kepemimpinan pendidikan

51
PERUBAHAN PARADIGMA KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DALAM UPAYA PEMBANGUNAN PENDIDIKAN MASA DEPAN Makalah Dalam Rangka Tugas Akhir Semester Ganjil Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Disusun Oleh : TINASARI PRISTIYANTI NPM. 072109219 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

Upload: tpsmanti

Post on 01-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Manajemen Pendidikan

TRANSCRIPT

1

PERUBAHAN PARADIGMA KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DALAM UPAYA PEMBANGUNAN PENDIDIKAN MASA DEPAN

Makalah Dalam Rangka Tugas Akhir Semester GanjilMata Kuliah Filsafat Pendidikan

Disusun Oleh : Tinasari PristiyantiNPM. 072109219

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKANPROGRAM PASCA SARJANAUNIVERSITAS PAKUAN BOGOR2009

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I. PENDAHULUANA. Latar Belakang 2B. Perumusan Masalah3C. Tujuan Penulisan4

BAB II. KAJIAN TEORITIKA. Kepemimpinan Pendidikan 5B. Gaya, Model dan Teori Teori Kepemimpinan 12

BAB III. PEMBAHASANA. Kepemimpian Pendidikan Yang Efektif24B. Kepemimpinan Pendidikan Transformasional 28

BAB IV. PENUTUP 34

DAFTAR PUSTAKA 35

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGPerubahan dunia yang semakin cepat dewasa ini memberikan dampak yang sangat besar pada semua sendi kehidupan yang ada. Dampak yang diberikan sebagai akibat perubahan global ini dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh semua manusia yang ada didunia. Perubahan yang terjadi dapat berdampak positif maupun berdampak negatif yang kesemuanya akan mempengaruhi pola pikir manusia maupun organisasi manusia dalam upaya menghadapi kelangsungan hidup dan kehidupannya di masa yang akan datang. Organisasi pendidikan sebagai salah satu dari organisasi besar yang ada didunia juga menghadapi tantangan yang besar. Perubahan global mengakibatkan perubahan pola pikir dan tujuan manusia dalam mengupayakan pendidikan atas pendidikan atas dirinya maupun atas lingkungan yang ada di sekitarnya. Tuntutan akan pendidikan tidak hanya lagi sebatas akan memperoleh ijazah dan pengakuan dari lingkungan sekitar, tetapi juga dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu hidup seorang individu dalam menghadapi tantangan yang ada didepan yang semakin berat. Hal ini sebanding dengan adanya ketidakpuasan manusia yang semakin tak terbatas. Manusia semakin menyadari bahwa mereka dapat mewujudkan semua yang mereka bayangkan dan inginkan hanya jika manusia memperoleh pendidikan yang tinggi dan dapat memanfaatkan pendidikan yang diperolehnya dalam upaya meraih cita-cita, impian, harapan dan angan-angannya. Upaya mewujudkan angan manusia yang tinggi akan pendidikan ini, maka dibutuhkan organisasi pendidikan yang baik dan unggul dalam rangka menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan yang ada. Dibutuhkan pula organisasi pendidikan yang terdiri atas stake holder yang saling bekerja keras dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan cita-cita organisasi pendidikan yang ada. Untuk dapat mewujudkan organisasi pendidikan yang demikian, dibutuhkan seorang pemimpin yang mumpuni dan mampu membawa organisasi yang dipimpinnya untuk mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan tantangan yang dunia saat ini. Pemimpin pendidikan yang terdekat yang berada digaris depan pendidikan suatu bangsa adalah kepala sekolah. Pada saat ini dibutuhkan kepala sekolah yang tidak hanya mampu memimpin sekolahnya dengan baik, tetapi pula seorang kepala sekolah yang mampu membawa sekolahnya menghadapi tantangan nyata dunia global dan mampu semua anggota organisasinya untuk senantiasa siap menghadapi semua perubahan yang terjadi.

B. PERUMUSAN MASALAHDewasa ini banyak penelitian mengenai kepemimpinan pendidikan yang telah dilakukan. Jika dibahas tentang kepemimpinan pendidikan, maka haruslan dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas tersebut terdapat sesorang yang berfungsi sebagai pemimpin. Berkenaan dengan hal tersebut, maka makalah ini akan membahas tentang beberapa hal, antara lain : 1. Apakah pengertian kepemimpinan pendidikan? 2. Apakah gaya dan model kepemimpinan yang telah berkembang sampai dengan saai ini ?3. Apa sajakah perubahan paradigma kepemimpinan pendidikan dalam menghadapi tantangan global yang melanda dunia saai ini ?

C. TUJUAN PENULISANTujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Menjelaskan pengertian kepemimpinan pendidikan.2. Menjelaskan gaya dan model kepemimpinan yang telah berkembang sampai dengan saai ini. 3. Menjelaskan perubahan paradigma kepemimpinan pendidikan yang terjadi yang disesuaikan dengan tantangan global yang ada.

BAB IIKAJIAN TEORITIK

A. KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN1. Pengertian Kepemimpinan dan Pemimpin Definisi kepemimpinan menurut Stogdill (1974) dalam Husaini Usman[footnoteRef:2] menyebutkan bahwa (1) fokus pada kelompok, (2) penerimaan kepribadian seseorang (3) seni mempengaruhi perilaku, (4) alat untuk mempengaruhi perilaku, (5) suatu tindakan perilaku, (6) bentuk dari ajakan, (7) bentuk dari relasi yang kuat, (8) alat untuk mencapai tujuan, (9) akibat dari interaksi, (10) peranan yang diferensial dan (11) pembuat struktur. [2: Husaini Usman, Manajemen. Teori Praktik dan Riset Pendidikan,(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), p. 273]

Sedangkan menurut Yuki (1987) dalam buku yang sama disebutkan bahwa kepemimpinan adalah : a. Perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingn dicapai bersama (share goal)b. Pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentuc. Pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksid. Peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit, pada dan berada di atas kepatuhan terhadap pengarahan-pengarahan organisasie. Proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuanf. Sebuah proses pemberian arti terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesedian untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaranMenurut Sanusi (1989)[footnoteRef:3] kepemimpinan adalah penyatupaduan dari kemampuan, cita-cita dan semangat kebangsaan dalam mengatur, mengendalikan dan mengelola rumah tangga maupun organisasi atau rumah tangga negara. Kepemimpinan dalam arti substantif merujuk pada suatu kenyataan bahwa sesorang atau suatu sistem mempunyai kekuatan dan keberanian dalam menyatakan kemampuan mental, organisasional, fisik, yang lebih besar dari rata-rata umumnya, yang antara lain didukung oleh unsur-unsur penting sebagai ways and means. Yang dimaknai sebagai way and means adalah : [3: Sanusi, A. Kapita Selekta Pembahasan Masalah Sosial dan Pendidikan. (Bandung: FPS IKIP Bandung), p. 64.]

a. Kemampuan menciptakan, menjelaskan, dan menawarkan gagasan-gagasan dalam tema-tema yang menarik, kreatif, terbuka untuk diuji, lebih unggul dalam persaingan atau tawar-menawar dengan pihak lainb. Kemampuan argumentasi dan mempertahankan pendirian secara etis-rasional sehingga pihak lain termotivasi untuk merundingkan dan mempertimbangkan hingga akhirnya menerima pilihan yang diturunkan dari gagasan tadi. c. Kemampuan mempengaruhi pihak lain dengan menggunakan way of means yang paling sesuai sehingga semua pihak saling bekerja sama dan satu kesatuan organisatoris menaati arahan dan koordinasinyad. Kemampuan mengendalikan bentuk-bentuk kerjasama yang makin stabil dan prosesnya makin produktif, melalui pemilihan personel yang monolit. Sedangkan menurut C.A.Weber dalam bukunya Fundamentals of Educational Leadership mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana sekumpulan manusia dibujuk untuk melangkah maju untuk mencapai tujuan atau sasaran. Sedangkan Tead (1953: 28) menyatakan bahwa Leadership is the process of helping the group to achieve goals which seem desirable to the group. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan yang diharapkan oleh kelompok tersebut. Dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama itu, pemimpin dan kelompok yang satu bergantug pada pemimpin dan kelompok yang lainnya. Seseorang tidak akan menjadi pemimpin jika terlepas dari kelompoknya. Setiap orang sebagai anggota suatu kelompok dapat memberikan sumbangannya untuk kesuksesan kelompoknya. Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi yang diantaranya adalah : a) Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.b) Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari: (1) Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.(2) Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya, (3) Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyaihak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya, (4) Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya, (5) Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.c) Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (self confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda. Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin2. Kepemimpinan PendidikanKepemimpinan pendidikan adalah kepemimpinan yang dilakukan pada dunia pendidikan. Dimana di dalam dunia kependidikan yang dikenal lekat dengan kepemimpinan dalam sekolah adalah kepala sekolah. Salah satu kunci yang sangat menentukan keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya adalah kepala sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mancapai tujuannya secara dominan ditentukan oleh keandalan manajemen sekolah yang bersangkutan. Sedangkan keandalan manajemen sekolah sangat dipengaruhi oleh kapasitas kepemimpinan kepala sekolahnya. Dalam lingkungan pendidikan, peranan kepala sekolah dikenal dengan PEMASSLEC. [footnoteRef:4] [4: Husaini. p. 338]

Kepemimpinan kepala sekolah menurut teori terakhir (Anonim, 2003) dalam Husaini Usman haruslah memiliki 25 kompetensi, yaitu : a. Penyusunan program sekolahb. Melakukan monitoring dan evaluasic. Manajemen kelembagaand. Kompetensi manajeriale. Manajemen sarana dan prasaranaf. Pengembangan dirig. Manajemen hubungan masyarakath. Wawasan kependidikan i. Memahami sekolah sebagai suatu sistemj. Manajemen tenaga kependidikan k. Melakukan supervisi pendidikan l. Manajemen kesiswaan m. Memberdayakan sumberdaya yang adan. Manajemen waktuo. Manajemen bimbingan dan konsultasip. Laporan Akuntabilitas Kenierja Sekolah (LAKIS)q. Jiwa Kepemimpinan r. Melakukan koordinasi semua unsur yang ada disekolahs. Memahami budaya sekolaht. Menyusun dan melaksanakan regulasi sekolahu. Sistem informasi sekolahv. Pengambilan keputusan w. Akreditasi sekolahx. Manajemen keuangan y. Memiliki dan melaksanakan kreativitas, inovasi dan jiwa kewirausahaan.

B. GAYA, MODEL DAN TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN1. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu usaha perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuan dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Davis dan Newstrong (1995) bahwa pola tindakan secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh bawahan dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dari seorang pemimping, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut [footnoteRef:5]: [5: Diambil dari Manajemen Kependidikan, download dari www.masmamad.blogspot.com pada tanggal 1 Februari 2010. ]

a. Teori Keturunan (Genetis). Inti teori ini menyetakan bahwa Leader are born and nor made. Penganut aliran ini manyatakan bahwa pemimping akan menjadi pemimping karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Bahwa seseorang akan ditempatkan karena telah menjadi takdirnya menjadi pemimpin. Secara filosofis, pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas datau deterministis. b. Teori Sosial. Inti teori sosial adalah bahwa Leaders are made and nor born. Teori ini merupakan kebalikan dari teori keturunan. Penganut teori ini menyatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup. c. Teori Ekologis. Inti dari teori ekologis adalah bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimping yang baik apabila telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini oleh sebagian pihak dikatakan sebagai teori yang paling mendekati kebenaran. 2. Model KepemimpinanPerkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen mengenaimodel-model kepemimpinan yang ada, antara lain : a. Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)Studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran,kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomimereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974). Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu (1) kapasitas, (2) prestasi, (3) tanggung jawab, (4) partisipasi, (5) status dan (6) situasi.

b. Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership). Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin. Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Hoy dan Miskel (1987), menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu (1) sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), (2) iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), (3) karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan (4) karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. c. Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations). Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.d. Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)Model kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah (1) hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), (2) struktur tugas (the task structure) dan (3) kekuatan posisi (position power).Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itudipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions). Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok, yaitu (1) menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan supportive leadership, (2) iklim kerja yang bersahabat (friendly culture), (3) mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuaidengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada (directive leadership), (4) konsultasi denganbawahan dalam pengambilan keputusan (participative leadership) dan (5) menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan (achievement-oriented leadership). Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalahkarakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnyaperaturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

e. Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership). Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggung jawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu. Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's", yaitu (1) Idealized influence (pengaruh ideal), digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi,menghormati dan sekaligus mempercayainya, (2) Inspirational motivation (motivasi inspirasi) dimana pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah semangat tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme, (3) Intellectual stimulation (stimulasi intelektual), dimana pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugasorganisasi, dan (4) Individualized consideration (konsiderasi individu), dimana pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978). Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin transformasional memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin transformasional mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini pemimpin transformasional mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan praktek praktek organisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN YANG EFEKTIFMelihat teori tentang kepemimpinan di atas maka tugas seorang pemimpin, terutama pemimpin pendidikan tidaklah mudah. Seorang pemimping haruslah memulai dari dirinya sendiri serta menganalisa dan berusaha untuk memiliki sifat-sifat yang baik. Sifat-sifat kepemimpinan para pemimpin yang bertanggung jawab dapat membantu anggota kelompoknya di dalam memerangi sifat yang tidak diinginkan. Perkembangan jaman yang ada pada saat ini mendorong dilaksanakannya kepemimpinan yang demokratis. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai yang ada didalam falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dimana dalam suatu kepemimpinan pendidikan yang demokratis, masalah partisipasi setiap anggota organisasi pada setiap usaha dipandang sebagai kepentingan utama yang harus ditumbuhkan. Pemimpin diharapkan dapat menumbuhsuburkan kesadaran setiap anggotanya agar merasa rela dan ikut bertanggung jawab secara aktif dalam memikirkan dan memecahkan masalah masalah yang menyangkut perencanaan dan pelaksanaan program organisasi. Keberhasilan seorang pemimpin dalam menimbulkan minat, kemauan dan kesadaran bertanggung jawab pada setiap anggota organisasinya akan menimbulkan partisipasi aktif dan akan mengakibatkan adanya hubungan langsung maupun tidak langsung dengan organisasi yang ada dan ini merupakan salah satu akibat dari berlangsungnya fungsi kepemimpinan. Partisipasi yang telah berkembang diantara anggota organisasi haruslah ditingkatkan menjadi kerjasama yang dinamis dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang diharapkan sesuai dengan tanggung jawab yang diemban oleh setiap anggota organisasi. Timbulnya rasa tanggung jawab ini disertai dengan kesadaran untuk menyukseskan tujuan organisasi, dalam hal ini sekolah secara bersama-sama. Kerjasama untuk kepentingan bersama ini hendaknya berlangsung seluas-luasnya dengan meliputi setiap anggota organisasi sekolah. Menurut John. S. Brubacher dalam bukunya Modern Phylosophy of Education [footnoteRef:6] bahwa ukuran menilai kehidupan demokrasi dalam suatu lembaga pendidikan adalah tingkat kerjasama antara guru dan murid dalam suatu kelas pembelajaran, antara kelas satu dan lainnya, antara kelas dengan keluarga peserta didik, antara sekolah dengan lembaga keagamaan dan lembaga sosial lainnya yang mempengaruhi sekolah. Kerjasama ini dilakukan dalam upaya mewujudkan tujuan sekolah yang sudah ditetapkan. [6: Drs. R. Soekarto Indrafachrudi . Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif.( Bogor: Ghalia. 2006).p.12]

Hubungan antara pemimpin dan anggotanya dalam organisasi yang demokratis mengharuskan seorang pemimpin menjada penggerak utama bagi terbinanya hubungan-hubungan sosial dan situasi yang mendukung terwujudnya tujuan organisasi. Pemimpin tidak berlaku sebagai majikan terhadap anggotanya tetapi sedapat mungkin menempatkan diri sebagai sahabat terdekat bagi semua staf di sekolah. Demikian pula dalam menjalin hubungan dengan lingkungan diluar sekolah. Jika dalam suatu sekolah telah tertanam adanya demokrasi, maka seorang pemimpin pendidikan akan menjadi seorang pemimpin yang efektif. Seorang pemimpin yang efektif haruslah dapat mengatasi keadaan yang dihadapinya. Menurut Wexley dan Yulk dalam Mohammad Asad (1996)[footnoteRef:7] bahwa seorang pemimpin yang efektif haruslah mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada anggotanya dalam hal : (1) memiliki kecerdasan yang cukup, (2) memiliki kemampuan berbicara, (3) memiliki kepercayaan diri, (4) memiliki inisiatif, (5) memiliki motivasi berprestasi dan (6) memiliki ambisi. [7: Husaini Usman. p. 281]

Berdasarkan teori kepemimpinan situasional yang dikemukaan oleh Paul Hersey dan Ken Balnchard dinyatakan bahwa memahami tingkat kematangan dari anggota-anggota suatu organisasi merupakan faktor penting di dalam situasi menentukan keefektivitasan kepemimpinan. Pengertian kematangan tidak merujuk pada pengertian umum seperti ciri-ciri dari keseluruhan perkembangan individu-individu atau kelompok, tetapi pengertian kematangan yang ditujukan kepada tugas spesifik/tertentu yang disajikan. Teori ini berdasarkan pandangan bahwa kepemimpinan yang efektif bergantung pada tingkat kematangan anggota yang dipimpin oleh seorang pemimpin dalam melaksanakan suatu tugas tertentu. Disamping itu pula tergantung pada kemauan pemimpin dalam menyesuaikan sikap orientasinya terhadap tugas pekerjaan tersebut dan hubungan prribadi antar anggota dalam kelompok. Beberapa hal yang perlu dipahami seorang pemimpin dalam teori ini adalah : a. Apabila kepemimpinan berorientasi pada tugas pekerjaan, maka arahan hanya berasal dari pemimpin atau hanya terjadi komunikasi satu arah, yang disebut sebagai gaya direktif. b. Apabila kepemimpinan berorientasi pada hubungan dengan anak buahnya, maka terjadi komunikasi dua arah antara pemimpin dan anak buahnya, gaya ini adalah gaya demokrasi atau disebut juga gaya suportif. Proses kepemimpinan yang terjadi dalam kepemimpinan efektif adalah sebagai berikut : a. Jika anak buah semakin matang, maka seorang pemimpin hendaknya mengurangi tingkat struktur tugas dan meningkatkan perhatian terhadap orientasi hubungan pribadi didalam organisasi. b. Jika anak buah sudah mencapai rata-rata kematangan, maka pemimpin hendaknya mengurangi struktur tugas dan meningkatkan hubungan dalam organisasinya. c. Pemimpin mengembangkan anak buahnya sampai pada tingkat kematangan penuh dan mengarahkan anak buahnya dalam melaksanakan tugas dengan sikap mental yang matang pula. Jika pada suatu tahapan, anak buah tidak lagi memerlukan dukungan sosial dari pemimpin baik secara individu maupun kelompok, maka seorang pemimpin mulai dapat mendelegasikan wewenangnya pada anak buahnya. Hal ini akan menghasilkan kepuasan hati anak buahnya yang pada gilirannya akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif dan membuat organisasi pendidikan akan berjalan dengan baik.

B. KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN TRANSFORMASIONALKepemimpinan dengan pendekatan transformasi berkembang dengan pesat pada beberapa terakhir ini. Kepemimpinan dengan gaya transformasi ini menekankan pada pendekatan dari seorang pemimpin untuk bagaimana merubah organisasi yang dipimpinnya menjadi sesuai dengan harapan pemimpin dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Anderson (1998) perilaku kepemimpinan transformasi ialah visi, perencanaa, komunikasi dan tindakan kreatif yang memiliki efek positif pada sekelompok orang dalam sebuah susunan nilai dan keyakinan yang jelas, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan jelas dan dapat diukur. Pendekatan transforming dari seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional akan berpengaruh secara simultan terhadap perkembangan personal dan produktivitas usaha dari semua pihak yang terkait. Seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional juga dapat secara alamiah mentrasformasikan disi dan sifat kepemimpinannya dalam suatu proses belajar memimpin yang berkesinambungan, sehingga dapat memimpin dengan lebih baik. Seorang pemimpin transformasional merupakan agen perubahan yang positif, yang mempu mengubah lingkungan organisasi, kelompok maupun pribadi disekitarnya menjadi lebih baik. Tetapi sayangnya, banyak diantara pemimpin pendidikan yang belum dapat memenuhi sebagai pemimpin transformasional. Banyak pemimpin pendidikan yang belum mampu memenuhi salah satu dari lima ketranpilan yang dibutuhkan dalam gaya kepemimpinan transformasional, yang diantaranya: (1) manajemen diri (mempunyai ketrampilan personal), (2) komunikasi interpersonal, (3) pembimbingan dan manajemen masalah, (4) tim dan pengembangan organisasi dan (5) luwes dalam gaya, peran dan ketrampilan. Kepemimpinan merupakan suatu proses yang meliputi rangkaian beberapa kegiatan yang saling berkaitan antara satu dan lainnya. Rangkaian dari suatu kepemimpinan transformasional adalah [footnoteRef:8]: [8: Terry D. Anderson, Transforming Leadership, (New York: St. Lucie Press, 1998). pp 124 - 148]

1. Merencanakan. Tahapan ini mebutuhkan imajinasi, kreativitas dan pemahaman terhadap sejarah berdirinya kelompok atau organisasi sehingga kesempatan atau kegiatan di masa mendatang dapat dispesifikasi dan dijabarkan dengan akurat dan realistis. Perkiraan ini juga haruslah dapat didasari dan dapat memenuhi kebutuhan manusia. 2. Perencanaan: Visi yang telah ditangkap dapat segera dibuat dengan menentukan misi, strategi, tempat dan waktu palaksanaan yang terbaik dan menentukan orang yang paling tepat melaksanakannya. Dalam kegiatan ini dapat melibatkan pertemuan kelompok dalam sesi brainstroming, sesi pengembangan kelompok, resolusi konflik dan negoisasi. Agar dalam merencanakan dapat berhasil, maka semua pihak yang terkait harus mau menerima dan bersikap antusias terhadap rencana yang disajikan.3. Pengelompokan: Dalam proses perencanaan harus juga memasukan tujuan tujuan kongkret dan langkah langkah pelaksanaan program dengan jangka waktu pencapaian tujuan yang realistis. Pemberian tanggung jawab secara selektif pada setiap orang membutuhkan tim yang bekerja secara harmonis dan produktif yang dapat diperoleh dengan menenpatkan orang pada kelompok yang tepat, memberikan tugas yang sesuai dengan kekuatan dan keinginan mereka, mendukung mereka baik secara emosional maupun fisik sejalan dengan proses pelaksanaan tanggung jawab. 4. Memotivasi tindakan; Apabila semua pihak dapat menerima rencana yang telah dibuat, maka setiap orang harus memotivasi diringan baik karena alasan internal maupun alasan eksternal secara berkesinambungan agar rencana tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan perkiraan dan waktu yang telah ditentukan. Sistempenghargaan perlu diadakan dan dinilai sehingga motivasi tersebut tetap menantang dan tinggi. Motivasi akan mengacu kepada aspek paling tinggi dalam kehidupan suatu organisasi, yaitu adanya tindakan. 5. Mengevaluasi: Evaluasi terhadap hasil suatu usaha perubahan merupakan usaha yang penting. Ini penting dilakukan dalam upaya peningkatan perencanaan dan menentukan kesuksesan selanjutnya. Rencana yang dibuat secara cermat dengan mengidentifisikasi pencapaian akan semakin mempermudah ealuasi. 6. Mendaur Ulang Proses melalui Evaluasi: Secara periodik, setelah pelaksanaan evaluasi, maka langkah langkah dalam rangkaian proses ini perlu didaur ulang kembali sehingga tidak timbul asumsi asimsu yang salah mengenai bagaimana suatu kegiatan dilaksanakan. Organisasi akan berpijak pada kenyataan dan potensi perubahan yang positif dengan melakukan pengkajian ulang terhadap visi, menformulasi dan menegoisasikan kembali rencana rencana baru pada periode berikutnya. Dengan memahami dan menggunakan ketrampilan model perilaku kepemimpinan transformasional serta melaksanakan rangkaian kegiatan di atas, maka terdapat 12 prinsip yang menjadi inti (core) dari seorang pemimpin transformasional, yaitu : 1. Semua orang dalam keadaan apapun mempunyai pengaruh baik ataupun buruk terhadap orang lain dan situasi yang ada2. Dengan mengamati perubahan yang ada akan membuat seorang pemimpin senantiasa waspada terhadap kenyataan akan adanya kesempatan dan kejadian positif dan negatif. Meningkatkan kewaspadaan kita terhadap orang dan kejadian akan sangat berguna bagi setiap orang3. Setiap orang boleh memilih untuk mencoba dan membuat perubahan yang positif setiap saat4. Penggunaan kekuasaan secara positif dan bertanggung jawab serta pengaruh sangat penting dalam menciptakan kepemimpinan yang efektif. Dengan adanya kesadaran seorang pemimpon atas kekuatannya, pengambilan posisi yang strategis, melakukan kerjasama dengan orang yang satu pemikiran, serta mengkomunikasikan kekuasaan dalam cara yang positif akan membantu untuk mencapai tujuan utama5. Segala hal brmula dari inisiatif seseorang. Secara probadi dan tersembunyi setiap orang menentukan dalam diri mereka masing masing hal hal yang akan dilakukan dan bagaimana memperlakukan orang lain. 6. Kepemimpinan dalam arti yang lebih mendalam adalah pemahaman dan pemenuhan kebutuhan utama dari orang yang sedang dipimpin. Dalam upaya peningkatan inovasi dan produktivitas dari tujuan yang akan dicapai, perlu diperhatikan kebutuhan tiap individu akan pengakuan, penghargaan dan pencapaiannya untuk mendorong motivasi dan kepuasan. 7. Kepemimpinan transformasional memiliki komponen moral yang sangat penting dalam segala aspek kepemimpinan. 8. Kepemimpinan transformasional selalu memahami dan melibatkan orang lain sehingga tercapai rasa saling memiliki dan saling menghormati serta mempercayai. Hal ini akan berkaibat peningkatan motivasi, moral, kreativitas, energi dan produktivitas. 9. Selalu terdapat kesempatan bagi pemimpin di segala lingkungan, interaksi, situasi dan setiap saat. Hal ini bertujuan untuk membuat perubahan yang positif dalam perkembangan organisasi dan individu untuk tujuan yang lebih spesifik. 10. Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh dan perkembangan jangka panjang11. Kepemimpinan transformasional bermula dari keyakinan dan struktur nilai seseorang. Tujuan dan misi hidup yang penting bagi kepemimpinan perlu untuk dipertahankan.12. Kepemimpinan transformasional selalu terbuka akan potensi pemahaman lain yang lebih mendalam.

BAB IVPENUTUP

Esensi dari kepemimpinan transformasional adalah pembagian kekuasaan dengan melibatkan bawahan secara bersama sama untuk melakukan perubahan. Dimana dalam merumuskan suatu perubahan biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi dengan lingkungan kerja yang partisipasif dengan model manajemen yang kolegial yang penuh keterbukaan dan keputusan diambil secara bersama sama. Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan yang mendasar dan dilandasi oleh nilai nilai agama, sistem dan budaya untuk menciptakan inovasi dan kreativitas pengikutnya dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan. Implementasi kepemimpinan dalam bidang pendidikan sangat perlu sekali diterapkan seperti kepala sekolah, kepala dinas ataupun pada jajaran yang lainnya. Model kepemimpinan ini merupakan salah satu solusi dari krisis kepemimpinan dalam bidang pendidikan. Tetapi yang perlu diingat dalam implementasi kepemimpinan transformasional di dunia pendidikan tetap harus memperhatikan: (1) mengacu pada nilai nilai agama yang ada dalam sekolah/lembaga pendidikan, (2) disesuaikan dengan nilai nilai yang terkandung dalam sistem sekolah, (3) menggali budaya yang berlaku disekolah, dan (4) memperhatikan sistem pendidikan yang lebih besar, seperti sistem pendidikan nasional. DAFTAR PUSTAKA

Anderson , Terry D., Transforming Leadership,New York: St. Lucie Press, 1998.

Indrafachrudi, Soekarto . Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif. Bogor: Ghalia. 2006.

Sanusi, A. Kapita Selekta Pembahasan Masalah Sosial dan Pendidikan. Bandung: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Bandung, 2006.

Usman, Husaini, Manajemen. Teori Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Diambil dari Manajemen Kependidikan, download dari www.masmamad.blogspot.com pada tanggal 1 Februari 2010