kajian ekonomi regional jawa timur - bi.go.id · bahan soft copy dari kajian ini dapat di download...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR
TRIWULAN II - 2014
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV
Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp. : 031-3520011 psw. 8301/8258 Fax : 031-3554178 Email : [email protected] Bahan sof t copy dari kajian ini dapat di download pada web BI (ht tp://www.bi.go.id)
Visi, M isi dan Nilai St rat egis Bank Indonesia
Visi dan M isi
Kantor Perw akilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jaw a Timur)
Misi Kantor Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV:
dan sistem pembayaran secara ef isien dan opt imal serta memberikan saran kepada
Pemda dan lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi daerah.
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV:
peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang
Visi Bank Indonesia :
Menjadi lembaga bank sent ral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai st rategis yang dimiliki serta pencapaian inf lasi yang rendah
dan nilai tukar yang stabil
M isi Bank Indonesia :
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efekt ivitas t ransmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efekt if dan ef isien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkont ribusi pada pertumbuhan
dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, ef isien, dan lancar yang
berkont ribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dengan memperhat ikan aspek perluasan akses dan kepent ingan
nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung t inggi nilai-nilai st rategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan
tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU.
Nilai Nilai St rategis :
Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest
i
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi
Jawa Timur Triwulan II - 2014 dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kajian
triwulanan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi stakeholders
eksternal maupun internal yang berkaitan dengan perkembangan perekonomian,
perbankan dan sistem pembayaran di Jawa Timur baik pada triwulan dimaksud maupun
prospek ke depan.
Analisa pada kajian ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah
Provinsi Jawa Timur didasarkan pada data dan informasi yang diperoleh dari berbagai
pihak seperti perbankan dan instansi di lingkungan pemerintah daerah, BUMN maupun
swasta. Atas seluruh bantuan tersebut kami mengucapkan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarnya. Harapan kami, hubungan kemitraan yang terjalin selama
ini dapat lebih dit ingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan
masukan dan saran untuk lebih meningkatkan kualitas kajian sehingga dapat
memberikan kemanfaatan yang maksimal.
Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah selalu memberikan kekuatan dan
kemudahan kepada kita semua dalam memberikan kontribusi yang terbaik bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur pada khususnya dan Indonesia pada
umumnya.
Surabaya, 13 Agustus 2014
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
WILAYAH IV (JAWA TIMUR)
Dwi Pranoto Direktur Eksekutif
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GRAFIK iv
RINGKASAN EKSEKUTIF ix
INDIKATOR MAKRO EKONOMI JAWA TIMUR xiii
INDIKATOR PERBANKAN JAWA TIMUR xiv
DAFTAR ISTILAH xv
DAFTAR SINGKATAN xviii
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1
1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TW. I 2014 1
1.1.1 SISI PERMINTAAN 2
a. Konsumsi 3
b. Investasi 6
c. Ekspor - Impor 10
c.1 Ekspor Impor Antar Daerah 10
c.2 Ekspor Impor Luar Negeri 11
1.1.2 SISI PENAWARAN 13
a. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran 15
b. Sektor Indust ri Pengolahan 17
c. Pertanian 20
d. Keuangan, Persewaan dan Jasa 22
e. Bangunan 23
f . Pengangkutan dan Komunikasi 25
BOKS 1
BOKS 2
BOKS 3
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI 26
2.1 KONDISI UMUM 26
2.2 INFLASI BULANAN (mtm) 27
2.3 INFLASI TRIWULAN (qtq) 32
2.4 INFLASI TAHUNAN (yoy) 35
2.5 INFLASI MENURUT KOTA 37
2.6 DISAGREGASI INFLASI 40
BOKS 4 KONEKTIVITAS DAERAH UNTUK MENINGKATKAN PERDAGANGAN ANTAR DAERAH
i
DAFTAR ISI
IDENTIFIKASI DINI PERGESERAN EKONOMI SEKTORAL DI JAWA TIMUR
KINERJA EKSPOR MANUFAKTUR JAWA TIMUR: PROSPEK DAN TANTANGANNYA
POLA KONSUMSI DAN PERPUTARAN UANG MENJELANG LEBARAN
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN &SISTEM PEMBAYARAN 45
3.1 PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM 46
3.1.1. ASET DAN AKTIVA PRODUKTIF 46
3.1.2. DANA PIHAK KETIGA (DPK) 49
3.1.3. KREDIT 49
3.1.4 KREDIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) 57
3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN 60
3.2.1. RISIKO KREDIT 61
3.3 PERBANKAN SYARIAH 61
3.4 BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) 64
3.5 BANK BERKANTOR PUSAT DI SURABAYA 66
3.6 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 69
3.6.1 TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI 69
3.6.2 TRANSAKSI KEUANGAN SECARA NON TUNAI 74
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 80
4.1 UMUM 80
4.2 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR 80
4.2.1 Pendapatan Daerah 81
4.2.2 Realisasi Pendapatan Daerah 83
4.2.3 Belanja Daerah 84
4.2.4 Realisasi Belanja Daerah 86
4.3 APBD PROVINSI DAN KABUPATEN KOTA JAWA TIMUR 88
BAB 5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 90
5.1 UMUM 90
5.2 KETENAGAKERJAAN 90
5.2.1 Data Ketenagakerjaan Jawa Timur 90
5.2.2 Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) 93
5.3 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN 95
5.3.1 Kesejahteraan Petani 95
5.3.2 Kesejahteraan Nelayan 97
5.4 PROFIL KEMISKINAN JAWA TIMUR 98
BAB 6 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA 102
6.1 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR 102
6.2 PERKIRAAN INFLASI JATIM 104
6.3 PROSPEK EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2014 106
6.4 PROSPEK INFLASI JAWA TIMUR TAHUN 2014 107
ii
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur (Sisi Permintaan) 2
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur (Sisi Penawaran) 14
Tabel 2.1 Inf lasi Triwulan I Tahun 2014 & Triwulan II 2014 di Jawa Timur (mtm) 27
Tabel 2.2 Inf lasi & Sumbangan Inf lasi di Jawa Timur (qtq) 32
Tabel 2.3 Inf lasi Jawa Timur (yoy) Per Kelompok Barang 35
Tabel 2.4 Inf lasi 8 Kota di Jawa Timur 38
Tabel 2.5Inf lasi 8 Kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa Triwulan II-2014 (%yoy)
39
Tabel 2.6 Sumbangan Inf lasi 8 Kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa Triwulan II-2014 (%yoy)
39
Tabel 2.7 Komoditas Penyumbang Inf lasi dan Delasi Kel. Administered Price 43
Tabel 3.1 Perkembangan Indikator Perbankan ( Bank Umum & BPR ) di Jawa Timur 45
Tabel 3.2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur 47
Tabel 3.3 Perkembangan NPL per Kelompok Bank 70
Tabel 3.4 Perkembangan NPL Perbankan 61
Tabel 3.5 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat Di Surabaya 79
Tabel 3.6 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inf low-Out f low) Kantor Bank Indonesia 80
Tabel 3.7 Perputaran Kliring dan Tolakan Cek, Bilyet Giro Tw.IV - 2013 80
Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur 2013 (Juta Rupiah) 81
Tabel 4.2Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Prov.Jat im Triwulan 2013 (juta Rupiah) 83
Tabel 4.3 Anggaran Belanja Daerah Prov.Jawa Timur Tahun 2013 84
Tabel 4.4 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 86
Tabel 4.5 APBD Provinsi dan Kabupaten Kota Jat im 88
Tabel 5.1 Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Timur 91
Tabel 5.2Perkembangan Penggunaan Reanaga Kerja Survei Kegiatan Dunia Usaha SKDU Jawa Timur 94
Tabel 5.3 Nilai Tukar Petani di Jawa95
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.4 Nilai Tukar Nelayan Jawa 98
Tabel 5.5 Garis Kemiskinan, Jumlah & Persentase Penduduk Miskin100
Tabel 5.6Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Jawa Timur Menurut Daerah 101
Tabel 6.1 Tendensi Arah Inf lasi dan Faktor Risiko 105
iv
Graf ik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 2
Graf ik 1.2 Struktur Perekonomian Prov. Jawa Timur 2
Graf ik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi dan Investasi 3
Graf ik 1.4 Pertumbuhan Ekspor Impor 3
Graf ik 1.5 Indeks Omset Riil (SPE) 4
Graf ik 1.6 Konsumsi List rik Rumah Tangga 4
Graf ik 1.7 Indeks kondisi Ekonomi saat ini (IKE) 4
Graf ik 1.8 Kinerja Kredit Konsumsi 4
Graf ik 1.9 Komposisi Kredit Konsumsi (Rumah dan Mobil) 5
Graf ik 1.10 Penyaluran Kredit Konsumsi (Rumah dan Mobil) 5
Graf ik 1.11 Survei Konsumen Kondisi saat ini 5
Graf ik 1.12 Survei Konsumen Ekspektasi Masyarakat 5
Graf ik 1.13 Impor Barang Konsumsi 6
Graf ik 1.14 Simpanan Perorangan di Perbankan 6
Graf ik 1.15 Nilai Proyek PMA 7
Graf ik 1.16 Nilai Proyek PMDN 7
Graf ik 1.17 Jumlah Proyek PMA 7
Graf ik 1.18 Jumlah Proyek PMDN 7
Graf ik 1.19 Kinerja PMTB (Investasi Sektor Riil) 8
Graf ik 1.20 Penyaluran Kredit Investasi 8
Graf ik 1.21 Perkembangan Impor Barang Modal 8
Graf ik 1.22 Realisasi Pendapatan & Belanja TW. I 2014 8
Graf ik 1.23 Rencana & Realisasi Investasi 9
Graf ik 1.24 Konsumsi Semen 9
Graf ik 1.25 Impor Barang Modal 9
Graf ik 1.26 Komposisi Impor Barang Modal 9
Graf ik 1.27 Kinerja Ekspor Impor Jat im 10
Graf ik 1.28 Kinerja Manufaktur Kawasan Eropa 10
Graf ik 1.29 Kinerja Perdagangan LN dan DN 11
Graf ik 1.30 Bongkar Muat Ekspor DN 11
Graf ik 1.31 Kinerja Perdagangan LN dan DN 12
Graf ik 1.32 Neraca Perdagangan Ekspor LN 12
Graf ik 1.33 Negara Utama Tujuan Ekspor 12
Graf ik 1.34 Bongkar Muat Ekspor DN 12
Graf ik 1.35 Kinerja Ekspor Impor LN 13
v
DAFTAR GRAFIK
Graf ik 1.36 Komposisi Impor LN 13
Graf ik 1.37 Pertumbuhan Tiga sektor Utama 14
Graf ik 1.38 Pertumbuhan Sektor Pendukung 14
Graf ik 1.39 Pertumbuhan Sektor pendukung 14
Graf ik 1.40 Ut ilisasi kapasitas produksi 15
Graf ik 1.41 Ut ilisasi kapasitas produksi sektoral 15
Graf ik 1.42 Indeks realisasi Usaha 15
Graf ik 1.43 Indeks realisasi Usaha Sektoral 15
Graf ik 1.44 Pertumbuhan Subsektor PHR 17
Graf ik 1.45 TPK Hotel Berbintang dan Jumlah Wisman 17
Graf ik 1.46 Lama Wisatawan Menginap di Hotel 17
Graf ik 1.47 Konsumsi List rik Golongan Bisnis 17
Graf ik 1.48 Pertumbuhan Sektor Indust ri Pengolahan 19
Graf ik 1.49 Perkembangan Impor Bahan Baku dan Barang Modal 19
Graf ik 1.50 Konsumsi List rik Golongan indust ri 19
Graf ik 1.51 Pertumbuhan Subsektor Pertanian 21
Graf ik 1.52 Luas Lahan Tanam dan Panen Padi 21
Graf ik 1.53 Luas Lahan Tanam dan PanenJagung di Jat im 21
Graf ik 1.54 Luas Lahan Puso di Jat im 22
Graf ik 1.55 Pertumbuhan Subsektor Keuangan 22
Graf ik 1.56 Perkembangan Kredit Perbankan di Jat im 22
Graf ik 1.57 Volume Penjualan semen di jat im 24
Graf ik 1.58 Pertumbuhan dan Suku Bunga KPR 24
Graf ik 1.59 Indeks Harga Propert i Residensial 24
Graf ik 1.60 Rata-Rata Pembangunan Propert i Residensial 24
Graf ik 1.61 Arus Penumpang di Tanjung Perak 25
Graf ik 1.62 Arus Barang di Tanjung Perak 25
Graf ik 1.63 Penumpang Domest ik di Bandara Juanda 25
Graf ik 1.64 Penumpang Internasional di Bandara Juanda 25
Graf ik 2.1 Inf lasi Jawa Timur & Nasional (yoy) 26
Graf ik 2.2 Perkembangan Inf lasi Jawa Timur 26
Graf ik 2.3 Disagregasi Inf lasi Jawa Timur (yoy) 26
Graf ik 2.4 Perbandingan Inf lasi di Kawasan Jawa (yoy) 26
Graf ik 2.5 Inf lasi per Kelompok Barang Tw II-2014 (mtm) 28
Graf ik 2.6 Inf lasi April 2014 per Kelompok Barang (mtm) 28
Graf ik 2.7 Inf lasi Mei 2014 per Kelompok Barang (mtm) 28
Graf ik 2.8 Inf lasi Juni 2014 per Kelompok Barang (mtm) 28
vi
Graf ik 2.9 Inf lasi Komoditas Bumbu-bumbuan (mm) 29
Graf ik 2.10 Inf lasi Sub Kelompok Padi-padian (mtm) 29
Graf ik 2.11 Inf lasi Daging dan elur (mtm) 30
Graf ik 2.12 Inf lasi Transportasi (mtm) 30
Graf ik 2.13 Inf lasi Kelompok Sandang (mtm) 32
Graf ik 2.14Inf lasi Tarip Lisrik (mtm) 32
Graf ik 2.15 Inf lasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan 33
Graf ik 2.16 Inf lasi (qtq) Sub Kelompok Bahan Makanan 33
Graf ik 2.17 Inf lasi (qtq) Sub Kelompok Makanan, Minuman, Rokok dan Tembakau33
Graf ik 2.18 Inf lasi (qtq) Sub Kelompok Perumahan, Air, List rik, Gas dan Bahan Bakar 33
Graf ik 2.19Komoditas Penyumbang Inf lasi Sub Kelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol (qtq) 34
Graf ik 2.20 Inf lasi Sub Kelompok Telur, Susu, dan Hasil-hasilnya (qtq) 34
Graf ik 2.21 Inf lasi Sub Kelompok Daging dan Hasil-hasilnya (qtq) 35
Graf ik 2.22Inf lasi Tahunan (yoy) Sub Kelompok 2013-2014
36
Graf ik 2.23Inf lasi Kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi, Sandang dan Transpor (yoy) 2010-2014 36
Graf ik 2.24Inf lasi Tahunan (yoy) Kelompok Bahan Makanan Tahun 2013-2014 37
Graf ik 2.25 Inf lasi (yoy) Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 37
Graf ik 2.26 Perbandingan Inf lasi Tahunan (mtm) 8 Kota di Jawa Timur 38
Graf ik 2.27 Perbandingan Inf lasi Tahunan (yoy) 8 Kota di Jawa Timur 38
Graf ik 2.28 Disagregasi Inf lasi Jawa Timur (yoy) 40
Graf ik 2.29 Perbandingan Disagregasi Inf lasi Jat im & Rata-ratanya (yoy) 40
Graf ik 2.30 Perbandingan Disagregasi Inf lasi Jat im (mtm) 40
Graf ik 2.31 Disagregasi Inf lasi Jat im (mtm) 40
Graf ik 2.32 Indeks Keyakinan & Ekspektasi Konsumen 43
Graf ik 2.33 Ekspektasi Harga Pedagang yang akan datang 43
Graf ik 3.1 Perkembangan LDR 48
Graf ik 3.2 Perkembangan LDR per Kelompok Bank 48
Graf ik 3.3 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan (yoy) 48
Graf ik 3.4 Perkembangan Total Aset Bank Umum 49
Graf ik 3.5 Proporsi Aset Bank Umum 49
Graf ik 3.6 Pertumbuhan DPK Bank Umum 49
Graf ik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ket iga (y-o-y) 50
Graf ik 3.8 Pertumbuhan Dana Pihak Ket iga (qtq) 50
vii
Graf ik 3.9 Perkembangan DPK per Jenis Simpanan 51
Graf ik 3.10 Komposisi DPK Bank Umum (%) 51
Graf ik 3.11 Perbandingan Suku Bunga Simpanan - BI Rate 51
Graf ik 3.12 Pertumbuhan Kredit (yoy) 53
Graf ik 3.13 Pertumbuhan Kredit (qtq) 53
Graf ik 3.14 Perkembangan NPL 53
Graf ik 3.15 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 54
Graf ik 3.16 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank 54
Graf ik 3.17 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan (yoy) 54
Graf ik 3.18 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan (qtq) 54
Graf ik 3.19 Proporsi Kredit Sektoral 55
Graf ik 3.20 NPL Kredit Sektoral (%) 56
Graf ik 3.21 Perbandingan Suku Bunga Kredit & BI Rate 56
Graf ik 3.22 Perkembangan Kredit UMKM 58
Graf ik 3.23 Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Bank 58
Graf ik 3.24Prosentase Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Timur Berdasarkan lokasi Proyek 59
Graf ik 3.25 Perkembangan NPL Perbankan 61
Graf ik 3.26 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (qtq) 62
Graf ik 3.27 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (yoy) 62
Graf ik 3.28 Proporsi DPK Perbankan Syariah di Jawa Timur 63
Graf ik 3.29 Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah (yoy) 63
Graf ik 3.30 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah per Jenis Penggunaan 63
Graf ik 3.31 Pangsa Pembiayaan Syariah per jenis Penggunaan 63
Graf ik 3.32Non Performing Financing (NPF) dan Financing to Deposits Rat io (FDR) Perbankan Syariah di Jawa Timur 64
Graf ik 3.33 Pertumbuhan Dana Pihak Ket iga BPR (% yoy) 65
Graf ik 3.34 Pertumbuhan Kredit BPR (yoy) 65
Graf ik 3.35 Proporsi Kredit BPR Per Jenis Penggunaan 66
Graf ik 3.36 Perkembangan LDR & NPL BPR 66
Graf ik 3.37 Pertumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (yoy) 67
Graf ik 3.38 Pertumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) 67
Graf ik 3.39 Proporsi DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber KP di Surabaya 68
Graf ik 3.40Pertumbuhan DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq) 68
Graf ik 3.41Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (yoy) 68
Graf ik 3.42 Proporsi Kredit Per Jenis Penggunaan Bank Ber KP di Surabaya 68
Graf ik 3.43 Perkembangan LDR dan NPL Bank Berkantor Pusat di Surabaya 69
Graf ik 3.44 Proporsi Kredit Perjenis Penggunaan Bank Ber KP di Surabaya 70
Graf ik 3.45 Perkembangan LDR dan NPL Bank Berkantor Pusat di Surabaya 71
viii
Graf ik 3.46 Perkembangan Arus Uang Tunai (inf low - out f low) dalam juta rupia 73
Graf ik 3.47 Perkembangan Net Flow Jawa Timur 73
Graf ik 3.48 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) 74
Graf ik 3.49 Stat ist ik Uang Palsu yg Ditemukan 75
Graf ik 3.50 Stat ist ik Uang Palsu yg Ditemukan 75
Graf ik 3.51 Stat ist ik Pecahan Uang Palsu yg Ditemukan 75
Graf ik 3.52 Perkembangan Transaksi Non Tunai Di Jawa Timur 77
Graf ik 3.53 Perkembangan Transaksi RTGS Di Jawa Timur 78
Graf ik 3.54 Pertumbuhan Transaksi RTGS (QTQ) 78
Graf ik 3.55 6 Kota Dengan Akt ivitas Transaksi Outgoing RTGS Terbesar Tw I 2014 79
Graf ik 3.56 Perkembangan Transaksi Kliring di Jat im 80
Graf ik 3.57 Tolakan Transaksi Kliring di Jat im 80
Graf ik 4.1 Perkembangan APBD Provinsi Jat im 80
Graf ik 4.2 Proporsi Anggaran Pendapatan Daerah Jat im 82
Graf ik 4.3Realisasi Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah) 84
Graf ik 4.4 Proporsi Anggaran Belanja Tidak langsung Prov. Jat im 85
Graf ik 4.5 Proporsi Anggaran Belanja Langsung Prov. Jat im 86
Graf ik 4.6 Realisasi Anggaran Belanja 2013 dan 2014 87
Graf ik 5.1 Perkembangan Share Tenaga Kerja Sisi Sektoral 91
Graf ik 5.2 Penyerapan Tenaga Kerja 92
Graf ik 5.3 Komposisi Tenaga Kerja Formal 92
Graf ik 5.4 Komposisi Bidang Tenaga Kerja Informal 92
Graf ik 5.5 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama 94
Graf ik 5.6 Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral 94
Graf ik 5.7Perubahan NTP Jat im, Indeks harga yang diterima (lt ), Indeks harga yang dibayar (lb) 2012 - 2013 96
Graf ik 5.8 Subsektor NTP Jat im (%) 97
Graf ik 5.9 NTN, IT dan IB Jat im98
Graf ik 5.10 Perkembangan Penduduk Miskin di Jawa Timur (%) 99
Graf ik 6.1 Indeks Ekspetasi Konsumen (IEK) 102
Graf ik 6.2 Indeks Ekspetasi Penghasilan 102
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur
Triwulan II-2014
x
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV
RINGKASAN EKSEKUTIF
KAJIAN EKONOM I REGIONAL (KER)
TRIWULAN II 2014
Asesmen Perkembangan M akro Ekonomi
Perekonomian Jawa Timur (Jatim) menunjukkan perlambatan pada
triwulan II 2014. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini tercatat sebesar
5,9% (yoy), melambat 0,5% (yoy) dibandingkan triwulan I 2014 (6,4% ,
yoy) ).
Dari sisi permintaan, pertumbuhan periode ini didorong masih kuatnya
konsumsi rumah tangga. Selain dinamika ekonomi nasional yang
memengaruhi kinerja perekonomian Jatim, faktor global juga turut
memberikan pengaruh. Tercatat kinerja ekspor dalam dan luar negeri
Jatim mengalami koreksi. Namun demikian, net perdagangan Jatim masih
terjaga surplus. Selain itu, aksi wait and see para pelaku usaha kembali mendorong koreksi pertumbuhan investasi. Kegiatan investasi masih
banyak berupa non bangunan, yang cenderung bersifat maintenance
mesin sebagaimana terlihat dari data impor luar negeri Jatim.
Dari sisi penawaran, perlambatan ekonomi disebabkan menurunnya kinerja sektor non Industri atau sektor Jasa. Saluran perlambatan
ekonomi KTI pada Jatim terindikasi berpengaruh melalui sektor non
Industri dengan lag 2 (dua) periode. Tercatat kinerja sektor pertambangan, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa mengalami perlambatan
di kisaran 0,3% - 4,3% (yoy). Penurunan cukup dalam pada sektor jasa disebabkan oleh pengurangan jumlah tenaga honorer. Selain itu,
penurunan kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan peternakan
disebabkan karena belum masuknya musim panen serta kenaikan biaya
input pertanian (pupuk), sehingga memperlambat kinerja sektor pertanian. Namun, perlambatan ini masih tertahan oleh laju pertumbuhan
2 (dua) sektor utama Jatim, yaitu sektor Industri Pengolahan dan sektor
Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR).
Asesmen Inflasi
Inflasi Jatim pada Tw II-2014 sebesar 6,66% (yoy) sedikit meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya (6,59% ) dan lebih rendah
dibandingkan inflasi nasional (6,70% ). Perhitungan inflasi pada tahun 2014 ini t idak lagi menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007
melainkan menggunakan SBH tahun 2012 dan dilakukan di 8 (delapan)
Kabupaten/Kota di Jawa Timur yaitu Surabaya, Malang, Kediri, Jember,
Sumenep, Probolinggo, Madiun dan Banyuwangi.
Pada periode ini, kelompok core inflation menjadi penyumbang utama
inflasi Jawa Timur (3,09% -yoy), disusul oleh administered price (2,48% )
dan core inflation (1,09% ). Tingginya ekspektasi masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri mendorong kenaikan konsumsi, dan menjadi
salah satu penyebab kenaikan inflasi kelompok int i. Inflasi kelompok
administered price lebih didorong oleh penyesuaian tarip listrik khususnya
untuk rumah tangga R3 (>6.600 VA) dan adanya pajak daerah tembakau
yang mempengaruhi harga rokok. Sedangkan inflasi kelompok volatile
food walaupun telah kembali kepada pola normal namun sedikit meningkat disebabkan t ingginya permintaan masyarakat akan bahan
makanan untuk memenuhi kebutuhan pada saat Ramadhan.
Kinerja ekonomi Jatim melambat sebesar 5,94% (yoy), lebih t inggi dibandingkan nasional (5,12% ).
Inflasi Jatim terkoreksi di level 6,66% , lebih rendah dibanding inflasi nasional (6,70% ).
Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur
Triwulan II-2014
xi
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV
Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, inflasi Jawa Timur
menempati urutan terendah ketiga setelah Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Terkendalinya inflasi tersebut t idak lepas dari peran serta semua pihak
yang dikoordinasikan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jawa
Timur. Realisasi inflasi di kawasan Jawa mulai dari yang terendah yaitu
Jawa Barat (6,08% ), DI Yogyakarta (6,35% ), Jawa Timur (6,66% ), DKI Jakarta (7,09% ), Jawa Tengah (7,26% ) dan tert inggi di Provinsi Banten
(8,52% ).
Asesmen Perbankan
Kinerja perbankan di Jawa Timur pada triwulan II-2014, secara umum
masih menunjukkan perkembangan yang relatif baik. Aset dan
penghimpunan dana masyarakat (DPK) masih lebih t inggi dari periode
sebelumnya, sementara penyaluran kredit mengarah perlambatan. Risiko
likuiditas (LDR) membaik ditengah risiko kredit (NPL) yang cenderung
meningkat.
Aset perbankan tercatat sebesar Rp451,85 triliun atau tumbuh 16,32%
(yoy), lebih t inggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 15% (yoy). Kenaikan aset diimbangi dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
yang mencapai 16,62% (yoy) atau sebesar Rp356,39 triliun dan
pertumbuhan kredit mencapai 19,18% atau sebesar Rp325,98 triliun.
DPK tumbuh lebih t inggi dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan penyaluran kredit yang disalurkan berdasarkan lokasi kantor bank di Jawa
Timur ini mulai mengarah perlambatan. Kondisi ini mendorong risiko
likuiditas yang tercermin dari rasio LDR cenderung membaik meskipun
masih mencatatkan angka yang relatif t inggi sebesar 91,47% , sedangkan risiko kredit mulai mengarah peningkatan di level 2,12% .
Prospek Ekonomi, Inflasi dan Perbankan Tw III 2014
Tren perbaikan ekonomi Jawa Timur diperkirakan terjadi pada triwulan III 2014. Perekonomian Jawa Timur diperkirakan mampu berekspansi dari
5,94% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 6,23% (yoy) pada triwulan III
2014.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Jawa Timur masih
ditopang oleh peningkatan belanja/konsumsi rumah tangga, konsumsi Pemerintah serta membaiknya kinerja ekspor-impor. Dari sisi
pembelanjaan Pemerintah Daerah, pada triwulan III 2014 diperkirakan
mampu meningkat sebesar 10,50% . Belanja rut in pegawai diperkirakan
menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Pada triwulan III 2014, ekspor diperkirakan mampu tumbuh posit if
dengan impor yang cenderung menurun dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Melanjutnya perbaikan perekonomian negara maju dan
upaya diversif ikasi tujuan ekspor, terutama ke Timur Tengah dan Afrika
Selatan menjadi faktor penyebab peningkatan neraca perdagangan Jawa Timur. Selain itu, adanya tren peningkatan harga komoditas
internasional di triwulan III 2014 berkontribusi pada peningkatan nilai
ekspor Jawa Timur. Investasi Jawa Timur di triwulan III 2014 juga
diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan ekonomi negara maju selaku investor utama Jawa Timur.
Dari sisi penawaran, perekonomian Jawa Timur masih ditopang oleh t iga
sektor utama (PHR, Industri Pengolahan dan Pertanian). Namun demikian,
Kinerja perbankan di
Jawa Timur
masih terus
menunjukkan perkembangan
posit if dengan
pertumbuhan
kredit mencapai
19,18% (yoy).
Ekonomi Jatim pada triwulan III
2014
diperkirakan
tumbuh pada rentang 6,0% -
s.d 6,4% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur
Triwulan II-2014
xii
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV
perkembangan ketiganya pada triwulan III 2014 cenderung berbeda-
beda. Sektor pertanian dan PHR diperkirakan mengalami peningkatan,
sementara Industri Pengolahan cenderung melambat.
Sektor pertanian diperkirakan mampu terakselerasi seiring dengan dimulainya masa panen tanaman bahan makanan (tabama) memasuki
bulan Juli 2014. Sementara itu, di sektor peternakan, permintaan daging
sapi, daging ayam dan telur ayam yang t inggi pada lebaran turut
berkontribusi pada peningkatan sektor ini. Perbaikan kinerja sektor PHR diperkirakan terus berlanjut hingga triwulan III 2014. Adanya momen
lebaran di triw ulan ini menjadi sumber utama yang meningkatkan arus
perdagangan, hotel dan restoran. Industri pengolahan pada triwulan ini
cenderung mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi KTI masih berkontribusi pada perlambatan kinerja sub sektor mesin dan alat angkut.
Sementara itu, pengenaan PPn 10% pada komoditas pertanian yang
masuk ke sektor industri diperkirakan mampu berpengaruh pada
perlambatan sub sektor industri makanan-minuman di triw ulan
berikutnya.
Mencermati perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga, maka inflasi kota Jawa Timur pada Tw III-2014 diperkirakan secara
tahunan (yoy) berada di kisaran 4,3% s/d 4,6% .
Dari sisi inflasi volatile foods, beberapa sentra produksi di Jawa Timur seperti beras di Jember dan Banyuwangi, bawang merah di Nganjuk serta
cabai di Kediri masih memasuki musim tanam di awal Tw III-2014
sehingga diperkirakan akan menambah pasokan di akhir Tw III-2014
(panen gadu) walaupun t idak sebesar pada saat panen raya. Meskipun demikian, perlu diwaspadai pula terjadinya gangguan musim (seperti El
Nino atau curah hujan t inggi) yang dapat mengganggu t ingkat produksi
komoditas pertanian. Hal lain yang perlu diwaspadai adalah potensi
gangguan ketersediaan daging ayam ras sebagai dampak lanjutan
pembatasan produksi bibit ayam atau day old chicken (DOC) dan impor
bibit indukan ayam atau grand parent stock (GPS).
Dari sisi inf lasi administered Prices, kelompok ini diproyeksi akan menjadi pendorong utama inflasi Jawa Timur diantaranya melalui pelaksanaan
penyesuaian tarif listrik rumah tangga per 1 Juli 2014 masing-masing
sebesar 11,36% (R1), 10,43% (R2) dan 5,70% (R3) setiap 2 (dua) bulan
sekali, rencana pemerintah untuk menyesuaikan tarif batas atas angkutan udara pasca Lebaran, kebijakan pembatasan penjualan BBM bersubsidi
sebesar 46 juta KL yang mulai berlaku per 1 Agustus 2014, serta
berlanjutnya penyesuaian harga komoditas rokok sebagai dampak
lanjutan penyesuaian cukai rokok 2013 dan pemberlakuan pajak
tembakau. Walaupun mengalami peningkatan tekanan risiko inflasi,
namun secara tahunan (yoy) inflasi kelompok ini akan turun dan menuju
ke pola normalnya sebagai dampak telah hilangnya dampak base year IHK kenaikan BBM pada tahun 2013.
Dari sisi core Inflation, inf lasi kelompok ini diproyeksi masih akan meningkat pada Tw III-2014. Hal yang mendasari antara lain dampak
lanjutan berbagai kebijakan Pemerintah (pada administered price) yang akan ditransmisikan oleh pelaku usaha kepada harga jual konsumen.
Selain itu, dimulainya tahun ajaran baru juga akan meningkatkan inflasi di kelompok pendidikan. Sedangkan secara eksternal, belum stabilnya nilai
tukar Rupiah dan f luktuasi harga komoditas internasional juga akan
Inflasi IHK pada
triwulan III 2014, diperkirakan berada
di kisaran 4,3% s/d
4,6% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Wilayah Jawa Bagian Timur
Triwulan II-2014
xiii
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV
mempengaruhi t ingkat harga di Jawa Timur khususnya untuk sisi
tradable.
Diperkirakan pada triwulan III 2014 kinerja industri perbankan di Jawa
Timur akan tetap menunjukkan peningkatan. Struktur dan pondasi sistem perbankan yang cukup baik diyakini masih dapat terjaga terutama
ditopang oleh peningkatan fungsi intermediasi oleh perbankan. Adanya
keterbatasan likuiditas dari Dana Pihak Ketiga diperkirakan akan
mendorong peningkatan suku bunga kredit dan DPK. Namun demikian, dengan penerapan strategi pengembangan usaha yang tepat serta
efisiensi biaya perbankan di Jawa Timur diharapkan mampu terus
meningkatkan kinerjanya.
Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan III 2014 diperkirakan masih
cukup t inggi. Hal tersebut berdasarkan pert imbangan adanya momen
puasa serta persiapan Lebaran. Sektor ekonomi andalan Jatim seperti
sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi serta sektor transportasi dan komunikasi pertanian masih menjadi sektor
unggulan bagi perbankan untuk dibiayai.
Prospek Ekonomi dan Inflasi Tahun 2014
Secara keseluruhan diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jatim tahun 2014
mencapai 6,0-6,4% (yoy), cenderung melambat dibandingkan tahun
2013 yang mencapai 6,55% . Pertumbuhan ini diyakini masih yang
tert inggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Dari sisi permintaan, hampir seluruh komponen permintaan mengalami perlambatan. Konsumsi rumah tangga, meskipun masih menjadi
penopang utama perekonomian Jawa Timur, namun kinerjanya t idak
setinggi tahun 2013. Pelaksanaan Pilpres 2014 kurang mampu
menggiatkan konsumsi dan investasi masyarakat seiring aksi wait and see
yang berlanjut hingga triwulan III 2014. Sementara itu, adanya momen
lebaran juga diperkirakan tidak setinggi pengaruh tahun sebelumnya.
Di sisi penawaran, pendorong utama perbaikan ekonomi Jatim berasal
dari sektor utama, Industri Pengolahan dan sektor pendukung (List rik Gas Air Bersih dan Jasa-Jasa). Sementara itu, dari sisi eksternal, nilai tukar yang
mulai menemukan keseimbangannya juga menjadi salah satu faktor
pendorong perbaikan kinerja perdagangan Jatim yang mengalami surplus,
meskipun cenderung melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perdagangan antar daerah masih terkontraksi akibat perlambatan
ekonomi KTI. Sektor pertanian pun hingga akhir tahun 2014 t idak
signif ikan terpengaruh oleh adanya El Nino. Efisiensi waduk dan irigasi
serta penganekaragaman komoditas yang ditanam menjadi salah satu
faktor yang menahan penurunan produksi tanaman pangan.
Tekanan inflasi pada akhir tahun 2014 diproyeksi mereda dibandingkan
periode laporan atau berada di kisaran proyeksi 5,1% - 5,4% (yoy). Dari
sisi permintaan, adanya hari raya keagamaan pada Tw II-2014 dan Tw IV-
2014 akan menjadi pendorong utama inflasi yang bersifat seasonal.
Sementara dari sisi penawaran, telah berakhirnya musim panen raya dan dimulainya musim tanam serta potensi badai El Nino pada tahun 2014
diproyeksi akan sedikit mengurangi kecukupan pasokan di masyarakat.
Secara
keseluruhan, pertumbuhan
ekonomi Jatim
tahun 2014
diproyeksikan tumbuh pada
rentang 6,0-%
s.d 6,4% (yoy).
Pertumbuhan
kredit perbankan pada triwulan
III 2014
diperkirakan
masih tetap
t inggi
Secara
keseluruhan,
inflasi akhir tahun
diperkirakan
mereda di
kisaran 5,1% -
5,4% .
Tw I Tw II Tw III Tw IV
INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK)
JAWA TIMUR 139.39 139.55 144.74 145.79
- Kota Surabaya 138.95 139.09 144.18 145.17
- Kota Malang 139.65 140.14 145.31 146.65
- Kota Kediri 138.00 138.82 144.47 145.45
- Kab. Jember 139.66 139.33 144.83 145.65
- Kota Probolinggo 144.54 137.07 141.63 142.29
- Kota Madiun 142.52 144.58 150.44 151.75
- Kab. Sumenep 137.77 142.10 147.45 148.59
- Kab. Banyuwangi
LAJU INFLASI TAHUNAN (Y-O-Y)
JAWA TIMUR 6.75 5.93 7.78 7.59
- Kota Surabaya 6.63 5.86 7.76 7.52
- Kota Malang 7.01 6.46 8.16 7.92
- Kota Kediri 6.70 6.05 7.79 8.05
- Kab. Jember 6.51 5.38 7.77 7.21
- Kota Probolinggo 8.20 5.59 8.02 7.98
- Kota Madiun 6.04 6.39 7.22 7.52
- Kab. Sumenep 7.42 5.10 6.76 6.62
- Kab. Banyuwangi
PDRB Harga Konstan (Milliar Rp) 101,592,876 104,838,963 106,972,444 106,024,163
- Pertanian 16,210,298 14,378,586 13,851,750 10,889,462
- Pertambangan dan Penggalian 1,949,636 2,177,323 2,270,837 2,299,832
- Industri Pengolahan 24,618,463 25,452,321 26,272,724 27,153,725
- Listrik, gas, dan air bersih 1,328,343 1,381,232 1,371,165 1,405,760
- Bangunan 3,132,579 3,564,182 3,594,584 3,714,675
- Perdagangan, Hotel dan Restoran 32,903,774 34,637,806 35,766,969 36,122,757
- Pengangkutan dan komunikasi 7,707,809 8,393,503 8,800,228 8,936,202
- Keuangan, persewaan, dan jasa 5,594,390 5,865,905 5,954,027 6,041,520
- Jasa 8,147,583 8,988,106 9,090,159 9,460,230
Pertumbuhan (yoy)
- Pertanian 1.42 1.42 1.92 1.65
- Pertambangan dan Penggalian 2.91 2.34 4.72 3.19
- Industri Pengolahan 5.16 6.62 5.36 5.25
- Listrik, gas, dan air bersih 5.61 4.60 4.63 4.16
- Bangunan 8.26 10.53 8.46 8.99
- Perdagangan, Hotel dan Restoran 9.38 8.92 8.52 7.72
- Pengangkutan dan komunikasi 10.98 10.04 10.70 10.06
- Keuangan, persewaan, dan jasa 8.49 8.24 7.39 6.70
- Jasa 5.68 5.72 4.95 4.98
Pertumbuhan PDRB (yoy ) 6.57 6.90 6.51 6.21
2013
INDIKATOR MAKRO EKONOMI JAWA TIMUR
LAMPIRAN
INDIKATOR
xviii
A. Perbankan
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Bank Umum :
Total Asset (Rp. Triliun) 362.32 379.47 406.88 420.52 417.36 442.61
DPK (Rp. Triliun) 287.82 293.80 313.69 335.31 332.44 350.74
- Tabungan (Rp. Triliun) 130.08 133.15 140.54 151.77 144.69 147.57
- Giro (Rp. Triliun) 46.57 45.98 51.85 53.34 52.22 60.44
- Deposito (Rp. Triliun) 111.16 114.67 121.31 130.19 135.53 142.73
Kredit (Rp. Triliun) - Bank Pelapor 245.21 265.35 284.35 304.11 304.41 318.60
- Modal Kerja 142.72 153.43 165.97 181.17 179.72 186.91
- Investasi 33.43 38.62 41.56 43.96 44.90 46.30
- Konsumsi 69.06 73.31 76.82 78.98 79.79 85.39
Non Performing Loan (NPL-Gross) 2.26 2.12 2.02 1.75 2.07 2.12
Loan to Deposit Rat io - LDR (%) 85.20% 90.32% 90.64% 90.70% 91.57% 90.83%
Kredit UMKM (Triliun Rp)-Bank Pelapor 70.40 78.65 79.16 83.26 84.99 92.29
NPL UMKM Gross (%) 3.89 3.56 3.59 3.29 3.72 4.16
BPR :
Total Asset (Rp. Triliun) 8.57 8.97 9.39 9.46 9.46 9.46
DPK (Rp. Triliun) 4.98 5.09 5.30 5.41 5.41 5.41
- Tabungan (Rp. Triliun) 1.61 1.60 1.65 1.74 1.74 1.74
- Deposito (Rp. Triliun) 3.38 3.50 3.65 3.67 3.67 3.67
Kredit (Rp. Triliun) 6.19 6.70 6.92 6.85 6.85 6.85
- Modal Kerja 4.11 4.48 4.62 4.62 4.62 4.62
- Investasi 0.20 0.23 0.26 0.25 0.25 0.25
- Konsumsi 1.88 1.99 2.05 1.99 1.99 1.99
Non Performing Loan (NPL-Gross) 3.84% 3.88% 4.28% 4.00% 4.00% 4.00%
Loan to Deposit Rat io - (LDR) % 124% 131% 131% 127% 127% 127%
SYARIAH :
Total Asset (Rp. Triliun) 17.27 18.74 19.23 21.82 25.97 23.05
DPK (Rp. Triliun) 13.27 13.95 14.03 16.91 16.27 16.59
- Giro (Rp. Triliun) 1.25 1.30 0.78 0.99 0.84 1.29
- Tabungan (Rp. Triliun) 4.97 5.29 5.81 6.50 6.23 6.44
- Deposito (Rp. Triliun) 7.04 7.35 7.44 9.43 9.19 8.86
Pembiayaan (Rp. Triliun) 12.67 13.81 14.09 15.01 15.79 18.42
- Modal Kerja 5.40 5.95 6.26 6.86 7.44 6.73
- Investasi 2.31 2.58 2.51 2.77 2.98 3.32
- Konsumsi 4.96 5.27 5.32 5.39 5.36 8.37
Non Performance Financing (NPF) % 1.91 1.97 2.5 2.59 3.74 3.35
Financing to Deposit Rat io (FDR) % 95.50 98.97 100.43 86.76 97.05 111.03
B. SISTEM PEM BAYARAN
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Inf low (Rp. Triliun) 15.99 11.35 18.78 10.98 18.02 12.08
Out f low (Rp. Triliun) 8.16 11.77 18.05 14.42 8.97 10.69
Pemusnahan Uang (Rp- Triliun) 1.67 3.28 5.02 4.61 5.16 3.85
Nominal Transaksi RTGS 510.00 536.39 518.72 487.32 426.96 466.60
Volume Transaksi RTGS 257,086 409,646 387,880 411,368 239,219 239,220
Nominal Kliring Kredit (Rp. Triliun) 36.69 49.46 51.73 44.39 44.55 47.21
Volume Kliring Kredit (juta lembar) 1.30 1.38 1.35 1.06 1.17 1.2
Tolakan Kliring (Rp. Juta) 964,720 774,711 964,847 707,567 815,636 967,724
Tolakan Kliring (lembar) 25,418 21,488 25,638 18,731 19,285 21,384
xvi
2014
2014
LAMPIRAN
INDIKATOR PERBANKAN JAWA TIMUR
INDIKATOR
INDIKATOR2013
2013
Bab 1
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
1 PERKEM BANGAN EKONOM I M AKRO REGIONAL
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Jaw a Timur Triwulan II 2014
Perekonomian Jawa Timur (Jatim) menunjukkan perlambatan pada triwulan II 2014.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini tercatat sebesar 5,9% (yoy), melambat 0,5% (yoy)
dibandingkan triwulan I 2014 (6,4% , yoy) ). Angka ini lebih t inggi dibandingkan pertumbuhan
nasional yang tercatat sebesar 5,1% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan periode ini
didorong masih kuatnya konsumsi rumah tangga. Selain dinamika ekonomi nasional yang
memengaruhi kinerja perekonomian Jatim, faktor global juga turut memberikan pengaruh.
Tercatat kinerja ekspor dalam dan luar negeri Jatim mengalami koreksi. Namun demikian, net
perdagangan Jatim masih terjaga surplus. Selain itu, aksi wait and see para pelaku usaha
kembali mendorong koreksi pertumbuhan investasi. Kegiatan investasi masih banyak berupa
non bangunan, yang cenderung bersifat maintenance mesin sebagaimana terlihat dari data
impor luar negeri Jatim.
Dari sisi penawaran, perlambatan ekonomi disebabkan menurunnya kinerja sektor
non Industri atau sektor Jasa. Saluran perlambatan ekonomi KTI pada Jatim terindikasi
berpengaruh melalui sektor non Industri dengan lag 2 (dua) periode. Tercatat kinerja sektor
pertambangan, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan serta sektor jasa mengalami perlambatan di kisaran 0,3% - 4,3% (yoy).
Penurunan cukup dalam pada sektor jasa disebabkan oleh penghentian belanja bantuan sosial
dan hibah. Selain itu, adanya penambahan Batas Usia Pensiun (BUP) turut berpengaruh pana
penurunan jumlah pegawai negeri yang direkrut . Penurunan kinerja subsektor tanaman
bahan makanan dan peternakan disebabkan karena belum masuknya musim panen serta
kenaikan biaya input pertanian (pupuk), sehingga memperlambat kinerja sektor pertanian.
Namun, perlambatan ini masih tertahan oleh laju pertumbuhan 2 (dua) sektor utama Jatim,
yaitu sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR).
2
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur (Sisi Permintaan)
I II III IV Total I II
PDRB (%,yoy) 7.2 7.3 6.7 6.9 6.5 6.2 6.5 6.4 5.9
Sisi Permintaan
Konsumsi 6.6 5.6 6.3 6.6 7.1 7.7 6.9 7.9 7.2
Konsumsi swasta 7.2 6.1 6.8 6.9 7.5 8.2 7.4 8.2 8.7
Konsumsi Pemerintah 1.3 0.2 0.3 2.8 2.5 2.9 2.3 2.6 (9.1)
Pembentukan Modal Tetap Bruto 9.7 5.4 6.1 6.3 6.5 7.7 6.7 7.5 5.1
Ekspor 11.1 11.6 8.5 6.9 5.5 5.2 6.5 9.2 3.1
Impor 7.6 9.8 5.6 5.0 4.9 6.0 5.4 7.4 4.3
20142013Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Wilayah2011 2012
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jasa Keu, Persewaan & Jasa Persh.
Angkutan & Komunikasi PHR
Bangunan LGA
Industri Tambang
Pertanian
(Rp. Triliun)
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Grafik 1.2. Struktur Perekonomian
1.2.1. SISI PERMINTAAN
Pendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan masih bersumber dari
tumbuhnya konsumsi rumah tangga. Masih t ingginya daya beli masyarakat tercermin dari
angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sumber perlambatan ekonomi berasal dari
menurunnya kinerja ekspor, investasi dan belanja pemerintah Jatim. Perlambatan transaksi
ekspor lebih disebabkan oleh menurunnya nilai ekspor antar daerah, khususnya untuk
kelompok barang modal dan kendaraan usaha. Selain itu, kinerja investasi kembali tertahan
akibat kecenderungan pelaku usaha untuk menunggu hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014
pada triwulan III 2014. Tertahannya penyaluran gaji ketiga belas dan realisasi dana hibah atau
bantuan sosial menyebabkan rendahnya serapan anggaran belanja pemerintah daerah. Namun
demikian, Pemprov Jatim telah mengupayakan percepatan proses realisasi belanja bantuan
keuangan kepada kab/kota.
3
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
gPDRB gKons RT gPMTB(%, yoy)
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
gPDRB gEkspor gImpor(%, yoy)
Sumber : BPS Jatim
Sumber : BPS Jatim
Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi & Investasi
Grafik 1.4. Pertumbuhan Ekspor Impor
a. Konsumsi
Masih kuatnya belanja rumah tangga masyarakat Jatim menjadi faktor utama penahan
perlambatan ekonomi Jatim triwulan ini. Tercatat konsumsi rumah tangga Jatim meningkat dari
8,2% (yoy) ke 8,7% . Bonus demografi kelompok usia produktif dan meningkatnya kelompok
ekonomi menengah ke atas mendorong peningkatan daya beli penduduk Jatim. Di sisi lain,
penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) t idak berkontribusi banyak pada belanja
masyarakat periode ini. Realisasi belanja banyak didominasi kelompok belanja iklan media
massa di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini berbeda dengan penyelenggaraan Pilpres sebelumnya
yang cenderung terdesentralisasi ke daerah seiring masih banyaknya penggunaan media non
elektronik di daerah.
Hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia Wilayah IV mengkonfirmasi arah
pertumbuhan belanja masyarakat Jatim periode ini. Meningkatnya belanja perlengkapan rumah
tangga dan kelompok barang budaya dan rekreasi mencerminkan masih t ingginya belanja
rumah tangga pada kelompok barang durable good. Selain itu belanja makanan, minuman dan
tembakau pun masih tumbuh meningkat seiring meningkatnya daya beli masyarakat Jatim.
4
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
-
100
200
300
400
500
600
700
-
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Indeks Omset Riil Bahar Bakar
Makanan, Minuman & Tembakau Konstruksi (rhs)
Perlengkapan Rumah Tangga (rhs) Barang Budaya & Rekreasi (rhs)
(INDEKS) (INDEKS)
0%
10%
20%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Konsumsi Listrik Rumah Tangga gKonsumsi Listrik Rumah Tangga (rhs) (%,yoy)(Kwh)
Grafik 1.5. Indeks Omset Riil
Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga pun tumbuh lebih t inggi dari angka
pertumbuhan di sepanjang tahun 2013, lihat grafik 1.6. Terjaganya Indeks Kondisi Ekonomi
Saat Ini (IKE) di atas level 110 turut mendorong optimisme konsumen sebagaimana tercermin
dari stabilnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di kisaran level 120 pada periode laporan.
Meningkatnya angka IKE pada periode laporan disebabkan kenaikan Indeks Penghasilan Saat
Ini dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini.
Namun, pertumbuhan indeks pembelian barang tahan lama (grafik 1.7) diperkirakan
akan sedikit tertahan mengingat terbatasnya penyaluran kredit konsumsi perbankan
sebagaimana tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi di Jawa Timur.
Perlambatan pertumbuhan ini telah dirasakan sektor keuangan, khususnya jenis kredit
konsumsi peruntukan rumah t inggal dan kendaraan bermotor yang tercatat melambat di
kisaran -1% s.d -8% (yoy) dibandingkan dengan triwulan I 2014, lihat grafik 1.10. Meskipun
beberapa komponen masih tumbuh lebih t inggi, yaitu kredit pembiayaan pembelian mobil serta
rumah t ipe menengah dan besar. Hal ini mencerminkan masih t ingginya daya beli masyarakat
Jatim.
-
5
10
15
20
25
30
35
40
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Share Kredit Kons.(Rhs) Kredit Konsumsi g Kredit Kons.(Rhs)
(Rp Miliar) (%, yoy)
Grafik 1.7. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.8. Kinerja Kredit Konsumsi
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)INDEKS
5
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Sepeda Motor Mobil
Rmh Tipe Diatas 70 Rmh Tipe 22 s.d. 70
Rmh s.d. Tipe 21
(Miliar Rp)
-50.0
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
gMobil gSepeda Motor
gRmh s.d. Tipe 21 gRmh Tipe 22 s.d. 70
gRmh Tipe Diatas 70
(%, yoy)
Grafik 1.9. Komposisi Kredit Konsumsi
(Rumah & Mobil)
Grafik 1.10. Penyaluran Kredit Konsumsi
(Rumah & M obil)
Sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya, bahwa tumbuhnya konsumsi rumah
tangga turut tercermin dari hasil Survei Konsumsi (yang dilakukan KpwBI Wilayah IV) dengan
tumbuhnya Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) (lihat
grafik 1.11) di atas level 110. Kenaikan IKE lebih dominan didorong oleh persepsi masyarakat
atas membaiknya t ingkat penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja saat ini. Masih
t ingginya tantangan sektor riil di tengah risiko kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL),
ketidakpastian arah ekonomi negara berkembang serta penyesuaian respon atas UU M inerba
menjadi beberapa hal yang dikhawatirkan kelompok masyarakat rumah tangga periode
laporan.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Penghasilan Saat Ini
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
INDEKS
Grafik 1.11. Survei Konsumen Kondisi Saat
Ini
Grafik 1.12. Survei Konsumen Ekspektasi
Masyarakat
Hal senada turut diutarakan responden survei pada indikator Ekspektasi Konsumen
sebagaimana terkonfirmasi dari melambatnya keyakinan konsumen akan ketersediaan
lapangan kerja dalam 6 (enam) bulan mendatang, lihat grafik 1.12. Namun demikian,
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)Ekspektasi penghasilan 6 bulan y.a.d.Kondisi ekonomi Indonesia 6 bulan y.a.d.Ketersediaan lapangan kerja 6bl yad
INDEKS
6
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
keseluruhan nilai indeks masih di atas 100. Hal ini mencerminkan masyarakat cenderung
optimis karena nilai bersih di atas 100 sama dengan jumlah responden yang merasa optimis
lebih besar dibandingkan dengan jumlah responden yang merasa pesimis.
Sementara itu, pertumbuhan simpanan perorangan sebagai salah satu sumber
pembiayaan konsumsi masyarakat kembali menurun, dengan melanjutkan pola perlambatan
triwulan sebelumnya, lihat grafik 1.14. Tertahannya pertumbuhan variabel ini diduga sebagai
akibat dari terbatasnya ruang pembiayaan perbankan sehingga masyarakat cenderung
memanfaatkan dana simpanannya sebagai salah satu sumber pembiayaan konsumsi. Namun
demikian, angka pertumbuhan ini masih lebih t inggi dibandingkan kondisi di tahun 2010 dan
2011. Selanjutnya, tracking atas perkembangan kinerja impor barang konsumsi masyarakat
Jatim mengindikasikan adanya peningkatan kebutuhan konsumsi barang impor, yang
didominasi kelompok bahan makanan sebagai konsekwensi dari menurunnya kinerja subsektor
tanaman bahan makanan dan peternakan Jatim.
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
-
100,000,000
200,000,000
300,000,000
400,000,000
500,000,000
600,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Impor Barang Konsumsi g_Impor Brg Konsumsi-Skala Kanan
(USD) (% , yoy)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
-
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
gDPK Perorangan gGiro Perorangan (rhs)
gTab Perorangan (rhs) gDep Perorangan (rhs)
(%, yoy) (%, yoy)
Grafik 1.13. Impor Barang Konsumsi
Grafik 1.14. Simpanan Perorangan di Perbankan
b. Investasi
Kinerja investasi di triwulan II 2014 tumbuh lebih rendah (5,1% - yoy) dibandingkan
dengan triwulan IV 2013 (7,5% ). Perlambatan investasi terutama dari Penanaman Modal
Asing (PMA) yang tercatat menurun dari USD 812,63 Juta menjadi USD 635,12 Juta atau
sebesar -21,8% (yoy), lihat grafik 1.15. Sementara investasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) masih terjaga stabil pada level 10,5 Triliun atau tumbuh sebesar 0,28% (Grafik 1.15
dan Grafik 1.16). Berdasarkan hasil liaison dan survei, kenaikan komponen biaya produksi
meliputi upah tenaga kerja dan tarif energi turut memberikan sentimen negatif terhadap
minat investor asing maupun dalam negeri untuk berinvestasi di Jawa Timur. Faktor
7
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
perlambatan investasi juga diinformasikan pelaku usaha dari kegiatan liaison yang lebih
memilih untuk melakukan wait and see terhadap hasil Pilpres 2014.
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
3000%
3500%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Nilai Proyek PMA
gNilai Proyek PMA (%, yoy)(USD Juta) (%, yoy)
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Nilai Proyek PMDN
gNilai Proyek PMDN (%, yoy)(Rp Milyar) (%, yoy)
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Grafik 1.15. Nilai Proyek PMA
Grafik 1.16. Nilai Proyek PMDN
-100%
0%
100%
200%
300%
-
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Proyek PMA
gJumlah Proyek PMA (%, yoy)
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
-100%
0%
100%
200%
300%
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Proyek PMDN
gJumlah Proyek PMDN (%, yoy)(Jumlah) (%, yoy)
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Grafik 1.17. Jumlah Proyek PMA Grafik 1.18. Jumlah Proyek PMDN
Pelemahan investasi di Jawa Timur pada triwulan I 2014 juga diindikasikan dari
penyaluran kredit investasi yang tumbuh menurun (19,55% - yoy) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang mencapai 33,84% (grafik 1.20). Sebagaimana telah diinformasikan
sebelumnya, berdasarkan hasil liaison, pelaku usaha masih mengambil sikap wait and see
dengan meminimalisasi investasi.
Adapun investasi yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan adalah maintenance
mesin yang dilakukan secara reguler ataupun peremajaan mesin lama tanpa menambah
kapasitas produksi. Dengan adanya kenaikan biaya tenaga kerja, perusahaan berusaha
menekan biaya produksi dengan menerapkan sistem otomasi pada produksi. Kondisi ini
mendorong pada peningkatan impor barang modal, yang didominasi impor mesin. Tercatat,
pertumbuhan kelompok mesin industri meningkat t inggi dari 12% menjadi 43% .
8
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Kelompok impor suku cadang mesin pun melonjak dari 32% menjadi 72% . Selain
untuk memenuhi fungsi perawatan, meningkatnya impor suku cadang diindikasikan sebagai
bagian dari strategi otomasi mesin. Beberapa perusahaan yang melakukan pembelian mesin
industri dari Tiongkok mewajibkan ketersediaan suku cadang dengan membeli paket mesin
dan suku cadang, mengingat beberapa jenis mesin t idak memiliki perwakilan maintenance di
Jatim.
Di sisi lain, menurunnya sektor pertambangan di KTI mengakibatkan perlambatan nilai
impor kendaraan yang biasa digunakan sebagai alat produksi pada sektor pertambangan.
Secara keseluruhan impor barang modal ke Jatim meningkat dari level 5% (yoy) menjadi
38% .
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Pembentukan Modal Tetap Bruto
gPMTB (rhs)
(Rp
Triliun)
(%, yoy)
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
350,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Modal Kerja Investasi Konsumsi
gModal Kerja (Skala Kanan) gInvestasi (Skala Kanan) gKonsumsi (Skala Kanan)(Juta Rp)
Sumber : BPS Jatim
Grafik 1.19. Kinerja PMTB (Investasi Sektor
Riil)
Grafik 1.20. Penyaluran Kredit Investasi
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
-
100,000,000
200,000,000
300,000,000
400,000,000
500,000,000
600,000,000
700,000,000
800,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Impor Barang Modal g_Impor Brg Modal-Skala Kanan
(USD) (% , yoy)
(30.0)
(20.0)
(10.0)
-
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
-
100,000,000
200,000,000
300,000,000
400,000,000
500,000,000
600,000,000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw IV
2011 2012 2013 2014
Mesin Kendaraan (u/ Industri)Alat Rakit Mobil Pribadi gMesin (rhs)
(USD) (%, yoy)
Grafik 1.21. Impor Barang Modal Grafik 1.22. Realisasi Pend. & Belanja Tw . I
2014
Mayoritas responden kegiatan liaison mengindikasikan kecenderungannya untuk
menahan investasi usahanya terkait belum pastinya Presiden terpilih termasuk arah
9
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
kebijakan pemerintah 5 (lima) tahun mendatang. Hal ini tercermin dari masih rendahnya
rencana dan realisasi investasi pelaku usaha responden liaison pada triwulan II 2014 (lihat
grafik 1.23). Di sisi lain, investasi industri padat karya semisal industri tekstil dan alas kaki
pada tahun ini tercatat menurun cukup dalam. Dengan demikian, peralihan sistem produksi
sektor industri pada semi otomatis pun turut mendorong perlambatan kinerja investasi pada
periode laporan.
Indikator lainnya mengindikasikan sedikit peningkatan pada kinerja sektor
bangunan sebagaimana dapat dilihat pada grafik 1.24 atas kinerja penjualan semen di
Jatim. Berprosesnya transisi sistem produksi menjadi semi otomasi turut mendorong
peningkatan impor barang modal, khususnya kelompok mesin industri. Di sisi lain, impor
kendaraan industri mengalami perlambatan seiring menurunnya permintaan dari w ilayah
KTI akibat penurunan kinerja sektor pertambanga pasca pemberlakuan UU M inerba di awal
tahun 2014.
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (ASI)
Grafik 1.23. Rencana & Realisasi Investasi
Grafik 1.24. Konsumsi Semen
-40
-20
0
20
40
60
80
-
100,000,000
200,000,000
300,000,000
400,000,000
500,000,000
600,000,000
700,000,000
800,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Impor Barang Modal g_Impor Brg Modal-Skala Kanan
(USD) (% , yoy)
-100
-50
0
50
100
150
200
-
100,000,000
200,000,000
300,000,000
400,000,000
500,000,000
600,000,000
700,000,000
800,000,000
900,000,000
1,000,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Suku Cadang Mesin Kendaraan (u/ Industri)
Mesin gKend. Industri - Skala Kanan
gSk Cdg Msn - Skala Kanan gMesin - Skala Kanan
(USD) (% , yoy)
Grafik 1.25. Impor Barang Modal Grafik 1.26. Komposisi Impor Barang Modal
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Investasi Perk Rencana Investasi
10
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
c. Ekspor Impor
Di tengah melambatnya kinerja ekspor impor Jatim, tercatat neraca perdagangan
Jatim masih dalam kondisi net ekspor (surplus), yang banyak disumbang dari transaksi ekspor
impor dalam negeri. Meskipun pertumbuhan ekspor dalam negeri melambat cukup dalam
(dari level 17% (yoy) menjadi 14% ), namun masih mencatatkan angka surplus, mengingat
masih rendahnya angka kebutuhan impor Jatim dari daerah lain. Perlambatan kinerja ekspor
dalam negeri turut disebabkan dari menurunnya permintaan impor kendaraan sektor
pertambangan melalui Pelabuhan Tanjung Perak, yang di-ekspor kembali ke w ilayah KTI.
Berbeda dengan triwulan I 2014, transaksi perdagangan luar negeri Jatim kembali
mencatatkan angka defisit sebesar -1,2 juta USD. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kinerja
ekspor dari -0,002% (yoy) menjadi -0,11% , sedangkan impor sedikit menurun dari 0,03%
(yoy) menjadi -0,02% . Perlambatan kinerja ekspor impor luar negeri lebih disebabkan
berkurangnya marjin usaha sebagai akibat dari meningkatnya biaya produksi dan masih
t ingginya kandungan impor bahan baku.
-2,000,000
-1,000,000
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2011 2012 2013 2014
Net ekspor Net Ekspor DN Net Ekspor LN
(Juta Rp)
Sumber : BPS Jatim
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.27. Kinerja Ekspor Impor Jatim
Grafik 1.28. Kinerja Manufaktur Kawasan Eropa
c. 1. Ekspor Impor Antar Daerah
Di tengah perlambatan kinerja ekspor antar daerah Jatim, kondisi neraca perdagangan
masih mencatatkan angka net ekspor (surplus), yang meningkat sebesar 0,29 juta USD.
Tercatat ekspor antar daerah Jatim tumbuh melambat dari 17,35% (yoy) menjadi 14,21% ,
sedangkan impor terjaga stabil di 10% (yoy), lihat grafik 1.29.
Perlambatan performa ekspor perdagangan antar daerah Jatim terutama didorong
dari menurunnya permintaan barang impor kendaraan industri sebagai akibat melambatnya
kinerja sektor pertambangan pasca pemberlakuan UU M inerba. Terjaganya impor antar
daerah turut mengkonfirmasi masih stabilnya kinerja sektor industri pengolahan di Jatim. Hal
11
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
ini berdasarkan data bahwa komoditas impor antar daerah masih didominasi kelompok
bahan baku industri Jatim berupa aneka kayu dan makanan laut. Sedangkan barang logam
menurun tajam pasca pemberlakuan UU M inerba di awal tahun 2014. Keseluruhan transaksi
perdagangan antar daerah ini terindikasi dari realisasi yang lebih rendah pada jumlah volume
barang yang dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Perak, lihat grafik 1.30.
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2011 2012 2013 2014
Ekspor DN Impor DNNet Ekspor DN gEkspor DN-Skala KanangImpor DN-Skala Kanan
(Juta Rp) (%,yoy)
Grafik 1.29. Kinerja Perdagangan LN & DN Grafik 1.30. Bongkar Muat Ekspor DN (Tj.Perak)
c. 2. Ekspor Impor Luar Negeri
Neraca perdagangan luar negeri Jatim kembali mengalami defisit sebesar -1,27 juta
USD, setelah sebelumnya mencatat angka posit if pada triwulan I 2014. Masih t ingginya
ketergantungan impor luar negeri mendorong pelemahan neraca perdagangan Jatim. Selain
itu, beberapa ekspor yang masih memasuki masa transisi menuju sistem produksi yang semi
otomasi turut mendorong pelemahan daya saing produk seiring semakin minimnya marjin
usaha yang diperoleh sektor usaha. Hal ini mendorong menurunnya kinerja ekspor luar
negeri di tengah stabilitas angka impor luar negeri.
c. 2.1. Ekspor Luar Negeri
Perlambatan kinerja ekspor luar negeri Jatim menjadi -10,53% (yoy) pada triwulan ini
dipicu menurunnya volume ekspor hasil olahan logam (dampak UU M inerba) dan industri
makanan minuman, lihat grafik 1.31. Namun, upaya diversif ikasi negara tujuan mulai
membuahkan hasil dengan melonjaknya permintaan ke kawasan Afrika dan Timur Tengah,
lihat grafik 1.33. Namun, berdasarkan informasi dari pelaku usaha, upaya diversif ikasi ini
masih belum mampu menyamai permintaan ekspor ke negara maju. Perlambatan ekspor
diikuti dengan impor yang menurun, sehingga neraca perdagangan Jatim defisit sebesar
142,2 juta USD (Grafik 1.32). Perlambatan transaksi ekspor Jatim utamanya disebabkan oleh
penurunan komoditas kertas dan furniture (Grafik 1.34). Di tengah melemahnya nilai tukar,
marjin ekspor komoditas berbahan baku dalam negeri mengalami peningkatan. Berdasarkan
12
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
konfirmasi pada pelaku usaha, pelemahan kinerja keduanya merupakan pola seasonal, yang
diharapkan kembali membaik pada triwulan III 2014 seiring t ibanya pesanan menjelang
perayaan Natal.
-15
-10
-5
0
5
10
-1,500,000
-1,000,000
-500,000
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2011 2012 2013 2014
Net Ekspor LN gEkspor LN-Skala Kanan
gImpor LN-Skala Kanan
(Juta Rp) (%,yoy)
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
6000
I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR(Juta USD)
Grafik 1.31. Kinerja Perdagangan LN Grafik 1.32. Neraca Perdagangan Ekspor LN
20.46 325.17
327.67 468.61
975.25729.10
780.11 636.07
471.22544.26
389.90
326.71
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
MEE RRC Japan ASEAN USA South Africa(Juta USD)
178.39471.33
627.83
529.19
262.18218.22
1,068.28
165.22
241.08
269.39
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Furniture & Foot Wear Manufactures of Metal
Paper and paperboard Organic chemicals
Animal or vegt. fats and oils
(Juta USD)
Grafik 1.33. Negara Utama Tujuan Ekspor Grafik 1.34. Bongkar Muat Ekspor DN (Tj.Perak)
c. 2.2. Impor Luar Negeri
Kinerja impor luar negeri Jatim pada Triwulan II 2014 menunjukkan penurunan dari
0,03% (yoy) menjadi - 0,02% (Grafik 1.35). Impor Jatim yang sebagian besar didominasi oleh
barang bahan baku dan barang modal menunjukkan karakter ekonomi Jatim sebagai daerah
industri. Perlambatan impor periode ini disebabkan menurunnya impor barang konsumsi,
sedangkan jenis barang modal dan bahan baku masih mengalami peningkatan. Berdasarkan
klasif ikasi HS 2 Digit, komposisi impor Jatim pada triwulan II 2014 masih didominasi oleh
komoditas mesin industri (14,8% dari total impor), iron and steel (9,53% ) dan plastics
(7,14% ).
13
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
-15
-10
-5
0
5
10
-1,500,000
-1,000,000
-500,000
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2011 2012 2013 2014
Net Ekspor LN gEkspor LN-Skala Kanan
gImpor LN-Skala Kanan
(Juta Rp) (%,yoy)
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
-
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000
5,000,000,000
6,000,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Impor Barang Modal Impor Bahan Baku
Impor Barang Konsumsi g_Impor Brg Modal-Skala Kanan
g_Impor Bhn Baku-Skala Kanan g_Impor Brg Konsumsi-Skala Kanan
(USD) (% , yoy)
1.2.2. SISI PENAWARAN
Dari sisi penawaran, struktur perekonomian Jawa Timur pada triwulan II 2014 masih
didominasi oleh t iga sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor
Industri Pengolahan dan sektor Pertanian. Kontribusi masing-masing sektor tersebut terhadap
PDRB Jawa Timur triwulan II 2014 sebesar 31,39% (PHR), 26,26% (Industri Pengolahan) dan
14,93% (Pertanian). Kontribusi sektor PHR dan Industri Pengolahan cenderung mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sementara itu, sektor pertanian
memiliki kontribusi yang menurun seiring dengan t ingginya alih fungsi lahan pertanian dan
penurunan jumlah rumah tangga petani di triwulan II 2014.
Kinerja negatif pertumbuhan ekonomi Jawa Timur di triwulan II 2014 tercermin dari
pertumbuhan negatif di hampir seluruh sektor ekonomi, kecuali Listrik, Gas dan Air Bersih;
Perdagangan, Hotel dan Restoran; serta Industri Pengolahan. Ketiga sektor tersebut masih
mampu tumbuh posit if di tengah perlambatan sektor lainnya. Sementara itu, sektor Jasa-Jasa
mengalami penurunan paling dalam, yakni tumbuh melambat sebesar 4,49% dari 8,45% (yoy)
pada triwulan I 2014 menjadi 3,96% pada triwulan II 2014. Hal ini terutama disebabkan karena
penurunan pada subsektor Jasa Pemerintahan Umum (melambat 9,95% ) dan Jasa Sosial
Kemasyarakatan (melambat 9,16% ). Adanya penghentian belanja hibah dan bantuan sosial
akibat kehati-hatian Pemerintah Daerah dalam menyalurkan alokasi belanjanya merupakan
salah satu faktor penyebab menurunnya Jasa Pemerintahan Umum secara signif ikan di triwulan
ini. Selain itu, adanya penambahan Batas Usia Pensiun (BUP) turut mempengaruhi penurunan
jumlah pegawai negeri yang direkrut.
Sub sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan kembali menurun di triwulan II 2014 setelah
mencapai puncaknya di triwulan I 2014 pasca diterapkannya asuransi BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial) yang meningkatkan jumlah pasien Rumah Sakit di Jawa Timur
hingga 20% . Namun demikian, jika dibandingkan dengan triwulan II 2013, pertumbuhan sub
Grafik 1.35 Kinerja Ekspor Impor LN Grafik 1.36 Komposisi Impor LN
14
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan cenderung meningkat dari 6,51% (yoy) pada triwulan II
2013 menjadi 7,66% (yoy) pada triwulan II 2014.
Pertumbuhan yang melambat juga terjadi pada sektor Pertambangan dan Penggalian,
sektor Pengangkutan dan Komunikasi serta sektor Pertanian. Ke depan, memasuki triwulan III
2014, sektor ekonomi tersebut diperkirakan mengalami ekspansi, terutama sektor PHR,
Pengangkutan dan Komunikasi, Pertanian serta Jasa-Jasa seiring dengan adanya Hari Raya Idul
Fitri dan t ibanya musim panen.
Tabel.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Sisi Penawaran (% , yoy)
I II III IV I II
1. PERTANIAN 3.49 1.42 1.42 1.92 1.65 1.59 1.76 0.54
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 2.32 2.91 2.34 4.72 3.19 3.30 4.57 2.90
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.34 5.16 6.62 5.36 5.25 5.59 6.81 6.81
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 6.21 5.61 4.60 4.63 4.16 4.74 4.94 7.36
5. BANGUNAN 7.05 8.26 10.53 8.46 8.99 9.08 9.54 7.94
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 10.06 9.38 8.92 8.52 7.72 8.61 6.79 7.37
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 9.65 10.98 10.04 10.70 10.06 10.43 9.50 7.53
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 7.91 8.49 8.24 7.39 6.70 7.68 7.67 7.37
9. JASA-JASA 5.06 5.68 5.72 4.95 4.98 5.32 8.45 3.96
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 7.27 6.57 6.90 6.51 6.21 6.55 6.40 5.94
2014LAPANGAN USAHA 2013
20132012
Grafik 1.37
Pertumbuhan Tiga Sektor Utama
Grafik 1.38
Pertumbuhan Sektor Pendukung
Grafik 1.39
Pertumbuhan Sektor Pendukung
Sumber: BPS Jatim, diolah Sumber: BPS Jatim, diolah
Sumber: BPS Jatim, diolah
Sumber: BPS Jatim, diolah
15
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Grafik 1.40
Utilisasi Kapasitas Produksi
Salah satu indikator perkembangan kegiatan usaha, melalui Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV menunjukkan
bahwa kinerja dunia usaha di Jawa Timur pada triwulan II 2014 secara qtq masih menunjukkan
pertumbuhan yang positif , tercermin dari indeks kapasitas usaha terpakai yang menguat
sebesar 2,81% . Secara sektoral, ut ilisasi kapasitas produksi di sektor pertanian cenderung
menurun, sesuai dengan arah perlambatan pertumbuhan ekonomi di sektor ini. Sementara itu,
Sektor ekonomi yang mengalami peningkatan paling t inggi adalah Sektor PHR, sebagaimana
pola seasonalnya dan ikut pula didorong oleh peningkatan kinerja di Sektor Industri
Pengolahan. Ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi triwulan III 2014 diperkirakan
lebih baik, sejalan dengan indeks perkiraan kegiatan usaha yang meningkat dari 21,94%
menjadi 39,86% .
a. Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR)
Pada triwulan II 2014, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mengalami peningkatan
kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya dari 6,79% (yoy) menjadi 7,37% (yoy). peningkatan
Grafik 1.42
Indeks Realisasi Usaha
Grafik 1.43
Indeks Realisasi Usaha Sektoral
Grafik 1.41
Utilisasi Kapasitas Produksi Sektoral
16
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
terjadi pada sub sektor perdagangan, dari 6,12% (yoy) menjadi 6,98% (yoy), sementara sub
sektor hotel dan restoran cenderung melambat, masing-masing tumbuh sebesar 7,24% (yoy)
dan 9,45% (yoy).
Peningkatan kinerja perdagangan terutama bersumber dari peningkatan perdagangan
ritel di dalam Provinsi Jawa Timur, terutama sektor makanan. Hal ini didukung oleh kinerja
konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat di triwulan II 2014, yaitu dari 8,26% (yoy)
menjadi 8,69% (yoy). Indikator pendukung lain, sepert i konsumsi list rik golongan bisnis juga
menunjukkan peningkatan yang relatif signif ikan, yaitu tumbuh dari 7,13% (yoy) menjadi
19,64% (yoy) pada triwulan II 2014.
Pada triwulan ini, kinerja ekspor antar daerah Jawa t imur yang memiliki share 32,35%
terhadap PDRB Jawa Timur masih mengalami net ekspor (surplus), meskipun cenderung
menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya. Net ekspor antar daerah Jawa Timur
tumbuh 4,19% (yoy) dengan pelambatan volume impor antar daerah dari 10,95% (yoy)
menjadi 10,02% (yoy). Ekspor antar daerah Provinsi Jawa Timur masih terkonsentrasi pada
Kawasan Timur Indonesia(KTI), Jawa Barat serta DKI Jakarta. Perlambatan perekonomian di KTI
pasca pemberlakuan Undang-Undang M inerba turut berkontribusi pada perlambatan kinerja
ekspor antar daerah Jawa Timur. Dari hasil Focus Group Discussion dengan pelaku usaha
daging ayam yang menguasai pangsa pasar 30% di Jawa Timur, pemberhentian operasional
salah satu perusahaan tambang di Nusa Tenggara Barat mampu menurunkan penjualan daging
ayam sebesar 25% dari total penjualannya.
Dari sisi eksternal, perdagangan luar negeri Jawa Timur masih mencatatkan net impor
yang relatif lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat net impor di triwulan II
2014 sebesar 8,52% (yoy), lebih t inggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai 3,63% (yoy). Adanya revisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi AS (share
ekspor Jatim ke AS sebesar 12,58% pada triwulan II 2014) seiring dengan cuaca dingin ekstrim
di triwulan I 2014 turut berpengaruh pada kinerja ekspor luar negeri Jawa Timur. Selain itu,
ekonomi negara berkembang juga cenderung melambat, terutama sebagai akibat proses
rebalancing ekonomi Tiongkok. Sejalan dengan hal tersebut, harga komoditas masih
menunjukkan tren penurunan. Oleh karena itu, kinerja ekspor luar negeri di triwulan ini
mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
17
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Perlambatan sektor hotel dan restoran terkonfirmasi dari penurunan Tingkat Hunian
Kamar di triwulan II 2014 yang pertumbuhannya cenderung melambat. Penurunan jumlah
w isatawan mancanegara seiring dengan perlambatan ekonomi negara asal diperkirakan
menjadi salah satu penyebabnya. Meskipun pada bulan Juni mulai terdapat libur sekolah,
namun, dampaknya relatif terbatas terhadap kinerja hotel dan restoran. Hal ini disebabkan
karena libur sekolah tersebut bersamaan dengan momen puasa Ramadhan, sehingga aktivitas
liburan cenderung terbatas.
b. Sektor Industri Pengolahan
Sektor Industri Pengolahan cenderung stabil pada triwulan II 2014. Industri pengolahan
mampu tumbuh sebesar 6,81% (yoy), stabil dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Sumber utama pertumbuhan ini terutama berasal dari sub sektor industri semen dan barang
galian yang meningkat sebesar 2,91% menjadi 6,72% (yoy), industri makanan, minuman dan
tembakau yang tumbuh sebesar 0,98% menjadi 6,12% (yoy), industri tekstil meningkat sebesar
Grafik 1.47
Konsumsi Listrik Golongan Bisnis
Grafik 1.46
Lama Wisataw an Menginap di Hotel
Grafik 1.44
Pertumbuhan Subsektor PHR
Grafik 1.45
TPK Hotel Berbintang dan Jumlah Wisman
Sumber: BPS Jatim , diolah
18
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
0,98% menjadi 11,67% (yoy), serta industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya yang
meningkat sebesar 0,54% menjadi 6,97% (yoy).
Pada triwulan ini, menjelang Ramdhan dan Hari Raya Idul Fitri, sub sektor industri
makanan, minuman dan tembakau serta industri tekstil mulai menunjukkan geliat usaha. Hasil
liason mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan di sub sektor makanan minuman mulai
melakukan building stock produknya sejak awal triwulan II 2014 untuk memitigasi t ingginya
permintaan pada saat lebaran. Kapasitas produksi diperkirakan mencapai puncaknya (full
capacity) menjelang 2 bulan sebelum hingga lebaran. Sementara itu, industri tekstil juga
memiliki pola yang hampir sama. Stok dan penjualan di Mall dan Pusat Grosir mulai meningkat
sejak triwulan II 2014 dan mencapai puncaknya di triwulan II 2014.
Penurunan kinerja di sektor industri pengolahan terjadi pada sub sektor industri alat
angkut mesin dan peralatannya, industri logam dasar, serta industri kertas. Pada triwulan II
2014, ketiga sektor tersebut hanya mampu tumbuh menjadi masing-masing sebesar 7,83%
(yoy), 11,26% (yoy) dan 6,53% (yoy). Perlambatan di sub sektor industri alat angkut dan
peralatannya disebabkan karena perlambatan ekonomi KTI, sehingga penggunaan alat angkut
mesin dan peralatannya yang diimpor dari Jawa Timur cenderung menurun. Sementara itu,
perlambatan di sub sektor industri logam seiring dengan perlambatan sektor konstruksi, baik
pembangunan propert i residensial maupun realisasi proyek infrastruktur Pemerintah yang
cenderung terbatas. Di sisi lain, konfirmasi dari Asosiasi Pengusaha Kertas Indonesia (APKI)
Cabang Jawa Timur, perlambatan sub sektor industri kertas disebabkan karena penurunan
impor bahan kertas bekas akibat sulitnya proses izin masuk ke Indonesia seiring dengan
diklasif ikasikannya produk tersebut sebagai produk limbah (B3).
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang dilakukan oleh KPw BI Wilayah IV masih relatif
optimis terhadap perbaikan kinerja industri pengolahan di triwulan selanjutnya. Berdasarkan
hasil liaison, dampak Pemilu Presiden di tahun ini cenderung terbatas. Tidak sepert i pola Pemilu
sebelumnya, dimana penjualan mampu melonjak signif ikan, namun di tahun ini penjualan
cenderung normal. Peningkatan Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk perusahaan yang go public dan
industri besar yang mulai berlaku di awal bulan ini juga masih direspon terbatas oleh dunia
usaha di Jawa Timur. Di periode selanjutnya, kenaikan biaya energi yang menambah biaya
operasional perusahaan sekitar 20% tersebut akan di pass through ke konsumen melalui
peningkatan harga jual. Sebagian besar kontak liaison menganggap kenaikan TTL tersebut
sebagai suatu kebijakan yang wajar. Peningkatan harga t idak menjadi permasalahan asalkan
harga tersebut t idak berf luktuasi tajam.
19
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Hasil SKDU menunjukkan bahwa pelaku usaha cenderung menahan diri untuk
melakukan penambahan tenaga kerja sebagai dampak dari kenaikan UMK. Harga jual
komoditas tercatat masih mengalami kenaikan, namun lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kenaikan harga jual tersebut terutama disebabkan karena kenaikan harga bahan
baku dan material yang menyumbang 30% terhadap harga jual produk.
Dari sisi pembiayaan, perlambatan kinerja industri pengolahan terkonfirmasi dari
kredit yang disalurkan Bank Umum dan BPR di triwulan II 2014 yang juga mengalami
perlambatan. Kredit yang disalurkan pada triwulan ini tumbuh sebesar 22,55% (yoy) atau
senilai Rp 90,29 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh
30,58% (yoy) atau senilai Rp 88,79 triliun. Pada triwulan III 2014, kinerja kredit yang
disalurkan kepada industri pengolahan diperkirakan mengalami peningkatan sejalan dengan
peningkatan ekspor komoditas industri Jawa Timur dan kenaikan permintaan domestik
karena faktor seasonal.
.
Grafik 1.48
Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
Grafik 1.49
Perkembangan Impor Bahan Baku dan Barang Modal
Grafik 1.50
Konsumsi Listrik Golongan Industri
Sumber: BPS Jatim , diolah
20
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
c. Pertanian
Kinerja sektor Pertanian mengalami perlambatan pada triwulan II 2014. Sektor ini hanya
mampu tumbuh sebesar 0,54% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang mencapai 1,76% (yoy). Perlambatan tersebut terjadi di dua sub sektor utama,
yaitu sub sektor tanaman bahan makanan yang menurun dari 1,75% (yoy) menjadi -1,10%
(yoy) dan sub sektor peternakan yang menurun dari 1,95% (yoy) menjadi -3,02% (yoy).
Dikonfirmasi dari Dinas Pertanian Jawa Timur, salah satu faktor penyebab perlambatan kinerja
sektor pertanian di triwulan ini adalah adanya peningkatan input atau biaya usaha tani. Jumlah
pupuk bersubsidi cenderung terbatas, sehingga sebagian petani beralih ke pupuk non subsidi.
Peningkatan biaya tersebut juga tercermin dari naiknya biaya tenaga kerja. Tingginya biaya
input tersebut t idak sebanding dengan harga jual produk pertanian yang cenderung stabil,
bahkan mengalami penurunan, sepert i komoditas cabai.
Penurunan kinerja sub sektor tanaman bahan makanan terkonfirmasi dari penurunan
luas panen padi dan jagung di triwulan II 2014. Luas panen padi mengalami penurunan dari
760 ha pada triwulan I 2014 menjadi 592 ha pada triwulan II 2014. Begitu pula dengan luas
panen jagung yang menurun dari 559.327 ha menjadi 207.337 ha di triwulan II 2014.
Penurunan panen tersebut disebabkan karena tanaman padi saat ini sedang berada pada
musim panen, dimana lahan tanam padi meningkat dari 515 ha menjadi 594 ha di triwulan II
2014. Oleh karena itu, masa panen hanya terjadi di beberapa w ilayah, menurun signif ikan
dibandingkan dengan triwulan I 2014 yang mencapai panen raya pada bulan Februari dan
Maret 2014. Sementara itu, untuk tanaman hort ikultura, sepert i cabai merah, cabai raw it dan
tomat sayur di w ilayah Kediri mengalami pergeseran panen disebabkan karena replanting di
bulan Maret hingga April 2014 pasca erupsi Gunung Kelud.
Kinerja sub sektor peternakan juga mencatatkan penurunan pertumbuhan. Adanya
penurunan permintaan daging ayam dari KTI turut mempengaruhi pelemahan kinerja tersebut.
Selain itu, adanya kebijakan Kementerian Perdagangan pada bulan April 2014 yang membatasi
harga penjualan anak ayam umur sehari atau Day Old Chick (DOC) dan volume penjualannya
turut berpengaruh signifikan terhadap kinerja sub sektor peternakan unggas. Harga DOC
maksimum yang ditetapkan Pemerintah adalah sebesar Rp 3.200/ekor, padahal, pada tahun
2013, harga penjualan rata-rata DOC mampu mencapai Rp 4.700/ekor. Produsen DOC pun
diminta untuk mengurangi volume produksi DOC nya sebesar 15% dari produksi normal. Hal
ini secara otomatis akan mengurangi marjin pelaku usaha peternakan ayam hingga 20% . Ke
depan, hal ini juga dapat meningkatkan potensi permintaan pakan ternak yang sebagian besar
dipenuhi dengan impor oleh petani yang membeli DOC dengan harga lebih murah.
21
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Secara umum persediaan bahan pangan di Jawa Timur pada periode laporan masih
aman dan dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Sampai dengan Juni 2014, Bulog Divre
Jatim mempunyai cadangan beras mencapai 550 ribu ton. Cadangan beras tersebut
diperkirakan cukup untuk 12 bulan ke depan, termasuk saat menjelang Ramadhan hingga Idul
Fitri. Penyerapan beras oleh Bulog dilakukan di beberapa sentra beras di Jawa Timur,
diantaranya Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Banyuwangi dan Jember.
Dari sisi komoditas peternakan, sebagai antisipasi peningkatan konsumsi daging
menjelang bulan puasa dan lebaran 2014, Dinas Peternakan Jawa Timur meningkatkan supply
daging sapi, daging ayam dan telur ayam. Dinas Peternakan menyiapkan 39.570 ton daging
ayam pedaging, 220.093 ton telur ayam ras, dan daging sapi 39.637 ton. Jumlah tersebut akan
mampu memenuhi kebutuhan pasar selama 3 (t iga) bulan mendatang. Besaran stok ketiga
komoditas dimaksud dinilai aman dan mampu mendukung permintaan pasar dari luar Jatim
sepert i DKI Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Grafik 1.52
Luas Lahan Tanam dan Panen Padi
Grafik 1.53
Luas Lahan Tanam & Panen Jagung di Jaw a Timur
Sumber: BPS Jatim , diolah
Grafik 1.51
Pertumbuhan Subsektor Pertanian
22
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Grafik 1.54
Luas Lahan Puso di Jaw a Timur
d. Keuangan, Persew aan, dan Jasa
Kinerja sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami perlambatan
pada triwulan II 2014. Hampir seluruh sub sektor mengalami perlambatan, kecuali sub sektor
sewa bangunan. Sub sektor Jasa Perusahaan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank melambat
paling dalam, masing-masing tumbuh sebesar 5,99% (yoy) dan 7,72% (yoy) pada triwulan II
2014. Sementara itu, sub sektor bank juga menurun dari 9,53% (yoy) menjadi 9,22% (yoy).
Kebijakan pembatasan kredit pada level 15-17% dan kenaikan suku bunga kredit masih
menjadi sentimen utama perlambatan kinerja sektor keuangan. Namun demikian, sektor
keuangan masih memiliki pertumbuhan laba yang relatif t inggi di kisaran 20,19% (yoy),
meskipun menurun dibanding triwulan sebelumnya (20,27% (yoy)) seiring dengan perlambatan
kredit yang disalurkan. Sementara itu, perlambatan kinerja sub sektor jasa perusahaan
disebabkan karena perlambatan usaha sewa alat transportasi. Di sisi lain, sewa bangunan masih
Grafik 1.56
Perkembangan Kredit Perbankan di Jatim
Grafik 1.55
Pertumbuhan Sub Sektor Keuangan
Sumber: BPS Jatim , diolah
23
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
mencatatkan pertumbuhan yang posit if seiring dengan relatif t ingginya bahan bangunan dan
tanah sehingga konsumen menunda melakukan pembangunan hunian dan cenderung
menyewa rumah atau bangunan.
Penyaluran kredit sektor perbankan cenderung menurun di triwulan II 2014. Kredit
berdasarkan lokasi proyek dan lokasi bank masih relatif t inggi, meskipun melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini, kredit lokasi proyek mencapai Rp
369,97 triliun, tumbuh sebesar 19,10% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencapai 21,59% (yoy). Begitu pula dengan kredit berdasarkan lokasi bank yang tumbuh
18,99% (yoy) atau Rp 325,45 triliun, melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang mencapai 23,18% (yoy). Perlambatan jumlah kredit ini merupakan respon atas
peningkatan suku bunga kredit yang meningkat secara gradual sejak bulan September tahun
2013 hingga bulan Juni 2014 dan berada di t it ik 12,38% pada triwulan ini. Peningkatan suku
bunga kredit tersebut dinilai merupakan dampak dari ketatnya dana pihak ketiga seiring
denganpeningkatan BI Rate dan mulai berada di level stabil 7,50% sejak November 2013
hingga kini.
e. Bangunan
Kinerja sektor bangunan di triwulan II 2014 mengalami penurunan. Pada triwulan ini,
sektor bangunan hanya mampu tumbuh sebesar 7,94% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,54% (yoy). Penurunan kinerja ini juga terlihat
pada indikator lain. Hasil Survei Harga Propert i Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh KPw BI
Wilayah IV menunjukkan bahwa pembangunan propert i residensial mengalami penurunan
sebesar 13,4% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan ini terutama disumbang
oleh menurunnya pembangunan rumah t ipe menengah dan besar masing masing sebesar
20,1% dan 29,7% . Sedangkan pembangunan rumah t ipe kecil turun sebesar 2,3% .
Realisasi proyek infrastruktur di triwulan II 2014 juga cenderung terbatas. Sejumlah sarana
umum, sepert i Jalan Tol Trans Jawa dan Kereta Api Double Track masih terkendala pembebasan
lahan di beberapa t it ik. Namun demikian, penjualan semen di triwulan II 2014 mengalami
peningkatan sebesar 11,06% (yoy) menjadi 1,97 juta ton. Hal ini dikarenakan terdapatnya lag
waktu satu triwulan antara penjualan semen atau bahan bangunan dengan realisasi proyeknya.
Pembelian semen oleh beberapa cenderung digunakan sebagai stok untuk pembangunan di
kemudian hari.
24
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Tingginya suku bunga KPR hingga triwulan II 2014 masih menjadi penghambat utama
dalam pengembangan bisnis propert i residensial di Jawa Timur. Secara keseluruhan, kredit yang
disalurkan untuk sektor bangunan mengalami penurunan sebesar dari tumbuh sebesar 30,62%
(yoy) menjadi 26,76% (yoy) di triwulan II 2014. Suku bunga KPR untuk rumah pribadi
cenderung mengalami kenaikan rata-rata sebesar 4,56% . Peningkatan suku bunga tert inggi
terutama terjadi pada rumah t ipe menengah dan besar seiring dengan upaya menjaga sektor
keuangan dari potensi buble. Suku bunga rumah t ipe menengah (t ipe 22-70) meningkat
menjadi 10,65% menjadi 11,62% . Begitu pula dengan rumah t ipe besar (t ipe >70) yang
meningkat dari 9,95% menjadi 10,20% . Di sisi lain, suku bunga untuk kegiatan usaha
produktif (KPR Ruko/ Rukan) mengalami penurunan dan direspon dengan peningkatan volume
KPR Ruko/Rukan yang relatif signif ikan (meningkat dari tumbuh 31,79% (yoy) menjadi 115%
(yoy) pada triwulan II 2014.
Grafik 1.59
Indeks Harga Properti Residensial
unit
Grafik 1.57
Volume Penjualan Semen di Jawa Timur
Grafik 1.58
Pertumbuhan dan Suku Bunga KPR
Grafik 1.60
Rata-Rata Pembangunan Properti Residensial
25
BAB I PERKEMBANGAN EKONOM I MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Grafik 1.63
Penumpang Domestik di Bandara Juanda
Grafik 1.64
Penumpang Internasional di Bandara Juanda
Grafik 1.62
Arus Barang di Tanjung Perak
f. Pengangkutan dan Komunikasi
Kinerja sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada triwulan II 2014 mengalami
perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor ini melambat dari 9,50% (yoy)
menjadi 7,53% (yoy). Sumber perlambatan berasal dari sub sektor komunikasi seiring dengan
pola tahunan yang kembali ke t it ik normalnya setelah relatif t inggi di triwulan I 2014.
Sub sektor angkutan juga mengalami kinerja yang menurun, terutama di sub sektor
angkutan jalan raya. Pada triwulan II 2014, sub sektor angkutan tumbuh 8,00% (yoy), lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 8,60% (yoy).
Penurunan sub sektor angkutan disebabkan karena menurunnya kinerja angkutan jalan raya
seiring dengan semakin t ingginya kepadatan arus barang di Pantura Jawa Timur yang
meningkatkan waktu tempuh dan efisiensi pengiriman barang. Sementara itu, arus penumpang
di Tanjung Perak juga menurun, kembali ke t it ik normalnya pasca meningkat di triwulan I 2014
seiring dengan perayaan tahun baru dan Imlek. Ke depan, seiring dengan t ingginya arus mudik
dan arus balik Lebaran 2014 diperkirakan meningkatan kinerja sektor pengangkutan dan
komunikasi secara signif ikan.
Grafik 1.61
Arus Penumpang di Tanjung Perak
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
BOKS I
Kinerja Ekspor Manufaktur Jawa Timur
Prospek dan Tantangannya
Secara nasional, Jatim menyumbang ekspor manufaktur terbesar kedua setelah Jawa Barat.
Tercatat proporsi ekspor manufaktur Jawa Timur selama bulan Januari s.d Mei 2014 adalah 12% , lebih
t inggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat sebesar 10% (grafik 1). Dit injau dari sisi
pertumbuhannya, kinerja ekspor Jatim terus mencatatkan angka posit if hingga Mei 2014 dengan
pertumbuhan mencapai 2% (yoy) (grafik 2). Pertumbuhan tersebut lebih t inggi dibandingkan pertumbuhan
tahun 2012 yang mencatat pertumbuhan negatif sebesar -20% (yoy). Pertumbuhan ekspor manufaktur
Jawa Timur lebih yang t inggi dibandingkan dengan Sumatera Utara dan Jawa Barat menjadi indikasi posit if
potensi pengembangan ekspor ini ke depan.
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
6000
I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR(Juta USD)
16% 17% 17% 17% 18%
12%12% 12% 12% 11%
10% 10% 9% 9% 12%
9% 9% 8% 8%8%
7% 7% 6% 6%6%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
2011 2012 2013 Jan'13 - Mei'13 Jan'14 - Mei'14
Sumut
Riau
Jatim
Kaltim
Jabar
Grafik 1
Perkembangan Proporsi Ekspor
15%
-60%
-48%
-53%
-11%-7% -5% -4%
-20%
-5%
-13%
2%
-70%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
2012 2013 Jan'13 - Mei'13 Jan'14 - Mei'14
Indonesia Jabar Kaltim Jatim Riau Sumut(%, yoy)
Grafik 2
Pertumbuhan Ekspor
Grafik 3
Kinerja Ekspor Jawa Timur
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Net ekspor Jawa Timur pada Mei 2014 mengalami net eksport yang lebih besar dibandingkan
dengan Mei 2013. Berdasarkan klasif ikasi SITC, kinerja ekspor komoditas animal and vegetable oil serta
komoditas manufaktur menjadi komoditas pendukung perekonomian Jawa Timur. Ekspor komoditas
lainnya makanan minuman (mamin), kimia dan furniture Jawa Timur selama bulan Januari s.d Mei 2014
tercatat meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor furniture
meningkat dari -50% (yoy) pada Januari Mei 2013, menjadi lebih dari 100% (yoy) pada periode yang
sama tahun 2014 (grafik 3). Demikian pula dengan ekspor kimia yang meningkat dari -50% (yoy) pada
Januari Mei 2013 menjadi 50% (yoy) pada periode 2014, dan mamin yang meningkat dengan
pertumbuhan di kisaran 25% (yoy) pada periode laporan. Sementara itu, komoditas utama Jawa Timur
yaitu logam dasar terkena dampak penerapan UU M inerba di th.2013 yang menyebabkan pertumbuhan
tahunan tidak terlalu besar.
Permintaan ekspor Jawa Timur kepada negara utama terus menunjukkan tren meningkat sejak
tahun 2012. Pertumbuhan ekspor ke China mencatat pertumbuhan cukup signif ikan dari -30% (yoy)
menjadi lebih dari 50% (yoy) pada tahun 2014. Hal tersebut didukung oleh strategi diversif ikasi negara
tujuan ekspor yaitu Afrika Selatan & Timur Tengah (grafik 4).
Berdasarkan hasil quick survei kepada 54 (lima puluh empat) pelaku industri manufaktur di Jawa
Timur dengan skala usaha mayoritas < Rp 200 M (74% ), diketahui bahwa kinerja ekspor yang tercermin
dari volume, harga jual dan margin sebagian besar responden masih stabil. Namun demikian, yang perlu
diwaspadai adalah adanya indikasi penurunan ekspor yang cukup besar. Jumlah responden yang
mengalami penurunan kinerja ekspor melalui penurunan volume dan marjin masing-masing mencapai
39% dan 32% .
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
2012 2013 Jan'13 - Mei'13 Jan'14 - Mei'14
Ekspor (All) Logam Dasar
Kimia Mamin
Furniture Kertas
Hasil dr Kayu Pertanian
Baju & Kulit Samak Mesin Elektrik
Tekstil
(%, yoy)
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
2012 2013 Jan'13 - Mei'13 Jan'14 - Mei'14
Ekspor (All) Japan China
MEE US Malaysia
(%, yoy)
Grafik 4
Pertumbuhan Ekspor Jawa Timur per Komoditas
Grafik 5
Perkembangan Ekspor Jawa Timur kepada Negara Tujuan Utama
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
20%
41%
39%
Kinerja Ekspor
Volume Naik Volume Stabil Volume turun
22%
46%
32%
Kinerja Ekspor
Margin Naik Margin Stabil Marjin Turun
Grafik 6
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
BOKS II
Identifikasi Dini Pergeseran Ekonomi Sektoral di Jawa Timur
Perekonomian Jawa Timur mengalami pergeseran dalam kurun waktu dua puluh tahun
terakhir. Gambar 1 menunjukkan bahwa perekonomian tahun 1993 didominasi oleh sektor Industri
Pengolahan yang memiliki share sebesar 30,67% , diikuti oleh sektor pertanian (26,28% ) dan sektor
PHR sebesar 25,40% . Dua puluh tahun kemudian, pada 2013, terjadi pergeseran struktur ekonomi
yang ditunjukkan oleh penurunan share Industri Pengolahan dan Pertanian. Share kedua sektor
tersebut menurun masing-masing menjadi 26,60% dan 14,91% . Sementara itu, share sektor PHR
justru mengalami peningkatan yang relatif signif ikan di level 31,34% . Penurunan share sektor
Pertanian terjadi seiring dengan semakin t ingginya alih fungsi lahan dari lahan persawahan dan
perkebunan yang ditransformasi menjadi areal perumahan, industri dan infrastruktur Pemerintah.
Selain itu, return yang rendah di sektor ini menurunkan inisiatif pekerja, sehingga jumlah rumah tangga
petani pun mengalami penurunan.
Penurunan sektor Industri pengolahan di Jawa Timur dilatarbelakangi oleh beberapa faktor.
Kinerja Rupiah yang terdepresiasi signif ikan pasca tahun 1997 mampu meningkatkan biaya bahan baku
industri terutama yang diimpor dari luar negeri. Berbagai krisis pun terjadi, baik di negara maju
maupun negara berkembang, seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan Tiongkok yang secara
langsung berpengaruh pada penurunan minat investasi asing di sektor ini. Di sisi lain, share sektor PHR
yang meningkat dibandingkan dengan tahun 1993 terjadi atas relatif besarnya masyarakat yang beralih
dari sektor formal ke sektor informal pasca kelesuan dan Pemberhentian Hubungan Kerja di era tahun
1997 an. Selain itu, Jawa Timur yang masih menjadi hub utama perdagangan Indonesia Barat dan
Indonesia Timur serta meningkatnya tren permintaan di kedua kawasan tersebut mendorong kinerja
Gambar 1. Share PDRB Sektoral Jatim 1993 dan 2013
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
perdagangan Jawa Timur. Jawa Timur yang merupakan kota megapolis dengan agenda bisnis yang
relatif t inggi turut menggerakkan sub sektor hotel dan restoran. Pergeseran ini pun tercermin dari
penggunaan tenaga kerja di masing-masing sektor yang ditunjukkan pada grafik 2.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tercermin oleh pertumbuhan ekonomi di 38
Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Dalam kurun waktu sebelas tahun terakhir, perekonomian di
Kabupaten/Kota di Jatim terakselerasi relatif signif ikan. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi
tert inggi dicapai oleh w ilayah perkotaan dengan dukungan sektor Industri Pengolahan yang relatif
kuat, seperti Kota Batu (8,20% , yoy), Kota Madiun (8,07% , yoy), Kota Surabaya (7,34% , yoy), Kota
Malang (7,30% , yoy), Kabupaten Gresik (7,14% , yoy) dan Kabupaten Sidoarjo (7,04% , yoy).
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah terdapat pada w ilayah-w ilayah dengan
dominasi sektor primer yang relatif t inggi, seperti Kab. Sampang yang hanya mampu tumbuh 5,74%
(yoy), Kab. Pacitan (6,02% , yoy) dsb. Pergeseran sektoral pada struktur perekonomian juga terjadi di
level Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Tabel 1 menunjukkan selisih antara share PDRB sektoral tahun
2006 dan 2013. Secara umum, penurunan share terjadi pada sektor Pertanian dan Industri Pengolahan
di seluruh w ilayah kerja Bank Indonesia.
Kabupaten/Kota di w ilayah kerja BI Jember (Jember, Lumajang, dsb.) merupakan salah satu
sentra produksi pangan (padi) yang pada 2013 mengalami penurunan share sektor pertanian yang
paling besar, yakni berkurang 4,3% jika dibandingkan dengan tahun 2006. Jika di breakdown lebih
jauh, sub sektor yang mengalami penurunan share terbesar adalah tanaman bahan pangan. Sementara
itu, di w ilayah kerja KPw BI Wilayah IV (Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Surabaya dsb), sektor yang paling
besar mengalami penurunan share adalah sektor Industri Pengolahan. Di sisi lain, sektor PHR di semua
w ilayah kerja mengalami pertumbuhan posit if share sektor tersebut.
Gambar 2. Share Penggunaan
Tenaga Kerja Sektoral di Jawa Timur
Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota di
Jawa Timur
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Adanya transformasi struktural baik di level Provinsi Jawa Timur maupun Kabupaten/Kota perlu
dicermati. Mengingat sektor pertanian dan industri pengolahan merupakan sektor produktif yang
mampu menggerakkan sektor-sektor lainnya. Maka, penurunan kinerja di kedua sektor tersebut
diperkirakan mampu mengurangi kinerja ekonomi Jawa Timur secara keseluruhan. Pengurangan share
sektor pertanian dan industri pengolahan serta perlambatan pertumbuhan kedua sektor tersebut
mampu mengancam ketahanan pangan Jawa Timur dan volume perdagangan Jawa Timur.
Peningkatan kinerja sektor PHR tanpa dukungan sektor produktif diperkirakan berpengaruh pada
impor barang antar daerah maupun luar negeri.
Sektoral Wil.IV Malang Kediri Jember JATIM
1. PERTANIAN (1.9) (2.6) (3.2) (4.3) (2.6)
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1.7 (0.2) (0.2) (0.1) 0.9
3. INDUSTRI PENGOLAHAN (3.4) 0.0 (0.5) (0.1) (2.0)
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH (0.0) (0.3) (0.1) (0.1) (0.1)
5. BANGUNAN (0.2) 0.5 0.3 0.2 0.1
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 3.9 3.1 4.1 4.2 3.9
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 0.4 (0.2) 0.1 0.2 0.3
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 0.1 0.3 0.1 (0.0) 0.1
9. JASA-JASA (0.6) (0.6) (0.6) 0.1 (0.5)
Tabel 1. Selisih Share PDRB Sektoral per Wilayah
Kerja Bank Indonesia Tahun 2006 dan 2013
Tabel 2. Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi per
Wilayah Kerja Bank Indonesia 2007-2013
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
BOX III
POLA KONSUMSI DAN PERPUTARAN UANG MENJELANG LEBARAN
PROFIL RESPONDEN
Dalam upaya menangkap pergerakan konsumsi masyarakat yang secara umum diperkirakan
meningkat menjelang Lebaran, dilakukan survei khusus yaitu survei pola konsumsi dan perputaran uang
menjelang lebaran. Survei ini bertujuan untuk mengetahui perubahan konsumsi masyarakat menjelang
Lebaran yang dilakukan melalui pendekatan dari sisi pedagang, baik grosir maupun eceran, terutama
pada kelompok komoditas bahan makanan dan sandang. Selain itu, juga bermaksud untuk menangkap
adanya peningkatan perdagangan antar daerah selama bulan Ramadhan dan pergerakan perputaran
uang di Kota Surabaya selama bulan Ramadhan.
Survei dilakukan kepada 100 responden pedagang di Kota Surabaya dengan komposisi 40%
pedagang sembako, 40% pedagang sandang (pakaian dan perlengkapannya) serta 20% pedagang
makanan jadi dan minuman. Dilihat dari tujuan penjualannya, sebagian besar responden merupakan
pedagang yang melayani pembelian grosir dan eceran. Hanya sebagian kecil yang melayani penjualan
khusus untuk kepentingan grosir.
Sembako
40%
Mamin
20%
Sandang
40%
30%
10% 8%
70%
90% 92%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sembako Mamin Sandang
Grosir & Eceran
Eceran
Grosir
POLA KONSUM SI M ENJELANG LEBARAN
Faktor seasonal lebaran, memberikan
pengaruh signif ikan terhadap perubahan pola
konsumsi masyarakat, khususnya Kota Surabaya yang
tercatat mengalami kenaikan yang relatif signif ikan.
Kenaikan konsumsi diindikasikan dari hasil survei,
dimana sebanyak 84% responden menyebutkan
terjadi kenaikan omset penjualan menjelang lebaran
dan 10% responden mencatatkan t idak adanya
Grafik 1. Sebaran Responden Per Komoditas Grafik 2. Sebaran Target Pembelian Per Komoditas
Grafik 3. Pola Penjualan Menjelang Lebaran
70%
95% 93%
15%
5% 8%
15%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sembako Mamin Sandang
NAIK
SAMA
TURUN
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
perubahan omset penjualan dibandingkan dengan kondisi normal. Dan hanya 6% responden mengalami
penurunan penjualan menjelang lebaran khususnya terjadi pada pedagang untuk komoditas sembako.
Berdasarkan komoditas yang dijual, penjualan sembako secara umum mengalami kenaikan
penjualan dibandingkan kondisi normal. Peningkatan omset penjualan terjadi pada 70% pedagang
sembako yang disurvei. Peningkatan permintaan menjelang lebaran, khususnya untuk komoditas gula,
tepung terigu dan telur menjadi pendorong utama peningkatan omset penjualan. Sementara itu,
terdapat 15% responden yang mencatatkan penurunan penjualan disebabkan oleh stok barang yang
t idak tersedia dan juga faktor persaingan usaha yang semakin t inggi. Sementara untuk komoditas
makanan jadi dan minuman, hampir seluruh responden mencatatkan kenaikan omset penjualan (95% )
dan hanya 5% yang t idak mengalami perubahan omset penjualan dibandingkan kondisi biasanya.
Kondisi tersebut sejalan dengan penjualan komoditas sandang, dimana 93% responden yang mengalami
kenaikan penjualan dan 8% mencatatkan t idak ada perubahan pola konsumsi antara kondisi normal dan
menjelang lebaran.
Kenaikan omset penjualan untuk komoditas sembako rata-rata sebesar 88,35% , komoditas
makanan jadi dan minuman sebesar 181% dan komoditas sandang mengalami kenaikan omset
penjualan paling t inggi sebesar 229% dibandingkan dengan kondisi normal. Berdasarkan sebarannya,
sebagian besar pedagang komoditas sandang (68% ) mengalami kenaikan penjualan di atas 120% , dan
beberapa pedagang mengalami kenaikan sampai dengan 900% . Hal ini sekaligus menggambarkan
karakterist ik masyarakat Kota Surabaya pada khususnya, dimana konsumsi sandang banyak dilakukan
menjelang Lebaran.
38%
20%
3%
26%
15%
14%
15%
25%
3%
9%
20%
14%
9%
20%
68%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sembako Mamin Sandang
>121%
91% - 120%
61% - 90%
31% - 60%
1% - 30%
<0%
28%
5%
76%
73%
80%
14%
10%5%
5% 5%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sembako Mamin Sandang
>121%
91% - 120%
61% - 90%
31% - 60%
1% - 30%
<0%
Sementara itu, dibandingkan dengan momen Ramadhan Tahun 2013, kenaikan penjualan pada
Ramadhan 2014 t idak terlalu signif ikan, bahkan untuk komoditas tertentu mengalami penurunan
penjualan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada komoditas sembako, rata-rata kenaikan sebesar
1,08% , sebanyak 73% mengalami kenaikan pada range 1% - 30% dan 28% pedagang tercatat
mengalami penurunan dibandingkan Ramadhan 2013. Sementara untuk komoditas makanan jadi dan
minuman, 80% pedagang mengalami kenaikan pada range 1% - 30% dengan rata-rata kenaikan
Grafik 4. % Kenaikan Omset Dibanding Biasa Grafik 5. % Kenaikan Dibanding Ramadhan 2013
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
penjualan komoditas Mamin sebesar 21% . Kondisi berbeda terjadi pada komoditas sandang, dimana
proporsi responden yang mengalami kenaikan penjualan lebih rendah dibandingkan yang menurun. Dari
hasil survei terlihat bahwa sebanyak 76% mengalami penurunan penjualan dibandingkan Ramadhan
2013 dan hanya 14% yang mengalami kenaikan pada range 1% - 30% . Hal ini menyebabkan rata-rata
penjualan komoditas sandang mengalami penurunan sebesar 18% . Penurunan penjualan komoditas
sandang disebabkan momen Lebaran yang bertepatan dengan Tahun Ajaran Baru untuk anak sekolah,
sehingga masyarakat mengurangi porsi konsumsi untuk Lebaran dan dialihkan ke kebutuhan sekolah
anak.
21%
67%
13%
5% 5%
20%
55%
15%
38%
48%
15%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI
Sembako Mamin Sandang
5%3%
8%
15%
40%
30%
5%
15%
10%
30%
35%
5%3%
65%
25%
8%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI
Sembako Mamin Sandang
Kenaikan penjualan paling banyak terjadi pada bulan Juni, yaitu menjelang bulan Ramadhan.
Karakterist ik responden yang merupakan pedagang grosir walaupun juga melayani pembelian eceran
menyebabkan puncak penjualan sebelum ramadhan untuk keperluan stok bagi pedagang eceran.
Penjualan komoditas sembako dan sandang tercatat meningkat mulai bulan Mei dan puncaknya pada
Juni dan pada bulan Juli sudah mulai menurun. Demikian pula dengan komoditas makanan dan
minuman, yang mencapai puncak penjualan pada bulan Juni. Namun dibandingkan dengan komoditas
sembako, penjualan mamin sudah mulai meningkat pada bulan Maret.
Untuk mengant isipasi lonjakan kenaikan penjualan, sebagian besar pedagang menaikkan stok
barang dagangan dan menyewa gudang sebagai tempat untuk penyimpanan stok menjelang Lebaran.
Pemenuhan stok sudah mulai dilakukan pada bulan Januari khususnya untuk komoditas sembako dan
mamin. Pemenuhan stok mulai meningkat pada bulan Maret dan April serta mencapai puncak pada
bulan Mei, sebulan sebelum perkiraan lonjakan permintaan terjadi. Sementara untuk komodit as
sandang, pemenuhan stok untuk antisipasi lebaran mulai pada bulan April, meningkat signif ikan di bulan
Mei dan mulai menurun di bulan Juni.
Strategi lain yang dilakukan pedagang untuk merespon kenaikan penjualan adalah menaikkan
harga jual. Hasil survei menunjukkan bahwa 53% responden menjawab terdapat kenaikan harga jual
produk, 46% menyatakan t idak ada perubahan atau penyesuaian harga dan hanya 1% yang
menyebutkan terjadi penurunan. Berdasarkan jenis barang, komoditas sembako dan mamin adalah
Grafik 6. Bulan Terjadi Kenaikan Penjualan Grafik 7. Bulan Persiapan untuk Pemenuhan Stok
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
komoditas yang banyak mengalami kenaikan harga, sementara pada komoditas sandang hanya 35%
yang mengalami kenaikan dan 63% t idak ada perubahan harga.
68%
60%
35%33%
40%
63%
3%
0%
20%
40%
60%
80%
Sembako Mamin Sandang
Naik
Sama
Turun
35%
13%
20%
15%
25%
15%
5%
20%
10%
0%
10%
20%
30%
40%
1% - 10% 11%-20% 21%-30% >30%
Sembako Mamin Sandang
Persentase kenaikan harga menjelang lebaran berkisar antara 5% - 30% . Bila dibandingkan
antar komoditas, persentase kenaikan harga menjelang lebaran untuk komoditas sandang lebih rendah
dibandingkan dengan mamin dan sembako. Bagi pedagang komoditas sandang, kenaikan harga dari
produsen menjadi faktor utama kenaikan harga, sementara meningkatnya permintaan menjelang
lebaran t idak berpengaruh signif ikan dalam penentuan harga. Sedangkan pada komoditas sembako dan
makanan minuman, selain kenaikan harga dari produsen, faktor lain yang mempengaruhi kenaikan
harga adalah adanya tambahan biaya tenaga kerja, kenaikan biaya transportasi, stok yang terbatas serta
meningkatnya permintaan masyarakat.
Pengaruh kenaikan harga pembelian dari
produsen berpengaruh signif ikan dalam penentuan
harga di t ingkat pedagang, karena komposisi biaya
tert inggi pada level pedagang adalah biaya
pembelian yaitu rata-rata sebesar 63% . Pada
komoditas sembako, komposisi biaya pembelian
mencapai 76% dari total biaya, disusul oleh biaya
pengiriman dan tenaga kerja yang mempunyai
porsi berimbang masing-masing sebesar 12% .
Sementara untuk komoditas makanan minuman, komposisi terbesar masih pada biaya pembelian yaitu
69% , disusul oleh biaya tenaga kerja sebesar 16% dan biaya pengiriman sebesar 15% . Pada komoditas
sandang, biaya pembelian masih mendominasi struktur biaya walaupun t idak sebesar dua komoditas
yang lain. Komposisi biaya pengiriman untuk komoditas sandang juga tergolong t inggi yaitu sebesar
30% sehingga kenaikan ongkos angkut relatif berdampak terhadap penentuan harga. Pada ramadhan
2014, kenaikan biaya pengiriman pada komoditas sandang berkisar antara 1% - 10% , sedangkan untuk
komoditas sembako terjadi kenaikan biaya pengiriman pada range 11% - 20% .
Grafik 8. Tingkat Harga Menjelang Lebaran Grafik 9. Persentase Kenaikan Harga
12% 15%
30%12%
16%
26%
76%69%
43%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sembako Mamin Sandang
Lainnya
Harga pembelian
Tenaga Kerja
Biaya Pengiriman
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
PERDAGANGAN ANTAR DAERAH
Kota Surabaya merupakan pusat perdagangan di Wilayah Jawa Timur, sehingga perdagangan
antar daerah diperkirakan ikut meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas penjualan menjelang
Lebaran. Berdasarkan jenis barangnya, daerah asal barang untuk komoditas sembako sebagian besar dari
Kota Surabaya dan luar kota dalam satu Provinsi yaitu daerah Bangkalan, Pamekasan, Gresik, Lamongan,
Malang, Sidoarjo dan Probolinggo. Sementara untuk komoditas makanan dan minuman, selain berasal
dari Kota Surabaya dan sekitarnya, juga berasal dari Provinsi lain walaupun hanya 10% yaitu dari Provinsi
DKI Jakarta dan Banjarmasin.
Perdagangan antar daerah paling terlihat pada komoditas sandang, dimana w ilayah asal barang
selain berasal dari dalam Kota Surabaya dan sekitarnya (Kediri, Tulungagung dan Sidoarjo) juga dari Luar
Provinsi yaitu Jawa Barat, Jakarta dan Pekalongan serta dari Luar Negeri yaitu China.
98%
63%
90%
75%
10%
60%
23%
63%
5%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Kota Surabaya Luar Kota Luar Provinsi Luar Negeri
Sembako Mamin Sandang
81%
19%
65%
35%
43%
52%
5%1%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Kota Surabaya Luar Kota Luar Provinsi Luar Negeri
Sembako Mamin Sandang
Sementara untuk daerah asal pembeli sebagian besar berasal dari Kota Surabaya dan daerah lain
di Provinsi Jawa Timur. Sementara komoditas sandang, terdapat 5% pembeli yang berasal dari Luar
Provinsi yaitu Jawa Tengah, Bali serta Kalimantan Timur. Sedangkan pembeli yang berasal dari Luar
Negeri adalah pembeli dari Malaysia. Sebagaimana pola seasonal, permintaan komoditas dari w ilayah
lain juga ikut mengalami kenaikan. Rata-rata kenaikan pembelian dari luar kota dalam Provinsi Jawa
Timur sebesar 30% , sementara untuk peningkatan pembelian dari Luar Provinsi Jawa Timur rata-rata
mencapai 17,5% dibandingkan dengan kondisi normalnya. Sedangkan untuk pembelian dari Luar Negeri
hanya meningkat sekitar 5% dari kondisi normal.
PERPUTARAN UANG TUNAI
Seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat, perputaran uang diperkirakan ikut
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan sebagian besar pedagang masih menggunakan sistem
pembayaran secara konvensional yaitu pembayaran secara tunai, baik untuk pembayaran guna
pembelian barang maupun untuk penjualan. Untuk komoditas sembako dan makanan minuman,
komposisi pembayaran secara tunai untuk pembelian bahan baku adalah sebesar 99% dan sisanya
melalui transfer. Sementara untuk komoditas sandang, komposisi pembayaran yang dilakukan secara
Grafik 11. Daerah Asal Barang Grafik 12. Daerah Asal Pembeli
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
tunai mencapai 73% , transfer 25% dan sisanya menggunakan debet. Sedangkan untuk penjualan
barang ke konsumen, dari semua komoditas yang disurvei, penggunaan metode pembayaran
menggunakan transfer dan debet masih sangat minim dilakukan.
99% 99%
73%
1% 2%
25%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sembako Mamin Sandang
Debet
Transfer
Tunai
99% 97% 98%
2% 4% 3%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sembako Mamin Sandang
Transfer
Tunai
Dengan mengacu pada kondisi diatas, t ingkat kebutuhan uang tunai di masyarakat diperkirakan
mengalami peningkatan relatif t inggi. Dengan kenaikan rata-rata omset penjualan mencapai 150%
untuk semua komoditas, perputaran uang tunai diperkirakan ikut meningkat 150% dibandingkan
dengan kondisi normal. Kebutuhan uang tunai per denominasi secara umum kebutuhan UPB (Uang
Pecahan Besar) sedikit lebih banyak dibandingkan dengan UPK (Uang Pecahan Kecil). Pada perdagangan
sembako dan makanan minuman, kebutuhan paling besar terdapat pada uang dengan denominasi Rp
50.000,- Rp 100.000,-, sementara untuk denominasi lainnya secara umum merata. Dibandingkan
dengan pecahan lainnya, kebutuhan uang logam tercatat paling kecil, bahkan untuk pedagang
komoditas sandang, sangat minim memerlukan pecahan uang logam dalam transaksi sehari hari.
Pecahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan transaksi adalah pecahan dengan denominasi
Rp 10.000,- ke atas.
Sebagian besar pedagang memperoleh kebutuhan pecahan uang dari Bank Umum maupun
tukar antar pedagang, hanya 13% yang memanfaatkan Bank Indonesia untuk penukaran uang. Pecahan
uang yang sulit didapatkan sebagian besar adalah denominasi Rp 5.000,-, disusul dengan pecahan
Rp 1.000,- dan uang logam Rp 500,-.
28%35%
22%
17%
17%
24%
14%
12% 24%
11%
12%
19%17%15%
10%12% 8%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sembako Mamin Sandang
Uang Logam
Rp 1.000 - Rp 2.000
Rp 5.000
Rp 10.000
Rp 20.000
Rp 50.000 - Rp 100.000
10%
3%
23%
15%
30%
8%
13%
0%
10%
20%
30%
40%
500 1000 5000 10000
Sembako Mamin Sandang
Grafik 13. Metode Pembayaran Pembelian Grafik 14. Metode Pembayaran Penjualan Barang
Grafik 15. Kebutuhan Uang Grafik 16. Denominasi yang sulit didapat
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Permasalahan yang banyak dihadapi oleh pedagang di Kota Surabaya adalah masalah
pemodalan. Pengajuan kredit ke bank yang relatif sulit dirasakan oleh 38% pedagang, selain itu
kenaikan harga dari produsen ataupun tengkulak ikut menjadi kendala bagi 29% pedagang yang
disurvei. Kendala lainnya adalah ketersediaan stok, infrastruktur yang kurang mendukung serta kenaikan
biaya tenaga kerja. Harapan yang disampaikan pedagang kepada Pemerintah Daerah antara lain adalah
mempermudah akses pengajuan kredit ke Bank untuk pemodalan, terjaganya keamanan dan kestabilan
ekonomi, penertiban harga serta pembenahan infrastruktur.
Kenaikan
Harga
29%
Lainnya
9%Modal
38%
Biaya
Tenaga Kerja
8%
Infrastruktur
8%
Stok
Barang
8%
Infrastruktur
9%
Pemodalan
37%
Keamanan
14%
Ekonomi Stabil
12%
Suku
Bunga
2%
Peduli
Pedagang Kecil
14%
Penertiban
Harga
12%
Grafik 17. Kendala Usaha Grafik 18. Harapan Kepada Pemerintah
Bab 2
Perkembangan Inflasi
Jawa Timur
26
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2 PERKEM BANGAN INFLASI
2.1 KONDISI UM UM
Inflasi Jatim pada Triwulan II 2014 sebesar 6,66% (yoy) sedikit meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya (6,59% ) dan lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
(6,70% ). Perhitungan inflasi pada tahun 2014 ini t idak lagi menggunakan Survei Biaya Hidup
(SBH) tahun 2007 melainkan menggunakan SBH tahun 2012 dan dilakukan di 8 (delapan)
Kabupaten/Kota di Jawa Timur yaitu Surabaya, Malang, Kediri, Jember, Sumenep,
Probolinggo, Madiun dan Banyuwangi.
Pada periode ini, kelompok core inflation menjadi penyumbang utama inflasi Jawa
Timur (3,09% -yoy), disusul oleh administered price (2,48% ) dan core inflation (1,09% ).
Tingginya ekspektasi masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri mendorong kenaikan
konsumsi, dan menjadi salah satu penyebab kenaikan inflasi kelompok inti. Inflasi kelompok
administered price lebih didorong oleh penyesuaian tarip listrik khususnya untuk rumah
tangga R3 (>6.600 VA) dan adanya pajak daerah tembakau yang mempengaruhi harga
rokok.Sedangkan inflasi kelompok volatile food walaupun telah kembali kepada pola normal
namun sedikit meningkat disebabkan t ingginya permintaan masyarakat akan bahan
makanan untuk memenuhi kebutuhan pada saat Ramadhan.
Grafik 2.3. Disagregasi Inflasi Jawa Timur (yoy) Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy)
Grafik 2.1. Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy) Grafik 2.2.Perkembangan Inflasi Jawa Timur
27
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, inflasi Jawa Timur menempati
urutan terendah ketiga setelah Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Terkendalinya inflasi tersebut
t idak lepas dari peran serta semua pihak yang dikoordinasikan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Jawa Timur. Realisasi inflasi di kawasan Jawa mulai dari yang terendah yaitu
Jawa Barat (6,08% ), DI Yogyakarta (6,35% ), Jawa Timur (6,66% ), DKI Jakarta (7,09% ), Jawa
Tengah (7,26% ) dan tert inggi di Provinsi Banten (8,52% ).
2.2 INFLASI BULANAN (mtm)
Sepanjang Triwulan II 2014, secara bulanan Jawa Timur masih mengalami inflasi,
namun lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2014. Inflasi secara bertahap mulai meningkat
dan mencapai t it ik tert inggi pada Juni 2014 (0,36% ) yang didorong oleh kenaikan harga
pada kelompok bahan makanan (0,92% ) dan sandang (0,51% ).Tingginya inflasi kelompok
bahan makanan dipicu oleh kenaikan harga pada sub kelompok bumbu-bumbuan (5,58% ),
telur dan hasil-hasilnya (2,73% ), dan daging dan hasil-hasilnya (2,26% ). Sedangkan pada
kelompok sandang, kenaikan harga emas perhiasan (0,71% ) menjadi penyebab utama.
Penahan laju inflasi adalah deflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan (-0,05% ) melalui koreksi harga tarifkereta api (-4,00% ) dan angkutan udara (-
0,06% ) sebagai dampak minimnya hari libur dan belum dimulainya arus mobilitas
masyarakat.
Walaupun kelompok bahan makanan adalah penyumbang utama inflasi Juni 2014,
namun berdasarkan rata-rata selama 3 (t iga) bulan terakhir, kelompok kesehatan justru
mengalami inflasi yang terbesar (0,65% ), disusul oleh kelompok makanan, minuman, rokok
dan tembakau (0,52% ). Tingginya inflasi pada kelompok kesehatan sebagai dampak
pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPN BM), dimana beberapa
Tabel 2.1
Inflasi Triwulan I Tahun 2014 & Triwulan II Tahun 2014 di Jawa Timur (mtm)
Sumber: BPS Provinsi Jatim, data diolah
Jan Feb Mar Apr May Jun
Umum 1.06 0.28 0.23 0.52 0.01 0.21 0.36 0.19
1 Bahan M akanan 1.96 0.31 -0.37 0.63 -1.48 -0.39 0.92 -0.31
2 M amin, Rokok & Tembakau 0.88 0.75 0.42 0.68 0.78 0.31 0.45 0.52
3 perumahan, Air, Listrik, Gas & BB 1.33 0.09 0.31 0.58 0.28 0.26 0.26 0.27
4 Sandang 0.79 0.49 0.22 0.50 -0.37 0.51 0.51 0.22
5 Kesehatan 0.62 0.14 0.60 0.45 0.86 0.86 0.24 0.65
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.13 0.10 0.24 0.16 0.40 0.04 0.06 0.16
7 Transpor, Komunikasi 0.52 0.07 0.56 0.38 0.42 0.42 -0.05 0.26
Rata-
RataNo Kelompok Barang
Tw I-2014 Rata-
Rata
Tw II-2014
28
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
produk kebutuhan sehari-hari yang merupakan komoditas sub kelompok perawatan jasmani
dan kosmetika memang dikategorikan sebagai luxury goodsmengalami kenaikan
harga.Sedangkan t ingginya inflasi kelompok makanan jadi disebabkan dampak lanjutan
inflasi kelompok bahan makanan dan berlanjutnya penyesuaian cukai rokok serta pajak
daerah atas tembakau oleh produsen rokok.
Berdasarkan grafik inf lasi bulanan di atas (bulan April, Mei dan Juni 2014), secara rata-rata
tampak bahwa pendorong utama inflasi bulanan untuk Triwulan II 2014 masih kelompok
administered price yang berdampak pada peningkatan harga secara kelompok transportasi,
kelompok makanan minuman, rokok dan tembakau dan kelompok perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar. Sedangkan kelompok bahan makanan selama 2 (dua) periode awal
justru menjadi penahan laju inflasi dengan mengalami deflasi masing-masing -1,48% dan -
0,39% .
Grafik 2.5. Inflasi per Kelompok Barang Triwulan II-2014
(mtm)
Grafik 2.6.Inflasi April 2014per Kelompok Barang (mtm)
Grafik 2.7.Inflasi Mei 2014per Kelompok Barang (mtm)
Grafik 2.8.Inflasi Juni 2014per Kelompok Barang (mtm)
29
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Perkembangan inflasi bulanan secara ringkas selama Triwulan II 2014 adalah sebagai berikut
:
1. Bulan April 2014
- Pada April 2014, Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,01% , lebih rendah
dibandingkan Maret 2014 (0,23% ) yang disebabkan t ingginya deflasi kelompok bahan
makanan (-1,48% ) khususnya sub kelompok bumbu-bumbuan (-8,58% ) dan padi-
padian (-3,17% ).Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH), cabai merah mengalami
penurunan harga dari Rp42.726 (Maret 2014) menjadi Rp37.819 (April 2014) karena
telah dimulainya musim panen di beberapa sentra produksi di Jawa Timur, yaitu
Malang, Tuban dan Blitar. Sedangkan komoditas cabai raw it yang pada saat terjadinya
erupsi Gunung Kelud Februari 2014 lalu mengalami peningkatan harga hingga
mencapai Rp91.848/kg, pada April 2014 telah turun menjadi Rp77.223/kg atau
mengalami deflasi sebesar -13,75% .
- Sub kelompok padi-padian melalui komoditas beras juga mengalami deflasi terbesar
selama 2 (dua) tahun terakhir (-3,50% ) utamanya terjadi pada beras medium (IR 64
I)karena telah dimulainya masa panen raya di sentra utama beras di Jawa Timur
(Jember, Lamongan dan Jombang).
- Pendorong laju inflasi pada April 2014 adalah kelompok makanan, minuman, rokok
dan tembakau (0,78% ) melalui kenaikan harga makanan jadi dan rokok, serta
kelompok kesehatan (0,86% ) melalui kenaikan tarip rumah sakit (1,03% ).
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai Barang
Mewah (PPN BM) serta pelemahan nilai Rupiah menjadi penyebab utamanya. Tercatat
beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga antara lain sabun mandi cair
(5,62% ), sabun wajah (2,88% ) dan sabun mandi (2,79% ). Sedangkan untuk kelompok
makanan, minuman, rokok dan tembakau, penyesuaian berbagai kebijakan terkait
rokok menyebabkan harga rokok kretek f ilter meningkat sebesar 1,01% .
Grafik 2.9.Inflasi Komoditas Bumbu-Bumbuan (mtm)
Grafik 2.10. Inflasi Sub Kelompok Padi-Padian (mtm)
30
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2. Bulan Mei 2014
- Inflasi Jawa Timur sebesar 0,21% meningkat dibandingkan April 2014 (0,01% ).
Pendorong utama adalah inflasi pada kelompok kesehatan (0,86% ), sandang (0,51% )
dan transportasi (0,42% ). Sedangkan berdasarkan komoditasnya inflasi Jawa Timur
disumbang oleh kenaikan harga daging ayam ras (7,43% ), telur ayam ras (9,17% ) dan
angkutan udara (4,73% ).
- Masih sejalan dengan periode sebelumnya, penyesuaian harga oleh produsen akibat
kenaikan PPN BM menyebabkan kenaikan harga komoditas kelompok ini tetap
berlanjut.Sedangkan inflasi pada kelompok sandang utamanya disumbang oleh
kenaikan harga komoditas seragam sekolah anak (7,35% ) dan emas perhiasan
(0,21% ). Akan dimulainya tahun ajaran baru mendorong kenaikan kebutuhan
masyarakat akan perlengkapan penunjang pendidikan, sehingga menjadi salah satu
pemicu kenaikan harga komoditas ini.
- Kenaikan harga daging ayam ras salah satunya karena adanya kebijakan tentang suplai
bibit ayam atau day old chicken (DOC) dan impor bibit indukan ayam atau grand
parent stock (GPS)dari Kementrian Perdagangan yang membatasi produksi ayam.
Sedangkan kenaikan harga telur ayam ras dikarenakan para peternak mulai memasok
kepada para pengusaha kecil sehingga persediaan telur di pasar menjadi relatif
berkurang. Akan t ibanya moment bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
menyebabkan para pengusaha kecil (home industry) mulai melakukan proses produksi
makanan dan kue-kue lebaran sehingga permintaan akan telur ayam ras sebagai salah
satu bahan utama menjadi meningkat, sedangkan di lain sisi t ingkat produksi telur
ayam ras relatif tetap.
- Kelompok transportasi juga mengalami inflasi yang relatif t inggi khususnya disumbang
oleh kenaikan harga pada angkutan udara (4,73% ) dan tarip kereta api
(9,99% ).Banyaknya hari libur pada Mei 2014 serta berlanjutnya penyesuaian harga
sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 tahun 2014 tentang Besaran Biaya
Grafik 2.11.Inflasi Daging dan Telur (mtm) Grafik 2.12.Inflasi Transportasi (mtm)
31
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Tambahan Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga
Berjadwal Dalam Negeri menjadi penyebab utama inflasi.
- Penahan laju inflasi pada Mei 2014 adalah kelompok bahan makanan (-0,39% ).
Walaupun 3 (t iga) komoditas utama penyumbang inflasi berasal dari kelompok bahan
makanan, namun secara kumulatif kelompok ini masih mengalami deflasi melalui
koreksi harga sub kelompok bumbu-bumbuan (-16,38% ) khususnya komoditas cabai
raw it (-62,63% ) dan cabai merah (-19,84% ) serta sub kelompok padi-padian (-0,68% )
khususnya komoditas beras (-0,79% ).
3. Bulan Juni 2014
- Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,36% pada Juni 2014. Berbeda dibandingkan 2
(dua) periode sebelumnya (April dan Mei), pada Juni 2014 kelompok bahan makanan
menjadi penyumbang utama inflasi di Jawa Timur (0,92% ) disusul oleh kelompok
sandang (0,51% ) dan kelompok makanan, minuman, rokok dan tembakau (0,45% ).
Tingginya inflasi kelompok bahan makanan tercermin pula pada komoditas
penyumbangnya. Tercatat komoditas bawang merah, telur ayam ras dan daging ayam
ras menjadi penyumbang utama inflasi, masing-masing sebesar 19,10% , 7,83% dan
4,26% .
- Tingginya inflasi bawang merah disebabkan oleh sisi permintaan maupun penawaran.
Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi komoditas tersebut di masyarakat
sehubungan dengan persediaan pangan dan belanja kebutuhan menjelang bulan
puasa menjadi pendorong utama. Peningkatan permintaan tersebut t idak diimbangi sisi
penawaran karena beberapa daerah sentra produksi bawang merah (seperti di
Nganjuk) masih mengalami musim tanam.Berdasarkan pola produksi bawang merah di
Jawa Timur, pada bulan Mei dan Juni t ingkat produksi bawang merah hanya mencapai
3,42% dan 6,56% dari total produksi selama 1 (satu) tahun dan meningkat kembali
pada bulan Juli dan Agustus di kisaran 12% -13% per bulan.
- Selain bahan makanan, tarif listrik dan emas perhiasan juga menjadi penyumbang inflasi
pada Juni 2014. Inflasi tarip listrik sebagai dampak penyesuaian tarif pada kelompok
rumah tangga R3 (>6.600 VA) yang proporsi pelanggannya di Jawa Timur hanya
sebesar 0,23% dan proporsi penggunaan (KWH) mencapai 2,85% .Sedangkan
kenaikan harga emas perhiasan dari Rp449.313/gr menjadi Rp450.688/gr (sesuai hasil
SPH) disebabkan oleh peningkatan harga emas dunia (dari US$ 1.251/oz menjadi US$
1.318/oz pada akhir Juni 2014) dan melemahnya nilai tukar Rupiah yang pada akhir
Juni 2014 mencapai Rp11.892/US$ (Mei 2014 : Rp11.532/US$).
32
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
- Penahan laju inflasi kelompok volatile foods adalah deflasi pada sub kelompok sayur-
sayuran (-0,73% ) dan buah-buahan (-0,45% ), khususnya melalui komoditas jeruk (-
2,14% ), salak (-8,05% ), semangka (-3,89% ) dan saw i hijau (-3,79% ) khususnya di
daerah Jember dan Malang sebagai faktor kondusifnya cuaca sehingga mendorong
berhasilnya hasil panen. Komoditas lain yang menahan laju inflasi adalah cabai merah
dan cabai raw it yang pada periode sebelumnya mengalami inflasi.
2.3. INFLASI TRIWULANAN (qt q)
Laju inflasi pada Triwulan II 2014 sebesar 0,58% (qtq), turun dibandingkan Triwulan I
2014 yang sebesar 1,58% . Penurunan laju inflasi dibandingkan periode sebelumnya karena
tertahannya inflasi kelompok bahan makanan(-0,96% ) serta melambatnya inflasi kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (0,81% ) dan kelompok makanan, minuman,
rokok dan tembakau (1,56% ).
Turunnya inflasi bahan makanan karena melimpahnya pasokan di masyarakat
(dimulainya musim panen yang sempat bergeser karena adanya bencana banjir dan erupsi
Gunung Kelud di Triwulan I 2014), walaupun terdapat perlambatan kinerja di sektor
pertanian seiring dengan t ingginya alih fungsi lahan, penurunan jumlah rumah tangga petani
Tabel 2.2
Inflasi & Sumbangan Inflasi di Jawa Timur (qtq)
Grafik 2.13. Inflasi Kelompok Sandang (mtm) Grafik 2.14. Inflasi Tarip Listrik (mtm)
Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Umum 0.11 3.72 0.73 1.58 0.58 0.11 3.72 0.73 1.58 0.58
1 Bahan M akanan -2.36 4.34 0.34 1.90 -0.96 -0.48 0.91 0.07 0.39 -0.19
2 M amin, Rokok & Tembakau 0.89 2.31 1.13 2.07 1.56 0.15 0.37 0.18 0.33 0.25
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB 0.97 1.57 1.57 1.74 0.81 0.24 0.38 0.39 0.43 0.20
4 Sandang -4.37 5.69 -1.28 1.51 0.65 -0.30 0.37 -0.09 0.10 0.04
5 Kesehatan 1.11 0.97 0.47 1.36 1.97 0.06 0.05 0.02 0.07 0.10
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.18 2.08 1.02 0.47 0.50 0.02 0.18 0.09 0.04 0.04
7 Transpor, Komunikasi 3.32 7.87 1.09 1.15 0.79 0.58 1.47 0.20 0.21 0.15
2013 2014No Kelompok Barang
Inflasi QTQ Sumbangan Inflasi QTQ
2013 2014
Sumber : BPS, data diolah
33
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
di Triwulan II 2014, penurunan luas lahan yang dipanen dan kenaikan biaya usaha tani.Selain
itu, tertahannya kenaikan lebih lanjut pada komoditas bahan bakar rumah tangga (LPG 12
kg) juga menjadi faktor relatif rendahnya inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas
dan bahan bakar.
Sedangkan berdasarkan sumbangannya, kelompok makanan, minuman, rokok dan
tembakau memberikan sumbangan terbesar (0,25% ), disusul oleh kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar (0,20% ) serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan (0,15% )yang menunjukkan bahwa sumbangan inflasi pada Triwulan II 2014 masih
disebabkan oleh kelompok administered price.
Dengan mencermati kelompok penyumbang utama inflasi secara triwulanan serta
volatilitasnya, analisis lebih lanjut akan dilakukan terhadap kelompok makanan, minuman,
rokok dan tembakau serta kelompok bahan makanan. Berdasarkan sub kelompoknya pada
Triwulan II 2014 untuk kedua kelompok tersebut, secara triwulanan kenaikan tert inggi terjadi
pada sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol,sub kelompoktelur, susu dan hasil-
hasilnya, serta sub kelompok daging dan hasil-hasilnya. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai
berikut :
Grafik 2.17Inflasi (qtq) Sub KelompokMakanan, M inuman,
Rokok dan Tembakau
Grafik 2.18 Inflasi (qtq) Sub Kelompok Perumahan, Air,
Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Grafik 2.15Inflasi (qtq) Sub KelompokBahan Makanan Grafik 2.16Inflasi (qtq) Sub KelompokBahan Makanan
34
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Tembakau dan Minuman Beralkohol
Secara triwulanan, komoditas pada sub
kelompok ini yang mengalami inflasi
tert inggi adalah rokok putih (2,99% ) dan
rokok kretek f ilter (1,99% ), namun
berdasarkan sumbangannya, penyumbang
inflasi terbesar adalah rokok kretek f ilter
dan rokok kretek.Berdasarkan grafik di
samping, tampak bahwa kedua komoditas
tersebut mengalami inflasi sejak tahun
2013 sebagai dampak kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok.Pada tahun 2014, produsen
kembali melakukan penyesuaian harga seiring dengan kenaikan pajak yang dikenakan
daerah kepada tembakau (10% ) walaupun cukai t idak mengalami kenaikan tahun 2014.
Berdasarkan hasil liaison ke salah satu produsen rokok besar di Jawa Timur, produsen masih
akan terus menaikkan harga rokok secara bertahap sebagai dampak kenaikan cukai di 2013
dan pajak daerah, sehingga komoditas ini masih akan menjadi salah satu penyumbang inflasi
di tahun 2014.
Telur, Susu dan Hasil-Hasilnya
Sub kelompok ini mengalami inflasi sebesar 9,29% (qtq) pada Triwulan II 2014,
meningkat signif ikan dibandingkan Triwulan I 2013 yang hanya mengalami inflasi 0,08% .
Inflasi terbesar pada sub kelompok ini terjadi pada komoditas telur ayam ras (25,79% -qtq),
disusul oleh susu untuk wanita (5,08% ) dan telur puyuh (4,99% ).
Tingginya inflasi sub kelompok ini, khususnya telur
ayam ras disebabkan baik oleh faktor permintaan
maupun penawaran. Dari sisi permintaan karena akan
t ibanya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
sehingga masyarakat meningkatkan pembelian
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi selama
bulan Ramadhan. Sedangkan dari sisi
penawaran, produksi telur ayam ras Jawa Timur
t idak hanya dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Timur saja.Berdasarkan informasi dari Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Timur, beberapa sentra produksi telur ayam ras seperti Blitar, Kediri,
Tulungagung dan Malang juga memasok kebutuhan telur ke beberapa provinsi di Indonesia
seperti DKI Jakarta, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Dengan mempertimbangkan
Grafik 2.20 Inflasi Sub KelompokTelur, Susu dan Hasil-
Hasilnya (qtq)
Grafik 2.19 Komoditas Penyumbang Inflasi Sub Kelompok
Tembakau dan M inuman Beralkohol (qtq)
35
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
pola konsumsi menjelang Hari Raya Idul Fitri, diproyeksi kebutuhan masyarakat akan telur
ayam ras masih akan meningkat hingga mencapai kisaran 118 ribu ton.
Daging dan Hasil-Hasilnya
Pada Triwulan II 2014, sub kelompok daging dan hasil-hasilnya mengalami inflasi
sebesar 6,05% (qtq), meningkat dibandingkan Triwulan I 2014 yang mencapai 0,13% .
Penyumbang utama inflasi sub kelompok ini adalah komoditas daging ayam ras (13,20% )
dan daging sapi (0,55% ).Kenaikan harga daging ayam ras terjadi pada tingkat peternak
sehingga mendorong pula kenaikan harga di
segmen tengkulak dan pedagang. Pemicu lain
peningkatan harga daging ayam ras adalah
masih berlanjutnya aturan terkait suplai bibit
ayam atau day old chicken (DOC) dan impor
bibit indukan ayam atau grand parent stock
(GPS) dari Kementerian Perdagangan yang
membatasi produksi ayam. Peraturan tersebut
dikeluarkan untuk melindungi jatuhnya harga ayam ras akibat t ingginya produksi DOC yang
akan merugikan peternak. Namun di sisi lain, peraturan tersebut mendorong kenaikan harga
khususnya di w ilayah yang t idak memiliki produksi ayam ras yang melimpah. Dari sisi
permintaan, sejalan dengan telur ayam ras t ingkat konsumsi masyarakat akan komoditas ini
juga meningkat menjelang hari bulan Ramadhan sehingga memicu pula kenaikan harga.
2.4. INFLASI TAHUNAN (yoy)
Secara tahunan, inflasi Jawa Timur pada Triwulan II 2014 mencapai 6,66% lebih t inggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (5,92% ) namun masih dibawah inflasi
nasional (6,70% ).Berdasarkan kelompoknya, kenaikan tert inggi terjadi pada kelompok
transportasi dan komunikasi (10,67% ), disusul oleh kelompok makanan, minuman, rokok
dan tembakau (7,25% ) dan kelompok bahan makanan (6,42% ). Sedangkan berdasarkan
sumbangannya, kelompok transportasi dan komunikasi juga menjadi penyumbang terbesar
(2,00% ), diikuti oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (1,33% ) dan
kelompok bahan makanan (1,28% ). Peningkatan inflasi tersebut masih merupakan imbas
dari, kenaikan BBM dan tarif listrik di tahun 2013, penyesuaian harga bahan bakar rumah
tangga di tahun 2014, f luktuasi produksi komoditas pertanian, penyesuaian tarip listrik
rumah tangga pada Triwulan II 2014, penyesuaian tarif transportasi di tahun 2014, belum
stabilnya nilai Rupiah dan pergerakan harga komoditas internasional.
Grafik 2.21 Inflasi Sub KelompokDaging dan Hasil-
Hasilnya (qtq)
36
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Berbeda dengan tahun 2013, pada tahun 2014 kelompok sandang mulai mengalami
inflasi sebagai dampak kenaikan harga emas internasional dan depresiasi Rupiah. Demikian
pula dengan kelompok kesehatan yang selama tahun 2013 mengalami inflasi relatif rendah,
pada tahun 2014 mulai meningkat mencapai 4,95% salah satunya sebagai dampak
penyesuaian harga akibat penerapan PPN BM pada barang kebutuhan sehari-hari.
Jika dibandingkan dengan Juni 2013, mayoritas kelompok mengalami kenaikan inflasi,
dimana kenaikan terbesar terjadi pada kelompok sandang (5,01% ) dan kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan (10,67% ).Tingginya inflasi pada kelompok
sandang dipengaruhi utamanya oleh pergerakan harga komoditas emas perhiasan. Secara
internal, akan t ibanya Hari Raya Idul Fitri direspon dengan peningkatan permintaan
masyarakat akan emas perhiasan. Sedangkan dari sisi eksternal, peningkatan harga emas
dunia (dari US$ 1.251/oz menjadi US$ 1.318/oz pada akhir Juni 2014) dan melemahnya nilai
tukar Rupiah yang pada akhir Juni 2014 mencapai Rp11.892/US$ (Mei 2014 : Rp11.532/US$)
merupakan kombinasi yang menyebabkan inflasi emas perhiasan meningkat signif ikan
Grafik 2.23 Inflasi Kelompok Bahan Makanan, Makanan
Jadi, Sandang dan Tranpor (yoy) 2010-2014
Tabel 2.3
Inflasi Jawa Timur (yoy) Per Kelompok Barang
Sumber: BPS, data diolah
Grafik 2.22 Inflasi Tahunan (yoy) Sub Kelompok 2013 -
2014
Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw I Tw II Tw III Tw I Tw II
Umum 5.92 7.78 7.59 6.59 6.66 5.92 7.78 7.59 6.59 6.66
1 Bahan M akanan 11.27 13.20 11.78 5.98 6.42 2.27 2.76 2.38 1.23 1.28
2 M amin, Rokok & Tembakau 6.12 5.83 6.19 6.46 7.25 1.00 0.93 1.00 1.05 1.19
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB 4.53 5.46 6.09 5.41 5.40 1.14 1.33 1.50 1.33 1.33
4 Sandang -2.25 -0.29 -1.88 1.88 5.01 -0.15 -0.02 -0.12 0.12 0.33
5 Kesehatan 3.69 3.80 3.59 3.95 4.95 0.19 0.19 0.18 0.19 0.25
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4.40 2.91 3.63 2.65 3.00 0.40 0.25 0.32 0.23 0.26
7 Transpor, Komunikasi 5.23 12.61 12.94 13.33 10.67 0.92 2.36 2.42 2.47 2.00
2013 20142014No Kelompok Barang
Inflasi YOY Sumbangan Inflasi YOY
2013
37
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
sebesar 10,58% (Juni 2013 : -9,76% - yoy). Sedangkan inflasi pada kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan utamanya disebabkan oleh inflasi angkutan udara yang
mencapai 47,34% .
Berbeda dengan kedua kelompok sebelumnya, kelompok bahan makanan walaupun
masih mengalami inflasi (6,42% -yoy) namun berada pada t ingkat yang lebih
rendahdibandingkan Juni 2013 (11,27% ). Termoderasinya inflasi kelompok bahan makanan
sebagaimana yang telah diproyeksi pada periode sebelumnya disebabkan oleh koreksi harga
pada sub kelompok bumbu-bumbuan (-10,72% ), sayur-sayuran (0,90% ) dan buah-buahan
sebagai dampak telah dimulainya musim panen dan telah hilangnya dampak kebijakan
pengendalian impor produk hort ikultura di awal tahun 2013. Penurunan yang lebih dalam
tertahan oleh inflasi sub kelompok ikan segar (16,00% ) dan lemak dan minyak (12,27% ).
2.5. INFLASI M ENURUT KOTA
Pada tahun 2014 ini, terdapat penambahan kabupaten/kota yang diukur inflasinya
secara nasional yaitu dari 7 (tujuh) kabupaten/kota menjadi 8 (delapan)
kabupaten/kota.Secara tahunan (yoy), inf lasi tert inggi terjadi di Kota Banyuwangi (7,17% ),
disusul kemudian Probolinggo (7,04% ), Malang (6,91% ), Surabaya (6,57% ), Kediri (6,54% ),
Jember (6,53% ), Madiun (6,42% ) dan Sumenep (6,00% ). Sedangkan secara bulanan, inflasi
tert inggi terjadi di Sumenep (0,70% ), Kediri (0,52% ), Probolinggo (0,47% ), Madiun (0,43% ),
Banyuwangi dan Surabaya (0,37% ), Malang (0,31% ) dan Jember (0,12% ).
Grafik 2.24.Inflasi Tahunan (yoy) Kelompok Bahan
Makanan Tahun 2013 - 2014
Grafik 2.25.Inflasi (yoy) Kelompok Transpor, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
38
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Secara bulanan, terjadinya inflasi di 8 (delapan) Kabupaten/Kota tersebut mayoritas
disebabkan peningkatan harga pada kelompok bahan makanan (khususnya daging, telur dan
bumbu-bumbuan), kelompok makanan, minuman, rokok dan tembakau, serta kelompok
sandang sebagai dampak t ingginya permintaan menjelang bulan Ramadhan. Kabupaten
Sumenep mengalami inflasi terbesar untuk kelompok bahan makanan (1,65% - mtm)
khususnya untuk bumbu-bumbuan (7,43% ) dan telur, susu dan hasil-hasilnya (4,04% ). Hal
ini karena Kabupaten Sumenep bukan merupakan sentra utama untuk komoditas bumbu-
bumbuan dan telurayam ras sehingga ketersediaan komoditas tersebut di pasar tergantung
pada kelancaran distribusi dari daerah lain. Inflasi tert inggi untuk kelompok makanan,
minuman, rokok dan tembakau terjadi di Kota Kediri (0,88% ) khususnya pada sub kelompok
tembakau dan minuman beralkohol (1,45% ). Kota Kediri merupakan salah satu produsen
rokok terbesar di Indonesia sehingga perubahan t ingkat harga rokok akibat penyesuaian
cukai dan pajak daerah akan langsung direspon oleh masyarakat (pedagang dan konsumen)
di Kota tersebut.
Tabel 2.4 Inflasi 8 Kota di Jawa Timur
Sumber: BPS, Data diolah.
Grafik 2.27.Perbandingan Inflasi Tahunan (yoy)
8 Kota di JawaTimur
Grafik 2.26.Perbandingan Inflasi Tahunan (mtm)
8 Kota di JawaTimur
Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Jawa Timur 0.11 3.72 0.73 1.58 0.58 5.93 7.78 7.59 6.59 6.66
Surabaya 0.11 3.66 0.69 1.65 0.71 5.86 7.75 7.52 6.36 6.57
M alang 0.35 3.69 0.92 1.51 0.55 6.46 8.17 7.92 7.19 6.91
Kediri 0.60 4.07 0.68 1.35 0.30 6.05 7.78 8.05 7.00 6.54
Jember -0.25 3.95 0.57 1.32 0.56 5.38 7.77 7.21 6.50 6.53
Sumenep -0.53 3.33 0.46 1.63 0.19 5.59 6.79 6.63 5.45 6.00
Probolinggo 0.03 4.05 0.87 1.13 0.45 6.39 8.02 7.96 7.22 7.04
M adiun -0.31 3.77 0.77 1.71 0.27 5.10 7.23 7.52 6.23 6.42
Banyuwangi 1.82 0.18 6.71 7.17
2013 2014 2013 2014Wilayah
Inflasi Triwulanan (qtq) Inflasi Tahunan (yoy)
39
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Sedangkan inflasi kelompok sandang tert inggi terjadi di Kabupaten Sumenep
(1,73% ) khususnya pada sandang anak-anak (3,21% ). Hal ini menunjukkan t ingginya animo
masyarakat di Kabupaten Sumenep untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri dengan
meningkatkan konsumsi sandang.
Inflasi tert inggi periode ini terjadi di Kabupaten Banyuwangi (7,17% ) melalui
kenaikan harga bawang merah dan bawang putih sebesar 12,24% dan 10,71% (mtm) yang
mendorong inflasi bahan makanan meningkat menjadi 0,92% (mtm) atau 14,05% (yoy).
Sedangkan inflasi terendah berada di Kabupaten Sumenep melalui koreksiharga komoditas
ikan-ikanan (tongkol pindang : -4,59% dan tongkol/ambu-ambu : -6,46% ) sehingga
mendorong inflasi kelompok bahan makanan hanya mengalami inflasi sebesar 3,87% (yoy).
Sedangkan berdasarkan kelompok barang penyumbang inflasi, sumber tekanan
inflasi di 8 (delapan) kabupaten/kota pada Triwulan II 2014 ini secara tahunan bersumberdari
2 (dua) kelompok utama yaitu kelompoktransportasi, komunikasi dan jasa keuangan dan
kelompok bahan makanan.Hal ini karena t ingginya bobot kedua kelompok tersebut dalam
konsumsi masyarakat yang mencapai 18,63% dan 20,11% . Selain itu, penyebab yang relatif
sama dan berdampak serupa di seluruh w ilayah di Jawa Timur yaitu kenaikan tarif angkutan
udara serta peningkatan konsumsi menjelang bulan Ramadhan (khususnya daging ayam ras
dan telur ayam ras) menyebabkan kelompok yang terdampak juga relatif sama.
Sumber : BPS, data diolah
Tabel 2.5 Inflasi 8kota di Jawa Timur per Kelompok Barang & Jasa
Triwulan II-2014 (% yoy)
Tabel 2.6 Sumbangan Inflasi 8 Kota di Jawa Timur Per Kelompok Barang & Jasa
Triwulan II-2014 (% yoy)
Sumber : BPS, data diolah
Kelompok Barang Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Banyuwangi
Umum 6.66 6.57 6.91 6.54 6.53 6.00 7.04 6.42 7.17
Bahan M akanan 6.42 6.84 3.84 2.15 8.01 3.87 7.35 5.38 14.05
M amin, Rokok & Tembakau 7.25 7.34 7.64 9.13 5.16 9.24 9.12 10.38 1.30
Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB 5.40 5.43 5.65 5.25 4.95 4.46 6.13 5.05 5.01
Sandang 5.01 5.35 4.36 5.78 3.49 7.09 2.48 3.00 7.12
Kesehatan 4.95 5.20 3.79 5.79 9.29 6.29 2.98 4.17 1.77
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3.00 2.95 1.66 6.96 2.35 6.11 4.01 5.51 0.87
Transpor, Komunikasi 10.67 10.01 15.51 10.54 9.37 7.41 9.82 7.74 6.61
Kelompok Barang Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Banyuwangi
Umum 6.66 6.57 6.91 6.54 6.53 6.00 7.04 6.42 7.17
Bahan M akanan 1.28 1.33 0.69 0.44 1.91 0.95 1.89 1.04 4.39
M amin, Rokok & Tembakau 1.19 1.20 1.27 1.65 0.75 1.45 1.56 1.95 0.18
Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB 1.33 1.40 1.44 1.15 0.98 0.90 1.10 1.21 0.85
Sandang 0.33 0.37 0.25 0.30 0.22 0.53 0.15 0.17 0.58
Kesehatan 0.25 0.26 0.18 0.29 0.47 0.35 0.14 0.24 0.07
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.26 0.25 0.16 0.53 0.20 0.50 0.37 0.48 0.06
Transpor, Komunikasi 2.00 1.80 3.11 2.27 2.06 1.37 1.88 1.38 1.25
40
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.6. DISAGREGASIINFLASI
Berdasarkan disagregasinya, secara tahunan inflasi Jatim didorong oleh peningkatan
harga kelompok administered price dan volatile foods pada t ingkat14,09% dan 6,15% ,
sedangkan kelompok core inflation sedikit meningkat yaitu sebesar 4,92% (yoy).Berdasarkan
sumbangannya, inflasi terbesar oleh kelompok core inflation(3,09% ), disusul oleh
administered price(2,48% ) dan kelompok volatile foods(1,09% ).Fluktuasi harga komoditas
internasional, dampak pelemahan nilai Rupiah serta berbagai kebijakan Pemerintah selama 1
(satu) tahun terakhir telah ditransmisikan oleh para pelaku usaha kepada t ingkat harga
konsumen.
Inflasi kelompok volatile food telah kembali kepada pola normalnya sejak akhir
Triwulan I 2014 yaitu berada di kisaran 5% - 8% sebagai dampak telah dimulainya panen
raya khususnya untuk komoditas beras dan hort ikultura. Inflasi kelompok administered price
mulai melambat walaupun belum kembali kepada pola normalnya yang utamanya
disebabkan oleh penyesuaian tarif transportasi dan bahan bakar rumah tangga. Inflasi
kelompok ini diproyeksi kembali kepada pola normalnya (kisaran 2% - 4% ) pada Juli 2014
sebagai dampak telah hilangnya unsur base year IHK 2013.
Grafik 2.28. Disagregasi Inflasi Jawa Timur (yoy) Grafik 2.29. Perbandingan Disagregasi Inflasi Jatim &
Rata-Ratanya(yoy)
Grafik 2.30.Perbandingan Disagregasi Inflasi Jawa Timur
(mtm) Grafik 2.31.Disagregasi Inflasi (mtm) Jawa Timur
41
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Berbeda dengan disagregasi tahunan, secara bulanan inflasi Jawa Timur pada Triwulan II 2014
lebih didorong oleh inflasi kelompok volatile food (0,99% - mtm) dengan sumbangan sebesar 0,17% ,
disusul oleh kelompok core inflation (0,24% ) yang menyumbang inflasi sebesar 0,15% dan kelompok
administered price (0,20% ) dengan sumbangan inf lasi sebesar 0,04% . Rendahnya inflasi kelompok
administered price karena terjadinya deflasi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan (-0,05% ) yang disebabkan koreksi tarip kereta api (-4,00% ) dan angkutan udara (-0,06% )
akibat minimnya hari libur nasional apda Juni 2014.
Volat i le f oods
Kelompok volatile food mengalami inf lasi sebesar 0,99% (mtm) atau 6,15% (yoy),
meningkat dibandingkan Mei 2014 yang mengalami deflasi -0,56% (mtm) atau 5,71% (yoy)
dan menyumbang inflasi Jatim sebesar 1,09% (yoy).Secara bulanan, tekanan inflasi pada
kelompok ini utamanya didorong oleh sub kelompok bumbu-bumbuan (5,58% -mtm), telur,
susu dan hasil-hasilnya (2,73% ) dan daging dan hasil-hasilnya (2,26% ). Sedangkan
berdasarkan komoditasnya, penyumbang utama inflasi adalah bawang merah (19,10% ),
bawang putih (19,03% ), telur ayam ras (7,83% ) dan daging ayam ras (4,26% ).
Sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami inflasi terbesar di kelompok bahan
makanan, disumbang oleh kenaikan harga bawang merah dan bawang putih masing-masing
sebesar 19,10% dan 19,03% . Sedangkan komoditas cabai merah dan cabai raw it yang pada
periode sebelumnya sempat menjadi penyumbang inflasi, pada periode ini justru mengalami
deflasi sebesar -4,34% dan -14,25% . Tingginya inflasi bawang merah dan bawang putih
disebabkan baik oleh sisi permintaan maupun penawaran.
Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi komoditas tersebut di masyarakat
sehubungan dengan persediaan pangan dan belanja kebutuhan menjelang bulan puasa
menjadi pendorong utama.Peningkatan permintaan tersebut t idak diimbangi sisi penawaran
yang memadai karena beberapa daerah sentra produksi bawang merah di Nganjuk masih
mengalami musim tanam dan dipanen bulan September. Sedangkan di Probolinggo,
beberapa petani mengalihkan penanaman lahannya dari bawang merah menjadi jagung
karena faktor iklim yang relatif kering dan rendahnya harga bawang merah di pasaran yang
merugikan petani bawang merah. Berdasarkan pola produksi bawang merah di Jawa Timur,
pada bulan Mei dan Juni t ingkat produksi bawang merah hanya mencapai 3,42% dan
6,56% dari total produksi selama 1 (satu) tahun dan meningkat kembali pada bulan Juli dan
Agustus di kisaran 12% -13% per bulan. Sementara kenaikan harga bawang putih
merupakan dampak kenaikan harga di pasar internasional dari USD 580 per ton menjadi USD
640 sebagai pengaruh berkurangnya hasil panen di Tiongkok.
42
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Penyumbang inflasi terbesar kedua adalah telur ayam ras (7,83% -mtm atau 2,73% -
yoy) yang disebabkan faktor t ingginya permintaan masyarakat. Inflasi telur ayam ras tert inggi
terjadi di Sumenep (11,59% ) dan terendah di Banyuwangi (1,08% ). Berdasarkan informasi
dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, beberapa sentra produksi telur ayam ras seperti
Blitar, Kediri, Tulungagung dan Malang juga memasok kebutuhan telur ke beberapa provinsi
di Indonesia seperti DKI Jakarta, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara sehingga t idak
seluruhnya dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Timur.
Sub kelompok daging dan hasil-hasilnya melalui komoditas daging ayam ras juga
menjadi salah satu penyumbang utama inflasi kelompok volatile foods. Inflasi komoditas ini
terjadi di 8 Kabupaten/Kota dengan inflasi tert inggi di Madiun (6,84% ) dan terendah di
Jember (1,38% ). Masih sejalan dengan periode sebelumnya kenaikan harga terjadi pada
t ingkat peternak sehingga mendorong pula kenaikan harga di segmen tengkulak dan
pedagang. Pemicu lain peningkatan harga daging ayam ras adalah masih berlanjutnya aturan
terkait suplai bibit ayam atau day old chicken (DOC) dan impor bibit indukan ayam atau
grand parent stock (GPS) dari Kementerian Perdagangan yang membatasi produksi ayam.
Core Inf lat ion
Inflasi kelompok ini relatif turun dari 0,31% (mtm-Mei 2014) menjadi 0,24% (Juni
2014). Sedangkan secara tahunan sedikit meningkat dari 4,73% (Mei 2014) menjadi 4,92%
(Juni 2014) dan menyumbang inflasi Jatim sebesar 3,09% .Penyebab peningkatan inflasi inti
berasal dari aspek eksternal dan internal.
Dari sisi eksternal, tekanan inflasi inti meningkat terutama didorong oleh depresiasi
nilai tukar Rupiah. Secara rata-rata bulanan, nilai tukar Rupiah melemah cukup signif ikan
yakni sebesar 3,01% (mtm) dari Rp11.532 (Mei) ke Rp11.892 (Juni). Dampak pelemahan nilai
tukar ini tertahan oleh berlanjutnya penurunan harga komoditas global yang terkait dengan
impor. Walaupun tekanan eksternal meningkat, namun belum secara signif ikan
mempengaruhi t ingkat harga di Jawa Timur pada periode ini, tercermin dari inflasi core
traded yang hanya sebesar 0,34% relatif stabil dibandingkan Mei 2014 (0,36% ).
Dari sisi internal, tekanan inflasi inti bersumber dari kelompok makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau (0,46% -mtm) dan kelompok sandang (0,52% ) yang tercermin dari
peningkatan harga makanan ringan/snack (2,15% ) dan emas perhiasan 0,71% . Berdasarkan
pembentuknya, secara bulanan kelompok inti tradable mengalami peningkatan yang lebih
besar dibandingkan non tradable namun dengan trend menurun dibandingkan di awal
tahun. Sedangkan secara tahunan, inflasi inti tradable mengalami trend yang meningkat
43
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
dibandingkan tahun sebelumnya sebagai dampak depresiasi Rupiah dan kondisi eksternal
yang masih belum stabil.
Dari sisi ekspektasi, terdapat penurunan optimisme masyarakat terhadap
perkembangan perekonomian di Jawa Timur yang tercermin dari penurunan Indeks
Keyakinan Konsumen (dari 124,41-Mei 2014 menjadi 119,41-Juni 2014). Penurunan tersebut
didorong oleh turunnya Indeks Ekspektasi Konsumen (dari 129,62-Mei 2014 menjadi 124,80-
Juni 2014) dan Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (dari 119,20-Mei 2014 menjadi 114,02-Juni
2014). Sedangkan perubahan harga secara umum dalam 3 bulan yang akan datang
menunjukkan ekspektasi peningkatan kenaikan harga utamanya didorong oleh
meningkatnya ekspektasi pada kelompok kesehatan. Sebaliknya, dalam jangka waktu yang
lebih panjang (6 bulan) ekspektasi masyarakat kembali turun seiring dengan berlalunya
potensi tekanan inflasi di Triwulan III 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa pada Juni 2014
relatif rendahnya ekspektasi masyarakat mendorong inflasi yang stabil dan terkendali.
Administered Price
Inflasi administeredprice pada Juni 2014 secara bulanan melambat dari 0,56% (Mei
2014) menjadi 0,20% (Juni 2014). Sedangkan secara tahunan turun dari 17,83% (Mei 2014)
menjadi 14,09% (Juni 2014) serta menyumbang inflasi Jawa Timur sebesar 2,48% , sebagai
dampak deflasi sub kelompok transportasi.
Melambatnya inflasi kelompok administered
price karena adanya deflasi sub kelompok
transportasi sebesar -0,09% melalui penurunan tarif
kereta api (-4,00% ) dan angkutan udara (-0,06% ).
Penyumbang utama inflasi pada periode laporan
adalah kenaikan tarif listrik (1,55% ) sebagai
dampak penyesuaian tarif pada kelompok rumah
Grafik 2.32.Indeks Keyakinan & Ekspektasi Konsumen Grafik 2.33 .Ekspektasi Harga Pedagang yang Akan
Datang
Inflasi mtm
(%)
Sumbangan
(%)
Tarip Listrik 1.3449 0.0369
Rokok Kretek Filter 0.4528 0.0069
Rokok Kretek 0.5053 0.0043
Tarip Jalan Tol 2.0061 0.0012
Komoditas
Jun-14
Tabel 3. Komoditas Penyumbang Inflasi dan
Deflasi Kelompok Administered Price
Tabel 2.7. Komoditas Penyumbang Inflasi dan
Deflasi Kel. Administered Price
44
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
tangga R3 (>6.600 VA) yang proporsi pelanggannya di Jawa Timur hanya sebesar 0,23% dan
proporsi penggunaan (KWH) mencapai 2,85% . Selain transportasi dan tarif listrik, sub
kelompok tembakau dan minuman beralkohol juga mengalami kenaikan harga yaitu rokok
kretek (0,51% ) dan rokok kretek f ilter (0,45% ). Peningkatan harga tersebut terjadi akibat
penyesuaian harga yang dilakukan oleh produsen seiring dengan kenaikan pajak yang
dikenakan daerah kepada tembakau (10% ) walaupun cukai t idak mengalami kenaikan tahun
2014.
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
BOKS IV
Konektivitas Daerah Untuk Memperkuat Perdagangan Antar Daerah
Konektivitas merupakan aspek yang penting dalam konstelasi perdagangan antar
w ilayah di Jawa Timur. Suatu w ilayah memiliki ketergantungan yang t inggi pada w ilayah lain
baik sebagai pengguna output yang dihasilkan w ilayah lain maupun sebagai penyuplai input
bagi w ilayah lain. Namun demikian, ketersediaan data perdagangan antar w ilayah cenderung
terbatas. Focus Group Discussion dilakukan terhadap pelaku usaha di Jawa Timur pada
komoditas strategis (beras, daging ayam, daging sapi, dan rokok) untuk mengetahui
gambaran alur perdagangan antar w ilayah di Jawa Timur.
Gambar 1. Peta Distribusi Beras Jatim Gambar 2. Lima Provinsi Terbesar Tujuan Ekspor
Beras
Komoditas beras Jatim yang menyumbang 17,18% stok beras nasional yang
dihasilkan dari Kabupaten/Kota di w ilayah Barat Utara Jatim. Wilayah tersebut terdiri dari
Madiun, Jombang, Nganjuk, Ngawi yang menyumbang 45% produksi beras Jatim. Surplus
beras (terutama di bulan Februari dan Maret)
setelah dikurangi untuk konsumsi Jatim (69% ),
sisanya didistribusikan ke w ilayah lain yang
mengalami defisit. Lima besar provinsi tujuan
ekspor beras Jatim adalah Sumatera Utara
(15,08% ), NTT (13,80% ), Papua (11,28% ),
Sumatera Barat (6,17% ) dan Jawa Tengah (4,13% ).
Hal ini juga merupakan salah satu langkah dalam
menjaga kestabilan harga beras, terutama saat mengalami kelebihan pasokan.
Gambar 3. Provinsi Tujuan Ekspor Daging
Ayam Jatim
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
Komoditas daging ayam sebanyak 49% digunakan untuk memenuhi kebutuhan
Jatim, sementara itu sisanya didistribusikan ke Provinsi lain. Indonesia Timur merupakan
tujuan utama ekspor daging ayam, terutama Papua (16% ) dan Kalimantan (14% ). Pasokan
daging ayam diperoleh dari peternak inti plasma yang berada di Kabupaten Blitar,
Probolinggo dan Jombang. Pola serupa juga terlihat pada komoditas daging sapi yang banyak
didistribusikan ke Kalimantan Barat dan DKI Jakarta.
Sementara untuk komoditas rokok yang merupakan komoditas industri unggulan
Jatim banyak didistribusikan hampir merata ke seluruh w ilayah Indonesia. Jawa Timur
menyumbang 30-40% produksi rokok nasional yang didukung oleh produsen di Kota Kediri,
Malang dan Surabaya.
Dilihat dari sisi komponen biaya logist ik, Indonesia memiliki biaya logist ik yang paling
t inggi di Asia Tenggara, yaitu 25-30% dari PDB (Prasetyo, 2012). Di Jawa Timur, rata-rata
biaya logist ik komoditas strategis tersebut berkisar antara 5-20% dari total biaya. Komoditas
daging ayam dan daging sapi memiliki komponen biaya logist ik sebesar 5-10% jika dikirim ke
Provinsi di Jawa, dan 10-20% jika dikirim ke luar Jawa. Komoditas ini memerlukan biaya
logist ik yang lebih besar dikarenakan daging yang dijual ke luar Jawa sebanyak 80% dikirim
dalam bentuk frozen untuk antisipasi terhadap waktu pengiriman yang panjang (8 hari dari
Jawa ke Papua). Kapal khusus yang mengakomodasi komoditas beku juga relatif terbatas.
Komoditas daging ayam yang dikirim Jatim ke luar Jawa harus melalui Pelabuhan Tanjung
Priok Jakarta, sedangkan untuk komoditas daging sapi harus dikirim melalui Pelabuhan
Tanjung Mas, Jawa Tengah. Kondisi demikian disebabkan biaya pengangkutan dengan kapal
khusus dari pelabuhan Tanjung Perak (Jatim) lebih mahal dibandingkan kedua pelabuhan
tersebut.
Biaya logist ik komoditas rokok berkisar antara 5-7% untuk produsen berskala besar.
Sementara, perusahaan berskala kecil memiliki biaya logist ik yang lebih besar, yakni 15-20% .
Hal ini dikarenakan perusahaan berskala besar lebih mampu mengoptimalkan penggunaan
sumber dayanya sehingga menikmati keunggulan karena efisiensi produksi dan distribusi.
Konektivitas perdagangan Jawa Timur akan semakin terakselerasi dengan dukungan
infrastruktur yang memadai. Perkembangan MP3EI Jawa Timur hingga periode ini
menunjukkan progress yang relatif baik. Pelabuhan Teluk Lamong senilai Rp4,1 triliun telah
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II 2014
terselesaikan hingga 90% dan berencana operasi pada September/Oktober 2014. Sementara
itu, proyek double track senilai Rp19,4 triliun telah terselesaikan 97,6% untuk w ilayah Jatim
dan berencana operasi pada Desember 2014. Selanjutnya, pada tahun 2015 akan dimulai
pembangunan monorail dan trem di tengah kota Surabaya senilai Rp760 miliar. Pada bulan
Juli 2014, Bandara Notohadinegoro di Jember juga telah diresmikan.
Bab 3
Perkembangan Perbankan
dan Sistem Pembayaran
40
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
3 PERKEM BANGAN PERBANKAN & SISTEM PEM BAYARAN
Kinerja perbankan di Jaw a Timur pada triw ulan II 2014, secara umum masih
menunjukkan perkembangan yang relatif baik. Aset dan penghimpunan dana
masyarakat (DPK) masih lebih tinggi dari periode sebelumnya, sementara penyaluran
kredit mengarah perlambatan. Risiko likuiditas (LDR) membaik ditengah risiko kredit
(NPL) yang cenderung meningkat.
Aset perbankan tercatat sebesar Rp451,85 triliun atau tumbuh 16,32% (yoy), lebih
t inggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 15% (yoy). Kenaikan aset diimbangi dengan
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 16,62% (yoy) atau sebesar Rp356,39
triliun dan pertumbuhan kredit mencapai 19,18% atau sebesar Rp325,98 triliun. DPK tumbuh
lebih t inggi dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan penyaluran kredit yang disalurkan
berdasarkan lokasi kantor bank di Jawa Timur ini mulai mengarah perlambatan. Kondisi ini
mendorong risiko likuiditas yang tercermin dari rasio LDR cenderung membaik meskipun masih
mencatatkan angka yang relatif t inggi sebesar 91,47% , sedangkan risiko kredit mulai
mengarah peningkatan di level 2,12% .
Tabel 3.1
Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum & BPR) di Jawa Timur
I II III IV I II
370,89 388,44 416,27 429,98 426,52 451,85
19,18 17,63 18,70 18,80 15,00 16,32
298,33 305,60 322,67 340,71 338,06 356,40
14,89 12,98 14,29 14,67 13,32 16,62
252,70 273,52 292,79 310,96 311,66 325,98
27,08 26,25 27,07 26,15 23,33 19,18
289,18 310,63 331,53 349,92 351,61 369,97
26,41 25,27 24,83 24,40 21,59 19,10
2,30 2,16 2,06 1,80 2,11 2,16
2,25 2,14 1,98 1,98 2,22 2,30
84,70 89,50 90,74 91,27 92,19 91,47
98,38 103,19 104,25 104,13 104,07 103,88
NPL LP (%)
LDR LB(%)
LDR LP(%)
Kredit Lokasi Bank (LB)
Pertumbuhan (%yoy)
Kredit Lokasi Proyek (LP)
Pertumbuhan (%yoy)
NPL LB (%)
2014
Total Aset
Pertumbuhan (%yoy)
Dana Pihak Ketiga
Pertumbuhan (%yoy)
INDIKATOR BANK UMUM DAN BPR
(Triliun Rp)
2013
41
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Sementara penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek yang menunjukkan jumlah
seluruh dana perbankan yang masuk ke Jawa Timur mencapai angka Rp369,97 triliun. Kondisi
ini menandakan adanya aliran dana bersih yang masuk (net inf low) ke Jawa Timur mencapai
Rp44,52 triliun, setelah memperhitungkan jumlah kredit yang disalurkan oleh kantor bank yang
berdomisili di Jawa Timur sebesar Rp325,45 triliun. Angka net inf low Rp44,52 triliun ini, lebih
t inggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya Rp40,34 triliun.
Namun demikian, angka pertumbuhan tahunan (yoy) penyaluran kredit berdasarkan
lokasi proyek ini juga mengarah perlambatan yang hanya mencapai 19,10% , lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (21,59% ). Sementara dengan
membandingkan sumber dana yang berhasil dihimpun kantor bank yang berdomisili di Jawa
Timur sebagaimana tercermin dari rasio LDR, perlambatan tersebut mendorong penurunan
angka LDR dari 104,07% (triwulan I-2014) menjadi 103,88% .
Di sisi lain, sebagai urat nadi perekonomian, perlambatan penyaluran kredit baik dari
kantor bank yang berlokasi di Jawa Timur maupun berdasarkan lokasi proyek, diyakini turut
menahan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan ini di level 5,94% (triwulan I-
2014 : 6,40% ). Oleh karena itu, penting bagi berbagai pihak terutama pelaku usaha untuk
melakukan terobosan dan menggali potensi sumber dana dari luar perbankan, ataupun
melakukan bauran kebijakan guna menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ke
depannya.
3.1. PERKEM BANGAN KINERJA BANK UM UM
Kinerja Bank Umum di Jawa Timur sampai dengan triwulan II 2014 secara umum masih
menunjukkan perkembangan posit if dan menunjukkan terlaksananya fungsi intermediasi
dengan baik. Tercatat aset bank umum pada periode laporan mencapai Rp442,61 triliun atau
tumbuh 16,64% (yoy), lebih t inggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya
sebesar 15,19% (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun Bank Umum mencapai
Rp350,74 triliun atau tumbuh 16,72% (yoy), lebih t inggi dibandingkan periode sebelumnya
sebesar 13,33% (yoy). Penyaluran kredit masih mencatat pertumbuhan yang cukup t inggi
meski dengan tren perlambatan dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan kredit
melambat dari 23,49% (yoy) pada triwulan I-2014 menjadi 19,41% (yoy) pada periode laporan,
dengan nominal Rp318,59 triliun. Perlambatan kredit tersebut mendorong perbaikan angka
LDR dari sebesar 91,57% menjadi 90,83% , meskipun masih dalam level yang relatif t inggi.
42
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Peningkatan DPK pada periode laporan terutama didorong oleh pertumbuhan tabungan
yang mencapai 22,5% (yoy). Kondisi tersebut didorong oleh adanya tren peningkatan suku
bunga rata-rata tert imbang DPK sejak pertengahan tahun 2013 seiring dengan kebijakan
kenaikan BI rate. Selain itu, adanya peningkatan pertumbuhan dana sektor pemerintah dari
12,64% (yoy) pada Triwulan I 2014 menjadi 38,78% (yoy) pada periode laporan diperkirakan
disebabkan oleh adanya dana transfer dari pusat untuk daerah. Kenaikan suku bunga pada
akhirnya juga menahan laju pertumbuhan kredit di level 19,47% (yoy) pada periode laporan.
Kendati pertumbuhan kredit mengalami perlambatan, namun fungsi intermediasi bank
umum di Jawa Timur yang tercermin dari besar Loan to Deposit Ratio (LDR) masih relatif baik
meskipun sudah mencatatkan angka yang cukup t inggi di level 90,83% . Tingginya penyaluran
kredit dimaksud didukung oleh terjaganya risiko kredit atau Non Performance Loan (NPL)yang
relatif rendah sebesar 2,12% , meskipun mulai cenderung meningkat dibandingkan dua periode
sebelumnya. Berdasarkan kelompok bank, rasio LDR terbesar pada periode ini ada pada bank
asing dengan prosentase sebesar 124,05% , disusul kemudian dengan bank pemerintah yang
tercatat sebesar 102,15% , dan bank swasta dengan LDR sebesar 77,82% .
INDIKATOR BANK UM UM
(Triliun Rp) I II III IV I II
Total Aset 362,32 379,47 406,88 420,52 417,36 442,61
Growth Aset (% yoy) 19,10 17,52 18,74 18,93 15,19 16,64
Dana Pihak Ketiga 293,35 300,50 317,37 335,31 332,45 350,74
Growth DPK (% yoy) 14,82 12,93 14,33 14,74 13,33 16,72
Kredit Lokasi Bank 246,51 266,82 285,87 304,11 304,41 318,60
Growth Kredit (% yoy) 27,27 26,41 27,27 26,41 23,49 19,41
Kredit Lokasi Proyek 282,99 303,93 324,60 343,07 344,76 363,11
Growth Kredit (% yoy) 26,55 25,39 24,96 24,59 21,83 19,47
LDR Lokasi Bank (% ) 84,03 88,79 90,08 90,70 91,57 90,83
LDR Lokasi Proyek (% ) 96,47 101,14 102,28 102,32 103,70 103,53
NPL Lokasi Bank (% ) 2,26 2,12 2,01 1,75 2,07 2,12
NPL Lokasi Proyek (% ) 2,25 2,14 1,96 1,96 2,18 2,27
2013 2013
Tabel 3.2
Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur
43
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Bank Pemerintah masih mendominasi penyaluran kredit Bank Umum di Jawa Timur
mencapai angka sebesar Rp161,56 triliun atau 50,71% dari total kredit. Disusul Bank Umum
Swasta sebesar Rp137,82 triliun atau 43,26% . Sedangkan Bank Asing hanya sebesar Rp19,22
triliun atau 6,03% .
ASET DAN AKTIVA PRODUKTIF
Pada periode pertengahan tahun 2014 (triwulan II), total aset Bank Umum di Jawa
Timur tumbuh sebesar 16,64% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih t inggi apabila dibandingkan
dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya sebesar 15,19% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan jumlah aset Bank Umum di Jawa Timur didorong oleh peningkatan
Graf ik 3.2Perkembangan LDR per Kelompok Bank
Graf ik 3.1Perkembangan LDR
Graf ik 3.3 Pertumbuhan Indikator Utama Perbankan (yoy)
0,000,501,001,502,002,503,003,50
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%LDR (%) NPL (%) rhs
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00120,00140,00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
LDR Bank Pemerintah
Bank Swasta Bank Asing
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
-
100.000.000
200.000.000
300.000.000
400.000.000
500.000.000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Aset Kredit DPK
g Aset g Kredit g DPK (%rhs)
44
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari sebesar 13,33% (yoy) pada triwulan I 2014
menjadi 16,72% (yoy) pada triwulan II 2014.
3.1.2. DANA PIHAK KETIGA (DPK)
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun Bank Umum di Jawa Timur pada
Triwulan II 2014 mencapai sebesar Rp350,74 triliun atau tumbuh 16,72% (yoy) dibandingkan
periode sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih rendah apabila dibandingkan pertumbuhan
Triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 13,33% (yoy).
Peningkatan kinerja penghimpunan DPK Bank Umum pada periode laporan didorong
oleh tren peningkatan suku bunga. Adanya peningkatan BI Rate yang cukup signif ikan dari
5,75% pada bulan Mei 2013 menjadi 7,5% pada Juni 2014 pada akhirnya mendorong
peningkatan suku bunga DPK dan Kredit. Rata-rata suku bunga tert imbang DPK meningkat dari
3,22% pada Juni 2013, dan 4,19% pada Maret 2014, menjadi 4,37% pada Juni 2014.
Graf ik 3.5 Perkembangan Total Aset Bank Umum
Graf ik 3.6 Proporsi Aset Bank Umum
Graf ik 3.7 Perkembangan DPK Bank Umum
5,00 7,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 21,00 23,00
-
100.000.000
200.000.000
300.000.000
400.000.000
500.000.000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Aset g Aset (% rhs)
46%
48%
6%
Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing
5,00
7,00
9,00
11,00
13,00
15,00
17,00
19,00
21,00
-
50.000.000
100.000.000
150.000.000
200.000.000
250.000.000
300.000.000
350.000.000
400.000.000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
DPK g DPK (%yoy) rhs
45
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Kenaikan suku bunga DPK meningkatkan minat masyarakat menyimpan dana dalam bentuk
tabungan dan deposito.
Berdasarkan bentuknya, struktur DPK Bank Umum di Jawa Timur pada Triwulan II 2014
masih didominasi oleh tabungan dengan nominal mencapai Rp147,57 triliun dengan proporsi
sebesar 42,07% dari total DPK. Menyusul deposito dengan prosentase sebesar 40,69% dengan
nominal Rp142,73 triliun dan terkecil dalam bentuk giro sebesar Rp60,44 triliun atau 17,23%
dari total DPK.
Dit injau dari sisi pertumbuhan, deposito masih memberikan kontribusi terbesar dengan
prosentase pertumbuhan sebesar 22,5% (yoy). Disusul giro dengan pertumbuhan 19,48%
(yoy). Sementara tabungan pada periode ini mencatat pertumbuhan lebih kecil yaitu sebesar
10,62% (yoy) pada periode laporan. Perlambatan pertumbuhan tabungan diperkirakan
didorong oleh penurunan suku bunga tabungan dari 1,81% pada Triwulan I 2014 menjadi
1,71% pada triwulan II 2014, dan didukung adanya momen libur tahun ajaran baru sekolah
sehingga meningkatkan kebutuhan dana masyarakat. Sementara giro dan deposito mencatat
peningkatan yang didorong oleh peningkatan suku bunga hingga 0,41% dari triwulan
sebelumnya.
Graf ik 3.8 Pertumbuhan Dana Pihak Ket iga (yoy)
Graf ik 3.9 Pertumbuhan Dana Pihak Ket iga (qtq)
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
% y
oy
Giro Tabungan Deposito
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
% (
qtq
)
Giro Tabungan Deposito
46
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Peningkatan suku bunga DPK bank umum di Jawa Timur terutama didorong oleh
peningkatan suku bunga Deposito, dari sebesar 7,26% pada Triwulan I 2014 menjadi sebesar
7,78% pada Triwulan II 2014. Suku bunga rata-rata tert imbang Giro meningkat dari sebesar
1,78% pada Triwulan I 2014 menjadi 2,18% pada Triwulan II 2014. Sementara itu suku bunga
rata-rata tert imbang tabungan pada periode laporan turun dari 1,80% menjadi 1,71% .
Penurunan suku bunga tabungan terjadi pada bank kelompok bank swasta dari 2,12% pada
trwulan I 2014 menjadi 1,89% pada periode laporan.
3.1.3. KREDIT
Sampai dengan TriwulanII 2014, fungsi intermediasi yang tercermin dari besar
penyaluran kredit oleh Bank Umum di Jawa Timur mulai mengarah perlambatan. Tercatat
jumlah kredit yang disalurkan mencapai sebesar Rp318,59 triliun atau tumbuh19,41% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya (23,49% ).
Graf ik 3.11 Komposisi DPK Bank Umum (%)
Graf ik 3.10 Perkembangan DPK PerJenisSimpanan
Graf ik 3.12 Perbandingan Suku Bunga Simpanan BI Rate
-20.000.000 40.000.000 60.000.000 80.000.000
100.000.000 120.000.000 140.000.000 160.000.000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Giro Tabungan Deposito
17%
42%
41%
Giro Tabungan Deposito
0,001,002,003,004,005,006,007,008,009,00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
Giro Tabungan Deposito DPK BI Rate
47
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Perlambatan penyaluran kredit secara tahunan ini (yoy), dampak dari perlambatan
pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja. Kredit investasi tumbuh melambat dari 33,84%
(yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 19,55% (yoy). Demikian pula dengan kredit modal kerja
yang tumbuh melambat dari 24,95% (yoy) menjadi 20,80% (yoy) pada Triwulan II 2014.
Sedangkan kredit konsumsi masih mencatatkan peningkatan pertumbuhan dari 15,41% (yoy)
menjadi 16,39% (yoy) pada triwulan laporan.
Perlambatan penyaluran kredit modal kerja dan investasi diperkirakan disebabkan oleh
peningkatan suku bunga kedua jenis kredit dimaksud dengan kisaran 4 - 5 bp dari triwulan
sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan perlambatan ekonomi yang terjadi pada periode
laporan, yang pada akhirnya turut mendorong perlambatan kredit kepada sektor utama di Jawa
Timur. Tercatat kredit kepada sektor industri pengolahan melambat dari 30,58% (yoy) pada
triwulan I 2014 menjadi 22,55% pada triwulan II 2014. Demikian pula dengan kredit kepada
sektor perdagangan besar dan eceran melambat dari 31,74% (yoy) menjadi 21,46% (yoy).
Sementara itu kredit konsumsi mencatat peningkatan yang lebih kecil yaitu 0,14 bp
dibandingkan dengan periode sebelumnya.Momen liburan sekolah dan tahun ajaran baru pada
bulan Juni mendorong peningkatan aktif itas ekonomi yang pada akhirnya mendorong
peningkatan penyaluran kredit konsumsi pada periode laporan.
Tingkat risiko likuiditas Bank Umum yang tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio
(LDR) menunjukan perbaikan pada periode laporan, meskipun masih mencatatkan angka yang
relatif t inggi yaitu 90,83% (triwulan I-2014 : 91,57% ). Kondisi ini disebabkan dampak kenaikan
penghimpunan dana masyarakat yang lebih t inggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit
yang disalurkan. Sementara itu, t ingkat risiko kredit sebagaimana tercermin dari rasio Non
Performance Loan (NPL) mulai menunjukan tren peningkatan meskipun relatif rendah di level
2,12
Graf ik 3.13 Pertumbuhan Kredit (yoy)
Graf ik 3.14 Pertumbuhan Kredit (qtq)
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
350,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Kredit g Kredit (% yoy)
-5.00
-3.00
-1.00
1.00
3.00
5.00
7.00
9.00
11.00
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
350,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Kredit g Kredit (% qtq)
48
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Pada Triwulan II 2014 kredit yang disalurkan Bank Umum di Jawa Timur masih
didominasi oleh kredit produktif yaitu kredit modal kerja dan investasi. Total proporsi kredit
modal kerja dan investasi terhadap keseluruhan kredit mencapai 73,20% . Kredit modal kerja
pada periode laporan dengan proporsi 58,67% (Rp186,91 triliun) dan kredit investasi 14,53%
(Rp46,29). Disusul kredit konsumsi dengan prosentase 26,8% atau sebesar Rp85,39 triliun.
Penyaluran kredit yang didominasi sektor produktif selaras dengan kinerja perekonomian Jawa
Timur yang lebih didominasi ke sektor mengindikasikan menjadi indikator potensi
pengembangan kredit Jawa Timur yang sangat baik khususnya dalam mendorong peningkatan
ekonomi masyarakat.
Sementara itu proporsi kredit UMKM baru mencapai 28,97% dari total kredit dengan
nilai nominal Rp92,29 triliun. Proporsi ini lebih t inggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencatat proporsi sebesar 27,92% .
Apabila dit injau berdasarkan kelompok bank, Bank Pemerintah masih menjadi penyalur
kredit terbesar dengan proporsi 50,71% dari total kredit, disusul Bank Swasta 43,26% dan
porsi terkecil dari Bank Asing sebesar 6,03% . Dit injau dari kinerja pertumbuhan kreditnya, Bank
Swasta mencatatkan pertumbuhan tahunan tert inggi yaitu di level 24,47% (yoy), sementara
Bank Pemerintah dan Bank Asing masing-masing mencatat pertumbuhan 16,79% dan 8,25%
(yoy). Pertumbuhan tahunan kredit dari ketiga kelompok bank dimaksud juga menunjukkan
tren perlambatan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
I II III IV I II
2013 2014%
NPL (%)
Graf ik 3.15 Perkembangan NPL
49
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Graf ik 3.16 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank
Graf ik 3.15 Proporsi Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Graf ik 3.17 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan (yoy)
Graf ik 3.18 Pertumbuhan Kredit PerJenis Penggunaan(qtq)
59%14%
27%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
51%43%
6%
Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing
5.00
15.00
25.00
35.00
45.00
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Modal Kerja Investasi Konsumsi
g Modal Kerja g Investasi g Konsumsi (%rhs)
-2.000.00
2.004.00
6.00
8.0010.00
12.00
14.00
16.0018.00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
% (
qtq
)Modal Kerja Investasi Konsumsi
50
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Secara sektoral, kredit yang disalurkan oleh Bank Umum di Jawa Timur pada periode
laporan sebagian besar masih kepada sektor Industri Pengolahan mencapai 28,31% dari total
kredit, dengan nominal Rp90,18 triliun. Disusul sektor Perdagangan Besar Eceran dengan
proporsi 26,36% atau sebesar Rp83,98 triliun. Tingginya penyaluran kredit kepada kedua
sektor tersebut searah dengan peran keduanya sebagai sektor utama dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi daerah, dengan angka pertumbuhan masing-masing sebesar 22,58%
(yoy) dan 22,15% (yoy). Namun demikian, adanya perlambatan pertumbuhan serta
peningkatan NPL dibandingkan periode sebelumnya perlu mendapat perhatian khusus.
Sementara itu, kredit yang disalurkan kepada sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan memperoleh proporsi kredit yang relatif kecil yaitu sebesar 2,83% , dengan
pertumbuhan sebesar 9,74% (yoy). Proporsi tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan
prosentase pada periode yang sama tahun sebelumnya (Triwulan II 2013) yang tercatat sebesar
3,07% . Hal tersebut mengindikasi belum optimalnya akses perbankan kepada sektor pertanian
yang merupakan salah satu leading sektor ekonomi di Jawa Timur.
Graf ik3.19 Proporsi Kredit Sektoral
3% 0%1%
28%
0%
4%26%
1%3%
2%2%
0%
0%0%
1%
0%
0%
0% 27%0%
1. PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN2. PERIKANAN3. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN4. INDUSTRI PENGOLAHAN5. LISTRIK, GAS DAN AIR6. KONSTRUKSI7. PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN8. PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM9. TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI10. PERANTARA KEUANGAN12. REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN13. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB14. JASA PENDIDIKAN14. JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL15. JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA16. JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA17. BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA18. KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA19. PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA20. Lain-lain
51
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Rendahnya proporsi kredit sektor pertanian yang disalurkan bank umum di Jawa Timur
terkait dengan relatif t ingginya risiko kredit (NPL) yang mencapai4,92% , meskipun cenderung
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,15% . Risiko kredit yang semakin terjaga
tersebut, menjadi peluang untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor pertanian ke
depannya. Sementara itu, dua sektor ekonomi utama lain di Jawa Timur yaitu industri
pengolahan dan perdagangan mencatat risiko kredit (NPL) yang lebih rendah, masing-masing di
kisaran 1,72% dan 2,90% .
Pasca adanya kenaikan BI Rate sejak pertengahan tahun 2013, suku bunga rata-rata
tert imbang kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Timur juga menunjukkan tren
peningkatan. Tercatat suku bunga kredit pada periode laporan adalah sebesar 12,38% ,
meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 11,98% . Suku bunga kredit
Graf ik 3.20NPL Kredit Sektoral (%)
Graf ik 3.21Perbandingkan Suku Bunga Kredit & BIRate
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
PERTANIAN PERIKANAN PERTAMBANGAN INDUSTRI
PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN
AIR
KONSTRUKSI PERDAGANGAN PENYEDIAAN
AKOMODASI
TRANSPORTASI Lain-lain
%
NPL (%)
-1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
10.00 10.50 11.00 11.50 12.00 12.50 13.00 13.50
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
Kredit BI Rate (rhs)
52
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
tert inggi adalah pada kredit konsumsi dengan rata-rata suku bunga mencapai 12,59% ,
meningkat dibandingkan triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 12,45% . Sementara itu suku
bunga kredit modal kerja dan investasi berada di level yang lebih rendah yaitu di kisaran
12,31% dan 12,25% pada periode laporan.
3.1.4 KREDIT USAHA M IKRO KECIL M ENENGAH (UM KM )
Perbankan di Jawa Timur terus berperan aktif dalam meningkatkan peran UMKM dalam
mendukung perekonomian daerah. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya upaya
peningkatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM. Jumlah UMKM (6,8 juta UMKM, BPS
Jatim) yang sangat banyak di Jawa Timur terkonsentrasi di Jember, Malang dan Banyuwangi
akan semakin memberi peluang bagi perbankan untuk lebih meningkatkan penetrasinya ke
sektor UMKM.
Kredit yang disalurkan untuk sektor UMKM di Jawa Timur pada triwulan II 2014
mencapai Rp92,28 triliun atau tumbuh melambat sebesar 15,93% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya (19,12% ).
Proporsi penyaluran kredit UMKM terbesar disalurkan untuk kredit mikro dengan
jumlah rekening sebanyak 1,5 juta, disusul kredit usaha kecil sebanyak 174.355 rekening, dan
terkecil untuk usaha menengah sebanyak 52.619 rekening. Jumlah kredit yang disalurkan ke
sektor UMKM adalah sebesar 87% kepada Usaha M ikro, 3% Usaha Menengah, dan 10%
Usaha Kecil. Sedangkan berdasarkan klasif isikasi penyaluran kredit berdasarkan lapangan
usaha, Kredit UMKM yang disalurkan untuk sektor Pertanian hanya mencapai 6,88% atau
sebesar Rp6,35 triliun (1,76 juta rekening). Padahal jumlah UMKM di sektor pertanian
mencapai 60,25% dari total UMKM atau sebanyak 4.112.443 usaha. Sementara untuk kredit
UMKM yang disalurkan diluar sektor Pertanian mencapai 93,12% atau sebesar Rp85,94 triliun
(1,5 juta rekening) .
53
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Bank Pemerintah mendominasi proporsi penyaluran kredit UMKM di Jawa Timur yang
mencapai 57% dengan nominal sebesar Rp52,56 triliun. Disusul Bank Swasta dengan proporsi
sebesar 42% dan nominal Rp38,73 triliun dan terkecil dari Bank Asing dengan nominal sebesar
Rp0,98 triliun atau 1% dari total kredit. Proporsi penyaluran kredit dari Bank Swasta meningkat
dari sebesar 40% pada triwulan I 2014 menjadi 42% pada Triwulan II 2014, mengindikasikan
bahwa Bank Swasta mulai menganggap sektor UMKM di Jawa Timur, dapat memberikan
kontribusi posit if bagi pengembangan bisnis ke depannya.
Graf ik 3.22Perkembangan Kredit UMKM
Graf ik 3.23Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Bank
-5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00
-
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Kredit UMKM g UMKM (%yoy)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
NPL UMKM
57%
42%
1% Tw II 2014
Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing
59%
40%
1%
Tw I 2014
Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing
54
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Apabila dit injau berdasarkan lokasi proyeknya, beberapa kabupaten/kota dengan
penyaluran kredit UMKM terbesar adalah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Malang, Kota Malang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Kota
Surabaya mencatat penyaluran kredit UMKM terbesar dengan nominal mencapai Rp27,26
triliun atau 29,61% dari total kredit UMKM Jawa Timur. Sementara itu, kredit UMKM yang
disalurkan kepada UMKM yang berlokasi di Kabupaten Sidoarjo pada periode laporan
mencapai Rp 6,47 triliun atau 7,03% dari total kredit lokasi proyek UMKM Jawa Timur. Wilayah
dengan jumlah penyaluran kredit UMKM terendah adalah Kota Batu dengan nominal Rp399
miliar atau 0,43% dari total kredit UMKM .
Bank Indonesia dan Pemerintah menyediakanberbagai fasilitas dan kebijakan sebagai
upaya pengembangan UMKM, antara lain dengan pembentukan PT.Jamkrida (Lembaga
Graf ik 3.32 Prosentase Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Timur berdasarkan Lokasi Proyek
30%
7%
5%
5%4%4%
4%3%
3%2%
2%
2%
2%2%
2%2% 2%
2%2% 2%1%
1% 1%1% 1%
1%1% 1%1%
1%1%1%1% 1% 1% 0% 0% 0%
Kota Surabaya Kab. Sidoarjo Kab. Gresik Kab. Malang
Kota Malang Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Kediri
Kab. Jombang Kab. Mojokerto Kab. Bojonegoro Kab. Pasuruan
Kab. Lamongan Kab. Tulungagung Kab. Nganjuk Kab. Blitar
Kab. Lumajang Kab. Ponorogo Kab. Tuban Kab. Magetan
Kab. Ngawi Kab. Probolinggo Kab. Madiun Kab. Bondowoso
Kab. Situbondo Kota Kediri Kab. Pamekasan Kab. Trenggalek
Kab. Pacitan Kab. Sumenep Kota Madiun Kota Probolinggo
Kab. Bangkalan Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kab. Sampang
Kota Blitar Kota Batu
55
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Penjaminan Kredit Daerah) dan penyaluran kredit linkage. Selain itu, untuk meningkatkan
kapasitas UMKM, juga diberikan bantuan teknis/pelatihan, pengembangan klaster komoditas
potensial, pendampingan UMKM untuk memperoleh akses pembiayaan melalui Konsultan
Keuangan M itra Bank (KKMB), dan Program Sertif ikasi Tanah.
3.2. STABILITAS SISTEM PERBANKAN
Stabilitas sistem perbankan di Jawa Timur selama Triwulan II 2014 yang tercermin dari
risiko likuiditas dan risiko kredit terus terjaga. Pertumbuhan kredit perbankan yang mengarah
perlambatan dengan tumbuh sebesar 18,99% (yoy), masih didukung dengan rasio NPL yang
rendah di level 2,16% . Namun angka NPL ini mulai menunjukkan kenaikan dibandingkan
dengan dua triwulan sebelumnya, masing-masing sebesar 1,80% (triwulan IV 2013) dan
2,11% (triwulan I 2014).
Sementara risiko likuiditas yang ditunjukkan dari Loan to Deposit Ratio (LDR) masih
cukup t inggi sebesar 91,38% , meskipun masih lebih rendah dibanding periode sebelumnya di
level 92,13% dampak dari perlambatan pertumbuhan kredit . Namun demikian, t ingginya
angka rasio LDR ini, mencerminkan kondisi likuiditas perbankan mulai menunjukkan
pengetatan, dampak dari pertumbuhan dana masyarakat yang t idak setinggi akhir 2012
(17,71% ). Masyarakat diperkirakan melakukan diversif ikasi asetnya di lembaga keuangan non
bank seperti pembelian surat berharga, properti, emas dan lainnya.
Selain kedua risiko di atas, perbankan penting untuk mewaspadai beberapa risiko
lainnyaseperti risiko operasional yang terkait dengan mekanisme proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem dan atau kejadian-kejadian yang mempengaruhi operasional bank.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, penting bagi perbankan untuk mengoptimalikan fungsi
pengawasan internal bank yang menjadi kunci utama menjaga performa dan kredibilitas bank
sebagai lembaga intermediasi, selain didukung pengawasan eksternal.
3.2.1. RISIKO KREDIT
Tabel 3.4 Perkembangan NPL Perbankan
Sumber: Bank Indonesia
I II III IV I II
NPL Kredit (% ) 2,30 2,16 2,06 1,80 2,11 2,16
a. Bank Umum 2,26 2,12 2,01 1,75 2,07 2,12
b. BPR 3,84 3,77 4,28 4,00 3,78 3,72
2013 2014KETERANGAN
56
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Risiko kredit perbankan yang tercermin dari rasio kredit bermasalah terhadap total
kredit atau Non Performing Loan (NPL) di Jawa Timur secara umum masih menunjukkan kinerja
yang stabil dari waktu ke waktu. NPL perbankan pada Triwulan II 2014 adalah sebesar 2,16% ,
sedikit lebih t inggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 2,11% .
Peningkatan NPL ini didorong oleh pertumbuhan kredit yang cukup t inggi di sepanjang tahun
2013, dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 26,82% (yoy).
Berdasarkan kelompoknya, persentase NPL tert inggi adalah Bank Perkreditan rakyat
(BPR) dengan NPL sebesar 3,72% . Sementara itu bank umum mencatat kinerja pengelolaan
risiko kredit yang lebih baik, yaitu dengan NPL di level 2,12% .
3.3. PERBANKAN SYARIAH
Indikator kinerja utama Perbankan Syariah di Jawa Timur pada triwulan II 2014 secara
umum masih relatif baik. Aset tumbuh 23% (yoy) dari Rp21,82 triliun pada triwulan I 2014
menjadi Rp23,05 atau sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya
(26,37% ). Demikian pula dengan kinerja penghimpunan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh
melambat dari 22,62% (yoy) menjadi 19,94% (yoy) pada triwulan II 2014 atau Rp16,59 triliun.
Sementara itu berbeda dengan indikator kinerja utama lainnya, kinerja pembiayaan
Bank Syariah di Jawa Timur menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya.
Tercatat pembiayaan yang disalurkan pada periode laporan mencapai Rp18,42 triliun, atau
tumbuh 33,43% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih t inggi dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang hanya 24,62% (yoy).
Graf ik 3.26 Perkembangan NPL Perbankan
0,000,501,001,502,002,503,003,504,004,50
I II III IV I II
2013 2014
%
NPL Kredit Bank Umum BPR
57
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Berdasarkan jenisnya, pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah di Jawa Timur
pada periode laporan masih didominasi kepada pembiayaan produktif yaitu modal kerja dan
investasi. Total kedua pembiayaan dimaksud memperoleh porsi 54,56% dari total pembiayaan
yang disalurkan pada periode laporan. Tingginya proporsi pembiayaan produktif Bank Syariah
di Jawa Timur menunjukkan bahwa masyarakat telah mulai mempercayai perbankan syariah
sebagai mitra bisnis, t idak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja (konsumsi).
Sementara itu, pembiayaan konsumsi mencatat prosentase yang cukup t inggi yaitu
mencapai 45,44% dari total pembiayaan. Adanya peningkatan porsi pembiayaan konsumsi
dari 33,93% (triwulan I 2014) menjadi 45,44% (triwulan II 2014) diperkirakan didorong oleh
peningkatan kebutuhan masyarakat selama periode tahun ajaran baru dan persiapan lebaran
2014.
Graf ik 3.34 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah(yoy)
Graf ik 3.35 Proporsi DPK Perbankan Syariah di Jawa Timur
Graf ik 3.36 Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah (yoy)
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Aset Pembiayaan DPK
g Aset g Pembiayaan g DPK (% yoy)
Graf ik 3.33Perkembangan Indikator Perbankan Syariah(qtq)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Aset Pembiayaan DPK
g Aset qtq g Pembiayaan qtq g DPK (% qtq)
8%
39%53%
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
g DPK
58
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Dit injau dari sisi pertumbuhan, pada periode laporan jenis pembiayaan yang mencatat
pertumbuhan tert inggi adalah pembiayaan konsumsi dengan pertumbuhan sebesar 58,89%
(yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih t inggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya
(triwulan I 2014) yang tercatat hanya sebesar 7,93% (yoy). Sementara itu, pembiayaan modal
kerja dan investasi mencatat perlambatan dibandingkan peiode sebelumnya. Pembiayaan
modal kerja melambat dari 37,92% (yoy) pada periode triwulan I 2013 menjadi 13% (yoy) pada
triwulan II 2014. Pembiayaan investasi melambat dari 29,39% (yoy) menjadi 28,6% (yoy) pada
periode laporan. Peningkatan pertumbuhan pembiayaan konsumsi diperkirakan didorong oleh
peningkatan kebutuhan pembiayaan masyarakat pada saat tahun baru dan jelang lebaran
2014.
Sementara dari sisi risiko pembiayaan yang tercermin dari rasio Non Performing
Financing (NPF), menunjukan perbaikan dari 3,74% menjadi 3,35% .Sedangkan likuiditas yang
tercermin dari rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat menjadi 111,03% , lebih t inggi
dibandingkan dengan Triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 97,05% , dampak dari peningkatan
pertumbuhan pembiayaan sementara pertumbuhan dana masyarakat melambat. Tingginya
angka FDR tersebut, menunjukkan pula perbankan syariah di Jawa Timur menggunakan
sumber pembiayaan yang berasal dari luar Jawa Timur (kantor pusat masing-masing bank
syariah). Fenomena ini merupakan peluang bagi bank syariah untuk menggali potensi sumber
pendanaan masyarakat di Jawa Timur untuk membiayai pelaku usaha yang semakin banyak
bermitra dengan bank syariah.
Graf ik 3.37 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Per Jenis Penggunaan
Graf ik 3.38 Pangsa Pembiayaan Syariah Per Jenis Penggunaan
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
-
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
9,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Modal Kerja Investasi Konsumsi
g Modal Kerja g Investasi g Konsumsi (% yoy)
37%
18%
45%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
59
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
3.4. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Indikator kinerja utama BPR di Jawa Timur sampai dengan Triwulan II 2014 secara
umum menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Tercatat total
aset BPR pada periode laporan tumbuh sebesar 2,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,78% (yoy). Penghimpunan dana tumbuh sebesar
11,45% (yoy) pada periode laporan, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang
tercatat sebesar 12,69% . Demikian pula penyaluran kredit BPR yang tumbuh sebesar 10,28%
(yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan Triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 17,16%
(yoy).
Graf ik 3.39 Non Performing Financing (NPF) dan Financing to Deposits Rat io (FDR)
Perbankan Syariah Jawa Timur
Sumber: Bank Indonesia, data diolah
Tabel 3.5 Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat di Jawa Timur (Juta Rp)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
FDR NPF
2013
I II III IV I II
1 Total Asset 8.572.689 8.966.980 9.391.693 9.458.203 9.154.206 9.234.232
2 Kredit
Per Jenis Penggunaan 6.189.661 6.697.201 6.920.414 6.853.955 7.251.764 7.385.341
Modal Kerja 4.105.148 4.481.920 4.617.058 4.616.767 4616767 4616767
Investasi 202.962 225.223 258.083 245.564 245564 245564
Konsumsi 1.881.551 1.990.057 2.045.274 1.991.624 1991624 1991624
3 NPL ( Krd Umum) % (bruto) 3,84% 3,77% 4,28% 4,00% 3,78% 3,72%
4 Dana (dpk) 4.984.885 5.093.066 5.301.227 5.405.566 5.617.306 5.655.551
- DEPOSITO 3.377.435 3.497.001 3.651.184 3.669.283 3.808.526 3.821.639
- TABUNGAN 1.607.450 1.596.064 1.650.044 1.736.284 1.808.780 1.833.912
5 LDR (% ) 124,17% 131,50% 130,54% 126,79% 129,10% 130,59%
2014U R A I A N
60
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Total dana masyarakat yang disimpan pada BPR di Jawa Timur sampai dengan Triwulan
II 2014 mencapai Rp 5,65 triliun. Penghimpunan dana pihak ketiga oleh BPR didominasi oleh
deposito yang mencapai 67,57% terhadap total DPK, sementara tabungan memperoleh
proporsi yang lebih kecil yaitu sebear 32,43% dari total DPK.
Namun demikian apabila dit injau dari sisi pertumbuhannya, tabungan mampu tumbuh
sebesar 14,9% (yoy), lebih t inggi dibandingkan dengan deposito yang tercatat tumbuh sebesar
9,28% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa BPR mulai meningkatkan penghimpunan dana murah
dari masyarakat yang berbentuk tabungan. Di sisi lain, stabilnya peningkatan dana masyarakat
dalam bentuk deposito dan tabungan yang disimpan di BPR hingga Triwulan II 2014,
menunjukkan t ingginya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja BPR. Selain itu, adanya
fenomena peningkatan BI Rate dan LPS rate turut mendongkrak peningkatan suku bunga
simpanan di BPR yang secara rata-rata berada di atas t ingkat suku bunga deposito bank umum.
Kredit yang disalurkan oleh BPR didominasi oleh kredit modal kerja dengan prosentase
mencapai 62,51% dari total kredit . Dari sisi pertumbuhannya, pada Triwulan II 2014 kredit
investasi tumbuh paling t inggi yaitu sebesar 9,03% (yoy). Sementara itu kredit modal kerja dan
konsumsi yang disalurkan BPR tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 3,01% (yoy) dan 0,08%
(yoy).
Graf ik 3.43Proporsi Kredit BPR Per Jenis Penggunaan Graf ik 3.44Perkembangan LDR & NPL BPR
Graf ik 3.40 Pertumbuhan Dana Pihak Ket iga BPR (% - yoy)
Graf ik 3.42Pertumbuhan Kredit BPR (yoy)
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
I II III IV I II
2013 2014
% y
oy
Dana (dpk) Deposito Tabungan
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
I II III IV I II
2013 2014
% y
oy
Kredit Per Jenis PenggunaanModal KerjaInvestasi
67%
4%
29%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
3,40%
3,60%
3,80%
4,00%
4,20%
4,40%
120,00%
122,00%
124,00%
126,00%
128,00%
130,00%
132,00%
134,00%
I II III IV I II
2013 2014
LDR NPL (rhs)
61
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Sebagaimana periode sebelumnya, Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR pada periode
Triwulan II 2014 masih menunjukkan peningkatan. Tercatat LDR BPR pada periode laporan
adalah sebesar 130,59% , lebih t inggi dibandingkan dengan Triwulan I 2014 yang sebesar
129,10% . Sementara itu, kualitas kredit yang ditunjukkan dengan rasio Non Performing Loan
(NPL) menunjukkan penurunan dari 3,78% pada Triwulan I 2014 menjadi sebesar 3,72% pada
Triwulan II 2014. Masih relatif t ingginya kredit risiko kredit BPR mencerminkan perlunya
peningkatan kewaspadaan dan pengawasan BPR terhadap kredit yang disalurkan melalui
penyeleksian profil debitur secara efisien dengan memperhatikan konsep 5 C (Capital,
Collateral, Capacity, Character, dan Condit ion of Economy).
3.5. BANK BERKANTOR PUSAT DI SURABAYA
Kinerja 6 (enam)1 bank umum yang berkantor pusat di Surabaya pada Triwulan II 2014 secara
umum menunjukkan tren pertumbuhan yang menggembirakan. Tercatat pertumbuhan total
aset Bank Berkantor Pusat di Jawa Timur meningkat27,20% (yoy) dari sebesar Rp45,08 triliun
pada Triwulan I 2014 menjadi Rp55,19 triliun pada periode laporan. Pertumbuhan tersebut
jauh lebih t inggi dibandingkan periode sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 9,26% (yoy).
1 ) 6 Bank BerkantorPusat di kota Surabaya : Bank Jatim, Bank Maspion, Bank Antar Daerah (Bank Anda), Bank
AnglomasInternasional (Bank Amin), Bank Centratama Nasional Bank (CNB) dan Bank Prima Master.
I II III IV I II
Total Aset 41,263.37 43,389.42 46,111.46 41,269.59 45,084.54 55,191.74
Pertumbuhan (% yoy) 12.56 13.11 9.13 14.83 9.26 27.20
Pertumbuhan (% qtq) 14.81 5.15 6.27 -10.50 9.24 22.42
Dana Pihak Ketiga 28,820.31 31,187.23 32,438.73 29,486.76 32,260.77 40,121.72
Pertumbuhan (% yoy) 9.40 17.22 16.14 22.88 11.94 28.65
Pertumbuhan (% qtq) 20.10 8.21 4.01 -9.10 9.41 24.37
Kredit 20,435.75 22,059.81 23,363.48 23,749.50 24,553.40 26,785.02
Pertumbuhan (% yoy) 16.31 15.27 16.95 18.45 20.15 21.42
Pertumbuhan (% qtq) 1.92 7.95 5.91 1.65 3.38 9.09
LDR (%) 70.91 70.73 72.02 80.54 76.11 66.76
NPL (%) 2.01 2.24 2.13 1.97 2.66 2.72
20142013Bank KP di Jatim
Tabel 3.6 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat di Surabaya (Miliar Rp)
ia
62
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Sumber utama pertumbuhan aset bank berkantor pusat di Surabaya adalah
peningkatan dana pihak ketiga terutama giro yang meningkat cukup t inggi yaitu mencapai
37,29% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencatat pertumbuhan
negatif sebesar 4,23% (yoy). Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun dari
masyarakat secara berurutan adalah Giro (42,06% ), Deposito (36,12% ) dan Tabungan
(21,83% ).
Kinerja penyaluran kredit Bank Umum yang berkantor pusat di Surabaya meningkat dari
20,15% (yoy) pada triwulan I 2014, menjadi 21,42% (yoy) hingga mencapai Rp26,78 triliun
pada triwulan II 2014. Berdasarkan jenis kreditnya, kredit investasi dan kredit modal kerja
mencatat pertumbuhan tert inggi dengan prosentase pertumbuhan masing-masing sebesar
25,73% (yoy) dan 25,41% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi mencatat pertumbuhan di
Graf ik 3.47Proporsi DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber KP di Surabaya
Graf ik 3.48 Pertumbuhan DPK Per Jenis Simpanan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (qtq)
Graf ik 3.45 Pertumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (yoy)
Graf ik 3.46 Pertumbuhan Indikator Bank Ber-KP di Surabaya (qtq)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
-
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Aset Kredit DPK
g Aset g Kredit g DPK
-20.00
-15.00
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
g Aset (% qtq) g DPK(% qtq) g Kredit (% qtq)
42%
22%
36%
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
(50.00)
(40.00)
(30.00)
(20.00)
(10.00)
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
% q
tq
DPK Giro Tabungan Deposito
63
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
level yang lebih rendah yaitu 18,73% (yoy). Tren peningkatan pertumbuhan ketiga jenis kredit
dimaksud menunjukkan baiknya fungsi intermediasi bank berkantor pusat di Jawa Timur.
Baiknya kinerja penyaluran kredit Bank Umum Berkantor Pusat di Surabaya pada Triwulan
II2014 didukungoleh terjaganya kualitas kredit yang ditunjukkan oleh rasio NPL yang cukup
rendah dan stabil di kisaran2,72% .
Graf ik 3.49 Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan Pada Bank Ber-KP di Surabaya (yoy)
Graf ik 3.50 Proporsi Kredit Per Jenis Penggunaan Bank Ber KP di Surabaya
Graf ik 3.51 Perkembangan LDR dan NPL Bank Berkantor Pusat di
(50.00)(40.00)(30.00)(20.00)(10.00)-10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
18,000,000
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Juta
Rp
Modal Kerja Investasi Konsumsi
g Modal Kerja g Investasi g Konsumsi
35%
6%
59%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
0,000,501,001,502,002,503,003,504,004,505,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
LDR NPL (rhs)
64
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
3.6. PERKEM BANGAN SISTEM PEM BAYARAN
Sistem pembayaran merupakan salah satu komponen terintegrasi dengan fungsi Bank
Indonesia lainnya yaitu moneter dan stabilitas sistem keuangan. Kebijakan dan pelaksanaan
Sistem Pembayaran mempunyai keterkaitan dengan efektivitas pengendalian moneter dan
kestabilan sistem keuangan.
Sampai dengan pertengahan tahun 2014 (Triwulan II), kegiatan Sistem Pembayaran di
Jawa Timur baik tunai maupun non tunai berjalan dengan sangat baik. Hal tersebut t idak
terlepas dari t ingginya komitmen Bank Indonesia dalam menjamin kelancaran sistem
pembayaran dan pemenuhan kebutuhan uang masyarakat, baik dalam jumlah maupun
pecahan yang mencukupi.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan kinerja Sistem
Pembayaran di Jawa Timur antara lain peningkatan jumlah transaksi keuangan tunai yang
terdiri atas aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inf low) dan aliran uang
keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outf low ), transaksi keuangan non tunai (BI-Real
Time Gross Sett lement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)), serta
jumlah temuan uang palsu di Wilayah Jawa Timur.
3.6.1 Transaksi Sistem Pembayaran Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, antara
lain jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outf low ), jumlah aliran uang
masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inf low ), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar (UTLE).
a. Aliran Uang M asuk/Keluar (Inflow/Outflow )
Pada Triwulan II 2014, jumlah aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia di w ilayah
Jawa Timur yang meliputi KPwBI Wilayah IV (Surabaya), Malang, Kediri, dan Jember secara
kumulatif masih menunjukkan posisi net intf lowmeskipun t idak sebesar periode sebelumnya
(Triwulan I 2014). Hal tersebut dapat diart ikan bahwa jumlah aliran uang kartal yang kembali
ke Bank Indonesia dari perbankan (inf low ) lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran
uang kartal yang keluar Bank Indonesia kepada perbankan (outf low ).
65
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Tercatat net inf low Jawa Timur pada periode laporan adalah sebesar Rp 1,39
triliun.Jumlah tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan net inflow periode
sebelumnya (Triwulan I 2014) yang mencapai Rp 9,05 triliun. Kondisi tersebut secara umum
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan uang kartal masyarakat pada periode libur tahun
ajaran baru dan jelang lebaran 2014 pada pertengahan tahun.
dalam miliar rupiah
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
OUTFLOW 4.728,70 7.026,66 10.069,52 7.858,51 4.842,11 5.155,37
INFLOW 7.502,76 4.975,73 9.058,45 4.748,35 7.013,61 4.147,03
NET FLOW 2.774,06 (2.050,92) (1.011,07) (3.110,16) 2.171,50 (1.008,34)
OUTFLOW 1.657,39 2.183,55 3.803,58 2.830,61 1.915,43 2.943,87
INFLOW 2.194,90 1.656,83 3.514,64 1.696,85 3.813,91 2.702,22
NET FLOW 537,51 (526,72) (288,94) (1.133,76) 1.898,47 (241,65)
OUTFLOW 826,44 1.105,54 2.139,94 2.217,84 1.247,48 1.472,53
INFLOW 4.205,10 3.069,28 4.160,30 2.982,05 4.798,58 3.461,75
NET FLOW 3.378,66 1.963,74 2.020,36 764,21 3.551,10 1.989,21
OUTFLOW 943,13 1.450,60 2.039,90 1.508,41 966,42 1.120,81
INFLOW 2.088,87 1.652,96 2.048,87 1.548,03 2.395,42 1.770,21
NET FLOW 1.145,75 202,35 8,97 39,61 1.429,00 649,40
OUTFLOW 8.155,66 11.766,34 18.052,93 14.415,37 8.971,44 10.692,58
INFLOW 15.991,64 11.354,80 18.782,25 10.975,28 18.021,51 12.081,21
NET FLOW 7.835,97 (411,54) 729,32 (3.440,10) 9.050,07 1.388,63
Keterangan :
Net Flow (+) : Net Inflow
Net Flow (-) : Net outflow
JEMBER
JAWA TIMUR
SURABAYA
KEDIRI
MALANG
Wilayah Keterangan2013 2014
-
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2013 2014
Milia
r R
up
iah
OUTFLOW INFLOW
(6.000,00)
(4.000,00)
(2.000,00)
-
2.000,00
4.000,00
6.000,00
8.000,00
10.000,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2013 2014
Mili
ar R
up
iah
NETFLOW
Tabel 3.6 Perkembangan ArusUangTunai (Inflow –Outflow) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Gambar 3.45 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow –Outflow) Juta Rupiah
Gambar 3.46 Perkembangan Net Flow JawaTimur
66
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Apabila dit injau lebih dalam, penurunan jumlah net inf low pada periode laporan
disebabkan oleh peningkatan outf low dan penurunan inf low selama triwulan II 2014. Tercatat
jumlah aliran uang kartal dari Bank Indonesia ke perbankan (outf low) selama triwulan II 2014
adalah sebesar Rp 10,69 triliun. Jumlah outflow tersebut meningkat 19,18% (qtq)
dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 8,97 triliun.
Sementara itu, jumlah aliran uang kartal dari perbankan ke Bank Indonesia (inf low)
selama periode laporan (Triwulan II 2014) adalah sebesar Rp 12,08 triliun. Jumlah tersebut
lebih rendah -32,96 % (qtq) dibandingkan Triwulan I 2014 yang tercatat sebesar Rp 18,02
triliun. Peningkatan jumlah outf low dan penurunan inflow pada periode laporan disebabkan
oleh t ingginya kebutuhan masyarakat akan uang kartal selama libur tahun ajaran baru dan
jelang lebaran 2014. Kondisi tersebut mendorong penurunan net inflow yang cukup
signif ikan hingga -84,66% (qtq), dari sebesar Rp 9,05 triliun pada triwulan I 2014 menjadi Rp
1,39 triliun pada triwulan II 2014.
Jumlah aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia di Jawa Timur mengikut i pola tren
pergerakan triwulanannya. Di Provinsi Jawa Timur, jumlah outf low dan inflow uang kartal
akan meningkat cukup t inggi pada momen perayaan tertentu seperti bulan puasa dan Hari
Raya Idul Fithri, kemudian kembali normal pada periode selanjutnya. Adanya momen libur
tahun ajaran baru dan persiapan lebaran pada pertengahan tahun turut mendorong
terjadinya net inflow yang lebih lebih kecil pada periode dimaksud.
b. Uang Kartal Tidak Layak Edar
Selain pengelolaan aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia, salah satu tugas Bank
Indonesia dalam sistem pembayaran tunai adalah memelihara kualitas uang kartal yang
diedarkan kepada masyarakat atau yang biasa disebut dengan Clean Money Policy. Kegiatan
dimaksud antara lain terkait dengan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) secara rutin.
Selama triwulan II 2014, tercatat jumlah uang t idak layak edar yang dimusnahkan
turun-25,51% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut tersebut
terkait dengan adanya penurunan inf low yang terjadi pada periode dimaksud.
67
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Namun demikian, persentase jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) terhadap inflow di
Provinsi Jawa Timur pada periode laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Tercatat rasio UTLE terhadap inflow di Jawa Timur pada Triwulan II 2014
adalah sebesar 31,85% , lebih t inggi apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 28,66% .
Dalam rangka mengendalikan jumlah uang kartal t idak layak edar yang dimusnahkan,
Bank Indonesia terus melakukan upaya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya
perlakuan yang tepat terhadap uang kartal, antara lain melalui brosur, pamflet, serta edukasi
perbankan. Dengan demikian diharapkan usia edar uang kartal dapat lebih panjang sehingga
mengurangi besarnya volume UTLE yang pada akhirnya mengurangi biaya percetakan uang
baru.
c. Temuan Uang Palsu
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2012 2013 2014
Lem
bar
Surabaya Malang Kediri Jember TOTAL (rhs)
Gambar 3.47 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Gambar 3.48 Statistik Uang Palsu yang Ditemukan (lembar)
-5,00
10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2013 2014
%
Rasio UTLE thdp Inflow (%)
68
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Selama Triwulan II Tahun 2014, penemuan uang palsu di Jawa Timur baik melalui
perbankan maupun berdasarkan laporan masyarakat menunjukkan penurunan dibandingkan
periode sebelumnya. Tercatat penemuan uang palsu pada periode laporan sebanyak 6.094
lembar dalam berbagai pecahan. Jumlah tersebut menurun -12,38% (qtq) apabila
dibandingkan dengan temuan pada Triwulan I 2014 yang tercatat sebanyak 6.955 lembar.
Sebagaimana periode sebelumnya, sebagian besar uang palsu yang beredar di Jawa
Timur pada Triwulan I 2014 masih didominasi oleh nominal Rp100.000,- dengan proporsi
sebesar 75% dari total temuan (berdasarkan lembar). Surabaya sebagai kota terbesar dan
pintu gerbang perdagangan dengan Indonesia Timur, hingga saat ini masih menjadi kota
dengan penemuan uang palsu tert inggi di w ilayah Jawa Timur (40% ).
Menghadapi maraknya pemalsuan uang, Bank Indonesia bersama instansi berwenang
yang terkait terus berupaya melakukan penanggulangan yang bersifat preventif maupun
represif. Tindakan preventif dilaksanakan melalui upaya–upaya memasyarakatkan
pengetahuan mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, meningkatkan unsur pengaman pada
uang baru, serta peningkatan kerjasama dengan instansi terkait di dalam maupun luar negeri.
Sementara itu, upaya penanggulangan secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan
menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan
ketentuan perundang - undangan yang berlaku.
40%
28%
23%
9%
Surabaya Malang Kediri Jember
75%
22%
1% 2% 0% 0%
100.000 50.000 20.000
10.000 5.000 2.000
Gambar3.49Statistik Uang Palsu yang ditemukan (lembar)
Sumber : Bank IndonesiaSurabaya
Gambar3.50Statistik Pecahan Uang Palsu di Jatim (lembar)
69
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
3.6.2Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai
Alat pembayaran nontunai terus berkembang dan semakin lazim dipakai
masyarakat.Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank
Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Sett lement) dan Sistem Kliring. Sebagai
informasi, sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di
Indonesia.Sebagian besar transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat mendesak
(urgent) seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi
pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem
BI-RTGS.
Transaksi sistem pembayaran non tunai dalam kajian ini mencakup kegiatan transaksi
non tunai masyarakat melalui perbankan dengan menggunakan sistem BI-Real Time Gross
Sett lement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Secara umum
perkembangan keduanya jenis sistem pembayaran tersebut di Jawa Timur terus mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu dengan dominasi terbesar transaksi RTGS.
a. Transaksi BI-RTGS ( Real Time Gross Settlement)
BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya
dilakukan dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 17
November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi
pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value
Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta ke atas dan
bersifat segera (urgent). Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2012 2013 2014
Kliring (Rp triliun) RTGS (Rp triliun)
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2012 2013 2014
Kliring RTGS
Gambar 3.51 Perkembangan Transaksi Non Tunai di Jawa Timur
70
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional
yang memiliki peranan signif ikan (Systemically Important Payment System).
Sejak diberlakukannya Surat Edaran No.15/18/DASP tanggal 30 April 2013 perihal
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.11/13/DASP tanggal 4 Mei 2009 perihal
Batas Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia, batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui SKNBI
meningkat menjadi sebesar Rp 500 juta per transaksi. Peraturan tersebut berlaku sejak
tanggal 31 Mei 2013.
Perubahan batas nilai nominal transfer kredit dimaksud dilatarbelakangi adanya
kebutuhan masyarakat akan nominal transfer SKNBI yang lebih besar.Diharapkan kenaikan
batas nilai nominal transfer dimaksud dapat memberikan alternatif layanan yang lebih luas
kepada masyarakat untuk melakukan transfer kredit melalui SKNBI serta mendukung
kelancaran Sistem Pembayaran.
Selama Triwulan I 2014, jumlah nominal transaksi RTGS (dari Jawa Timur, ke Jawa Timur
dan antar Jawa Timur) tercatat sebesar Rp 466,6 triliun. Jumlah tersebut lebih t inggi 9,28%
(qtq) dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu Triwulan I 2014 yang tercatat sebesar
Rp 426,96 triliun. Sementara itu volume transaksi RTGS pada periode laporan tetap stabil
sejumlah 239,22 transaksi.Pertumbuhan transaksi RTGS pada periode laporan diperkirakan
didorong oleh peningkatan transaksi ekonomi masyarakat pada saat libur tahun ajaran baru
dan jelang lebaran 2014.
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
500.000
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2012 2013 2014
Rp
Tri
liu
n
TransaksiRTGS (Rp triliun) Volume (rhs)
Gambar 3.52 Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Timur
71
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
Searah dengan perkembangan perekonomian di beberapa kota di Jawa Timur, besar
transaksi RTGS di t ingkat kota/kabupaten masih menunjukkan adanya kegiatan perekonomian
yang masih terpusat pada w ilayah-w ilayah tertentu. Berdasarkan asal kotanya, pada transaksi
outgoing dan incoming RTGS masih didominasi oleh kota/kabupaten dengan kapasitas
perekonomian yang cukup menonjol,dimana Kota Surabaya sebagai Ibu Kota provinsi Jawa
Timur masih mendominasi besarnya transaksi.
Tercatat transaksi RTGS selama Triwulan II -2014 dari, ke dan antar kota Surabaya
mencapai Rp 38,19 triliun dengan volume sebanyak 19.674 transaksi. Kota lain di Jawa Timur
yang memiliki transaksi RTGS cukup t inggi pada periode ini adalah Kediri, Malang, Gresik,
Jember dan Sidoarjo.
(60,00)
(40,00)
(20,00)
-
20,00
40,00
60,00
80,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2012 2013 2014
% q
tq
Nominal Volume
0,00
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00
45.000,00
SURABAYA KEDIRI GRESIK MALANG JEMBER
Mili
ar R
p
Nilai Volume
Gambar 3.54 Kota dengan aktivitas Transaksi Outgoing RTGS Terbesar Tw I - 2014
Gambar 3.53 Pertumbuhan Transaksi RTGS (qtq)
72
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
b. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Dalam rangka mendukung kelancaran sistem pembayaran, khususnya melalui transaksi
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), kegiatan kliring di Jawa Timur diikuti oleh 459
kantor peserta kliring baik langsung maupun t idak langsung yang tersebar di 38
kabupaten/kota. Penyelenggaraan kegiatan kliring dilaksanakan di 4 (empat) Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di w ilayah Jawa Timur yaitu Surabaya, Malang, Kediri dan Jember.
Secara nominal, transaksi perputaran kliring di Jawa Timur yang berlangsung pada
Triwulan II 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Tercatat
jumlah nominal transaksi kliring pada periode laporan adalah sebesar Rp 47,21 triliun, lebih
t inggi apabila dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya yang mencatat nominal transaksi
sebesar Rp 44,55 triliun. Jumlah nominal kliring tersebut meningkat 5,97% (qtq)
dibandingkan periode sebelumnya.
Volume transaksi kliring pada periode laporan juga mencatat peningkatan dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Tercatat volume kliring pada Triwulan II 2014 adalah 1,2 juta
lembar warkat (cek, bilyet giro, nota kredit dan nota debet perbankan). Jumlah tersebut lebih
t inggi dari jumlah warkat kliring pada Triwulan I 2014 yang tercatat sebanyak 1,17 juta
lembar (meningkat 3,23% qtq).
Jumlah
Kota Kantor
Peserta Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal
(satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (satuan) (juta Rp) (% ) (% )
Surabaya 260 1.034.200 40.582.113 51.788 2.032.903 17.937 843.520 899 42.376 5 6
Malang 65 104.860 4.163.753 5.251 208.641 2.010 78.685 101 3.958 6 6
Kediri 78 37.531 1.662.775 1.881 83.637 728 25.307 37 1.261 6 5
Jember 56 26.097 802.007 1.341 41.255 709 20.212 36 1.031 199 15.772
Jatim 459 1.202.688 47.210.648 60.262 2.248.126 21.384 967.724 1.072 48.625 1,78 2,16
Perputaran Kliring ( D ) Rata-2 Perputaran Jumlah Penolakan Cek Rata-2 Penolakan Cek Persentase Rata-2 Penolakan
Kliring Sehari Dan Giro Kosong Dan BG Kosong Sehari Cek Dan BG Kosong Sehari
Tabel3.7
Perputaran Kliring dan Tolakan Cek, Bilyet Giro Tw I - 2014
73
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
3.6.3 Prospek Kinerja Sistem Pembayaran
Kinerja Sistem Pembayaran di Jawa Timur baik tunai maupun non tunai pada Triwulan III
2014 diperkirakan terus meningkat. Hal tersebut terkait dengan adanya peningkatan aktif itas
ekonomi masyarakat khususnya pada saat lebaran akhir Juli 2014. Optimisme pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur pada tahun 2014 turut menguatkan potensi peningkatan transaksi
sistem pembayaran di Jawa Timur selama tahun 2014. Hal tersebut didukung oleh
pertumbuhan sektor industri dan sektor perdagangan hotel restoran (PHR) serta stabilitas
perbankan.
Bank Indonesia terus mendukung perluasan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yaitu
optimalisasi penggunaan alat pembayaran non tunai seperti kartu atm, kartu atm debit, kartu
kredit dan e-money. Untuk itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV (Jawa Timur)
menjalin kerjasama dengan beberapa perguruan t inggi negeri di Surabaya untuk
melaksanakan edukasi kepada mahasiswa dan mahasiswa baru dengan target kurang lebih
10.000 mahasiswa. Edukasi GNNT dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti sosialisasi,
seminar, serta pameran atau exhibit ion. Selain itu, Bank Indonesia bersama beberapa
Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya telah mempersiapkan toko dan koperasi kampus agar
dapat menyediakan merchant untuk melayani transaksi non tunai.
Terkait dengan hal tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan keamanan
penggunaan alat pembayaran non tunai seperti kartu atm, kartu atm debit dan kartu kredit,
Bank Indonesia melalui Surat Edaran No.13/22/DASP mewajibkan bank untuk mengganti
teknologi kartu ATM dan/atau kartu Debet dari magnetic stripe ke chip dan pin paling kurang
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
Tw I
Tw II
Tw II
I
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw II
I
Tw IV
Tw I
Tw II
2012 2013 2014
Nominal (Rp triliun) Warkat (juta lembar) rhs
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
Tw I
Tw II
Tw II
I
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw II
I
Tw IV
Tw I
Tw II
2012 2013 2014
Tolakan Kliring (Rp juta) Tolakan Kliring (Warkat-lembar)-Skala Kanan
Gambar 3.55 Transaksi Kliring di Jawa Timur Gambar 3.56 Tolakan Transaksi Kliring di Jawa Timur
74
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2014
6 (enam) digit paling lambat akhir Desember 2015. Awal tahun 2016 semua kartu ATM
dan/kartu Debet Bank harus wajib menggunakan chip dan pin minimal 6 digit.
Selain itu, melalui Surat Edaran No 14/27/DASP maka per 1 Januari 2015 Bank
Indonesia mewajibkan seluruh penerbit kartu kredit untuk memenuhi ketentuan pemberian
kartu kredit kepada pemegang kartu kredit. Ketentuan tersebut antara lain mengenai batas
minimum usia, batas minimum pendapatan t iap bulan, batas maksimum plafon kartu kredit
yang dapat diberikan, dan batas maksimum jumlah penerbit kartu kredit yang dapat
memberikan fasilitas kartu kredit. Dengan demikian diharapkan pengembangan Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT) dapat seiring dengan peningkatan keamanan dan kenyamanan
penggunaan alat pembayaran kartu.
Bab 4
Perkembangan Keuangan Daerah
95
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
4.1. UMUM
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan wujud pengelolaan
keuangan daerah yang berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Penyusunan APBD memperhatikan adanya keterkaitan antara kebijakan perencanaan
dengan penganggaran oleh Pemerintah Daerah serta sinkronisasi dengan berbagai kebijakan
Pemerintah Pusat dalam Perencanaan dan Penganggaran Negara. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu gambaran atau tolak ukur pentingnya keberhasilan
suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi suatu
daerah akan berdampak posit if terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
khususnya penerimaan pajak daerah.
APBD memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan
stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung art i bahwa Perda tentang APBD menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan
berart i bahwa APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada
tahun yang bersangkutan. Sedangkan fungsi pengawasan terlihat dari digunakannya APBD
sebagai standar dalam penilaian penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kebijakan desentralisasi f iskal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Daerah
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektif itas pengelolaan sumber daya keuangan
daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Oleh
sebab itu, proses pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaannya mengacu
kepada prinsip transparansi dan akuntabilitas.
4.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur
Grafik 4.1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Timur
0,00
5.000.000,00
10.000.000,00
15.000.000,00
20.000.000,00
2010 2011 2012 2013 2014
Pendapatan BelanjaJuta Rupiah
96
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
Seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan
dari waktu ke waktu. Tercatat total anggaran pendapatan daerah tahun 2014 adalah sebesar
Rp 18,79 triliun, meningkat 14,64% dari total anggaran pendapatan daerah setelah perubahan
tahun 2013 yang dianggarkan sebesar Rp 16,39 triliun. Demikian pula dengan anggaran
belanja daerah yang meningkat 6,73% , dari Rp 17,61 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp
18,79 triliun pada tahun 2014.
4.2.1 Anggaran Pendapatan Daerah
Total pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dianggarkan pada
Tahun 2014 adalah sebesar Rp 18,79 triliun. Jumlah tersebut meningkat 14,64% dibandingkan
anggaran pendapatan setelah perubahan tahun 2013 yang tercatat sebesar Rp 16,39 triliun.
Peningkatan tert inggi adalah pada Pendapatan Pajak Daerah yang direncanakan meningkat
24,27% , dari Rp 8,59 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp 10,68 triliun pada tahun 2014.
Sementara itu, anggaran pendapatan hibah dianggarkan lebih kecil dengan prosentase
penurunan sebesar -16,27% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014
(Juta Rupiah)
APBD APBD Perubahan (%)
Th. 2013 Th. 2014 2013 - 2014
(Juta Rp) (Juta Rp) %
PENDAPATAN DAERAH 16.399.184,06 18.799.577,31 14,64
PENDAPATAN ASLI DAERAH 10.382.698,22 12.503.564,80 20,43
PAJAK DAERAH 8.598.000,00 10.685.000,00 24,27
RETRIBUSI DAERAH 103.604,57 104.887,32 1,24
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN
DAERAH YANG DIPISAHKAN334.920,91 339.967,75 1,51
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH
YANG SAH1.346.172,75 1.373.709,74 2,05
DANA PERIMBANGAN 3.173.852,58 3.459.730,70 9,01
DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL
BUKAN PAJAK1.455.559,86 1.491.306,55 2,46
DANA ALOKASI UMUM 1.632.648,29 1.866.548,19 14,33
DANA ALOKASI KHUSUS 85.644,43 101.875,97 18,95
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH2.842.633,26 2.836.281,81 -0,22
PENDAPATAN HIBAH 36.800,69 30.812,40 -16,27
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI
KHUSUS2.805.832,56 2.805.469,41 -0,01
Uraian
97
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
Sebagaimana pola-pola anggaran di daerah, struktur pendapatan daerah di Provinsi Jawa
Timur didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memperoleh porsi 66,51% dari total
anggaran pendapatan, yaitu sebesar Rp 12,5 triliun. PAD antara lain bersumber dari
penerimaan pajak daerah seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Air Bawah Tanah, Pajak Air Permukaan, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor serta penerimaaan asli daerah lainnya yang sah.
Sementara itu, Dana Perimbangan dan Pendapatan Lain yang Sah memperoleh proporsi
anggaran yang lebih kecil. Dana perimbangan dianggarkan sebesar Rp 3,46 triliun atau
18,40% dari anggaran pendapatan daerah, dan anggaran lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah dianggarkan sebesar Rp 2,83 triliun atau 15,09% dari anggaran pendapatan daerah.
Pada bagian Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah masih menjadi sumber pendapatan
terbesar dengan prosentase sebesar 85,46% dari total PAD yang direncanakan diperoleh pada
tahun 2014. Proporsi tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan proporsi tahun
sebelumnya 2013 yang tercatat hanya sebesar 82,81% . Proporsi terbesar dalam anggaran PAD
Provinsi Jatim Tahun 2014 selanjutnya adalah dana Perimbangan sebesar 18,40% , dan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah sebesar 15,09% .
Grafik 4.2 Proporsi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur
83%
1%3%
13%
PAD 2013PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN
KEKAYAAN DAERAH YANG
DIPISAHKANLAIN-LAIN PENDAPATAN
ASLI DAERAH YANG SAH
85%
1%
3% 11%
PAD 2014PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN
KEKAYAAN DAERAH YANG
DIPISAHKANLAIN-LAIN PENDAPATAN
ASLI DAERAH YANG SAH
98
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
4.2.2 Realisasi Pendapatan Daerah
Berdasarkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi anggaran
pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur sampai dengan triwulan II 2014 mencapai 51,72% .
Berdasarkan kelompoknya, realisasi Dana Perimbangan mencatat prosentase tert inggi yaitu
52,87% dan mencerminkan berjalannya fungsi koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah
yang baik. Demikian pula dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah yang juga mencatat realisasi cukup t inggi, yaitu masing-masing
mencapai 51,85% dan 49,77% .
Sumber pendapatan asli daerah yang mencatat realisasi tert inggi adalah hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu mencapai 98,10% . Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil
perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan ini
antara lain dari BPD, perusahaan daerah, dividen BPR-BKK dan penyertaan modal daerah
kepada pihak ketiga. Realisasi pendapatan terbesar selanjutnya adalah retribusi daerah yang
antara lain berasal dari retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pasar grosir dan pertokoan,
retribusi penjualan produksi usaha daerah, retribusi izin trayek kendaraan penumpang, retribusi
Tabel 4.2
Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Triwulan II Tahun 2014 (Juta Rupiah)
APBD APBD
Th. 2013 Th. 2014
(Juta Rp) Juta Rp % (Juta Rp) Juta Rp %
PENDAPATAN DAERAH 16.399.184,06 8.531.350,46 52,02 18.799.577,31 9.723.522,54 51,72
PENDAPATAN ASLI DAERAH 10.382.698,22 5.518.091,56 53,15 12.503.564,80 6.482.869,93 51,85
PAJAK DAERAH 8.598.000,00 4.368.401,66 50,81 10.685.000,00 5.084.297,20 47,58
RETRIBUSI DAERAH 103.604,57 48.089,88 46,42 104.887,32 57.698,98 55,01
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN
DAERAH YANG DIPISAHKAN334.920,91 315.713,10 94,26 339.967,75 333.520,27 98,10
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH
YANG SAH1.346.172,75 785.886,92 58,38 1.373.709,74 1.007.353,48 73,33
DANA PERIMBANGAN 3.173.852,58 1.665.603,92 52,48 3.459.730,70 1.829.076,09 52,87
DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL
BUKAN PAJAK1.455.559,86 687.532,46 47,23 1.491.306,55 709.693,57 47,59
DANA ALOKASI UMUM 1.632.648,29 952.378,13 58,33 1.866.548,19 1.088.819,73 58,33
DANA ALOKASI KHUSUS 85.644,43 25.693,33 30,00 101.875,97 30.562,79 30,00
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH2.842.633,26 1.347.654,97 47,41 2.836.281,81 1.411.576,52 49,77
PENDAPATAN HIBAH 36.800,69 16.336,35 44,39 30.812,40 9.530,47 30,93
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI
KHUSUS2.805.832,56 1.331.318,62 47,45 2.805.469,41 1.402.046,05 49,98
Uraian
Realisasi
Tw II 2014
Realisasi
Tw II 2013
99
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
air, dan retribusi jembatan t imbang dengan prosentase sebesar 55,01% . Sementara itu
penerimaan pajak daerah juga mencatat realisasi yang cukup t inggi yaitu 47,58% dari rencana
APBD. Penerimaan dari sektor pajak ini antara lain pajak kendaraan bermotor, bea balik nama
kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak kendaraan di atas air,
pajak air bawah tanah dan pajak air permukaan.
4.2.3. Anggaran Belanja Daerah
Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014
direncanakan sebesar Rp 18,79 triliun atau meningkat 6,73% dibandingkan anggaran belanja
tahun sebelumnya sebesar Rp 17,611 triliun. Berdasarkan kelompoknya, kelompok Belanja
Tidak Langsung dianggarkan meningkat 13,85% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp
12,75 triliun. Sementara itu belanja langsung dianggarkan lebih kecil yaitu sebesar Rp 6,04
triliun atau lebih rendah -5,71% dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 4.3
Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 (Juta Rupiah)
Grafik 4.3 Realisasi PAD Provinsi Jawa Timur Triwulan II 2013 dan 2014
44,00
46,00
48,00
50,00
52,00
54,00
PENDAPATAN ASLI
DAERAH
DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN
PENDAPATAN DAERAH
YANG SAH
%2013 2014
APBD APBD Perubahan (%)
Th. 2013 Th. 2014 2013 - 2014
(Juta Rp) (Juta Rp) %
BELANJA DAERAH 17.611.859,87 18.796.934,71 6,73
BELANJA TIDAK LANGSUNG 11.203.748,93 12.755.043,69 13,85
BELANJA PEGAWAI 1.609.084,28 1.935.973,67 20,32
BELANJA BUNGA 5.516,77 4.174,94 -24,32
BELANJA HIBAH 5.139.576,86 4.477.219,66 -12,89
BELANJA BANTUAN SOSIAL 59.290,61 12.149,38 -79,51
BELANJA BAGI HASIL KEPADA
PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN
PEMERINTAHAN DESA
3.298.463,28 4.443.118,75 34,70
BELANJA BANTUAN KEUANGAN
KEPADA PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA
DAN PEMERINTAHAN DESA
1.010.668,49 1.703.157,58 68,52
BELANJA TIDAK TERDUGA 81.148,65 179.249,72 120,89
BELANJA LANGSUNG 6.408.110,94 6.041.891,02 -5,71
BELANJA PEGAWAI 1.158.590,88 698.342,41 -39,72
BELANJA BARANG DAN JASA 4.000.944,84 4.123.498,81 3,06
BELANJA MODAL 1.248.575,22 1.220.049,80 -2,28
Uraian
100
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
Berdasarkan sub kelompoknya, proporsi Anggaran Belanja Tidak Langsung Provinsi
Jawa Timur masih didominasi oleh belanja hibah sebesar Rp 4,47 triliun dengan prosentase
sebesar 35,1% dari total anggaran Belanja Tidak Langsung. Prosentase terbesar selanjutnya
adalah Belanja Bagi Hasil kepada Kabupaten/Kota sebesar 34,83% (Rp 4,44 triliun). Sementara
itu, Belanja Pegawai yang diperuntukkan untuk pembayaran gaji pegawai dianggarkan sebesar
Rp 1,94 triliun atau 15,18% dari Belanja Tidak Langsung. Prosentase alokasi belanja t idak
langsung pegawai tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
14,36% .
Pada kelompok anggaran Belanja Langsung, anggaran Belanja Barang dan Jasa masih
mendominasi dengan prosentase sebesar 68,25% , disusul kemudian dengan Belanja Pegawai
dan Belanja Modal dengan prosentase masing-masing sebesar 11,56% dan 20,18% .
Peningkatan prosentase belanja barang dan jasa dari sebesar 62,44% pada tahun 2013
menjadi sebesar 68,25% pada tahun 2014 terkait dengan peningkatan kebutuhan operasional
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Demikian pula dengan alokasi belanja modal yang meningkat
dari sebesar 19,48% menjadi 20,19% dari belanja tidak langsung pada tahun 2014. Sementara
itu prosentase belanja langsung pegawai terhadap total belanja langsung menunjukkan
penurunan dari sebesar 18,08% pada tahun 2013 menjadi 11,56% pada tahun 2014.
Grafik 4.4 Proporsi Anggaran Belanja Tidak Langsung Provinsi Jawa Timur
14% 0%
46%
1%
29%
9%
1%
2013BELANJA PEGAWAI
BELANJA BUNGA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA
PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN
PEMERINTAHAN DESA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA
PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA DAN
PEMERINTAHAN DESA
BELANJA TIDAK TERDUGA
15% 0%
35%
0%
35%
13%
2%
2014BELANJA PEGAWAI
BELANJA BUNGA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA
PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN
PEMERINTAHAN DESA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA
PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA DAN
PEMERINTAHAN DESA
BELANJA TIDAK TERDUGA
101
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
Adanya peningkatan prosentase alokasi anggaran barang dan jasa dari 62% pada
tahun 2013 menjadi 68% pada tahun 2018 menjadi salah satu indikasi adanya peningkatan
kebutuhan belanja barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan
dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan. Sementara alokasi
anggaran belanja dalam rangka pembelian atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan masih tetap stabil di kisaran 20% dari
belanja langsung.
4.2.3. Realisasi Belanja Daerah
Tabel 4.4
Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (Juta Rupiah)
Grafik 4.5 Proporsi Anggaran Belanja Langsung Provinsi Jawa Timur
18%
62%
20%
2013
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
12%
68%
20%
2014
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
APBD APBD
Th. 2013 Th. 2014
(Juta Rp) Juta Rp % (Juta Rp) Juta Rp %
BELANJA DAERAH 17.611.859,87 5.123.311,62 29,09 18.796.934,71 6.686.847,02 35,57
BELANJA TIDAK LANGSUNG 11.203.748,93 3.516.320,88 31,39 12.755.043,69 4.977.273,31 39,02
BELANJA PEGAWAI 1.609.084,28 514.821,12 31,99 1.935.973,67 684.567,92 35,36
BELANJA BUNGA 5.516,77 2.530,41 45,87 4.174,94 2.109,86 50,54
BELANJA HIBAH 5.139.576,86 1.217.757,91 23,69 4.477.219,66 1.625.401,34 36,30
BELANJA BANTUAN SOSIAL 59.290,61 12.231,10 20,63 12.149,38 2.879,69 23,70
BELANJA BAGI HASIL KEPADA
PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA DAN
PEMERINTAHAN DESA
3.298.463,28 1.369.680,99 41,52 4.443.118,75 1.524.841,05 34,32
BELANJA BANTUAN KEUANGAN
KEPADA PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA
DAN PEMERINTAHAN DESA
1.010.668,49 359.506,96 35,57 1.703.157,58 1.054.712,04 61,93
BELANJA TIDAK TERDUGA 81.148,65 39.788,88 49,03 179.249,72 82.761,41 46,17
BELANJA LANGSUNG 6.408.110,94 1.606.990,74 25,08 6.041.891,02 1.709.573,71 28,30
BELANJA PEGAWAI 1.158.590,88 328.259,10 28,33 698.342,41 254.707,06 36,47
BELANJA BARANG DAN JASA 4.000.944,84 1.075.683,26 26,89 4.123.498,81 1.331.836,55 32,30
BELANJA MODAL 1.248.575,22 203.046,03 16,26 1.220.049,80 123.030,10 10,08
Uraian
Realisasi
Tw II 2014
Realisasi
Tw II 2013
102
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
Sampai dengan Triwulan II 2014, realisasi belanja daerah Provinsi Jawa Timur mencapai
35,57% dari APBD. Prosentase tersebut meningkat apabila dibandingkan realisasi periode yang
sama tahun sebelumnya (Triwulan II 2013) yang tercatat sebesar 29,09% . Apabila dit injau
berdasarkan kelompoknya, realisasi tert inggi adalah pada kelompok belanja t idak langsung
dengan realisasi sebesar 39,02% dari anggaran. Belanja dengan realisasi tert inggi pada
kelompok ini adalah belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah Daerah / Pemerintah Desa
dengan prosentase mencapai 61,93% . Sementara itu, belanja bantuan sosial mencatat realisasi
terendah yaitu sebesar 23,70% dari rencana.
Kelompok belanja langsung sampai dengan triwulan II 2014 mencatat realisasi yang
lebih kecil yaitu sebesar 28,30% dari anggaran yang direncanakan. Realisasi tert inggi adalah
belanja pegawai yang merupakan pengeluaran honorarium atau upah dalam melaksanakan
program dan kegiatan pemerintahan daerah, dengan prosentase 36,47% . Belanja barang dan
jasa yang digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang dengan nilai manfaat
kurang dari 12 (dua belas) bulan mencatat realisasi sebesar 32,30% . Sementara itu, belanja
modal yang digunakan untuk pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berw ujud
yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,
irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya masih mencatat prosentase realisasi yang sangat
kecil, yaitu sebesar 10,08% dari rencana.
Secara umum realisasi belanja menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, penerapan prinsip kehati-hatian
dalam proses pengadaan yang dilakukan diperkirakan masih menjadi faktor penyebab realisasi
belanja daerah masih di kisaran 35,57% . Selain itu, masih minimnya pembayaran proyek pada
pertengahan tahun juga menjadi penyebab masih rendahnya realisasi belanja pemerintah.
Diperkirakan penyerapan belanja akan mengalami peningkatan pada triwulan III, dan mencapai
puncak pada triwulan IV 2014 seiring dengan telah diselesaikannya kontrak / proyek yang
dilaksanakan.
Grafik 4.6 Realisasi Anggaran Belanja Triwulan II 2013 dan 2014
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG
%
2013 2014
103
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
4.3. APBD Provinsi dan Kabupaten Kota Jawa Timur
Secara umum, APBD Provinsi dan Kabupaten Kota di Jawa Timur mencatat peningkatan
dibandingkan periode sebelumnya. Total anggaran pendapatan APBD Provinsi dan Kabupaten
Kota di Jawa Timur pada tahun 2014 direncanakan sekitar Rp 78,45 triliun, atau meningkat
15,63% dibandingkan tahun sebelumnya. demikian pula dengan anggaran belanja yang
dianggarkan meningkat 15,77% , dari Rp 71,87 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp 83,21
triliun pada tahun 2014. Anggaran belanja modal yang mencerminkan perhatian pemerintah
daerah terhadap pengembangan dan perbaikan infrastruktur seperti jalan, bangunan, irigasi
dan jaringan dianggarkan meningkat cukup t inggi hingga 25,6% , dari Rp 12,02 triliun pada
tahun 2013 menjadi Rp 15,09 triliun pada tahun 2014.
Apabila dit injau dari kinerja realisasi anggaran, sampai dengan semester I 2014 rata-rata
realisasi anggaran pendapatan Provinsi dan Kabupaten Kota di Jawa Timur mencapai 43,66%
dari APBD. Prosentase tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (semester I 2013) yang tercatat mencapai 48,39% . Demikian pula dengan rata-rata
Tabel 4.5
APBD Provinsi dan Kabupaten Kota Jawa Timur (Juta Rupiah)
dalam Juta Rp
2013 2014 2013 2014
Pendapatan 67.847.880 78.451.700 48,39 43,66
PAD 17.196.665 20.979.147 49,86 44,30
Pajak daerah 11.890.898 14.362.684 51,78 40,41
Retribusi daerah 1.237.156 1.618.921 46,23 47,99
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 778.540 735.354 61,99 55,11
Lain-lain PAD yang sah 3.290.071 4.262.187 53,11 48,61
Dana Perimbangan 39.341.440 43.320.116 50,52 43,52
DBH 4.323.031 5.251.279 3.825,76 39,30
DAU 32.575.663 35.525.315 52,14 45,94
DAK 2.442.745 2.543.521 26,92 22,31
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 11.309.776 14.152.437 5,73 44,55
Belanja 71.872.047 83.205.871 26,75 22,69
Belanja Pegawai 29.992.330 33.081.189 34,57 31,38
Belanja Hibah 5.994.977 6.363.949 28,34 19,15
Belanja Bantuan sosial 608.468 545.671 11,80 8,72
Belanja Barang dan jasa 13.967.266 17.224.214 24,03 22,13
Belanja Modal 12.018.048 15.094.808 7,97 6,92
APBDUraian
Rata2 Realisasi Semester I
104
BAB IV – PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan II – Tahun 2014
realisasi anggaran belanja daerah yang pada periode laporan mencatatkan realisasi sebesar
22,69% , lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mencapai
26,75% . Penurunan realisasi anggaran terjadi hampir di seluruh jenis belanja, termasuk belanja
pegawai, belanja barang jasa, dan barang modal. Realisasi belanja pegawai sebesar 31,38%
yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya 34,57% diperkirakan disebabkan oleh
pengurangan jumlah pegawai honorarium pada periode laporan.
Realisasi belanja hibah dan bantuan sosial yang disalurkan sampai dengan pertengahan
tahun masih relatif rendah, yaitu masing-masing mencapai 19,15% dan 8,72% . Hal tersebut
merupakan dampak dari kebijakan pemerintah provinsi dan daerah yang menahan penyaluran
dana bantuan sosial dan dana hibah selama Pilpres berlangsung, sebagai respon atas
permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pemerintah Pusat. Direncanakan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur kembali akan menyalurkan kedua dana dimaksud pada bulan
September 2014. Selain itu, adanya Peraturan Gubernur No. 9 tahun 2014 tanggal 14 Februari
2014 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemprov Jatim yang
mengatur pemusatan pengadaan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengadaan Barang/Jasa
(P2BJ) diperkirakan juga turut menahan realisasi belanja barang/jasa pada pertengahan tahun
2014 karena masih dalam proses penyesuaian.
Bab 5
Kesejahteraan Masyarakat
90
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
5 KESEJAHTERAAN M ASYARAKAT
5.1. UM UM
Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Timur pada triwulan II 2014 mengalami
perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Kegiatan
Dunia Usaha, penggunaan tenaga kerja cenderung meningkat, meskipun masih negatif
(penambahan tenaga kerja relatif terbatas). Perbaikan indikator tenaga kerja di triwulan
ini terutama terjadi pada sektor PHR dan Pengangkutan & Komunikasi. Sementara itu, di
sektor Industri Pengolahan, indikator ketenagakerjaan relatif tertekan disebabkan karena
implikasi kebijakan peningkatan UMK 2014 yang direspon dengan otomasi oleh pelaku
usaha.
Dari sisi kesejahteraan masyarakat desa, meskipun pertumbuhan ekonomi sektor
pertanian cenderung menurun, namun masyarakat desa masih menikmati kesejahteraan
yang relatif stabil. Hal ini dicerminkan dari Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Nelayan
mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,. Peningkatan harga
komoditas pangan menjadi salah satu penyebab peningkatan kedua indikator tersebut.
Sementara itu, kondisi gelombang laut yang relatif aman di beberapa w ilayah di Jawa
Timur juga berkontribusi terhadap peningkatan NTN di Jawa Timur. Dari sisi persentase
penduduk miskin, pada triwulan II 2014, angka kemiskinan mengalami penurunan
dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan yang menurun
hal ini menunjukkan penurunan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
5.2. KETENAGAKERJAAN
5.2.1. Data Ketenagakerjaan Jawa Timur
Data ketenagakerjaan Jawa Timur yang dirilis oleh BPS masih berada di posisi
triwulan I 2014. Pada triwulan I 2014, ketenagakerjaan Jawa Timur mengalami perbaikan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penduduk yang siap bekerja dan berusia
kerja (angkatan kerja) di Jawa Timur meningkat sebesar 1,40% dari 20,43 juta orang
menjadi 20,71 juta orang. Sebanyak 95,98% (19,88 juta orang) dari angkatan kerja
tersebut merupakan penduduk yang sedang bekerja, sisanya merupakan penduduk yang
menganggur.
91
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Tabel 5.1 Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Timur (Ribu orang)
Sumber : BPS Jatim, (diolah)
Peningkatan jumlah penduduk yang bekerja tersebut seiring dengan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur triwulan I 2014 yang mengalami ekspansi.
Permintaan domestik yang meningkat menggerakkan produksi output sektor riil,
sehingga tenaga kerja yang digunakan juga meningkat. Secara sektoral, tenaga kerja di
Jawa Timur sebanyak 36,86% diserap di sektor pertanian, selanjutnya, 21,79% di sektor
perdagangan, 14,30% di sektor industri dan 14,24% di sektor jasa kemasyarakatan.
Sumber : BPS Jatim, (diolah)
Grafik 5.1
Perkembangan Share Tenaga Kerja Sektoral
Di Jawa Timur mulai terdapat pola pergeseran penyerapan tenaga kerja antara
sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Seperti yang ditunjukkan pada grafik 5.1 di
atas, pada Februari 2012, terdapat 40,93% penduduk yang bekerja di sektor pertanian,
namun jumlah tersebut menurun secara gradual, hingga mencapai 36,86% di Februari
2014. Sementara itu, penyerapan di sektor sekunder, sepert i sektor industri mengalami
peningkatan dari 13,46% pada Februari 2012 menjadi 14,30% di Februari 2014. Begitu
40.93% 39.65% 38.68% 37.90% 36.86%
13.46% 14.76% 14.65% 14.21% 14.30%
20.27% 20.03% 20.74% 20.98% 21.79%
13.91% 12.91% 13.59% 15.54% 14.24%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Feb Ags Feb Ags Feb
2012 2013 2014
Pertanian Industri KonstruksiPerdagangan Transportasi Jasa KemasyarakatanLainnya *)
2014
Feb Aug Feb Aug Feb
Angkatan Kerja 20,157.74 20,238.06 20,462.20 20,432.45 20,717.77
Bekerja 19,331.59 19,411.26 19,653.85 19,553.91 19,885.39
Menganggur 826.15 826.80 808.35 878.54 832.38
TPAK (%) 69.54% 69.57% 70.11% 69.78% 70.52%
TPT (%) 4.10% 4.09% 3.95% 4.30% 4.02%
Kegiatan2012 2013
92
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
pula, di sektor tersier (perdagangan serta jasa kemasyarakatan) yang cenderung
meningkat dalam kurun waktu t iga tahun terakhir.
Hal ini disebabkan karena akselerasi pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang
terutama didorong oleh pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
serta Industri Pengolahan. Oleh karena itu, penyerapan di kedua sektor tersebut
cenderung meningkat. Sementara itu, adanya alih fungsi lahan, rendahnya insentif
untuk menjadi petani merupakan faktor penyebab penurunan penyerapan tenaga kerja
di sektor pertanian. Hal ini juga searah dengan hasil sensus pertanian 2013 yang
menyatakan bahwa rumah tangga petani menurun dari 14,18 juta orang pada sensus
tahun 2003 menjadi 10,18 juta orang pada sensus tahun 2013 di Jawa.
Sumber : BPS Jatim, (diolah) Sumber : BPS Jatim, (diolah)
Grafik 5.2 Grafik 5.3
PenyerapanTenaga Kerja Komposisi Tenaga Kerja Formal
Sumber : BPS Jatim, (diolah)
Grafik 5.4
Komposisi Bidang Tenaga Kerja Informal
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Feb Ags Feb Ags Feb
2012 2013 2014
Formal Informal g Formal- Skala Kanan g Informal- Skala Kanan
Ribu Orang %
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Feb Ags Feb Ags Feb
2012 2013 2014
Buruh/Karyawan Berusaha Dibantu Buruh Tetap
Berusaha Sendiri Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap
Pekerja Bebas Pekerja Keluarga/Tdk Dibayar
Ribu Orang
0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00%
SD ke Bawah
SMP
SMA
SMK
DI/II/III
Universitas
Feb-14 Feb-12
93
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Timur yang membaik juga ditunjukkan dengan
penyerapan tenaga kerja di sektor formal yang tumbuh signif ikan, meningkat 4,58%
jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2013 lalu. Sementara itu, di sektor informal
mengalami penurunan, hanya mampu tumbuh 0,25% , lebih rendah dibandingkan
dengan Agustus 2013 yang mencapai 0,53% . Semakin banyak pekerja di sektor
formal, maka risiko pekerjaan semakin rendah dengan kepastian penghasilan yang
lebih t inggi. Pekerja di sektor formal sebagian besar (89,67% ) bekerja sebagai buruh/
karyawan, sisanya merupakan pekerja yang dibantu buruh tetap.
Di sisi informal, pekerja di Jawa Timur pada Februari 2014 sebagian besar
dibantu oleh buruh t idak tetap (28,88% ) dan pekerja keluarga atau t idak dibayar
(28,61% ). Tingginya pekerja di sektor ini, terutama pekerja keluarga yang t idak dibayar
pada umumnya terdapat di pedesaan dengan kegiatan utamanya adalah pertanian.
Dari sisi pendidikan, kualitas pekerja di Jawa Timur masih jauh dari standar. Terbukti
dengan dominasi pekerja yang menyelesaikan pendidikan hanya di t ingkat Sekolah
Dasar (SD) mencapai 51,99% dari total pekerja di Jawa Timur. Namun demikian, pada
Februari 2014, proporsi jumlah pekerja yang lulus SD cenderung mengalami
penurunan, sementara itu, pekerja yang lulus SMP,SMA, SMK dan Perguruan Tinggi
mengalami peningkatan.
Kenaikan Upah M inimum Kota (UMK) di Jawa Timur pada tahun 2014 ini telah
direspon oleh masing-masing pelaku usaha, terutama dengan relokasi perusahaan ke
tempat yang memiliki UMK lebih rendah (Jawa Timur Bagian Barat dan Jawa Tengah).
Selain itu, perusahaan juga membebankan biaya kenaikan upah pada harga barang dan
jasa yang dihasilkan. Oleh sebab itu, kenaikan UMK tidak signif ikan berpengaruh pada
penurunan angkatan kerja yang justru meningkat sebesar 1,40% .
5.2.2. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)1
Hasil Survei Kegiatan Usaha (SKDU) di w ilayah kerja KPw BI Wilayah IV Jawa
Timur, secara qtq, menunjukkan adanya peningkatan penggunaan tenaga kerja di
triwulan II 2014, meskipun realisasi penggunaan tenaga kerja di Jawa Timur masih
negatif .
1SKDU (Survei Kegiatan Dunia Usaha) adalah survei yang dilakukan Bank Indonesia secara triwulan
yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dini mengenai indikasi perkembangan kegiatan ekonomi
(sisi penwaran) di sektor riil pada triwulan sedang berjalan maupun perkiraan triwulan yang akan datang.
94
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Tabel 5.2
Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Jawa Timur
Peningkatan penggunaan tenaga kerja di triwulan II 2014 terutama terjadi pada
sektor utama, yakni sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Pengangkutan
dan Komunikasi. Sementara itu, penggunaan tenaga kerja di sektor Industri Pengolahan
masih tertekan, terutama setelah terjadinya peningkatan UMK di tahun 2014.
Peningkatan biaya tenaga kerja tersebut direspon dengan otomasi yang dilakukan oleh
pengusaha. Pada triwulan ini, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga terjadi pada
sebagian besar industri rokok kretek yang merupakan padat karya sebagai respon atas
penurunan permintaan rokok jenis ini.
Grafik 5.5 Grafik 5.6
Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
REALISASI
1 PERTANIAN 1.54 -0.62 -0.39 -0.15 0.68 -0.48 0.19 -0.17 -0.97 -0.29 -0.50
2 PERTAMBANGAN 0.03 -0.21 -0.21 0.37 0.35 0.52 0.21 0.73 0.07 0.00 0.00
3 INDUSTRI PENGOLAHAN -3.28 3.44 -1.69 -4.33 -8.16 -4.68 -5.46 -2.87 -1.13 -1.85 3.23
4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH -0.77 -0.82 -0.03 -0.02 0.01 -0.39 -0.84 0.36 -0.88 -0.43 -0.91
5 BANGUNAN 0.26 0.49 0.00 0.24 0.00 0.59 0.00 0.26 0.44 0.00 0.73
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 3.23 3.67 7.30 0.84 -1.86 0.44 -1.77 0.79 -2.87 -0.69 -0.95
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI -1.52 0.46 -1.93 -0.64 -0.92 -0.27 0.71 0.76 0.52 0.61 0.22
8 KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 0.32 0.71 -0.21 0.34 -0.20 -0.53 -0.12 0.26 1.37 1.10 1.18
9 JASA - JASA -0.42 0.42 -1.82 1.36 3.13 0.00 0.78 -0.84 0.51 0.11 0.22
TOTAL SELURUH SEKTOR -0.61 7.54 2.70 -1.99 -6.95 -4.81 -6.31 -0.72 -2.94 -1.44 3.22
2014No SEKTOR
20132012
95
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
5.3. KESEJAHTERAAN M ASYARAKAT PEDESAAN
Tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan di Jawa Timur yang tercermin pada
Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) pada triwulan II 2014 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
5.3.1. Kesejahteraan Petani
Berdasarkan indikator kesejahteraan yang telah dirilis Badan Pusat Statist ik
Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim), penghitungan Nilai Tukar Petani pada Desember 2013
mengalami perubahan tahun dasar 2012,dimana sebelumnya menggunakan tahun dasar
2007 yang dirasa t idak sesuai lagi dengan pola produksi dan konsumsi petani seiring
dengan perkembangan teknologi, perubahan iklim, serta pendapatan.
Tabel 5.3 Nilai Tukar Petani di Jawa
Sumber : BPS Jatim, (diolah)
Nilai Tukar Petani (NTP) di level nasional maupun Jawa Timur pada triwulan II
2014 menunjukkan peningkatan. Hal ini mencerminkan peningkatan kesejahteraan
masyarakat pedesaan, khususnya petani. Di Jawa Timur NTP triwulan II 2014 mencapai
104,29, meningkat 0,22 dibandingkan dengan triwulan I 2014. Jawa Timur yang
tergolong sebagai lumbung pangan nasional dengan volume panen yang t inggi menjadi
salah satu faktor lebih t ingginya NTP Jawa Timur dibandingkan dengan NTP nasional. NTP
nasional mencapai 101,98 pada triwulan II 2014, meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 101,86. Jika dibandingkan dengan w ilayah lain, pada
triwulan II 2014, rata-rata semua Provinsi mengalami peningkatan NTP, kecuali Banten
dan Jawa Barat.
Peningkatan NTP Jawa Timur disebabkan karena peningkatan indeks yang
diterima petani (IT) lebih t inggi dibandingkan dengan peningkatan indeks yang dibayar
petani (IB). Indeks yang diterima petani meningkat sebesar 1,37 dari 115,17 pada
triwulan I 2014 menjadi 116,54 pada triwulan II 2014. Komoditas yang menyebabkan
kenaikan indeks harga yang diterima petani di triwulan II 2014 antara lain kakao, gabah,
bawang merah, jagung, mangga, tomat dan ikan swanggi.
Provinsi Mar 14 Juni 14 ∆Banten 105.59 104.35 -1.24
Jabar 104.64 104.23 -0.41
Jateng 100.28 100.34 0.06
DIY 102.05 102.10 0.05
Jatim 104.07 104.29 0.22
96
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Sumber : BPS Jatim, (diolah)
Grafik5.7
Perubahan NTP Jawa Timur, Indeks harga yg diterima (lt),
dan Indeks harga yang dibayar (lb) 2012 2013
Indeks harga yang dibayar petani pada triwulan II 2014 juga meningkat sebesar
1,07 dari 110,67 menjadi 111,74. Peningkatan IB tersebut terutama disebabkan oleh dua
faktor, yakni pertama, peningkatan harga komoditas di pasar, sepert i daging ayam dan
telur ayam. Kedua, terjadinya peningkatan komponen atau bahan pokok produk
pertanian, sepert i bibit ayam ras pedaging, benih ikan gurame serta pelet. Selain itu,
akibat kenaikan tarif tenaga listrik, harga es batu untuk pendingin produk pertanian
mengalami peningkatan. Keseluruhan hal itu, menyebabkan kenaikan IB petani. Namun
demikian, peningkatan IB yang t idak setinggi peningkatan IT, menyebabkan petani masih
menikmati Nilai Tukar Petani (NTP) yang relatif t inggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
NTP Jawa Timur yang meningkat juga disumbang dari peningkatan NTP sub
sektor peternakan dan hort ikultura. Peningkatan NTP di sub sektor peternakan dan
hort ikultura sejalan dengan peningkatan harga komoditas ternak dan buah/sayuran.
Keterbatasan volume panen hort ikultura di triwulan ini turut mendorong peningkatan
harga komoditas hort ikultura.
97
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Sumber : BPS Jatim, (diolah)
Grafik 5.8
NTP Sub Sektor Pertanian di Jawa Timur
5.3.2. Kesejahteraan Nelayan
Kesejahteraan nelayan yang tercermin pada Nilai Tukar Nelayan (NTN) di Jawa
Timur mengalami peningkatan di triwulan II 2014. NTN meningkat sebesar 0,67% dari
106,14 menjadi 106,81. Hal ini disebabkan karena indeks harga yang diterima nelayan
(IT) meningkat sebesar 3,42, lebih t inggi dibandingkan dengan peningkatan indeks harga
yang dibayar nelayan (IB) yang meningkat sebesar 1,30.
Komoditas yang mengalami peningkatan indeks harga yang diterima nelayan
adalah ikan tongkol, ikan swanggi, ikan kuwe, dan ikan kerapu. Gelombang t inggi terjadi
di beberapa w ilayah sentra perikanan Jawa Timur, sepert i Pantai Grajagan, Banyuwangi.
Namun di w ilayah lain, sepert i Lamongan dan Tuban, gelombang relatif terkendali. Oleh
karena itu, tangkapan ikan masih relatif meningkat dan berkontribusi pada peningkatan
indeks yang diterima petani di Jawa Timur. Apabila dibandingkan dengan w ilayah lain,
NTN Jawa Timur relatif t inggi dan meningkat bersama dengan dua Provinsi lain, yakni
Banten dan DKI Jakarta.
Indeks yang dibayar (IB) nelayan Jawa Timur yang mengalami peningkatan
disebabkan karena peningkatan indeks harga konsumsi rumah tangga (terutama bahan
makanan) dan indeks harga Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPM),
terutama biaya sewa (kapal) yang digunakan nelayan dalam mencari ikan.
98
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Sumber : BPS Jatim, (diolah) Sumber : BPS Jatim, (diolah)
Grafik 5.9 Grafik 5.4
NTN, IT dan IB Jawa Timur Nilai Tukar Nelayan di Jawa
5.4 PROFIL KEMISKINAN JAWA TIM UR
Secara umum, beberapa tahun terakhir perkembangan perekonomian Jawa Timur
menunjukkan kinerja yang posit if diiringi oleh penigkatan kesejahteraan masyarakat. Salah
satu indikator kesejahteraan lainnya tercermin dari angka kemiskinan dari tahun ke tahun
menunjukkan penurunan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013 (SUSENAS),
jumlah penduduk Jawa Timur yang berada di bawah garis kemiskinan (penduduk miskin)2 pada
Maret 2014 turun sebesar 0,31 poin dari 12,73% pada September 2013 menjadi 12,42%
atau sebesar 4.786.790 jiwa.
Berbagai gagasan terus dikembangkan, baik pemerintah pusat maupun daerah
dilaksanakan dalam rangka pengentasan kemiskinan. Salah satu contoh program yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Jawa Timur terkait hal ini adalah program pemberdayaan
potensi desa/kota yang diharapkan mampu mewujudkan pengelolaan kemiskinan secara
profesional dan berkelanjutan dengan berbasis pada potensi dan modal sosial lokal sehingga
dapat mengembangkan pola-pola baru yang inovatif untuk penganggulangan
kemiskinan.Selain itu, Pemerintah Jawa Timur berkomitmen mengentaskan kemiskinan dengan
cara memberikan fasilitas dan kemudahan di usaha mikro kecil dan menengah (UMKM),
fasilitas koperasi, mendirikan pusat pelayanan perizinan terpadu (P2T) yang bertujuan untuk
menarik investor agar menanamkan modalnya di Jawa Timur.
2Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan.
Provinsi Mar 14 Jun 14 ∆DKI Jakarta 104.81 106.8 1.99
Jabar 106.01 105.36 -0.65
Jateng 106.86 106.07 -0.79
DIY 105.73 105.06 -0.67
Jatim 106.14 106.81 0.67
Banten 112.41 113.01 0.60
99
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Grafik 5.10
Perkembangan Penduduk M iskin di Jawa Timur (% )
Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Penghitungannya t idak lepas dari besaran garis kemiskinan yang telah ditetapkan. Garis
kemiskinan pada bulan Maret 2014 sebesar Rp 282.796 per kapita per bulan, meningkat
3,30% dibandingkan dengan September 2013 yang mencapai Rp 273.758 per kapita per
bulan. Peningkatan angka garis kemiskinan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh laju inflasi
di Jawa Timur, serta dampak t idak langsung dari kenaikan tarif listrik industri yang
meningkatkan harga barang hasil industri di Jawa Timur.
Garis Kemiskinan ditentukan secara signif ikan oleh pergerakan Garis Kemiskinan
Makanan (GKM). Pada Maret 2014, Garis Kemiskinan Makanan (GKM) meningkat sebesar
3,19% menjadi Rp 208.116 per kapita per bulan, sementara Garis Kemiskinan Non Makanan
meningkat sebesar 3,62% menjadi Rp 74.681 per kapita per bulan. Berdasarkan komoditas,
peningkatan GKM banyak disumbang oleh komoditas beras, rokok f ilter, gula pasir, tempe
dan tahu. Sementara itu, GKNM disumbang oleh komoditas perumahan, bensin, listrik,
pendidikan, dan perlengkapan mandi untuk kawasan perkotaan. Di sisi lain, kawasan
pedesaan disumbang oleh komoditas perumahan, bensin, listrik, kayu bakar dan pendidikan.
100
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Tabel 5.5 Garis Kemiskinan, Jumlah & Persentase Penduduk M iskin Menurut Daerah
Pembangunan inklusif di Jawa Timur dapat terlihat dengan adanya indikator
penurunan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin yang tercermin pada Indeks
Kedalaman (Poverty Gap Index) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index).
Kemiskinan t idak hanya mencakup persentase penduduk miskin, tetapi juga menyangkut
seberapa besar jarak dan keragaman pengeluaran penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan. Dari data kemiskinan rilis Badan Pusat Statist ik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim)
digambarkan bahwa indeks kedalaman kemiskinan (P1) mengalami penurunan pada Maret
2014 dari 2,07 menjadi 1,85. Hal serupa juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
yang menurun dari 0,50 menjadi 0,44. Penurunan keduanya mengindikasikan rata-rata
pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit.
MakananBukan
MakananTotal
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Perkotaan
Maret 2008 131,487 51,921 183,408 2,438.76 13.15
Maret 2009 145,676 56,948 202,624 2,148.51 12.17 -0.98
Maret 2010 152,965 60,418 213,383 1,873.55 10.58 -1.59
Maret 2011 169,242 65,303 234,546 1,768.23 9.87 -0.71
Sept 2011 174,210 68,193 242,403 1,734.31 9.66 -0.21
Maret 2012 175,806 69,499 245,305 1,630.63 9.06 -0.81
Sept 2012 182,073 71,874 253,947 1,605.96 8.90 -0.16
Maret 2013 187,350 77,853 265,209 1,550.46 8.57 -0.33
Sept 2013 200,620 78,033 278,653 1,622.03 8.90 0.33
Maret 2014 206,858 80,723 287,582 1,535.81 8.35 -0.55
Pedesaan
Maret 2008 118,971 36,461 155,432 4,581.19 23.64
Maret 2009 131,522 43,106 174,628 3,874.07 21.00 -2.64
Maret 2010 139,806 46,073 185,879 3,655.76 19.74 -1.26
Maret 2011 155,457 50,818 206,275 3,587.98 18.19 -1.55
Sept 2011 161,141 53,025 214,166 3,493.00 17.66 -0.53
Maret 2012 167,352 54,864 222,216 3,440.34 17.35 -0.84
Sept 2012 176,674 57,882 234,556 3,354.58 16.88 -0.47
Maret 2013 189,172 61,358 250,530 3,220.80 16.15 -0.73
Sept 2013 202,651 66,643 269,294 3,243.79 16.23 0.08
Maret 2014 209,263 69,166 278,429 3,250.98 16.13 -0.10
Kota + Desa
Maret 2008 125,091 44,020 169,112 7,019.95 18.51 -1.47
Maret 2009 138,440 49,874 188,317 6,022.59 16.68 -1.83
Maret 2010 146,240 53,087 199,327 5,529.30 15.26 -1.42
Maret 2011 162,017 57,711 219,727 5,365.21 14.23 -1.03
Sept 2011 167,360 60,243 227,603 5,227.31 13.85 -0.38
Maret 2012 171,375 61,827 233,202 5,070.98 13.4 -0.83
Sept 2012 179,244 64,540 243,783 4,960.54 13.08 -0.32
Maret 2013 188,306 69,205 257,510 4,771.26 12.55 -0.53
Sept 2013 201,683 72,075 273,758 4,865.82 12.73 0.18
Maret 2014 208,116 74,681 282,796 4,786.79 12.42 -0.32
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)
Daerah/ tahun
Jumlah
Penduduk
Miskin (Ribu)
Persentase
Penduduk Miskin
Perubahan
Persentase
Penduduk Miskin
(%)
101
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur Triwulan II Tahun 2014
BAB V–KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Tabel 5.6
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Jawa Timur Menurut
Daerah
Tahun Kota Desa Kota + Desa
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 )
Maret 2008 2.34 4.38 3.38
Maret 2009 2.18 3.54 2.88
Maret 2010 1.53 3.18 2.38
Maret 2011 1.51 2.96 2.27
September 2011 1.25 2.67 2.00
Maret 2012 1.25 2.32 1.81
September 2012 1.29 2.52 1.93
Maret 2013 1.31 2.32 1.84
September 2013 1.42 2.66 2.07
Maret 2014 1.16 2.48 1.85
Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 )
Maret 2008 0.61 1.23 0.93
Maret 2009 0.60 0.91 0.76
Maret 2010 0.37 0.79 0.59
Maret 2011 0.35 0.72 0.54
September 2011 0.28 0.63 0.46
Maret 2012 0.27 0.48 0.38
September 2012 0.30 0.57 0.44
Maret 2013 0.33 0.52 0.43
September 2013 0.34 0.66 0.50
Maret 2014 0.27 0.59 0.44
Bab 6
Perkiraan Ekonomi dan Harga
102
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II Tahun 2014
BAB VI PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA
6 PERKIRAAN EKONOM I DAN HARGA
6.1 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR
Tren perbaikan ekonomi Jawa Timur diperkirakan terjadi pada triwulan III 2014.
Perekonomian Jawa Timur diperkirakan mampu berekspansi dari 5,94% (yoy) pada triwulan II
2014 menjadi di kisaran 6,00% -6,40% (yoy) pada triwulan III 2014.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Jawa Timur masih ditopang oleh
peningkatan belanja/konsumsi rumah tangga, konsumsi Pemerintah serta membaiknya kinerja
ekspor-impor. Hasil survei konsumen menunjukkan bahwa indeks penghasilan di triwulan III
2014 cenderung meningkat sebagaimana tercermin pada hasil survei konsumen (Grafik 6.1).
Penghasilan yang meningkat tersebut diperkirakan bersumber dari pencairan gaji ke-13
Pegawai Negeri Sipil dan Tunjangan Hari Raya (THR). Ekspektasi penghasilan yang t inggi akan
mendorong pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi semakin t inggi pula. Namun demikian,
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) cenderung melambat terhadap kondisi perekonomian Jawa
Timur di triwulan mendatang. Perkiraan harga yang meningkat menginjak t ingginya
permintaan pada saat lebaran menjadi salah satu faktor penyebab pesimisme tersebut.
Grafik 6.1. Ekspektasi Konsumen
Grafik 6.2. Ekspektasi Penghasilan
Dari sisi pembelanjaan Pemerintah Daerah, pada triwulan III 2014 diperkirakan
mampu meningkat sebesar 10,50% . Belanja rutin pegawai diperkirakan menjadi salah satu
faktor penyebabnya. Sementara itu, dukungan belanja infrastruktur diperkirakan cenderung
meningkat, terutama realisasi pembebasan lahan terdampak atas pembangunan Tol Trans
Jawa, Tol Surabaya Mojokerto dan Tol Gempol Pandaan. Berdasarkan informasi dari Dinas PU
Bina Marga, menjelang lebaran dan tahun ajaran baru, warga terdampak banyak mengajukan
103
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II Tahun 2014
BAB VI PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA
klaim atas UGR (Uang Ganti Rugi). Di Indonesia, hingga bulan Agustus, telah terserap
74,50% dari dana pembebasan lahan di tahun 2014.
Pada triwulan III 2014, ekspor diperkirakan mampu tumbuh posit if dengan impor
yang cenderung menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya. Melanjutnya perbaikan
perekonomian negara maju dan upaya diversif ikasi tujuan ekspor, terutama ke Timur Tengah
dan Afrika Selatan menjadi faktor penyebab peningkatan neraca perdagangan Jawa Timur.
Selain itu, adanya tren peningkatan harga komoditas internasional di triwulan III 2014
berkontribusi pada peningkatan nilai ekspor Jawa Timur.
Pada triwulan III 2014, investasi diperkirakan masih tumbuh melambat sebesar 4,25%
(yoy). Masih berlangsungnya aksi wait and see para pelaku usaha atas hasil Pemilihan Presiden
(Pilpres) 2014 dan proses transisi pemerintah menyebabkan masih rendahnya angka realisasi
investasi bangunan. Namun, beralihnya sistem produksi sektor industri menuju semi otomasi
semakin mendorong pertumbuhan realisasi investasi non bangunan. Hal ini pada akhirnya turut
berpengaruh pada kinerja impor barang modal yang didominasi kelompok mesin industri dan
suku cadang. Di sisi lain, kenaikan UMK yang t inggi pada 2 (dua) tahun terakhir, pada akhirnya
berpengaruh pada penurunan minat investasi industri padat karya di Jatim, sebagaimana
dikonfirmasi dalam berbagai forum diskusi dan liaison dengan pelaku usaha. Sementara itu,
realisasi pembangunan infrastruktur jalan Tol masih memasuki tahap pembebasan lahan.
Dari sisi penawaran, perekonomian Jawa Timur masih ditopang oleh t iga sektor utama
(PHR, Industri Pengolahan dan Pertanian). Namun demikian, perkembangan ketiganya pada
triwulan III 2014 cenderung berbeda-beda. Sektor pertanian dan PHR diperkirakan mengalami
peningkatan, sementara Industri Pengolahan cenderung melambat.
Sektor pertanian diperkirakan mampu terakselerasi seiring dengan dimulainya masa
panen tanaman bahan makanan (tabama) memasuki bulan Juli 2014. Sementara itu, di sektor
peternakan, permintaan daging sapi, daging ayam dan telur ayam yang t inggi pada lebaran
turut berkontribusi pada peningkatan sektor ini. Risiko yang perlu diwaspadai terkait kinerja
sektor ini adalah keterbatasan pasokan pupuk bersubsidi yang meningkatkan biaya input
petani. Sementara itu, kebijakan pembatasan penggunaan solar bersubsidi yang juga
digunakan input bagi sebagian besar nelayan diperkirakan sedikit menekan kinerja sub sektor
perikanan. Melalui SE No. 937/07/Ka. BPH/2014 mengenai Pengendalian Konsumsi BBM, BPH
M igas mengurangi jatah solar sebesar 20% di lembaga penyaluran BBM untuk nelayan yang
diatur dalam SPBB/SPBN/SPDN/APMS mulai 4 Agustus 2014. Kebijakan tersebut diperkirakan
104
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II Tahun 2014
BAB VI PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA
meningkatkan biaya input nelayan untuk solar yang memiliki komponen 60-70% dari seluruh
biaya operasional penangkapan ikan per trip. Di sisi lain, sektor pertanian juga diperkirakan
terdampak atas kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai 10% atas penjualan produk
pertanian ke industri pengolahan.
Perbaikan kinerja sektor PHR diperkirakan terus berlanjut hingga triwulan III 2014.
Adanya momen lebaran di triwulan ini menjadi sumber utama yang meningkatkan arus
perdagangan, hotel dan restoran. Perdagangan, terutama mengalami peningkatan ke Kawasan
Barat Indonesia (DKI Jakarta dan Jawa Barat), sementara itu, perdagangan ke Kawasan Timur
Indonesia masih cenderung stabil. Hal ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang menunjukkan peningkatan realisasi usaha di triwulan III 2014 untuk sektor PHR
dengan penggunaan tenaga kerja yang cenderung stabil.
Industri pengolahan pada triwulan ini cenderung mengalami perlambatan. Perlambatan
ekonomi KTI masih berkontribusi pada perlambatan kinerja sub sektor mesin dan alat angkut.
Sementara itu, pengenaan PPn 10% pada komoditas pertanian yang masuk ke sektor industri
diperkirakan mampu berpengaruh pada perlambatan sub sektor industri makanan-minuman di
triwulan berikutnya.
Grafik 6.3. Estimasi Realisasi Usaha
Grafik 6.4. Estimasi Penggunaan Tenaga Kerja
6.2 PERKIRAAN INFLASI JAWA TIM UR
Mencermati perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga, maka
inflasi kota Jawa Timur pada triwulan III 2014 diperkirakan secara tahunan (yoy) berada di
kisaran 4,3% s/d 4,6% .
105
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II Tahun 2014
BAB VI PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA
Tabel 6.1 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Risiko
Berdasarkan tabel di atas, tekanan inflasi pada triwulan III 2014 dari ketiga kelompok inflasi
relatif meningkat, khususnya pada inflasi kelompok administered price dan core inflation,
dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Volatile Foods
Tingkat konsumsi masyarakat diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Juli 2014
sehingga mendorong kenaikan harga dari sisi permintaan. Namun seiring berlalunya hari
besar keagamaan, konsumsi akan kembali pada pola normalnya di bulan Agustus dan
September 2014 sehingga sisi penawaran lebih dominan dalam membentuk harga.
Beberapa sentra produksi di Jawa Timur seperti beras di Jember dan Banyuwangi, bawang
merah di Nganjuk serta cabai di Kediri masih memasuki musim tanam di awal Tw III-2014
sehingga diperkirakan akan menambah pasokan di akhir Tw III-2014 (panen gadu)
Menurun Meningkat Stabil
Tw II-2014 Tw III-2014 Faktor Risiko
- Berakhirnya musim panen raya beberapa komoditas utama di Jawa
Timur yang mayoritas terjadi pada bulan Maret s.d. Juli tiap
tahunnya
- Stok beras masih mencukupi konsumsi masyarakat s.d. 13 bulan ke
depan
- Beberapa kendala pada sektor peternakan seperti keterbatasan stok
sapi dan DOC ayam ras sehingga berpotensi tidak memenuhi
permintaan masyarakat
- Adanya kenaikan tarif l istrik industri (per 1 Juni 2014) dan tarif
l istrik rumah tangga (per 1 Juli 2014)
- Adanya rencana pemerintah untuk menyesuaikan tarif batas atas
angkutan udara pasca Lebaran
- Masih terdepresiasinya nilai Rupiah berpotensi meningkatkan harga
barang impor
- Dampak lanjutan kenaikan tarif l istrik industri yang berpotensi
dibebankan kepada harga akhir barang dan jasa
- Dampak lanjutan kenaikan tarif PPN BM
- Adanya Pemilihan Umum yang mempengaruhi ekspektasi investor
asing dan para pelaku usaha
- Dimulainya tahun ajaran baru berpotensi meningkatkan biaya-biaya
terkait pendidikan dan peralatan pendukung pendidikan
Core Inflation
Tw III-2014
Volatile Food
Tw III-2014
Administered
Price
Tw III-2014
106
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II Tahun 2014
BAB VI PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA
walaupun t idak sebesar pada saat panen raya. Meskipun demikian, perlu diwaspadai pula
terjadinya gangguan musim (seperti El Nino atau curah hujan t inggi) yang dapat
mengganggu t ingkat produksi komoditas pertanian. Hal lain yang perlu diwaspadai adalah
potensi gangguan ketersediaan daging ayam ras sebagai dampak lanjutan pembatasan
produksi bibit ayam atau day old chicken (DOC) dan impor bibit indukan ayam atau grand
parent stock (GPS). Berbagai upward risk tersebut diantisipasi oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Timur melalui intensif ikasi pertanian (peningkatan produktivitas) dan senantiasa
memantau kecukupan pasokan khususnya untuk komoditas daging dan telur.
2. Administered Prices
Kelompok ini diproyeksi akan menjadi pendorong utama inflasi Jawa Timur diantaranya
melalui pelaksanaan penyesuaian tarif listrik rumah tangga per 1 Juli 2014 masing-masing
sebesar 11,36% (R1), 10,43% (R2) dan 5,70% (R3) setiap 2 (dua) bulan sekali, rencana
pemerintah untuk menyesuaikan tarif batas atas angkutan udara pasca Lebaran, kebijakan
pembatasan penjualan BBM bersubsidi sebesar 46 juta KL yang mulai berlaku per 1
Agustus 2014, serta berlanjutnya penyesuaian harga komoditas rokok sebagai dampak
lanjutan penyesuaian cukai rokok 2013 dan pemberlakuan pajak tembakau. Walaupun
mengalami peningkatan tekanan risiko inflasi, namun secara tahunan (yoy) inflasi
kelompok ini akan turun dan menuju ke pola normalnya sebagai dampak telah hilangnya
dampak base year IHK kenaikan BBM pada tahun 2013.
3. Core Inflation
Inflasi kelompok ini diproyeksi masih akan meningkat pada Tw III-2014. Hal yang
mendasari antara lain dampak lanjutan berbagai kebijakan Pemerintah (pada administered
price) yang akan ditransmisikan oleh pelaku usaha kepada harga jual konsumen. Selain itu,
dimulainya tahun ajaran baru juga akan meningkatkan inflasi di kelompok pendidikan.
Sedangkan secara eksternal, belum stabilnya nilai tukar Rupiah dan f luktuasi harga
komoditas internasional juga akan mempengaruhi t ingkat harga di Jawa Timur khususnya
untuk sisi tradable.
6.3 PROSPEK EKONOM I JAWA TIM UR TAHUN 2014
Secara keseluruhan diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jatim tahun 2014 mencapai
6,0-6,4% (yoy), cenderung melambat dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 6,55% .
Pertumbuhan ini diyakini masih yang tert inggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa.
107
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II Tahun 2014
BAB VI PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA
Dari sisi permintaan, hampir seluruh komponen permintaan mengalami perlambatan.
Konsumsi rumah tangga, meskipun masih menjadi penopang utama perekonomian Jawa
Timur, namun kinerjanya t idak setinggi tahun 2013. Pelaksanaan Pilpres 2014 kurang mampu
menggiatkan konsumsi dan investasi masyarakat seiring aksi wait and see yang berlanjut
hingga triwulan III 2014. Sementara itu, adanya momen lebaran juga diperkirakan t idak
setinggi pengaruh tahun sebelumnya.
Pembaikan perekonomian negara maju sepanjang tahun ini secara optimis diharapkan
mampu meningkatkan ekspor Jawa Timur di tahun 2014. Faktor risiko yang perlu diwaspadai
pada tahun 2014 adalah daya saing produk Jatim menjelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) 2015, khususnya produk UMKM. Selain itu, adanya transfer of knowledge pada
aliran tenaga kerja dan investasi yang bebas perlu segera disepakati di antara negara anggota
menjelang pemberlakuan MEA 2015 mendatang. Selain itu, perlambatan ekonomi Tiongkok
juga perlu diwaspadai seiring dengan t ingginya intensitas perdagangan Jawa Timur dengan
negara tersebut.
Di sisi penawaran, pendorong utama perbaikan ekonomi Jatim berasal dari sektor
utama, Industri Pengolahan dan sektor pendukung (Listrik Gas Air Bersih dan Jasa-Jasa).
Sementara itu, dari sisi eksternal, nilai tukar yang mulai menemukan keseimbangannya juga
menjadi salah satu faktor pendorong perbaikan kinerja perdagangan Jatim yang mengalami
surplus, meskipun cenderung melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Perdagangan antar daerah masih terkontraksi akibat perlambatan ekonomi KTI. Sektor
pertanian pun hingga akhir tahun 2014 t idak signif ikan terpengaruh oleh adanya El Nino.
Efisiensi waduk dan irigasi serta penganekaragaman komoditas yang ditanam menjadi salah
satu faktor yang menahan penurunan produksi tanaman pangan.
6.4 PROSPEK INFLASI JAWA TIM UR TAHUN 2014
Tekanan inflasi pada akhir tahun 2014 diproyeksi mereda dibandingkan periode laporan
atau berada di kisaran proyeksi 5,1% - 5,4% (yoy). Dari sisi permintaan, adanya hari raya
keagamaan pada triwulan II 2014 dan triwulan IV 2014 akan menjadi pendorong utama inflasi
yang bersifat seasonal. Sementara dari sisi penawaran, telah berakhirnya musim panen raya dan
dimulainya musim tanam serta potensi badai El Nino pada tahun 2014 diproyeksi akan sedikit
mengurangi kecukupan pasokan di masyarakat. Secara ringkas prospek inflasi tersebut
teruraikan sebagai berikut :
108
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II Tahun 2014
BAB VI PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA
1. Volatile Foods
Pergerakan harga pada kelompok bahan makanan sampai dengan triwulan III 2014
diprediksi akan mengalami penurunan dan meningkat kembali pada triwulan IV 2014. Hal
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sisi Permintaan
Sebagaimana trend pada periode-periode sebelumnya, trend permintaan akan mereda
pada triwulan II 2014, kemudian meningkat pada awal triwulan III 2014 dan akhir triwulan
IV 2014 seiring dengan adanya Hari Raya Idul Fitri dan Natal.
Sisi Penawaran
Tingkat produksi komoditas pangan pada selama tahun 2014 diproyeksi akan sedikit
menurun seiring dengan pergeseran musim panen akibat banjir pada awal tahun 2014,
gangguan produksi akibat erupsi Gunung Kelud serta potensi terjadinya El Nino walaupun
pada intensitas yang relatif rendah. Meskipun demikian, hal tersebut akan tertahan oleh :
- Penambahan luas tanam komoditas kedelai seluas 500 ribu hektar oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Timur sehingga dapat mendorong peningkatan produksi kedelai di Jawa
Timur.
- Menyikapi potensi terjadinya badai El Nino, diproyeksi terdapat peningkatan produksi
tanaman palaw ija, sepert i jagung, kedelai serta tanaman perkebunan seperti tembakau
karena ketiga tanaman tersebut cenderung membutuhkan air lebih sedikit daripada
padi, sehingga mampu bertahan di tengah kondisi kering.
- Mekanisme logist ik pangan seperti memastikan kecukupan stok beras di BULOG,
memberdayakan 843 lumbung pangan yang tersebar di 29 Kabupaten dan 1 Kota,
serta mengoptimalkan fungsi 228 rumah pangan lestari yang tersebar di 38
Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Sedangkan untuk t ingkat pasokan daging-dagingan, masih terdapat potensi risiko yang
disebabkan relatif terbatasnya ketersediaan hewan ternak di masyarakat. Sensus pertanian
tahun 2013 menyebutkan bahwa terdapat penurunan populasi sapi di Jawa Timur sebesar
24,22% dibandingkan tahun 2011. Sedangkan untuk ayam ras, mempert imbangkan
produksi Jawa Timur t idak hanya dikonsumsi secara lokal melainkan juga dikirimkan
kepada w ilayah lain (khususnya Kawasan Timur Indonesia) dan adanya pembatasan
produksi bibit ayam dan impor bibit indukan ayam, masih dimungkinkan terjadi f luktuasi
harga ke depannya.
109
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jaw a Timur
Triwulan II Tahun 2014
BAB VI PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA
2. Administered Prices
Tekanan inflasi kelompok administered price pada akhir tahun 2014 secara tahunan
diproyeksi mereda. Namun secara bulanan, terdapat beberapa pelaksanaan kebijakan
Pemerintah yang berpotensi mendorong inflasi. Beberapa hal yang mempengaruhi t ingkat
inflasi kelompok ini yaitu :
Upward Risk
- Adanya kebijakan pembatasan penjualan BBM bersubsidi sebesar 46 juta KL yang mulai
berlaku per 1 Agustus 2014. Berdasarkan Surat Edaran Badan Pengaturan Hilir M inyak
dan Gas Bumi (BPH M igas) No. 937/07/Ka tgl. 24 Juli 2014, diatur bahwa solar
bersubsidi hanya dijual pada pukul 08.00 18.00. Di luar waktu tersebut maka tarif
solar yang berlaku adalah tarif non subsidi.
- Kenaikan tarif listrik rumah tangga per 1 Juli 2014 masing-masing sebesar 11,36% (R1),
10,43% (R2) dan 5,70% (R3) setiap 2 (dua) bulan sekali.
- Rencana penyesuaian harga bahan bakar rumah tangga (LPG 12 kg).
- Masih berlanjutnya kenaikan harga komoditas rokok.
Downward Risk
- Hilangnya dampak base year kenaikan harga BBM pada awal triwulan III 2014 sehingga
mampu mendorong inflasi kelompok ini kembali kepada pola normalnya.
- Peningkatan tarif listrik dilakukan pula secara bertahap sehingga meminimalkan
dampak lanjutan terhadap kenaikan harga komoditas lainnya.
3. Core Inflation
Tingkat inflasi kelompok ini pada akhir tahun 2014 secara tahunan diproyeksi relatif
meningkat di kisaran 4,5% - 5,0% . Pendorong utama inflasi adalah masih belum
stabilnya nilai Rupiah dan harga komoditas internasional serta dampak lanjutan
penyesuaian harga karena pelaksanaan kebijakan Pemerintah yang oleh pelaku usaha
ditransmisikan kepada harga jual akhir (konsumen).
xix
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa
Timur Triwulan II 2014
DAFTAR ISTILAH
DAFTAR ISTILAH
Administered price
Harga barang yang diatur oleh pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan
tarif dasar list rik.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah yang dibahas dan setujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
BI Rate
Suku bunga referensi kebijakan moneter dan ditetapkan dalam Rapat Dewan
Gubernur set iap bulannya.
BI-RTGS
Bank Indonesia Real Time Gross Set t lement , yang merupakan suatu penyelesaian
kewajiban bayar-membayar (set t lement) yang dilakukan secara on-line atau seket ika
untuk set iap inst ruksi t ransfer dana.
Bobot inf lasi
Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komodias terhadap t ingkat inf lasi secara
keseluruhan yang diperhitungkan dengan melihat t ingkat konsumsi masyarakat
terhadap komoditas tersebut .
Dana Pihak Ket iga (DPK)
Simpanan pihak ket iga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan dan simpanan
berjangka.
Ekspor dan Impor
Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara
dan antar provinsi.
Faktor Fundamental
Faktor pendorong inf lasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni
interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksernal serta ekspektasi inf lasi
masyarakat .
xx
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa
Timur Triwulan II 2014
DAFTAR ISTILAH
Fakor Non Fundamental
Faktor pendorong inf lasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni
produksi maupun dist ribusi bahan pangan (volat ile foods) serta harga barang/jasa yang
ditentukan oleh pemerintah (adminisered price).
Financing t to Deposit Rat io (FDR) aau Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ket iga yang diterima oleh bank,
baik dalam rupiah dan valas. Terminologi FDR unuk bank syariah, sedangkan LDR
untuk bank konvensional.
Imported inf lation
Salah satu disagregasi inf lasi, yaitu inf lasi yang berasal dari pengaruh perkembangan
harga di luar negeri (eksternal).
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK, indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang dengan skala 1 – 100.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK, indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saa ini dengan skala 1 – 100.
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat
ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang dengan skala 1 – 100.
Inf lasi IHK
Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode yang diukur dengan perubahan
indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa
yang dikonsumsi oleh masyarakat luas.
Inf lasi Inti
Inf lasi IHK setelah mengeluarkan komponen volat ile foods dan administered prices.
Inf low
Uang yang diedarkan aliran masuk uang kartal ke Bank Indonesia.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi
xxi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa
Timur Triwulan II 2014
DAFTAR ISTILAH
Kredit
Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertent tu dengan
pemberian bunga, termasuk
Pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan note purchase
agreement (NPA)
Pengambilan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.
Liaison
Kegiatan pengumpulan data/stat ist ik dan informasi yang bersifat kualitat if dan
kuant itat if yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku
ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang
sistemat is dan didokumentasikan dalam bentuk laporan.
mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Net Inf low
Uang yang diedarkan inf low lebih besar dari out f low.
Non Performing Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL)
Rasio pembiayaan atau kredit macet terhadap otal penyaluran pembiayaan atau kredit
oleh bank, baik dalam rupiah dan valas, Terminologi NPF dan pembiayaan untuk bank
syariah, sedangkan NPL dan kredit untuk bank konvensional.Kriteria NPF atau NPL
adalah (1) kurang lancar, (2) diragukan dan (3) macet .
Omset
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Outflow
Aliran keluar uang kartal dari Bank Indonesia.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari akt ivitas ekonomi suatu daerah sepert i hasil pajak
daerah, rest ribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah.
qtq
Quarter to quarter. Perbandingan anara data satu t riwulan dengan t riwulan
sebelumnya.
xxii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa
Timur Triwulan II 2014
DAFTAR ISTILAH
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh
dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volat ile Food
Salah satu disagregasi inf lasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya
sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
lxxii
DAFTAR SINGKATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Timur
Triwulan II 2014
DAFTAR SINGKATAN
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BBM
Bahan Bakar Minyak
BOPO
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
BPS
Badan Pusat Stat ist ik
IHK
Indeks Harga Konsumen
IKK
Indeks Keyakinan Konsumen
KPR
Kredit Pemilikan Rumah
LDR
Loan to Deposit Rat io
LTV
Loan to Value
NIM
Net Interest Margin
NPF
Non Performing Financing
NPL
Non Performing Loan
PHR
Perdagangan, Hotel dan Restoran
PLN
Perusahaan List rik Negara
PMA
Penanaman Modal Asing
lxxiii
DAFTAR SINGKATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Timur
Triwulan II 2014
PMDN
Penanaman Modal Dalam Negeri
PMTB
Pembentukan Modal Tetap Domest ik Bruto
q-t -q
Quarter to quarter
RBB
Rencana Bisnis Bank
SKDU
Survei Kegiatan Dunia Usaha
yoy
Year on year