kdrt.doc

35
Sherly marsella 220110100059 KDRT DEFINISI Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan, apakah masih anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis, penghinaan atau perampasan kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi perempuan (Citra Dewi Saputra, 2009). Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam rumusan pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan

Upload: sherly-marsella

Post on 24-Apr-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fgdfgdfg

TRANSCRIPT

Page 1: KDRT.doc

Sherly marsella

220110100059

KDRT

DEFINISI

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,

psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan

perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga.

Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, 

ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan  atau sekelompok orang  atau

masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,

kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun fisik,

pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan, apakah masih

anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis, penghinaan

atau perampasan kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi perempuan (Citra Dewi

Saputra, 2009).

Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam rumusan

pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan (istri) PBB dapat

disarikan sebagai setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau

penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan

tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan

umum atau dalam kehidupan pribadi (Citra Dewi Saputra, 2009).

Page 2: KDRT.doc

UNDANG-UNDANG

Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam

Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:

a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala bentuk

kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun

1945.

b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan

pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk

deskriminasi yang harus dihapus.

c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu

harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan

terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang

merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan

huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang

berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum

pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi:

“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam

hukuman pidana”

Ini adalah undang-undang mengenai KDRT :

“UU No.23 tahun 2004 juga mengatur kewajiban masyarakat dalam PKDRT, dimana bagi

setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT) wajib melakukan upaya

a) mencegah KDRT

b) Memberikan perlindungan kepada korban

c).Memberikan pertolongan darurat

Page 3: KDRT.doc

d). Mengajukan proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan ; (vide pasal 15 UU

PKDRT).

Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi

di dalam

relasi antar suami-isteri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban

sendiri yang

melaporkan KDRT yang dialaminya kepada pihak kepolisian. ( vide, pasal 26 ayat 1 UU 23

tahun 2004

tentang PKDRT).”

BENTUK-BENTUK KDRT

Selain itu macam-macam bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga tercantum

dalam Undang-Undang KDRT Pasal 5.

1. Kekerasan Fisik

Menurut Pasal 6 kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit

atau luka berat.

Menurut Magetan,2010. Kekerasan Fisik adalah kekerasan yang pelakunya melakukan

penyerangan secara fisik atau menunjukkan perilaku agresif yang dapat menyebabkan

terjadinya memar hingga terjadinya pembunuhan. Tindakan ini seringkali bermula dari

kontak fisik yang dianggap sepele dan dapat dimaafkan yang kemudian meningkat menjadi

tindakan penyerangan yang lebih sering dan lebih serius. Kekerasan fisik meliputi perilaku

seperti mendorong, menolak, menampar, merusak barang atau benda-benda berharga,

meninggalkan pasangan di tempat yang berbahaya, menolak untuk memberikan bantuan saat

pasangan sakit atau terluka, menyerang dengan senjata, dan sebagainya. Berikut ini ada

beberapa pembagian dari kekerasan fisik itu sendiri :

1) Kekerasan Fisik Berat.

Page 4: KDRT.doc

Kekerasan ini berupa penganiayaan berat  seperti menendang, memukul, melakukan

percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat

mengakibatkan :

a)      Cedera berat

b)      Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari

c)      Pingsan

d)     Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau

yang menimbulkan bahaya mati

e)      Kehilangan salah satu panca indera.

f)       Mendapat cacat.

g)      Menderita sakit lumpuh.

h)      Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih

i)        Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan

j)        Kematian korban.

2)      Kekerasan Fisik Ringan.

Kekerasan ini berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya

yang mengakibatkan :

a)      Cedera ringan

b)      Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat .

 

2. Kekerasan psikologis atau emosional (Psikis)

Menurut pasal 7 kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,

hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,

dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Page 5: KDRT.doc

Kekerasan psikologis atau emosional meliputi semua tindakan yang berdampak pada

kesehatan mental dan kesejahteraan pasangan, seperti: menghina, kritik yang terus

menerus, pelecehan, menyalahkan korban atas segala sesuatunya, terlalu cemburu

atau posesif, mengucilkan dari keluarga dan teman-teman, intimidasi dan penghinaan.

1) Kekerasan Psikis Berat.

Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi,

perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi

social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman

kekerasan fisik, seksual dan ekonomis, yang masing-masingnya bisa

mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal

berikut :

a)      Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi

seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.

b)      Gangguan stress pasca trauma.

c)      Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi

medis)

d)     Depresi berat atau destruksi diri

e)      Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti

skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya

f)       Bunuh diri (www.lbh-apik.or.id).

2)      Kekerasan Psikis Ringan.

Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan,

perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi social,

tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan fisik

yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah

satu atau beberapa hal di bawah ini :

a)      Ketakutan dan perasaan terteror

Page 6: KDRT.doc

b)      Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk

bertindak

c)      Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual

d)     Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan

tanpa indikasi medis)

e)      Fobia atau depresi temporer.

 

3. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual yaitu kekerasan yang penyerangannya secara fisik oleh pelaku

seringkali diikuti, atau diakhiri dengan kekerasan seksual dimana korban dipaksa

untuk melakukan hubungan seksual dengan pelaku atau berpartisipasi dalam suatu

kegiatan seksual yang tidak diinginkannya, termasuk hubungan seks tanpa pelindung.

1)      Kekerasan Seksual Berat, berupa :

a)         Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ

seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan

rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.

b)         Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban

tidak menghendaki.

c)         Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan 

atau menyakitkan.

d)        Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan

atau tujuan tertentu.

e)         Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi

ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.

f)          Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang

menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

2)      Kekerasan Seksual Ringan.

Page 7: KDRT.doc

Kekerasan ini berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal,

gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi

wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual

yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.

      Kekerasan seksual menurut pasal 8 meliputi :

Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam

lingkup rumah tangga tersebut.

Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan

orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

4. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi termasuk pasal 9  yang meliputi berbagai tindakan yang

dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan dan kendali atas keuangan, seperti:

melarang pasangan mereka untuk mendapatkan atau tetap mempertahankan

pekerjaan, membuat pasangan mereka harus meminta uang untuk setiap pengeluaran,

membatasi akses pasangan mereka terhadap keuangan dan informasi akan keadaan

keuangan keluarga, dan mengendalikan keuangan pasangan.

1)      Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan

pengendalian lewat sarana ekonomi berupa :

a)         Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.

b)         Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.

c)         Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan

atau memanipulasi harta benda korban.

2)      Kekerasan Ekonomi Ringan, Kekerasan ini berupa melakukan upaya-upaya

sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau

tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

Page 8: KDRT.doc

DAMPAK KDRT

Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri. Dampak

kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak, bahkan suami.

Dampak  pada istri :

Perasaan rendah diri, malu dan pasif

Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah makan dan

susah tidur

Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen

Gangguan kesehatan seksual

Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan

Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah seks,

karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal ajakan

berhubungan seks

Dampak pada anak :

Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam

Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan

Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik

Dampak pada suami :

Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis

Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri

Selain itu menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi banyak perempuan

lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post

traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan

terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara bilologis yang pada

Page 9: KDRT.doc

akhirnya terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik

diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiyaan mereka.

Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil mengalami

gangguan menstruasi seperti menorhagia, hipomenohagia atau metrohagia bahkan wanita

dapat mengalami menopause lebih awal, dapat mengalami penurunan libido,

ketidakmampuan mendapatkan orgasme.

Diseluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil yang mengalami kekerasan fisik dan

kekerasan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran/abortus,

persalinan immature, dan bayi meninggal dalam rahim. Pada saat bersalin, perempuan akan

mengalami penyulit persalinan seperti hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan

dengan alat bahkan pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR.

Terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati.

Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri dalam rumah tangga

diantaranya perubahan pola pikir, emosi dan ekonomi keluarga. Dampak terhadap pola pikir

istri misalnya tidak mampu berpikir secara jernih karena selalu merasa takut, cenderung

curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bias percaya dengan apa yang terjadi.

Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali

lebih besar dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan

fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular (www.depkes.go.id).

Dampak terhadap ekonomi keluarga adalah persoalan ekonomi, hal ini terjadi tidak saja pada

wanita yang tidak bekerja tetapi juga pada wanita yang bekerja atau mencari nafkah. Seperti

terputusnya akses mendadak , kehilangan kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga

untuk tempat tinggal, kepindahan, pengobatan, terapi serta ongkos untuk kebutuhan yang

lain.

KARAKTERISTIK KDRT

1.      Isolasi sosial

Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang orang lain

datanng kerumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. Anak

dan wanita yang mengalami penganiyaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa mereka

Page 10: KDRT.doc

akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anak-anak mungkin diancam

bahwa ibu, saudara kandung atau hewan peliharaan mereka kan dibunuh jika oranng diluar

keluarga mengetahui penganiayaan tersebut. Mereka ditakuti agar mereka menyimpan 

rahasia atau mencegah orang lain mencampuri “ urusan keluarga yang pribadi

2.      Kekuasaan dan kontrol

Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada dalam posisi berkuasa

daan memilki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak, pasangan, atau lansia.

Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga kontrol

ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota keluarga yang

membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan untuk meluangkan waktu diluar

rumah dengan orang lain. Penganiaya melakukan penganiayaan emosional dengan

meremehkan atau menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi

kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan,

biasanya menyebabkan  peningkatan prilaku kekerasan (singer at al, 1995).

3.        Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain

Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, terutama alkohol, dengan kekerasan dalam

keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-alkohol tidak menyebabkan individu

menjadi penganiaya sebalik, penganiaya juga cenderung menggunakan alkohol atau obat-

obatan lain. 50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga memiliki

riwayat penyalahgunaan zat. Jumah wanita yang mengalami penganiayaan dan mencari

pelarian dengan menggunakan alkohol mencapai 50 %. Akan tetapi, banyak peneliti yakin

bahwa alkohol dapat menguurangi inhibisi dan membuat perilaku kekerasan lebiih intens atau

sering (denham, 1995).

Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap pasangan kencan

atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDC’s division of violence prevention

melaporkan bahwa studi mengidentifikasi penggunaan alkohol atau obat yang berlebiihan

yang dikaitkan dengan penganiayaan seksual.

4.      Proses transmisi antargenerasi

Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya

melalui model peran dan pembelajaran sosial (humphreeys, 1997;tyra, 1996). Transmisi

Page 11: KDRT.doc

antargenerasi  menunjukkan bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan suatu pola yang

dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan belajar

dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara menyelesaikan konflik dan bagian

integral dalam suatu hubungan dekat. Akan tetapi tidaak semua orang menyaksikan

kekerasan dalam keluarga menjadi penganiayaa atau pelaku kekerasan ketika dewasa

sehingga faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan prilku kekerasan yang terus ada.

FAKTOR PENYEBAB KDRT

Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan

keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence)

sebagai berikut:

a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga

mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita

(istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri

mengalami tindakan kekerasan.

c. Beban pengasuhan anak

Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika

terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri

sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.

d. Wanita sebagai anak-anak

Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan

laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki

merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan

terhadap anaknya agar menjadi tertib.

Page 12: KDRT.doc

e. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki

Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya,

diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau

ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum

bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.

Faktor Presdiposisi

Faktor Psikologis

Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari

instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting.

Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting

kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.

Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal dari

asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka

akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang

untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang

melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.

Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung pentingnya peran dari

perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa

manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh

dari pengalaman tersebut :

·         Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu menyelesaikan secara

efektif.

·         Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak,

atau seduction parental, yang mengkin telah merusak hubungan saling percaya (trust) dan

harga diri.

·         Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau

mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.

Faktor Sosial Budaya

Page 13: KDRT.doc

Social Learning  Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini mengemukakan

bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat di pelajari melalui

observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan makan semakin besar

kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan merespon terhadap keterbangkitaan

emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang di pelajarinya. Pembelajaran ini bisa

internal atau ekternal. Contoh internal; orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena

menonton film erotis menjadi lebih agresif  dibandingkan mereka yang tidak menonton film

tersebut; seseorang anak yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya

es agar si anak mendapatkan apa yang dia inginkan. Contoh eksternal; seorang anak

menunjukan perilaku agresif setelah melihat seseorang dewasa mengekspresikan berbagai

bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka.

Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu

mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima.

Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.

Faktor biologis

Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis.

Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada

hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik binatang ternyata menimbulkan perilaku

agresif). Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat

menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis,

bulunya berdiri

Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif adalah serotonin, dopamin,

norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA.

Faktor-faktor yang mendukung :

·         Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.

·         Sering mengalami kegagalan.

·         Kehidupan yang penuh tindakan agresif.

·         Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).

Faktor Presipitasi

Page 14: KDRT.doc

Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya teramcam.

Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya

ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia

tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik

perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya. Ancaman dapat berupa

internal ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan secara psikis, kehilangan

hubungan yang di anggap bermakna dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan stressor

dari internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintainya,

dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.

Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku

kekerasan terbagi dua, yaitu :

·           Klien                  : Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang

  percaya diri.

·           Lingkungan       : Ribut, kehilangan orang / objek yang berharga, konflik

            interaksi sosial.

TANDA DAN GEJALA

Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi

ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang

timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:

·         Perubahan fisiologi

Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot

meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks

tendon tinggi.

·         Perubahan Emosional

Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk

kehilangan kontrol diri.

Page 15: KDRT.doc

·         Perubahan Perilaku

Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan

kasar.

·         Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi

terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah

merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine

dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot,

seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

·         Menyatakan Secara Asertif (Assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu

dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk

mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa

menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga

untuk pengembangan diri klien.

·           Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik

perhatian orang lain.

·           Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan

CARA PENANGGULANGAN KDRT

Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara

penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:

Page 16: KDRT.doc

a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya

sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan

penuh kesabaran.

b. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama

itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga

antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.

c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah

tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan

dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan

dalam rumah tangga.

d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar anggota

keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa

saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa

kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga

yang kadang juga berlebih-lebihan.

e. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga,

sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim, sehingga

kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian

1.      Pengumpulan data.

a.      Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi

epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,

pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya

kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan

refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

Page 17: KDRT.doc

b.      Aspek emosional

Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,

dendam, ingin memukul anggota yang lain , mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,

menyalahkan dan menuntut.

c.       Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran

panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah

dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,

mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan

diintegrasikan.

d.      Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah

sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain lain. Individu seringkali

menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga anggota

keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan

disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri

dari orang lain, menolak mengikuti aturan

e.       Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal

yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang

dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah

bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi,

intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : Aspek

fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit

fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak

aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,

meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

2.      Klasifikasi data

Page 18: KDRT.doc

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data

subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh

klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan

keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui

obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

3.      Analisa data

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang

dihadapi keluarga dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab

sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan

diagnosa keperawatan.

4.      Aspek Fisik

Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat,

sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak

aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,

meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara

komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat

dapat dilukiskan sebagai berikut.

B.     Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan utama pada klien marah dengan masalah utama perilaku

kekerasan adalah sebagai berikut :

1.    Resiko Prilaku Kekerasan

C.    INTERVENSI

tgl No Diagnose

keperawatan

Rencana keperawatan

Page 19: KDRT.doc

Dx Tujuan intervensi Rasional

Resiko

Prilaku

kekerasan

TUM:

klien dapat mengontrol

perilaku kekerasan

pada saat berhubungan

dengan orang lain

TUK:

1.   Klien dapat

membina hubungan

saling percaya.

2.   Klien dapat

mengidentifikasi

penyebab perilaku

kekerasan.

3.   Klien dapat

mengidentifikasi

tanda-tanda perilaku

kekerasan.

1.    Bina hubungan saling

percaya.

·      Salam terapeutik,

perkenalan diri, beritahu

tujuan interaksi, kontrak

waktu yang tepat, ciptakan

lingkungan yang aman dan

tenang, observasi respon

verbal dan non verbal,

bersikap empati.

2.    Klien dapat

mengidentifikasi penyebab

perilaku kekerasan.

·      Beri kesempatan pada

klien untuk mengugkapkan

perasaannya.

·      Bantu untuk

mengungkapkan penyebab

perasaan jengkel / kesal

3.    Klien dapat

mengidentifikasi tanda-

tanda perilaku kekerasan.

·      Anjurkan klien

mengungkapkan dilema

1.       

·    Hubungan saling

percaya

memungkinkan

terbuka pada perawat

dan sebagai dasar

untuk intervensi

selanjutnya.

2.     

·    Informasi dari klien

penting bagi perawat

untuk membantu kien

dalam menyelesaikan

masalah yang

konstruktif.

·    pengungkapan

perasaan dalam suatu

lingkungan yang tidak

mengancam akan

menolong pasien

untuk sampai kepada

akhir penyelesaian

persoalan.

3.       

·    Pengungkapan

kekesalan secara

konstruktif untuk

mencari penyelesaian

masalah yang

Page 20: KDRT.doc

4.   Klien dapat

mengidentifikasi

perilaku kekekerasan

yang biasa dilakukan.

5.   Klien dapat

mengidentifikasi

akibat perilaku

kekerasan.

6.   Klien dapat

melakukan cara

berespons terhadap

kemarahan secara

konstruktif.

7.   Klien dapat

mendemonstrasikan

sikap perilaku

kekerasan.

8.   Klien dapat

dan dirasakan saat jengkel.

·      Observasi tanda

perilaku kekerasan pada

klien.

·      Simpulkan bersama

tanda-tanda jengkel / kesan

yang dialami klien.

4.    Klien dapat

mengidentifikasi perilaku

kekekerasan yang biasa

dilakukan.

·      Anjurkan klien untuk

mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa

dilakukan.

·      Bantu klien bermain

peran sesuai dengan

perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

·      Bicarakan dengan

klien apakah dengan cara

yang klien lakukan

masalahnya selesai.

5.    Klien dapat

mengidentifikasi akibat

perilaku kekerasan

·      Bicarakan akibat /

kerugian dan perilaku

konstruktif pula.

·    mengetaui perilaku

yang dilakukan oleh

klien sehingga

memudahkan untuk

intervensi.

·    memudahkan klien

dalam mengontrol

perilaku kekerasan.

4.       

·    memudahkan

dalam pemberian

tindakan kepada klien.

·    mengetahui

bagaimana cara klien

melakukannya.

·    membantu dalam

memberikan motivasi

untuk menyelesaikan

masalahnya.

5.       

·    mencari metode

koping yang tepat dan

konstruktif.

·    mengerti cara yang

benar dalam

Page 21: KDRT.doc

dukungan keluarga

dalam mengontrol

perilaku kekerasan.

9.   Klien dapat

menggunakan obat

yang benar.

kekerasan yang dilakukan

klien.

·      Bersama klien

menyimpulkan akibat dari

perilaku kekerasan yang

dilakukan.

6.    Klien dapat melakukan

cara berespons terhadap

kemarahan secara

konstruktif.

·      Tanyakan pada klien

“apakah ia ingin

mempelajari cara baru

yang sehat”.

·      Berikan pujian jika

klien mengetahui cara yang

sehat.

·      Diskusikan dengan

klien cara lain yang sehat.

-   Secara fisik : tarik nafas

dalam / memukul botol /

kasur atau olahraga atau

pekerjaan yang

memerlukan tenaga.

-   Secara verbal : katakan

bahwa anda sering

jengkel / kesal.

-   Secara sosial : lakukan

dalam kelompok cara-cara

marah yang sehat, latihan

mengalihkan perasaan

marah.

6.       

·    menambah

pengetahuan klien

tentang koping yang

konstruktif.

·    mendorong

pengulangan perilaku

yang positif,

meningkatkan harga

diri klien.

·    dengan cara sehat

dapat dengan mudah

mengontrol kemarahan

klien.

Page 22: KDRT.doc

asertif, latihan manajemen

perilaku kekerasan.

-   Secara spiritual :

anjurkan klien berdua,

sembahyang, meminta

pada Tuhan agar diberi

kesabaran.

7.    Klien dapat

mendemonstrasikan sikap

perilaku kekerasan.

·      Bantu klien memilih

cara yang paling tepat

untuk klien.

·      Bantu klien

mengidentifikasi manfaat

yang telah dipilih.

·      Bantu klien untuk

menstimulasikan cara

tersebut.

·      Beri reinforcement

positif atas keberhasilan

klien menstimulasi cara

tersebut.

·      Anjurkan klien untuk

menggunakan cara yang

telah dipelajari saat jengkel

/ marah.

8.    Klien dapat dukungan

keluarga dalam mengontrol

perilaku kekerasan.

7.       

·    memotivasi klien

dalam

mendemonstrasikan

cara mengontrol

perilaku kekerasan.

·    mengetahui respon

klien terhadap cara

yang diberikan.

·    mengetahui

kemampuan klien

melakukan cara yang

sehat.

·    meningkatkan

harga diri klien.

·    mengetahui

kemajuan klien selama

diintervensi.

8.       

·    memotivasi

keluarga dalam

Page 23: KDRT.doc

·      Identifikasi

kemampuan keluarga

dalam merawat klien dari

sikap apa yang telah

dilakukan keluarga

terhadap klien selama ini.

·      Jelaskan peran serta

keluarga dalam merawat

klien.

·      Jelaskan cara-cara

merawat klien.

-   Terkait dengan cara

mengontrol perilaku

kekerasan secara

konstruktif

-   Sikap tenang, bicara

tenang dan jelas.

-   Bantu keluarga

mengenal penyebab marah.

·      Bantu keluarga

mendemonstrasikan cara

merawat klien.

·      Bantu keluarga

mengungkapkan

perasaannya setelah

melakukan demonstrasi.

9.    Klien dapat

menggunakan obat yang

benar

memberikan

perawatan kepada

klien.

·    menambah

pengetahuan bahwa

keluarga sangat

berperan dalam

perubahan perilaku

klien.

·    meningkatkan

pengetahuan keluarga

dalam merawat klien

secara bersama.

·    mengetahui sejauh

mana keluarga

menggunakan cara

yang dianjurkan.

·    mengetahui respon

keluarga dalam

merawat klien.

9.       

·    menambah

pengetahuan klien dan

Page 24: KDRT.doc

·      Jelaskan pada klien

dan keluarga jenis-jenis

obat yang diminum klien

seperti : CPZ, haloperidol,

Artame.

·      Diskusikan manfaat

minum obat dan kerugian

berhenti minum obat tanpa

seizin dokter.

keluarga tentang obat

dan fungsinya.

memberikan informasi

pentingnya minum

obat dalam

mempercepat

penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby

Year Book, 1995 

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Stuart, Gail Wiscarz. 1998. Buku Saku Kperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.