lapkas obgyn
DESCRIPTION
laporan kasus obginTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Cairan amnion atau yang lebih dikenal sebagai cairan ketuban
mempunyai peranan penting dalam menunjang proses kehamilan dan
persalinan. Di sepanjang kehamilan normal kompartemen dari cairan
amnion menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan
berkembang. Tanpa cairan amnion rahim akan mengerut dan menekan
janin, pada kasus–kasus dimana tejadi kebocoran cairan amnion pada awal
trimester pertama janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk
distrorsi muka, reduksi tungkai dan cacat dinding perut akibat kompresi
rahim.1 Menjelang pertengahan kehamilan cairan ketuban menjadi
semakin penting untuk perkembangan dan pertumbuhan janin, antara lain
perkembangan paru-parunya, bila tidak ada cairan amnion yang memadai
selama pertengahan kehamilan janin akan sering disertai hipoplasia paru
dan berlanjut pada kematian. Selain itu cairan ini juga mempunyai peran
protektif pada janin. Cairan ini mengandung agen-agen anti bakteria dan
bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi patogen.1
Selama proses persalinan dan kelahiran cairan ketuban terus
bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk membantu dilatasi
servik. Selain itu cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi
antara janin dan ibu. Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat
diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke dalam cairan
amnion.2
Kejadian Ketuban Pecah Dini berkisar 5-10% dari semua
kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70%
kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan
penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%, oleh karena itu, penting bagi
tenaga kesehatan untuk dapat mendiagnosa dengan tepat ketuban pecah
dini sehingga dapat melakukan penanganan yang sesuai.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ketuban Pecah Dini adalah adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu. Dapat
terjadi kapan saja baik waktu aterm maupun preterm dan akan meningkatkan
resiko terhadap kehamilan. Dikatakan in partu jika terdapat kontraksi uterus
yang teratur dan menyebabkan dilatasi serviks, serta pengeluaran lendir darah.
Jadi, dikatakan ketuban pecah dini jika:3,4,5,6
1. Pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan
2. Pecahnya selaput ketuban secara spontan, pada saat belum inpartu.
3. Selaput ketuban pecah 1 jam, kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal
persalinan (tanpa melihat usia kehamilan).
Adapun tanda dan gejala in partu adalah sebagai berikut:
1. Penipisan dan pembukaan serviks
2. Kontraksi uterus yang teratur dan menyebabkan perubahan pada serviks
(minimal 2 kali dalam 10 menit)
3. Keluarnya lendir bercampur darah dari vagina.
Gambar 1. Ketuban pecah
2.2 KLASIFIKASI2
Ketuban Pecah Dini dibedakan menjadi:3,4,5
1. Ketuban Pecah Dini Preterm: sebelum kehamilan 37 minggu
2. Ketuban Pecah Dini term: setelah kehamilan 37 minggu
2.3 ETIOLOGI
Penyebab pecahnya ketuban masih merupakan kontroversi dalam obstetri,
ada berbagai pendapat mengenai penyebab pecahnya ketuban, sebagai
berikut:3,4,5
1. Berkurangnya kekuatan membran (pada infeksi, kekurangan vitamin
C, kelainan genetik, pasca amniosintesis)
2. Meningkatnya tekanan intrauterin (trauma)
3. Ketegangan uterus yang berlebihan (pada polihidramnion dan gemelli)
4. Cervical incompetence
5. Kelainan letak janin dan uterus (letak sungsang, letak lintang)
Gambar 2. Inkompetensi leher rahim/serviks
2.1 FISIOLOGI CAIRAN KETUBAN
Dua belas hari setelah ovum dibuahi, terbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar
dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk
3
kemudian dengan korion yang akhirnya membentuk kantung amnion yang
berisi cairan amnion.7
Cairan amnion normalnya berwarna putih, agak keruh serta mempunyai bau
yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang
seiring dengan tua nya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010.
Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan
amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu
jam didapatkan perputaran cairan lebih kurang 500 ml.1
Cairan amnion merupakan salah satu sistem komunikasi antara janin dan ibu
yang merupakan suatu hal yang essensial dalam menunjang keberhasilan
proses implantasi blastosit, pengenalan ibu terhadap kehamilan, penerimaan
imunologi hasil konsepsi, menjaga kehamilan, adaptasi ibu terhadap
kehamilan , nutrisi janin, pematangan janin dan mungkin untuk inisiasi dari
kehamilan. Cairan amnion merupakan suatu hal yang unik yang mempunyai
sistem komunikasi langsung antara janin dan ibu. Sistem komunikasi antara
janin dan ibu yang disebut Paracrine arm dimungkinkan melalui unsur utama
dari cairan amnion seperti urin janin dan sekresi paru-paru janin, hubungan
timbal baliknya adalah produk desidua yang terdapat dalam unsur utama darah
ibu memasuki cairan amnion dan masuk ke dalam janin melalui pernafasan
janin dan penelanan cairan amnion oleh janin.1,2
2.2 PATOFISIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
Banyak teori mengenai pecahnya ketuban, mulai dari defek kromosom,
kelainan kolagen dan infeksi. Ternyata sebagian besar berhubungan dengan
infeksi, dimana infeksi yang paling sering disebabkan oleh Bacteroides dan
Lactobacilus.3,4,5
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati
waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktifitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Selaput ketuban
4
sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga, selaput ketuban
mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester
terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban
pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada
kehamilan preterm disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya
infeksi yang menjalar dari vagina. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta
amnion. Sintesis dan degradasinya dipengaruhi oleh sistem aktivasi dan
inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi
maka tejadi peningkatan aktivitas IL-1 dan prostaglandin dan menghasilkan
kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion/amnion menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan.3,4,5
2.3 GEJALA KLINIS
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus
diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin
yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat"
kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang
terjadi.3,4
2.4 DIAGNOSIS
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan
dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari
vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut
dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan
trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.4,5
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada:4,5,8
5
1. Anamnesis; waktu keluar cairan sebelum in partu, warna cairan putih
keruh ataukah hijau, bau manis.
2. Inspeksi; ditemukan cairan per vaginam.
3. Periksa dalam; cairan dalam vagina, selaput ketuban tidak ada, cairan
kering, janin mudah diraba.
4. Inspekulo; penekanan pada fundus atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari OUE (orificium uterus externum) dan terkumpul pada
fornix posterior.
5. Laboratorium; kertas lakmus berubah menjadi biru/ reaksi basah.
6. Demam bila ada infeksi.
2.1 PENATALAKSANAAN
Pada ketuban pecah dini dikenal adanya periode laten, yakni interval waktu
dari pecahnya ketuban hingga dimulainya persalinan. Periode laten berbanding
terbalik dengan usia kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% persalinan akan
terjadi dalam 24 jam sedang pada kehamilan preterm sering lebih lama. Pada
kehamilan 28–30 minggu, 50% inpartu dalam 24 jam, 80% inpartu dalam 1
minggu.3,4
Penatalaksanaan pada pasien dengan ketuban pecah dini adalah sebagai
berikut:3,4,5,6
1. Penderita dengan ketuban pecah dini harus masuk rumah sakit untuk
diperiksa lebih lanjut.
2. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk
rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif (pembukaan ≥4cm),
korioamnionitis (gejala dan tanda berupa suhu badan ibu>38˚C, ibu
takikardi ataupun janin takikardi, cairan ketuban berbau busuk dan uterus
tegang), gawat janin (denyut jantung janin <120x/menit atau >160x/menit,
ataupun irreguler dan warna ketuban hijau), kehamilan diterminasi.
1. KPD pada kehamilan preterm.9
Jika perkiraan BBJ >1.500 gram:
6
a. Ampicillin 1 gram/ 6 jam IV, tes dulu selama 2 hari dilanjutkan
Amoxycillin 3x500 mg/hari selama 3 hari.
b. Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
c. Injeksi Dexametasone 16 mg IV, 2x24 jam atau Betametason 12 mg IV
2x24 jam.
d. Observasi 2x24 jam dan suhu rektal tiap 3 jam, bila belum inpartu segera
terminasi.
e. Bila ada kecenderungan naik >37,6˚C, segera terminasi.
Jika perkiraan BBJ <1.500 gram:
a. Ampicillin 1 gr/ 6 jam IV, tes dulu 2 hari dilanjutkan amoxycillin 3x500
mg selama 3 hari.
b. Observasi 2x24 jam dan suhu rektal tiap 3 jam.
c. Bila suhu rektal naik >37,6˚C, segera terminasi.
Jika air ketuban tidak keluar dalam 2x24 jam, lakukan USG:
a. Air ketuban cukup, lanjutkan konservatif.
b. Air ketuban sedikit, segera terminasi.
Jika dalam 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar, segera terminasi. Jika
dilanjutkan konservatif, beri nasihat pada pasien untuk kembali ke rumah sakit
bila demam atau keluar cairan lagi, tidak boleh bersenggama/koitus dan tidak
boleh melakukan manipulasi vaginal.9
Pengukuran volume cairan amnion telah menjadi suatu komponen integral
dari pemeriksaan kehamilan untuk melihat adanya resiko kematian janin. Hal
ini didasarkan bahwa penurunan perfusi uteroplasenta dapat mengakibatkan
gangguan aliran darah ginjal dari janin, menurunkan volume miksi dan
menyebabkan terjadinya oligohidroamnion. Selama lebih dari dua dekade,
sejumlah metoda dengan menggunakan ultrasonografi telah digunakan dalam
mengukur jumlah cairan amnion, seperti indeks cairan amnion, kantong
vertika terbesar, dan pengukuran biofisik profil. Phelan dan kawan-kawan
7
mengemukakan suatu cara yang mudah dan akurat dalam mengukur cairan
amnion ini dengan menggunakan indeks cairan amnion. Jumlah cairan
ketuban memiliki jangkauan tertentu nilai normal, skor bernomor diperoleh
dengan menjumlahkan kedalaman dari empat kantong cairan (dalam cm)
dilihat pada USG. Beberapa peneliti menyatakan kedalaman 3 cm sudah
cukup untuk menganggap bahwa ada cairan ketuban yang cukup di sekitar sisa
bayi. Tetapi Indeks Fluida (AFI/Amniotic Fluid Index) secara tradisional
penambahan empat saku, dengan kisaran normal dari 8 sampai 18 dikatakan
air ketuban sedikit jika nilai AFI kurang dari 5 cm.9,10
2. KPD pada kehamilan aterm9
Jika terdapat infeksi maka segera di terminasi. Bila tidak terdapat infeksi
dan kehamilan > 37 minggu:
1. Jika ketuban telah pecah > 12 jam, berikan antibiotika profilaksis
untuk mengurangi risiko infeksi streptokokus grup B :
a. Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam atau Penisilin G 2 juta unit IV setiap
6 jam sampai persalinan
b. Jika tidak ada infeksi pascapersalinan, hentikan antibiotika.
2. Nilai serviks :
a. Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin (Oksitosin drip 5 U dalam 500 cc dextrose 5% dimulai 8
tetes/ menit, setelah 30 menit naikkan 4 tetes/ menit sampai his
adekuat. Maksimal 40 tetes/ menit). Lakukan SC bila drip
oksitosin gagal. Induksi persalinan gagal bila dengan 2 botol
(masing-masing 5 IU oksitosin dalam 500 cc Dextrose 5%) belum
ada tanda-tanda awal persalinan atau bila dalam 12 jam belum
keluar dari fase laten dengan tetesan maksimal.
b. Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio
caesarea
2.2 KOMPLIKASI
8
Pada kehamilan aterm:3,4,5
1. Infeksi pada fetal
2. Infeksi pada ibu
3. Kompresi talipusat atau prolapsus talipusat
Pada kehamilan preterm:3,4,5
1. Pelahiran prematur
2. Infeksi fetal
3. Infeksi maternal
4. Kompresi tali pusat dan prolapsus
5. Hipoplasia paru
6. Deformitas janin
2.3 PROGNOSIS
Prognosis ibu dengan ketuban pecah dini adalah baik. Bahaya untuk ibu hanya
apabila dilakukan tindakan traumatik untuk menyelamatkan bayi.
Prognosis bayi sangat variatif bergantung maturitas paru dan ada atau tidaknya
infeksi, pada usia kehamilan <32 minggu atau semakin muda kelahiran
semakin buruk prognosisnya. Kematian janin bertambah dengan semakin
panjangnya interval antara pecahnya ketuban dan kelahiran bayi.5,10
BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
9
Nama : Ny. N
Usia : 27 tahun
Pekerjaan : Guru Honor
Alamat : Jalan Alianyang Komp Masjid Agung No. 26 RT
041/RW015 Kel Pasiran Kec Singkawang Barat
Kota Singkawang
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : S1
Tanggal masuk RS : 25 September 2015
Jam masuk RS : 21.30 WIB
3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pasien tanggal 26 September 2015 pukul 14.00
WIB.
3.2.1 Keluhan utama
Pengeluaran air dari jalan lahir
3.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RS Abdul Aziz atas rujukan dari praktek dokter.
Pasien datang ke praktek karena keluhan keluarnya air dari jalan lahir.
Cairan tersebut tidak berbau amis ataupun berbau pesing. Pasien
mengeluhkan celana yang biasa pasien gunakan terasa lembab karena
keluarnya air. Keluhan tersebut mulai dirasakan sejak ± 1 hari SMRS sekitar
pukul 08.00 WIB.
± 10 jam SMRS pasien kembali mengeluhkan keluarnya air yang membuat
celana pasien terasa lembab. Hal tersebut membuat pasien datang ke praktek
dokter untuk memeriksakan kondisi kandungannya. Di sana pasien diperiksa
kandungan dan USG, pasien mengatakan hasil pemeriksaan kandungannya
masih baik. Pasien kemudian dirujuk ke RS Abdul Aziz.
Pergerakan janin masih dirasakan pasien. Keluhan keluarnya darah
disangkal, mulas jarang dirasakan, riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi
saluran kemih disangkal, keluhan demam disangkal.
10
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), diabetes mellitus (tidak pernah diperiksa), riwayat infeksi
saluran kemih berulang saat kehamilan (-), keputihan (+) selama hamil
namun hilang timbul dan sembuh sendiri, keputihan tersebut kadang berbau,
kadang tidak, riwayat alergi atau pun asma (-). Keluhan jantung
sebelumnya, gangguan pembekuan darah, dan sakit yang berhubungan
dengan rahim disangkal.
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+), obesitas pada saudara kandung (-), PJK (-), stroke (-), bayi
besar/makrosomia (-), DM tidak pernah diperiksa, riwayat stillbirth (-),
riwayat malformasi kongenital (-), riwayat keguguran sebelumnya dalam
keluarga (-).
3.2.5 Riwayat Sosio Ekonomi
Pasien bekerja sebagai guru honor di Sekolah Dasar. Suami pasien bekerja
sebagai guru honor di TK. Pola makan di keluarga tidak berlebih, makan 2-
3 kali sehari. Makanan siap saji hampir tidak pernah dikonsumsi. Pasien dan
keluarga tidak pernah berolahraga rutin. Konsumsi alkohol atau olahan yang
mengandung alkohol disangkal. Pasien tidak merokok. Pasien berobat
menggunakan BPJS.
3.2.9 Riwayat Obstetrik dan Ginekologik
1. Status obstetrik G2P1A0M0
I: Laki-laki, 3 tahun, berat lahir 3400gr, persalinan spontan ditolong
bidan
2. Menikah pada usia 23 tahun
3. Berhubungan seks pertama kali pada usia 23 tahun
4. Hamil pertama kali usia 23 tahun
5. Melahirkan pertama kali usia 24 tahun
6. Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan (-)
7. Riwayat preeklampsia (-)
8. Persalinan sebelumnya dilakukan spontan ditolong oleh bidan
9. ANC dilakukan >4 kali di puskesmas Singkawang Barat
11
10. Pasien menggunakan kontrasepsi pil KB dan suntik
11. Menarche pada usia sekitar 12 tahun
12. Siklus haid pasien sekitar 28 hari, setiap bulan selalu menstruasi jika
tidak hamil
13. Riwayat hipomenor (-), hipermenor (-), amenore (-), metroragi (-)
14. HPHT = 18-1-2015
15. HPL = 25-10-2015
16. Usia kehamilan = 35-36 minggu
17. Berat badan saat hamil : 76 kg
18. Berat badan sebelum hamil : 65 kg
19. Penambahan berat badan selama hamil : 11 kg
3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 26 September 2015.
3.3.1 Tanda - tanda vital
Kondisi Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, regular, isi cukup, teraba kuat
Nafas : 21 kali/menit, regular, pernapasan torakoabdominal
Temperatur : 36,9o C
3.3.2 Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera iterik (-/-), pupil isokor
diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-)
Dada : Simetris, bentuk normal
Payudara : Status obstetrik
Jantung : Ictus cordis tidak terlihat, teraba di SIC 5 linea
midclavicularis sinistra, S1S2 regular tunggal, murmur
(-), gallop (-)
12
Paru : Simetris, sonor, suara napas dasar vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Status obstetrik
Anus & rektum : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik
3.3.3 Status Obstetrik
Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae (+/+)
Abdomen
Inspeksi : cembung gravidarum, sesuai usia kehamilan
Palpasi : Leopold I: TFU= 29 cm, teraba bagian bokong (bulat dan
lembut) dari janin pada bagian fundus unteri
Leopold II: teraba bagian punggung (keras memanjang)
pada sisi kanan abdomen
Leopold III: teraba masa bulat dan keras
Leopold IV: bagian terbawah janin belum masuk PAP
His (+) jarang
Auskultasi : DJJ= 142 kali/menit
Genitalia Eksterna : Perdarahan pervaginam aktif (-), pengeluaran cairan (+)
VT : Pembukaan belum ada, porsio tebal lunak, bloodslym (-)
Inspekulo : Tidak dilakukan
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Lab (25 September 2015)
Pemeriksaan Hasil
13
Hemoglobin 12,4 g/dL
Leukosit 12.400/µL
Trombosit 242.000/ µL
Hematokrit 34,9%
Eritrosit 4,32 x 105/µL
Golongan Darah B
Waktu Pembekuan 6’10”
Waktu Perdarahan 2’00”
HbsAg Non Reaktif
HIV Non Reaktif
Ultrasonography
3.5 Cardiotocography
14
15
3.6 Diagnosis
Diagnosis :
G2P1A0M0 gravida 35-36 minggu dengan ketuban pecah dini + janin tunggal
hidup
3.7 Tatalaksana
1. Tirah Baring
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
3.8 Prognosis
Ibu
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanactionam : bonam
16
Bayi : bonam
3.9 Catatan Kemajuan
26 September 2015, pukul 12.30 WIB
S : Mules (-), keluar air sedikit tadi subuh jam 05.00. pengeluaran
lendir (-) darah(-), pergerakan janin (+), mual (-), muntah (-)
O : keadaan umum : Baik
kesadaran : compos mentis
tekanan darah : 110/70 mmHg
nadi : 80 kali/menit, teratur, teraba kuat
pernapasan : 21 kali/menit, teratur
suhu : 36,9 0C
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen: TFU 29 cm, punggung kanan, presentasi kepala, kepala
belum masuk PAP.
VT: pembukaan belum ada, porsio tebal lunak, handscoen lendir
darah (-)
A : G2P1A0M0 gravida 35-36 minggu dengan ketuban pecah dini +
janin tunggal hidup
P : IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
Observasi KU, TTV dan kemajuan persalinan
27 September 2015, pukul 07.30 WIB
S : Mules (-), keluar air (-), pengeluaran lendir (-) darah(-), pergerakan
janin (+), mual (-), muntah (-)
O : keadaan umum : Baik
kesadaran : compos mentis
17
tekanan darah : 110/60 mmHg
nadi : 82 kali/menit, teratur, teraba kuat
pernapasan : 20 kali/menit, teratur
suhu : 36,5 0C
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen: TFU 29 cm, punggung kanan, presentasi kepala, kepala
belum masuk PAP.
VT: pembukaan belum ada, porsio tebal lunak, handscoen lendir
darah (+)
A : G2P1A0M0 gravida 35-36 minggu dengan ketuban pecah dini +
janin tunggal hidup
P : IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
Pasien boleh pulang, kontrol ke poli minggu depan
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Wanita 27 tahun hamil 35-36 minggu dengan riwayat pengeluaran air melalui
jalan lahir sejak ± 1 hari SMRS sekitar pukul 08.00 WIB. Pasien datang ke IGD
RS Abdul Aziz atas rujukan dari praktek dokter. Pasien datang ke praktek karena
keluhan keluarnya air dari jalan lahir. Cairan tersebut tidak berbau amis ataupun
berbau pesing. Pasien mengeluhkan celana yang biasa pasien gunakan terasa
lembab karena keluarnya air.
± 10 jam SMRS pasien kembali mengeluhkan keluarnya air yang membuat
celana pasien terasa lembab. Hal tersebut membuat pasien datang ke praktek
dokter untuk memeriksakan kondisi kandungannya. Di sana pasien diperiksa
kandungan dan USG, pasien mengatakan hasil pemeriksaan kandungannya masih
baik. Pasien kemudian dirujuk ke RS Abdul Aziz. Pergerakan janin masih
dirasakan pasien. Keluhan keluarnya darah disangkal, mulas jarang dirasakan,
riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi saluran kemih disangkal, keluhan
demam disangkal.
Kejadian Ketuban Pecah Dini berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan cukup bulan. Ketuban Pecah Dini adalah adalah pecahnya ketuban
sebelum inpartu. Dikatakan in partu jika terdapat kontraksi uterus yang teratur dan
menyebabkan dilatasi serviks, serta pengeluaran lendir darah. Pada pasien ini
sudah terjadi ketuban pecah dini karena berdasarkan keluhannya yaitu keluarnya
air dari jalan lahir yang terjadi sebelum inpartu, karena tidak ada keluhan
kontraksi uterus yang teratur dan pengeluaran lendir darah. Adanya keluhan
keluarnya cairan yang keluar dan tidak berbau menandakan bahwa cairan ketuban
yang keluar.
Dari hasil pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya kelainan atau gangguan.
Kondisi secara umum pasien masih baik dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan pasien sedang mengalami infeksi.
19
Terdapat riwayat keputihan selama hamil namun hilang timbul dan sembuh
sendiri, keputihan tersebut kadang berbau. Faktor infeksi merupakan salah satu
penyebab dari ketuban pecah dini. Infeksi dapat menyebabkan aktivasi fosfolipase
A2 yang dihasilkan oleh banyak mikroorganisme. Fosfolipase A2 akan memecah
asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas
meningkat untuk sintesis prostaglandin. Prostaglandin akan menyebabkan
kontraksi uterus. Peningkatan prostaglandin diikuti dengan peningkatan matriks
metalloproteinase yang mengakibatkan degradasi matriks ekstraseluler sehingga
terjadi pecah ketuban.
Ketuban pecah dini dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti
oligohidramnion, persalinan prematur, infeksi korioamnionitis, hipoksia dan
asfiksia serta sindrom deformitas janin.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan peningkatan nilai leukosit
yaitu 12.400/µL. Peningkatan nilai leukosit ini tidak diikuti dengan manifestasi
klinis yang mendukung, sehingga ada dua kemungkinan yaitu kekeliruan dalam
20
pemeriksaan hasil darah atau terjadi infeksi bakteri yang tidak spesifik yang
asimptomatik. Untuk memastikan jumlah cairan ketuban masih cukup atau tidak
dapat dilakukan pemeriksaan USG. Pengukuran jumlah cairan ketuban melalui
USG dilakukan dengan pengukuran indeks cairan amnion, kantong vertika
terbesar, dan pengukuran biofisik profil. Phelan dan kawan-kawan
mengemukakan suatu cara yang mudah dan akurat dalam mengukur cairan
amnion ini dengan menggunakan indeks cairan amnion. Jumlah cairan ketuban
memiliki jangkauan tertentu nilai normal, skor bernomor diperoleh dengan
menjumlahkan kedalaman dari empat kantong cairan (dalam cm) dilihat pada
USG. Beberapa peneliti menyatakan kedalaman 3 cm sudah cukup untuk
menganggap bahwa ada cairan ketuban yang cukup di sekitar sisa bayi. Tetapi
Indeks Fluida (AFI/Amniotic Fluid Index) secara tradisional penambahan empat
saku, dengan kisaran normal dari 8 sampai 18 dikatakan air ketuban sedikit jika
nilai AFI kurang dari 5 cm.
\
Oligohidramnion yang terjadi akibat ketuban pecah dini dapat berpengaruh
buruk kepada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, 21
deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium
pada masa intrapartum, dan kematian janin. Untuk memeriksa keadaan janin
apakah sudah terdapat tanda-tanda fetal distress dilakukanlah pemeriksaan
Carditocography (CTG). CTG merupakan salah satu alat elektronik yang
digunakan untuk tujuan di atas, melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam
hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin. Adanya tanda-
tanda hipoksia pada janin dapat dilihat pada CTG dengan menunculnya deselerasi
lambat.
Penegakkan diagnosis ketuban pecah dini selain berdasarkan anamnesis adalah
dengan menggunakan nitrazine test. Tes ini menggunakan kertas lakmus. pH
normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3.
Apabila dari hasil pemeriksaan kertas lakmus didapatkan perubahan warna
menjadi biru (pH basa) hal ini menunjukkan adanya cairan ketuban.
Berdasarkan Standar Pelayanan Medik Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia, penanganan KPD dengan usia kehamilan > 35 minggu adalah dengan
melahirkannya dan pemberian antibiotic profilaksis. Penanganan pada pasien ini
adalah dengan tirah baring dan pemberian antibiotik. Pemberian antibiotic
bertujuan untuk mencegah munculnya komplikasi dari ketuban pecah dini yaitu
korioamnionitis yang berasal dari infeksi yang menular secara asenden dari
22
vagina. Antibiotik yang dapat diberikan pada kasus ketuban pecah dini adalah
ampisilin 2 gr setiap 12 jam secara intravena atau eritromisin 250 mg setiap 6 jam
secara intravena. Tujuan pemberian antibiotic ini untuk mencegah infeksi yang
terutama disebabkan oleh Streptokokus grup B. Pada pasien ini diberikan
antibiotic Ceftriaxone 1 gr setiap 12 jam. Antibiotic ini merupakan golongan
sefalosporin generasi III yang memiliki efek bekerja pada bakteri gram positif dan
negatif. Pemberian antibiotic selain untuk mencegah terjadinya komplikasi, juga
bertujuan untuk mengobati infeksi yang ada. Penyebab tersering dari ketuban
pecah dini adalah infeksi.
Pasien ini kemudian di follow up mengenai keadaan umum dan tanda-tanda
persalinan. Namun setelah 2 hari perawatan, pasien tidak lagi mengeluhkan
keluarnya air ketuban dan tidak ada tanda-tanda persalinan, sehingga pasien ini
diperbolehkan pulang dan tidak dilakukan terminasi kehamilan.
Pemberian obat tokolitik tidak diberikan karena tidak ada tanda-tanda kontraksi
ataupun tanda partus premature.
23
BAB V
KESIMPULAN
1. Pasien G2P1A0 gravida 35-36 minggu datang dengan pengeluaran air melalui
jalan lahir. Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan fisik, hal ini menunjukkan
terjadinya ketuban pecah dini karena tidak disertai dengan tanda-tanda
persalinan.
2. Berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa
meningkatnya kadar leukosit yang menunjukkan adanya infeksi yang
asimptomatik ataupun terjadinya kesalahan dalam pengukuran. Infeksi
merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini
3. Penanganan pada kasus ini berupa terminasi kehamilan apabila keluhan
pengeluaran cairan tidak berhenti, namun apabila keluhan tersebut berkurang,
maka bisa dilakukan observasi sambil menunggu cukup bulan. Selain itu dapat
diberikan antibiotic profilaksis untuk mencegah komplikasi seperti
korioamnionitis dan infeksi pada janin.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Mac Donald PC, Leveno KJ, Gillstrap LC., 2001 Williams Obstetrics.21st ed. Connecticut: Appleton and Lange.
2. Ganong WF., 2003, Fisiologi Kedokteran edisi 10, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Chan, P.D., Johnson, S.M., 2004, Gynecology and Obstetric, in: Current Clinical Strategies, California: Current Clinical Strategies Publishing.
4. Hanrotty, Kevin P., 2003, Obstetric Illustrated 6th edition, Edinburg: Churchil Livingstone
5. Cootanco, A.C., Althaus, J.E., 2007, Preterm Labour and Premature Rupture of Membrane, in: The John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 3rd edition, Maryland: Lippincott Williams and Wilkins.
6. Departemen Kesehatan RI, 2004, Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal, Jakarta.
7. Sadller TW., 2001, Embriologi kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Wiknjosastro, H., Saifuddin, AB., Rachimhadi T., 2002 Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirhardjo.
9. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia., 2006, Standar Pelayanan Medik.
10. Pearlman, M.D., Tintinalli, J.E., Dyne, P.L., 2007, Obstetric and Gynecologic Emergencies, New York: McGraw-Hill’s.
25