jurnal eko

Upload: utomo-eko-priyo

Post on 10-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    1/11

    STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENYERAP

    ASPIRASI MASYARAKAT ADAT OLEH ANGGOTA DPRD

    KABUPATEN TELUK BINTUNI

    COMMUNICATION STRATEGIES IN ABSORBING THE

    ASPIRATIONS OF INDIGENOUS COMMUNITY BY THE MEMBERS

    OF LOCAL ASSEMBLY OF BINTUNI BAY REGENCY

    Eko Priyo Utomo

    Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah Jayapura

    Alamat Korespondensi :

    Eko Priyo Utomo

    Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah Jayapura

    HP : 085398898979

    Email :[email protected]

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    2/11

    Abstrak

    Aspirasi masyarakat merupakan salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan. Tujuan

    dari penelitian ini adalah menganalisis strategi komunikasi anggota DPRD dalam menyerap aspirasi masyarakat

    adat di Kabupaten Teluk Bintuni. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatifdengan penentuan narasumber atau informan dilakukan secara sengaja (purposive). Penelitian ini dilaksanakan

    di Kabupaten Teluk Bintuni. Pengumpulan data diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam,dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Strategi komunikasi dalam menyerap aspirasi

    masyarakat adat oleh anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni berbeda berdasarkan sifat dari proses penyerapan

    aspirasi masyarakat adat, yakni formal dan non formal, kelompok masyarakat adat. dan asal usul anggota

    DPRD yang bersangkutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi komunikasi diantaranya karakteristik

    kelompok masyarakat adat, tatanan adat, dan asal-usul anggota DPRD. Bentuk komunikasi yang terjadi antara

    anggota DPRD dan masyarakat adat dalam proses penyerapan aspirasi mereka, dilakukan secara verbal

    (menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat) juga komunikasi non verbal untuk mempertegas

    pesan yang disampaikan. Sedangkan pola komunikasi, untuk kelompok masyarakat adat pola komunikasi linear

    yang terjadi, dan untuk sebagain kelompok masyarakat pola komunikasi sirkular, atau kedua pola tersebutterjadi bersamaan.

    Kata kunci: strategi komunikasi, aspirasi, masyarakat adat

    Abstract

    Aspirations of the people is one form of public participation in the development process. The aim of the research

    is to analyze communication strategies of the members of local assembly in absorbing the aspirations of

    indigenous community in Bintuni Bay Regency. The research used descriptive qualitative approach conducted

    in Bintuni Bay Regency. The informants were selected purposively. The methods of obtaining the data were

    participative observation, in-depth interview, and documentation. The results of the research indicate thatcommunication strategies used in absorbing the aspirations of indigenous community by the members of local

    Assembly are various based on the characteristics of the absorption process of aspiration of the indigenouscommunity, i.e formal and informal, the groups of indigenous community, and the origin of the members of local

    Assembly. The factors affecting the communication strategies are group characteristics of indigenous

    community, custom order, and the origin of the members of Local Assembly. The forms of communication

    happening between the members of Local Assembly and indigenous community in the absorption process of

    aspiration are verbal communication (using Indonesian and local languages) and nonverbal communication to

    affirm the message. Meanwhile, the communication patterns used by indigenous community are linear

    communication and circular communication for some groups of community or both of them are used

    simultaneously

    Keywords: communication strategy, aspirations, indigenous peoples

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    3/11

    PENDAHULUAN

    Aspirasi masyarakat merupakan salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam

    proses pembangunan. Aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat secara umum, seyogyanya

    dijadikan salah satu pertimbangan dalam memberikan rekomendasi terkait kebijakan dan arah

    pembangunan yang diambil oleh pemerintah. Aspirasi masyarakat, harus disampaikan

    melalui peren kelembagaan legislatif di daerah. Dalam proses penyerapan aspirasi

    masyarakat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak mungkin berjalan tanpa melalui

    proses komunikasi. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Rogers dkk., dalam Cangara (2011)

    bahwa komunikasi diartikan sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau

    melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba

    pada saling pengertian yang mendalam.Aspirasi masyarakat merupakan salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam

    proses pembangunan. Aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat secara umum, seyogyanya

    dijadikan salah satu pertimbangan dalam memberikan rekomendasi terkait kebijakan dan arah

    pembangunan yang diambil oleh pemerintah. Hal ini agar pembangunan yang berjalan sesuai

    dengan kebutuhan masyarakat dan kearifan lokal setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat

    Tahoba (2011) bahwa salah satu kesalahan pembangunan pada masa lalu adalah penggunaan

    model pembangunan yang berorientasi pada mengejar pertumbuhan ekonomi semata, dimana

    proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program pembangunan kerapkali

    dilakukan secara top-down. Berdasarkan pengalaman demikian, maka pendekatan

    pembangunan yang sekarang ini lebih menekan pada model pembangunan bottom-up yaitu

    pendekatan pembangunan yang berorientasi pada rakyat. Pendekatan ini menuntut adanya

    partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan menekankan upaya pemberdayaan

    (empowerment) terhadap rakyat menuju kemandirian.

    Menjaring aspirasi masyarakat adalah tugas dan fungsi dari lembaga legislatif di

    tingkat pusat terutama di tingkat daerah sebagai bentuk pemenuhan tiga peran DPRD. Hal ini

    sesuai dengan yang dijelaskan oleh Budiman (2008) bahwa DPRD sebagai lembaga

    perwakilan rakyat, secara konseptual memegang tiga peran.Pertama, sebagai agen perumus

    agenda bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai lembaga yang

    mengemban misi pengelolaan konflik dalam masyarakatnya. Ketiga, DPRD adalah

    pengemban peran integratif dalam masyarakatnya. Peran perwakilan rakyat yang diemban

    oleh DPRD bisa dimaknai sebagai peran keperantaraan. DPRD bukan hanya menjadi perantara

    yang menjembatani pemerintah (eksekutif) dengan rakyatnya, namun juga menjembatani

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    4/11

    ketegangan dari berbagai segmen dalam masyarakat yang saling memperjuangkan

    kepentingannya.

    Bagi masyarakat yang berada di daerah perkotaan, dimana tingkat keaktifan

    masyarakat begitu tinggi terhadap penyampain aspirasi mereka, ditambah dengan hadirnya

    media massa lokal, yang mampu mengangkat beragam isu yang berkembang akan

    mempermudah tugas dari seorang legislator. Hal ini tentu sangat berbeda ketika kondisi

    masyarakat masih sangat pasif dan norma adat masih kuat, kondisi daerah yang masih

    tergolong daerah pemekaran baru, serta belum terdapat media massa lokal seperti yang terjadi

    di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Oleh karena itu, dibutuhkan satu

    instrument yang dapat menjembatani gap antara masyarakat dengan lembaga legislatif

    seperti keberadaan lembaga representatif yang mampu mengakomodir aspirasi masyarakat

    adat. hal ini seperti yang disampaikan oleh Warijo (2003) dalam proses penyampaian aspirasi

    masyarakat adat, harus dibentuk sebelumnya sebuah wadah atau lembaga adat, seperti

    Presedium Dewan Papua, maupun Majelis Rakyat Papua. Dengan adanya lembaga adat

    permasalahan yang berkaitan dengan hak-hak dasar masyarakat adat dan pemegang hak

    ulayat akan terakomodir dengan baik.

    Dengan berbagai realitas kehidupan dan dinamika permasalahan terkait aspirasi

    masyarakat adat, tentu membutuhkan satu strategi komunikasi khusus dalam penyerapan

    aspirasi oleh anggota DPRD di Kabupaten Teluk Bintuni, agar pada proses pelaksanaanya

    hasil yang didapat lebih maksimal. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning)

    dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Demikian pula strategi

    komunikasi merupakan paduan dan perencanaan komunikasi (communication planning) serta

    manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan.

    Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana strategi, faktor-faktor yang

    mempengaruhi, dan pola komunikasi anggota DPRD dalam menyerap aspirasi masyarakat

    adat di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat.

    METODE PENELITIAN

    Lokasi dan Desain Penel it ian

    Penelitian ini dilaksanakan DPRD dan Kampung-kampung domisili masyarakat adat

    di Kabupaten Teluk Bintuni, Tipe penelitian ini yang di gunakan adalah deskriptif kualitatif

    yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendalam tentang strategi komunikasi

    dalam menyerap aspirasi masyarakat adat oleh anggota DPRD di Kabupaten Teluk Bintuni

    Provinsi Papua Barat.

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    5/11

    Objek Peneli tian

    Obejek Penelitian ini adalah pimpinana DPRD, dan Anggota DPRD (berasal dari

    tujuh suku maupun bukan) yang mewakili daerah pemilihan masyarakat adat (tujuh suku.

    Harapan dapat mengetahui bagaimana merancang strategi komunikasi dalam menyerap

    aspirasi masyarakat adat di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Teknik penetuan

    informan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu

    berdasarkan pertimbangan yang erat kaitannya dengan tujuan penelitian.

    Metode Pengumpulan data

    Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi partisipan, wawancara

    mendalam, dan studi kepustakaan.

    Teknik anali sis data

    Selama peneliti melakukan pengumpulan data di lapangan, peneliti juga melakukan

    analisis data. Semua data yang telah didapat kemudian diolah melalui tiga jalur analisis data

    kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

    HASIL

    Strategi Komunikasi Dalam Menyerap Aspir asi Masyarakat Adat Oleh Anggota DPRD

    Kabupaten Teluk Bin tuni

    Dalam strategi komunikasi terdapat empat faktor penting yang harus diperhatikan,yaitu mengenal khalayak, menentukan pesan, menetapkan metode, dan pemilihan media

    komunikasi. dari hasil penelitian, dalam pemenuhan empat faktor tersebut, masing-masing

    anggota DPRD berbeda dalam pelaksanaanya. Perbedaan tersebut jelas terlihat pada

    bagaimana pemenuhan empat faktor oleh anggota DPRD yang berasal dari Papua (putra

    derah) lebih pada pengalaman berdasarkan asal usul kesukuan, sedangkan bagi anggota

    DPRD yang non Papua lebih mengedepankan hasil yang didapat oleh agen-agen informasi

    yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Hal lain, yang membedakan strategi komunikasi antara

    anggota DPRD yang berasal dari Papua dan yang non papua adalah pengeloaan isu dan

    perumusan pesan. Dimana dalam pengeloaan isu bagi anggota DPRD yang berasal dari Papua

    lebih pada fenomena atau pokok permasalahan yang terjadi di kalangan masyarakat adat,

    sedangkan bagi anggota DPRD yang non Papua lebih pada agenda periode sidang dan

    pembahasan ditingkat komisi.

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    6/11

    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Komunikasi Dalam Menyerap Aspirasi

    Masyarakat Adat.

    Karakteri stik Kelompok M asyarakat Adat

    Karakteristik dari masyarakat adat yang terdapat dikelompok suku (kelompok suku

    dataran tinggi, kelompok suku wilayah aliran sungai, dan kelompok suku pesisir pantai)

    merupakan satu faktor yang mempengaruhi bagaimana strategi komunikasi dalam menyerap

    aspirasi masyarakat adat yang dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni.

    Sebagai contoh, karakteristik masyarakat adat yang tergabung dalam kelompok suku dataran

    tinggi, dengan karakteristik yang lebih tertutup, kurang aktif terkait dengan penyampaian

    aspirasi mereka, dan tingkat pemahaman dan penguasaan terhadap bahasa Indonesia

    membuat anggota DPRD yang akan melakukan kegiatan penjaringan aspirasi harus

    menggunakan penerjemah untuk anggota DPRD yang bukan berasal dari kelompok suku

    tersebut, dan melakukan komunikasi dengan kelompok-kelompok kecil dari masyarakat yang

    ada disana, bagi anggota DPRD yang berasal dari suku tersebut.

    Tatanan Adat

    Tatanan adat sangat berpengaruh terhadap strategi komunikasi yang digunakan oleh

    anggota DPRD dalam menyerap aspirasi masyarakat adat. untuk kelompok masyarakat suku

    dataran tinggi, dimana tatanan adat masih begitu kuat melekat bahkan mengekang di

    kehidupan mereka strategi komunikasi yang digunakan adalah dengan memanfaatkan

    lembaga adat yang ada dikampung. Walaupun pemanfaatan kelembagaan adat ini masih

    diimbangi dengan bertemu secara langsung dengan tokoh-tokoh kunci yang ada dikelomok

    masyarakat agar mendapatkan informasi yang akurat terkait kondisi masyarakat dan

    memperbandingkan dengan informasi yang diperoleh melalui kelembagaan adat.

    Asal Usul Anggota DPRD

    Asal-usul anggota DPRD, apakah anggota tersebut berasal dari salah satu suku yang

    ada di Kabupaten Teluk Bintuni, atau pun yang berasal dari Nusantara, turut membedakan

    bagaimana strategi komunikasi yang akan digunakan oleh anggota DPRD dalam menyerap

    aspirasi masyarakat adat. Penyerapan aspirasi masyarakat, yang dilakukan oleh anggota

    DPRD yang berasal dari suku yang ada (putra daerah) dikawasan dataran tinggi, proses

    penyampaian pesan dilakukan secara langsung (dalam dialog) dan tidak langsung (kelompok

    berdasarkan ketokohan) sedangkan bagi anggota DPRD yang non Papua (Nusantara) proses

    penyampaian pesan dan penerimaan pesan dilakukan melalui peran penerjemah. Selain itu

    dalam proses pengenalan khalayak asal usul anggota DPRD sangat mempengaruhi strategi

    komunikasi. bagi anggota DPRD non Papua (Nusantara) informasi mengenai khlayak

    (masyarakat adat) harus menggunakan agen-agen informasi.

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    7/11

    Pola Komunikasi Yang Terjadi Antara Anggota DPRD Dan Masyarakat Adat

    Pola komunikasi yang terjadi antara anggota DPRD dan masyarakat adat dalam

    proses penyerapan komunikasi, tidak semuanya sama. Perbedaan ini terdapat pada

    penyerapan komunikasi yang dilakukan oleh anggota DPRD non Papua (Nusantara) di

    kawasan dataran tinggi, dimana proses pertukaran pesan dilakukan melalui perantara

    penerjemah. Sedangkan untuk anggota DPRD yang berasal dari suku di dataran tinggi, pola

    pertukaran pesan dilakukan melalui dua cara, yakni secara langsung pada saat dialog dan

    dengan menggunakan perantara.

    Dalam dialog yang melibatkan anggota DPRD non Papua dan masyarakat adat,

    komunikator (anggota DPRD) tidak dapat langsung menerima umpan balik dari komunikan

    (masyarakat). Umpan balik baru akan diterima setelah melalui proses komunikasi yang

    dilakukan oleh penerjemah diluar dialog tersebut. Sedangkan pola komunikasi yang terjadi

    dengan kelompok kecil berdasarkan ketokohan dalam masyarakat, pertukaran pesan

    dilakukan pada saat itu juga, dimana masing-masing dari peserta komunikasi saling bertukar

    peran antara komunikator dan komunikan, hal ini sama dengan yang terjadi antara anggota

    DPRD non papua.

    Untuk dua daerah lainya, yakni kawasan aliran sungai dan pesisir pantai, pola

    komunikasi berjalan lebih terbuka, dimana pertukaran pesan diantara peserta komunikasi

    berjalan dengan baik, demikian juga pertukaran peran antara komunikator dan komunikan.

    PEMBAHASAN

    Dalam penelitian ini ditemukan bahwa strategi komunikasi dalam proses penyerapan

    aspirasi masyarakat adat di kabupaten Teluk Bintuni dilakukan dengan tahapan-tahapan

    mengenal khalayak, menentukan pesan, menetapkan metode, dan pemilihan media. Terdapat

    tiga faktor yang mempenga strategi komunikasi yaitu karakteristik masyarakat, tatanan adat,

    dan asal-usul anggota DPRD. Dalam proses penyerapan aspirasi masyarakat adat oleh

    anggota DPRD pola komunikasi yang terjadi pola komunikasi yang terjalin antara anggota

    DPRD (komunikator) dan masyarakat adat (komunikan) atau sebaliknya, komunikasi secara

    langsung (tatap muka), dengan sarana verbal maupun non verbal (primer). Untuk daerah

    dataran tinggi, pola komunikasi berjalan secara satu arah dimana komunikan adalah titik

    terminal dalam proses komunikasi (linear). Sedangkan untuk daerah di aliran sungai dan

    pesisir pantai, yang masyarakatnya jauh lebih aktif komunikasi berjalan secara timbal balik,

    dimana masing-masing peserta komunikasi saling bertukar peran antara komunikator dan

    komunikan

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    8/11

    Dalam penyerapan aspirasi masyarakat adat dilakukan secara sistematis guna

    mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers dalam Cangara (2005) bahwa

    strategi komunikasi sebagai suatu rencanan atau rancangan untuk mengubah tingkah laku

    manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide. Defenisi yang dinyatakan oleh

    rogers ini menekankan perlunya pembuatan strategi komunikasi yang mempertimbangkan

    secara seksama tahapan-tahapan perencanaan komunikasi. Dengan demikian kegiatan

    komunikasi perlu melihat perencanaan sebagai suatu manifestasi kesadaran dalam mengatur

    efisiensi. Pendapat lain disampaikan oleh Triartanto (2010) bahwa Secara definitif, strategi

    dimaknai sebagai suatu cara atau kiat mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk itu, agar

    mencapai suatu tujuan yang dikehendaki dibutuhkan suatu strategi. Strategi yang baik dapat

    mewujudkan hasil gemilang yang sesuai harapan. Oleh karena itu, strategi sebaiknya mudah

    untuk dilaksanakan sehingga apa yang hendak dicapai dapat terwujud. Tahapan-tahapan

    strategi komunikasi tersebut juga memperhatikan komponen-komponen penting strategi

    komunikasi, yaitu Komunikan, Pesan, Media, dan komunikator. Hal ini sesuai dengan

    penjelasan Effendi dkk., (2005) bahwa Dalam rangka menyusun strategi komunikasi

    diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-

    faktor penghambat lebih baik lagi jika dalam penyusunanya, seorang perumus perlu untuk

    memperhatikan komponen-komponen komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan

    penghambat pada setiap komponen tersebut. Adapun komponen strategi komunikasi yang

    dimaksud adalah komunikan sebagai sasaran komunikasi, media, pesan, dan komunikator.

    Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi strategi komunikasi ini lebih

    disebabkan adanya perbedaan budaya. Perbedaan budaya sangat mempengaruhi, bahkan

    perbedaan budaya tidak jarang menjadi hambatan dalam proses komunikasi. hal ini seperti

    yang dikatakan Proter dkk., dalam Suranto (2010) bahwa Proses komunikasi sosial budaya

    jarang berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan. Khususnya, komunikasi nonverbal sangat

    rumit, multidimensional, dan biasanya merupakan proses yang spontan. Orang-orang tidak

    sadar akan sebagian perilaku komunikasi nonverbalnya sendiri, yang dilakukan tanpa

    berpikir, spontan dan tidak sadar

    Sedangkan terkait pola komunikasi yang terjalin antara anggota DPRD dan

    masyarakat adat atau sebaliknya, secara keseluruhan berlangsung secara primer. Hal ini

    sesuai dengan yang disampaikan oleh Cangara dalam Rahmat (2012) bahwa Pola

    Komunikasi Primer. Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian pikiran

    oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu simbol (simbol) sebagai

    media atau saluran. Dalam pola ini terbagi menjadi dua lambang yaitu lambang verbal dan

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    9/11

    lambang nirverbal.Lambang verbal yaitu bahasa sebagai lambang verbal yaitu paling banyak

    dan paling sering digunakan, karena bahasa mampu mengungkapkan pikiran komunikator.

    Lambang nirverbal yaitu lambang yang digunakan dalam berkomunikasi yang bukan bahasa,

    merupakan isyarat dengan anggota tubuh antara lain. Untuk daerah dataran tinggi, pola

    komunikasi linear bahwa proses komunikasi berjalan secara lurus menuju satu titik, hal ini

    sesuai dengan yang disampaikan Cangara dalam Rahmat (2012). Bahwa linear disini

    mengandung makna lurus, yang berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus,

    penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal. Dalam

    proses komunikasi ini pesan yang disampaikan akan efektif apabila ada perencanaan sebelum

    melaksanakan komunikasi. Komunikasi linier dalam prakteknya hanya ada pada komunikasi

    bermedia, tetapi dalam komunikasi tatap muka juga dapat dipraktekkan, yaitu apabila

    komunikasi pasif. Sedangkan untuk daerah di aliran sungai dan pesisir pantai, proses

    komunikasi berjalan dua arah, dimana masing-masing peserta komunikasi saling bertukar

    peran antara komunikator dan komunikan (sirkular) hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh

    Sitinjak (2013) bahwa Sirkular secara harfiah berati bulat, bundar, atau keliling. Dalam

    proses sirkular itu terjadinyafeedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan

    kekomunikator, sebagai penentu utama keberhasilan komunikasi. Dalam pola komunikasi

    seperti ini, proses komunikasi berjalan terus yaitu adanya umpan balik antara komunikator

    dan komunikan.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Strategi komunikasi dalam menyerap aspirasi masyarakat adat oleh anggota DPRD

    Kabupaten Teluk Bintuni berbeda berdasarkan sifat dari proses penyerapan aspirasi

    masyarakat adat, yakni formal dan non formal, kelompok masyarakat adat. dan asal usul

    anggota DPRD yang bersangkutan.

    Secara formal, strategi komunikasi melewati tahapan komunikasi ditingkat organisasi,

    baik dengan pimpinan maupun dengan sesama anggota komisi dan fraksi serta partai politik.

    Komunikasi berlangsung secara dua arah, dimana semua pihak yang bersangkutan sangat

    komunikatif. Proses pelaksanaan penyerapan aspirasi melalui empat tahapan perencanaan

    komunikasi, yaitu mengenal khalayak, menentukan pesan, metode penyerapan aspirasi, dan

    pemilihan sarana komunikasi. dalam tahapan tersebut, masing-masing anggota DPRD

    berbeda berdasarkan daerah yang diwakili, dan asal-usul kesukuan.

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    10/11

    Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi komunikasi diantaranya karakteristik

    kelompok masyarakat adat, tatanan adat, dan asal-usul anggota DPRD .Karakteristik

    kelompok, tatanan adat turut, asal-usul anggota DPRD dan pokok persoalan yang terjadi.

    Bentuk komunikasi yang terjadi antara anggota DPRD dan masyarakat adat dalam

    proses penyerapan aspirasi mereka, dilakukan secara dua tahap untuk anggota DPRD yang

    bukan berasal dari kelompok tujuh suku, serta bentuk komunikasi konvergensi untuk baik

    yang berasal dari kelompok tujuh suku maupun bukan. Sedangkan pola komunikasi, untuk

    kelompok masyarakat adat pola komunikasi linear yang terjadi, dan untuk sebagain

    kelompok masyarakat pola komunikasi sirkular, atau kedua pola tersebut terjadi bersamaan.

    Sarana dalam berkomunikasi dilakukan secara verbal (menggunakan bahasa Indonesia dan

    bahasa daerah setempat) juga komunikasi non verbal untuk mempertegas pesan yang

    disampaikan, atau keduanya digunakan secara bersamaan.

    Perlu adanya aturan yang jelas, dan ketetapan mengenai kewajiban seorang anggota

    DPRD, terkait waktu kunjungan dan penyerapan aspirasi masyarakat adat. selain itu

    pengembangan bagian atau devisi yang secara khusus bertugas menyusun, menganilis, dan

    mengelompokkan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada kelompok masyarakat adat.

    selain itu, pengenalan teknologi komunikasi modern kepada masyarakat harus segera

    dilakukan.

    Peningkatan kesadaran dan keaktifan masyarakat terhadap pentingnya aspirasi

    mereka, dengan memanfaatkan kelembagaan pemerintah kampung, lembaga keagamaan,

    terutama tokoh-tokoh kunci seperti tokoh agama dan tokoh pemuda melalui kegiatan-

    kegiatan pelatihan.

    Memberikan rekomendasi atau bentuk himbauan kepada Partai-partai politik dalam

    rekruetment kader serta calon-calon anggota legislatif agar lebih mengutamakan dan

    memberdayakan orang-orang yang berasal dari tujuh suku.

    Memberikan rekomendasi terhadap peran dan fungsi lembaga masyarakat adat dan

    koordinator tujuh suku dalam menampung dan mengakomodir kepentingan masyarakat tujuh,

    dan melibatkan lembaga tersebut dalam proses penyerapan aspirasi masyarakat adat.

  • 5/20/2018 Jurnal EKo

    11/11

    DAFTAR PUSTAKA

    Budiman A. (2008). Mekanisme DPRD Provinsi Dalam Menerima Dan Menindaklanjuti

    Aspirasi Masyarakat (Studi Kasus Di DPRD Sumatera Selatan Dan Sulawesi Utara).

    P3DI. Setjen DPR RI. 157 : 1.

    Cangara H. (2005).Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grafindo.Cangara H. (2011). Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi. Ed.1 3. Jakarta :

    Rajawali Press.

    Effendy, dkk. (2005).Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.

    Rahmat J. (2012).Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

    Sitinjak A. R. (2013).Pola Komunikasi Public Relation Officer Dalam Memepertahankan

    Citra PT. Lion Air Indonesia Cabang Manado.(Online) Vol. 1, No. 1. diakses

    tanggal 10 Agustus 2013. Dari laman :

    (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/download/962/777

    Suranto. (2010). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta. Graha Ilmu.

    Tahoba A. E. P. (2011). Strategi Komunikasi Dalam Program Pengembangan Masyarakat

    (Community Development): Kasus Program Community Development PadaKomunitas Adat Terkena Dampak Langsung Proyek LNG Tangguh Di Sekitar

    Teluk Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Prosiding Seminar

    Nasional,188 : 3.

    Triartanto, dkk. (2010). Broadcasting Radio : Panduan Teori dan Praktek. Yogyakarta :

    Pustaka Book Publisher.

    Warijo Y. A. (2003). Peran Presidium Dewan Papua Dalam Mengembangkan Aspirasi

    Masyarakat Adat Papua(Tesis). Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

    http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/download/962/777http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/download/962/777