sinekia
posterior, posisi dan regularitas, ruptur spingter, uvea ektropi); pemeriksaan
segmen posterior dengan opthalmoskop untuk memeriksa diskus saraf optik
(funduskopi) dan untuk menilai rasio CD (cup disc); pemeriksaan tonometri untuk
mengukur tekanan intraokular; pemeriksaan gonioskopi untuk melihat struktur
internal mata dan membedakan antara glaukoma sudut terbuka atau tertutup; serta
tes lapang pandang penglihatan dengan perimetri/kampimetri untuk melihat
apakah didapatkan cacat lapang pandang atau tidak.1,4
Pengobatan pada pasien glaukoma dilakukan bertujuan untuk menurunkan
tekanan intraokular dan apabila memungkinkan, memperbaiki patogenesis yang
mendasarinya. Pengobatan medikamentosa pada glaukoma bertujuan untuk
mensupresi pembentukan aqueous humour dengan mempergunakan penghambat
beta adrenergik (timolol) dan inhibitor karbonat anhidrase (asetazolamid); untuk
memfasilitasi aliran keluar aqueous humour dengan obat parasimpatomimetik
(pilokarpin); serta untuk menurunkan volume korpus vitreum dengan
mempergunakan obat-obat hiperosmotik (gliserin). Sedangkan tindakan operatif
yang perlu dilakukan pada glaukoma adalah iridektomi perifer untuk membentuk
komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior serta sebagai tindakan
preventif pada mata yang satunya dan apabila telah terjadi sinekia anterior perifer
(SAP) maka perlu dilakukan tindakan trabekulektomi2.
Laporan kasus ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui secara lebih
mendalam mengenai gejala klinik, pemeriksaan dan penatalaksanaan glaukoma,
khususnya glaukoma primer sudut tertutup serta untuk menambah pengetahuan
tentang penyakit glaukoma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Istilah
glaucoma menunjuk kepada suatu kelompok penyakit yang memiliki karakteristik
umum neuropati optik diikuti dengan hilangnya fungsi penglihatan. Walaupun
peningkatan tekanan intraocular (Intraocular Pressure/IOP) merupakan salah satu
faktor resiko primer dari glaucoma, ada atau tidaknya IOP tidak memiliki peranan
dalam definisi penyakit glaucoma ini.
Ada 3 hal yang mempengaruhi peningkatan tekanan intraokular, yaitu:
1. Laju produksi aqueous humour oleh korpus siliare
2. Tahanan terhadap aliran aqueous humour yang keluar melalui sistem
jalinan trabecular-kanalis Schlemm
3. Tingkat tekanan vena episklera
Biasanya tekanan bola mata yang tinggi akan merusak berangsur-angsur serabut
saraf optik sehingga mengakibatkan terganggunya lapangan penglihatan. Ada
beberapa faktor risiko untuk perkembangan glaukoma, selain tekanan intraokular
yang meningkat, yaitu umur tua, ras, dan riwayat keluarga. Tekanan intraocular
umumnya berada antara 10-21 mmHg dengan rata-rata 16 mmHg. Tekanan
intraocular dalam sehari dapat bervariasi yang disebut dengan variasi diurnal.
Pada orang tertentu tekanan intraocular dapat lebih dari 21 mmHg yang tidak
pernah disertai dengan kerusakan serabut saraf optik (Hipertensi Okuli).1,4
2.2 Epidemiologi
Menurut survey Departemen Kesehatan Republik Indonesia, glaucoma merupakan
penyebab kebutaan yang ketiga yaitu 0,16% dari penduduk Indonesia dan
memiliki prevalensi sebesar 0,40% dari seluruh penyakit mata utama. Biasanya
dari mereka yang menderita glaucoma pada awalnya tidak banyak mengetahui
bahwa mereka menderita glaucoma. Beberapa dari mereka akan mengalami
kebutaan pada usia 40, 50, atau 60 tahun. Setelah mereka buta akibat galukoma
penglihatan dan fungsi penglihatannya tidak dapat diperbaiki lagi.2
Dari 67 juta pasien penderita glaucoma di seluruh dunia, diestimasi bahwa
sebagian besar dikatakan menderita glaucoma sudut tertutup. Glaukoma Primer
sudut tertutup atau disebut Primary Angle Closure Glaucoma (PACG) merupakan
bentuk yang umum dari glaucoma dan menyebabkan kebutaan bilateral. Bentuk
PACG ini merupakan bentuk glaucoma yang predominan di Asia Timur dan
menyebabkan 91% dari kebutaan bilateral di Cina.
Beberapa penelitian secara signifikan menunjukkan peningkatan insiden
terjadi seiring dengan umur. Prevalensi glaukoma meningkat pada orang yang
lebih tua, dimana orang yang berumur 70-an berisiko 3-8 kali dibandingkan orang
yang berusia 40-an. Sedangkan glaucoma sudut tertutup akut sering terjadi pada
pada usia antara 55-65 tahun.1
2.3 Patogenesis Glaukoma
Tekanan intraokular yang meningkat ditimbulkan oleh ketidakseimbangan
produksi dan sekresi aqueous humour. Hal ini menyebabkan penekanan serabut
saraf optik yang menurunkan aliran darah ke mata dan menimbulkan iskemia yang
dapat menyebabkan kematian serabut saraf sehingga terjadi gangguan penglihatan
dan lapang pandang.1
2.4 Tekanan Intraokular dan Dinamika Aqueous Humour
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humour dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Untuk memahami glaukoma
diperlukan pengetahuan tentang fisiologi aqueous humour.3
2.4.1 Komposisi Aqueous Humour
Aqueous humour adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior
dan posterior mata. Volumenya sekitar 250 µL dan kecepatan
pembentukannya yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 µL /menit. Tekanan
osmotiknya sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi aqueous humour
serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat dan laktat yang tinggi dan konsentrasi protein, urea dan
glukosa yang lebih rendah.3
2.4.2 Pembentukan dan Aliran Aqueous Humour
Aqueous humour diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan
prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera posterior,
aqueous humour mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu ke jalinan
trabekular di sudut kamera anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran
diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau
trauma intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini
disebut dengan aqueous humour plasmoid dan sangat mirip dengan serum
darah.3
2.4.3 Aliran Keluar Aqueous Humour
Jalinan/jala trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik
yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan
dengan pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm.
Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula
memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan
drainase aqueous humour juga meningkat. Aliran aqueous humour ke dalam
kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transeluler
siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30
saluran pengumpul dan 12 vena akueus) menyalurkan cairan ke dalam
sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humour keluar dari mata antara berkas
otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uveosleral).3
Resistensi utama terhadap aliran keluar aqueous humour dari kamera
anterior adalah lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan
trabekular di dekatnya, bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan
di jaringan vena episklera menentukan besar minimun tekanan intraokular
yang dicapai oleh terapi medis.2
2.4.4 Tekanan intraokular
Besarnya tekanan intraokular dapat dihitung dengan rumus Goldmann1:
P0 = (F/C) + Pv
Keterangan:
P0 = tekanan intraokular (mmHg)
F = laju pembentukan aqueous humour (l/min)
C =fasilitas aliran keluar (l/min/mmHg)
Pv = tekanan vena episklera
Studi epidemiologi di negara barat mengindikasikan rata-rata
tekanan intraokular sekitar 16 mmHg. Dahulu nilai 22 mmHg digunakan
untuk membedakan tekanan normal dan abnormal dan menentukan pasien
yang memerlukan terapi hipotensi okular. Namun asumsi ini menimbulkan
kesan seolah glaukoma hanya disebabkan oleh tekanan okular yang tinggi
dan tekanan yang normal tidak menyebabkan kerusakan. Karena ketika
batasan tekanan intraokular > 21 mmHg dipakai untuk menskrining pasien
glaukoma, lebih dari sebagian orang dengan glaukoma dan kerusakan saraf
optik yang terskrining di populasi tidak masuk dalam kriteria glaukoma.1
Kesepakatan yang dipakai sekarang, pada populasi tidak ada batasan yang
jelas dimana tekanan intraokular dikatakan normal atau meningkat. Namun
peningkatan tekanan intraokular masih menjadi faktor risiko yang penting
dalam kerusakan saraf optik pada penderita glaukoma dan hingga saat ini
tekanan intraokular merupakan satu-satunya faktor risiko yang masih bisa
diubah secara efektif .1
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraokular adalah
peningkatan tekanan vena episklera, tekanan pada mata, peningkatan suhu
tubuh yang terkait dengan peningkatan produksi aqueous humour, pengaruh
hormonal (tiroid), dan obat-obatan (Lysergic acid diethylamid, topiramate,
kortikostreroid dan antikolinergik). Sementara faktor-faktor yang dapat
menurunkan tekanan intraokular adalah latihan aerobik, obat anestesi
(ketamin dan relaksing otot seperti suksinilkolin), asidosis metabolik dan
respiratorik, pengaruh hormon (kehamilan), obat-obatan (konsumsi alkohol,
heroin, dan mariyuana).1
Alat yang dipakai untuk mengukur tekanan intraokular adalah
tonometer aplanasi Goldmann, tonometer indentasi Shiotz ,dan Tonopen.1,2
2.5 Klasifikasi Glaukoma
Secara tradisional, glaucoma diklasifikasikan sebagai sudut terbuka atau
sudut tertutup dan primer atau sekunder. Membedakan glaucoma sudut terbuka
dari glaucoma sudut tertutup sangat penting dilihat dari segi terapeutiknya.
Konsep primer dan sekunder sangat membantu dalam mendefinisikan glaucoma,
dan masih digunakan secara luas sampai saat ini, namun hal ini memperlihatkan
kurangnya pemahaman kita pada mekanisme patofisiologi yang mendasari proses
glaucoma tersebut. Glaukoma primer dikatakan tidak berhubungan dengan
penyakit-penyakit mata ataupun sistemik yang menyebabkan peningkatan tahanan
pada aliran aqueous ataupun sudut tertutup. Glaukoma primer biasanya mengenai
kedua mata. Sebaliknya, Glaukoma sekunder berhubungan dengan penyakit-
penyakit mata atau sistemik yang bertanggungjawab terhadap penurunan aliran
aqueous.
Klasifikasi Glaukoma (menurut American Academy of Ophthalmology,
2009) adalah sebagai berikut1:
1. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka primer / Primary Open-Angle Glaucoma
(POAG)
Glukoma tensi normal / Normal-tension Glaucoma
Glaukoma sudut terbuka juvenil / Juvenil Open-Angle Glaucoma
Glaukoma suspect
Glaukoma sudut terbuka sekunder / Secondary Open-Angle Glaucoma
2. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup primer dengan blok pupil relatif / Primary
Angle-Closure Glaucoma with relative pupillary block
Sudut tertutup akut / Acute angle closure
Sudut tertutup subakut (sudut tertutup intermiten) / Subacute angle
closure
Sudut tertutup kronik / Chronic angle closure
Glaukoma sudut tertutup sekunder dengan blok pupil relatif /
Secondary Angle-Closure Glaucoma with pupillary block
Glaukoma sudut tertutup sekunder tanpa blok pupil relatif / Secondary
Angle-Closure Glaucoma without pupillary block
Sindrom iris plato / Plateau Iris Syndrome
3. Glaukoma Anak-anak
Glaukoma kongenital primer / Primary congenital / infantile glaucoma
Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan kongenital/ glaucoma
associated with congenital anomalies
Glaukoma sekunder pada bayi dan anak / Secondary glaucoma in
infants and children
2.6 Glaukoma Akut
Glaukoma sudut tertutup primer sering menyebabkan kebutaan, yang mana
sebagian besar terjadi dalam keadaan glaucoma akut. Ciri yang signifikan dari
Glaukoma sudut tertutup primer akut ini adalah bahwa pasiennya mengalami
gejala-gejala yang berat sehingga mereka harus segera dibawa ke pelayanan
kesehatan. Bentuk ini berbeda dari glaucoma kronis yang mana kondisinya sulit
terdeteksi dan perlu untuk diskrining dahulu untuk menemukan penyakit ini.
2.6.1 Gejala dan Tanda
Gejala
Pada glaucoma akut, gejala-gejalanya dramastis dan mudah
mendiagnosisnya pada sebagian besar kasus. Gejala diagnosis umum adalah mata
merah yang sangat nyeri, sakit kepala, dan penglihatan berkabut.
Nyeri tersebut beradiasi sepanjang distribusi saraf trigeminal divisi
oftalmologi, yang mana nyeri ini bisa terdapat pada sinus-sinus paranasalis,
telinga, kepala atau gigi. Gejala sistemik juga muncul karena meningkatnya
tekanan intraocular yang cepat, seperti mual dan muntah. Kadang-kadang
berkeringat, nyeri dada dan abdomen bisa terjadi sehingga bisa terjadi kesalahan
diagnosis. Sering kali diagnosis glaucoma akut lambat ditemukan, karena pasien
lebih mengeluhkan gejala sistemik yang muncul. 5
Penglihatan yang kabur dan juga halo (cincin berwarna yang mengitari
cahaya) disebabkan karena epitel kornea yang edema.
Dapat disimpukan bahwa ada beberapa karakteristik kunci untuk
menentukan diagnosis pasien dengan suspek glaucoma akut, yakni :
1. Serangan yang mendadak
2. Mata merah
3. Penglihatan kabur
4. Halo
5. Nyeri mata
6. Sakit kepala
7. Mual dan muntah
8. Serangan intermiten sebelumnya
9. Umur pertengahan (terutama pada wanita)
Faktor presipitat yang menyebabkan glaucoma akut juga berguna untuk
diketahui. Menurut Dr. Ronald Lowe, seorang spesialis mata di Australia, faktor
yang sangat penting adalah penyakit umum seperti influenza atau demam.
Penyebab penting lainnya seperti kecelakaan, terutama kecelakaan pada matanya,
gangguan emosional, dilatasi pupil (karena penggunaan tetes mata atau medikasi
tertentu) dan konsentrasi dekat. Faktor-faktor yang kurang umum misalnya
menonton televise atau film dan berada jauh dari rumah. 5
Ditemukan bahwa sebagian besar kasus glaucoma akut hanya mengenai
satu mata saja. Namun kadang-kadang (kurang dari 10%) dapat mengenai kedua
mata. Dikatakan pula bahwa insiden terjadinya glaucoma akut juga dipengaruhi
jenis kelamin, yang mana tiga kali lebih sering ditemukan pada perempuan.
Penyakit ini menyerang pasien dengan segala umur, dapat ditemukan pada usia di
bawah 30 tahun atau pada lanjut usia. Namun serangan paling banyak terjadi pada
usia antara 55-65 tahun. Faktor Ras juga dikatakan bisa mempengaruhi insiden
glaucoma akut, yang mana lebih sering menyerang orang kulit berwarna
dibandingkan orang kulit putih. 5
Tanda
Perubahan fisik yang terjadi pada mata adalah akibat dari sangat tingginya
tekanan intraokuler pada mata pasien. Beratnya perubahan yang terjadi
bergantung pada tinggi dan kecepatan dari peningkatan tekanan intraokuler.
Adapun tanda yang dapat ditemukan pada pasien adalah5 :
1. Penurunan tajam penglihatan;
2. Konjungtiva yang kongesti, terutama secara sirkumkornea;
Ketika TIO melebihi 70 mmHg, semua perubahan terjadi secara intensif.
Akan terjadi inflamasi konjungtiva disekitar limbus, yang diikuti khemosis
(edema konjuntiva). Kelopak mata juga membengkak dan air mata akan
keluar sebanyak-banyaknya.
3. Edema kornea;
Tingginya TIO akan meregangkan bola mata dan mengganggu lamella
corneal. Ketika peningkatan TIO berlangsung lama, endotel kornea,
lapisan yang bertanggung jawab dalam regulasi cairan dalam kornea,
kehilangan kemapuannya untuk memompa kembali cairan keluar ke
kamera anterior. Akibatnya terjadilah edema kornea. Hal ini akan
menyebabkan penglihatan kabur dan ada halo.
4. Kamera okuli anterior yang dangkal;
Pada dasarnya sulit untuk mengamati kamera anterior yang dangkal pada
mata yang mengalami glaucoma akut, sebab adanya edema kornea. Namun
ada beberapa metode yang dicoba untuk menjernihkan kornea, misalnya
dengan menggunakan tetes mata gliserin.
5. Tanda-tanda iridosiklitis;
6. Dilatasi pupil;
Jika TIO melebihi 60 mmHg maka pupil akan berdilatasi, hal ini terjadi
karena rusaknya sel-sel otot sfingter dari pupil. Dan jika TIO melebihi 70
mmHg maka iris disekitar pupil akan menjadi iskemik. Otot sfingter akan
kehilangan kemampuannya untuk berkontraksi walaupun TIO kembali ke
normal.
7. Peningkatan tekanan intraokuler;
8. Sudut tertutup (ditemukan dengan gonioskopi);
9. Mata sebelah juga memperlihatkan kamera anterior yang dangkal dan
sempit. Pengamatan pada mata yang tidak sakit juga bernilai penting
dalam penegakan diagnosis.
10. Diskus Optikus dan lapang pandang
Biasanya sulit untuk mengevaluasi diskus optikus karena adanya edema
kornea. Pada glaucoma akut ditemukan adanya gangguan lapang pandang
dan optic-disc cupping.
Tanda-tanda fisik yang mengindikasikan secara jelas bahwa mata telah
mengalami serangan glaucoma akut sebelumnya adalah5 :
1. Atrofi iris
Biasanya segmental dan mengenai iris sekitar pupil. Hal ini terjadi akibat
iskemia iris akibat TIO yang sangat tinggi.
2. Glaukomflecken
Disebut juga katarak glaukomatosa atau katarak subskapular anterior
diseminasi, merupakan kerusakan lensa akibat peningkatan TIO yang tiba-
tiba.
2.6.2 Pemeriksaan Khusus
Kedalaman Kamera Okuli Anterior
Dilakukan pemeriksaan dengan lampu senter atau slitlamp, untuk melihat keadaan
kamera anterior. Dari pemeriksaan ini akan ditemukan edema palpebra, khemosis,
edema kornea dan bisa juga dinilai sudut mata antara iris perifer dan kornea
perifer. Dapat dilihat juga adanya perubahan konveksitas dari iris (iris bombe).5
Tekanan Intraokuler-Tonometri
Pemeriksaan TIO dilakukan dengan tonometri. Adapun tonometri yang sering
digunakan adalah tonometri Schiotz, namun yang menjadi standar baku adalah
tonometer aplanasi Goldmann.
Pada glaucoma akut, tenkanan awal dari mata yang terkena
mengindikasikan resiko terkena glaucoma akut pada mata tersebut, dan
berpengaruh terhadap respon terapi medis yang diberikan. 5
Sudut Mata-Gonioskopi
Konfigurasi sudut mata—yakni apakah lebar (terbuka), sempit, atau tertutup—
menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor akueus. Dengan
gonioskopi memungkinkan visualisasi lagsung struktur-struktur sudut mata.
Apabila keseluruhan jalinan trabekular, taji sclera dan prosesus iris dapat terlihat,
sudut dinyatakan terbuka. Apabila garis Schwalbe atau sebagian kecil dari jalinan
trabekular yang dapat terlihat, sudut dikatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tak
terlihat, sudut dikatakan tertutup. 3
Diskus Optikus dan Lapang Pandang
Dikatakan pada PCAG biasanya tidak tampak perubahan, atau relatif kecil
perubahannya pada diskus optikus dan lapang pandang. Selain itu penemuan ini
dikatakan tidak penting untuk diagnosis maupun manajemen dari glaucoma akut
tersebut. Diskus akan tampak hiperemik, bisa juga ditemukan perdarahan diskus,
dan lapang pandang biasanya normal, kecuali terjadi konstriksi.
Jika saat serangan akut ditemukan abnormalitas dari diskus optikus dan
lapang pandang, dengan cup-disc ratio yang besar, maka hal ini mengindikasikan
adanya galukoma akut yang berkembang dari creeping closed angle glaucoma.
Hal ini penting diketahui, sebab manajemennya akan berbeda. 5
2.6.3 Diagnosis Banding
Diagnosis banding glaucoma primer sudut tertutup akut adalah iritis akut,
konjungtivitis akut, glaucoma sudut tertutup akut sekunder.3
2.6.4 Penatalaksanaan
– Penyekat β topikal (timolol 0,5%), agonis α topikal (apraklonidin 1%), dan
steroid topikal (prednisolon asetat 1%)
– Miotik topikal (pilokarpin 1-2%), biasanya tidak efektif jika TIO > 40
mmHg karena iskemia sfingter iris
– Asetazolamid tablet dan cairan hiperosmotik
– Iridotomi perifer laser (IPL) dengan atau tanpa iridoplasti
– Iridotomi perifer laser mata kontralateral dengan sudut sempit untuk
mencegah serangan akut di kemudian hari
– Jika IPL tidak dapat dikerjakan, pertimbangkan iridektomi perifer bedah
– Sindroma Plato Iris mungkin membutuhkan terapi miotik jangka panjang
dan iridektomi perifer untuk mengurangi risiko blok pupil.3,5
2.6.5 Prognosis
Jika terapi medis yang diberikan baik, maka tekanan akan menurun menjadi
normal dalam waktu 2 jam, sehingga laser iridotomy biasanya efektif. Namun jika
dalam 2 jam tekanan tetap pada 40 mmHg atau lebih, maka hal ini
mengindikasikan respon terhadap terapi buruk, sehingga laser iridoplasty
dianjurkan.5