kisah pengusaha sukses rumah makan pecel lele lela
TRANSCRIPT
KISAH PENGUSAHA SUKSES RUMAH MAKAN PECEL LELE LELA
Nama : Rangga Umara
Usia : 31 Tahun
Usaha : RM Pecel Lele Lela
Sebelum di-PHK dari jabatan manajer di sebuah perusahaan, Rangga Umara (31)
memilih jualan pecel lele di pinggir jalan. Modal cekak membuat ia terjerat hutang renternir.
Bagaimana jatuh-bangun Rangga membangun usaha bisnis RM Pecel Lele Lela? Yuk, simak
kisahnya.
”Selamat Pagi!” Begitu sapaan khas di RM Lele Lela, begitu Anda masuk ke sana. Tak
peduli Anda datang pada pagi, siang, sore, atau malam, tetap disambut dengan ucapan, “Selamat
pagi!”
Begitulah aku “mendoktrin” stafku dalam menyambut tamu di rumah makan Lele Lela
milikku. Hal itu kulakukan agar para karyawan termotivasi dan produk yang disediakan selalu
segar seperti segarnya suasana pagi hari.
Lela bukanlah nama istri atau anak-anakku, melainkan singkatan dari Lebih Laku. Oh,
ya, kenalkan, namaku Rangga Umara. Meski usiaku tergolong muda, 31 tahun, pahit getirnya
membangun usaha sudah kurasakan sejak bertahun-tahun lalu, sebelum akhirnya RM Pecel Lele
Lela dikenal luas. RM ini kudirikan sejak Desember 2006. Bolehlah kini dibilang sukses. Sebab,
aku telah melewati masa - masa sulit. Karena itu, aku lebih bisa menghargai jerih payahku,
menghargai hidup dan orang lain.
Profesi yang kugeluti ini bisa dibilang melenceng dari pekerjaan bapakku, Deddy
Hasanudin, seorang ustadz dan ibuku, Tintin Martini, pegawai negeri yang sebentar lagi bakal
memasuki masa pensiun.
Dulu, cita-citaku memang menjadi pengusaha. Namun, entah kenapa akhirnya aku kuliah
di sebuah perguruan tinggi di Bandung Jurusan Manajemen Informatika. Ilmu akademis ini
mengantarku bekerja di sebuah perusahaan pengembang di Bekasi sebagai marketing
communication manager di perusahaan itu.
Sayang, setelah hampir lima tahun bekerja, kuketahui kondisi perusahaan sedang tidak
sehat. Hal itu membuat banyak karyawan di-PHK. Saat itulah aku tersadar, aku tinggal
menunggu giliran. Karena itu aku mulai memikirkan lebih serius soal rencana hidupku
berikutnya. Yang jelas, saat itu yang terpikir olehku, tak ingin lagi menjadi karyawan kantoran
karena sewaktu-waktu bisa menghadapi masalah PHK lagi.
Nekat Wirausaha
Akhirnya, aku bertekad ingin membuka usaha sendiri. Sayangnya aku bingung mau
berbisnis apa. Sebelumnya, aku pernah membuka beberapa usaha kecil-kecilan, antara lain
penyewaan komputer, tapi bisnisku selalu gagal. Setelah kupikir-pikir, kuputuskan membuka
usaha di bidang kuliner. Alasannya sederhana saja, aku suka sekali makan.
Aku memilih membuka warung seafood seperti yang banyak ditemukan di kaki lima.
Modalku hanya Rp 3 juta. Uang itu kuperoleh dari hasil menjual barang-barang pribadiku ke
teman-teman, antara lain telepon genggam, parfum, dan jam tangan. Sampai sekarang, barang-
barang itu masih disimpan mereka, katanya buat kenang-kenangan. Istriku, Siti Umairoh yang
seumur denganku, mendukung keputusanku.
Awalnya, ia pikir aku hanya berbisnis sampingan saja seperti sebelumnya, karena aku
mulai berjualan sebelum mengundurkan diri dari perusahaan. Ia kaget ketika aku benar-benar
menekuni bisnis ini, meski tetap saja ia mendukung.
Yang keberatan justru orang tuaku. Mungkin mereka khawatir memikirkan masa depan
anaknya yang jadi tidak jelas. Maklum aku yang sebelumnya kerja kantoran dengan berbaju rapi,
malah jadi terkesan luntang-lantung tidak jelas.
Warung semi permanen berukuran 2x2 meter persegi kudirikan di daerah Pondok Kelapa.
Lantaran modal pas-pasan, aku mencari yang sewanya cukup murah, sekitar Rp 250 ribu per
bulan. Aku mempekerjakan tiga orang, dua di antaranya adalah suami-istri. Berbeda dari warung
seafood di kaki lima yang umumnya bertenda biru dan berspanduk putih, warungku kudesain
unik.
Ternyata, desain unik tak membantu penjualan. Tiga bulan pertama, hasil penjualan
selalu minus. Tak satu pun pembeli datang. Aku mencoba berbesar hati, mungkin warungku sepi
lantaran banyak yang tidak tahu keberadaan warung tendaku itu. Aku mulai melirik lokasi lain
yang lebih ramai. Kutawarkan sistem kerjasama dengan rumah makan dan warung lain, tapi
selalu ditolak.
Sampai suatu hari, aku mendatangi sebuah rumah makan semi permanen di kawasan
tempat makan, masih di kawasan Pondok Kelapa. Seperti yang lain, pemilik rumah makan ini
juga menolak tawaran kerjasamaku. Ia justru menawariku membeli peralatan rumah makannya
yang hendak ia tutup lantaran sepi pembeli. Aku menolak, karena tak punya uang. Akhirnya, ia
menawarkan sewa tempat seharga Rp 1 juta per bulan. Aku pun setuju.
Mirip Pisang Goreng
Bulan pertama buka usaha, mulai tampak hasilnya. Pembeli mulai berdatangan. Aku
tahu, usaha yang bisa sukses dan bertahan adalah usaha yang punya spesialisasi. Kuputuskan
untuk berjualan pecel lele, makanan favoritku sejak kuliah. Ya, semasa kuliah dulu, aku rajin
berburu warung pecel lele yang enak. Kupikir, orang yang khusus berjualan makanan dari lele
belum ada.
Lagi-lagi, nasib baik belum sepenuhnya berpihak kepadaku. Begitu aku berjualan lele,
yang laku justru ayam. Kalau menu ayam habis, pembeli langsung memilih pulang. Namun, aku
tak mau menyerah. Karena aku tahu lele itu enak. Jadi, ketika para pembeli duduk menikmati
hidangan, aku berkeliling meja, minta mereka mencicipi lele hasil masakan kami. Syukurlah,
mereka berpendapat masakannya enak.
Dari situ, aku berusaha lebih giat untuk memperkenalkan masakan lele. Aku berusaha
menonjolkan kelebihan lele yang terletak pada dagingnya yang lembut dan gurih. Untuk
menutupi kekurangan tampilan fisik lele yang mungkin kurang menarik, lelenya aku baluri
tepung lalu digoreng. Hasilnya? Gagal total!
Kuamati lele berbalur tepung itu. He..he..he.. ternyata memang mirip pisang goreng. Aku
pantang menyerah. Kucoba lagi menggoreng lele dengan tepung. Kali ini, digoreng dengan telur
dan melalui beberapa kali proses. Alhamdulillah, sukses! Pembeli makin suka makan lele olahan
kami. Pelangganku yang suka makan ayam, mulai beralih ke lele tepung.
Setelah tiga bulan pindah ke tempat baru itu, pendapatan rumah makanku meningkat
menjadi Rp 3 juta per bulan. Aku sangat bersyukur. Dari situ aku berpikir untuk lebih total
menekuni bisnis ini. Apalagi bila dibandingkan dengan penghasilanku sebagai karyawan
kantoran yang cuma “tiga koma”. Maksudnya, setelah tanggal tiga, lalu “koma” Ha… ha.. ha…
Terjebak Rentenir
Tahu usahaku laris, pemilik rumah makan menaikkan biaya sewa jadi dua kali lipat, yaitu
Rp 2 juta per bulan. Aku mulai merasa seolah-olah bekerja untuk orang lain karena hasil yang
kuraih hanya untuk membayar sewa tempat.
Masalah bertambah lagi karena aku juga harus memikirkan gaji karyawan. Kuputar
otakku guna mendapatkan uang untuk membayar gaji karyawan. Aku sudah mantap tidak akan
kerja kantoran lagi. Sebab ada tiga orang karyawan yang menggantungkan nasibnya padaku.
Aku mencoba tetap bertahan, walaupun pendapatanku masih minus. Saking pusingnya, di
awal 2007 aku nekat berhutang pada seorang rentenir sebesar Rp 5 juta, sekadar untuk menggaji
karyawan. Aku berprinsip, dalam kondisi seperti apa pun, karyawan tetap harus diprioritaskan.
Setelah berkali-kali jatuh bangun merintis Pecel Lele Lela, akhirnya Rangga mulai mereguk
manisnya madu berbisnis kuliner. Usahanya kian menanjak, terutama setelah banyak orang
tertarik menjadi pewaralaba Pecel Lele Lela.
Syukurlah, masalah demi masalah yang menimpa usahaku satu per satu berhasil kulalui.
Selain pantang menyerah setiap kali bertemu masalah, aku juga tak ingin terfokus pada masalah
yang sedang kuhadapi. Aku lebih suka mencari peluang untuk membuka jalan keluar. Bukannya
lari dari masalah, lho. Cara seperti ini justru membuatku terus berpikir optimis dan semangat
mencari solusi terbaik.
Berkat lele goreng tepung andalan, rumah makanku semakin ramai pengunjung. Pecinta
lele dari berbagai kawasan datang ke rumah makanku di Pondok Kelapa untuk menikmatinya.
Senang rasanya melihat perubahan positif ini, terutama bila mengingat bulan-bulan pertama yang
sepi pembeli. Ini membuatku makin bersemangat mengajak kerjasama dengan lebih banyak
orang lagi.
Sehingga, akhirnya aku bisa segera pindah dari tempat makan pertama yang kusewa
seharga Rp 2 juta per bulan. Menu lele yang disediakan pun makin beragam, antara lain lele
goreng tepung, lele fillet kremes, dan lele saus padang. Tiga menu inilah yang jadi andalan kami,
bahkan jadi favorit pembeli hingga kini.
Namun, di balik kesuksesanku, cobaan kembali menimpa. Salah satu kokiku berhenti
bekerja. Belakangan, aku tahu ternyata ia membuka usaha sejenis sepertiku. Apakah aku marah?
Tidak. Aku justru kecewa mengapa ia tak memberitahuku sejak awal. Kalau saja tahu, aku pasti
akan mendukungnya. Tak bisa kita berharap orang akan seterusnya loyal bekerja pada kita. Aku
senang, kok, melihat orang lain maju.
Aku juga senang bila usahaku bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi orang lain.
Bagiku, rezeki sudah ada yang mengatur. Bahkan ketika saat ini banyak orang berbisnis kuliner
lele sepertiku, aku tak menganggap mereka sebagai ancaman. Ini justru memotivasiku untuk
terus berusaha lebih baik. Namun, tak urung aku kelimpungan dengan mundurnya sang koki.
Apalagi, saat itu rumah makanku mulai ramai. Istriku kini juga ikut membantu mengembangkan
usahaku.
Buka Waralaba
Berkat kerja keras para karyawan, rumah makanku tetap bisa berjalan seperti biasa. Suatu
hari, dalam perjalanan pulang ke rumah orangtuaku di Bandung, aku mampir ke sebuah restoran
cepat saji asal Amerika. Di situlah aku bertemu Bambang, teman lamaku saat SMA. Dulu, kami
sering main basket bareng. Rupanya, Bambang bekerja di restoran itu sebagai manajer.
Aku lalu bercerita, aku sudah punya rumah makan dan mempersilakannya untuk mampir
bila ada waktu. Tak disangka, beberapa minggu kemudian ia datang berkunjung ke rumah
makanku yang sebetulnya lokasinya sangat jauh dari tempat kerjanya.
Dari situlah kami banyak mengobrol soal bisnis rumah makan. Aku juga curhat soal
kebingunganku sebelumnya ketika ditinggal koki. Bambang lalu banyak memberi masukan,
bagaimana mengelola sebuah rumah makan. Tertarik dengan saran-sarannya, akhirnya aku
menjadikannya sebagai konsultan, meski kecil-kecilan.
Sebagai honornya, aku mengganti uang bensinnya. Ia membantuku membuat Standar
Operasional Prosedur (SOP) menjalankan rumah makan. Dengan cara seperti ini, aku tak lagi
kelimpungan bila ditinggal koki. Bambang juga melatih para karyawan sehingga mereka bekerja
lebih profesional, sesuai SOP.
Peran Bambang memang cukup besar. Rupanya, ia menaruh perhatian pada rumah
makanku ini, sehingga akhirnya ia berhenti bekerja dari tempatnya bekerja dan pindah kerja
padaku. Bahkan, temannya banyak yang mengikuti jejaknya. Kini, Bambang jadi General
Manager untuk Pecel Lele Lela.
Syukurlah, dengan adanya SOP ini, usahaku jadi makin berkembang. Aku bisa membuka
cabang lagi. Istriku juga ikut membantu usahaku. Bahkan, atas permintaan banyak orang, sejak
2009 Pecel Lele Lela mulai kuwaralabakan. Sebenarnya, aku tak punya rencana untuk
mewaralabakannya. Namun, para peminat justru mendukungku untuk melakukannya. Usahaku
tak sia-sia, tahun lalu aku mendapat penghargaan dari Menteri UKM.
Raih Penghargaan
Banyaknya permintaan bisnis waralaba, membuatku akhirnya tak bisa menolak untuk
mewaralabakan Pecel Lele Lela. Ya, hitung-hitung lebih memperkenalkan rumah makanku
kepada lebih banyak orang sekaligus bagi-bagi rezeki. Meski awalnya permintaan waralaba
hanya berasal dari Jabodetabek, kini mulai merambah ke daerah. Di antaranya, Bandung,
Yogyakarta, Karawang, dan Purwokerto.
Beberapa cabang lagi akan dibuka dalam waktu dekat, di Medan dan beberapa kota lain.
Bahkan, sudah ada permintaan waralaba dari orang-orang Indonesia yang tinggal di Jeddah,
Penang, Kuala Lumpur, dan Singapura. Rencananya, cabang-cabang di luar negeri akan
direalisasikan tahun ini. Alhamdulillah, kini Pecel Lele Lela telah memiliki 27 cabang, 3 di
antaranya adalah milikku sendiri.
Nama Lela sendiri sebenarnya bukan nama istriku atau anak-anakku. Kedua anakku laki-
laki, Razan Muhammad (2,5) dan Ghanny Adzra Umara (1,5). Lela hanyalah sebuah singkatan,
yaitu Lebih Laku. Ini sekaligus menjadi doa buatku, agar usahaku makin lancar. Alhamdulillah,
Ramadan lalu Pecel Lele Lela ikut mengisi menu acara buka bersama yang diadakan Presiden
SBY di Istana Negara, yang dihadiri para menteri dan duta dari negara sahabat.
Selain itu, tahun lalu aku juga menerima penghargaan dari Menteri Perikanan dan
Kelautan karena usahaku dinilai paling inovatif dalam mengenalkan dan mengangkat citra lele
dengan menciptakan makanan kreatif sekaligus mendorong peningkatan konsumsi ikan.
Penghargaan lain yang juga kuraih, Indonesian Small and Medium Business Entrepreneur Award
(ISMBEA) 2010 dari Menteri Usaha Kecil dan Menengah.
Dua penghargaan ini makin memotivasi diriku untuk lebih bekerja giat sekaligus senang
karena usahaku membuat lele jadi menu modern ternyata tak sia-sia. Kini, selain sibuk
mengembangkan Pecel Lele Lela, aku juga kerap diundang jadi pembicara di berbagai seminar,
termasuk di kampus-kampus di seluruh Indonesia. Senang rasanya berbagi ilmu, agar mereka
kelak bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Mentraktir karyawan makan di restoran lain jadi
salah satu caraku menghargai hasil kerja mereka.
Gratis Makan
Cita-citaku untuk jadi pengusaha kini tercapai sudah. Asal tahu saja, dulu aku pernah
bermimpi punya rumah makan dengan konsep seperti restoran cepat saji terkenal. Kini, pelan-
pelan mimpi itu mulai terwujud. Aku sendiri tak pernah membayangkan usahaku akan sesukses
ini. Banyak orang bilang, kesuksesanku terbilang cepat datangnya.
Aku sangat bersyukur, kini omzet seluruh cabang mencapai Rp 1,8 miliar per bulan,
mengingat dulu aku punya banyak rasa takut untuk memulai. Sampai kini, aku masih memegang
keyakinan, jika kita mau fokus dalam melangkah, pasti akan sukses.
Prinsipku yang lain sejak memulai usaha adalah selalu mengawali sesuatu dengan akhir
yang positif. Maksudnya, aku selalu memikirkan bagaimana nanti kalau usahaku sukses, bukan
sebaliknya. Dengan demikian, aku selalu optimis.
Inovasi juga harus jadi kebiasaan, selain terus meningkatkan kualitas dan pencitraan
Pecel Lele Lela. Itu sebabnya, kini aku sedang menggodok konsep baru untuk jangka panjang.
Diversifikasi menu dan pencitraan Pecel Lele Lela sendiri juga semakin kupikirkan.
Kini, ada banyak pilihan menu lele di Pecel Lele Lela. Untuk menarik hati pembeli, Pecel Lele
Lela juga menggratiskan hidangannya bagi pembeli yang berulang tahun di hari kedatangannya.
Dan, pembeli bernama Lela juga akan mendapat keistimewaan berupa makan gratis seumur
hidup. Menarik, bukan?
Namun, kesuksesan yang kuraih bukan semata-mata kematangan konsep dan kelezatan
menu saja, lho. Para karyawan juga punya andil besar. Itu sebabnya, penting bagiku membuat
mereka betah dan bekerja dengan hati.
Sebagai penghargaan, tak jarang mereka kutraktir makan di restoran lain. Jika hati
senang, mereka juga pasti akan bekerja dengan semangat. Oh ya, soal logo Pecel Lele Lela yang
sempat diprotes kedai kopi asal Amerika karena dianggap mirip, juga sudah kuganti sejak
membuka cabang ke-16. Doakan aku makin sukses, ya!
(Sumber : http://www.tabloidnova.com/)
Seru sekali bukan? Cerita sukses pengusaha muda ini sangatlah membuat kita akan
semakin bersemangat dan bisa membuka wawasan baru serta ide-ide segar untuk meningkatkan
bisnis kita masing-masing. Saya berharap cerita sukses pengusaha muda ini bermanfaat bagi kita
semua untuk selalu berkreasi dijalur wirausaha mandiri. Tetap semangat para pengusaha muda,
Salam sukses!
Kegagalan yang pernah dialami :
1. Berhenti bekerja dari sebuah perusahaan pengembang di Bekasi sebagai marketing
communication manager karena kondisi perusahaan yang tidak sehat dan banyak karyawan
yang di PHK.
2. Rangga Umara pernah membuka beberapa usaha kecil-kecilan, antara lain penyewaan
komputer, tapi bisnisnya selalu gagal.
3. Membuka warung seafood semi permanen yang didesain unik berukuran 2x2 meter persegi
di daerah Pondok Kelapa dengan uang sewa tempat Rp 250.000,00 dan 3 orang karyawan.
Lantaran banyak yang tidak tahu keberadaan warung tenda tersebut, 3 bulan pertama jualan
tidak satupun pembeli yang datang dan akhirnya rugi atau gagal.
4. Menawarkan sistem kerjasama dengan rumah makan dan warung lain, tapi selalu ditolak.
5. Membuka rumah makan semi permanen masih di daerah Pondok Kelapa, dengan sewa
tempat 1 juta per bulan. Menawarkan menu andalan lele, akan tetapi pembeli lebih menyukai
ayam, sehingga jika ayam habis, pembeli memilih kembali tanpa membeli lele.
6. Mengetahui rumah makan yang disewa tersebut laris, pemilik tempat menaikkan harga sewa
tempat menjadi 2 juta perbulan sehingga Rangga Umara meminjam pada rentenir sebesar 5
juta untuk membiayai karyawan.
7. Salah satu koki berhenti bekerja, yang ternyata ia membuka usaha sejenis seperti Rangga
Umara.
Kesuksesan yang diraih :
1. Membuka waralaba setelah bertemu teman lama yang menyarankan membuat standar
prosedur operasional untuk rumah makan yang dimilikinya. Sejak mewaralabakan usahanya,
Rangga Umara mendapatkan penghargaan dari Menteri UKM.
2. Pecel Lele Lela telah memiliki 27 cabang yang berada di dalam dan luar negeri, 3 di
antaranya adalah milik Rangga Umara sendiri.
3. Ramadan lalu Pecel Lele Lela ikut mengisi menu acara buka bersama yang diadakan
Presiden SBY di Istana Negara, yang dihadiri para menteri dan duta dari negara sahabat.
4. Tahun lalu Rangga Umara juga menerima penghargaan dari Menteri Perikanan dan Kelautan
karena usahaku dinilai paling inovatif dalam mengenalkan dan mengangkat citra lele dengan
menciptakan makanan kreatif sekaligus mendorong peningkatan konsumsi ikan.
5. Penghargaan lain yang juga diraih Rangga Umara, Indonesian Small and Medium Business
Entrepreneur Award (ISMBEA) 2010 dari Menteri Usaha Kecil dan Menengah.
Sikap positif seorang pengusaha (Rangga Umara) :
1. Pengusaha sangat bersemangat dalam melihat atau mencari peluang-peluang baru.
2. Pengusaha mengejar peluang dengan disiplin yang ketat.
3. Pengusaha harus memiliki inovasi-inovasi baru yang unik dan spesialisasi terhadap apa yang
diusahakannya.
4. Pengusaha hanya mengejar peluang yang sangat baik dan menghindari mengejar peluang lain
yang belum jelas.
5. Pengusaha berfokus pada pelaksanaan.
6. Pengusaha mengikutsertakan energi setiap orang yang berbeda dalam jangkauan mereka.
7. Berorientasi pada tindakan dan memiliki motif yang tinggi dalam mengambil resiko untuk
mencapai tujuan.
8. Dapat mendayagunakan kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan mengurangi kelemahan-
kelemahan yang ada.
9. Mempunyai perilaku yang agresif dalam mengejar tujuan atau berorientasi pada tujuan dan
hasil.
10. Mau belajar dari pengalaman.
11. Memupuk dan mengembangkan pribadi unggul secara terus-menerus.