kata pengantar · web viewdan dapat menambah wawasan maupun pemahaman mengenai skrining untuk...
TRANSCRIPT
SKRINING UNTUK MENEMUKAN ADANYA TANDA KELAINAN KONGENITAL PADA
BAYI BARU LAHIR
Disusunoleh :
MILIANA
NIM : 181010510014
Dosen Pembimbing : Chairanisa Anwar, S.ST, MKM
PRODI D-IV KEBIDANAN FAKULTAS ILMU KESEHATANUNIVERSITAS UBUDIYAH INDONESIA
TAHUN AJARAN 2019 / 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah “Skrining Untuk Menemukan Adanya Tanda Kelainan Kongenital Pada
Bayi Baru Lahir” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki.
kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Skrining Untuk Menemukan Adanya
Tanda Kelainan Kongenital Pada Bayi Baru Lahir. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari apa yang kami harapkan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Dan dapat menambah wawasan maupun pemahaman mengenai
Skrining Untuk Menemukan Adanya Tanda Kelainan Kongenital Pada Bayi Baru
Lahir. Sekali lagi kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Banda Aceh, Mei 2019
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… iKATA PENGANTAR….……………………………………………………… iiDAFTAR ISI.....……………………………………………………………….. iiiBAB I PENDAHULUAN...……………………………………………………. 11.1. Latar Belakang ……………………………………………………………… 1 1.2. Rumusan Masalah .……………………………………………………….….31.3. Tujuan…………………………………………………………………….….31.4. Manfaat …………………………………………………………………...….3BAB II PEMBAHASAN …………………………………………......………....42.1. Konsep Skrining ……………..………………………….……….…………..42.2. Kelainan Kongenital ………………………………………………………... 52.3. Skrining pada Bayi Baru Lahir ………………………………………….….. 62.3.1. Jenis-jenis Skrining pada Bayi baru Lahir ………………………….…..... 7A. Apgar ………………………………………….…............................................7B. Tes Pendengaran ………………………………………….…...........................8C. Penyakit Kuning. ………………………………………….…........................10D. Oximetri Pulsa .……………………………………….…...............................10E. Hipotiroid Konginital ………………………………………….…..................11F. Penglihatan ………………………………………….…................................. 12G. Pemeriksaan lainnya ………………………………………….….................. 13
BAB III PENUTUP ………………………………………………………....... 143.1. Kesimpulan ……………………………………………………………....... 143.2. Saran ……………………………………………………………......…...… 14DAFTAR PUSTAKA….……………………………………………........….. 15
ii
iii
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada
setiap pasangan. Setiap manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak
yang sempurna baik secara fisik maupun psikis. Namun dalam kenyataannya
masih banyak kita jumpai bayi dilahirkan dengankeadaan cacat
bawaan/kelainan kongenital.
Kelainan kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama
kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan
merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan.
Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal Screening)
adalah istilah yang menggambarkan berbagai cara tes yang dilakukan pada
beberapa hari pertama kehidupan bayi yang dapat memisahkan bayi-bayi
yang mungkin menderita kelainan dari bayi-bayi yang tidak menderita
kelainan.
Skrining dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana
dan cepat untuk mengidentifikasikan dan memisahkan orang yang
tampaknya sehat, tetapi kemungkinan beresiko terkena penyakit, dari mereka
yang mungkin tidak terkena penyakit tersebut. Screening dilakukan untuk
mengidentifikasi mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka
dapat dikirim untuk menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang
lebih pasti.
Uji tapis bukan untuk mendiagnosis tapi untuk menentukan apakah
yang bersangkutan memang sakit atau tidak kemudian bagi yang
diagnosisnya positif dilakukan pengobatan intensif agar tidak menular dengan
harapan penuh dapat mengurangi angka mortalitas.
1
Screening pada umumnya bukan merupakan uji diagnostic dan oleh
karenanya memerlukan penelitian follow-up yang cepat dan pengobatan yang
tepat pula.
WHO telah merekomendasikan pelaksanaan skrining bayi baru lahir
pada setiap anak sejak tahun 1968. Pada saat ini di negara maju, dengan alat
yang canggih, Tandem Mass Spectrometry, dari setetes darah telah bisa
dideteksi lebih dari 30 kelainan bawaan metabolik, endokrin dan lain-lain
pada bayi baru lahir . Sebagian besar negara- negara di dunia telah melakukan
skrining bayi baru lahir secara rutin sebagai pelayanan kesehatan mendasar
terhadap setiap bayi baru lahir
Di Amerika Serikat, skrining bayi baru lahir telah menjadi standar
penting program kesehatan masyarakat dan sudah dimulai sejak 40 tahun
yang lalu. Negara telah mewajibkan melakukan skrining kepada seluruh bayi
baru lahir untuk mengetahui adanya kelainan, karena sering kali bayi baru
lahir tampak normal dan tidak terdiagnosis dan dikenali setelah timbul gejala
khas dan sudah terjadi dampak permanen.
Di Indonesia terikat hukum-hukum yang menjamin hak dan
perlindungan pada anak seperti yang terdapat pada Undang-undang
kesehatan, Konvensi hak anak dan Undang- undang perlindungan Anak No.
23 tahun 2002.Upaya penurunan angka kematian bayi mengakibatkan
peningkatan kelangsungan hidup anak yang harus diikuti oleh perbaikan
kualitas hidup anak
Untuk mencapai skrining bayi baru lahir sebagai program nasional
diperlukankebijakan pemerintah, komitmen petugas kesehatan/profesi terkait,
Integrasi dengan sistem pelayanan kesehatan, kerjasama dengan sektor lain
( Asuransi kesehatan ) serta pemberian informasi yang efektif ke seluruh
lapisan masyarakat mengenai pentingnya skrining bayi baru lahir sebagai
upaya preventif untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak dan
memperbaiki kualitas hidup generasi penerus bangsa.
2
1.2. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini:
a. Bagaimana penjelasan mengenai konsep dasar skrining ?
b. Bagaimana penjelasan mengenai kelainan Kongenital ?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skrining pada bayi baru lahir ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari skrining pada bayi baru lahir adalah untuk mengetahui
kelainan pada anak sedini mungkin dimana gejala klinis belum muncul,
memberikan intervensi sedini mungkin untuk mencegah kecacatan atau
kematian bayi yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan potensi tumbuh
kembang anak.
Adapun tujuan masalah yang terdapat dalam makalah ini:
a. Untuk mengetahui penjelasan mengenai konsep dasar skrining ;
b. Untuk mengetahui penjelasan mengenai kelainan kongenital; dan
c. Untuk mengetahui penjelasan mengenai skrining pada bayi baru lahir.
1.4. Manfaat
Ada beberapa penjelasan manfaat dari makalah ini yang terbagi menjadi
dua bagian, yaitu secara teoritis dapat menambah konsep keilmuan di bidang
kesehatan, khususnya memberi penjelasan mengenai konsep dasar skrining,
kelainan kongenital dan skrining pada bayi baru lahir, sedangkan manfaat
secara praktis berguna untuk memberitahukan bahwa setiap manusia perlu
lebih mengerti dan mengetahui mengenai skrining bayi baru lahir.
3
BAB IIPEMBAHASAN
2.1. KONSEP SKRINING
2.1.1.Pengertian
Skrining untuk pengendalian penyakit adalah pemeriksaan
orang – orang asimptomatik untuk mengklasifikasikan mereka ke dalam
kategori yang diperkirakan mengidap penyakit yang menjadi objek
skrining.
Skrining adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu
populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda
atau gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi
atau mencari pendeerita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak
tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu
tes atau pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat
memisahkan mereka yang sehat terhadap mereka yang kemungkinan
besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan
pengobatan.
2.1.2.Tujuan
- Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tdk khas terdapat pada orang yang tampak sehat,tapi mungkin menderita penyakit ( population risk)
- Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya dan tidak menjadi sumber penularan hingga epidemic dapat dihindari
- Mendapatkan penderita sedini mungkin untuk segera memperolleh pengobatan.
- Mendidik masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin
4
2.2. KELAINAN KONGENITALKelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan
kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau
kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat,
hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan
hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital
besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan
sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir
rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam
minggu pertama kehidupannya.
Di samping pemeriksaan fisik, radiologik dan hboratorik untuk
menegakkan diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula
adanya diagnosis pre/ante-natal kelainan kongenital dengan beberapa cara
pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air
keruban dan darah janin.
2.2.1.FAKTOR ETIOLOGI
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara
bersaman. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapu mempengaruhi
terjadinya kelainan kongenital antara lain:
A. Kelainan genetik dan kromosom
B. Faktor mekanik
1) Faktor Infeksi
2) Faktor obat
3) Faktor umur ibu
4) Faktor hormonal
5) Faktor radiasi
5
6) Faktor gizi
2.2.2.JENIS-JENIS KELAINAN KONGENITAL
A. Labioskizis/Labiopalatoskizis
B. Meningokel
C. Ensefalokel
D. Hidrosefalus
E. Fimosis
F. Hipospadia
G. Gangguan Metabolik dan Endokrin
H. Atresia esofagus
I. Atresia Rekti dan Atresia Anus
J. Obstruksi Billiaris
K. Omfalokel
L. Hernia Diafragmatika
M.Atresia Duodeni
2.3. SKRINING PADA BAYI BARU LAHIR ( BLL)
Untuk melakukan skrining, biasanya tumit bayi akan ditusuk untuk
mengumpulkan sampel darah kecil. Orangtua dipersilakan untuk menjadi
bagian dari proses ini dengan memegangi bayi mereka. Studi menunjukkan
bahwa ketika ibu atau petugas kesehatan menghibur bayi selama proses
pengambilan darah, maka bayi tidak akan menangis.
Setelah darah diambil, petugas kesehatan akan menaruh tetes darah
tersebut ke kartu kertas filter untuk membuat beberapa “titik darah kering.”
Kartu skrining tersebut kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk
dianalisis.
Jika hasil pemeriksaan adalah negatif, biasanya Anda tidak akan
dihubungi oleh pihak rumah sakit. Hasil negatif menunjukkan bahwa
kemungkinan besar bayi Anda tidak menderita penyakit.
6
Namun, bila hasil pemeriksaan adalah positif, Anda akan dihubungi oleh
pihak rumah sakit untuk pemeriksaan selanjutnya. Jika hasil pemeriksaan
kedua adalah positif, dokter akan memberitahu Anda tentang langkah apa
yang harus Anda lakukan.
Semakin cepat hasil skrining bayi baru lahir didapatkan, orangtua pun
bisa menentukan bagaimana perawatan terbaik untuk si buah hati. Pasalnya,
setiap bayi itu berbeda dan membutuhkan perlakuan yang berbeda pula.
Tes skrining bisa dilakukan oleh pihak laboratorium di rumah sakit
tempat bayi dilahirkan. Atau Anda bisa membawa bayi Anda ke laboratorium
yang menyediakan skrining bayi baru lahir.
Biaya untuk skrining kesehatan bayi cenderung terjangkau. Bahkan,
beberapa rumah sakit telah memasukkan tes ini sebagai bagian dari
pemeriksaan kesehatan anak. Karena itu, sebelum Anda melahirkan
sebaiknya cek dulu apakah rumah sakit atau klinik bersalin Anda
menyediakan fasilitas skrining.
2.3.1.JENIS-JENIS SKRINING BAYI BARU LAHIR
A. Apgar
Tes ini dilakukan dua kali, yaitu pada satu menit pertama dan
lima menit pertama setelah bayi lahir. Tes apgar adalah serangkaian
pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai kemampuan bayi baru
lahir dalam beradaptasi terhadap kehidupan di luar rahim bundanya.
Terdapat lima hal yang diperiksa dalam tes ini,
yaitu appearance (warna kulit), pulse (frekuensi denyut jantung),
grimance (pernapasan), activity (aktif atau tidaknya tonus otot), dan
reflex (reaksi terhadap rangsangan).
B. Tes pendengaran
Skrining pendengaran bayi baru lahirDi beberapa rumah sakit
sudah termasuk skrining yang rutin, mengingat :
7
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak sulit diketahui sejak
awal.1
Adanya periode kritis perkembangan pendengaran dan berbicara,
yang dimulai dalam 6 bulan pertama Kehidupan dan terus
berlanjut sampai usia 2 tahun.
Bayi yang mempunyai gangguan pendengaran bawaan atau
didapat yang segera diintervensi sebelum usia 6 bulan, pada usia
3 tahun akan mempunyai kemampuan berbahasa normal
dibandingkan bayi yang baru diintervensi setelah berusia 6 bulan.
Ada faktor risiko yang diidentifikasi kemungkinan
mengakibatkan gangguan pendengaran pada bayi baru lahir yaitu
Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran
Kelainan bawaan bentuk telinga dan kelainan tulang
tengkorak-muka
Infeksi janin ketika dalam kandungan (infeksi
toksoplasmosis, rubella,sitomegalovirus, herpes)
Sindrom tertentu seperti sindrom Down
Berat lahir < 1500 gram
Nilai Apgar yang rendah
Perawatan di NICU
Penggunaan obat2 tertentu yang bersifat toksik terhadap
saraf pendengaran
Kenyataannya adalah bahwa 50% bayi dengan gangguan
pendengaran tidak mempunyai faktor risiko tersebut diatas, sehingga
bila hanya menggunakan kriteria faktor risiko tersebut maka banyak
bayi yang mempunyai gangguan pendengaran tidak terdiagnosis.
Sehingga skrining pendengaran direkomendasikan untuk semua bayi
baru lahir.
Skrining pendengaran bayi baru lahir hanya menunjukkan
ada/tidaknya respons terhadap rangsangan dengan intensitas tertentu
dan tidak mengukur beratnya gangguan pendengaran ataupun
8
membedakan jenis tuli (tuli konduktif atau tuli saraf). Alat yang
direkomendasikan untuk skrining pendengaran bayi adalah
otoacoustic emissions (OAE) atau automated auditory brainstem
response (AABR)
OAE dilakukan pada bayi baru lahir berusia 2 hari (di
RSCM: usia 0-28 hari)
1. Bila hasil OAE pass dan bayi tanpa faktor risiko, dilakukan
pemeriksaan AABR atau click 35db pada usia 1-3 bulan;
a) Bila hasilnya pass, tidak perlu tindak lanjut
b) Bila hasilnya refer, dilakukan pemeriksaan lanjutan (ABR
click dan tone B 500 Hz atau ASSR, timpanometri high
frequency), dan bila terdapat neuropati auditorik, dilakukan
habilitasi usia 6 bulan.
2. Bila hasil OAE pass dan bayi mempunyai faktor risiko, atau bila
hasil OAE refer ( di RSCM juga dilakukan pemeriksaan AABR 35
db):
Pada usia 3 bulan, dilakukan pemeriksaan otoskopi,
timpanometri, OAE, AABR.
Bila hasilnya Pass, dilakukan pemantauan perkembangan
bicara dan audiologi tiap 3-6 bulan sampai usia 3 tahun
(sampai anak bisa bicara)
Bila hasilnya refer, dilakukan pemeriksaan lanjutan (ABR
click dan tone B 500 Hz atau ASSR, timpanometri high
frequency), dan bila terdapat tuli saraf, dilakukan habilitasi
usia 6 bulan.
Tes pendengaran pada bayi terdiri dari dua jenis, yaitu
dengan Otoacoustic Emissions (OAEs) dan Auditory Brainstem
Response (ABR). Tes ini biasanya akan berlangsung selama 10
menit.
C. Penyakit kuning
9
Tes ini dilakukan untuk mengecek kadar bilirubin pada bayi
melalui tes darah atau menggunakan light meter, yang bisa
mendeteksi billirubin melalui kulit.
D. Oximetri pulsa
Tes ini dilakukan untuk mengecek kadar oksigen dalam darah
bayi Anda. Sebab, jika kadar oksigen dalam darah rendah atau
fluktuatif, hal tersebut cenderung menjadi tanda adanya Critical
Congenital Heart Defect (CCHD) atau dalam bahasa Indonesia
penyakit jantung bawaan kritis.
Penyakit jantung bawaan biasanya terjadi tanpa gejala namun
bisa menyebabkan kematian jika tidak segera dilakukan pengobatan
atau tindakan.
E. Hipotiroid kongenital
Hipotiroid kongenital bisa membuat penderitanya mengalami
gangguan pertumbuhan atau keterbelakangan mental. Skrining ini
bisa membantu Anda mendeteksi kemungkinan terjadinya hipotiroid
kongenital. Pasalnya penyakit ini biasanya baru dikenali setelah
timbul gejala atau wujudnya setelah anak berusia kurang lebih satu
tahun.
Skrining hipotiroid kongenital paling baik dilakukan saat bayi
berumur 48-72 jam atau sebelum bayi pulang bersama orangtua dari
rumah sakit.
Skrining ini bertujuan untuk mendeteksi dini adanya
hipotiroid kongenital/bawaan. Hipotiroid kongenital yang tidak
diobati sejak dini dapat mengakibatkan retardasi mental berat.
Angka kejadian hipotiroid kongenital (bawaan) bervariasi antar
Negara, umumnya sebesar 1:3000 – 4000 kelahiran hidup.
10
Mengingat gejala hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir
biasanya tidak jelas, dan hipotiroid kongenital dapat memengaruhi
masa depan anak dengan menyebabkan retardasi mental berat
kecuali jika mendapat terapi secara dini maka mutlak sangat
diperlukan (rutin) skrining hipotiroid pada bayi baru lahir untuk
menemukan kasus hipotiroid secara dini.
Program skrining hipotiroid ini memungkinkan bayi
mendapatkan terapi secara dini dan diharapkan memiliki tumbuh
kembang yang lebih optimal. Skrining ini dilakukan saat bayi
berusia 48-72 jam, sedikit darah diteteskan di atas kertas saring
khusus, setelah bercak darah mengering dilakukan pemeriksaan
kadar hormon TSH.
Skrining bayi baru lahir yang lain, belum rutin dilakukan di
Indonesia, skrining dilakukan berdasarkan riwayat keluarga, gejala
klinis yang timbul seperti skrining bayi baru lahir terhadap
phenylketonuria (PKU) (insidens 1:10.000), Hiperplasia adrenal
kongenital (insidens 1:10.000), dan penyakit metabolik lainnya
seperti Maple Syrup Urine disease (insidens 1:200.000),
Methylmalonic academia (insidens 1:48.000).
F. Penglihatan
Retinopathy of prematurity (ROP) sering terjadi pada bayi
prematur dan merupakan salah satu penyebab kebutaan bayi dan
anak di dunia, termasuk di Indonesia. Dengan kemajuan teknologi di
bidang perawatan bayi prematur, memungkinkan bayi prematur
dengan berat lahir rendah dan usia kehamilan yang sangat muda
dapat bertahan hidup, namun seiring dengan meningkatnya angka
kehidupan bayi prematur tersebut, menyebabkan kejadian ROP juga
meningkat. Untuk itu perlu dilakukan skrining pada bayi prematur
11
untuk mendeteksi dini ROP, sehingga dapat dilakukan terapi yang
sesuai untuk mencegah terjadinya kebutaan.
Skrining ROP dilakukan pada:
Bayi baru lahir dengan berat ≤ 1500 gram atau masa kehamilan
≤ 34 minggu
Bayi risiko tinggi seperti mendapat fraksi oksigen (Fi O2) tinggi,
transfusi berulang, kelainan Jantung bawaan, gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim, infeksi/sepsis, gangguan napas,
asfiksia,perdarahan di otak (IVH), berat lahir ≤ 1500 gram, masa
gestasi ≤ 34 minggu.
Waktu pemeriksaan:
Masa gestasi > 30 minggu: 2-4 minggu setelah lahir
Masa gestasi ≤ 30 minggu: 4 minggu setelah lahir.7
Tidak dapat memfiksasi dan mengikuti objek pada usia 3 bulan.8
Riwayat katarak bawaan, retinoblastoma, penyakit metabolik
dalam keluarga, juling
G. Pemeriksaan lainnya
Masih ada banyak skrining kesehatan yang bisa dilakukan
pada bayi. Selain yang telah disebutkan diatas, beberapa skrining
lain yang bisa Anda lakukan adalah skrining untuk fenilketonuria,
galaktosemia, penyakit sel sabit, defisiensi biotinidase, hiperplasia
adrenal kongenital, tirosinemia, cystic fibrosis, defisiensi MCAD,
imunodefisiensi gabungan berat, dan toxoplasmosis.
12
BAB IIIPENUTUP
3.1. Kesimpulan
Skrining adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi
untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala
penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari
penderita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu
masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan yang
secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap
mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses
melalui diagnosis dan pengobatan.
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan
kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau
kematian segera setelah lahir.
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam
kebutuhan zat gizi.
13
Tujuan dari skrining pada bayi baru lahir adalah untuk mengetahui
kelainan pada anak sedini mungkin dimana gejala klinis belum muncul,
memberikan intervensi sedini mungkin untuk mencegah kecacatan atau
kematian bayi yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan potensi tumbuh
kembang anak.
3.2. Saran
Kami sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempuna. Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang memebangun. Untuk terakhir
kalinya kami berharap pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA1. Watkin PM, Baldwin M, Laoide S. Parental suspicion and identification of
hearing impairment. Arch Dis Child. 1990;65:846-50.2. Sokol J, Hyde M. Hearing screening. Pediatr Rev. 2000:23:155-62.3. Kenna MA. Neonatal hearing screening. Pediatr Clin North Am.
2003;50:301-13.4. Cunningham M, Cox EO. Hearing assessment in infant and children:
recommendations beyond neonatal screening. Pediatrics. 2003;111:436-40.
5. American Academy of paediatrics. Task force on newborn and infant hearing. Newborn and infant hearing loss: detection and intervention. Pediatrics. 1999;103:527-30.
6. Rohsiswatmo R, Rahmawati. Hearing screening in newborn: can we prevent the impact? Supporting the early identification of deaf and hard of hearing (DHH) infants. Neonatal Division, Child Health Department Cipto Mangunkusumo Hospital Universitas Indonesia. Dipresentasikan dalam bentuk ppt di Konika 17, 8-11 Agustus 2017, Yogyakarta.
7. Sitorus R, Djatikusumo A, Andayani G, Barliana JD, Yulia DE, penyusun. Pedoman nasional skrining dan terapi Retinopathy of prematurity (ROP) pada bayi prematur di Indonesia. Jakarta: Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia, 2011.
8. AAP. Eye examination in infants, children, and young adults by paediatricians. Pediatrics. 2003;111:902-7.
9. AAP. Visual system assessment in infants, children, and young adults by paediatricians.Pediatrics. 2016;137:28-30.
10. Susanto R, Julia M, Hakimi. Gangguan kelenjar tiroid. Dalam: Batubara JRL, Tridjaja BAAP,
14
11. Pulungan ABP, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak.Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. h. 205-49.
12. IDAI. Pentingnya skrining hipotiroid pada bayi. Didapat dari: http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/pentingnya-skrining-hipotiroid-pada-bayi
13. Rohsiswatmo R, Dewi R. Newborn screening- the importance to screen neonates. Neonatal Division, Child Health Department Cipto Mangunkusumo Hospital Universitas Indonesia. Dipresentasikan dalam bentuk ppt di Konika 17, 8-11 Agustus 2017, Yogyakarta.
14. Depkes RI.. 2012, Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital [online]. Tersedia: perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1787/2/BK2012-395.pdf [10 November 2015].
15. Fransisca, S.. 2011, Tes Skrining Penyakit Jantung Kongenital Pada Bayi Baru Lahir dengan Menggunakan Pulse Oxymetri [online]. Tersedia: Pkko.fik.ui.ac.id/files/UTS SIM 2011_Fransisca Shanti_S2Kep.An.pdf [16 November 2015].
16. Rundjan Lily, dkk.. 2005, Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Resiko Tinggi [online]. Tersedi: saripediatri.idai.or.id/pdfile/6-4-2.pdf [16 November 2015].
17. http://newbornclinic.wordpress.com/2009/04/19/kelainan-bawaan-bayi-baru-lahir-dan-penyebabnya/
18. Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
15