laporan hasil kaji cepat | maret 2021 isu gender
TRANSCRIPT
Laporan Hasil Kaji Cepat | Maret 2021
PADA PERHUTANAN SOSIALDI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
ISU GENDER
Tim Penyusun/PenelitiWawanudin • Nurul Utami • Fitria
EditorBejo Untung
Peer ReviewYulius Hendra Hasanudin
Laporan Hasil Kaji Cepat | Maret 2021
PADA PERHUTANAN SOSIALDI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
ISU GENDER
Daftar IsiDaftar Isi ......................................................................................................................................................................................................... iDaftar Singkatan/Istilah ............................................................................................................................................................................... ii
1. PENDAHULUAN ......................................................................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................................................................. 2 1.2 Tujuan ................................................................................................................................................................................................. 4 1.3 Metodologi .......................................................................................................................................................................................... 5 1.4 Ruang Lingkup .................................................................................................................................................................................. 6 1.5 Manfaat .............................................................................................................................................................................................. 7
2. PEMBAHASAN ........................................................................................................................................................................... 8 2.1 Pengarusutamaan Gender di Indonesia ......................................................................................................................................... 9 2.2 Perkembangan Kebijakan PUG di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ......................................................................... 16 2.3 Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Perhutanan Sosial ............................................................................................... 20 A. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Kebijakan Perhutanan Sosial .................................................................. 21 B. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Manajemen Pendamping PS ................................................................. 27 C. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Kelola Kelembagaan Kelompok PS ....................................................... 25 D. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Kelola Kawasan ........................................................................................ 27 E. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Kelola Usaha ............................................................................................. 28
3. PENUTUP .................................................................................................................................................................................. 29 3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................................................................................ 30 3.2 Rekomendasi ..................................................................................................................................................................................... 31
Daftar Pustaka .............................................................................................................................................................................................. 32
ii
AD/ART : Anggaran Dasar/Anggaran Rumah TanggaBPSKL : Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan LingkunganDitjen PSKL : Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan LingkunganDPA : Dokumen Pelaksanaan Anggaran Inpres : Instruksi PresidenJuklak/Juknis : Petunjuk Pelaksanaan/Petunjuk TeknisKAK : Kerangka Acuan KegiatanKLHK : Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananKPPPA : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA)KTH : Kelompok Tani HutanKUPS : Kelompok Usaha Perhutanan SosialMonev : Monitoring dan EvaluasiPokja : Kelompok KerjaPPRG : Perencanaan Pembangunan Responsif GenderPS : Perhutanan SosialPUG : Pengarusutamaan GenderRenja : Rencana KerjaRenstra : Rencana StrategisRKP : Rencana Kerja PemerintahRPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah NasionalSDM : Sumber Daya Manusia
Daftar Singkatan/Istilah
ii
PENDAHULUAN11
Perlu didorong pengarusutamaan gender (PUG) pada perhutanan sosial untuk memberikan kesempatan
perempuan mengakses lapangan pekerjaan. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun
2018 menunjukkan adanya kesenjangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara laki-laki dan
perempuan (BPS 2018). Persentase TPAK perempuan sebesar 51,88%, jauh lebih rendah dibandingkan
dengan persentase TPAK laki-laki yang telah mencapai 82,69%. Pemerintah telah menargetkan TPAK
perempuan meningkat menjadi 55,00% pada tahun 2024 (RPJMN 2020-2024).
Untuk mengidentifikasi strategi pengarusutamaan gender pada perhutanan sosial, Pusat Telaah dan
Informasi Regional (PATTIRO) melakukan kaji cepat terhadap isu-isu kesenjangan gender pada
perhutanan sosial di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Januari-Maret 2021.
Data Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL), Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan rata-rata pendapatan petani hutan
kemasyarakatan mencapai Rp 28.340.724 per tahun, atau Rp 8.640.000 per kapita per tahun (Dokumen
Renstra Ditjen PSKL 2020-2024). Nilai ini di atas ambang batas pendapatan garis kemiskinan yang
besarnya Rp 5.455.824 per kapita per tahun, berdasarkan ukuran Badan Pusat Statistik, Maret 2020.
Survei Katadata Insight Center (KIC) terhadap 103 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS)
menunjukkan 98,4% responden menyatakan meningkat pendapatannya. Salah satunya adalah
Kelompok Tani Hutan Margomulyo di Desa Burno, Lumajang, Jawa Timur, yang meningkat
pendapatannya enam kali lipat (Rp 7,8 juta/hektar menjadi Rp 44,6 juta/hektar) dibandingkan sebelum
mengikuti program perhutanan sosial (KIC, 2020).
Namun demikian, keterlibatan perempuan dalam program perhutanan sosial masih rendah. Dari 103
KUPS yang disurvei oleh KIC, hanya ada sekitar 5 kelompok (5%) yang anggota dan pengurusnya
didominasi oleh perempuan, sedangkan yang anggota dan pengurusnya setara antara laki-laki dan
perempuan hanya tidak lebih dari 1 kelompok (1%). Selebihnya, yakni 94% merupakan kelompok yang
anggota dan pengurusnya didominasi oleh laki-laki (KIC 2020). Data lain menunjukkan, hingga tahun
2019 tercatat hanya ada dua kelompok perempuan yang telah mengantongi izin perhutanan sosial, yaitu
Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan di Rejang Lebong, Bengkulu, dan Kelompok Perempuan
Damaran Baru di Bener Meriah (TEMPO 2019).
1.1 Latar Belakang
Hingga tahun 2020, kawasan hutan yang telah dikelola melalui
skema perhutanan sosial (PS) telah mencapai 4,2 juta hektar.
Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan luasan kawasan
perhutanan sosial menjadi 8 juta hektar pada tahun 2024 (RPJMN 2020-2024). Target ini ditetapkan
untuk mengentaskan kemiskinan, terutama bagi masyarakat di
sekitar kawasan hutan.
KIC 2020
Kelompok UsahaPerhutanan Sosial
94% 5% 1%Pengurusnya setara antaralaki-laki dan perempuan
Pengurusnya didominasioleh perempuan
Pengurusnya didominasioleh laki-laki
2
Perlu didorong pengarusutamaan gender (PUG) pada perhutanan sosial untuk memberikan kesempatan
perempuan mengakses lapangan pekerjaan. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun
2018 menunjukkan adanya kesenjangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara laki-laki dan
perempuan (BPS 2018). Persentase TPAK perempuan sebesar 51,88%, jauh lebih rendah dibandingkan
dengan persentase TPAK laki-laki yang telah mencapai 82,69%. Pemerintah telah menargetkan TPAK
perempuan meningkat menjadi 55,00% pada tahun 2024 (RPJMN 2020-2024).
Untuk mengidentifikasi strategi pengarusutamaan gender pada perhutanan sosial, Pusat Telaah dan
Informasi Regional (PATTIRO) melakukan kaji cepat terhadap isu-isu kesenjangan gender pada
perhutanan sosial di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Januari-Maret 2021.
Data Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL), Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan rata-rata pendapatan petani hutan
kemasyarakatan mencapai Rp 28.340.724 per tahun, atau Rp 8.640.000 per kapita per tahun (Dokumen
Renstra Ditjen PSKL 2020-2024). Nilai ini di atas ambang batas pendapatan garis kemiskinan yang
besarnya Rp 5.455.824 per kapita per tahun, berdasarkan ukuran Badan Pusat Statistik, Maret 2020.
Survei Katadata Insight Center (KIC) terhadap 103 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS)
menunjukkan 98,4% responden menyatakan meningkat pendapatannya. Salah satunya adalah
Kelompok Tani Hutan Margomulyo di Desa Burno, Lumajang, Jawa Timur, yang meningkat
pendapatannya enam kali lipat (Rp 7,8 juta/hektar menjadi Rp 44,6 juta/hektar) dibandingkan sebelum
mengikuti program perhutanan sosial (KIC, 2020).
Namun demikian, keterlibatan perempuan dalam program perhutanan sosial masih rendah. Dari 103
KUPS yang disurvei oleh KIC, hanya ada sekitar 5 kelompok (5%) yang anggota dan pengurusnya
didominasi oleh perempuan, sedangkan yang anggota dan pengurusnya setara antara laki-laki dan
perempuan hanya tidak lebih dari 1 kelompok (1%). Selebihnya, yakni 94% merupakan kelompok yang
anggota dan pengurusnya didominasi oleh laki-laki (KIC 2020). Data lain menunjukkan, hingga tahun
2019 tercatat hanya ada dua kelompok perempuan yang telah mengantongi izin perhutanan sosial, yaitu
Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan di Rejang Lebong, Bengkulu, dan Kelompok Perempuan
Damaran Baru di Bener Meriah (TEMPO 2019).
Tingkat PartisipasiAngkatan Kerja (TPAK)
BPS 2018
51,88%
82,69%
3
1.2 Tujuan
Mengidentifikasi kebijakan pengarusutamaan gender pada perhutanan sosial, baik kebijakan di tingkat pusat maupun Provinsi NTB.
1
Mengidentifikasi isu-isu kesenjangan gender dan strategi pengarusutamaan gender pada perhutanan sosial di Provinsi NTB.
2
4
1.3 Metodologi
Kaji cepat ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan rincian sebagai berikut:
TeknikPengumpulan Data Analisis Data Tahapan Studi
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara kepada informan kunci dari di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, para pendamping perhutanan sosial, dan kelompok tani hutan di Provinsi NTB. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk proses verifikasi data.
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur berupa dokumen kebijakan dan peraturan perundang-undangan, laporan hasil penelitian beserta data-data statistiknya, modul pelatihan dan dokumen lainyang relevan.
Tahap persiapan, yaitu pembentukan tim dan penyusunan instrumen.
Tahap pengumpulan data primer dan sekunder
Tahap kompilasi temuan yaitu kategorisasi data dan informasi yang terhimpun
Tahap analisis temuan lapangan
1.
2.
3.
4.
Analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data tentang isu-isu kesenjangan gender pada perhutanan sosial dan melakukan analisis komparatif terhadap berbagai kebijakan yang berlaku.
Isu kesenjangan gender dianalisis dengan menggunakan instrument Gender Analysis Pathway (GAP). GAP adalah model analisis untuk mengetahui kesenjangan gender dalam empat aspek: akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan dalam program/kegiatan pembangunan mulai dari kebijakan sampai monitoring evaluasi. Ada lima langkah yang diterapkan dalam melakukan analisis gender dengan menggunakan GAP pada kajian ini: 1) Mengidentifikasi seluruh kegiatan yang dilakukan pada bisnis proses perhutanan sosial; 2) Mengidentifikasi data pilah (berdasarkan jenis kelamin) terkait dengan kegiatan-kegiatan dimaksud; 3) Menemukenali isu kesenjangan gender pada tiap-tiap kegiatan: 4) menemukan penyebab internal dan eksternal; dan 5) Mengintegrasikan pengarusutamaan gender pada tiap-tiap kegiatan.
5
1.4 Ruang Lingkup
1Kebijakan pengarusutamaan gender di tingkat pusat dan provinsi NTB, dan kebijakan pengarusutamaan gender
pada bidang kehutanan dan perhutanan sosial.
Tahapan proses bisnis perhutanan sosial yang meliputi: manajemen pendamping, kelola kelembagaan, kelola kawasan
dan kelola usaha.
Strategi pengarusutamaan
gender pada perhutanan sosial.
2 3
6
1.5 Manfaat
Menjadi masukan bagi pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi NTB untuk mengembangkan kebijakan terkait pengarusutaaman gender pada perhutanan sosial dan menyusun perencanaan dan penganggaran yang responsif gender pada program perhutanan sosial.
Menjadi masukan bagi pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi NTB dalam pengembangan modul pelatihan pendamping perhutanan sosial yang responsif gender.
Memperkaya konsep, referensi dan diskursus tentang isu gender pada perhutanan sosial.
7
PEMBAHASAN28
2.1 Pengarusutamaan Gender di Indonesia
9
Tujuan PUG: terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
PUGKebijakan Pengarusutamaan Genderdi Indonesia
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, masih menunjukkan adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki, baik dari akses dan kontrol terhadap sumber daya pembangunan, partisipasi dalam kegiatan pembangunan, serta manfaat mendapatkan hasil pembangunan.
Untuk mengatasi kesenjangan gender ini diperlukan sebuah intervensi/strategi dalam pembangunan
10
Kebijakan PUG di Indonesia
Strategi Pelaksanaan PUG
Pengarusutamaan gender (PUG) adalah strategi untuk mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang
memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan serta permasalahan
perempuan dan laki-laki dalam seluruh pembangunan di berbagai bidang
kehidupan, mulai tahap perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi.
Inpres No. 9 Tahun 2000
Kesetaraan Gender
Integrasi
StrategiPembangunan
Laki-LakiPerempuan
Anak-anak
Abilitas
Disabilitas
Kemiskinan
Lanjut usiaAspirasi, Kebutuhan,Pengalaman,Kepentingan yangBerbeda
PerencanaanPelaksanaanPemantauanEvaluasi
Kebijakan,Program, Kegiatan,dan Anggaran:• Politik• Ekonomi• Hukum• Sosial Budaya• Teknologi• Lingkungandll
11
PUG dalam Pembangunan Prasyarat PUG
• Pedoman Monev• Indikator PUG
• Regulasi PUG• Pokja PUG• Data Terpilah
• Juklak/Juknis • Peran Masyarakat
• SDM yang Mampu• Data Terpilah• Alat Analisis
PUG
Perencanaan
Implementasi
Evaluasi Penganggaran
Ketujuh prasyarat ini saling berhubungan dan tidak berdiri sendiri. Adanya komitmen untuk melaksanakan PUG menjadi prasyarat utama. Komitmen tersebut kemudian dituangkan dalam kebijakan-kebijakan agar mudah dilaksanakan.
Peraturan tentang PUGKebijakan pelaksanaan PUGdi Kementerian/Lembaga (K/L)
Dokumen Perencanaan (RPJMN, Renstra K/L, Renja K/LDokumen Anggaran (RKA K/L)
SDM (Perencana, Fasilitator, Auditor, Gender Champion) dan sumber dana yang memadai
Keterlibatan Lembaga Masyarakat, Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam kegiatan PUG
Publikasi tentang Statistik GenderData terpilah dalam sistem data
Pedoman PUG, Modul pelatihanMetode analisis gender
Pokja PUG
Komitmen
Kebijakan
Kelembagaan
Sumber Daya
Data Terpilah
Alat Analisis
PartisipasiMasyarakat
12
Sebagai strategi percepatanpelaksanaan PUG
Integrasi isu gender dalam Perencanaan
dan Penganggaran
Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan dan evaluasi dalam kebijakan, program dan kegiatan responsif gender
Perencanaan dan
Penganggaran Responsif
Gender (PPRG)
Perencanaan PenganggaranResponsif Gender
PerencanaanPenganggaranResponsifGender (PPRG)
PERENCANAANRPJMN, RKP, Renstra/Renja
PENGANGGARANRKA /KAK/DPA
13
PerkembanganKebijakan PUG-PPRG
PemerintahPusat
PemerintahDaerah
‘84UU No.7 Ratifikasi CEDAW
’20IntruksiPresiden
‘08PP No.8TahapanTatacarapengendalianEvaluasi RPD
’03 Kep.Mendagri
No.132 ttg PedumPelaksanaan PUG
di Daerah
’09 SK KepalaBappenastentang TimPengarahdan TimTeknis PPRG ’04
RPJMN’04 -’09
‘08PermendagriNo. 15 ttg PedumPUG di Daerah
‘11PermendagriN0.67 revisi PedumPUG di Daerah N0.15
‘09PMK No. 119ttg PetunjukPenelahanRKA-KL
‘12PMK N0.112/PMK. RKA-KL
‘17PP No.17Singkron.Proses Perencanaan danPenganggaran
RPJMN‘10- 14
RPJMN‘15- 19
RPJMN‘20- 24
Integrasi dalam Perencanaan dan Penganggaran
14
Lampiran PetunjukPelaksnaan PPRGbagi PemerintahDaerah
’13Permendagri 23tentang PedomanPenyusunan, Pengendaliandan Evaluasi RKPD TA 2014,dan No. 27-TA 2015
’13 Permendagri No.27tentang PedomanPenyusunan APBD 2014,dan No. 37 PedumPenyusunan APBD 2015
’14 Permen PPPANo. 4 tentang PedumPengawasan PPRG
’12 Surat EdaranBersama EmpatMenteri TentangStrategi Nasional
’13 SK Mendagritentang SekretariatBersama PPRGNasional untukPemerintah Daerah
Lampiran PetunjukPelaksanaan PPRuntuk PemerintahPusat
PerkembanganKebijakan PUG-PPRG (lanjutan)
Kebijakan Operasional
15
2.2 Kebijakan PUG Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan
16
Upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender di bidang kehutanan telah mengalami beberapa kemajuan, yaitu:
SK Menhut Nomor SK.528/Menhut-II/Peg/2004 tentang Panduan Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan Kehutanan, Pedoman Monitoring dan Evaluasi Anggaran Responsif Gender dan Pedoman Data Terpilah.
Memorandum of Understanding (MoU) Kemenhut dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor NK.13/Menhhut-II/2011 dan Nomor 30/MPP-PA/D.I/08/2011 tentang Peningkatan Efektivitas PUG di Bidang Kehutanan pada tanggal 3 Agustus 2011.
Kesepakatan diperpanjangTahun 2016 Nomor 22A/-PPPA/ROREN/XII/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PUG, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup danKehutanan serta Pengendalian Perubahan Iklim.
Kesepakatan Bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian PPA Tahun 2011 Nomor 09/MPP-PA/02/2011 dan Nomor 03/MENLH/02/2011 tentang PUG dan Perlindungan Anak dalam Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.65/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kehutanan.
Peraturan Menteri LHK No. P.31/MENLHK/SETJEN/SET.1/5/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
1
2
3
4
17
Peraturan Menteri LHK No. P.31/MENLHK/SETJEN/SET.1/5/2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan PUG Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Poin Utama Kebijakan Gender Bidang Kehutanan
KEBIJAKAN/REGULASI POIN PENGATURAN
• Ruang lingkup pengaturan: perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pengarusutamaan gender lingkup KLHK.
• Adanya identifikasi isu gender bidang kehutanan, antara lain:
1) Kegiatan pembuatan kebun bibit rakyat, belum memberi manfaat yang setara bagi perempuan. Kelompok tani yang memanfaatkannya paling banyak adalah kelompok laki-laki, karena jumlah kelompok tani wanita masih sangat kurang dibanding kelompok tani laki-laki. Keterlibatan perempuan belum sebagai pengambil keputusan.
2) Partisipasi perempuan dalam pengelolaan hutan masih mengalami tantangan, karena budaya masyarakat, atau kegiatan di bidang kehutanan yang “dianggap” lebih pantas untuk kaum laki-laki.
• Adanya identifikasi isu gender bidang lingkungan hidup, antara lain:
1) Kontribusi perempuan dalam pemulihan ekosistem pesisir dan laut keterwakilan perempuan belum berimbang, dan komitmen pemangku kebijakan dalam kegiatan pemulihan ekosistem pesisir dan laut masih rendah (Kegiatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut).
2) Kegiatan Bank Sampah sebagian besar dilaksanakan oleh perempuan, sementara keterlibatan laki-laki masih minim.
PUG dan 7 prayarat PUG
18
Poin Utama Kebijakan PUG pada Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri LHK Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial
Surat Keputusan Dirjen PSKL Nomor SK. 14/PSKL/SET/OTL.0/7/2019 Tentang Penetapan Sub Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender lingkup Ditjen PSKL
Peraturan Dirjen PSKL Nomor P.9/PSKL/SET.9/REN.0/9/2020 tentang RENSTRA Ditjen PSKL Tahun 2020-2024
KEBIJAKAN/REGULASI POIN PENGATURAN
Pasal 1 angka 15: Kelompok Masyarakat Setempat adalah kumpulan dari sejumlah individu baik perempuan dan laki-laki yang berasal dari masyarakat setempat.
Pasal 58 ayat 1:Pemegang HPHD, IUPHKm, dan IUPHHK-HTR berhak: a. mendapat perlindungan dari gangguan perusakan dan pencemaran lingkungan atau pengambilalihan secara
sepihak oleh pihak lain; b. mengelola dan memanfaatkan HPHD, IUPHKm, atau IUPHHK-HTR sesuai dengan kearifan lokal antara lain
sistem usaha tani terpadu; c. mendapat manfaat dari sumber daya genetik yang ada di dalam HPHD, IUPHKm, atau IUPHHK-HTR; d. mengembangkan ekonomi produktif berbasis kehutanan;e. mendapat pendampingan dalam pengelolaan HD, HKm, dan HTR serta penyelesaian konflik;f. mendapat pendampingan kemitraan dalam pengembangan usahanya; g. mendapat pendampingan penyusunan rencana pengelolaan hutan desa, rencana kerja usaha, dan rencana
kerja tahunan; dan h. mendapat perlakuan yang adil atas dasar gender ataupun bentuk lainnya
Memperkuat landasan hukum sampai di tingkat tapak dengan memandatkan disusunnya sub Pokja PUG tingkat Unit Pelaksana Teknis memalui Surat Keputusan Balai.
a. Tiga pengarusutamaan dalam Renstra Ditjen PSKL Tahun 2020-2024, meliputi: (1) Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan; (2) Pengarusutamaan Gender dan (3) Pengarusutamaan Modal Sosial Budaya.
b. Rencana Aksi PUG
19
2.3 Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG di Perhutanan Sosial
20
KEBIJAKAN/REGULASI ISU KESENJANGAN STRATEGI PUG
A. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Kebijakan Perhutanan Sosial
1. Peraturan Menteri LHK Nomor P.13/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 Tentang Pendampingan Kegiatan Pembangunan di Bidang Kehutanan
2. Peraturan Dirjen PSKL Nomor P.2/PSKL/SET/KUM.1/5/2018 tentang Pedoman Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial
3. Peraturan Menteri LHK Nomor P.89/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Pedoman Kelompok Tani Hutan
4. Peraturan Dirjen PSKL Nomor P.1/PSKL/KELING/KUM.1/2019 tentang Panduan Umum Pendampingan Perhutanan Sosial
Berbagai kebijakan teknis tentang perhutanan sosial ini masih netral
gender, belum merumuskan secara eksplisit tentang strategis PUG pada
aspek-aspek yang diatur.
Indikasinya dapat dilihat pada belum adanya pengaturan tentang data pilah, analisis kebutuhan dan permasalahan gender berdasarkan indikator Akses,
Partisipasi, Kontrol dan Manfaat (APKM).
Perlunya pengembangan regulasi yang mengatur secara teknis tentang data pilah, analis gender dan indikator
APKM yang dapat dengan mudah dilaksanakan di tingkat lapangan.
21
PROSES BISNIS ISU KESENJANGAN STRATEGI PUG
B. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Manajemen Pendamping PS
Rekrutmen Pendamping dan Peningkatan
Kapasitas
Belum adanya ketentuan kuota minimal perempuan, baik dalam pemetaan maupun
penjaringan calon pendamping PS, mengakibatkan SDM penyuluh dan tenaga
pendamping PS masih didominasi laki-laki.
Belum menjadikan perempuan sebagai sasaran sosialisasi khusus sehingga jumlah perempuan
yang terjaring atau berminat/mendaftarmasih rendah
Modul pelatihan belum memuat materi PUG (analisis gender, penggalian isu gender,
perumusan kegiatan responsif gender dan lainnya) mengakibatkan pemahaman dan kepekaan dan
respon terhadap isu gender para pendamping PS sangat lemah.
Tenaga pelatih diklat pendamping PS juga masih belum memiliki pengetahuan yang memadai
mengenai PUG pada PS.
Perlu diterbitkan aturan mengenai penguatan peran dan keterlibatan perempuan baik dalam
pemetaan maupun penjaringan tenaga pendamping PS, penetapan kuota perempuan 30% bisa dijadikan
sebagai afirmasi awal.
Perlu dibuat media maupun metode sosialisasi yang menyasar perempuan, untuk mempertinggi minat dan keterjaringan calon tenaga penyuluh
kehutanan/pendamping PS perempuan.
Modul pelatihan pendamping PS perlu dikembangkan agar bisa mengintegrasikan
perspektif gender ke dalam modul, baik metode, media maupun materi pelatihannya.
Perlu pembekalan khusus bagi widya iswara/pelatih mengenai PUG pada PS.
22
PROSES BISNIS ISU KESENJANGAN STRATEGI PUG
Perencanaan Kegiatan
Pembiayaan dan Dukungan Fasilitas
Rencana Kerja Tahunan Pendamping PS belum mengintegrasikan perspektif gender, sehingga
pembuatan rencana kerja belum didasarkan dari data terplilah gender, juga belum dengan jelas
memastikan peran dan keterlibatan perempuan, baik dalam perencanaan, proses pendampingan maupun
dalam pelaporan kerja pendampingan.
Jangka waktu kontrak pendamping hanya satu tahun terlalu pendek untuk merealisasikan program kerja
program kerja Pendamping PS secara efektif.
Proporsi wilayah dampingan dianggap tidak layak.Seorang pendamping meliput minimal 6 wilayah PS
bahkan ada yang diatas 10 bahkan diatas 20 mengakibatkan kualitas pendampingan
tidak optimal.
Dukungan fasilitas kerja dianggap belum memadai, hal ini semakin menghambat para pendamping PS
secara umum, apa lagi perempuan dalam melakukan pendampingan, fasilitas dimaksud adalah
kendaraan roda dua dan galat GPS. Minimnya dukungan fasilitas kerja ini juga dapat mengurangi
minat perempuan untuk mengambil posisi ini.
Format Rencana Kerja Tahunan Pendamping PS perlu disusun sesuai dengan tahapan penyusunan anggaran responsif gender dan menggunakan data terpilah, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan
bisa lebih responsif gender
Untuk menaikkan kualitas pendampingan periode kerja pendamping PS perlu ditinjau ulang, untuk memastikan jangka waktu yang masuk akal bagi
para pendamping melaksanakan rencana kerjanya dengan optimal.
Perlu ditinjau ulang proporsi luas wilayah dampinganper pendamping PS agar kualitas dan kedalaman
pendampingan dapat lebih dioptimalkan.
Perlu dipastikan bahwa dukungan fasilitas kerja bagi para pendamping mendapatkan porsi anggaran yang cukup, jika karena keterbatasan anggaran tidak bisa memenuhi kebutuhan semua pendamping serentak,
maka perlu dipikirkan untuk memberikannya bertahap.
23
PROSES BISNIS ISU KESENJANGAN STRATEGI PUG
Monitoring dan Evaluasi (Monev)
Pelaporan
Metode dan instrumen monev belum mengintegrasikan perspektif gender, sehingga
dalam monev yang dilakukan belum ada bagian/metode khusus terkait penggalian data,
peran dan keterlibatan perempuan.
Laporan bulanan yang dibuat oleh pendampingPS belum memasukkan bagian terkait akses dan
keterlibatan perempuan.
Aplikasi Sinav (GOKUPS) Perhutanan Sosial dan Simping (BP2SDM) belum mengintegrasikan
perpekstif gender, sehingga belum bisa menjadi salah satu basis untuk memperkuat maupun menggali informasi mengenai PUG pada PS.
Perlunya pengembangan instrumen monev yang dapat menggali kondisi tingkat partisipasi, akses, kontrol dan manfaat bagi perempuan pada setiap
tahapan porses bisnis PS dan memungkinkan menyajikan data pilah atas kondisi tersebut.
Perlunya pengembangan instrumen laporan yang dapat menggambarkan kondisi permasalahan dan
intervensi yang dilakukan terkait dengan isu kesenjangan gender berdasarkan analis gender
pada setiap kegiatan pendampingan yang dilaksanakan di tingkat KTH dan menyajikan
data pilah.
Perlunya pengembangan fitur dalam aplikasi yang menyajikan kondisi permasalahan dan intervensi yang dilakukan terkait dengan isu kesenjangan gender bersasarkan analis gender pada setiap
kegiatan dan capaian pendampingan yang dilaksanakan di tingkat KTH. Aplikasi perlu
menyajikan data pilah, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu basis data untuk
pengambilan keputusan.
24
PROSES BISNIS ISU KESENJANGAN STRATEGI PUG
C. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Kelola Kelembagaan Kelompok PS
Identifikasi Potensi dan Kelembagaan Masyarakat
Pembentukan KTH dan Kepengurusan Kelompok
Pemetaan potensi KTH perempuan hanya berdasarkan data Dinas KLH dan Desa, sehingga pengidentifikasian petani hutan perempuan yang potensial lainnya, luput
tidak terhimpun dalam daftar data KTH.
Keterlibatan perempuan dalam KTH masih stereotype sehingga sebagian besar perempuan yang aktif baru
sebatas pada pengelolaan administrasi dan pencatatan.
Pelibatan perempuan sangat masih terbatas dalam proses pembentukan KTH dan Monev.
Masih adanya pemahaman umum di masyarakat bahwa perempuan kurang pantas untuk terlibat baik di
organisasi KTH maupun kegiatan PS
Keanggotaan KTH berdasarkan kepala keluarga (KK) yang 85% adalah KK laki-laki, sementara keterlibatan anggota keluarga yang turut serta dalam kegiatan PS tidak masuk pencatatan, padahal banyak kegiatan yang dilakukan oleh perempuan (istri maupun anak), hal ini membuat secara
statistik keterlibatan perempuan dalam PS menjadi sangat kurang atau hilang.
Perlunya perluasan pendataan calon petani hutan perempuan yang potensial untuk selanjutnya masuk menjadi bagian dari target dan sasaran pendampingan kelompok,
untuk selanjutnya dimasukkan dalam rencana kerja pendamping PS.
Perlu dilakukan peningkatan kapasitas tentang PUG bagi seluruh anggota KTH dan angota keluarga yang aktif dalam
pengelolaan PS.
Perlu dilakukan advokasi dan perubahan cara memandang maupun pencatatan ‘keanggotaan KTH’, sehingga bisa
faktual dan dapat menangkap seluruh individu yang terlibat, baik Kepala Keluarga maupun Anggota Keluarga, terpilah.
Tidak disimplikasi hanya berdasar KK yang berakibat hilangnya statistik perempuan dalam PS.
25
PROSES BISNIS ISU KESENJANGAN STRATEGI PUG
Penyusunan Aturan/Kesepakatan
Penyusunan Rencana Kegiatan KTH
PeningkatanKapasitas KTH
Dalam penyusunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KTH belum memunculkan
isu kesenjangan gender dan perumusan aturan (tertulis/tidak tertulis), perempuan pada umumnya
tidak dilibatkan.
Penetapan perencanaan dan kegiatan belum dilakukan berdasar data pilah maupun analisis
gender yang memadai, sehingga perencanaan dan kegiatan KTH masih netral bahkan abai terhadap isu
gender yang ada.
Kuantitas dan kualitas peningkatan kapasitas kelembagaan dan modal sosial bagi KTH dan
anggota masih minim baik yang diprogramkan oleh pengurus KTH, KPH, Pemda,dan Pemerintah.Kerjasama dengan stakeholder belum optimal
dilakukan oleh KTH untuk pengembangan peningkatan kapasitas khususnya bagi perempuan, sehingga KTH kurang mendapatkan dukungan bagi pengembangan kapasitas kelembagaan KTH dan
anggota KTH
Perlu dilakukan integrasi perspektif gender baik dalam AD/ART KTH maupun Awik-awik
(bisa dipertimbangkan bab/bagian/pasal khusus membahas penguatan kesetaraan gender
dalam AD/ART)Perlu disepakati aturan terkiat keterwakilan
perempuan dalam proses penyusunan AD/ARTKTH maupun awik-awik.
Perlu dibuat semacam juknis/pedoman untuk penyusunan dan penetapan perencanaan dan
kegiatan KTH yang mengakomodasi data pilah dan analisis gender sehingga perencanaan dan kegiatan
KTH dapat lebih responsif terhadap kesenjangan gender yang ada dalam implementasi PS
Perlunya peran pemerintah dan pemerintah daerah untuk menetapkan program/kegiatan/sub kegiatan
peningkatan kapasitas bagi anggota KTH khususnya perempuan, serta perlunya memfasilitasi
terbentuknya kerjasama antara KTH dengan stakeholder terkait (Perguruan Tinggi, Swasta,
Lembaga Donor, dan swadaya)
26
D. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Kelola Kawasan
PROSES BISNIS ISU KESENJANGAN STRATEGI PUG
Identifikasi Wilayah dan Pemetaan Partisipatif
Tata Cara Permohonan Izin dan Pengajuan Permohonan Izin
Identifikasi wilayah belum menggunakan analisis gender dan tidak mensyaratkan proporsi kepesertaan perempuan untuk terlibat.
Perempuan belum banyak dilibatkan dalam pemetaan dan penetapan pengelolaan kawasan.
Peran perempuan dianggap sebagai pencari nafkah tambahan, meskipun beban kerja dan alokasi waktu kerja perempuan di lokasi lebih besar, terutama pada
pengolahan hasil hutan, sehingga keterlibatannya tidak perlu dicatat khusus karena merupakan bagian dari melaksanakan tanggung jawab laki-laki (suami)
Adanya pemahaman stereotip bahwaperempuan sulit untuk mengelola kawasan karena
harus masuk hutan.
Adanya ketentuan pemegang izin PS adalah Kepala Keluarga (KK), sehingga ada pemahaman bahwa
pengajuan izin “harus” mengatasnamakan laki-laki.
Modul pendampingan perlu dikembangkan agar mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap
tahap pendampingan, baik perencanaan, pelaksanaan, dan monev.
Perlunya peningkatan kapasitas tentang PUG bagi anggota KTH dan anggota kelurga yang aktif
membantu.
Perlu sosialisasi dan penguatan bagi perempuan kepala keluarga untuk mengajukan izin PS.
27
E. Isu Kesenjangan Gender dan Strategi PUG pada Kelola Usaha
PROSES BISNIS ISU KESENJANGAN STRATEGI PUG
Penetapan Strategi Pengembangan Usaha
MengembangkanAkses Usaha
Kapasitas dan sumber daya kelompok terutama perempuan masih terbatas dalam penetapan
dan pengembangan strategi usaha.
Perempuan pada umumnya terlibat dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS)atau pasca panen, namun pahaman tentang
pengembangan usaha, pemasaran, dan inovasi masih sangat terbatas
Kapasitas penguasan teknologi pemasaran(berbasis online) yang timpang di tingkat perempuan.
Keterlibatan perempuan dalam pengembangan usaha kelompok masih sedikit dan lemah.
Perempuan belum memiliki akses terhadap informasi dan proses penetapan pengembangan
usaha dan strategi pemasaran, mengakses permodalan bagi pengembangan usaha KUPS.
Perlunya mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kapasitasyang diperlukan oleh anggota KTH (dan anggota keluarganya)
khususnya perempuan yang banyak terlibat pada prosespasca panen.
Memasukan rencana peningkatan kapasitas dalam program kerja/awik-awik KTH.
Perlu peningkatan kapasitas perempuan (baik sebagai KK maupun anggota keluarga yang aktif) mengenai strategi
pengembangan usaha, inovasi usaha dan pemasaran, termasuk penguasaan teknologi dengan melibatkan stakeholder terkait.
Perlu dilakukan pendataan yang cukup mengenai bidang-bidang usaha KUPS, proporsi keterlibatan dan peran baik laki-laki
maupun perempuan. Dengan dasar ini dapat dirancang pendampingan usaha yang dapat memperkuat dan
meningkatkan peran dan tanggung jawab perempuan, baik dalam pengembangan usaha maupun pemasaran KUPS.
Perlu skema permodalan usaha yang memberikan kemudahan akses bagi perempuan (kemudahan persyaratan, tanpa agunan,
tanggung renteng, otorisasi kelompok dan sebagainya)
Perlunya dukungan permodalan dari Pemerintah/ Pemda/Lembaga keuangan/Kemitraan terkait.
28
PENUTUP329
3.1 Kesimpulan
Kebijakan tentang PUG dalam pembangunan, PUG pada bidang kehutanan dan lingkungan hidup, serta PUG pada PS sudah cukup kuat. Namun demikian kebijakan teknis pada PS masih belum secara spesifik mengintegrasikan PUG atau masih netral gender.
Pada praktiknya, PUG belum sepenuhnya diimplementasikan dalam pelaksanaan program PS, dari mulai manajemen pendamping, kelola kelembagaan dan kelola kawasan. Perempuan sudah banyak terlibat dalam kelola usaha, namun demikian belum banyak terlibat dalam strategi pengembangan usaha. Akses terhadap permodalan juga masih didominasi oleh laki-laki.
Data statistik perempuan dalam program PS menghilang karena pendataan hanya didasarkan pada pemegang izin PS. Pemegang izin PS lebih banyak didominasi oleh laki-laki karena berdasarkan ketentuan, pengajuan izin PS harus dilakukan oleh Kepala Keluarga, yang notabene adalah laki-laki.
Implementasi PS belum didukung dengan data pilah.
Belum adanya koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat (KLHK) dengan Provinsi NTB (Dinas LHK) untuk mengintegrasikan PUG pada program/kegiatan yang terkait dengan PS.
1
2
3
45
30
3.2 Rekomendasi
Kebijakan teknis tentang PS, baik di tingkat pusat
maupun daerah, perlu dikembangkan untuk
mengakomodir pengintegrasian gender
pada setiap tahapan bisnis proses PS.
Mendorong peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat
(KLHK/Ditjen PSKL) dan pemerintah daerah (Dinas LHK) untuk menetapkan
kebijakan PUG padaPS yang terpadu.
Pemerintah Daerah/ Pendamping PS perlu lebih
aktif untuk memberikan kesempatan kepada perempuan untuk terlibat sebagai anggota dan pengurus KTH, meskipun secara administrasi pemegang izin PS didominasi oleh laki-laki.
Perlu dikembangkan sistem pencatatan keanggotaan KTH
tidak hanya sebatas KK, namun juga memasukkan anggota keluarga yang aktif dalam
sebagian/keseluruhan pengelolaan PS, baik
istri/suami maupun anggota keluarga, terpilah jenis
kelamin.
Instrumen pendataan, instrumen rekrutmen dan
penetapan calon pendamping, modul
pelatihan, dan format monev perlu dikembangkan dengan mengintegrasikan perspektif
gender.
Perlu adanya kegiatan pemerintah pusat dan
daerah untuk penguatan isu gender bagi para
pendamping, pengurus dan anggota KTH, pelatih
pendamping, Dinas LHK, dan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
(BPSKL).
KEBIJAKAN1
KEANGGOTAANKTH
2INSTRUMEN3
PENINGKATANKAPASITAS
4
31
Daftar PustakaFAO and Recoftc. 2016. Training Manual: Mainstreaming Gender Into Forestry
Interventions In Asia And The Pacific. Bangkok: The Food And Agriculture Organization Of The United Nations And Recoftc - The Center For People And Forests. http://www.fao.org/3/i5866e/i5866e.pdf
Katadata Insight Center. 2020. Hasil Survei dan Indeks Perhutanan Sosial: Kelola Hutan Untuk Masa Depan Berkelanjutan, Jakarta : Ford Foundation.
Sulistya, et al (editor), 2020. Bersama Membangun Perhutanan Sosial. Bogor: PT Penerbit IPB Press
JurnalDesmiwati. 2016. Quo Vadis Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Kebijakan Publik
di Sektor Kehutanan:Kasus Program Perhutanan Sosial di Indonesia (Quo Vadis Gender Mainstreaming in Public Policy of Forestry Sector: Case of Social Forestry Program in Indonesia). JURNAL Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Vol. 2 No. 2 Desember 2016 : hal 103.
Syamsiar Pusadan. 2017. Implementasi Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, e Jurnal Katalogis, Vol 5 (2)
Sali Susiana. 2015. Penerapan Konsep Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) dalam Pembangunan Daerah (Studi di Provinsi Papua dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), Aspirasi, Vol 6 (1), hlm. 5
PeraturanUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Surat Edaran Besama Empat Kementerian. et al. 2012. Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) Melalui Perencanaan Dan Penganggaran Yang Responsif Gender (PPRG). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Peraturan Menteri LHK No. P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.13/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 Tentang Pendampingan Kegiatan Pembangunan Di Bidang Kehutanan
Peraturan DirjenPSKL Nomor P.2/PSKL/SET/KUM.1/5/2018 tentang Pedoman Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.89/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Pedoman Kelompok Tani Hutan
Peraturan DirjenPSKL Nomor: P.1/PSKL/KELING/KUM.1/2019 tentang Panduan Umum Pendampingan Perhutanan Sosial
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024
Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2020-2024
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan 2020-2024
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019-2023
ModulHastuti, Endang Dwi dan Utami, Siwi Sri. 2019. Kelembagaan Kuat Untuk Kelompok
Tani Hutan Bermartabat Modul Pendampingan Pembentukan dan Penguatan KTH, Jakarta: Badan Penyuluh dan Pengembangan SDM-KLHK.
Budiman, Budi, Rusmalia dan Winarto V. 2018. Gapai Asa: Kelola Rimba Modul Pendampingan Permohonan Akses Kelola Perhutanan Sosial, Jakarta: Badan Penyuluh dan Pengembangan SDM-KLHK.
Liliek, Ryke S Siswari, et al. 2018. Perencanaan Matang Usahapun Berkembang: Modul Pendampingan Rencana Pengembangan Usaha. Jakarta: Badan Penyuluh dan Pengembangan SDM-KLHK.
Firmansyah, Murtado dan Pujirianti,Indri. 2018. Berdaya karena Usaha: Modul Pendampingan Pengembangan Kewirausahaan. Jakarta: Badan Penyuluh dan Pengembangan SDM-KLHK.
32
Jl. Mawar, Komplek Kejaksaan Agung, Blok G-35 Pasar Minggu, Jakarta Selatan - 12520, Indonesia Telp +62 21 780 1314 • Fax +62 21 782 3800 • email: [email protected] • website: www.pattiro.org