kebijakan asean dalam penanganan drugs trafficking...

81
KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS (MYANMAR, THAILAND, LAOS) PERIODE 2013 - 2016 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Nurul Isnaini 1112113000112 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Upload: others

Post on 04-Jul-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS

TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS

(MYANMAR, THAILAND, LAOS) PERIODE 2013 - 2016

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Nurul Isnaini

1112113000112

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan
Page 3: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan
Page 4: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan
Page 5: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

v

ABSTRAK

Semakin maraknya arus globalisasi di Asia Tenggara telah menyebabkan

berbagai tindak kejahatan lintas batas yang salah satunya adalah drugs trafficking.

Asia Tenggara memiliki kawasan yang tingkat produksi narkotika dan obat-obat

terlarangnya tinggi yaitu kawasan segitiga emas yang terdiri dari tiga negara

seperti Myanmar, Thailand dan Laos. ASEAN sebagai organisasi kawasan

memiliki peran dalam menyelesaikan masalah peredaran narkotika dan obat-obat

terlarang di kawasannya. Dengan kondisi tersebut, maka dalam skripsi ini penulis

menganalisis kebijakan ASEAN dalam penanganan drugs trafficking di kawasan

segitiga emas (Myanmar, Thailand, Laos) periode 2013-2016. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kebijakan ASEAN dalam

penanganan drugs trafficking di kawasan segitiga emas dan mengetahui

hambatan-hambatan ASEAN dalam penanganan drugs trafficking itu sendiri.

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori Neoliberal Institusionalisme dan

konsep organisasi internasinal untuk menganalisa kebijakan ASEAN dalam

penanganan drugs trafficking di kawasan segitiga emas (Myanmar, Thailand,

Laos) periode 2013-2016. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif

dengan mengumpulkan data secara data sekunder yang pengumpulan datanya

bersumber dari studi pustaka, e-book, jurnal dan internet sources melalui Google

store. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hasil dari

kebijakan ASEAN yaitu menerapkan tiga program dasar yaitu Demand Reduction,

Law Enforcement, dan Alternative Development ke negara-negara yang termasuk

dalam segitiga emas seperti Myanmar, Thailand dan Laos. Melalui badan khusus

yang dibentuk ASEAN untuk menangani perdagangan narkoba yaitu ASOD

(ASEAN Senior Officials on Drugs Matters), ASEAN melakukan kerjasama

dengan negara anggota dan ngara di luar anggota. Kerjasama tersebut memiliki

kelemahan yaitu keterbatasan sumber daya manusia, adanya benturan kepentingan

nasional antara negara kawasan segitiga emas dengan otoritas ASEAN, serta

sumber dana yang tidak mencukupi.

Kata kunci: drugs trafficking, ASEAN, ASOD, kawasan segitiga emas

Page 6: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

vi

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

kemudahan yang diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah dan terlimpah kepada

Nabi Muhammad saw.

Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima saran dan semangat

dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ahmad Alfajri, M.A selaku ketua Program Studi Hubungan

Internasional yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan

penulisan skripsi hingga akhir.

2. Jajaran dosen dan staf Program Studi Hubungan Internasional, atas segala

upaya dalam membantu penulis dari awal perkuliahan.

3. Ibu Inggrid Galuh Mustikawati, M.HSPS selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pemikirannya selama membimbing

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4. Kedua orang tua ku tersayang Ayahanda Marji Saali, S.Pd dan Ibunda

Nurhayati yang selalu setia mendukung serta sabar selama penulis

menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi ini diselesaikan.

5. Kakakku Dini Pramudita, SE., adik-adikku Nasya Tikalisti dan M. Rakha

Firdiansyah yang selalu memberikan semangat agar penulis tidak

menyerah untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman seperjuanganku Santi Puspita Dewi yang sama-sama berjuang

menulis skripsi dan saling mengingatkan untuk terus semangat

mengerjakan skripsi hingga selesai.

Page 7: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

vii

7. Teman terbaikku Athini Mardlatika El Hassan dan Nurul Minchah yang

tidak pernah berhenti memberikan semangat, saran, serta bantuan selama

penulis menyelesaikan skripsi.

8. Teman-temanku semasa SD dan SMP sampai sekarang Vina Dwi Ardianti,

Rahma Riani, Dwi Dianti, Maemunah dan Sunnu yang selalu mendukung

dan memotivasi penulis untuk terus semangat menyelesaikan studi.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan selama proses penulisan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka

penulis menyadari mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat

menulis lebih baik lagi dikemudian hari.

Penulis

Page 8: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 8

1.4 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8

1.5 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 10

1.5.1 Neeoliberalisme Institusional .................................................... 10

1.5.2 Konsep Organisasi Internasional .............................................. 12

1.6 Metodologi Penelitian .................................................................. 14

1.7 Sistematika Penulisan ................................................................... 16

BAB II GAMBARAN UMUM ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA

NATIONS (ASEAN) DAN ASEAN SENIOR OFFICIAL ON DRUGS

MATTERS (ASOD)

2.1 Sejarah Terbentuknya ASEAN .................................................... 18

2.2 Sejarah Terbentuknya ASOD ....................................................... 23

BAB III DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS

3.1 Drugs Trafficking di Kawasan Segitiga Emas ............................. 28

3.2 Jenis Narkotika dan Obat-Obatan Terlarang di Kawasan Segitiga

Emas ................................................................................................... 32

3.2.1 Jenis Obat-Obatan di Myanmar............................................ 33

3.2.2 Jenis Obat-Obatan di Laos dan Thailand.............................. 35

3.3 Jalur Peredaran Drugs Trafficking di Kawasan Segitiga Emas.... 36

3.4 Faktor-Faktor Penyebab Drugs Trafficking di Asia Tenggara … 38

3.4.1 Faktor Globalisasi ………………………………..……….. 38

Page 9: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

ix

3.4.1 Faktor Imigran Gelap ………………………...………….. 39

3.4.1 Faktor Ekonomi ……………………………...…………...40

3.4.1 Faktor Letak Geografis ………………………………….. 41

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS

TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS (MYANMAR,

THAILAND, DAN LAOS PERIODE 2013-2016

4.1 Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs TRafficking ......... 43

4.1.1 Peranan ASOD di Kawasan Segitiga Emas .................. ..... 49

4.2.2 Implementasi ASOD di Negara Kawasan Segitiga Emas.... 51

4.2 Hambatan ASEAN dalam Penanganan Drugs TRafficking ........ 56

4.2.1 Keterbatasan Sumber Daya Manusia .................................... 57

4.2.2 Benturan Kepentingan Nasional antara Negara-Negara

Segitiga Emas dengan Otoritas ASEAN........................... 59

4.2.1 Keterbatasan Sumber Dana .................................................. 60

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64

LAMPIRAN

Page 10: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

x

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Jenis-jenis Narkoba yang Beredar di Negara Anggota ASEAN

tahun 2017 .............................................................................. 32

Tabel IV.1 Jumlah Personel Pertahanan-Keamanan Negara-Neagara

ASEAN…………………..…………………………..……. 58

Page 11: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Budidaya Opium di Asia Tenggara, 1998-2013 …………... 6

Gambar II.1 Struktur Organisasi ASEAN ...................……………..… 21

Gambar III.1 Jaringan Obat-Obatan di Segitiga Emas ...…………….…...30

Gambar III.2 Rute Perdagangan Heroin yang Mempengaruhi Asia Timur

dan Asia Tenggara ...……………..............................….. 37

Page 12: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi ASEAN .................................................. xiv

Page 13: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

xiii

DAFTAR SINGKATAN

ACCORD : ASEAN and China Cooperative Operation in Response to

Dangerous Drugs

AMM : ASEAN Ministerial Meeting

AMMTC : ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime

ASA : Association of Southeast Asia

ASEAN : Association of South East Asia Nations

ASOD : ASEAN Senior Officials on Drugs Matters

ICT : Information Comunication Technology

KTT : Konferensi Tingkat Tinggi

MEF : Minimum Essential Force

PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

SEATO : Southeast Asia Treaty Organization

SOMTC : Senior Official Meeting on Transnational Crime

TOC : Transnational Organized Crime

UNDCP : United Nations International Drug Control Programme

UNODC : United Nations Office on Drugs and Crime

Page 14: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skripsi ini membahas tentang kebijakan ASEAN (Association of

South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

narkoba) di Kawasan Segitiga Emas yaitu Myanmar, Thailand dan Laos

periode 2013-2016. Berkembanganya kejahatan lintas batas yaitu drugs

trafficking harus diatasi dengan baik, untuk mengatasinya sebuah wilayah

memerlukan suatu organisasi. ASEAN merupakan organisasi regional yang

dijadikan sebagai wadah untuk mengatasi fenomena drugs trafficking di

kawasan Asia Tenggara. Dalam menghadapi kejahatan transnasional seperti

peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang, ASEAN mencoba untuk

berperan secara aktif dengan mengadakan pertemuan untuk para negara

anggotanya.

Menghadapi isu kejahatan lintas batas yang salah satunya adalah

perdagangan narkoba, ASEAN mengadakan pertemuan di Manila pada 26

Juni 1976. Pertemuan tersebut berupa sidang ASEAN Ministerial Meeting

(AMM) . Dalam sidang tersebut, para anggota ASEAN sepakat untuk

menandatangani ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of

Narcotic Drugs yang dijadikan sebagai langkah awal ASEAN dalam

Page 15: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

2

upaya mengatasi kasus narkoba.1 Sebagai organisasi kawasan, ASEAN

membentuk Asean Senior Official on Drugs Matters (ASOD) pada 1984.

ASOD dibentuk bersama untuk mencegah dan menindaklanjuti kejahatan

peredaran obat-obatan terlarang di kawasannya yang saat itu terdiri dari

enam negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura dan

Brunei Darussalam. Asean Declaration of Principles to Combat the Abuse

of Narcotics Drugs dilaksanakan oleh ASOD sebagai salah satu tugasnya

sebagai badan hukum dari ASEAN yang menangani masalah narkotika.2

Selain itu, ASOD juga bertugas untuk menyelaraskan pandangan,

pendekatan, dan strategi dalam menanggulangi masalah narkotika, serta

cara memberantas peredarannya di wilayah ASEAN. Selain ASOD juga

terdapat ASEAN and China Cooperative Operation in Response to

Dangerous Drugs (ACCORD), dan ASEAN-EU sub Committee on

Narcotics.3

Pembentukan ASOD serta kerjasama lainnya dilakukan ASEAN

karena kejahatan atau tindakan kriminal yang dilakukan para aktor non-

negara semakin berkembang. Pesatnya perkembangan kejahatan lintas

batas tersebut menjadi ancaman bagi dunia global. Kejahatan ini disebut

sebagai transnational crime. Perdagangan obat-obatan terlarang atau drugs

trafficking merupakan salah satu dari isu transnational crime (kejahatan

1 ASEAN Sekretariat, ASEAN Plan of Action (Jakarta, 1994), 7.

2 ASEAN Selayang Payang 2000. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen

Luar Negeri RI. Jakarta 2000. hal 117-118. 3 ASEAN Selayang Pandang, edisi 2008. Direktorat Jendral ASEAN Departemen Luar

Negeri Republik Indonesia 2008, hal. 79.

Page 16: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

3

lintas negara) yang menjadi bagian dari bentuk ancaman bagi dunia

global.4

Kejahatan perdagangan narkotika memiliki ciri-ciri yaitu

terorganisir, bersindikat, memiliki pasokan dana yang banyak, serta

menggunakan teknologi canggih dalam aksi mengedarkan narkotikanya.

Transnational crime tidak hanya berupa perdagangan obat-obatan, tetapi

juga meliputi penyelundupan dan perdagangan manusia.. Kelompok teroris

memanfaatkan kejahatan tersebut karena kontrol wilayah perbatasan

negara-negara anggota ASEAN yang masih lemah. Salah satu kawasan

yang memiliki kontrol wilayah perbatasannya lemah yaitu kawasan Asia

Tenggara, dimana masalah kejahatan lintas batas sangat rentan dan

berkembang cukup pesat.

Salah satu kawasan penghasil obat-obatan terlarang di Asia

Tenggara yaitu Myanmar, Thailand, dan Laos. Ketiga negara tersebut

memiliki istilah Golden Triangle atau dikenal dengan segitiga emas.

Kawasan segitiga emas merupakan kawasan penghasil obat tertinggi kedua

setelah Golden Crescent. Kawasan ini terdiri dari tiga negara yaitu,

Afganistan, Pakistan, dan Iran. Menurut perwakilan Persatuan Bangsa-

Bangsa (PBB) untuk urusan Narkoba dan kejahatan UNODC, Jeremy

Douglas, jaringan perdagangan narkoba internasional yang kompleks

secara aktif meningkat di wilayah Asia Tenggara yang merupakan salah

satu wilayah tersibuk dalam perdagangan narkotika.

4 Matthew S. Janner, Handbook of Transnational Crime and Justice (The United State of

America, 2013), 65.

Page 17: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

4

Aktivitas perdagangan narkotika di Asia Tenggara diawali dengan

adanya penyelundupan ke perbatasan-perbatasan negara oleh pengedar

narkoba dari Myanmar. Perdagangan narkoba di Myanmar didukung oleh

Tatmadaw yang merupakan Angkatan Bersenjata Myanmar. Pengedar

narkoba di Thailand juga berperan dalam aktivitas perdagangan dan

aktivitas penanaman opium yang terkenal di bagian utara Thailand. Di

Laos para petani juga melakukan aktivitas penanaman opium terutama di

bagian utara dan bagian barat negaranya. Selain memproduksi opium,

pengedar narkoba di Laos berperan dalam penyelundupan heroin ke

Thailand melalui perbatasan Laos.

Berkaitan dengan perdagangan narkotika ilegal, ada tiga elemen

penting di dalamnya yaitu daerah yang menjadi pemasok, orang atau

organisasi yang mendistribusikan narkotika, serta pengguna atau pemakai

narkotika. Jumlah penduduk Asia Tenggara yang hampir 500 juta jiwa

menjadikan wilayah ini bukan saja sebagai produksi terbesar obat-obatan

berbahaya, namun juga sebagai pasar yang potensial bagi para produsen

dan pengedar narkotika.

Kawasan segitiga emas memproduksi narkotika, heroin, dan

amphetamine yang kemudian disebarkan ke seluruh penjuru dunia.5 Letak

Thailand yang strategis sering digunakan sebagai jalur transit bagi

penyelundupan narkotika dan obat-obatan terlarang. Para pelaku

perdagangan obatan terlarang mendatangkan barang ilegal tersebut dari

5 B. Bosu, Sendi-Sendi Kriminologi (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 68.

Page 18: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

5

Laos atau Myanmar jika permintaan konsumen tidak terpenuhi oleh

produsen di Thailand.6

Setiap negara anggota ASEAN memiliki data statistik yang

digunakan untuk melihat perkembangan dari kasus-kasus peredaran

narkotika yang terjadi di kawasan negara anggota ASEAN itu sendiri.

Salah satu contoh dari hasil data statistik tersebut yaitu adanya

peningkatan kasus narkotika di Thailand pada tahun 1998 sebesar 167.039

kasus yang awalnya hanya 122.119 kasus yang terjadi di tahun 1994, tidak

hanya di Thailand tetapi peningkatan tersebut juga terjadi di Malaysia

yang mengalami peningkatan menjadi 21.073 kasus yang pada awalnya

hanya 11.672 kasus yang terjadi pada tahun 1994.7

Kartel narkoba di Thailand memiliki peran sebagai produsen

narkotika dan obat-obatan terlarang jenis opium. Selain jenis opium,

sindikat ini juga membudidayakan narkoba jenis lain seperti ganja dan

kratom dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan opium. Dalam

perannya sebagai produsen obat-obat terlarang, jenis metamfetamin juga

diproduksi di Thailand. Jenis metamfetamin ini termasuk jenis obat yang

6 Ralf Emmers. 2003. The Threat of Transnational Crime in Souteast Asia : Drug

Trafficking, Human Smuggling and Trafficking, and Sea Piracy, (discussion paper, Institute of

Defence and Strategic Studies Singapore, 2003), tersedia di

http://www.redalyc.org/pdf/767/76711296006.pdf, diunduh pada 5 April 2017. 7 Data himpunan dari hasil Workshop on ASEAN Community ness: The Drug Problem in

the Region. Bandung. 24-27 Oktober 1999. Diselenggarakan oleh Departemen Penerangan RI.

Jakarta, 6-8 April 1999.

Page 19: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

6

difavoritkan. Pada tahun 2011 terdapat 1,4 juta pecandu yang diantaranya

terdapat 1,1 juta merupakan pengguna jenis metamfetamin.8

Gambar I.1 Budidaya Opium di Asia Tenggara, 1998-2013

Sumber: UNODC SEA Opium Survey 2013

Produksi opium di Segitiga Emas mengalami peningkatan yang

terus berlanjut hingga 2013. Berdasarkan sumber dari UNODC (United

Nations Office on Drugs and Crime), peningkatan 2,7 kali terjadi di

kawasan Segitiga Emas selama delapan tahun yang mengindikasikan

bahwa masyarakat Thailand, Laos, dan Myanmar masih menggantungkan

8 Anggia Wulansari. Upaya dan Tantangan Thailand dalam Penanggulangan Narkotika

dan Obat Terlaranf Menuju Drug-Free ASEAN 2015, diunduh dari http://journal.unair.ac.id

diakses pada 15 Juni 2017.

Page 20: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

7

perekonomian pada budidaya opium. Jumlah perdagangan obat-obatan

terlarang di Segitiga Emas tersebut mencapai 16,3 miliar dolar.

Perkembangan peredaran narkotika dan obat bius di Asia Tenggara

terus meningkat setiap tahunnya. Melihat masalah drugs trafficking yang

terus-menerus mengalami peningkatan, ASEAN mendeklarasikan Drug-

Free ASEAN 2020. Akan tetapi, anggota ASEAN sepakat untuk

mempercepat penerapan Drug-Free ASEAN yang awalnya tahun 2020

diubah menjadi 2015, hal ini telah disepakati oleh semua anggota ASEAN.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi

ini dengan judul “Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs

Trafficking di Kawasan Segitiga Emas (Myanmar, Thailand, Laos)

Periode 2013 - 2016”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijabarkan,

“Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs Trafficking di Kawasan

Segitiga Emas (Myanmar, Thailand, Laos) Periode 2013-2016” akan

dibahas oleh penulis di dalam skripsi ini, maka rumusan masalahnya

sebagai berikut :

1. Bagaimana Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs

Trafficking di kawasan Segitiga Emas (Myanmar, Thailand, Laos)

Periode 2013-2016 ?

Page 21: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana kebijakan ASEAN dalam

penanganan drugs trafficking di kawasan segitiga emas.

2. Mengetahui hambatan-hambatan ASEAN dalam

penanganan drugs trafficking.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah wawasan para pembaca mengenai kebijakan

ASEAN dalam penanganan drugs trafficking di kawasan

Segitiga Emas.

2. Memberikan gambaran mengenai beberapa jenis obat-

obatan terlarang di kawasan Segitiga Emas.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sebelum skripsi ini ditulis, ada beberapa ahli yang membuat tulisan

mengenai permasalahan drugs trafficking. Pertama, Zarina Othman dengan

tulisannya yang berjudul “Myanmar, Illicit Drug and Security

Implication”.9 Dari tulisan ini diketahui bahwa drugs trafficking di

Myanmar berkembang pesat dan mengancam keamanan negara. Ancaman

terhadap manusia selalu berpotensi mengancam stabilitas negara. Pada

1998, masalah perdagangan dan peredaran narkoba dijadikan sebagai

ancaman keamanan regional dan stabilitas kawasan oleh ASEAN.

9 Zarina Othman, Illicit Drug Trafficking and Security Implication. Akademika 65 : 2004

h. 27.

Page 22: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

9

Dalam tulisan Zarina Othman, penulis membahas peredaran

narkoba di kawasan Asia Tenggara, akan tetapi hanya fokus pada satu

negara yaitu Myanmar yang merupakan negara penghasil opium. Berbeda

dengan skripsi yang penulis buat, disini penulis membahas peredaran

narkotika tidak hanya di Myanmar saja tetapi juga di negara yang

termasuk ke dalam kawasan segitiga emas yaitu Thailand dan Laos.

Kedua, “Kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Drugs

Trafficking di Indonesia 2003-2008” yang ditulis oleh Natiqoh. Dalam

tulisannya dijelaskan bagaimana ASEAN mengambil sebuah kebijakan

dalam mengatasi masalah peredaran narkoba di kawasan Asia Tenggara

khususnya Indonesia yang berpusat di Nangro Aceh Darussalam (NAD).

Terdapat perbedaan antara penulis dengan peneliti Natiqoh dimana

Natiqoh menjabarkan kebijakan ASEAN untuk menangani masalah

perdagangan narkoba yang difokuskan di Indonesia periode 2003-2008.

Sementara itu, dalam skripsi ini penulis mencoba untuk mengambil sebuah

studi kasus di kawasan Asia Tenggara yaitu The Golden Triangle yang

terkenal sebagai kawasan produksi narkotika terbesar kedua di dunia

dengan menggunakan teori neoliberalisme institusional.

Ketiga, Yunus Husein yang meneliti tentang Major Laundering

Countries.10

Menurutnya, masyarakat internasional menjadi frustasi dalam

upaya pemberantasan kasus narkotika, sehingga terlahirlah sebuah rezim

10

Yunus Husein, Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana

Pencucian Uang. Artikel Hukum Pidana, 3 Maret 2006.

Page 23: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

10

hukum internasional.11

Saat itu, penyitaan dan perampasan harta kekayaan

hasil dari perdagangan narkotika menjadi fokus utama dibandingkan upaya

penangkapan pelaku kejahtannya. Keberhasilan perang melawan kejahatan

narkoba di suatu negara sangat ditentukan oleh efektifitas rezim anti

pencucian uang di negara tersebut, hal ini merupakan asumi dari Yunus

Husein di dalam tulisannya.12

Penelitian Yunus Husein berbeda dengan penelitian skripsi ini,

penelitian ini lebih memfokuskan bagaimana ASEAN mengeluarkan

kebijakannya untuk menangani drugs trafficking di kawasan Asia

Tenggara khususnya di The Golden Triangle, sementara itu penelitian

Yunus Husein cenderung ke arah persoalan drugs trafficking secara umum

atau global.

1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Neoliberalisme Institusional

Neoliberalisme institusional merupakan teori dalam hubungan

internasional yang dilahirkan dari pemikiran Robert O Keohane. Teori ini

muncul untuk mengkritik pemikiran realis dan neorealis yang memandang

Hubungan Internasional merupakan sesuatu yang konfliktual.

Neoliberalisme institusional berpendapat bahwa konflik yang ada di

Hubungan Internasional dapat menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan.

11

Yunus Husein, Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana

Pencucian Uang. Artikel Hukum Pidana, 3 Maret 2006. 12

Yunus Husein, Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana

Pencucian Uang. Artikel Hukum Pidana, 3 Maret 2006.

Page 24: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

11

Liberalisme melihat institusi merupakan salah satu entitas yang

dapat menciptakan perdamaian melalui kerjasama antar negara.13

Kondisi

hubungan antar negara yang anarki dapat menciptakan suatu kerjasama,

maka dari itu teori neoliberalisme institusional menganggap bahwa

kerjasama lebih menguntungkan daripada berkonflik. Suatu kerjasama

terjadi jika terdapat interdependence antar aktor-aktor di dalamnya.

Konsep interdependence ini dikembangkan oleh Keohane dan Nye,

mengenai dua unit yang saling bergantung antara satu dengan lainnya.14

Keohane mendefinisikan institusi sebagai seperangkat aturan dan

praktik-praktik yang menentukan peran, memaksakan tindakan, dan

membentuk harapan.15

Neoliberal institusional berpandangan bahwa

institusi dapat menentukan perilaku aktor. Institusi tersebut menurut

Keohane dapat berbentuk Organization, Rules, dan Convention. Jadi, teori

ini menekankan adanya institusi dalam Hubungan Internasional.

Teori neoliberal institusional dan neorealis masih sama-sama

beranggapan bahwa negara merupakan aktor utama dalam Hubungan

Internasional, akan tetapi Keohane berpendapat bahwa aktor non-state

juga merupakan aktor dalam Hubungan Internasional. Menurutnya, aktor

non-state juga bisa melakukan kerjasama lintas batas negara.

13

Stephen M. Walt, International Relation: One World, Many Theories, Foreign Policy,

No. 110, special edition: Frontiers of Knowledge (Spring, 1998), 32. 14

Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye, Power and Interdependence:World Politics in

Transtition (Boston: Little Brown, 1977), 8. 15

Robert O. Keohane, „Neoliberal Institutionalism: a Perspective on World Politic,‟ in

International Institution and State Power (Boulder: Westview Pres, 1989), 3.

Page 25: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

12

1.5.2 Konsep Organisasi Internasional

Sebagai anggota masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat

hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Ketergantungan

antar negara ini menyebabkan keberadaan sebuah organisasi sangat

diperlukan. Organisasi tersebut berfungsi sebagai wadah negara-negara

dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka. Dengan

dibentuknya organisasi maka negara-negara akan berusaha mencapai

tujuan yang menjadi kepentingan bersama.

Menurut Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr, organisasi

internasional merupakan sebuah bentuk kerjasama internasional yang di

dalamnya terdapat peraturan yang melembaga antar negara-negara.

Kerjasama tersebut biasanya berdasarkan pada suatu persetujuan dan

kerjasama tersebut mengadakan pertemuan-pertemuan serta kegiatan-

kegiatan staf secara berkala.

Sebuah organisasi dapat disebut sebagai organisasi internasional

jika memiliki syarat-syarat sebagai berikut;16

1. Harus memiliki tujuan internasional.

2. Terdapat anggota di dalamnya yang masing-masing anggota

memiliki hak suara.

16

Clive Archer, International Organizations; Third Edition (New York: Routledge,

2001), 24.

Page 26: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

13

3. Untuk melangsungkan kegiatan sebuah organisasi harus

memiliki sebuah markas besar.

4. Pembagian tugas para pejabat dalam menjalankan organisasi

harus dibagi rata yang terdiri dari berbagai bangsa/negara.

5. Para anggota harus membiayai organisasi.

6. Organisasi harus aktif, jika lebih dari lima tahun tidak aktif

maka organisasi tersebut tidak diakui lagi.

Menurut A Le Roy Bannet, sebuah organisasi internasional

memiliki fungsi sebagai berikut:17

1. Keuntungan yang besar dihasilkan dari sebuah kerjasama antar

negara, maka dari itu organisasi internasional harus

menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan negara

anggotanya dalam melakukan kerjasama agar mencapai

tujuannya.

2. Organisasi internasional menjadi wadah bagi negara anggotanya

dalam memecahkan permasalahan yang terjadi, sehingga saluran

komunikasi antar pemerinta negara anggota harus diperbanyak

Organisasi internasional memiliki klasifikasi untuk melihat apa

yang seharusnya dilakukan berdasarkan pada tujuan dan aktivitasnya.

pertama, organisasi yang bertujuan mndorong hubungan co-operative di

17

Le Roy A. Bannet, International Organizations: Principles and Issues (New Jersey:

Prentice Hall Inc, 1997), 2-4.

Page 27: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

14

antara anggotanya yang tidak sedang dalam konflik negara. Kedua,

organisasi yang bertujuan untuk menurunkan tingkat konflik di antara

negara anggotanya. Ketiga, organisasi bertujuan untuk menciptakan

confrontation di antara anggota dimana negara anggota tersebut memiliki

perbedaan pendapat. Untuk mempermudah melakukan klasifikasi

terhadap sebuah organisasi internasional, maka klasifikasi organisasi

internasional didasarkan pada tujuan organisasi dan keanggotaan

organisasi tersebut.18

Dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan organisasi

internasional yang diklasifikasikan berdasarkan keanggotaan yaitu

ASEAN yang merupakan organisasi regional di Asia Tenggara. Konsep

organisasi internasional akan dijadikan alat analisa penulis dalam skripsi

ini. Negara menjadi satu kerjasama dalam kerangka ASEAN untuk

menumbas drugs trafficking.

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan penulis adalah

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menggunakan bahasa kasus dan konteks, mempekerjakan bahasa,

memeriksa proses sosial dan kasus dalam konteks sosial mereka, dan

melihat interpretasi atau penciptaan makna dalam pengaturan tertentu.19

18

Robert Jackson dan George Sorensen, Intriduction to International Relations: Theories

and Approaches 3rd edition (New York: Oxford University Press, 2007), 109. 19

William Lawrence Neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approaches (Pearson,2006), 157.

Page 28: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

15

Penelitian yang digunakan penulis bersifat deskriptif untuk

menggambarkan, mencatat, menganalisis, dan menjabarkan masalah yang

akan diteliti.

Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mempermudah

pembaca dalam memahami isi skripsi dengan cara menggambarkan

permasalahan menggunakan kata-kata dan angka dan menjawaban sebuah

persoalan dengan pertanyaan seperti siapa, kapan, dimana, dan

bagaimana.20

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan,

browsing data baik jurnal maupun buku online melalui jaringan internet.

Penulis mencari data-data di perpustakaan FISIP UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, browsing melalui google store untuk mendapatkan E-Book, serta

memperoleh berbagai data dari buku-buku mengenai Ilmu Hubungan

Internasional.

Salah satu kendala dalam melakukan penelitian ini adalah

memperkecil cakupan masalah, sehingga menjadikan penelitian bersifat

umum dan deskriptif. Metode ini digunakan karena lebih mudah dalam

mendapatkan informasi. Dengan menggunakan metode ini, penulis tidak

harus melakukan penghitungan untuk menhasilkan data. Metode penelitian

kualitatif mempermudah penulis untuk menyelesaikan skripsi ini karena

tidak dibutuhkan waktu yang lama dalam pengolahan data dengan kata lain

menghemat waktu.

20

William Lawrence Neuman, Metodologi Penelitian Sosial: Kualitatif dan Kuantitatif

(Jakarta: PT. Indeks, 2015), 44.

Page 29: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

16

1.7 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Setiap bab akan membahas hal-

hal yang berbeda. adanya sistematika penulisan ini memudahkan pembaca

dalam memahami skripsi ini. Penulis menyusun skripsi ini dalam

sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan penggambaran skripsi secara umum yang terdiri

dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM ASSOCIATION OF SOUTH EAST

ASIA NATIONS (ASEAN) DAN ASEAN SENIOR

OFFICIAL ON DRUGS MATTERS (ASOD)

Bab ini berisikan uraian tentang sejarah terbentuknya ASEAN dan

ASOD, fungsi dan tujuan dibentuknya ASEAN dan ASOD, menjabarkan

tindakan apa yang sudah ASEAN lakukan dalam menangani drugs

trafficking di periode sebelumnya.

Page 30: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

17

BAB III DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA

EMAS

Bab ini berisikan uraian tentang drugs trafficking di kawasan

Segitiga Emas (Myanmar, Thailand, Laos), jenis-jenis narkotika dan obat-

obatan terlarang, jalur peredaran drugs trafficking di kawasan Segitiga

Emas, serta menjabarkan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan

terjadinya perdagangan narkotika di Asia Tenggara khususnya kawasan

Segitiga Emas.

BAB IV KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN

DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA

EMAS

Bab ini berisikan analisis terhadap kebijakan yang dikeluarkan

ASEAN untuk menangani peredaran narkotika di kawasan segitiga emas

dan hambatan dalam penanganan peredaran narkotika tersebut.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan penelitian kebijakan ASEAN dalam

penanganan Drugs Trafficking di kawasan segitiga emas.

Page 31: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

18

BAB II

GAMBARAN UMUM ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA

NATIONS (ASEAN) DAN ASEAN SENIOR OFFICIAL ON DRUGS

MATTERS (ASOD)

1.8 Sejarah Terbentuknya ASEAN (Association of South East Asia

Nations)

Pada abad ke-19, Malaysia, Kalimantan Utara, Singapura, dan

Myanmar dikuasai oleh Imperialis Inggris, sedangkan Perancis menguasai

Filipina hingga akhir abad ke-19. Hubungan Internasional setelah Perang

Dunia II ditandai dengan terjadinya Perang Vietnam ke Kamboja serta

upaya pembentukan organisasi regional. SEATO (Southeast Asia Treaty

Organization) merupakan organisasi regional pertama yang dibentuk

dalam upaya membendung pengaruh komunis di kawasan Asia oleh

Amerika, akan tetapi organisasi ini gagal mencapai tujuannya dan

dibubarkan.

Pada tahun 1961, negara-negara Asia Tenggara membentuk

organisasi kawasan yaitu Association of Southeast Asia (ASA). Organisasi

tersebut terdiri dari Malaysia, Philipina, dan Thailand. Pecahnya konflik

Philipina dan Malaysia menyebabkan ASA tidak bertahan lama. Konflik

tersebut terjadi karena Philipina mengklaim daerah Sabah sebagai bagian

dari negaranya.

Page 32: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

19

Kegagalan dari beberapa organisasi yang sudah dibentuk

menimbulkan kesadaran bahwa harus ada upaya yang lebih untuk

mewujudkan integrasi kawasan. Pada Agustus 1967, lima Meneteri Luar

Negeri sebagai perwakilan dari masing-masing negara yaitu Adam Malik

(Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), Narciso Rueca Ramos

(Filipina), Sinnathamby Rajaratnam (Singapura) dan Thanat Khoman

(Thailand) mengadakan pertemuan di kota Bang Saen, Bangkok. Dalam

pertemuan ini, lima wakil-wakil tersebut sepakat untuk membentuk sebuah

organisasi kawasan yang baru. Pertemuan para wakil dari lima negara

diadakan selama empat hari di aula utama gedung Departemen Luar

Negeri di Bangkok ibu kota Thailand. Pada 8 Agustus 1967 melalui

Deklarasi Bangkok, lahirlah sebuah organisasi yaitu ASEAN.21

Terdapat

empat bidang yang akan difokuskan oleh organisasi ini dalam

kerjasamanya, bidang politik dan keamanan, ekonomi, serta sosial dan

budaya.

Organisasi ASEAN ini bersifat terbuka, dimana setiap negara-

negara di kawasan Asia Tenggara bisa berpartisipasi dan mengikuti prinsip

serta tujuan dari dibentuknya organisasi tersebut. Pada tahun 1984,

anggota ASEAN bertambah dengan masuknya Brunei Darussalam,

kemudian pada 1995 Vietnam bergabung juga ke dalam ASEAN. Laos dan

Myanmar ikut bergabung pada tahun 1997. Negara anggota terakhir yang

21

Association of Southeast Asian Nations, “ The Founding of ASEAN”, tersedia di

https://asean.org/asean/about-asean/history/ diakses pada 12 Oktober 2018.

Page 33: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

20

bergabung ke dalam ASEAN adalah Kamboja pada tahun 1999. Setalah

sepuluh negara bergabung, pada tahun 2008 disepakati ASEAN Charter.

Dalam periode awal (1967-1976), ASEAN dipandang sebelah mata

sebagai sebuah organisasi regional. Akan tetapi, ASEAN berhasil

menunjukkan perkembangannya yang berangsur-angsur. ASEAN berhasil

membuat negara anggotanya belajar memahami satu sama lain, berdiskusi

bersama-sama di dalam forum untuk menentukan masalah bersama baik

secara berkelompok atau sendiri-sendiri.22

Sebagai organisasi regional, ASEAN memiliki prinsip yang

dipegang teguh oleh negara-negara anggotanya, yakni:23

1.9 Negara-negara anggota memiliki kedaulatan dan kesetaraan

yang harus dihormati seluruh anggota.

1.10 Untuk mencapai perdamaian dan keamanan, maka harus ada

komitmen dan tanggung jawab bagi seluruh anggota.

1.11 Adanya agresi, ancaman, serta penggunaan kekuatan harus

ditolak oleh setiap anggota jika perbuatan tersebut

melanggar hukum internasional.

1.12 Jika terjadi persengketaan antar anggota, harus diselesaikan

dengan cara damai. Urusan dalam negeri masing-masing

anggota tidak boleh dicampuri oleh anggota negara yang

22

M. Sabir, ASEAN: Harapan dan Kenyataan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992),

58-59. 23

Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia, “Tentang ASEAN” tersedia di http://setnas-

asean.id/tentang-asean diakses pada 12 Oktober 2018.

Page 34: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

21

lainnya. Serta harus menghormati adanya perlindungan hak

asasi manusia.

Gambar II.1 Struktur Organisasi ASEAN

Sumber: Sekretariat Nasional ASEAN – Indonesia24

Kejahatan lintas negara menjadi perhatian para anggota ASEAN.

Organisasi ASEAN mengintensifkan kerjasama melalui berbagai

mekanisme, inisiatif dan instrumen hukum untuk mencegah dan

memberantas kejahatan lintas negara.25

Badan pengambil kebijakan

tertinggi dalam kerjasama ASEAN untuk menangani kejahatan lintas

24

Untuk mengetahui lebih terperinci mengenai struktur organisasi ASEAN bisa dilihat

pada lampiran 1. 25

Kementerian Luar Negeri Republik Indoneisa, “Masyarakat Politik-Keamanan

ASEAN”, tersedia di https://kemlu.go.id/portal/id/read/121/halaman_list_lainnya/masyarakat-

politik-keamanan-asean, diakses pada 13 Oktober 2018.

Page 35: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

22

negara adalah ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime

(AMMTC). Badan ini mengkoordinasikan berbagai kerjasama badan-

badan ASEAN yang terkait dengan pemberantasan kejahatan lintas negara,

salah satunya yaitu ASOD.

Selain Dewan Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN, struktur

organisasi yang menyangkut peredaran narkotika dan obat-obatan

terlarang adalah Dewan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Dewan

Masyarakat ini bersifat terbuka serta mencakup kerjasama yang luas dan

multisektor. Salah satu perkembangan dari kerjasama bidang di pilar sosial

budaya yaitu pengendalian penyebarluasan penyalahgunaan narkoba.26

Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk saling bertukar informasi

dan pengalaman terkait dengan upaya penanggulangan penyalahgunaan

narkotika,

Struktur organisasi sangat penting dan harus ada di dalam sebuah

organisasi karena dengan adanya struktur, maka ada kejelasan dalam

pembagian tugas dan tanggung jawab setiap anggotanya. Dengan adanya

struktur organisasi di ASEAN, maka akan terlihat jelas kegiatan pekerjaan

antara satu anggota dengan yang lainnya bisa dibatasi sesuai dengan

bagiannya masing-masing.

26

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Masyarakat Sosial Budaya ASEAN”,

tersedia di https://kemlu.go.id/portal/id/read/115/halaman_list_lainnya/masyarakat-sosial-budaya-

asean, diakses pada 13 Oktober 2018.

Page 36: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

23

1.13 Sejarah Terbentuknya ASOD (Asean Senior Official on Drugs

Matters)

Kejahatan lintas negara di yang berkembang di kawasan ASEAN

meliputi terorisme, perdagangan senjata, perdagangan manusia dan

permasalahn narkotika. Perkembangan transnational crime khususnya

permasalahan narkotika dan obat-obatan terlarang membuat ASEAN

memiliki tekad untuk menangani kejahatan tersebut yang tertuang di

dalam tujuan serta prinsip dari ASEAN, yaitu menanggapi secara efektif

segala bentuk ancaman baik kejahatan lintas negara maupun tantangan

lintas batas.27

Upaya ASEAN dalam menangani permasalahan narkotika

dimulai pada tahun 1972 dengan diadakannya ASEAN Expert Group

Meeting on the Prevention and Control of Drug Abuse. Hal tersebut

diadakan dengan harapan ASEAN dapat memerangi drugs trafficking di

kawasannya. Pada sidang ASEAN Ministerial Meeting (AMM) di Manila

26 Juni 1976, ditandatangani ASEAN Declaration of Principles to Combat

the Abuse of Narcitocs Drugs yang merupakan langkah awal ASEAN

untuk menghadapi kasus narkotika.28

Dalam upaya mengatasi drugs tarfficking, ASEAN Senior Officials

on Drugs Matters (ASOD) disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN

dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama. ASOD ditugaskan untuk

memutus mata rantai peredaran gelap narkoba serta pencucian uang hasil

27

Association of Southeast Asian Nations, 2012, “The ASEAN Charter In English and

ASEAN Languages”, Jakarta: ASEAN Sekretariat, hal. 121. 28

ASEAN Sekretariat, ASEAN Plan of Action (Jakarta, 1994), 7.

Page 37: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

24

dari perdagangan narkotika. Pada tahun 1984 ASOD diresmikan dan

menghasilkan Rencana Aksi ASEAN terhadap pengendalian narkotika.

Rencana Aksi ASEAN tersebut difokuskan ke dalam empat bidang yaitu

pendidikan pencegahan, terapi dan rehabilitasi, penegakan hukum, dan

penelitian.29

Sebagai badan khusus ASEAN dalam penanganan drugs

trafficking, terdapat tugas-tugas yang dimiliki ASOD sebagai berikut:30

a. Pandangan, pendekatan dan strategi diselaraskan oleh ASOD untuk

menangani drugs trafficking di wilayah ASEAN.

b. Menegakkan hukum, menyusun undang-undang. Memberikan

pemahaman dengan cara pendidikan, serta memberikan penjelasan

kepada masyarakat.

c. Dalam pertemuan ASEAN Drug Expert ke-8 di Jakarta tahun 1984.

Maka terdapat kesepakatan bahwa ASEAN Policy and Strategies on

Drug Abuse Control dijalankan oleh ASOD.

d. International Conference on Drug Abuse and Illicit Trafficking telah

menetapkan pedoman menyangkut bahayanya narkotika dan pedoman

tersebut harus dilaksanakan.

e. Mengevaluasi dan memonitor semua program yang dirancang dalam

penanganan masalah narkotika di kawasan negara anggota ASEAN

29

Badan Narkotika Nasional RI, 2010, “Pertemuan ASEAN Senior Officials on Drug

Matters (ASOD) dalam hal Kerjasama Pengendalian Narkoba dan Obat-obatan”, tersedia di

https://bnn.go.id/blog/siaranpers/pertemuan_asean_senior_officials_on_drug_matters_asod_dalam

_hal_kerjasama_pengendalian_narkoba_dan_obat-obatan_/ diakses pada 12 Oktober 2018. 30

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, 2000, “Kerjasama ASEAN dalam

Menanggulangi Kejahatan Transnasional” Deplu RI, hal. 173-174.

Page 38: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

25

f. Berusaha untuk mendorong pihak ke tiga untuk melakukan kerjasama

dalam upaya memberantas peredaran narkotika dan obat-obat

terlarang.

g. Melakukan peningkatan upaya untuk mencapai ratifikasi, pelaksanaan

semua ketentuan PBB yang saling terkait dengan perdagangan

narkotika.

Secara umum, peran ASOD tertuang dalam “ASEAN Regional

Policy and Strategy in the Prevention and Control of Drug and Illicit

Trafficking” yang berisikan tiga variabel utama yaitu kebijakan,

pendekatan, dan strategi. Peran ASOD hanya sebatas membangun

kerjasama eksternal, memfasilitaskan, serta memberikan saran terkait

penanggulangan peredaran narkotika.

ASOD berperan sebagai badan informasi negara anggota dalam

mendapatkan informasi terkait dengan kondisi drugs trafficking di luar

kawasan. Hal ini dikarenakan ASEAN memiliki hubungan kerjasama

dengan organisasi internasional lain seperti kerjasama dengan badan yang

menangani masalah drugs trafficking di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB)

yaitu United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC). Dengan

adanya kerjasama tersebut, informasi ini dapat memperkecil terjadinya

perkembangan drugs trafficking.

Pada tanggal 25-26 Agustus 2008, ASOD mengadakan pertemuan

ke-29 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pada pertemuan yang

Page 39: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

26

dilakukan telah menghasilkan beberapa rekomendasi dari kelompok kerja

(Working Groups) sebagai berikut:31

a. Alternative Development

b. Preventive Education

c. Treatment and Rehabilitation

d. Law Enforcement

e. Research.

Pada pertemuan ke-30 ASOD di Phnom Penh, Kamboja tahun

2009, telah menghasilkan rencana kerja ASOD Terkait Usaha Memerangi

Pembuatan Ilegal dan Penyalahgunaan Narkoba (ASOD Work Plan on

Combating Illicit Drug Manufacturing Trafficking and Abuse (2009-

2015)) sebagai suatu komitmen kuat ASEAN dalam memerangi bahaya

Narkoba. Rencana kerja ini dibuat dengan tujuan mewujudkan Drug-Free

ASEAN 2015.

Secara umum, mekanisme kerja ASOD adalah badan yang

dibentuk untuk membuat agenda pertemuan, merencanakan proyek

kerjasama terkait penanggulangan masalah drugs trafficking, serta

menghasilkan rekomendasi rekomendasi dari hasil working group yang

diwadahi oleh ASOD sendiri. Maka, tugas ASOD adalah menyelaraskan

pandangan, pendekatan dan strategi dalam menanggulangi masalah

narkoba, melalui konsolidasi.

31

ASEAN. ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 (Jakarta, 2010), 153.

Page 40: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

27

Amerika Serikat, Tiongkok, Australia dan Pakistan telah

melakukan kerjasama bilateral dengan ASEAN melalui salah satu badan

ASEAN yaitu ASOD. Sedangkan kerjasama UNDCP (United Nations

International Drug Control Programme) dan Uni Eropa dibangun ASEAN

sebagai salah satu kerangka kerjasama inter regional dari organisasi

kawasan tersebut. Kerjasama yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh

beberapa keuntungan. Keuntungan ini meliputi pertukaran informasi dan

keahlian sehingga melalui kerjasama eksternal, ASEAN mampu menutupi

dana yang selama ini menjadi faktor penghambat program ASOD.

Page 41: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

28

BAB III

DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS

3.1 Drugs Trafficking di Kawasan Segitiga Emas

Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang tinggi akan

tingkat kejahatan transnasionalnya seperti perdagangan narkotika. Pada

abad ke-19, bahan-bahan coccain dan heroin yang memiliki kandungan

yang sangat kuat digunakan oleh masyarakat. Dalam ilmu kedokteran,

psychoactive adalah bahan yang digunakan untuk keperluan pengobatan.

Semakin maju zaman, maka semakin maju pula masyarakatnya.

Masyarakat mengguanakan alat suntik (hypodermic syringe), obat-oabatan

disuntikkan ke tubuh manusia dengan efek yang kuat dan menimbulkan

ketergantungan yang akut.32

Drugs trafficking telah menjadi sebuah fenomena global yang

dampaknya menyebar ke semua negara. Asia Tenggara memiliki kawasan

yang terkenal akan produksi obat-obatan terlarangnya yaitu kawasan

segitiga emas. Kawasan ini meliputi tiga negara diantaranya Myanmar,

Thailand dan Laos. Ketiga negara tersebut memproduksi dan menyebarkan

heroin dan amphetamin ke seluruh penjuru dunia.33

Perdagangan obat-

32

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI “Kerjasama ASEAN dalam

Menanggulangi Kejahatan Transnational” 2000. h. 21. 33

Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara “Teropong Terhadap

Dinamika, Kondisi Riil dan Masa Depan” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 228.

Page 42: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

29

obatan terlarang merupakan salah satu bisnis yang besar keuntungannya

sehingga para pelaku utamanya sangat sulit untuk ditaklukan.

Myanmar menyalurkan obat-obatan terlarang ke Thailand. Selain

Thailand, jalur lain yang digunakan untuk menyebarkan narkotika dan obat

terlarang yaitu melalui Yunan, Guang Dong, Hongkong, dan Macao.

Bukan hanya Thailand, Vietnam juga merupakan jalur transit beserta

Kamboja dan Philipina. Pelaku perdagangan narkotika dan obat-obatan

terlarang menggunakan jalur-jalur tersebut yang kemudian dikirim ke

seluruh dunia.

Terdapat tiga bagian yang saling berkaitan dalam masalah narkotika

dan obat-obatan terlarang:34

pertama obat-obatan diproduksi secara ilegal,

kedua adanya transaksi perdagangan ilegal yang dilakukan, ketiga

penyalahgunaan obat-obat terlarang. Obat-obatan terlarang diproduksi

secara ilegal dengan proses pembudidayaan tanaman yang menjadi bahan

baku dari obat tersebut. Bahan baku coccain, opium poppies merupakan

bahan baku dari heroin sedangkan ganja merupakan bahan baku dari

marijuana. Semua bahan baku tersebut diproses hingga siap untuk

diperdagangkan dan dikonsumsi.

Perdagangan ilegal merupakan kegiatan atau aktivitas yang berupa

penyelundupan dan perdagangan obat-obatan terlarang. Obat-obatan

berbahaya yang digunakan tidak sesuai dengan dosis kesehatan akan

berdampak serius terhadap kesehatan tubuh, yang kemudian menyebabkan

34

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Deplu RI “Kerjasama ASEAN dalam

Menanggulangi Kejahatan Transnational” 2000. h. 21.

Page 43: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

30

peningkatan pada maraknya kejahatan dan tindakan kekerasan serta

memburuknya kondisi kesehatan.

United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) pada tahun

2014 melaporkan adanya peningkatan dalam budidaya Bunga Candu dan

Opium di Myanmar dan Laos hingga mencapai 63.800 ha yang

sebelumnya hanya 61.200 ha pada tahun 2013. Dari laporan tersebut

menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari tahun 2006 hingga mencapai

tiga kali lipat. Myanmar dan Laos bersama-sama memproduksi 762 ton

(mt) opium bahan kimia prekursor seperti acetyl anhidride yang telah

dimurnikan menjadi 76 mt heroin yang kemudian diperdagangkan ke

negara-negara tetangga dan ke luar wilayah Asia Tenggara.35

Gambar III.1. Jaringan Obat-Obatan di Segitiga Emas

Sumber : Office of The Narcotic Control Board (ONCB)

35

UNODC, “Southeast Asia Opium Survey,” 2014, tersedia di http://unodc.org diakses

pada 15 Oktober 2018.

Page 44: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

31

Pada tahun 2014 antara bulan April hingga Oktober, terdapat 74 juta

pil yaba, serta 2 ton kristal metamfetamin dan 320 kg heroin yang disita

Thailand. Dapat diketahui bahwa pil kualitas tertinggi yang mengandung

15-20 persen metamfetamin murni berasal dari pabrik-pabrik di Utara dan

Selatan Wa yang diproduksi oleh suku bukit Lahu di Myanmar. Produksi

obat-obatan terlarang di kawasan segitiga emas semakin meningkat.

Peningkatan tersebut dapat dilihat dari gambar di atas yang menunjukkan

adanya kenaikan penyitaan produksi obat-obatan terlarang sejak 2006

hingga 2015 di daerah Mekong. Dalam penyitaan pil metamfetamin di

Mekong, Thailand, dari 39,2 juta pil tahun 2006 menjadi 286,2 juta pil di

tahun 2015. Jenis crystal meth juga mengalami peningkatan dari 6,1 ton

menjadi 27,2 ton tahun 2015. Selain kedua jenis obat di atas, heroin yang

disita juga meningkat dari tahun 2006 sebanyak 6,4 ton menjadi 10,8 ton

pada tahun 2015.

Perkembangan Drugs Trafficking yang semakin pesat dimana

Kawasan Segitiga Emas dijadikan sebagai pusat geografis untuk

mengembangkan hubungan transportasi dan melonggarkan rintangan

perdagangan dan pengendalian perbatasan. Hal tersebut membuat jaringan

terorganisir yang memperoleh keuntungan dari perdagangan narkotika di

Asia Tenggara berada pada posisi yang menguntungkan atas integrasi

regional. Maka dari itu, bisnis dan perdagangan opium mengancam tujuan

baik integrasi regional dan rencana pembangunan.

Page 45: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

32

3.2 Jenis Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Kawasan

Segitiga Emas

Wilayah Asia Tenggara memiliki perkembangan peredaran narkotika

yang terbilang pesat perkembangannya. Semua negara di wilayah Asia

Tenggara mengalami masalah yang sama yaitu peredaran narkotika dan

obat-obatan terlarang. Jenis-jenis narkotika yang beredar di wilayah ini

beragam. Beberapa negara memiliki jenis obat yang sama, tetapi ada juga

yang berbeda jenisnya.

Tabel III.1 Jenis-jenis Narkoba yang Beredar di Negara Anggota

ASEAN

Negara

Anggota

Jenis Narkoba

Meth Ectasy Heroin Cocaine Opium

Brunei

Darussalam - -

Filipina -

Indonesia -

Kamboja -

Laos -

Malaysia

Myanmar -

Singapura -

Thailand

Vietnam - -

Page 46: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

33

Sumber: UNODC, The Challenge of Synthetic Drugs in East and South-

East Asia yang diolah oleh penulis, 2017.

Dari sumber tersebut menunjukkan bahwa negara-negsra di wilayah

Asia Tenggara memiliki masalah yang sama terkait drugs trafficking.

Akan tetapi, negara-negara yang termasuk ke dalam kawasan segitiga

emas cenderung memiliki jenis narkotika yang lebih banyak. Dapat dilihat

Thailand memiliki jenis narkotika yang lebih banyak dibandingkan

Myanmar dan Laos. Akan tetapi, Myanmar lebih mendominasi jumlah

produksi opiumnya dibandingkan dengan kedua negara tersebut.

3.2.1 Jenis Obat-Obatan di Myanmar

Myanmar merupakan negara penghasil salah satu jenis narkotika

yaitu opium yang terbesar di Asia Tenggara dan terbesar kedua di dunia

setelah Afghanistan. Myanmar berperan sebagai aktor utama perdagangan

dan peredaran narkotika dalam kawasan golden triangle (segitiga emas).

Hal tersebut dikarenakan hasil produksi opium Myanmar yang begitu

besar. Jika dilihat dari letak geografis dan iklimnya, iklim yang dimiliki

Myanmar sangat cocok untuk pembudidayaan opium. Opium tumbuh di

tempat dengan tingkat temperatur yang cocok dan berada di dataran tinggi

sekitar 800 meter di atas permukaan laut. Pemeliharaan opium tidak

memerlukan irigasi, fertilisasi serta penyemprotan insektisida, sehingga

opium ini sangat mudah untuk dibudidayakan oleh para produsen.

Page 47: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

34

Provinsi Shan terutama di daerah Wa dan Kokang banyak

ditemukannya pembudidayaan opium. Selain itu, Provinsi Kachin, dan

bagian Utara Myanmar juga memperoduksi obat yang sama. Terdapat 90

persen heroin yang beredar di kawasan segitiga yang diproduksi oleh

episentrum penanaman opium di perbukitan Shan. Produksi heroin

mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 1987 sampai

1997, awalnya hanya memproduksi 835 ton (1987) hingga mengalami

kenaikan menjadi 2.365 ton (1997).36

Selain memproduksi opium, di

Myanmar juga tersebar narkotika jenis metamfetamin, heroin, dan ekstasi.

Namun, di negara ini obat jenis opium lebih mendominasi produksinya.

Dalam upaya untuk mengurangi permintaan narkoba, United Nation

Office on Drugs and Crime (UNODC) memberikan sebuah program yaitu

berupa perawatan dan detoksifikasi. Program ini diberikan bagi para

pecandu narkoba yang berada di lima wilayah kota Mong Pawk dan

Distrik Wein Kao. Dari program tersebut, pembudidayaan ilegal di

Myanmar seluas 108.700 hektar turun menjadi 21.500 hektar pada tahun

2006. Produksi opium di Myanmar tetap stabil pada tahun 2015. Menurut

UNODC, meskipun jumlah opium yang diproduksi di Asia Tenggara

umumnya stabil, tetapi tingkat produksinya tiga kali lipat lebih besar

dibanding tahun 2006.

36

Fredy B. L. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang

Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol. 5 No. 1.

November 2002. h. 79.

Page 48: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

35

3.2.2 Jenis Obat-Obatan di Laos dan Thailand

Laos merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam kawasan

segitiga emas. Tidak jauh berbeda dengan Myanmar, negara ini juga

menghasilkan atau memproduksi narkotika jenis opium. Jika Myanmar

merupakan negara terbesar kedua penghasil opium, maka sampai saat ini

Laos berada di posisi terbesar ketiga setelah Myanmar dan Afghanistan.

Menurut hasil survey UNODC, pembudidayaan bunga candu opium

terdapat di tiga provinsi bagian utara Laos yaitu Phongsali, Xiangkhoang

dan Houaphan.37

Selain opium, di Laos juga beredar narkotika jenis

metamfetamin, heroin dan kokain.

Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk menciptakan kawasan

ASEAN bebas narkoba di tahun 2015, Thailand merupakan salah satu

negara yang berupaya menanggulangi permasalahan narkotika dan obat-

obatan terlarang menuju Drug-Free ASEAN 2015. Upaya yang dilakukan

pemerintah Thailand ini dikarenakan sejarah keterkaitan negaranya dengan

obat-obatan terlarang. Pada dasarnya, Thailand tidak hanya terjun dalam

perdagangan opium melainkan ikut berperan dalam aktivitas penanaman

opium. Daerah Thailand bagian Utara merupakan salah satu bagian dari

kawasan Segitiga Emas dan menjadi salah satu sumber utama penghasil

obat-obatan terlarang di dunia.

37

United Nation Office on Drugs and Crime, tersedia di

https://www.unodc.org/documents/southeastasiaandpacific/2014/12/opium-

survey/2014_11_28_Opium_PR_2014_Final_Translated_Indonesian_rev.pdf diakses pada 15

Oktober 2018.

Page 49: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

36

Dalam pembudidayaan obat-obatan terlarang, Thailand tidak hanya

membudidayakan jenis opium saja. Negara ini juga membudidayakan

obat-oabatan terlarang jenis ganja dan kratom dalam skala yang lebih kecil

dibandingkan opium. Selain obat-obatan jenis opium, ganja, dan kratom,

Thailand juga menjadi produsen narkotika dan obat-obatan terlarang yang

terbuat dari bahan kimia seperti jenis metamfetamin. Jenis metamfetamin

ini menjadi jenis obat terlarang yang favorit bagi kalangan pengguna

narkotika di Thailand. Pemerintah Thailand sedang mempertimbangkan

obat jenis metamfetamin atau sabu-sabu untuk dilegalkan. Alasan

pemerintah ingin melegalkan jenis obat tersebut karena dianggap kurang

berbahaya dibandingkan alkohol dan rokok.

3.3 Jalur Peredaran Drugs Trafficking Di Kawasan Segitiga Emas

Letak geografis kawasan yang strategis mempermudah para sindikat

narkotika untuk mengedarkan barang terlarang tersebut ke berbagai

negara. Perkembangan teknologi akibat dari globalisasi semakin

memperlancar cara kerja pengedar narkotika di Asia Tenggara khususnya

kawasan segitiga emas yang menjadi pusat dari perdagangan narkotika dan

obat-obatan terlarang.

Berbagai jenis obat-obatan terlarang dengan cepat menyebar ke

negara-negara konsumen. Lemahnya pengamanan di perbatasan membuat

para drugs trafficker dengan leluasa mendistribusikan narkotika dengan

Page 50: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

37

berbagai jenis ke penjuru dunia. Di kawasan segitiga emas ini para

produsen mendistribusikan narkotika dan obat-obatan terlarang melalui

jalur laut.

Gambar III.2 Rute Perdagangan Heroin yang Mempengaruhi

Asia Timur dan Asia Tenggara

Sumber: United Nation On Drugs and Crime, 2014.

Berdasarkan gambar di atas, heroin didistribusikan ke negara-negara

tetangga bahkan ke luar wilayah Asia Tenggara oleh Myanmar. Di kawasan

segitiga emas, heroin didistribusikan ke Thailand melalui jalur khusus

perdagangan gelap narkotika. Narkotika jenis lainnya masuk ke Tiongkok yaitu

provinsi Yunnan. Provinsi tersebut dijadikan daerah transit di Tiongkok yang

akhirnya didistribusikan ke Guangdong, Hongkong, dan Makau.

Page 51: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

38

3.4 Faktor-Faktor Penyebab Drugs Trafficking di Asia Tenggara

Kejahatan transnasional merupakan kejahatan lintas batas negara

yang salah satunya adalah drugs trafficking. kejahatan ini biasanya

menargetkan para generasi muda meskipun pada kenyataannya tidak hanya

anak muda melainkan orang dewasa juga termasuk ke dalamnya. Efek dari

adanya perdagangan narkotika ini merugikan masa depan generasi muda

sebagai penerus bangsa. Sindikat perdagangan narkotika sengan mudah

masuk ke perbatasan-perbatasan negara di Asia Tenggara karena teknologi

yang semain canggih. Kejahatan seperti ini tidak luput dari adanya faktor-

faktor yang mendorong terjadinya drugs tafficking.

3.4.1 Faktor Globalisasi

Globalisasi merupakan salah satu dari faktor yang mendorong

perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. Menurut Scholte dalam

bukunya yang berjudul “Globalization: a Critical Introduction”

menjelaskan bahwa globalisasi adalah suatu proses meningkatnya jalinan

internasional. Peningkatan dan kemajuan teknologi membawa seluruh

bangsa dan negara di dunia semakin terikat satu sama lain, serta

mewujudkan satu tatanan kondisi kehidupan baru dengan sedikit demi

sedikit menghilangkan batas geografis, ekonomi dan sosial budaya

masyarakat menuju ke arah yang lebih terintegrasi.38

38

Manfred B. Stegger, Globalization: A Very Short Introduction (New York: Oxford

University Press, 2003), 10.

Page 52: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

39

Globalisasi melahirkan berbagai dampak positif dan juga negatif di

kehidupan masyarakat. Kemudahan masyarakat dalam mengakses

informasi dan komunikasi baik di dalam maupun luar negeri merupakan

salah satu contoh dampak positif dari globalisasi. Kemajuan Information

Communication Technology ( ICT) sangat mengindikasikan komunikasi

global yang terjadi demikian cepatnya dan menjadi sebuah gaya hidup

serta kebutuhan masyarakat modern.39

Munculnya globalisasi tidak hanya berdampak positif tetapi juga

melahirkan dampak negatif untuk masyarakat. Perkembangan ICT yang

pesat disalahgunakan oleh kelompok-kelompok yang memanfaatkan arus

globalisasi. Keterbukaan antar negara membuat para sindikat perdagangan

narkotika semakin melebarkan wilayah jangkauannya. Berbagai cara

dilakukan para pengedar narkotika untuk meloloskan diri dari penjagaan

aparat negara. Para sindikat tersebut memanfaatkan media sosial untuk

berkomunikasi dengan bandar narkotika di masing-masing negara.

3.4.2 Faktor Imigran Gelap

Imigrasi adalah perpindahan seseorang dari suatu negara ke negara

lain. Orang yang melakukan imigrasi disebut sebagai imigran. Jika

seseorang memasuki wilayah negara lain, maka orang tersebut harus

memberikan dokumen identitas dirinya yang sah. Jika imigran tersebut

tidak melengkapi persyaratan administrasi lainnya, maka imigran tersebut

39

Tyler Cowen, Creative Destruction: how globalization is changing the world‟s culture

(New Jersey: Princeton University Press, 2002), 21.

Page 53: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

40

akan dianggap sebagai imigran gelap.40

Akses transportasi yang memadai

memudahkan imigran masuk ke suatu negara tujuannya.

Sebagian dari imigran gelap masuk ke suatu negara hanya untuk

menjadikan negara tersebut sebagai transit state sebelum mereka sampai

ke negara yang dituju. Sebagai contoh yaitu imigran gelap asal Tiongkok

yang membawa tanaman jenis opium ke wilayah Asia Tenggara seperti

Thailand, Laos, dan Myanmar. Para produsen mengambil kesempatan

untuk menanam tanaman opium di negara masing-masing.

3.4.3 Faktor Ekonomi

Perekonomian negara produsen narkotika menjadi salah satu faktor

penyebab terjadinya perdagangan narkotika di wilayah Asia Tenggara.

Harga narkotika yang relatif mahal dan keuntungan yang berlipat ganda

menjadikan bisnis ini sangat menguntungkan. Semakin jauh produsen

mendistribusikan narkotika, maka semakin besar pula keuntungannya. Jika

mengirim obat jenis heroin dari Myanmar ke Bangkok, maka harga per

kilogram obat tersebut akan dua kali lipat lebih mahal dari harga awal di

Myanmar dan akan meningkat tiga kali lipat jika menuju kawasan di luar

Asia Tenggara.

Thailand dijadikan rute utama perdagangan opium dari Myanmar.

Obat jenis heroin juga masuk ke Thailand melalui perbatasan Laos.

40

David Bacon, Illegal People: how globalization creates migration and criminalized

immigrants (United States of America: Beacon Press Books, 2008), 203.

Page 54: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

41

Thailand mendapatkan keuntungan yang besar karena dijadikan sebagai

negara transit oleh para sindikat narkotika di Asia Tenggara. Meskipun

negara-negara tersebut memiliki kontribusi dalam perdagangan narkotika,

bukan berarti pemerintah masing-masing negara melegalkan pengunaan

narkotika untuk dikonsumi oleh masyarakat. Negara-negara produsen

narkotika ini memiliki hukuman bagi pengguna narkotika dan obat-obatan

terlarang, akan tetapi negara-negara tersebut tetap menjadikan

perdagangan narkotika sebagai salah satu aset devisa yang menjanjikan.

Desakan faktor ekonomi menjadi alasan kuat bagi setiap negara penghasil

narkotika. Menurut survei dari UNODC, kemiskinan dan konflik

merupakan pendorong utama penanaman poppy yang kemudian

dihasilakan menjadi opium di Myanmar dan Laos.

Terdapat dua alasan utama mengapa Myanmar dan Laos

memproduksi narkotika jenis opium. Pertama, pertanian poppy merupakan

sumber pendapatan yang lebih tinggi sehingga lebih menguntungkan para

produsen. Kedua, kemiskinan menjadi sebuah alasan untuk hidup lebih

layak, karena itulah mereka menanam poppy untuk dijadikan opium.

Selain itu, perkembangan opium di Myanmar diandalkan oleh militer

separatis untuk membiayai perjuangan militer dan politik mereka.

3.4.4 Faktor Letak Geografis

Asia Tenggara memiliki letak strategis yang mempermudah para

sindikat narkotika dan obat-obatan terlarang melakukan peredaran dan

Page 55: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

42

perdagangan narkotika. Para pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang

menjadikan Asia Tenggara sebagai wilayah transit yang strategis dalam

mendistribusikan narkotika ke negara lain seperti Jepang, Australia, dan

kawasan Asia Timur. Para pelaku sindikat narkotika dan obat-obatan

terlarang memanfaatkan negara-negara Asia Tenggara karena lemahnya

jalur perbatasan di kawasan tersebut.

Page 56: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

43

BAB IV

ANALISIS KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN

DRUGS TRAFFICKING DI KAWASAN SEGITIGA EMAS

PERIODE 2013-2016

4.1 Kebijakan ASEAN dalam Penanganan Drugs Trafficking

Kerjasama ASEAN dalam menangani drugs trafficking bertujuan

untuk menciptakan kawasan yang bebas narkoba tahun 2020. Kerjasama

ASEAN dalam penanganan drugs trafficking tercantum dalam ASEAN

Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drug yang

diadakan di Manila. Deklarasi tersebut dipandang sebagai langkah awal

dari kerjasama ASEAN.41

Menyadari adanya potensi ancaman akibat

aktivitas produksi dan perdagangan narkotika, negara-negara anggota

ASEAN menyepakati Drug-Free ASEAN 2020.

Dalam merealisasikan Drug-Free ASEAN 2020, negara-negara

anggota ASEAN mengadakan pertemuan-pertemuan dan menghasilkan

deklarasi. Salah satu deklarasi awal yang dicetuskan yaitu Joint

Declaration for a Drug-Free ASEAN di Manila pada 25 Juli 1998.

Deklarasi tersebut dicetuskan dalam upaya melawan kejahatan lintas

negara. Deklarasi tersebut menghasilakan sebuah kesepakatan anggota

41

ASEAN Declaration on Transnational Crime, The First ASEAN Conference on

Transnational Crime Manila on 18-20 December 1997.

Page 57: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

44

ASEAN untuk menguatkan kerjasama antar negara dalam upaya

mencapai tujuan ASEAN sebagai kawasan yang bebas dari narkoba.

Komitmen untuk menciptakan kawasan ASEAN bebas narkotika

2020 direvisi tenggang waktunya menjadi tahun 2015. Komitmen politik

terbaru tersebut dihasilkan oleh kongres internasional yang dilaksanakan di

Bangkok ibu kota Thailand pada tahun 2000. ASEAN membentuk

kerangka kerja untuk mewujudkan kawasan yang bebas dari narkoba.

ASEAN menuju Drug-Free ASEAN 2015 memiliki kerangka kerja yaitu

ASOD dan ACCORD (ASEAN-China Cooperative Operation in Response

to Dangerous Drugs).

ASOD sebagai badan ASEAN yang menangani masalah narkotika

berusaha semaksimal mungkin dalam penanganan drugs trafficking. Usaha

ASOD tersebut dapat dilihat dari setiap pertemuan para perwakilan negara

anggota ASEAN dan badan-badan yang terkait dalam usaha penanganan

masalah tersebut. ASOD mengadakan pertemuan setahun sekali di tempat

yang sudah disepakati pada pertemuan sebelumnya.

Pada pertemuan ASOD terdapat beberapa agenda yang dilakukan

terkait pembahasan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya, ialah:

1. Presentasi mengenai Country Report

Setiap pertemuan ASOD, semua negara anggota harus memberikan

laporan sebelum dilaksanakannya pertemuan. Hal ini bertujuan untuk

memaksimalkan pertemuan agar lebih terarah. Selain itu, pihak ASEAN

Page 58: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

45

juga dapat meninjau hal-hal apa saja yang perlu dibahas saat pertemuan.

Laporan yang diserahkan juga harus dipresentasikan di dalam pertemuan

agar setiap negara mampu mengambil poin penting untuk membantu

penanganan masalah narkotika di negara mereka.

2. Mengkaji kembali implementasi terkait rekomendasi

Pada agenda ini seiap negara menjelaskan hasil dari implementasi

rekomendasi pada pertemuan ASOD sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk

terus diadakannya perbaikan apabila rekomendasi tersebut mayoritas tidak

mencapai hasil yang diinginkan. Rekomendasi tersebut merupakan bentuk

dari hasil diskusi setiap Working Group. Agenda ini seperti halnya pada

pertemuan ASOD ke-30 di Kamboja yang disepakati bahwa diperlukannya

kerjasama dengan pihak eksternal salah satunya ASEAN mengusulkan

suatu mekanisme konsultasi dengan Tiongkok.

Maka dari itu, diharapkan setiap pertemuan semua mengirimkan daftar

pihak di luar negara anggota yang telah setuju menghadiri pertemuan

selanjutnya.42

Hal-hal tersebut akan dibahas pada agenda ini dan

diharapkan dapat membantu setiap negara anggota mengetahui

perekembangan dan saling memberikan efektifitas dari rekomendasi yang

telah diberikan.

42

Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan ASEAN

Senior Official on Drug Matters (ASOD) ke-31, BNN, Arsip, 2010, hal. 6.

Page 59: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

46

3. Diskusi mengenai projek proposal yang diajukan

Dalam agenda ini, setiap negara anggota berhak untuk mengajukan

proposal projek yang akan dibentuk oleh ASEAN. Seperti Thailand yang

mengusulkan Linkage of ASEAN Airport Interdiction Task Force (AIFT)

dengan tujuan memperkuat kerjasama antar pelabuhan udara dan laut di

seluruh kawasan ASEAN.43

4. Kelompok Kerja (Working Group)

Pada agenda ini setiap negara anggota telah melakukan sharing mengenai

pengalaman dan praktik terbaik di masing-masing negara yang masih

terkait dengan ASOD Work Plan. Kelompok Kerja akan melakukan

diskusi dan menghasilkan rekomendasi yang akan disepakati dan

diterapkan oleh setiap negara anggota. Tujuannya yaitu untuk mencapai

visi ASEAN bebas narkoba. Adapun beberapa rekomendasi yang

dihasilkan dalam beberapa pertemuan ASOD dari setiap kelompok ialah;

a. Pengembangan Alternatif (Alternative Development)

Pada diskusi kelompok ini lebih fokus pada metode peningkatan

negara pada bidang lain, pengembangan Sumber Daya Alam, Sumber

Daya Manusia atau pada sistem perekonomian. Hal ini bertujuan

untuk menekan jumlah produksi, penjualan ataupun penggunaan

narkotika.

43

Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan ASEAN

Senior Official on Drug Matters (ASOD) ke-31, BNN, Arsip, 2010, hal. 9.

Page 60: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

47

b. Pendidikan Pencegahan (Preventive Education)

Pada diskusi Kelompok Kerja ini leboh difokuskan pada sisi

pendidikan dan pelatihan, upaya untuk mencegah peningkatan jumlah

pengguna narkotika. Sasaran utama dalam kelompok ini adalah

generasi muda dengan tujuan untuk menanamkan pengetahuan dan

pandangan tentang bahaya mengkonsumsi narkotika. Salah satu

rekomendasi yang diberikan yaitu pertimbangan untuk menggunakan

standar internasional UNODC terkait pencegahan pengguanaan

narkotika, membuat website untuk berbagi informasi tentang

perkembangan ide, tindakan terbaik yang dilakukan oleh negara

anggota dalam upaya pencegahan.44

c. Penanganan dan Rehabilitasi (Treatment and Rehabilitation)

Dalam diskusi kelompok ini, penanganan dan pengobatan terhadap

pengguna narkotika lebih difokuskan. Kelompok Kerja ini akan

mendiskusikan bagaiman metode yang tepat untuk menangani para

pemakai narkotika agar tidak lagi menggunakan dan memintanya

kembali. Salah satu rekomendasi yang dikemukakan yaitu membentuk

kelompok ahli di bidang Treatment and Rehabilitation.45

44

Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan The 35th

ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASOD) Meeting & 9th Senior Officials Meeting on

Transnational Crime (SOMTC) + 3, BNN, Arsip, 2014, hal. 6. 45

Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan ASEAN

Senior Official on Drug Matters (ASOD) ke-33, BNN, Arsip, 2012, hal. 6.

Page 61: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

48

d. Penerapan Hukum (Law Enforcement)

Kelompok Kerja ini akan mendiskusikan hal-hal mengenai perumusan

hukum dan peningkatan keamanan untuk semua negara anggota.

Selain itu, Kelompok Kerja ini juga akan membahas metode

pengawasan terhadap penyebaran dan penggunaan narkotika.

Beberapa rekomendasi yang dihasilkan yaitu mengkontrol secara ketat

produk farmasi, memperkuat intersepsi perdagangan narkotika melalui

inisiatif regional seperti AITF.46

e. Penelitian (Research)

Dalam Kelompok Kerja ini akan membahas tentang cara

pengumpulan data, survei, dan membuat suatu metodologi dalam

upaya penanganan masalah peredaran narkotika dan pengurangan

peredarannya. Rekomendasi yang telah dihasilkan salah satunya

adalah meningkatkan metodologi dan metode pengumpulan data,

mengadaptasi pendekatan yang lebih ditargetkan dan berbagai aspek

yang berbeda dari penelitian selain penelitian sosial, dalam upaya

untuk lebih memahami berbagai aspek penegakan obat.47

46

Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan ASEAN

Senior Official on Drug Matters (ASOD) ke-33, BNN, Arsip, 2012, hal. 6.

47

Direktorat Kerja Sama Deputi Hukum dan Kerja Sama, Laporan Pertemuan The 35th

ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASOD) Meeting & 9th Senior Officials Meeting on

Transnational Crime (SOMTC) + 3, BNN, Arsip, 2014, hal. 6.

Page 62: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

49

Pada setiap pertemuan ASOD, agenda-agenda tersebut akan selalu

dilaksanakan. Adapun agenda yang harus tetap dibahas yaitu country

report agar setiap negara anggota mengetahui perkembangan dari masing-

masing negara. Oleh sebab itu partisipasi dan kontribusi setiap negara

anggota sangat penting dalam pertemuan yang dilakukan oleh ASOD.

4.1.1 Peranan ASOD di Kawasan Segitiga Emas

ASOD merupakan elemen utama dari kerangka ASEAN yang

dibentuk khusus untuk menangani masalah kejahatan transnasional drugs

trafficking. Misi paling penting ASOD adalah untuk mewujudkan kawasan

ASEAN bebas narkoba 2015 yaitu bebas dari obat-obatan terlarang dalam

hal produksi budidaya opium, manufaktur, perdagangan dan

penyalahgunaan narkotika. Misi tersebut merupakan bentuk upaya ASOD

untuk mencapai tujuan serta untuk melihat tantangan-tantangan ditingkat

regional maupun tingkat nasional. Upaya ini dilakukan untu mengawasi

dan mengendalikan secara intensif budidaya opium penggunaan obat-

obatan terlarang serta mengurangi dampaknya terhadap masyarakat.

Dalam upaya tersebut, ASOD melaksanakan program secara

berkelanjutan. Adapun program-program tersebut yakni:

1. Pemberantasan tanaman penghasil narkotika seperti opium dan

ganja.

2. Pemberantasan produksi, perdagangan narkoba dan kejahatan

terkait.

Page 63: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

50

3. Pravelansi pengguna obat-obatan terlarang.

Tekait dengan pemberantasan dan penanggulangan narkotika di

Asia Tenggara, kawasan segitiga emas menjadi perhatian khusus bagi para

pemimpin ASEAN. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kawasan ASEAN

bebas narkotika 2015 perlu dilakukan kerjasama ditingkat regional negara-

negara anggota ASEAN, tingkat nasional maupun kerjasama dengan

negara di luar anggota ASEAN.

A. Pemberantasan Opium di Tingkat Nasional

Dalam upaya menangani masalah peredaran narkotika di kawasan segitiga

emas, ASOD bekerjasama dengan UNODC dan badan narkotika di tiga

negara segitiga emas. ASOD dan UNODC beserta badan narkotika Laos,

LCDC (National Commision for Drug Control and supervision), ONCB

(Office of the Narcotics Control Board) Thailand, dan CCDAC (Central

Comite for Drug Abuse Control) Myanmar bersama-sama

mengembangkan program pembangunan alternatif (alternative

development) di kawasan segitiga emas. Hal ini bertujuan untuk

memberantas budidaya opium yang ditanam oleh para petani. UNODC

berpartisipasi dengan tujuan untuk memantau perkembangan wilayah

segitiga emas.

B. Kerjasama dengan Tiongkok

ASEAN melakukan kerjasama dengan Tiongkok yang menghasilkan

ACCORD. ASEAN menganggap Tiongkok sebagai negara yang memiliki

Page 64: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

51

peran penting dalam memberantas peredaran narkotika. Tiongkok

dipandang sebagai negara superpower yang diperhitungkan secara global.

Tiongkok memiliki strategi yang dinilai cukup efektif dalam

mengembangkan pengaruhnya ke berbagai pasar di seluruh dunia. Dari

kerjasama tersebut dihasilkan ACCORD Plan of Action.48

ASEAN dan

Tiongkok fokus pada empat pilar utama. Pertama, membangun kesadaran

masyarakat tentang bahaya narkotika. Kedua, mengurangi tingkat

konsumsi narkotika melalui pembentukan konsensus serta peningkatan

penegakkan hukum. Ketiga, bekerjasama dalam memperbarui penegakan

hukum untuk memerangi produksi narkotika dan obat-obatan terlarang.

keempat, memberantas penanaman ilegal melalui program-program

pembangunan alternatif dan partisipasi dari berbagai kelompok

masyarakat.

Kerjasama ini dikembangkan untuk berbagi informasi tentang kegiatan dan

data dari sindikat narkotika di wilayah ini dan untuk menindak lanjutkan

operasi bersama dalam memberantas narkoba di kawasan Asia Tenggara

dan Tiongkok.

4.1.2 Implementasi ASOD di Negara Kawasan Segitiga Emas

ASEAN membentuk sebuah badan komite ASOD yang difokuskan

untuk menanggulangi masalah peredaran narkotika di kawasannya. Dalam

48

Devi Anggraeni, “Kebijakan ASEAN dalam Menanggulangi Penyalahgunaan

Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya di Asia Tenggara”, Jurnal Analisis Hubungan

Internasional, vol. 5 No. 3 (Oktober 2016) tersedia di http://www.journal.unair.ac.id/download-

fullpapers-jahia4c94d642efull.pdf diakses pada 10 November 2018.

Page 65: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

52

upaya penanggulangan drugs trafficking, ASOD memiliki empat langkah

penting. Langkah yang pertama yaitu membentuk training centre yang

didirikan di negara-negara anggota ASEAN seperti ASEAN Training

Centre for Narcotics Law Enforcement di Bangkok, Thailand; ASEAN

Training Centre for Preventive Drug Education di Manila, Filipina;

ASEAN Training Centre for Treatment and Rehabilitation di Kuala

Lumpur, Malaysia; ASEAN Training Centre for Detection of Drugs in

Body di Singapura.49

Langkah kedua ASOD yaitu melakukan kerjasama dengan pihak-

pihak terkait seperti UNODC dan Tiongkok. Kerjasama yang dilakukan

ASOD dengan pihak tersebut hanya sebatas mengundang dan diundang

dalam pertemuan rutin masing-masing pihak. Selanjutnya langkah ketiga

ASOD yaitu menyarankan tiga program dasar bagi negara-negara Asia

Tenggara dalam upaya penanganan drugs trafficking. Tiga program dasar

tersebut yaitu Demand Reduction, Law Enforcement, dan Alternative

Development.50

Berikut penerapan tiga program dasar ASOD di negara

kawasan segitiga emas:

a. Myanmar

ASOD memberikan saran kepada Myanmar untuk

menjalankan tiga program dasar yaitu Demand Reduction,

49

ASEAN, ASEAN Plan of Action To Combat Transnational Crime, tersedia di

http://www.asean.org/communities/asean-political-security-community/item/asean-plan-of-action-

to-combat-transnational-crime, diakses pada 10 November 2018. 50

ASEAN, ASEAN Plan of Action To Combat Transnational Crime, tersedia di

http://www.asean.org/communities/asean-political-security-community/item/asean-plan-of-action-

to-combat-transnational-crime, diakses pada 10 November 2018.

Page 66: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

53

Law Enforcement, dan Alternative Development. Upaya

Demand Reduction dengan melakukan penghapusan ladang

opium di Myanmar. Penghapusan ladang opium dilakukan

dengan cara penebangan dan penutupan lahan. Upaya

pemerintah ini dibuktikan dengan adanya program 15 Year

Narcotics Elimination Plan 1999-2014 yang terdiri dari tiga

bagian yaitu First Five years Plan 1999-2004, Second Five

years Plan 2005-2009 dan Third Five years Plan 2010-

2014.51

Program ini dibentuk untuk menanggulangi opium

di Myanmar.

Program Law Enforcement sendiri berkaitan dengan hukum

yang berada di masing-masing negara kawasan segitiga

emas itu sendiri. Myanmar teah memiliki Undang-Undang

tentang narkotika khususnya jenis opium seperti Opium

Dens Suppresion Act tahun 1950 dan The Narcotic Drugs

and Psychotropic Subtance Law Section 16 tahun 1993.

Pemerintah Myanmar memperketat pengamanan di

perbatasan dengan menambah pasukan di daerah rawan

seperti Shan dan Kachin. Pemerintah Myanmar juga

mengeluarkan dana yang ditujukan untuk program pelatihan

pasukan dalam upaya penangkapan dan penyitaan.52

51

ASEAN, Report of The ASEAN Inter-Parliamentary Assembly AIPA Activities on the

Fight against Narcotic Drugs in Myanmar Policy and strategies on Narcotic Drugs, 2013. 52

ASEAN, Report of The ASEAN Inter-Parliamentary Assembly AIPA Activities on the

Fight against Narcotic Drugs in Myanmar Policy and strategies on Narcotic Drugs, 2013.

Page 67: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

54

Program Alternative Development ini dibentuk dengan

tujuan untuk menanggapi dampak yang ada setelah

melakukan pemusnahan ladang opium di Myanmar.

Pemeritah memberikan dana bantuan ke para mantan petani

opium untuk mendapatkan standar hidup yang lebih baik.53

Myanmar juga melakukan pelatihan dan pendekatan bagi

para petani seperti mengadakan basic agricultural training,

farmer field school, identification of suistainable alternative

crop varieties and crop substitution.54

b. Laos

Upaya pemerintah Laos dalam melaksanakan program

Demand Reduction dilakukan dengan cara mengurangi

lahan opium yang ada di negara itu sendiri. Kemudian

pemerintah Laos mengeluarkan program National Drugs

Control Programme dan The Balanced Approach to Opium

Elimination. Program dasar ASOD yang dijalankan oleh

pemerintah Laos bertujuan untuk mengurangi penggunaan

narkotika khususnya jenis opium dan mengurangi

penyebaran HIV karena jarum suntik.

53

ASEAN, Report of The ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) Country

Progress Report of Myanmar Activities on the Fight against Narcotic Drugs in Myanmar, 12 Juli

2012. 54

Ohnmar Khaing, Suistainable Agricultural Part of an Alternative Livelihood for Ex-

Poppy Farmers in Myanmaran Example of the Wa Special Region2 (rsity Press, 2012), 3.

Page 68: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

55

Untuk menjalankan program Alternative Development,

pemerintah Laos mengadakan National Programme

Strategy for the Post-Opium Scenario and The Action Plan.

Dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah Laos

berjumlah US$ 72 juta. Dana tersebut kemudian

dianggarkan ke delapan program yaitu Trend Analysis and

Risk Assessment, Alternative Development and Poverty

Reduction, Drug Demand Reduction and HIV & AIDS

Prevention, Civic Awareness and Community Mobilization,

Law Enforcement, Chemical Precursor Control and

Forensics Capacity, International and National

Cooperation, dan Institutional Capacity Building.

Pada program Law Enforcement, pemerintah Laos melalui

program Alternative Development telah memberikan dana

sebesar US$ 8 juta untuk melaksanakan peningkatan

pengawasan di daerah rawan dan melakukan upaya

penyitaan yang merupakan perwujudan dari program Law

Enforcement.

c. Thailand

Pemerintah Thailand juga melaksanakan program dasar

yang diberikan ASOD. Salah satu upaya Demand Reduction

Thailand dalam menangani peredaran narkotika yaitu

memusnahkan lahan opium. Pemusnahan ini berawal saat

Page 69: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

56

Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawata menyatakan

statement “War on Drugs” pada tahun 2005. Program “War

on Drugs” merupakan sebuah program yang dijalankan

untuk memusnahkan lahan opium di Thailand. Program

tersebut terus berjalan setiap tahunnya.55

Dalam upaya menjalankan program Alternative

Development, Thailand memberikan mata pencaharian

alternatif bagi para petani opium, meningkatkan kesehatan,

mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan

keterampilan masyarakatdi Thailand. Program dasar ketiga

dari ASOD yaitu Law Enforcement dilakukan oleh Thailand

dengan membentuk ASEAN Training Centre for Narcotics

Law Enforcement di Bangkok. Dalam melaksanakan

program ini, Thailand merealisasikannya dengan melakukan

pennagkapan dan penitaan di daerah perbatasan.56

4.2 Hambatan ASEAN dalam penanganan Drugs Trafficking

Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang menarik perhatian

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian menindaklanjuti

masalah tersebut dengan membentuk UNODC. Hal ini menunjukkan

55

Mapinc, “Anti-Narcotics Campaign: PM Launches New Round in War on Drugs”,

tersedia di http://www.mapinc.org/newscsdp/v05/n601/a06.html, diakses pada 12 November 2018. 56

ASEAN, Report of The AIPA Fact Finding Committtee (AIFOCOM) Thailand

Country Report 2008.

Page 70: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

57

bahwa persoalan narkotika menjadi persoalan keamanan internasional

yang berkembang.

Sebagai organisasi kawasan, ASEAN memiliki peran sebagai

wadah dalam menangani peredaran anrkotika dan obat-obatan terlarang.

Dalam pelaksanaan kerjasamanya, ASEAN memiliki hambatan dalam

penanganan peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Berikut akan

dijabarkan hambatan-hambatan ASEAN dalam penanganan drugs

trafficking.

4.2.1 Keterbatasan Sumber Daya Manusia

Sumber daya memiliki peranan penting dalam menyelesaikan

berbagai persoalan yang terjadi di suatu negara. Hal tersebut dikarenakan

sumber daya manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau

usaha. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang ekonmis,

yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan kinerja untuk memenuhi

kebutuhan atau masyarakat.57

Wilayah Asia Tenggara memiliki sumber

daya manusia yang berbeda-beda. Terdapat negara dengan jumlah sumber

daya yang banyak, akan tetapi juga terdapat negara dengan jumlah sumber

dayanya sedikit. Jumlah personel pengamanan dan pengawasan yang

belum memadai dan tidak sepadan dengan wilayah yang harus diamankan.

57

“What is Human Resources”, tersedia di http://www.humanresourcesedu.org/what-is-

human-resources/, diakses pada 11 November 2018.

Page 71: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

58

Tabel IV.1 Jumlah Personel Pertahanan-Keamanan Negara-

Negara ASEAN

No. Negara Jumlah Personel Aktif

1. Indonesia 395.500

2. Malaysia 110.000

3. Singapura 71.600

4. Thailand 190.000

5. Brunei Darussalam 92.500

6. Filipina 220.000

7. Laos 130.000

8. Myanmar 30.000

9. Kamboja 125.000

10. Vietnam 42.000

Sumber: GFP Strengh in Number, “Active Military Manpower By

Countries”, 2016.58

Melalui tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah personel

dari masing-masing negara berbeda. Jumlah ini tidak terlalu banyak

dibandingkan dengan wilayah lain seperti Asia Selatan dan Asia Timur.

Hal ini menjadi kendala bagi ASEAN dalam penanganan peredaran

narkotika dan obat-obatan terlarang di kawasannya.

58

GFP Strengh in Number, “Active Military Manpower By Countries”, tersedia di

http://www.globalfirepower.com/active-military-manpower.asp, diakses pada 12 November 2018.

Page 72: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

59

4.2.2 Benturan Kepentingan Nasional di antara Negara-

Negara Segitiga Emas dengan Otoritas ASEAN

Kepentingan nasional merupakan bagian penting dari upaya sebuah

negara mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Kerjasama dalam bidang

keamanan menimbulkan benturan kepentingan karena beberapa alasan,

pertama, setiap negara memiliki prioritas bidang keamanan yang berbeda-

beda, kedua, hubungan antar negara ternyata tidak selalu berjalan secara

harmonis, ketiga, konstelasi keamanan regional sangat mudah berubah

sehingga akan sulit untuk diakomodasikan oleh kebijakan organisasi

regional karena berarti masalah yang dihadapi oleh setiap negara tentunya

akan berbeda-beda.59

Benturan kepentingan negara-negara segitiga emas

terjadi karena peranan ASOD yang belum efektif.

ASOD memiliki tugas untuk menigkatkan implementasi ASEAN

Declaration of Principles to Combat the Drugs Problrm of 1976,

mengkonsolidasi usaha kolaboratif dalam mencegah permasalahan

narkotika dan obat-obatan terlarang di kawasan. Dengan terus

berkembangnya kondisi dunia dan menyelaraskan prinsip-prinsip negara-

negara anggota, maka tugas ASOD menjadi lebih umum. Setiap negara

memiliki cara pengimplementasian yang berbeda-beda tanpa terpaku pada

hasil yang dikeluarkan ASOD. Negara-negara anggota memiliki hak untuk

59

Keith R. Krause, Culture and Security: Multilateralism, Arms Control and Security

Building (Portland and London: Frankas Publishing, 2012), 66.

Page 73: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

60

mengimplementasikan setiap hasil keputusan yang dikeluarkan saat

pertemuan ASOD. Sehingga ASOD hanya menjadi wadah bagi negara-

negara ASEAN membahas masalah narkotika tetapi ASOD tidak terjun

langsung untuk menanganinya. Hal ini yang menyebabkan peran ASOD

belum bisa efektif.

Sebagai faktor penghambat penangan narkotika regional, ternyata

juga tertuang di dalam agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang

tidak membahas masalah narkotika secara khusus. Masalah human

security juga hampir tidak pernah dibahas oleh para pemimpin ASEAN.

Hal ini yang menyebabkan peredaran narkotika di kawasan negara-negara

segitiga emas kurang mendapat dukungan secara politik untuk memotivasi

para penegak hukum dan rezim penanggulangan peredaran narkotika

regional ASEAN.

4.2.3 Keterbatasan Sumber Dana

Salah satu faktor yang menghambat ASEAN dalam mengatasi

peredaran narkotika dan obat-obat terlarang di kawasannya adalah

kurangnya dana. ASEAN memiliki banyak program dalam upaya

memberantas sindikat narkotika di kawasannya. Semakin banyak program

yang dibuat, maka semakin banyak pula dana yang dibutuhkan demi

berlangsungnya kelancaran program-program tersebut.

ASEAN membutuhkan dana untuk menjalankan program serta

melengkapi peralatan pertahanan yang canggih. Salah satu teknologi yang

Page 74: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

61

belum dimiliki oleh negara-negara anggota ASEAN adalah body scanner

yaitu sebuah alat pemindai yang dapat menembus lapisan pakaian

seseorang, mendeteksi bahan-bahan berbahaya seperti narkotika secara

akurat dalam hitungan detik. Keterbatasan sumber dana menjadi faktor

terhambatnya pembelian alat-alat pertahanan dan keamanan dalam

penanganan peredaran narkotika. Dari seluruh negara anggota ASEAN,

hanya satu negara yang telah memenuhi MEF (Minimum Essential Force)

yaitu Singapura. Oleh sebab itu, ASEAN melakukan kerjasama dengan

negara di luar keanggotaanya guna membantu ASEAN dalam hal

keuangan serta informasi.

Page 75: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

62

BAB V

KESIMPULAN

Kejahatan transnasional yang terjadi di Asia Tenggara mengalami

perkembangan yang cepat. Salah satu kejahatan tersebut adalah drugs

trafficking. Masalah peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang terjadi

di Asia Tenggara khususnya di tiga negara yaitu Myanmar, Thailand, dan

Laos. Ketiga negara ini memiliki istilah The Golden Triangle (segitiga

emas) yang dikenal sebagai kawasan produksi tertinggi kedua setelah The

Golden Crescent (Afganistan, Pakistan, Iran).

ASEAN merupakan organisasi kawasan Asia Tenggara yang

berperan sebagai wadah bagi negara-negara anggotanya, sehingga ASEAN

membentuk sebuah badan yang akan fokus terhadap masalah narkotika.

Badan tersebut adalah Asean Senior Official on Drugs Matters (ASOD).

Badan yang dibentuk ASEAN ini didasarkan pada kekhawatiran para

negara anggota terhadap masalah peredaran narkotika dan obat-obat

terlarang yang dapat mengancam integritas negara.

Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk mencetuskan

program Drug-Free ASEAN 2015 guna menjadikan kawasan ASEAN yang

bebas dari masalah narkotika dan obat-obatan terlarang. ASOD merupakan

salah satu dari kerangka kerja ASEAN dalam mencetuskan Drug-Free

ASEAN 2015. ASOD bertugas untuk menyelaraskan pandangan,

Page 76: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

63

pendekatan, dan strategi dalam menangani drugs trafficking, serta cara

memberantas peredarannya di kawasan ASEAN.

ASOD memiliki tiga program dasar yaitu Demand Reduction, Law

Enforcement, dan Alternative Development. Tiga program ini

diimplementasikan ke negara yang termasuk ke dalam kawasan segitiga

emas yaitu Myanmar, Thailand dan Laos. Program tersebut bertujuan

untuk menanggulangi masalah drugs trafficking di kawasan. Dalam

pelaksanaan program tersebut, ASEAN memiliki hambatan dalam

penangaanan narkotika dan obat-obatan terlarang. Sumber Daya Manusia

yang terbatas, sumber dana yang kurang memadai, serta adanya benturan

kepentingan nasional negara-negara segitiga emas dengan otoritas

ASEAN, merupakan faktor penghambat ASEAN dalam menangani drugs

trafficking di kawasan.

Page 77: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

64

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Archer, Clive. Internastional Organization; Third Edition. New York:

Routledge, 2001.

ASEAN Sekretariat. ASEAN Plan of Action. Jakarta, 1994.

ASEAN Selayang Pandang edisi ke-19. Direktorat Jendral Kerjasama

ASEAN Departemen Luar Negeri. Jakarta 2010.

ASEAN Selayang Pandang 2000. Direktorat Jendral Kerjasama

ASEAN Departemen Luar Negeri. Jakarta 2008.

ASEAN Selayang Pandang 2008. Direktorat Jendral Kerjasama

ASEAN Departemen Luar Negeri. Jakarta 2008.

Association of Southeast Asian Nations. The ASEAN Charter In

English and ASEAN Languages. Jakarta: ASEAN Sekretariat,

2012.

Bacon, David. Illegal People: how globalization creates migration

and criminalized immigrants. United States of America:

Beacon Press Books, 2008.

Bannet, Le Roy A. International Organizations: Principles and

Issues. New Jersey: Prentice Hall Inc, 1997.

Bosu B. Sendi-Sendi Kriminologi. Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

Buzan, Barry, Ole Waever, and Jaap de Wilde. 1998. Security: A New

Framework for Analysis. London: Boulder.

Cipto, Bambang. Hubungan Internasional di Asia Tenggara

“Teropong Terhadap Dinamika, Kondisi Riil dan Masa

Depan”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Cowen, Tyler. Creative Destruction: how globalization is changing

the world‟s culture. New Jersey: Princeton University Press,

2002.

Craig A. Synder. 1968. Contemporary Security and Strategy.

Palgrave: Little Brown & CO.

Page 78: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

65

Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI.

2001. Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan

Lintas Negara.

G. Madsen, Frank. 2009. Transnational Organized Crime.

Jackson, Robert, dan Sorensen George. Intriduction to International

Relations: Theories and Approaches 3rd edition. New York:

Oxford University Press, 2007.

Keohane, Robert O. Neoliberal Institutionalism: a Perspective on

World Politic, in International Institution and State Power.

Boulder: Westview Pres, 1989.

Keohane, Robert O., dan S. Nye Joseph. Power and Interdependence:

World Politics in Transtition. Boston: Little Brown, 1977.

Khaing, Ohnmar. Suistainable Agricultural Part of an Alternative

Livelihood for Ex-Poppy Farmers in Myanmaran Example of

the Wa Special Region. rsity Press, 2012.

Krause, Keith R. Culture and Security: Multilateralism, Arms Control

and Security Building. Portland and London: Frankas

Publishing, 2012.

Matthew S. Jenner. 2013. Handbook of Transnational Crime and

Justice. USA.

Mochtan, A. K. P. 1999. ASEAN dan Agenda Keamanan

Nonkonvensional. Jakarta: CSIS.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Neuman, William Lawrence. Metodologi Penelitian Sosial: Kualitatif

dan Kuantitatif. Jakarta: PT. Indeks, 2015.

Neuman, William Lawrence. Social Research Methods: Qualitative

and Quantitative Approaches. Pearson, 2006.

Othman, Zarina. Myanmar Illicit Drug Trafficking and Security

Implication. Akademika 65. 2004.

Sabir, M. 1992. ASEAN Harapan dan Kenyataan. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan.

S. Nye, Joseph Jr (ed.). 1968. International Regionalism. Boston:

Little Brown & CO.

Page 79: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

66

Stegger, Manfred B. Globalization: A Very Short Introduction. New

York: Oxford University Press, 2003.

Walt, Stephen M. International Relation: One World, Many Theories.

Foreign Policy, No. 110, special edition: Frontiers of

Knowledge. Spring, 1998.

ARTIKEL DAN JURNAL

Anggraeni, Devi. “Kebijakan ASEAN dalam Menanggulangi

Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya di Asia

Tenggara”, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, vol. 5 No. 3.

Oktober 2016, tersedia di http://www.journal.unair.ac.id/download-

fullpapers-jahia4c94d642efull.pdf diakses pada 10 November

2018.

Tobing, Fredy B. L. “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan

yang Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Global Politik

Internasional, Vol 5 No 1. November 2002.

Husein, Yunus. 2006. “ Hubungan Antara Peredaran Gelap Narkoba

dan Tindak Pidana Pencucian Uang”. Artikel Hukum

Pidana.

Wulansari, Anggia. “Upaya dan Tantangan Thailand dalam

Penanggulangan Narkotika dan Obat Terlaranf Menuju Drug-Free

ASEAN 2015”, diunduh dari http://journal.unair.ac.id diakses pada

15 Juni 2017.

INTERNET

ASEAN, ASEAN Plan of Action To Combat Transnational Crime,

tersedia di http://www.asean.org/communities/asean-

Page 80: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

67

political-security-community/item/asean-plan-of-action-to-

combat-transnational-crime, diakses pada 10 November

2018.

ASEAN secretariat website, diunduh pada 18 Oktober 2018, tersedia

di http://www.aseansec.org

ASEAN Secretariat website, diunduh pada 18 Oktober 2018, tersedia

di http://www.asean.org/communities/asean-political-

security-community/item/joint-declaration-for-a-drug-free-

asean

Association of Southeast Asian Nations, “ The Founding of ASEAN”,

tersedia di https://asean.org/asean/about-asean/history/

diakses pada 12 Oktober 2018.

Badan Narkotika Nasional RI, 2010, “Pertemuan ASEAN Senior

Officials on Drug Matters (ASOD) dalam hal Kerjasama

Pengendalian Narkoba dan Obat-obatan”, tersedia di

https://bnn.go.id/blog/siaranpers/pertemuan_asean_senior_off

icials_on_drug_matters_asod_dalam_hal_kerjasama_pengen

dalian_narkoba_dan_obat-obatan_/ diakses pada 12 Oktober

2018.

Emmers, Ralf. “The Threat of Transnational Crime in Souteast Asia :

Drug Trafficking, Human Smuggling and Trafficking, and

Sea Piracy”, (discussion paper, Institute of Defence and

Strategic Studies Singapore, 2003), tersedia di

http://www.redalyc.org/pdf/767/76711296006.pdf, diunduh

pada 5 April 2017.

E. Siregar, Riduan.”Upaya Thailand dalam Penanggulangan Drugs

Trafficking Menuju Drug-Free ASEAN 2015”. Diunduh pada

5 April 2018, tersedia di

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=187316

&val=6444&title=UPAYA%20THAILAND%20DALAM%2

0PENANGGULANGAN%20DRUGS%20TRAFFICKING%

20MENUJU%20DRUG-FREE%20ASEAN%202015.

F. Palimbongan, Elvira. “Upaya ASEAN dalam Menanggulangi

Perdagangan dan Peredaran Narkotika Ilegal di Kawasan

Asia Tenggara”. Diunduh pada 5 April 2018, tersedia di

http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-

content/uploads/2013/09/ejournal%20file%20%2809-04-13-

03-31-17%29.pdf.

Page 81: KEBIJAKAN ASEAN DALAM PENANGANAN DRUGS TRAFFICKING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · South East Asia Nations) dalam penanganan drugs trafficking (perdagangan

68

GFP Strengh in Number. “Active Military Manpower By Countries”

tersedia di http://www.globalfirepower.com/active-military-

manpower.asp diakses pada 12 November 2018.

Mapinc. “Anti-Narcotics Campaign: PM Launches New Round in

War on Drugs” tersedia di

http://www.mapinc.org/newscsdp/v05/n601/a06.html, diakses

pada 12 November 2018.

Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia. “Tentang ASEAN” tersedia di

http://setnas-asean.id/tentang-asean diakses pada 12 Oktober

2018.

United Nation Office on Drugs and Crime, tersedia di

https://www.unodc.org/documents/southeastasiaandpacific/2

014/12/opium-

survey/2014_11_28_Opium_PR_2014_Final_Translated_Ind

onesian_rev.pdf diakses pada 15 Oktober 2018.

UNODC. “Southeast Asia Opium Survey,” 2014, tersedia di

http://unodc.org diakses pada 15 Oktober 2018.

“What is Human Resources”, tersedia di

http://www.humanresourcesedu.org/what-is-human-resources/,

diakses pada 11 November 2018.