kajian ekonomi regional - bi.go.id · inflasi juli 2015 6.2.3. inflasi 2015 77 79 80 81 67 67 69 87...

114
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

Upload: vuongdiep

Post on 07-May-2018

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KAJIANEKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II 2015

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya

”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini

menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian

daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah,

yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan

informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja

sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan

datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan

kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak

yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta

kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan

ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

Semarang, Agustus 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

Ttd

Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya

”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini

menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian

daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah,

yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan

informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja

sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan

datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan

kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak

yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta

kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan

ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

Semarang, Agustus 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

Ttd

Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II

2015

PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa

Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI) dan BI-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

3.6.1 Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI)

3.6.2 Transaksi Bank Indonesia –Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

3.7. Perkembangan Perkasan

47

48

48

49

50

51

52

54

54

56

58

58

59

60

61

PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH

BAB V

5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

BAB VI

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Sektoral

6.2. Inflasi

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2015

6.2.2. Inflasi Juli 2015

6.2.3. Inflasi 2015

77

79

80

81

67

67

69

87

88

89

91

91

92

93

PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH

BAB IV

4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2015

4.1. 1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015

4.1. 2. Realisasi belanja Triwulan III 2015

iii

Daftar Isi

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

2.2.2. Kelompok Makanan Jadi,Minuman,Rokok

& Tembakau

2.2.3. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan

2.2.4. Kelompok Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi

2.3.1. Kelompok Volatile Foods

2.3.2. Kelompok Administered Prices

2.3.3. Kelompok Inti

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BAB II

31

34

35

35

36

36

36

36

38

39

41

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

Ringkasan Umum

Sumplemen I Dampak Depresiasi nilai Tukar

Terhadap Perekonomian Jawa Tengah

Sumplemen II Dampak Asimetris Kebijakan Harga

BBM

Sumplemen III Ketahanan Pangan Jawa Tengah

Sumplemen IV Menakar Kontribusi Belanja

Pemerintah

I

ii

iv

ix

xi

xv

24

26

43

72

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

11

12

20

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

ii

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II

2015

PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa

Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI) dan BI-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

3.6.1 Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI)

3.6.2 Transaksi Bank Indonesia –Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

3.7. Perkembangan Perkasan

47

48

48

49

50

51

52

54

54

56

58

58

59

60

61

PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH

BAB V

5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

BAB VI

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Sektoral

6.2. Inflasi

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2015

6.2.2. Inflasi Juli 2015

6.2.3. Inflasi 2015

77

79

80

81

67

67

69

87

88

89

91

91

92

93

PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH

BAB IV

4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2015

4.1. 1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015

4.1. 2. Realisasi belanja Triwulan III 2015

iii

Daftar Isi

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

2.2.2. Kelompok Makanan Jadi,Minuman,Rokok

& Tembakau

2.2.3. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan

2.2.4. Kelompok Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi

2.3.1. Kelompok Volatile Foods

2.3.2. Kelompok Administered Prices

2.3.3. Kelompok Inti

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BAB II

31

34

35

35

36

36

36

36

38

39

41

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

Ringkasan Umum

Sumplemen I Dampak Depresiasi nilai Tukar

Terhadap Perekonomian Jawa Tengah

Sumplemen II Dampak Asimetris Kebijakan Harga

BBM

Sumplemen III Ketahanan Pangan Jawa Tengah

Sumplemen IV Menakar Kontribusi Belanja

Pemerintah

I

ii

iv

ix

xi

xv

24

26

43

72

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

11

12

20

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

ii

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II

2015

Grafik 1.33. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Sektor

Pertanian,Kehutanan dan Perikanan

Grafik 1.34. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di

Jawa Tengah

Grafik 1.35. Survei Konsumen dan Survei Pedagang Eceran

Grafik 1.36. Perkembangan Konsumsi Semen

Grafik 1.37. Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan

Nasional

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 2.3. Tren Inflasi Jawa Tengah (%,YoY)

Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Provinsi Di Jawa

Grafik 2.5. Inflasi Tahun Kalender Provinsi Di Jawa

Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi bulanan Jawa Tengah 2012-

2015

Grafik 2.7. Event Analisis Inflasi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2.8. Disagrgasi Inflasi tahunan

Grafik 2.9. Disagregasi Inflasi Bulanan

Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile

Foods 2012-2015 TW II

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok

Volatile Foods Triwulan II

Grafik 2.12. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan

Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.13. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi

Tahunan Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah

22

22

23

23

23

31

31

31

32

32

32

32

36

36

37

37

37

37

38

38

38

38

39

39

39

39

40

40

40

40

40

41

41

42

42

48

48

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah

Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Telur Ayam Ras

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok

Administered Prices Triwulan II

Grafik 2.19. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan

Kelompok Administered Prices

Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin

Grafik 2.21. Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor

Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti

Triwulan II

Grafik 2.23. Perkembangan Output Gap,Pertumbuhan

Ekonomi Tahunan,dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2.24. Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Kenaikan

Harga

Grafik 2.25. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 2.26. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti

Traded

Grafik 2.27. Inflasi Tahunan Triwulan II 2015

Grafik 2.28. Perkembangan Inflasi Tahunan

Grafik 2.29. Inflasi Tahunan Kota

Grafik 2.30. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per

Kelompok Triwulan II 2015

Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di

Provinsi Jawa Tengah

v

GRAFIK

Grafik 1.1. Kontribusi Perekonomian Provinsi Terhadap

Kawasan Jawa

Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah,Jawa

Dan Nasional

Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit

Perbankan

Grafik 1.4. Pertumbuhan Transaksi Kliring dan PDRB

Grafik 1.5. Survei Konsumen

Grafik 1.6. Komponen Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.7. Survei Pedagang Eceran

Grafik 1.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi

Grafik 1.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan

Bermotor dan Kredit Kepemilikan Rumah

Grafik 1.10. Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi

Grafik 1.11. Pertumbuhan Tahunan Realisasi Belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.12. Perkembangan Anggaran Belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.13. Likert Scale Investasi

Grafik 1.14. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi

Di Jawa Tengah

Grafik 1.15. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor

Barang Modal

Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Penanaman

Realisasi Penanaman Modal Asing Di Jawa Tengah

Grafik 1.17. Perkambangan Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.18. Likert Scale Penjualan Domestik

11

11

12

12

13

13

14

14

14

14

15

15

15

16

16

16

16

16

16

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Ekspor mebel dan

Kayu Olahan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa

tengah Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan II 2015

Grafik 1.23. Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.24. Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan

Kayu Olahan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.25. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 1.26. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 1.27. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah

Triwulan II 2015

Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Impor Jawa Tengah

Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.29. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Dan

Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa tengah Triwulan I

Tahun 2015(%)

Grafik 1.30. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen

Industri Jawa Tengah

Grafik 1.32. Perkembangan Industri Manufaktur

17

17

17

17

18

18

19

19

19

19

21

21

21

22

iv

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II

2015

Grafik 1.33. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Sektor

Pertanian,Kehutanan dan Perikanan

Grafik 1.34. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di

Jawa Tengah

Grafik 1.35. Survei Konsumen dan Survei Pedagang Eceran

Grafik 1.36. Perkembangan Konsumsi Semen

Grafik 1.37. Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan

Nasional

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 2.3. Tren Inflasi Jawa Tengah (%,YoY)

Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Provinsi Di Jawa

Grafik 2.5. Inflasi Tahun Kalender Provinsi Di Jawa

Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi bulanan Jawa Tengah 2012-

2015

Grafik 2.7. Event Analisis Inflasi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2.8. Disagrgasi Inflasi tahunan

Grafik 2.9. Disagregasi Inflasi Bulanan

Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile

Foods 2012-2015 TW II

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok

Volatile Foods Triwulan II

Grafik 2.12. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan

Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.13. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi

Tahunan Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah

22

22

23

23

23

31

31

31

32

32

32

32

36

36

37

37

37

37

38

38

38

38

39

39

39

39

40

40

40

40

40

41

41

42

42

48

48

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah

Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Telur Ayam Ras

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok

Administered Prices Triwulan II

Grafik 2.19. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan

Kelompok Administered Prices

Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin

Grafik 2.21. Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor

Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti

Triwulan II

Grafik 2.23. Perkembangan Output Gap,Pertumbuhan

Ekonomi Tahunan,dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2.24. Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Kenaikan

Harga

Grafik 2.25. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 2.26. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti

Traded

Grafik 2.27. Inflasi Tahunan Triwulan II 2015

Grafik 2.28. Perkembangan Inflasi Tahunan

Grafik 2.29. Inflasi Tahunan Kota

Grafik 2.30. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per

Kelompok Triwulan II 2015

Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di

Provinsi Jawa Tengah

v

GRAFIK

Grafik 1.1. Kontribusi Perekonomian Provinsi Terhadap

Kawasan Jawa

Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah,Jawa

Dan Nasional

Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit

Perbankan

Grafik 1.4. Pertumbuhan Transaksi Kliring dan PDRB

Grafik 1.5. Survei Konsumen

Grafik 1.6. Komponen Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.7. Survei Pedagang Eceran

Grafik 1.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi

Grafik 1.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan

Bermotor dan Kredit Kepemilikan Rumah

Grafik 1.10. Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi

Grafik 1.11. Pertumbuhan Tahunan Realisasi Belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.12. Perkembangan Anggaran Belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.13. Likert Scale Investasi

Grafik 1.14. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi

Di Jawa Tengah

Grafik 1.15. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor

Barang Modal

Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Penanaman

Realisasi Penanaman Modal Asing Di Jawa Tengah

Grafik 1.17. Perkambangan Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.18. Likert Scale Penjualan Domestik

11

11

12

12

13

13

14

14

14

14

15

15

15

16

16

16

16

16

16

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Ekspor mebel dan

Kayu Olahan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa

tengah Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan II 2015

Grafik 1.23. Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 1.24. Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan

Kayu Olahan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.25. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 1.26. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 1.27. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah

Triwulan II 2015

Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Impor Jawa Tengah

Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.29. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Dan

Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa tengah Triwulan I

Tahun 2015(%)

Grafik 1.30. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen

Industri Jawa Tengah

Grafik 1.32. Perkembangan Industri Manufaktur

17

17

17

17

18

18

19

19

19

19

21

21

21

22

iv

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II

2015

Grafik 3.32. Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di

Jawa Tengah

Grafik 3.33. Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa

Tengah

Grafik 3.34. Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi Sistem

Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

Grafik 3.35. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring

Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.36. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan

Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.37. Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan

Usaha Triwulan II 2015

Grafik 3.38. Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGS

Jawa Tengah

Grafik 3.39. Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGS

Jawa Tengah

Grafik 3.40. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa

Tengah

Grafik 3.41. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh

Grafik 3.42. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Lokasi

Grafik 3.43. Presentase Temuan Uang Palsu Setiap Pecahan

Grafik 4.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

Grafik 4.2. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Pendapatan

Grafik 4.4. Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 4.5. Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung

2015 (Rp Miliar)

58

59

59

60

60

60

61

61

62

62

63

63

67

67

69

70

70

70

77

77

78

78

80

80

80

80

81

82

82

82

84

84

87

87

89

89

89

Grafik 4.6. Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp

Miliar)

Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah

Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan

Saat Ini

Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan

Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah

Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.9. Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor

Tanaman Pangan dengan PDRB Sektor Pertanian

Grafik 5.10. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.11. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.12. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa

Tengah Tahun 2011-2014 (Ribuan Orang)

Grafik 5.13. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 5.14. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan

Nasional

Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Mendatang

Grafik 6.4. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran

Grafik 6.5. Perkembangan Industrial Prodution Index

vii

GRAFIK

Grafik 3.3. Perkembangan Laju Pertumbuhan DPK

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.4. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.5. Perkembangan DPK Perbankan Umum di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Perbankan Umum di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7. Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.8. Perbandingan LDR Perbankan Beberapa

Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di

Provinsi Jawa Tengah

49

49

50

50

50

50

51

51

51

51

52

52

52

52

Grafik 3.17. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan

Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit dan

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 3.21. Perbandingan Laju Pertumbuhan

Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.22. Perbandingan FDR Pernbankan Syariah di

Pulau Jawa

Grafik 3.23. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset

Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.24. Perbandingan DPK Perbankan Syariah di

Pulau Jawa

Grafik 3.25. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.26. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.27. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Sektor

Grafik 3.28. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Sektor

Grafik 3.29. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.30. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.31. Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di

Jawa Tengah

53

53

54

54

55

55

55

55

56

56

57

57

57

57

58

vi

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II

2015

Grafik 3.32. Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di

Jawa Tengah

Grafik 3.33. Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa

Tengah

Grafik 3.34. Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi Sistem

Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah

Grafik 3.35. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring

Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.36. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan

Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.37. Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan

Usaha Triwulan II 2015

Grafik 3.38. Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGS

Jawa Tengah

Grafik 3.39. Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGS

Jawa Tengah

Grafik 3.40. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa

Tengah

Grafik 3.41. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh

Grafik 3.42. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Lokasi

Grafik 3.43. Presentase Temuan Uang Palsu Setiap Pecahan

Grafik 4.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

Grafik 4.2. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Pendapatan

Grafik 4.4. Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 4.5. Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung

2015 (Rp Miliar)

58

59

59

60

60

60

61

61

62

62

63

63

67

67

69

70

70

70

77

77

78

78

80

80

80

80

81

82

82

82

84

84

87

87

89

89

89

Grafik 4.6. Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp

Miliar)

Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah

Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan

Saat Ini

Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan

Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah

Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.9. Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor

Tanaman Pangan dengan PDRB Sektor Pertanian

Grafik 5.10. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.11. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.12. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa

Tengah Tahun 2011-2014 (Ribuan Orang)

Grafik 5.13. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 5.14. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan

Nasional

Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen

Mendatang

Grafik 6.4. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran

Grafik 6.5. Perkembangan Industrial Prodution Index

vii

GRAFIK

Grafik 3.3. Perkembangan Laju Pertumbuhan DPK

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.4. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.5. Perkembangan DPK Perbankan Umum di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Perbankan Umum di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7. Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.8. Perbandingan LDR Perbankan Beberapa

Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di

Provinsi Jawa Tengah

49

49

50

50

50

50

51

51

51

51

52

52

52

52

Grafik 3.17. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan

Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit dan

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 3.21. Perbandingan Laju Pertumbuhan

Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.22. Perbandingan FDR Pernbankan Syariah di

Pulau Jawa

Grafik 3.23. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset

Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.24. Perbandingan DPK Perbankan Syariah di

Pulau Jawa

Grafik 3.25. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.26. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.27. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Sektor

Grafik 3.28. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Sektor

Grafik 3.29. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.30. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.31. Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di

Jawa Tengah

53

53

54

54

55

55

55

55

56

56

57

57

57

57

58

vi

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II

2015

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010

menurut Penggunaan Tahun 2013 – Triwulan II 2015 (Rp

Milliar)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah menurut Penggunaan Tahun 2011–2015Triwulan

II (%,yoy)

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010

menurut Sektoral Tahun 2013 –2015 Triwulan II (Rp

Miliar)

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah Menurut Sektoral Tahun 2014-2015 Triwulan II

(%,yoy)

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi

Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi

Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan

Tw II 2015 - Kelompok Bahan Makanan

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status

Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK BerdasarkanNilainya

Tabel 3.3. PengelompokkanKreditBerdasarkanNilainya

Tabel 3.4. Jaringan Kantor PerbankanSyariah di Provinsi

Jawa Tengah

Tabel 4.1. Realisasi APBD Triwulan II 2015

13

13

20

20

33

34

34

34

35

48

50

54

56

67

Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Jawa Tengah

Tahun 2015 (Rupiah Juta)

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan II Tahun 2014 &

2015

Tabel 4.4. Anggaran &Realisasi APBD Jawa Tengah 2015

(Rupiah Juta)

Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan II 2014 & 2015

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut

Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang

Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta orang)

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas

yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013-

Agustus 2014 (juta orang)

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas

yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas

yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan (juta orang)

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian

(NTUP)

Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 –

September 2014 (Rupiah)

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi

Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan dan

Proyeksi Triwulan III 2015 (%)

Tabel 2.6. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi

Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha dan

Proyeksi Triwulan III 2015 (%)

68

69

69

70

77

78

79

79

79

82

83

88

90

ix

Grafik 6.6. Pola Historis Impor Bahan Baku Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 6.7. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah

Grafik 6.8. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Konsumen

Grafik 6.9. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Pedagang Eceran

91

92

92

92

viii

Grak & Tabel

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN II

2015

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010

menurut Penggunaan Tahun 2013 – Triwulan II 2015 (Rp

Milliar)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah menurut Penggunaan Tahun 2011–2015Triwulan

II (%,yoy)

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010

menurut Sektoral Tahun 2013 –2015 Triwulan II (Rp

Miliar)

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah Menurut Sektoral Tahun 2014-2015 Triwulan II

(%,yoy)

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi

Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi

Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan

Tw II 2015 - Kelompok Bahan Makanan

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status

Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK BerdasarkanNilainya

Tabel 3.3. PengelompokkanKreditBerdasarkanNilainya

Tabel 3.4. Jaringan Kantor PerbankanSyariah di Provinsi

Jawa Tengah

Tabel 4.1. Realisasi APBD Triwulan II 2015

13

13

20

20

33

34

34

34

35

48

50

54

56

67

Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Jawa Tengah

Tahun 2015 (Rupiah Juta)

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan II Tahun 2014 &

2015

Tabel 4.4. Anggaran &Realisasi APBD Jawa Tengah 2015

(Rupiah Juta)

Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan II 2014 & 2015

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut

Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang

Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta orang)

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas

yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013-

Agustus 2014 (juta orang)

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas

yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas

yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan (juta orang)

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian

(NTUP)

Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 –

September 2014 (Rupiah)

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi

Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan dan

Proyeksi Triwulan III 2015 (%)

Tabel 2.6. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi

Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha dan

Proyeksi Triwulan III 2015 (%)

68

69

69

70

77

78

79

79

79

82

83

88

90

ix

Grafik 6.6. Pola Historis Impor Bahan Baku Provinsi Jawa

Tengah

Grafik 6.7. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah

Grafik 6.8. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Konsumen

Grafik 6.9. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Pedagang Eceran

91

92

92

92

viii

Grak & Tabel

A. PDRB & Inflasi

INDIKATOR

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

20132014

I II III IV2014

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Berdasarkan Sektor

-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

-Pertambangan dan Penggalian

-Industri Pengolahan

-Pengadaan Listrik dan Gas

-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

-Konstruksi

-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor

-Transportasi dan Pergudangan

-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

-Informasi dan Komunikasi

-Jasa Keuangan dan Asuransi

-Real Estate

-Jasa Perusahaan

-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

-Jasa Pendidikan

-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

-Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

-PMTB

-Ekspor Luar Negeri

-Impor Luar Negeri

Ekspor

-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Impor

-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

5.1

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

-

-

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

-

-

5.7

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

4.1

22.5

1.1

3.1

-3.2

-8.8

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

4.2

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

1,604

681

1,559

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

5.7

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

1,451

696

1,478

882

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

6.2

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

1,541

658

1,685

1,006

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

2015

5.5

1.5

1.2

6.4

-1.2

2.0

3.7

3.3

14.1

8.4

11.6

6.9

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

4.2

-9.7

3.2

5.8

20.3

12.2

1,547

585

1,554

1,209

117.65

116.48

115.69

117.66

114.42

116.87

120.74

5.68

4.59

5.07

6.04

5.27

5.42

6.51

I

xi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

4.8

6.4

2.2

3.7

3.2

3.1

4.1

2.7

9.7

6.3

8.5

7.4

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.1

-12.3

2.3

2.6

9.6

5.3

1,642

774

1,434

1,159

119.18

117.88

117.15

119.26

116.17

117.48

121.85

6.15

5.34

5.75

6.34

6.63

6.17

6.09

II

A. PDRB & Inflasi

INDIKATOR

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

20132014

I II III IV2014

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Berdasarkan Sektor

-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

-Pertambangan dan Penggalian

-Industri Pengolahan

-Pengadaan Listrik dan Gas

-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

-Konstruksi

-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor

-Transportasi dan Pergudangan

-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

-Informasi dan Komunikasi

-Jasa Keuangan dan Asuransi

-Real Estate

-Jasa Perusahaan

-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

-Jasa Pendidikan

-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

-Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

-PMTB

-Ekspor Luar Negeri

-Impor Luar Negeri

Ekspor

-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Impor

-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

5.1

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

-

-

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

-

-

5.7

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

4.1

22.5

1.1

3.1

-3.2

-8.8

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

4.2

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

1,604

681

1,559

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

5.7

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

1,451

696

1,478

882

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

6.2

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

1,541

658

1,685

1,006

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

2015

5.5

1.5

1.2

6.4

-1.2

2.0

3.7

3.3

14.1

8.4

11.6

6.9

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

4.2

-9.7

3.2

5.8

20.3

12.2

1,547

585

1,554

1,209

117.65

116.48

115.69

117.66

114.42

116.87

120.74

5.68

4.59

5.07

6.04

5.27

5.42

6.51

I

xi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

4.8

6.4

2.2

3.7

3.2

3.1

4.1

2.7

9.7

6.3

8.5

7.4

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.1

-12.3

2.3

2.6

9.6

5.3

1,642

774

1,434

1,159

119.18

117.88

117.15

119.26

116.17

117.48

121.85

6.15

5.34

5.75

6.34

6.63

6.17

6.09

II

RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan I 2015 sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, perekonomian pada triwulan III 2015 diperkirakan membaik. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan meningkat.

Pada triwulan II 2015, perlambatan ekonomi bersumber dari melambatnya

ekspor dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ini terutama berasal

dari sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor. Sementara itu, laju inflasi meningkat akibat

gejolak harga pangan menjelang Ramadhan.

Pada triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat

di tengah membaiknya kinerja sektor perdagangan dan konstruksi, sejalan

dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah pada

triwulan III 2015. Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan meningkat

didorong oleh kenaikan biaya pendidikan dan penurunan produksi bahan pangan

sesuai pola musimannya di tengah risiko kemarau panjang akibat El Nino.

INDIKATOR

Perbankan **)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

2013 2014

I II III IV2014

167.40

23.73

90.60

53.07

176.61

92.35

25.60

58.66

105.51

1.98

3,260

2,490

530

14,547

57.35

37.21

20.14

168.74

25.09

85.30

58.34

178.54

93.34

26.91

58.29

105.81

2.17

3,435

2,307

530

14,275

15.47

6.27

9.20

178.42

30.20

86.95

61.27

187.36

99.04

28.06

60.26

105.01

2.19

3,687

2,492

573

15,156

14.31

8.95

5.36

185.79

30.94

90.47

64.38

191.87

103.87

27.70

60.30

103.27

2.22

3,297

2,397

579

14,225

20.52

14.69

5.83

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,734

2,321

583

14,203

12.02

9.20

2.82

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,540

2,378

567

14,459

62.32

39.11

23.21

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

- Giro

- Tabungan

- Deposito

Kredit (Rp Triliun)

- Modal Kerja

- Konsumsi

- Investasi

Loan to Deposit ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kas (Rp Triliun)

-Inflow

-Outflow

-Net Inflow

2015

I

193.01

30.53

92.25

70.32

198.84

106.81

28.76

63.27

102.97

2.47

3,938

1,623

551

13,963

18.18

5.58

12.6

II

201.05

33.56

93.21

74.28

205.20

111.00

29.70

64.49

102.06

2.90

4,814

1,658

559

14,053

14.91

12.62

2.28

xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan I 2015 sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, perekonomian pada triwulan III 2015 diperkirakan membaik. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan meningkat.

Pada triwulan II 2015, perlambatan ekonomi bersumber dari melambatnya

ekspor dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ini terutama berasal

dari sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor. Sementara itu, laju inflasi meningkat akibat

gejolak harga pangan menjelang Ramadhan.

Pada triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat

di tengah membaiknya kinerja sektor perdagangan dan konstruksi, sejalan

dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah pada

triwulan III 2015. Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan meningkat

didorong oleh kenaikan biaya pendidikan dan penurunan produksi bahan pangan

sesuai pola musimannya di tengah risiko kemarau panjang akibat El Nino.

INDIKATOR

Perbankan **)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

2013 2014

I II III IV2014

167.40

23.73

90.60

53.07

176.61

92.35

25.60

58.66

105.51

1.98

3,260

2,490

530

14,547

57.35

37.21

20.14

168.74

25.09

85.30

58.34

178.54

93.34

26.91

58.29

105.81

2.17

3,435

2,307

530

14,275

15.47

6.27

9.20

178.42

30.20

86.95

61.27

187.36

99.04

28.06

60.26

105.01

2.19

3,687

2,492

573

15,156

14.31

8.95

5.36

185.79

30.94

90.47

64.38

191.87

103.87

27.70

60.30

103.27

2.22

3,297

2,397

579

14,225

20.52

14.69

5.83

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,734

2,321

583

14,203

12.02

9.20

2.82

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,540

2,378

567

14,459

62.32

39.11

23.21

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

- Giro

- Tabungan

- Deposito

Kredit (Rp Triliun)

- Modal Kerja

- Konsumsi

- Investasi

Loan to Deposit ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kas (Rp Triliun)

-Inflow

-Outflow

-Net Inflow

2015

I

193.01

30.53

92.25

70.32

198.84

106.81

28.76

63.27

102.97

2.47

3,938

1,623

551

13,963

18.18

5.58

12.6

II

201.05

33.56

93.21

74.28

205.20

111.00

29.70

64.49

102.06

2.90

4,814

1,658

559

14,053

14.91

12.62

2.28

xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2015 melambat

apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekonomi

Jawa Tengah tumbuh sebesar 4,8% (yoy) pada triwulan laporan,

setelah tumbuh sebesar 5,5% (yoy) di triwulan lalu. Perlambatan

ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga

melambat. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi

terutama bersumber dari melambatnya ekspor dan investasi.

Bersamaan dengan perlambatan tersebut, pertumbuhan

konsumsi juga mengalami hal yang serupa, baik konsumsi rumah

tangga, maupun konsumsi pemerintah meski dalam skala yang

terbatas.

Sementara ditinjau berdasarkan sisi lapangan usaha, perlambatan

di sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar-

eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mendorong

melambatnya perekonomian Jawa Tengah di triwulan laporan.

Namun, kinerja baik pada sektor pertanian dengan adanya panen

raya mampu menahan perlambatan menjadi tidak lebih dalam.

Penguatan nilai dolar juga menjadi salah satu faktor pendorong

melambatnya perekonomian daerah. Penguatan dolar

memengaruhi konsumsi rumah tangga serta industri pengolahan.

Terlihat dari pertumbuhan impor barang konsumsi, bahan baku

industri dan barang modal yang melambat. Untuk barang

konsumsi, perlambatan terutama terjadi pada barang konsumsi

dalam bentuk makanan dan minuman jadi, alat dan perlengkapan

transportasi, serta barang konsumsi tahan lama. Sementara

menurunnya impor bahan baku disebabkan oleh kinerja industri

pengolahan yang melambat terutama untuk industri yang

dominan berbahan baku impor. Hal ini karena meningkatnya

harga bahan baku sebagai imbas dari Penguatan Dolar AS.

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.

1.

03

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2015 melambat

apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekonomi

Jawa Tengah tumbuh sebesar 4,8% (yoy) pada triwulan laporan,

setelah tumbuh sebesar 5,5% (yoy) di triwulan lalu. Perlambatan

ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga

melambat. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi

terutama bersumber dari melambatnya ekspor dan investasi.

Bersamaan dengan perlambatan tersebut, pertumbuhan

konsumsi juga mengalami hal yang serupa, baik konsumsi rumah

tangga, maupun konsumsi pemerintah meski dalam skala yang

terbatas.

Sementara ditinjau berdasarkan sisi lapangan usaha, perlambatan

di sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar-

eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mendorong

melambatnya perekonomian Jawa Tengah di triwulan laporan.

Namun, kinerja baik pada sektor pertanian dengan adanya panen

raya mampu menahan perlambatan menjadi tidak lebih dalam.

Penguatan nilai dolar juga menjadi salah satu faktor pendorong

melambatnya perekonomian daerah. Penguatan dolar

memengaruhi konsumsi rumah tangga serta industri pengolahan.

Terlihat dari pertumbuhan impor barang konsumsi, bahan baku

industri dan barang modal yang melambat. Untuk barang

konsumsi, perlambatan terutama terjadi pada barang konsumsi

dalam bentuk makanan dan minuman jadi, alat dan perlengkapan

transportasi, serta barang konsumsi tahan lama. Sementara

menurunnya impor bahan baku disebabkan oleh kinerja industri

pengolahan yang melambat terutama untuk industri yang

dominan berbahan baku impor. Hal ini karena meningkatnya

harga bahan baku sebagai imbas dari Penguatan Dolar AS.

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.

1.

03

Melambatnya pe rekonomian dae rah tu ru t

memengaruhi kegiatan dunia perbankan. Indikator-

indikator utama perbankan yaitu aset, Dana Pihak

Ketiga (DPK), dan kredit mengalami pertumbuhan yang

melambat. Perlambatan tersebut sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan adanya

prosikl ikalitas antara perbankan dan kondisi

perekonomian Jawa Tengah. Pengaruh perlambatan

ekonomi tercermin dari penyaluran kredit perbankan.

Pertumbuhan kredit bank umum di Jawa Tengah

tumbuh 9,52% (yoy) di triwulan laporan, melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya (11,37%, yoy).

Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan

pertumbuhan DPK menyebabkan Loan To Deposit Ratio

(LDR) juga mengalami penurunan. LDR pada triwulan

laporan tercatat sebesar 102,06%, turun dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 102,97%. Angka LDR ini

lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang hanya

tercatat sebesar 89,38%.

Perlambatan ekonomi Jawa Tengah juga menyebabkan

peningkatan risiko kegagalan pembayaran kredit. Pada

triwulan II 2015, Non-Performing Loan (NPL) berada

pada level 2,90%, atau meningkat bila dibandingkan

dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan lalu yang

tercatat sebesar 2,47%. Tingkat NPL kredit di Jawa

Tengah ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional yang

tercatat sebesar 2,54%. Namun tingkat NPL ini masih

dibawah level indikatif yang dipersyaratkan.

Sementara itu kinerja industri perbankan syariah pada

triwulan II 2015 di Jawa Tengah menunjukkan

kenaikan. Pertumbuhan aset perbankan syariah secara

keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang cukup

signifikan menjadi 18,95% (yoy) pada triwulan laporan,

dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami

pertumbuhan yang negatif sebesar 9,21% (yoy).

Namun demikian, pembiayaan yang disalurkan oleh

perbankan syariah mengalami perlambatan. Pada

triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar 7,31%

(yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 12,02% (yoy). Sementara itu,

angka Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan II

2015 juga mengalami perlambatan ke level 112,70%,

dari 114,90% di triwulan sebelumnya. Angka FDR Jawa

Tengah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan

FDR nasional yang tercatat sebesar 97,00%.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan

dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa

Tengah. Penggunaan sistem pembayaran nontunai

pada triwulan II 2015 secara nominal mengalami

perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Nilai nominal penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS

dan SKNBI pada triwulan laporan tumbuh sebesar

26,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,22%

(yoy). Peningkatan penyelesaian transaksi melalui

sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank

Indonesia sejalan dengan pola konsumsi rumah tangga

dan belanja pemerintah daerah yang masih

mencatatkan pertumbuhan meskipun melambat pada

triwulan II.

Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa

Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,

KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada

triwulan II 2015 masih mencatatkan net inflow seperti

halnya pola pada periode-periode sebelumnya. Pada

triwulan laporan, posisi net inflow turun cukup

signifikan. Menipisnya posisi net inflow yang

dicatatkan terjadi karena tingginya kebutuhan uang

tunai masyarakat pada periode tersebut. Pada triwulan

laporan terjadi beberapa peristiwa secara bersamaan

yang menyebabkan kebutuhan uang tunai masyarakat

meningkat signifikan, yaitu persiapan menjelang

Ramadhan serta keperluan belanja pemerintah untuk

pembayaran gaji ke-13 bagi PNS.

05

Perkembangan harga pada triwulan II mengalami

peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Inflasi pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,68% (yoy).

Peningkatan ini disebabkan oleh gejolak harga pangan

menjelang bulan Ramadhan. Namun demikian, angka

ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional

yang sebesar 7,26% (yoy). Inflasi triwulan II 2015 juga

relatif lebih baik dibandingkan dengan inflasi triwulan

yang sama pada tahun 2014, yang tercatat sebesar

7,26% (yoy). Membaiknya angka capaian inflasi ini

tidak terlepas dari bentuk nyata peran TPID dalam

menjaga distribusi kebutuhan pokok di bulan

Ramadhan melalui kebijakan stabilisasi harga, seperti

pasar murah dan operasi pasar.

Membaiknya pengendalian inflasi juga sejalan dengan

tren inflasi jangka panjang yang menunjukkan

perbaikan. Inflasi sempat meningkat pada periode krisis

tahun 1998 namun demikian, tingkat inflasi Jawa

Tengah selanjutnya menunjukkan tren menurun.

Secara spasial wilayah Jawa, inflasi Jawa Tengah pada

periode laporan terpantau berada di bawah inflasi

wilayah Jawa, yakni menempati posisi kedua terendah

setelah DI Yogyakarta. Berdasarkan inflasi tahun

kalender, inflasi Jawa Tengah tercatat paling rendah di

wilayah Jawa. Pada triwulan II 2015, inflasi tahun

kalender mencatatkan angka sebesar 0,49% (ytd),

lebih rendah dibandingkan inflasi wilayah Jawa yang

tercatat sebesar 0,94% (ytd). Tingkat inflasi ini lebih

baik dibandingkan dengan triwulan yang sama pada

tahun lalu.

Berdasarkan disagregasinya, kenaikan inflasi utamanya

didorong oleh kelompok volat i le foods dan

administered prices. Kedua kelompok tersebut memiliki

tren yang cenderung meningkat pada triwulan laporan

sedangkan kelompok inflasi inti cenderung stabil di

sepanjang tahun. Kelompok yang utamanya

mendorong kenaikan harga di triwulan laporan ialah

kelompok bahan makanan diikuti oleh kelompok

makanan, minuman, rokok, dan tembakau, serta

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan.

Kenaikan permintaan pangan menjelang Ramadhan

serta masuknya masa tanam untuk komoditas bumbu-

bumbuan mendorong inflasi pada kelompok bahan

makanan. Sementara itu, kenaikan harga pada

kelompok transpor ini diakibatkan oleh kenaikan harga

BBM non-subsidi.

Komoditas administered prices, seperti bensin, tarif

kereta api, dan bahan bakar rumah tangga (BBRT)

dominan menyumbang kenaikan inflasi di awal

triwulan laporan. Kondisi ini terlihat dari komoditas

bensin yang sebelumnya menyumbangkan deflasi pada

triwulan I 2015, namun pada April 2015 memberikan

sumbangan inflasi tertinggi di Jawa Tengah. Hal

tersebut disebabkan oleh kenaikan harga BBM pada 28

Maret 2015. Namun kenaikan ini dapat lebih terjaga

karena adanya respons dari Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah berupa penetapan peraturan Gubernur

mengenai larangan menaikkan tarif angkutan

antarkota dalam provinsi.

Pengamatan secara spasial, sebagian besar kota

pantauan inflasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan

inflasi apabila dibandingkan dengan triwulan I 2015.

Kota Tegal, Kota Purwokerto, dan Kota Kudus

merupakan kota yang mengalami peningkatan inflasi

tahunan terbesar pada triwulan laporan. Namun

disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa Tengah

relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan II

2015 sebesar 1,29%, sedangkan perbedaan inflasi

kota tertinggi dan terendah triwulan I 2015 sebesar

1,92%.

04

Melambatnya pe rekonomian dae rah tu ru t

memengaruhi kegiatan dunia perbankan. Indikator-

indikator utama perbankan yaitu aset, Dana Pihak

Ketiga (DPK), dan kredit mengalami pertumbuhan yang

melambat. Perlambatan tersebut sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan adanya

prosikl ikalitas antara perbankan dan kondisi

perekonomian Jawa Tengah. Pengaruh perlambatan

ekonomi tercermin dari penyaluran kredit perbankan.

Pertumbuhan kredit bank umum di Jawa Tengah

tumbuh 9,52% (yoy) di triwulan laporan, melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya (11,37%, yoy).

Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan

pertumbuhan DPK menyebabkan Loan To Deposit Ratio

(LDR) juga mengalami penurunan. LDR pada triwulan

laporan tercatat sebesar 102,06%, turun dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 102,97%. Angka LDR ini

lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang hanya

tercatat sebesar 89,38%.

Perlambatan ekonomi Jawa Tengah juga menyebabkan

peningkatan risiko kegagalan pembayaran kredit. Pada

triwulan II 2015, Non-Performing Loan (NPL) berada

pada level 2,90%, atau meningkat bila dibandingkan

dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan lalu yang

tercatat sebesar 2,47%. Tingkat NPL kredit di Jawa

Tengah ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional yang

tercatat sebesar 2,54%. Namun tingkat NPL ini masih

dibawah level indikatif yang dipersyaratkan.

Sementara itu kinerja industri perbankan syariah pada

triwulan II 2015 di Jawa Tengah menunjukkan

kenaikan. Pertumbuhan aset perbankan syariah secara

keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang cukup

signifikan menjadi 18,95% (yoy) pada triwulan laporan,

dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami

pertumbuhan yang negatif sebesar 9,21% (yoy).

Namun demikian, pembiayaan yang disalurkan oleh

perbankan syariah mengalami perlambatan. Pada

triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar 7,31%

(yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 12,02% (yoy). Sementara itu,

angka Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan II

2015 juga mengalami perlambatan ke level 112,70%,

dari 114,90% di triwulan sebelumnya. Angka FDR Jawa

Tengah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan

FDR nasional yang tercatat sebesar 97,00%.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan

dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa

Tengah. Penggunaan sistem pembayaran nontunai

pada triwulan II 2015 secara nominal mengalami

perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Nilai nominal penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS

dan SKNBI pada triwulan laporan tumbuh sebesar

26,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,22%

(yoy). Peningkatan penyelesaian transaksi melalui

sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank

Indonesia sejalan dengan pola konsumsi rumah tangga

dan belanja pemerintah daerah yang masih

mencatatkan pertumbuhan meskipun melambat pada

triwulan II.

Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa

Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,

KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada

triwulan II 2015 masih mencatatkan net inflow seperti

halnya pola pada periode-periode sebelumnya. Pada

triwulan laporan, posisi net inflow turun cukup

signifikan. Menipisnya posisi net inflow yang

dicatatkan terjadi karena tingginya kebutuhan uang

tunai masyarakat pada periode tersebut. Pada triwulan

laporan terjadi beberapa peristiwa secara bersamaan

yang menyebabkan kebutuhan uang tunai masyarakat

meningkat signifikan, yaitu persiapan menjelang

Ramadhan serta keperluan belanja pemerintah untuk

pembayaran gaji ke-13 bagi PNS.

05

Perkembangan harga pada triwulan II mengalami

peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Inflasi pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,68% (yoy).

Peningkatan ini disebabkan oleh gejolak harga pangan

menjelang bulan Ramadhan. Namun demikian, angka

ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional

yang sebesar 7,26% (yoy). Inflasi triwulan II 2015 juga

relatif lebih baik dibandingkan dengan inflasi triwulan

yang sama pada tahun 2014, yang tercatat sebesar

7,26% (yoy). Membaiknya angka capaian inflasi ini

tidak terlepas dari bentuk nyata peran TPID dalam

menjaga distribusi kebutuhan pokok di bulan

Ramadhan melalui kebijakan stabilisasi harga, seperti

pasar murah dan operasi pasar.

Membaiknya pengendalian inflasi juga sejalan dengan

tren inflasi jangka panjang yang menunjukkan

perbaikan. Inflasi sempat meningkat pada periode krisis

tahun 1998 namun demikian, tingkat inflasi Jawa

Tengah selanjutnya menunjukkan tren menurun.

Secara spasial wilayah Jawa, inflasi Jawa Tengah pada

periode laporan terpantau berada di bawah inflasi

wilayah Jawa, yakni menempati posisi kedua terendah

setelah DI Yogyakarta. Berdasarkan inflasi tahun

kalender, inflasi Jawa Tengah tercatat paling rendah di

wilayah Jawa. Pada triwulan II 2015, inflasi tahun

kalender mencatatkan angka sebesar 0,49% (ytd),

lebih rendah dibandingkan inflasi wilayah Jawa yang

tercatat sebesar 0,94% (ytd). Tingkat inflasi ini lebih

baik dibandingkan dengan triwulan yang sama pada

tahun lalu.

Berdasarkan disagregasinya, kenaikan inflasi utamanya

didorong oleh kelompok volat i le foods dan

administered prices. Kedua kelompok tersebut memiliki

tren yang cenderung meningkat pada triwulan laporan

sedangkan kelompok inflasi inti cenderung stabil di

sepanjang tahun. Kelompok yang utamanya

mendorong kenaikan harga di triwulan laporan ialah

kelompok bahan makanan diikuti oleh kelompok

makanan, minuman, rokok, dan tembakau, serta

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan.

Kenaikan permintaan pangan menjelang Ramadhan

serta masuknya masa tanam untuk komoditas bumbu-

bumbuan mendorong inflasi pada kelompok bahan

makanan. Sementara itu, kenaikan harga pada

kelompok transpor ini diakibatkan oleh kenaikan harga

BBM non-subsidi.

Komoditas administered prices, seperti bensin, tarif

kereta api, dan bahan bakar rumah tangga (BBRT)

dominan menyumbang kenaikan inflasi di awal

triwulan laporan. Kondisi ini terlihat dari komoditas

bensin yang sebelumnya menyumbangkan deflasi pada

triwulan I 2015, namun pada April 2015 memberikan

sumbangan inflasi tertinggi di Jawa Tengah. Hal

tersebut disebabkan oleh kenaikan harga BBM pada 28

Maret 2015. Namun kenaikan ini dapat lebih terjaga

karena adanya respons dari Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah berupa penetapan peraturan Gubernur

mengenai larangan menaikkan tarif angkutan

antarkota dalam provinsi.

Pengamatan secara spasial, sebagian besar kota

pantauan inflasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan

inflasi apabila dibandingkan dengan triwulan I 2015.

Kota Tegal, Kota Purwokerto, dan Kota Kudus

merupakan kota yang mengalami peningkatan inflasi

tahunan terbesar pada triwulan laporan. Namun

disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa Tengah

relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan II

2015 sebesar 1,29%, sedangkan perbedaan inflasi

kota tertinggi dan terendah triwulan I 2015 sebesar

1,92%.

04

Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi tahun 2015

diperkirakan akan menurun. Inflasi tahun 2015

diperkirakan sebesar 4,0-4,5% (yoy), lebih rendah bila

dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 8,22%

(yoy). Penurunan ini didukung terkendalinya inflasi di

seluruh kelompok pada tahun ini, baik kelompok

volatile foods, kelompok administered prices, maupun

kelompok inti. Kelompok volatile foods diperkirakan

akan mengalami penurunan inflasi seiring lebih

terjaganya pasokan pada tahun ini di tengah upaya

pemerintah mengatasi permasalahan distribusi dan

pasokan. Sementara kelompok administered prices

akan lebih terjaga di tahun ini karena lebih rendahnya

kenaikan BBM dibanding tahun sebelumnya.

07

Hal tersebut menyebabkan posisi outflow uang tunai

mengalami kenaikan signifikan pada periode laporan.

Meskipun mengalami peningkatan pada periode

laporan, kondisi net inflow yang masih dicatatkan di

Jawa Tengah tidak terlepas dari karakteristik Jawa

Tengah sebagai basis produksi dan perdagangan.

Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari

daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa

Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-

kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehingga

mendorong posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif

tinggi.

Kinerja pemerintah yang dicerminkan pada realisasi

APBD secara umum mengalami peningkatan. Sesuai

siklikalitas realisasi pendapatan dan belanja daerah di

triwulan II 2015 meningkat apabila dibandingkan

dengan triwulan I 2015. Dibanding triwulan yang sama

tahun sebe lumnya, penyerapan komponen

Pendapatan di triwulan II 2015 tercatat lebih rendah.

Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan

triwulan II 2014. Realisasi belanja yang lebih tinggi ini

sejalan dengan data konsumsi pemerintah pada PDRB

yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar

2,31% (yoy).

Kondisi kesejahteraan masyarakat diindikasikan melalui

Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada triwulan II 2015 ini

mengalami penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Penurunan NTP mengindikasikan

menurunnya kese jahte raan petan i dengan

menurunnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini

tercermin dari indeks yang dibayar petani naik lebih

tinggi dibandingkan dengan indeks yang diterima

petani. Penurunan NTP ini disebabkan oleh turunnya

harga produk pertanian karena musim panen dan

diikuti dengan meningkatnya inflasi. Peningkatan

inflasi ini kemudian menurunkan daya beli masyarakat,

salah satunya menurunkan daya beli petani khususnya

pada subsektor tanaman pangan yang mengalami

penurunan pada triwulan laporan.

Berdasarkan kondisi terkini, Bank Indonesia

memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

triwulan III 2015 sebesar 5,28% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor pendukung

pertumbuhan tersebut yaitu peningkatan konsumsi

masyarakat pada musim Lebaran. Konsumsi

pemerintah dan investasi juga diperkirakan mengalami

peningkatan pada triwulan III sesuai dengan pola

musimannya. Di sisi lain, konsumsi Lembaga Non Profit

Penunjang Rumah Tangga (LNPRT) juga diperkirakan

akan mengalami kenaikan menjelang pilkada serentak

di akhir tahun.

Sementara secara sektoral, kinerja sektor perdagangan

dan konstruksi diperkirakan akan mengalami

peningkatan sejalan dengan peningkatan konsumsi

masyarakat dan juga konsumsi pemerintah pada

triwulan III 2015. Melihat dari pencapaian tersebut,

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2015

diperkirakan akan mengalami pertumbuhan. Ekonomi

Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan akan

berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2015

diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Peningkatan inflasi ini didorong oleh

meningkatnya permintaan saat lebaran diikuti dengan

menurunnya produksi bahan pangan sesuai dengan

pola musimannya serta adanya risiko kemarau panjang

sebagai dampak dari El Nino. Selain itu, tekanan harga

diperkirakan juga berasal dari kenaikan biaya

pendidikan sejalan dengan tahun ajaran baru di

triwulan tersebut. Inflasi triwulan III 2015 diperkirakan

sebesar 6,96% (yoy), meningkat dari triwulan II 2015

yang sebesar 6,15% (yoy).

06

Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi tahun 2015

diperkirakan akan menurun. Inflasi tahun 2015

diperkirakan sebesar 4,0-4,5% (yoy), lebih rendah bila

dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 8,22%

(yoy). Penurunan ini didukung terkendalinya inflasi di

seluruh kelompok pada tahun ini, baik kelompok

volatile foods, kelompok administered prices, maupun

kelompok inti. Kelompok volatile foods diperkirakan

akan mengalami penurunan inflasi seiring lebih

terjaganya pasokan pada tahun ini di tengah upaya

pemerintah mengatasi permasalahan distribusi dan

pasokan. Sementara kelompok administered prices

akan lebih terjaga di tahun ini karena lebih rendahnya

kenaikan BBM dibanding tahun sebelumnya.

07

Hal tersebut menyebabkan posisi outflow uang tunai

mengalami kenaikan signifikan pada periode laporan.

Meskipun mengalami peningkatan pada periode

laporan, kondisi net inflow yang masih dicatatkan di

Jawa Tengah tidak terlepas dari karakteristik Jawa

Tengah sebagai basis produksi dan perdagangan.

Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari

daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa

Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-

kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehingga

mendorong posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif

tinggi.

Kinerja pemerintah yang dicerminkan pada realisasi

APBD secara umum mengalami peningkatan. Sesuai

siklikalitas realisasi pendapatan dan belanja daerah di

triwulan II 2015 meningkat apabila dibandingkan

dengan triwulan I 2015. Dibanding triwulan yang sama

tahun sebe lumnya, penyerapan komponen

Pendapatan di triwulan II 2015 tercatat lebih rendah.

Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan

triwulan II 2014. Realisasi belanja yang lebih tinggi ini

sejalan dengan data konsumsi pemerintah pada PDRB

yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar

2,31% (yoy).

Kondisi kesejahteraan masyarakat diindikasikan melalui

Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada triwulan II 2015 ini

mengalami penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Penurunan NTP mengindikasikan

menurunnya kese jahte raan petan i dengan

menurunnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini

tercermin dari indeks yang dibayar petani naik lebih

tinggi dibandingkan dengan indeks yang diterima

petani. Penurunan NTP ini disebabkan oleh turunnya

harga produk pertanian karena musim panen dan

diikuti dengan meningkatnya inflasi. Peningkatan

inflasi ini kemudian menurunkan daya beli masyarakat,

salah satunya menurunkan daya beli petani khususnya

pada subsektor tanaman pangan yang mengalami

penurunan pada triwulan laporan.

Berdasarkan kondisi terkini, Bank Indonesia

memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

triwulan III 2015 sebesar 5,28% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor pendukung

pertumbuhan tersebut yaitu peningkatan konsumsi

masyarakat pada musim Lebaran. Konsumsi

pemerintah dan investasi juga diperkirakan mengalami

peningkatan pada triwulan III sesuai dengan pola

musimannya. Di sisi lain, konsumsi Lembaga Non Profit

Penunjang Rumah Tangga (LNPRT) juga diperkirakan

akan mengalami kenaikan menjelang pilkada serentak

di akhir tahun.

Sementara secara sektoral, kinerja sektor perdagangan

dan konstruksi diperkirakan akan mengalami

peningkatan sejalan dengan peningkatan konsumsi

masyarakat dan juga konsumsi pemerintah pada

triwulan III 2015. Melihat dari pencapaian tersebut,

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2015

diperkirakan akan mengalami pertumbuhan. Ekonomi

Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan akan

berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2015

diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Peningkatan inflasi ini didorong oleh

meningkatnya permintaan saat lebaran diikuti dengan

menurunnya produksi bahan pangan sesuai dengan

pola musimannya serta adanya risiko kemarau panjang

sebagai dampak dari El Nino. Selain itu, tekanan harga

diperkirakan juga berasal dari kenaikan biaya

pendidikan sejalan dengan tahun ajaran baru di

triwulan tersebut. Inflasi triwulan III 2015 diperkirakan

sebesar 6,96% (yoy), meningkat dari triwulan II 2015

yang sebesar 6,15% (yoy).

06

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Dibandingkan triwulan sebelumnya, perekonomian Jawa Tengah triwulan II 2015 tumbuh melambat.

Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi terutama bersumber dari ekspor

dan investasi. Pertumbuhan konsumsi juga mengalami hal yang serupa, baik

konsumsi rumah tangga, maupun konsumsi pemerintah.

Dari sisi lapangan usaha, perlambatan di sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mendorong

melambatnya perekonomian Jawa Tengah di triwulan laporan. Namun, kinerja

baik pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menahan perlambatan

menjadi tidak lebih dalam.

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Dibandingkan triwulan sebelumnya, perekonomian Jawa Tengah triwulan II 2015 tumbuh melambat.

Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi terutama bersumber dari ekspor

dan investasi. Pertumbuhan konsumsi juga mengalami hal yang serupa, baik

konsumsi rumah tangga, maupun konsumsi pemerintah.

Dari sisi lapangan usaha, perlambatan di sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mendorong

melambatnya perekonomian Jawa Tengah di triwulan laporan. Namun, kinerja

baik pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menahan perlambatan

menjadi tidak lebih dalam.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada

triwulan II 2015 melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh sebesar

4,8% (yoy) pada triwulan laporan, setelah tumbuh

sebesar 5,5% (yoy) pada triwulan lalu. Perlambatan ini

sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang

juga melambat. Ekonomi nasional tumbuh melambat di

triwulan laporan menjadi sebesar 4,67% (yoy) dari

4,72% (yoy). Dibandingkan dengan pertumbuhan

ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

masih lebih tinggi, namun lebih rendah dari

pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa (termasuk DKI

Jakarta) yang sebesar 5,07% (yoy). Kondisi ini berbeda

dengan pola sebelumnya di mana pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah umumnya selalu berada lebih

t inggi dar i ekonomi Kawasan Jawa. Hal ini

menggambarkan cukup dalamnya perlambatan

ekonomi Jawa Tengah di triwulan laporan dibanding

provins i la in di Kawasan Jawa. Di l ihat dar i

kont r ibus inya , perekonomian Jawa Tengah

menyumbang 14,93% terhadap perekonomian

Kawasan Jawa di triwulan laporan, relatif tetap

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan

laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), atau

lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulanan pada periode yang sama tahun lalu yang

tercatat sebesar 3,3% (qtq). Perlambatan ini terkait

dengan kondisi perekonomian global dan domestik

yang kurang kondusif seperti tahun lalu sehingga

memengaruhi kinerja dan optimisme pelaku usaha. Hal

tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor dan

investasi yang melambat secara signifikan.

Perlambatan perekonomian yang terjadi sejalan

dengan aktivitas di sisi sistem pembayaran. Pada

triwulan II 2015, transaksi kliring di Jawa Tengah

mengalami penurunan. Rata-rata volume transaksi

kliring pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif

dengan level 7,28 (yoy), menurun lebih dalam

dibandingkan penurunan di triwulan sebelumnya,

yakni 2,19% (yoy). Sementara itu, rata-rata nilai

transaksi kliring juga mengalami penurunan sebesar

2,38% (yoy), setelah tumbuh positif di triwulan lalu

sebesar 3,99% (yoy).

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.

1.

Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan JawaGrafik 1.1.Sumber: BPS, diolah

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan NasionalGrafik 1.2.Sumber: BPS, diolah

3

4

5

6

7

I II III IV I II

%, YOY

JAWA JATENG NASIONAL

2014* 2015**

5.074.84

4.67

11

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

I - 2015

II - 2015

JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY

24.85

24.8729.09 7.1322.44 14.97 1.53

29.05 7.1122.56 14.93 1.48

%% %%% %

%% %%% %

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada

triwulan II 2015 melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh sebesar

4,8% (yoy) pada triwulan laporan, setelah tumbuh

sebesar 5,5% (yoy) pada triwulan lalu. Perlambatan ini

sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang

juga melambat. Ekonomi nasional tumbuh melambat di

triwulan laporan menjadi sebesar 4,67% (yoy) dari

4,72% (yoy). Dibandingkan dengan pertumbuhan

ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

masih lebih tinggi, namun lebih rendah dari

pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa (termasuk DKI

Jakarta) yang sebesar 5,07% (yoy). Kondisi ini berbeda

dengan pola sebelumnya di mana pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah umumnya selalu berada lebih

t inggi dar i ekonomi Kawasan Jawa. Hal ini

menggambarkan cukup dalamnya perlambatan

ekonomi Jawa Tengah di triwulan laporan dibanding

provins i la in di Kawasan Jawa. Di l ihat dar i

kont r ibus inya , perekonomian Jawa Tengah

menyumbang 14,93% terhadap perekonomian

Kawasan Jawa di triwulan laporan, relatif tetap

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan

laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), atau

lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulanan pada periode yang sama tahun lalu yang

tercatat sebesar 3,3% (qtq). Perlambatan ini terkait

dengan kondisi perekonomian global dan domestik

yang kurang kondusif seperti tahun lalu sehingga

memengaruhi kinerja dan optimisme pelaku usaha. Hal

tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor dan

investasi yang melambat secara signifikan.

Perlambatan perekonomian yang terjadi sejalan

dengan aktivitas di sisi sistem pembayaran. Pada

triwulan II 2015, transaksi kliring di Jawa Tengah

mengalami penurunan. Rata-rata volume transaksi

kliring pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif

dengan level 7,28 (yoy), menurun lebih dalam

dibandingkan penurunan di triwulan sebelumnya,

yakni 2,19% (yoy). Sementara itu, rata-rata nilai

transaksi kliring juga mengalami penurunan sebesar

2,38% (yoy), setelah tumbuh positif di triwulan lalu

sebesar 3,99% (yoy).

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.

1.

Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan JawaGrafik 1.1.Sumber: BPS, diolah

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan NasionalGrafik 1.2.Sumber: BPS, diolah

3

4

5

6

7

I II III IV I II

%, YOY

JAWA JATENG NASIONAL

2014* 2015**

5.074.84

4.67

11

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

I - 2015

II - 2015

JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY

24.85

24.8729.09 7.1322.44 14.97 1.53

29.05 7.1122.56 14.93 1.48

%% %%% %

%% %%% %

menjadi rata-rata pada triwulan II sebesar 119,32.

Indeks tersebut mencerminkan optimisme konsumen

terhadap perekonomian. Walaupun masih dalam level

optimis (IKK > 100), optimisme konsumen menurun

pada triwulan laporan.

Berdasarkan hasil survei konsumen, menurunnya

optimisme konsumen didorong oleh keyakinan

konsumen baik terhadap penghasilan, maupun

ketersediaan lapangan kerja. Indeks penghasilan saat

ini dan indeks ketersediaan lapangan kerja mengalami

penurunan pada triwulan laporan.

Dari sisi pedagang, perlambatan konsumsi juga

terkonfirmasi. Survei pedagang eceran menunjukkan

adanya penurunan kinerja penjualan. Indeks Penjualan

Riil (IPR) rata-rata pada triwulan II turun ke level 179,35

dari rata-rata 189,33 pada triwulan sebelumnya.

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor

Impor

P D R B

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (Rp Miliar)

III IVTOTAL*

445,645

7,641

55,431

211,220

21,018

256,229

270,285

726,900

113,402

2,147

8,631

51,991

5,273

56,860

52,448

185,856

115,185

2,206

11,927

54,680

5,637

65,964

63,673

191,925

118,194

1,982

13,770

56,549

4,942

67,377

65,596

197,219

117,374

1,965

22,576

56,790

410

61,010

68,852

191,272

464,155

8,299

56,904

220,009

16,261

251,212

250,570

766,272

2015**

118,166

1,939

8,904

55,020

2,554

68,378

58,872

196,088

I 119,963

1,934

12,203

56,124

5,742

72,318

67,068

201,216

II

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor

Impor

P D R B

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (%, yoy)

III IV2014*

4.3

7.2

5.4

4.4

(42.4)

11.4

2.2

5.1

4.1

22.4

1.1

3.1

4.4

(3.2)

(8.8)

5.7

4.0

16.3

(9.7)

6.4

(51.0)

(1.5)

(10.9)

4.2

4.5

3.4

4.8

5.7

52.1

0.6

0.6

5.7

4.0

(5.3)

9.9

1.5

(66.1)

(4.1)

(9.5)

6.2

4.2

8.6

2.7

4.2

(22.6)

(2.0)

(7.3)

5.4

2015**

4.2

(9.7)

3.2

5.8

(51.6)

20.3

12.2

5.5

I 4.1

(12.3)

2.3

2.6

1.9

9.6

5.3

4.8

II

Survei KonsumenGrafik 1.5.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

9095

100105110115120125130135140 INDEKS

EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

pesimis

optimis

70

80

90

100

110

120

130

140 INDEKS

Komponen Indeks Keyakinan KonsumenGrafik 1.6.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI

pesimis

optimis

13

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Melambatnya pertumbuhan ekonomi juga tercermin

dari penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit

bank umum di Jawa Tengah tumbuh 9,52% (yoy) di

triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya (11,37%, yoy).

Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi didorong

oleh per lambatan pertumbuhan ekspor dan

pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Bersamaan

dengan itu, pertumbuhan konsumsi juga mengalami

hal yang serupa, baik konsumsi rumah tangga, maupun

konsumsi pemerintah, meskipun dengan level yang

lebih terbatas.

Dilihat dari sisi lapangan usaha, struktur perekonomian

Jawa Tengah pada triwulan II 2015 masih didominasi

oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri

pengolahan, sektor pertanian, kehutanan dan

perikanan, dan sektor perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor. Struktur perekonomian

ini relatif t idak berubah dibanding tr iwulan

sebelumnya. Walaupun terjadi perlambatan, ketiga

sektor utama ini masih mampu tumbuh positif.

Perlambatan di sektor utama terkecuali pada sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan tersebut

mendorong melambatnya perekonomian Jawa Tengah

di triwulan laporan. Kinerja sektor pertanian dengan

adanya panen raya mampu menahan perlambatan

menjadi tidak lebih dalam.

Tidak berubah dari triwulan sebelumnya, pada sisi

penggunaan, perekonomian Jawa Tengah masih

ditopang oleh konsumsi rumah tangga (pangsa

63 ,60%) , ekspor (pangsa 37 ,69%) , dan

pembentukan modal tetap bruto atau PMTB

( p a n g s a 2 9 , 3 7 % ) . Wa l a u p u n m e n g a l a m i

perlambatan, ketiga komponen tersebut masih

tumbuh positif pada triwulan II 2015. Perlambatan

s ignif ikan terutama ter jadi pada komponen

penge luaran ekspor dan PMTB. Se la in i tu ,

pertumbuhan konsumsi, baik konsumsi rumah tangga,

sebagai penyokong utama perekonomian, maupun

konsumsi pemerintah, juga melambat walaupun

dengan level yang lebih terbatas. Perlambatan pada

hampir seluruh komponen penggunaan ini mendorong

perekonomian Jawa Tengah melambat tajam di

triwulan II 2015. Adapun komponen yang menahan

perlambatan tersebut yaitu impor sebagai komponen

pengurang dalam perhitungan PDRB yang juga turut

melambat.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2015

tumbuh sebesar 4,1% (yoy), sedikit melambat

dibandingkan triwulan I 2015 (4,2%, yoy). Perlambatan

ini didorong oleh menurunnya daya beli masyarakat

yang terkonfirmasi dari hasil survei konsumen yang

dilakukan Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK) turun dari rata-rata pada triwulan I sebesar 126,59

12

Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perbankan dan PDRBGrafik 1.3. Pertumbuhan Transaksi Kliring dan PDRBGrafik 1.4.

Sumber: BPS, diolah

3

4

5

6

7

8

12

16

20

24

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%, YOY %, YOY

KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN

Sumber: BPS, diolah

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%, YOY %, YOY

TRANSAKSI KLIRING PDRB - SKALA KANAN

20

15

10

5

0

-5

3

4

5

6

7

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

menjadi rata-rata pada triwulan II sebesar 119,32.

Indeks tersebut mencerminkan optimisme konsumen

terhadap perekonomian. Walaupun masih dalam level

optimis (IKK > 100), optimisme konsumen menurun

pada triwulan laporan.

Berdasarkan hasil survei konsumen, menurunnya

optimisme konsumen didorong oleh keyakinan

konsumen baik terhadap penghasilan, maupun

ketersediaan lapangan kerja. Indeks penghasilan saat

ini dan indeks ketersediaan lapangan kerja mengalami

penurunan pada triwulan laporan.

Dari sisi pedagang, perlambatan konsumsi juga

terkonfirmasi. Survei pedagang eceran menunjukkan

adanya penurunan kinerja penjualan. Indeks Penjualan

Riil (IPR) rata-rata pada triwulan II turun ke level 179,35

dari rata-rata 189,33 pada triwulan sebelumnya.

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor

Impor

P D R B

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (Rp Miliar)

III IVTOTAL*

445,645

7,641

55,431

211,220

21,018

256,229

270,285

726,900

113,402

2,147

8,631

51,991

5,273

56,860

52,448

185,856

115,185

2,206

11,927

54,680

5,637

65,964

63,673

191,925

118,194

1,982

13,770

56,549

4,942

67,377

65,596

197,219

117,374

1,965

22,576

56,790

410

61,010

68,852

191,272

464,155

8,299

56,904

220,009

16,261

251,212

250,570

766,272

2015**

118,166

1,939

8,904

55,020

2,554

68,378

58,872

196,088

I 119,963

1,934

12,203

56,124

5,742

72,318

67,068

201,216

II

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor

Impor

P D R B

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (%, yoy)

III IV2014*

4.3

7.2

5.4

4.4

(42.4)

11.4

2.2

5.1

4.1

22.4

1.1

3.1

4.4

(3.2)

(8.8)

5.7

4.0

16.3

(9.7)

6.4

(51.0)

(1.5)

(10.9)

4.2

4.5

3.4

4.8

5.7

52.1

0.6

0.6

5.7

4.0

(5.3)

9.9

1.5

(66.1)

(4.1)

(9.5)

6.2

4.2

8.6

2.7

4.2

(22.6)

(2.0)

(7.3)

5.4

2015**

4.2

(9.7)

3.2

5.8

(51.6)

20.3

12.2

5.5

I 4.1

(12.3)

2.3

2.6

1.9

9.6

5.3

4.8

II

Survei KonsumenGrafik 1.5.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

9095

100105110115120125130135140 INDEKS

EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

pesimis

optimis

70

80

90

100

110

120

130

140 INDEKS

Komponen Indeks Keyakinan KonsumenGrafik 1.6.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI

pesimis

optimis

13

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Melambatnya pertumbuhan ekonomi juga tercermin

dari penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit

bank umum di Jawa Tengah tumbuh 9,52% (yoy) di

triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya (11,37%, yoy).

Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi didorong

oleh per lambatan pertumbuhan ekspor dan

pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Bersamaan

dengan itu, pertumbuhan konsumsi juga mengalami

hal yang serupa, baik konsumsi rumah tangga, maupun

konsumsi pemerintah, meskipun dengan level yang

lebih terbatas.

Dilihat dari sisi lapangan usaha, struktur perekonomian

Jawa Tengah pada triwulan II 2015 masih didominasi

oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri

pengolahan, sektor pertanian, kehutanan dan

perikanan, dan sektor perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor. Struktur perekonomian

ini relatif t idak berubah dibanding tr iwulan

sebelumnya. Walaupun terjadi perlambatan, ketiga

sektor utama ini masih mampu tumbuh positif.

Perlambatan di sektor utama terkecuali pada sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan tersebut

mendorong melambatnya perekonomian Jawa Tengah

di triwulan laporan. Kinerja sektor pertanian dengan

adanya panen raya mampu menahan perlambatan

menjadi tidak lebih dalam.

Tidak berubah dari triwulan sebelumnya, pada sisi

penggunaan, perekonomian Jawa Tengah masih

ditopang oleh konsumsi rumah tangga (pangsa

63 ,60%) , ekspor (pangsa 37 ,69%) , dan

pembentukan modal tetap bruto atau PMTB

( p a n g s a 2 9 , 3 7 % ) . Wa l a u p u n m e n g a l a m i

perlambatan, ketiga komponen tersebut masih

tumbuh positif pada triwulan II 2015. Perlambatan

s ignif ikan terutama ter jadi pada komponen

penge luaran ekspor dan PMTB. Se la in i tu ,

pertumbuhan konsumsi, baik konsumsi rumah tangga,

sebagai penyokong utama perekonomian, maupun

konsumsi pemerintah, juga melambat walaupun

dengan level yang lebih terbatas. Perlambatan pada

hampir seluruh komponen penggunaan ini mendorong

perekonomian Jawa Tengah melambat tajam di

triwulan II 2015. Adapun komponen yang menahan

perlambatan tersebut yaitu impor sebagai komponen

pengurang dalam perhitungan PDRB yang juga turut

melambat.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2015

tumbuh sebesar 4,1% (yoy), sedikit melambat

dibandingkan triwulan I 2015 (4,2%, yoy). Perlambatan

ini didorong oleh menurunnya daya beli masyarakat

yang terkonfirmasi dari hasil survei konsumen yang

dilakukan Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK) turun dari rata-rata pada triwulan I sebesar 126,59

12

Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perbankan dan PDRBGrafik 1.3. Pertumbuhan Transaksi Kliring dan PDRBGrafik 1.4.

Sumber: BPS, diolah

3

4

5

6

7

8

12

16

20

24

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%, YOY %, YOY

KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN

Sumber: BPS, diolah

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%, YOY %, YOY

TRANSAKSI KLIRING PDRB - SKALA KANAN

20

15

10

5

0

-5

3

4

5

6

7

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

37,96% dari total anggaran belanja tahun 2015.

Mel ihat real isas inya pada tr iwulan laporan,

perlambatan terutama terjadi pada komponen belanja

tidak langsung, utamanya pada belanja pegawai dan

belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota.

Sementara itu, pendapatan Pemerintah provinsi Jawa

Tengah pada triwulan laporan sudah terealisasi 47,65%

dari anggaran 2015.

Pada triwulan II 2015, PMTB tumbuh sebesar 2,6%

(yoy), melambat dibandingkan tr iwulan

sebelumnya yang tumbuh 6,7% (yoy). Berdasarkan

hasil liaison, hanya 15 dari 34 (44,12%) pelaku usaha

menyatakan terdapat kenaikan investasi di triwulan

laporan, sedangkan 19 lainnya menyatakan tetap atau

turun. Sementara pada triwulan sebelumnya, pelaku

usaha yang menyatakan kenaikan investasi sebanyak

29 dari 48 (60,42%). Penurunan pertumbuhan dalam

investasi ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit

investasi yang disalurkan perbankan di Jawa Tengah

yang juga mengalami perlambatan.

Hasil liaison juga menunjukkan bahwa salah satu faktor

yang menghambat investasi adalah kinerja penjualan

yang menurun pada triwulan laporan. Penurunan

kinerja menyebabkan pelaku usaha menggeser rencana

investasinya. Selain itu, penguatan nilai Dolar AS juga

turut memberikan tekanan dalam perlambatan

investasi, terutama investasi dalam bentuk mesin atau

peralatan impor. Hal ini tercermin dari impor barang

modal yang mengalami penurunan seiring dengan

menguatnya nilai Dolar AS. Impor barang modal

tumbuh negatif sebesar -19,75% (yoy) pada triwulan

laporan, berlawanan arah dengan triwulan sebelumnya

yang tumbuh 3,97%. Sejalan dengan nilai tukar rupiah

yang pada triwulan II mengalami depresiasi 2,64%,

dibandingkan dengan triwulan yang lalu.

Pertumbuhan Tahunan Realisasi Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.11. Perkembangan Anggaran BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.12.

Likert Scale InvestasiGrafik 1.13.

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

%, YOY

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG JUMLAH BELANJA PDRB KONSUMSI PEMERINTAH

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-10

0

10

20

30

40

50

60

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%, YOYRP MILIAR

PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJAANGGARAN BELANJA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

I - 2015

II - 2015 1544%

1853%

13%

2960%

1940%

00%

TETAP NAIK TURUN

Mendukung hal di atas, perlambatan konsumsi rumah

tangga terlihat dari kredit konsumsi perbankan yang

juga mengalami perlambatan. Setelah tumbuh 8,53%

(yoy) di triwulan I 2015, kredit konsumsi perbankan

tumbuh melambat ke level 7,03% (yoy) di triwulan

laporan.

Pengamatan lebih mendalam, perlambatan utamanya

terjadi pada konsumsi dalam bentuk perumahan dan

transportasi. Hal tersebut tercermin dari penyaluran

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan

Bermotor (KKB) yang juga melambat pada triwulan

laporan (Grafik 1.9). Kondisi ini juga sejalan dengan

hasil Survei Konsumen terutama pada komponen

ketepatan waktu pembelian barang tahan lama.

Komponen hasil survei tersebut menunjukkan adanya

penurunan indeks di triwulan laporan.

Apresiasi nilai Dolar AS juga menjadi salah satu faktor

pendorong melambatnya konsumsi rumah tangga.

Terlihat dari pertumbuhan impor barang konsumsi yang

turut mengalami perlambatan, terutama barang

konsumsi dalam bentuk makanan dan minuman jadi,

alat dan perlengkapan transportasi, serta barang

konsumsi tahan lama.

Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, rata-rata pada

triwulan II mengalami depresiasi 2,64% (qtq) apabila

dibandingkan dengan triwulan lalu. Sejalan dengan itu,

pertumbuhan impor barang konsumsi melambat dari

15,46% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi sebesar

4,55% (yoy) di triwulan ini (Grafik 1.10).

Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani

Rumah Tangga (LNPRT) pada triwulan II 2015

tumbuh negatif sebesar -12,3% (yoy), turun lebih

dalam dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar

-9,7% (yoy). Penurunan tersebut dikarenakan adanya

kegiatan Pemilu di tahun 2014 yang mendorong

tingginya konsumsi LNPRT di periode tersebut,

utamanya aktivitas partai politik.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami

perlambatan pada triwulan II menjadi 2,3% (yoy),

setelah tumbuh 3,2% (yoy) di triwulan lalu. Anggaran

belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara

keseluruhan tahun 2015 meningkat 8,10% (yoy) dari

tahun sebelumnya. Sementara realisasi belanja

pemerintah sampai dengan triwulan II terlihat masih

belum optimal. Realisasi belanja tercatat sebesar

Survei Pedagang EceranGrafik 1.7.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

INDEKS

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDEKS PPENJUALAN RIIL

-20

-10

0

10

20

30

40

50

120

140

160

180

200

220 %, YOY

Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsidan PDRB Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 1.8.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

PDRB KONSUMSI - SKALA KANANKREDIT KONSUMSI

3

4

5

6

4

9

14

19

24

29 %, YOY %, YOY

Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan Bermotordan Kredit Pemilikan Rumah

Grafik 1.9.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

KREDIT PEMILIKAN RUMAHKREDIT KENDARAAN BERMOTOR

%, YOY

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

Pertumbuhan Impor Barang Konsumsidan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Grafik 1.10.

3

8

13

18

23

28

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70

NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%, YOY

14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

37,96% dari total anggaran belanja tahun 2015.

Mel ihat real isas inya pada tr iwulan laporan,

perlambatan terutama terjadi pada komponen belanja

tidak langsung, utamanya pada belanja pegawai dan

belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota.

Sementara itu, pendapatan Pemerintah provinsi Jawa

Tengah pada triwulan laporan sudah terealisasi 47,65%

dari anggaran 2015.

Pada triwulan II 2015, PMTB tumbuh sebesar 2,6%

(yoy), melambat dibandingkan tr iwulan

sebelumnya yang tumbuh 6,7% (yoy). Berdasarkan

hasil liaison, hanya 15 dari 34 (44,12%) pelaku usaha

menyatakan terdapat kenaikan investasi di triwulan

laporan, sedangkan 19 lainnya menyatakan tetap atau

turun. Sementara pada triwulan sebelumnya, pelaku

usaha yang menyatakan kenaikan investasi sebanyak

29 dari 48 (60,42%). Penurunan pertumbuhan dalam

investasi ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit

investasi yang disalurkan perbankan di Jawa Tengah

yang juga mengalami perlambatan.

Hasil liaison juga menunjukkan bahwa salah satu faktor

yang menghambat investasi adalah kinerja penjualan

yang menurun pada triwulan laporan. Penurunan

kinerja menyebabkan pelaku usaha menggeser rencana

investasinya. Selain itu, penguatan nilai Dolar AS juga

turut memberikan tekanan dalam perlambatan

investasi, terutama investasi dalam bentuk mesin atau

peralatan impor. Hal ini tercermin dari impor barang

modal yang mengalami penurunan seiring dengan

menguatnya nilai Dolar AS. Impor barang modal

tumbuh negatif sebesar -19,75% (yoy) pada triwulan

laporan, berlawanan arah dengan triwulan sebelumnya

yang tumbuh 3,97%. Sejalan dengan nilai tukar rupiah

yang pada triwulan II mengalami depresiasi 2,64%,

dibandingkan dengan triwulan yang lalu.

Pertumbuhan Tahunan Realisasi Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.11. Perkembangan Anggaran BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.12.

Likert Scale InvestasiGrafik 1.13.

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

%, YOY

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG JUMLAH BELANJA PDRB KONSUMSI PEMERINTAH

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-10

0

10

20

30

40

50

60

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%, YOYRP MILIAR

PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJAANGGARAN BELANJA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

I - 2015

II - 2015 1544%

1853%

13%

2960%

1940%

00%

TETAP NAIK TURUN

Mendukung hal di atas, perlambatan konsumsi rumah

tangga terlihat dari kredit konsumsi perbankan yang

juga mengalami perlambatan. Setelah tumbuh 8,53%

(yoy) di triwulan I 2015, kredit konsumsi perbankan

tumbuh melambat ke level 7,03% (yoy) di triwulan

laporan.

Pengamatan lebih mendalam, perlambatan utamanya

terjadi pada konsumsi dalam bentuk perumahan dan

transportasi. Hal tersebut tercermin dari penyaluran

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan

Bermotor (KKB) yang juga melambat pada triwulan

laporan (Grafik 1.9). Kondisi ini juga sejalan dengan

hasil Survei Konsumen terutama pada komponen

ketepatan waktu pembelian barang tahan lama.

Komponen hasil survei tersebut menunjukkan adanya

penurunan indeks di triwulan laporan.

Apresiasi nilai Dolar AS juga menjadi salah satu faktor

pendorong melambatnya konsumsi rumah tangga.

Terlihat dari pertumbuhan impor barang konsumsi yang

turut mengalami perlambatan, terutama barang

konsumsi dalam bentuk makanan dan minuman jadi,

alat dan perlengkapan transportasi, serta barang

konsumsi tahan lama.

Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, rata-rata pada

triwulan II mengalami depresiasi 2,64% (qtq) apabila

dibandingkan dengan triwulan lalu. Sejalan dengan itu,

pertumbuhan impor barang konsumsi melambat dari

15,46% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi sebesar

4,55% (yoy) di triwulan ini (Grafik 1.10).

Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani

Rumah Tangga (LNPRT) pada triwulan II 2015

tumbuh negatif sebesar -12,3% (yoy), turun lebih

dalam dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar

-9,7% (yoy). Penurunan tersebut dikarenakan adanya

kegiatan Pemilu di tahun 2014 yang mendorong

tingginya konsumsi LNPRT di periode tersebut,

utamanya aktivitas partai politik.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami

perlambatan pada triwulan II menjadi 2,3% (yoy),

setelah tumbuh 3,2% (yoy) di triwulan lalu. Anggaran

belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara

keseluruhan tahun 2015 meningkat 8,10% (yoy) dari

tahun sebelumnya. Sementara realisasi belanja

pemerintah sampai dengan triwulan II terlihat masih

belum optimal. Realisasi belanja tercatat sebesar

Survei Pedagang EceranGrafik 1.7.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

INDEKS

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDEKS PPENJUALAN RIIL

-20

-10

0

10

20

30

40

50

120

140

160

180

200

220 %, YOY

Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsidan PDRB Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 1.8.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

PDRB KONSUMSI - SKALA KANANKREDIT KONSUMSI

3

4

5

6

4

9

14

19

24

29 %, YOY %, YOY

Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan Bermotordan Kredit Pemilikan Rumah

Grafik 1.9.

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

KREDIT PEMILIKAN RUMAHKREDIT KENDARAAN BERMOTOR

%, YOY

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

Pertumbuhan Impor Barang Konsumsidan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Grafik 1.10.

3

8

13

18

23

28

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70

NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%, YOY

14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri meskipun

masih mencatatkan pertumbuhan negatif, telah

mengalami perbaikan. Perbaikan terjadi di komoditas

ekspor utama Jawa Tengah, yaitu tekstil dan produk

tekstil serta mebel dan kayu olahan. Ekspor komoditas

tekstil tumbuh 14,50% (yoy) di triwulan laporan,

meningkat dari 12,68% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Hal serupa dialami oleh ekspor komoditas mebel.

Ekspor komoditas tersebut mencatatkan pertumbuhan

negatif namun telah mengalami perbaikan dari -4,34%

(yoy) ke angka -2,86% (yoy) pada triwulan ini.

Berdasarkan hasil liaison, perbaikan kinerja ekspor luar

negeri didorong oleh meningkatnya permintaan dari

negara mitra dagang, terutama dari Amerika Serikat

seiring dengan perbaikan ekonomi negara tersebut,

walaupun masih di bawah perkiraan. Selain itu, dari

hasil liaison, didapat bahwa pelaku usaha di industri

mebel sudah mulai melakukan diversifikasi pasar ke

negara-negara lain.

Ekspor Jawa Tengah masih didominasi ekspor ke

Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok sebagai

negara mitra dagang utama, dengan pangsa

masing-masing 26,01%, 18,37%, dan 10,07% di

triwulan II 2015. Perdagangan ke Amerika Serikat

mengalami perbaikan pada triwulan laporan, tumbuh

13,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 7,40% (yoy). Walaupun tidak

sebaik perkiraan sebelumnya, perbaikan ekonomi

Amerika Serikat mendorong meningkatnya permintaan

dari negara tersebut. Namun pada saat yang

bersamaan kinerja ekspor ke dua negara mitra dagang

utama lainnya mengalami penurunan. Ekspor Jawa

Tengah ke Tiongkok masih melanjutkan periode

kontraksi sejak triwulan III 2014, dan pada triwulan

laporan terjadi penurunan lebih dalam ke level

-18,77% (yoy). Sementara itu, ekspor ke negara-

negara Eropa juga tercatat menurun dengan level

penurunan 4,29% (yoy). Penurunan ekspor ke negara

mitra dagang lainnya ini menahan laju perbaikan

ekspor luar negeri Jawa Tengah sehingga masih

mencatatkan pertumbuhan negatif.

JUTA USD

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

LAINNYAEROPARRCJEPANGASEANUSA

USA ASEAN JEPANGTIONGKOKEROPA LAINNYA

26.01% 9.12% 8.67%10.07%18.37% 27.76%

17

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan II 2015

Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu OlahanProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.20.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900 %, YOYUSD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANEKSPOR TPT

%, YOYUSD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANEKSPOR MEBEL DAN KAYU OLAHAN

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

mengalami penurunan penjualan domestik, 8

responden menyatakan penjualan tidak mengalami

perubahan (21,05%) dan 16 responden (42,11%)

menyatakan mengalami peningkatan penjualan.

Sementara pada triwulan sebelumnya, kinerja

penjualan pelaku usaha terlihat lebih baik. Sebanyak 28

dar i 49 (57,14%) pelaku usaha mengalami

peningkatan penjualan, dan hanya 8 (16,33%) pelaku

usaha yang mengalami penurunan penjualan.

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0

100

200

300

400

500

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

JUMLAH PROYEK RP TRILIUN

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

0

100

200

300

400

500

0

20

40

60

80

100

120 JUMLAH PROYEK USD JUTA

Pertumbuhan investasi di Jawa Tengah pada triwulan II

2015 lebih didorong oleh investasi yang berasal dari

modal asing, terlihat dari peningkatan nilai penanaman

modal asing (PMA). Sementara itu kegiatan

penanaman modal dalam negeri (PMDN) mengalami

penurunan baik secara secara nilai, walaupun jumlah

proyek investasi dalam negeri meningkat signifikan.

Kinerja ekspor di triwulan II 2015 mengalami

perlambatan tajam dibandingkan triwulan

sebelumnya. Komponen pengeluaran ini tumbuh

9,6% (yoy) di triwulan laporan, melambat dari triwulan

sebelumnya sebesar 20,3% (yoy). Perlambatan tajam

terjadi pada ekspor antar daerah, sementara ekspor

luar negeri mengalami perbaikan walaupun masih

tumbuh negatif.

Perlambatan kinerja ekspor antar daerah

terkonfirmasi dari likert scale hasil liaison yang

dilakukan KPw BI Provinsi Jawa Tengah, di mana

sebanyak 14 dari 38 pelaku usaha (36,84%)

16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa Tengah

Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeridi Jawa Tengah

Grafik 1.17.

Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi dan PDRB PMTBGrafik 1.14. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modaldan PDRB PMTB

Grafik 1.15.

Likert Scale Penjualan DomestikGrafik 1.18.

1642%

1437%

2857%

821%

816%

1327%

I - 2015

II - 2015

TETAP NAIK TURUN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

PDRB PMTB - SKALA KANANKREDIT INVESTASI

%, YOY %, YOY

PDRB PMTB - SKALA KANANIMPOR BARANG MODAL

0

2

4

6

8

10

12

- 5

10 15 20 25 30 35 40 45 50

0

2

4

6

8

10

12

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

%, YOY %, YOY

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Sumber : BKPMSumber : BKPM

Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri meskipun

masih mencatatkan pertumbuhan negatif, telah

mengalami perbaikan. Perbaikan terjadi di komoditas

ekspor utama Jawa Tengah, yaitu tekstil dan produk

tekstil serta mebel dan kayu olahan. Ekspor komoditas

tekstil tumbuh 14,50% (yoy) di triwulan laporan,

meningkat dari 12,68% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Hal serupa dialami oleh ekspor komoditas mebel.

Ekspor komoditas tersebut mencatatkan pertumbuhan

negatif namun telah mengalami perbaikan dari -4,34%

(yoy) ke angka -2,86% (yoy) pada triwulan ini.

Berdasarkan hasil liaison, perbaikan kinerja ekspor luar

negeri didorong oleh meningkatnya permintaan dari

negara mitra dagang, terutama dari Amerika Serikat

seiring dengan perbaikan ekonomi negara tersebut,

walaupun masih di bawah perkiraan. Selain itu, dari

hasil liaison, didapat bahwa pelaku usaha di industri

mebel sudah mulai melakukan diversifikasi pasar ke

negara-negara lain.

Ekspor Jawa Tengah masih didominasi ekspor ke

Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok sebagai

negara mitra dagang utama, dengan pangsa

masing-masing 26,01%, 18,37%, dan 10,07% di

triwulan II 2015. Perdagangan ke Amerika Serikat

mengalami perbaikan pada triwulan laporan, tumbuh

13,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 7,40% (yoy). Walaupun tidak

sebaik perkiraan sebelumnya, perbaikan ekonomi

Amerika Serikat mendorong meningkatnya permintaan

dari negara tersebut. Namun pada saat yang

bersamaan kinerja ekspor ke dua negara mitra dagang

utama lainnya mengalami penurunan. Ekspor Jawa

Tengah ke Tiongkok masih melanjutkan periode

kontraksi sejak triwulan III 2014, dan pada triwulan

laporan terjadi penurunan lebih dalam ke level

-18,77% (yoy). Sementara itu, ekspor ke negara-

negara Eropa juga tercatat menurun dengan level

penurunan 4,29% (yoy). Penurunan ekspor ke negara

mitra dagang lainnya ini menahan laju perbaikan

ekspor luar negeri Jawa Tengah sehingga masih

mencatatkan pertumbuhan negatif.

JUTA USD

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

LAINNYAEROPARRCJEPANGASEANUSA

USA ASEAN JEPANGTIONGKOKEROPA LAINNYA

26.01% 9.12% 8.67%10.07%18.37% 27.76%

17

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan II 2015

Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu OlahanProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.20.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900 %, YOYUSD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANEKSPOR TPT

%, YOYUSD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANEKSPOR MEBEL DAN KAYU OLAHAN

-10

-5

0

5

10

15

20

25

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

mengalami penurunan penjualan domestik, 8

responden menyatakan penjualan tidak mengalami

perubahan (21,05%) dan 16 responden (42,11%)

menyatakan mengalami peningkatan penjualan.

Sementara pada triwulan sebelumnya, kinerja

penjualan pelaku usaha terlihat lebih baik. Sebanyak 28

dar i 49 (57,14%) pelaku usaha mengalami

peningkatan penjualan, dan hanya 8 (16,33%) pelaku

usaha yang mengalami penurunan penjualan.

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0

100

200

300

400

500

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

JUMLAH PROYEK RP TRILIUN

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

0

100

200

300

400

500

0

20

40

60

80

100

120 JUMLAH PROYEK USD JUTA

Pertumbuhan investasi di Jawa Tengah pada triwulan II

2015 lebih didorong oleh investasi yang berasal dari

modal asing, terlihat dari peningkatan nilai penanaman

modal asing (PMA). Sementara itu kegiatan

penanaman modal dalam negeri (PMDN) mengalami

penurunan baik secara secara nilai, walaupun jumlah

proyek investasi dalam negeri meningkat signifikan.

Kinerja ekspor di triwulan II 2015 mengalami

perlambatan tajam dibandingkan triwulan

sebelumnya. Komponen pengeluaran ini tumbuh

9,6% (yoy) di triwulan laporan, melambat dari triwulan

sebelumnya sebesar 20,3% (yoy). Perlambatan tajam

terjadi pada ekspor antar daerah, sementara ekspor

luar negeri mengalami perbaikan walaupun masih

tumbuh negatif.

Perlambatan kinerja ekspor antar daerah

terkonfirmasi dari likert scale hasil liaison yang

dilakukan KPw BI Provinsi Jawa Tengah, di mana

sebanyak 14 dari 38 pelaku usaha (36,84%)

16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa Tengah

Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeridi Jawa Tengah

Grafik 1.17.

Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi dan PDRB PMTBGrafik 1.14. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modaldan PDRB PMTB

Grafik 1.15.

Likert Scale Penjualan DomestikGrafik 1.18.

1642%

1437%

2857%

821%

816%

1327%

I - 2015

II - 2015

TETAP NAIK TURUN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

PDRB PMTB - SKALA KANANKREDIT INVESTASI

%, YOY %, YOY

PDRB PMTB - SKALA KANANIMPOR BARANG MODAL

0

2

4

6

8

10

12

- 5

10 15 20 25 30 35 40 45 50

0

2

4

6

8

10

12

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

%, YOY %, YOY

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Sumber : BKPMSumber : BKPM

Sejalan dengan itu, impor barang modal juga

mengalami penurunan secara tahunan, yaitu sebesar

-19,75% (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan di

triwulan sebelumnya yang sebesar 3,97% (yoy).

Perlambatan terutama terjadi pada impor mesin dan

peralatan. Perlambatan impor barang modal ini sejalan

dengan melambatnya investasi. Iklim usaha yang

kurang kondusif, termasuk penguatan nilai Dolar AS

yang terjadi, berdampak pada rencana perusahaan

untuk melakukan investasi terutama dalam bentuk

investasi mesin dan peralatan.

Pada triwulan laporan, impor barang konsumsi masih

mencatatkan pertumbuhan positif, walaupun juga

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan impor barang konsumsi melambat

menjadi 4,55% (yoy), setelah tumbuh 15,46% (yoy) di

triwulan I 2015. Perlambatan ini sejalan dengan

pertumbuhan konsumsi yang melambat.

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa

Tengah sebagian besar berasal dari negara

Tiongkok dengan pangsa 38,68% dari total impor

nonmigas Jawa Tengah. Meski demikian, laju

pertumbuhan impor nonmigas yang berasal dari

Tiongkok mengalami penurunan -15,80% (yoy) di

triwulan II 2015 setelah di triwulan sebelumnya

mencatat pertumbuhan positif 15,54% (yoy).

Sementara itu, pertumbuhan impor yang berasal dari

negara mitra dagang utama lainnya seperti Amerika

Serikat dan Eropa juga menunjukkan penurunan di

triwulan ini. Sementara itu, impor Jawa Tengah yang

berasal dari ASEAN bergerak dengan tren meningkat

sejak triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, impor dari

ASEAN tumbuh 17,47% (yoy), meningkat dari

pertumbuhan 7,97% (yoy) di triwulan sebelumnya.

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

Grafik 1.27. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah Triwulan II 2015

LAINNYA AMERIKASERIKAT

ASEAN TIONGKOK EROPA

32.62% 9.59% 11.44% 38.68% 7.67%

19

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal

Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 1.26.

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

-40

-20

0

20

40

60

80

100 %, YOY

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 1.25.

USD JUTA

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

Pertumbuhan impor Jawa Tengah mengalami

perlambatan dibandingkan dengan triwulan lalu,

menjadi sebesar 5,3% (yoy) dari 12,2% (yoy).

Perlambatan terutama terjadi pada impor antar daerah,

yang salah satunya didorong oleh melemahnya daya

beli masyarakat. Selain itu, melimpahnya hasil panen

juga mengurangi kebutuhan impor akan komoditas

bahan pangan atau hasil pertanian.

Impor luar negeri mengalami peningkatan,

w a l a u p u n m a s i h m e n c a t a t k a n a n g k a

pertumbuhan negatif. Peningkatan disumbang oleh

pertumbuhan impor migas. Pertumbuhan negatif

impor migas sejak triwulan IV 2014 telah mengalami

perbaikan pada triwulan laporan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Perbaikan ini merupakan akibat

dari melonjaknya kebutuhan Bahan Bakar Minyak

(BBM) yang meningkat saat menjelang hari raya Idul

Fitri sehingga pemerintah melakukan tambahan impor

minyak. Impor migas mengalami penurunan 35,85%

(yoy), setelah triwulan sebelumnya turun 47,63% (yoy).

Sebaliknya, impor nonmigas yang semula tumbuh

11,17% (yoy) di triwulan I 2015, berbalik arah dan

tercatat tumbuh negatif di triwulan II 2015, sebesar

-8,00% (yoy). Kinerja impor nonmigas yang turun ini

merupakan imbas dari melambatnya konsumsi dan

kinerja dunia usaha.

Lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah

berupa impor bahan baku, dengan pangsa 65,58%

dari total impor nonmigas. Sementara impor barang

modal memberikan sumbangan 25,11%, dan impor

barang konsumsi memberikan sumbangan 9,31% dari

total impor nonmigas Jawa Tengah triwulan II 2015.

Ketiga jenis barang impor tersebut tumbuh melambat

pada triwulan laporan, sehingga menyebabkan secara

keseluruhan impor nonmigas tumbuh melambat.

Impor bahan baku yang cukup dominan dikarenakan

tingginya konten impor untuk kebutuhan industri di

Jawa Tengah, seperti industri kimia dan farmasi, industri

pengolahan plastik, industri barang elektronik, industri

alat angkut, dan terutama industri tekstil dan pakaian

jadi. Melambatnya kinerja industri tersebut, dan

didorong pula oleh penguatan nilai Dolar AS,

mengakibatkan pelaku usaha menahan produksinya

sehingga kebutuhan akan impor bahan baku menurun.

Perlambatan impor ini terutama terjadi pada komoditas

bahan baku tekstil, yaitu komoditas serat tekstil (kode

SITC: 26), dan komoditas benang dan kain (kode SITC:

65). Secara keseluruhan, impor bahan baku turun

-4,27% (yoy), setelah tumbuh 14,51% (yoy) di triwulan

I 2015.

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500

Perkembangan Nilai Ekspor Migas & NonmigasProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.23.

USD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

NONMIGAS MIGAS

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

-60

-40

-20

0

20

40

60 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

Pertumbuhan Ekspor Migas & NonmigasProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.24.

TOTAL MIGAS NONMIGAS

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sejalan dengan itu, impor barang modal juga

mengalami penurunan secara tahunan, yaitu sebesar

-19,75% (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan di

triwulan sebelumnya yang sebesar 3,97% (yoy).

Perlambatan terutama terjadi pada impor mesin dan

peralatan. Perlambatan impor barang modal ini sejalan

dengan melambatnya investasi. Iklim usaha yang

kurang kondusif, termasuk penguatan nilai Dolar AS

yang terjadi, berdampak pada rencana perusahaan

untuk melakukan investasi terutama dalam bentuk

investasi mesin dan peralatan.

Pada triwulan laporan, impor barang konsumsi masih

mencatatkan pertumbuhan positif, walaupun juga

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan impor barang konsumsi melambat

menjadi 4,55% (yoy), setelah tumbuh 15,46% (yoy) di

triwulan I 2015. Perlambatan ini sejalan dengan

pertumbuhan konsumsi yang melambat.

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa

Tengah sebagian besar berasal dari negara

Tiongkok dengan pangsa 38,68% dari total impor

nonmigas Jawa Tengah. Meski demikian, laju

pertumbuhan impor nonmigas yang berasal dari

Tiongkok mengalami penurunan -15,80% (yoy) di

triwulan II 2015 setelah di triwulan sebelumnya

mencatat pertumbuhan positif 15,54% (yoy).

Sementara itu, pertumbuhan impor yang berasal dari

negara mitra dagang utama lainnya seperti Amerika

Serikat dan Eropa juga menunjukkan penurunan di

triwulan ini. Sementara itu, impor Jawa Tengah yang

berasal dari ASEAN bergerak dengan tren meningkat

sejak triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, impor dari

ASEAN tumbuh 17,47% (yoy), meningkat dari

pertumbuhan 7,97% (yoy) di triwulan sebelumnya.

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

Grafik 1.27. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah Triwulan II 2015

LAINNYA AMERIKASERIKAT

ASEAN TIONGKOK EROPA

32.62% 9.59% 11.44% 38.68% 7.67%

19

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal

Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 1.26.

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

-40

-20

0

20

40

60

80

100 %, YOY

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 1.25.

USD JUTA

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

Pertumbuhan impor Jawa Tengah mengalami

perlambatan dibandingkan dengan triwulan lalu,

menjadi sebesar 5,3% (yoy) dari 12,2% (yoy).

Perlambatan terutama terjadi pada impor antar daerah,

yang salah satunya didorong oleh melemahnya daya

beli masyarakat. Selain itu, melimpahnya hasil panen

juga mengurangi kebutuhan impor akan komoditas

bahan pangan atau hasil pertanian.

Impor luar negeri mengalami peningkatan,

w a l a u p u n m a s i h m e n c a t a t k a n a n g k a

pertumbuhan negatif. Peningkatan disumbang oleh

pertumbuhan impor migas. Pertumbuhan negatif

impor migas sejak triwulan IV 2014 telah mengalami

perbaikan pada triwulan laporan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Perbaikan ini merupakan akibat

dari melonjaknya kebutuhan Bahan Bakar Minyak

(BBM) yang meningkat saat menjelang hari raya Idul

Fitri sehingga pemerintah melakukan tambahan impor

minyak. Impor migas mengalami penurunan 35,85%

(yoy), setelah triwulan sebelumnya turun 47,63% (yoy).

Sebaliknya, impor nonmigas yang semula tumbuh

11,17% (yoy) di triwulan I 2015, berbalik arah dan

tercatat tumbuh negatif di triwulan II 2015, sebesar

-8,00% (yoy). Kinerja impor nonmigas yang turun ini

merupakan imbas dari melambatnya konsumsi dan

kinerja dunia usaha.

Lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah

berupa impor bahan baku, dengan pangsa 65,58%

dari total impor nonmigas. Sementara impor barang

modal memberikan sumbangan 25,11%, dan impor

barang konsumsi memberikan sumbangan 9,31% dari

total impor nonmigas Jawa Tengah triwulan II 2015.

Ketiga jenis barang impor tersebut tumbuh melambat

pada triwulan laporan, sehingga menyebabkan secara

keseluruhan impor nonmigas tumbuh melambat.

Impor bahan baku yang cukup dominan dikarenakan

tingginya konten impor untuk kebutuhan industri di

Jawa Tengah, seperti industri kimia dan farmasi, industri

pengolahan plastik, industri barang elektronik, industri

alat angkut, dan terutama industri tekstil dan pakaian

jadi. Melambatnya kinerja industri tersebut, dan

didorong pula oleh penguatan nilai Dolar AS,

mengakibatkan pelaku usaha menahan produksinya

sehingga kebutuhan akan impor bahan baku menurun.

Perlambatan impor ini terutama terjadi pada komoditas

bahan baku tekstil, yaitu komoditas serat tekstil (kode

SITC: 26), dan komoditas benang dan kain (kode SITC:

65). Secara keseluruhan, impor bahan baku turun

-4,27% (yoy), setelah tumbuh 14,51% (yoy) di triwulan

I 2015.

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500

Perkembangan Nilai Ekspor Migas & NonmigasProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.23.

USD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

NONMIGAS MIGAS

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

-60

-40

-20

0

20

40

60 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

Pertumbuhan Ekspor Migas & NonmigasProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.24.

TOTAL MIGAS NONMIGAS

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

perikanan di sisi lain mampu menahan perlambatan

ekonomi menjadi tidak lebih dalam. Selain tiga sektor

utama, sektor lain pun masih tercatat tumbuh

meningkat, kecuali pada sektor jasa lainnya, yang

tumbuh -1,09% (yoy).

Sektor industr i pengolahan member ikan

sumbangan signifikan dalam perlambatan ekonomi di

triwulan laporan. Sektor ini tumbuh melambat di angka

3,7% (yoy), dari 6,4% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Per lambatan kiner ja sektor in i ter l ihat dar i

pertumbuhan impor bahan baku dan konsumsi listrik

yang juga melambat.

Pertumbuhan impor bahan baku triwulan II 2015

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,

bahkan mengalami penurunan. Pertumbuhan

impor bahan baku pada triwulan laporan mencatatkan

laju pertumbuhan tahunan negatif, yakni sebesar -

4,27% (yoy) atau menurun tajam dari pertumbuhan

14,51% (yoy) di triwulan sebelumnya. Selain itu,

pertumbuhan konsumsi listrik yang melambat untuk

kelompok pelanggan industri melambat ke level 0,66%

(yoy), dari 2,25% (yoy). Perlambatan dua indikator ini

mencerminkan melambatnya kegiatan industri.

Sepert i yang sudah di je laskan sebelumnya,

ketergantungan industri di Jawa Tengah akan bahan

baku impor masih tinggi. Khususnya di industri kimia

dan farmasi, industri plastik, industri barang elektronik,

industri alat angkutan, dan terutama industri tekstil dan

pakaian jadi. Secara keseluruhan, industri-industri

tersebut memiliki pangsa relatif besar dalam

perekonomian Jawa Tengah.

Dengan tingginya andil bahan baku impor, penguatan

nilai Dolar AS memberikan pengaruh signifikan

terhadap industri-industri di atas melalui biaya bahan

baku, dan akhirnya marjin atau profit penjualan. Hal

tersebut, bersamaan dengan menurunnya tingkat

permintaan, mendorong pelaku usaha menahan

produksinya, sehingga secara keseluruhan sektor ini

tumbuh melambat.

Di sisi lain, industri pengolahan tembakau juga

mengalami perlambatan, dan memberikan kontribusi

signifikan pada perlambatan di sektor ini. Perlambatan

kinerja industri pengolahan tembakau didorong oleh

beberapa hal diantaranya: (i) Kenaikan cukai rokok; (ii)

Melemahnya daya beli masyarakat; dan (ii) Kampanye

kesehatan melalui gambar menyeramkan yang

menurunkan permintaan akan rokok. Sementara itu,

industri makanan dan minuman masih meningkat

sejalan dengan tingginya permintaan akan makanan

dan minuman di bulan puasa dan menjelang hari raya.

21

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

USD JUTA

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

-

200

400

600

800

1,000

1,200 %, YOY %, YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANJUMLAH PENGGUNAAN

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0200400600800

1,0001,2001,4001,6001,8002,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

Juta KWh

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU

Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri Jawa TengahGrafik 1.31.Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.30.

Grafik 1.29. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah TriwulanI Tahun 2015 (%)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

II - 2014 I - 2015 II - 2015Lainnya 1.6Perdagangan 0.2Konstruksi 0.4Industri Pengolahan 2.6Pertanian -0.6g. PDRB 4.2

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0 %, YOY

2.2 1.80.4 0.40.4 0.42.3 1.30.2 1.05.5 4.8

sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng & DIY

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Struktur perekonomian Jawa Tengah pada triwulan

II-2015 masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu:

industri pengolahan (35,65%); pertanian, kehutanan

dan perikanan (16,12%) dan perdagangan besar-

eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,14%).

Ketiga sektor utama tersebut selalu mendominasi

perekonomian daerah pada periode sebelumnya meski

dengan besaran porsi yang sedikit berubah.

Ketiga sektor utama Jawa Tengah sebagaimana di atas

masih mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada

triwulan laporan, walaupun terjadi perlambatan pada

sektor indutri pengolahan dan sektor perdagangan

besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor.

Perlambatan pada dua sektor utama ini mengakibatkan

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah melambat.

Perbaikan pada sektor pertanian, kehutanan dan

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENGGUNAAN

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (Rp Miliar)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

109,252

14,594

254,519

815

549

73,466

105,755

22,760

21,803

26,664

19,390

12,853

2,340

20,913

24,931

5,313

10,984

726,900

26,605

3,693

66,041

202

144

18,794

26,708

5,808

5,636

7,196

4,991

3,344

606

5,232

6,550

1,419

2,887

185,856

28,333

3,871

68,486

215

140

18,858

27,660

5,922

5,871

7,448

5,069

3,437

627

5,054

6,527

1,454

2,951

191,925

30,017

3,970

69,766

214

142

19,108

28,465

6,329

5,953

7,641

4,962

3,465

641

5,285

6,784

1,471

3,006

197,219

21,074

4,009

70,678

206

142

19,921

27,525

6,743

6,006

7,845

5,185

3,531

660

5,505

7,605

1,563

3,074

191,272

26,994

3,735

70,237

199

146

19,486

27,597

6,629

6,112

8,029

5,337

3,569

676

5,448

7,213

1,552

3,128

196,088

2015**

30,137

3,957

71,039

222

145

19,634

28,420

6,497

6,239

8,082

5,445

3,678

693

5,459

7,130

1,519

2,919

201,216

I II106.029

15.543

274.971

837

568

76.682

110.357

24.802

23.466

30.130

20.208

13.777

2.535

21.076

27.466

5.908

11.918

766.272

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENGGUNAAN

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Sektoral Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (%, yoy)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

5.1

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.2

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

5.7

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

6.2

1.5

1.2

6.4

-1.2

2.0

3.7

3.3

14.1

8.4

11.6

6.9

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

5.5

2015**

6.4

2.2

3.7

3.2

3.1

4.1

2.7

9.7

6.3

8.5

7.4

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.8

I II-2,9

6,5

8,0

2,7

3,4

4,4

4,4

9,0

7,6

13,0

4,2

7,2

8,3

0,8

10,2

11,2

8,5

5,4

20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

perikanan di sisi lain mampu menahan perlambatan

ekonomi menjadi tidak lebih dalam. Selain tiga sektor

utama, sektor lain pun masih tercatat tumbuh

meningkat, kecuali pada sektor jasa lainnya, yang

tumbuh -1,09% (yoy).

Sektor industr i pengolahan member ikan

sumbangan signifikan dalam perlambatan ekonomi di

triwulan laporan. Sektor ini tumbuh melambat di angka

3,7% (yoy), dari 6,4% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Per lambatan kiner ja sektor in i ter l ihat dar i

pertumbuhan impor bahan baku dan konsumsi listrik

yang juga melambat.

Pertumbuhan impor bahan baku triwulan II 2015

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,

bahkan mengalami penurunan. Pertumbuhan

impor bahan baku pada triwulan laporan mencatatkan

laju pertumbuhan tahunan negatif, yakni sebesar -

4,27% (yoy) atau menurun tajam dari pertumbuhan

14,51% (yoy) di triwulan sebelumnya. Selain itu,

pertumbuhan konsumsi listrik yang melambat untuk

kelompok pelanggan industri melambat ke level 0,66%

(yoy), dari 2,25% (yoy). Perlambatan dua indikator ini

mencerminkan melambatnya kegiatan industri.

Sepert i yang sudah di je laskan sebelumnya,

ketergantungan industri di Jawa Tengah akan bahan

baku impor masih tinggi. Khususnya di industri kimia

dan farmasi, industri plastik, industri barang elektronik,

industri alat angkutan, dan terutama industri tekstil dan

pakaian jadi. Secara keseluruhan, industri-industri

tersebut memiliki pangsa relatif besar dalam

perekonomian Jawa Tengah.

Dengan tingginya andil bahan baku impor, penguatan

nilai Dolar AS memberikan pengaruh signifikan

terhadap industri-industri di atas melalui biaya bahan

baku, dan akhirnya marjin atau profit penjualan. Hal

tersebut, bersamaan dengan menurunnya tingkat

permintaan, mendorong pelaku usaha menahan

produksinya, sehingga secara keseluruhan sektor ini

tumbuh melambat.

Di sisi lain, industri pengolahan tembakau juga

mengalami perlambatan, dan memberikan kontribusi

signifikan pada perlambatan di sektor ini. Perlambatan

kinerja industri pengolahan tembakau didorong oleh

beberapa hal diantaranya: (i) Kenaikan cukai rokok; (ii)

Melemahnya daya beli masyarakat; dan (ii) Kampanye

kesehatan melalui gambar menyeramkan yang

menurunkan permintaan akan rokok. Sementara itu,

industri makanan dan minuman masih meningkat

sejalan dengan tingginya permintaan akan makanan

dan minuman di bulan puasa dan menjelang hari raya.

21

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

USD JUTA

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

-

200

400

600

800

1,000

1,200 %, YOY %, YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANJUMLAH PENGGUNAAN

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0200400600800

1,0001,2001,4001,6001,8002,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

Juta KWh

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU

Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri Jawa TengahGrafik 1.31.Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.30.

Grafik 1.29. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah TriwulanI Tahun 2015 (%)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

II - 2014 I - 2015 II - 2015Lainnya 1.6Perdagangan 0.2Konstruksi 0.4Industri Pengolahan 2.6Pertanian -0.6g. PDRB 4.2

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0 %, YOY

2.2 1.80.4 0.40.4 0.42.3 1.30.2 1.05.5 4.8

sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng & DIY

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Struktur perekonomian Jawa Tengah pada triwulan

II-2015 masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu:

industri pengolahan (35,65%); pertanian, kehutanan

dan perikanan (16,12%) dan perdagangan besar-

eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,14%).

Ketiga sektor utama tersebut selalu mendominasi

perekonomian daerah pada periode sebelumnya meski

dengan besaran porsi yang sedikit berubah.

Ketiga sektor utama Jawa Tengah sebagaimana di atas

masih mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada

triwulan laporan, walaupun terjadi perlambatan pada

sektor indutri pengolahan dan sektor perdagangan

besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor.

Perlambatan pada dua sektor utama ini mengakibatkan

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah melambat.

Perbaikan pada sektor pertanian, kehutanan dan

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENGGUNAAN

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (Rp Miliar)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

109,252

14,594

254,519

815

549

73,466

105,755

22,760

21,803

26,664

19,390

12,853

2,340

20,913

24,931

5,313

10,984

726,900

26,605

3,693

66,041

202

144

18,794

26,708

5,808

5,636

7,196

4,991

3,344

606

5,232

6,550

1,419

2,887

185,856

28,333

3,871

68,486

215

140

18,858

27,660

5,922

5,871

7,448

5,069

3,437

627

5,054

6,527

1,454

2,951

191,925

30,017

3,970

69,766

214

142

19,108

28,465

6,329

5,953

7,641

4,962

3,465

641

5,285

6,784

1,471

3,006

197,219

21,074

4,009

70,678

206

142

19,921

27,525

6,743

6,006

7,845

5,185

3,531

660

5,505

7,605

1,563

3,074

191,272

26,994

3,735

70,237

199

146

19,486

27,597

6,629

6,112

8,029

5,337

3,569

676

5,448

7,213

1,552

3,128

196,088

2015**

30,137

3,957

71,039

222

145

19,634

28,420

6,497

6,239

8,082

5,445

3,678

693

5,459

7,130

1,519

2,919

201,216

I II106.029

15.543

274.971

837

568

76.682

110.357

24.802

23.466

30.130

20.208

13.777

2.535

21.076

27.466

5.908

11.918

766.272

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENGGUNAAN

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Sektoral Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (%, yoy)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

5.1

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.2

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

5.7

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

6.2

1.5

1.2

6.4

-1.2

2.0

3.7

3.3

14.1

8.4

11.6

6.9

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

5.5

2015**

6.4

2.2

3.7

3.2

3.1

4.1

2.7

9.7

6.3

8.5

7.4

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.8

I II-2,9

6,5

8,0

2,7

3,4

4,4

4,4

9,0

7,6

13,0

4,2

7,2

8,3

0,8

10,2

11,2

8,5

5,4

20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Selain tiga sektor utama, sektor konstruksi

mengalami percepatan laju pertumbuhan, dari

3,7% (yoy) di triwulan I 2015, menjadi 4,1% (yoy) di

triwulan laporan. Perbaikan ini terkonfirmasi dari laju

pertumbuhan konsumsi semen yang juga meningkat,

dari -2,39% (yoy) menjadi 2,32% (yoy). Meningkatnya

konsumsi semen ini menunjukkan adanya peningkatan

aktivitas konstruksi. Peningkatan di sektor ini juga

terlihat dari penyaluran kredit perbankan untuk sektor

tersebut yang tumbuh meningkat.

%, YOY%, YOY

II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

PERTUMBUHAN PDRB SEKTOR KONSTRUKSI - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI

0

2

4

6

8

10

-

10

20

30

40

50

Sumber: Kemenperin & Kemendag, diolah

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN

-5

0

5

10

15

20

25

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

2,200

I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015

TON RIBU %, YOY

23

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan Kredit Sektor Konstruksi & PDRB Sektor KonstruksiGrafik 1.37.Perkembangan Konsumsi SemenGrafik 1.36.

90

100

110

120

130

120

140

160

180

200

220 INDEKSINDEKS

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

PDRB SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANANINDEKS PENJUALAN RIIL

Survei Konsumen dan Survei Pedagang EceranGrafik 1.35.

perikanan di triwulan laporan meningkat menjadi

8,00% (SBT) dari 1,51% (SBT) di triwulan lalu.

Perbaikan pada sektor pertanian didorong oleh

perbaikan pada kese luruhan subsektor

pendukung. Subsektor pertanian mengalami musim

panen raya dimulai pada bulan Maret sampai dengan

April dan menjadi sumber utama pertumbuhan sektor

pertanian Jawa Tengah pada triwulan laporan. Luas

panen padi pada triwulan II 2015 tercatat meningkat

dibandingkan triwulan I. Perbaikan kinerja serupa juga

dialami oleh subsektor kehutanan dan penebangan

kayu, serta subsektor perikanan sehingga turut

mendorong percepatan laju pertumbuhan di sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Seiring dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi,

pertumbuhan sektor perdagangan besar-eceran

dan reparasi mobil-sepeda motor pada triwulan II

2015 sebesar 2,75% (yoy) atau melambat bila

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

3,33% (yoy). Hal ini sejalan dengan hasil survei

penjualan eceran, di mana Indeks Penjualan Riil rata-

rata pada triwulan II turun ke level 179,35 dari 189,33

rata-rata di triwulan sebelumnya. Kinerja sektor ini juga

dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat

yang berdampak pada hasil penjualan yang menurun.

Perkembangan Industri ManufakturGrafik 1.32.

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

15

20

25 %, YOY

-5

0

5

10

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PERKEMBANGAN INDUSTRI KECILPERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR

Dilihat berdasarkan skala industri, perlambatan

pertumbuhan di sektor industri pengolahan utamanya

terjadi pada industri mikro dan kecil. Hal tersebut

tercermin dari angka pertumbuhan industri manufaktur

besar dan sedang serta industri manufaktur mikro dan

kecil. Pada triwulan II 2015, industri mikro dan kecil

tumbuh 3,48% (yoy), melambat dari 8,71% (yoy) di

triwulan sebelumnya. Sedangkan industri besar

mengalami perbaikan dari -2,43% (yoy) menjadi

0,24% (yoy).

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada

triwulan II 2015 tumbuh sebesar 6,4% (yoy),

meningkat tajam bila dibandingkan dengan triwulan I

2015 yang sebesar 1,5% (yoy). Perbaikan juga

terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

yang dilakukan Bank Indonesia. Perkembangan

kegiatan usaha sektor pertanian, kehutanan, dan

22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padidi Jawa Tengah

Grafik 1.34.Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

PANENTANAM

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000 HEKTAR

Perkembangan Kegiatan Dunia UsahaSektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Grafik 1.33.Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

PDRB SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIAN

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-2

0

2

4

6

8

10 %, YOY% SBT

Selain tiga sektor utama, sektor konstruksi

mengalami percepatan laju pertumbuhan, dari

3,7% (yoy) di triwulan I 2015, menjadi 4,1% (yoy) di

triwulan laporan. Perbaikan ini terkonfirmasi dari laju

pertumbuhan konsumsi semen yang juga meningkat,

dari -2,39% (yoy) menjadi 2,32% (yoy). Meningkatnya

konsumsi semen ini menunjukkan adanya peningkatan

aktivitas konstruksi. Peningkatan di sektor ini juga

terlihat dari penyaluran kredit perbankan untuk sektor

tersebut yang tumbuh meningkat.

%, YOY%, YOY

II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

PERTUMBUHAN PDRB SEKTOR KONSTRUKSI - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI

0

2

4

6

8

10

-

10

20

30

40

50

Sumber: Kemenperin & Kemendag, diolah

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN

-5

0

5

10

15

20

25

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

2,200

I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015

TON RIBU %, YOY

23

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan Kredit Sektor Konstruksi & PDRB Sektor KonstruksiGrafik 1.37.Perkembangan Konsumsi SemenGrafik 1.36.

90

100

110

120

130

120

140

160

180

200

220 INDEKSINDEKS

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

PDRB SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANANINDEKS PENJUALAN RIIL

Survei Konsumen dan Survei Pedagang EceranGrafik 1.35.

perikanan di triwulan laporan meningkat menjadi

8,00% (SBT) dari 1,51% (SBT) di triwulan lalu.

Perbaikan pada sektor pertanian didorong oleh

perbaikan pada kese luruhan subsektor

pendukung. Subsektor pertanian mengalami musim

panen raya dimulai pada bulan Maret sampai dengan

April dan menjadi sumber utama pertumbuhan sektor

pertanian Jawa Tengah pada triwulan laporan. Luas

panen padi pada triwulan II 2015 tercatat meningkat

dibandingkan triwulan I. Perbaikan kinerja serupa juga

dialami oleh subsektor kehutanan dan penebangan

kayu, serta subsektor perikanan sehingga turut

mendorong percepatan laju pertumbuhan di sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Seiring dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi,

pertumbuhan sektor perdagangan besar-eceran

dan reparasi mobil-sepeda motor pada triwulan II

2015 sebesar 2,75% (yoy) atau melambat bila

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

3,33% (yoy). Hal ini sejalan dengan hasil survei

penjualan eceran, di mana Indeks Penjualan Riil rata-

rata pada triwulan II turun ke level 179,35 dari 189,33

rata-rata di triwulan sebelumnya. Kinerja sektor ini juga

dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat

yang berdampak pada hasil penjualan yang menurun.

Perkembangan Industri ManufakturGrafik 1.32.

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

15

20

25 %, YOY

-5

0

5

10

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PERKEMBANGAN INDUSTRI KECILPERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR

Dilihat berdasarkan skala industri, perlambatan

pertumbuhan di sektor industri pengolahan utamanya

terjadi pada industri mikro dan kecil. Hal tersebut

tercermin dari angka pertumbuhan industri manufaktur

besar dan sedang serta industri manufaktur mikro dan

kecil. Pada triwulan II 2015, industri mikro dan kecil

tumbuh 3,48% (yoy), melambat dari 8,71% (yoy) di

triwulan sebelumnya. Sedangkan industri besar

mengalami perbaikan dari -2,43% (yoy) menjadi

0,24% (yoy).

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada

triwulan II 2015 tumbuh sebesar 6,4% (yoy),

meningkat tajam bila dibandingkan dengan triwulan I

2015 yang sebesar 1,5% (yoy). Perbaikan juga

terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

yang dilakukan Bank Indonesia. Perkembangan

kegiatan usaha sektor pertanian, kehutanan, dan

22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padidi Jawa Tengah

Grafik 1.34.Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

PANENTANAM

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000 HEKTAR

Perkembangan Kegiatan Dunia UsahaSektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Grafik 1.33.Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

PDRB SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIAN

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-2

0

2

4

6

8

10 %, YOY% SBT

Persamaan yang digunakan untuk menghitung dampak

pembangunan infrastruktur dalam mendorong ekonomi

Jawa Tengah adalah sebagai berikut:

Dengan mengacu pada persamaan tersebut, didapatkan

hasil sebagai berikut:

Hasil simulasi menunjukkan bahwa pembangunan

infrastruktur dasar khususnya jalan raya masih

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Dari pemodelan

tersebut juga diperoleh hasil bahwa setiap pertambahan

jalan sebesar 1% dari seluruh total jalan yang ada di

Provinsi Jawa Tengah akan dapat memberikan

sumbangan terhadap peningkatan pertumbuhan

ekonomi sebesar 0,08%.

SUPLEMEN I

Data Sumber

Variabel Dependen : PDRB Riil Jawa Tengah

PDRB (-1)

ROAD

LABFOR

PMTBRL

PDRBAGR

1.07

0.06***

0.08

0.03**

0.05

0.03

0.05

0.02*

-0.22

0.07**

Produk DomestikRegional Bruto Riil

Panjang Jalan

Jumlah Angkatan Kerja

Investasi Riil

Pangsa

Rp

Km

Orang

Rp

Orang

BPS

BPS :Statistik Transportasi

BPS

BPS

BPS

Variabel terkait efek waktu, jugasebagai pelengkap omitted variables

Variabel terkait infrastruktur

Variabel terkait akumulasi faktorproduksi (modal fisik dan manusia)

Variabel terkait akumulasi faktorproduksi (modal fisik dan manusia)

Variabel terkait struktur ekonomisebagai variabel kontrol

VariabelIndependen Satuan Keterangan Hasil (Uji asumsi

klasik Terpenuhi)

***, **, dan * signifikan di 1%, 5%, dan 10%. Angka baris kedua merupakan standard error. Variabel dinyatakan sebagai logaritma natural. Data-data yang digunakan berasal dari Provinsi Tengah dari tahun 2000 hingga 2010. Nilai R-Squared = 0.9999 dan Nilai Adjusted R-Squared = 0.9997

Keterangan:

25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

faktor produksi modal fisik (tabungan dan investasi) dan

tenaga kerja (pertumbuhan populasi), sementara

teknologi yang menggambarkan tingkat efisiensi

merupakan variabel eksogen dan dianggap sebagai

residual.

Model pertumbuhan Solow memakai fungsi produksi

agregat, yaitu:

Dengan mengacu pada Jurnal “Pengaruh Infrastruktur

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” yang 2disusun oleh Maryaningsih, dkk (2014) dilakukan

beberapa pengembangan terhadap exogenous growth

model yang dikembangkan oleh Robert Solow tersebut

dengan menambahkan beberapa variabel kontrol

lainnya dengan tujuan untuk disertakan sebagai alat

bantu dalam mendapatkan model yang robust.

Dalam penyusunan model kali ini, unsur kapital dalam

model Solow tersebut dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu (i) faktor produksi yang terdiri dari modal fisik dan

modal manusia; dan (ii) infrastruktur. Sebagaimana

Maryaningsih, dkk (2014) dalam model ini juga

mengikutsertakan variabel infrastruktur. Unsur modal

fisik yang berupa kapital didekati dengan variabel

investasi riil, mengingat terbatasnya ketersediaan data

stok kapital per daerah. Unsur modal manusia didekati

dengan data angkatan kerja, sedangkan unsur yang

terkait dengan infrastruktur diwakili oleh data panjang

jalan.

SUPLEMEN I

Terdapat beberapa proyek infrastruktur yang telah

diresmikan pada Semester I Tahun 2015 di kawasan

Jawa, semisal Tol Cipali di Jawa Barat serta Pelabuhan

Teluk Lamong dan Tol Kertosono – Mojokerto di Jawa

Timur. Sementara itu, pembangunan Tol Pejagan –

Brebes di Jawa Tengah juga sudah dalam masa

pembangunan. Dengan dibangunnya beberapa

infrastruktur tersebut, diharapkan pertumbuhan

ekonomi di kawasan Jawa juga dapat terakselerasi. Biaya

logistik yang semakin berkurang serta naiknya minat

investasi sejalan dengan perkembangan infrastruktur

yang semakin baik pada akhirnya juga akan dapat

memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah.

Untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh

pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah, disusunlah suatu model

ekonometrika sederhana yang dapat menunjukkan

elastisitas pembangunan infrastruktur di Jawa Tengah

(khususnya jalan tol) terhadap pertumbuhan ekonomi

tahunan Jawa Tengah.

Salah satu model pertumbuhan ekonomi yang umum

digunakan sebagai acuan adalah exogenous growth

model yang dikembangkan oleh Robert Solow. Model

Solow merupakan pengembangan dari model

pertumbuhan Harrod-Domar dengan menambahkan

faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan

pertumbuhan. Tenaga kerja dan modal diasumsikan

mengalami diminishing returns jika keduanya dianalisis

secara terpisah dan constant returns to scale apabila

keduanya dianalisis secara bersama-sama (Todaro dan

Smi th , 2006) . Pada mode l te r sebut , So low

mengasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya

dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni perubahan

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DALAM MENDORONG PEREKONOMIAN JAWA TENGAH

Pemodelan Ekonometrika untuk MenghitungDampak Pembangunan Infrastruktur Jalandalam Mendorong Perekonomian Jawa Tengah

Dengan: Y : Produk domestik bruto (PDB) K : Stok modal fisik dan modal manusia L : Tenaga kerja A : Tingkat kemajuan teknologi : Elastisitas output terhadap modal

Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 1, Juli 20142.

24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Persamaan yang digunakan untuk menghitung dampak

pembangunan infrastruktur dalam mendorong ekonomi

Jawa Tengah adalah sebagai berikut:

Dengan mengacu pada persamaan tersebut, didapatkan

hasil sebagai berikut:

Hasil simulasi menunjukkan bahwa pembangunan

infrastruktur dasar khususnya jalan raya masih

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Dari pemodelan

tersebut juga diperoleh hasil bahwa setiap pertambahan

jalan sebesar 1% dari seluruh total jalan yang ada di

Provinsi Jawa Tengah akan dapat memberikan

sumbangan terhadap peningkatan pertumbuhan

ekonomi sebesar 0,08%.

SUPLEMEN I

Data Sumber

Variabel Dependen : PDRB Riil Jawa Tengah

PDRB (-1)

ROAD

LABFOR

PMTBRL

PDRBAGR

1.07

0.06***

0.08

0.03**

0.05

0.03

0.05

0.02*

-0.22

0.07**

Produk DomestikRegional Bruto Riil

Panjang Jalan

Jumlah Angkatan Kerja

Investasi Riil

Pangsa

Rp

Km

Orang

Rp

Orang

BPS

BPS :Statistik Transportasi

BPS

BPS

BPS

Variabel terkait efek waktu, jugasebagai pelengkap omitted variables

Variabel terkait infrastruktur

Variabel terkait akumulasi faktorproduksi (modal fisik dan manusia)

Variabel terkait akumulasi faktorproduksi (modal fisik dan manusia)

Variabel terkait struktur ekonomisebagai variabel kontrol

VariabelIndependen Satuan Keterangan Hasil (Uji asumsi

klasik Terpenuhi)

***, **, dan * signifikan di 1%, 5%, dan 10%. Angka baris kedua merupakan standard error. Variabel dinyatakan sebagai logaritma natural. Data-data yang digunakan berasal dari Provinsi Tengah dari tahun 2000 hingga 2010. Nilai R-Squared = 0.9999 dan Nilai Adjusted R-Squared = 0.9997

Keterangan:

25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

faktor produksi modal fisik (tabungan dan investasi) dan

tenaga kerja (pertumbuhan populasi), sementara

teknologi yang menggambarkan tingkat efisiensi

merupakan variabel eksogen dan dianggap sebagai

residual.

Model pertumbuhan Solow memakai fungsi produksi

agregat, yaitu:

Dengan mengacu pada Jurnal “Pengaruh Infrastruktur

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” yang 2disusun oleh Maryaningsih, dkk (2014) dilakukan

beberapa pengembangan terhadap exogenous growth

model yang dikembangkan oleh Robert Solow tersebut

dengan menambahkan beberapa variabel kontrol

lainnya dengan tujuan untuk disertakan sebagai alat

bantu dalam mendapatkan model yang robust.

Dalam penyusunan model kali ini, unsur kapital dalam

model Solow tersebut dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu (i) faktor produksi yang terdiri dari modal fisik dan

modal manusia; dan (ii) infrastruktur. Sebagaimana

Maryaningsih, dkk (2014) dalam model ini juga

mengikutsertakan variabel infrastruktur. Unsur modal

fisik yang berupa kapital didekati dengan variabel

investasi riil, mengingat terbatasnya ketersediaan data

stok kapital per daerah. Unsur modal manusia didekati

dengan data angkatan kerja, sedangkan unsur yang

terkait dengan infrastruktur diwakili oleh data panjang

jalan.

SUPLEMEN I

Terdapat beberapa proyek infrastruktur yang telah

diresmikan pada Semester I Tahun 2015 di kawasan

Jawa, semisal Tol Cipali di Jawa Barat serta Pelabuhan

Teluk Lamong dan Tol Kertosono – Mojokerto di Jawa

Timur. Sementara itu, pembangunan Tol Pejagan –

Brebes di Jawa Tengah juga sudah dalam masa

pembangunan. Dengan dibangunnya beberapa

infrastruktur tersebut, diharapkan pertumbuhan

ekonomi di kawasan Jawa juga dapat terakselerasi. Biaya

logistik yang semakin berkurang serta naiknya minat

investasi sejalan dengan perkembangan infrastruktur

yang semakin baik pada akhirnya juga akan dapat

memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah.

Untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh

pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah, disusunlah suatu model

ekonometrika sederhana yang dapat menunjukkan

elastisitas pembangunan infrastruktur di Jawa Tengah

(khususnya jalan tol) terhadap pertumbuhan ekonomi

tahunan Jawa Tengah.

Salah satu model pertumbuhan ekonomi yang umum

digunakan sebagai acuan adalah exogenous growth

model yang dikembangkan oleh Robert Solow. Model

Solow merupakan pengembangan dari model

pertumbuhan Harrod-Domar dengan menambahkan

faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan

pertumbuhan. Tenaga kerja dan modal diasumsikan

mengalami diminishing returns jika keduanya dianalisis

secara terpisah dan constant returns to scale apabila

keduanya dianalisis secara bersama-sama (Todaro dan

Smi th , 2006) . Pada mode l te r sebut , So low

mengasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya

dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni perubahan

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DALAM MENDORONG PEREKONOMIAN JAWA TENGAH

Pemodelan Ekonometrika untuk MenghitungDampak Pembangunan Infrastruktur Jalandalam Mendorong Perekonomian Jawa Tengah

Dengan: Y : Produk domestik bruto (PDB) K : Stok modal fisik dan modal manusia L : Tenaga kerja A : Tingkat kemajuan teknologi : Elastisitas output terhadap modal

Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 1, Juli 20142.

24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN II

Terkait rencana pembebasan lahan di Batang - Jawa

Tengah, Gubernur telah menyiapkan izin lokasi yang saat

ini tengah dalam proses pembebasan lahan. Namun

demikian masih terdapat lahan seluas 12 Ha yang belum

dapat dibebaskan. Diharapkan proses pembebasan

lahan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan selesai

pada Agustus 2015. Namun apabila terdapat gugatan,

proses pembebasan lahan baru akan dapat diselesaikan

di tahun 2016.

Pembangunan pembangkit lain yaitu berlokasi di kota

Cilacap. Daya yang dihasilkan yaitu sebesar 5.000 MW

dan direncanakan sejalan dengan pembangunan

kawasan industri di Cilacap dengan luas ± 500 hektar.

Pembangunan tersebut masih mengalami kendala

pembebasan lahan, namun tidak dapat diselesaikan

dengan UU No.2 tahun 2012. Hal ini dikarenakan UU

No.2 tahun 2012 hanya berlaku apabila dilaksanakan

o leh pemer intah maupun BUMN sedangkan

pembangunan pembangkit di Cilacap dilakukan oleh

pihak swasta murni. Apabila pembangkit di Cilacap telah

selesai dibangun, sebagian besar listriknya justru akan

didistribusikan ke wilayah Jawa Barat dengan alasan

pasar listrik industri di wilayah lebih menghasilkan profit

besar.

Bahan bakar yang digunakan sebagai sumber energi

untuk mengolah listrik saat ini utamanya berupa gas.

Sambungan pipa gas yang melewati Jawa Tengah yaitu

jalur Kepodang - Semarang mencakup pembangunan

pipa gas bawah laut dan darat. Jalur tersebut

dioperasikan oleh Petronas Carigali di lepas pantai laut

utara Jawa ke pembangkit listrik PT PLN (Persero) di

Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah. Proyek

Kepodang ini diharapkan dapat selesai pada Agustus

2015 sehingga dihasilkan daya listrik sekitar 600 MW

Secara umum, pelanggan listrik di Jawa Tengah

mayoritas adalah pelanggan rumah tangga dengan tarif

bersubsidi hingga mencapai 93,7%. Berbeda dengan

pelanggan listrik di Jawa Barat, Banten atau Jawa Timur

yang mayoritas adalah industri, sehingga diterapkan

tarif nonsubsidi. Sesuai kondisi tersebut, maka kawasan

Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur lebih menarik bagi

pengembang pembangkit listrik dari sisi pelaku bisnis.

Meskipun demikian, Jawa Barat dan Jawa Timur sampai

dengan saat ini masih mengalami kekurangan pasokan

listrik akibat tingginya kebutuhan listrik bagi kalangan

industri di wilayah tersebut.

Apabila dilakukan pemetaan keseluruhan wilayah Jawa-

Bali masih diperlukan pembangkit listrik guna

mencukupi kebutuhan pemakaian listrik baik rumah

tangga maupun industri. Untuk ke depannya industri di

Jawa Tengah d ipe rk i rakan akan menga lami

pertumbuhan industri yang signifikan sebagai akibat

relokasi industri dari Jawa Barat. Faktor Upah Minimum

Provinsi (UMP) Jawa Tengah yang bersaing menjadi

faktor penarik industri melakukan relokasi tersebut.

Apabila relokasi tersebut terealisasi maka pembangunan

pembangkit-pembangkit baru mutlak diperlukan guna

mendukung pertumbuhan industri di Jawa Tengah.

Salah satu proyek pembangunan pembangkit baru di

Jawa Tengah yaitu di Batang. Dengan kapasitas sebesar

2.000 MW diharapkan dapat segera direalisasikan.

Namun, pembangunan pembangkit listrik di Batang

tersebut mas ih menghadapi kendala berupa

pembebasan lahan. Permasalahan tersebut diharapkan

dapat teratasi dengan diterbitkannya UU No.2 tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum. Kegiatan konsinyasi juga

diperlukan seiring dengan penerbitan UU tersebut.

27PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Dalam rangka mengetahui kondisi infrastruktur energi

utamanya kelistrikan terkini di wilayah Provinsi Jawa

Tengah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa

Tengah melakukan kegiatan liaison ke sejumlah kontak

yaitu PT. PLN (Persero), PT. Indonesian Power, dan Dinas

Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasar kegiatan

liaison tersebut diperoleh informasi bahwa saat ini angka

beban puncak di Jawa Tengah sekitar 3.700 MW,

sedangkan kapasitas pembangkit Jawa Tengah hanya

sekitar 5.700 MW. Hal tersebut dipandang kurang ideal

karena pembangkit tidak dapat seluruhnya dioperasikan

pada saat yang bersamaan mengingat secara bergantian

juga dilakukan kegiatan perbaikan.

Kekurangan listrik yang dialami Jawa Tengah tersebut

kemudian dipasok dari unit pembangkitan Paiton dan

Banten. Unit pembangkitan Paiton adalah sebuah

pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikelola oleh

PT Pembangkitan Jawa-Bali berlokasi di kompleks

pembangkit listrik di Kecamatan Paiton, Kabupaten

Probolinggo. Pembangkit ini mengoperasikan 2 PLTU

dengan total kapasitas 800 MW. Energi listrik yang

dihasilkan oleh Unit Pembangkitan Paiton kemudian

didistribusikan melalui SUTET 500 kV Sistem Interkoneksi

Jawa-Bali.

SUPLEMEN II

Kegiatan pembangunan memiliki tujuan akhir yaitu

terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka

mewujudkan pembangunan tersebut peran infrastruktur

diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melakukan

pembuktian empiris peran infrastruktur terhadap

pembangunan. Sibrani (2002) menemukan bahwa

infrastruktur, dalam hal ini listrik dan pendidikan,

memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada 3 pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.

Sementara itu, Prasetyo (2008) menyimpulkan bahwa

listrik, panjang jalan, stok modal, dan otoritas daerah

berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi 4Kawasan Indonesia Barat. Penelitian lain dilakukan oleh

Prasetyo dan Firdaus (2009) menyimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh

ketersediaan infrastruktur, di antaranya elektrifikasi, 5 jalan beraspal, dan air bersih.

Menyadari pentingnya peran infrastruktur untuk

meningkatkan efisiensi perekonomian, Pemerintah

Indonesia pada Mei 2011 meluncurkan Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI). Pembangunan yang direncanakan

pada MP3EI adalah pembangunan pada kegiatan utama

dan pembangunan pada infrastruktur. Melalui

masterplan ini, Indonesia diharapkan mampu

mempercepat pengembangan berbagai program

pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong

peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan

ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta

pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Mengingat

kebutuhan energi di dalam negeri masih terkendala,

maka proyek infrastruktur energi menjadi proyek

prioritas di seluruh koridor ekonomi yaitu Sumatera,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara dan

Papua Kepualauan Maluku.

PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI

Sibarani, M.H.M., (2002). Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.Prasetyo, R.B., (2008). Ketimpangan dan Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kawasan Barat Indonesia (KBI). Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.Prasetyo, R. B. dan M. Firdaus, (2009). Pengaruh Infrastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, 2(2): 222-236.

3.

4.

5.

Gambar 1 Peta Jaringan TT dan TET di Provinsi Jawa Tengah

26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN II

Terkait rencana pembebasan lahan di Batang - Jawa

Tengah, Gubernur telah menyiapkan izin lokasi yang saat

ini tengah dalam proses pembebasan lahan. Namun

demikian masih terdapat lahan seluas 12 Ha yang belum

dapat dibebaskan. Diharapkan proses pembebasan

lahan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan selesai

pada Agustus 2015. Namun apabila terdapat gugatan,

proses pembebasan lahan baru akan dapat diselesaikan

di tahun 2016.

Pembangunan pembangkit lain yaitu berlokasi di kota

Cilacap. Daya yang dihasilkan yaitu sebesar 5.000 MW

dan direncanakan sejalan dengan pembangunan

kawasan industri di Cilacap dengan luas ± 500 hektar.

Pembangunan tersebut masih mengalami kendala

pembebasan lahan, namun tidak dapat diselesaikan

dengan UU No.2 tahun 2012. Hal ini dikarenakan UU

No.2 tahun 2012 hanya berlaku apabila dilaksanakan

o leh pemer intah maupun BUMN sedangkan

pembangunan pembangkit di Cilacap dilakukan oleh

pihak swasta murni. Apabila pembangkit di Cilacap telah

selesai dibangun, sebagian besar listriknya justru akan

didistribusikan ke wilayah Jawa Barat dengan alasan

pasar listrik industri di wilayah lebih menghasilkan profit

besar.

Bahan bakar yang digunakan sebagai sumber energi

untuk mengolah listrik saat ini utamanya berupa gas.

Sambungan pipa gas yang melewati Jawa Tengah yaitu

jalur Kepodang - Semarang mencakup pembangunan

pipa gas bawah laut dan darat. Jalur tersebut

dioperasikan oleh Petronas Carigali di lepas pantai laut

utara Jawa ke pembangkit listrik PT PLN (Persero) di

Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah. Proyek

Kepodang ini diharapkan dapat selesai pada Agustus

2015 sehingga dihasilkan daya listrik sekitar 600 MW

Secara umum, pelanggan listrik di Jawa Tengah

mayoritas adalah pelanggan rumah tangga dengan tarif

bersubsidi hingga mencapai 93,7%. Berbeda dengan

pelanggan listrik di Jawa Barat, Banten atau Jawa Timur

yang mayoritas adalah industri, sehingga diterapkan

tarif nonsubsidi. Sesuai kondisi tersebut, maka kawasan

Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur lebih menarik bagi

pengembang pembangkit listrik dari sisi pelaku bisnis.

Meskipun demikian, Jawa Barat dan Jawa Timur sampai

dengan saat ini masih mengalami kekurangan pasokan

listrik akibat tingginya kebutuhan listrik bagi kalangan

industri di wilayah tersebut.

Apabila dilakukan pemetaan keseluruhan wilayah Jawa-

Bali masih diperlukan pembangkit listrik guna

mencukupi kebutuhan pemakaian listrik baik rumah

tangga maupun industri. Untuk ke depannya industri di

Jawa Tengah d ipe rk i rakan akan menga lami

pertumbuhan industri yang signifikan sebagai akibat

relokasi industri dari Jawa Barat. Faktor Upah Minimum

Provinsi (UMP) Jawa Tengah yang bersaing menjadi

faktor penarik industri melakukan relokasi tersebut.

Apabila relokasi tersebut terealisasi maka pembangunan

pembangkit-pembangkit baru mutlak diperlukan guna

mendukung pertumbuhan industri di Jawa Tengah.

Salah satu proyek pembangunan pembangkit baru di

Jawa Tengah yaitu di Batang. Dengan kapasitas sebesar

2.000 MW diharapkan dapat segera direalisasikan.

Namun, pembangunan pembangkit listrik di Batang

tersebut mas ih menghadapi kendala berupa

pembebasan lahan. Permasalahan tersebut diharapkan

dapat teratasi dengan diterbitkannya UU No.2 tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum. Kegiatan konsinyasi juga

diperlukan seiring dengan penerbitan UU tersebut.

27PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Dalam rangka mengetahui kondisi infrastruktur energi

utamanya kelistrikan terkini di wilayah Provinsi Jawa

Tengah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa

Tengah melakukan kegiatan liaison ke sejumlah kontak

yaitu PT. PLN (Persero), PT. Indonesian Power, dan Dinas

Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasar kegiatan

liaison tersebut diperoleh informasi bahwa saat ini angka

beban puncak di Jawa Tengah sekitar 3.700 MW,

sedangkan kapasitas pembangkit Jawa Tengah hanya

sekitar 5.700 MW. Hal tersebut dipandang kurang ideal

karena pembangkit tidak dapat seluruhnya dioperasikan

pada saat yang bersamaan mengingat secara bergantian

juga dilakukan kegiatan perbaikan.

Kekurangan listrik yang dialami Jawa Tengah tersebut

kemudian dipasok dari unit pembangkitan Paiton dan

Banten. Unit pembangkitan Paiton adalah sebuah

pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikelola oleh

PT Pembangkitan Jawa-Bali berlokasi di kompleks

pembangkit listrik di Kecamatan Paiton, Kabupaten

Probolinggo. Pembangkit ini mengoperasikan 2 PLTU

dengan total kapasitas 800 MW. Energi listrik yang

dihasilkan oleh Unit Pembangkitan Paiton kemudian

didistribusikan melalui SUTET 500 kV Sistem Interkoneksi

Jawa-Bali.

SUPLEMEN II

Kegiatan pembangunan memiliki tujuan akhir yaitu

terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka

mewujudkan pembangunan tersebut peran infrastruktur

diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melakukan

pembuktian empiris peran infrastruktur terhadap

pembangunan. Sibrani (2002) menemukan bahwa

infrastruktur, dalam hal ini listrik dan pendidikan,

memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada 3 pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.

Sementara itu, Prasetyo (2008) menyimpulkan bahwa

listrik, panjang jalan, stok modal, dan otoritas daerah

berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi 4Kawasan Indonesia Barat. Penelitian lain dilakukan oleh

Prasetyo dan Firdaus (2009) menyimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh

ketersediaan infrastruktur, di antaranya elektrifikasi, 5 jalan beraspal, dan air bersih.

Menyadari pentingnya peran infrastruktur untuk

meningkatkan efisiensi perekonomian, Pemerintah

Indonesia pada Mei 2011 meluncurkan Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI). Pembangunan yang direncanakan

pada MP3EI adalah pembangunan pada kegiatan utama

dan pembangunan pada infrastruktur. Melalui

masterplan ini, Indonesia diharapkan mampu

mempercepat pengembangan berbagai program

pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong

peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan

ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta

pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Mengingat

kebutuhan energi di dalam negeri masih terkendala,

maka proyek infrastruktur energi menjadi proyek

prioritas di seluruh koridor ekonomi yaitu Sumatera,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara dan

Papua Kepualauan Maluku.

PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI

Sibarani, M.H.M., (2002). Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.Prasetyo, R.B., (2008). Ketimpangan dan Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kawasan Barat Indonesia (KBI). Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.Prasetyo, R. B. dan M. Firdaus, (2009). Pengaruh Infrastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, 2(2): 222-236.

3.

4.

5.

Gambar 1 Peta Jaringan TT dan TET di Provinsi Jawa Tengah

26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

Inflasi triwulan II meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pengadaan lahan juga turut menjadi kendala dalam

pembangunan pembangkit listrik. Termasuk pula

konservasi energi yang belum berjalan secara efisien

ditandai dengan masih rendahnya budaya hemat energi.

Kemampuan SDM yang masih terbatas serta rendahnya

minat perbankan domestik untuk menanamkan

modalnya dalam pembangunan infrastruktur energi

turut menjadi faktor penghambat pembangunan di

bidang kelistrikan. Melihat berbagai permasalahan

tersebut perbaikan kondisi infrastruktur, baik keras

maupun lunak, perlu terus diupayakan dengan

mempertimbangkan aspek geografis dan kebutuhan

wilayah.

SUPLEMEN II

dari total kapasitas PLTGU Tambak Lorok sebesar 1.000

MW. Pengaliran gas dari Lapangan Kepodang ke PLTGU

Tambak Lorok, diperkirakan menghemat pemakaian

bahan bakar hingga mencapai Rp2 triliun per tahun.

Berdasar kegiatan liaison yang dilakukan, dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan ketenagalistrikan

di Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan utama yang

dihadapi yaitu masih perlunya peningkatan rasio

elektrifikasi di dusun yang belum terjangkau aliran listrik.

Selain itu, hal yang perlu menjadi perhatian yaitu

pengembangan sumber energi listrik dari potensi energi

baru terbarukan seperti air, surya, dan gelombang arus

laut. Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai

instalasi listrik sesuai persyaratan turut menjadi salah satu

tantangan yang dihadapi.

28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

Inflasi triwulan II meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pengadaan lahan juga turut menjadi kendala dalam

pembangunan pembangkit listrik. Termasuk pula

konservasi energi yang belum berjalan secara efisien

ditandai dengan masih rendahnya budaya hemat energi.

Kemampuan SDM yang masih terbatas serta rendahnya

minat perbankan domestik untuk menanamkan

modalnya dalam pembangunan infrastruktur energi

turut menjadi faktor penghambat pembangunan di

bidang kelistrikan. Melihat berbagai permasalahan

tersebut perbaikan kondisi infrastruktur, baik keras

maupun lunak, perlu terus diupayakan dengan

mempertimbangkan aspek geografis dan kebutuhan

wilayah.

SUPLEMEN II

dari total kapasitas PLTGU Tambak Lorok sebesar 1.000

MW. Pengaliran gas dari Lapangan Kepodang ke PLTGU

Tambak Lorok, diperkirakan menghemat pemakaian

bahan bakar hingga mencapai Rp2 triliun per tahun.

Berdasar kegiatan liaison yang dilakukan, dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan ketenagalistrikan

di Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan utama yang

dihadapi yaitu masih perlunya peningkatan rasio

elektrifikasi di dusun yang belum terjangkau aliran listrik.

Selain itu, hal yang perlu menjadi perhatian yaitu

pengembangan sumber energi listrik dari potensi energi

baru terbarukan seperti air, surya, dan gelombang arus

laut. Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai

instalasi listrik sesuai persyaratan turut menjadi salah satu

tantangan yang dihadapi.

28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Inflasi Jawa Tengah meningkat pada triwulan II 62015. Inflasi pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,68% (yoy).

Peningkatan ini disebabkan oleh gejolak harga pangan

menjelang bulan Ramadhan. Namun demikian, angka

ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional

yang sebesar 7,26% (yoy).

Inflasi triwulan II 2015 relatif lebih baik

dibandingkan dengan inflasi triwulan yang sama

pada tahun 2014, yang tercatat sebesar 7,26%

(yoy). Membaiknya angka capaian inflasi ini tidak

terlepas dari bentuk nyata peran TPID dalam menjaga

distribusi kebutuhan pokok di bulan Ramadhan melalui

kebijakan stabilisasi harga, seperti pasar murah dan

operasi pasar (Grafik 2.1.).

Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pada triwulan II 2015, inflasi triwulanan

tercatat sebesar 1,30% (qtq), lebih tinggi dibandingkan

inflasi triwulan I 2014 sebesar -0,80% (qtq) dan rata-

rata inflasi triwulan II (2010-2014) sebesar 0,81% (qtq).

Inflasi kuartalan pada periode berjalan lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh

gejolak harga pangan dan meningkatnya permintaan

domestik akibat efek psikologis masyarakat dalam

menghadapi Ramadhan.

Membaiknya pengendalian inflasi sejalan dengan

tren inflasi jangka panjang yang menunjukkan

perbaikan. Inflasi sempat meningkat pada periode

krisis tahun 1998. Namun demikian, tingkat inflasi Jawa

Tengah selanjutnya menunjukkan tren yang menurun

(Grafik 2.3.)

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

6.

2.1 Inflasi Secara Umum

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERSEN

JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)TW II 2014 TW II 2015 RATA - RATA TW II 2010 - 2014

-2

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

6.15

7.26

1.30

1.40

-0.44

-0.80

5.68

6.38

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

%

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%,YOY

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV

Inflasi Jateng Rerata Lima Tahun

31

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

Tren Inflasi Jawa Tengah (%,yoy)Grafik 2.3

Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.2

Inflasi Jawa Tengah meningkat pada triwulan II 62015. Inflasi pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,68% (yoy).

Peningkatan ini disebabkan oleh gejolak harga pangan

menjelang bulan Ramadhan. Namun demikian, angka

ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional

yang sebesar 7,26% (yoy).

Inflasi triwulan II 2015 relatif lebih baik

dibandingkan dengan inflasi triwulan yang sama

pada tahun 2014, yang tercatat sebesar 7,26%

(yoy). Membaiknya angka capaian inflasi ini tidak

terlepas dari bentuk nyata peran TPID dalam menjaga

distribusi kebutuhan pokok di bulan Ramadhan melalui

kebijakan stabilisasi harga, seperti pasar murah dan

operasi pasar (Grafik 2.1.).

Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pada triwulan II 2015, inflasi triwulanan

tercatat sebesar 1,30% (qtq), lebih tinggi dibandingkan

inflasi triwulan I 2014 sebesar -0,80% (qtq) dan rata-

rata inflasi triwulan II (2010-2014) sebesar 0,81% (qtq).

Inflasi kuartalan pada periode berjalan lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh

gejolak harga pangan dan meningkatnya permintaan

domestik akibat efek psikologis masyarakat dalam

menghadapi Ramadhan.

Membaiknya pengendalian inflasi sejalan dengan

tren inflasi jangka panjang yang menunjukkan

perbaikan. Inflasi sempat meningkat pada periode

krisis tahun 1998. Namun demikian, tingkat inflasi Jawa

Tengah selanjutnya menunjukkan tren yang menurun

(Grafik 2.3.)

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

6.

2.1 Inflasi Secara Umum

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERSEN

JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)TW II 2014 TW II 2015 RATA - RATA TW II 2010 - 2014

-2

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

6.15

7.26

1.30

1.40

-0.44

-0.80

5.68

6.38

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

%

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%,YOY

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV

Inflasi Jateng Rerata Lima Tahun

31

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

Tren Inflasi Jawa Tengah (%,yoy)Grafik 2.3

Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.2

Pada April 2015, inflasi Jawa Tengah sebesar 0,17%

(mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan rata-ratanya

yang sebesar -0,08% (mtm). Inflasi pada bulan tersebut

lebih didorong oleh adanya penyesuaian harga BBM

bersubsidi dan kenaikan elpiji 12 kg.

Inflasi kemudian meningkat pada Mei 2015 yang

didorong oleh kenaikan harga pangan, terutama

komoditas bawang merah, cabai merah, telur ayam ras,

dan daging ayam ras. Kenaikan ini diakibatkan

keterbatasan stok yang tersedia sejalan dengan mulai

masuknya masa tanam komoditas bawang merah dan

cabai merah. Bila dibandingkan dengan rata-ratanya,

inflasi Jawa Tengah yang sebesar 0,51% (mtm) lebih

tinggi dibandingkan rata-rata yang tercatat sebesar

0,13% (mtm).

Selanjutnya, pada Juni 2015 tren inflasi berlanjut

yang utamanya disumbangkan oleh komoditas

bahan pangan serta komoditas bensin. Serupa

dengan periode yang sama di tahun 2014, sebagian

besar komoditas bahan pangan menyumbangkan

inflasi di bulan Juni. Inflasi Jawa Tengah sebesar 0,61%

(mtm) ini relatif lebih rendah dari rata-rata inflasi dalam

lima tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,76% (mtm).

Cukup rendahnya inflasi ini mencerminkan kinerja yang

baik dalam pengendalian harga oleh pemerintah

Provinsi Jawa Tengah.

7Berdasarkan disagregasi inflasi , kenaikan harga

pada triwulan II 2015 terutama terjadi pada

kelompok volatile foods dan administered prices.

Kedua kelompok tersebut memiliki tren yang

cenderung meningkat pada triwulan laporan

sedangkan kelompok core cenderung stabil di

sepanjang tahun.

Komoditas administered prices, seperti bensin,

tarif kereta api, dan bahan bakar rumah tangga

(BBRT) dominan menyumbang kenaikan inflasi di

awal triwulan laporan. Kondisi ini terlihat dari

komoditas bensin yang sebelumnya menyumbangkan

deflasi pada triwulan I 2015, pada April 2015

memberikan sumbangan inflasi tertinggi di Jawa

Tengah. Selanjutnya, kenaikan harga BBM pada 28

Maret 2015 tersebut berdampak pada inflasi di bulan

April. Namun kenaikan ini dapat lebih terjaga karena

adanya respons dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

berupa penetapan peraturan Gubernur mengenai

larangan menaikkan tarif angkutan antarkota dalam

provinsi.

Selanjutnya, pada bulan Mei dan Juni 2015,

sumbangan komoditas volatile foods memberikan andil

yang besar bagi kenaikan tingkat inflasi. Komoditas

beras dan cabai merah yang pada triwulan I 2015

sempat menyumbangkan deflasi, pada triwulan

laporan kini tercatat menyumbangkan inflasi. Selain itu,

beberapa komoditas lainnya yang juga memasuki masa

tanam, seperti bawang merah, turut memberikan

tekanan inflasi pada awal triwulan II 2015.

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Bensin

Bawang putih

Tarip kereta api

BBRT

Gula pasir

0,2307

0,0048

0,0369

0,0321

0,0318

1

2

3

4

5

APRIL

No. Komoditas Andil

Bawang merah

Cabai Merah

Telur ayam ras

Daging ayam ras

Bawang putih

0,0731

0,0720

0,0558

0,0369

0,0317

1

2

3

4

5

MEI

No. Komoditas Andil

Daging ayam ras

Beras

Cabai Merah

Telur ayam ras

Bensin

0,0845

0,0677

0,0561

0,0545

0,0440

1

2

3

4

5

JUNI

33PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Secara spasial wilayah Jawa, inflasi Jawa Tengah

pada periode laporan terpantau berada di bawah

inflasi wilayah Jawa, yakni menempati posisi

kedua terendah setelah DI Yogyakarta. Kondisi ini

membaik dibandingkan triwulan yang sama di tahun

lalu, di mana inflasi tahunan Jateng tercatat lebih tinggi

dibandingkan inflasi wilayah Jawa.

Berdasarkan inflasi tahun kalender, inflasi Jawa

Tengah tercatat paling rendah di wilayah Jawa.

Pada triwulan II 2015, inflasi tahun kalender

mencatatkan angka sebesar 0,49% (ytd), lebih rendah

dibandingkan inflasi wilayah Jawa yang tercatat sebesar

0,94% (ytd). Tingkat inflasi ini lebih baik dibandingkan

dengan triwulan yang sama pada tahun lalu.

Kelompok yang utamanya mendorong kenaikan

harga di triwulan laporan ialah kelompok bahan

makanan diikuti oleh kelompok mamin, rokok,

dan tembakau, serta kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan. Kenaikan

permintaan pangan di tengah Ramadhan mendorong

inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok

mamin, rokok, dan tembakau. Sementara itu, kenaikan

harga pada kelompok transpor ini diakibatkan oleh

kenaikan harga BBM non-subsidi. (Grafik 2.7).

Lebih lanjut, inflasi bulanan pada awal dan

tengah triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi

dibandingkan pola historisnya. Namun demikian,

inflasi pada akhir triwulan II tercatat lebih baik

dibandingkan pola historis. Perbaikan ini utamanya

didorong oleh tercukupinya pasokan kebutuhan pokok

masyarakat (Grafik 2.6).

Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.4

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

II - 2013 II - 2014 II - 2015

%,YTD

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA

Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 2.5

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

II - 2013 II - 2014 II - 2015

%,YTD

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.6

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

% MTM

-1

0

1

2

3

4

RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.7

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

4.93 5.38 5.90 5.62 5.16 5.44 8.33 8.41 7.79 7.89 8.21 8.06 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15

1.09 0.70 0.70 -0.1 -0.0 0.93 3.48 1.15 -0.7 0.20 0.30 0.25 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0 %, YOY

PERSEN, MTM

Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

Kenaikanharga beras dan bawang

merah

Tw II 2015Kenaikan harga BBM, gejolak pangan menjelang

yoy

mtm

32 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Pada April 2015, inflasi Jawa Tengah sebesar 0,17%

(mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan rata-ratanya

yang sebesar -0,08% (mtm). Inflasi pada bulan tersebut

lebih didorong oleh adanya penyesuaian harga BBM

bersubsidi dan kenaikan elpiji 12 kg.

Inflasi kemudian meningkat pada Mei 2015 yang

didorong oleh kenaikan harga pangan, terutama

komoditas bawang merah, cabai merah, telur ayam ras,

dan daging ayam ras. Kenaikan ini diakibatkan

keterbatasan stok yang tersedia sejalan dengan mulai

masuknya masa tanam komoditas bawang merah dan

cabai merah. Bila dibandingkan dengan rata-ratanya,

inflasi Jawa Tengah yang sebesar 0,51% (mtm) lebih

tinggi dibandingkan rata-rata yang tercatat sebesar

0,13% (mtm).

Selanjutnya, pada Juni 2015 tren inflasi berlanjut

yang utamanya disumbangkan oleh komoditas

bahan pangan serta komoditas bensin. Serupa

dengan periode yang sama di tahun 2014, sebagian

besar komoditas bahan pangan menyumbangkan

inflasi di bulan Juni. Inflasi Jawa Tengah sebesar 0,61%

(mtm) ini relatif lebih rendah dari rata-rata inflasi dalam

lima tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,76% (mtm).

Cukup rendahnya inflasi ini mencerminkan kinerja yang

baik dalam pengendalian harga oleh pemerintah

Provinsi Jawa Tengah.

7Berdasarkan disagregasi inflasi , kenaikan harga

pada triwulan II 2015 terutama terjadi pada

kelompok volatile foods dan administered prices.

Kedua kelompok tersebut memiliki tren yang

cenderung meningkat pada triwulan laporan

sedangkan kelompok core cenderung stabil di

sepanjang tahun.

Komoditas administered prices, seperti bensin,

tarif kereta api, dan bahan bakar rumah tangga

(BBRT) dominan menyumbang kenaikan inflasi di

awal triwulan laporan. Kondisi ini terlihat dari

komoditas bensin yang sebelumnya menyumbangkan

deflasi pada triwulan I 2015, pada April 2015

memberikan sumbangan inflasi tertinggi di Jawa

Tengah. Selanjutnya, kenaikan harga BBM pada 28

Maret 2015 tersebut berdampak pada inflasi di bulan

April. Namun kenaikan ini dapat lebih terjaga karena

adanya respons dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

berupa penetapan peraturan Gubernur mengenai

larangan menaikkan tarif angkutan antarkota dalam

provinsi.

Selanjutnya, pada bulan Mei dan Juni 2015,

sumbangan komoditas volatile foods memberikan andil

yang besar bagi kenaikan tingkat inflasi. Komoditas

beras dan cabai merah yang pada triwulan I 2015

sempat menyumbangkan deflasi, pada triwulan

laporan kini tercatat menyumbangkan inflasi. Selain itu,

beberapa komoditas lainnya yang juga memasuki masa

tanam, seperti bawang merah, turut memberikan

tekanan inflasi pada awal triwulan II 2015.

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Bensin

Bawang putih

Tarip kereta api

BBRT

Gula pasir

0,2307

0,0048

0,0369

0,0321

0,0318

1

2

3

4

5

APRIL

No. Komoditas Andil

Bawang merah

Cabai Merah

Telur ayam ras

Daging ayam ras

Bawang putih

0,0731

0,0720

0,0558

0,0369

0,0317

1

2

3

4

5

MEI

No. Komoditas Andil

Daging ayam ras

Beras

Cabai Merah

Telur ayam ras

Bensin

0,0845

0,0677

0,0561

0,0545

0,0440

1

2

3

4

5

JUNI

33PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Secara spasial wilayah Jawa, inflasi Jawa Tengah

pada periode laporan terpantau berada di bawah

inflasi wilayah Jawa, yakni menempati posisi

kedua terendah setelah DI Yogyakarta. Kondisi ini

membaik dibandingkan triwulan yang sama di tahun

lalu, di mana inflasi tahunan Jateng tercatat lebih tinggi

dibandingkan inflasi wilayah Jawa.

Berdasarkan inflasi tahun kalender, inflasi Jawa

Tengah tercatat paling rendah di wilayah Jawa.

Pada triwulan II 2015, inflasi tahun kalender

mencatatkan angka sebesar 0,49% (ytd), lebih rendah

dibandingkan inflasi wilayah Jawa yang tercatat sebesar

0,94% (ytd). Tingkat inflasi ini lebih baik dibandingkan

dengan triwulan yang sama pada tahun lalu.

Kelompok yang utamanya mendorong kenaikan

harga di triwulan laporan ialah kelompok bahan

makanan diikuti oleh kelompok mamin, rokok,

dan tembakau, serta kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan. Kenaikan

permintaan pangan di tengah Ramadhan mendorong

inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok

mamin, rokok, dan tembakau. Sementara itu, kenaikan

harga pada kelompok transpor ini diakibatkan oleh

kenaikan harga BBM non-subsidi. (Grafik 2.7).

Lebih lanjut, inflasi bulanan pada awal dan

tengah triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi

dibandingkan pola historisnya. Namun demikian,

inflasi pada akhir triwulan II tercatat lebih baik

dibandingkan pola historis. Perbaikan ini utamanya

didorong oleh tercukupinya pasokan kebutuhan pokok

masyarakat (Grafik 2.6).

Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.4

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

II - 2013 II - 2014 II - 2015

%,YTD

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA

Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 2.5

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

II - 2013 II - 2014 II - 2015

%,YTD

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.6

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

% MTM

-1

0

1

2

3

4

RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.7

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

4.93 5.38 5.90 5.62 5.16 5.44 8.33 8.41 7.79 7.89 8.21 8.06 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15

1.09 0.70 0.70 -0.1 -0.0 0.93 3.48 1.15 -0.7 0.20 0.30 0.25 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0 %, YOY

PERSEN, MTM

Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

Kenaikanharga beras dan bawang

merah

Tw II 2015Kenaikan harga BBM, gejolak pangan menjelang

yoy

mtm

32 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

BAHAN MAKANAN

KOMODITAS

I II

2013 (yoy)

9.78

4.47

10.25

10.11

5.72

8.26

17.5

13.12

12.01

26.63

-0.67

3.31

12.86

2.46

11.54

9.15

6,00

2.6

7.2

14.51

16.79

103.12

-9.83

2.28

III

12.8

5.95

19.31

12.43

5.17

7.58

17.04

10.59

10.32

44.71

6.45

3.33

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV

12.54

5.25

11.22

12.78

5.66

5.08

26.38

11.63

11.79

31.37

26.9

5.63

I

7.17

10.69

8.81

17.12

7.91

7.22

25.17

14.42

8.55

-25.87

25.1

5.43

2015

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURAN

KACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

I (yoy) II - (yoy)II

2014 (yoy)

8.61

7.81

14.62

15.48

6.44

10.06

12.4

15.41

11.01

-17.07

21.73

5.34

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw II 2015– Kelompok Bahan Makanan

III

4,79

5,95

3,09

6,92

4,17

10,59

8,43

4,31

6,48

-13,10

10,69

7,67

11,39

12,19

1,50

8,98

7,67

11,9

14,34

3,12

2,52

41,38

3,13

7,90

6.15

9.14

-1.63

8.02

7.47

5.14

9.02

3.28

4.21

38.87

-3.12

8.30

IV

5,79

13,75

-0,44

6,55

4,33

7,72

1,74

3,17

3,12

4,82

-2,04

7,88

II (qtq)

2.12

-6.06

6.01

1.76

2.11

5.79

3.11

0.83

2.92

16.04

-0.10

2.80

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi tahunan kelompok bahan makanan

meningkat cukup tajam sepanjang triwulan II

2015. Pada periode laporan, inflasi kelompok bahan

makanan meningkat menjadi 2,12% (qtq) atau 7,72%

(yoy). Angka ini meningkat dari sebelumnya sebesar -

2,64% (qtq) atau 5,79% (yoy) pada triwulan I 2015.

Ditinjau dari sumbangannya, kelompok bahan

makanan memberikan andil tertinggi bagi inflasi

periode laporan, yaitu sebesar 0,37%.

Peningkatan inflasi pada kelompok bahan

makanan terutama d isumbangkan o leh

subkelompok bumbu-bumbuan khususnya

komoditas bawang merah dan cabai merah. Hal ini

seiring dengan masuknya masa tanam pada komoditas

cabai. Lebih jauh, inflasi pada komoditas cabai lebih

disebabkan pola distribusi perdagangan yang belum

baik di tengah bulan Ramadhan. Peningkatan juga

turut disumbangkan oleh subkelompok telur, susu, dan

hasilnya serta subkelompok daging dan hasilnya.

Peningkatan kedua subkelompok ini didorong oleh

meningkatnya permintaan masyarakat. Hal ini juga

sejalan dengan dengan pola historis inflasi Jawa Tengah

pada musim puasa dan Lebaran selama 3 tahun

terakhir, di mana telur ayam ras merupakan komoditas

utama yang mendorong inflasi pada periode tersebut

(Tabel).

Inflasi kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan

hasilnya turun cukup signifikan dibandingkan

triwulan I 2015. Pada triwulan I 2015, harga beras

sempat mengalami kenaikan, bahkan di bulan Februari

komoditas beras memberikan sumbangan inflasi

tertinggi. Harga beras kemudian berangsur-angsur

menurun seiring dengan adanya panen raya di bulan

April dan berlangsung hingga akhir triwulan II 2015.

2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok &

Tembakau

Inflasi pada kelompok ini mengalami peningkatan

jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,

inflasi meningkat menjadi 1,59% (qtq) atau 6,21%

(yoy), dari sebelumnya 1,00% (qtq) atau 5,38% (yoy).

Adapun kelompok makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau memberikan sumbangan inflasi sebesar

0,10% pada triwulan laporan.

Kenaikan terjadi di seluruh subkelompok, yakni di

subkelompok minuman tidak beralkohol, subkelompok

makanan jadi, dan subkelompok tembakau. Adapun

komoditas yang dominan memberikan sumbangan

inflasi adalah gula pasir dan rokok kretek filter.

Kenaikan gula pasir ini didorong oleh meningkatnya

kebutuhan seiring bulan Ramadhan. Sementara itu,

kenaikan harga cukai rokok mendorong terjadinya

kenaikan harga komoditas tersebut.

35PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

KOMODITAS

I II

2013

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

6,25

12,86

6,54

3,90

2,56

2,44

3,69

2,22

5,44

9,78

5,43

3,27

0,89

2,15

3,67

5,35

7,72

12,80

6,90

4,64

1,61

2,33

1,84

12,70

7,99

12,54

7,60

5,20

-0,01

2,48

2,52

13,27

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

IV

8,22

11,39

5,85

8,09

2,62

4,54

6,62

11,46

2015

5,69

5,79

5,38

7,32

2,84

4,43

6,21

4,39

I

6.15

7.72

6.21

5.91

3.13

4.34

6.04

6.38

II

No. KOTA Inflasi I - 2015 (%,YOY)

CILACAP

PURWOKERTO

KUDUS

SURAKARTA

SEMARANG

TEGAL

6.51%

4.59%

5.42%

5.07%

6.04%

5.27%

1

2

3

4

5

6

6.09%

5.34%

6.17%

5.75%

6.34%

6.63%

Inflasi II - 2015 (%,YOY)

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Beras

Cabai rawit

Wortel

Tarip listrik

Kentang

-0,3946

-0,0294

-0,0111

-0,0084

-0,0066

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil

Jeruk

Semen

Minyak goreng

Besi beton

Buncis

-0,0233

-0,0059

-0,0054

-0,0046

-0,0043

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil

Bawang merah

Nangka muda

Tomat sayur

Sawi hijau

Bawang putih

-0,0295

-0,0145

-0,0103

-0,0061

-0,0039

1

2

3

4

5

APRIL MEI JUNI

Sementara itu, beberapa komoditas di kelompok

volat i le foods juga menjadi komoditas

penyumbang deflasi pada triwulan II 2015. Koreksi

inflasi terjadi seiring beberapa komoditas pangan

memasuki masa panen. Komoditas lainnya, yaitu tarif

listrik dan semen juga turut mengalami penyesuaian

tarif (Tabel 2.2).

Sebagian besar kota pantauan inflasi di Jawa

Tengah mengalami kenaikan inflasi j ika

dibandingkan dengan triwulan I 2015. Kota Tegal,

Kota Purwokerto, dan Kota Kudus merupakan

kota yang mengalami peningkatan inflasi

tahunan terbesar pada triwulan laporan. Pada

triwulan II, 6 kota yang disurvei BPS, inflasi tertinggi

terjadi di Kota Tegal, sementara Kota Purwokerto

menjadi kota dengan inflasi terendah (Tabel 2.3).

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah relatif menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan

Ditinjau berdasarkan kelompoknya, inflasi pada

triwulan II 2015 dipengaruhi oleh kelompok

bahan makanan, kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau, kelompok

transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi

kelompok bahan makanan diakibatkan oleh

terbatasnya pasokan sejalan dengan masuknya masa

tanam sebagian komoditas serta meningkatnya

permintaan di bulan Ramadhan. Meningkatnya

permintaan ini juga mendorong kenaikan inflasi pada

kelompok mamin, rokok, dan tembakau. Sedangkan

beberapa kelompok komoditas mencatatkan deflasi,

yakni kelompok perumahan, air, listrik, gas, & bahan

bakar, serta kelompok pendidikan, dan kelompok

kesehatan (Tabel 2.4).

2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok

terendah triwulan II 2015 sebesar 1,29%, sedangkan

perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan I

2015 sebesar 1,92%.

34 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

BAHAN MAKANAN

KOMODITAS

I II

2013 (yoy)

9.78

4.47

10.25

10.11

5.72

8.26

17.5

13.12

12.01

26.63

-0.67

3.31

12.86

2.46

11.54

9.15

6,00

2.6

7.2

14.51

16.79

103.12

-9.83

2.28

III

12.8

5.95

19.31

12.43

5.17

7.58

17.04

10.59

10.32

44.71

6.45

3.33

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV

12.54

5.25

11.22

12.78

5.66

5.08

26.38

11.63

11.79

31.37

26.9

5.63

I

7.17

10.69

8.81

17.12

7.91

7.22

25.17

14.42

8.55

-25.87

25.1

5.43

2015

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURAN

KACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

I (yoy) II - (yoy)II

2014 (yoy)

8.61

7.81

14.62

15.48

6.44

10.06

12.4

15.41

11.01

-17.07

21.73

5.34

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw II 2015– Kelompok Bahan Makanan

III

4,79

5,95

3,09

6,92

4,17

10,59

8,43

4,31

6,48

-13,10

10,69

7,67

11,39

12,19

1,50

8,98

7,67

11,9

14,34

3,12

2,52

41,38

3,13

7,90

6.15

9.14

-1.63

8.02

7.47

5.14

9.02

3.28

4.21

38.87

-3.12

8.30

IV

5,79

13,75

-0,44

6,55

4,33

7,72

1,74

3,17

3,12

4,82

-2,04

7,88

II (qtq)

2.12

-6.06

6.01

1.76

2.11

5.79

3.11

0.83

2.92

16.04

-0.10

2.80

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi tahunan kelompok bahan makanan

meningkat cukup tajam sepanjang triwulan II

2015. Pada periode laporan, inflasi kelompok bahan

makanan meningkat menjadi 2,12% (qtq) atau 7,72%

(yoy). Angka ini meningkat dari sebelumnya sebesar -

2,64% (qtq) atau 5,79% (yoy) pada triwulan I 2015.

Ditinjau dari sumbangannya, kelompok bahan

makanan memberikan andil tertinggi bagi inflasi

periode laporan, yaitu sebesar 0,37%.

Peningkatan inflasi pada kelompok bahan

makanan terutama d isumbangkan o leh

subkelompok bumbu-bumbuan khususnya

komoditas bawang merah dan cabai merah. Hal ini

seiring dengan masuknya masa tanam pada komoditas

cabai. Lebih jauh, inflasi pada komoditas cabai lebih

disebabkan pola distribusi perdagangan yang belum

baik di tengah bulan Ramadhan. Peningkatan juga

turut disumbangkan oleh subkelompok telur, susu, dan

hasilnya serta subkelompok daging dan hasilnya.

Peningkatan kedua subkelompok ini didorong oleh

meningkatnya permintaan masyarakat. Hal ini juga

sejalan dengan dengan pola historis inflasi Jawa Tengah

pada musim puasa dan Lebaran selama 3 tahun

terakhir, di mana telur ayam ras merupakan komoditas

utama yang mendorong inflasi pada periode tersebut

(Tabel).

Inflasi kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan

hasilnya turun cukup signifikan dibandingkan

triwulan I 2015. Pada triwulan I 2015, harga beras

sempat mengalami kenaikan, bahkan di bulan Februari

komoditas beras memberikan sumbangan inflasi

tertinggi. Harga beras kemudian berangsur-angsur

menurun seiring dengan adanya panen raya di bulan

April dan berlangsung hingga akhir triwulan II 2015.

2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok &

Tembakau

Inflasi pada kelompok ini mengalami peningkatan

jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,

inflasi meningkat menjadi 1,59% (qtq) atau 6,21%

(yoy), dari sebelumnya 1,00% (qtq) atau 5,38% (yoy).

Adapun kelompok makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau memberikan sumbangan inflasi sebesar

0,10% pada triwulan laporan.

Kenaikan terjadi di seluruh subkelompok, yakni di

subkelompok minuman tidak beralkohol, subkelompok

makanan jadi, dan subkelompok tembakau. Adapun

komoditas yang dominan memberikan sumbangan

inflasi adalah gula pasir dan rokok kretek filter.

Kenaikan gula pasir ini didorong oleh meningkatnya

kebutuhan seiring bulan Ramadhan. Sementara itu,

kenaikan harga cukai rokok mendorong terjadinya

kenaikan harga komoditas tersebut.

35PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

KOMODITAS

I II

2013

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

6,25

12,86

6,54

3,90

2,56

2,44

3,69

2,22

5,44

9,78

5,43

3,27

0,89

2,15

3,67

5,35

7,72

12,80

6,90

4,64

1,61

2,33

1,84

12,70

7,99

12,54

7,60

5,20

-0,01

2,48

2,52

13,27

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

IV

8,22

11,39

5,85

8,09

2,62

4,54

6,62

11,46

2015

5,69

5,79

5,38

7,32

2,84

4,43

6,21

4,39

I

6.15

7.72

6.21

5.91

3.13

4.34

6.04

6.38

II

No. KOTA Inflasi I - 2015 (%,YOY)

CILACAP

PURWOKERTO

KUDUS

SURAKARTA

SEMARANG

TEGAL

6.51%

4.59%

5.42%

5.07%

6.04%

5.27%

1

2

3

4

5

6

6.09%

5.34%

6.17%

5.75%

6.34%

6.63%

Inflasi II - 2015 (%,YOY)

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil

Beras

Cabai rawit

Wortel

Tarip listrik

Kentang

-0,3946

-0,0294

-0,0111

-0,0084

-0,0066

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil

Jeruk

Semen

Minyak goreng

Besi beton

Buncis

-0,0233

-0,0059

-0,0054

-0,0046

-0,0043

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil

Bawang merah

Nangka muda

Tomat sayur

Sawi hijau

Bawang putih

-0,0295

-0,0145

-0,0103

-0,0061

-0,0039

1

2

3

4

5

APRIL MEI JUNI

Sementara itu, beberapa komoditas di kelompok

volat i le foods juga menjadi komoditas

penyumbang deflasi pada triwulan II 2015. Koreksi

inflasi terjadi seiring beberapa komoditas pangan

memasuki masa panen. Komoditas lainnya, yaitu tarif

listrik dan semen juga turut mengalami penyesuaian

tarif (Tabel 2.2).

Sebagian besar kota pantauan inflasi di Jawa

Tengah mengalami kenaikan inflasi j ika

dibandingkan dengan triwulan I 2015. Kota Tegal,

Kota Purwokerto, dan Kota Kudus merupakan

kota yang mengalami peningkatan inflasi

tahunan terbesar pada triwulan laporan. Pada

triwulan II, 6 kota yang disurvei BPS, inflasi tertinggi

terjadi di Kota Tegal, sementara Kota Purwokerto

menjadi kota dengan inflasi terendah (Tabel 2.3).

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah relatif menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan

Ditinjau berdasarkan kelompoknya, inflasi pada

triwulan II 2015 dipengaruhi oleh kelompok

bahan makanan, kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau, kelompok

transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi

kelompok bahan makanan diakibatkan oleh

terbatasnya pasokan sejalan dengan masuknya masa

tanam sebagian komoditas serta meningkatnya

permintaan di bulan Ramadhan. Meningkatnya

permintaan ini juga mendorong kenaikan inflasi pada

kelompok mamin, rokok, dan tembakau. Sedangkan

beberapa kelompok komoditas mencatatkan deflasi,

yakni kelompok perumahan, air, listrik, gas, & bahan

bakar, serta kelompok pendidikan, dan kelompok

kesehatan (Tabel 2.4).

2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok

terendah triwulan II 2015 sebesar 1,29%, sedangkan

perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan I

2015 sebesar 1,92%.

34 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Inflasi kelompok volatile foods juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Tercatat, angka inflasi triwulan II 2014

sebesar 0,30% (qtq) atau 8,81% (yoy). Lebih tingginya

inflasi di triwulan ini terutama didorong oleh

subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok

sayur-sayuran dengan inflasi masing-masing sebesar

38,87% (yoy) dan 9,02% (yoy) (Grafik 2.12).

Peningkatan inflasi pada subkelompok bumbu-

bumbuan dipengaruhi faktor musiman. Komoditas

aneka cabai yang tengah memasuki masa tanam seiring

meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan menjadi

faktor utama peningkatan inflasi subkelompok bumbu-

bumbuan. Harga cabai sempat mengalami kenaikan

pada bulan Mei, di mana tingkat inflasi pada bulan

tersebut merupakan level tertinggi semenjak 2011.

Namun demikian, tekanan dari komoditas cabai merah

mereda pada bulan Juni. Data Dinas Pertanian

menunjukkan jumlah produksi cabai merah dan cabai

rawit pada bulan Juni 2015 masing-masing sebesar

14.057 ton dan 17.182 ton, sedangkan total konsumsi

masyarakat Jawa Tengah hanya sebesar 5.268 ton

untuk cabai merah dan 5.297 ton untuk cabai rawit.,

Perh i tungan tota l konsumsi te rsebut te lah

memperhitungkan adanya kenaikan konsumsi selama

Ramadhan sebesar 10%. Lebih jauh, inflasi pada

komoditas cabai merah juga disebabkan oleh pola

distribusi perdagangan karena tingginya minat

terhadap komoditas cabai merah Jawa Tengah oleh

masyarakat di daerah lain. Hal tersebut menyebabkan

tingginya arus perdagangan cabai merah ke luar daerah

Jawa Tengah.

Serupa dengan cabai merah, komoditas bawang merah

mengalami peningkatan harga pada bulan Mei akibat

berkurangnya pasokan sejalan dengan mulai masuknya

musim tanam. Namun demikian, pada bulan Juni,

komoditas bawang merah memasuki masa panen

sehingga peningkatan inflasi volatile foods dapat

teredam oleh penurunan harga komoditas bawang

merah.

37PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-20

0

20

40

60

80

100

120 %, YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN

BUMBU-BUMBUAN

BUAH-BUAHAN

LEMAK DAN MINYAK

II

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.12Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

5

10

15

20

25 %, YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

II

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0.88

1.67

-1.10

0.30

2.23

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

Rata-rata2010-2014

II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015

%,QTQ

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

%, YOY

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

JAN

FEB

MA

R

APR MEI

JUN

JUL

AG

T

SEP

OKT

NO

V

DES

RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014 2015

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.13

Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan II

Grafik 2.11Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2015 TW II

Grafik 2.10

2.2.3. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan

Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan mengalami peningkatan sejalan

dengan kenaikan harga BBM. Inflasi pada kelompok

ini tercatat sebesar 2,38% (qtq) atau 6,38% (yoy).

Angka inflasi ini meningkat dibandingkan triwulan I

2015 yang sebesar -5,46% (qtq) atau 4,39% (yoy).

Ditinjau dari sumbangannya, kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan memberikan

sumbangan inflasi sebesar 0,05%.

Tekanan inflasi pada kelompok ini didorong oleh

kenaikan inflasi di subkelompok transpor.

Kenaikan BBM pada 28 Maret 2015 berimplikasi pada

inflasi subkelompok transpor di bulan April. Hal ini

ditambah pula dengan kenaikan tarif kereta api yang

meningkat di awal triwulan II 2015. Selanjutnya, pada

Juni 2015, harga BBM non-subsidi meningkat sehingga

memberikan tekanan tambahan bagi inf las i

subkelompok transpor.

2.2.4. Kelompok Lainnya

Kelompok sandang juga mencatatkan kenaikan

inflasi tahunan dibandingkan dengan periode

laporan sebelumnya. Hal ini didorong oleh

meningkatnya permintaan masyarakat akan pembelian

sandang menjelang Lebaran. Namun demikian,

kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar

mencatatkan penurunan inflasi, dari sebelumnya

1,06% (qtq) atau 7,32% (yoy) pada triwulan I 2015

menjadi 0,45% (qtq) atau 5,91% (yoy). Penurunan

inflasi tahunan yang relatif tinggi ini disebabkan telah

meredanya dampak kenaikan harga elpiji 12 kg pada

Maret 2015.

Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok

volatile foods dan administered prices mengalami

peningkatan di triwulan laporan. Peningkatan

tertinggi berasal dari kelompok volatile foods, yakni

dari 5,77% (yoy) menjadi 7,82% (yoy). Kelompok

administered prices juga meningkat menjadi 11,01%

(yoy) dari sebelumnya 9,54% (yoy) pada triwulan I

2015. Sementara itu, kelompok core mengalami

penurunan dari 4,46% (yoy) menjadi 4,18% (yoy)

(Grafik 2.7).

2.3.1. Kelompok Volatile FoodsInflasi tahunan volatile foods meningkat pada

periode laporan. Inflasi volatile foods tercatat sebesar

2,23% (qtq) atau 7,82% (yoy), naik dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar -2,84%(qtq) atau 5,77%

(yoy). Ditinjau dari inflasi bulanan, inflasi bulan April

masih menunjukkan deflasi di tengah masa panen raya.

Kemudian secara perlahan, tren inflasi menunjukkan

peningkatan hingga Juni 2015 seiring masa tanam

komoditas.

2.3. Disagregasi Inflasi

36 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.9

%,MTM

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CORE VF ADM PRICE-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.8

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CORE VF ADM PRICE

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

%, YOY

Inflasi kelompok volatile foods juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Tercatat, angka inflasi triwulan II 2014

sebesar 0,30% (qtq) atau 8,81% (yoy). Lebih tingginya

inflasi di triwulan ini terutama didorong oleh

subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok

sayur-sayuran dengan inflasi masing-masing sebesar

38,87% (yoy) dan 9,02% (yoy) (Grafik 2.12).

Peningkatan inflasi pada subkelompok bumbu-

bumbuan dipengaruhi faktor musiman. Komoditas

aneka cabai yang tengah memasuki masa tanam seiring

meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan menjadi

faktor utama peningkatan inflasi subkelompok bumbu-

bumbuan. Harga cabai sempat mengalami kenaikan

pada bulan Mei, di mana tingkat inflasi pada bulan

tersebut merupakan level tertinggi semenjak 2011.

Namun demikian, tekanan dari komoditas cabai merah

mereda pada bulan Juni. Data Dinas Pertanian

menunjukkan jumlah produksi cabai merah dan cabai

rawit pada bulan Juni 2015 masing-masing sebesar

14.057 ton dan 17.182 ton, sedangkan total konsumsi

masyarakat Jawa Tengah hanya sebesar 5.268 ton

untuk cabai merah dan 5.297 ton untuk cabai rawit.,

Perh i tungan tota l konsumsi te rsebut te lah

memperhitungkan adanya kenaikan konsumsi selama

Ramadhan sebesar 10%. Lebih jauh, inflasi pada

komoditas cabai merah juga disebabkan oleh pola

distribusi perdagangan karena tingginya minat

terhadap komoditas cabai merah Jawa Tengah oleh

masyarakat di daerah lain. Hal tersebut menyebabkan

tingginya arus perdagangan cabai merah ke luar daerah

Jawa Tengah.

Serupa dengan cabai merah, komoditas bawang merah

mengalami peningkatan harga pada bulan Mei akibat

berkurangnya pasokan sejalan dengan mulai masuknya

musim tanam. Namun demikian, pada bulan Juni,

komoditas bawang merah memasuki masa panen

sehingga peningkatan inflasi volatile foods dapat

teredam oleh penurunan harga komoditas bawang

merah.

37PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-20

0

20

40

60

80

100

120 %, YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN

BUMBU-BUMBUAN

BUAH-BUAHAN

LEMAK DAN MINYAK

II

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.12Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

5

10

15

20

25 %, YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

II

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0.88

1.67

-1.10

0.30

2.23

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

Rata-rata2010-2014

II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015

%,QTQ

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

%, YOY

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

JAN

FEB

MA

R

APR MEI

JUN

JUL

AG

T

SEP

OKT

NO

V

DES

RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014 2015

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.13

Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan II

Grafik 2.11Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2015 TW II

Grafik 2.10

2.2.3. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan

Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan mengalami peningkatan sejalan

dengan kenaikan harga BBM. Inflasi pada kelompok

ini tercatat sebesar 2,38% (qtq) atau 6,38% (yoy).

Angka inflasi ini meningkat dibandingkan triwulan I

2015 yang sebesar -5,46% (qtq) atau 4,39% (yoy).

Ditinjau dari sumbangannya, kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan memberikan

sumbangan inflasi sebesar 0,05%.

Tekanan inflasi pada kelompok ini didorong oleh

kenaikan inflasi di subkelompok transpor.

Kenaikan BBM pada 28 Maret 2015 berimplikasi pada

inflasi subkelompok transpor di bulan April. Hal ini

ditambah pula dengan kenaikan tarif kereta api yang

meningkat di awal triwulan II 2015. Selanjutnya, pada

Juni 2015, harga BBM non-subsidi meningkat sehingga

memberikan tekanan tambahan bagi inf las i

subkelompok transpor.

2.2.4. Kelompok Lainnya

Kelompok sandang juga mencatatkan kenaikan

inflasi tahunan dibandingkan dengan periode

laporan sebelumnya. Hal ini didorong oleh

meningkatnya permintaan masyarakat akan pembelian

sandang menjelang Lebaran. Namun demikian,

kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar

mencatatkan penurunan inflasi, dari sebelumnya

1,06% (qtq) atau 7,32% (yoy) pada triwulan I 2015

menjadi 0,45% (qtq) atau 5,91% (yoy). Penurunan

inflasi tahunan yang relatif tinggi ini disebabkan telah

meredanya dampak kenaikan harga elpiji 12 kg pada

Maret 2015.

Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok

volatile foods dan administered prices mengalami

peningkatan di triwulan laporan. Peningkatan

tertinggi berasal dari kelompok volatile foods, yakni

dari 5,77% (yoy) menjadi 7,82% (yoy). Kelompok

administered prices juga meningkat menjadi 11,01%

(yoy) dari sebelumnya 9,54% (yoy) pada triwulan I

2015. Sementara itu, kelompok core mengalami

penurunan dari 4,46% (yoy) menjadi 4,18% (yoy)

(Grafik 2.7).

2.3.1. Kelompok Volatile FoodsInflasi tahunan volatile foods meningkat pada

periode laporan. Inflasi volatile foods tercatat sebesar

2,23% (qtq) atau 7,82% (yoy), naik dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar -2,84%(qtq) atau 5,77%

(yoy). Ditinjau dari inflasi bulanan, inflasi bulan April

masih menunjukkan deflasi di tengah masa panen raya.

Kemudian secara perlahan, tren inflasi menunjukkan

peningkatan hingga Juni 2015 seiring masa tanam

komoditas.

2.3. Disagregasi Inflasi

36 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.9

%,MTM

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CORE VF ADM PRICE-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.8

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CORE VF ADM PRICE

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

%, YOY

Peningkatan inflasi kelompok administered prices

didorong oleh kenaikan subkelompok transpor.

Inflasi di subkelompok ini didorong oleh kenaikan harga

BBM non-subsidi (Pertamax dan Pertamax Plus) per

tanggal 1 Juni 2015. Sebelumnya, BBM bersubsidi

sempat naik per tanggal 28 Maret 2015 (premium

menjadi harga Rp7.300/L dari Rp6.800/L; solar menjadi

Rp6.900/L dari Rp6.400/L) sehingga berimplikasi pada

inflasi subkelompok transpor di awal triwulan II 2015.

Dampak second round effect relatif terbatas mengingat

kenaikan tarif angkutan umum telah diatur sesuai

dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 31

Tahun 2015 dan Peraturan Gubernur Nomor 7

tertanggal 23 Januari 2015, yang menyebutkan aturan

tarif batas atas adalah Rp168/km per penumpang dan

batas bawah sebesar Rp103/km per penumpang.

2.3.3. Kelompok Inti

Inflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi

kelompok inti turun menjadi 0,58% (qtq) atau 4,18%

(yoy) dari sebelumnya 0,74% (qtq) atau 4,46% (yoy)

pada triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan,

penurunan inflasi ini didorong oleh pelemahan

permintaan beberapa komoditas bangunan, yang

tercermin dari penurunan harga komoditas batu bata,

keramik, dan besi beton.

Inflasi kelompok inti juga tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Tercatat, angka inflasi triwulan II di tahun

lalu sebesar 0,85% (qtq) atau 5,25% (yoy). Berdasarkan

historisnya, angka inflasi tahunan lebih rendah

dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir sebesar

3,77% (yoy). Namun, angka inflasi triwulanan periode

laporan ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis

yang sebesar 0,62% (qtq) (Grafik 2.18).

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

%, MTM

JAN

FEB

MA

R

APR

MEI

JUN

JUL

AG

T

SEP

OKT

NO

V

DES

-10

-5

0

5

10

15

2012 2013 2014 20152011

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30 %, MTMHarga naik per 22 Juni 2013RON 88 (Rp/L): 6.500 dari 4.500Solar (Rp/L): 5.500 dari 4.500,00

Harga turun per 1 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 7.600,00 dari 8.500,00

Harga turun per 19 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 6,600 dari 7.600,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1 2 3 4 5 6

Harga naik per 18 November 2014Ron 88 (Rp/L) : 8.500 dari 6.500

Solar (Rp/L) : 7.500 dari 5.500

Harga naik per 1 Maret 2015Ron 88 (Rp/L) : 6.800 dari 6.600

Harga naik per 28 Maret 2015 Ron 88 (Rp/L) : 7.300 dari 6.800

Solar (Rp/L) : 6.900 dari 6.400

Harga naik per 1 Juni 2015untuk BBM Non-subsidi

39PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor Grafik 2.21Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.20

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

1.34

0.64

3.64

1.35

2.71

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

Rata-rata2010-2014

II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015

% , QTQ

0

5

10

15

20

25

II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

%, YOY

2012

BAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIRTEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPOR

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices

Grafik 2.19Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Administered Prices Triwulan II

Grafik 2.18

Perkembangan Inflasi Bulanan Telur Ayam RasGrafik 2.17

2011 2012 2013 2014 2015

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

%, MTM

Sumber : BPS, diolah

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

%, MTM

Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.16

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : BPS, diolah

Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.15Sumber : BPS, diolah

%, MTM

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2011 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.14Sumber : BPS, diolah

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

%, MTM

2011 2012 2013 2014 2015

Sementara itu, subkelompok daging dan hasil-

hasilnya mengalami deflasi yang lebih mendalam

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan

II 2015, subkelompok ini mengalami deflasi sebesar

1,63% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu

yang mencatatkan deflasi sebesar 0,20% (yoy). Namun

demikian, komoditas daging ayam ras dan telur daging

ayam ras memberikan sumbangan inflasi pada triwulan

laporan dengan masing-masing sebesar 0,09% dan

0,06%. Kenaikan inflasi daging ayam ras dan telur

ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan oleh

masyarakat di tengah Ramadhan.

2.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi tahunan kelompok administered prices

meningkat pada periode laporan. Inflasi kelompok

administered prices pada triwulan II 2015 naik menjadi

2,71% (qtq) atau 11,04% (yoy) dari sebelumnya -

3,47% (qtq) atau 9,54% (yoy). Penyesuaian harga BBM

bersubsidi di akhir triwulan I 2015 serta adanya

kenaikan harga BBM non-subsidi pada bulan Juni

mendorong tekanan inflasi pada kelompok ini.

Kenaikan inflasi juga bersumber dari kenaikan tarif

listrik RT>2.200 VA (golongan pelanggan rumah

mewah, restoran, mal, hingga industri menengah dan

besar).

Inflasi kelompok administered prices periode

laporan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Inflasi triwulanan pada triwulan II lebih tinggi

dibandingkan inflasi triwulan II 2014 yang sebesar

1,35% (qtq). Namun jika ditinjau dari inflasi

tahunannya, inflasi pada triwulan II yang sebesar

11,04% (yoy) ini tercatat lebih rendah dibandingkan

triwulan yang sama di tahun 2014 yaitu sebesar

12,56% (yoy). Secara keseluruhan, inflasi kelompok ini

tercatat lebih tinggi dibandingkan historis lima tahun

terakhir yang sebesar 1,34% (qtq) atau 5,72% (yoy)

(Grafik 2.17).

38 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Peningkatan inflasi kelompok administered prices

didorong oleh kenaikan subkelompok transpor.

Inflasi di subkelompok ini didorong oleh kenaikan harga

BBM non-subsidi (Pertamax dan Pertamax Plus) per

tanggal 1 Juni 2015. Sebelumnya, BBM bersubsidi

sempat naik per tanggal 28 Maret 2015 (premium

menjadi harga Rp7.300/L dari Rp6.800/L; solar menjadi

Rp6.900/L dari Rp6.400/L) sehingga berimplikasi pada

inflasi subkelompok transpor di awal triwulan II 2015.

Dampak second round effect relatif terbatas mengingat

kenaikan tarif angkutan umum telah diatur sesuai

dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 31

Tahun 2015 dan Peraturan Gubernur Nomor 7

tertanggal 23 Januari 2015, yang menyebutkan aturan

tarif batas atas adalah Rp168/km per penumpang dan

batas bawah sebesar Rp103/km per penumpang.

2.3.3. Kelompok Inti

Inflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi

kelompok inti turun menjadi 0,58% (qtq) atau 4,18%

(yoy) dari sebelumnya 0,74% (qtq) atau 4,46% (yoy)

pada triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan,

penurunan inflasi ini didorong oleh pelemahan

permintaan beberapa komoditas bangunan, yang

tercermin dari penurunan harga komoditas batu bata,

keramik, dan besi beton.

Inflasi kelompok inti juga tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Tercatat, angka inflasi triwulan II di tahun

lalu sebesar 0,85% (qtq) atau 5,25% (yoy). Berdasarkan

historisnya, angka inflasi tahunan lebih rendah

dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir sebesar

3,77% (yoy). Namun, angka inflasi triwulanan periode

laporan ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis

yang sebesar 0,62% (qtq) (Grafik 2.18).

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

%, MTM

JAN

FEB

MA

R

APR

MEI

JUN

JUL

AG

T

SEP

OKT

NO

V

DES

-10

-5

0

5

10

15

2012 2013 2014 20152011

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30 %, MTMHarga naik per 22 Juni 2013RON 88 (Rp/L): 6.500 dari 4.500Solar (Rp/L): 5.500 dari 4.500,00

Harga turun per 1 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 7.600,00 dari 8.500,00

Harga turun per 19 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 6,600 dari 7.600,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1 2 3 4 5 6

Harga naik per 18 November 2014Ron 88 (Rp/L) : 8.500 dari 6.500

Solar (Rp/L) : 7.500 dari 5.500

Harga naik per 1 Maret 2015Ron 88 (Rp/L) : 6.800 dari 6.600

Harga naik per 28 Maret 2015 Ron 88 (Rp/L) : 7.300 dari 6.800

Solar (Rp/L) : 6.900 dari 6.400

Harga naik per 1 Juni 2015untuk BBM Non-subsidi

39PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor Grafik 2.21Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.20

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

1.34

0.64

3.64

1.35

2.71

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

Rata-rata2010-2014

II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015

% , QTQ

0

5

10

15

20

25

II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

%, YOY

2012

BAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIRTEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPOR

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices

Grafik 2.19Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Administered Prices Triwulan II

Grafik 2.18

Perkembangan Inflasi Bulanan Telur Ayam RasGrafik 2.17

2011 2012 2013 2014 2015

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

%, MTM

Sumber : BPS, diolah

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

%, MTM

Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.16

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : BPS, diolah

Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.15Sumber : BPS, diolah

%, MTM

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2011 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.14Sumber : BPS, diolah

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

%, MTM

2011 2012 2013 2014 2015

Sementara itu, subkelompok daging dan hasil-

hasilnya mengalami deflasi yang lebih mendalam

dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan

II 2015, subkelompok ini mengalami deflasi sebesar

1,63% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu

yang mencatatkan deflasi sebesar 0,20% (yoy). Namun

demikian, komoditas daging ayam ras dan telur daging

ayam ras memberikan sumbangan inflasi pada triwulan

laporan dengan masing-masing sebesar 0,09% dan

0,06%. Kenaikan inflasi daging ayam ras dan telur

ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan oleh

masyarakat di tengah Ramadhan.

2.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi tahunan kelompok administered prices

meningkat pada periode laporan. Inflasi kelompok

administered prices pada triwulan II 2015 naik menjadi

2,71% (qtq) atau 11,04% (yoy) dari sebelumnya -

3,47% (qtq) atau 9,54% (yoy). Penyesuaian harga BBM

bersubsidi di akhir triwulan I 2015 serta adanya

kenaikan harga BBM non-subsidi pada bulan Juni

mendorong tekanan inflasi pada kelompok ini.

Kenaikan inflasi juga bersumber dari kenaikan tarif

listrik RT>2.200 VA (golongan pelanggan rumah

mewah, restoran, mal, hingga industri menengah dan

besar).

Inflasi kelompok administered prices periode

laporan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Inflasi triwulanan pada triwulan II lebih tinggi

dibandingkan inflasi triwulan II 2014 yang sebesar

1,35% (qtq). Namun jika ditinjau dari inflasi

tahunannya, inflasi pada triwulan II yang sebesar

11,04% (yoy) ini tercatat lebih rendah dibandingkan

triwulan yang sama di tahun 2014 yaitu sebesar

12,56% (yoy). Secara keseluruhan, inflasi kelompok ini

tercatat lebih tinggi dibandingkan historis lima tahun

terakhir yang sebesar 1,34% (qtq) atau 5,72% (yoy)

(Grafik 2.17).

38 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Secara umum, peningkatan inflasi terjadi di lima

dari enam kota yang disurvei oleh BPS di Jawa

Tengah. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi di Kota

Tegal, dari sebelumnya pada triwulan I 2015 sebesar

5,27% (yoy) menjadi 6,63% (yoy). Sementara itu, Kota

Cilacap mencatatkan inflasi yang menurun pada

triwulan laporan. Inflasi triwulan II 2015 Kota Cilacap

tercatat 6,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 6,51% (yoy) (Grafik

2.26 dan 2.27).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah mengecil pada triwulan laporan. Pada

triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang

memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,29%.

Sedangkan, pada periode sebelumnya, selisih tingkat

inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi dan

terendah adalah sebesar 1,92%. Inflasi tertinggi terjadi

di Kota Tegal kemudian diikuti oleh Kota Semarang

dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 6,63%

(yoy) dan 6,34% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah

terjadi di Purwokerto dengan tingkat inflasi sebesar

5,34% (yoy) (Grafik 2.28).

Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam

kota memiliki inflasi tinggi untuk kelompok

transpor, kelompok mamin, rokok dan tembakau,

dan kelompok bahan makanan. Pola serupa terjadi

untuk Kota Tegal yang mencatat angka inflasi tertinggi

di triwulan II 2015. Kota Cilacap mencatatkan inflasi

tertinggi untuk kelompok mamin, rokok, dan

tembakau. Sementara itu, inflasi kelompok bahan

makanan di Kota Semarang dan Kota Surakarta pada

triwulan laporan terpantau tinggi. Hal ini diduga akibat

kedua kota tersebut memiliki permintaan domestik

yang lebih besar selama musim lebaran dibandingkan

dengan empat kota lainnya.

Beras menjadi komoditas penyumbang inflasi

terbesar di hampir seluruh kota Jawa Tengah. Hal

ini sebagai dampak telah habisnya masa panen pada

Juni 2015. Selain itu, bensin, cabai merah, telur dan

daging ayam ras juga menjadi komoditas pendorong

inflasi yang signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah.

Pada triwulan II 2015 ini, komoditas bensin, beras,

cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras

hampir selalu tercatat sebagai 5 besar komoditas

penyumbang inflasi terbesar di kota-kota yang disurvei

oleh BPS.

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

2

4

6

8

10

12

II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014

%, YOY

2012

I

2015

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

II

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL

6.09 5.34 6.17 5.75 6.34 6.634

5

6

7

8

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

%,YOY

41PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Inflasi Tahunan Triwulan II 2015Grafik 2.27 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.28

Rendahnya tekanan inflasi di kelompok inti juga

terkonfirmasi dari penurunan tren ekspektasi

harga o leh masyarakat se jak t r iwu lan

sebelumnya. Namun demikian, penurunan inflasi inti

ini tidak terlihat dari tren output gap yang cenderung

meningkat (Grafik 2.19). Lebih jauh, masih terdapat

tekanan yang berasal dari pelemahan nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar AS, hal ini tercermin dari peningkatan

inflasi traded menjadi sebesar 4,71% (yoy) dari

sebelumnya 4,01% (yoy) pada triwulan I 2015.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan

inflasi pada triwulan II 2015 ini sejalan dengan

ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh

masyarakat. Hasil survei mengindikasikan adanya

penurunan tren harga pada triwulan II dari periode

sebelumnya. Sedangkan, berdasarkan hasil Survei

Pedagang Eceran penurunan inflasi pada triwulan II

tidak sejalan dengan ekspektasi harga 3 dan 6 bulan, di

mana hasil survei menyatakan bahwa harga akan naik

pada triwulan II 2015 (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).

Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami

sedikit kenaikan pada triwulan II 2015. Tekanan

imported inflation yang tercermin dari kelompok inti

traded pada periode laporan tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan periode laporan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS (kurs tengah Bank

Indonesia) yang melemah pada triwulan II menambah

tekanan faktor eksternal terhadap inflasi. Rata-rata nilai

tukar Rupiah pada triwulan I I 2015 sebesar

Rp13.133,62, atau melemah dibandingkan triwulan

sebelumnya yakni Rp12.804,48.

40 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

I II III IV

% QTQ

II III IVI II III IV I

%, QTQ

2012 2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

QTQ (SKALA KANAN) YOY

II2015

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.26

Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia

6 BULAN YAD3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

130

140

150

160

170

180

190 INDEKS

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.24

INDEKS

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN

-4.00

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%,YOY %

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

0.62

0.39

0.85

0.58

RATA-RATA2010-2014

II - 2013 II - 2014 II - 2015

Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2.23Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Inti Triwulan II

Grafik 2.22

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.25

Secara umum, peningkatan inflasi terjadi di lima

dari enam kota yang disurvei oleh BPS di Jawa

Tengah. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi di Kota

Tegal, dari sebelumnya pada triwulan I 2015 sebesar

5,27% (yoy) menjadi 6,63% (yoy). Sementara itu, Kota

Cilacap mencatatkan inflasi yang menurun pada

triwulan laporan. Inflasi triwulan II 2015 Kota Cilacap

tercatat 6,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 6,51% (yoy) (Grafik

2.26 dan 2.27).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah mengecil pada triwulan laporan. Pada

triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang

memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,29%.

Sedangkan, pada periode sebelumnya, selisih tingkat

inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi dan

terendah adalah sebesar 1,92%. Inflasi tertinggi terjadi

di Kota Tegal kemudian diikuti oleh Kota Semarang

dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 6,63%

(yoy) dan 6,34% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah

terjadi di Purwokerto dengan tingkat inflasi sebesar

5,34% (yoy) (Grafik 2.28).

Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam

kota memiliki inflasi tinggi untuk kelompok

transpor, kelompok mamin, rokok dan tembakau,

dan kelompok bahan makanan. Pola serupa terjadi

untuk Kota Tegal yang mencatat angka inflasi tertinggi

di triwulan II 2015. Kota Cilacap mencatatkan inflasi

tertinggi untuk kelompok mamin, rokok, dan

tembakau. Sementara itu, inflasi kelompok bahan

makanan di Kota Semarang dan Kota Surakarta pada

triwulan laporan terpantau tinggi. Hal ini diduga akibat

kedua kota tersebut memiliki permintaan domestik

yang lebih besar selama musim lebaran dibandingkan

dengan empat kota lainnya.

Beras menjadi komoditas penyumbang inflasi

terbesar di hampir seluruh kota Jawa Tengah. Hal

ini sebagai dampak telah habisnya masa panen pada

Juni 2015. Selain itu, bensin, cabai merah, telur dan

daging ayam ras juga menjadi komoditas pendorong

inflasi yang signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah.

Pada triwulan II 2015 ini, komoditas bensin, beras,

cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras

hampir selalu tercatat sebagai 5 besar komoditas

penyumbang inflasi terbesar di kota-kota yang disurvei

oleh BPS.

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

2

4

6

8

10

12

II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014

%, YOY

2012

I

2015

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

II

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL

6.09 5.34 6.17 5.75 6.34 6.634

5

6

7

8

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

%,YOY

41PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Inflasi Tahunan Triwulan II 2015Grafik 2.27 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.28

Rendahnya tekanan inflasi di kelompok inti juga

terkonfirmasi dari penurunan tren ekspektasi

harga o leh masyarakat se jak t r iwu lan

sebelumnya. Namun demikian, penurunan inflasi inti

ini tidak terlihat dari tren output gap yang cenderung

meningkat (Grafik 2.19). Lebih jauh, masih terdapat

tekanan yang berasal dari pelemahan nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar AS, hal ini tercermin dari peningkatan

inflasi traded menjadi sebesar 4,71% (yoy) dari

sebelumnya 4,01% (yoy) pada triwulan I 2015.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan

inflasi pada triwulan II 2015 ini sejalan dengan

ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh

masyarakat. Hasil survei mengindikasikan adanya

penurunan tren harga pada triwulan II dari periode

sebelumnya. Sedangkan, berdasarkan hasil Survei

Pedagang Eceran penurunan inflasi pada triwulan II

tidak sejalan dengan ekspektasi harga 3 dan 6 bulan, di

mana hasil survei menyatakan bahwa harga akan naik

pada triwulan II 2015 (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).

Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami

sedikit kenaikan pada triwulan II 2015. Tekanan

imported inflation yang tercermin dari kelompok inti

traded pada periode laporan tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan periode laporan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS (kurs tengah Bank

Indonesia) yang melemah pada triwulan II menambah

tekanan faktor eksternal terhadap inflasi. Rata-rata nilai

tukar Rupiah pada triwulan I I 2015 sebesar

Rp13.133,62, atau melemah dibandingkan triwulan

sebelumnya yakni Rp12.804,48.

40 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

I II III IV

% QTQ

II III IVI II III IV I

%, QTQ

2012 2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

QTQ (SKALA KANAN) YOY

II2015

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.26

Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia

6 BULAN YAD3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

130

140

150

160

170

180

190 INDEKS

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.24

INDEKS

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN

-4.00

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%,YOY %

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

0.62

0.39

0.85

0.58

RATA-RATA2010-2014

II - 2013 II - 2014 II - 2015

Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2.23Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Inti Triwulan II

Grafik 2.22

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.25

SUPLEMEN III

terus dihadapi. Apabila tidak disertai perbaikan tata

kelola sistem informasi persediaan sapi, hal ini akan turut

berpengaruh terhadap efektivitas pengambilan

kebijakan oleh Pemerintah.

Isu mengenai urgensi sistem informasi persediaan

komoditas, khususnya sapi juga menjadi perhatian KPw

Bank Indones ia Prov ins i Jawa Tengah dalam

melaksanakan pengembangan klaster sapi potong di

Jawa Tengah. Fungsi sistem informasi persediaan sapi

tidak hanya untuk pengambilan keputusan oleh

Pemerintah, namun juga berfungsi dalam memperbaiki

tata niaga sapi potong di Jawa Tengah guna

meningkatkan nilai tukar para peternak sapi.

Pengelolaan peternakan sapi potong, khususnya di Jawa

Tengah umumnya masih dilakukan dengan cara

tradisional di mana pemeliharaan sapi potong hanya

merupakan pekerjaan sambilan para petani. Sapi

diperlakukan sebagai barang investasi atau tabungan,

pada umumnya peternak hanya memelihara 1 – 2 ekor

saja. Keberadaan sapi tersebut juga tidak diperuntukkan

sebagai komoditas perdagangan di pasar, meskipun usia

sapi tersebut sudah sangat layak untuk dijual. Kondisi ini

menyebabkan Pemerintah kesulitan mendata jumlah

keseluruhan sapi secara nasional. Metode perhitungan

pasokan sapi secara nasional selama ini dilakukan

Pemerintah dengan mendata jumlah sapi yang berada di

feedloter.

Melihat tantangan tersebut, Sarjana Membangun Desa

(SMD) bidang peternakan Provinsi Jawa Tengah sebagai

inisiator, bekerjasama dengan KPw Bank Indonesia

Provinsi Jawa Tengah mengembangkan sebuah sistem

informasi persediaan sapi. Sistem informasi ini didesain

dan dibangun dengan cara mengintegrasikan sistem

input-output menggunakan teknologi komputer dalam

menghasilkan informasi terkait persediaan sapi yang

dibutuhkan oleh stakeholders, baik itu pelaku pasar

maupun Pemerintah.

Daging sapi adalah salah satu komoditas penyumbang

inflasi di Jawa Tengah yang kembali menjadi isu hangat

terkait fluktuasi harganya yang tinggi. Aksi mogok para

pedagang daging sapi terjadi di beberapa daerah di

Indonesia sebagai imbas tingginya harga daging sapi

yang didapat dari pemasok. Harga yang tinggi tersebut

menyebabkan permintaan masyarakat akan daging sapi

menurun dan berujung pada penurunan omset para

pedagang. Kenaikan harga ini menurut para pedagang

disebabkan oleh pasokan daging yang berkurang dari

Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Namun menurut RPH

hal ini terjadi disebabkan berkurangnya pasokan dari

perusahaan penggemukan sapi (feedloter). Argumen

feedloter di bawah Asosiasi Produsen Daging dan

Feedlot Indonesia (APFINDO) menyatakan bahwa kondisi

ini terjadi akibat Pemerintah memangkas kuota impor

sapi bakalan. Pada triwulan III-2015 kuota impor sapi

bakalan hanya sejumlah 50.000 ekor sapi sedangkan

triwulan sebelumnya mencapai sejumlah 201.643 ekor.

Dengan adanya penu runan kuo ta t e r sebu t

menyebabkan terjadi kelangkaan pasokan daging dalam

negeri.

Sementara itu Pemerintah menyatakan kebijakan

pengurangan kuota impor sapi bakalan pada Tw III

didapat dari hasil survei dan diperoleh hasil bahwa

ketersediaan daging sapi dalam negeri masih mampu

mencukupi kebutuhan hingga triwulan berikutnya.

Mencermati fakta tersebut, semestinya tidak terjadi

supply shock. Namun pelaku pasar mempertanyakan

validitas data ketersediaan sapi potong yang didapat

oleh Pemerintah melalui hasil survei. Mereka meminta

Pemerintah untuk membuktikan validitas data yang

digunakan dalam mengambil keputusan untuk

mengurangi kuota impor sapi bakalan tersebut.

Simpang siur mengenai validitas data yang digunakan

Pemerintah untuk menghitung kondisi pasokan sapi

nasional nampaknya menjadi masalah pelik yang masih

TATA KELOLA PERSEDIAAN DAGING SAPI MELALUI SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN SAPI

43PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengahper Kelompok Triwulan II 2015

Grafik 2.30

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

0

2

4

6

8

10

12

BAHANMAKANAN

MAKANANJADI,ROKOK

PERUMAHAN,AIR, LISTRIK

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR

Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.29

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2015 TW I 2015 TW II

0

1

2

3

4

5

6

7

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

%, YOY

42 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

SUPLEMEN III

terus dihadapi. Apabila tidak disertai perbaikan tata

kelola sistem informasi persediaan sapi, hal ini akan turut

berpengaruh terhadap efektivitas pengambilan

kebijakan oleh Pemerintah.

Isu mengenai urgensi sistem informasi persediaan

komoditas, khususnya sapi juga menjadi perhatian KPw

Bank Indones ia Prov ins i Jawa Tengah dalam

melaksanakan pengembangan klaster sapi potong di

Jawa Tengah. Fungsi sistem informasi persediaan sapi

tidak hanya untuk pengambilan keputusan oleh

Pemerintah, namun juga berfungsi dalam memperbaiki

tata niaga sapi potong di Jawa Tengah guna

meningkatkan nilai tukar para peternak sapi.

Pengelolaan peternakan sapi potong, khususnya di Jawa

Tengah umumnya masih dilakukan dengan cara

tradisional di mana pemeliharaan sapi potong hanya

merupakan pekerjaan sambilan para petani. Sapi

diperlakukan sebagai barang investasi atau tabungan,

pada umumnya peternak hanya memelihara 1 – 2 ekor

saja. Keberadaan sapi tersebut juga tidak diperuntukkan

sebagai komoditas perdagangan di pasar, meskipun usia

sapi tersebut sudah sangat layak untuk dijual. Kondisi ini

menyebabkan Pemerintah kesulitan mendata jumlah

keseluruhan sapi secara nasional. Metode perhitungan

pasokan sapi secara nasional selama ini dilakukan

Pemerintah dengan mendata jumlah sapi yang berada di

feedloter.

Melihat tantangan tersebut, Sarjana Membangun Desa

(SMD) bidang peternakan Provinsi Jawa Tengah sebagai

inisiator, bekerjasama dengan KPw Bank Indonesia

Provinsi Jawa Tengah mengembangkan sebuah sistem

informasi persediaan sapi. Sistem informasi ini didesain

dan dibangun dengan cara mengintegrasikan sistem

input-output menggunakan teknologi komputer dalam

menghasilkan informasi terkait persediaan sapi yang

dibutuhkan oleh stakeholders, baik itu pelaku pasar

maupun Pemerintah.

Daging sapi adalah salah satu komoditas penyumbang

inflasi di Jawa Tengah yang kembali menjadi isu hangat

terkait fluktuasi harganya yang tinggi. Aksi mogok para

pedagang daging sapi terjadi di beberapa daerah di

Indonesia sebagai imbas tingginya harga daging sapi

yang didapat dari pemasok. Harga yang tinggi tersebut

menyebabkan permintaan masyarakat akan daging sapi

menurun dan berujung pada penurunan omset para

pedagang. Kenaikan harga ini menurut para pedagang

disebabkan oleh pasokan daging yang berkurang dari

Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Namun menurut RPH

hal ini terjadi disebabkan berkurangnya pasokan dari

perusahaan penggemukan sapi (feedloter). Argumen

feedloter di bawah Asosiasi Produsen Daging dan

Feedlot Indonesia (APFINDO) menyatakan bahwa kondisi

ini terjadi akibat Pemerintah memangkas kuota impor

sapi bakalan. Pada triwulan III-2015 kuota impor sapi

bakalan hanya sejumlah 50.000 ekor sapi sedangkan

triwulan sebelumnya mencapai sejumlah 201.643 ekor.

Dengan adanya penu runan kuo ta t e r sebu t

menyebabkan terjadi kelangkaan pasokan daging dalam

negeri.

Sementara itu Pemerintah menyatakan kebijakan

pengurangan kuota impor sapi bakalan pada Tw III

didapat dari hasil survei dan diperoleh hasil bahwa

ketersediaan daging sapi dalam negeri masih mampu

mencukupi kebutuhan hingga triwulan berikutnya.

Mencermati fakta tersebut, semestinya tidak terjadi

supply shock. Namun pelaku pasar mempertanyakan

validitas data ketersediaan sapi potong yang didapat

oleh Pemerintah melalui hasil survei. Mereka meminta

Pemerintah untuk membuktikan validitas data yang

digunakan dalam mengambil keputusan untuk

mengurangi kuota impor sapi bakalan tersebut.

Simpang siur mengenai validitas data yang digunakan

Pemerintah untuk menghitung kondisi pasokan sapi

nasional nampaknya menjadi masalah pelik yang masih

TATA KELOLA PERSEDIAAN DAGING SAPI MELALUI SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN SAPI

43PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengahper Kelompok Triwulan II 2015

Grafik 2.30

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

0

2

4

6

8

10

12

BAHANMAKANAN

MAKANANJADI,ROKOK

PERUMAHAN,AIR, LISTRIK

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR

Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.29

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2015 TW I 2015 TW II

0

1

2

3

4

5

6

7

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

%, YOY

42 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tumbuh melambat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Indikator-indikator utama perbankan yaitu aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan

kredit mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan triwulan

lalu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang juga melambat bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Perbankan syariah juga mengalami perlambatan pertumbuhan aset, DPK, dan

kredit bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Pada triwulan II 2015, NPL kredit sektor-sektor utama Jawa Tengah mengalami

peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

SUPLEMEN III

Sistem informasi persediaan sapi merupakan sistem

berbasis komputer, baik melalui website atau aplikasi

perangkat lunak di telepon genggam. Aplikasi ini dapat

diakses oleh para peternak, khususnya yang tergabung

da lam ke lompok. Set iap har i para peternak

mengunggah jumlah ketersediaan sapinya ke dalam

sistem yang kemudian data persediaan masing-masing

kelompok yang terkumpul tersebut kemudian akan

menjadi data populasi sapi.

Salah satu syarat efektifnya sistem informasi ini adalah

melalui perbaikan tata kelola peternakan yang lebih

modern dan berbasis kelompok, selaras dengan program

Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang digagas oleh

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian. SPR menjadi instrumen untuk

menata populasi sapi pada peternak rakyat. SPR bisa

menunjukkan data populasi ternak di lapangan sekaligus

dapat dilakukan verifikasi ketersediaan sapi lokal dari

indukan, bakalan, hingga sapi potong. SPR akan menjadi

wadah menyatukan peternak yang selama ini terpencar.

Pengelolaan peternakan sapi dengan sistem kelompok

akan lebih memudahkan pengambilan data persediaan.

Selain itu, metode pengumpulan data melalui

komputerisasi juga akan menyulitkan para peternak

dengan tingkat pemahaman teknologi yang terbatas.

Pendampingan peternak oleh fasilitator akan sangat

diperlukan di tahap awal pengembangan sistem

informasi.

Dalam tahap awal, sistem informasi ini akan diterapkan

di beberapa klaster binaan KPw Bank Indonesia serta

Pemerintah Prov. Jawa Tengah. Akan dimungkinkan

kegiatan kerjasama dengan Perguruan Tinggi atau SMD

sebagai enumerator sekaligus pengolah data dalam

pelaksanaannya. Diharapkan dengan adanya sistem

informasi persediaan sapi ini dapat menjadi langkah awal

perbaikan tata kelola sistem informasi persediaan sapi.

Ini merupakan salah satu bentuk kontribusi Jawa Tengah

kepada Indonesia.

Gambar  1. Mekanisme Pengambilan Data pada Sistem Informasi Persediaan Sapi

44 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tumbuh melambat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Indikator-indikator utama perbankan yaitu aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan

kredit mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan triwulan

lalu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang juga melambat bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Perbankan syariah juga mengalami perlambatan pertumbuhan aset, DPK, dan

kredit bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Pada triwulan II 2015, NPL kredit sektor-sektor utama Jawa Tengah mengalami

peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

SUPLEMEN III

Sistem informasi persediaan sapi merupakan sistem

berbasis komputer, baik melalui website atau aplikasi

perangkat lunak di telepon genggam. Aplikasi ini dapat

diakses oleh para peternak, khususnya yang tergabung

da lam ke lompok. Set iap har i para peternak

mengunggah jumlah ketersediaan sapinya ke dalam

sistem yang kemudian data persediaan masing-masing

kelompok yang terkumpul tersebut kemudian akan

menjadi data populasi sapi.

Salah satu syarat efektifnya sistem informasi ini adalah

melalui perbaikan tata kelola peternakan yang lebih

modern dan berbasis kelompok, selaras dengan program

Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang digagas oleh

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian. SPR menjadi instrumen untuk

menata populasi sapi pada peternak rakyat. SPR bisa

menunjukkan data populasi ternak di lapangan sekaligus

dapat dilakukan verifikasi ketersediaan sapi lokal dari

indukan, bakalan, hingga sapi potong. SPR akan menjadi

wadah menyatukan peternak yang selama ini terpencar.

Pengelolaan peternakan sapi dengan sistem kelompok

akan lebih memudahkan pengambilan data persediaan.

Selain itu, metode pengumpulan data melalui

komputerisasi juga akan menyulitkan para peternak

dengan tingkat pemahaman teknologi yang terbatas.

Pendampingan peternak oleh fasilitator akan sangat

diperlukan di tahap awal pengembangan sistem

informasi.

Dalam tahap awal, sistem informasi ini akan diterapkan

di beberapa klaster binaan KPw Bank Indonesia serta

Pemerintah Prov. Jawa Tengah. Akan dimungkinkan

kegiatan kerjasama dengan Perguruan Tinggi atau SMD

sebagai enumerator sekaligus pengolah data dalam

pelaksanaannya. Diharapkan dengan adanya sistem

informasi persediaan sapi ini dapat menjadi langkah awal

perbaikan tata kelola sistem informasi persediaan sapi.

Ini merupakan salah satu bentuk kontribusi Jawa Tengah

kepada Indonesia.

Gambar  1. Mekanisme Pengambilan Data pada Sistem Informasi Persediaan Sapi

44 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

Secara umum, indikator utama kinerja perbankan

d i Jawa Tengah pada t r iwulan I I 2015

menunjukkan perlambatan bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (Grafik 3.2).

Perlambatan berbagai indikator utama kinerja

perbankan tersebut juga sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II

2015 bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Hal ini menunjukkan adanya prosiklikalitas antara

perbankan dan kondisi perekonomian Jawa Tengah.

Prosiklikalitas merupakan kecenderungan lembaga

keuangan untuk menyalurkan kredit lebih tinggi pada

saat ekonomi meningkat dan menahan kredit pada saat

ekonomi melambat.

Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang melambat pada

triwulan laporan yang tercatat sebesar 11,53% (yoy),

setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 13,13%

(yoy) pada triwulan I 2015. Total aset bank umum pada

triwulan II tercatat sebesar Rp270,38 tril iun.

Pertumbuhan aset ini berada di bawah nasional yang

mencatatkan angka sebesar 14,17% (yoy) pada

triwulan laporan atau sebesar Rp 7.502,33 triliun.

Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang

tumbuh me lambat pada t r iwu lan I I 2015 ,

pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut

mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK

tumbuh sebesar 12,69% (yoy), atau melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 14,44% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan

tercatat sebesar Rp201,05 triliun. Komposisi DPK relatif

sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan

porsi utama berupa tabungan (46,36%), diikuti oleh

deposito (36,94%) dan giro (16,69%). Dibandingkan

dengan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.139,75

tr i l iun atau tumbuh sebesar 12,65% (yoy) ,

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah ini secara tahunan

tumbuh lebih tinggi.

Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran

kredit perbankan juga mengalami pertumbuhan

yang melambat bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Kredit perbankan pada

triwulan laporan tumbuh 9,52% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

11,37% (yoy). Total kredit pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar Rp206,20 triliun. Pertumbuhan kredit pada

triwulan laporan relatif lebih rendah bila dibandingkan

dengan pertumbuhan kredit nasional yang tercatat

sebesar 10,48% (yoy) atau sebesar Rp3.861,17 triliun.

Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan

pertumbuhan DPK menyebabkan loan to deposit

ratio (LDR) juga mengalami penurunan. LDR pada

triwulan laporan tercatat sebesar 102,06%, turun dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 102,97%. Angka

LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang

hanya tercatat sebesar 89,38%. Sementara itu, tingkat

kualitas kredit juga cenderung mengalami penurunan

bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan

II 2015, non-performing loan (NPL) berada pada level

2,90%, atau meningkat bila dibandingkan dengan NPL

Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar

2,47%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih

tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar

2,54%.

8 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 8.

47PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Secara umum, indikator utama kinerja perbankan

d i Jawa Tengah pada t r iwulan I I 2015

menunjukkan perlambatan bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (Grafik 3.2).

Perlambatan berbagai indikator utama kinerja

perbankan tersebut juga sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II

2015 bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Hal ini menunjukkan adanya prosiklikalitas antara

perbankan dan kondisi perekonomian Jawa Tengah.

Prosiklikalitas merupakan kecenderungan lembaga

keuangan untuk menyalurkan kredit lebih tinggi pada

saat ekonomi meningkat dan menahan kredit pada saat

ekonomi melambat.

Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang melambat pada

triwulan laporan yang tercatat sebesar 11,53% (yoy),

setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 13,13%

(yoy) pada triwulan I 2015. Total aset bank umum pada

triwulan II tercatat sebesar Rp270,38 tril iun.

Pertumbuhan aset ini berada di bawah nasional yang

mencatatkan angka sebesar 14,17% (yoy) pada

triwulan laporan atau sebesar Rp 7.502,33 triliun.

Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang

tumbuh me lambat pada t r iwu lan I I 2015 ,

pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut

mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK

tumbuh sebesar 12,69% (yoy), atau melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 14,44% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan

tercatat sebesar Rp201,05 triliun. Komposisi DPK relatif

sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan

porsi utama berupa tabungan (46,36%), diikuti oleh

deposito (36,94%) dan giro (16,69%). Dibandingkan

dengan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.139,75

tr i l iun atau tumbuh sebesar 12,65% (yoy) ,

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah ini secara tahunan

tumbuh lebih tinggi.

Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran

kredit perbankan juga mengalami pertumbuhan

yang melambat bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Kredit perbankan pada

triwulan laporan tumbuh 9,52% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

11,37% (yoy). Total kredit pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar Rp206,20 triliun. Pertumbuhan kredit pada

triwulan laporan relatif lebih rendah bila dibandingkan

dengan pertumbuhan kredit nasional yang tercatat

sebesar 10,48% (yoy) atau sebesar Rp3.861,17 triliun.

Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan

pertumbuhan DPK menyebabkan loan to deposit

ratio (LDR) juga mengalami penurunan. LDR pada

triwulan laporan tercatat sebesar 102,06%, turun dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 102,97%. Angka

LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang

hanya tercatat sebesar 89,38%. Sementara itu, tingkat

kualitas kredit juga cenderung mengalami penurunan

bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan

II 2015, non-performing loan (NPL) berada pada level

2,90%, atau meningkat bila dibandingkan dengan NPL

Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar

2,47%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih

tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar

2,54%.

8 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 8.

47PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perlambatan pertumbuhan DPK didorong oleh

perlambatan pertumbuhan komponen DPK

berupa tabungan dan giro. Sebagai komponen

DPK dengan pangsa terbesar, perlambatan

pertumbuhan tabungan turut mendorong

per lambatan per tumbuhan DPK secara

keseluruhan (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). Komponen

tabungan pada triwulan laporan tumbuh sebesar

7,20% (yoy), atau melambat setelah sebelumnya

mencatatkan pertumbuhan 8,14% (yoy) pada triwulan

I 2015. Sementara komponen giro juga mengalami

perlambatan pertumbuhan yang cukup dalam pada

triwulan laporan, yakni sebesar 11,14% (yoy) atau

melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat

sebesar 21,66% (yoy).

Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi

lainnya di Pulau Jawa dan juga nasional, laju

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah cenderung tumbuh

lebih rendah. Hal ini tergambar dalam Grafik 3.3. Laju

pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah tercatat

juga lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di

Pulau Jawa maupun dengan nasional (Grafik 3.4).

Di sisi lain, komponen penyusun, DPK dalam

bentuk deposito pada tr iwulan laporan

mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan deposito pada

triwulan laporan tercatat sebesar 21,23% (yoy), atau

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 20,54% (yoy).

Ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar DPK

dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar

99,94%, sedangkan sisanya dimiliki oleh kelompok

non-penduduk. Nasabah sektor swasta (rumah tangga

dan korporasi) tercatat mendominasi kepemilikan DPK

pada kelompok penduduk yaitu dengan komposisi

84,94%, sedangkan nasabah sektor pemerintah

sebesar 15,00%.

Pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta dengan

pangsa terbesar menunjukkan perlambatan bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

triwulan II 2015, DPK nasabah sektor swasta tumbuh

sebesar 12,55% (yoy), atau melambat dari triwulan

sebelumnya sebesar 14,52% (yoy). Perlambatan ini

terutama didorong oleh DPK nasabah perseorangan

yang memiliki kontribusi besar (71,15%) yang tumbuh

sebesar 10,78% (yoy), melambat dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar12,89% (yoy).

DPK pada sektor pemerintah juga mengalami

perlambatan pada triwulan laporan. DPK sektor

pemerintah tercatat sebesar 13,37% (yoy), atau

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 13,96% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan ini disebabkan oleh mulai terealisasinya

belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja

pemerintah daerah di triwulan laporan tercatat sebesar

37,96%, atau meningkat dibanding triwulan

sebelumnya yang sebesar 13,88%.

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

11

13

15

17

19

21

23

25

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II0

5

10

15

20

25 % YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

49PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.4.

Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.1.

ASET KREDIT DPK

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

0

50

100

150

200

250

300

II

Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.2.

% YOY %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah

kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.341

unit atau menurun dibandingkan dengan triwulan I

2015 yang tercatat sebanyak 3.357 unit. Penurunan

terutama terjadi pada kelompok bank pemerintah.

Pada kelompok tersebut, kantor kas menurun menjadi

207 unit, dari sebelumnya 239 unit pada triwulan I

2015. Kelompok bank swasta nasional juga mengalami

penurunan jumlah kantor di triwulan laporan, yakni

kantor cabang pembantu yang berkurang sebanyak 1

unit.

Sementara itu, bank pemerintah daerah justru

mengalami peningkatan jumlah kantor. Bank

Pemerintah Jawa Tengah mencatatkan peningkatan

jumlah kantor cabang sebanyak 1 unit, kantor cabang

pembantu sebanyak 2 unit, dan kantor kas sebanyak 2

unit. Lebih lanjut, kelompok bank asing dan bank

campuran tidak mengalami perubahan jumlah kantor

pada triwulan II 2015 bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

1) Termasuk BRI UNIT

KETERANGANI II III IV I II

2012 2013

III IV I

2014

II III IV

51

2

3,382

2,149

-

79

1,853

217

248

1

40

93

114

964

1

166

682

115

21

16

4

1

51

2

3,500

2,159

-

79

1,857

223

250

1

40

93

116

1,070

1

168

774

127

21

16

4

1

51

2

3,615

2,174

-

79

1,875

220

252

1

41

93

117

1,168

1

171

855

141

21

16

4

1

51

2

3,637

2,184

-

79

1,881

224

256

1

41

95

119

1,176

1

180

850

145

21

16

4

1

51

2

3,677

2,201

-

80

1,897

224

273

1

41

103

128

1,182

1

181

864

136

21

16

4

1

51

2

3,635

2,156

-

80

1,855

221

276

1

41

104

130

1,182

1

184

865

132

21

16

4

1

53

2

3,695

2,203

-

80

1,872

251

278

1

42

105

130

1,192

1

184

872

135

22

-

15

6

1

53

2

3,754

2,258

-

80

1,872

306

282

1

42

106

133

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

53

2

3,759

2,258

-

80

1,872

306

287

1

42

106

138

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

54

2

3,535

2,049

-

80

1,759

210

294

1

43

107

143

1,171

1

199

865

106

21

-

14

6

1

53

1

3,504

2,043

-

80

1,779

184

297

1

43

110

143

1,143

-

190

863

90

21

-

14

6

1

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

I

JUMLAH KANTOR BANK UMUM

BANK PEMERINTAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK PEMERINTAH DAERAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK ASING DAN BANK CAMPURAN

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK SWASTA NASIONAL

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK KONVENSIONAL

JUMLAH BANK UMUM

JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)

54

1

3,357

1,938

-

80

1,619

239

306

1

44

117

145

1,092

-

195

813

84

21

-

14

6

1

II

2015

54

1

3,341

1,916

-

80

1,629

207

311

1

45

119

147

1,093

-

194

812

87

21

-

14

6

1

48 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perlambatan pertumbuhan DPK didorong oleh

perlambatan pertumbuhan komponen DPK

berupa tabungan dan giro. Sebagai komponen

DPK dengan pangsa terbesar, perlambatan

pertumbuhan tabungan turut mendorong

per lambatan per tumbuhan DPK secara

keseluruhan (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). Komponen

tabungan pada triwulan laporan tumbuh sebesar

7,20% (yoy), atau melambat setelah sebelumnya

mencatatkan pertumbuhan 8,14% (yoy) pada triwulan

I 2015. Sementara komponen giro juga mengalami

perlambatan pertumbuhan yang cukup dalam pada

triwulan laporan, yakni sebesar 11,14% (yoy) atau

melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat

sebesar 21,66% (yoy).

Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi

lainnya di Pulau Jawa dan juga nasional, laju

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah cenderung tumbuh

lebih rendah. Hal ini tergambar dalam Grafik 3.3. Laju

pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah tercatat

juga lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di

Pulau Jawa maupun dengan nasional (Grafik 3.4).

Di sisi lain, komponen penyusun, DPK dalam

bentuk deposito pada tr iwulan laporan

mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan deposito pada

triwulan laporan tercatat sebesar 21,23% (yoy), atau

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 20,54% (yoy).

Ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar DPK

dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar

99,94%, sedangkan sisanya dimiliki oleh kelompok

non-penduduk. Nasabah sektor swasta (rumah tangga

dan korporasi) tercatat mendominasi kepemilikan DPK

pada kelompok penduduk yaitu dengan komposisi

84,94%, sedangkan nasabah sektor pemerintah

sebesar 15,00%.

Pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta dengan

pangsa terbesar menunjukkan perlambatan bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

triwulan II 2015, DPK nasabah sektor swasta tumbuh

sebesar 12,55% (yoy), atau melambat dari triwulan

sebelumnya sebesar 14,52% (yoy). Perlambatan ini

terutama didorong oleh DPK nasabah perseorangan

yang memiliki kontribusi besar (71,15%) yang tumbuh

sebesar 10,78% (yoy), melambat dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar12,89% (yoy).

DPK pada sektor pemerintah juga mengalami

perlambatan pada triwulan laporan. DPK sektor

pemerintah tercatat sebesar 13,37% (yoy), atau

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 13,96% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan ini disebabkan oleh mulai terealisasinya

belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja

pemerintah daerah di triwulan laporan tercatat sebesar

37,96%, atau meningkat dibanding triwulan

sebelumnya yang sebesar 13,88%.

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

11

13

15

17

19

21

23

25

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II0

5

10

15

20

25 % YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

49PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.4.

Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.1.

ASET KREDIT DPK

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

0

50

100

150

200

250

300

II

Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.2.

% YOY %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah

kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.341

unit atau menurun dibandingkan dengan triwulan I

2015 yang tercatat sebanyak 3.357 unit. Penurunan

terutama terjadi pada kelompok bank pemerintah.

Pada kelompok tersebut, kantor kas menurun menjadi

207 unit, dari sebelumnya 239 unit pada triwulan I

2015. Kelompok bank swasta nasional juga mengalami

penurunan jumlah kantor di triwulan laporan, yakni

kantor cabang pembantu yang berkurang sebanyak 1

unit.

Sementara itu, bank pemerintah daerah justru

mengalami peningkatan jumlah kantor. Bank

Pemerintah Jawa Tengah mencatatkan peningkatan

jumlah kantor cabang sebanyak 1 unit, kantor cabang

pembantu sebanyak 2 unit, dan kantor kas sebanyak 2

unit. Lebih lanjut, kelompok bank asing dan bank

campuran tidak mengalami perubahan jumlah kantor

pada triwulan II 2015 bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

1) Termasuk BRI UNIT

KETERANGANI II III IV I II

2012 2013

III IV I

2014

II III IV

51

2

3,382

2,149

-

79

1,853

217

248

1

40

93

114

964

1

166

682

115

21

16

4

1

51

2

3,500

2,159

-

79

1,857

223

250

1

40

93

116

1,070

1

168

774

127

21

16

4

1

51

2

3,615

2,174

-

79

1,875

220

252

1

41

93

117

1,168

1

171

855

141

21

16

4

1

51

2

3,637

2,184

-

79

1,881

224

256

1

41

95

119

1,176

1

180

850

145

21

16

4

1

51

2

3,677

2,201

-

80

1,897

224

273

1

41

103

128

1,182

1

181

864

136

21

16

4

1

51

2

3,635

2,156

-

80

1,855

221

276

1

41

104

130

1,182

1

184

865

132

21

16

4

1

53

2

3,695

2,203

-

80

1,872

251

278

1

42

105

130

1,192

1

184

872

135

22

-

15

6

1

53

2

3,754

2,258

-

80

1,872

306

282

1

42

106

133

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

53

2

3,759

2,258

-

80

1,872

306

287

1

42

106

138

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

54

2

3,535

2,049

-

80

1,759

210

294

1

43

107

143

1,171

1

199

865

106

21

-

14

6

1

53

1

3,504

2,043

-

80

1,779

184

297

1

43

110

143

1,143

-

190

863

90

21

-

14

6

1

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

I

JUMLAH KANTOR BANK UMUM

BANK PEMERINTAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK PEMERINTAH DAERAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK ASING DAN BANK CAMPURAN

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK SWASTA NASIONAL

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK KONVENSIONAL

JUMLAH BANK UMUM

JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)

54

1

3,357

1,938

-

80

1,619

239

306

1

44

117

145

1,092

-

195

813

84

21

-

14

6

1

II

2015

54

1

3,341

1,916

-

80

1,629

207

311

1

45

119

147

1,093

-

194

812

87

21

-

14

6

1

48 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran

kredit perbankan Jawa Tengah masih didominasi

oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

(PHR) dengan pangsa 35,31% dari total kredit. Sektor

utama daerah lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga

memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 18,10%.

Sementara itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa

sebesar 3,24% dari total kredit.

Pertumbuhan kredit tiga sektor utama di Jawa

Tengah mengalami perlambatan. Sektor PHR

tumbuh melambat sebesar 10,64% (yoy), setelah

sebelumnya tumbuh 13,71% (yoy). Perlambatan ini

sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi sektor

Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor yang pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar 2,7% (yoy) atau melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

3,3% (yoy). Sedangkan kredit pada sektor Industri

Pengolahan juga turut mengalami perlambatan sebesar

16,56% (yoy) dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 23,73% (yoy).

Hal serupa dialami oleh sektor Pertanian melambat

menjadi 16,30% (yoy) pada triwulan laporan, dari

sebelumnya 18,19% (yoy).

Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,

perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh

komponen yaitu kredit modal kerja, kredit

investasi, dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja

tumbuh melambat menjadi sebesar 12,08% (yoy),

setelah tumbuh sebesar 14,42% (yoy) pada triwulan I

2015. Melihat pangsa kredit modal kerja yang

dominan, yakni sebesar 54,09% dari total kredit

keseluruhan, perlambatan ini merupakan penyumbang

utama perlambatan kredit berdasarkan penggunaan.

Sementara itu, kredit investasi dengan pangsa sebesar

14,48% tumbuh sebesar 5,84% (yoy) atau melambat

dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,90%

(yoy). Perlambatan turut dialami pada kredit konsumsi

dengan pangsa 31,43% yang tumbuh sebesar 7,03%

(yoy) pada periode laporan atau melambat dari triwulan

lalu yang tumbuh sebesar 8,53% (yoy).

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

II0

20

40

60

80

100

120

PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

I

51PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12.Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160 % YOY

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

II

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

-

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

RP TRILIUN

Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10.Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

58,631

38,576

15,402

88,445

201,054

20,194,181

177,319

20,199

19,603

20,411,302

29.16%

19.19%

7.66%

43.99%

100.00%

98.94%

0.87%

0.10%

0.10%

100.00%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseJumlah Rekening

Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6.Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.5.

%YOY

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO

II

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

Lebih lanjut, ketergantungan perbankan Jawa Tengah

terhadap deposan besar pada triwulan laporan tercatat

masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK

berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa hanya

dengan 19.603 rekening atau setara dengan 0,10%

jumlah keseluruhan rekening di Jawa Tengah sudah

memili porsi sebesar 43,99% terhadap total DPK

perbankan di Jawa Tengah.

3.2.3. Penyaluran Kredit

Laju pertumbuhan kredit tercatat melambat pada

triwulan laporan. Kredit bank umum melambat

menjadi 9,52% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 11,37% (yoy). Melambatnya kredit di

triwulan laporan sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi Provinsi Jawa Tengah yang juga melambat

pada triwulan laporan. Perlambatan perekonomian

mengindikasikan adanya penurunan permintaan kredit

baru dari masyarakat dan dunia usaha. Laju

pertumbuhan kredit Jawa Tengah pada triwulan II 2015

ini berada di bawah provinsi lain di Pulau Jawa yaitu

Jawa Barat 10,43% (yoy) dan Jawa Timur 11,08% (yoy)

(Grafik 3.7). Namun demikian, tingkat LDR perbankan

Jawa Tengah pada triwulan II 2015 masih berada di atas

nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau

Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta

(Grafik 3.8). Tingginya tingkat LDR Jawa Tengah

tersebut terjadi sejalan dengan tren pertumbuhan

kredit Jawa Tengah yang lebih cepat bila dibandingkan

dengan pertumbuhan DPK.

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN50

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perbandingan LDR PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.8.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

75

80

85

90

95

100

105

110

Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.7.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

5

10

15

20

25

30

Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran

kredit perbankan Jawa Tengah masih didominasi

oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

(PHR) dengan pangsa 35,31% dari total kredit. Sektor

utama daerah lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga

memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 18,10%.

Sementara itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa

sebesar 3,24% dari total kredit.

Pertumbuhan kredit tiga sektor utama di Jawa

Tengah mengalami perlambatan. Sektor PHR

tumbuh melambat sebesar 10,64% (yoy), setelah

sebelumnya tumbuh 13,71% (yoy). Perlambatan ini

sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi sektor

Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor yang pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar 2,7% (yoy) atau melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

3,3% (yoy). Sedangkan kredit pada sektor Industri

Pengolahan juga turut mengalami perlambatan sebesar

16,56% (yoy) dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 23,73% (yoy).

Hal serupa dialami oleh sektor Pertanian melambat

menjadi 16,30% (yoy) pada triwulan laporan, dari

sebelumnya 18,19% (yoy).

Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,

perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh

komponen yaitu kredit modal kerja, kredit

investasi, dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja

tumbuh melambat menjadi sebesar 12,08% (yoy),

setelah tumbuh sebesar 14,42% (yoy) pada triwulan I

2015. Melihat pangsa kredit modal kerja yang

dominan, yakni sebesar 54,09% dari total kredit

keseluruhan, perlambatan ini merupakan penyumbang

utama perlambatan kredit berdasarkan penggunaan.

Sementara itu, kredit investasi dengan pangsa sebesar

14,48% tumbuh sebesar 5,84% (yoy) atau melambat

dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,90%

(yoy). Perlambatan turut dialami pada kredit konsumsi

dengan pangsa 31,43% yang tumbuh sebesar 7,03%

(yoy) pada periode laporan atau melambat dari triwulan

lalu yang tumbuh sebesar 8,53% (yoy).

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

II0

20

40

60

80

100

120

PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI

RP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

I

51PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12.Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160 % YOY

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

II

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

-

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

RP TRILIUN

Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10.Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

58,631

38,576

15,402

88,445

201,054

20,194,181

177,319

20,199

19,603

20,411,302

29.16%

19.19%

7.66%

43.99%

100.00%

98.94%

0.87%

0.10%

0.10%

100.00%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseJumlah Rekening

Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6.Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.5.

%YOY

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO

II

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

Lebih lanjut, ketergantungan perbankan Jawa Tengah

terhadap deposan besar pada triwulan laporan tercatat

masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK

berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa hanya

dengan 19.603 rekening atau setara dengan 0,10%

jumlah keseluruhan rekening di Jawa Tengah sudah

memili porsi sebesar 43,99% terhadap total DPK

perbankan di Jawa Tengah.

3.2.3. Penyaluran Kredit

Laju pertumbuhan kredit tercatat melambat pada

triwulan laporan. Kredit bank umum melambat

menjadi 9,52% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 11,37% (yoy). Melambatnya kredit di

triwulan laporan sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi Provinsi Jawa Tengah yang juga melambat

pada triwulan laporan. Perlambatan perekonomian

mengindikasikan adanya penurunan permintaan kredit

baru dari masyarakat dan dunia usaha. Laju

pertumbuhan kredit Jawa Tengah pada triwulan II 2015

ini berada di bawah provinsi lain di Pulau Jawa yaitu

Jawa Barat 10,43% (yoy) dan Jawa Timur 11,08% (yoy)

(Grafik 3.7). Namun demikian, tingkat LDR perbankan

Jawa Tengah pada triwulan II 2015 masih berada di atas

nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau

Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta

(Grafik 3.8). Tingginya tingkat LDR Jawa Tengah

tersebut terjadi sejalan dengan tren pertumbuhan

kredit Jawa Tengah yang lebih cepat bila dibandingkan

dengan pertumbuhan DPK.

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN50

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perbandingan LDR PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.8.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

75

80

85

90

95

100

105

110

Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.7.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

5

10

15

20

25

30

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

Kualitas kredit mengalami penurunan yang cukup

s i g n i f i k a n p a d a t r i w u l a n l a p o r a n b i l a

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rasio

Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas

kredit yang disalurkan perbankan pada periode laporan

tercatat sebesar 2,90% atau mengalami peningkatan

bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 2,47%. Rasio NPL kredit di Jawa Tengah

tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional yang

sebesar 2,54%. Meski kualitas kredit menurun, namun

besaran NPL tersebut masih dalam batas indikatif yang

dipersyaratkan.

Berdasarkan jenis penggunaan, kualitas kredit modal

kerja mengalami penurunan, tercermin dari rasio

NPL yang meningkat menjadi 3,47% dari 2,89% di

triwulan sebelumnya. Kenaikan NPL pada kredit modal

kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor

pertambangan dan penggalian dengan angka NPL

tertinggi yaitu sebesar 4,94% pada triwulan laporan.

Sejalan dengan itu, kualitas kredit investasi pun

mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang

juga meningkat menjadi 4,42% dari 3,85%. Ditinjau

lebih lanjut, kenaikan NPL pada kredit investasi tersebut

didorong oleh tingginya tingkat NPL pada sektor

pertambangan dan penggalian yaitu mencapai

12,43% pada triwulan laporan.

Begitu pula dengan kualitas kredit konsumsi yang

menurun, tercermin dari rasio NPL yang naik ke angka

1,20% dari 1,16% di triwulan I 2015. Secara umum,

kualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan laporan

menga lami penurunan untuk se luruh jen i s

penggunaannya bila dibandingkan dengan triwulan

lalu. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi sejalan

dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah dibandingkan dengan triwulan lalu.

Apabila ditinjau berdasarkan sektor utama,

penurunan kualitas kredit terutama untuk sektor

industri pengolahan. NPL untuk sektor industri

pengolahan naik menjadi 4,01%, setelah sebelumnya

mencatatkan angka NPL sebesar 2,64%. Kenaikan NPL

ini juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan

sektor industri pengolahan pada triwulan laporan yang

tercatat sebesar 3,73% (yoy) atau melambat

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

6,35% (yoy).

Sementara pada sektor PHR dan sektor pertanian

tercatat masing-masing sebesar 3,75% dan 2,48%,

naik dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3,35%

dan 2,16%.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI

NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL

II1.00

2.00

3.00

4.00

5.00 %%

I II III IV

2012

1

2

3

4

I II III IV

2013

I II III IV

2014

II

2015

PERTANIAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHRNPL KREDIT TOTAL

I

53PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.18.Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.17.

Komposisi Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13

MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI

14.48% 31.43%54.09%

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Sebagian besar suku bunga simpanan di bank

umum menurun di triwulan laporan. Suku bunga

deposito dan tabungan mengalami penurunan,

sedangkan suku bunga giro sedikit meningkat. Suku

bunga tabungan pada triwulan laporan menurun ke

level 1,69% dari level 1,72% di periode sebelumnya.

Begitu pula dengan suku bunga simpanan dalam

bentuk deposito, mengalami penurunan di triwulan

laporan menjadi 7,54% dari 7,82% di triwulan

sebelumnya. Apabila ditinjau berdasarkan waktunya,

penurunan suku bunga deposito terjadi pada deposito

dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 36

bulan, dan tenor lebih dari 36 bulan. Sementara suku

bunga giro meningkat pada triwulan laporan menjadi

sebesar 2,91% dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 2,85%. Namun peningkatan tersebut belum

dapat mendorong peningkatan pertumbuhan giro di

triwulan laporan.

Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan

penggunaan secara keseluruhan relatif stabil bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

triwulan laporan, suku bunga kredit modal kerja

tercatat sebesar 13,23% (yoy), atau sama dengan

triwulan sebelumnya. Kredit investasi mengalami

penurunan suku bunga menjadi sebesar 13,01% (yoy)

dari 13,25% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Di sisi

lain, kredit konsumsi mengalami sedikit kenaikan suku

bunga menjadi sebesar 13,12% (yoy) dari 13,02% (yoy)

pada triwulan sebelumnya.

Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman

pada triwulan laporan cenderung bersifat mixed.

Suku bunga kredit sektor PHR pada triwulan pelaporan

cenderung stabil bi la dibandingkan triwulan

sebelumnya, yakni menjadi sebesar 13,89% (yoy) dari

13,91% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu,

suku bunga kredit sektor pertanian tercatat sebesar

13,24%, atau meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 12,84% (yoy). Di sisi

lain, kredit sektor industri pengolahan mengalami

penurunan suku bunga menjadi sebesar 11,62% (yoy)

dari 11,78% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14.

12

13

14

15 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

II

Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15.

% %

5

6

7

8

9

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN

II

Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16.

9

10

11

12

13

14

15

16

17 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

II

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN52

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

Kualitas kredit mengalami penurunan yang cukup

s i g n i f i k a n p a d a t r i w u l a n l a p o r a n b i l a

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rasio

Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas

kredit yang disalurkan perbankan pada periode laporan

tercatat sebesar 2,90% atau mengalami peningkatan

bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 2,47%. Rasio NPL kredit di Jawa Tengah

tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional yang

sebesar 2,54%. Meski kualitas kredit menurun, namun

besaran NPL tersebut masih dalam batas indikatif yang

dipersyaratkan.

Berdasarkan jenis penggunaan, kualitas kredit modal

kerja mengalami penurunan, tercermin dari rasio

NPL yang meningkat menjadi 3,47% dari 2,89% di

triwulan sebelumnya. Kenaikan NPL pada kredit modal

kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor

pertambangan dan penggalian dengan angka NPL

tertinggi yaitu sebesar 4,94% pada triwulan laporan.

Sejalan dengan itu, kualitas kredit investasi pun

mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang

juga meningkat menjadi 4,42% dari 3,85%. Ditinjau

lebih lanjut, kenaikan NPL pada kredit investasi tersebut

didorong oleh tingginya tingkat NPL pada sektor

pertambangan dan penggalian yaitu mencapai

12,43% pada triwulan laporan.

Begitu pula dengan kualitas kredit konsumsi yang

menurun, tercermin dari rasio NPL yang naik ke angka

1,20% dari 1,16% di triwulan I 2015. Secara umum,

kualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan laporan

menga lami penurunan untuk se luruh jen i s

penggunaannya bila dibandingkan dengan triwulan

lalu. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi sejalan

dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah dibandingkan dengan triwulan lalu.

Apabila ditinjau berdasarkan sektor utama,

penurunan kualitas kredit terutama untuk sektor

industri pengolahan. NPL untuk sektor industri

pengolahan naik menjadi 4,01%, setelah sebelumnya

mencatatkan angka NPL sebesar 2,64%. Kenaikan NPL

ini juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan

sektor industri pengolahan pada triwulan laporan yang

tercatat sebesar 3,73% (yoy) atau melambat

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

6,35% (yoy).

Sementara pada sektor PHR dan sektor pertanian

tercatat masing-masing sebesar 3,75% dan 2,48%,

naik dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3,35%

dan 2,16%.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI

NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL

II1.00

2.00

3.00

4.00

5.00 %%

I II III IV

2012

1

2

3

4

I II III IV

2013

I II III IV

2014

II

2015

PERTANIAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHRNPL KREDIT TOTAL

I

53PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.18.Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.17.

Komposisi Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13

MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI

14.48% 31.43%54.09%

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Sebagian besar suku bunga simpanan di bank

umum menurun di triwulan laporan. Suku bunga

deposito dan tabungan mengalami penurunan,

sedangkan suku bunga giro sedikit meningkat. Suku

bunga tabungan pada triwulan laporan menurun ke

level 1,69% dari level 1,72% di periode sebelumnya.

Begitu pula dengan suku bunga simpanan dalam

bentuk deposito, mengalami penurunan di triwulan

laporan menjadi 7,54% dari 7,82% di triwulan

sebelumnya. Apabila ditinjau berdasarkan waktunya,

penurunan suku bunga deposito terjadi pada deposito

dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 36

bulan, dan tenor lebih dari 36 bulan. Sementara suku

bunga giro meningkat pada triwulan laporan menjadi

sebesar 2,91% dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 2,85%. Namun peningkatan tersebut belum

dapat mendorong peningkatan pertumbuhan giro di

triwulan laporan.

Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan

penggunaan secara keseluruhan relatif stabil bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

triwulan laporan, suku bunga kredit modal kerja

tercatat sebesar 13,23% (yoy), atau sama dengan

triwulan sebelumnya. Kredit investasi mengalami

penurunan suku bunga menjadi sebesar 13,01% (yoy)

dari 13,25% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Di sisi

lain, kredit konsumsi mengalami sedikit kenaikan suku

bunga menjadi sebesar 13,12% (yoy) dari 13,02% (yoy)

pada triwulan sebelumnya.

Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman

pada triwulan laporan cenderung bersifat mixed.

Suku bunga kredit sektor PHR pada triwulan pelaporan

cenderung stabil bi la dibandingkan triwulan

sebelumnya, yakni menjadi sebesar 13,89% (yoy) dari

13,91% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu,

suku bunga kredit sektor pertanian tercatat sebesar

13,24%, atau meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 12,84% (yoy). Di sisi

lain, kredit sektor industri pengolahan mengalami

penurunan suku bunga menjadi sebesar 11,62% (yoy)

dari 11,78% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14.

12

13

14

15 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

II

Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15.

% %

5

6

7

8

9

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN

II

Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16.

9

10

11

12

13

14

15

16

17 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

II

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN52

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

tumbuh sebesar 7,31% (yoy), melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,02%

(yoy). Namun demikian, angka ini masih lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang

sebesar 6,83% (yoy). Apabila dibandingkan dengan

provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan

pembiayaan syariah Provinsi Jawa Tengah masih

cenderung tertinggal. Laju pertumbuhan pembiayaan

syariah di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 11,99%

(yoy) dan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa Barat

adalah sebesar 7,78% (yoy).

Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)

pada triwulan II 2015 juga mengalami perlambatan ke

level 112,70%, dari 114,90% di triwulan sebelumnya.

Angka FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat

sebesar 97,00%.

Pertumbuhan DPK mencatatkan peningkatan pada

triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 32,77% (yoy)

pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 24,39%

(yoy). Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan laju

pertumbuhan DPK beberapa provinsi lain di Pulau Jawa

maupun nasional yang sebesar 11,49% (yoy). DPK

perbankan syariah di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar

10,49% (yoy) dan di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar

2,11% (yoy).

Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor

perbankan syariah sama dengan triwulan

sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit. Namun

demikian, jumlah jaringan kantor Unit Usaha Syariah

(UUS) mengalami peningkatan dari 32 unit di triwulan I

2015 menjadi 35 unit di triwulan laporan. Sementara

itu, jumlah kantor BPR Syariah masih sama dengan

triwulan sebelumnya, yakni sebanyak 25 unit.

Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau JawaGrafik 3.22.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Perbandingan Laju Pertumbuhan PembiayaanPerbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.21.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

10

20

30

40

50

60

70

55PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

10

20

30

40

50

60

Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau JawaGrafik 3.24.Perbandingan Laju Pertumbuhan AsetPerbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.23.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

1 M - 10 M

>10M

Total

Kredit

Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya

58,313

44,693

11,156

43,688

47,349

205,198

2,994,047

273,814

18,598

19,449

1,698

3,307,606

28.42%

21.78%

5.44%

21.29%

23.07%

100.00%

90.52%

8.28%

0.56%

0.59%

0.05%

100.00%

Nominal Kredit(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseJumlah Rekening

Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya

(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di

bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 50,2% dari

total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara

kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar

44,36% dari total kredit yang disalurkan di Jawa

Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa proporsi

penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa

Tengah relatif merata.

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan

Ekonomi

Secara umum, pola pergerakan laju kredit tahunan

terlihat searah dengan pergerakan pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi Provinsi

Jawa Tengah triwulan II 2015 tercatat melambat

menjadi sebesar 4,84% (yoy) dibandingkan dengan

triwulan lalu yang tercatat sebesar 5,51% (yoy). Hal

tersebut sejalan pula dengan laju kredit tahunan yang

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (Grafik 3.19).

Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah cenderung

menunjukkan tren yang berlawanan arah. Seiring

dengan melambatnya ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, menyebabkan peningkatan risiko

kegagalan pembayaran kredit. Dengan demikian,

diperlukan bauran kebijakan yang terintegrasi antara

kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, dan

sistem pembayaran untuk dapat memperbaiki kinerja

sektor riil.

Perkembangan industri syariah pada triwulan II

2015 di Jawa Tengah menunjukkan kenaikan.

Pertumbuhan aset perbankan syariah secara

keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang cukup

signifikan menjadi 18,95% (yoy) pada triwulan laporan,

dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami

pertumbuhan yang negatif sebesar 9,21% (yoy). Angka

pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar

11,56% (yoy). Namun demikian, pembiayaan yang

disalurkan oleh perbankan syariah mengalami

perlambatan. Pada triwulan laporan, pembiayaan

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN54

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

3.1

2.9

2.7

2.5

2.3

2.1

1.9

1.7

1.54.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit dan PertumbuhanEkonomi Jawa Tengah

II

PRDB KREDIT SKALA KANAN

Sumber : BPS, diolah

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

22.00

24.00

26.00

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah

PRDB KREDIT SKALA KANAN

II

Sumber : BPS, diolah

tumbuh sebesar 7,31% (yoy), melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,02%

(yoy). Namun demikian, angka ini masih lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang

sebesar 6,83% (yoy). Apabila dibandingkan dengan

provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan

pembiayaan syariah Provinsi Jawa Tengah masih

cenderung tertinggal. Laju pertumbuhan pembiayaan

syariah di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 11,99%

(yoy) dan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa Barat

adalah sebesar 7,78% (yoy).

Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)

pada triwulan II 2015 juga mengalami perlambatan ke

level 112,70%, dari 114,90% di triwulan sebelumnya.

Angka FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat

sebesar 97,00%.

Pertumbuhan DPK mencatatkan peningkatan pada

triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 32,77% (yoy)

pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 24,39%

(yoy). Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan laju

pertumbuhan DPK beberapa provinsi lain di Pulau Jawa

maupun nasional yang sebesar 11,49% (yoy). DPK

perbankan syariah di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar

10,49% (yoy) dan di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar

2,11% (yoy).

Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor

perbankan syariah sama dengan triwulan

sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit. Namun

demikian, jumlah jaringan kantor Unit Usaha Syariah

(UUS) mengalami peningkatan dari 32 unit di triwulan I

2015 menjadi 35 unit di triwulan laporan. Sementara

itu, jumlah kantor BPR Syariah masih sama dengan

triwulan sebelumnya, yakni sebanyak 25 unit.

Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau JawaGrafik 3.22.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Perbandingan Laju Pertumbuhan PembiayaanPerbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.21.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

10

20

30

40

50

60

70

55PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOY

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL

0

10

20

30

40

50

60

Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau JawaGrafik 3.24.Perbandingan Laju Pertumbuhan AsetPerbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.23.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

1 M - 10 M

>10M

Total

Kredit

Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya

58,313

44,693

11,156

43,688

47,349

205,198

2,994,047

273,814

18,598

19,449

1,698

3,307,606

28.42%

21.78%

5.44%

21.29%

23.07%

100.00%

90.52%

8.28%

0.56%

0.59%

0.05%

100.00%

Nominal Kredit(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseJumlah Rekening

Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya

(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di

bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 50,2% dari

total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara

kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar

44,36% dari total kredit yang disalurkan di Jawa

Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa proporsi

penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa

Tengah relatif merata.

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan

Ekonomi

Secara umum, pola pergerakan laju kredit tahunan

terlihat searah dengan pergerakan pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi Provinsi

Jawa Tengah triwulan II 2015 tercatat melambat

menjadi sebesar 4,84% (yoy) dibandingkan dengan

triwulan lalu yang tercatat sebesar 5,51% (yoy). Hal

tersebut sejalan pula dengan laju kredit tahunan yang

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (Grafik 3.19).

Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah cenderung

menunjukkan tren yang berlawanan arah. Seiring

dengan melambatnya ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, menyebabkan peningkatan risiko

kegagalan pembayaran kredit. Dengan demikian,

diperlukan bauran kebijakan yang terintegrasi antara

kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, dan

sistem pembayaran untuk dapat memperbaiki kinerja

sektor riil.

Perkembangan industri syariah pada triwulan II

2015 di Jawa Tengah menunjukkan kenaikan.

Pertumbuhan aset perbankan syariah secara

keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang cukup

signifikan menjadi 18,95% (yoy) pada triwulan laporan,

dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami

pertumbuhan yang negatif sebesar 9,21% (yoy). Angka

pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar

11,56% (yoy). Namun demikian, pembiayaan yang

disalurkan oleh perbankan syariah mengalami

perlambatan. Pada triwulan laporan, pembiayaan

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN54

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

3.1

2.9

2.7

2.5

2.3

2.1

1.9

1.7

1.54.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit dan PertumbuhanEkonomi Jawa Tengah

II

PRDB KREDIT SKALA KANAN

Sumber : BPS, diolah

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

22.00

24.00

26.00

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah

PRDB KREDIT SKALA KANAN

II

Sumber : BPS, diolah

Pada sektor pertanian dengan NPL sebesar 2,63%,

sektor industri pengolahan sebesar 3,28% dan sektor

PHR sebesar 3,66%.

Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor

UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan

porsi sekitar 83,17% dari total kredit yang diberikan

kepada UMKM. Sementara itu,16,83% dari total kredit

UMKM berupa kredit investasi.

Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar

12,69% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar16,38% (yoy).

Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang

sebesar 7,77% (yoy), laju kredit modal kerja sektor

UMKM Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang

lebih tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, kredit

investasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan.

Pada triwulan laporan, kredit investasi pada sektor

UMKM menurun signifikan menjadi sebesar -0,92%

(yoy) dari sebelumnya 11,25% (yoy). Angka ini juga

lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat

sebesar 4,20% (yoy).

Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan

laporan untuk masing-masing jenis penggunaan

memiliki angka NPL yang meningkat. Meskipun

masih berada di bawah level indikatif 5%. NPL baik

pada kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada

triwulan II 2015 ini mengalami peningkatan. NPL kredit

modal kerja meningkat menjadi 3,54% dari

sebelumnya sebesar 3,44%. Angka ini lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,74%.

Sementara itu, NPL kredit investasi pada triwulan

laporan tercatat sebesar 4,40%, meningkat

dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar

4,21%. Angka NPL kredit investasi pada periode ini

relatif sama dengan tingkat NPL nasional yang juga

sebesar 4,40%.

57PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

RP TRILIUN % YOY

NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM

PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

2

3

4

5

-1

1

2

3

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOYRP TRILIUN

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

II-10

0

10

20

30

40

50

60

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

Grafik 3.30.Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

Grafik 3.29.

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.28.

1

2

3

4

5

6

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

PHR

II

Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.27

Sumber : Bank Indonesia

% YOY

-10

20

50

80

110

140

170

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

II

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan II 2015 mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh

10,14% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat bila

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

sebesar 15,45% (yoy). Angka ini lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar

6,78% (yoy). Sementara itu, risiko atas kredit pada

sektor UMKM juga mengalami kenaikan. NPL kredit

UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan tercatat

sebesar 3,69%, atau lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 3,57% (Grafik 3.26).

NPL kredit UMKM Jawa Tengah ini juga lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang mencatatkan

angka sebesar 4,65%.

Pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan di

Jawa Tenga pada triwulan II mengalami peningkatan

menjadi 41,49% dari total kredit yang diberikan,

dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 40,71%.

Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh di atas

pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,10%.

Tabel 3.4. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah

KETERANGAN

II III IV I II

2012 2013

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

JUMLAH KANTOR

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

7

147

47

23

23

8

152

49

23

23

8

156

49

23

23

8

158

51

23

23

9

160

59

24

24

III

9

165

61

24

24

IV

9

167

62

24

24

I

2014

9

167

62

24

24

II

9

175

60

24

24

III

10

178

58

24

24

IV

10

154

53

25

25

I

7

139

45

23

23

I

10

169

32

25

25

2015

UNIT USAHA SYARIAH

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH

BANK SYARIAH

II

10

169

32

25

25

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit

UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor PHR

(65,21%), diikuti sektor industri pengolahan (10,23%),

dan sektor pertanian (6,10%). Sejalan dengan tren

perlambatan kredit yang terjadi pada triwulan II 2015,

kredit UMKM pada seluruh sektor utama juga turut

mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit kepada

UMKM sektor pertanian tercatat sebesar 17,00% (yoy),

melambat dari 22,64% (yoy) pada triwulan I 2015.

Sementara itu, kredit pada UMKM sektor PHR juga

tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,

dari 13,36% (yoy) menjadi 11,14% (yoy). Begitu pula

dengan kredit pada UMKM sektor industri pengolahan

yang mengalami perlambatan yang signifikan menjadi

7,34% (yoy) pada triwulan laporan, dari sebelumnya

22,26% (yoy).

Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama

juga mengalami peningkatan sejalan dengan

melambatnya perekonomian pada triwulan ini. NPL

kredit sektor pertanian adalah 3,09%, sektor industri

pengolahan 3,56%, dan sektor PHR 3,78%. Nilai

seluruh NPL ini meningkat dari triwulan sebelumnya.

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN56

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

RP TRILIUN

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.26.Sumber : Bank Indonesia

3.0

3.5

4.0

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN

II0

1

2

3

4

Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.25.

0

10

20

30% YOYRP TRILIUN

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN

II0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Pada sektor pertanian dengan NPL sebesar 2,63%,

sektor industri pengolahan sebesar 3,28% dan sektor

PHR sebesar 3,66%.

Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor

UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan

porsi sekitar 83,17% dari total kredit yang diberikan

kepada UMKM. Sementara itu,16,83% dari total kredit

UMKM berupa kredit investasi.

Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar

12,69% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar16,38% (yoy).

Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang

sebesar 7,77% (yoy), laju kredit modal kerja sektor

UMKM Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang

lebih tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, kredit

investasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan.

Pada triwulan laporan, kredit investasi pada sektor

UMKM menurun signifikan menjadi sebesar -0,92%

(yoy) dari sebelumnya 11,25% (yoy). Angka ini juga

lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat

sebesar 4,20% (yoy).

Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan

laporan untuk masing-masing jenis penggunaan

memiliki angka NPL yang meningkat. Meskipun

masih berada di bawah level indikatif 5%. NPL baik

pada kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada

triwulan II 2015 ini mengalami peningkatan. NPL kredit

modal kerja meningkat menjadi 3,54% dari

sebelumnya sebesar 3,44%. Angka ini lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,74%.

Sementara itu, NPL kredit investasi pada triwulan

laporan tercatat sebesar 4,40%, meningkat

dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar

4,21%. Angka NPL kredit investasi pada periode ini

relatif sama dengan tingkat NPL nasional yang juga

sebesar 4,40%.

57PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

RP TRILIUN % YOY

NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM

PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

2

3

4

5

-1

1

2

3

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

% YOYRP TRILIUN

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

II-10

0

10

20

30

40

50

60

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

Grafik 3.30.Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

Grafik 3.29.

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.28.

1

2

3

4

5

6

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

PHR

II

Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.27

Sumber : Bank Indonesia

% YOY

-10

20

50

80

110

140

170

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

II

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan II 2015 mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh

10,14% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat bila

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

sebesar 15,45% (yoy). Angka ini lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar

6,78% (yoy). Sementara itu, risiko atas kredit pada

sektor UMKM juga mengalami kenaikan. NPL kredit

UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan tercatat

sebesar 3,69%, atau lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 3,57% (Grafik 3.26).

NPL kredit UMKM Jawa Tengah ini juga lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang mencatatkan

angka sebesar 4,65%.

Pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan di

Jawa Tenga pada triwulan II mengalami peningkatan

menjadi 41,49% dari total kredit yang diberikan,

dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 40,71%.

Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh di atas

pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,10%.

Tabel 3.4. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah

KETERANGAN

II III IV I II

2012 2013

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

JUMLAH KANTOR

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

7

147

47

23

23

8

152

49

23

23

8

156

49

23

23

8

158

51

23

23

9

160

59

24

24

III

9

165

61

24

24

IV

9

167

62

24

24

I

2014

9

167

62

24

24

II

9

175

60

24

24

III

10

178

58

24

24

IV

10

154

53

25

25

I

7

139

45

23

23

I

10

169

32

25

25

2015

UNIT USAHA SYARIAH

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH

BANK SYARIAH

II

10

169

32

25

25

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit

UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor PHR

(65,21%), diikuti sektor industri pengolahan (10,23%),

dan sektor pertanian (6,10%). Sejalan dengan tren

perlambatan kredit yang terjadi pada triwulan II 2015,

kredit UMKM pada seluruh sektor utama juga turut

mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit kepada

UMKM sektor pertanian tercatat sebesar 17,00% (yoy),

melambat dari 22,64% (yoy) pada triwulan I 2015.

Sementara itu, kredit pada UMKM sektor PHR juga

tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,

dari 13,36% (yoy) menjadi 11,14% (yoy). Begitu pula

dengan kredit pada UMKM sektor industri pengolahan

yang mengalami perlambatan yang signifikan menjadi

7,34% (yoy) pada triwulan laporan, dari sebelumnya

22,26% (yoy).

Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama

juga mengalami peningkatan sejalan dengan

melambatnya perekonomian pada triwulan ini. NPL

kredit sektor pertanian adalah 3,09%, sektor industri

pengolahan 3,56%, dan sektor PHR 3,78%. Nilai

seluruh NPL ini meningkat dari triwulan sebelumnya.

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN56

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

RP TRILIUN

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.26.Sumber : Bank Indonesia

3.0

3.5

4.0

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN

II0

1

2

3

4

Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.25.

0

10

20

30% YOYRP TRILIUN

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN

II0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

120

140

160

180

200

220

(35)

(25)

(15)

(5)

5

15

I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015

%% YOY

RATA-RATA TRANSAKSI SP (RTGS+KLIRING) JAWA TENGAHPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMERATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAHINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

15

16

17

18

19

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015

RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Mesk ipun seca ra t r iwu lanan menun jukkan

peningkatan, secara tahunan penggunaan sistem

pembayaran nontunai (BI-RTGS dan kl i r ing)

menunjukkan kecenderungan terjadinya penurunan

pertumbuhan tahunan. Hal tersebut sejalan dengan

perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan laporan yang salah satunya ditunjukkan

dengan penurunan indikator rata-rata Indeks Penjualan

Riil (Grafik 3.34). Perlambatan pertumbuhan ekonomi

ditengarai berpengaruh terhadap semakin turunnya

pertumbuhan jumlah penyelesaian transaksi yang

dilakukan melalui SKNBI dan BI-RTGS.

3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI)

Aktivitas kliring pada triwulan II 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.35). Rata-rata perputaran kliring harian dari

sisi nominal pada triwulan laporan meningkat sebesar

1,38% (qtq) menjadi sebesar Rp559,01 miliar dari

triwulan sebelumnya sebesar Rp551,41 miliar.

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya, nominal transaksi kliring pada periode

laporan tumbuh negatif sebesar 2,38% (yoy) atau

mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 3,99% (yoy). Sementara dari sisi

volume, rata-rata perputaran Data Keuangan

Elektronik (DKE) yang dikliringkan sebesar 14.053 per

hari menunjukkan kenaikan sebesar 0,64% (qtq) dari

triwulan I 2015 sebesar 13.963 DKE per hari.

Perkembangan tahunan volume DKE yang dikliringkan

pada t r iwulan laporan tercatat menga lami

pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu kontraksi

sebesar 7,28% (yoy) pada triwulan I I 2015,

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tercatat mengalami kontraksi s ebesar 2,19% (yoy).

Pada periode triwulan II 2015 di Jawa Tengah terdapat

sepuluh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yang terdiri

dari empat PKL yang diselenggarakan oleh BI

(Semarang, Solo, Tegal dan Purwokerto) dan enam PKL

selain BI (Cilacap, Kudus, Magelang, Pekalongan,

Purworejo, dan Salatiga). Dari sepuluh PKL di Jawa

Tengah, kota Semarang mencatatkan transaksi kliring

terbesar di Jawa Tengah dengan porsi nominal kliring

sebesar 63,03%, sedangkan porsi volume kliring

sebesar 63,72%. Porsi nominal dan volume transaksi

kliring kota Semarang pada triwulan laporan

mengalami peningkatan dibanding tr iwulan

sebelumnya sebesar 46,28% dan 48,68%. Kota

selanjutnya yang memberikan sumbangan terbesar

terhadap perputaran kliring Jawa Tengah adalah kota

Solo dengan porsi nominal dan volume kredit sebesar

18,28% dan16,81%, sedangkan kota-kota lain hanya

memberikan kontribusi di bawah 5%. Sejak

implementasi SKNBI Generasi II yang dimulaipada 5 Juni

2015, pengiriman DKE yang semula dilakukan oleh PKL

berubah menjadi tersentralisasi oleh kantor pusat bank,

sehingga terjadi peralihan fungsi PKL menjadi

Koordinator Pertukaran Warkat Debit (PWD).

59PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa TengahGrafik 3.33 Pertumbuhan Tahunan Volume TransaksiSistem Pembayaran Nontunai danIndeks Penjualan Riil Jawa Tengah

Grafik 3.34.

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit

perbankan di tr iwulan I I 2015, pertumbuhan

pembiayaan yang disalurkan oleh Perusahaan

Pembiayaan (PP) yang ada di Jawa Tengah juga

mengalami penurunan pada triwulan laporan.

Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh PP Jawa

Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar -7,46%

(yoy) atau menurun bila dibandingkan dengan triwulan

lalu yang tercatat sebesar -3,32% (yoy). Penurunan

tersebut terutama didorong oleh penurunan penyaluran

pembiayaan kepada sektor listrik, gas, dan air yang

tercatat sebesar -17,81% (yoy) pada triwulan laporan,

atau menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar -

11,40% (yoy).

Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah

juga mengalami peningkatan pada triwulan laporan.

Rasio Non Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada

triwulan laporan tercatat sebesar 0,39% atau cenderung

meningkat terbatas dari triwulan lalu yang tercatat sebesar

0,38%. Peningkatan NPL ini terutama disumbang oleh

peningkatan NPL sektor pertambangan yang tercatat

sebesar 5,2% atau jauh meningkat dari triwulan lalu yang

tercatat sebesar 0,92%.

Sejalan dengan pola yang terdapat pada triwulan-triwulan

sebelumnya, pangsa pembiayaan terbesar yang disalurkan

oleh PP Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor listrik,

gas, dan air.

Sistem pembayaran non tunai yang diselenggarakan Bank

Indonesia yaitu BI-RTGS dan SKNBI pada triwulan II 2015

mengalami peningkatan di banding dengan triwulan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.33). Pada triwulan laporan, sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia rata-rata

melayani 15,711 transaksi dengan nilai Rp5.372,59 miliar

per hari. Volume transaksi meningkat 0,80% (qtq),

sementara nominal transaksi mengalami kenaikan

19,66% (qtq) dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang

tercatat sebesar15.586 transaksi dengan nilai Rp4.489,80

miliar per hari. Penggunaan sistem pembayaran nontunai pada triwulan II

2015 secara nominal mengalami perbaikan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Nilai nominal penyelesaian

transaksi melalui BI-RTGS dan SKNBI pada triwulan

laporan tumbuh sebesar 26,12% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 13,22% (yoy). Sedangkan dari sisi volume,

penggunaan sistem pembayaran nontunai menunjukkan

kinerja yang memburuk dibanding triwulan lalu dengan

pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu 10,98%

(yoy), dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang

mengalami kontraksi sebesar 6,01% (yoy). Peningkatan

penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang

diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan pola

konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah daerah

yang masih mencatatkan pertumbuhan meskipun

melambat pada triwulan II.

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaandi Jawa Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi Sistem KliringNasional Bank Indonesia (SKNBI)dan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN58

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

0.28%

0.30%

0.32%

0.34%

0.36%

0.38%

0.40%

0.42%

I II III IV I II

2014 2015

Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa TengahGrafik 3.32

NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH

Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa TengahGrafik 3.31

PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP (YOY)

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II

2014 2015

100

120

140

160

180

200

220

(35)

(25)

(15)

(5)

5

15

I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015

%% YOY

RATA-RATA TRANSAKSI SP (RTGS+KLIRING) JAWA TENGAHPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMERATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAHINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

15

16

17

18

19

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015

RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Mesk ipun seca ra t r iwu lanan menun jukkan

peningkatan, secara tahunan penggunaan sistem

pembayaran nontunai (BI-RTGS dan kl i r ing)

menunjukkan kecenderungan terjadinya penurunan

pertumbuhan tahunan. Hal tersebut sejalan dengan

perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan laporan yang salah satunya ditunjukkan

dengan penurunan indikator rata-rata Indeks Penjualan

Riil (Grafik 3.34). Perlambatan pertumbuhan ekonomi

ditengarai berpengaruh terhadap semakin turunnya

pertumbuhan jumlah penyelesaian transaksi yang

dilakukan melalui SKNBI dan BI-RTGS.

3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI)

Aktivitas kliring pada triwulan II 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.35). Rata-rata perputaran kliring harian dari

sisi nominal pada triwulan laporan meningkat sebesar

1,38% (qtq) menjadi sebesar Rp559,01 miliar dari

triwulan sebelumnya sebesar Rp551,41 miliar.

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya, nominal transaksi kliring pada periode

laporan tumbuh negatif sebesar 2,38% (yoy) atau

mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 3,99% (yoy). Sementara dari sisi

volume, rata-rata perputaran Data Keuangan

Elektronik (DKE) yang dikliringkan sebesar 14.053 per

hari menunjukkan kenaikan sebesar 0,64% (qtq) dari

triwulan I 2015 sebesar 13.963 DKE per hari.

Perkembangan tahunan volume DKE yang dikliringkan

pada t r iwulan laporan tercatat menga lami

pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu kontraksi

sebesar 7,28% (yoy) pada triwulan I I 2015,

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tercatat mengalami kontraksi s ebesar 2,19% (yoy).

Pada periode triwulan II 2015 di Jawa Tengah terdapat

sepuluh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yang terdiri

dari empat PKL yang diselenggarakan oleh BI

(Semarang, Solo, Tegal dan Purwokerto) dan enam PKL

selain BI (Cilacap, Kudus, Magelang, Pekalongan,

Purworejo, dan Salatiga). Dari sepuluh PKL di Jawa

Tengah, kota Semarang mencatatkan transaksi kliring

terbesar di Jawa Tengah dengan porsi nominal kliring

sebesar 63,03%, sedangkan porsi volume kliring

sebesar 63,72%. Porsi nominal dan volume transaksi

kliring kota Semarang pada triwulan laporan

mengalami peningkatan dibanding tr iwulan

sebelumnya sebesar 46,28% dan 48,68%. Kota

selanjutnya yang memberikan sumbangan terbesar

terhadap perputaran kliring Jawa Tengah adalah kota

Solo dengan porsi nominal dan volume kredit sebesar

18,28% dan16,81%, sedangkan kota-kota lain hanya

memberikan kontribusi di bawah 5%. Sejak

implementasi SKNBI Generasi II yang dimulaipada 5 Juni

2015, pengiriman DKE yang semula dilakukan oleh PKL

berubah menjadi tersentralisasi oleh kantor pusat bank,

sehingga terjadi peralihan fungsi PKL menjadi

Koordinator Pertukaran Warkat Debit (PWD).

59PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa TengahGrafik 3.33 Pertumbuhan Tahunan Volume TransaksiSistem Pembayaran Nontunai danIndeks Penjualan Riil Jawa Tengah

Grafik 3.34.

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit

perbankan di tr iwulan I I 2015, pertumbuhan

pembiayaan yang disalurkan oleh Perusahaan

Pembiayaan (PP) yang ada di Jawa Tengah juga

mengalami penurunan pada triwulan laporan.

Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh PP Jawa

Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar -7,46%

(yoy) atau menurun bila dibandingkan dengan triwulan

lalu yang tercatat sebesar -3,32% (yoy). Penurunan

tersebut terutama didorong oleh penurunan penyaluran

pembiayaan kepada sektor listrik, gas, dan air yang

tercatat sebesar -17,81% (yoy) pada triwulan laporan,

atau menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar -

11,40% (yoy).

Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah

juga mengalami peningkatan pada triwulan laporan.

Rasio Non Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada

triwulan laporan tercatat sebesar 0,39% atau cenderung

meningkat terbatas dari triwulan lalu yang tercatat sebesar

0,38%. Peningkatan NPL ini terutama disumbang oleh

peningkatan NPL sektor pertambangan yang tercatat

sebesar 5,2% atau jauh meningkat dari triwulan lalu yang

tercatat sebesar 0,92%.

Sejalan dengan pola yang terdapat pada triwulan-triwulan

sebelumnya, pangsa pembiayaan terbesar yang disalurkan

oleh PP Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor listrik,

gas, dan air.

Sistem pembayaran non tunai yang diselenggarakan Bank

Indonesia yaitu BI-RTGS dan SKNBI pada triwulan II 2015

mengalami peningkatan di banding dengan triwulan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.33). Pada triwulan laporan, sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia rata-rata

melayani 15,711 transaksi dengan nilai Rp5.372,59 miliar

per hari. Volume transaksi meningkat 0,80% (qtq),

sementara nominal transaksi mengalami kenaikan

19,66% (qtq) dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang

tercatat sebesar15.586 transaksi dengan nilai Rp4.489,80

miliar per hari. Penggunaan sistem pembayaran nontunai pada triwulan II

2015 secara nominal mengalami perbaikan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Nilai nominal penyelesaian

transaksi melalui BI-RTGS dan SKNBI pada triwulan

laporan tumbuh sebesar 26,12% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 13,22% (yoy). Sedangkan dari sisi volume,

penggunaan sistem pembayaran nontunai menunjukkan

kinerja yang memburuk dibanding triwulan lalu dengan

pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu 10,98%

(yoy), dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang

mengalami kontraksi sebesar 6,01% (yoy). Peningkatan

penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang

diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan pola

konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah daerah

yang masih mencatatkan pertumbuhan meskipun

melambat pada triwulan II.

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaandi Jawa Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi Sistem KliringNasional Bank Indonesia (SKNBI)dan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN58

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

0.28%

0.30%

0.32%

0.34%

0.36%

0.38%

0.40%

0.42%

I II III IV I II

2014 2015

Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa TengahGrafik 3.32

NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH

Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa TengahGrafik 3.31

PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP (YOY)

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II

2014 2015

adalah sebesar Rp4.813,58 miliar, meningkat 22,22%

(qtq) dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3.938,39

miliar. Kenaikan nominal transaksi RTGS terjadi pada

seluruh komponen meliputi transaksi transfer RTGS dari

Jateng (transfer outgoing RTGS), transfer RTGS ke

Jateng (transfer incoming RTGS), dan transfer antar

daerah di Jateng masing-masing sebesar 15,41% (qtq),

25,80% (qtq), dan 31,75% (qtq). Dari ketiga jenis

transaksi RTGS, transaksi transfer outgoing sebesar

Rp2.038,64 miliar per hari memberikan komposisi

terbesar dari keseluruhan transaksi RTGS (42,35%),

diikuti dengan transaksi transfer incoming sebesar

Rp1.833,95 miliar per hari (38,10%) dan transaksi

transfer antar daerah sebesar Rp940,99 miliar per hari

(19,55%). Apabila dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya, rata-rata harian nominal

transaksi RTGS pada triwulan laporan tumbuh sebesar

30,54% (yoy), lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang

tumbuh sebesar 14,64% (yoy).

Sementara dari sisi volume transaksi, rata-rata harian

transaksi RTGS pada triwulan II 2015 mengalami

peningkatan sebesar 2,19% (qtq) menjadi sebanyak

1.658 transaksi per hari dari triwulan I 2015 sebanyak

1.623 transaksi per hari. Peningkatan volume transaksi

terjadi pada transaksi transfer outgoing dan incoming

RTGS masing-masing sebesar 2,18% (qtq) dan 3,23%

(qtq), sedangkan volume transaksi transfer antar

daerah di Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar

2,03% (qtq). Secara tahunan, perkembangan tahunan

volume transaksi RTGS pada periode laporan tercatat

mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar,

yaitu kontraksi sebesar 33,44% (yoy) pada triwulan II

2015, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

mencatatkan kontraksi sebesar 29,66% (yoy).

BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang

diselenggarakan untuk memproses transaksi

pembayaran bernilai besar (transaksi yang lebih besar

dari Rp100 juta per transaksi) dan bersifat mendesak

antara lain transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB),

transaksi bursa saham, transaksi pemerintah, serta

settlement hasil kliring. Peningkatan nominal transaksi

RTGS pada periode laporan ini sejalan dengan

meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat dan

belanja pemerintah daerah memasuki triwulan II.

Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa

Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,

KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada

triwulan II 2015 masih mencatatkan net inflow seperti

halnya pola pada periode-periode sebelumnya (Grafik

3.38). Pada triwulan laporan, posisi net inflow turun

cukup signifikan dari Rp12.601,21miliar pada triwulan I

2015 menjadi Rp2.284,54 miliar, atau turun sebesar

81,87% (qtq). Inflow pada triwulan II 2015 adalah

sebesar Rp14.908,15 miliar, lebih rendah dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp18.176,88 miliar (turun

RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50%, YOYRP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II -

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II (40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20

-

1

2

3

RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

%, YOYRP TRANSAKSI

3.7. Perkembangan Perkasan

61PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Rata-Rata Harian VolumeRTGS Jawa Tengah

Grafik 3.39.Perkembangan Rata-Rata HarianNominal RTGS Jawa Tengah

Grafik 3.38.

Sepert i halnya periode-periode sebelumnya,

perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh

transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan

cek dan bilyet giro. Pada periode laporan penarikan cek

dan bilyet giro (BG) kosong mengalami penurunan dari

sisi nominal dan volume dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang

dikliringkan per hari pada triwulan laporan turun

sebanyak 3,80% (qtq) menjadi Rp8,67 miliar dari

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp9,01 miliar. Dari

sisi volume, rata-rata penarikan cek dan BG kosong

juga mengalami penurunan sebanyak 8,33% (qtq) dari

294 lembar per hari pada triwulan I 2015 menjadi 270

lembar per hari pada triwulan laporan.

Secara tahunan, nominal dan volume rata-rata

penarikan cek/BG kosong harian pada periode laporan

mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar,

yaitu sebesar 22,19% (yoy) dan 14,41% (yoy)

dibanding dengan triwulan I 2015 yang mengalami

kontraksi sebesar 9,17% (yoy) dan 1,41% (yoy).

Peningkatan perputaran kliring pada triwulan II 2015

dari triwulan sebelumnya sejalan dengan pola

konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah

daerah yang cenderung meningkat memasuki triwulan

II. Meskipun demikian, penurunan pertumbuhan

tahunan transaksi kliring sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan

laporan, yang salah satunya ditunjukkan dengan

penurunan indikator rata-rata Indeks Penjualan Riil

(Grafik 3.37). Perlambatan pertumbuhan ekonomi

ditengarai berpengaruh terhadap semakin sedikitnya

jumlah penyelesaian transaksi yang dilakukan melalui

SKNBI.

3.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

Transaksi RTGS Jawa Tengah pada triwulan II 2015

mengalami peningkatan baik dari sisi nominal

maupun volume transaksi dibanding triwulan

sebelumnya (Grafik 3.39.). Dari sisi nominal transaksi,

rata-rata harian transaksi RTGS pada triwulan II 2015

Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah

Grafik 3.35.

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

13

14

15

16

400

450

500

550

600 RIBU DKERP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.36.

320

300

280

260

240

12

11

10

9

8

7

6

RP MILIAR LEMBAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

II

Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan UsahaTriwulan II 2015

Grafik 3.37.

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

120

140

160

180

200

220

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

% YOY PERSEN

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN60

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

adalah sebesar Rp4.813,58 miliar, meningkat 22,22%

(qtq) dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3.938,39

miliar. Kenaikan nominal transaksi RTGS terjadi pada

seluruh komponen meliputi transaksi transfer RTGS dari

Jateng (transfer outgoing RTGS), transfer RTGS ke

Jateng (transfer incoming RTGS), dan transfer antar

daerah di Jateng masing-masing sebesar 15,41% (qtq),

25,80% (qtq), dan 31,75% (qtq). Dari ketiga jenis

transaksi RTGS, transaksi transfer outgoing sebesar

Rp2.038,64 miliar per hari memberikan komposisi

terbesar dari keseluruhan transaksi RTGS (42,35%),

diikuti dengan transaksi transfer incoming sebesar

Rp1.833,95 miliar per hari (38,10%) dan transaksi

transfer antar daerah sebesar Rp940,99 miliar per hari

(19,55%). Apabila dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya, rata-rata harian nominal

transaksi RTGS pada triwulan laporan tumbuh sebesar

30,54% (yoy), lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang

tumbuh sebesar 14,64% (yoy).

Sementara dari sisi volume transaksi, rata-rata harian

transaksi RTGS pada triwulan II 2015 mengalami

peningkatan sebesar 2,19% (qtq) menjadi sebanyak

1.658 transaksi per hari dari triwulan I 2015 sebanyak

1.623 transaksi per hari. Peningkatan volume transaksi

terjadi pada transaksi transfer outgoing dan incoming

RTGS masing-masing sebesar 2,18% (qtq) dan 3,23%

(qtq), sedangkan volume transaksi transfer antar

daerah di Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar

2,03% (qtq). Secara tahunan, perkembangan tahunan

volume transaksi RTGS pada periode laporan tercatat

mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar,

yaitu kontraksi sebesar 33,44% (yoy) pada triwulan II

2015, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

mencatatkan kontraksi sebesar 29,66% (yoy).

BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang

diselenggarakan untuk memproses transaksi

pembayaran bernilai besar (transaksi yang lebih besar

dari Rp100 juta per transaksi) dan bersifat mendesak

antara lain transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB),

transaksi bursa saham, transaksi pemerintah, serta

settlement hasil kliring. Peningkatan nominal transaksi

RTGS pada periode laporan ini sejalan dengan

meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat dan

belanja pemerintah daerah memasuki triwulan II.

Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa

Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,

KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada

triwulan II 2015 masih mencatatkan net inflow seperti

halnya pola pada periode-periode sebelumnya (Grafik

3.38). Pada triwulan laporan, posisi net inflow turun

cukup signifikan dari Rp12.601,21miliar pada triwulan I

2015 menjadi Rp2.284,54 miliar, atau turun sebesar

81,87% (qtq). Inflow pada triwulan II 2015 adalah

sebesar Rp14.908,15 miliar, lebih rendah dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp18.176,88 miliar (turun

RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50%, YOYRP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II -

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II (40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20

-

1

2

3

RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

%, YOYRP TRANSAKSI

3.7. Perkembangan Perkasan

61PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Rata-Rata Harian VolumeRTGS Jawa Tengah

Grafik 3.39.Perkembangan Rata-Rata HarianNominal RTGS Jawa Tengah

Grafik 3.38.

Sepert i halnya periode-periode sebelumnya,

perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh

transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan

cek dan bilyet giro. Pada periode laporan penarikan cek

dan bilyet giro (BG) kosong mengalami penurunan dari

sisi nominal dan volume dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang

dikliringkan per hari pada triwulan laporan turun

sebanyak 3,80% (qtq) menjadi Rp8,67 miliar dari

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp9,01 miliar. Dari

sisi volume, rata-rata penarikan cek dan BG kosong

juga mengalami penurunan sebanyak 8,33% (qtq) dari

294 lembar per hari pada triwulan I 2015 menjadi 270

lembar per hari pada triwulan laporan.

Secara tahunan, nominal dan volume rata-rata

penarikan cek/BG kosong harian pada periode laporan

mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar,

yaitu sebesar 22,19% (yoy) dan 14,41% (yoy)

dibanding dengan triwulan I 2015 yang mengalami

kontraksi sebesar 9,17% (yoy) dan 1,41% (yoy).

Peningkatan perputaran kliring pada triwulan II 2015

dari triwulan sebelumnya sejalan dengan pola

konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah

daerah yang cenderung meningkat memasuki triwulan

II. Meskipun demikian, penurunan pertumbuhan

tahunan transaksi kliring sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan

laporan, yang salah satunya ditunjukkan dengan

penurunan indikator rata-rata Indeks Penjualan Riil

(Grafik 3.37). Perlambatan pertumbuhan ekonomi

ditengarai berpengaruh terhadap semakin sedikitnya

jumlah penyelesaian transaksi yang dilakukan melalui

SKNBI.

3.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS)

Transaksi RTGS Jawa Tengah pada triwulan II 2015

mengalami peningkatan baik dari sisi nominal

maupun volume transaksi dibanding triwulan

sebelumnya (Grafik 3.39.). Dari sisi nominal transaksi,

rata-rata harian transaksi RTGS pada triwulan II 2015

Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah

Grafik 3.35.

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

13

14

15

16

400

450

500

550

600 RIBU DKERP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.36.

320

300

280

260

240

12

11

10

9

8

7

6

RP MILIAR LEMBAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

II

Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan UsahaTriwulan II 2015

Grafik 3.37.

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

120

140

160

180

200

220

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

% YOY PERSEN

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN60

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui

loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang

dilaporkan ke Bank Indonesia. Apabila ditinjau

berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu tertinggi

sampai dengan triwulan II 2015 dijumpai di Semarang

dan terendah di Tegal (Grafik 3.42). Sampai dengan

triwulan laporan, mayoritas uang palsu yang

ditemukan di Jawa Tengah merupakan pecahan 50.000

rupiah (55,21%), diikuti pecahan 100.000 rupiah

(41,34%), sedangkan pecahan lain persentasenya

relatif kecil (Grafik 3.43).

Kegiatan sistem pembayaran berperan dalam

memberikan dukungan terhadap kelancaran transaksi

e k o n o m i d i J a w a T e n g a h . T r a n s a k s i

penarikan/penyetoran uang tunai dari/ke Bank

Indonesia mencatatkan penurunan net inflow seiring

dengan meningkatnya kebutuhan uang tunai

masyarakat. Sementara kinerja sistem pembayaran

non tunai pada triwulan II 2015 menunjukkan

peningkatan dari triwulan sebelumnya seiring dengan

mulai banyaknya konsumsi masyarakat dan realisasi

belanja pemerintah. Akan tetapi, dari sisi pertumbuhan

tahunan volume transaksi terdapat kecenderungan

terjadinya perlambatan yang ditengarai dipengaruhi

oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jawa

Tengah. Dalam rangka meningkatkan penggunaan

sistem pembayaran dan instrument pembayaran

nontunai melalui implementasi Gerakan Nasional Non

Tunai (GNNT), pada awal Juni 2015 KPw BI Provinsi

Jawa Tengah melakukan perluasan program

elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran

pemerintah daerah melalui penandatanganan

Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Kabupaten

Kudus. Selanjutnya akan dilaksanakan pembahasan

business model transaksi pemerintah daerah yang akan

dimigrasikan untuk dilakukan secara nontunai.

63PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

41.34% 55.21% 1.39% 2.06%

100.000 50.000 20.000 10.000SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL

LEMBAR

100,000 50,000 20,000 10.000

Sumber : Bank Indonesia

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

Persentase Temuan Uang Palsu Setiap PecahanGrafik 3.43.Temuan Uang Palsu Berdasarkan LokasiGrafik 3.42.

17,98%,qtq). Sedangkan data outflow tercatat

mengalami peningkatan signifikan dari triwulan

sebelumnya yaitu sebesar 126,41% (qtq) menjadi

Rp12.623,61 miliar pada periode laporan.

Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah

menunjukkan perlambatan dari tumbuh 17,49% (yoy)

pada triwulan I 2015, menjadi sebesar 4,18% (yoy)

pada triwulan laporan. Sementara perkembangan

tahunan posisi outflow pada triwulan II 2015

menunjukkan adanya pertumbuhan signifikan dari

yang sebelumnya tercatat mengalami kontraksi sebesar

11,05% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi tumbuh

sebesar 41,00% (yoy) pada periode laporan. Hal

tersebut menyebabkan pertumbuhan tahunan net

inflow Jawa Tengah pada triwulan laporan menjadi

tumbuh negatif sebesar 57,35% (yoy), dibanding

triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan

sebesar 36,94% (yoy).

Menipisnya posisi net inflow yang dicatatkan terjadi

karena tingginya kebutuhan uang tunai masyarakat

pada periode tersebut. Pada triwulan laporan terjadi

beberapa per ist iwa secara bersamaan yang

menyebabkan kebutuhan uang tunai masyarakat

meningkat signifikan, yaitu hari raya lebaran,

pembayaran tahun ajaran baru sekolah, serta

keperluan belanja pemerintah untuk pembayaran gaji

ke-13 bagi PNS. Hal tersebut menyebabkan posisi

outflow uang tunai mengalami kenaikan signifikan

pada periode laporan. Meskipun mengalami

peningkatan pada periode laporan, kondisi net inflow

yang masih dicatatkan di Jawa Tengah tidak terlepas

dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi.

Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari

daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa

Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-

kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehinga

mendorong posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif

tinggi.

Dalam rangka melaksanakan clean money policy,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan

kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya

disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal

tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan

kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan II

2015, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan

menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

seiring dengan penurunan inflow (Grafik 3.41). Dilihat

berdasarkan proporsinya terhadap inflow, pada periode

laporan persentase penarikan uang lusuh adalah

sebesar 20,49%, atau turun 29,09% (qtq) dari posisi

triwulan I 2015 sebesar 28,90%(qtq).

Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan II

2015 adalah sebanyak 4.688 lembar, atau turun

30,93% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebanyak

6.787 lembar. Penemuan uang palsu ini antara lain

berasal dari klarifikasi uang yang diragukan keasliannya

Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.41.

PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN

10

20

30

40

50

60

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000 %RP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

OUTFLOW INFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)

(20,000)

(15,000)

(10,000)

(5,000)

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000 RP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa TengahGrafik 3.40.

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN62

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui

loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang

dilaporkan ke Bank Indonesia. Apabila ditinjau

berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu tertinggi

sampai dengan triwulan II 2015 dijumpai di Semarang

dan terendah di Tegal (Grafik 3.42). Sampai dengan

triwulan laporan, mayoritas uang palsu yang

ditemukan di Jawa Tengah merupakan pecahan 50.000

rupiah (55,21%), diikuti pecahan 100.000 rupiah

(41,34%), sedangkan pecahan lain persentasenya

relatif kecil (Grafik 3.43).

Kegiatan sistem pembayaran berperan dalam

memberikan dukungan terhadap kelancaran transaksi

e k o n o m i d i J a w a T e n g a h . T r a n s a k s i

penarikan/penyetoran uang tunai dari/ke Bank

Indonesia mencatatkan penurunan net inflow seiring

dengan meningkatnya kebutuhan uang tunai

masyarakat. Sementara kinerja sistem pembayaran

non tunai pada triwulan II 2015 menunjukkan

peningkatan dari triwulan sebelumnya seiring dengan

mulai banyaknya konsumsi masyarakat dan realisasi

belanja pemerintah. Akan tetapi, dari sisi pertumbuhan

tahunan volume transaksi terdapat kecenderungan

terjadinya perlambatan yang ditengarai dipengaruhi

oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jawa

Tengah. Dalam rangka meningkatkan penggunaan

sistem pembayaran dan instrument pembayaran

nontunai melalui implementasi Gerakan Nasional Non

Tunai (GNNT), pada awal Juni 2015 KPw BI Provinsi

Jawa Tengah melakukan perluasan program

elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran

pemerintah daerah melalui penandatanganan

Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Kabupaten

Kudus. Selanjutnya akan dilaksanakan pembahasan

business model transaksi pemerintah daerah yang akan

dimigrasikan untuk dilakukan secara nontunai.

63PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

41.34% 55.21% 1.39% 2.06%

100.000 50.000 20.000 10.000SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL

LEMBAR

100,000 50,000 20,000 10.000

Sumber : Bank Indonesia

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

Persentase Temuan Uang Palsu Setiap PecahanGrafik 3.43.Temuan Uang Palsu Berdasarkan LokasiGrafik 3.42.

17,98%,qtq). Sedangkan data outflow tercatat

mengalami peningkatan signifikan dari triwulan

sebelumnya yaitu sebesar 126,41% (qtq) menjadi

Rp12.623,61 miliar pada periode laporan.

Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah

menunjukkan perlambatan dari tumbuh 17,49% (yoy)

pada triwulan I 2015, menjadi sebesar 4,18% (yoy)

pada triwulan laporan. Sementara perkembangan

tahunan posisi outflow pada triwulan II 2015

menunjukkan adanya pertumbuhan signifikan dari

yang sebelumnya tercatat mengalami kontraksi sebesar

11,05% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi tumbuh

sebesar 41,00% (yoy) pada periode laporan. Hal

tersebut menyebabkan pertumbuhan tahunan net

inflow Jawa Tengah pada triwulan laporan menjadi

tumbuh negatif sebesar 57,35% (yoy), dibanding

triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan

sebesar 36,94% (yoy).

Menipisnya posisi net inflow yang dicatatkan terjadi

karena tingginya kebutuhan uang tunai masyarakat

pada periode tersebut. Pada triwulan laporan terjadi

beberapa per ist iwa secara bersamaan yang

menyebabkan kebutuhan uang tunai masyarakat

meningkat signifikan, yaitu hari raya lebaran,

pembayaran tahun ajaran baru sekolah, serta

keperluan belanja pemerintah untuk pembayaran gaji

ke-13 bagi PNS. Hal tersebut menyebabkan posisi

outflow uang tunai mengalami kenaikan signifikan

pada periode laporan. Meskipun mengalami

peningkatan pada periode laporan, kondisi net inflow

yang masih dicatatkan di Jawa Tengah tidak terlepas

dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi.

Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari

daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa

Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-

kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehinga

mendorong posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif

tinggi.

Dalam rangka melaksanakan clean money policy,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan

kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya

disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal

tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan

kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan II

2015, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan

menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

seiring dengan penurunan inflow (Grafik 3.41). Dilihat

berdasarkan proporsinya terhadap inflow, pada periode

laporan persentase penarikan uang lusuh adalah

sebesar 20,49%, atau turun 29,09% (qtq) dari posisi

triwulan I 2015 sebesar 28,90%(qtq).

Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan II

2015 adalah sebanyak 4.688 lembar, atau turun

30,93% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebanyak

6.787 lembar. Penemuan uang palsu ini antara lain

berasal dari klarifikasi uang yang diragukan keasliannya

Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.41.

PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN

10

20

30

40

50

60

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000 %RP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

OUTFLOW INFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)

(20,000)

(15,000)

(10,000)

(5,000)

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000 RP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II

Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa TengahGrafik 3.40.

PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN62

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Realisasi pendapatan dan belanja daerah pada triwulan II 2015 relatiflebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun 2014.

Sesuai siklikalitas APBD secara umum, realisasi pendapatan dan belanja daerah

pada triwulan II 2015 meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan I 2015.

Realisasi terbesar pada triwulan II 2015 terjadi pada pos Transfer Pemerintah

Pusat Lainnya.

Penyerapan komponen Pendapatan di triwulan II 2015 lebih rendah

dibandingkan penyerapan triwulan II 2014, kecuali komponen pajak daerah.

Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014, kecuali

realisasi belanja modal

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Realisasi pendapatan dan belanja daerah pada triwulan II 2015 relatiflebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun 2014.

Sesuai siklikalitas APBD secara umum, realisasi pendapatan dan belanja daerah

pada triwulan II 2015 meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan I 2015.

Realisasi terbesar pada triwulan II 2015 terjadi pada pos Transfer Pemerintah

Pusat Lainnya.

Penyerapan komponen Pendapatan di triwulan II 2015 lebih rendah

dibandingkan penyerapan triwulan II 2014, kecuali komponen pajak daerah.

Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014, kecuali

realisasi belanja modal

4.1 Realisasi APBD Triwulan II 2015

Sesuai dengan siklusnya, realisasi belanja

pemerintah baik pusat maupun daerah

meningkat dibandingkan triwulan pertama.

Perkembangan keuangan daerah Provinsi Jawa Tengah

pada data realisasi APBD triwulan II 2015 menunjukkan

telah terjadi realisasi pendapatan sebesar Rp 8,14 triliun

atau 47,65% terhadap APBD tahun 2015. Sedangkan

penyerapan belanja tercatat sebesar Rp 6,58 triliun atau

37,96% dari anggaran. Hal ini sejalan dengan data

konsumsi pemerintah pada PDRB yang menunjukkan

adanya peningkatan sebesar 2,31% (yoy).

Melihat perkembangan tersebut, penyerapan

pendapatan tercatat lebih cepat dibandingkan dengan

realisasi belanja di triwulan ini, sehingga Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah berada dalam kondisi surplus di

triwulan II 2015, yaitu sebesar Rp1,56 triliun.

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan II 2015

Total pendapatan daerah Pemerintah Jawa

Tengah yang dianggarkan pada tahun 2015

adalah sebesar Rp17,10 triliun. Jumlah tersebut

meningkat 18,53% dibandingkan anggaran

pendapatan setelah perubahan tahun 2014 yang

tercatat sebesar Rp 14,43 triliun. Peningkatan tertinggi

adalah pada Pendapatan Pajak Daerah yang

direncanakan meningkat 31,29% dari Rp 9,09 triliun

pada 2014 menjadi Rp 11,69 triliun pada 2015.

Sementara itu, anggaran Dana Alokasi Khusus

dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan

sebesar -26,77% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

Penyerapan pendapatan daerah Jawa Tengah

pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 47,65% dari

anggaran 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan I 2015 yang baru tercatat sebesar

22,20%. Akan tetapi, penyerapan ini lebih rendah

dibandingkan penyerapan di triwulan II 2014 yang

sebesar 52,43%. Penyerapan tersebut juga lebih

rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir yang

tercatat sebesar 52,27%.

Sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah

adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD

menyumbang 68,41% terhadap keseluruhan

pendapatan yang dianggarkan, sementara dana

perimbangan 15,76%, dan pendapatan dari transfer

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

I

2015

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH

II0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

I

2015

II

Tabel 4.1. Realisasi APBD Triwulan II 2015

URAIAN APBD 2015 Realisasi II - 2015

PENDAPATAN

PAD

Dana Perimbangan

Transfer Pemerintah Pusat Lainnya

BELANJA

Belanja Tidak Langsung

Belanja Langsung

SURPLUS/DEFISIT

17,097,686

11,696,822

2,694,386

2,706,478

17,337,686

11,665,349

5,672,337

(240,000)

8,146,522

5,024,632

1,302,349

1,819,540

6,581,770

4,692,482

1,889,288

1,564,752

% Realisasi

47.65%

42.96%

48.34%

67.23%

37.96%

40.23%

33.31%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

67PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.2.Perkembangan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.1.

4.1 Realisasi APBD Triwulan II 2015

Sesuai dengan siklusnya, realisasi belanja

pemerintah baik pusat maupun daerah

meningkat dibandingkan triwulan pertama.

Perkembangan keuangan daerah Provinsi Jawa Tengah

pada data realisasi APBD triwulan II 2015 menunjukkan

telah terjadi realisasi pendapatan sebesar Rp 8,14 triliun

atau 47,65% terhadap APBD tahun 2015. Sedangkan

penyerapan belanja tercatat sebesar Rp 6,58 triliun atau

37,96% dari anggaran. Hal ini sejalan dengan data

konsumsi pemerintah pada PDRB yang menunjukkan

adanya peningkatan sebesar 2,31% (yoy).

Melihat perkembangan tersebut, penyerapan

pendapatan tercatat lebih cepat dibandingkan dengan

realisasi belanja di triwulan ini, sehingga Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah berada dalam kondisi surplus di

triwulan II 2015, yaitu sebesar Rp1,56 triliun.

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan II 2015

Total pendapatan daerah Pemerintah Jawa

Tengah yang dianggarkan pada tahun 2015

adalah sebesar Rp17,10 triliun. Jumlah tersebut

meningkat 18,53% dibandingkan anggaran

pendapatan setelah perubahan tahun 2014 yang

tercatat sebesar Rp 14,43 triliun. Peningkatan tertinggi

adalah pada Pendapatan Pajak Daerah yang

direncanakan meningkat 31,29% dari Rp 9,09 triliun

pada 2014 menjadi Rp 11,69 triliun pada 2015.

Sementara itu, anggaran Dana Alokasi Khusus

dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan

sebesar -26,77% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

Penyerapan pendapatan daerah Jawa Tengah

pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 47,65% dari

anggaran 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan I 2015 yang baru tercatat sebesar

22,20%. Akan tetapi, penyerapan ini lebih rendah

dibandingkan penyerapan di triwulan II 2014 yang

sebesar 52,43%. Penyerapan tersebut juga lebih

rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir yang

tercatat sebesar 52,27%.

Sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah

adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD

menyumbang 68,41% terhadap keseluruhan

pendapatan yang dianggarkan, sementara dana

perimbangan 15,76%, dan pendapatan dari transfer

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

I

2015

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH

II0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

I

2015

II

Tabel 4.1. Realisasi APBD Triwulan II 2015

URAIAN APBD 2015 Realisasi II - 2015

PENDAPATAN

PAD

Dana Perimbangan

Transfer Pemerintah Pusat Lainnya

BELANJA

Belanja Tidak Langsung

Belanja Langsung

SURPLUS/DEFISIT

17,097,686

11,696,822

2,694,386

2,706,478

17,337,686

11,665,349

5,672,337

(240,000)

8,146,522

5,024,632

1,302,349

1,819,540

6,581,770

4,692,482

1,889,288

1,564,752

% Realisasi

47.65%

42.96%

48.34%

67.23%

37.96%

40.23%

33.31%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

67PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Perkembangan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.2.Perkembangan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.1.

Tabel 4.4. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rupiah Juta)

URAIAN APBD 2014 APBD 2015

BELANJA

Belanja Tidak Langsung

- Belanja Pegawai

- Belanja Hibah

- Belanja Bantuan Sosial

- Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota

- Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota

- Belanja Tidak Terduga

Belanja Langsung

- Belanja Pegawai

- Belanja Barang dan Jasa

- Belanja Modal

16,038,949

11,478,623

2,122,974

3,025,945

39,226

3,293,381

2,899,415

97,681

4,560,326

336,459

2,563,476

1,660,390

17,337,686

11,665,349

2,451,026

2,913,068

28,557

4,295,303

1,947,395

30,000

5,672,337

349,994

2,645,250

2,677,093

% Realisasi

8.10%

1.63%

15.45%

-3.73%

-27.20%

30.42%

-32.83%

-69.29%

24.38%

4.02%

3.19%

61.23%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Sementara itu, komponen Pendapatan lain yang

memiliki realisasi terhadap anggaran yang tinggi

adalah pos Lain-lain Pendapatan yang Sah yang

mencapai 67,23%. Tidak seperti pos PAD dan Dana

Perimbangan yang memiliki nilai realisasi yang lebih

rendah dibandingkan triwulan II 2014. Realisasi pos

Lainnya PAD yang Sah ini lebih tinggi dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya

mencapai 48,34%. Komponen terbesar penyumbang

tingginya pencapaian realisasi ini berasal dari pos dana

penyesuaian dan otonomi khusus dengan realisasi

mencapai 67,58% lebih tinggi dibanding triwulan II

2014 sebesar 48,34%. Sementara itu realisasi pada pos

hibah yang mencapai 31,98%, jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

sebelumnya yang hanya mencapai 0,62%. Melihat

pencapaian ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

tampak telah melakukan akselerasi dalam realisasi

perolehan pendapatan.

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2015Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah pada tahun 2015 direncanakan sebesar Rp

17,34 triliun atau meningkat 8,10% dibandingkan

anggaran belanja tahun sebelumnya sebesar Rp 16,04

triliun. Komponen Belanja Langsung dianggarkan

meningkat cukup besar yaitu sebesar 24,38% menjadi

Rp 5,67 triliun meningkat dari tahun sebelumnya

sebesar Rp 4,56 triliun. Peningkatan anggaran terbesar

yaitu pada pos belanja modal yang dianggarkan

sebesar Rp 2,67 triliun atau meningkat 61,23% dari

tahun lalu. Peningkatan belanja modal sejalan dengan

program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang

mencanangkan tahun 2015 sebaga i tahun

infrastruktur. Sementara itu, pos Belanja Tidak Terduga

dianggarkan lebih kecil yaitu sebesar Rp30 miliar atau

lebih rendah -69,29% dibandingkan tahun 2014.

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan II tahun 2014 & 2015

KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH APBD 2014

PENDAPATAN ASLI DAERAH

PAJAK DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN

LAIN-LAIN PAD YG SAH

DANA PERIMBANGAN

DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI DANA KHUSUS

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

HIBAH

DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

DANA INSENTIF DAERAH

PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

53.62%

50.75%

41.73%

101.09%

62.62%

53.45%

43.83%

58.33%

30.00%

47.89%

0.62%

48.34%

100.00%

-

42.96%

38.60%

49.61%

94.85%

69.79%

48.34%

40.18%

52.69%

30.00%

67.23%

31.98%

67.58%

-

-

APBD 2015

69PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

68% 16%

PAD TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGAN

16%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komposisi Anggaran PendapatanGrafik 4.3.

mencapai target sejak 2014. Hal ini ditengarai karena

adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) sehingga

masyarakat cenderung membeli mobil murah. Untuk

mengatasi rendahnya serapan BBNKB ini, pemerintah

daerah mengoptimalkan pencairan piutang pajak.

Akan tetapi, rendahnya target penerimaan pajak

daerah dirasa wajar mengingat pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah saat ini yang sedang mengalami

perlambatan. Sehingga pemerintah perlu didorong

untuk meningkatkan belanja pemerintah dibandingkan

meningkatkan penerimaan yang berasal dari pajak,

karena dapat menyebabkan kontraksi terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, komponen terbesar penyusun PAD

lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang

sah mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan

triwulan yang sama pada tahun 2014 sehingga

mampu menjaga tingkat penyerapan PAD secara

keseluruhan pada triwulan ini. Realisasi retribusi

triwulan II 2015 mampu mencapai realisasi sebesar

49,61%, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014

sebesar 41,73% dan rata-rata 5 tahun terakhir sebesar

43,03%. Demikian pula dengan pos PAD lain yang sah,

mengalami pencapaian realisasi 69,79%, lebih tinggi

dari triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar

62,62% dan rata-rata 5 tahun terakhir yang sebesar

53,35%.

pemerintah pusat lainnya sebesar 15,83%. Tingginya

komposisi PAD tersebut menggambarkan tingkat

kemandirian fiskal Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

yang terbilang cukup tinggi.

Rendahnya rea l i sas i PAD dibandingkan

komponen pendapatan lainnya mendorong

p e n u r u n a n p e n d a p a t a n d a e r a h s e c a r a

keseluruhan. Realisasi PAD triwulan II 2015 sebesar

42,96%, lebih rendah dibandingkan realisasi PAD

triwulan II 2014 sebesar 53,62%. Selain itu, realisasi

PAD triwulan II 2015 tersebut juga lebih rendah dari

rata-rata 5 tahun sebesar 53,36%. Rendahnya realisasi

PAD pada triwulan laporan disebabkan oleh

penyerapan pada pendapatan pajak daerah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang rendah. Realisasi

komponen PAD yaitu pajak daerah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah masing-masing sebesar

38,60% dan 94,85%, lebih rendah dibandingkan

triwulan II 2014 yang tercatat masing-masing sebesar

50,75% dan 101,09%.

Rendahnya realisasi pajak daerah didorong oleh

m e n u r u n n y a p e n d a p a t a n d u n i a u s a h a

sebagaimana terlihat pada melambatnya kinerja

industri pengolahan. Selain itu, rendahnya pajak

daerah didorong oleh serapan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah.

Berdasarkan hasil liaison, realisasi BBNKB tidak

Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rupiah Juta)

URAIAN

APBD 2014 % Perubahan 2014-2015

PAD

- PAJAK DAERAH

- RETRIBUSI DAERAH

- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN

- LAIN-LAIN PAD YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

- DANA ALOKASI UMUM

- DANA ALOKASI DANA KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

- HIBAH

- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

- DANA INSENTIF DAERAH

- PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

14,425,140

9,097,476

7,819,097

78,490

290,527

909,362

2,617,601

734,505

1,803,931

79,165

2,710,063

29,076

2,677,987

3,000

17,097,686

11,696,822

10,266,080

84,022

319,189

1,027,531

2,694,386

832,482

1,803,931

57,973

2,706,478

29,888

2,676,590

18.53%

28.57%

31.29%

7.05%

9.87%

12.99%

2.93%

13.34%

0.00%

-26.77%

-0.13%

2.79%

-0.05%

APBD 2015

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH68

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Tabel 4.4. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rupiah Juta)

URAIAN APBD 2014 APBD 2015

BELANJA

Belanja Tidak Langsung

- Belanja Pegawai

- Belanja Hibah

- Belanja Bantuan Sosial

- Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota

- Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota

- Belanja Tidak Terduga

Belanja Langsung

- Belanja Pegawai

- Belanja Barang dan Jasa

- Belanja Modal

16,038,949

11,478,623

2,122,974

3,025,945

39,226

3,293,381

2,899,415

97,681

4,560,326

336,459

2,563,476

1,660,390

17,337,686

11,665,349

2,451,026

2,913,068

28,557

4,295,303

1,947,395

30,000

5,672,337

349,994

2,645,250

2,677,093

% Realisasi

8.10%

1.63%

15.45%

-3.73%

-27.20%

30.42%

-32.83%

-69.29%

24.38%

4.02%

3.19%

61.23%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Sementara itu, komponen Pendapatan lain yang

memiliki realisasi terhadap anggaran yang tinggi

adalah pos Lain-lain Pendapatan yang Sah yang

mencapai 67,23%. Tidak seperti pos PAD dan Dana

Perimbangan yang memiliki nilai realisasi yang lebih

rendah dibandingkan triwulan II 2014. Realisasi pos

Lainnya PAD yang Sah ini lebih tinggi dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya

mencapai 48,34%. Komponen terbesar penyumbang

tingginya pencapaian realisasi ini berasal dari pos dana

penyesuaian dan otonomi khusus dengan realisasi

mencapai 67,58% lebih tinggi dibanding triwulan II

2014 sebesar 48,34%. Sementara itu realisasi pada pos

hibah yang mencapai 31,98%, jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

sebelumnya yang hanya mencapai 0,62%. Melihat

pencapaian ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

tampak telah melakukan akselerasi dalam realisasi

perolehan pendapatan.

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2015Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah pada tahun 2015 direncanakan sebesar Rp

17,34 triliun atau meningkat 8,10% dibandingkan

anggaran belanja tahun sebelumnya sebesar Rp 16,04

triliun. Komponen Belanja Langsung dianggarkan

meningkat cukup besar yaitu sebesar 24,38% menjadi

Rp 5,67 triliun meningkat dari tahun sebelumnya

sebesar Rp 4,56 triliun. Peningkatan anggaran terbesar

yaitu pada pos belanja modal yang dianggarkan

sebesar Rp 2,67 triliun atau meningkat 61,23% dari

tahun lalu. Peningkatan belanja modal sejalan dengan

program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang

mencanangkan tahun 2015 sebaga i tahun

infrastruktur. Sementara itu, pos Belanja Tidak Terduga

dianggarkan lebih kecil yaitu sebesar Rp30 miliar atau

lebih rendah -69,29% dibandingkan tahun 2014.

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan II tahun 2014 & 2015

KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH APBD 2014

PENDAPATAN ASLI DAERAH

PAJAK DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN

LAIN-LAIN PAD YG SAH

DANA PERIMBANGAN

DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI DANA KHUSUS

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

HIBAH

DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

DANA INSENTIF DAERAH

PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

53.62%

50.75%

41.73%

101.09%

62.62%

53.45%

43.83%

58.33%

30.00%

47.89%

0.62%

48.34%

100.00%

-

42.96%

38.60%

49.61%

94.85%

69.79%

48.34%

40.18%

52.69%

30.00%

67.23%

31.98%

67.58%

-

-

APBD 2015

69PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

68% 16%

PAD TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGAN

16%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komposisi Anggaran PendapatanGrafik 4.3.

mencapai target sejak 2014. Hal ini ditengarai karena

adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) sehingga

masyarakat cenderung membeli mobil murah. Untuk

mengatasi rendahnya serapan BBNKB ini, pemerintah

daerah mengoptimalkan pencairan piutang pajak.

Akan tetapi, rendahnya target penerimaan pajak

daerah dirasa wajar mengingat pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah saat ini yang sedang mengalami

perlambatan. Sehingga pemerintah perlu didorong

untuk meningkatkan belanja pemerintah dibandingkan

meningkatkan penerimaan yang berasal dari pajak,

karena dapat menyebabkan kontraksi terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, komponen terbesar penyusun PAD

lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang

sah mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan

triwulan yang sama pada tahun 2014 sehingga

mampu menjaga tingkat penyerapan PAD secara

keseluruhan pada triwulan ini. Realisasi retribusi

triwulan II 2015 mampu mencapai realisasi sebesar

49,61%, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014

sebesar 41,73% dan rata-rata 5 tahun terakhir sebesar

43,03%. Demikian pula dengan pos PAD lain yang sah,

mengalami pencapaian realisasi 69,79%, lebih tinggi

dari triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar

62,62% dan rata-rata 5 tahun terakhir yang sebesar

53,35%.

pemerintah pusat lainnya sebesar 15,83%. Tingginya

komposisi PAD tersebut menggambarkan tingkat

kemandirian fiskal Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

yang terbilang cukup tinggi.

Rendahnya rea l i sas i PAD dibandingkan

komponen pendapatan lainnya mendorong

p e n u r u n a n p e n d a p a t a n d a e r a h s e c a r a

keseluruhan. Realisasi PAD triwulan II 2015 sebesar

42,96%, lebih rendah dibandingkan realisasi PAD

triwulan II 2014 sebesar 53,62%. Selain itu, realisasi

PAD triwulan II 2015 tersebut juga lebih rendah dari

rata-rata 5 tahun sebesar 53,36%. Rendahnya realisasi

PAD pada triwulan laporan disebabkan oleh

penyerapan pada pendapatan pajak daerah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang rendah. Realisasi

komponen PAD yaitu pajak daerah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah masing-masing sebesar

38,60% dan 94,85%, lebih rendah dibandingkan

triwulan II 2014 yang tercatat masing-masing sebesar

50,75% dan 101,09%.

Rendahnya realisasi pajak daerah didorong oleh

m e n u r u n n y a p e n d a p a t a n d u n i a u s a h a

sebagaimana terlihat pada melambatnya kinerja

industri pengolahan. Selain itu, rendahnya pajak

daerah didorong oleh serapan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah.

Berdasarkan hasil liaison, realisasi BBNKB tidak

Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rupiah Juta)

URAIAN

APBD 2014 % Perubahan 2014-2015

PAD

- PAJAK DAERAH

- RETRIBUSI DAERAH

- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN

- LAIN-LAIN PAD YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

- DANA ALOKASI UMUM

- DANA ALOKASI DANA KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

- HIBAH

- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

- DANA INSENTIF DAERAH

- PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

14,425,140

9,097,476

7,819,097

78,490

290,527

909,362

2,617,601

734,505

1,803,931

79,165

2,710,063

29,076

2,677,987

3,000

17,097,686

11,696,822

10,266,080

84,022

319,189

1,027,531

2,694,386

832,482

1,803,931

57,973

2,706,478

29,888

2,676,590

18.53%

28.57%

31.29%

7.05%

9.87%

12.99%

2.93%

13.34%

0.00%

-26.77%

-0.13%

2.79%

-0.05%

APBD 2015

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH68

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

mengalami peningkatan realisasi dibandingkan

triwulan sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja

pegawai dan belanja barang dan jasa masing-masing

sebesar 44,90% dan 44,17%, lebih tinggi dari triwulan

II 2014 yang sebesar 40,20% dan 31,23%. Kondisi

sebaliknya terjadi pada realisasi pos belanja modal

sebesar 21,05% yang menurun dibandingkan dengan

triwulan II 2014 sebesar 23,05%.

Penurunan realisasi belanja modal tercermin dari

belum optimalnya pembangunan infrastruktur

oleh pemerintah di triwulan laporan. Hal ini sejalan

dengan penurunan PDRB didorong oleh penurunan

komponen investasi dan sektor konstruksi di triwulan II

2015. Berdasarkan hasil liaison, capaian realisasi

infrastruktur contact liaison secara fisik berkisar 30%.

Namun pembayaran akan dilakukan setelah proyek

selesai, sehingga secara nominal, pencapaian realisasi

keuangan tercatat lebih rendah. Pembangunan

infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan

multiplier effect yang bear terhadap pertumbuhan

ekonomi di Jawa Tengah.

71PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan II 2014 & 2015

BELANJA II - 2014 II - 2015

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA

BELANJA TDK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

JUMLAH BELANJA

38.49%

37.00%

44.46%

0.24%

40.40%

29.57%

10.35%

29.07%

40.20%

31.23%

23.05%

35.69%

40.23%

38.69%

63.75%

20.05%

36.09%

16.54%

30.31%

33.31%

44.90%

44.17%

21.05%

37.96%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 4.4

RP JUTA

0

5

10

15

20

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Komposisi anggaran belanja tidak banyak bergeser dari

pola historis beberapa tahun terakhir. Anggaran belanja

pada APBD 2015 masih didominasi oleh belanja tidak

langsung dengan porsi 67,28%, sementara anggaran

belanja langsung 32,72%. Pada triwulan II 2015,

anggaran belanja yang sudah terserap sebesar

37,96% dari anggaran, atau senilai Rp 6,58 triliun,

meningkat dibandingkan realisasi triwulan II 2014 yang

sebesar 35,69% (Rp 4,99 triliun).

Pencapaian realisasi belanja tidak langsung di

triwulan ini tercatat lebih baik dibanding triwulan

yang sama tahun sebelumnya. Serapan anggaran di

triwulan II tahun ini sebesar 40,23% dari rencana

belanja tidak langsung, atau lebih besar dibanding

triwulan II 2014 yang sebesar 38,49%. Pada pos

anggaran belanja ini, anggaran banyak terserap untuk

belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dengan porsi

36,82% terhadap total belanja tidak langsung.

Di sisi lain, pos belanja hibah dan pos belanja

pegawai mengalami realisasi tertinggi pada di

triwulan ini, tercatat hingga mencapai 63,75% dan

38,69% dari rencana tahun 2015. Realisasi belanja

hibah terutama berupa penyaluran dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) serta dana bantuan dalam

rangka Ramadhan dan menjelang Lebaran, seperti

untuk subsidi pelaksanaan pasar murah. Sedangkan

pos belanja pegawai berupa gaji pegawai, pembayaran

Tunjangan Hari Raya serta gaji ke-13.

Pada pos belanja langsung tercapai penyerapan

anggaran belanja 33,31%, lebih tinggi dibanding

triwulan II 2014 yang sebesar 29,07%. Pada anggaran

belanja ini, anggaran terbesar terserap untuk belanja

barang dan jasa serta belanja modal masing-masing

mencapai sekitar 47,00% terhadap total belanja

langsung. Pos belanja pegawai dan pos belanja barang

dan jasa merupakan komponen belanja langsung yang

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH70

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6.

2,67747%

3506%

2,64547%

BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAHBELANJA PEGAWAI

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.5.

1,94717%

2,91325%

2,45121%

4,29537%

290%

300%

BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA

BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BELANJA TAK TERDUGA

BELANJA BANTUAN SOSIAL

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

mengalami peningkatan realisasi dibandingkan

triwulan sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja

pegawai dan belanja barang dan jasa masing-masing

sebesar 44,90% dan 44,17%, lebih tinggi dari triwulan

II 2014 yang sebesar 40,20% dan 31,23%. Kondisi

sebaliknya terjadi pada realisasi pos belanja modal

sebesar 21,05% yang menurun dibandingkan dengan

triwulan II 2014 sebesar 23,05%.

Penurunan realisasi belanja modal tercermin dari

belum optimalnya pembangunan infrastruktur

oleh pemerintah di triwulan laporan. Hal ini sejalan

dengan penurunan PDRB didorong oleh penurunan

komponen investasi dan sektor konstruksi di triwulan II

2015. Berdasarkan hasil liaison, capaian realisasi

infrastruktur contact liaison secara fisik berkisar 30%.

Namun pembayaran akan dilakukan setelah proyek

selesai, sehingga secara nominal, pencapaian realisasi

keuangan tercatat lebih rendah. Pembangunan

infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan

multiplier effect yang bear terhadap pertumbuhan

ekonomi di Jawa Tengah.

71PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan II 2014 & 2015

BELANJA II - 2014 II - 2015

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA

BELANJA TDK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

JUMLAH BELANJA

38.49%

37.00%

44.46%

0.24%

40.40%

29.57%

10.35%

29.07%

40.20%

31.23%

23.05%

35.69%

40.23%

38.69%

63.75%

20.05%

36.09%

16.54%

30.31%

33.31%

44.90%

44.17%

21.05%

37.96%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 4.4

RP JUTA

0

5

10

15

20

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Komposisi anggaran belanja tidak banyak bergeser dari

pola historis beberapa tahun terakhir. Anggaran belanja

pada APBD 2015 masih didominasi oleh belanja tidak

langsung dengan porsi 67,28%, sementara anggaran

belanja langsung 32,72%. Pada triwulan II 2015,

anggaran belanja yang sudah terserap sebesar

37,96% dari anggaran, atau senilai Rp 6,58 triliun,

meningkat dibandingkan realisasi triwulan II 2014 yang

sebesar 35,69% (Rp 4,99 triliun).

Pencapaian realisasi belanja tidak langsung di

triwulan ini tercatat lebih baik dibanding triwulan

yang sama tahun sebelumnya. Serapan anggaran di

triwulan II tahun ini sebesar 40,23% dari rencana

belanja tidak langsung, atau lebih besar dibanding

triwulan II 2014 yang sebesar 38,49%. Pada pos

anggaran belanja ini, anggaran banyak terserap untuk

belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dengan porsi

36,82% terhadap total belanja tidak langsung.

Di sisi lain, pos belanja hibah dan pos belanja

pegawai mengalami realisasi tertinggi pada di

triwulan ini, tercatat hingga mencapai 63,75% dan

38,69% dari rencana tahun 2015. Realisasi belanja

hibah terutama berupa penyaluran dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) serta dana bantuan dalam

rangka Ramadhan dan menjelang Lebaran, seperti

untuk subsidi pelaksanaan pasar murah. Sedangkan

pos belanja pegawai berupa gaji pegawai, pembayaran

Tunjangan Hari Raya serta gaji ke-13.

Pada pos belanja langsung tercapai penyerapan

anggaran belanja 33,31%, lebih tinggi dibanding

triwulan II 2014 yang sebesar 29,07%. Pada anggaran

belanja ini, anggaran terbesar terserap untuk belanja

barang dan jasa serta belanja modal masing-masing

mencapai sekitar 47,00% terhadap total belanja

langsung. Pos belanja pegawai dan pos belanja barang

dan jasa merupakan komponen belanja langsung yang

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH70

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6.

2,67747%

3506%

2,64547%

BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAHBELANJA PEGAWAI

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.5.

1,94717%

2,91325%

2,45121%

4,29537%

290%

300%

BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA

BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BELANJA TAK TERDUGA

BELANJA BANTUAN SOSIAL

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

SUPLEMEN IV

diperhatikan, mengingat konsumsi pemerintah

merupakan salah satu instrumen fiskal penting dalam

mendorong perekonomian domestik yang tengah

mengalami kelesuan.

Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, setiap

peningkatan 1% konsumsi pemer intah akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,11%.

Kontribusi yang cukup besar ini perlu untuk terus

Tabel 1. Kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi

TAHUN

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Rata-rata

Kesimpulan

Sumber: Badan Pusat Statistik, olah

9,91%

9,40%

9,95%

10,06%

10,48%

11,56%

11,08%

11,44%

12,11%

11,35%

11,25%

11,06%

11,17%

10,99%

10,84%

9,76%

9,15%

10,01%

10,24%

11,20%

11,96%

11,53%

12,25%

12,52%

12,15%

12,36%

12,17%

12,14%

11,80%

11,37%

27,2%

-2,9%

14,9%

7,5%

15,2%

12,5%

1,7%

12,3%

7,5%

2,7%

7,9%

4,7%

5,6%

2,5%

8,5%

1%

2,66%

-0,27%

1,49%

0,77%

1,70%

1,50%

0,20%

1,51%

0,93%

0,32%

0,97%

0,57%

0,67%

0,30%

0,95%

0,11%

SHARE GADHB

SHARE GADHK

PERTUMBUHANG

KONTRIBUSI TERHADAPPERTUMBUHAN EKONOMI

72PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

maupun pada tingkat daerah. Namun demikian,

implementasi kebijakan ini bukanlah tanpa kendala.

Lambatnya penyerapan APBN menjadi salah satu contoh

yang terjadi di Jawa Tengah. Realisasi belanja APBN

Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tercatat

masih rendah, yaitu sebesar 14,34%. Persentasi realisasi

triwulan II ini lebih rendah dibandingkan dengan tren

realisasi selama lima tahun terakhir (Grafik 2). Aspek

kelembagaan berupa perubahan nomenklatur di

kementerian pusat dan pengesahan APBN-P di bulan

Februari diduga sebagai penyebab lambatnya

penyerapan di tingkat provinsi. Sementara itu pada level

daerah tingkat kabupaten/kota, permasalahan dalam

penyerapan dana bantuan sosial menjadi penyebab lain

rendahnya penyerapan APBD di Jawa Tengah.

Mengingat pentingnya peranan belanja pemerintah di

dalam perekonomian, akan dilakukan simulasi untuk

melihat kontribusi belanja pemerintah terhadap

pertumbuhan ekonomi. Simulasi dilakukan dengan

menggunakan data historis konsumsi pemerintah

daerah (G) di Jawa Tengah dengan series waktu 2001-

2014. Analisis lebih mendalam kemudian dilakukan

untuk melihat bagaimana kontribusi konsumsi

pemerintah yang merupakan belanja operasional

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.

SUPLEMEN IV

Kekhawatiran akan lesunya pertumbuhan ekonomi

daerah akhirnya terkonfirmasi oleh realisasi PDRB Jawa

Tengah yang melambat, menjadi 4,8% (yoy) pada

triwulan II 2015. Salah satu penyebab perlambatan

ekonomi ini berasal dari lambatnya realisasi belanja

pemerintah. Padahal, belanja pemerintah dipercaya

menjadi salah satu solusi yang dapat mendorong

perekonomian dengan pesat. Belanja pemerintah

memberikan multiplier effect bagi pembangunan

ekonomi. Pengaruhnya dalam mendorong sektor

investasi swasta pun cukup tinggi. Hal ini tercermin dari

perilaku sebagian investor masih bersikap menunggu

(wait and see) terkait upaya percepatan belanja

pemerintah.

Secara umum, belanja pemerintah di Jawa Tengah

berasal dari dua sumber pendanaan, yakni melalui

dropping dana yang berasal dari pusat (APBN) dan dana

yang dimiliki daerah (APBD Pemprov dan APBD

Pemkab/Pemkot). Pada tahun 2015, alokasi belanja

APBD Pemkab/Pemkot tercatat sebesar Rp61,9 triliun,

diikuti oleh APBN sebesar Rp37,9 triliun dan APBD Prov.

Jateng sebesar Rp17,3 triliun (Grafik 1).

Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Pemerintah pada tahun 2015 ini berupaya mempercepat

akselerasi realisasi belanja, baik pada tingkat pusat

MENAKAR KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH

Alokasi Belanja Pemerintah Tahun 2015 (Rp Miliar)Grafik 1.

APBDPROV. JATENG

APBNAPBDKAB / KOTA

Sumber: Kanwil Ditjen PBN Jateng dan Biro Keuangan Prov. Jateng

17.338 61.999 37.983

ALOKASI BELANJA PEMERINTAH2015

Realisasi APBN di Jawa TengahGrafik 2.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

25,00

20,00

15,00

10,00

5,00

0,00 II - 2009 II - 2010 II - 2011 II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015

TOTAL REALISASI TW II RERATA (2010-2014)

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH72

SUPLEMEN IV

diperhatikan, mengingat konsumsi pemerintah

merupakan salah satu instrumen fiskal penting dalam

mendorong perekonomian domestik yang tengah

mengalami kelesuan.

Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, setiap

peningkatan 1% konsumsi pemer intah akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,11%.

Kontribusi yang cukup besar ini perlu untuk terus

Tabel 1. Kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi

TAHUN

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Rata-rata

Kesimpulan

Sumber: Badan Pusat Statistik, olah

9,91%

9,40%

9,95%

10,06%

10,48%

11,56%

11,08%

11,44%

12,11%

11,35%

11,25%

11,06%

11,17%

10,99%

10,84%

9,76%

9,15%

10,01%

10,24%

11,20%

11,96%

11,53%

12,25%

12,52%

12,15%

12,36%

12,17%

12,14%

11,80%

11,37%

27,2%

-2,9%

14,9%

7,5%

15,2%

12,5%

1,7%

12,3%

7,5%

2,7%

7,9%

4,7%

5,6%

2,5%

8,5%

1%

2,66%

-0,27%

1,49%

0,77%

1,70%

1,50%

0,20%

1,51%

0,93%

0,32%

0,97%

0,57%

0,67%

0,30%

0,95%

0,11%

SHARE GADHB

SHARE GADHK

PERTUMBUHANG

KONTRIBUSI TERHADAPPERTUMBUHAN EKONOMI

72PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

maupun pada tingkat daerah. Namun demikian,

implementasi kebijakan ini bukanlah tanpa kendala.

Lambatnya penyerapan APBN menjadi salah satu contoh

yang terjadi di Jawa Tengah. Realisasi belanja APBN

Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tercatat

masih rendah, yaitu sebesar 14,34%. Persentasi realisasi

triwulan II ini lebih rendah dibandingkan dengan tren

realisasi selama lima tahun terakhir (Grafik 2). Aspek

kelembagaan berupa perubahan nomenklatur di

kementerian pusat dan pengesahan APBN-P di bulan

Februari diduga sebagai penyebab lambatnya

penyerapan di tingkat provinsi. Sementara itu pada level

daerah tingkat kabupaten/kota, permasalahan dalam

penyerapan dana bantuan sosial menjadi penyebab lain

rendahnya penyerapan APBD di Jawa Tengah.

Mengingat pentingnya peranan belanja pemerintah di

dalam perekonomian, akan dilakukan simulasi untuk

melihat kontribusi belanja pemerintah terhadap

pertumbuhan ekonomi. Simulasi dilakukan dengan

menggunakan data historis konsumsi pemerintah

daerah (G) di Jawa Tengah dengan series waktu 2001-

2014. Analisis lebih mendalam kemudian dilakukan

untuk melihat bagaimana kontribusi konsumsi

pemerintah yang merupakan belanja operasional

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.

SUPLEMEN IV

Kekhawatiran akan lesunya pertumbuhan ekonomi

daerah akhirnya terkonfirmasi oleh realisasi PDRB Jawa

Tengah yang melambat, menjadi 4,8% (yoy) pada

triwulan II 2015. Salah satu penyebab perlambatan

ekonomi ini berasal dari lambatnya realisasi belanja

pemerintah. Padahal, belanja pemerintah dipercaya

menjadi salah satu solusi yang dapat mendorong

perekonomian dengan pesat. Belanja pemerintah

memberikan multiplier effect bagi pembangunan

ekonomi. Pengaruhnya dalam mendorong sektor

investasi swasta pun cukup tinggi. Hal ini tercermin dari

perilaku sebagian investor masih bersikap menunggu

(wait and see) terkait upaya percepatan belanja

pemerintah.

Secara umum, belanja pemerintah di Jawa Tengah

berasal dari dua sumber pendanaan, yakni melalui

dropping dana yang berasal dari pusat (APBN) dan dana

yang dimiliki daerah (APBD Pemprov dan APBD

Pemkab/Pemkot). Pada tahun 2015, alokasi belanja

APBD Pemkab/Pemkot tercatat sebesar Rp61,9 triliun,

diikuti oleh APBN sebesar Rp37,9 triliun dan APBD Prov.

Jateng sebesar Rp17,3 triliun (Grafik 1).

Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Pemerintah pada tahun 2015 ini berupaya mempercepat

akselerasi realisasi belanja, baik pada tingkat pusat

MENAKAR KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH

Alokasi Belanja Pemerintah Tahun 2015 (Rp Miliar)Grafik 1.

APBDPROV. JATENG

APBNAPBDKAB / KOTA

Sumber: Kanwil Ditjen PBN Jateng dan Biro Keuangan Prov. Jateng

17.338 61.999 37.983

ALOKASI BELANJA PEMERINTAH2015

Realisasi APBN di Jawa TengahGrafik 2.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

25,00

20,00

15,00

10,00

5,00

0,00 II - 2009 II - 2010 II - 2011 II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015

TOTAL REALISASI TW II RERATA (2010-2014)

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH72

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di tengah kondisi perekonomian yang sedang melambat

Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan di tengah kinerja ekonomi

Jawa Tengah yang belum optimal.

Angka pengangguran dan kemiskinan menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami

penurunan pada triwulan laporan

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di tengah kondisi perekonomian yang sedang melambat

Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan di tengah kinerja ekonomi

Jawa Tengah yang belum optimal.

Angka pengangguran dan kemiskinan menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami

penurunan pada triwulan laporan

5.1. Ketenagakerjaan

Di tengah tren perlambatan pertumbuhan

ekonomi, kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah

menunjukan perbaikan. Berdasarkan data pada

Februari 2015, penyerapan tenaga kerja kian membaik.

Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah angkatan

kerja dan penduduk angkatan kerja yang bekerja,

dibandingkan dengan bulan Februari dan Agustus

tahun sebe lumnya . Sementara i tu , jumlah

pengangguran relatif tetap dibandingkan Februari dan

Agustus tahun 2014. Pertumbuhan jumlah penduduk

bekerja meningkat pesat sebesar 3,40% (yoy) menjadi

17,32 juta orang. Peningkatan ini lebih besar daripada

peningkatan yang terjadi pada jumlah angkatan kerja

sebesar 3,21% (yoy) menjadi 18,29 juta orang.

Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa Tengah

menyumbang 14,33% penduduk bekerja dari

keseluruhan angka penduduk bekerja secara nasional.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada

triwulan laporan juga meningkat. TPAK yang

mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia

kerja yang aktif secara ekonomi mengalami

pen ingkatan ba ik secara tahunan maupun

dibandingkan dengan Agustus 2014. TPAK pada

Februari 2015 sebesar 72,19%, naik dibandingkan

Februari 2014 yang sebesar 70,93% dan Agustus 2014

sebesar 69,68%. Nilai ini juga lebih besar daripada

TPAK nasional sebesar 69,50%.

Pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami

peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk

usia kerja Jawa Tengah pada Februari 2015 yang

mengalami peningkatan dibandingkan Februari

dan Agustus 2014. Pada Februari 2015 jumlah

penduduk usia kerja Jawa Tengah sebesar 25,34 juta

orang, atau meningkat sebesar 1,44% dibandingkan

dengan Agustus 2014 yang berjumlah 25,19 juta

orang. Kondisi ini mengindikasikan terdapat potensi

tenaga kerja di Jawa Tengah dalam hal kuantitas

penduduk usia produktif yang besar.

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

INDIKATOR2015*

Angkatan Kerja

Bekerja

Pengangguran

Bukan Angkatan Kerja

Penduduk Usia Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%

Pekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Paruh Waktu

Februari Agustus Februari

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

17,55

16,55

1,00

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

18,29

17,32

0,97

7,05

25,34

72,19

5,31

4,91

1,18

3,73

2014*

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

2013 2014

CIL

AC

AP

BAN

YU

MA

S

PURB

ALI

NG

GA

BAN

JARN

EGA

RA

KEB

UM

EN

PURW

ORE

JO

WO

NO

SOBO

MA

GEL

AN

G

BOY

OLA

LI

KLA

TEN

SUK

OH

ARJ

O

WO

NO

GIR

I

KA

RAN

GA

NYA

R

SRA

GEN

GRO

BOG

AN

BLO

RA

REM

BAN

G

PATI

KU

DU

S

JEPA

RA

DEM

AK

SEM

ARA

NG

TEM

AN

GG

UN

G

KEN

DA

L

BATA

NG

PEK

ALO

NG

AN

PEM

ALA

NG

TEG

AL

BRE

BES

Sumber : BPS Jawa Tengah

PERSEN PERSEN

60

62

64

66

68

70

72

74

KOTAMAGELANG

KOTASURAKARTA

KOTASALATIGA

KOTASEMARANG

KOTAPEKALONGAN

KOTA TEGAL

Sumber : BPS Jawa Tengah

2013 2014

77PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah

5.1. Ketenagakerjaan

Di tengah tren perlambatan pertumbuhan

ekonomi, kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah

menunjukan perbaikan. Berdasarkan data pada

Februari 2015, penyerapan tenaga kerja kian membaik.

Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah angkatan

kerja dan penduduk angkatan kerja yang bekerja,

dibandingkan dengan bulan Februari dan Agustus

tahun sebe lumnya . Sementara i tu , jumlah

pengangguran relatif tetap dibandingkan Februari dan

Agustus tahun 2014. Pertumbuhan jumlah penduduk

bekerja meningkat pesat sebesar 3,40% (yoy) menjadi

17,32 juta orang. Peningkatan ini lebih besar daripada

peningkatan yang terjadi pada jumlah angkatan kerja

sebesar 3,21% (yoy) menjadi 18,29 juta orang.

Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa Tengah

menyumbang 14,33% penduduk bekerja dari

keseluruhan angka penduduk bekerja secara nasional.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada

triwulan laporan juga meningkat. TPAK yang

mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia

kerja yang aktif secara ekonomi mengalami

pen ingkatan ba ik secara tahunan maupun

dibandingkan dengan Agustus 2014. TPAK pada

Februari 2015 sebesar 72,19%, naik dibandingkan

Februari 2014 yang sebesar 70,93% dan Agustus 2014

sebesar 69,68%. Nilai ini juga lebih besar daripada

TPAK nasional sebesar 69,50%.

Pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami

peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk

usia kerja Jawa Tengah pada Februari 2015 yang

mengalami peningkatan dibandingkan Februari

dan Agustus 2014. Pada Februari 2015 jumlah

penduduk usia kerja Jawa Tengah sebesar 25,34 juta

orang, atau meningkat sebesar 1,44% dibandingkan

dengan Agustus 2014 yang berjumlah 25,19 juta

orang. Kondisi ini mengindikasikan terdapat potensi

tenaga kerja di Jawa Tengah dalam hal kuantitas

penduduk usia produktif yang besar.

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

INDIKATOR2015*

Angkatan Kerja

Bekerja

Pengangguran

Bukan Angkatan Kerja

Penduduk Usia Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%

Pekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Paruh Waktu

Februari Agustus Februari

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

17,55

16,55

1,00

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

18,29

17,32

0,97

7,05

25,34

72,19

5,31

4,91

1,18

3,73

2014*

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

2013 2014

CIL

AC

AP

BAN

YU

MA

S

PURB

ALI

NG

GA

BAN

JARN

EGA

RA

KEB

UM

EN

PURW

ORE

JO

WO

NO

SOBO

MA

GEL

AN

G

BOY

OLA

LI

KLA

TEN

SUK

OH

ARJ

O

WO

NO

GIR

I

KA

RAN

GA

NYA

R

SRA

GEN

GRO

BOG

AN

BLO

RA

REM

BAN

G

PATI

KU

DU

S

JEPA

RA

DEM

AK

SEM

ARA

NG

TEM

AN

GG

UN

G

KEN

DA

L

BATA

NG

PEK

ALO

NG

AN

PEM

ALA

NG

TEG

AL

BRE

BES

Sumber : BPS Jawa Tengah

PERSEN PERSEN

60

62

64

66

68

70

72

74

KOTAMAGELANG

KOTASURAKARTA

KOTASALATIGA

KOTASEMARANG

KOTAPEKALONGAN

KOTA TEGAL

Sumber : BPS Jawa Tengah

2013 2014

77PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2015*

Februari Agustus Februari

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

9,39

3,15

3,45

1,33

17,32

2014*

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013 – Agustus 2014 (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2014

Februari Agustus Februari

2,81

2,93

0,57

5,43

2,48

2,29

16,51

2,66

3,34

0,54

5,15

2,02

2,76

16,47

2,82

2,93

0,62

5,74

2,29

2,36

16,76

2013

Agustus

2,86

3,19

0,64

5,25

2,18

2,43

16,55

*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Februari

2015

3.03

3.01

0.57

6.09

2.25

2.37

17.32

Jenis pekerjaan yang paling besar pada Februari

2015 adalah kelompok orang yang bekerja

sebagai buruh/karyawan/pegawai, hal ini

mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di

sektor formal. Jumlah pekerja di sektor formal naik

sebesar 4,72% (yoy) atau 0,3 juta orang dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang

berjumlah 6,36 juta orang. Peningkatan terutama

didorong oleh kelompok orang yang berusaha sendiri

yang tumbuh 7,44% (yoy) dan kelompok orang yang

berusaha dibantu buruh tidak tetap yang tumbuh

sebesar 2,73% (yoy).

Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa

Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau

71,65% masih didominasi oleh penduduk yang

dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time

worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok

35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja waktu

penuh bertambah 0,76 juta orang dibandingkan

dengan Agustus 2014 atau naik sebesar 6,52% (Tabel

5.4).

Kual itas penduduk yang bekerja belum

mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja

sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang

berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi

54,21%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi

hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,68%.

Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan

menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, komposisi ini tidak mengalami perubahan

yang signifikan.

Angka pengangguran mengalami penurunan

pada Februari 2015 dibandingkan Agustus 2014.

Jumlah pengangguran pada Februari 2015 sebesar

0,97 juta orang, lebih rendah 3,00% dibandingkan

dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1 juta orang.

Jawa Tengah menyumbang 13,02% dari keseluruhan

angka pengangguran secara nasional. Sementara

dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT), Jawa Tengah mengalami penurunan, yaitu dari

5,45% pada Februari 2014 menjadi 5,31% di Februari

2015 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT

nasional yaitu sebesar 5,81%.

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2015*

Februari Agustus

4,85

1,28

3,57

11,90

16,75

4,90

1,19

3,71

11,65

16,55

4,91

1,18

3,73

12,41

17,32

2014*

Februari

*) Data diolah dari Sakernas 2013-2015

5.2. Pengangguran

79PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang

sedikit berbeda oleh konsumen. Berdasarkan hasil

survei konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih

menunjukkan optimisme terhadap kondisi penghasilan

saat ini, akan tetapi konsumen sedikit pesimis terhadap

kondisi lapangan pekerjaan saat ini. (Grafik 5.3). Hal ini

tercermin dari perlambatan pada sektor industri

pengolahan dan berdampak kepada perlambatan

ekonomi Jawa Tengah secara keseluruhan di triwulan II

2015.

Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih

dipandang optimis meski tidak seoptimis periode

sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen di Jawa

Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi

lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,

meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini

terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan

kerja yang sedikit menurun menjadi 120,9 dari

sebelumnya 127,3. Penurunan optimisme konsumen

juga terjadi pada kondisi kegiatan usaha yang akan

datang, tercermin dari penurunan indeks ekspektasi

konsumen dari 134,9 pada triwulan I 2015 menjadi

131,7. Namun konsumen masih optimis terhadap

kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.4).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan, sektor pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Jawa Tengah. Pada Februari 2015, sektor pertanian

masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan

tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 5,39 juta orang

atau 31,12% dari total penduduk yang bekerja di Jawa

Tengah. Sektor perdagangan menempati posisi kedua

dengan menyerap 4,01 juta orang atau 23,15%

penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sektor ini

mengalami laju peningkatan penyerapan tenaga kerja

yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Hal ini

sejalan dengan besarnya porsi sektor perdagangan

dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang

tumbuh positif sebesar 2,92% (yoy) di triwulan I 2015.

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

PENGHASILAN LAPANGAN KERJA

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

PESIMIS

OPTIMIS

INDEKS

II

PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

PESIMIS

OPTIMIS

II

140

160

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA

LAINNYA**

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2015*

Februari Agustus Februari

5,19

3,31

3,72

2,15

2,38

16,75

5,17

3,17

3,72

2,19

2,30

16,55

5,39

3,33

4,01

2,28

2,31

17,32

2014*

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN78

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2015*

Februari Agustus Februari

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

9,39

3,15

3,45

1,33

17,32

2014*

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013 – Agustus 2014 (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2014

Februari Agustus Februari

2,81

2,93

0,57

5,43

2,48

2,29

16,51

2,66

3,34

0,54

5,15

2,02

2,76

16,47

2,82

2,93

0,62

5,74

2,29

2,36

16,76

2013

Agustus

2,86

3,19

0,64

5,25

2,18

2,43

16,55

*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Februari

2015

3.03

3.01

0.57

6.09

2.25

2.37

17.32

Jenis pekerjaan yang paling besar pada Februari

2015 adalah kelompok orang yang bekerja

sebagai buruh/karyawan/pegawai, hal ini

mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di

sektor formal. Jumlah pekerja di sektor formal naik

sebesar 4,72% (yoy) atau 0,3 juta orang dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang

berjumlah 6,36 juta orang. Peningkatan terutama

didorong oleh kelompok orang yang berusaha sendiri

yang tumbuh 7,44% (yoy) dan kelompok orang yang

berusaha dibantu buruh tidak tetap yang tumbuh

sebesar 2,73% (yoy).

Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa

Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau

71,65% masih didominasi oleh penduduk yang

dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time

worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok

35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja waktu

penuh bertambah 0,76 juta orang dibandingkan

dengan Agustus 2014 atau naik sebesar 6,52% (Tabel

5.4).

Kual itas penduduk yang bekerja belum

mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja

sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang

berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi

54,21%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi

hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,68%.

Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan

menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, komposisi ini tidak mengalami perubahan

yang signifikan.

Angka pengangguran mengalami penurunan

pada Februari 2015 dibandingkan Agustus 2014.

Jumlah pengangguran pada Februari 2015 sebesar

0,97 juta orang, lebih rendah 3,00% dibandingkan

dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1 juta orang.

Jawa Tengah menyumbang 13,02% dari keseluruhan

angka pengangguran secara nasional. Sementara

dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT), Jawa Tengah mengalami penurunan, yaitu dari

5,45% pada Februari 2014 menjadi 5,31% di Februari

2015 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT

nasional yaitu sebesar 5,81%.

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2015*

Februari Agustus

4,85

1,28

3,57

11,90

16,75

4,90

1,19

3,71

11,65

16,55

4,91

1,18

3,73

12,41

17,32

2014*

Februari

*) Data diolah dari Sakernas 2013-2015

5.2. Pengangguran

79PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang

sedikit berbeda oleh konsumen. Berdasarkan hasil

survei konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih

menunjukkan optimisme terhadap kondisi penghasilan

saat ini, akan tetapi konsumen sedikit pesimis terhadap

kondisi lapangan pekerjaan saat ini. (Grafik 5.3). Hal ini

tercermin dari perlambatan pada sektor industri

pengolahan dan berdampak kepada perlambatan

ekonomi Jawa Tengah secara keseluruhan di triwulan II

2015.

Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih

dipandang optimis meski tidak seoptimis periode

sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen di Jawa

Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi

lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,

meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini

terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan

kerja yang sedikit menurun menjadi 120,9 dari

sebelumnya 127,3. Penurunan optimisme konsumen

juga terjadi pada kondisi kegiatan usaha yang akan

datang, tercermin dari penurunan indeks ekspektasi

konsumen dari 134,9 pada triwulan I 2015 menjadi

131,7. Namun konsumen masih optimis terhadap

kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.4).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan, sektor pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Jawa Tengah. Pada Februari 2015, sektor pertanian

masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan

tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 5,39 juta orang

atau 31,12% dari total penduduk yang bekerja di Jawa

Tengah. Sektor perdagangan menempati posisi kedua

dengan menyerap 4,01 juta orang atau 23,15%

penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sektor ini

mengalami laju peningkatan penyerapan tenaga kerja

yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Hal ini

sejalan dengan besarnya porsi sektor perdagangan

dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang

tumbuh positif sebesar 2,92% (yoy) di triwulan I 2015.

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

PENGHASILAN LAPANGAN KERJA

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

PESIMIS

OPTIMIS

INDEKS

II

PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

PESIMIS

OPTIMIS

II

140

160

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA

LAINNYA**

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2015*

Februari Agustus Februari

5,19

3,31

3,72

2,15

2,38

16,75

5,17

3,17

3,72

2,19

2,30

16,55

5,39

3,33

4,01

2,28

2,31

17,32

2014*

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN78

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

perikanan dan tanaman perkebunan rakyat mengalami

sedikit peningkatan NTP dibandingkan triwulan I 2015.

Subsektor perikanan meningkat dibandingkan triwulan

I 2015 dari 99,11 menjadi 100,91 pada triwulan II 2015,

sedangkan subsektor tanaman perkebunan rakyat

meningkat 0,12 menjadi 99,93 pada triwulan II 2015

dari 99,80 pada triwulan I 2015 (Grafik 5.8).

Indeks yang diterima petani di semua subsektor

meningkat pada triwulan II 2015, kecuali

subsektor tanaman pangan. Kenaikan terbesar

indeks yang diterima petani terjadi di subsektor

perikanan sebesar 3,63% dibandingkan triwulan I

2015. Tingginya peningkatan indeks yang diterima

petani di subsektor perikanan disebabkan oleh harga

pada kelompok penangkapan ikan yang meningkat

0,46% dan kelompok budidaya ikan yang mengalami

kenaikan sebesar 1,76%. Di sisi lain, indeks yang

diterima petani di subsektor tanaman pangan menurun

di triwulan ini. Penurunan tersebut disebabkan oleh

menurunnya harga produksi tanaman pangan. Hal ini

terjadi karena pada triwulan ini bertepatan dengan

musim panen tanaman pangan, yang ditunjukkan oleh

PDRB sektor pertanian yang mengalami peningkatan.

Indeks yang dibayar petani meningkat untuk

semua subsektor. Secara historis, indeks yang dibayar

petani akan selalu mengalami peningkatan dan tidak

pernah menunjukkan tren penurunan. Kenaikan

terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan,

perikanan dan hortikultura. Peningkatan indeks yang

dibayar petani untuk subsektor tanaman pangan

dibarengi dengan penurunan indeks yang diterimanya,

sehingga NTP di sektor tersebut mengalami penurunan

yang cukup tajam dibandingkan dengan triwulan I

2015.

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan tercatat menurun. Kemampuan produksi

petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah 10Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan II 2015

mengalami penurunan yaitu menjadi 103,09 dari

sebelumnya104,99 pada triwulan I 2015. Penurunan

NTUP terbesar pada triwulan II 2015 terjadi di subsektor

tanaman pangan sebesar -8,61%. Sementara itu,

peningkatan NTUP terbesar terjadi pada subsektor

perikanan. Hal ini disebabkan adanya peningkatan

indeks yang diterima petani ( It ) lebih besar

dibandingkan indeks yang dibayar (Ib), sehingga petani

di subsektor perikanan dapat meningkatkan

produksinya.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.

10.

81PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II95

100

105

110

115

120

125

25000

27000

29000

31000

33000

35000

37000

39000

41000

43000 PDRB (MILIAR RP) INDEKS

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB SEKTOR PERTANIAN

Sumber : BPS Jawa Tengah

Grafik 5.9. Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor TanamanPangan dengan PDRB Sektor Pertanian

Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah

MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL

2013 2014

0123456789

10

Sumber : BPS Jawa Tengah

0

2

4

6

8

10

12

CIL

AC

AP

BAN

YU

MA

S

PURB

ALI

NG

GA

BAN

JARN

EGA

RA

KEB

UM

EN

PURW

ORE

JO

WO

NO

SOBO

MA

GEL

AN

G

BOY

OLA

LI

KLA

TEN

SUK

OH

ARJ

O

WO

NO

GIR

I

KA

RAN

GA

NYA

R

SRA

GEN

GRO

BOG

AN

BLO

RA

REM

BAN

G

PATI

KU

DU

S

JEPA

RA

DEM

AK

SEM

ARA

NG

TEM

AN

GG

UN

G

KEN

DA

L

BATA

NG

PEK

ALO

NG

AN

PEM

ALA

NG

TEG

AL

BRE

BES

2013 2014

Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa TengahSumber : BPS Jawa Tengah

PERSEN

PERSEN

TPT di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa

Tengah menurun. Penurunan terbesar terjadi di

Kabupaten Kudus dari 8,07% menjadi 5,03%. Di sisi

lain, hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Jawa

Tengah yang TPT-nya naik. Peningkatan terbesar terjadi

di Kota Semarang dari 6,02% menjadi 7,76%.

Kabupaten yang memiliki nilai TPT tinggi umumnya

memiliki tingkat pendidikan yang rendah, seperti

Kabupaten Brebes dan Pemalang.

95.3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2015

mengalami penurunan dibandingkan triwulan I

2015. Penurunan NTP mengindikasikan menurunnya

kesejahteraan petani dengan menurunnya daya beli

petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang

dibayar petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan

indeks yang diterima petani (Grafik 5.7). Penurunan

NTP ini disebabkan oleh turunnya harga produk

pertanian karena musim panen dan diikuti dengan

meningkatnya inflasi. Peningkatan inflasi ini kemudian

menurunkan daya beli masyarakat, salah satunya

menurunkan daya beli petani.

Penurunan NTP terjadi di sebagian besar

s u b s e k t o r, k e c u a l i s u b s e k t o r t a n a m a n

perkebunan rakyat dan subsektor perikanan.

Penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor

tanaman pangan sebesar -5,64% atau menjadi 94,53

dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 100,18. Selain

itu, penurunan juga terjadi pada subsektor holtikultura

yang menurun sebesar -1,50% atau menjadi 96,99 dari

98,46 pada triwulan I 2015, disusul oleh penurunan

subsektor peternakan sebesar -0,86% atau menjadi

103,98 pada triwulan II 2015 dibandingkan triwulan I

2015 sebesar 104,88. Sementara itu, subsektor

Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

II

Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Sumber : BPS Jawa Tengah

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB) NILAI TUKAR PETANI

II

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

9.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN80

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

perikanan dan tanaman perkebunan rakyat mengalami

sedikit peningkatan NTP dibandingkan triwulan I 2015.

Subsektor perikanan meningkat dibandingkan triwulan

I 2015 dari 99,11 menjadi 100,91 pada triwulan II 2015,

sedangkan subsektor tanaman perkebunan rakyat

meningkat 0,12 menjadi 99,93 pada triwulan II 2015

dari 99,80 pada triwulan I 2015 (Grafik 5.8).

Indeks yang diterima petani di semua subsektor

meningkat pada triwulan II 2015, kecuali

subsektor tanaman pangan. Kenaikan terbesar

indeks yang diterima petani terjadi di subsektor

perikanan sebesar 3,63% dibandingkan triwulan I

2015. Tingginya peningkatan indeks yang diterima

petani di subsektor perikanan disebabkan oleh harga

pada kelompok penangkapan ikan yang meningkat

0,46% dan kelompok budidaya ikan yang mengalami

kenaikan sebesar 1,76%. Di sisi lain, indeks yang

diterima petani di subsektor tanaman pangan menurun

di triwulan ini. Penurunan tersebut disebabkan oleh

menurunnya harga produksi tanaman pangan. Hal ini

terjadi karena pada triwulan ini bertepatan dengan

musim panen tanaman pangan, yang ditunjukkan oleh

PDRB sektor pertanian yang mengalami peningkatan.

Indeks yang dibayar petani meningkat untuk

semua subsektor. Secara historis, indeks yang dibayar

petani akan selalu mengalami peningkatan dan tidak

pernah menunjukkan tren penurunan. Kenaikan

terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan,

perikanan dan hortikultura. Peningkatan indeks yang

dibayar petani untuk subsektor tanaman pangan

dibarengi dengan penurunan indeks yang diterimanya,

sehingga NTP di sektor tersebut mengalami penurunan

yang cukup tajam dibandingkan dengan triwulan I

2015.

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan tercatat menurun. Kemampuan produksi

petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah 10Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan II 2015

mengalami penurunan yaitu menjadi 103,09 dari

sebelumnya104,99 pada triwulan I 2015. Penurunan

NTUP terbesar pada triwulan II 2015 terjadi di subsektor

tanaman pangan sebesar -8,61%. Sementara itu,

peningkatan NTUP terbesar terjadi pada subsektor

perikanan. Hal ini disebabkan adanya peningkatan

indeks yang diterima petani ( It ) lebih besar

dibandingkan indeks yang dibayar (Ib), sehingga petani

di subsektor perikanan dapat meningkatkan

produksinya.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.

10.

81PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II95

100

105

110

115

120

125

25000

27000

29000

31000

33000

35000

37000

39000

41000

43000 PDRB (MILIAR RP) INDEKS

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB SEKTOR PERTANIAN

Sumber : BPS Jawa Tengah

Grafik 5.9. Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor TanamanPangan dengan PDRB Sektor Pertanian

Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah

MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL

2013 2014

0123456789

10

Sumber : BPS Jawa Tengah

0

2

4

6

8

10

12

CIL

AC

AP

BAN

YU

MA

S

PURB

ALI

NG

GA

BAN

JARN

EGA

RA

KEB

UM

EN

PURW

ORE

JO

WO

NO

SOBO

MA

GEL

AN

G

BOY

OLA

LI

KLA

TEN

SUK

OH

ARJ

O

WO

NO

GIR

I

KA

RAN

GA

NYA

R

SRA

GEN

GRO

BOG

AN

BLO

RA

REM

BAN

G

PATI

KU

DU

S

JEPA

RA

DEM

AK

SEM

ARA

NG

TEM

AN

GG

UN

G

KEN

DA

L

BATA

NG

PEK

ALO

NG

AN

PEM

ALA

NG

TEG

AL

BRE

BES

2013 2014

Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa TengahSumber : BPS Jawa Tengah

PERSEN

PERSEN

TPT di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa

Tengah menurun. Penurunan terbesar terjadi di

Kabupaten Kudus dari 8,07% menjadi 5,03%. Di sisi

lain, hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Jawa

Tengah yang TPT-nya naik. Peningkatan terbesar terjadi

di Kota Semarang dari 6,02% menjadi 7,76%.

Kabupaten yang memiliki nilai TPT tinggi umumnya

memiliki tingkat pendidikan yang rendah, seperti

Kabupaten Brebes dan Pemalang.

95.3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2015

mengalami penurunan dibandingkan triwulan I

2015. Penurunan NTP mengindikasikan menurunnya

kesejahteraan petani dengan menurunnya daya beli

petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang

dibayar petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan

indeks yang diterima petani (Grafik 5.7). Penurunan

NTP ini disebabkan oleh turunnya harga produk

pertanian karena musim panen dan diikuti dengan

meningkatnya inflasi. Peningkatan inflasi ini kemudian

menurunkan daya beli masyarakat, salah satunya

menurunkan daya beli petani.

Penurunan NTP terjadi di sebagian besar

s u b s e k t o r, k e c u a l i s u b s e k t o r t a n a m a n

perkebunan rakyat dan subsektor perikanan.

Penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor

tanaman pangan sebesar -5,64% atau menjadi 94,53

dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 100,18. Selain

itu, penurunan juga terjadi pada subsektor holtikultura

yang menurun sebesar -1,50% atau menjadi 96,99 dari

98,46 pada triwulan I 2015, disusul oleh penurunan

subsektor peternakan sebesar -0,86% atau menjadi

103,98 pada triwulan II 2015 dibandingkan triwulan I

2015 sebesar 104,88. Sementara itu, subsektor

Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

II

Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Sumber : BPS Jawa Tengah

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB) NILAI TUKAR PETANI

II

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

9.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN80

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - September 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS, diolah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2011 Sept 2012Mar 2012

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014279.036

267.991

273.056

Sep 2014

286.014

277.802

281.750

Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret

2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan

September 2014 terutama terjadi di daerah

perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin

di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%

dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,

secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.

Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,

angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar

3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada

September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan

di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki

porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa

Tengah.

11Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.

Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan

d e s a m e n i n g k a t 3 , 1 8 % d a r i R p 2 7 3 . 0 5 6

perkapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan.

Apabila rata-rata pengeluaran perkapita per bulan

dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai

penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat

memengaruhi angka kemiskinan karena secara

langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan.

Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara

perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di

perkotaan dalam periode yang sama tercatat

mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari

Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp286.014 per

kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah

pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari

Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per

kapita/bulan.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah

satu indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator ini

merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka

harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,

rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.

IPM Jawa Tengah mengalami tren peningkatan

dari tahun ke tahun. Secara historis, nilai IPM selalu

lebih tinggi dibandingkan IPM nasional. Data terakhir,

IPM Jawa Tengah sebesar 74,05 pada tahun 2013,

meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar

73,36. Cukup tingginya IPM Jawa Tengah didorong

oleh faktor harapan hidup penduduk dan pendapatan

perkapita yang relatif baik. Faktor pendidikan, seperti

angka melek huruf dan lama sekolah di sisi lain masih

relatif rendah dibandingkan dengan nasional.

Berdasarkan data terakhir, angka melek huruf di Jawa

Tengah hanya 91,71% sementara nasional mencapai

94,14%. Secara rata-rata lama sekolah penduduk Jawa

Tengah hanya 7,43 tahun atau setara SMP, lebih rendah

dari nasional yaitu 8,14 tahun.

BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.

11.

83PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

SUBSEKTOR

TANAMAN PANGAN

HORTIKULTURA

TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

PETERNAKAN

PERIKANAN

TOTAL

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

106,68

102,91

103,71

109,24

103,92

104,99

97,5

102,83

105,40

109,08

106,17

103,09

-8,61

-0,08

1,63

-0,15

2,17

-1,81

I - 2015 II - 2015 %Perubahan

Grafik 5.10. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahSumber : BPS Jawa Tengah

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

HORTIKULTURAPERIKANAN

90

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II

Angka kemiskinan Jawa Tengah menunjukkan

adanya penurunan. Data terakhir BPS menunjukkan

adanya penurunan jumlah penduduk miskin di bulan

September 2014. Tingkat kemiskinan di bulan tersebut

sebesar 4.562 ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah

penduduk Jawa Tengah, menurun dibanding bulan Maret

2014 yang berjumlah 4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari

jumlah penduduk Jawa Tengah. Sementara secara

persentase, jumlah penduduk miskin tersebut turun

5,69% dibading bulan Maret 2014, atau turun 3,04%

dibanding bulan yang sama tahun 2013.

Secara nasional angka kemiskinan mengalami

penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat

nasional turun sebesar 0,55 juta jiwa dibandingkan

Maret 2014 menjadi 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari

total penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang

0,049% dari total penduduk miskin di nasional, turun

dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014

sebesar 0,051%.

5.4. Tingkat Kemiskinan

Grafik 5.11. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

II

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN82

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sumber : BPS, diolah

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014 (ribuan orang)Grafik 5.12.

5

7

9

11

13

15

17

19

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14

RIBU ORANG %

KOTAKOTA+DESA DESA

DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN

Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - September 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS, diolah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2011 Sept 2012Mar 2012

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014279.036

267.991

273.056

Sep 2014

286.014

277.802

281.750

Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret

2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan

September 2014 terutama terjadi di daerah

perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin

di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%

dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,

secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.

Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,

angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar

3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada

September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan

di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki

porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa

Tengah.

11Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.

Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan

d e s a m e n i n g k a t 3 , 1 8 % d a r i R p 2 7 3 . 0 5 6

perkapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan.

Apabila rata-rata pengeluaran perkapita per bulan

dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai

penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat

memengaruhi angka kemiskinan karena secara

langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan.

Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara

perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di

perkotaan dalam periode yang sama tercatat

mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari

Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp286.014 per

kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah

pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari

Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per

kapita/bulan.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah

satu indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator ini

merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka

harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,

rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.

IPM Jawa Tengah mengalami tren peningkatan

dari tahun ke tahun. Secara historis, nilai IPM selalu

lebih tinggi dibandingkan IPM nasional. Data terakhir,

IPM Jawa Tengah sebesar 74,05 pada tahun 2013,

meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar

73,36. Cukup tingginya IPM Jawa Tengah didorong

oleh faktor harapan hidup penduduk dan pendapatan

perkapita yang relatif baik. Faktor pendidikan, seperti

angka melek huruf dan lama sekolah di sisi lain masih

relatif rendah dibandingkan dengan nasional.

Berdasarkan data terakhir, angka melek huruf di Jawa

Tengah hanya 91,71% sementara nasional mencapai

94,14%. Secara rata-rata lama sekolah penduduk Jawa

Tengah hanya 7,43 tahun atau setara SMP, lebih rendah

dari nasional yaitu 8,14 tahun.

BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.

11.

83PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

SUBSEKTOR

TANAMAN PANGAN

HORTIKULTURA

TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

PETERNAKAN

PERIKANAN

TOTAL

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

106,68

102,91

103,71

109,24

103,92

104,99

97,5

102,83

105,40

109,08

106,17

103,09

-8,61

-0,08

1,63

-0,15

2,17

-1,81

I - 2015 II - 2015 %Perubahan

Grafik 5.10. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahSumber : BPS Jawa Tengah

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

HORTIKULTURAPERIKANAN

90

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II

Angka kemiskinan Jawa Tengah menunjukkan

adanya penurunan. Data terakhir BPS menunjukkan

adanya penurunan jumlah penduduk miskin di bulan

September 2014. Tingkat kemiskinan di bulan tersebut

sebesar 4.562 ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah

penduduk Jawa Tengah, menurun dibanding bulan Maret

2014 yang berjumlah 4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari

jumlah penduduk Jawa Tengah. Sementara secara

persentase, jumlah penduduk miskin tersebut turun

5,69% dibading bulan Maret 2014, atau turun 3,04%

dibanding bulan yang sama tahun 2013.

Secara nasional angka kemiskinan mengalami

penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat

nasional turun sebesar 0,55 juta jiwa dibandingkan

Maret 2014 menjadi 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari

total penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang

0,049% dari total penduduk miskin di nasional, turun

dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014

sebesar 0,051%.

5.4. Tingkat Kemiskinan

Grafik 5.11. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

II

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN82

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sumber : BPS, diolah

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014 (ribuan orang)Grafik 5.12.

5

7

9

11

13

15

17

19

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14

RIBU ORANG %

KOTAKOTA+DESA DESA

DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian pada triwulan III 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, dengan inflasi yang meningkat.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan III 2015 diperkirakan akan

mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,

didukung oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada musim Lebaran dan juga

peningkatan konsumsi pemerintah sesuai dengan pola musimannya.

Sementara secara sektoral, kinerja sektor perdagangan dan konstruksi

diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan

konsumsi masyarakat dan juga konsumsi pemerintah pada triwulan III 2015.

Inflasi triwulan III 2015 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya didorong gejolak harga pangan dan biaya pendidikan. Secara

keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan turun dibandingkan 2014 seiring

meredanya dampak kenaikan harga BBM.

Grafik 5.14. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Harapan Hidup(tahun)

Melek Huruf(%)

Lama Sekolah(tahun)

PengeluaranPerkapita('0000 rupiah)

Sumber : BPS Nasional

JAWA TENGAH NASIONAL

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Grafik 5.13. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75 INDEKS

JAWA TENGAH NASIONAL

Sumber : BPS Nasional

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN84

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian pada triwulan III 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, dengan inflasi yang meningkat.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan III 2015 diperkirakan akan

mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,

didukung oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada musim Lebaran dan juga

peningkatan konsumsi pemerintah sesuai dengan pola musimannya.

Sementara secara sektoral, kinerja sektor perdagangan dan konstruksi

diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan

konsumsi masyarakat dan juga konsumsi pemerintah pada triwulan III 2015.

Inflasi triwulan III 2015 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya didorong gejolak harga pangan dan biaya pendidikan. Secara

keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan turun dibandingkan 2014 seiring

meredanya dampak kenaikan harga BBM.

Grafik 5.14. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Harapan Hidup(tahun)

Melek Huruf(%)

Lama Sekolah(tahun)

PengeluaranPerkapita('0000 rupiah)

Sumber : BPS Nasional

JAWA TENGAH NASIONAL

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Grafik 5.13. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75 INDEKS

JAWA TENGAH NASIONAL

Sumber : BPS Nasional

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN84

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2015

d i p e r k i r a k a n a k a n t u m b u h m e n i n g k a t

dibandingkan triwulan II 2015. Peningkatan

tersebut diperkirakan terutama didorong oleh

konsumsi masyarakat yang meningkat terkait dengan

hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal triwulan III.

Sementara itu, konsumsi pemerintah dan investasi juga

diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III

sesuai dengan pola musimannya. Di sisi lain, konsumsi

Lembaga Non Profit Penunjang Rumah Tangga (LNPRT)

juga diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang

pilkada serentak di akhir tahun.

Pada triwulan III 2015, perekonomian Jawa Tengah

diperkirakan tumbuh sebesar 5,28% (yoy). Secara

triwulanan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan III 2015 diperkirakan tumbuh sebesar 3,19%

(qtq) atau meningkat dibandingkan dengan periode

yang sama tahun lalu sebesar 2,76% (qtq). Perkiraan

adanya perbaikan perekonomian ini sejalan dengan

data indikator perekonomian terakhir serta berbagai

survei yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Tengah.

Keyakinan konsumen dan ekspektasi pelaku

usaha kedepan masih cukup kuat yang

diindikasikan dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi ke depan. Survei kegiatan dunia usaha

menunjukkan bahwa pelaku usaha memperkirakan

kondisi situasi bisnis perusahaan dan kegiatan dunia

usaha lebih baik dibanding triwulan sebelumnya (Grafik

6.2.). Optimisme pelaku usaha juga sejalan dengan

masih terjaganya kepercayaan konsumen dalam

memandang perekonomian di triwulan III 2015. Hal

tersebut terkonfirmasi dari pendapatan rumah tangga

yang diprediksi akan meningkat sejalan dengan

meningkatnya indeks tendensi konsumen (Grafik 6.3.)

serta terjaganya inflasi. Peningkatan konsumsi

masyarakat selama musim Lebaran yang juga

bersamaan dengan musim liburan sekolah diperkirakan

akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di

triwulan III.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah pada 2015 diperkirakan akan tetap

mengalami pertumbuhan. Ekonomi Jawa Tengah

pada tahun 2015 diperkirakan akan berada pada

kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Hal ini sejalan dengan

proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan

pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015

akan berada pada kisaran 5,0 – 5,4%. Pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan

masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional,

yang te rutama te r tahan o leh per lambatan

pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi yang masih

mengandalkan komoditas sumber daya alam sebagai

sumber pendapatannya.

I II III IV I II

2014 2015

12,00

(6,00)

(4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi

PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIANPERDAGANGAN BESAR & ECERANKONSTRUKSI

III

87

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KEGIATAN USAHA PERKIRAAN KEGIATAN USAHA

II III*0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0 % SBT

* Angka perkiraan

46.66

36.80

Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2.Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2015

d i p e r k i r a k a n a k a n t u m b u h m e n i n g k a t

dibandingkan triwulan II 2015. Peningkatan

tersebut diperkirakan terutama didorong oleh

konsumsi masyarakat yang meningkat terkait dengan

hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal triwulan III.

Sementara itu, konsumsi pemerintah dan investasi juga

diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III

sesuai dengan pola musimannya. Di sisi lain, konsumsi

Lembaga Non Profit Penunjang Rumah Tangga (LNPRT)

juga diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang

pilkada serentak di akhir tahun.

Pada triwulan III 2015, perekonomian Jawa Tengah

diperkirakan tumbuh sebesar 5,28% (yoy). Secara

triwulanan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan III 2015 diperkirakan tumbuh sebesar 3,19%

(qtq) atau meningkat dibandingkan dengan periode

yang sama tahun lalu sebesar 2,76% (qtq). Perkiraan

adanya perbaikan perekonomian ini sejalan dengan

data indikator perekonomian terakhir serta berbagai

survei yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Tengah.

Keyakinan konsumen dan ekspektasi pelaku

usaha kedepan masih cukup kuat yang

diindikasikan dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi ke depan. Survei kegiatan dunia usaha

menunjukkan bahwa pelaku usaha memperkirakan

kondisi situasi bisnis perusahaan dan kegiatan dunia

usaha lebih baik dibanding triwulan sebelumnya (Grafik

6.2.). Optimisme pelaku usaha juga sejalan dengan

masih terjaganya kepercayaan konsumen dalam

memandang perekonomian di triwulan III 2015. Hal

tersebut terkonfirmasi dari pendapatan rumah tangga

yang diprediksi akan meningkat sejalan dengan

meningkatnya indeks tendensi konsumen (Grafik 6.3.)

serta terjaganya inflasi. Peningkatan konsumsi

masyarakat selama musim Lebaran yang juga

bersamaan dengan musim liburan sekolah diperkirakan

akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di

triwulan III.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah pada 2015 diperkirakan akan tetap

mengalami pertumbuhan. Ekonomi Jawa Tengah

pada tahun 2015 diperkirakan akan berada pada

kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Hal ini sejalan dengan

proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan

pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015

akan berada pada kisaran 5,0 – 5,4%. Pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan

masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional,

yang te rutama te r tahan o leh per lambatan

pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi yang masih

mengandalkan komoditas sumber daya alam sebagai

sumber pendapatannya.

I II III IV I II

2014 2015

12,00

(6,00)

(4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi

PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIANPERDAGANGAN BESAR & ECERANKONSTRUKSI

III

87

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KEGIATAN USAHA PERKIRAAN KEGIATAN USAHA

II III*0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0 % SBT

* Angka perkiraan

46.66

36.80

Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2.Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

Konsumsi Lembaga Nirlaba Penunjang Rumah

Tangga (LNPRT) diperkirakan akan mengalami

peningkatan pada triwulan III. Peningkatan tersebut

terutama berasal dari peningkatan konsumsi partai

politik menjelang musim pemilihan kepala daerah

(pilkada) serentak yang direncanakan akan digelar pada

akhir tahun ini. Namun demikian, peningkatan

konsumsi LNPRT pada tahun ini diperkirakan tidak

sebesar peningkatan konsumsi LNPRT tahun 2014 lalu.

Ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan akan

mengalami kenaikan pada triwulan III, meskipun

masih bersifat terbatas. Permintaan yang berasal dari

negara-negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah

diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang

akhir tahun. Namun demikian, kenaikan permintaan

tersebut diperkirakan akan tertahan sejalan dengan

pemulihan ekonomi negara-negara tujuan ekspor Jawa

Tengah yang hingga saat ini masih belum seperti yang

diharapkan.

Amerika Serikat, selaku negara tujuan ekspor utama

Jawa Tengah dengan share sebesar kurang lebih 25%

dari total ekspor Jawa Tengah, hingga saat ini masih

belum mengalami pemulihan ekonomi seperti yang

diharapkan sebelumnya. Industrial Production Index

(IPI) AS memperlihatkan tren yang terus menurun sejak

awal tahun (Grafik 6.5). Di sisi lain, tekanan

perekonomian AS dipengaruhi oleh penguatan dolar

AS yang berdampak pada menurunnya kinerja sektor

eksternal yang pada akhirnya menurunkan

pendapatan AS, sehingga konsumsi diperkirakan juga

menurun.

Sementara itu, data Bank Indonesia menunjukkan

bahwa tingkat keyakinan konsumen terhadap

perbaikan ekonomi Eropa masih tinggi, meskipun

belakangan ini dibayangi risiko dari “Grexit”. Di sisi lain,

Tiongkok masih mengalami tren perlambatan

ekonomi, terlihat dari data pertumbuhan penjualan

ritel & mobil Tiongkok yang masih menunjukkan tren

yang melambat.

6.1.2. Sisi Sektoral

Secara sektoral, sebagian besar sektor ekonomi

diperkirakan akan mengalami perbaikan kinerja

di triwulan III 2015. Perbaikan tersebut terutama

didorong oleh perbaikan kinerja pada sektor-sektor

utama daerah yang memiliki share terhadap

perekonomian sebesar 64,82%.

89

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sumber: Federal Reserve Bank of St. Louis

105.5

106.0

106.5

107.0

107.5

108.0

JUN

JUL

AU

G

SEP

OC

T

NO

V

DEC JAN

FEB

MA

R

APR

MA

Y

JUN

2014 2015

IPI AMERIKA SERIKAT

Perkembangan Industrial Production IndexGrafik 6.5

108.5

Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.4

160

155

150

145

140

135

130

125

120

2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 62015

7 8 9

EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD RATA - RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDAPATAN RT MENDATANG RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN

ITK MENDATANG

III

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan

meningkat di triwulan III sesuai dengan pola

musimannya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah

pada triwulan III 2015 diperkirakan akan mengalami

peningkatan d ibandingkan dengan per iode

sebelumnya terkait dengan realisasi proyek pemerintah

yang sudah berjalan di triwulan III 2015. Hal tersebut

juga sesuai dengan pola musiman dari konsumsi

pemerintah.

Investas i d iperkirakan akan mengalami

peningkatan di triwulan III 2015. Perkiraan

peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei

kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan pelaku

usaha tetap optimis dan akan tetap melakukan

investasi pada triwulan III (Grafik 6.2). Sejalan dengan

hasil survei kegiatan dunia usaha, hasil survei tendensi

konsumen juga menunjukkan indeks rencana

pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta

hajatan akan mengalami peningkatan pada triwulan III

setelah mengalami penurunan pada triwulan laporan.

Investasi pemerintah juga diperkirakan naik sesuai

dengan pola musimannya. Beberapa proyek

pemerintah yang mulai dilaksanakan di triwulan III

antara lain Tol Salatiga – Surakarta, Flyover Palur, Tol

Bawen – Salatiga, Jembatan Kalipang, dan lain-lain.

Dengan demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB) pada triwulan III diperkirakan akan mengalami

peningkatan.

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan III 2015 (%)

6.1.1. Sisi Penggunaan Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih

menjadi pendorong utama pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan akan

mengalami kenaikan di triwulan III sejalan dengan

musim Lebaran yang jatuh bersamaan dengan musim

liburan sekolah pada awal triwulan III.

Konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh

menguat pada triwulan III 2015 sejalan dengan

h a s i l s u r v e i t e n d e n s i k o n s u m e n y a n g

menunjukkan pen ingkatan d i t r iwulan

selanjutnya. Perkiraan meningkatnya konsumsi

masyarakat tercermin dari hasil survei tendensi

konsumen (STK) yang menunjukkan adanya

peningkatan indeks tendensi konsumen (ITK). Naiknya

ITK mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen

mempersepsikan adanya perbaikan kondisi ekonomi

pada triwulan berjalan bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Selain itu, STK Jawa Tengah juga

memperlihatkan kenaikan optimisme konsumen yang

terkait dengan pendapatan mendatang, yang juga

disertai dengan peningkatan rencana pembelian

barang tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan.

Sementara dari sisi pelaku usaha, indeks ekspektasi

penjualan 3 bulan yang akan datang pada Survei

Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Tengah (grafik 6.4) juga

menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan pada

triwulan III bila dibandingkan dengan triwulan II 2015.

88

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

PMTB

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

PENGGUNAAN 2014**

I II

III IVTOTAL

4,28

7,21

5,44

4,39

15,3

13,5

112,21

5,14

4,1

22,45

1,05

3,14

22,47

5,63

10,6

5,66

4,04

16,26

-9,68

6,39

19,69

-6,46

15,71

4,19

4,51

3,43

4,79

5,74

8,92

-10,7

-23,06

5,69

3,95

-5,27

9,89

1,52

-9,11

-14,9

23,24

6,16

4,15

8,62

2,66

4,16

9,55

-7,29

-1,02

5,42

4,20

-9,66

3,16

6,78

-4,11

-11,52

14,87

5,54

4.15

-12.33

2.31

2.64

-3.42

-7.55

10.63

4,84

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013*I II

2015p

4.34

-7.33

3.69

3.12

-3.14

-6.77

9.10

5.28

IIIp

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

Konsumsi Lembaga Nirlaba Penunjang Rumah

Tangga (LNPRT) diperkirakan akan mengalami

peningkatan pada triwulan III. Peningkatan tersebut

terutama berasal dari peningkatan konsumsi partai

politik menjelang musim pemilihan kepala daerah

(pilkada) serentak yang direncanakan akan digelar pada

akhir tahun ini. Namun demikian, peningkatan

konsumsi LNPRT pada tahun ini diperkirakan tidak

sebesar peningkatan konsumsi LNPRT tahun 2014 lalu.

Ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan akan

mengalami kenaikan pada triwulan III, meskipun

masih bersifat terbatas. Permintaan yang berasal dari

negara-negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah

diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang

akhir tahun. Namun demikian, kenaikan permintaan

tersebut diperkirakan akan tertahan sejalan dengan

pemulihan ekonomi negara-negara tujuan ekspor Jawa

Tengah yang hingga saat ini masih belum seperti yang

diharapkan.

Amerika Serikat, selaku negara tujuan ekspor utama

Jawa Tengah dengan share sebesar kurang lebih 25%

dari total ekspor Jawa Tengah, hingga saat ini masih

belum mengalami pemulihan ekonomi seperti yang

diharapkan sebelumnya. Industrial Production Index

(IPI) AS memperlihatkan tren yang terus menurun sejak

awal tahun (Grafik 6.5). Di sisi lain, tekanan

perekonomian AS dipengaruhi oleh penguatan dolar

AS yang berdampak pada menurunnya kinerja sektor

eksternal yang pada akhirnya menurunkan

pendapatan AS, sehingga konsumsi diperkirakan juga

menurun.

Sementara itu, data Bank Indonesia menunjukkan

bahwa tingkat keyakinan konsumen terhadap

perbaikan ekonomi Eropa masih tinggi, meskipun

belakangan ini dibayangi risiko dari “Grexit”. Di sisi lain,

Tiongkok masih mengalami tren perlambatan

ekonomi, terlihat dari data pertumbuhan penjualan

ritel & mobil Tiongkok yang masih menunjukkan tren

yang melambat.

6.1.2. Sisi Sektoral

Secara sektoral, sebagian besar sektor ekonomi

diperkirakan akan mengalami perbaikan kinerja

di triwulan III 2015. Perbaikan tersebut terutama

didorong oleh perbaikan kinerja pada sektor-sektor

utama daerah yang memiliki share terhadap

perekonomian sebesar 64,82%.

89

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sumber: Federal Reserve Bank of St. Louis

105.5

106.0

106.5

107.0

107.5

108.0

JUN

JUL

AU

G

SEP

OC

T

NO

V

DEC JAN

FEB

MA

R

APR

MA

Y

JUN

2014 2015

IPI AMERIKA SERIKAT

Perkembangan Industrial Production IndexGrafik 6.5

108.5

Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.4

160

155

150

145

140

135

130

125

120

2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 62015

7 8 9

EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD RATA - RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDAPATAN RT MENDATANG RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN

ITK MENDATANG

III

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan

meningkat di triwulan III sesuai dengan pola

musimannya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah

pada triwulan III 2015 diperkirakan akan mengalami

peningkatan d ibandingkan dengan per iode

sebelumnya terkait dengan realisasi proyek pemerintah

yang sudah berjalan di triwulan III 2015. Hal tersebut

juga sesuai dengan pola musiman dari konsumsi

pemerintah.

Investas i d iperkirakan akan mengalami

peningkatan di triwulan III 2015. Perkiraan

peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei

kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan pelaku

usaha tetap optimis dan akan tetap melakukan

investasi pada triwulan III (Grafik 6.2). Sejalan dengan

hasil survei kegiatan dunia usaha, hasil survei tendensi

konsumen juga menunjukkan indeks rencana

pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta

hajatan akan mengalami peningkatan pada triwulan III

setelah mengalami penurunan pada triwulan laporan.

Investasi pemerintah juga diperkirakan naik sesuai

dengan pola musimannya. Beberapa proyek

pemerintah yang mulai dilaksanakan di triwulan III

antara lain Tol Salatiga – Surakarta, Flyover Palur, Tol

Bawen – Salatiga, Jembatan Kalipang, dan lain-lain.

Dengan demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB) pada triwulan III diperkirakan akan mengalami

peningkatan.

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan III 2015 (%)

6.1.1. Sisi Penggunaan Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih

menjadi pendorong utama pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan akan

mengalami kenaikan di triwulan III sejalan dengan

musim Lebaran yang jatuh bersamaan dengan musim

liburan sekolah pada awal triwulan III.

Konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh

menguat pada triwulan III 2015 sejalan dengan

h a s i l s u r v e i t e n d e n s i k o n s u m e n y a n g

menunjukkan pen ingkatan d i t r iwulan

selanjutnya. Perkiraan meningkatnya konsumsi

masyarakat tercermin dari hasil survei tendensi

konsumen (STK) yang menunjukkan adanya

peningkatan indeks tendensi konsumen (ITK). Naiknya

ITK mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen

mempersepsikan adanya perbaikan kondisi ekonomi

pada triwulan berjalan bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Selain itu, STK Jawa Tengah juga

memperlihatkan kenaikan optimisme konsumen yang

terkait dengan pendapatan mendatang, yang juga

disertai dengan peningkatan rencana pembelian

barang tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan.

Sementara dari sisi pelaku usaha, indeks ekspektasi

penjualan 3 bulan yang akan datang pada Survei

Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Tengah (grafik 6.4) juga

menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan pada

triwulan III bila dibandingkan dengan triwulan II 2015.

88

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

PMTB

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

PENGGUNAAN 2014**

I II

III IVTOTAL

4,28

7,21

5,44

4,39

15,3

13,5

112,21

5,14

4,1

22,45

1,05

3,14

22,47

5,63

10,6

5,66

4,04

16,26

-9,68

6,39

19,69

-6,46

15,71

4,19

4,51

3,43

4,79

5,74

8,92

-10,7

-23,06

5,69

3,95

-5,27

9,89

1,52

-9,11

-14,9

23,24

6,16

4,15

8,62

2,66

4,16

9,55

-7,29

-1,02

5,42

4,20

-9,66

3,16

6,78

-4,11

-11,52

14,87

5,54

4.15

-12.33

2.31

2.64

-3.42

-7.55

10.63

4,84

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013*I II

2015p

4.34

-7.33

3.69

3.12

-3.14

-6.77

9.10

5.28

IIIp

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

Pola Historis Impor Bahan Baku Provinsi Jawa TengahGrafik 6.6

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

200

400

600

800

1000

1200

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

%, YOYUSD JUTA

IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Pada triwulan III 2015, sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan diperkirakan akan

mengalami pertumbuhan yang melambat bila

dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan

tersebut diperkirakan akan didorong oleh perlambatan

subsektor pertanian yang sesuai dengan pola

musimannya. Selain itu, diperkirakan El Nino tahun ini

akan menyebabkan pergeseran musim hujan, yang

pada awalnya diperkirakan akan jatuh pada awal

September kemudian bergeser menjadi di akhir

Oktober, sehingga subsektor pertanian di triwulan III

juga akan terkena dampak.

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2015

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III

2015 diperkirakan meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi ini

didorong oleh meningkatnya permintaan saat lebaran

diikuti dengan menurunnya produksi bahan pangan

sesuai dengan pola musimannya serta kemarau

panjang dampak dari El Nino. Selain itu, tekanan harga

diperkirakan juga berasal dari kenaikan biaya

pendidikan seiring memasuki tahun ajaran baru. Inflasi

triwulan III 2015 diperkirakan sebesar 6,96% (yoy),

meningkat dari triwulan II 2015 yang sebesar 6,15%

(yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi volatile foods

diperkirakan lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun lalu. Menurunnya produksi seiring

masa tanam untuk komoditas beras mendorong

adanya kenaikan inflasi. Selain itu, musim kekeringan

yang berkepanjangan diperkirakan berdampak pada

berkurangnya pasokan komoditas hortikultura, seperti

bawang merah dan cabai. Komoditas daging sapi dan

ayam ras juga memberikan andil terhadap kenaikan

inflasi kelompok ini, seiring dengan datangnya hari raya

Idul Adha pada akhir September 2015. Kenaikan harga

daging sapi bahkan sudah terl ihat semenjak

pertengahan triwulan III 2015, pasca bulan lebaran di

mana harga tetap bertahan tinggi. Kenaikan harga ini

salah satunya ditengarai akibat produsen yang

menahan penjualan menunggu datangnya hari raya

Idul Adha.

Inflasi kelompok administered prices diperkirakan

lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015.

Peningkatan diperkirakan berasal dari kenaikan cukai

rokokserta kenaikan harga minyak dunia yang

berimplikasi pada penyesuaian harga komoditas

administered prices. Selain itu, kenaikan tarif angkutan,

meliputi kenaikan tarif angkutan udara dan angkutan

antarkota juga turut menyumbangkan kenaikan inflasi

di awal triwulan III 2015.

Inflasi kelompok inti diperkirakan sedikit

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan biaya

pendidikan memasuki tahun ajaran baru. Di samping

itu, tren pergerakan nilai tukar yang melemah dan

dampak lanjutan kenaikan harga komoditas

administered, seperti inflasi biaya tempat tinggal dan

makanan jadi mendorong adanya peningkatan inflasi

inti di triwulan III 2015.

6.2. Inflasi

91

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan III 2015 (%)

Sektor utama daerah tersebut adalah sektor industri

pengolahan (pangsa 35,36%), sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan (pangsa 16,12%), dan

sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil

dan sepeda motor (pangsa 13,14%).

Kinerja sektor perdagangan diperkirakan akan

meningkat sehubungan dengan hari raya Lebaran

yang jatuh pada bulan Juli. Sektor perdagangan

diperkirakan akan mengalami peningkatan di triwulan

III. Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli yang

disertai dengan pembagian THR diperkirakan akan

turut mendorong perba ikan k iner ja sektor

perdagangan di triwulan III. Sejalan dengan hal

tersebut, hasil Survei Pedagang Eceran (SPE) yang

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Tengah juga menunjukkan ekspektasi

penjualan yang meningkat di triwulan III. Selain itu

sektor perdagangan diperkirakan juga meningkat

sejalan dengan persiapan pelaksanaan pilkada serentak

di akhir tahun 2015.

Sektor konstruksi juga diperkirakan akan

meningkat sejalan dengan peningkatan realisasi

belanja pemerintah dan peningkatan PMTB di

triwulan III 2015. Sesuai dengan pola musimannya,

konsumsi pemerintah diperkirakan akan mengalami

peningkatan di triwulan III. Selain itu, PMTB juga

diindikasikan akan mengalami peningkatan di triwulan

III didorong oleh realisasi investasi yang dilakukan

pemerintah dan dunia usaha. Sejalan dengan hal

tersebut, diperkirakan sektor konstruksi akan

mengalami peningkatan kinerja di triwulan III.

Industr i pengolahan diperk i rakan akan

meningkat pada triwulan III terkait dengan

building stocks yang dilakukan oleh para pelaku

usaha untuk mengantisipasi naiknya permintaan

menjelang akhir tahun. Hal tersebut ditandai dengan

meningkatnya impor bahan baku pada triwulan III

sesuai dengan pola musimannya (grafik 6.5). Namun

demikian, peningkatan tersebut diperkirakan akan

tertahan sejalan dengan perlambatan kinerja industri

pengolahan yang berorientasi ekspor (seperti mebel

dan tekstil) di triwulan III. Perlambatan tersebut

diperkirakan terjadi sejalan dengan kondisi negara

tujuan ekspor Jawa Tengah belum membaik seperti

perkiraan awal. Dengan demikian, permintaan

domestik diharapkan dapat menjadi pendorong bagi

peningkatan kinerja industri pengolahan di triwulan III.

90

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik Dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Transportasi Dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum

Informasi Dan Komunikasi

Jasa Keuangan Dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

Produk Domestik Regional Bruto

URAIAN 2014

I* II*

III* IV*TOTAL*

-2.78%

7.00%

8.38%

0.67%

6.11%

5.66%

6.27%

6.23%

5.32%

10.54%

2.92%

8.89%

8.21%

0.73%

9.85%

12.99%

7.91%

5.66%

-3.80%

4.65%

7.29%

7.65%

3.15%

4.18%

1.79%

5.01%

6.40%

10.96%

3.18%

7.85%

6.83%

-2.86%

11.43%

13.46%

8.58%

4.19%

-2.99%

6.02%

9.73%

4.86%

2.96%

2.76%

4.58%

7.94%

9.68%

12.39%

3.68%

5.29%

7.57%

-0.41%

12.28%

11.81%

9.11%

5.69%

-1.94%

8.37%

6.81%

-2.16%

1.65%

4.96%

4.93%

16.46%

9.08%

18.09%

7.11%

6.85%

10.61%

5.67%

7.60%

7.11%

8.41%

6.16%

-2.95%

6.50%

8.04%

2.70%

3.45%

4.38%

4.35%

8.97%

7.63%

13.00%

4.22%

7.19%

8.31%

0.78%

10.17%

11.20%

8.50%

5.42%

1.46%

1.15%

6.35%

-1.17%

1.96%

3.68%

3.33%

14.13%

8.45%

11.57%

6.94%

6.72%

11.56%

4.14%

10.11%

9.35%

8.34%

5.51%

6.37%

2.20%

3.73%

3.20%

3.13%

4.12%

2.75%

9.71%

6.28%

8.51%

7.42%

7.02%

10.45%

8.00%

9.25%

4.45%

-1.13%

4.84%

I* II**

2015**

5.32%

1.66%

3.74%

3.38%

3.55%

5.32%

3.24%

8.31%

8.74%

9.73%

9.45%

8.82%

12.04%

9.75%

11.94%

6.14%

4.47%

5.28%

IIIp

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

Pola Historis Impor Bahan Baku Provinsi Jawa TengahGrafik 6.6

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

200

400

600

800

1000

1200

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

%, YOYUSD JUTA

IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Pada triwulan III 2015, sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan diperkirakan akan

mengalami pertumbuhan yang melambat bila

dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan

tersebut diperkirakan akan didorong oleh perlambatan

subsektor pertanian yang sesuai dengan pola

musimannya. Selain itu, diperkirakan El Nino tahun ini

akan menyebabkan pergeseran musim hujan, yang

pada awalnya diperkirakan akan jatuh pada awal

September kemudian bergeser menjadi di akhir

Oktober, sehingga subsektor pertanian di triwulan III

juga akan terkena dampak.

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2015

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III

2015 diperkirakan meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi ini

didorong oleh meningkatnya permintaan saat lebaran

diikuti dengan menurunnya produksi bahan pangan

sesuai dengan pola musimannya serta kemarau

panjang dampak dari El Nino. Selain itu, tekanan harga

diperkirakan juga berasal dari kenaikan biaya

pendidikan seiring memasuki tahun ajaran baru. Inflasi

triwulan III 2015 diperkirakan sebesar 6,96% (yoy),

meningkat dari triwulan II 2015 yang sebesar 6,15%

(yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi volatile foods

diperkirakan lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun lalu. Menurunnya produksi seiring

masa tanam untuk komoditas beras mendorong

adanya kenaikan inflasi. Selain itu, musim kekeringan

yang berkepanjangan diperkirakan berdampak pada

berkurangnya pasokan komoditas hortikultura, seperti

bawang merah dan cabai. Komoditas daging sapi dan

ayam ras juga memberikan andil terhadap kenaikan

inflasi kelompok ini, seiring dengan datangnya hari raya

Idul Adha pada akhir September 2015. Kenaikan harga

daging sapi bahkan sudah terl ihat semenjak

pertengahan triwulan III 2015, pasca bulan lebaran di

mana harga tetap bertahan tinggi. Kenaikan harga ini

salah satunya ditengarai akibat produsen yang

menahan penjualan menunggu datangnya hari raya

Idul Adha.

Inflasi kelompok administered prices diperkirakan

lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015.

Peningkatan diperkirakan berasal dari kenaikan cukai

rokokserta kenaikan harga minyak dunia yang

berimplikasi pada penyesuaian harga komoditas

administered prices. Selain itu, kenaikan tarif angkutan,

meliputi kenaikan tarif angkutan udara dan angkutan

antarkota juga turut menyumbangkan kenaikan inflasi

di awal triwulan III 2015.

Inflasi kelompok inti diperkirakan sedikit

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan biaya

pendidikan memasuki tahun ajaran baru. Di samping

itu, tren pergerakan nilai tukar yang melemah dan

dampak lanjutan kenaikan harga komoditas

administered, seperti inflasi biaya tempat tinggal dan

makanan jadi mendorong adanya peningkatan inflasi

inti di triwulan III 2015.

6.2. Inflasi

91

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan III 2015 (%)

Sektor utama daerah tersebut adalah sektor industri

pengolahan (pangsa 35,36%), sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan (pangsa 16,12%), dan

sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil

dan sepeda motor (pangsa 13,14%).

Kinerja sektor perdagangan diperkirakan akan

meningkat sehubungan dengan hari raya Lebaran

yang jatuh pada bulan Juli. Sektor perdagangan

diperkirakan akan mengalami peningkatan di triwulan

III. Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli yang

disertai dengan pembagian THR diperkirakan akan

turut mendorong perba ikan k iner ja sektor

perdagangan di triwulan III. Sejalan dengan hal

tersebut, hasil Survei Pedagang Eceran (SPE) yang

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Tengah juga menunjukkan ekspektasi

penjualan yang meningkat di triwulan III. Selain itu

sektor perdagangan diperkirakan juga meningkat

sejalan dengan persiapan pelaksanaan pilkada serentak

di akhir tahun 2015.

Sektor konstruksi juga diperkirakan akan

meningkat sejalan dengan peningkatan realisasi

belanja pemerintah dan peningkatan PMTB di

triwulan III 2015. Sesuai dengan pola musimannya,

konsumsi pemerintah diperkirakan akan mengalami

peningkatan di triwulan III. Selain itu, PMTB juga

diindikasikan akan mengalami peningkatan di triwulan

III didorong oleh realisasi investasi yang dilakukan

pemerintah dan dunia usaha. Sejalan dengan hal

tersebut, diperkirakan sektor konstruksi akan

mengalami peningkatan kinerja di triwulan III.

Industr i pengolahan diperk i rakan akan

meningkat pada triwulan III terkait dengan

building stocks yang dilakukan oleh para pelaku

usaha untuk mengantisipasi naiknya permintaan

menjelang akhir tahun. Hal tersebut ditandai dengan

meningkatnya impor bahan baku pada triwulan III

sesuai dengan pola musimannya (grafik 6.5). Namun

demikian, peningkatan tersebut diperkirakan akan

tertahan sejalan dengan perlambatan kinerja industri

pengolahan yang berorientasi ekspor (seperti mebel

dan tekstil) di triwulan III. Perlambatan tersebut

diperkirakan terjadi sejalan dengan kondisi negara

tujuan ekspor Jawa Tengah belum membaik seperti

perkiraan awal. Dengan demikian, permintaan

domestik diharapkan dapat menjadi pendorong bagi

peningkatan kinerja industri pengolahan di triwulan III.

90

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik Dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Transportasi Dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum

Informasi Dan Komunikasi

Jasa Keuangan Dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

Produk Domestik Regional Bruto

URAIAN 2014

I* II*

III* IV*TOTAL*

-2.78%

7.00%

8.38%

0.67%

6.11%

5.66%

6.27%

6.23%

5.32%

10.54%

2.92%

8.89%

8.21%

0.73%

9.85%

12.99%

7.91%

5.66%

-3.80%

4.65%

7.29%

7.65%

3.15%

4.18%

1.79%

5.01%

6.40%

10.96%

3.18%

7.85%

6.83%

-2.86%

11.43%

13.46%

8.58%

4.19%

-2.99%

6.02%

9.73%

4.86%

2.96%

2.76%

4.58%

7.94%

9.68%

12.39%

3.68%

5.29%

7.57%

-0.41%

12.28%

11.81%

9.11%

5.69%

-1.94%

8.37%

6.81%

-2.16%

1.65%

4.96%

4.93%

16.46%

9.08%

18.09%

7.11%

6.85%

10.61%

5.67%

7.60%

7.11%

8.41%

6.16%

-2.95%

6.50%

8.04%

2.70%

3.45%

4.38%

4.35%

8.97%

7.63%

13.00%

4.22%

7.19%

8.31%

0.78%

10.17%

11.20%

8.50%

5.42%

1.46%

1.15%

6.35%

-1.17%

1.96%

3.68%

3.33%

14.13%

8.45%

11.57%

6.94%

6.72%

11.56%

4.14%

10.11%

9.35%

8.34%

5.51%

6.37%

2.20%

3.73%

3.20%

3.13%

4.12%

2.75%

9.71%

6.28%

8.51%

7.42%

7.02%

10.45%

8.00%

9.25%

4.45%

-1.13%

4.84%

I* II**

2015**

5.32%

1.66%

3.74%

3.38%

3.55%

5.32%

3.24%

8.31%

8.74%

9.73%

9.45%

8.82%

12.04%

9.75%

11.94%

6.14%

4.47%

5.28%

IIIp

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

Sementara itu, pada kelompok administered

prices, kenaikan tarif transportasi menjadi

penyumbang inflasi terbesar sejalan dengan

momen mudik Lebaran. Meningkatnya tarif

angkutan udara terjadi untuk penjualan tiket melalui

online maupun melalui agen travel. Komoditas ini

tercatat memberikan sumbangan inflasi sebesar

0,16%. Sementara itu, tarif angkutan antarkota

terpantau naik untuk kelas ekonomi dan non-ekonomi

selama periode lebaran dan memberikan sumbangan

0,0985%. Kenaikan tarif transportasi tersebut

menyebabkan peningkatan inf las i kelompok

administered prices menjadi 1,78% (mtm) atau

12,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan

sebelumnya yang sebesar 0,47% (mtm) atau 11,01%

(yoy).

Di sisi lain, inflasi kelompok inti mengalami

penurunan dari 0,25% (mtm) menjadi 0,11%

(mtm) dibandingkan bulan sebelumnya. Secara

tahunan, inflasi inti tercatat sebesar 3,80% (yoy), lebih

rendah dibandingkan sebelumnya sebesar 4,18% (yoy).

Penurunan inflasi inti di Jawa Tengah ini didorong oleh

melemahnya permintaan di sektor properti yang

tercermin dari penurunan harga bahan bangunan,

meliputi komoditas batu bata, keramik, semen, dan

besi beton. Menurunnya inflasi inti ini ditengarai juga

diakibatkan oleh pelemahan daya beli di tengah

perlambatan ekonomi.

6.2.3. Inflasi 2015

Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2015

diperkirakan akan menurun. Inflasi tahun 2015

diperkirakan sebesar 4,0-4,5% (yoy), lebih rendah bila

dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 8,22%

(yoy). Penurunan ini didukung terkendalinya inflasi di

seluruh kelompok, baik kelompok volatile foods,

kelompok administered prices, maupun kelompok inti.

Kelompok volatile foods diperkirakan akan

mengalami penurunan inflasi seiring terjaganya

pasokan di tengah upaya pemerintah mengatasi

permasalahan distribusi dan pasokan. Berdasarkan data

Dinas Pertanian, Provinsi Jawa Tengah merupakan

daerah produsen pangan dan terpantau mencatatkan

pasokan yang surplus. Pemprov mentargetkan produksi

beras Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 11,14 juta ton,

meningkat sebesar 1,5 juta ton dibandingkan tahun

lalu. Hal ini kemudian diwujudkan melalui program

peningkatan produktivitas. Selain itu, upaya

pemerintah pusat dalam memperbaiki pasokan dan

distribusi komoditas pangan diperkirakan mampu

meredam tekanan inflasi pada kelompok ini. Upaya

tersebut tertuang dalam Perpres Pengendalian

Kebutuhan Bahan Pokok serta perluasan peran Bulog

untuk turut menyangga kebutuhan komoditas pangan

lain selain beras. Sementara itu, kelompok

administered prices diproyeksikan akan

mengalami penurunan inflasi seiring meredanya

dampak kenaikan harga BBM pada akhir tahun

2014. Namun demikian, penurunan ini relatif moderat,

mengingat terdapat risiko tekanan harga yang berasal

dari penyesuaian harga elpiji dan TTL, serta risiko

kenaikan harga minyak dunia di akhir tahun yang

berimplikasi pada kenaikan harga BBM dan tarif

angkutan.

Tekanan inflasi inti diperkirakan akan mengalami

s e d i k i t k e n a i k a n d i b a n d i n g k a n t a h u n

sebelumnya. Pergerakan nilai rupiah yang cenderung

melemah mendorong terjadinya peningkatan harga

barang impor. Selain itu, kenaikan harga barang juga

disebabkan adanya kenaikan bea masuk impor untuk

beberapa barang konsumsi sesuai dengan PMK No 132

tahun 2015. Adanya percepatan realisasi infrastruktur

pemerintah dan pembangunan properti di sektor

swasta berpotensi dapat mendorong kenaikan harga

komoditas bahan bangunan.

93OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

150

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.9

2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

150

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.8

Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

% YOY

I II III IV I II2014 2015

IIIp

8,5

8

7,5

7

6,5

6

5,5

5

4,5

4

Proyeksi peningkatan inflasi di triwulan III 2015

terkonfirmasi dari ekspektasi harga, baik dari sisi

konsumen maupun pedagang. Peningkatan harga

masyarakat tercermin dari Survei Konsumen yang

menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi 3 bulan

dan 6 bulan ke depan. Sementara itu, hasil Survei

Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya kenaikan

ekspektasi harga untuk 6 bulan yang akan datang.

6.2.2. Inflasi Juli 2015Provinsi Jawa Tengah pada Juli 2015 mengalami inflasi

sebesar 0,92 (mtm), meningkat dibandingkan Juni

2015 yang sebesar 0,62% (mtm). Angka ini lebih

rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar

0,93% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi

Jawa Tengah tercatat sebesar 6,36% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 6,15%

(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar

7,26% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Juli 2015

mencatatkan angka yang lebih rendah. Tekanan harga

di bulan tersebut terutama didorong oleh kenaikan tarif

transportasi dan harga pangan di saat perayaan Idul

Fitri.

Berdasarkan kelompoknya, inflasi kelompok

volatile foods sebesar 3,36% (mtm), meningkat

dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,27% (mtm)

yang utamanya berasal dari komoditas daging ayam

ras, cabai rawit, dan cabai merah. Sementara secara

tahunan, inflasi volatile foods tercatat sebesar 9,09%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya

sebesar 7,82% (yoy). Harga daging ayam ras

meningkat didorong oleh tingginya permintaan selama

lebaran dan bertahan tinggi hingga akhir bulan.

Komoditas ini memberikan sumbangan inflasi sebesar

0,14%. Sementara itu, kenaikan inflasi cabai rawit dan

cabai merah disebabkan oleh berkurangnya produksi

cabai seiring datangnya musim kemarau yang

berkepanjangan. Secara berturut-turut, komoditas

cabai rawit dan cabai merah memberikan sumbangan

inflasi sebesar 0,10% dan 0,05%.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH92

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Sementara itu, pada kelompok administered

prices, kenaikan tarif transportasi menjadi

penyumbang inflasi terbesar sejalan dengan

momen mudik Lebaran. Meningkatnya tarif

angkutan udara terjadi untuk penjualan tiket melalui

online maupun melalui agen travel. Komoditas ini

tercatat memberikan sumbangan inflasi sebesar

0,16%. Sementara itu, tarif angkutan antarkota

terpantau naik untuk kelas ekonomi dan non-ekonomi

selama periode lebaran dan memberikan sumbangan

0,0985%. Kenaikan tarif transportasi tersebut

menyebabkan peningkatan inf las i kelompok

administered prices menjadi 1,78% (mtm) atau

12,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan

sebelumnya yang sebesar 0,47% (mtm) atau 11,01%

(yoy).

Di sisi lain, inflasi kelompok inti mengalami

penurunan dari 0,25% (mtm) menjadi 0,11%

(mtm) dibandingkan bulan sebelumnya. Secara

tahunan, inflasi inti tercatat sebesar 3,80% (yoy), lebih

rendah dibandingkan sebelumnya sebesar 4,18% (yoy).

Penurunan inflasi inti di Jawa Tengah ini didorong oleh

melemahnya permintaan di sektor properti yang

tercermin dari penurunan harga bahan bangunan,

meliputi komoditas batu bata, keramik, semen, dan

besi beton. Menurunnya inflasi inti ini ditengarai juga

diakibatkan oleh pelemahan daya beli di tengah

perlambatan ekonomi.

6.2.3. Inflasi 2015

Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2015

diperkirakan akan menurun. Inflasi tahun 2015

diperkirakan sebesar 4,0-4,5% (yoy), lebih rendah bila

dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 8,22%

(yoy). Penurunan ini didukung terkendalinya inflasi di

seluruh kelompok, baik kelompok volatile foods,

kelompok administered prices, maupun kelompok inti.

Kelompok volatile foods diperkirakan akan

mengalami penurunan inflasi seiring terjaganya

pasokan di tengah upaya pemerintah mengatasi

permasalahan distribusi dan pasokan. Berdasarkan data

Dinas Pertanian, Provinsi Jawa Tengah merupakan

daerah produsen pangan dan terpantau mencatatkan

pasokan yang surplus. Pemprov mentargetkan produksi

beras Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 11,14 juta ton,

meningkat sebesar 1,5 juta ton dibandingkan tahun

lalu. Hal ini kemudian diwujudkan melalui program

peningkatan produktivitas. Selain itu, upaya

pemerintah pusat dalam memperbaiki pasokan dan

distribusi komoditas pangan diperkirakan mampu

meredam tekanan inflasi pada kelompok ini. Upaya

tersebut tertuang dalam Perpres Pengendalian

Kebutuhan Bahan Pokok serta perluasan peran Bulog

untuk turut menyangga kebutuhan komoditas pangan

lain selain beras. Sementara itu, kelompok

administered prices diproyeksikan akan

mengalami penurunan inflasi seiring meredanya

dampak kenaikan harga BBM pada akhir tahun

2014. Namun demikian, penurunan ini relatif moderat,

mengingat terdapat risiko tekanan harga yang berasal

dari penyesuaian harga elpiji dan TTL, serta risiko

kenaikan harga minyak dunia di akhir tahun yang

berimplikasi pada kenaikan harga BBM dan tarif

angkutan.

Tekanan inflasi inti diperkirakan akan mengalami

s e d i k i t k e n a i k a n d i b a n d i n g k a n t a h u n

sebelumnya. Pergerakan nilai rupiah yang cenderung

melemah mendorong terjadinya peningkatan harga

barang impor. Selain itu, kenaikan harga barang juga

disebabkan adanya kenaikan bea masuk impor untuk

beberapa barang konsumsi sesuai dengan PMK No 132

tahun 2015. Adanya percepatan realisasi infrastruktur

pemerintah dan pembangunan properti di sektor

swasta berpotensi dapat mendorong kenaikan harga

komoditas bahan bangunan.

93OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

150

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.9

2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

150

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.8

Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

% YOY

I II III IV I II2014 2015

IIIp

8,5

8

7,5

7

6,5

6

5,5

5

4,5

4

Proyeksi peningkatan inflasi di triwulan III 2015

terkonfirmasi dari ekspektasi harga, baik dari sisi

konsumen maupun pedagang. Peningkatan harga

masyarakat tercermin dari Survei Konsumen yang

menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi 3 bulan

dan 6 bulan ke depan. Sementara itu, hasil Survei

Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya kenaikan

ekspektasi harga untuk 6 bulan yang akan datang.

6.2.2. Inflasi Juli 2015Provinsi Jawa Tengah pada Juli 2015 mengalami inflasi

sebesar 0,92 (mtm), meningkat dibandingkan Juni

2015 yang sebesar 0,62% (mtm). Angka ini lebih

rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar

0,93% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi

Jawa Tengah tercatat sebesar 6,36% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 6,15%

(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar

7,26% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Juli 2015

mencatatkan angka yang lebih rendah. Tekanan harga

di bulan tersebut terutama didorong oleh kenaikan tarif

transportasi dan harga pangan di saat perayaan Idul

Fitri.

Berdasarkan kelompoknya, inflasi kelompok

volatile foods sebesar 3,36% (mtm), meningkat

dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,27% (mtm)

yang utamanya berasal dari komoditas daging ayam

ras, cabai rawit, dan cabai merah. Sementara secara

tahunan, inflasi volatile foods tercatat sebesar 9,09%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya

sebesar 7,82% (yoy). Harga daging ayam ras

meningkat didorong oleh tingginya permintaan selama

lebaran dan bertahan tinggi hingga akhir bulan.

Komoditas ini memberikan sumbangan inflasi sebesar

0,14%. Sementara itu, kenaikan inflasi cabai rawit dan

cabai merah disebabkan oleh berkurangnya produksi

cabai seiring datangnya musim kemarau yang

berkepanjangan. Secara berturut-turut, komoditas

cabai rawit dan cabai merah memberikan sumbangan

inflasi sebesar 0,10% dan 0,05%.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH92

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

20

15

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.

Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan

modal.

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan

pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan

ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang

dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi

ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap

ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan

pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas

hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi

secara keseluruhan.

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara

keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap

komoditas tersebut.

Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun

bukan komersil.

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan

komersil.

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu

gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor

perekonomian.

Mtm

Qtq

Yoy

Share of Growth

Investasi

Sektor Ekonomi Dominan

Migas

Omzet

Share Effect

Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK)

Indeks Harga Konsumen

(IHK)

Indeks Kondisi Ekonomi

Indeks Ekspektasi Konsumen

Pendapatan Asli Daerah

(PAD)

Dana Perimbangan

Indeks Pembangunan

Manusia

APBD

Andil Inflasi

Bobot Inflasi

Impor

PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku

Daftar Istilah

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.

Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan

modal.

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan

pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan

ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang

dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi

ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap

ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan

pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas

hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi

secara keseluruhan.

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara

keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap

komoditas tersebut.

Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun

bukan komersil.

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan

komersil.

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu

gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor

perekonomian.

Mtm

Qtq

Yoy

Share of Growth

Investasi

Sektor Ekonomi Dominan

Migas

Omzet

Share Effect

Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK)

Indeks Harga Konsumen

(IHK)

Indeks Kondisi Ekonomi

Indeks Ekspektasi Konsumen

Pendapatan Asli Daerah

(PAD)

Dana Perimbangan

Indeks Pembangunan

Manusia

APBD

Andil Inflasi

Bobot Inflasi

Impor

PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku

Daftar Istilah

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya

kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk

kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong

Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),

sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet

(setelah dikurangi agunan).

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga

sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank

ybs.

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP), terhadap total kredit.

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan

mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah

pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Penyisihan Penghapusan

Aktiva Produktif (PPAP)

Rasio Non Performing

Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio Non Performing Loans

(NPLs) – NET

Sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI

RTGS)

Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun

tertentu sebagai dasar perhitungannya.

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu

terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang

dihimpun.

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam

periode tertentu.

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari

netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash

inflows bila terjadi sebaliknya.

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan

penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,

penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing

aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang

diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit

yang diberikan kepada perorangan.

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran

bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus

(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

(ATMR).

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep

ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama

peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu

tertentu.

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat

debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank

Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring

lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang

menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

PDRB Atas Dasar Harga

Konstan

Bank Pemerintah

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Cash Inflows

Cash Outflows

Net Cashflows

Aktiva Produktif

Aktiva Tertimbang Menurut

Resiko (ATMR)

Kualitas Kredit

Capital Adequacy Ratio

(CAR)

Financing to Deposit Ratio

(FDR)

Inflasi

Kliring

Kliring Debet

Non Performing

Loans/Financing (NPLs/Ls)

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya

kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk

kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong

Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),

sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet

(setelah dikurangi agunan).

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga

sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank

ybs.

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP), terhadap total kredit.

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan

mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah

pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Penyisihan Penghapusan

Aktiva Produktif (PPAP)

Rasio Non Performing

Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio Non Performing Loans

(NPLs) – NET

Sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI

RTGS)

Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun

tertentu sebagai dasar perhitungannya.

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu

terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang

dihimpun.

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam

periode tertentu.

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari

netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash

inflows bila terjadi sebaliknya.

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan

penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,

penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing

aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang

diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit

yang diberikan kepada perorangan.

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran

bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus

(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

(ATMR).

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep

ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama

peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu

tertentu.

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat

debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank

Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring

lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang

menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

PDRB Atas Dasar Harga

Konstan

Bank Pemerintah

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Cash Inflows

Cash Outflows

Net Cashflows

Aktiva Produktif

Aktiva Tertimbang Menurut

Resiko (ATMR)

Kualitas Kredit

Capital Adequacy Ratio

(CAR)

Financing to Deposit Ratio

(FDR)

Inflasi

Kliring

Kliring Debet

Non Performing

Loans/Financing (NPLs/Ls)