lapkas rm oa
DESCRIPTION
Lapkas Rehab osteoarthitisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Osteoartritis biasanya mengenai sendi
penopang berat badan (weight bearing) misalnya pada vertebra, panggul, lutut,
sendi-sendi jari tangan dan pergelangan kaki.Pada lansia, osteoartritis adalah
salah satu kelainan muskuloskeletal yangpaling sering dijumpai di seluruh dunia
dan merupakan penyebab utama impairment dan disabilitas.Berdasarkan
pemeriksaan radiologi, prevalensi osteoartritis lutut di Indonesia cukup tinggi,
yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Karena prevalensi yang
cukup tinggi dan sifatnya yang kronik progresif, OA mempunyai dampak sosio-
ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat
karena OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak OA akan lebih
besar karena semakin banyak populasi yang berumur tua.1,2,3
Meningkatnya penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, kanker,
dan radang sendi berpengaruh pada tingginya biaya kesehatan yang harus
dikeluarkan masyarakat (Kralovec dan Barrow 2008).Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memasukkan osteoarthritis sebagai salah satu dari empat kondisi otot dan
tulang yang membebani individu, sistem kesehatan maupun sistem perawatan
sosial dengan biaya yang cukup besar. Indonesia merupakan negara ke-4 dengan
jumlah orang lanjut usia (lansia) terbanyak sesudah negara China, India dan
Amerika Serikat.4
Diagnosis osteoartritis biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu
riwayatpenyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari
pemeriksaanradiologis.Anamnesis terhadap pasien osteoartritis lutut
umumnyamengungkapkan keluhan-keluhan yang sudah lama, tetapi berkembang
secaraperlahan-lahan. Keluhan-keluhan pasien meliputi nyeri sendi yang
merupakankeluhan utama yang membawa pasien ke dokter, hambatan gerakan
1
sendi, kaku, pagi yang timbul setelah imobilitas, pembesaran sendi, dan
perubahan gayaberjalan.1
Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan mengurangi
faktor-faktor risiko, seperti kegemukan atau cedera sendi. Selain itu, perlu
diadakan latihan, intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis. Pada OA fase
lanjut sering dilakukan pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri
pada OA, biasanya digunakan analgetika atau obat antiinflamasi non steroid
(OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA bersifat kronik progresif, penggunaan
OAINS biasanya berlangsung lama, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah,
seperti tukak lambung dan gastropati OAINS.1
Berikut ini akan dibahas suatu tinjauan pustaka dan laporan kasus tentang
rehabilitasi medik pada penderita osteoartritis genu bilateral.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi
kompleks yang mengakibatkan hilangnya fungsi normal akibat kerusakan
kartilago artikuler. Penyakit ini merupakan hasil dari peristiwa mekanik dan
biologi yang mengganggu stabilitas proses degradasi sintesis kondrosit dan
matriks ekstrasel kartilago artikuler dan tulang subkondral.5,6
Penyakit ini ditandai oleh kehilangan tulang rawan sendi secara progresif
dan terbentuknya tulang baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang
(osteofit). Setiap sendi memiliki risiko untuk terserang. Sendi yang paling
sering terkena adalah ujung jari tangan, ibu jari, leher, punggung bawah, lutut,
dan panggul.3,4
Gambar 1. Osteoartritis
3
II. Epidemiologi
Insidens dan prevalensi OA bervariasi pada masing-masing negara, tetapi
data pada berbagai negara menunjukkan bahwa artritis jenis ini adalah yang
paling banyak ditemui, terutama pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut.
Prevalensinya meningkat sesuai pertambahan usia.3
Berdasarkan data prevalensi dari National Centers for Health Statistics,
diperkirakan 15,8 juta (12%) orang dewasa antara 25-74 tahun mempunyai
keluhan sesuai OA. Prevalensi dan tingkat keparahan OA berbeda-beda antara
rentang usia dewasa dan usia lanjut. OA lutut terjadi pada < 0,1% pada
kelompok usia 25-34 tahun, tetapi terjadi 10-20% pada kelompok 65-74 tahun.
OA lutut moderat sampai berat dialami 33% penderita usia 65-74 tahun.3,7
World Health Organization (WHO) melaporkan 40% penduduk dunia
lanjut usia menderita OA lutut, dimana 80% dari jumlah tersebut akan
mengalami keterbatasan gerak sendi.2
Di Amerika Serikat dan Eropa, hampir semua orang mengalami
degenerasi sendi setelah usia 40 tahun. Jumlah penderita osteoartritis setiap
tahunnya mencapai 16 juta orang, wanita 2 kali lebih banyak menderita
osteoartritis dibanding pria.4
Gambar 2. Predileksi Osteoartritis
4
Berdasarkan pemeriksaan radiologi, prevalensi osteoartritis lutut di
Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada
wanita. Sendi yang paling sering terkena adalah ujung jari tangan, ibu jari,
leher, punggung bawah, lutut, dan panggul.1,2,3
III. Anatomi Lutut
Sendi lutut merupakan sendi yang kompleks bila dibandingkan dengan
sendi-sendi lainnya karena berkaitan dengan tulang yang membentuk sendi
lutut, aktivitas otot yang terintegrasi dan adanya ligamentum yang membatasi
gerakan secara tepat (stabilisasi).9
Gambar 3. Anatomi sendi lutut
Bangunan yang terdapat pada sendi lutut adalah sebagai berikut:9,10
1. Tulang
Sendi lutut terbentuk dari tulang femur bagian distal, tibia bagian
proksimal, dan patella.
2. Ligamentum dan kapsul sendi
Ligamentum terdiri dari:
Ligamentum krusiatum anterior dan posterior
Ligamentum kolaterale mediale (tibial)
5
Ligamentum kolaterale laterale (fibular)
3. Otot
Ekstensor : otot kuadriseps femoris merupakan otot ekstensor
terbesar dari tungkai, menyatu dengan ligamentum patella menutupi
patella, insersi pada tuberositas tibia. Otot quadriseps terdiri dari otot
vastus lateralis, otot intermedius, otot medialis, dan otot rektus
femoris.
Fleksor : otot hamstring (semimembranosus, semitendinosus, dan
bisep femoris)
Rotator : otot bisep femoris (rotasi eksternal tibia dan fibula),
semitendinosus (rotasi internal).
4. Sendi atau kompartemen
Terdapat 3 sendi, yaitu femurtibial medial dan lateral serta femur
patella. Ketiga sendi tersebut bisa mengalami proses degenerasi. Pada
biomekanik sendi lutut normal garis beban melewati pusat dari sendi
femur tibial. Selama aktivitas, beban sebesar 2-3 kali berat badan melalui
sendi lutut, kompartemen medial mengalami tekanan atau gaya maksimal
sehingga kompartemen medial lebih sering terkena dibanding
kompartemen lainnya.
IV. Etiologi dan Faktor Risiko
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan
yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang
berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan hemostasis
dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago
yang penyebabnya belum jelas diketahui. Untuk penyakit yang penyebabnya
tidak jelas, istilah faktor risiko adalah lebih tepat. Adapun faktor risiko
terjadinya OA adalah sebagai berikut:1,3
6
1. Umur
Data radiografi menunjukkan bahwa OA terjadi pada sebagian
besar usia lebih dari 65 tahun dan pada hampir setiap orang pada usia 75
tahun.
2. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi.
Sementara laki-laki lebih sering terkena OA panggul, pergelangan tangan,
dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45tahun frekuensi OA kurang
lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun, frekuensi OA
lebih banyak pada wanita dibanding laki-laki.
3. Suku bangsa
OA panggul lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia
daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika
asli daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup.
4. Genetik
Faktor keturunan mempunyai peran terhadap terjadinya OA.
Sinovitis setiap kali dihubungkan dengan adanya mutasi genetik, yaitu
gen Ank. Gen tersebut berkaitan dengan peningkatan pirofosfat
intraselular dua kali lipat, dimana deposit pirofosfat diyakini dapat
menyebabkan sinovitis. Pengaruh faktor genetik mempunyai kontribusi
sekitar 50% terhadap risiko terjadinya OA tangan dan panggul dan
sebagian kecil OA lutut.
5. Obesitas
Obesitas merupakan penyebab yang mengawali OA. Pembebanan
pada lutut dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligamen
dan dukungan struktural lain. Setiap penambahan berat badan ½ kg,
tekanan total pada satu lutut meningkat sebesar ± 1-1½ kg. Setiap
7
penambahan 1 kg meningkatkan risiko terjadinya OA sebesar 10%. Bagi
orang yang obesitas, setiap penurunan berat badan walau hanya 5 kg akan
mengurangi faktor risiko OA di kemudian hari sebesar 50%.
6. Nutrisi
Fakta menunjukkan bahwa paparan terhadap oksidan bebas secara
terus-menerus dalam jangka waktu lama berkontribusi terhadap
berkembangnya penyakit yang berkaitan dengan penuaan (penyakit
degeneratif), termasuk OA. Karena antioksidan dapat memberikan
perlindungan terhadap kerusakan jaringan, maka asupan tinggi dari
antioksidan dipostulasikan dapat melindungi penderita terhadap OA.
Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin
D. Kadar vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu
kemampuan tulang untuk merespons secara optimal proses terjadinya OA
dan akan mempengaruhi perkembangannya.
7. Hormonal
Pada kartilago terdapat reseptor estrogen, dan estrogen
mempengaruhi banyak penyakit inflamasi dengan merubah pergantian sel,
metabolisme, dan pelepasan sitokin. Perempuan perimenopouse rupanya
lebih cenderung menderita artritis inflamatorik. Ini memberi kesan bahwa
estrogen berperan dalam osteoartritis. Tampaknya perempuan yang
mendapat estrogen replacement therapy mempunyai kemungkinan
menderita osteoartritis lebih kecil daripada yang tidak.
8. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat dengan pemakaian satu sendi secara terus menerus,
seperti tukang pahat dan pemetik kapas, meningkatkan resiko terjadinya
OA. Cedera seperti robekan meniskus dan ketidakstabilan ligamen
menyebabkan kerusakan pada tulang rawan sendi, sehingga beresiko terjadi
OA.
8
9. Kelainan pertumbuhan
Kelainan seperti Perthes disease dan dislokasi displasia perkembangan
panggul merupakan faktor resiko terjadinya OA pada usia muda.
10. Faktor lain
Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa kepadatan tulang
yang tinggi tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima
oleh tulang rawan sendi sehingga tulang rawan menjadi mudah robek.
Kegemukan, faktor genetik, dan jenis kelamin adalah faktor risiko
umum yang penting. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah ditemukan pada anak-anak,
jarang di bawah usia 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun.
Terdapat adanya pengaruh berat badan penderita terhadap besarnya gaya
gesek dan terdapat hubungan antara gaya gesek dengan OA pada orang di
atas 45 tahun.1,8
V. Patofisiologi.1,3,7
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA
primer dan OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik,
tidak memiliki penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak
disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer, merupakan OA yang
disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik,
pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), danimmobilisasi yang terlalu
lama. Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari
dibandingkan dengan OA sekunder. Selama ini OA sering dipandang
sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat dihindari. Namun telah
diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya
masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan
9
mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain
sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi
yaitu : Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan
tulang di dasarnya . Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan
batasan pada rentang gerak (Range of motion) sendi. Cairan sendi
(sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi
sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein
yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang
berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila
terjadi cedera dan peradangan pada sendi. Ligamen, bersama dengan kulit
dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang
rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya memungkinkan
otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada
titik-titik tertentu ketika sendi bergerak.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis
keseluruhan elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit
menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1),
Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik
yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk
melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru.
Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin
faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan. Stimulasi dari sitokin terhadap
cedera matriks adalah menstimulasi pergantian matriks, namun stimulaso
IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF
menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit
(NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan
degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses
pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis
aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal
ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.
10
VI. Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhan-
keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-
lahan. Adapun keluhan yang biasanya muncul adalah sebagai berikut:1
1. Nyeri sendi
Keluhan ini seringkali menjadi keluhan utama yang membawa
penderita datang berobat. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan
sedikit berkurang dengan istirahat.
2. Hambatan gerak sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-
pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Kaku pagi
Pada beberapa penderita, nyeri atau kaku sendi dapat timbul
setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.
4. Krepitasi
Adanya rasa gemeretak pada sendi yang sakit.
5. Pembesaran sendi
Penderita mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya secara
perlahan-lahan membesar.
6. Perubahan gaya berjalan
Hampir semua penderita OA, pergelangan kaki, tumit, lutut, atau
panggul berkembang menjadi pincang sehingga akan merubah gaya
berjalannya.
Pada OA lanjut dimana tulang rawan sendi sudah habis, sendi akan
terasa sakit sepanjang hari, pada waktu istirahat dan gerakan sangat
terbatas. Kerusakan tulang rawan yang progresif akan memberikan
kelainan bentuk sendi lutut yang melengkung membentuk huruf O (bow
11
legged). Keadaan ini sudah merupakan indikasi untuk operasi penggantian
sendi dengan prosthesis.7
VII. Tes Provokasi
Tes-tes provokasi yang dapat dilakukan untuk memeriksa sendi lutut
antara lain:10,11,12,13
1. Anterior drawer test
Tes ini untuk mendeteksi ruptur atau instabilitas ligamentum
krusiatum anterior. Penderita berbaring terlentang dengan salah satu lutut
difleksikan. Pemeriksa duduk di tepi meja periksa, bersandar pada kaki
penderita untuk menstabilkannya. Pemeriksa meletakkan kedua tangannya
di proksimal tungkai bawah dengan ibu jari pada kedua sisi tibia anterior
distal dan jari-jari lainnya melingkar ke belakang tungkai bawah.
Pemeriksa mencoba untuk menarik tibia ke depan. Bila ditemukan tulang
tibia yang menggeser ke depan dari bawah tulang femur, maka dianggap
anterior drawer test positif.
Gambar 4. Anterior drawer test
2. Posterior Drawer Test
Tes ini untuk mendeteksi instabilitas ligamentum krusiatum
posterior. Sama seperti anterior drawer test, hanya saja menggenggam
tibia kemudian didorong ke belakang.
12
Gambar 5. Posterior drawer test
3. McMurray’s Test
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan
lesi meniskus bagian medial atau lateral. Pada tes ini penderita berbaring
terlentang. Satu tangan pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan
lainnya memegang lutut. Kemudian tungkai ditekuk pada sendi lutut.
Lakukan eksorotasi tungkai bawah dan secara perlahan diekstensikan.
Kalau terdengar bunyi ‘klek’ dan nyeri sewaktu lutut diluruskan berarti
tes bernilai positif.
Gambar 6. McMurray’s Test
13
4. Apley’s Grinding or Compression Test
Penderita dalam posisi telungkup dengan lutut difleksikan 90.
Lakukan penekanan pada telapak kaki penderita ketika melakukan rotasi
internal dan eksternal tibia. Tes ini dilakukan untuk menilai lesi pada
meniskus. Tes ini dikatakan positif jika penderita merasakan nyeri
sepanjang sendi tibiofemoral.
Gambar 7. Apley’s Grinding or Compression Test
5. Lachman’s Test
Pada tes ini penderita berbaring terlentang dengan lutut pada posisi
fleksi kira-kira dalam sudut 10º – 20º dengan tungkai diputar secara
eksternal. Satu tangan dari pemeriksaan mestabilkan tungkai bawah
dengan memegang bagian akhir atau ujung distal daritungkai atas, dan
tangan yang lain memegang bagian proksimal dari tulang tibia,kemudian
usahakan untuk digerakkan ke arah anterior.
Gambar 8. Lachman’s Test
14
VIII. Diagnosis
Diagnosis OA ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan
radiologis. Keluhan nyeri merupakan gejala klinik utama penderita OA.
Pengukuran nyeri dilakukan berdasarkan pola pribadi penderita. Visual Analog
Scale (VAS) adalah metode yang akurat untuk mengukur rasa nyeri.1,5
Diagnosis OA lutut ditetapkan berdasarkan kriteria Subcommittee
American College of Rheumatology (ACR). Kriteria tersebut adalah sebagai
berikut:14
1. Nyeri lutut
2. Memenuhi 3 dari 6 hal berikut:
a. Umur > 50 tahun
b. Kaku sendi < 30 menit
c. Krepitasi
d. Nyeri tulang
e. Pembengkakan tulang (bone enlargement)
f. Tidak teraba hangat pada perabaan
3. Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria
Kellgren & Lawrence.
Derajat 0 : Radiologi normal
Derajat 1 (meragukan OA) : Penyempitan celah sendi meragukan dan
kemungkinan adanya osteofit
Derajat 2 (OA minimal) : Osteofit moderat dan multipel,
penyempitan celah sendi yang jelas
Derajat 3 (OA moderat) : Osteofit moderat dan multipel,
penyempitancelah sendi, sklerosis moderat
dan kemungkinan deformitas kontur tulang
15
Derajat 4 (OA berat) : Osteofit yang besar, penyempitan celah
sendi yang nyata, sklerosis yang berat dan
deformitas kontour tulang yang nyata.
Tabel 1. Diagnosis Osteoartritis Genu menurut ACR
Klinis dan Laboratorium
Klinis dan Radiologis
Klinis
Nyeri lutut ditambah minimal 5 dari 9 keadaan di bawah ini :- Umur > 50 tahun- Kaku < 30 menit- Krepitasi- Nyeri tekan tulang- Pembesaran tulang- Perabaan tidak
panas- LED < 40
mm/menit- RF < 1/40- SF sesuai OA
Sensitivitas 95 %Spesifitas 75%
Nyeri lutut ditambah minimal 1 dari 3 keadaan di bawah ini :- Umur > 50
tahun- Krepitasi- Osteofit
Sensitivitas 91 %Spesifitas 80 %
Nyeri lutut ditambah minimal 3 dari 6 keadaan di bawah ini :- Umur > 50 tahun- Kaku < 30 menit- Krepitasi- Nyeri tekan
tulang- Pembesaran
tulang- Teraba tidak
panas
Sensitivitas 95 %Spesifitas 69 %
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah:1
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian
yang mengandung beban)
Peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral
Kista tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, OA dapat digradasi
menjadi ringan sampai berat (kriteria Kallgren dan Lawrence). Gambaran
radiografi sendi seringkali masih normal pada awal penyakit.1
16
IX. Diferensial Diagnosis
Osteoartritis kadang dikelirukan dengan artritis rheumatoid. Pada
arthtritis rheumatoid, bentuk paling umum kedua artritis, sistem imun
menyerang jaringan-jaringan sendi, menyebabkan nyeri, inflamasi atau
peradangan, dan bahkan kerusakan dan malformasi sendi. Ciri khas gangguan
ini terutama dimulai pada usia yang lebih muda daripada osteoartritis,
menyebabkan bengkak dan kemerahan sendi, dan membuat penderita merasa
sakit, lelah, dan demam yang luar biasa.15
X. Rehabilitasi Medik pada Osteoartritis
Tujuan dilakukannya rehabilitasi medik pada osteoartritis adalah:2,16
1. Mengurangi nyeri dan spasme
2. Memperbaiki lingkup gerak sendi
3. Meningkatkan kekuatan otot
4. Memperbaiki fungsi
5. Meningkatkan kualitas hidup
Mobilisasi sendi bila dikombinasikan dengan fisioterapi konvensional
dapat mengurangi nyeri pada penderita dengan OA lutut. Fisioterapi yang
dapat dilakukan antara lain:2,3,17-19
1. Terapi panas
Terapi panas diindikasikan untuk mengurangi nyeri, merangsang
relaksasi otot, antiinflamasi setelah fase akut, meningkatan suhu jaringan
hingga terjadi vasodilatasi dan meningkatkan vaskularisasi, terapi fisik
sebelum latihan dan peregangan, dan mengurangi kekakuan sendi.
Menurut penetrasinya, terapi ini dibedakan menjadi dua, yaitu terapi
panas superfisial dan dalam. Terapi panas superfisial yaitu terapi yang
hanya mengenai kutis atau jaringan subkutis saja, diantaranya adalah hot
pack, infra merah, kompres air hangat, paraffin bath. Sedangkan terapi
panas dalam yaitu terapi yang panasnya dapat menembus sampai ke
17
jaringan yang lebih dalam (otot, tulang, sendi). Ada tiga jenis diatermi,
yaitu micro wave diathermy (MWD), short wave diathermy (SWD), dan
ultra sound diathermy (USD).
2. Terapi dingin
Indikasi terapi dingin adalah untuk mengurangi perdarahan atau
edema sesudah suatu trauma, mengurangi nyeri, mengurangi spastisitas
otot, mempertahankan kehidupan bagian tubuh apabila ada gangguan
sirkulasi darah sementara, dan menunda terjadinya nekrosis jaringan
pada keadaan iskemia. Teknik yang dapat dilakukan adalah masase es,
kompres es, kompres dingin, dan cryocinetics.
3. Terapi latihan
Untuk sindroma neuromuskular, maka terapi yang dapat digunakan
adalah latihan mobilitas sendi (Range Of Motion exercise), latihan
penguatan (strenghening exercise), latihan daya tahan (endurance
exercise), latihan koordinasi (ditujukan kepada yang mendapat gangguan
koordinasi), dan latihan dengan tujuan khusus (re-edukasi otot dan
latihan aktivitas kehidupan sehari-hari. Gerak dasar yang dipergunakan
adalah gerak pasif dan gerak aktif. Gerak pasif terbagi atas relaxed
passive movement, forced passive movement, dan passive stretching.
Sementara gerak aktif terbagi atas active assisteddan active resisted.
4. Stimulasi listrik
Yang banyak digunakan adalah TENS (Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation) untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot.
Extracorporeal shock waves therapy (ESWT) adalah terapi non invasif
yang menggunakan shock wave (gelombang kejut) yang dipancarkan dari
luar tubuh untuk mengatasi rasa nyeri atau peradangan sekitar persendian
seperti pada bahu, siku, tangan, punggung dan pinggang, lutut,
pergelangan kaki, dan tumit.
18
5. Hidroterapi
Hidroterapi adalah terapi fisik dengan memanfaatkan sifat-sifat
fisik air. Air hangat akan mengurangi spasme otot sehingga terjadi
relaksasi menyeluruh dan menyebabkan peningkatan aliran darah
sehingga mengakibatkan penurunan tingkat nyeri. Efek tidak langsung
menimbulkan efek psikologis yang memberikan relaksasi.
6. Okupasi terapi
Adalah suatu treatment medis yang menggerakkan aktivitas
konstruktif yang direncanakan dan disesuaikan, yang ditujukan untuk
penderita dengan kondisi fisik maupun mental yang bertujuan untuk
membantu restorasi dan fungsional penderita.
7. Ortotik prostetik
Fungsinya untuk mengembalikan fungsi, mencegah kecacatan,
mengoreksi kecacatan, mengontrol gerakan bawah sadar, menyangga
berat badan, dan menambah kekuatan. Pada penderita OA biasa
dilakukan rencana penggunaan knee brace atau knee support.18
8. Psikologi
Mempunyai dua tujuan. Tujuan umum adalah membimbing
seseorang dalam usahanya untuk mencapai kepuasan dan kesejahteraan
hidup dalam status, relasi, dan perkembangannya. Sementara tujuan
khusus yaitu membebaskan seseorang dari masalah tertentu yang
dianggap mengganggu kesehatan jiwa dan diharapkan dapat memperkuat
dalam menghadapi kesulitan-kesulitan selanjutnya.18
9. Sosial medis
Dikategorikan dalam jenis pelayanan sosial untuk tujuan
penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial.
Pelayanan sosial seringkali ditujukan untuk pemulihan kemampuan,
pelaksanaan peranan-peranan sosial sejauh mungkin, apabila
kemungkinan penyembuhan menjadi sempurna seperti sediakala sulit
dilakukan.18
19
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nama : Ny. AP
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Mapanget barat 6 Manado
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil di RS. Ratumbuysang
Agama : Kristen Protestan
Suku : Minahasa
Pendidikan Terakhir : S1
Tanggal periksa : 23 Juni 2014
II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri Lutut Kanan
b. Riwayat penyakit sekarang :
Nyeri lutut kanan sudah dialami penderita sejak 1 tahun yang lalu.
tetapi kemudian menghebat sejak 2 minggu yang lalu sebelum datang
ke rumah sakit ketika penderita ingin berdiri. Nyeri dirasakan seperti
kesetrum, bersifat hilang timbul. Nyeri bertambah hebat saat penderita
berubah posisi dari duduk dan mau berdiri, berubah posisi dari
jongkok ke berdiri dan penderita juga merasa nyeri apabila berjalan
jauh (100 meter) atau berjalan dalam waktu yang lama. Nyeri
berkurang pada saat penderita beristirahat. Penderita merasa kaku pagi
hari kira – kira selama 15 menit dan merasa rileks setelah
menggerakan tungkai bawah. Penderita juga mengeluh lutut kanan
20
berbunyi “klik” saat berjalan. Ada bengkak di lutut kanan. Tidak ada
riwayat trauma pada lutut sebelumnya. Nyeri berkurang saat penderita
minum obat.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi 2 tahun yang lalu, minum obat teratur. Riwayat
diabetes mellitus tidak ada, sakit ginjal, hati, asam urat, kolesterol,
jantung tidak ada. Mengkonsumsi minuman beralkhol tidak ada,
merokok tidak ada, makan makanan berlemak ada.
d. Riwayat penyakit dalam keluarga
Tidak ada yang sakit seperti ini selain penderita
e. Riwayat kebiasaan
Penderita bekerja sebagai admin, setiap hari menggunakan sepatu hak
5cm. Penderita sering mengangkat berkas berat dan naik turun tangga.
Penderita tidak pernah mengalami trauma pada lutut, tidak memiliki
kebiasaan olahraga yang membebani lutut seperti badminton.
f. Riwayat sosial ekonomi
Penderita tinggal bersama suami dan3 orang anak, di rumah
permanen1 lantai, lantai tehel, penderita tidur di lantai 1, kamar mandi
dengan kloset jongkok. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
g. Riwayat Psikologi : Penderita merasa cemas karena penyakitnya
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
21
Suhu : 36,0C
Tinggi badan : 165cm
Berat badan : 83kg
IMT : 30,4 kg/m2 (obesitas 2)
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil bulat isokor 3 mm/3mm,
refleks cahaya langsung kiri dan kanan
positif, refleks cahaya tidaklangsungkiri
dan kanan positif.
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran
kelenjar getah bening negatif.
Thoraks : Simetris kiri = kanan
Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba, bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat, edema (+) region dekstra
Status lokalis regio genu dextra et sinistra :
Inspeksi : Rubor (-/-), edema (-/-), deformitas
Palpasi : Kalor (-/-), edema (+/-), nyeri tekan
(-/-), ballottement (-/-), krepitasi +/-
Gerakan : Nyeri gerak aktif +/-, nyeri gerak pasif
+/-, krepitasi +/-,
22
ROM genu
Dekstra Sinistra
aktif Pasif Aktif Pasif
Flexi 0-120 0-125 0-135 0-135
Extensi 0 0 0 0
Visual Analog Scale :
0 8 10
(Genu dekstra)
0 2 10
(Genu sinistra)
Pengukuran Panjang Tungkai
Pengukuran D S Normal
ALL 88 cm 88 cm -
TLL 97 cm 97 cm -
Status motorik:
23
Tes provokasi:
Dextra Sinistra
Anterior drawer test - -
Posterior drawer test - -
Mc murray test + -
Appley grinding test
Lachman’s test
-
-
-
-
IV. Pemeriksaan Penunjang
24
Ekstremitas Inferior
Dekstra Sinistra
Gerakan Normal Normal
Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5
Tonus otot Normal Normal
Refleks
fisiologisNormal Normal
Refleks patologis - -
Sensibilitas
Atrofi
Normal
-
Normal
-
Foto Rontgen Genu Dekstra AP Lateral
Foto AP Foto Lateral
25
RESUME
Seorang wanita, 51 tahun, keluhan utama nyeri pada lutut kanan sejak
1 tahun yang lalu. Nyeri seperti kesetrum, hilang timbul disertai
kekakuan pada pagi hari selama ± 15 menit. Nyeri menghebat saat
beraktivitas dan berkurang dengan istirahat. Dari palpasi ditemukan
krepitasi (+/-). Foto rontgen genu dekstra lateral ditemukan kesan OA
genu dekstra.
Problem:
- Nyeri (VAS genu dekstra 8)
- Keterbatasan LGS
- Gangguan aktivitas kegiatan sehari-hari (toileting, dari posisi jongkok ke
berdiri, berjalan, naik tangga)
- Gangguan ambulasi
- Pasien cemas dengan sakitnya
Diagnosis Kerja
Diagnosis klinis : Osteoartritis Genu dekstra + Obesitas
Diagnosis etiologis : Degeneratif
Diagnosis topis : Regio genu dekstra
Diagnosis fungsional : - Impairment: Nyeri lutut, keterbatasan LGS
- Disabilitas: Gangguan AKS pada saat
toileting, jongkok ke berdiri, berjalan, naik
tangga.
- Handicap: Gangguan ambulasi
- Pasien cemas dengan sakitnya
26
IV. Problem Rehabilitasi Medik
Problem fisik :
1. Nyeri pada kedua lutut (VAS dekstra 8)
2. Gangguan ambulasi
3. Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
Problem psikologik :Penderita merasa cemas karena penyakitnya
V. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
1. Obat Anti Inflamasi Non-Steroid
2. Suplemen tulang (Glukosamin kondroitin 1x1 tab)
b. Non medikamentosa
Rehabilitasi medik
1. Fisioterapi :
Evaluasi :
- Nyeri lutut kanan (VAS genu dekstra 8)
- Keterbatasan LGS genu dekstra
Program :
- SWD pada region genu dekstra dengan 6x evaluasi
- Latihan peregangan harmstring dan quadriceps serta latihan
sepeda statis dan nk. table
2. Okupasi terapi
Evaluasi :
- Nyeri lutut kanan (VAS genu dekstra 8)
27
- Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari.
- Gangguan ambulasi
Program :
Latihan atau edukasi melaksanakan Aktivitas Kehidupan Sehari-
hari dengan prinsip mengurangi beban pada sendi lutut (joint
protection).
3. Ortotik prostetik
Evaluasi : Belum memerlukan knee brace untuk sementara
4. Psikolog
Evaluasi :
Penderita merasa cemas dengan sakitnya.
Program :
- Memberi dukungan kepada penderita agar rajin berlatih di
rumah dan kontrol secara teratur
- Memberi support mental pada penderita dan keluarga agar tidak
cemas dengan sakitnya
4. Sosial Medik
Evaluasi :
- Biaya hidup sehari-hari cukup
- Biaya pengobatan ditanggung oleh pemerintah menggunakan
jaminam asuransi kesehatan (BPJS)
Program :
Memberikan edukasi pada penderita dan keluarga mengenai
penyakit penderita dan memberikan dukungan agar penderita rajin
melakukan terapi dan home program.
28
7. Home Program atau edukasi
- Mengurangi aktivitas yang berdampak besar pada lutut seperti
naik turun tangga.
VI. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanatioam : Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Harry I, Handono K, dkk. Osteoartritis. Dalam : Aru WS, editor.
Buku ajar penyakit dalam. Jilid II, Edisi IV, Jakarta. Pusat Penerbitan IPD-
FKUI, 2007: 1195-1201.
2. Asviarty, Nuhani SA, Tulaar A, dkk. Osteoartritis. Dalam : Standar
operasional prosedur. DEPKES. Jakarta, 2000; 15-18.
3. DEPKES. 2006. Pharmateutical care untuk penderita penyakit artritis rematik.
Diunduh dari http://www.binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361337229.pdf,
diakses tanggal 29 Juli 2013.
4. Institut Pertanian Bogor. Manfaat glukosamin dan kondrotin sulfate untuk
terapi osteoartritis. Diunduh dari http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDUQFjAB&u
rl=http%3A%2F%2Frepository.ipb.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle
%2F123456789%2F60203%2FBAB%2520I%2520Pendahuluan.pdf
%3Fsequence
%3D2&ei=mM73UdDcLcWGrgfEhIHwDQ&usg=AFQjCNEbirXWMzz6ER
29
djkS4cHC0Z0yjcUQ&sig2=-svs-j3yDwWHw6GKsnDEwg, diakes tanggal 30
Juli 2013.
5. Lukum EM, Muhammad Ilyas, Bachtiar M, dkk. Hubungan derajat nyeri
berdasarkan Visual analogue scale (vas) dengan derajat radiologik
berdasarkan kellgren lawrence score pada foto konvensional lutut penderita
osteoartritis sendi lutut. Diunduh dari
pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/856a11420db1bdc1540c72e8dd67d9f5.pdf,
diakses tanggal 10 Juni 2013.
6. Fini M, G Giaveresi, A Carpi, et al. Effects of pulsed electromagnetic fields
on articular hyaline cartilage: review of experimental and clinical studies.
Biomed & Pharmacotherapy 2005; 59: 388-394.
7. Hamono Sundoyo. Osteoartritis. Diunduh dari
http://www.mitrakeluarga.com/bekasibarat/osteoartritis/, diakses tanggal 30
Juli 2013.
8. Sumual Angela S, Vennetia RD, Fransiska L. Pengaruh berat badan terhadap
gaya gesek dan timbulnya osteoartritis pada orang di atas 45 tahun di RSUP
Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik 2013; 1(1); 140-146.
9. Erwinati Endang. Perbandingan terapi osteoartritis lutut menggunakan short
wave diathermy (SWD) dengan atau tanpa latihan di RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/12192/1/1999KSP259.pdf,
diakses tanggal 30 Juli 2013.
10. Cuccurullo Sara. Physical medicine and rehabilitation board view. USA.
Demos, 2004: 210-229.
11. Miller Alan, Kimberly DH, Brian AD. The 3-minute musculoskeletal and
peripheral nerve exam. USA. Demos, 2009: 65-75.
12. Sidharta Priguna. Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta. Penerbit
Dian Rakyat, 2005: 499-501.
13. Priyonoadi Bambang. Berbagai macam tes untuk menentukan tingkat
kestabilan sendi lutut. Diunduh dari
30
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131453189/Tes-
Snd.Lutut_.Medkr_.Akhir_.pdf, diakses tanggal 11 Juni 2013.
14. Eka Imbawan IGN, Tjokorda RP, Gede K. Korelasi kadar matrix
metalloproteinase 3 (MMP-3) dengan derajat beratnya osteoartritis lutut. J
Peny Dalam, 2011; 12(3): 181-192.
15. Anonymous. Osteoartritis. Diunduh dari
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/5FKS1KEDOKTERAN/0810211008/BAB
%20II.pdf, diakses tanggal 29 Juli 2013.
16. NICE. Osteoartritis: The care and management of osteoartritis in adults.
National institue for Health and Clinical Excellence. 2008.
17. Azlin Nor. Effects of passive joint mobilization on patients with knee
osteoartritis. Sains Malaysiana 2011; 40(12): 1461-1465.
18. Rahaswanto Hendro. Mengatasi masalah sendi dengan terapi ESWT. Diunduh
dari http://www.suyotohospital.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=8:mengatasi-masalah-sendi-dengan-
terapi-eswt&catid=3:artikel&Itemid=2, diakses tanggal 29 Juli 2013.
19. Sengkey LS, dkk. Diktat Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. FK
UNSRAT Manado, 2006.
31
32