kapita selekta pendidikan islam dilengkapi dengan ...repository.uinjambi.ac.id/4710/1/kapita selekta...

104
KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Dilengkapi dengan UU No. 14 2005 Tentang Guru dan Dosen Dr. Drs. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd. Penerbit SUKABINA Press KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Dilengkapi dengan UU No. 14 2005 Tentang Guru dan Dosen Penulis : Dr. Drs. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd. ISBN : 978-602-6277-03-9 Tata Letak : Sari Jumiatti Desain Sampul : Liansyahmora Nst Penerbit : SUKABINA Press Jl. Prof. Dr. Hamka No. 29 Tabing - Padang Telp. / Fax : (0751) 7055660 E-mail : [email protected] Cetakan pertama, September 2016 Cetakan kedua, September 2017 Cetakan ketiga, Oktober 2019 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

Upload: others

Post on 25-Jan-2021

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Dilengkapi dengan UU No. 14 2005

    Tentang Guru dan Dosen

    Dr. Drs. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd.

    Penerbit SUKABINA Press

    KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Dilengkapi dengan UU No. 14 2005 Tentang Guru dan Dosen Penulis : Dr. Drs. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd.

    ISBN : 978-602-6277-03-9

    Tata Letak : Sari Jumiatti

    Desain Sampul : Liansyahmora Nst

    Penerbit : SUKABINA Press Jl. Prof. Dr. Hamka No. 29 Tabing - Padang Telp. / Fax : (0751) 7055660 E-mail : [email protected]

    Cetakan pertama, September 2016 Cetakan kedua, September 2017 Cetakan ketiga, Oktober 2019 Hak cipta dilindungi undang-undang

    Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur dipersembahkan ke hadirat Allah SWT.,

    karena berkat taufik dan hidayah-Nya, buku yang berjudul

    KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM ini dapat di-

    hadirkan ke tangan pembaca yang budiman. Shalawat dan

    salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar

    Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.

    Kehadiran buku ini selain ditujukan untuk ikut serta

    mengembangkan studi pendidikan Islam dan menyediakan

    bahan perkuliahan yang dibutuhkan oleh para mahasiswa,

    juga dalam rangka memberikan kontribusi bagi pemecahan

    problematika pendidikan Islam di Indonesia.

    Sebagai sebuah proses yang berlangsung secara cepat

    dan dinamis pendidikan Islam termasuk yang paling banyak

    menghadapi problematika. Berbagai aspek yang terkait de-

    ngan kegiatan pendidikan Islam. Demikian pula tentang per-

    hatian dan kesungguhan pihak pemerintah dan masyarakat

    dalam ikut serta mengatasi permasalahan pendidikan sebagai-

    mana tersebut di atas, juga masih merupakan persoalan yang

    belum terpecahkan.

    Kehadiran buku ini antara lain mencoba memberikan

    gambaran tentang peta permasalahan pendidikan Islam ter-

    sebut serta sekaligus menawarkan alternatif pemecahannya.

    Oleh karena itu, penulis yakin kehadiran buku ini akan

    membantu para perencana dan pelaksana pendidikan Islam di

    Indonesia.

    Namun demikian, diyakini bahwa tulisan ini masih jauh

    dari sempurna. Disana sini masih terdapat kekurangan dan

    kelemahan, baik dari segi isi, maupun dari segi hubungan

    vi

    antara pokok bahasan dan pokok bahasan lainnya. Hal ini bisa

    terjadi mengingat bahan-bahan yang dihimpun dalam buku

    ini merupakan kumpulan tulisan yang pernah disampaikan

    dalam berbagai kesempatan seminar, diskusi, loka karya dan

    sebagainya.

    Menyadari hal demikian itu, penulis berharap kiranya

    pembaca dapat memberikan saran dan kritik guna perbaikan

    dan penyempurnaan buku ini pada edisi berikutnya. Akhirnya

    kita berdoa, mudah-mudahan upaya ini menjadi amal ibadah

    yang diridhai Allah SWT. Amin.

    Jambi, Oktober 2019

    Dr. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd

  • vii

    PENDAHULUAN

    Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pen-

    didikan Islam di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan

    dakwah Islamiyah. Pendidikan Islam berperan sebagai me-

    diator di mana ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada

    masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan

    inilah, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati

    dan meng-amalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-

    Qur'an dan Al-Sunnah. Sehubungan dengan itu tingkat ke-

    dalaman pemahaman, penghayatan dan pengalaman masya-

    rakat terhadap ajaran Islam amat tergantung pada tingkat

    kualitas pendidikan Islam yang diterimanya. Pendidikan Islam

    tersebut berkembang setahap demi setahap hingga mencapai

    tahapan seperti sekarang.

    Bertolak dari kerangka tersebut di atas, maka pen-

    didikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan ber-

    bagai problematika yang tidak ringan. Diketahui bahwa se-

    bagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai

    komponen yang antara satu dan lainnya saling berkaitan.

    Komponen pendidikan tersebut meliputi landasan, tujuan,

    kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola hu-

    bungan guru murid, metodologi pembelajaran, sarana pra-

    sarana, evaluasi, pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai

    komponen yang terdapat dalam pendidikan ini seringkali

    berjalan apa adanya, alami dan tradisional, karena dilakukan

    tanpa perencanaan konsep yang matang. Akibat dan keadaan

    demikian, maka mutu pendidikan Islam seringkali menunjuk-

    kan keadaan yang kurang menggembirakan.

    viii

    Landasan dan dasar pendidikan Islam yaitu al-Qur'an

    dan al-Sunnah belum benar-benar digunakan sebagaimana

    mestinya. Hal ini sebagai akibat belum adanya sarjana dan

    pakar di Indonesia secara khusus mendalami pemahaman al-

    Qur'an dan al-Sunnah dalam perspektif pendidikan Islam.

    Ummat Islam belum banyak mengetahui tentang isi kan-

    dungan al-Qur'an dan al-Sunnah yang berhubungan dengan

    pendidikan secara baik. Akibatnya pelaksanaan pendidikan

    Islam belum berjalan di atas landasan ajaran Islam itu sendiri.

    Sebagai akibat dari kekurangan tersebut di atas, maka

    tujuan dan visi pendidikan Islam juga masih belum berhasil di

    rumuskan dengan baik. Tujuan pendidikan Islam seringkali

    diarahkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang hanya

    menguasai ilmu Islam saja, dan visinya diarahkan untuk

    mewujudkan manusia yang shaleh dalam arti yang taat

    beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akhirat. Akibatnya

    dari keadaan yang demikian ini, maka lulusan pendidikan

    Islam hanya memiliki kesempatan dan peluang yang terbatas,

    yaitu hanya sebagai pengawal moral bangsa. Mereka tidak

    mampu bersaing dan tidak mampu merebut peluang dan

    kesempatan yang tersedia dalam memasuki lapangan kerja.

    Akibat lebih lanjut lulusan pendidikan Islam semakin ter-

    marginalkan dan tak berdaya. Keadaan yang demikian me-

    rupakan masalah besar yang perlu segera diatasi, lebih-lebih

    lagi jika dihubungkan dengan adanya persaingan yang makin

    kompetitif pada era globalisasi.

    Permasalahan tersebut di atas, semakin diperparah oleh

    tidak tersedianya tenaga pendidikan Islam yang profesional,

    yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai materi ilmu yang

    diajarkannya secara baik dan benar, juga harus mampu

  • ix

    mengajarkannya secara efisien dan efektif kepada para siswa,

    serta harus pula memiliki idealisme. Para pendidik muslim

    secara umum belum dapat dikatakan profesional. Hal ini

    diakibatkan oleh adanya sumber daya pendidik yang rata-rata

    di bawah kategori bibit unggul, serta lebih didasarkan pada

    motivasi keagamaan, dan bukan kompetensi profesional. Para

    pendidik muslim banyak yang berasal dari lembaga-lembaga

    non keguruan. Mereka itu direkrut menjadi tenaga pendidik

    karena alasan kebutuhan atau alasan-alasan lain yang sifatnya

    jauh dari pertimbangan akademik dan kompetensi profesional.

    Berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi profesi-

    onalitas pendidik melalui penataran, pelatihan, seminar, dan

    sebagainya masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan,

    mengingat berbagai kegiatan tersebut sering melenceng dari

    tujuan dan sasarannya yang diharapkan. Upaya lainnya yang

    dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru adalah melalui

    program Penyetaraan Diploma II (DII), Program Diploma III

    (DIII) dan Program Strata Satu (S1) yang diselenggarakan leh

    Departemen Agama pada sepuluh tahun terakhir ini, juga

    belum banyak diharapkan mampu meningkatkan kualitas

    guru. Mengingat kurang adanya motivasi untuk meningkat-

    kan pengetahuannya serta kurang adanya dukungan sarana

    dan prasana dan kualitas dan kuantitas para dosennya.

    Berbagai solusi terhadap permasalahan tersebut di-

    tawarkan dalam buku ini dengan harapan dapat menjadi

    bahan renungan, perbandingan atau mungkin dapat di-

    gunakan. Namun, buku ini tidak diasumsikan suatu kerangka

    teori tertentu yang akan diuji kebenaran dan validitasnya.

    Yang dilakukan dalam buku ini adalah mencoba mengamati

    permasalahan yang terdapat dalam pendidikan Islam, kemu-

    x

    dian mencarikan solusinya. Yaitu memaparkan masalah

    dengan dukungan oleh sumber yang otoritatif kemudian

    menganalisa menurut ilmu pendidikan Islam.

  • xi

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................. v

    PENDAHULUAN .................................................................... vii

    DAFTAR ISI ............................................................................. ix

    BAB 1 Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin

    Ilmu ........................................................................... 1

    BAB 2 Pembangunan Pendidikan Islam dan Antisipasi

    Perkembangan IPTEK ............................................. 12

    BAB 3 Pendidikan Agama, Sarana, Fasilitas dan Ling-

    kungan Pendidikan ................................................. 26

    BAB 4 Politik Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam

    di Indonesia .............................................................. 51

    BAB 5 Mensiasati Kekurangan Jam Pelajaran Agama

    di Sekolah-sekolah .................................................. 65

    BAB 6 Pro-Kontra Tentang Perlu Tidaknya Pen-

    didikan Seks bagi Para Remaja ............................. 76

    BAB 7 Kode Etik Profesi Guru dalam Konteks

    Peningkatan Mutu Pendidikan ............................ 84

    BAB 8 Pendidikan Agama dan Moral dalam Perspektif

    Global ....................................................................... 96

    BAB 9 Etika, Moral, Budaya dan Kaidah Agama

    sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan

    Bangsa ...................................................................... 112

    BAB 10 Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Kuri-

    kulum ........................................................................ 121

    BAB 11 Penutup .................................................................... 147

    BAB 12 UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

    Dosen ........................................................................ 149

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 196

    xii

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 1

    BAB 1 PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM

    SEBAGAI DISIPLIN ILMU

    Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber utama

    pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu adalah kitab suci Al-

    Qur'an dan Sunnah Rasulullah s.a.w. serta pendapat para

    sahabat dan ulama/ilmuwan muslim sebagai tambahan.

    Sebagai disiplin ilmu, pendidikan Islam bertugas pokak

    mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang ke-

    pendidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya

    dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/

    ilmuwan muslim. Dalam sumber-sumber pokok itu terdapat

    bahan-bahan fundamental yang mengandung nilai kepen-

    didikan atau implikasi-implikasi kependidikan yang masih

    berserakan. Untuk dibentuk menjadi suatu ilmu pendidikan

    Islam, bahan-bahan tersebut perlu disistematisasikan dan

    diteorisasikan sesuai dengan kaidah (norma-norma) yang

    ditetapkan dalam dunia ilmu pengetahuan.

    Dunia ilmu pengetahuan yang akademik telah menetap-

    kan norma-norma, syarat-syarat dan kriteria-kriteria yang

    harus dipenuhi oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan

    keilmuan yang ditetapkan itu nampak bersifat sekuler, dalam

    arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan/konsep dalam

    banyak seginya, yang melibatkan nilai-nilai ke-Tuhanan di-

    pandang tidak rasional, tapi metafisik dan tidak dapat

    dijadikan dasar pemikiran sistematis dan logis. Nilai-nilai

    ketuhanan berada di atas nilai keilmiahan dari ilmu penge-

    tahuan. Agama adalah bukan ilmu pengetahuan, karena

    2 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    bukan ciptaan budaya manusia, Agama adalah wahyu Tuhan

    yang diturunkap, kepada umat manusia melalui Rasul-

    rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup yang harus diyakini

    kebenarannya.

    llmu pengetahuan pendidikan Islam pada khususnya

    tersusun dari konsep-konsep dan teori-teori yang disistema-

    tisasikan menjadi suatu kebulatan yang terdiri dari komponen-

    komponen yang satu sama lain saling berkaitan.

    Teori tersebut dijadikan pedoman untuk melaksanakan

    proses kependidikan Islam itu. Antara teori dengan proses

    operasionalisasi saling berkait, yang satu sama lain saling

    menunjang bahkan saling memperkokoh.

    Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan Islam merupa-

    kan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang

    tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan.

    Jadi mengalami dan mengetahui merupakan pengokoh awal

    dari konseptualisasi manusi yang berlanjut kepada terbentuk-

    nya ilmu pengetahuan itu. Untuk itu Adam diajar nama-nama

    benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pem-

    bentukkan ilmu pengetahuannya.

    Dengan kata lain, ilmu pendidikan Islam harus ber-

    tumpu pada gagasan-gagasan yang dialogis dengan penga-

    laman empiris yang terdiri atas fakta atau informasi untuk

    diolah menjadi teori yang valid yang menjadi tempat ber-

    pijaknya suatu ilmu pengetahuan yang ilmiah. Dengan

    demikian maka ilmu pendidikan Islam dapat dibedakan

    antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis.

    Justru IPI menuntut adanya teori yang dijadikan pedoman

    operasional dalam lapangan praktek pendidikan.

    Pengetahuan kita ten tang apa, bagaimana dan sejauh

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 3

    mana pandangan Islam tentang kependidikan yang ber-

    sumberkan Al-Qur'an, dapat kita jadikan bahan merumuskan

    konsepsi pendidikan Islam teoritis dan praktis yang dapat

    dilaksanakan (feasable) dalam lapangan operasional.

    Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam

    teori pendidikan Islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan

    validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu

    ialah:

    1) Tujuan pendidikan Islam harus dirumuskan dan ditetapkai

    secara jelas dan sama bagi seluruh umat Islam sehingga

    bersifat universal. Tujuan pendidikan Islam adalah yang

    azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode

    dan materi (content) pendidikan Islam. Namun metode dan

    content itu bukanlah kurang pentingnya, karena antara

    tiga komponen tersebut saling berkaitan dalam proses

    pencapaian tujuan Islam.

    Meskipun tujuan pendidikan itu beridealitas tinggi,

    bila metode dan materinya tidak memadai, maka proses

    kependidikan tersebut akan mengalami kegagalan. Oleh

    karena itu suatu tujuan pendidikan tidak akan dapat

    berwujud dalam satu proses yang kedap metode dan

    content.

    Jikalau pendidikan Islam menetapkan tujuan yang

    berbeda-beda menurut idealitas kultural masyarakat

    masing-masing, maka manusia ideal menurut citra Islam

    yang bernilai universal tak akan dapat mencerminkan

    hakikat Islam sebagai way of life. Manusia muslim yang

    diidamkan oleh umat Islam akan berkualitas moral dan

    ideal yang berbeda-beda pula. Padahal Islamic way of life

    telah ditetapkan oleh ajaran Al Qur'an di mana ilmu

    4 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    pendidikan Islam harus mengacu kepadanya.

    Tujuan pendidikan Islam yang universal itu telah

    dirumuskan dalam Seminar Pendidikan Islam se-Dunia di

    Islamabad pada tahun 1980 yang disepakati oleh seluruh

    ulama ahli pendidikan Islam dari negara-negara Islam.

    Rumusan tersebut mencerminkan idealitas Islami seperti

    terkandung di dalam Al-Qur'an. Dalam bab terdahulu

    telah saya kemukakan rumusan tersebut.

    Sebagai essensianya tujuan pendidikan Islam yang

    sejalan dengan tuntutan Al-Qur'an itu tidak lain adalah

    sikap penyerahan diri secara total kepada Allah SWT.,

    yang telah kita ikrarkan dalam shalat kita sehari-hari.

    )162ِإن َصَالِيت َوُنُسِكي َوَحمَْياَي َوَممَاِيتِ ِهللا َرب اْلَعاَلِمَني (االنعم:

    "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku

    hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (al-An'am: 162)

    Dengan demikian kita tidak menghendaki rumusan-

    rumusan lain yang ditetapkan oleh para ahli pikir yang

    orientasinya tidak mengacu kepada petunjuk Al-Qur'an.

    Bagi umat Islam, Al-Qur'an adalah kriterium dasar yang

    dipakai untuk menetapkan segala hal yang bercorak

    Islami.

    Bertolak dari konsepsi Al-Qur'an, bahwa Islam

    adalah agama yang sesuai dengan watak alamiah manusia,

    sehingga bila manusia dididik dengan Islam tidak

    bertentangan dengan kecenderungan dan bakat-bakat

    kemampuannya, maka prinsip-prinsip ajaran Al-Qur'an

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 5

    tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip dari teori

    pendidikan umum. Elemen dasar yang bertentangan

    dengan ajaran Al-Qur'an, bila teori-teori pendidikan itu

    didasarkan atas filsafat pragmatisme atau ateisme, yang

    menafikan nilai-nilai ketuhanan dan moralitas Ilahi.

    2) Metode pendidikan Islam yang kita ciptakan harus

    berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan

    pendidikan Islam itu. Komprehensivitas daripada tujuan

    pendidikan itu harus paralel dengan keanekaragaman

    metode, mulai dari metode verbalistik-simbolisme sampai

    kepada berinteraksi langsung dengan situasi belajar-

    mengajar, misalnya kegiatan belajar dengan berdiskusi

    atau soal-jawab dengan guru.

    Metode yang dipakai dalam proses kependidikan

    Islam bertumpu pada paedosentrisme, di mana kemampu-

    an fitrah manusia dijadikan pusatnya proses kependidikan.

    Sebagai ilustrasi, metode pendidikan yang diterapkan oleh

    Ibnu Sina di rumah sakit Muristan secara learning team

    yang bertingkat menurut kemampuan yang seragam.

    Metode ini adalah learning by doing dalam ilmu kedokteran.

    Bila tim pertama yang ditugaskan untuk menyelesaikan

    studi tentang jenis penyakit beserta pengobatannya gagal,

    maka tim pertama menyerahkan kepada tim kedua,

    berturut-turut kepada tim-tim berikutnya. Bila semua tim-

    tim itu tidak dapat mengerjakan secara tuntas tugas yang

    diberikan maka barulah Ibnu Sina turun tangan, menun-

    jukkan atau mengajarkan ilmu pengetahuan yang ber-

    kaitan disertai dengan praktek sekaligus. Metode demikian

    mendorong anak didijk untuk melakukan problem solving

    dengan cara trial and error yang semakin meningkatkan

    6 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    pengetahuan mereka ke arah penemuan validitas penge-

    tahuannya. Guru mengesahkan dan mentahqiqkannya

    pada daur terakhir.

    Metode Islami atau Qur'ani hikmah dan mau'idhah

    al-hasanah serta mujadalah yang paling baik, menuntut

    kepada pendidik untuk berorientasi kepada educational

    needs dari anak didik, di mana faktor human nature yang

    potensial tiap pribadi anak dijadikan sentrum proses

    kependidikan sampai kepada batas maksimal per-

    kembangannya. Misalnya, mengajar sesuai dengan tingkat

    kemampuan kejiwaannya, memberi contoh teladan yang

    baik, mendorong dan memotivasi, targhieb dan tarchieb,

    mendorong kreativitas dalam berfikir, menciptakan

    suasana belajar-mengajar yang favorable, (di waktu marah

    atau sesak dada guru tidak boleh mengajar), dan lain-lain

    metode yang dipraktekkan oleh para ulama guru, ahli

    pikir, filusuf Islam yang dapat kita pelajari dalam sejarah

    pendidikan Islam.

    3) Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan

    pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila

    tanpa kehadiran nilai atau idea. Oleh karena itu content

    pendidikan Islam menjadi conditio sine qua non dalam

    proses tersebut. Secara prinsipal content yang diwujudkan

    sebagai kurikulum, mengandung makna sebagai petunjuk

    (baik bagi guru maupun murid) ke arah pengembangan

    kualitas hidup manusia selaku khalifah di atas bumi, yang

    memiliki kepribadian yang utuh dalam hidup mental-

    rohaniah (iman dan takwa) dan material-jasmaniah

    (kemampuan jasmaniah yang tinggi) yang seimbang dan

    serasi. Konsepsi Al-Qur'an tentang ilmu pengetahuan,

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 7

    tidak mem-beda-bedakan antara ilmu pengetahuan agama

    dan umum. Kedua jenis ilmu pengetahuan itu merupakan

    kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena semua

    ilmu adalah merupakan manifestasi dari ilmu penge-

    tahuan yang satu yaitu ilmu pengetahuan Allah. Oleh

    karena itu dalam Islam tidak dikenal adanya ilmu

    pengetahuan yang religus dan non-religius (sekuler).

    Firman-firman Allah yang menunjukkan bahwa

    semua ilmu pengetahuan berasal dari Allah ialah seperti

    tercantum dalam Surat Al-rahman, 1-4 (Allah mengajarkan

    Al-Qur'an dan bahasa), Al-Baqarah, 31. (mengajarkan

    nama-nama benda dan segala sesuatu), Al-Alaq, 4-5

    (mengajarkan ilmu pengetahua yang tidak ia ketahui), Al-

    Baqarah, 282. (Allah mengajarkan tentang administrasi dan

    pembukuan keuangan), Allah mengajarkan tentang bagai-

    mana berpikir, mengamati, merenungkan gejala alamiah

    untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang beraneka

    ragam dan sebagainya dalam banyak ayat-ayat Al Qur'an.

    Klasifikasi ilmu pengetahuan yang ditetapkan oleh

    para filusuf Islam seperti Al-Farabi, Ibnu Khaldun, Ibnu

    Sina menun jukkan bahwa ilmu pengetahuan Islam, baik

    yang palin eksternal sekalipun memiliki ciri sakral, selama

    ilmu itu setia kepada prinsip-prinsip kewahyuan, karena

    semua ilmu pengetahuan bersumber dari firman Allah

    seperti yang dinyatakan dalam wahyu pertama yang

    diturunkan kepada Rasulullah dalan Surat Al-Alaq, 1- 5

    (Sayyid Hosein Nasr, 1970, 64).

    Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu pengetahuan

    menjadi Ilmu Bahasa; Ilmu Logika; Ilmu Pengetahuan

    tingkat persiapan Ilmu Kealaman; Metafisika; Ilmu Ke-

    8 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    masyarakatan, beserta perincian masing-masing. Sedang-

    kan Ibnu Khaldun juga mengklasifikasikan sains Islami itu

    menjadi: Sains filusufis beserta perinciannya, dan Sains

    yang ditranmisikan beserta perinciannya (yang berupa

    ilmu-ilmu agama). Perincian sains tersebut dapat dilihat

    dalam buku Science and Civilization in Islam. Sayyid Hosein

    Nasr, pp. 60-64).

    Fahruddin Al-Razi (pada abad 12. M) dalam buku

    karyanya The Book of Sixty Sciences (terj.), mengembangkan

    sains tersebut menjadi enam puluh jenis.

    Dalam klasifikasi sains dari para ahli pikir muslim

    di atas tidak terdapat diskriminasi antara ilmu yang

    religius dan ilmu sekuler, semuanya merupakan ilmu-ilmu

    yang wajib dipelajari oleh umat Islam. Dengan demikian

    content (kurikulum) pendidikan Islam hams mencermin-

    kan jenis-jenis sains yang dibutuhkan oleh manusia mus-

    lim untuk menunjang tugas sebagai mandataris Tuhan di

    atas bumi.

    Berdasarkan pemikiran di atas maka Pendidikan Islam

    sebagai disiplin ilmu telah mempunyai modal dasar yang

    potensial untuk dikembangkan sehingga mampu berperan

    dijantung masyarakat dinamis masa kini dan mendatang.

    Pendidikan Islam saat ini masih berada pada garis marjinal

    masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses

    pembudayaan umat manusia dalam arti sepenuhnya. Untuk

    itu ilmu pendidikan Islam yang menjadi pedoman operasiona-

    lisasi pendidikan Islam perlu dikembangkan sesuai dengan

    persyaratan yang ditetapkan dalam dunia akademik yaitu:

    1) Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pen-

    didikan Islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 9

    yang non-Islami.

    2) Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa serta

    teori dalam lingkup kependidikan Islami yang bersumber-

    kan ajaran Islam.

    3) Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan

    perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam,

    beserta sistem pendekatan yang seirama dengan corak

    keislaman sebagai kultur dan revilasi.

    4) Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung

    totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang

    saling mengembangkan satu sama lain yang menunjukkan

    keman-diriannya sebagai ilmu yang bulat.

    Oleh karena suatu ilmu yang ilmiah harus bertumpu

    pada adanya teori-teori, maka teori-teori pendidikan Islam

    juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    1) Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta

    yang ada.

    2) Teori harus mengembangkan sistem klasifikasi dan

    struktur dari konsep-konsep, karena alam kita tidak

    menyediakan sistem siap-pakai untuk itu.

    3) Teori harus dapat mengikhtisarkan berbagai fakta,

    kejadian-kejadian, oleh karenanya maka sebuah teori harus

    dapat menjelaskan sejumlah besar fakta.

    4) Teori harus dapat meramalkan fakta atan kejadian-

    kejadian karena tugas sebuah teori adalah meramalkan

    kejadian-kejadian yang belum terjadi.

    Sebagai contoh, antara lain dapat dikemukakan adanya

    peristiwa yang menunjukkan adanya murid sekolah yang

    tidak tertarik kepada bidang studi agama. Untuk mengatasi

    hal tersebut guru agama mencari teori yang dapat mem-

    10 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    beritahukan tentang cara yang efektif dalam proses belajar-

    mengajar bidang studi agama yan menarik minat murid, yaitu

    misalnya dengan cara mengkaitkan ajaran agama dengan

    kebutuhan hidup murid sehari-hari serta pengalamannya,

    seirama dengan tingkat perkembangan hidup kejiwaannya.

    Maka pelajaran agama baru dapat menarik minat muri bila

    dikaitkan dengan problema hidup remaja masa kini misalny

    dalam kaitannya dengan kehidupan seksual, dengan ke-

    terampilan kerja dan diorientasikan kepada perkembangan

    ilmu dan teknologi masa kini.

    Adapun corak teoritis dari ilmu pendidikan Islam itu

    hendakny disusun secara sistematis yang well-organized, yang

    mampu memberikan diskripsi tentang adanya fakta dari

    pengalaman operasional dalam bentuk pengertian seseder-

    hana mungkin. (Gilbert Sax, 1968, 15-16).

    Yang menjadi permasalahan urgen bagi ilmu pen-

    didikan Islam ialah:

    a) Bagaimana seharusnya pendidikan Islam dapat menjawab

    tan tangan kebutuhan kependidikan generasi muda bagi

    kehidupan nya di masa depan secara sistematis berencana,

    mengingat ciri khas agama Islam adalah sifat aspiratif dan

    kondusif kepada; kebutuhan hidup sesuai dengan human

    nature (fitrah).

    b) Bagaimana agar pendidikan Islam mampu mendasari

    kehidupai generasi muda dengan iman dan takwa dalam

    berilmu pengetahuan yang sekaligus memotivasi daya

    kreativitasnya dalan kegiatan pengembangan dan penga-

    malan ilmu pengetahuai tersebut sejalan dengan tuntutan

    Al-Qur'an.

    c) Bagaimana pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu dapat

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 11

    meles tarikan dan memajukan tradisi dan budaya moral

    yang Islamic etnik dalam komunikasi sosial dan inter-

    personal dalan masyarakat yang semakin industrial-

    teknologis.

    d) Bagaimana agar pendidikan Islam tetap mampu ber-

    kembang dalam jalur input invironmental di lembaga

    pendidikan dala proses pencapaian tujuan akhirnya, baik

    dalam upaya membentuk pribadi, maupun anggota

    masyarakat dan warga negara yang berkualitas baik.

    Semboyan yang menjadi etos kerja kita antara lain

    adalah firman Allah yang menyatakan:

    )11ِإن اَهللا الَ يـَُغيـُر َما ِبَقْوٍم َحىت يـَُغيـُروا َما بِأَنـُْفِسِهْم (الرعد:

    "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu umat,

    sehingga mereka sendiri merubahnya....." (Ar-Ra'du, 11).

    12 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    BAB 2 PEMBANGUNAN PENDIDIKAN ISLAM DAN

    ANTISIPASI PERKEMBANGAN IPTEK

    Bangsa Indonesia berwatak sosialistik-religius bercita-

    cita meraih kehidupan yang seimbang, serasi dan selaras

    antara kehidupan batiniah, mental-spiritual dengan kehidup-

    an lahiriah, fisik jmateril, di mana nilai-nilai keagamaan

    menjadi dasar atau sumber motivasinya.

    Tuntunan Agama Islam pada khususnya, sejak awal

    penyeberannya di dunia ini telah mengajak dan mendorong

    umat manusia agar bekerja keras mencari kesejahteraan hidup

    di dunia dan kebahagiaan di akhirat secara simultan. Antara

    etos kerja keras untuk duniawi dan ukhrawinya tak boleh

    dipisahkan, melainkan menjadi etos kerja yang terintegrasi

    yang satu sama lain saling berkaitan secara kontinu, termasuk

    etos ilmiah yang mendorong ke arah Pengembangan ilmu

    pengetahuan dan teknologi.

    Etos ilmiah di kalangan masyarakat dunia Islam masa

    keemasan dari abad ke delapan masehi sampai abad ke-14 M.

    di Kawasan Timur Tengah, Afrika Utara dan Spanyol (Islam)

    di bendera Bani Umayyah dan Bani Abbasiah di Timur Tengah

    kawasan Irak, benar-benar mampu mendorong kemajuan

    dalam bidang filsafat, ilmu dan teknologi sehingga peradaban

    Islam menampakkan karakteristiknya dalam perkembangan

    nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik dalam konfigurasinya yang

    Islami dalam rentangannya yang luas.

    Etos ilmiah dan kerja keras tersebut mendapatkan do-

    rongan motivasi dari dalam kandungan ayat-ayat kitab suci

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 13

    Al-Qur'an Sunnah Nabi, S.a.w.

    Sumber motivasi dari Al-Qur'an. Jika kita pelajari secara

    mendalam berbagai ayat kitab suci al-Qur'an seperti yang

    tercantu dalam surat Ali Imran, surat Saba', dan surat Ar

    Rahman dsb, maka dapat kita temukan perintah atau ajakan

    Allah untuk berpikir secara kritis, analitis dan sintetis tentang

    ciptaan Allah di langit dan kawasan planet dengan kandungan

    isi kekayaannya. Berpikir atd memikirkan tentang fenomena

    ciptaan Allah tersebut harus dibarengi dengan zikir kepada-

    Nya (Q.S. Ali Imran, 190 -191).

    Di samping itu jika kita pahami ayat-ayat dalam surat

    Sat maka akan kita temui, bahwa Allah memberikan ke-

    mampuan kepada Nabi Daud teknik mengecor besi (Q.S.

    Saba', 10) dan teknik membuat baju besi dengan ukuran

    anyamannya yang tepat untuk digunakan berperang melawan

    Jalut dan Talut yang lalim (Q.S. Saba', 10).

    Begitu pula Allah telah memberikan kemampuan

    teknologi kepada Nabi Sulaiman untuk menaklukkan angin

    sehingga ia mampu menempuh perjalanan yang melebihi

    kecepatan angin; Begitu pula Allah telah memberikan penge-

    tahuan kepada Sulaiman untuk mencairkan tembaga serta

    menaklukkan Jin untuk mengerjakan bangunan-bangunan

    gedung pencakar langit, membuat patung jambangan-

    jambangan besar serta periuk-periuk besar di tungku-tungku

    ukuran besar (Q.S. Saba', 12-13).

    Adalah suatu bukti bahwa Al-Qur'an secara nyata

    memberikan dorongan kepada manusia agar menganalisa dan

    mengembangkan ilmu dan teknologi bangunan dari besi dan

    tembaga, serta teknologi transportasi yang mampu berjalan

    dengan kecepatan tinggi yang sekarang diwujudkan menjadi

    14 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    kapal terbang supersonik dan pesawat ruang angkasa dsb.

    Bahkan Tuhan pun telah menunjukkan bahwa teknologi

    mengatur ekosistem yang serba indah dan nyaman bagi

    pemukiman manusia, seperti yang pernah diciptakan oleh

    kaum Saba' dalam mengatur pertamanan di lingkungan

    pemukiman mereka (Q.S. Saba', 15).

    Di samping itu secara simbolis Allah juga telah

    menjabarkan berbagai model teknologi pembuatan kapal

    terbang dengan meniru pola atau rancang-bangun struktur

    burung di angkasa (Q.S. Al-Mulk, 19).

    Para ahli peneliti kandungan Al-Qur'an dari aspek ilmu

    dan teknologi; antara lain Prof. Afzalurrahman dan Prof Dr.

    Maurice Bucaille mendapatkan kesimpulan-kesimpulan bah-

    wa kitab suci Al-Qur'an memberi dorongan daya cipta umat

    manusia dalam berpikir dan menganalisa serta mengembang-

    kan fenomena semesta alam ciptaan Allah yang bergerak

    secara sistematis dan bertujuan itu, menjadi benda-benda atau

    alat-alat teknologis yang tepat guna bagi kesejahteraan hidup

    manusia, sejak dari ilmu dan teknologi per-nian, irigasi,

    botani, perkebunan, bio-kimia, arsitektur, archeologi, astro-

    nomi, fisika, matematika sampai kepada ilmu dan teknologi

    ang angkasa luar dan kedokteran. Ayat-ayat Al-Qur'an yang

    menjelaskan hal-hal tersebut di atas dapat kita telaah dalam

    surat-urat Al-An'am, 99 dan Qaaf, 9, Abasa, 26-27, Al-Baqarah,

    266, to-Nahl, 15 dsb. Surat Qaaf, 9-11 untuk botani; Surat

    Fathir, 11 dan Yaasin, 36. Surat Ar-Rahman, 33 untuk tekno-

    logi ruang angkasa.

    Menurut Prof. Afzalurrahman, Al-Qur'an adalah sumber

    ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari sumber inilah di-

    kembangkan menjadi 27 jenis ilmu dan teknologi dasar (Baca,

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 15

    Qur'anic Sciences, Afzalurrahman, 1980). Maurice Bucaille

    salah seorang dokter bedah Francis dalam buku karyanya La

    Bible, Le Corant et La Sience, menyimpulkan bahwa kitab suci

    Al-Qur'an mengajak kepada memperdalam sains; Al-Qur'an

    memuat berbagai macam pemikiran tentang fenomena alam

    dengan perincian yang menerangkan hal-hal yang secara pasti

    cocok dengan sains modern. Hal-hal serupa itu tidak terdapat

    dalam kitab agama Yahudi dan Kristen.

    Pendidikan Islam yang tugas pokoknya menelaah dan

    meng-usa serta mengembangkan pemikiran, informasi dan

    fakta-fakta kependidikan yang sama sebangun dengan nilai-

    nilai ajaran Islam harus mampu mengetengahkan perencanaan

    program-program kegiatan-kegiatan operasional kependidik-

    an terutama yang berkait dengan pengembangan dan pe-

    manfaatan iptek modern dalam bidang kehidupan sosial dan

    keagamaan umat. Strategi pendidikan Islam dalam meng-

    hadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan IPTEK itu

    mencakup ruang lingkup:

    a. Motivasi kreativitas anak didik ke arah pengembangan

    IPTEK itu sendiri di mana nilai-nilai Islami menjadi sumber

    acuannya.

    b. Mendidik keterampilan memanfaatkan produk IPTEK bagi

    kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan

    umat Islam pada khususnya.

    c. Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan

    IPTEK serta hubungan yang akrab dengan para ilmuan

    yang memegang otoritas IPTEK dalam bidang masing-

    masing.

    d. Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap

    kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan

    16 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumber-

    nya yang murni dan kontekstual dengan masa depan

    kehidupan manusia.

    Firman Allah dan Sabda Nabi S.a.w. berikut ini

    mengajak arah sikap dan ketajaman wawasan tersebut:

    يَااَيـَها الِذيَن َءاَمُنوا اتـُقوا اَهللا َوْلتَـْنظُْر نـَْفٌس َما َقدَمْت لَِغٍد َواتـُقوا اهللاَ )18 َخِبٌري ِمبَا تـَْعَمُلوَن (احلشر: ِإن اهللاَ

    "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

    hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya

    untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguh-

    nya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al- Hasyr,

    18).

    مْ كُ انِ مَ زَ رَ يـْ غَ نٍ مَ زَ ا لِ وْ قُ لِ خُ مْ هُ نـ اِ فَ مْ تُ مْ ل اعُ مَ رَ يـْ غَ مْ كُ دَ الَ وْ ااَ وْ مُ ل عَ

    "Ajarlah anak-anak kalian (ilmu-ilmu pengetahuan) tidak seperti

    pernah kalian sendiri diajarkan, oleh karena mereka diciptakan untuk

    generasi zaman yang berlainan dengan generasi zaman kalian."

    1. Perencanaan Program Pendidikan Islam

    Dalam merencanakan program ini kita perlu meng-

    identifikasi 8 masalah pokok yaitu:

    a. Apakah ajaran Islam memberikan ruang lingkup berpikir

    kreatif manusia dan sejauh mana ruang lingkup tersebut

    diberikan kepada manusia.

    b. Potensi fisikologis apa sajakah yang menjadi sasaran pen-

    didikan Islam terutama dalam kaitannya dengan kreativitas

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 17

    yang berhubungan dengan perkembangan IPTEK. Bagai-

    manakah sistem dan metode pendidikan yang tepat-guna

    dalam proses kependidikan Islam yang kontekstual dengan

    IPTEK tersebut.

    c. Keterampilan-keterampilan apa sajakah yang diperlukan

    anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan IPTEK

    modern sehingga dapat mensejahterakan kehidupan umat

    manusia, khususnya umat Islam.

    d. Sampai seberapa jauh anak didik diharapkan mampu

    mengendalikan dan menangkal dampak-dampak negatif

    dari IPTEK terhadap nilai-nilai etika keagamaan Islam dan

    nilai-nilai moral yang telah dan yang harus dimapankan

    dalam kehidupan individual dan sosial.

    e. Sebaliknya apakah nilai moral dan sosial keagamaan

    mampu memberikan dampak positif terhadap kemajuan

    IPTEK modern tersebut.

    f. Kompetensi guru agama apakah yang harus dimiliki

    sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional

    keguruan yang dapat diandalkan untuk menghadapi

    modernitas umat berkat kemajuan IPTEK tersebut.

    g. Gagasan-gagasan baru apa sajakah yang harus dirumuskan

    kembali dalam perencanaan pendidikan jangka panjang

    dan pendek, yang terkait dengan pengembangan kuri-

    kulum nasional pada sekolah umum dan PTU, serta yang

    terkait pendidikan pada perguruan-perguruan agama Islam

    pada semua jenjangnya.

    Petunjuk dari sumber pokok pendidikan Islam seperti

    diuraikan di atas sedikit banyak memberikan inspirasi kepada

    kita bahwa secara subtansial, program pendidikan Islam perlu

    dijabarkan sesuai dengan idealitas Al-Qur'an dan Sunnah Nabi

    18 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    yang berorientasi kepada hubungan tiga arah yaitu:

    1. Berorientasi ke arah Tuhan Pencipta alam semesta.

    2. Berorientasi ke arah hubungan dengan sesama manusia.

    3. Berorientasi ke arah bagaimana pola hubungan manusia

    deng alam sekitar dan dirinya sendiri harus dikembangkan.

    Orientasi hubungan dengan alam sekitar dan diri

    manusia sendiri menjadi dasar pengembangan IPTEK, sedang-

    kan orientasi hubungan dengan Tuhan menjadi dasar pengem-

    bangan sikap dedikasi dan moralitas yang menjiwai pengem-

    bangan IPTEK, orientasi hubungan dengan sesama manusia

    menjadi dasar pengembangan hidup bermasyarakat yang

    berpolakan atas kesinambungan keserasian dan keselarasan

    dengan nilai-nilai moralitas yang menenteramkan jiwa.

    Sasaran psikologis yang perlu dididik dan dikembang-

    kan secara seimbang, serasi dan selaras ialah kemampuan

    kognitif yang pusat di otak (head) yang berupa kecerdasan

    akal; kemampuan kognitif dan emosi atau efektif yang

    berpusat di dada (heart), kemampuan yang terletak di tangan

    untuk bekerja (hand). Oleh karena Islam adalah agama rasio,

    afektio dan psikomotoris (akal, sikap, dan amal) maka sasaran

    pendidikan Islam tak lain adalah tiga H tersebut.

    Daya tangkal psikologis manusia adalah terletak pada

    sikap dan keimanan atau ketakwaannya kepada Allah, maka

    pendidikan menginternalisasikan nilai-nilai keimanan dan

    ketakwaan tersebut menjadi pusatnya kurikulum pendidikan

    Islam, seluruh program operasional kependidikan pada

    lembaga-lembaga pendidikan dan agama diarahkan kepada-

    nya.

    Oleh karena IPTEK bersifat netral, maka pendidikan

    Islam berulang kali memberikan kejutan-kejutan yang meng-

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 19

    gugah sikap dan pandangan para pencipta dan pengelola

    IPTEK agar mengarahkan penggunaan proses dan produk

    Iptek mereka kepada kesejahteraan hidup manusia.

    Dengan cara penyelenggaraan seminar, diskusi, dialog,

    pertemuan-pertemuan dengan ilmuan dari berbagai disiplin

    ilmu, khususnya dengan mereka yang memegang tersebut.

    Pada saat ini para pakar pendidikan dan para pakar

    pendukung dan pembela hak asasi manusia, khususnya para

    pembawa missi agamaan belum mampu mengendalikan

    produk-produk IPTEK sepenuhnya ke arah kesejahteraan

    hidup umat manusia apalagi mengagamakan IPTEK.

    Dalam pengembangan IPTEK terdapat dua kepentingan

    yang bertentangan antara kaum moralis idealis dan agamis

    dengan kaum saintis dan teknologi. Di satu pihak memegang

    teguh nilai moral kemanusiaan, dan di lain pihak berpegang

    pada kebebasan dari nilai moral dan agama yang berorientasi

    pada komersialisme dan keunggulan dominasi atas orang atau

    bangsa lain dalam artian politik. Pada masa ini muncul model

    kolonialisme baru yang berdaya melemahkan mental dan

    kreatifitas bangsa yang sedang berkembang hingga mereka

    bergantung kepada keunggulan IPTEK bangsa Adi Kuasa.

    Ukuran atau dimensi nilai baru untuk penguasa yang Adi

    Kuasa global terletak pada keunggulan dan kecanggihan

    IPTEK. Secara psikologis bangsa yang lemah dalam bidang

    IPTEK-nya tetap berada dalam lingkaran hidup terbelakang

    yang menjadi sasaran utama penjajahan teknologis Adi Kuasa

    (super power).

    Namun demikian tidak berarti IPTEK tidak dapat

    ditransper oleh bangsa yang sedang berkembang, sebagai

    contoh Korea Selatan, Taiwan dan Jepang yang pada per-

    20 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    mulaan perkembangannya, berada dalam kondisi terbelakang,

    akan tetapi setelah mereka bekerja keras untuk mengalihkan

    teknologi Barat dengan berbagai sistem dan metode, maka

    dalam waktu beberapa belas tahun, mampu meraih ke-

    unggulan yang hampir menyamai kemampuan teknologi

    Barat, bahkan dalam beberapa bidang IPTEK lebih unggul dari

    negara barat sendiri, sehingga menyaingi mereka. (misalnya,

    dalam teknologi super konduktor, teknologi elektronika dan

    mekanika otomotif, VCR, dsb), meskipun dengan cara-cara

    yang tak halal seperti mencuri Teknologi Barat. (mengingat

    teknologi tidak mengenal nilai etika atau agama).

    Umat Islam dengan agamanya yang mendorong

    kemajuan sangat berkepentingan untuk melibatkan diri dalam

    kancah perbenturan nilai-nilai masa kini dan yang akan

    datang, yaitu perbenturan nilai-nilai sukularistik yang bersifat

    relatif, dengan nilai absolutisme dari Tuhan, yang kecen-

    drungannya tradisionalistis, tak boleh berubah, terpengaruh

    oleh perubahan sosial kultural. Akibat tampak IPTEK itu.

    Maka posisi umat Islam saat ini sekurang-kurangnya

    harus mampu memilih dan menangkal teknologi dan ilmu

    yang berdampak negatif atau positif. Langkah selanjutnya

    mentransfer melalui terobosan-terobosan yang bersifat kreatif,

    seperti melalui lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang

    bertugas melakukan penelitian dan pengembangan ilmu dan

    teknologi tepat guna. Juga lembaga-lembaga riset dan

    pengembangan di Perguruan Tinggi di dorong menjadi pusat

    pengembangan IPTEK secara efektif dan efisien dengan

    penyediaan fasilitas dan dana yang memadai kebutuhan.

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 21

    2. Menghadapi Tantangan Dampak-dampak IPTEK

    Modern

    Dalam sejarah peradaban Islam dapat kita telaah, bahwa

    ilmuan muslim, para filosof, para ulama dsb, memiliki sikap

    positif terhadap ilmu dan teknologi yang non Islamis, seperti

    yang berasal dari Yunani dan Parsia dsb, didasari dengan rasa

    optimisme sesuai ajaran Islam, para ilmuan dan ulama masa

    itu secara antusias mentransfer IPTEK dari luar yang ke-

    mudian dikembangkan menjadi IPTEK yang Islamis. Mereka

    mampu mengislamkan IPTEK yang non-Islamis itu, berkat

    kecerdasan dan daya kreatifitas tinggi yang dimotivasi oleh

    ajaran Al-Qur'an serta daya selektifitas terhadap jenis-jenis

    IPTEK dari luar, sehingga bentuk-bentuk IPTEK yang mem-

    bahayakan akidah keimanan mereka, ditinggalkan oleh

    mereka seperti dalam bidang filsafat yang bersifat hedonistik

    dan epikuris (yang menekankan kenikmatan hidup dari nafsu-

    nafsu rendah) dan bidang kesusastraan yang penuh dengan

    hayal dan kesedihan (tragedi). Karena Islam mengajarkan

    kehidupan yang penuh optimisme, rahmat dan berkat dari

    tuhan bukan mengumbar nafsu rendah, dan bersikap

    pesimisme dan melankolisme, maka mereka mengembangkan

    pola pikirnya dalam ilmu kalam yang secara filosofis

    menganalisis tentang kehidupan eskatologis dan metafisis di

    mana Tuhan menjadi penentu yang final. Berbagai ke-

    susastraan bernada penuh optimisme dikembangkan berdasar-

    kan visi Islam, seperti cerita seribu satu malam, dan cerita

    Hayyu Bin Yaqdzan, Kalilah Wa Dimnah di mana jiwa keislaman

    lebih ditonjolkan.

    Dalam kaitan dengan IPTEK itu Ibnu Sina memberikan

    ilustrasi bagaimana hubungannya dengan bimbingan Tuhan

    22 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    dan optimisme kehidupan sebagai berikut:

    "Didiklah jiwamu dengan segala ilmu, maka ia menjadi

    tinggi derajatnya, lalu kamu akan melihat keseluruhan

    ilmu itu, dan bagi keseluruhannya itulah bermukimnya

    ilmu itu.

    Sesungguhnya jiwa itu bagaikan kaca, dan akal-

    pikirannya bagaikan lampunya, sedang hikmah

    (kebijakan) Allah bagaikan minyaknya.

    Maka jika ia bercahaya, kamu menjadi hidup dan jika ia

    padam, maka kamu menjadi mati."

    Beberapa pakar iptek yang berpendapat bahwa alih

    teknologi dipandang sebagai konsep pemikiran yang salah,

    karena science merupakan suatu proses dari sejumlah kegiatan

    formulasi, pembongkaran dan analisis hipotesa-hipotesa, aksi-

    oma, hukum-hukum, paradigma-paradigma, dan gambaran-

    gambaran konseptual. (James W. Botkin, Mahdi Elmanjra,

    Mircia Malitza dalam No Limit to learning dikutip oleh DR.

    Muchtar Buchari).

    Jadi sebelum dihasilkan produk teknologi, lebih dahulu

    diciptakan science yang bersipat teoritis, sedang teknologi

    merupakan penerapannya. Yang dapat ditransfer hanyalah

    produk dari scientifiknya yaitu benda-benda teknologisnya.

    Akan tetapi menurut pendapat saya, science ini merupakan

    basis dari pengembangan teknologi. Dalam Islam science,

    telah diidentifikasikan oleh Al Razi menjadi 60 jenis, yang

    akhirnya menjadi basis perkembangan IPTEK dunia barat

    sejak abad-abad Aufklarung (renaisance) melalui prosi trans-

    ferisasi. Dengan melalui proses transferisasi IPTEK modern

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 23

    program pendidikan Islam, dapat meningkatkan kemampuan

    anak didik untuk mengenali dan menganalisis dampak-

    dampak negatif dan positifnya karena pendidikan Islam harus

    membuka diri terhadap informasi tentang perkembangan

    IPTEK tersebut seluas-luasnya, seiring dengan watak ako-

    modatif dari ajaran agama kita yang sholahyyun li kulli zaman

    wa makan (sesuai dengan tiap zaman dan tempat).

    Pada akhirnya strategi pendidikan Islam dalam meng-

    antisipasi kemajuan IPTEK modern, adalah terletak pada

    kemampuan mengkonfigurasikan sistem nilai Islami yang

    akomodatif terhadap aspirasi umat Islam untuk berpacu

    dalam kompetisi bidang IPTEK di satu pihak, dan ke-

    mampuan psikologis dan pedagogis yang berdaya kreatif

    untuk mentransfer IPTEK modern itu sendiri, di satu pihak.

    Inilah program minimal pendidikan Islam yang perlu rencana-

    kan dan laksanakan saat ini.

    3. Materi, Metode dan Tujuan Pendidikan Islam

    Dengan modal dasar berupa sikap keterbukaan, ke-

    cintaan kejujuran dan etos ilmiah dan kerja keras dan belajar,

    maka materi yang perlu di dalam kurikulum Pendidikan Islam

    sekurang-kurangnya adalah materi-materi pelajaran yang

    bersumber sumber pokok ajaran Islam yang mengandung

    motivasi dan persuasi untuk mengembangkan daya pikir dan

    daya zikir anak didik dalam proses belajar-mengajar di

    lembaga-lembaga pendidikan Islam umum semua jenjang s/d

    perguruan tinggi. Metode menginterpretasikan dalil-dalil

    qath'i dan dzanni dari kandungan Qur'an perlu dipertajam

    pada pengembangan kreativitas dan berpikir sistematik dan

    24 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    logik serta universal dan radikal (mendasar yang mengacy dan

    kontekstual kepada tuntutan hidup modern masyarakat.

    Oleh karena itu sistem belajar-mengajar inovatif dan

    kreatif digalakkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam pada

    khususnya dan dalam kegiatan belajar-mengajar agama di

    sekolah umum dan dalam kegiatan belajar-mengajar agama

    semua jenjang. Sistem belajar-mengajar yang taklidi (dog-

    matis) dalam bidang-bidang studi agama yang mengandung

    implikasi sosial-kultural dan ilmiah-teknologis harus segera

    ditinggalkan oleh para pendidik yang berpredikat muslim.

    Para ilmuwan muslim dalam bidang IPTEK khususnya, perlu

    menjalin hubungan akrab dengan guru-guru agama di

    lembaga pendidikan Islam (madrasah dan pondok pesantren,

    majelis taklim dsb) untuk berkomunikasi, memberikan infor-

    masi tentang kemajuan IPTEK modern. Selanjutnya para ahli

    perencanaan kependidikan khususnya pendidikan Islam perlu

    memformulasikan ke dalam bentuk kurikulum yang bersifat

    komprehensif sejalan dengan tuntutan zaman, paling kurang

    tiap 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun sekali mengadakan reviu.

    Dalam kaitan dengan dampak IPTEK yang cenderung ke

    arah perubahan nilai, perlu diwaspadai apakah perubahan

    nilai itu mengandung aspek positif atau negatif diukur dari

    rentangan nilai Islami yang prinsipnya terdiri dari 5 kriteria

    (wajib/halal, sunnat, mubah, makruh dan haram).

    Disinilah terletak kelenturan nilai Islami yang memberi-

    kan kehidupan manusia secara normatif, yang dalam agama

    lain tak dibekukan.

    Sejalan dengan pola pikir di atas maka tujuan pen-

    didikan Islam Imasih perlu dirumuskan kembali berdasarkan

    atas tuntutan modernitas umat di mana hubungan antara

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 25

    kepentingan modernisasi dengan kepentingan kesejahteraan

    hidup duniawi-ukhrawi tergambar jelas.

    26 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    BAB 3 PENDIDIKAN AGAMA, SARANA, FASILITAS,

    DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN

    Modal Rohaniah dan Mental yaitu Kepercayaan dan

    Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan tenaga

    penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi-

    aspirasi Bangsa, disamping kepercayaan dan keyakinan

    Bangsa atas kebenaran falsafah Pancasila yang merupakan

    modal sikap mental yang dapat membawa Bangsa menuju

    cita-citanya.

    Pernyataan di atas menjadi salah satu dari 8 Asas

    Pembangunan Nasional kita yang harus dijadikan pola dasar

    pemikiran dalam penyusunan strategi pendidikan agama

    dalam semua lingkungan pendidikan Bangsa. Dalam statemen

    tersebut dapat diambil daripadanya 2 buah landasan

    pemikiran yang amat strategis dalam pelaksanaan program

    prioritas pendidikan Agama yaitu kekuatan iman dan takwa

    kepada Tuhan merupakan tenaga motivator dan dinamisator

    serta stabilisator bagi aspirasi Bangsa yang sedang mem-

    bangun di mana ciri-cirinya antara lain ialah berkecenderung-

    an untuk berkembang maju sejalan dengan semakin tingginya

    rising demand. Seiring dengan berfungsinya tenaga penggerak

    itu dimana aspirasi Bangsa mendapatkan maknanya yang

    hakiki, keyakinan kebenaran Pancasila merupakan perabentuk

    sikap mental Bangsa yang mampu menghantarkan perjuangan

    Bangsa Indonesia menuju cita-cita Nasionalnya, seperti

    terkandung di dalam Pembukaan UUD. 1945 alinea IV.

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 27

    Dengan demikian antara faktor keimanan (kepercayaan)

    ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kebenaran

    ideologi Pancasila yang mendasari sikap mental bangsa

    merupakan 2 aspek yang satu sama lain saling mengacu

    menjadi suatu elan vitale kehidupan Bangsa Indonesia.

    Hakikat Pembangunan Nasional adalah membangun

    manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat

    Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945,

    maka jelaslah tersirat dalam rumusan GBHN tersebut suatu

    idealitas yang amat tinggi nilainya karena adanya pandangan

    dasar bahwa hanya manusia yang utuh lahiriah dan

    jasmaniah, yang seimbang, selaras, dan serasi antara kemajuan

    dan kepuasan lahiriah batiniah, antara dunia dan akhiratnya

    dan sebagainya yang mampu menjadi pemeran aktif dalam

    pembangunan, baik dirinya sendiri maupun bagi masyarakat-

    nya atas dasar kebersamaan tanggung jawab.

    Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya keseluruh

    penjuru tanah air pun amat ditentukan oleh manusia pemeran

    pembangunan itu berkat iman dan sikap mental serta pola

    pikir yang berorientasi kepada rasa cinta tanah air. Pendidikan

    Agama sebagai salah satu aspek dasar daripada pendidikan

    nasional Indonesia harus mampu menjabarkan makna dari

    hakikat bangunan nasional tersebut dengan bahasa operasi-

    onal yang jelas. Dengan demikian strategi pendidikan agama

    di semua lingkungan pendidikan tidak hanya bertugas

    memotivasi kehidupan dan mengeliminasi dampak negatif

    pembangunan, melainkan juga ia harus mampu meng-

    internalisasikan nilai-nilai dasar yang bersifat absolut dari

    Tuhan ke dalam pribadi manusia Indonesia sehingga menjadi

    sosok pribadi yang utuh yang mampu menjadi filter dan

    28 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    selektor; sekaligus penangkal terhadap segala dampak negatif

    dari dalam proses maupun dari luar proses pembangunan

    nasional. Sedangkan dari sisi kemampuan pribadi lainnya

    ialah mampu mensublimasikan, mentransformasikan dan

    memanfaatkan pengaruh nilai-nilai modernitas dari luar.

    Dengan kata lain manusia Indonesia harus mampu bersikap

    terbuka terhadap ide-ide pembaharuan dari manapun

    datangnya melalui proses pengolahan yang berkerangka-

    acuan sepadan dengan pola kepribadian nasionalnya.

    Untuk tujuan itulah pendidikan Agama seharusnya

    diarahkan kepada terbentuknya manusia Indonesia yang

    beridentitas dan berkepribadian Pancasilais yang bermoralitas

    agamais yang kondusif kepada ketegaran dan keteguhan

    pribadi dalam menghadapi segala pasang-surutnya pem-

    bangunan Bangsanya.

    Meskipun pendidikan Agama tidak termasuk pola dasar

    Pembangunan Nasional melainkan sebagai salah satu kom-

    ponen strategis dalam pembinaan watak bangsa Indonesia

    karena tergolong ke dalam kelompok dasar dari kurikulum

    pendidikan nasional, maka pelaksanaannya menuntut kepada

    terwujudnya keterjalinan kerjasama antara penanggung jawab

    pendidikan di samping keterjalinan tekad antara penentu

    kebijakan dan program pendidikan sampai kepada pelaksana

    teknis di lapangan operasional kelembagaan formal dan non-

    formal untuk mensukseskan tujuan pokoknya.

    Pendidikan Agama wajib dilaksanakan di semua ling-

    kungan pendidikan oleh semua unsur penanggung jawab

    pendidikan, mengingat pendidikan Agama di negeri Pancasila

    yang kita cintai ini bukan semata-mata panggilan misionair

    atau dakwah agama, melainkan ia merupakan misi nasional

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 29

    yang mengikat seluruh Bangsa untuk mensukseskan seperti

    halnya dengan komponen dasar pendidikan lainnya, misalnya

    PMP, pendidikan P-4 dan PSPB yang satu sama lain harus

    saling mengembangkan dan berkaitan atau saling mengacu,

    meskipun di masing-masing lingkungan tersebut intensitas

    pengaruhnya dan efektivitasnya tidak sama akibat dari

    berbagai faktor dan fasilitas yag berbeda.

    Sejalan dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang telah

    ditetapkan dalam TAP-TAP MPR, terutama TAP. MPR/

    II/1988, yang werupakan aspek utama dari Tujuan Nasional

    itu, maka tugas dan fungsi Pendidikan Agama adalah

    membangun fondasi kehidupan pribadi bangsa Indonesia

    yaitu fondasi rohaniah yang berakar tunggang pada faktor

    keimanan dan ketakwaan yang berfungsi sebagai pengendali,

    pattern of reference spiritual dan sebagai pengokoh jiwa Bangsa

    melalui pribadi-pribadi yang tahan banting dalam segala cuaca

    perjuangan.

    Dengan demikian maka konsepsi tentang keimanan dan

    ketakwaan itu harus dapat dijabarkan ke dalam pengertian

    operasional kependidikan sehingga dapat diinternalisasikan

    melalui berbagai potensi kejiwaan yaitu potensi psikologis

    yang bercorak homeostatika (berkeselarasan) antara akal

    kecerdasan (rasio) dengan perasaan (emosi, afeksi) yang

    melahirkan perilaku yang akhlakul karimah dalam hidup

    berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu model pendidikan

    Agama yang ideal sesuai dengan cita-cita Bangsa dan Agama

    adalah bila berproses ke arah pengembangan kognitio-afektif

    dan afektio-cognitif secara selaras dan serasi.

    Strategi pengembangan pendidikan Agama yang ber-

    polakan pada homeostatika menuntut kepada upaya yang lebil

    30 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    menekankan pada faktor kemampuan berpikir dan ber-

    perasaan moralis (al-akhlaqiah) yang merentang ke arah

    Tuhannya dan ke arah masyarakatnya ('ubudiah dan

    mu'amalahnya), di mana iman dan ketakwaan menjadi

    rujukannya (pattern of reference).

    1. Pelaksanaan Pendidikan Agama di Sekolah dan

    Lingkungan Kependidikan Lainnya

    Barangkali kita bersepakat jika lembaga pendidikan

    formal, non formal, dan informal dipandang sebagai lembaga

    enkulturasi generasi penerus Bangsa, di mana peranannya

    dalam pembangunan nasional cukup besar bagi pembinaan

    karakter Bangsa masa depan. Sebagai lembaga enkulturasi,

    sekolah-sekolah kita tata dan bina menjadi cultural homes

    yang mencerminkan idealitas Bangsa. Kita sepakat juga bahwa

    bangsa Indonesia adalah bangsa yang berwatak atau ber-

    idealitas serta berkualitas kehidupan yang sosialistis-religius,

    dan watak, idealitas serta kualitas kehidupan demikian kita

    sepakati untuk tetap kita lestarikan melalui pendidikan

    sekolah kita.

    Dengan demikian sekolah-sekolah kita dengan segala

    kelemahannya, tetap kita percayai sebagai sentrum-sentrum

    civilisasi generasi penerus Bangsa yang berfungsi tidak saja

    mentransfer dan mentransformasikan nilai-nilai kultural

    masyarakat, akan tetapi lebih dari itu yaitu menginternalisasi-

    kan dan melestarikan (mengkonservasikan) serta mengem-

    bangtumbuhkan nilai-nilai modernisme yang bersumberkan

    dari aspirasi Bangsa di mana agama merupakan unsurnya

    yang paling berpengaruh.

    Jadi sekolah tidaklah menjadikan generasi muridnya

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 31

    sebagai bank tabungan atau bank transfer nilai-nilai kehidupan

    Bangsa. Sekolah kita juga tidak kita diskreditkan dengan

    sinisme sebagai sarana yang menyerupai mental blenders

    sebagaimana pandangan orang yang pesimis kehilangan

    kepercayaan terhadap fungsi sekolah di sementara masyarakat

    Barat, sehingga masyarakat harus dibebaskan dari sekolah (de-

    schooling society).

    Konsekuensi dari sikap pandang yang mengandung

    optimisme di atas, sekolah harus kita kelola secara sistematis

    sesuai dengan strategi pembinaan generasi Bangsa yang

    mampu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.

    Program-program pendidikan agama harus ditata

    kembali sehingga mampu mengantisipasi kebutuhan hidup

    Bangsa yang lebih bermoral dalam modernisme. Tujuan

    pendidikan agama di semua lingkungan harus diarahkan

    terutama kepada pendalaman dan pengamalan nilai-nilai iman

    dan takwa, tidak hanya kepada ilmu pengetahuan keagamaan,

    karena kita tidak mendidik murid-murid sekolah umum

    menjadi ulama.

    Pelaksanaan program pendidikan agama perlu diubah

    dari pendekatan PPSI menjadi pendekatan edukatif yang

    berdimensi transendental sampai mengkait dengan per-

    masalahan kehidupan masyarakat yang cenderung mengalami

    perubahan nilai. Pendidikan agama tidak hanya terbatas di

    dalam dinding sekolah, melainkan meluas menjangkau dan

    melingkup ke dalam keluarga dan masyarakat. Proses pen-

    didikan agama harus didukung oleh situasi dan kondisi

    kehidupan ketiga lingkungan pendidikan tersebut secara

    simultan interaktif. Tanpa situasi dan kondisi demikian,

    efektivitas pendidikan agama sulit mencapai tujuan maksimal.

    32 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    Metode sebagai salah satu sarana penting dalam proses

    pendidikan agama juga harus dikaji dan dikembangkan

    sejalan dengan tuntutan perkembangan jiwa anak didik/

    remaja agar mampu memukimkan dirinya dalam arena

    kompetisi kehidupan modern di mana didalamnya penuh

    tantangan dan pertentangan, nilai-nilai etik-sekularistik dan

    nilai sosialistis-religius atau nilai-nilai relativisme kultural

    yang berubah-ubah dengan nilai absolutisme agama yang

    konstan dan stabil.

    Metode pendidikan yang hanya menitikberatkan pada

    kemampuan verbalistik harus diubah menjadi kemampuan

    menghayati dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama yang

    merentang antara yang paling wajib atau halal sampai kepada

    yang paling terlarang (haram) dalam 5 kategorialnya. Metode

    pendidikan agama yang menggunakan pendekatan kognitif,

    afektif dan psikomotorik yang satu sama lain terpisah berdiri

    sendiri dalam mengembangkan potensi keagamaan perlu

    dilakukan modifikasi dengan mengintegrasikan ketiga-tiganya

    ke dalam satu pola perkembangan pribadi yang utuh, dengan

    sasaran utama pada kemampuan mengamalkan dalam peri-

    laku yang mengacu kepada kebutuhan pembangunan

    masyarakatnya.

    Sarana-sarana lainnya yang bersifat fisik seperti fasilitas

    peribadatan dan buku-buku bacaan yang bernilai moral-

    religius dan yang memotivasi perilaku susila atau sopan

    santun sosial dan nasional, disamping mendorong terciptanya

    kemampuan kreatif dalam berilmu pengetahuan, dan lain

    sebagainya, perlu disediakan di dalam semua lingkungan

    pendidikan secara terencana dalam setiap RIP (Rencana Induk

    Pembangunan) sekolah dan masyarakat.

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 33

    Dalam hal sarana tersebut, meskipun belum memadai

    kebutuhan kependidikan agama, namun kita harus mampu

    memanfaatkan sarana yang telah tersedia walaupun masih

    dalam serba kekurangan. Yang terpenting ialah para pendidik

    agama dapat menjadikan diri pribadinya sebagai uswatun

    hasanah dalam pergaulan kependidikan di kalangan murid-

    murid/anak didiknya. Pendidik agama harus mampu men-

    jadikan dirinya sarana kependidikan agama paling efektif.

    Baik di dalam maupun di luar sekolah pendidik agama/guru

    agama pada khususnya adalah membawa norma agama yang

    dididik (norma drager).

    Sarana lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah

    organisasi POMG yang telah terbentuk di banyak sekolah kita

    adalah amat penting untuk didayagunakan bagi efektivitas

    pendidikan agama di sekolah dan rumah. Organisasi ini

    merupakan wadah kerjasama antara sekolah dan rumah di

    mana bagi pelaksanaan pendidikan agama mempunyai arti

    sangat penting untuk penghayatan dan pengamalan yang

    berkesinambungan akan nilai-nilai pendidikan agama di

    kedua lembaga tersebut. Organisasi ini juga dapat dijadikan

    forum dialog antara orang tua murid dengan guru agama di

    mana guru berfungsi sebagai konselor terhadap mereka.

    Bimbingan dan Penyuluhan agama perlu digalakkan

    dengan melalui berbagai perjumpaan antara guru agama

    dengan keluarga murid; Pelaksanaannya diarahkan kepada re-

    edukasi agama kepada orang tua, meskipun harus dilakukan

    secara bijaksana (ontwilkerig). Pengajian-pengajian privat di

    rumah keluarga murid perlu dikembangkan dengan petunjuk

    khusus bagi guru-guru agama yang memberikan privat les

    agama. Kaset-kaset cerita anak-anak yang mengandung jiwa

    34 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    dan moral agama, dan mengandung pelajaran agama bagi

    orang tua, perlu dikembangkan secara kualitatif dan

    kuantitatif. Begitu pula kaset video dan film produksi nasional

    kita perlu diwarnai dengan corak kultural edukatif yang

    religius.

    Organisasi sosial remaja kita tidak boleh melupakan

    penyuluh/da'i agama dalam kegiatan-kegiatan kebersamaan

    mereka, besar dan kecil. Juga berbagai lembaga sosial dan

    lembaga bisnis komersial (perusahaan atau pabrik) perlu

    diintesifkan pembinaan hidup keberagamaan karyawan atau

    anggota-anggotanya oleh penyuluh agama misalnya di

    lingkungan umat Islam dengan Birohis.

    Bagi masyarakat luas perlu dikembangkan Lembaga

    Penasehatan Agama baik oleh Ormas-Ormas keagamaan

    maupun Yayasan-Yayasan ataupun Lembaga Pendidikan

    Tinggi Agama dan sebagainya.

    Dalam masyarakat yang semakin maju di bidang

    materiel dan teknologis, semakin tinggi kompleksitas hidup

    mental-kejiwaannya, maka semakin memerlukan tuntunan

    penasihat batin keagamaan agar tidak terperangkap ke dalam

    jurang kegersang materialisme dan egoisme-individualisme.

    Lain di masyarakat beberapa negara Barat yang sekularistik, di

    negeri kita yang berdasarkan Pancasila agama masih dibutuh-

    kan oleh masyarakat. Di negeri Pancasila kita agama merupa-

    kan aspek terpenting dari budaya kehidupan masyarakatnya,

    dan masih dipandang sebagai sumber konsultasi untuk

    memecahkan problema kehidupan.

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 35

    2. Orientasi Pelaksanaan Pendidikan Agama

    Orientasi ideal Pancasila menghendaki pemantapan pola

    sikap dan pola pikir warga negara Indonesia kepada tiga

    orientasi yaitu orientasi hubungan dengan kekuasaan Mutlak

    Tuhan Yang Maha Esa, orientasi kepada hubungan dengan

    masyarakat orientasi kepada hubungan dengan alam sekitar

    yang digali dan dikelola serta dimanfaatkan semaksimal

    mungkin bagi kepentingan kesejahteraan rakyat, namun tidak

    lupa diri dari menjaga kelestariannya lebih lanjut.

    Ketiga orientasi hubungan di atas dalam pendidikan

    agama perlu dilandasi dengan nilai-nilai ajaran agama

    sehingga manusia didik setelah dewasa benar-benar mampu

    berfungsi sebagai khalifah di muka buminya sendiri atau

    menjadi tuan di negei sendiri.

    Untuk mencapai tujuan di atas, konsepsi dan interpretasi

    ajaran agama masih perlu ditangani kedalaman dan keluasan-

    nya oleh para ilmuwan-ilmuwan atau ulama ilmuwan, se-

    hingga ajaran agama tidak dogmatis-konservatif menghalangi

    lajunya proses modernisasi kehidupan, melainkan justru

    memberikan jalan terbuka yang memudahkan proses tersebut.

    Sumber-sumber ajaran agama kita perlu digali kembali untuk

    dikonseptualisasikan dalam bentuk-bentuk operasional yang

    mendorong dinamika pembangunan. Para ahli pendidikan

    agama dan umum serta ilmuwan-agamawan terpanggil untuk

    lebih memperhatikan masalah konseptualisasi dan interpretasi

    baru ini demi untuk menfungsionalkan dan membermakna-

    kan nilai-nilai agama dalam masyarakat yang makin maju

    atau modern berkat pembangunan.

    Orientasi operasional yang berlandaskan GBHN me-

    nuntut kepada seluruh perangkat pemroses pendidikan agama

    36 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    mengkait dengan input instrumental dan input invironmental

    yaitu mencakup kemampuan guru, pemilihan materi/

    substansi, penggunaan metode dan penyediaan fasilitas yang

    beriteraksi dengan pengaruh lingkungan yang dikerahkan

    menuju tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan

    nasional Indonesia adalah meningkatkan kualitas manusia

    Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap

    Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, ber-

    disiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri,

    cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, mem-

    perdalam rasa cinta tanah air, mempertebal semangat

    kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial.

    Posisi pendidikan agama sebagai proses budaya untuk

    meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup

    manusia harus berlangsung secara integralistik mendasari

    bidang-bidang studi lainnya, sehingga seluruh proses pen-

    didikan di sekolah itu berlangsung secara terpadu sebagai satu

    sistem yang bulat. Untuk pencapaian tujuan tersebut diperlu-

    kan kerjasama antara guru dan terbentuknya satu tekad dan

    langkah; sedang materi/substansi pendidikan agama perlu

    dikaji ulang untuk disesuaikan dengan tujuan tersebut;

    memilih dan menggunakan metode yang tepat sasaran dan

    serasi dengan bobot dan jenis materi disamping daya tangkap

    dan tanggap murid dengan memperhitungkan masa peka dari

    tingkat hidup kejiwaannya. Dan fasilitas yang memperlancar

    pelaksanaan pendidikan agama dan penggunaan metode

    perlu disediakan secara lengkap, sejak dari fasilitas peraturan

    perundangan sampai dengan fasilitas yang bersifat fisik

    seperti buku-buku pelajaran beserta penunjangnya.

    Lingkungan sosial dan keluarga perlu diciptakan se-

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 37

    demikian rupa sehingga kondusif terhadap program pen-

    didikan agama di sekolah; Sebaliknya program-program

    pendidikan agama di sekolah harus akrab dengan ling-

    kungannya.

    Orientasi lainnya ialah diarahkan kepada kebutuhan

    pendidikan anak didik bagi kehidupannya di masa depan.

    Masa depan kehidupan kita adalah masa depan teknologis-

    industrial yang memerlukan ketangguhan sikap mental-

    spiritual yang mapan dan fleksibel tanpa merusak konfigurasi

    norma dan nilai agama, namun mampu mendorong ke arah

    kemajuan yang lebih canggih yang kaya dengan tata nilai

    moralitas dan idealisme yang berketuhanan. Untuk itu

    diperlukan penggalian nilai-nilai agama yang dirumuskan

    sedemikian rupa sehingga operasional dalam proses pem-

    bentukan pribadi yang ideal itu.

    Sistem evaluasi hasil pelaksanaan pendidikan agama di

    sekolah masih perlu dirumuskan kembali sehingga sasaran

    evaluasi benar-benar tepat mengenai sasaran sesuai tujuan

    pokok pendidikan agama di sekolah yang lebih menitik-

    beratkan pada faktor internalisasi nilai-nilai yang berindikasi

    pada perilaku akhlakiah sebagai manifestasi dari corak

    kepribadian manusia beriman dan bertakwa. Bukan lagi

    evaluasi yang hanya bersasaran pada kemampuan kognitif

    seperti selama ini berlaku dalam Ujian Akhir Nasional.

    Evaluasi yang bersasaran pada sikap dan perilaku agamais

    murid adalah lebih tepat dan efektif bagi koreksi atau per-

    baikan selanjutnya. Dengan demikian maka sistem evaluasi

    pendidikan agama berorientasi kepada input, dan output

    proses pendidikan itu sendiri, karena output merupakan hasil

    proses terhadap input kependidikan.

    38 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    Untuk lebih memantapkan pelaksanaan pendidikan

    agama diperlukan adanya penilaian secara nasional mengenai

    pengaruh pendidikan agama di sekolah terhadap perubahan

    sikap mental dan perilaku anak didik dalam keluarga dan

    masyarakat. Penilaian ini dapat dilakukan melalui jalur

    pemerintah dan organisasi sosial keagamaan atau lainnya

    yang cemas terhadap pendidikan agama pada khususnya.

    3. Program Prioritas Pendidikan Agama

    Berlandaskan Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana

    ditetapkan dalam TAP II/MPR/1988 (GBHN), maka prioritas

    program pendidikan agama adalah meningkatkan kualitas

    manusia Indonesia melalui aspek-aspek rohaniah dan jasma-

    niah mental-spiritual, yang mampu mendorong pengem-

    bangan kepribadian yang utuh, dinamis dan moralis di mana

    keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME menjadi

    sumber rujukan kehidupannya. Untuk merealisasikan tujuan

    tersebut maka program prioritas pendidikan agama di sekolah

    umum secara hirarkhis diarahkan kepada:

    1) Peningkatan kualitas dan kompetensi guru agama dengan

    kemampuan profesional keguruan dalam ketepatan mem-

    pergunakan metode serta kemampuan memilih substansi

    pendidikan agama yang kaya dengan wawasan keagama-

    an berdasarkan pendekatan multi disipliner, tak terbatas

    pada ilmu agama semata-mata. Peningkatan kualitas pro-

    fesional guru agama tidak hanya melalui sistem penataran

    atau kursus-kursus, juklak-juklak seperti yang selama ini

    diselenggarakan, melainkan juga dengan sistem pendidik-

    an akta, diploma pada universitas atau perguruan tinggi

    umum dan agama. Di samping itu juga peningkatan

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 39

    dedikasi kepada agama, negara dan bangsa masih harus

    diperhatikan, antara lain melalui sistem lokakarya atau

    temu karya secara periodik yang diatur oleh penilik

    pendidikan agama atau pengawas pendidikan agama di

    daerah-daerah.

    2) Peningkatan mutu lembaga-lembaga pendidikan formal

    yang mendidik calon guru seperti PGA perlu di tata

    kembali atau dilakukan inovasi sehingga program-pro-

    gramnya lebih terarah kepada pemantapan profesional

    keguruan yang lebih bertakhassus di bidang kependidikan

    agama. Program kurikuler, co-kurikuler dan ekstra kuri-

    kuler harus diarahkan kepada prioritas kependidikan guru

    agama yang bercirikan menonjol dalam keagamaan. Sejak

    1990 PGA telah dihapuskan dan program pengadaan guru

    agama tingkat Sekolah Dasar dilimpahkan kepada Fakul-

    tas Tarbiyah IAIN menjadi Program Diploma II (D II) yang

    harus ditempuh selama 2 tahun (4 semester).

    3) Substansi pendidikan agama perlu direformulasikan dan

    direformasi sesuai dengan program umum pembangunan

    nasional sektor pendidikan yaitu menyangkut substansi di

    bidang akidah dan sikap ubudiah yang dimanifestasikan

    dalam perilaku mu'amalah bainannas menurut norma-

    norma syari'ah yang berwatak dinamis, tidak statis tidak

    jumud dan taklid yang landing dalam masyarakat nyata.

    4) Metode pendidikan sebagai sarana non-fisik yang dikuasai

    dan diterapkan oleh guru terhadap anak didik perlu

    dilakukan renovasi sehingga proses pendidikan agama

    berlangsung secara dialogis antara guru dan murid, tidak

    verbalistis, tidak teacher-sentric, melainkan demokratis.

    Termasuk di dalam proses kependidikan agama ini ialah

    40 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    sistem evaluasi yang masih tradisional-konservatif hanya

    bertumpu pada aspek kognitif, tanpa mementingkan faktor

    afektif dan perilaku agamais. Pendidikan agama harus

    mampu mempribadikan nilai-nilai agama yang mendo-

    rong pengembangan kreativitas dan emosionalitas pribadi

    anak didik ke arah semangat pembangunan diri dan

    masyarakatnya.

    5) Reformulasi tujuan pendidikan agama perlu dilakukan

    untuk lebih diarahkan kepada tujuan pendidikan nasional

    di atas secara jelas dan mudah dipahami dan dicapai oleh

    guru agama. Kita sepakat dalam hal perumusan tujuan

    tersebut menggunakan istilah tujuan pendidikan bukan

    tujuan instruksional sebagaimana lazimnya dalam kuri-

    kulum yang telah ada, karena kita ingin menonjolkan ciri

    khas kependidikan dalam peranannya merubah tingkah

    laku berkat nilai-nilai agama yang telah mempengaruhi

    pribadi anak didik/murid, menjadi manusia yang beriman

    dan bertakwa dengan aktualisasinya berupa: mentasdik-

    kan dalam kalbu, mengikrarkan dengan lisan dan meng-

    amalkan dengan seluruh anggota badannya.

    6) Meningkatkan manajemen pendidikan agama yang me-

    nyangkut pendayagunaan sistem kerja sama antara ketiga

    lingkungan pendidikan yang pada gilirannya akan me-

    numbuhkan rasa tanggungjawab bersama terhadap suk-

    sesnya pendidikan bagi putra-putrinya. Tak ada suatu

    bentuk kerja sama yang paling berharga dalam dunia

    kependidikan melainkan kerja sama antara sekolah dan

    rumah. (Demikian ungkapan salah seorang ahli psikologi

    pendidikan Crow & Crow).

    7) Prioritas terakhir ialah penyediaan sarana pendidikan di

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 41

    sekolah yang antara lain berupa kemudahan menjalankan

    ibadah yang diberikan oleh kepala sekolah dan disediakan

    tempat-tempat ibadah (mushalla), pemberian kesempatan

    kepada murid/siswa untuk mengadakan peringatan-

    peringatan hari besar agama, saling menghormati dalam

    hal memeluk agama yang berbeda di kalangan murid,

    guru dan karyawan sekolah, disediakannya buku-buku

    standar dan penunjang yang mengandung materi pen-

    didikan agama atau materi lainnya yang berkaitan dengan

    pengembangan hidup beragama secara cuma-cuma atau

    diperpustakaan sekolah.

    Akan tetapi yang lebih penting lainnya ialah pen-

    ciptaan situasi lingkungan sekolah yang menunjang

    pendidikan agama, bukan mengerosi mental keagamaan,

    yang bersumber dari pemimpin dan staf guru dan

    karyawannya.

    4. Problematika Umum Pendidikan Agama di Sekolah

    Berbagai upaya telah dilakukan oleh para pemikir ilmu-

    wan ulama dan ulama ilmuwan yang banyak memperhatikan

    tentang Pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga

    pendidikan formal kita, seperti pemikiran-pemikiran yang

    dirumuskan dalam forum-forum seminar, misalnya Seminar

    tentang "Pendidikan Agama dan Perguruan Agama" pada

    tahun 1971, Seminar tentang "Pengaruh Agama terhadap

    Kehidupan Remaja" pada tahun 1977, Seminar tentang

    "Pendalaman Agama melalui Pendidikan Agama" pada tahun

    1986 (oleh IAIN), Lokakarya tentang "Perbaikan Pendidikan

    Islam" tahun 1986 (oleh GUPPI), Seminar tentang "Pendidikan

    Agama dalam Sistem Pendidikan Bangsa" tahun 1976 (oleh

    42 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    DEPAG, YTKI dan Yayasan Friderich Stifftung) serta berbagai

    forum pertemuan ilmiah lainnya yang tidak perlu disebutkan

    di sini. Para pemikir dan ilmuwan ulama dan ulama ilmuwan

    serta kaum teknokrat sepakat bulat bahwa pendidikan agama

    di tanah air kita harus disukseskan semaksimal mungkin

    sejalan dengan lajunya pembangunan nasional. Pendidikan

    agama dan pembinaan karakter bangsa sangat berkaitan, oleh

    karena itu ciri-ciri kepribadian Pancasilais bangsa Indonesia

    adalah berada pada konfigurasi kepribadian yang sosialistis-

    agamais.

    Namun dalam pelaksanaan program pendidikan agama

    di banyak sekolah kita belum berjalan seperti diharapkan oleh

    masyarakat, karena berbagai kendala dalam bidang ke-

    mampuan pelaksanannya, metodenya, sarana fisik dan non

    fisiknya, di samping suasana lingkungan pendidikan kurang

    menunjang suksesnya pendidikan mental-spiritual-moral ini.

    Padahal fasilitas dasarnya telah disediakan oleh Negara me-

    lalui TAP-TAP MPR, peraturan perundangan lainnya serta

    berbagai proyek pembangunan sektor Agama dan Pendidikan.

    Semua tekad dan itikad baik itu adalah bersumber pada

    aspirasi kultural Bangsa yang harus dipenuhi dari waktu ke

    waktu sesuai dengan tuntutan hidup yang makin maju.

    Berbagai faktor yang diidentifikasikan sebagai peng-

    hambat dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1) Faktor-faktor eksternal:

    a. Timbulnya sikap masyarakat atau orang tua di beberapa

    lingkungan sekitar sekolah yang kurang concerned kepada

    pentingnya pendidikan agama, tidak mengacuhkan akan

    pentingnya pemantapan pendidikan agama di sekolah

    yang berlanjut di rumah. Lingkungan masyarakat atau

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 43

    orang tua yang bersikap demikian disebabkan oleh karena

    dampak kebutuhan ekonomisnya mendorong bekerja 20

    jam di luar rumah sehingga mereka bertawakkal sepenuh-

    nya kepada sekolah yang hanya mendidik anaknya 2 jam

    per minggu.

    b. Situasi lingkungan sekitar sekolah disubversi oleh

    godaan-godaan setan yang bersosok berbagai ragam

    bentuknya, antara lain godaan lotre, tontonan yang

    bernada menyenangkan nafsu (seperti blue film,

    permainan ketangkasan berhadiah dan Iain-lain). Situasi

    demikian melemahkan daya konsentrasi berpikir dan

    berakhlak mulia, serta mengurangi gairah belajar, bahkan

    mengurangi daya bersaing dalam meraih kemajuan.

    c. Gagasan baru yang mulai bermunculan yang diimpose

    oleh para ilmuwan mengenai perlunya mencari terobosan

    baru terhadap berbagai kemacetan dan problema pem-

    bangunan, meluas ke arah jalur kehidupan remaja yang

    kondusif kepada watak dan ciri-ciri usia puber dan

    adolesen mereka, secara latah mempraktekkan makna

    yang keliru atas kata-kata terobosan menjadi mengambil

    jalan pintas dalam mengejar kemajuan belajarnya tanpa

    melihat cara-cara yang halal dan haram, misalnya budaya

    nyontek, membeli soal-soal ujian akhir dengan harga

    tinggi, perolehan secara aspal, bahkan ada yang bersikap

    tujuan menghalalkan cara apa pun seperti doktrin

    komunisme.

    d. Timbulnya sikap frustasi di kalangan orang tua atau

    masyarakat bahwa ketinggian tingkat pendidikan yang

    dengan susah payah diraih, tidak akan menjamin anaknya

    untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan

    44 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    perluasan lapangan kerja tidak dapat mengimbangi pem-

    bengkakan penuntut kerja. Setelah lulus sekolah, orang

    tua harus bersusah payah berjuang mencarikan peluang

    kerja bagi anaknya. Di sana-sini penuh dengan beban

    finansial yang masih harus ditanggung oleh mereka.

    Semuanya itu menyebabkan tendensi sosial kita kurang

    menghargai pengetahuan sekolah yang tidak dapat

    dijadikan tumpuan mencari nafkah, sementara persaingan

    berat semakin meningkat dalam memperebutkan lapang-

    an kerja yang menjanjikan income yang lebih memadai

    bagi kebutuhan hidup. Pendidikan agama terkena dam-

    pak negatif dari sikap dan kecenderungan semacam itu,

    sehingga apabila guru agama tidak terampil memikat

    minat murid, maka efektivitas pendidikan agama tak akan

    dapat diwujudkan.

    e. Serbuan dampak kemajuan ilmu dan teknologi dari luar

    negeri (Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, Inggris dan

    Prancis melalui berbagai media dan jointventure serta

    jaringan perdagangan) semakin mensterilkan perasaan

    religius dan melebarkan kesenjangan antara nilai tradisi-

    onal dengan nilai rasional teknologis, menjadi sumber

    transisi nilai yang belum menentu arah dan pemukiman-

    nya yang baru. Sementara itu teknologi pendidikan atau

    pendidikan teknologi telah menyerbu ke dalam bangku

    sekolah kita, yang membawa dampak negatif di samping

    positifnya. Sikap murid untuk mengambil jalan terobosan

    dalam kesulitan berpikir yang kreatif dan analitis, di-

    tempuh melalui mesin-mesin berpikir yang disebut kom-

    puter kalkulator dan robot-robot yang berpikir lebih cepat

    dari manusia sendiri, adalah beberapa contoh orientasi

  • Kapita Selekta Pendidikan Islam 45

    belajar yang tidak mendorong ke arah pencerdasan gene-

    rasi muda Sistematisasi belajar atas dasar efisiensi yang

    tinggi di samping dampak positif bagi percepatan output

    lulusan sekolah, terdapat dampak negatifnya. Produksi

    pendidikan sekolah yang dicapai dalam waktu yang

    relatif singkat dengan dana yang seminimal mungkin,

    namun berhasil meluluskan sejumlah murid yang lebih

    besar. Adalah suatu contoh penerapan efisiensi industrial-

    teknologis yang kurang mengacu kepada kaidah umum

    perkembangan berdasarkan tempo dan kesatuan organis

    serta hukum konvergensis. Tiap murid mempunyai corak

    dan potensi dasar berkembang tidak sama dengan murid

    lainnya. Sedangkan untuk penerapan efisiensi pendidikan

    tersebut tidak disediakan dengan sempurna input instru-

    mental sekolah kita.

    Dalam hal yang menyangkut pendidikan agama di mana

    faktor internalisasi (pendalaman) nilai-nilai merupakan sen-

    trumnya sasaran proses kependidikan kurang mendapatkan

    tempat yang wajar dalam sistem efisiensi tersebut. Dapatkah

    pendekatan nilai iman dan takwa manusia diproses melalui

    pendidikan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional,

    sebab nilai-nilai tersebut tidak dapat dipribadikan melalui

    proses formal kognitif, efektif dan psikomotorik semata,

    melainkan justru penciptaan suasana keagamaan dan contoh

    keteladanan lebih berdaya guna dalam proses pendidikan

    agama. Dalam hal ini psikologi dalam lebih sesuai bagi

    internalisasi nilai daripada didasarkan atas dasar psikologi

    behaviorisme, yang bertumpu pada gejala lahiriah sebagai

    indikator-indikatornya.

    46 Kapita Selekta Pendidikan Islam

    2) Faktor-faktor Internal sekolah:

    Perangkat input instrumental yang kurang sesuai

    dengan tujuan pendidikan menjadi sumbernya kerawanan

    karena:

    a. Guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional

    pendidikan atau jabatan guru yang disandangnya hanya

    merupakan pekerjaan alternatif terakhir, tanpa menekuni

    tugas sebenarnya selaku guru yang berkualitas baik, atau

    tanpa ada rasa dedikasi sesuai tuntutan pendidikan.

    b. Penyalahgunaan