laporan kegiatan rapat di dalam kantor (rdk) menilik

21
LAPORAN KEGIATAN "RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK REGULASI PEMILIHAN DI ACEH: ANTARA HIRARKHISITAS DAN KEISTIMEWAAN " (Senin, 7 September 2020 di Kantor Panwaslih Provinsi Aceh) PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN PROVINSI ACEH 2019

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

LAPORAN KEGIATAN

"RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK)MENILIK REGULASI PEMILIHAN DI ACEH: ANTARA HIRARKHISITAS

DAN KEISTIMEWAAN "

(Senin, 7 September 2020 di Kantor Panwaslih Provinsi Aceh)

PANITIA PENGAWAS PEMILIHANPROVINSI ACEH

2019

Page 2: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

LAPORAN KEGIATANTENTANG

RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK)MENILIK REGULASI PEMILIHAN DI ACEH: ANTARA HIRARKHISITAS

DAN KEISTIMEWAAN

A. PENDAHULUAN

Penanganan Pelanggaran merupakan tugas Bawaslu sebagai upaya

penegakan hukum terhadap tindakan yang bertentangan, melanggar, atau

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait Pemilu atau

Pemilihan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, Dan Walikota sebagaimana telah diubah dengan Perpu Nomor 2

Tahun 2020.

Berbeda dengan provinsi lain, lembaga pengawas pemilihan di Provinsi Aceh

terdapat dua lembaga pengawas yang dibentuk oleh undang-undang yang

berbeda. Panwaslih Provinsi Aceh dibentuk dengan Undang-Undang Nomor

7 Tahun 2017 yang bersifat permanen dan Panwaslih Aceh yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 yang bersifar

sementara (ad hoc). Dualisme lembaga tersebut tentu menyebabkan

kewenangan mengawasi menjadi sumir termasuk kewenangan penanganan

pelanggaran,

Putusan MK Nomor 66/PUU-XV/2017 Menyatakan Pasal 571 huruf d

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Menyatakan

Permohonan Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 557 dengan kata

lain MK telah membatalkan pencabutan pasal 57 huruf (d) dalam UU 7

tahun 2017 Sehingga dapat dipahami bahwa Pencabutan pasal 57 dan

pasal 60 ayat (1), ayat (2) serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2006 dalam UU 7 tahun 2017 telah dibatalkan oleh MK, dengan kata lain

Page 3: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

pasal 57 dan pasal 60 ayat (1), ayat (2) serta ayat (4) Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2006 masih tetap berlaku. Impilkasi dari putusan MK ini

adalah penyebutan kelembagaan Pemilu di Aceh tetap mengikuti

penyebutan seperti tersebut dalam pasal 57 dan Pasal 60 UU 11 tahun

2006, sehingga nomenklatur Bawaslu disebut Panwaslih, namun tetap

menjadi bagian dari kelembagaan Pemilu secara nasional.

Putusannya MK Nomor 97/PUU-XI/2013 telah menyatakan bahwa Rezim

Pemilu dan Rezim Pilkada tidak lah sama sehingga jika dikorelasikan

bahwa Panwaslih yang dibentuk berdasarkan UU 11 tahun 2006 hanya

berwenang mengawasi Pemilihan Kepala Daearah sebagaimana telah

disebutkan secara tegas dalam pasal 61 ayat 1 huruf (a) dan huruf (b).

Putusan MK Nomor 48/PUU-XVII/2019 memberikan penafsiran baru

mengenai apa yang dimaksud dengan Panwaslu tingkat kabupaten/kota

yang sebelumnya bersifat Ad hoc (sementara) sehingga dapat langsung

dilaksanakan sebagai lembaga permanen sesuai legalitas berdasarkan UU

Pemilu 7/2017 dengan telah dinyatakan bahwa frasa Panwaslu

Kabupaten/Kota dimaknai Bawaslu Kabupaten/Kota.

Dualisme lembaga pengawas dalam mengawasi jalannya Pilkada Serentak

di Aceh bukanlah sebuah keinginan, dengan mempertimbangkan efesiensi

waktu, kinerja dan anggaran. Karena jika salah satu unsur penyelenggara

Pilkada dihadapkan pada ketidak pastian hukum mengenai status ganda

kelembagaan serta legitimasi Panwaslih Provinsi dan Panwaslih

Kabupaten/Kota akan menjadikan penanganan pelanggran pemilihan tidak

maksimal, namun kita berharap untuk pelaksanaan Pilkada Aceh

terakomodir dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pilkada dan

Perubahan Undang-Undang Pemerintahan Aceh.

Untuk memperoleh pemahaman yang kritis dan akademis, Panwaslih

Provinsi Aceh memandang perlu melakukan RDK Kepastian Hukum

Dualisme Lembaga Pengawas Pemilihan di Aceh.

Page 4: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

B. TUJUAN

Kegiatan RDK ini bertujuan untuk:

1. Menemukan konstruksi hukum yang memeberi kepastian bagi

lembaga pengawas pemilihan di Aceh dalam menjalankan

kewenangannya.

2. Menyusun stategi pencegahan pelanggaran pemilihan yang efektif.

C. OUTPUT KEGIATAN

Output yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah adanya konstrusi

hukum yang memeberi kepastian bagi lembaga pengawas pemilihan untuk

mewujudkan Pemilihan yang berkualitas di Aceh.

D. BENTUK DAN METODE KEGIATAN

Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk Rapat di dalam kantor dengan

metode Focus Group Discussion yang :

1. Pemaparan Materi; Pemaparan materi singkat untuk memberi

pemahaman dan pokok-pokok pikiran tentang tema yang dimaksud.

2. Diskusi Interaktif; sharing pemahaman, pengalaman dan masukan

dari seluruh peserta yang juga merupakan narasumber dalam

kegiatan ini.

E. WAKTU DAN TEMPAT

Rapat teknis tersebut akan dilaksanakan pada:

Hari/Tanggal : Senin, 07 September 2020

Pukul : 16.00 s/d Selesai

Tempat : Kantor Panwaslih Provinsi Aceh

Page 5: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

F. NARASUMBER/PEMATERI DAN PESERTA

1. Narasumber kegiatan RDK ini diisi oleh Akademisi

2. Peserta kegiatan RDK ini berjumlah 30 orang yang berasal dari

Panwaslih Provinsi Aceh, Panwaslih Kabupaten/Kota, Akademisi,

Mahasiswa Peserta Debat Konstitusi dan Staf Panwaslih Provinsi

Aceh.

G. AGENDA KEGIATAN

Senin, 07 September 2020

Waktu(Wib) Acara Materi Narasumber Moderator/

Petugas1 2 3 4 5

16.00 s.d16.15 WIB

RegistrasiPeserta danPembukaan

Acara

PEMBUKAANFahrul Rizha

Yusuf Panitia

16.15 s.d17.00 WIB

Materi I

Kepastian HukumKewenanganPenangananPelanggaranPemilihan di Aceh

Khairil Akbar,SH. MH.

(DosenFakultasHukumUnsyiah)

Moderator

17.00 s/d17.50 WIB

Diskusi Diskusi Interaktif Panitia

Page 6: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

17.50 s.d18.00 WIB

Penutupan - - Panitia

H. PEMBIAYAAN

Pembiayaan kegiatan RDK Refleksi Penanganan Pelanggaran dalam

Menyongsong Pilkada 2022 ini dibebankan kepada DIPA Panitia

Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh Tahun 2020.

I. PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin, 7 September 2020 yang

dihadiri oleh 30 Peserta dari Panwaslih Kabupaten/Kota, Akademisi,

Praktisi hukum, LSM dan Staf Panwaslih Provinsi Aceh. diawali dengan

Registrasi Peserta yang dilanjutkan dengan Sambutan dan Pembukaan oleh

Fahrul Rizha Yususf (Koordinator Penanganan Pelanggaran). Kemudian

Acara dilanjutkan dengan Sesi Materi yang yang diisi oleh Khairil Akbar,

S.HI. M.H. (Dosem Fakultas Hukum Unsyiah). Adapun komposisi kegiatan

ini adalah sebagai berikut:

A. Sambutan dan PembukaanSambutan yang disampaikan oleh Fahrul Rizha Yususf selaku

Koordinator Penanganan Pelanggaran Panwaslih Provinsi Aceh, dalam

sambutannya disampaikan bahwa di tahun 2019, Bawaslu Aceh

tepatnya pasal 55 UU pemilu disebut Panwaslih Provinsi Aceh sebagai

hirarkhi dari Bawaslu.

Pelaksaan Pemilu mengacu pada UU 7 tahun 2019 dan peraturan

teknis Pebawaslu. Dalam pelaksanaan Pemilu di Aceh beberapa

kekhususan menjadi khas seperti wajib mampu baca Al-Quran, adanya

partai lokal dan jumlah kursi DPRA 125% yaitu 81 kursi.

Adanya UUPA merupaka hikmah dari MOu Helsinki, pada masanya

UUPA merupakan UU yang maju sehingga menjadi contoh bagi

Page 7: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

nasional. Qanun sebagai pelaksanan teknis UUPA dalam

penyelenggaraan pemilihan bayak menimbulkan multi tafsi dan

benturan dengan peraturan Bawaslu.

Dalam pelaksaan rekomendasi kepada instansi terkait dapat dianulir

dengan telaah sehingga tidak ditindaklanjuti. Sepaya untuk

mendapatkan sebuat kepastian hukum, kita mendorong agar tidak ada

dualisme pengawas sehingga menimbulkan kepastian hukum dimana

kita mengenal sistim politik hukum yang hanya mengakui satu

pengawas pemilu

B. Penyampaian MateriMateri disampaikan oleh Khairil Akbar, S.HI. M.H. yang merupakan

Dosem Fakultas Hukum Unsyiah dengan judul materi “Menilik Regulasi

Pemilihan Di Aceh: Antara Hirarkhisitas Dan Keistimewaan”

Penyampaian materi ini dipandu oleh Moderator Sri Mulyani (Kabag.

Penanganan Pelanggaran, Penyelesaian Sengketa dan Hukum), dalam

kesempatan ini beliau menyampaikan beberapa point penting, yakni:

1. Konflik Aceh – RI Melahirkan

Secara konstitusional, berdasarkan Pasal 18B UUD NRI 1945,

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan

daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur

dengan undang-undang.

4 bidang keistimewaan: Syariat Islam, Adat Istiadat, Pendidikan,

dan Peran Ulama (MPU) (UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan

Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh)

Konflik GAM dan RI berakhir damai yang ditandai dengan

penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) di Helsinki. MoU

Helsinki mempertegas keistimewaan Aceh sembari menambahnya

dengan beberapa keistimewaan lain seperti keberadaan LWN,

Simbol, Lambang, dan Bendera, Parpol Lokal, dan lainnya. (UU

11/2006 tentang Pemerintahan Aceh). Dalam UU ini pulalah Pemilu dan

Pemilihan, atau KIP dan Panwaslih disebutkan.

Page 8: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

2. Beberapa hal tentang KIP dan Panwaslih dalam UUPA

Komisi Independen PemilihanAceh

Panitia PengawasPemilihan

1. Terdiri dari 4 pasal yang detail

(dari Pasal 56 s.d Pasal 59).

2. Tidak hanya

menyelenggarakan Pemilihan,

juga menyelenggarakan

Pemilu.

3. Keanggotaannya diusulkan

oleh DPRA/KK melalui sistem

penjaringan oleh lembaga

independent dan ad hoc,

ditetapkan oleh KPU, dan

diresmikan oleh

Gubernur/Bupati yang terdiri

dari 7 orang untuk Provinsi,

dan 5 orang untuk

Kabupaten/Kota.

4. Pengaturan lebih tentang

pembentukan, mekanisme

kerja, dan masa kerja tim

independent diatur dengan

qanun.

1. Terdiri dari 4 yang tidak

detail.

2. Hanya mengawasi Pemilihan

dan bersifat ad hoc.

3. Panwaslih dibentuk oleh

Panitian Pengawas Nasional

(sekarang Bawaslu) yang

anggotanya diusul oleh

DPRA/KK.

4. Hal-hal yang belum diatur

dalam Undang-Undang ini

mengenai pengawasan

pemilihan berpedoman

kepada ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Tidak ada satu pasalpun yang memberi delegasi kepada Qanun untuk

mengatur tentang Penyelenggara Pemilu maupun Pemilihan di Aceh.

3. Qanun Parlok VS Qanun Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan

Qanun Parlok Qanun Penyelenggara Pemilu danPemilihan

1. Panitia Pengawas Pemilihan 1. Panitia Pengawas Pemilihandisingkat Panwaslih

Page 9: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

disingkat Panwaslu dan ad-hoc

2. Mengawasi Pemilu

3. Dibentuk oleh Bawaslu

2. Mengawasi Pemilu danPemilihan

3. Dibentuk oleh Bawaslu dandiusulkan oleh DPRA/DPRK

Qanun ini tidak konsisten dalampenyebutan nama namunmengikuti keadaan saat itu

Qanun ini berupaya mengikutiputusan MK atas JR UU 7/2017namun yang terjadi malahpertentangan demi pertentangan,baik terhadap UUPA maupunterhadap UU lainnya

4. Asas Preferensi Hukum

Asas preferensi ini digunakan ketika terjadi konflik norma. Hanya

saja, di negara yang terdapat mekanisme pengujian perundang-

undangan, terdapat pula asas praduga keabsahan yang kerap

dimanfaatkan untuk tidak menaati prinsip dan/ atau perundang –

undangan yang lebih tinggi, lebih khusus, atau lebih baru.

Lex superior derogat legi inferiori

undang-undang yang lebih tinggi mengalahkan/

menyampingkan undang-undang yang lebih rendah

Lex specialis derogat legi generali

undang-undang yang bersifat khusus mengalahkan/

menyampingkan undang-undang yang bersifat umum

Lex posteriori derogat legi priori

undang-undang yang baru mengalahkan/ menyampingkan

undang-undang yang lama.

Lex Specialis Sistematis

Kriteria dari spesialitas sistematis ini adalah objek pengaturan

dari definisi umum diatur lebih lengkap dalam kerangka

ketentuan khusus. Prinsip ini menjelaskan bahwa ketika terjadi

suatu pertentangan antara UU khusus dengan UU yang juga

khusus, maka berlaku UU yang pengaturannya lebih lengkap

dan rinci. Dengan kata lain, yang harus diperhatikan adalah

objek yang sedang dibicarakan. Sekiranya objkenya adalah

tanah, maka UU Agraria adalah yang lebih khusus. Begitupun

Page 10: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

sekiranya yang dibicarakan adalah Pemilu atau Pemilihan,

maka UU Pemilu atau Pemilihanlah yang lebih khusus atau

menjadi lex specialis sistematis.

5. Pemilu dan Pemilihan Bukan Keistimewaan Aceh Karena:

Tidak disebutkan secara tegas dalam UUPA. Pengaturannya dalam

UUPA ternyata sekadar untuk menjawab persoalan saat itu. Hal ini

bisa dilacak pada teks MoU Helsinki yang menyebutkan waktu

pelaksanaannya.

Berbeda dengan Parlok yang memang dikehendaki keberadaannya,

baik untuk Pemilu terdekat kala itu, maupun untuk Pemilu yang

akan datang.

Putusan MK terkait dengan pengembalian pasal-pasal dalam UUPA

yang dicabut oleh UU Pemilu tidak mengindikasikan bahwa Pemilu

dan Pemilihan di Aceh merupakan keistimewaan. MK boleh jadi

sekadar ingin meneguhkan bahwa prosedur dalam pembentukan

perundang-undangan adalah penting.

UU Pemilu dan Pilkada merupakan lex specialis atau specialis

sistematis atas UU khusus lainnya ketika berbicara tentang Pemilu

dan Pilkada (Pemilihan). Karenanya UU Pemilu dan Pilkada tentu

mengenyampingkan UUPA.

Qanun berada di bawah UU yang secara hierarkis harus

dikesampingkan. Bahkan UUPA tidak pernah mendelegasikan

pengaturan Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan melalui Qanun.

Putusan MK yang menjadikan Bawaslu yang eksis sekarang

sebagai Pengawas dalam Pilkada (Pemilihan) menjadi hukum

terbaru (lex posteriori) yang mengenyamping UU lama (lex periori),

termasuk terhadap Qanun 6/2018.

Page 11: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

Sesi DiskusiRamzi Murzikin (Dosen UIN Ar-Raniry)Pada tahun 2015, 2016 dan 2015. DPRA menghimpun DPRK untuk

mengaminkan pembentukan Panwaslih Aceh. Sehingga pada April 2016

terbentuklah Panwaslih Aceh

Anggaran pengawasan hanya ada di provinsi sehingga hanya hidup dengan

pengelolaan dana hibah. Bawaslu RI sangat hati2 melihat persoalan ini di

Aceh. Salah satunya terkait pembentukan sengketa lembaga

Beberapa alternative dilaksankan

1. Pengawasan Pemilihan di Aceh dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Aceh

berdasarkan UU No. 15 Tahun 2011 dan UU No. 10 Tahun 2016,

2. Pengawasan Pemilihan di Aceh dilakukan oleh Pengawas Pemilihan

Aceh berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2006,

3. Pengawasan Pemilihan di Aceh dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Aceh

ditambah dengan 2 orang Panwaslih Aceh hasil seleksi DPRA dan

4. Pengawasan Pemilihan di Aceh dilakukan oleh Pengawas Pemilihan

Aceh berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2006. Sementara hal-hal yang

berkaitan dengan tugas pengawasan yang belum diatur dalam UU

Nomor 11 Tahun 2006 dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi Aceh.

Muzakkir (Panwaslih Pidie Jaya)Dalam pasal 22E memisahkan pengaturan Pemilu dengan Pilkada sehingga

lahirlah UU PIlkada.

Dengan adanya putusan MK, bahwa MK telah menyatakan rezim Pemilu

dan Pemilihan merupakan sama . termasuk MK dinilai tidak konsisten

dalam penentuan regulasi yang berbeda dengan UUD. Begitu juga dengan

RUU yang tidak lagi memisahkan Pemilu dan Pemilihan melaiinkan

mengatur Pemilu lokal dan Pemilu nasional. Terkait Qanun Aceh yang juga

mengatur rezim pemilu dan pemilihan masih terpisah sehingga ada

penyebuta Panwaslih permanen dan ad hoc, namun dalam qanun

Page 12: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

perubahan menjadikan panwas adhoc menjadi permanen. UU 7 tidak

mencabut kewenangan perekrutan terhadap peengawas di Aceh.

Bahwa pengawas pemilihan di aceh masi terjadi dualisme sehingga menjadi

tugas kita bersama untuk mencari kepastian hukum terkait kelembagaan

pengawas pemilihan di Aceh

Ely Safrida (Panwaslih Kota Banda Aceh)Tidak lagi berbicara siapa yang melaksanakan pengawasan di kotota banda

aceh. Dalam RDPU dengan DPRK menyatakan bahwa kesiapan mereka

dalam melaksanakan Pilkda di tahun 2022, begitu juga kita dari Panwas

menyatakan kesiapan jika kami ditunjuk untuk mengawasi pemilihan.

Yang menajdi persoalan tidak ada kepastian huku siapa yang menjadi.

Namun utnk saat ini belum ada ketentuan yang jelas dalam pelaksanaan

pilkada

Adam Sani (Panwaslih Nagan Raya)Ini merupakan masalah yang lama dalam pelaksanaan pilkada di aceh. Kita

berada dalam kondisi politik yang berubah-ubah begitu juga dengan

peraturan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi politik.

Melihat kondisi politik sekarang. Muncul pertanyaan besar siapa yang

mengawasi pelaksaan pilkada di Aceh.

Ali Nurdin (Panwaslih Gayo Lues)Berkaitan dengan UU Pemilu dan UUPA ada beberapa perubahan

pengaturan dan peruhana kewenangan kelembagaan dengan

dipermanenkannya pengawas Pemnilu Kab/Kota.

Ada beberapa perbedaan dalam hal penyelenggara dan regulasi yang

mengatur. Diharapkan di DPRA segera mengatur regulasi yang menjadi

tumpuan baik bagi peserta maupun penyelenggaran pemilihan di Aceh.

Agus Saputra (Panwaslih Langsa)Beberapa carut marut regulasi pemilihan di Aceh baik penyelenggaranya

dan pelaksanaannya.

Page 13: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

UUPA hanya mengatur 4 kekhususan dalam MoU, kanum karena

banyaknya pekerjaan rumah pasca MOU termasuk penyelengaraan

pemilihan. UUPA tidak bersifat spesialis tidak akuh denga UU Pemilu dan

Pemiluhan, karena UUPA bersifat sama dengan UU Pemerintah Daerah.

Secara teknis. Beberapa pasal 35 dan 36 Qanun 6 Tahun 2018. Terjadi

parado yang menyatakan permanen dan adhoc

Ini kesempatan dimana kita ingin mencari titik temu. Negara sudah

menghabiskan anggaran yang cukup banyak untuk meningkatkan

kapasitas kita namun dengan adanya rekrut yang baru secara adhoc

menunjukkan bahwa tidak tepat.

Dengan direkrutnya panwas oleh DPR sehingga anggota panwas harus

merebut perhatian DPR untuk keberlangsungan lembaga baik secara

anggaran dan independensi. Dengan adanya aturan yang tidak jelas dengan

tidak adannya konsuldasi ke DPRA membuat masyarakat dirugikan dan

membuat penyelenggara bingung.

Imam Mufakkir (Staf Panwaslih Provinsi Aceh)MK tidak memiliki kewenangan eksekutiar sehingga tidak dapat

memastikan bahwa putusan MK itu dilaksanakan.

Baiknya kembali kepada tujuan hukum, dengan pelaksanaan pemilihan

yang demokratis. Bagaimana kita bisa memastika integritas dan netralitas

jika pengawasnya dilaksankan oleh peserta pemilihan.

Zahlus Pasha (Dosen UIN Ar-Raniry)Konsep lembaga penyelenggaran pemilu yang dibangun oleh UUPA dan UU

Pemilu jauh berbeda, hal ini berpengaruh pada kondisi UU itu dibentuk

dimana UUPA dibentuk dalam keadaan tergesa-gesa dan ketika itu masih

mengacu pada UU yang lama.

Paradigma yang dibangun oleh DPRA adalah paradigma penyelenggara

pemilu yang lama. Pada saat itu ada kekhawatiran yang mendalam bahwa

kekuasaan penentuan penyelenggara pemilu ada di legislative (legislative

Page 14: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

heavy) sehingga di usulkan bahwa penyelenggara pemilu ditentukan oleh

DPRA

Zulkifli (Advokat)Ketika ada carut marut dalam suatun kondisi seperti saat ini, sebenarnya

yang perlu dilihat adalah penarikan benang merah atau solusi dari kondisi

saat ini, misalnya pengajuan ke Sengketa Lembaga Negara (SKLN)

Askalani (GeRAK Aceh)Bicara soal keputusan politik, tentu tidak hitam putih. Bawaslu Provinsi

dan Bawaslu Kab/Kota memahami jika rekrutmen Panwas ad hoc adalah

bentuk dari pemanfaatan relasi politik, dari segi kenetralan memang sudah

tidak ada. Kemudian dari sisi anggaran, efesiensi penyelenggara pemilihan

dapat dicapai dengan diserahkannya pengawasan kepada kawan-kawan

yang sudah ada hari ini. Harus ada satu kesepakatan dari Bawaslu Prov

dan Kab/Kota untuk mengusulkan kepada Bawaslu RI agar di Pilkada 2022

tetap Bawaslu permanen yang menangani

Baiman Fadhli (Panwaslih Aceh Selatan)Saya akan mencoba memberikan pendapat diluar dari saya sebagai

penyelenggara, cita-cita qanun tidak mungkin dipangkas secara sepihak.

Perlu dijelaskan kepada masyarakat secara luas kondisi seperti sekarang

ini. Saya sepakat bahwa aceh tidak memiliki kekhususan pemilu seperti

yang dimiliki oleh DKI Jakarta. Qanun pilkada (6/2018) saat ini sudah

daluarsa, harusnya para akademisi kampus yang mendorong ada

pembaharuan terhadap qanun ini. Ada penegasan bahwa sebenarnya kita

mau kemana arahnya, dan arah ini harusnya di dorong oleh masyarakat

luar, bukan internal Bawaslu. Sehingga tidak ada kesan adanya

kepentingan dari Bawaslu Permanen.

Page 15: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

Risnawati (Koalisi Perempuan Indonesia Aceh)Rekrutmen penyelenggara memang lebih baik diserahkan kepada nasional,

tidak kepada legislatif daerah. Keterlibatan perempuan juga harusnya lebih

di tingkatkan.

Safwani (Panwaslih Aceh Utara)UUPA pada hari ini berada di posisi yang sangat sengkarus begitu juga

dengan UU karena aturannya sudah banyak sekali. Kita berharap public

dan kita semua dapat mendorong pemerintah dalam menyusun peraturan

dapat menyelesaikan masalah.

UUPA hanya bersifat khusus secara territorial namun tidak khusus secara

kewenangan penyelenggara Pemilu. UUPA hari ini masih memiliki

kewenangan membentuk panwaslih walaupu hasilnya tidak bermanfaat.

Putusan MK 48 tidak menyinggung sama sekali tentang Aceh. Sehingga

kewenangan Aceh masih mengacu pada Putusan MK 66 yang memberi

kewenangan.

Panwaslih adhoc sudah tidak relefansi dalam melaksanakan peemilihan

baik dari segi anggaran dan kewenangnnya. Pembentukan panwas Adhok

benar2 tidak relevan dan efektif.

Raihal Fajri (Katahati Institute)Berbicara kepastian hukum juga berkaitan dengan keberanian termasuk

memberikan nama.

Kalau melangar keputusan MK maka dapat dianggap makar karena

melanggar keputusan lembaga Negara tertinggi. Kita seharusnya menfollow

up keputusan MK. Tetapi dengan kita memakan baju Bawaslu artinya kita

sudah mengakui.

Konsekuensi UUPA tetap bertahan meski terjadi beberapa perubahan. Perlu

adanya perbaikan. Dinamikan politik nasional tidak menagkui adanya

UUPA yang juga berbicara kewenangan kepemiluan.

Page 16: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

Berbicara soal kedaulatan aceh dengan adanya UUPA, maka kewenangan

itu akan hilang satu persatu. Berbicara kewenagan Aceh juga berbicara

konsekuensi konflik.

Desi Safnita (Panwaslih Bireuen)Sejatinya tidak terjadinya konflik dalam hal regulasi. Baik lembaga edhock

dan permanen mengacu pada ketentuan masing-masing. Namun muncul

konflik dengan munculnya qanun 6 tahun 2018 yang mengatur

kewenangan pelangwasan Pemilu dan bersifat permanen.

Pengaturan UU Pilkada dan UUPA tidak ada terjadi benturan hukum.

Kalupun ada benturan hukum harus ada pengujian Qanun ke MA.

Mukhtar (Panwaslih Pidie)Antara hirakhi dan keistimewaan ada kaitannya dengan penyelenggaraan

Pemilihan di Aceh.

Berkatan dengan pilkada pada 2022, kami siap mengawasi pilkada tersebut

namun jika kewenangan itu tidak diberikan kami juga tidak cemburu.

Seharusnya, UUPA sudah waktunya direvisi, agar kesesuainnya dapat

dikejar. Bukan hal mustahil untuk hal tersebut.

Marhami (Panwaslih Aceh Besar)Harusnya ada pengujian terhadap Qanun terkait Pilkada ke Mahkamah

Agung

Titik Demokrasi IndonesiaKonflik regulasi adalah hasil dari lobi-lobi politik. Kita tidak dapat

membendung aspirasi politik lokal.

Hafid (MaTA Aceh)Dengan adanya semberautan ini, banyak tahapan yang terlewatkan,

seharusnya pengawasan sudah dilakukan terlebih dahulu.

Page 17: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

Dalam kasus money politik, bagaimana prose itu dilakukan dalam hal

kewenangan saja masih belum pasti. Polimik ini muncul di ujung. Seperti

pembahasan anggaran yang muncul menjelang pengesahan.

Mumpung masih ada waktu, hal ini perlu dibicarakan untuk

penyelesaiannya.

Yulis (Staf Panwaslih Provinsi Aceh)UUPA sudah sampai pada titik tua, sehingga perlu pembaharuan. Muncul

beberapa konflik apabila ini tidak diselesaikan.

Closing StatementPemateriPerlu digaris bawaslih bahwa bukan melihat bahka kita dapat menerima

UUPA atau tidak atau atkut akan tergerus. Tetapi kita perlu melihat

keistimewaan dalam UUPA apakah dalam penyelenggaraan pemilu benar

istimewa.

Fahrul Rizha YususfBukan persolana bahwa kewenangan ini harus kami miliki, namun ini

menjadi roll model yang mejadi pendidikan hukum.

Ada beberapa aturan hukum yang tidak dapat digukan karena berbenturan

dengan aturan nasional, seperti gugatan PHP yang diselesaikan oleh MA

berdasarkan UUPA namun berdasarkan UU Pemilihan diselesaikan oleh

MA.

Jagan ada lagi dualisme, semoga lembaga pengawas pemilihan menjadi

satu sipapaun yang pantas mengawasi tetaplah dilaksanakan sesuai

dengan aturan.

Page 18: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

J. PENUTUPAN

Demikian laparan kegiatan ini disusun sebagai sebagai

pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud. Atas

perhatian dan dukungan dari berbagai pihak kami ucapkan terima kasih.

KABAG. PENANGANAN PELANGGARAN,PENYELESAIAN SENGKETA PROSES, DAN HUKUM

PANWASLIH PROVINSI ACEH

DTO.

SRI MULYANI, S.H.NIP. 19741227 200012 2 001

Page 19: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

DOKUMENTASI KEGIATAN

Penyampaian Sambutan Oleh Fahrul Rizha Yusuf (Kordiv. PenangananPelanggaran Panwaslih Provinsi Aceh)

Page 20: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK

Penyampaian Materi oleh Khairil Akbar, S.HI. M.H

Page 21: LAPORAN KEGIATAN RAPAT DI DALAM KANTOR (RDK) MENILIK