kon sensus

30
Infeksi merupakan masalah yang umum terjadi pada usia lanjut dan merupakan penyebab yang signifikan terjadinya morbiditas dan mortalitas populasi kelompok usia tersebut. Infeksi juga merupakan alasan utama perawatan di rumah sakit pada usia lanjut yang tinggal di komunitas dan merupakan diagnosis yang paling sering menyebabkan seorang usia lanjut penghuni tempat perawatan jangka panjang (long-term care Facilities) dipindahkan keruang perawatan akut dirumah sakit. Seorang usia lanjut berada pada resiko tinggi terjadinya infeksi dengan komplikasi yang serius akibat infeksi. Disisi lain, menegakan diagnosis terjadinya infeksi pada usia lanjut tidak selalu mudah. Tampilan klinis yang tidak khas disertai berbagai kemunduran status fungsional dan kognitif serta adanya penyakit-penyakit komorbid kronik yang lain membuat munculnya infeksi pada usia lanjut sering tidak dapat dideteksi pada tahap awal. Sementara pada sebagian besar kasus pemberian antibiotik empirik yang cepat dan tepat, disertai terapi suportif yang adekuat, sangat mempengaruhi perjalanan penyakit dan prognosis pasien lanjut usia yang mengalami infeksi. Keterlambatan diagnosis akan mempengaruhi saat

Upload: akbar-sidiq

Post on 05-Dec-2014

41 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

isk pada lansia

TRANSCRIPT

Page 1: Kon Sensus

Infeksi merupakan masalah yang umum terjadi pada usia lanjut dan merupakan penyebab

yang signifikan terjadinya morbiditas dan mortalitas populasi kelompok usia tersebut. Infeksi

juga merupakan alasan utama perawatan di rumah sakit pada usia lanjut yang tinggal di

komunitas dan merupakan diagnosis yang paling sering menyebabkan seorang usia lanjut

penghuni tempat perawatan jangka panjang (long-term care Facilities) dipindahkan keruang

perawatan akut dirumah sakit.

Seorang usia lanjut berada pada resiko tinggi terjadinya infeksi dengan komplikasi yang

serius akibat infeksi. Disisi lain, menegakan diagnosis terjadinya infeksi pada usia lanjut

tidak selalu mudah. Tampilan klinis yang tidak khas disertai berbagai kemunduran status

fungsional dan kognitif serta adanya penyakit-penyakit komorbid kronik yang lain membuat

munculnya infeksi pada usia lanjut sering tidak dapat dideteksi pada tahap awal. Sementara

pada sebagian besar kasus pemberian antibiotik empirik yang cepat dan tepat, disertai terapi

suportif yang adekuat, sangat mempengaruhi perjalanan penyakit dan prognosis pasien lanjut

usia yang mengalami infeksi. Keterlambatan diagnosis akan mempengaruhi saat memulai

terapi yang akhirnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan infeksi.

Masalah lain adalah soal pemilihan antimikroba yang harus memperhatikan berbagai

penurunan fungsi organ pada usia lanjut serta jenis mikroorganisme penyebab yang seringkali

berbeda dari kelompok usia dewasa muda. Hal ini membutuhkan pertimbangan yang cukup

dalam hal pemilihan jenis dan penyesuaian dosis antimikroba yang harus diberikan. Yang

tidak kalah penting adalah masalah tata laksana umum infeksi pada kelompok usia lanjut

yang harus bersifat paripurna, yaitu selain pemberian antimikroba juga harus memperhatikan

segi cairan, nutrisi, status fungsional dan mental, interaksi obat dan upaya pencegahan

infeksi.

Page 2: Kon Sensus

Pada pasien geriatri tidak hanya kondisi fisik-medik saja yang terlibat dan perlu diberikan

perhatian, maka perlu diberikan suatu pendekatan khusus dalam menghadapi seorang usia

lanjut yang sakit, yang sdisebut sebagai pendekatan paripurna pada pasien geriatri (P3G) atau

comprehensive geriatric assesment (CGA). Pada P3G selain kondisi fisik-medik juga

dilakukan pengkajian terhadap fungsi kognitif dan mental, psikososial, nutrisi, serta status

fungsionalnya. Dalam pelaksanaannya P3G dilakukan oleh suatu tim interdisiplin yaitu terdiri

dari spesialis penyakit dalam konsultan geriatri, spesialis psikiatri geriatri, spesialis

rehabilitasi-medik geriatri, ahli gizi, farmasi dan perawat gerontik.

Pada pasien geriatri yang mengalami infeksi akut, P3G mempunyai peranan yang sangat

penting. Evaluasi menyeluruh mengenai kondisi fisik medik baik dari anamnesis (termasuk

riwayat penyakit dan konsumsi oat-obatan), pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan

penunjang, disertai evaluasi status fungsional, cairan dan nutrisi serta status kognituf dan

mental, akan mengarahkan dokter pada diagnosis yang tepat termasuk adanya hendaya yang

muncul, penatalaksaan yang paripurna, serta upaya pencegahan yang optimal. Dengan

demikian keluaran (outcome) yang akan dihasilkan juga dapat leih baik dibandingkan pada

pasien lanjut usia yang ditatalaksana secara konvensional.

Pasien yang dikelola dengan P3G mempunyai kualitas hidup terkait kesehatannya yang lebih

baik, jumlah hari hidup terkait kualitas yang lebih tinggi, angka rehopitalisasi yang secara

bermakna berkurang, serat biaya yang dikeluarkan pasien tidak lebih tinggi dibandingkan

pasien yang dirawat dengan cara konvensional.

Pada tabel 1 dapat disimak butir-butir yang dievaluasi pada P3G, termasuk pada pasien

geriatri yang mengalami infeksi akut.

Page 3: Kon Sensus

Tabel 1

Butir-butir yang dievaluasi pada Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (P3G)

Anamnesis

1. Keluhan utama

2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)

3. Riwayat penyakit dahulu (RPD)

a. Riwayat perawatan sebelumnya

b. Riwayat operasi

4. Riwayat pemakaian obat- obatan

5. Riwayat penyakit keluarga

6. Riwayat alergi

7. Riwayat nutrisi

8. Riwayat sosial

a. Kebiasaan

b. Finansial

c. Dukungan keluarga

9. Anamnesis sistem

Pemeriksaan fisik

1. Tanda vital

2. Pemeriksaan sistem organ

3. Pemeriksaan neurologik ( N I – N XII, sensorik-motorik )

4. Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi

Pemeriksaan status fungsional

1. Memeriksa indeks ADL (activities of daily living) atau ICF ( International

Page 4: Kon Sensus

Classification Of Functioning )

2. Memeriksa IADL ( Instrumental ADL )

Memeriksa status mental

1. Memeriksa skor AMT ( Abbreviated mental test )

2. Melakukan penampilan depresi dengan Geriatric Depression Scale

Pemeriksaan penunjang

1. Sesuai hasil anamnesis dan pemeriksaan sebelumnya

2. Sesuai urutan prioritas

3. Sesuai asas cost-effectiveness

Pengkajian iatrogenesis

1. Mengidentifikasi adanya efek samping obat baik langsung maupun interaksi obat.

2. Mengidentifikasi adanya efek merugikan pada pasien akibat tindakan diagnostik

tenaga kesehatan

3. Mengidentifikasi adanya efek merugikan pada pasien akibat tindakan medik/bedah

4. Mengidentifikasi adanya efek merugikan pada pasien akibat tindakan keperawatan

Pendekatan interdisiplin

1. Kunjungan oleh semua disiplin terkait, dua kali seminggu

2. Pembahasan pasien seminggu sekali oleh tim terpadu geriatri

3. Prinsip merawat bersama

4. Komunikasi langsung

5. Rekam medik bersama

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi pada Usia Lanjut

Page 5: Kon Sensus

Infeksi yang terjadi pada usia lanjut, selain dipengaruhi adanya mikroorganisme penyebab

infeksi (faktor agen) dan faktor lingkungan juga sangat dipengaruhi perubahan mekanisme

respon imun yang menyebabkan daya tahan tubuh (host defence). Menurunnya daya tahan

tubuh sendiri, selain disebabkan perubahan sisitem imun, juga dapat disebabkan oleh kondisi

malnutrisi dan banyaknya penyakit komorbid yang sering menyertai seorang berusia lanjut.

Beberapa faktor yang dapat menjadi faktor resiko, faktor predisposisi dan faktor kontributor

terjadinya infeksi pada usia lanjut antara lain :

1. Perubahan sistem imun dan respon imun

Seorang yang berusia lanjut akan mengalami penurunan kemampuan untuk melawan agen

penyebab infeksi(mikroorganisme), yang disebabkan oleh disfungsi sistem imunitas adaptif

maupun alami (non-adaptif). Produksi dan proliferasi limfosit-T akan menurun seiring

meningkatnya usia, menyebabkan berkurangnya kemampuan imunitas yang di mediasi-sel,

sementara pada sel B terjadinya produksi antibodi terhadap antigen baru. Menipisnya kulit,

membesarnya prostat, menurunnya refleks batuk, serta perubahan anatomik maupun

fisiologis yang terkait usia akan mengubah imunitas non adaptif yang menempatkan seorang

usia lanjut rentan tehadap infeksi.

2. Adanya penyakit komorbid tertentu

Penyakit penyakit kronik seperti keanasan, aterosklerosis, diabetes melitus, demensia,

merupakan predisposisi terhadap terjadinya infeksi tertentu. Penggunaan obat-obatan seperti

sedatif, narkotika, antikolinergik, dan obat penekan asam lambung akan menekan mekanisme

daya tahan tubuh jauh lagi. Komorbiditas pada usia lanjut akan menyebabkan menurunnya

imunitas alamiah yang non-spesifik seperti integritas kulit, refleks batuk, bersihan mukosilier,

maupun respon imun yang dipacu oleh pengenalan terhadap produk mikroba. Penyakit paru

Page 6: Kon Sensus

obstruktif (PPOK) dan diabetes melitus (DM) merupakan contoh penyakit komorbid yang

merupakan faktor resiko terjadinya infeksi pada usia lanjut.

3. Malnutrisi

Malnutrisi, sering dijumpai pada populasi usia lanjut, baik di komunitas maupun yang tinggal

di panti werdha, berperan dalam menurunkan imunitas usia lanjut khususnya malnutrisi yang

dimediasi-sel. Seorang usia lanjut rentan terhadap terjadinya mal-nutrisi yang dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, baik fisiologis maupun psikologis, yang mempengaruhi

keinginan/nafsu untuk makan dan berbagai halangan fisik maupun ekonomi terhadap

kebiasaan makanan sehat. Malnutrisi sering dialami oleh mereka yang berusia sangat lanjut

(the oldest old), yang tinggal di tempat perawatan jangka panjang, beberapa etnik minoritas,

dan mereka dengan status sosial ekonomi rendah, seorang lanjut usia yang mengalami

malnutrisi lebih mudah mengalamai sakit dan mati dibandingkan berstatus nutrisi baik, atau

mudah mengalami luka tekan (ulkus dekubitus) serta penyembuhan luka yang lambat selama

perawatan akut dirumah sakit atau tempat perawatan lain.

4. Gangguan fungsional

Gangguan fungsional (seperti imobilisasi, inkontonensia, disfagia) yang sering terjadi pada

usia lanjut dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi karena selain menimbulkan

berbagai komplikasi juga meningkatkan kebutuhan akan pemakaian kateter, selang makanan

(feeding tubes), dan peralatan invasif lainnya.

5. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar berperan dalam meningkatnya insidens infeksi pada

kelompok usia lanjut. Populasi yang secara khusus rentan terhadap terjadinya infeksi adalah

penghuni panti wedha, yang di Indonesia umumnya mereka yang berasal dari kelompok

Page 7: Kon Sensus

sosial ekonomi rendah yang tinggal di lingukan panti wedha dengan tingkat higiene yang

kurang memadai. Di Indonesia, faktor lingkungan ini masih berkutat pada masalah buruknya

higine, padatnya penduduk di suatu wilayah, dan sarana kesehatan belum merata. Kelomppok

usia lanjut dengan latar belakang ekonomi rendah sebagai kelompok yang rentan, masih

belum menjadi prioritas dari pemerintah maupun masyarakat, sehingga insidens infeksi dan

kondisi-kondisi yang berkaitan dengan infeksi tetap tinggi.

Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu infeksi yang umum terjadi pada populasi

usia lanjut, umumnya berupa ISK asimtomatik. Walaupun mortalitas langsung akibat ISK

dikatakan cukup jarang, namun insidensnya yang tinggi (baik di komunitas maupun di tempat

perawatan jangka panjang) menimbulkan masalah baru berupa penggunaan antibiotika secara

berlebihan yang meningkatkan laju resistensi kuman terhadap berbagai jenis antibiotika.

Bakteriuria asimptomatik meningkat tajam prevalensinya seiring meningkatnya usia,

terutama pada wanita. Prevalens bakteriuria asimptomatik juga meningkat tajam pada

populasi usia lanjut yang berada di tempat perawatan jangka panjang dan panti werdha.

Sementara bakteriuria simptomatik ditemukan sebanyak 13 per 100 orang per tahun, yaitu

10,9 pada pria dan 14 pada wanita.

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi bakterial yang paling sering timbu dan

sumber utama bakteriemia pada usia lanjut. Faktor yang mempredisposisi seorang usia lanjut

mengalami iks adalah penggunaan kateter (baik folley maupun kondom), dan neurogenic

bladder dengan peningkatan volume residu urine, faktor yang secara spesifik turut pula

berperan adalah hipertrofi prostat pada pria, serta meningkatnya pH vagina dan terjadinya

atrofi vagina sehubungan dengan deplesi esterogen post menopause dan pengosongan

Page 8: Kon Sensus

kandung kemih yang tidak sempurna pada wanita. Faktor-faktor tersebut memberikan

kesempatan bagi bakteri untuk berkolonisasi dan meningkatkan resiko terjadinya bakteriuria

asimptomatik dan ISK pada usia lanjut.

Diagnosis

Sama seperti pada infeksi lain, manifestasi klinis ISK pada usia lanjut sering tidak khas -

bahkan asimptomatik- sehingga diagnosis dan pengobatannya masih menjadi tantangan bagi

para dokter. Beberapa gejala yang sama seperti pada dewasa muda mungkin terjadi pada

seorang usia lanjut yang mengalami ISK.

Pada pasien rawat jalan, seorang usia lanjut yang diduga mengalami ISK harus dilakukan

urinalisis dan pemeriksaan untuk mengkonfirmasi adanya bakteri di urin. Kultur urin

merupakan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada semua pasien usia lanjut yang

diduga menderita ISK untuk menentukan jenis mikroorganisme penyebab. Cara

mengumpulkan spesimen untuk pemeriksaan urinalisis dan kultur harus dilakukan dengan

cara yang benar, yaitu mengambil urin porsi tengah (midstream urine specimen), untuk

menghindari kontaminasi bakteri untuk mikroorganisme lain yang ada di muara urethra.

Beberapa penulis mencoba membuat suatu kriteria diagnosis ISK pada pasien usia lanjut

berdasarkan manifestasi klinis dan laboratoris.

Tabel 2.

Gabungan kriteria untuk diagnosis infeksi saluran kemih pada usia lanjut

1. Bakteriuria > 105 colony forming unit (cfu) per ml dari patogen tunggal

2. Piuria > 10 sel darah putih perlapang pandang besar (LPB)

3. Gejala :

Page 9: Kon Sensus

a. Nyeri berkemih, frekuensi atau urgensi yang baru muncul atau meningkat

b. Perubahan karakter urine : keruh, berdarah, atau berbau

c. Suhu tubuh meningkat

d. Nyeri baru atau memberat di suprapubic, pinggang atau kostovertebral

e. Inkontinensia yang baru muncul atau memberat

f. Penurunan status mental atau fungsional

Pada pasien-pasien usia lanjut yang memerlukan perawatan di rumash sakit, selain urinalisis

dan kultur urine, kultur darah juga harus dilakukan. Pasien yang dirawat dan terdapat infeksi

yang complicated (saluran kemih bagian atas berulang, atau terkait kateter) memerlukan

pengkajian fungsi ginjal (ureum, kreatinin) juga evaluasi terhadap anatomi saluran kemih

(ultrasonografi,pyelografi intrvena) dan fungsi kandung kemih (volume residu urine).

Beberapa pasien memerlukan pemeriksaan sistoskopi, sementara pada pasoen laki-laki

diperlukan pemeriksaan terhadap kelenjar prostat. Untuk menyingkirkan prostatitis bakterial

kronik dan hiperplasia prostat.

Penatalaksanaan

Bakteria asimptomatik pada usia lanjut seharusnya tidak diterapi karena terbukti tidak

mengurangi morbiditas dan mortalitas, bahkan akan meningkatkan resistensi terhadap

antibiotik, meningkatkan resiko terjadinya efek samping obat yang umum terjadi pada usia

lanjut, serta meningkatkan biaya. Terapi pada isk yang simptomatik memerlukan kultur urine

untuk diagnosis yang optimal, pemilihan antibiotika yang sesuai, serta lamanya terapi yang

memadai. Pemilihan antibiotik untuk pengobatan isk pada usia lanjut sama dengan dewasa

Page 10: Kon Sensus

muda. Terapi empirik yang direkomendasikan pada pasien rawat jalan adalah dengan

trimetroprim-sulfametoxazole. Fluoroquinolone oral saat ini dianjurkan sebagai alternatif

terapi isk pada pasien yang intoleran terhadap trimetoprim-sulfametoxazole atau yang gagal

dengan terapi tersebut. Lama terapi umumnya 7 hari, atau pada kasus yang complicated dapat

dianjurkan sampai 14 hari. Pada laki-laki usia lanjut lama terapi antibiotika yang dianjurkan

adalah 14 hari. Pemeriksaan kultur urine ulang sebaiknya dilakukan setelah 7 sampai 10 hari

setelah terapi selesai.

Pasien usia lanjut yang memerlukan perawatan rumah sakit akibat isk umumnya diterapi

dengan antibiotika parenteral sampai terdapat perbaikan klinis. Antibiotika parenteral yang

dianjurkan digunakan sebagai terapi empirik isk pada lanjut usia yang dirawat adalah

fluoroquinolone, cephalosporine spektrum luas, beta-lactam dan anti beta-lactamase, dan

aminoglicoside. Pada perawatan di rumah sakit, lama terapi umumnya sekitar 10 sampai 14

hari. Evaluasi ulang kultur harus dilakukan setelah 7 sampai 10 hari setelah selesainya

pemberian antibiotika.

Tabel 3.

Regimen antibiotika parenteral untuk pengobatan infeksi saluran kemih komplikata

Antibiotika Dosis

Ciprofloxacin 200-400 mg tiap 12 jam

Ceftriaxone 1-2 gram tiap 24 jam

Ceftazoline 1-2 gram tiap 8 jam

Cefotaxime 1-2 gram tiap 8 jam

Ceftazidime 0,5-2 gram tiap 8 jam

Page 11: Kon Sensus

Ampicilin 1 gram tiap 4-6 jam

Piperacillin/tazobactam 4,5 gram tiap 8 jam

Gentamicin 1-1,5 mg/KgBB tiap 8 jam atau 4-5

mg/KgBB tiap 24 jam

Amikacin 5 mg/KgBB tiap 8 jam atau 15 mg/KgBB

tiap 24 jam

Imipenem/cilastatin 500mg tiap 6 jam

Suatu uji klinis pada 237 pasien dengan rerata usia hampir 60 tahun yang mengalami

pielonefritis akut atau isk komplikata, menunjukan bahwa terapi dengan antibiotika

piperacillin-tazobactam sama efektifnya dengan imipenem-cilastatin dalam hal keberhasilan

klinis (83,0% vs 79,9%) tidak jauh berbeda secara statistik. Namun respon microbiologis

lebih baik pada piperacillin-tazobactam (57,9%) bila dibandingkan imipenem-cilastatin

(48,6%), dengan efektifitas piperazilin-tazobactam yang lebih baik terhadap E.coli,

Enterobacter Claloe, dan P. Aeroginosa. Kedua obat ini cukup aman dan dapat ditoleransi

dengan baik.(kejadian efek samping obat, masing-masing 9,6 dan 9,9%)

Pencegahan

Pada populasi usia lanjut yang mempunyai beberapa faktor resiko yang harus pertama-tama

dilakukan adalah memodifikasi faktor faktor resiko dan faktor predisposisi terjadinya isk

pada usia lanjut. Beberapa cara intervensi telah dievaluasi untuk mencegah isk pada populasi

usia lanjut, antara lain konsumsi cranberry juice dan pemberian antibiotika dosis rendah,

Page 12: Kon Sensus

terutama pada perempuan usia lanjut yang mengalami episode kekambuhan sistitis akut yang

sering. Terapi profilaksis ini diberikan pada waktu menjelang tidur, dan diteruskan selama 6

bulan sampai 1 tahun.

Tabel 4

Antibiotika Profilaksis padaISK Simptomatis Akut yang Berulang

Antibiotika yang dianjurkan Dosis

Nitrofurantoin 50-100 mg per hari

Trimetoprim-sulfametoxazole 80/400 mg per hari atau 3 kali perminggu

Trimetoprim alternative 100 mg per hari

Cafalexine 125 mg per hari

Norfloxacine 200 mg per hari atau tiga kali perminggu

Ciprofloxacine 125 mg per hari

Penggunaan antibiotika pada usia lanjut

Seorang berusia lanjut cenderung akan mengkonsumsi obat-obatan dalam jumlah yang lebih

banyak dibanding dewasa muda, termasuk antibiotika. Ada beberapa aspek khusus dalam

penggunaan antibiotika untuk usia lanjut menyebabkan peresepannya lebih rumit, terlebih

lagi pemantauan efeknya. Perubahan fisiologis seiring meningkatnya usia akan menyebabkan

perubahan farmakokinetik, disertai sulitnya membuat perkiraan yang tepat mengenai fungsi

ginjal menyebabkan penyesuaian dosis antibiotika pada usia lanjut menjadi tantangan

tersendiri. Tingginya prevalensi penyakit komorbid pada seorang berusia lanjut akan

Page 13: Kon Sensus

meningkatkan kemungkinan polifarmasi yang menyebabkan resiko efek samping dan

interaksi obat akan meningkat. Pengkajian terhadap dampak penggunaan obat (efek samping

obat dan interaksi obat) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendekatan paripurna

pada pasien geriatri (P3G).

Memulai terapi antibiotika seyogyanya hanya dilakukan pada keadaan terdapat potensi

keuntungan klinis yang jelas dan menghindari pemakaian antibiotika yang memicu resistensi.

Antibiotika empiris yang berspektrum luas harus ‘disempitkan’ jika patogen penyebab telah

diidentifikasi. Terapi antibiotika pada seorang usia lanjut tidak hanya dipengaruhi perubahan

fisiologis yang terkait farmako kinetik obat saja, namun juga oleh jenis infeksi atau infeksi

berat yang terjadi pada usia lanjut. Pedoman ‘start low, go slow’ harus diseimbangkan

dengan upaya penentuan dosis yang agresif untuk mencapai farmakodinamik yang optimal

dan meningkatkan keluaran klinis yang optimal pada pasien usia lanjut yang telah mengalami

immunosenescence, mempunyai komorbid yang banyak, dan cadangan fungsional klinis

sering optimal pada pasien usia lanjut yang telah mengalami immunosenescence, mempunyai

komorbid yang banyak, dan cadangan fungsional yang terbatas.

Perubahan fisiologis yang terjadi pada penuaan mempegaruhi parameter farmakokinetik

berbagai obat, termasuk antibiotika. Besarnya perubahan dan efek yang terjadi bervariasi

antara individu.

Tabel 5.

Perubahan fisiologis terkait peningkatan usia dan efeknya pada farmakokinetik antibiotika

Perubahan fisiologis Potensi efek farmakokinetik

Absorpsi

pH lambung meningkat Absorpsi antibiotika yang pH dependent

Page 14: Kon Sensus

menurun dan absorpsi antibiotika yang acid-

labile akan meningkat

Luas permukaan usus kecil berkurang Absorpsi menurun

Aliran darah ke usus kecil menurun Absorpsi menurun

Pengosongan lambung dan motilitas saluran

cerna menurun

Absorpsi menurun atau melambat

Distrubusi

Rasio jaringan lemak terhadap jaringan otot

meningkat

Waktu paruh antibiotika yang larut lemak

bertambah panjang

Jumlah cairan tubuh berkurang Konsentrasi antibiotika yang larut air

meningkat

Kadar albumin plasma menurun Kadar bebas plasma beberapa antibiotika

(mis: penicillin, ceftriaxone, sulfonamid,

dan clindamicin) meningkat

Kadar α1 acid glycoprotein meningkat Kadar bebas plasma beberapa antibiotika

(makrolide) berkurang

Metabolisme

Aktifitas fase 1 enzimatik (sitokrom p 450)

menurun

Waktu paruh antibiotika yang

dimetabolisme melalui fase 1 bertambah

panjang

Aliran darah ke hepar berkurang Metabolisme jalur pertama berkurang

Page 15: Kon Sensus

Eleminasi

Aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi

glomerulus menurun

Meningkatnya waktu paruh antibiotika yang

dieleminasi di ginjal

Dampak poli farmasi terhadap efek samping dan interaksi obat

Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan 5 atau lebih obat pada satu saat. Berdasarkan

definisi ini, polifarmasi didapatkan rata-rata pada 39% pasien berusia lanjut dikomunitas.

Data tahun 1999 menunjukan di poliklinik geriatri depaprtemen ilmu penyakit dalam

RSUPN-CM 32,3% pasien menggunakan lebih dari lima obat dalam satu saat, walaupun

angka tersebut semakin menurun pada tahun-tahun selanjutnya. Sampai batas tertentu,

polifarmasi dapat dianggap sebagai konsekuensi adanya penyakit komorbid yang banyak

(multipatologi) pada kelompok usia lanjut, dan datang ke banyak dokter sesuai penyakit yang

dideritanya. Sehingga, tidaklah mengherankan bahwa seorang berusia lanjut cenderung

mengalami polifarmasi dibandingkan usia yang lebih muda.

Konsekuensi polifarmasi adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya efek samping obat

(ESO). Sekitar 10% dari seluruh kunjungan ke rumah sakit pada pasien-pasien berusia >65

tahun berhubungan dengan kejadian ESO. Kejadian ESO lebih sering terjadi pada mereka

yang menggunakan 5 macam obat atau lebih. Golongan antibiotika merupakan termasuk

kelompok obat yang paling banyak menyebabkan kejadian ESO, pada beberapa literatur –

disebutkan dapat mencapai 25% dari seluruh kejadian dibandingkan golongan obat lain,

termasuk antipsikosis dan antidepressan.

Page 16: Kon Sensus

Kejadian ESO sebagai akibat dari interaksi obat pada polifarmasi bukan hal yang jarang

terjadi. Sebagai contoh, kejadian kematian jantung mendadak (sudden cardiac death)

resikonya lima kali lebih tinggi pada pasien yang menerima obat erithromcyn yang

dikonsumsi bersamaan dengan verapamil atau diltiazem.

Tabel 6.

Kejadian efek samping antibiotika yang umum terjadi pada usia lanjut

Jenis / kelas antibiotika Efek samping

Aminoglicoside Nefrotiksik dan ototoksik

Anti tuberkulosis Hepatotoksik

isoniazide Neuropati perifer

Rimfampisin Urin, air mata, dan keringat menjadi

berwarna orange

Beta lactam Diare, demam obat, nefritis interstisialis,

rash, trombositopenia, anemia dan

neutropenia

Carbapenem Kejang

Clyndamicycin Diare dan kolitis terkait clostridium difficile

Floroquinolone Mual, muntah, efek SSP : ambang kejang

menurun dan perpanjangan QT

Linezolide Trombositopenia dan anemia

Page 17: Kon Sensus

Macrolide dan azalide Intoleransi saluran cerna, perpanjangan

interval QT, dan ototoksik

Eritromisin dan clarythromicin Hepatitis kolestasis dan interaksi obat

Amantadine dan rimatadine Efek SSP

Tetracycline Fotosensitive

Minocycline Vertigo

Antijamur trazole

Itraconazole dan voriconazole Intoleransi saluran cerna, hepatotoksik, dan

intoleransi obat

Voriconazole Fotosensitifitas dan gangguan visual

Tabel 7.

Interaksi antara antibiotika dan obat lain pada pasie usia lanjut

Jenis / kelas antibiotika Obat yang potensi

berinteraksi

Efek klinis yang potensial

terjadi

Aminoglicoside Amfositerisin B, siklosporin,

cisplatin, loop diuretik,

takrolimus, vankomisin

Memperberat nefrotoksisitas

Amoxicillin dan ampicillin Allopurinol Rash

Flouroquinolone Obat yang mengandung Absorpsi flouroquinolone

Page 18: Kon Sensus

almunium, besi, magnesium,

atau zinc, antasida dan

sucralfat

menurun

Antiaritmia Aritmia ventrikular

Ciprofloxacine Suplemen calsium Absorpsi ciprofloxacine

menurun

Teofilin Kadar teofilin meningkat

Warfarin Efek antikoagulan meningkat

Linezolide Obat-obat serotonergik

(SSRI,MAOI, anti depresan

trisiklik)

Sindrome serotonin

Makrolide

Azthromycin Obat mengandung

alumunium atau magnesium

Absorpsi azythromicin

menurun

Clarythromicyn atau

erythromicyn

Antagonis kalsium, statin,

siklosporin, digoxin, teofilin,

dan warfarin

Kadar obat obat yang

berinteraksi meningkat, kadar

macrolide meningkat

(antagonis kalsium)

Metronidazole Warfarin Efek antikoagulan meningkat

Alkohol (termasuk obat yang

mengandung alkohol)

Reaksi seperti disulfiram

Page 19: Kon Sensus

Rifampisin Antasid Absorpsi rifampisin menurun

Antiaritmia, benzodiazepin,

antagonis kalsium,

kortikosteroid, digoxin,

enalampril, esterogen dan

atau progestin, metadon,

phenytoin, tamoksifen,

teofilin, valproat,

voriconazole dan warfarin

Kadar atau efek obat-obat

yang berinteraksi menurun

Tetracyclin Obat yang mengandung

almunium, besi, magnesium

atau kalsium asida, dan

bismuth subsasilat

Absorpsi tetracycline

menurun

Digoxin Toksisitas digoxin

Antijamur triazole Karbamazepin, fenobarbital,

phenitoin, dan rifampisin

Konsentrasi anti jamur

menurun

Anti aritmia, benzodiazepine,

antagonis kalsium,

kortikosteroid, digoxin,

statin, sulphonylurea dan

warfarin

Kadar atau efek obat yang

berinteraksi meningkat

Itraconazole, ketoconazole Antasid, antagonis reseptor

H2, penghambat pompa

Absorpsi anti jamur menurun

Page 20: Kon Sensus

proton

Voriconazole Phenytoin dan penghambat

proton pump

Kadar atau efek obat yang

berinteraksi meningkat

Trimetoprim-

sulfametoxazole

Phenytoin Kadar phenytoin meningkat

Sulphonyl urea Hipoglikemia

Warfarin Efek antaikoagulan

meningkat

Dosis obat yang tidak sesuai denga fungsi ginjal merupakan penyebab paling signifikan

terhadap kejadian ESO pada penggunaan antibiotika, terutama pada cephalosporin generasi-

ketiga dan aminoglicoside. Sehingga, evaluasi yang teliti terhadap fungsi ginjal pada pasien

lanjut usia harus dilakukan untuk mengurangi risiko kejadian ESO.