jenis luka vulnus
TRANSCRIPT
SABTU, 04 FEBRUARI 2012
VULNUS (LUKA)
A.PENGERTIAN
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk
lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala
pathom limb.
B.ETIOLOGI
1.Mekanis / traumatis
2.Perubahan suhu
3.Zat kimia
4.Ledakan
5.Sengatan listrik
6.Gigitan hewan
C.TIPE VULNUS
1.Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak
rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
2.Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit merupakan
luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
3.Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka
dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut
vulnus penetrosum(luka tembus).
4.Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari kerusakan pada
soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma) bila kecil
maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat menyebabkan akibat yang
serius.
5.Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka akibat dari
terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.
6.Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak teratur
kadang ditemukan corpus alienum.
7.Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari
bentuk gigi.
8.Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses
infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
9.Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk
lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala
pathom limb.
10.Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan berbagai
derajat mulai dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia.
D.TANDA DAN GEJALA
1.Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.
2.Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
3.Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4.Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5.Tenderness/keempukan
6.Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur
di daerah yang berdekatan.
7.Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8.Pergerakan abnormal
9.Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10.Krepitasi (Black, 1993).
E.PATOFISIOLOGI
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa disebabkan oleh
traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan atau
binatang. Vulnus yang terjadi dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak, krepitasi,
shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius. Tanda dan gejala
yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus.
F.DAMPAK PADA SISTEM TUBUH
1.Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik
serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2.Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka
akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke
luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi
peningkatan diuresis.
3.Sistem respirasi.
a.Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil,
diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b.Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi
setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau
infeksi) terjadi hipoksia.
c.Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4.Sistem Kardiovaskuler
a.Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan
yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b.Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c.Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai
berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak
berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel
saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5.Sistem Muskuloskeletal
a.Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat
berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga
menjadikan kelelahan otot.
b.Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini
menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c.Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d.Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik
sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6.Sistem Pencernaan
a.Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan
mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya
nafsu makan.
b.Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi
sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang
air besar.
7.Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar,
sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat
menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal dan
tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan
ISK.
8.Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga
akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi
ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk
meningkatkan suplai darah.
G.KOMPLIKASI
1.Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2.Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema
atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
3.Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4.Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
H.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
I.PENATALAKSANAAN
1.Pembedahan
2.Imunisasi tetanus
3.Immobilisasi
4.Terapi antibiotik
J.PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1.Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2.Stadium Dua-Proliferasi Seluler: Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru
yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam.
3.Stadium Tiga-Pembentukan Kallus: Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal.
4.Stadium Empat-Konsolidasi: Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5.Stadium Lima-Remodelling: Telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang
yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang
mirip dengan normalnya.
K.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria
hasil:
Pasien tidak mengeluh nyeri
Pasein tidak mengeluh sesak
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien
2)Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
2.Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh pusing
Pasien tidak mengeluh sesak napas
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
CRT: <3 detik Intervensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien 2)Monitor capillary refill time R/mengetahui status keadaan pasien
3)Monitor kemampuan aktivitas pasien R/mengetahui kemampuan pasien 4)Anjurkan untuk cukup
istirahat R/mempercepat pemulihan kondisi 5)Beri posisi semi fowler R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)Bantu aktivitas pasien secara bertahap R/mengurangi beban kerja pasien 7)Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran pasien 8)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
pasien R/mencukupi kebutuhan pasien 9)Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet R/mempercepat
pemulihan kondisi 10)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen R/mencukupi kebutuhan oksigen
11)Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
12)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mempercepat proses
penyembuhan 3.Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif,
pertahanan sekunder tidak adekuat. Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan
keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil: Daerah tusukan infus tidak ada tanda peradangan
Hasil laboratorium darah normal(Leukosit, Hb) Intervensi: 1)Monitor tanda-tanda peradangan R/untuk
melihat tanda-tanda peradangan 2)Monitor pemeriksaan Laboratorium darah R/untuk melihat
kandungan darah 3)Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan R/untuk menghindari inos
4)Anjurkan untuk bed rest R/mempercepat pemulihan kondisi 5)Batasi pengunjung R/untuk mencegah
inos 6)Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril R/mencegah infeksi 7)Beri nutrisi tinggi zat besi,
vitamin C R/untuk membantu proses penyembuhan luka 8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat
antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara R/mempercepat penyembuhan 4.Resiko defisit volume cairan
berhubungan dengan kehilangan volume cairan melalui abnormal (perdarahan). Tujuan: Resiko defisit
volume cairan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
BB dalam batas normal Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 60-100x/mnt Suhu: 36-37C/axila
Finger print <3 detik BAK 3-5x/hari Tidak ada perdarahan Intevensi: 1)Ukur tanda-tanda vital:
tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi R/mengetahui keadaan pasien 2)Anjurkan untuk banyak
minum ± 2 L/hari R/memenuhi kebutuhan cairan 3)Hitung balance cairan R/mengetahui klebihan dan
kekurang cairan 4)Anjurkan untuk bed rest R/mempercepat pemulihan kondisi 5)Kolaborasi/lanjutkan
pemberian terapi elektrolit; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mempercepat penyembuhan
6)Kolaborasi/lanjutkan program therapi transfusi R/mempercepat pemulihan kesehatan pasien DAFTAR
PUSTAKA Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica Ester,
Edisi 8, Jakarta: EGC Doengoes, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan Keperawatan dan masalah kolaboratif. Alih Bahasa : I Made Kanosa, Edisi III, Jakarta: EGC
Hinchliff, Sue. (1996). Kamus Keperawatan. Edisi; 17. Jakarta: EGC Sudart dan Burnner, (1996).
Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3, Jakarta: EGC Nanda. 2005. Definisi dan klasifikasi, Jakarta:
Prima Medika