laporan assigment blok ii
TRANSCRIPT
LAPORAN ASSIGMENT BLOK II
PRAKTEK DOKTER LANANG
disusun oleh :
KHOTI MULIYA DAMIYATI
(04091001078)
FAKULTAS KEDOKTERAN
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2009
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji
bagi Allah yang senantiasa memberi kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan
assigment blok 2 ini.
Secara singkat, skenario yang terkandung dalam assigment ini mengandung kompetensi
Kaidah Dasar Bioetik (KDB), Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), Undang-Undang
Praktik Kedokteran (UUPK) No. 29 tahun 2004, UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, Hubungan
Dokter-Pasien, Profesionalisme Kedokteran, Komunikasi Medik, Empati dan Etik Profesi
Kedokteran. Melalui langkah-langkah Problem Based Learning yang diterapkan dalam
menganalisis skenario tersebut, diharapkan setiap mahasiswa mampu untuk menggali lebih
dalam critical thinking and reasoning yang sebenarnya sudah tertanam dalam diri masing-
masing.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada setiap orang yang telah berjasa dalam
membantu penulis menyelesaikan laporan assigment blok 2 ini.
Laporan assigment ini tentu saja belum sempurna karena tiada hal yang sempurna kecuali
Allah SWT. Kritik dan saran dari Anda sangat penulis harapkan sebagai refleksi untuk
meningkatkan kualitas pengerjaan tugas berikutnya.
Demikian sepatah kata dari penulis. Semoga laporan assigment blok 2 ini bermanfaat
bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
ANGGOTA KELOMPOK I.....................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................3
DAFTAR ISI.............................................................................................................4
SKENARIO...............................................................................................................5
I. Klarifikasi istilah...........................................................................5
II. Identifikasi masalah......................................................................6
III. Analisis Permasalahan...................................................................7
IV. Perumusan Hipotesis.....................................................................8
V. Learning Issues..............................................................................9
VI. Mensintesis dan merangkum hasil belajar mandiri......................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................43
Skenario
Praktek Dokter Lanang
Dokter Lanang yang praktek di Jalan Ramai yang praktek sejak 2 tahun yang lalu adalah
seorang dokter umum yang memiliki pasien yang cukup banyak, terutama pada hari sabtu dan
minggu.
Dengan ruang praktek yang cukup luas dr. Lanang dapat leluasa memeriksa pasiennya
dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun di sisi lain terdapat kesulitan bila ada pasien yang
datang dengan kelainan kulit dimana ia harus memeriksa pasien dalam keadaan setengah
telanjang.
Pada hari Sabtu Minggu lalu, sudah ada 10 antrian pasien pada saat beliau datang. Tujuan
memasyarakatkan budaya antri, dr. Lanang memeriksa pasien sesuai dengan nomor urut
pendaftaran. Sesuai dengan dugaan, pasien pertama, kedua, dan ketiga datang dengan keluhan
batuk pilek. Maka, dr. Lanang pun memberikan puyer batuk pilek pada ketiganya serta nasehat
untuk istirahat cukup, banyak minum air putih serta mengkonsumsi buah-buahan.
Pasien keempat sore itu adalah seorang ibu berusia 60 tahun diantar oleh anak laki-
lakinyadatang dengan keluhan nyeri ulu hati yang menjalar ke punggung. Merasa tidak yakin
dengan kemungkinan sakit maag yang diderita ibu ini, maka dr. Lanang melakukan pemeriksaan
EKG (elektrokardogram) karena kecurigaan terjadi penyempitan pembuluh darah jantung. Hasil
yg diperoleh tidak ada kelainan. Melihat usia, kondisi fisik ibu yang cukup gemuk serta tekanan
darah 140/90 maka dr. Lanang memberikan surat rujukan beberapa pemerikasaan laboratorium.
Dokter Lanang merujuk ibu tersebut ke LAB KLINIK ‘Titrasi Cepat”, langganannya yang tidak
begitu jauh dari tempat prakteknya. Dari Lab Klinik ini dr. Lanang mendapat bingkisan kue yang
dia amati ternyata sejajar jumlahnya dengan pasien yang ia kirim ke sana. Pernah dua bulan yang
lalu, dengan 20 pasien yang ia kirim, ia memperoleh voucher belanja Rp 300.000,- di
supermarket yang terkenal di kotanya.
Pasien pulang dengan membawa obat maag, penenang dan surat permintaan labolatorium
serta diminta datang kembali setalah memperoleh hasil labolatorium. Setelah menyelesaikan
administrasi ibu tersebut masuk kembali ke kamar periksa karena merasa ada yang kurang yaitu
belum disuntik seperti biasa ia dapatkan bila berobat ke dokter. Pada saat masuk, tanpa sengaja
ibu tadi melihat pasien laki-lakimuda bertato di bawah perut sedang menutup kembali celana
dalamnya. Anak muda tadi “tidak mengikuti nomor antrian” karena mengaku taman SMP dr.
Lanang, sehingga suster memasukan lebih dahulu ke ruang sekat kiri, ruang tempat pasien
memerlukan perlakuan khusus. Ia sempat sepintas melihat celana dalam tadi berflek-flek putih
kekuningan. Anak muda tadi memelototi si ibu, yang kemudian dr. Lanang meminta sang ibu
keluar sebentar menunggu giliran sehabis anak muda itu. Ibu yang agak cerewet tadi meminta
maaf, namun tanpa dosa ia menyorocos menanyakan apa penyakit anak muda tadi, dr. Lanang
agak terpana untuk menjawab pertanyaan awam si ibu ini. “ah, Cuma panas dalam di perut”,
jawab dr. Lanang kalem. “saya suntiknya sambil berdiri aja dok, kalo tiduran takut ketularan
penyakit kelaminnya anak tadi” cerocos sang pasien.
Pasien kalima dan keenam adalah seorang wanita muda dan setengah baya. Sebut saja
mbak Modis dan ibu Menor. Mbak Modis mengeluh beberapa hari badannya panas dingin, mual
dan beberapa kali muntah. Sedangkan ibu Menor mengeluh kepala pusing yang hilang timbul.
Dia sudah beberapa kali datang ke dokter yang berbedadan dikatakan tidak apa-apa, hanya
pusing biasa. Dokter terakhir yang ia kunjungi menyarankan melakukan CT Scan kepala.
Kamudian ia datang ke dr. Lanang dengan membawa hasil CT Scan. Surat keterangan yang
terdapat dalam amplop CT Scan tersebut menyatakan adanya kecurigaan SOL (Space Occupying
Lesion). Tanpa penjelasan mengenai isi di dalam surat keterangan tersebut, dr. Lanang memberi
surat rujukan ke Rumah Sakit Bagian Saraf. Sementara Mbak Modis tak sempat dilakukan
pengukuran tekanan darahnya, langsung diberikan resep sakit kencing yang sudah langgana ia
derita 5 tahun ini. Dokter Lanang hanya memeriksa sekilas dan menyalin resep dari catatan
medis yang disodorkan suster.
Suster telah mengingatkan dua pasien berikutnya adalah Tn. Garputala, 46 tahun dengan
muntah berak belasan kalidan satu lagi pelajar putri, 15 tahun. Sebut saja Nn. Rana Omnivora
yang ia kenal sebagai anak pertama OKB (Orang Kaya Baru) tetangganya, yang anggota DPR
salah satu parpol besar, serta baru saja menerima telpon ada pesien langganan yang mau datang.
Garputala adalah hansip setempat yang merasa belum afdok kalau belum “dipegang” dr.
Lanang. Ia melonggok sebentar pasien tadi, memegang nadinya yang terasa kecil dan lemah,
mencubit kulit perutnya yang ternyata sudah mengendur. “sus, carikan becak!” instruksinya ke
suster setelah meyakinkan sang hansip agar cepat dirawat. Tak lupa ia menitipkan amplop berisi
Rp 25.000,- bagi sang hansip. “untuk transport, ya pak Tala. Cepat sembuh deh!” sambil
memberi sebungus oralit dan lalu mengirimkannya ke RSU setempat.
Saat mempersilahkan Nn. Rana masuk keruang sekat kanan, dr. Lanang terkaget karena
serombongan orang menyela sambil menggendok pasien dalam keadaan berdarah. Ia menolong
Malthus dulu selama 45 menit, sementara Rana terpana sendirian karena suster juga sibuk
membantu dr. Lanang mengatasi pendarahan si Malthus di sekat kiri. Lanang tidak sempat
berbicara ke Nn. Rana. Para pengantar Malthus justru meminta Rana sabar. Tentu sambil
mencuri pandang, karena walaupun bukan bernama Menor, Rana memang menor malam itu.
Sambil bersimbah peluh, Lanang akhirnya mendengarkan keluhan Rana. Ia stress karena
barusaja mengambil uang ayahnya tanpa izin demi menolong sahabat seumurannya untuk aborsi
di Klinik Antah Berantah. Lanang menawarkan untuk menjadi mediator menyampaikan apa
adanya kepada bapak Rana. Toh menurutnya dan menurut Rana, sang anggota DPR ini cukup
mampu menolong sahabat Rana. “Biar uang saku saya dipotong deh dok asal papi tak nyap-nyap
sama saya”, kata si manis Rana.
Begitulah keseharian dr. Lanang dalam membantu menyelesaikan masalah pasien-
pasiennya sampai ia rela pulang larut malam.
Identifikasi masalah
1. Ruang praktek dr. Lanang cukup luas sehingga ia dapat memeriksa pasien dengan
leluasa, namun ia juga kesulitan memeriksa pasien yang menderita kelainan kulit dan
kelamin dimana ia harus memeriksa dalam keadaan setengah telanjang.
2. Dokter Lanang menerapkan budaya antri dalam memeriksa pasiennya.
3. Dokter Lanang memberikan puyer batuk pilek untuk pasien pertama, kedua dan ketiga
yang menderita batuk pilek.
4. Dokter Lanang merujuk pasien ketiga ke LAB KLINIK ”Titrasi Cepat” langganannya
yang tidak begitu jauh dari tempat prakteknya.
5. Seorang anak muda yang mengaku teman SMP dr. Lanang dibiarkan masuk ke ruang
praktek tanpa mengikuti nomor antrian
6. Pasien ketiga tanpa sengaja mengetahui penyakit yang diderita oleh anak muda tadi.
7. Dokter Lanang memberikan surat rujukan ke rumah sakit bagian saraf kepada pasien
keenam, Ibu Menor, tanpa menjelaskan isi surat keterangan CT Scan kepada ibu Menor.
8. Dokter Lanang tidak sempat melakukan pengukuran tekanan darah dan hanya memeriksa
sekilas pasien kelima,mbak Modis, lalu menyalin catatan medis yang disodorkan suster.
9. Dokter Lanang memeriksa tuan garputala sebentar, memberi oralit dan mengirimkannya
ke RSU setempat.
10. Dokter Lanang menolong Malthus terlebih dahulu daripada Nn. Rana.
11. Dokter Lanang menawarkan diri menjadi mediator untuk menyampaikan masalah Nn.
Rana kepada ayahnya.
Analisis Masalah
1. Ruang praktek dr. Lanang cukup luas sehingga ia dapat memeriksa pasien dengan
leluasa, namun ia juga kesulitan memeriksa pasien yang menderita kelainan kulit dan
kelamin dimana ia harus memeriksa dalam keadaan setengah telanjang.
a. Bagaimana gambaran ruang praktek dr. Lanang?
b. Apakah ruang tersebut sudah memenuhi standar ruang praktek dokter?
Belum, karena tempat praktek dokter yang layak itu harus mempunyai ruang tempat
menerima penderita dengan aman dan tenang, mempunyai fasilitas kedokteran yang
seperlunya, dan dapat menjaga privacy pasien. Tempat praktik dr. Lanang belum
terdapat ruangan dimana privacy pasien dapat terjaga, sehingga masih kesulitan untuk
memeriksa pasien yang datang dengan kelainan kulit maupun kelamin.
Ruang sekat kanan ruang sekat kiri
Ruang tunggu
2. Dokter Lanang menerapkan budaya antri dalam memeriksa pasiennya.
a. Apakah tindakan dr. Lanang tersebut sudah tepat?
Belum.
b. Mengapa tindakan dr. Lanang itu belum tepat?
Karena ditinjau dari sisi dr. Lanang penerapan budaya antri ini dapat memudahkan ia
dan suster dalam memeriksa pasien dan tentu saja lebih adil. Namun terkadang dr.
Lanang menemukan situasi dimana ada pasien yang dalam keadaan gawat namun
giliran antrinya masih panjang, dr. Lanang harus bijak dalam mengambil keputusan
mengenai kasus tersebut.
c. Apa cara terbaiku untuk memecahkan kasus dr. Lanang ini?
Dokter Lanang dapat meminta suster untuk menganamnesis gejala-gejala penyakit
pasien-pasien tersebut terlebih dahulu untuk mengetahui pasien mana saja yang dalam
keadaan gawat. Pasien yang dalam keadaan darurat hendaknya diobati terlebih
dahulu. Dengan cara seperti ini, dokter tetap dapat menerapkan azaz Kaidah Dasar
Bioetik yaitu justice dimana artinya adalah membedakan segala sesuatu secara
universal dan memberikan kontribusi yang relatif sama.
3. Dokter Lanang memberikan puyer batuk pilek untuk pasien pertama, kedua dan ketiga
yang menderita batuk pilek.
Menurut etik farmasi, apakah tindakan dokter tersebut dapat dibenarkan?
Tindakan dokter tersebut dapat dibenarkan jika di dekat tempat praktek dokter itu tidak
ada apotek. Hal ini untuk memudahkan pasien dalam mencari obat yang dimaksud.
Namun, bila di dekat tempat praktek dokter itu ada apotek, maka seharusnya dokter
hanya menuliskan resep yang kemudian diberikan ke apotek untuk ditembus.
4. Dokter Lanang merujuk pasien ketiga ke LAB KLINIK ”Titrasi Cepat” langganannya
yang tidak begitu jauh dari tempat prakteknya.
a. Sudah tepatkah tindakan dr. Lanang tersebut?
Tindakan dr. Lanang merujuk pasien ke LAB KLINIK “Titrasi Cepat” yang tidak
begitu jauh dari rumahnya itu sudah tepat. Hal ini dapat dilihat dari Kaidah Dasar
Bioetik, yaitu beneficence dan non maleficence. Namun, bila dilihat dari etik
farmasi dan KODEKI, dr. Lanang dan apotik tersebut melanggar apa yang telah di
tetapkan dalam etik farmasi dan KODEKI.
KAIDAH DASAR BIOETIK
Bioetika secara terminologi berasal dari Bio dan Etika. Etika itu sendiri menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak)
2. Kumpulan azaz atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Adapun azaz-azaz etika medis dewasa ini terbagi menjadi tradisional yang meliputi :
beneficence, non maleficence (primum non nocere), menghormati hidup manusia,
konfidesialitas, kejujuran (veracity), tidak mementingkan diri sendiri, dan budi pekerti
serta tingkah laku luhur dan azaz etik medik kontemporer yang meliputi : menghormati
otonomi pasien, keadilan (justice) dan kejujuran (veracity).
Dokter dalam bekerja selalu membuat pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Landasan pertimbangan itu disebut dengan Kaidah Dasar Bioetik (KDB). Sebenarnya
KDB ada banyak, namun sekarang digunakan 4 untuk penyeragaman. KDB itu antara lain
:
a. Beneficence
b. Non-maleficence
c. Justice
d. Autonomy
Sehubungan dengan kasus dalam skenario, kaidah bioetik yang relevan adalah
beneficence dan non-maleficence. Oleh karena itu dalam sintesis kali ini yang akan
dibahas secara menyeluruh adalah beneficence dan non-maleficence.
a. Beneficence
Beneficence bila diartikan dalam bahasa indonesia adalah suatu tindakan berbuat
baik. Tindakan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
i. General beneficence yang meliputi melindungi dan mempertahankan
hak yang lain, mencegah terjadinya kerugian pada yang lain dan
menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain.
ii. Specific beneficence meliputi menolong orang cacat dan
menyelamatkan orang dari bahaya
Menurut Kaidah Beneficence, dalam identifikasi masalah ini, sebagai
seorang dokter, dr. Lanang telah menerapkan kaidah Beneficence, yaitu:
i. Mengutamakan kepentingan pasien
Dokter Lanang merujuk pasien ke Lab Klinik yang ada di dekat
rumahnya. Dengan begitu dr. Lanang bisa mengetahui dengan cepat apa
hasil labolatorium Lab Klinik itu mengenai penyakit pasien ketiga. Dan
dokter bisa dengan cepat memberikan pertolongan atau merujuk pasien
tersebut ke rumah sakit atau dokter spesialis yang lebih mampu, bila dr.
Lanang merasa itu bukan kompetensinya sebagai dokter umum.
ii. Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya lebih besar dari
akibat buruk yang ditimbulkan)
Dengan merujuku ke Lab Klinik dekat rumahnya, dr. Lanang dapat
segera apa penyakit pasien dan lebih cepat melakukan pengobatan kepada
pasien.
b. Non-maleficence
Secara umum, non-maleficence diartikan sebagai suatu tindakan tidak
merugikan pasien (primum non nocere). Berbeda dengan beneficence, non-
maleficence mengungkap sisi komplementer dari beneficence menurut sudut
pandang pasien seperti :
i. Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien
ii. Minimalisasi akibat buruk
Non-maleficence menuntut dokter untuk bertindak sesuai yang berlaku
apabila :
i. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya
sesuatu yang penting
ii. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
iii. Tindakan dokter tadi terbukti efektif
iv. Manfaat bagi pasien lebih besar ketimbang kerugian dokter (hanya
mengalami risiko minimal)
Yang perlu dicermati adalah kaidah non-maleficence hanya berisi norma
tunggal yaitu larangan. Adapun kriteria non-maleficence yang sebaiknya
diterapkan Dr. Sayang antara lain :
i. Mengobati secara proporsional
ii. Mencegah pasien dari bahaya
iii. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian.
Namun, dalam hal tersebut, dr. Lanang juga melanggar KODEKI dan Etik Farmasi:
KODEKI
Pada hipotesis ini dr. Lanang melanggar KODEKI pasal 3
“dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang menyebabkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi”.
Seorang dokter tidak dibenarkan ikut serta dalam usaha apotik, optisen, labolatorium
klinik selama ia masih berpraktik. Karena dengan perjanjian itu ia tidak bebas lagi
mengemukakan pendapat mengenai suatu produk perusahaan.
ETIK FARMASI
Pasal 5 ayat 1.1
“Pemberian hadiah tidak boleh dikaitkan dengan penulisan resep atau anjuran
penggunaan produk tersebut “kontrak” dan pemberian hadiah tidak boleh
sedemikian rupa sehingga menyebabkan dipengaruhinya penulisan resep”
5. Seorang anak muda yang mengeku teman SMP dr. Lanang dibiarkan masuk ke ruang
praktek tanpa mengikuti nomor antrian.
a. Apakah tindakan tersebut anak muda tersebut sesuai dengan budaya antri yang
diterapkan oleh dr. Lanang?
Tidak.
b. Apakah dampak dari tindakan anak muda tadi?
Dari segi anak muda itu sendiri, Ia kehilangan autonomy atas dirinya sendiri karena
pasien ketiga sudah meihat apa penyakitnya dan dari segi dr. Lanang menyebabkan
dr. Lanang kesulitan menjelaskan kepada ibu itu mengenai apa yang diderita anak
muda tadi.
c. Bagaimana seharusnya tindakan dr. Lanang dalam menghadapi kasus ini?
Dokter klanang seharusnya tegas dalam bersikap. Bila ia sudah memutuskan untuk
menerapkan budaya antri, maka seharusnya anak muda yang merupakan teman SMP
dr. Lanang itu tetap mengikuti prosedur yang ada. Tidak langsung dipersilahkan
masuk begitu saja. Dokter Lanang juga menjelaskan kepada anak muda tersebut
bahwa ia menerapkan budaya antri di kliniknya.
6. Pasien ketiga tanpa sengaja mengetahui penyakit yang diderita oleh anak muda tadi.
a. Apakah dr. Lanang berkewajiban menjaga rahasia tentang penyakit anak muda tadi?
Tentu saja iya. Karena berdasarakan KODEKI dan Kaidah Dasar Bioetik, seorang
dokter berkewajiban untuk menjaga rahasia semua hal yang ia ketahui tentang pasien.
KODEKI
Pasal 12: setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
LAFAL SUMPAH DOKTER INDONESIA
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan
saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.
PERATURAN PEMERINTAH NO. 10 TAHUN 1966 TENTANG WAJIB
SINPAN RAHASIA KEDOKTERAN
UUPK no. 29 tahun 2004 pasal 48 paragraf 4 tentang rahasia kedokteran.
UUPK No.29 tahun 2004 paragraf 6 pasal 51c tentang kewajiban Dokter
rahasia.
KAIDAH DASAR BIOETIK (Menghormati martabat manusia/kemandirian
(respect for person/autonomy))
Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki
otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang
otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.
Ciri: :
· Menghargai hak menentukan nasib sendiri
· Berterus terang
· Menghargai privasi pasien
· Menjaga rahasia
· Melaksanakan informed consent
Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan
bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran
terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan
pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-
legislation dari manusia. Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran =
otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan
keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang
pribadi.
Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan
pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat). Kaidah ikutannya
ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi, lindungi informasi konfidensial, mintalah
consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting.
Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan
peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau
dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.
b. Bagaimana cara dr. Lanang meyakinkan ibu itu bahwa anak muda tersebut tidak
menderita penyakit kelamin?
Dokter Lanang harus menerapkan komunikasi medik yang baik. Agar si ibu tidak
bertanya lebih jauh dan kerahasiaan mengenai penyakit anak muda tadi tetap terjaga.
7. Dokter Lanang memberikan surat rujukan ke rumah sakit bagian saraf kepada pasien
keenam, Ibu Menor, tanpa menjelaskan isi surat keterangan CT Scan kepada ibu Menor.
a. Apakah dr. Lanang telah menerapkan komunikasi medis yang tepat?
Belum.
b. Bagaimana komunikasi medis yang seharusnya diterapkan dr. Lanang?
Dokter dapat menerapkan metode P E A R L S:
P artenrship ( prinsip saling menghargai satu sama lain karena dokter-pasien bekerja
bersama-sama)
E mpathy (dokter harus saling menghargai dan mengerti penderitaan pasien)
A pology ( dokter harus meminta maaf apabila membuat pasiennya menunggu)
R espect ( menghormati pendapat pasien)
L egitimization ( mengerti kondisi mental pasien seperti marah, frustasi, depresi, dll.
S uport ( dokter tidak merepotkan pasien dan sebaliknya mendukung keputusan
pasien berkenaan tindakan medis yang akan dilakukan)
c. Apakah ibu Menor berhak mengetahui isi surat keterangan CT scan tersebut?
Ya. Karena isi rekam medik adalah milik pasien sedangkan berkasnya milik dokter.
Pengaturan tentang Hal ini terdapat dalam:
Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia tentang REKAM MEDIS (Lampiran SK
PB IDI No. 315/PB/A.4/88 point ke 8 dan 9
Poin 8: berkas rekam medis adalah milik rumah sakit, fasilitas kesehatan
lainnya atau dokter praktik pribadi/berkelompok. Oleh karena itu, rekam
medis hanya boleh disimpan oleh rumah sakit, fasilitas kesehatan atau praktik
dokter pribadi atau berkelompok.
Poin 9: pasien adalah pemilik kandungan isi rekam medis yang bersangkutan,
maka dalam hal pasien tersebut menginginkannya dokter yang merawatnya
harus mengutarakannya, baik secara lisan maupun tulisan.
Undang-Undang Praktek Kedokteran no.29 tahun 2004 paragraf 3 pasal 46
dan 47 tentang REKAM MEDIS, paragraf 7 pasal 52e tentang hak pasien
mendapat isi rekam medik.
Kaidah Dasar Bioetik (AUTONOMY)
Ciri-ciri:
Menjaga rahasia pesien
Meaksanakan inform
d. Apa yang seharusnya dilakukan oleh dr. Lanang?
Dokter Lanang harus mengikuti prinsip-prinsip etik dan hukum yang telah
dikeluarkan oleh instansi-instansi terkait hal tersebut. Bila tidak, artinya dr. Lanang
melanggar etik dan hukum dan dapat menerapkan komunikasi medik yang baik antara
diri sendiri dengan pasien.
8. Dokter Lanang tidak sempat melakukan pengukuran tekanan darah dan hanya
memeriksa sekilas pasien kelima, mbak Modis, lalu menyalin catatan medis yang
disodorkan suster.
a. Apakah tindakan yang dilakukan dr. Lanang sudah mencerminkan sikap profesional?
Belum.
Profesional:
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-
kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan
berdasarkan rasa keterpanggilan -- serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima
panggilan tersebut -- untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan
pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya
kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).
Secara sederhana, Profesionalisme yaitu gabungan antara kemampuan knowledge dan
etik. 3 komponen profesionalisme yaitu :knowledge, skill, dan attitudes.
Elemen-elemen profesionalisme :
1.Altruisme = Berani berkorban, mementingkan orang lain: → sikap profesional:suka
membantu, problem solver, membuat keputusan secara tepat, obyektif. dokter
mendahulukan kepentingan pasien daripada kepentingan sendiri
2.Komitmen terhadap kesempurnaan Acuntability: → sikap profesional: efektif – efisien,
memberikan/ mengerjakan yang terbaik. dokter bertanggung jawab terhadap pasien atas
pelayanan medis yang diberikan terhadap masyarakat dalam masalah kesehatan
masyarakat dan terhadap profesi
3.Toleransi : → sikap profesional: adaptable, suka bekerjasama, komunikatif, bijaksana,
minta tolong jika memerlukan.
4. Integritas dan karakter : → sikap profesional: jujur, teguh,, tidak plin-plan, percaya diri,
berjiwa pemimpin, memberi teladan. dokter harus jujur dan berterus terang dalam
interaksi dengan pasien dan Profesi
5.Respek kepada semua orang : → sikap profesional: menerima kritik, menepati janji,
memegang rahasia, menghormati orang lain, tahu diri. dokter harus mempertimbangkan
terhadap pasien dan keluarga serta tim kerjanya
6.Sense of duty : → sikap profesional: disiplin, tepat waktu, taat aturan. dokter harus siap
dan responsive jika dibutuhkan, menerima Komitmen melayani dalam profesi dan
dalam masyarakat.
Dasar professionalisme seorang dokter :
Sumpah Dokter
KODEKI pasal 2 da 7a
UUPKK no.29 tahun 2004
Standar kompetensi dokter (SK Mendiknas no.45 / 2002)
Dalam kasus ini, dr. Lanang belum menerapkan karakteristik profesional yang sense of
duty. Karena ia belum bisa memanagement waktunya dengan baik. Dan tidak
menerapkan SOP.
b. Bagaimana seharusnya komunikasi yang diterapkan oleh dr. Lanang?
Manfaat komunikasi yaitu :
1.Meningkatkan kepuasan pasien.
2.Meningkatkan kepercayaan pasien.
3.Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi.
4.Meningkatkan kepercayaan diri pasien.
Keuntungan komunikasi medik yang baik
• Membangun Kepercayan antara dokter dan pasien
• Mengikutsertakan pasien dalam membuat keputusan
• Membantu pasien mendapatkan yang terbaik dalam keputusannya
• Meningkatkan kepuasan pasien
• Menciptakan praktek yang efektif
• Mengurangi risiko error
• Membantu pasien untuk membuka informasi
Elemen penting komunikasi medik adalah
• Bangun suatu relationship Partnership Empathy Apology Respect
Legitimization Support
• Berdiskusi antara dokter dan pasien
• Kumpulkan informasi
• Mengerti sudut pandang dan pola pikir pasien
• Bertukar informasi
• Adanya persetujuan atas masalah dan rencana
• Tutuplah diskusi tersebut
Sesi Komunikasi
Terdapat 2 sesi dalam komunikasi antara dokter dan pasien:
1. Sesi pengumpulan Informasi
a. Mengenali alasan kedatangan pasien
b. Pasien paling tahu dengan dirinya
c. Dokter sebagai pendengar yang baik
d. . Penggalian riwayat penyakit(anamnesis)
2. Sesi penyampaian informasi
a. Materi Informasi apa yang disampaikan
b. Siapa yang diberi informasi
c. Berapa banyak atau sejauh mana
d. Kapan menyampaikan informasi
e. Di mana menyampaikannya
f. Bagaimana menyampaikannya
Pada kasus ini dr. Lanang tidak melakukan anamnesis.
c. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan komunikasi dokter-pasien menjadi buruk?
• Dokter tidak mampu berkomunikasi dengan baik
• Waktu yang mendesak
• Kurangnya penghargaan atas otonomi pasien
• Kurangnya sensitivitas dan empati
• Perbedaan bahasa, budaya, status sosial, agama
d. Apakah dampak dari komunikasi yang buruk tersebut?
Menurunnya kepercayaan dan kerahasiaan dalam medical care
Terjadi misunderstanding
Misinterpretation of medical advice
Pasien tidak bisa menyampaikan informasi yang penting
Patient Distress (bukannya memberikan kenyamanan)
9. Dokter Lanang memeriksa tuan garputala sebentar, memberi oralit dan mengirimkannya
ke RSU setempat.
Benarkah tindakan dr. Lanang tersebut?
Benar. Tuan Garputala dalam keadaan darurat dan secepatnya mendaat pertolongan
pertama. Dokter Lanang telah menerapkan KODEKI pasal 13 tentang gawat darurat dan
segera merujuk tuan Garputala ke rumah sakit setempat untuk mendapatkan perawatan
yang lebih intensif, tindakan ini juga termasuk KODEKI pasal 10 tentang merujuk pasien
yang tidak mampu ditangani.
10. Dokter Lanang menolong Malthus terlebih dahulu daripada Nn. Rana.
Sudah profesionalkah tindakan dr. lanang ini?
Belum. Dokter lanang memang telah mengikuti SOP yang ada yaitu melakukan
pertolongan pertama pada pasien gawat darurat. Namun, dr. Lanang tidak melakukan
komunikasi denga Nn. Rana. Sebagai seorang yang profesional seharusnya dr. Lanang
mengkomunikasikan kepada Nn. Rana untuk menunggu sebentar karena ada pasien
gawat darurat yang harus ditolong terlebih dahulu.
11. Dokter Lanang menawarkan diri menjadi mediator untuk menyampaikan masalah Nn. Rana
kepada ayahnya.
a. Apakah dalam situasi ini masih termasuk dalam hubungan dokter-pasien?
Rambu-rambu profesi kedokteran dalam hubungan dokter-pasien:
1. penjelasan diberikan kepada pasien secara seksama dan bijaksana.
2. memperhatikan tingkat pemahaman pasien.
3. menjadi pendidik kepada pasien.
4. hindari keterangan yang membuat pasien putus asa atau ketakutan.
5. berilah keterangan berdasarkan bukti yang ada.
6. menyadari keterbatasan diri, jangan berjanji bahwa pasien pasti akan sembuh.
7. membiarkan pasien menyimpulkan sendiri apa ingin menerima diagnosis dokter atau
tidak.
Azas-azas hubungan dokter-pasien:
konsensual (masing-masing pihak harus menyatakan persetujuannya)
itikat baik (harus dengan itikat baik)
bebas (semua pihak bebas menentukan hak dan kewajiban masing-masing sepanjang hal
itu telah disepakati semua pihak)
tidak melanggar hukum (semua pihak bebeas menentukan isi kesepakatan, asal tidak
melanggar hukum)
kapatutan dan kebiasaan (mengenai kepercayaan dan pengambilan keputusan)
Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan hubungan dokter-pasien:
1. Menghormati pendapat.
2. Melakukan pendekatan secara holistic.
3. Bicara langsung dengan keluarganya.
4. Mencarikan alternatif obat.
Dalam hal ini dr. Lanang tidak mempunyai kewajiban untuk mencampuri urusan keluarga Rana.
Dokter Lanang tidak saja berempati terhadap masalah Nr. Rana, tetapi ia juga bersimpati.
Adapun perbedaan keduanya adalah:
Empati adalah “suatu kualitas atau proses memasuki secara penuh melalui imaginasi ke
dalam perasaan-perasaan atau motif-motif orang lain”. Empati (dari Bahasa Yunani εμπάθεια
yang berarti "ketertarikan fisik") didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali,
mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain
Komunikasi Empati berarti hubungan antara satu pihak dengan pihak lain, dimana
pihak-pihak yang berkomunikasi mampu memahami perasaan / kondisi pihak lain tanpa
terbawa untuk mengikuti kepentingan pihak lain dan mengabaikan kepentingan diri sendiri.
(bersifat Objective).
Komunikasi Simpatik berarti hubungan antara satu pihak dengan pihak lain, dimana
pihak-pihak yang berkomunikasi mampu memahami perasaan / kondisi pihak lain dan terbawa
untuk berpihak kekondisi tsb.(bersifat Subjective). agamanya, pendidikannya, sosial budaya,
ekonomi, etniknya.
Secara umum empati terbagi atas :
Empati kognitif adalah keterlibatan dalam mengambil perspektif (cara pandang)
orang lain.
Empati emosional adalah respon emosional, apakah dikarenakan kesamaan perasaan
(empati paralel) atau karena reaksi terhadap pengalaman emosional orang lain
(empati reaktif).
Tujuan empaty:
• Menghubungkan perasaan tiap manusia
• Membangun dan memulihkan rasa kepercayaan
Cara mengapai empaty:
• Action: melakukannya demi dan untuk pengetahuan serta keterampilan
• Relationship: memberikan empati dan lebih mengutamakan kepentingan pasien
• Presence: selalu ada untuk pasien
Dalam komunikasi dokter-pasien diperlukan kemampuan berempati, yaitu
Upaya menolong pasien dengan pengertian.
Menghormati dan menghargai pasien,
Bersikap adil.
Menghindarkan diri dari perlakuan diskriminatif.
James T. Hardee MD. memberikan beberapa petunjuk untuk meningkatkan empati dokter kepada
para pasien. Dalam Komunikasi Empati hal-hal itu dapat diperhatikan dan tentu akan sangat
bermanfaat namun bukan merupakan syarat bagi keberhasilannya.
Langkah-langkah kunci yang disarankannya mencakup hal-hal seperti:
- Mengakui adanya perasaan-perasaan kuat dalam situasi klinis bagi pasien seperti rasa
takut, marah terpendam, kesedihan, kekecewaan dsb.
- Berhenti sejenak dan membayangkan apa yang sedang diraskan oleh pasien yang
bersangkutan.
- Mengekspresikan persepsi doktervtentang perasaan pasien tersebut (Misalnya, “Saya
dapat membayangkan bahwa anda...” atau “sepertinya anda merasa kesal tentang ...”)
- Melegitimasi perasaan-perasaan tersebut.
- Menghargai usaha-usaha pasien untuk bekerjasama dalam proses pengobatan.
- Menawarkan suatu dukungan atau kerjasama (Misalnya: “Saya janji untuk memberikan
kerjasama yang sebaik-baiknya...” atau ‘Mari kita lihat apa yang dapat kita lakukan
bersama untuk mengatasi hal ini...”)
DAFTAR PUSTAKA
Jusuf, M. Hanafian. 1999. Etika kedokteran dan hukum kesehatan.Jakarta:EGC
M, Chrisdiono Achadat. 2006. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan
Zaman. Jakarta:EGC
Undang-undang Praktik Kedokteran 2004. Jakarta:Sinar Grafika
Pandu Yudha.2009.Undang-Undang RI No.29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.Jakarta:Indonesia Legal Center Publishing
Catatan Kuliah Instruksional: Etika dan Humaniora, Prof. dr. H. Chairil Anwar, SpPark, PhD
Richo.2009.Undang – Undang Kesehatan dan Praktik Kedokteran. Yogyakarta:Best Publisher