kti hiperkalsemia.docx

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh orang dewasa mengandung 1-2 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat didalam tulang. Kalsium didalam tulang terikat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Selebihnya, terdapat didalam sel dan jaringan ekstraseluler. Kalsium ekstraseluler terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein, terutama albumin (50)%, bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks terutama terikat fosfat, sitrat, bikarbonat dan laktat (5%). Ion kalsium berperan penting dalam fisiologi intraseluler maupun ekstraseluler. Ion kalsium intraseluler merupakan regulator penting fungsi sel, antara lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme glikogen dan pembelahan sel. Secara fisiologik, ion kalsium ekstraseluler berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X dan protrombin, memelihara mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi membran dengan berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium. Metabolisme kalsium diatur tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH), kalsitonin dan hormon sterol 1

Upload: neti-ardiani

Post on 13-Jul-2016

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh orang dewasa mengandung 1-2 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat

didalam tulang. Kalsium didalam tulang terikat dalam bentuk kristal

hidroksiapatit. Selebihnya, terdapat didalam sel dan jaringan ekstraseluler.

Kalsium ekstraseluler terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein,

terutama albumin (50)%, bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks

terutama terikat fosfat, sitrat, bikarbonat dan laktat (5%). Ion kalsium berperan

penting dalam fisiologi intraseluler maupun ekstraseluler. Ion kalsium

intraseluler merupakan regulator penting fungsi sel, antara lain proses kontraksi

otot, sekresi hormon, metabolisme glikogen dan pembelahan sel. Secara

fisiologik, ion kalsium ekstraseluler berperan sebagai kofaktor pada proses

pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X dan protrombin, memelihara

mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi membran dengan berikatan pada

lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion

natrium.

Metabolisme kalsium diatur tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid

(PTH), kalsitonin dan hormon sterol (1,25 dihidroksikolekalseferol/vitamin D).

Kadar kalsium normal 4-5,6 mg/dl (1-1,4 mmol/L). Dikatakan hiperkalsemia jika

kadar kalsium serum >10,5 mg/dl atau kadar ion kalsium 1,33 mmol/L. Penyebab

hiperkalsemia tersering adalah peningkatan resopsi tulang osteoklastik dan

absorbs kalsium disaluran cerna.

Dengan diperkenalkannya alat deteksi kadar kalsium serum sekitar tahun

70an, dan dengan pemeriksaan kadar kalsium rutin, diagnosa dini

hiperparatiroidisme asimtomatik meningkat empat kali lipat yang merupakan

penyebab hiperkalsemia.

1

Diagnosis hiperkalsemia menjadi penting dan harus mendapat perhatian,

karena penderita mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi

dan harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganansan < 3 bulan setelah

diagnosis hiperkalsemia ditegakkan.

I.2 Tujuan

Penulisan karya tulis ilmiah ini memiliki beberapa tujuan dengan perincian

sebagai berikut :

1. Mengetahui pengertian dari hiperkalsemia

2. Mengetahui penyebab hiperkalsemia

3. Mengetahui patofisiologi dari hiperkalsemia

4. Mengetahui manifestasi klinik yang ditimbulkan dari hiperkalsemia

5. Mengetahui penatalaksanaan terhadap penderita hiperkalsemia

I.3 Manfaat

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan

bagi penulis sendiri tentunya. Dengan adanya karya tulis ilmiah ini diharapkan

mampu membangun pola fikir yang terarah dan sistematis, menambah

pengetahuan tentang hiperkalsemia, akibat dari hiperkalsemia itu sendiri dan cara

menghindari hiperkalsemia, sehingga dapat membantu mahasiswa dalam

melakukan anamnesa terhadap suatu penyakit dan mahasiswa dapat menegakkan

diagnosa yang tepat serta penanganan terhadap penyakit tersebut.

2

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Defenisi

Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan

dimana konsentrasi kalsium dalam darah lebih dari 10,5 mgr/dL darah.

Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kalsium serum > 10,6 mg/dL atau

ketika kalsium ion > 1,38 mmol/L.

2.2 Etiologi

Terdapat tiga dasar mekanisme patofisiologi yang berkontribusi terhadap

kejadianhiperkalsemia yaitu: peningkatan absorpsi kalsium dari traktus

gastrointestinal, penurunan ekskresi kalsium ginjal, dan peningkatan resorpsi

kalsium tulang.

 

a. Hiperparatiroidisme primer

Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab tersering hiperkalsemia.

Didapatkan pada semua umur, lebih sering pada usia > 50 tahun. Kejadiannya

mencapai 4/100.000 populasi pertahun dan wanita tiga kali lebih sering.

Penyakit ini akibat peningkatan sekresi hormon paratiroid, tersering

disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid (85%) biasanya jinak dan

soliter. Penyebab yang jarang yaitu hiperplasia keempat kelenjar paratiroid

(15%) dan yang sangat jarang adalah karsinoma kelenjar paratiroid (<1%).

Patofisiologi yang mendasari yaitu sekresi hormone paratiroid berlebihan

yang berperan meningkatkan resorpsi tulang oleh osteoklas, meningkatkan

absorpsi kalsium intestinal, dan meningkatkan reabsorpsi kalsium tubular

ginjal. Sering pula dijumpai penurunan kadar fosfat serum karena PTH

menghambat reabsorpsi fosfat pada tubulus proksimal. Umumnya

hiperparatiroidisme primer asimptomatik. Peningkatan produksi hormon

paratiroid menimbulkan kelainan tulang yang disebut osteitis fibrosa cystica,

ditandai oleh resorpsi subperiosteal falang distal, kista tulang, dan tumor

3

coklat di tulang-tulang panjang. Batu ginjal didapatkan pada 15-20%

penderita hiperparatiroidisme, dan sebaliknya sekitar 5% penderita dengan

batu ginjal mengalami hiperparatiroidisme. Batu ginjal paling sering

terbentuk dari kalsium oksalat, dan merupakan faktor utama patogenesis

hiperkalsiuria. Krisis hiperkalsemia merupakan kasus jarang, ditandai dengan

kadar kalsium >15mg/dl dengan gejala hiperkalsemia berat. Mekanisme krisis

tersebut belum jelas, tetapi dehidrasi, penyakit penyerta, dan mungkin infark

dari suatu adenoma paratiroid pada beberapa penderita berperan.

Gambar 2.1. Kelenjar Tiroid

b. Sindrom hiperparatiroidisme familial

Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sekitar 10% hiperparatiroidisme

primer adalah herediter. Bentuk tersering adalah Neoplasia Endokrin Multipel

(MEN) tipe I (Sindrom Wermer) 95%. Bentuk lain yaitu MEN tipe IIA

(Sindrom Sipple) dan Sindrom Rahang-hiperparatiroidisme.

MEN-I disebabkan oleh mutasi autosom dominan gen menin pada

kromosom 11. Ditandai oleh tumor paratiroid, hipofisis anterior dan

pankreas. MEN-IIA bersifat autosom dominan dengan mutasi gen pada RET

4

proto-oncogene. Ditandai dengan perkembangan karsinoma tiroid medulare

dan feokromositoma.

 

c. Hiperparatiroidisme tersier

Terjadi akibat perlangsungan hiperparatiroidisme sekunder, seperti

penderita penyakit ginjal tahap akhir, defisiensi vitamin D, dan resistensi

vitamin D. Kelenjar paratiroid akan mengalami hiperplasia dan

mengakibatkan sekresi berlebihan PTH secara otonom sehingga

mengakibatkan hiperkalsemia.

d. Intoksikasi vitamin D

Konsumsi kronik vitamin D 50-100 kali kebutuhan normal vitamin D

(>50.000 – 100.000U/hari), mengakibatkan hiperkalsemia bermakna. Asupan

vitamin D maksimal yang direkomendasikan yaitu 2000 IU/hari. Kelebihan

Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan jika berat

meningkatkan resorpsi tulang. Pada penyerapan vitamin D (yang diubah dari

25-(OH) vitaminD di hati) atau 25-(OH) vitamin D itu sendiri, kalsitriol

terlepas dari ikatan dengan protein, meningkatkan kadar kalsitriol bebas.

Peningkatan ini menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan absorpsi

kalsium intestinal dan peningkatan resorpsi tulang. Mekanisme ini terjadi

pula pada pemakaian vitamin D analog topikal, kalsipotriol, serta pemakaian

pada beberapa kelainan kulit.

e. Penyakit granulomatous

Semua penyakit granulomatous dapat menyebabkan hiperkalsemia,

namun demikian sarkoidosis paling sering dihubungkan dengan

hiperkalsemia.

Faktor risiko hiperkalsemia pada sarkoidosis meliputi insufisiensi ginjal,

peningkatan asupan vitamin D, dan peningkatan paparan matahari.

Peningkatan absorpsi di saluran cerna karena tingginya kadar kalsitriol.

Dilaporkan juga produksi Parathyroid Hormonerelated Protein (PTHrP) oleh

granuloma pada penderita sarkoidosis.

Bentuk granuloma dengan hiperkalsemia dihubungkan dengan

peningkatan kadar 1,25-dihidroksivitamin D. Aktivasi makrofag pada

5

granuloma menunjukkan hidroksilasialfa-1 yang meningkatkan perubahan

25(OH) vitamin D menjadi 1,25-(OH)2 vitamin D.

 

f. Malignansi hiperkalsemia humoral

Hiperkalsemia sering didapatkan pada keganasan. Malignansi

hiperkalsemia humoral adalah suatu sindrom klinik dengan peningkatan

kadar kalsium akibat sekresi faktor kalsemik oleh selkanker. Istilah

malignansi hiperkalsemia humoral saat ini dibatasi pada hiperkalsemia

akibatpeningkatan produksi PTHrP. Penderitanya diperkirakan sekitar 80%

dari semua penderita hiperkalsemia pada keganasan.

g. Parathyroid Hormone-related Protein

Merupakan penyebab hiperkalsemia pada keganasan. Protein ini memiliki

8 dari 13 asam amino pertama yang sama dengan PTH, sehingga dapat pula

mengaktifkan reseptor PTH, mengakibatkan beberapa aksi biologiknya sama,

seperti menyebabkan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan peningkatan

resorpsi tulang oleh osteoklas. Perbedaannya yaitu PTH meningkatkan

reabsorpsi kalsium ditubulus ginjal, sedangkan PTHrP tidak, sehingga terjadi

hiperkalsiuri. PTHrP tidak meningkatkan produksi 1,25(OH)2D dan absorpsi

kalsium di ginjal. PTH meningkatkan aktifitas osteoblas dan osteoklas,

sedangkan PTHrP hanya meningkatkan aktifitas osteoklas, sehingga resorpsi

tulang tidak diimbangi oleh formasi yang adekuat.

Malignansi hiperkalsemia humoral paling sering pada karsinoma sel

skuamosa (paru-paru, esofagus, serviks, kepala dan leher), kanker ginjal,

kandung kemih dan ovarium, yang secara spesifik menghasilkan PTHrP.

h. Destruksi tulang

Apabila hiperkalsemia disertai destruksi tulang, maka kemungkinan dapat

terjadi produksi berbagai sitokin yang meningkatkan kerja osteoklas misalnya

pada multipel mieloma, peningkatan produksi 1,25(OH)2 vitamin D misalnya

pada beberapa tipe limfoma, dan metastasis seltumor ke tulang pada tumor-

tumor padat. Keganasan yang sering bermetastasis ke tulang yaitu keganasan

payudara, prostat dan paru. Metastasis tulang paling sering adalah destruksi

6

jaringan tulang (tipe osteolitik), berakibat fraktur patologik, nyeri tulang

(80%) dan hiperkalsemia(20 - 40%).

 

i. Diuretik tiazid dan Lithium

Diuretik tiazid menurunkan ekskresi kalsium ginjal sekitar 50-150 mg/hr.

Hiperkalsemia dapat terjadi pada penderita dengan peningkatan resorpsi

tulang seperti HPT ringan, jarang jika metabolisme kalsium normal.

Lithium meningkatkan supresi PTH oleh kalsium. Terapi lithium

umumnya menyebabkan hiperkalsemia ringan yang umumnya membaik

apabila terapi lithium dihentikan, akan tetapi tidak selamanya.

Beberapa obat dan zat kimia lain dapat menyebabkan hiperkalsemia,

namun jarang, misalnya teofilin, biasanya pada penderita asma dengan kadar

teofilin di atas kadar terapi normal. Umumnya membaik jika dosis

diturunkan.

j. Intoksikasi vitamin A

Vitamin A dosis besar (50000-100000 IU/hr) kadang-kadang

menyebabkan hiperkalsemia. Kadar kalsium meningkat 3 - 3,5 mmol/L (12 –

14 mg/dL) akibat peningkatan resorpsi tulangoleh osteoklas. Didapatkan pada

pemberian derivat retinoic acid untuk terapi akne, neuroblastoma dan

keganasan lainnya. Sindrom susu-alkali Sindrom ini meliputi hiperkalsemia,

gagal ginjal dan asidosis metabolik. Disebabkan oleh ingesti kalsium bersama

natrium secara berlebihan, kalsium karbonat berlebihan dalam preparat

antasid dan pemakaiannya untuk pencegahan osteoporosis.

k. Tirotoksikosis

Hiperkalsemia ringan terjadi pada sebagian penderita tirotoksikosis.

Kadar PTH dan 1,25-(OH)2 vitamin D rendah. Peningkatan resorpsi tulang

disebabkan oleh tiroksin dan triiodotironin, yang responsibel untuk

hiperkalsemia.

l. Abnormalitas kelenjar adrenal

Pada insufisiensi adrenal terjadi penurunan kalsium ginjal dan

peningkatan masukan kalsium kedalam sirkulasi. Hipovolemia akibat

insufisiensi adrenal, mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus,

7

sehingga terjadi penurunan filtrasi kalsium oleh glomerulus dan peningkatan

reabsorpsi kalsium dan natrium di tubulus proksimal. Meskipun demikian

hiperkalsemia tidak sering didapatkan pada insufisiensi adrenal. Kalsium

dapat pula dilepaskan dari tulang pada penderita insufisiensi adrenal. Nair

dkk melaporkan seorang wanita 45 tahun postoperative dengan komplikasi

insufisiensi adrenal, disertai hiperkalsemia.  Hiperkalsemia Hipokalsiurik

Familial Merupakan kelainan autosomal dominan, disebabkan oleh mutasi

heterozigot

Calsium sensing receptor , mengakibatkan penghambatan feedback  dari

sekresi hormon paratiroid; sehingga dibutuhkan kadar kalsium lebih tinggi

untuk menekan sekresi PTH. Penderita heterozigot ditandai dengan

hiperkalsemia, hipokalsiuria, dan hipermagnesemia sedang. Hormon

paratiroid meningkat sedikit atau normal.

Tes genetik tidak rutin dan biasanya tidak perlu. Ekskresi kalsium urin

yang rendah (<100 mg/dL) pada hiperkalsemia mengindikasikan peningkatan

absorpsi kalsium tubulus ginjal dan rendahnya klirens kalsium. Rasio klirens

kalsium: klirens kreatinin dapat digunakan untuk diagnosis hiperkalsemia

hipokalsiurik familial, menggunakan formula :

ClCa/ClCr = (Cau x Crs)/(Cru x Cas)

Cau = konsentrasi kalsium urin

Cas = konsentrasi kalsium serum

CrU = konsentrasi kreatinin urin

Crs = konsentrasi kreatinin serum

Rasio ≤ 0,01 khas pada pasien hiperkalsemia hiperkalsiurik familial.

m. Imobilisasi

Imobilisasi menyebabkan hiperkalsemia pada penderita yang mengalami

peningkatan resorpsi tulang, termasuk anak dan remaja, penderita Paget’s

disease tulang, HPT ringan dan sekunder, dan keganasan dengan

hiperkalsemia ringan. Pasien-pasien tersebut juga berisiko osteopenia.

8

n. Gagal ginjal

Hiperkalsemia akibat gagal ginjal akut terjadi terutama pada penderita

dengan rhabdomiolisis. Awalnya, hiperfosfatemia menyebabkan deposisi

kalsium pada jaringan lunak, mengakibatkan hipokalsemia dan HPT

sekunder. Selanjutnya ginjal mulai melindungi dengan reentri/masuknya

kembali garam kalsium ke dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kadar

PTH tinggi sehingga menyebabkan transien hiperkalsemia. Pada penderita

gagal ginjal kronik khususnya yangmenjalani hemodialisis, sering dijumpai

hiperkalsemia disebabkan oleh kelebihan vitamin D, imobilisasi, penggunaan

antacid kalsium, sekresi PTH otonom, atau kombinasi diantaranya

2.3 Patofisiologi

Hiperkalsemia mengacu pada kelebihan kalsium dalam plasma. Dimana

penyebab umumnya adalah penyakit neoplastik malignan dan

hiperparatiroidisme. Penyakit neoplastik malignan dapat menyebabkan

hiperkalsemia dengan cara bermetastase ke tulang sehingga menghancurkan sel-

sel tulang dan melepaskan kalsium tulang ke dalam darah. Hiperparatiroidisme

menyebabkan timbulnya absorbsi garam-garam kalsium yang cepat dari tulang

sehingga meningkatkan pelepasan kalsium dari tulang ke dalam cairan ekstrasel

dan timbullah hiperkalsemia dalam cairan ekstrasel.

9

Gambar 2.2 Gangguan keseimbangan Kalsium

Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan mineral tulang akan hilang,

kadang menyebabkan kenaikan kalsium total dan secara khusus yang terionisasi

dalam aliran darah. Begitu pula dengan kelebihan vitamin D dapat

mempengaruhi konsentrasi kalsium darah, yaitu dengan meningkatkan

penyerapan kalsium dari saluran pencernaan.

10

Batasan nilai Hiperkalsemia:

a. Ringan: total kalsium 10.5-11.9 mg/dL (2.5-3 mmol/L) atau kalsium

terionisasi 5.6-8 mg/dL (1.4-2 mmol/L)

b. Sedang : total kalsium 12-13.9 mg/dL (3-3.5 mmol/L) atau kalsium

terionisasi 5.6-8 mg/dL (2-2.5 mmol/L)

c. Berat : total kalsium 14-16 mg/dL (3.5-4 mmol/L) atau kalsium terionisasi 10-

12 mg/dL (2.5-3 mmol/L)

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala hiperkalsemia tidak spesifik, manifestasi klinis bervariasi tergantung

beratnya serta saat perubahan kalsium serum. Gejala gejala yang lebih berat

didapatkan pada perubahan akut dibandingkan peningkatan kadar kalsium yang

kronik, penderita dengan kadar kalsium antara 10,5 dan 12mg/dl dapat

asimtomatik apabila melebihi kadar tersebu, manifestasi multiorgan dapat terjadi

dan mengancam jiwa.

Hiperkalsemia berperan dalam hiperpolarisasi membran sel. Manifestasi

klinis dapat bersifat neurologik, kardiovaskuler, gastrointestinal, ginjal dan

tulang.

a. Manifestasi neurologik

Ion kalsium mempunyai peran utama pada neurotransmitter. Peningkatan

kadar kalsium menurunkan eksitabilitas neuromuskular yang berperan pada

hipotonisitas otot lurik.

Gejala neuromuskuler termasuk lemas, dan menurunnya refleks tendon.

Regangan otot terganggu dan kemampuan otot pernafasan menurun.

Gangguan sistem saraf pusat dapat bermanifestasi sebagai delirium, disfungsi

kognitif, disorientasi, inkoherensia, dan gejala psikotik seperti halusinasi dan

delusi. Okstundasi karena progresivitas peningkatan konsentrasi kalsium

serum memicu stupor atau koma.

11

b. Manifestasi kardiovaskuler

Hiperkalsemia dihubungkan dengan peningkatan iritabilitas

kontraktilitas miokard. Perubahan elektrokardiografi ditandai dengan

konduksi yang lambat P-R memanjang, kompleks QRS melebar, interval Q-T

memendek dan segmen S-T memendek atau tidak ada.

Apabila kadar kalsium mencapai 16 mg/dl (>8,0 mEq/L atau 3,99

mmol/L) T wave melebar, peningkatan sekunder interval Q-T. peningkatan

konsentrasi kalsium, meningkatkan bradiaritmia dan bundle branch block.

AV blok komplit atau inkomplit dapat terjadi jika konsentrasi kalsium serum

sekitar 18mg/dl (9,0 mEq/L atau 4,49 mmol/L) dan memicu complete heart

block, asistole, cardiacarres. Hiperkalsemia mengakibatkan peningkatan

hipersensitivitas efek farmakologik dari digitalis seperti digoksin.

c. Manifestasi gastrointestinal

Gejala gejala gantrointestinal dihungkan dengan aksi depresi sistem saraf

otonom dan akibat hipotoni otot. Peningkatan sekresi asam lambung sering

terjadi pada hiperkalsemia dan meningkatkan manifestasi gastrointestinal.

Anoreksia, nausea dan muntah meningkat dengan peningkatan volume

residual lambun. Konstipasi dipicu oleh dehidrasi yang sering bersama

hiperkalsemia. Nyeri perut mungkin memicu obstipasi.

d. Manifestasi Ginjal

Hiperkalsemia menyebabkan defek tubular ginjal reversible yang

mengakibatkan hilangnya kemampuan pemekatan urin dan poliuri.

Penurunan asupan cairan dan poliuria berperan pada gejala yang dihubungkan

dengan dehidrasi. Peurunan reabsorpsi pada tubulous proksimal terhadap

natrium, magnesium dan kalium terjadi akibat deplesi garam dan air yang

disebabkan oleh dehidrasi selulerdan hipotensi. Insufisiensi renal mungkin

terjadi akibat penurunan filtrasi gromeruler, suatu komplikasi yang sering

pada myeloma.

12

Meskipun nefrolitiasis dan nefrokalsinosis biasanya tidak dihubungkan

dengan hiperkalsemia pada keganansan. Kristal kalsium fosfat dapat memicu

menipisnya tubulus ginjal menjadi bentuk batu ginjal akibat hiperkalsiuria

berkepanjangan.

e. Manifestasi Tulang

Hiperkalsemia pada keganasan merupakan akibat metastasis osteolitik

atau humerally mediated bone resorpsion dengan fraktur sekunder, deformitas

tulang dan nyeri. Osteoporosis tulang kortikal, seperti pergelangan tangan,

terutama dihubungkan dengan hiperparatiroidisme primer. Peningkatan PTH

dapat pula mengakibatkan resorpsi superiosteal, osteitis fibrosa cystic dengan

kista tulang dan brown tumors pada tulang tulang panjang.

2.5 Diagnosis

Hiperkalsemia biasanya ditemukan pada saat melakukan pemeriksaan darah

rutin. Penyebabnya sering terlihat dari riwayat penderita dan kegiatannya yang

terakhir (misalnya minum sejumlah besar susu dan mengkonsumsi tablet antasid

yang mengandung kalsium). Untuk membantu menentukan penyebabnya,

dilakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen.

Diagnosis hiperkalsemia paling sering didapatkan secara kebetulan pada

pemeriksaan darah penderita asimptomatik. Kadar kalsium serum normal adalah

8 - 10 mg/dL (2 - 2,5 mmol/L) dan kadar ion kalsium normal yaitu 4 - 5,6 mg/ dL

(1 - 1,4mmol/L). Meskipun pemeriksaan kadar ion kalsium tidak dilakukan rutin,

kadarnya dapat diperkirakan berdasarkan kadar kalsium serum, biasanya akurat

kecuali apabila terdapat hipoalbuminemia.

Hiperkalsemia ringan adalah jika kadar kalsium serum total 10,5 - 12 mg/dL

(2,63 - 3 mmol/L) atau kadar ion kalsium 5,7 – 8mg/dL (1,43- 2 mmol/L),

umumnya asimptomatik. Pada hiperkalsemia sedang, manifestasi multiorgan

dapat terjadi. Kadar kalsium >14 mg/dL (3,5 mmol/L) dapat mengancam jiwa.

13

Beberapa faktor dapat mempengaruhi jumlah kalsium terikat protein.

Hipoalbuminemia dapat menurunkan dan sebaliknya hiperalbuminemia dapat

meningkatkan jumlah kalsium serum terikat albumin (termasuk kadar kalsium

serum total) tanpa mempengaruhi kadar kalsium serum terion. Konsentrasi

kalsium biasanya berubah 0,8 mg/dL pada setiap perubahan 1,0 g/dL konsentrasi

plasma albumin. Koreksi kadar kalsium serum total terhadap perubahan albumin

serum : Total kalsium + 0,8 x (4,5 – kadar albumin).

Keasaman tubuh juga mempengaruhi ikatan protein. Asidosis mengurangi

dan alkalosis meningkatkan ikatan protein, dengan demikian mengubah kadar

kalsium serum terion. Setiap peningkatan pH 0,1 unit, kadar kalsium serum

terion menurun 0,1 mEq/L (= 0,2 mg/dL), dan sebaliknya.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tergantung kadar kalsium darah dan ada tidaknya gejala.

Jika kadar kalsium <12 mg/dl, tanpa gejala biasanya tidak perlu tindakan

terapeutik. Jika kadar kalsium 12-14 mg/dl disertai gejala hiperkalsemia,

diperlukan terapi agresif, tetapi jika tidak disertai gejala cukup diterapi dengan

hidrasi adekuat 3000-6000 ml cairan Nacl 0,9 % pada 24 jam pertama. Perbaikan

volume cairan ekstraseluler kenormal akan meningkatkan eksresi kalsium urin

sebesar 100-300 mg/hari. Perbaikan gejala klinis seperti status mental dan mual

muntah tampak <24 jam pertama. Namun rehidrasi merupakan terapi intervensi

sementara dan jarang mencapai kadar normal jika digunakan sendiri.

Jika terapi sitoreduktif definitive (operasi radiatif atau kemoterapi) terhadap

penyakit dasar tidak dilakukan, terapi hipokalsemik seharusnya digunakan dalam

jangka lama untuk mencapai kontrol.

Setelah hidrasi tercapai dengan kadar kalsium masih tinggi dapat diberi loop

diuretic (furosemide 20-4- mg/IV/2 jam). Loop diuretic akan bekerja

menghambat reabsorbsi kalsium dan natrium di ansa henle, meningkatkan eksresi

kalsium urin, juga natrium, kalium, klorida, magnesium dan air. Penting

memantau status hemodinamik secara intensif untuk mencegah kelebihan cairan

14

dan dekompensasi jantung, dengan mengukur volume urin secara serial dan

pemeriksaan elektrolit untuk mencegah kondisi yang dapat mengancam jiwa,

seperti hiposfasfatemia, hipokalemia, dan hipomagnesemia.

2.7 Pengobatan

Pengobatan tergantung pada tingginya kadar kalsium darah dan

penyebabnya. Jika konsentrasi kalsium tidak lebih dari 11,5 mgr/dL darah,

pengobatannya cukup dengan menghilangkan penyebabnya.

Orang-orang yang memiliki fungsi ginjal normal dan kecenderungan

mengalami hiperkalsemia biasanya disarankan untuk minum banyak cairan yang

akan merangsang ginjal untuk mengeluarkan kalsium dan membantu mencegah

dehidrasi.

Bila konsentrasi kalsium sangat tinggi (lebih dari 15 mgr/dL darah) atau bila

timbul gejala kelainan fungsi otak, diberikan cairan intravena asalkan ginjalnya

berfungsi dengan baik. Obat-obat diuretik seperti furosemid, meningkatkan

pembuangan kalsium melalui ginjal dan merupakan terapi yang utama.

Dialisa adalah terapi yang sangat efektif, aman dan dapat diandalkan, dan

biasanya dilakukan pada penderita hiperkalsemia berat yang tidak dapat diobati

dengan cara lainnya. Hiperparatiroidisme biasanya diatasi dengan pembedahan

untuk mengangkat satu atau lebih kelenjar paratiroid.

Agar hasilnya baik, semua jaringan paratiroid yang menghasilkan hormon

dalam jumlah yang sangat besar harus diangkat Angka keberhasilan operasi ini

mendekati 90%.

15

Beberapa obat lainnya dapat digunakan untuk mengobati hiperkalsemi bila

metode lain gagal dilakukan:

a. Plicamycin

Merupakan inhibitor sintesis RNA osteoklas, sehingga dapat menghambat

resorpsi tulang efek hipokalsemia mulai terlihat setelah pemberian

b. Galium nitrate

c. Calsitonin

d. Biphosphonates

e. Corticosteroid.

Obat-obat tersebut terutama bekerja dengan memperlambat pemindahan

kalsium dari tulang.

Hiperkalsemia yang disebabkan oleh kanker sulit untuk diobati. Jika

kankernya tidak dapat dikendalikan, biasanya hiperkalsemia akan kambuh

kembali meskipun telah dilakukan pengobatan yang terbaik.

A. Regimen yang menghambat resorpsi tulang Bisfosfonat.

a. Bifosfonat

Bisfosfonat merupakan terapi farmakologi paling efektif mengontrol

hiperkalsemia; merupakan analog pirofosfat anorganik yang

menghambat resorpsi tulang. Onsetnya lambat (2-3 hari) dengan durasi

lama (beberapa minggu).

Etidronat adalah bisfosfonat pertama yang dianjurkan pada terapi

hiperkalsemia. Konsentrasi kalsium mulai turun setelah dua hari dan

mencapai nadir pada hari ke tujuh. Efek hipokalsemik mungkin

berlangsung lama sampai beberapa minggu. Jika kalsium serum cepat

turun dalam 48 jam pertama, sebaiknya obat dihentikan untuk mencegah

hipokalsemia. Dapat diberikan secara intravena dengan dosis

7,5mg/kgBB lebih dari 4 jam selama 3 hari berturut-turut. Pemberian

intravena dengan dosis 30mg/kgBB dalam NaCl 0,9% selama 24 jam

16

mungkin lebih efektif. Pamidronat lebih paten dari pada etidronat.

Diberikan dengan dosis 60-90 mg intravena selama 4 jam. Jika kadar

kalsium 13,5 mg/dL, diberikan 60 mg dan jika >13,5 diberikan 90 mg.

Konsentrasi kalsium serum umumnya turun dalam 2-4 hari. Dosis

tunggal biasanya efektif selama 1-2 minggu. Umumnya kadar kalsium

normal setelah tujuh hari terapi.

Asamzolendronat acid merupakan bisfosfonat paling umum saat ini,

karena dapat diberikan intravena sehingga mencegah kerusakan

esophagus pada dosis oral dan mungkin efeknya lebih lama

dibandingkan pamidronat. Dosis harus disesuaikan pada penderita

disfungsi ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulusnya (LFG). Jika LFG

> 60 mL/mnt diberikan 4 mg, 50 - 60 mL/mnt : 3,5 mg, 40 - 45 mL/mnt :

3,3 mg, 30 - 39 mL/mnt : 3 mg, dan jika <30 mL/mnt belum ada data.

Dianjurkan menghentikan obat apabila terjadi peningkatan konsentrasi

kreatinin serum ≥ 0,5 mg/dL di atas nilai normal atau > 1 mg/dL pada

penderita dengan kreatinin serum ≥ 1,4 mg/dL. 1,3 bisfosfonat

dihubungkan dengan toksisitas yang bermakna, meliputi sklerosis

glomerulus fokal dengan pamidronat dan acute kidney injury dengan

asam zolendronat. Toksisitas paling banyak pada penderita chronic

kidney diseases sebelumnya atau melebihi dosis yang dianjurkan.

Pemberian bisfosfonat jangka lama pada penderita keganasan khususnya

multipel myeloma dan kanker payudara, dihubungkan dengan

osteosklerosis rahang.

b. Kalsitonin

Merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel-sel

parafolikuler C tiroid dan paratiroid. Kalsitonin menghambat reabsorpsi

tulang osteoklastik dan meningkatkan ekskresi kalsium renal.

Derivat kalsitonin dari salmon jauh lebih paten dan mempunyai

durasi aktivitas lebih lama dari pada hormon manusia. Dosis awal 4

IU/kgBB/12 jam subkutan atau intramuskuler, dapat ditingkatkan setelah

satu atau dua hari sampai 8 IU/kgBB/12 jam dapat diberikan

8IU/kgBB/6 jam jika respon dengan dosis rendah tidak memuaskan.

17

Biasanya ditoleransi baik, namun dapat memberikan efek samping

berupa nausea, nyeri perut dan cutaneous flushing. Kombinasi dengan

bisfosfonat pada penderita yang berespon dengan kalsitonin dapat

menghasilkan onset serta durasi yang cepat.

c. Plicamycin (Mitramycin)

Merupakan inhibitor sintesis RNA osteoklas, sehingga dapat

menghambat resorpsi tulang. Efek hipokalsemia mulai terlihat setelah 12

jam pemberian dan menetap selama 3 -7 hari atau lebih, dengan dosis

tunggal 25 – 30 μg/kgBB/infus, selama ≥ 30 menit. Dapat diulangi

untuk mempertahankan efek hipokalsemik. Dosis multiple dapat

mengontrol hiperkalsemia sampai beberapa minggu, tetapi hiperkalsemia

dapat berulang jika tidak ada terapi definitif terhadap penyakit dasar.

Pemberian dosis tunggal dapat ditoleransi baik, dengan efek samping

minimal.

d. Galium nitrat

Galium nitrat dikembangkan sebagai obat antineoplastik, secara

kebetulan didapatkan mempunyai efek hipokalsemik. Galium nitrat

menghambat resorpsi tulang oleh penurunan sekresi asam osteoklas dan

juga mengubah kristal hidroksiapatit tulang. Diberikan per infus dengan

dosis 100-200 mg/m2 permukaan tubuh, selama 5 hari. Lebih superior

dari etidronat dalam mencapai keadaan normokalsemia serta lamanya

normokalsemia. Tidak diberikan pada penderita dengan kreatinin serum

> 2,5 mg/dL.

B. Terapi lain Hiperkalsemia

a. Glukokortikoid

Glukokortikoid mempunyai efek hipokalsemik terutama pada tumor-

tumor yang respon terhadap steroid (limfoma dan mieloma) dan

hiperkalsemia yang dihubungkan dengan peningkatan sintesis vitamin D

atau peningkatan asupan (sarkoidosis dan hipervitaminosis D).

Glukokortikoid meningkatkan ekskresi kalsium urin dan menghambat

absorpsi kalsium gastrointestinal yang dimediasi vitamin D. Responsnya

18

biasanya lambat 1 - 2 minggu. Hidrokortison oral (100 - 300mg) atau

glukokortikoid ekuivalen dapat diberikan per hari.

b. Fosfat

Terapi fosfat oral jangka panjang pada hiperkalsemia ringan sampai

sedang efektivitasnya minimal. Dosis 250-375 mg empat kali sehari

dapat menimbulkan efek samping minimal berupa diare. Terapi fosfat

intravena merupakan salah satu modalitas terapi pada hiperkalsemia

berat. Penurunan kalsium dapat terjadi secara cepat dalam beberapa

menit. Dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal,

normofosfatemia dan hiperfosfatemia.

c. Dialisis

Dialisis diindikasikan pada hiperkalsemia dengan gangguan fungsi

ginjal atau yang mengancam jiwa, yang tidak respon dengan rehidrasi,

kalsitonin dan diuresis. Dialisis dapat menurunkan konsentrasi kalsium

serum 3-12 mg/dL. Hemodialisis dengan dialisat rendah kalsium lebih

efektif dibandingkan peritoneal dialysis.

19

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Skenario

TRIGGER: HIPERKALSEMIA

Seorang laki laki umur 51 tahun, bapak Yudi datang ke dokter dengan

keluhan ibu Ani mengalami mual-muntah rasa sakit atau nyeri tulang, nyeri

perut, sering buang air kecil, sering minum. Setelah meminum sejumlah besar

susu dan mengkonsumsi tablet antacid yang mengandung kalsium. Setelah

dilakukan pemeriksaan didapatkan ibu ani mengalami penurunan kesadaran dan

kadar kalsium serum ibu ani meningkat. Dari pemeriksaan didapatkan tingkat

kesadaran sumnolen, TD 130/90mmHg, Nadi 90x/menit, nafas 30x/menit. Dan

diketahui Bapak Yudi mempunyai penyakit hiperparatyroid.

3.2 Anamnesa

Anamnesa dilakukan dengan keluarga pasien (alloanamnesa)

Pasien : Assalamualaikum…

Dokter : Waalaikumsallam..

Silahkan duduk bu. Saya dokter Rafi yang bertugas jaga hari ini.

Benar dengan istri Bapak Yudi?

Pasien : Iya dok, saya sendiri ..

Dokter : Umur Bapak berapa?

Pasien : Umur saya 51 tahun dok.

Dokter : Suami ibu tinggal dimana?

Pasien : Saya tinggal di Komplek Kodam blok F no.4 Siteba Padang

20

Dokter : Oo.. apa keluhan yang Bapak rasakan?

Pasien : Begini dok, Bapak merasa demam, dan sering buang air kecil, mual

muntah

Dokter : Apakah ada keluhan lain yang Bapak rasakan?

Pasien : Ada dok, bapak akhir–akhir ini kelihatan sering merasa bingung,

nafsu makannya tidak ada dok, nyeri sendi dan otot, sering lelah letih

dan lesu dok.

Dokter : Sejak kapan Bapak merasakannya?

Pasien : Kira-kira sejak tiga hari yang lalu dok.

Dokter : Apakah waktu itu bapak memakan makanan yang tidak biasanya

bapak makan?

Pasien : Setahu saya , akhir-akhir ini Bapak meminum susu dok, pada pagi

hari dan mengkonsumsi obat maag

Dokter : Baiklah, kalau begitu coba saya periksa ..

3.2.1 Sumber Informasi

Identitas pasien

Nama : Bapak Yudi

Umur : 51 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Komplek Kodam Blok F no.4 Siteba, Padang

Suku : Melayu

21

3.2.2 Keluhan Utama

Pasien dating ke RSI Siti Rahmah dengan keluhan Bapak Yudi

mengalami mual- muntah rasa sakit atau nyeri tulang, nyeri perut, sering

haus, sering buang air kecil.

3.2.3 Riwayat Psikososial

Kebiasaan pasien yang sangat jarang berolahraga, dan tidak menjaga

asupan makanan yang bergizi.

3.2.4 Riwayat Penderita Yang Terakhir

Minum sejumlah besar susu dan mengkonsumsi tabled antacid yang

mengandung kalsium dan diketahui bapak yudi mempunyai penyakit

hiperparatiroid.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Tingkat kesadaran : Somnolen

Tekanan darah :130/90 mmhg

Frekuensi Nadi : 90 x /menit

Frekuensi Nafas : 30 x /menit

Suhu : 38 oC

3.3.1 Inspeksi

a. Kulit : kering

b. Kepala : tidak terdapat kelainan

c. Wajah : tidak terdapat kelainan

d. Mata : mata terlihat cekung

22

e. Telinga :

i. Daun telinga : tidak terdapat kelainan

ii. Belakang telinga : tidak terdapat kelainan

iii. Liang telinga : tidak terdapat kelainan

iv. Membran timpani : tidak terdapat kelainan

f. Hidung : : tidak terdapat kelainan

g. Mulut :

i. Mukosa bibir : kering

ii. Sudut mulut : kering

iii. Gigi geligi : tidak terdapat kelinan

iv. Gusi : tidak terdapat kelainan

v. Lidah : kering

h. Faring dan laring :

i. Faring : tidak terdapat kelainan

ii. Palatum : tidak terdapat kelainan

iii. Tonsil : tidak terdapat kelainan

i. Leher :

i. Bentuk leher : tidak terdapat kelainan

ii. Otot leher : tidak terdapat kelainan

iii. Kelenjar getah bening : tidak terdapat kelainan

iv. Kelenjar tiroid : membesar

v. Tekanan V. jugularis : distensi

vi. A. carotis : tidak terdapat kelainan

vii. Trakea : tidak terdapat kelainan

j. Punggung dan pinggang : tidak terdapat kelainan

k. Dada : tidak terdapat kelainan

l. Ektremitas : luka pada telapak kaki

m. Abdomen : tidak terdapat kelainan

23

3.3.2 Palpasi

a. Kelenjar getah bening : tidak terdapat kelainan

b. Jantung : tidak terdapat kelainan

c. Dinding dada : tidak terdapat kelainan

d. Nadi (A. radialis) : takhikardi >100x/menit

e. Hati : tidak terdapat kelainan

f. Limpa : tidak terdapat kelainan

g. Abdomen : terdapat nyeri tekan

3.3.3 Perkusi

a. Jantung : tidak terdapat kelainan

b. Dinding dada : tidak terdapat kelainan

c. Hati : tidak terdapat kelainan

d. Limpa : tidak terdapat kelainan

3.3.4 Auskultasi

a. Jantung : detak jantung cepat, irama regular, bising (-)

b. Paru : pernapasan cepat dan dalam

c. Usus : bising usus kuat dan meningkat

3.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Darah rutin

b. Rontgen: Temuan rontgen dapat menunjukan adanya osteoporosis, kavitasi

tulang, atau batu saluran kemih adalah kemoterapi yang efektif.

3.5 Diagnosa

Hiperkalsemia

24

3.6 Komplikasi

a. Gagal ginjal akut

b. Resorpsi tulang

c. Batu kalsium

d. Sinus bradichardi

e. Hipertensi

3.7 Prognosis

Hiperkalsemia ini apabila dilakukan tindakan yang tepat dengan

memperhatikan gejala dan pemberian dosis yang tepat maka tingkat

kesembuhan dari hiperkalsemia sangatlah baik. Tetapi apabila terapi yang

dberikan tidak tepat sesuai derajat penyakitnya maka akan mengakibatkan

semakin buruknya kesehatan pasien tersebut dengan tingkat kematian 50%.

25

BAB IV

KESIMPULAN

Ion kalsium berperan penting baik intraseluler maupun ekstraseluler.

Metabolismenya diatur oleh tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH),

kalsitonin, dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Dikatakan hiperkalsemia jika kadar kalsium

serum >10,5 mg/dl atau ion kalsium >1,33 mmol/L.

Penyebab hiperkalsemia tersering yaitu hiperparatiroid primer dan keganasan.

Gejala hiperkalsemia tidak spesifik dan dihubungkan dengan berat serta waktu

berlangsungnya perubahan kalsium serum. Penderita dengan kadar kalsium 10,5-12

mg/dl dapat asimtomatik, melebihi kadar tersebut, manifestasi multiorgan dapat

terjadi dan mengancam jiwa.

Angka kematian mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi

dan harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganasan kurang darii tiga bulan

setelah diagnosis ditegakkan.

Penatalaksanaan hiperkalsemia tergantung pada kadar kalsium darah dan gejala.

Beberapa regimen yang dapat digunakan seperti bifosfonat, plicamycin, gallium

nitrat, glukokortikoid, dan fosfat .

26

BAB V

SARAN

Tim penulis menerima setiap khritik dan saran yang membangun dari para

pembaca demi kesempurnaan karya tulis ilmiah tentang pembahasan Hiperkalsemia.

Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk dijadikan masukan bagi

berbagai pihak, antara lain agar dapat menjaga kesehatan terutama dalam

menghindari penyakit hiperkalsemia. Adapun beberapa pemicu terjadinya

hiprekalsemia yang harus dihindari mengkonsumsi antacid yang mengandung

kalsium yang tinggi. kami berharap dangan adanya penulisan ini dapat bermanfaat

bagi para pembaca sekalian. Trima kasih kami ucapkan atas perhatiannya

27

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Mihai R, Farndon JR. Parathyroid Disease and Calcium Metabolism. Br J

Anaesth. 2000; h.85:29-43.

2. Bringhurst FR, Demay MB, Krane SM, et al. Bone and Mineral Metabolism In

Health andDisease In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, et al., eds. Harrison's

Principles of Internal Medicine.Vol II. 16 ed. New York: McGraw-Hill;

2005:2238-49.

3. Levine MA. Primary Hyperparathyroidism :7,000 years of Progress. Clev Clin J

Med.2005;72:1084-98.

4. Setiyohadi B. Kalsium, Vitamin D dan PTH. In: Setiati S, Syam AF, Laksmi PW,

et al., eds.Naskah Lengkap PIT Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing;

2009:313-30.

5. Cancer Mail. Hypercalcemia. Cancer web, National cancer Institute. 2008:117

6. Carroll ME, Schade DS, . A Practical Approach to Hypercalcemia. Am Fam

Physician.2003;67:1959 -66.

7. Mere CC, Llach F. Calcium, Phosphorus, and Magnesium Disorders.In: Wilcox

CS, Tisher CC,eds. Handbook of Nephrology & Hypertension. 5 ed. Philadelphia:

Lippincott Williams &Wilkins; 2005:132-42.

8. Sriussadaporn S, Ployburt S, Peerapatdit T, et al. Hypercalcemia of Malignancy :

A Study of Clinical Features and Relationships among Circulating Levels of

Calcium, Parathyroid Hormoneand Parathyroid Hormone-Related Peptide. J Med

Assoc Thai. 2007;90:663-71.

9. Khan A, Bilezikian J. Primary Hyperparathyroidism : Patophysiology and Impact

on Bone.CMAJ. 2000;163:184-187.

10. Takami H, Ikeda Y, Okinaga H, et al. Recent Advances in The Management

of PrimaryHyperparathyroids. Endocrinol J. 2003;50:369-77.

28

29