landfill
TRANSCRIPT
Landfill
Landfill adalah fasilitas fisik yang digunakan untuk pembuangan residu buangan padat
di permukaan tanah pada suatu areal tertentu. Pada waktu sebelumnya, istilah sanitary
landfill digunakan untuk menunjukan suatu landfill dimana sampah ditempatkan dan ditutup
setiap operasi harian berakhir. Sedangkan saat ini sanitary landfill memiliki pengertian
sebagai suatu fasilitas yang dirancang sebagai tempat pembuangan limbah padat perkotaan
yang didesain dan dioperasikan untuk meminimalkan dampak pembuangan sampah terhadap
kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Klasifikasi landfill berdasarkan jenis perlakuan terhadap sampahnya :
a. Landfill sampah tercampur
Merupakan jenis landfill yang paling banyak ditemukan di Indonesia maupun di
negara lain. Digunakan untuk menampung segala jenis sampah yang ada dalam
timbulan sampah perkotaan maupun lumpur instalasi pengolahan air limbah
berbagai industri yang telah dikeringkan sehingga kadar solidnya menjadi 51 %
atau lebih. Material penutup intermediat dan penutup akhir diambil dari tanah
galian landfill.
b. Landfill sampah yang telah mengalami pengolahan
Sampah yang telah dipotong atau digiling dapat memperkecil ruang pemakaian
landfill hingga 35 % dibandingkan sampah yang tidak diolah. Sampah olahan dapat
dipadatkan membentuk suatu permukaan yang lebih seragam dan rapat.
Keuntungan lain yaitu sampah yang telah dipotong dapat pula dimanfaatkan untuk
memproduksi kompos yang dapat dipakai sebagai material penutup intermediet.
Kelemahan dari metoda ini adalah dibutuhkannya fasilitas pemotongan (shredding)
dan perlunya untuk mengoperasikan suatu bagian konvensional landfill yang akan
menampung sampah-sampah yang sulit dipotong. Metoda ini sangat cocok untuk
daerah dengan curah hujan sangat rendah atau musiman.
c. Landfill sampah tertentu
Dikenal juga dengan istilah monofill, dimana abu hasil pembakaran, asbestos, dan
limbah lain yang sejenis (designated waste) umumnya ditempatkan di monofill
untuk mengisolasinya dari material-material sampah yang diletakkan di landfill
sampah tercampur.
d. Jenis landfill lainnya
• Landfill yang didesain untuk memaksimalkan produksi gas
Landfill jenis ini perlu dirancang khusus apabila kuantitas gas landfill yang
dihasilkan dekomposisi anaerob material sampah akan dimaksimalkan. Cara-
cara yang umum dilakukan diantaranya penggunaan barisan sel secara
individu dengan kedalaman yang cukup tanpa menggunakan lapisan penutup
intermediat dan lindi akan direcycle untuk meningkatkan proses dekomposisi.
Kelemahan dari sistem ini adalah diperlukannya operasional tambahan dimana
timbulan lindi yang berlebihan harus dibuang
• Landfill sebagai unit pengolahan terintegrasi
Metoda operasi yang diterapkan antara lain pemisahan sampah organik dan
meletakkannya di landfill terpisah sehingga laju biodegradasi dapat meningkat
seiring dengan pertambahan kadar air sampah, baik hasil dari recycle lindi
maupun melalui seeding dengan lumpur instalasi pengolahan air limbah yang
telah digesti. Material terurai akan digali dan digunakan sebagai material
penutup untuk area landfill baru, sel-sel yang digali selanjutnya diisi dengan
sampah baru.
• Landfill di daerah basah
Pada metoda ini area landfill dibagi menjadi sel-sel baru atau beberapa lagoon
dan dilakukan penjadwalan operasi pengisian sehingga 1 sel individu atau
lagoon akan terisi masing-masing 1 tahun. Seringkali sampah diletakkan
langsung di atas air. Alternatif lain, material pengisi bersih ditambahkan
sehingga mencapai atau sedikit diatas muka air sebelum operasi pengisian
landfill dimulai. Untuk meningkatkan stabilitas struktural, dibangun tanggul
dari material sampah yang membagi sel atau lagoon sebagai penambahan
terhadap material pengisi bersih. Untuk mencegah pergerakan lindi dan gas
dari sel atau lagoon yang telah penuh maka digunakan tanah liat dan lapisan
baja ringan atau lapisan kayu.
Berdasarkan kondisi lokasi yang ada, metoda landfill dibagi menjadi :
1. Metoda Area
• Dapat diterapkan pada lokasi yang relatif datar;
• Sampah disebarkan dan dipadatkan diatas tanah yang akan ditimbun;
• Sampah membentuk sel-sel sampah yang saling dibatasi oleh tanah penutup;
• Setelah pengurugan sampah selesai akan membentuk slope.
2. Metoda Slope/Ramp
• Sebagian tanah digali;
• Sampah kemudian diurug ke dalam galian;
• Tanah penutup diambil dari tanah galian;
• Setelah lapisan pertama selesai, operasi selanjutnya seperti metoda area.
3. Metoda Parit/Trench
• Dapat digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang;
• Site yang ada digali, sampah disebarkan didalam galian, dipadatkan dan
ditutup setiap hari setelah operasi selesai;
• Tanah yang digali dapat digunakan untuk tanah penutup;
• Digunakan bila air tanah cukup rendah sehingga zone non aerasi di bawah
landfill cukup tinggi (> 1,5 m);
• Ukuran parit biasanya panjang 30 – 60 m, lebar 5 – 15 m dan kedalaman 1-3
m;
• Slope 1,5 : 1 sampai 2 : 1;
• Operasi selanjutnya seperti metoda area.
4. Metoda Pit/Canyon
• Diterapkan untuk jurang atau ngarai;
• Pengurugan sampah dimulai dari dasar;
• Penempatan sampah sesuai dengan topografi;
• Tanah penutup dapat diambil dari dinding ngarai atau dasarnya;
• Penyebaran dan pemadatan sampah seperti metoda area.
Penanganan yang dilakukan terhadap sampah di landfill juga bervariasi antara lain :
1. Penanganan sampah sebelum di landfilling.
• Sampah tanpa pemotongan, sampah yang ada langsung diurug tanpa dilakukan
proses pemotongan.
• Sampah dengan pemotongan/shredding.
- Biasanya sampah dipotong antara 50 – 80 mm.
- Sampah menjadi lebih homogen, lebih padat dan dapat ditimbun lebih
tebal.
- Dapat digunakan sebagai pengomposan di landfill khususnya untuk
sampah-sampah organik.
- Binatang pengerat seperti tikus dapat dikurangi karena rongga-rongga
dalam timbunan dihilangkan dan sampah menjadi lebih padat.
- Densitas bisa mencapai 0,8 – 1 ton/m3
- Memungkinkan proses aerobik yang menghasilkan panas sehingga dapat
menghindari lalat.
- Bila tidak ada masalah bau maka tidak perlu tanah penutup.
- Untuk sampah organik fermentasi lebih cepat sehingga stabilitas juga
lebih cepat.
- Membutuhkan alat pemotong yang mengakibatkan biaya menjadi mahal.
• Sampah dengan pemadatan/baling.
- Sampah dipadatkan dengan mesin pemadat sehingga kepadatan
mencapai 1 ton/m3.
- Transportasi lebih murah karena sampah lebih padat dan berbentuk
praktis.
- Pengurugan di lapangan lebih mudah.
- Pengaturan sel lebih mudah dan sistematis, misalnya setiap ketinggian 3
m diaplikasikan tanah penutup 10 cm.
- Butuh investasi alat/mesin dan biaya yang mahal.
- Dihasilkan air lindi hasil pemadatan yang perlu mendapat perhatian.
2. Penanganan sampah di lokasi landfill.
• Secara tradisional.
- Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5 – 0,6 m) sampai ketinggian sekitar
1,2 – 1,5 m.
- Urugan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan ketelitian operasi
alat berat.
- Kepadatan sampah mencapai kepadatan 0,6 – 0,8 m ton/m3.
- Membutuhkan penutup harian 10 – 30 cm paling tidak dalam waktu 48
jam.
- Lapisan teratas bersifat aerobik.
- Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi
rongga.
- Tanah penutup harus cukup homogen agar cukup permeabel.
• Dengan alat berat pemadat (compactor)
- Banyak digunakan untuk lahan yang besar.
- Proses yang terjadi menjadi anaerob.
- Karena densitas yang tinggi, serangga dan tikus sulit bersarang.
- Keuntungannya dibandingkan dengan lahan urug tradisional adalah
tanah penutup lebih sedikit, truk mudah berlalu lalang dan masa layan
yang lebih lama.
- Kerugiannya biaya operasi menjadi meningkat.
Dilihat dari cara penanganan lindi, terdapat 4 jenis landfill yaitu :
• Controlled landfill.
Lokasi landfill telah dipilih dan dipersiapkan dengan baik, namun aplikasi
tanah penutup tidak dilakukan setiap hari.
• Sanitary landfill dengan tanah penutup harian.
Peningkatan dari controlled landfill, lahan penimbunan dibagi atas beberapa
area yang dibatasi oleh tanggul/parit. Penutupan timbunan tanah dilakukan
setiap hari sehingga masalah bau, asap dan lalat dapat dikurangi.
• Sanitary landfill dengan sirkulasi lindi.
Masalah lindi sudah diperhatikan, dibutuhkan sarana untuk mengalirkan lindi
dari dasar landfill ke penampungan, biasanya kolam yang diaerasi. Lindi
kemudian dikembalikan ke timbunan sampah melalui ventilasi biogas tegak
atau langsung ke timbunan sampah.
• Sanitary landfill dengan pengolahan lindi.
Lindi yang dikumpulkan melalui sistem pengumpul lindi kemudian diolah
secara lengkap seperti layaknya limbah cair, pengolahan yang diterapkan
biasanya secara kimia dan biologi.
Berdasarkan ketersediaan oksigen dalam timbunan Landfill terbagi atas:
• Anaerobic landfill
- Merupakan landfill yang banyak dikenal saat ini;
- Timbunan sampahnya berlapis-lapis;
- Menghasilkan lebih banyak gas CH4, H2S yang menimbulkan bau;
- Stabilitas sampah tidak tercapai;
- Konsentrasi lindi tinggi.
• Semi-aerobic landfill
- Dapat menghindari genangan lindi dalam timbunan;
- Tanah penutup hariannya tidak kedap udara;
- Kandungan air sampahnya rendah;
- Udara disuplai ke timbunan sampah melalui saluran pengumpul lindi.
• Aerobic landfill
- Terdapat pipa penyuplai udara pada saluran pengumpul lindi dan pada
timbunan sampah;
- Dilakukannya pembalikan sampah;
- Proses pembusukan sampah lebih cepat;
- Kualitas lindi lebih baik daripada anaerobic landfill;
- Bau berkurang;
- Tidak perlu penutup harian.
Salah satu dari jenis Semi-aerobic landfill yang banyak digunakan adalah Metode
Fukuoka. Pada tahun 1975 Universitas Fukuoka dan pemerintah Kota Fukuoka bekerja sama
untuk mengembangkan pendekatan untuk pengelolaan sampah yang dikenal dengan Metode
Fukuoka. Latar belakang dikembangkan Metode Fukuoka adalah jenis landfill pada
kebanyakan negara berkembang adalah tipe Anaerobik (Open Dumping) dan menghasilkan
gas metan (CH4) secara kontinu, dimana sekitar 30 % gas metan yang ada dihasilkan oleh
landfill. Selain itu kebanyakan negara berkembang mempunyai presipitasi yang tinggi, hal ini
membuat dekomposisi lambat dan menjadikan landfill ke kondisi Anaerobik.
Metode Fukuoka didesain untuk meminimalkan biaya investasi landfill, biaya
perawatan, dan menciptakan landfill yang ramah lingkungan. Sekarang ini, 70 % landfill di
Jepang menggunakan tipe ini. Konsep metode fukuoka cocok digunakan pada negara-negara
berkembang karena hemat biaya, pemeliharaan yang mudah, dan dapat digunakan kembali.
Struktur Metode Fukuoka:
• Lindi dikumpulkan pada kolam pengumpul lindi melalui pipa berlobang yang
telah dipasang.
• Outlet dari pipa pengumpul lindi selalu terbuka ke udara, udara segar masuk
sampai ke lapisan dengan demikian tercipta kondisi aerobik di sekeliling pipa
• Mengurangi kandungan air didalam sel sampah.
Keunggulan Metoda Fukuoka:
a. Strukturnya sangat mudah dan murah. Bisa menggunakan material lokal
seperti bambu, ban bekas, drum bekas, dll.
b. Dekomposisi cepat dan tidak terlalu menimbulkan bau busuk.
c. Lindi dapat dihentikan segera setelah terkumpul, dengan demikian dapat
mengurangi rembesan.
d. Tekanan gas dihilangkan melalui pipa ventilasi, mengurangi kemungkinan
terjadinya ledakan.
e. Pengolahan lindi menjadi lebih mudah.
f. Membantu meringankan global warming karena mengurangi sejumlah
produksi CH4 (25 kali lebih berbahaya dari CO2).
g. Dapat merehabilitasi open dumping menjadi sanitary landfill.
Sarana dan Prasarana TPA
Fasilitas Umum
• Jalan Masuk
Jalan masuk TPA harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Dapat dilalui kendaraan truk sampah dan 2 arah;
- Lebar jalan 8 m, kemiringan permukaan jalan 2 – 3 % ke arah saluran
drainase, tipe jalan kelas 3 dan mampu menahan beban perlintasan dengan
tekanan gandar 10 ton dan kecepatan kendaraan 30 km/jam (sesuai dengan
ketentuan Ditjen Bina Marga).
• Jalan Operasi
Jalan operasi yang dibutuhkan dalam pengoperasian TPA terdiri dari 2 jenis, yaitu:
- Jalan operasi penimbunan sampah, jenis jalan bersifat temporer, setiap saat
dapat ditimbun dengan sampah;
- Jalan penghubung antar fasilitas, yaitu kantor/ pos jaga, bengkel, tempat
parkir, tempat cuci kendaraan. Jenis jalan bersifat permanen.
• Bangunan Penunjang
Luas bangunan kantor tergantung pada lahan yang tersedia dengan
mempertimbangkan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain
pencatatan sampah, tampilan rencana tapak dan rencana pengoperasian TPA,
tempat cuci kendaraan kamar mandi/wc dan gudang.
• Sistem Drainase
Sistem drainase di lokasi TPA mempunyai tujuan utama untuk menyalurkan air
hujan, baik dari sekeliling landfill maupun dari permukaan landfill agar tidak
masuk ke dalam area pembuangan sampah. Berkurangnya jumlah air hujan yang
masuk ke dalam timbunan sampah sangat berpengaruh terhadap volume total lindi
yang akan dihasilkan.
Perletakan saluran drainase:
- Fasilitas drainase untuk aliran air permukaan di sekitar landfill.
- Fasilitas ini berfungsi untuk mengalirkan air di sekitar landfill ke daerah yang
lebih rendah. Untuk keperluan ini biasanya digunakan saluran terbuka
berbentuk “U”. Apabila kemiringan dasar landfill sangat curam dapat
digunakan lebih dari satu fasilitas drainase seperti diatas. Strukturnya dapat
berupa pasangan batu, corrugated flume, gutter berbentuk “U” dan lain-lain.
- Fasilitas drainase untuk daerah yang sedang dioperasikan.
Fasilitas ini biasanya dibentuk berdasarkan pembagian wilayah yang sedang
dioperasikan dengan membentuk tanggul dan selanjutnya
dialirkan/dihubungkan dengan fasilitas drainase utama. Strukturnya dapat
berupa corrugated flume, perforated hume pipe dan lain-lain.
- Fasilitas drainase untuk daerah yang telah selesai dioperasikan.
- Air juga akan meresap ke dalam landfill yang telah dioperasikan. Untuk itu
perlu dicegah dengan membuat fasilitas drainase yang telah disesuaikan
dengan rencana pemanfaatan lahan setelah selesai pengoperasian landfill.
Struktur fasilitas drainasenya dapat berupa “U”, hume pipe, atau pipa lainnya
yang tidak tembus air.
• Pagar
Pagar berfungsi untuk melindungi lokasi landfill dari segala macam gangguan yang
datang dari luar area operasi seperti gangguan dari binatang-binatang liar. Pagar
biasanya dibuat mengelilingi lokasi dengan menggunakan bahan dari besi yang
dilengkapi dengan kawat berduri. Selain itu pagar dapat berupa pagar tanaman
sehingga sekaligus dapat juga berfungsi sebagai daerah penyangga setebal 5 m.
• Papan Nama
Papan nama berisi nama TPA, pengelola, jenis sampah dan waktu kerja.
Fasilitas Perlindungan Lingkungan
• Pembentukan Dasar TPA
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan dasar TPA antara lain (DPU,
2006):
- Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap ke dalam
tanah dan tidak mencemari air tanah, koefisien permeabilitas lapisan dasar
TPA harus lebih kecil dari 10-6 cm/det;
- Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA
dengan tanah lempung yang dipadatkan (25 cm x 2) atau geomembran setebal
5 mm
- Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan kemiringan
minimal 2 % ke arah saluran pengumpul maupun penampung lindi.
- Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan urutan
zona/ blok dengan urutan pertama sedekat mungkin ke kolam pengolahan
lindi.
• Pengelolaan Lindi
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut atau
tersuspensi. Komposisi lindi berasal dari beberapa sumber seperti air hujan,
drainase permukaan, air tanah, mata air dan termasuk juga materi organik hasil
proses dekomposisi biologis.
Dalam perancangan prasarana sebuah TPA, terdapat dua besaran debit lindi yang
digunakan yaitu:
1. Perancangan saluran penangkap dan pengumpul lindi dengan skala waktu
dalam orde kecil (biasanya skala jam), artinya saluran tersebut mampu
menampung lindi maksimum yang terjadi pada waktu tersebut.
2. Perancangan pengolahan lindi yang biasanya mempunyai skala hari, dikenal
dengan debit rata-rata harian
Lindi yang timbul setelah pengoperasian selesai dan pada kondisi dimana seluruh lahan
akan ditutupi tanah penutup akhir diperkirakan dengan menggunakan suatu metoda yang
disebut metoda neraca air. Metoda ini didasarkan asumsi bahwa lindi yang dihasilkan dari
curah hujan berhasil meresap kedalam timbulan sampah (perkolasi). Sumber lain seperti air
hasil dekomposisi sampah, infiltrasi muka air tanah, dan aliran air permukaan lainnya dapat
diabaikan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas perkolasi adalah presipitasi,
evapotranspirasi, surface run off, dan kelembaban tanah. Berdasarkan Pedoman Perencanaan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah Metoda Sanitary Landfill (DPU, 2006) terdapat
beberapa ketentuan dalam pengelolaan lindi:
1. Saluran pengumpul lindi
Saluran pengumpul lindi terdiri dari saluran pengumpul sekunder dan primer:
Kriteria saluran pengumpul sekunder adalah sebagai berikut:
a. Dipasang memanjang di tengah blok/ zona penimbunan;
b. Saluran pengumpul tersebut menerima aliran dan dasar lahan, dengan
kemiringan minimal 2%;
c. Saluran pengumpul terdiri dari rangkaian pipa PVC.
Kriteria saluran pengumpul primer:
a. Menggunakan pipa PVC berlubang (untuk pipa ke bak pengumpul lindi tidak
berlubang).
b. Saluran primer dapat dihubungkan dengan hilir saluran sekunder oleh bak
kontrol, yang berfungsi pula sebagai ventilasi yang dikombinasikan dengan
pengumpul gas vertikal.
Syarat pengaliran lindi adalah:
a. Gravitasi;
b. Kecepatan pengaliran 0,6 – 3 m/det;
c. Kedalaman air dalam saluran atau pipa (d/D) maksimal 80%, dimana d =
tinggi air dan D = diameter pipa.
Perhitungan desain debit lindi adalah menggunakan model atau dengan
perhitungan yang didasarkan atas asumsi-asumsi:
a. Hujan terpusat pada 4 jam sebanyak 90% (Van Breen), sehingga faktor
puncak = 5,4;
b. Maksimum hujan yang jatuh 20 - 30 % diantaranya menjadi lindi. Dalam
1 bulan, maksimum terjadi 20 hari hujan;
c. Data presipitasi diambil berdasarkan data harian atau tahunan maksimum
dalam minimal 5 tahun terakhir.
2. Penampungan Lindi
Lindi yang mengalir dalam saluran primer pengumpul lindi dapat ditampung pada
bak penampung lindi dengan kriteria teknis sebagai berikut:
- Bak penampung lindi harus kedap air dan tahan asam;
- Ukuran bak penampung lindi disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Pengolahan Lindi
Salah satu dari penanganan yang dapat dilakukan dalam pengolahan lindi,
alternatifnya adalah antara lain:
- Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran
lindi tidak menuju aliran tanah;
- Mengisolasi lahan urug landfill sehingga eksternal tidak masuk dan lindinya
tidak keluar;
- Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan yang baik
untuk menetralisir cemaran;
- Mengembalikan (resirkulasi) lindi ke arah timbunan sampah;
- Mengalirkan lindi menuju pengolahan air buangan domestik;
- Mengolah lindi dengan unit pengolahan sendiri.
Pemilihan proses secara mandiri sangat ditentukan oleh berbagai faktor, yang
terpenting adalah baku mutu (standar) effluen lindi, ketersediaan lahan, kemampuan sumber
daya manusia dan kemampuan ekonomi. Untuk kapasitas perancangan unit pengolahannya,
digunakan acuan sebagai berikut:
a. Debit pengumpul lindi
Dihitung dari rata-rata hujan maksimum harian, dari data minimal 5 tahun terakhir;
Dengan asumsi bahwa curah hujan akan terpusat selama 4 jam sebanyak 90%.
b. Debit pengolah lindi
Dihitung dari rata-rata hujan maksimum bulanan, dari data minimal 5 tahun;
Dihitung dari neraca air, sehingga diperoleh besarnya perkolasi kumulasi bulanan
yang maksimum.
Sedangkan alternatif sistem pengolahan yang dapat digunakan untuk mengolah lindi
adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan dengan Proses Biologis
a. Kombinasi Kolam Stabilisasi, untuk lokasi dengan ketersediaan lahan yang
memadai, dengan alternatif kombinasi sebagai berikut:
i. Kolam anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1);
ii. Kolam anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Wetland (alternatif 2)
b. Kombinai Proses Pengolahan Anaerobik – Aerobik, untuk lokasi dengan
ketersediaan lahan yang lebih terbatas, yaitu kombinasi antara Anaerobic
Baffle Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3).
2. Pengolahan dengan Proses Fisika-Kimia
Pengolahan ini tepat digunakan apabila dikehendaki kualitas efluen lindi yang
lebih baik sehingga dapat digunakan untuk proses penyiraman dan pembersihan
peralatan dalam lokasi TPA atau dibuang ke badan air Kelas II (PP No. 82 Tahun
2001). Kombinasi sistem pengolahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
i. Proses Koagulasi – Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau ABR
(alternatif 4);
ii. Proses Koagulasi – Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon, Sedimentasi II
(alternatif 5).
3. Evaporasi / Penguapan Lindi
Sistem pengelolaan lindi ini menggunakan kolam evaporasi yang telah dilapisi
dasarnya (lined pond) untuk menghindari perkolasi lindi ke dalam tanah. Proses
yang diharapkan dari sistem ini adalah penguapan lindi ke udara dan untuk lindi
yang tidak menguap disemprotkan lagi ke landfill yang sedang beroperasi.
Penguapan lindi membutuhkan lahan yang cukup luas agar penyemprotan efluen
dapat dilakukan secara kontinu. Untuk mengontrol bau maka dilakukan aerasi di
permukaan.
Cara penanganan lindi yang telah dilakukan antara lain:
- Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran
lindi tidak menuju ke air tanah;
- Mengisolasi lahan-urug tersebut agar air eksternal tidak masuk dan lindi tidak
keluar;
- Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan baik untuk
menetralisir cemaran (soil filter & evaporation ponds);
- Mengembalikan lindi (resirkulasi) ke arah timbunan sampah;
- Mengalirkan lindi menuju pengolah air buangan domestik.
- Mengolah lindi dengan unit pengolahan sendiri.
Tipe pemasangan sistem pengumpul lindi (underdrain) terdiri atas 2 macam, yaitu
(DPU, 2006):
1. Pola Garis Lurus
Dasar landfill dibagi atas beberapa bidang persegi panjang yang diberi
pembatas menggunakan material tanah yang memiliki permeabilitas rendah
seperti lempung dengan lebar sesuai lebar sel. Pipa diletakkan tepat diatas
lapisan penghalang (lempung) memanjang sesuai dengan profil sel. Pipa
ditanam dengan jarak pipa satu sama lain adalah 6 meter dan ditutup dengan
pasir setebal 60 cm sebelum pengurugan dimulai dengan kemiringan 1,2 – 1,8
%. Lapisan pasir berfungsi untuk menyaring lindi sebelum dikumpulkan dan
disalurkan ke unit pengolahan.
2. Pola Tulang Ikan
Dasar landfill dibagi menjadi beberapa petak miring (sloped teracce) dengan
kemiringan melintang 1 – 5 %, kemiringan pipa drainase 0,5 – 1 %,
selanjutnya diletakkan pipa pengumpul lindi pada pertemuan sisi terendah dari
2 teras yang berdekatan. Pipa pengumpul ini bermuara pada pipa/saluran
pengumpul sekunder yang diletakkan dengan posisi memanjang untuk
menyalurkan lindi ke tempat penampungan atau unit pengolahan. Pola tulang
ikan ini dapat dilihat pada gambar 2.10.
• Pengelolaan Gas
• Tempat pembuangan akhir sampah dapat disebut sebagai sebuah reaktor
biokimia dengan sampah dan air sebagai bahan baku (input) utama dan
gas serta lindi sebagai produk (output). Kandungan material yang
terdapat di TPA mencakup material organik biodegradable dan non-
biodegradable. Oleh karena itu sistem pengontrol gas di TPA diadakan
untuk mencegah penyebaran gas yang tidak diinginkan ke atmosfer.
Unsur-unsur gas yang dihasilkan dari dekomposisi materi organik di
TPA antara lain ammonia (NH3), karbondioksida (CO2), karbon
monoksida (CO), hidrogen (H2), hidrogen sulfida (H2S), metan (CH4),
nitrogen (N2), dan oksigen (O2). Meskipun secara kuantitas jumlah gas-
gas tersebut kecil tetapi untuk beberapa jenis gas dapat bersifat racun
dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Adanya gas metan tidak dapat dihindari dalam suatu proses biodegradasi secara
anaerob yang merupakan hasil akhir dari proses tersebut. Secara mikro timbulnya gas
tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bila tidak ditangani secara baik karena akan
menimbulkan ledakan bila berada di udara terbuka dengan konsentrasi sekitar 15 %. Secara
global gas metan mempunyai potensi yang lebih besar dalam masalah efek rumah kaca
dibandingkan produk akhir lain dari proses degradasi karbon yaitu CO2. Oleh karena itu gas
metan yang terbentuk harus dikonversi menjadi CO2 dengan jalan membakarnya sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Secara umum material organik dalam sampah terbagi menjadi 2 klasifikasi:
1. Material yang terdekomposisi secara cepat (3 bulan – 5 bulan)
2. Material yang terdekomposisi lambat ( > 50 tahun)
Pergerakan gas di landfill perlu dikontrol untuk mengurangi emisi gas ke atmosfer,
untuk meminimasi migrasi gas di bawah permukaan dan untuk memperoleh energi dari
metan. Sistem kontrol yang dilakukan adalah sistem kontrol pasif dan kontrol aktif. Sistem
kontrol gas pasif berarti tekanan yang dihasilkan dalam landfill digunakan sebagai pendorong
gerakan gas sedangkan sistem kontrol gas aktif berarti energi dalam bentuk induksi vakum
digunakan untuk mengontrol aliran gas.
Pemasangan penangkap gas yang ideal dimulai pada saat lahan-urug tersebut
dioperasikan, dengan demikian metode penangkapannya dapat disesuaikan dengan kondisi
lapangan yaitu:
- Secara vertikal
Sistem vertikal ini menggunakan pipa PVC ukuran 4 – 6 inci yang dilubangi
dengan gergaji, dikelilingi oleh kerikil, kemudian sistem ini naik secara progresif
sesuai dengan kenaikan timbulan sampah. Namun sistem ini kurang begitu
berfungsi dengan baik terutama karena pipa PVC perforasinya yang kurang dapat
diandalkan. Beberapa lubang ventilasi ternyata tidak dapat difungsikan sama
sekali.
- Secara horizontal
Penangkap gas horizontal biasanya dipasang di antara parit-parit yang selanjutnya
mengalir menuju pipa gas manifold dan diteruskan ke pembangkit tenaga listrik.
Desain saluran biasanya dibuat mengikuti kemiringan sel.
- Kombinasi antara sistem vertikal dan horizontal.
Kriteria teknis dalam pengelolaan gas/ventilasi gas (DPU, 2006):
- Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan dan mengurangi akumulasi tekanan gas;
- Pipa ventilasi gas dipasang dari dasar TPA secara bertahap pada setiap lapisan
sampah dan dapat dihubungkan dengan pipa pengumpul lindi;
- Pipa ventilasi gas berupa pipa PVC diameter 150 mm (diameter lubang maksimum
1,5 cm) dan berlubang yang dikelilingi oleh saluran bronjong berdiameter 400 mm
dan diisi batu pecah diameter 50 – 100 mm;
- Ketinggian pipa ventilasi tergantung pada rencana tinggi timbunan (setiap lapisan
sampah ditambah 50 cm);
- Pipa ventilasi pada akhir timbunan harus ditambah dengan pipa besi diameter 150
mm;
- Gas yang keluar dari ujung pipa besi harus dibakar atau dimanfaatkan sebagai
energi alternatif;
- Jarak antara pipa ventilasi gas 50 – 100 m.
• Sistem Pelapis Dasar
Pada sebuah landfill yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis dasar
yang bertujuan untuk mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah.
Sebuah liner yang efektif akan mencegah migrasi cemaran ke lingkungan,
khususnya air tanah. Namun kenyataannya belum ada sistem liner yang
efektif 100 %, karena timbulan lindi tidak terelakkan (Damanhuri, 1995).
Sistem pelapis dasar terdiri atas 3 macam, yaitu (Hughes, et.al, 2005):
1. Sistem pelapis dasar tunggal (single liner system)
Sistem liner ini terdiri atas lapisan tanah liat, lapisan geosintetis, atau
sebuah lapisan geomembran. Sistem liner ini biasanya digunakan
untuk landfill yang didesain untuk menampung sampah sisa-sisa
konstruksi bangunan seperti beton, aspal, kayu, kaca, dll.
2. Sistem pelapis dasar campuran (composite liner system)
Sistem pelapis dasar campuran terdiri atas lapisan geomembran yang
dikombinasikan dengan lapisan tanah liat. Sistem ini lebih efektif
untuk meminimasi migrasi lindi daripada sistem liner tunggal. Selain
itu sistem pelapis dasar campuran cocok untuk landfill yang
menampung sampah kota (municipal solid waste).
3.Sistem pelapis dasar ganda (double liner system)
Sistem pelapis dasar ganda dapat berupa dua buah sistem liner
tunggal, dua buah sistem liner campuran, atau sebuah sistem pelapis
dasar tunggal dan sebuah sistem pelapis dasar campuran. Lapisan
teratas berfungsi untuk mengumpulkan lindi, dan lapisan dibawahnya
(lapisan kedua) berfungsi untuk mendeteksi kebocoran sistem liner
tersebut dan menyokong fungsi lapisan diatasnya. Sistem pelapis
dasar ganda digunakan pada landfill untuk sampah kota dan sampah
B3.
Komponen sistem pelapis dasar yang yang sering digunakan adalah:
1. Tanah liat; digunakan untuk melindungi air tanah dari
kontaminan yang dihasilkan landfill. Sebagai liner ketebalan
tanah liat yang digunakan berkisar 0,5-1,5 m. Penggunaan tanah
liat yang dipadatkan dengan kelembaban yang tinggi lebih efektif
daripada tanah liat yang dipadatkan dengan kelembaban yang
rendah. Karena tanah liat dengan kelembaban yang rendah
memiliki resiko yang lebih besar untuk retak dan pecah sehingga
memperbesar jumlah lindi yang meresap ke air tanah.
2. Geomembran; dikenal dengan Flexible Membrane Liner (FML).
Jenis liner ini dibuat dari bermacam-macam material plastik
termasuk polyvinyl chloride (PVC) dan high density
polyethylene (HDPE). Jenis liner ini tahan terhadap sejumlah
besar bahan kimia dan kedap air (impermeable). Di Ohio, HDPE
geomembran harus memiliki ketebalan minimimal 15 mm untuk
landfill sampah kota. Geomembran dan geokomposit digunakan
sebagai lapisan penghalang untuk mencegah masuknya lindi ke
dalam air tanah. Salah satu jenis geomembran yang banyak
digunakan adalah Carbofol. Carbofol merupakan jenis
geomembran yang terbuat dari HDPE dan diproduksi dengan
beragam ketebalan lapisan, yaitu 1,5 mm – 3 mm. Carbofol
biasanya digunakan sebagai pelapis dasar untuk melindungi air
tanah dari kontaminasi pencemar. Untuk melindungi air tanah
biasanya digunakan Carbofol dengan ketebalan 1,5 mm bahkan
lebih tipis lagi. Carbofol ini tahan lama, dan tahan terhadap zat-
zat kimia serta radiasi sinar – UV. Jenis Carbofol dengan
permukaan seperti kaca memiliki kelebihan karena dapat
memperlihatkan kebocoran yang terjadi sehingga dapat dilakukan
perbaikan dengan segera. Selain itu Carbofol juga mudah, cepat,
dan efisien dalam pemasangan.
3. Geotekstil; digunakan sebagai filter untuk mencegah masuknya
material-material tanah ke dalam sistem drainase, dan juga untuk
mengatur aliran dalam sistem drainase. Selain itu untuk
melindungi geomembran dari kerusakan dan mencegah terjadinya
penyumbatan pada sistem pengumpul lindi.
Adapun jenis-jenis geotekstil, antara lain:
- Terrafix
Terrafix merupakan jenis geotekstil yang terbuat dari 100%
serat sintetis. Memiliki struktur serat tiga dimensi yang
membentuk labirin seperti bukaan pori-pori pada struktur
tanah. Terrafix merupakan material serbaguna, seperti
sebagai single layer dan multi layers filter, serta sebagai
lapisan pelindung. Terrafix juga berfungsi sebagai penahan
tanah, dan mempercepat pertumbuhan perakaran tanaman.
Terrafix mudah dalam penggunaanya dan memiliki efisiensi
yang lebih baik dibandingkan lapisan filter konvensional
seperti kerikil, selain itu tahan terhadap cuaca dan radiasi
sinar – UV. Terrafix memiliki angka permeabilitas yang
bervariasi tergantung dari jenis bahannya.
- Secutex
Secutex banyak digunakan sebagai penghalang/pemisah,
filter, pelindung, dan untuk lapisan drainase. Secutex juga
terbuat dari 100% serat sintetis seperti Polprorylene (PP),
Polyseter (PES), yang banyak digunakan dalam pekerjaan
sipil seperti perancangan hidrolika, pembuatan jalan, landfill.
Secutex dibuat dengan ketebalan yang bervariasi dengan
nilai permebilitas yang bermacam-macam pula. Spesifikasi
jenis-jenis Secutex sesuai dengan ketebalannya dapat dilihat
pada Tabel 2.15.
Kelebihan Secutex adalah memiliki biaya yang rendah dalam
pemasangan, pemeliharaan namun memiliki performance
yang sangat baik. Selain itu Secutex memiliki kualitas yang
bagus karena kapasitas regangannya tinggi serta tahan lama.
4. Geosynthetic Clay Liner (GCL); sudah mulai banyak digunakan
sebagai sistem pelapis dasar. Liner ini terdiri atas lapisan tanah
liat yang tipis (4-6 mm) yang berada diantara dua lapisan
geotekstil. Liner ini lebih mudah digunakan daripada lapisan
tanah liat yang tradisional. Salah satu jenis GCL adalah Bentofix
yang merupakan kombinasi antara serat (fiber) dan mineral tanah
liat. Memiliki angka permeabilitas yang sangat kecil yaitu 2 x 10-
11, memiliki ketebalan 7 mm dengan ukuran bentangan tiap
lembarnya 4,85 m x 40 m. Bentofix dapat dibentangkan 8% dari
ukuran bentangannya dengan kekuatan regangan maksimal 20
kN/m Bentofix efektif sebagai penahan/penghalang terhadap
cairan, uap, dan gas. Selain itu Bentofix juga dapat digunakan
sebagai:
- Lapisan pelindung pada tanah dan air tanah dari kontaminasi
limbah;
- Lapisan dasar (liner) pada landfill, lapisan pelindung
geomembran.
5. Geonet; merupakan liner yang berupa jaring plastik seperti
selimut drainase yang digunakan sebagai sarana drainase dan
lapisan pengumpul lindi. Geonet membawa cairan lebih cepat
daripada tanah dan kerikil. Salah satu jenis geonet adalah
Secudrain. Secudrain terbuat dari Polypropylene terdiri atas 2-3
lapisan dan merupakan filter tiga dimensi yang stabil dan
merupakan sistem drainase yang tahan terhadap tekanan tinggi.
Secudrain terdiri dari monofilamen kasar yang bergelombang dan
lapisan nonwoven yang saling terkait dengan ikatan yang sangat
kuat pada salah satu sisinya. Secudrain memiliki angka
permeabilitas yang tinggi, yaitu 1 x 10-1, dengan ketebalan 2,5
mm dan ukuran bukaan pori-porinya 0,12 mm. Ukuran bentangan
Secudrain tiap lembarnya adalah 1,9/3,8 m x 35 m.
Sistem pelapis dasar yang dianjurkan adalah dengan geosintetis
atau Flexible Membran Liner (FML), geosintetis yang sering
digunakan adalah:
- Geotekstil digunakan sebagai filter untuk mencegah
masuknya material-material tanah ke dalam sistem drainase,
dan juga untuk mengatur aliran dalam sistem drainase.
- Geonet digunakan sebagai sarana drainase.
- Geomembran dan geokomposit digunakan sebagai lapisan
penghalang untuk mencegah masuknya leacahte ke dalam air
tanah, untuk bahan geomembran dipilih yang memiliki
permeabilitas yang rendah.
Tanah liner yang dipilih mempunyai kemampuan adsorpsi,
biodegradasi, penukaran ion, pengenceran dan pengendapan.
Contoh liner tersebut adalah:
- Natrium bentonit dan zeolit: bahan yang dapat mengurangi
transport cemaran anorganik.
- Abu terbang berkarbon tinggi: bahan yang dapat menahan
cemaran organik.
- Tanah liat dengan modifikasi kandungan organik: lebih
efektif untuk menahan cemaran organik dengan berat
molekul lebih tinggi.
Untuk TPA di Indonesia disarankan untuk melapisi dengan tanah yang relatif kedap
dan dipadatkan sampai densitas proctor 95 %, kemiringan dasar TPA diusahakan ke arah
tertentu yaitu tempat lindi terkumpul untuk kemudian ditangani lebih lanjut. Beberapa jenis
desain liner yang biasa digunakan adalah:
Model 1
- Lapisan tanah liat dan geomembran berfungsi sebagai penghalang pergerakan lindi dan
gas.
- Lapisan pasir dan kerikil berfungsi sebagai lapisan pengumpul dan drainase lindi dari
dalam landfill.
- Lapisan geotekstil berfungsi untuk meminimasi tercampurnya tanah dan lapisan
pasir/kerikil.
- Tanah penutup akhir digunakan untuk melindungi lapisan drainase dan lapisan
penghalang.
- Modifikasi liner mencakup pemasangan pipa pengumpul dan lapisan pengumpul lindi.
Model 2
- Geonet (dari anyaman jala plastik terbuka) dan geotekstil (dari kain filter) diletakkan
diatas lapisan tanah liat yang dikompaksi, sedangkan lapisan tanah pelindung
diletakkan diatas geotekstil.
- Geonet dan geotekstil berfungsi sebagai lapisan drainase untuk membawa lindi ke
sistem pengontrol lindi. Filter geotekstil mudah tersumbat sehingga cenderung
menggunakan lapisan pasir atau kerikil sebagai lapisan drainase.
Model 3
- Liner 2 komposit yaitu liner komposit primer dan sekunder, liner pertama berfungsi
sebagai pengumpul lindi sedangkan lapisan komposit sekunder berfungsi sebagai
sistem deteksi kebocoran dan penyangga liner komposit primer.
- Modifikasi sistem liner dari lapisan drainase pasir ke sistem drainase menggunakan
geonet.
Model 4
- Liner hampir sama dengan model 3, hanya lapisan tanah liat di bawah liner
geomembran pertama diganti dengan lapisan tanah liat geosintetis (GCL).
- GCL merupakan buatan pabrik yang terbuat dari bahan tanah liat bentonite kualitas
tinggi dan material pengikat. Tanah liat bentonite mempunyai kapasitas absorbsi 10 x
beratnya dalam air, ketika mengabsorbsi air bentuknya seperti dempul dan sangat
resistan terhadap gerakan air. GCL memiliki permeabilitas yang rendah yaitu 10-10
cm/dt dan biasanya berbentuk lembaran yang besar.
Model 5 dan 6
- Memiliki 2 lapis sistem liner, sensor kebocoran diletakkan diantara kedua liner.
• Tanah Penutup Harian dan Tanah Penutup Antara
Tanah penutup harian memiliki ketebalan 15 – 20 cm (DPU, 2006) yang
digunakan untuk mengontrol sampah agar tidak terbang, vektor penyakit
seperti tikus dan lalat tidak masuk atau keluar dari landfill dan juga untuk
mencegah masuknya air kedalam landfill. Jenis material yang biasanya
digunakan sebagai penutup harian adalah geocyntetic clay, sisa konstruksi,
sisa-sisa hasil pertanian dan material hasil komposting.
Pada Sanitary Landfill pemasangan tanah penutup harian dilakukan setiap kali
selesai melakukan operasi landfill setiap harinya sedangkan Controlled
Landfill setiap 5 – 7 hari. Selain penutup harian juga dilakukan penutupan
antara (lapisan intermediate) setebal 30 – 40 cm (DPU,2006). Kemiringan
tanah penutup harian harus cukup untuk dapat mengalirkan air hujan keluar
dari atas lapisan penutup tersebut.
• Tanah Penutup Akhir
Sumber terbesar dari timbulnya lindi adalah akibat infiltrasi air melalui bagian
atas landfill, baik melalui presipitasi langsung atau melalui limpasan yang
masuk. Oleh karenanya aplikasi penutup akhir pada landfill memiliki peranan
yang sangat penting. Rancangan penutup akhir hendaknya mempertimbangkan
aspek kesehatan, keselamatan, estetika, permeabilitas, kekuatan dan
pemanfaatan lahan setelah ditutup kelak. Ketebalan penutup akhir ini berkisar
50 – 100 cm tergantung rencana peruntukkan bekas TPA nantinya.
Kemiringan tanah penutup akhir hendaknya tidak lebih dari 30o (perbandingan
1:3) untuk menghindari erosi. Diatas tanah penutup akhir harus dilapisi dengan
tanah media tanam (top soil/vegetable earth). (DPU, 2006).
Penutup akhir ini diharapkan tetap berfungsi walaupun sarana ini sudah tidak
digunakan lagi yang mungkin membutuhkan waktu sampai 30 tahun. Fungsi
yang diharapkan adalah:
a. Pengontrol gerakan air ke sarana supaya timbulan lindi dibatas.
b. Pengontrol limpasan air agar ke luar sarana.
c. Pengontrol binatang atau vektor penyakit.
d. Pengamanan terhadap adanya kontak langsung limbah terhadap manusia.
e. Pengontrolan terhadap gas yang terbentuk sehingga tidak menurunkan
kualitas udara.
f. Mengurangi kemungkinan kebakaran dengan mencegah emisi udara.
g. Menjamin stabilitas lahan-urug akibat kemungkinan bergeraknya massa
limbah.
h. Pengontrol debu.
i. Pengatur tampilan landfill ditinjau dari sudut estetika.
j. Menjamin agar tanaman atau tumbuhan dapat tumbuh secara baik
setelah saran ditutup.
Drainase lateral di bawah media pendukung tanaman (topsoil) terdiri
dari media berpori seperti kerikil, geonet, dan geokomposit. Tujuannya
adalah untuk menyalurkan presipitasi yang masuk agar tidak mengalir ke
bawahnya. Dalam beberapa kasus sistem drainase lateral ini dilengkapi
dengan sistem perpipaan. Lapisan filter atau geotekstil dapat diletakkan
di bawah pendukung tanaman atau di atas lapisan drainase, geotekstil
akan berperan untuk membatasi kedua media tersebut serta untuk
mengurangi migrasi cemaran. Tanpa adanya lapisan geotekstil partikel
halus dari topsoil akan dapat bergerak ke bagian drainase yang dapat
menyumbat lapisan drainase.
Di bawah lapisan drainase disusun pula beberapa lapisan penahan
lainnya yang terdiri atas lapisan geomembran, tanah liat atau campuran.
Setelah lapisan penahan dipasang sistem pengumpul gas yang terbuat
dari media berpori seperti pasir kerikil atau sistem perpipaan. Lapisan
paling bawah dari sistem penutup akhir ini adalah lapisan subgrade
untuk menanggulangi bila permukaan lahan urug kurang stabil, lapisan
ini akan membantu pembentukan kemiringan yang diinginkan untuk
mempercepat drainase lateral.
Disamping sistem penutup akhir, aliran limpasan dari luar dapat juga
dihindari dengan pengaturan drainase permukaan. Sasarannya adalah
bagaimana menghindari sebanyak mungkin air masuk ke area
penimbunan yang masih aktif, kontrol aliran ini dapat juga dilakukan
dengan pengaturan kemiringan serta penanaman tanaman.
• Sumur Monitoring
Konstruksi dari sumur monitoring harus didasarkan pada data ketinggian muka
air. Selain itu sumur monitoring juga harus memperhatikan komposisi dari
material yang akan dipergunakan, material yang biasa digunakan untuk
pemasangan dan konstruksi adalah PVC, teflon, lapisan seng, stainless stell
dan beton. Pemilihan material konstruksi harus didasarkan pada kekuatan,
kemudahan dalam pemasangan, biaya dan karakteristik geofisika. Pada tabel
2.16 berikut akan diperlihatkan keuntungan dan kerugian dari material yang
digunakan.
Fasilitas Penunjang
• Jembatan Timbang
Jembatan timbang berfungsi untuk menghitung berat sampah yang masuk ke TPA
dengan ketentuan sebagai berikut (DPU, 2006):
- Lokasi jembatan timbang harus dekat dengan kantor/ pos jaga dan terletak
pada jalan masuk TPA;
- Jembatan timbang harus dapat menahan beban minimal 5 ton;
- Lebar jembatan timbang minimal 3,5 m.
• Air Bersih
Fasilitas air bersih akan digunakan terutama untuk kebutuhan kantor, pencucian
kendaraan (truck dan alat berat), maupun fasilitas TPA lainnya. Penyediaan air
bersih ini dapat dilakukan dengan sumur bor dan pompa.
• Bengkel/Garasi
Bengkel/garasi/hangar berfungsi untuk menyimpan dan atau memperbaiki
kendaraan atau alat besar yang rusak. Luas bangunan yang akan direncanakan
harus dapat menampung 3 kendaraan. Peralatan bengkel minimal yang harus ada di
TPA adalah peralatan untuk pemeliharaan dan kerusakan ringan
• Peralatan / Alat berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator,
dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakterisitik yang berbeda
dalam operasionalnya, yaitu:
- Bulldozer, sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang
dalam kemampuan penggalian;
- Excavator, sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam
perataan sampah;
- Loader, sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah namun
kurang dalam kemampuan pemadatan.
Secara sepintas, metode landfill relatif mudah dilakukan dan bisa menampung sampah
dalam jumlah besar. Akan tetapi, anggapan ini kurang tepat karena jika tidak dilakukan
secara benar, landfill dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan
lingkungan. Masalah utama yang sering timbul adalah bau dan pencemaran air lindi
(leachate) yang dihasilkan. Selain itu, gas metana yang dihasilkan oleh landfill dan tidak
dimanfaatkan akan menyebabkan efek pemanasan global. Jika termampatkan di dalam tanah,
gas metana bisa meledak. Oleh sebab itu, dalam sistem landfill yang baik diperlukan adanya
unit pengolahan air lindi dan unit pengolahan biogas.
- Unit Pengolahan Air Lindi (leachate)
Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik yang tinggi yang
terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill. Air
lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya
tinggi, juga dapat mengandung unsur logam (seperti Zn, Hg). Jika tidak ditangani
dengan baik, air lindi dapat menyerap dalam tanah sekitar landfill kemudian dapat
mencemari air tanah di sekitar landfill. Air lindi memerlukan perlakuan awal, yaitu
dengan menghilangkan kandungan inorganik dalam air lindi. Setelah kandungan
inorganik dalam air lindi dapat dihilangkan atau dikurangi, kemudian air lindi
dapat diolah lebih lanjut untuk menghilangkan kadar kandungan organiknya.
Pengolahan air lindi dapat dilakukan dengan berbagai alternatif seperti :
Resirkulasi air lindi kembali ke dalam landfill. Hal ini dapat meningkatkan laju
dekomposisi kandungan organik menjagi biogas hingga sekitar 70%. Resirkulasi
air lindi dapat dilakukan pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan, air
lindi harus diolah untuk mengurangi volumenya.
Pengolahan air lindi dengan menggunakan pengolahan limbah secara biologis.
Pengolahan ini biasa dilakukan dengan menggunakan lumpur aktif yang berfungsi
mendegradasi kandungan organik yang terdapat dalam air lindi. Setelah kandungan
organik dalam air lindi turun drastis, kemudian dapat dilakukan pemurnian kembali
dengan menggunakan alat filtrasi. Air keluaran yang diharapkan dari pengolahan
semacam ini dapat langsung dibuang ke lingkungan karena tidak berbahaya bagi
lingkungan.
Pengolahan air lindi dengan menggunakan pengolahan limbah secara kimiawi
Pengolahan air lindi dengan menggunakan membran. Selain untuk mengurangi
kekeruhan atau turbiditas, pengolahan dengan membran dimaksudkan untuk
mengurangi kadar COD, BOD serta kandungan logam pada air lindi. Umumnya
diperlukan pengolahan bertahap untuk menghasilkan limbah yang memenuhi
syarat baku mutu limbah seperti bioreaktor dengan membran (membrane
bioreactor) atau integrasi antara ultrafiltrasi dan karbon aktif.
- Unit Pengolahan Biogas
Unit pengolahan biogas terbagi dalam 2 proses utama yaitu proses pembentukan
dan penyaluran gas serta sistem pemrosesan gas. Proses pembentukan gas dalam
landfill melibatkan reaksi yang kompleks sehingga laju pembentukan gas akan
bervariasi antar-landfill. Laju maksimum dicapai ketika kondisi lingkungan
mencapai kondisi optimum yaitu pH mendekati netral, kelembaban cukup, serta
temperatur yang moderat. Hal yang paling mengganggu adalah kehadiran oksigen
yang akan menghentikan reaksi anaerobik menjadi aerobik. Pada kondisi optimum,
stabilisasi sampah berlangsung antara 10-20 tahun yang ditandai dengan
berhentinya pembentukan gas. Jika kurang optimum, stabilisasi bisa mencapai 30
tahun. Hal yang sulit dilakukan adalah penentuan waktu pembentukan metana
dalam jumlah cukup besar. Hingga saat ini belum ada metode pasti untuk
memprediksi waktu tersebut. Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan
membandingkannya dengan waktu pembentukan metana landfill yang terdekat
kondisinya. Gas yang dihasilkan dari landfill didominasi oleh metana dan
karbondioksida. Kandungan metana berkisar antara 45-55% sedangkan karbon
dioksida berkisar antara 40-50%. Kandungan metana yang lebih tinggi juga pernah
dilaporkan. Kombinasi kedua gas bisa mencapai 99% dari semua gas. Walaupun
demikian, satu persen gas sisanya harus sangat diperhatikan karena bisa bersifat
korosif, beracun, ataupun berbau tak sedap. Dalam kondisi ideal, kalor jenis gas
yang dihasilkan bisa mencapai 450-540 Btu/SCF.
Komposisi gas yang dihasilkan relatif konstan selama puncak pembentukan. Ketika
sampah sudah memasuki masa stabilisasi, pembentukan gas mulai menurun secara
asimtot. Oleh karena itu, total waktu pembentukan gas sering dinyatakan dalam
bentuk waktu paruh. Selama periode penurunan ini, komposisi gas yang dihasilkan
relatif tetap. Akan tetapi, laju pembentukan yang menurun ini akan berakibat pada
penurunan tekanan dan rembesan udara ke dalam landfill. Oleh karena itu, besar
kemungkinan terbawanya nitrogen dan oksigen karena sulit untuk mengambil gas
tanpa tercampur dengan udara.
Gambar 2 Skema pengolahan sampah dengan landfill yang menghasilkan gas
Sistem pemrosesan gas terdiri atas beberapa sumber gas dan pipa-pipa yang saling
terhubung kepada pompa vakum. Pada sistem yang sederhana, pompa yang dipakai berupa
blower sentrifugal.
Saat ini, pengambilan gas dilakukan dengan memasukkan pipa (well) berlubang secara
vertikal ke dalam sampah kira-kira hingga ¾ kedalaman landfill. Lubang-lubang itu biasanya
kecil-kecil. Lubang-lubang itu akan diisi dengan bebatuan atau kerikil untuk mencegah
masuknya sampah. Lubang-lubang diletakkan di bagian bawah pipa untuk mencegah
masuknya udara dari luar. Segel beton diletakkan di atas kerikil. Bagian atas diisi dengan
tanah.
Plastik pipa biasanya digunakan sebagai selubung pipa sumber (well). Besi atau baja
kurang disukai karena potensial terkorosi serta kecenderungan landfill yang berubah seiring
dekomposisi sampah. Material plastik (polimer) yang banyak digunakan adalah polivinil
klorida (PVC), polietilen (PE), dan serat kaca (fiberglass) karena lebih tahan korosi dan
fleksibel.
Biogas yang dikeluarkan selanjutnya diubah menjadi listrik melalui sistem konversi
termal yang melibatkan gas engine dan boiler untuk menghasilkan uap air yang akan
menggerakkan turbin.
Penyelesaian Masalah Landfill
Arsitek dan Insinyur Tekhnologi BPPT, Dipl. –Ing. Ir H. B. Henky Sutanto
menjelaskan, Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah sistem pengolahan sampah
yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang Penampungan Sampah
Padat. RSL diyakini Henky bisa mengontrol emisi liquid, atau air rembesan sampai sehingga
tidak mencemari air tanah.
Sistem ini mampu mengontrol emisi gas metan, karbondioksida atau gas berbahaya
lainnya akibat proses pemadatan sampah. RSL juga bisa mengontrol populasi lalat di sekitar
TPA. Sehingga mencegah penebaran bibit penyakit. Cara kerjanya, di RSL, sampah
ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah tersebut sebelumnya digali dan tanah
liatnya dipadatkan. Lahan ini desbut ground liner. Usai tanah liat dipadatkan, tanah kemudian
dilapisi dengan geo membran, lapisan mirip plastik berwarna yang dengan ketebalan 2,5
milimeter yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah satu senyawa minyak bumi.
Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan air lindi (air kotor yang berbau yang berasal dari
sampah), sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah.
Di atas lapisan geo membran dilapisi lagi geo textile yang gunanya memfilter kotoran
sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi ini dikeringkan. Sebelum
dipadatkan, sampah yang menumpuk diatas lapisan geo textille ini kemudian ditutup dengan
menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses
pembusukan sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen.
Geo membran ini juga akan menyerap panas dan membantu proses pembusukan.
Radiasinya akan dipastikan dapat membunuh lalat dan telur-telurnya di sekitar sampah.
Sementara hasil pembusukan sampah dalam bentuk kompos bisa dijual. Gas metan ini juga
yang pada akhirnya digunakan untuk memanaskan air hujan yang sebelumnya ditampung
untuk mencuci truk-truk pengangkut sampah. Jadi truk sampah yang bentuknya tertutup
dicuci setiap kali habis mengangkut sampah, tidak akan menebarkan bau ke lokasi TPA.
Gambar
Sumber :
http://yusmanov.blogspot.com/2010/03/reusable-sanitary-landfill-alternatif.html
http://my.opera.com/MaRph0amat0nte/blog/landfill
http://majarimagazine.com/2010/04/landfill-part-1-unit-pengolahan-leachate-dan-biogas/