laporan sitostatika

35
LAPORAN KEGIATAN PENANGANAN SITOSTATIKA Pembimbing: Nurul Latifah, S.Farm., Apt. Disusun oleh: Abulkhair Abdullah, S.Farm. UMS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE DESEMBER-JANUARI 2015

Upload: abulkhair-abdullah

Post on 12-Jul-2016

255 views

Category:

Documents


36 download

DESCRIPTION

Contoh kasus penanganan sediaan sitostatika pada kanke payudara

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Sitostatika

LAPORAN KEGIATAN

PENANGANAN SITOSTATIKA

Pembimbing:

Nurul Latifah, S.Farm., Apt.

Disusun oleh:

Abulkhair Abdullah, S.Farm. UMS

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PERIODE DESEMBER-JANUARI

2015

Page 2: Laporan Sitostatika

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker adalah istilah yang digunakan untuk suatu kondisi di mana sel

telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga

mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali

(Andriyani, 2011). Kanker payudara merupakan salah satu penyebab terbesar

kematian akibat kanker setiap tahunnya.

Di Indonesia, kanker payudara (KPD) merupakan salah satu jenis kanker

yang banyak ditemukan. Berdasarkan Pathological Based Registration di

Indonesia, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar

18,6 % (berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)) (Anonim, 2015).

Salah satu bentuk penanganan kanker adalah kemoterapi. Dalam

pelaksanaannya, kemoterapi menggunakan obat-obatan sitostatika. Sitostatika

adalah kelompok obat (bersifat sitotoksik) yang digunakan untuk

menghambat pertumbuhan sel kanker. (Donadear, dkk, 2012).

Mengingat efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan kemoterapi

pada pasien, petugas kesehatan yang terlibat, dan lingkungan di sekitarnya, dibutuhkan standar operasional prosedur kemoterapi yang menjadi acuan bagi petugas kesehatan untuk melakukan pemberian kemoterapi yang aman. (Donadear, dkk, 2012).

Pada laporan ini, akan dibahas mengenai cara penanganan dan penyiapan obat sitostatika untuk pasien kanker payudara di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Page 3: Laporan Sitostatika

B. Tujuan1. Dapat menjelaskan prosedur, tata ruang,

sarana/prasarana diperlukan dalam proses pencampuran obat kanker.

2. Dapat melakukan review terhadap regimen obat kanker.

C. Kegiatan1. Mempelajari persyaratan ruang dan teknik preparasi obat

kanker.2. Melakukan review regimen obat kanker.3. Melihat/mendampingi pencampuran obat kanker.

D. LokasiKegiatan ini dilakukan di ruang pencampuran obat kanker pada hari

Rabu tanggal 23 Desember 2015. Dilakukan pada pukul 14.20 WIB.

Page 4: Laporan Sitostatika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel-sel secara

fraksional (fraksi tertentu mati), sehingga 90 % berhasil dan 10 % tidak berhasil

(Anonim, 2013).

Bahan Sitostatika adalah zat/obat yang merusak dan membunuh sel normal

dan sel kanker, serta digunakan untuk menghambat pertumbuhan tumor malignan.

Istilah sitostatika biasa digunakan untuk setiap zat yang mungkin genotoksik,

mutagenik, onkogenik, teratogenik, dan sifat berbahaya lainnya (Anonim, 2013).

Sitostatika tergolong obat beresiko tinggi karena mempunyai efek toksik yang

tinggi terhadap sel, terutama dalam reproduksi sel sehingga dapat menyebabkan

karsinogenik, mutagenik, dan tertogenik. Oleh karena itu, penggunaan obat

sitstatika membutuhkan penanganan khusus untuk menjamin keamanan,

keselamatan penderita, perawat, profesional kesehatan, dan orang lain yang tidak

menderita sakit. Tujuan penanganan bahan sitostatika adalah untuk menjamin

penanganannya yang tepat dan aman di rumah sakit (Anonim, 2013).

A. Penyiapan Sitostatika

Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik, perlu dilakukan

langkah langkah sebagai berikut (Anonim, 2009):

1. Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan prinsip

5 BENAR (benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian).

2. Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah,

nomor batch, tanggal kadaluarsa), serta melengkapi form permintaan.

3. Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak

jelas/tidak lengkap.

4. Menghitung kesesuaian dosis.

5. Memilih jenis pelarut yang sesuai.

6. Menghitung volume pelarut yang digunakan.

Page 5: Laporan Sitostatika

7. Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomor rekam medis,

ruang perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal

pembuatan, dan tanggal kadaluarsa campuran.

8. Membuat label pengiriman terdiri dari: nama pasien, nomor rekam

medis, ruang perawatan, jumlah paket.

9. Melengkapi dokumen pencampuran.

10. Memasukkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan dilakukan

pencampuran kedalam ruang steril melalui pass box.

B. Pencampuran Sitostatika

Proses pencampuran sediaan sitostatika (Anonim, 2009):

1. Memakai Alat Pelindung Diri (APD).

2. Mencuci tangan.

3. Menghidupkan biological safety cabinet (BSC) 5 menit sebelum

digunakan.

4. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi BSC.

5. Menyiapkan meja BSC dengan memberi alas sediaan sitostatika.

6. Menyiapkan tempat buangan sampah khusus bekas sediaan sitostatika.

7. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan menyemprot alkohol 70 %.

8. Mengambil alat kesehatan dan bahan obat dari pass box.

9. Meletakkan alat kesehatan dan bahan obat yang akan dilarutkan di atas

meja BSC.

10. Melakukan pencampuran sediaan sitostatika secara aseptis.

11. Memberi label yang sesuai pada setiap infus dan spuit yang sudah berisi

sediaan sitostatika.

12. Membungkus dengan kantong hitam atau aluminium foil untuk obat-obat

yang harus terlindung cahaya.

13. Membuang semua bekas pencampuran obat kedalam wadah pembuangan

khusus.

14. Memasukan infus untuk spuit yang telah berisi sediaan sitostatika ke

dalam wadah untuk pengiriman.

Page 6: Laporan Sitostatika

15. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi sediaan jadi

melalui pass box.

16. Menanggalkan Alat Pelindung Diri (APD).

C. Pemberian Sitostatika

1. Injeksi Intravena

Injeksi intravena dapat diberikan dengan berbagai cara, untuk jangka

waktu yang pendek atau untuk waktu yang lama (Anonim, 2009).

a. Injeksi bolus

Injeksi bolus volumenya kecil ≤ 10 ml, biasanya diberikan

dalam waktu 3-5 menit kecuali ditentukan lain untuk obat-obatan

tertentu (Anonim, 2009).

b. Infus

1) Infus singkat (intermittent infusion)

Infus singkat diberikan selama 10 menit atau lebih lama.

Waktu pemberiaan infus singkat sesungguhnya jarang lebih dari

6 jam per dosis (Anonim, 2009).

2) Infus kontinu (continuous infusion)

Infus kontinu diberikan selama 24 jam. Volume infus dapat

beragam mulai dari volume infus kecil diberikan secara

subkutan dengan pompa suntik (syringe pump), misalnya 1 ml

per jam, hingga 3 liter atau lebih selama 24 jam, misalnya nutrisi

parenteral (Anonim, 2009).

2. Injeksi Intratekal

Injeksi intratekal adalah pemberian injeksi melalui sumsum tulang

belakang. Volume cairan yang dimasukkan sama dengan volume cairan

yang dikeluarkan (Anonim, 2009).

Page 7: Laporan Sitostatika

3. Injeksi subkutan

Injeksi subkutan adalah pemberian injeksi di bawah kulit (Anonim,

2009).

D. Penanganan Tumpahan dan Kecelakan Kerja Sitostatika

1. Penanganan tumpahan

Membersihkan tumpahan dalam ruangan steril dapat dilakukan

petugas tersebut atau meminta pertolongan orang lain dengan

menggunakan chemotherapy spill kit yang terdiri dari (Anonim,

2009):

a. Membersihkan tumpahan di luar BSC dalam ruang steril

1) Meminta pertolongan, jangan tinggalkan area sebelum

diizinkan.

2) Beri tanda peringatan di sekitar area.

3) Petugas penolong menggunakan Alat Pelindung Diri

(APD).

4) Angkat partikel kaca dan pecahan-pecahan dengan

menggunakan alat seperti sendok dan tempatkan dalam

kantong buangan.

5) Serap tumpahan cair dengan kassa penyerap dan buang

dalam kantong tersebut.

6) Serap tumpahan serbuk dengan handuk basah dan buang

dalam kantong tersebut.

7) Cuci seluruh area dengan larutan detergent.

8) Bilas dengan aquadest.

9) Ulangi pencucian dan pembilasan sampai seluruh obat

terangkat.

10) Tanggalkan glove luar dan tutup kaki, tempatkan dalam

kantong pertama.

11) Tutup kantong dan tempatkan pada kantong kedua.

Page 8: Laporan Sitostatika

12) Tanggalkan pakaian pelindung lainnya dan sarung tangan

dalam tempatkan dalam kantong kedua.

13) Ikat kantong secara aman dan masukan dalam tempat

penampung khusus untuk dimusnahkan dengan incenerator.

14) Cuci tangan.

b. Membersihkan tumpahan di dalam BSC

1) Serap tumpahan dengan kassa untuk tumpahan cair atau

handuk basah untuk tumpahan serbuk.

2) Tanggalkan sarung tangan dan buang, lalu pakai 2 pasang

sarung tangan baru.

3) Angkat hati-hati pecahan tajam dan serpihan kaca sekaligus

dengan alas kerja/meja/penyerap dan tempatkan dalam

wadah buangan.

4) Cuci permukaan, dinding bagian dalam BSC dengan

detergent, bilas dengan aquadestilata menggunakan kassa.

Buang kassa dalam wadah pada buangan.

5) Ulangi pencucian 3 kali.

6) Keringkan dengan kassa baru, buang dalam wadah buangan.

7) Tutup wadah dan buang dalam wadah buangan akhir.

8) Tanggalkan APD dan buang sarung tangan, masker, dalam

wadah buangan akhir untuk dimusnahkan dengan

inscenerator.

9) Cuci tangan.

2. Penanganan kecelakaan kerja

1) Kontak dengan kulit

a) Tanggalkan sarung tangan.

b) Bilas kulit dengan air hangat.

c) Cuci dengan sabun, bilas dengan air hangat.

d) Jika kulit tidak sobek, seka area dengan kassa yang dibasahi

dengan larutan Chlorin 5 % dan bilas dengan air hangat.

Page 9: Laporan Sitostatika

e) Jika kulit sobek pakai H2O2 3 %.

f) Catat jenis obatnya dan siapkan antidot khusus.

g) Tanggalkan seluruh pakaian alat pelindung diri (APD).

h) Laporkan ke supervisor.

i) Lengkapi format kecelakaan.

(Anonim, 2009)

2) Kontak dengan mata

a) Minta pertolongan.

b) Tanggalkan sarung tangan.

c) Bilas mata dengan air mengalir dan rendam dengan air hangat

selama 5 menit.

d) Letakkan tangan di sekitar mata dan cuci mata terbuka dengan

larutan NaCl 0,9 %.

e) Aliri mata dengan larutan pencuci mata.

f) Tanggalkan seluruh pakaian pelindung.

g) Catat jenis obat yang tumpah.

h) Laporkan ke supervisor.

i) Lengkapi format kecelakaan kerja.

(Anonim, 2009)

3) Tertusuk jarum

a) Jangan segera mengangkat jarum. Tarik kembali plunge untuk

menghisap obat yang mungkin terinjeksi.

b) Angkat jarum dari kulit dan tutup jarum, kemudian buang.

c) Jika perlu gunakan spuit baru dan jarum bersih untuk

mengambil obat dalam jaringan yang tertusuk.

d) Tanggalkan sarung tangan, bilas bagian yang tertusuk dengan air

hangat.

e) Cuci bersih dengan sabun, bilas dengan air hangat.

f) Tanggalkan semua APD.

g) Catat jenis obat dan perkirakan berapa banyak yang terinjeksi.

Page 10: Laporan Sitostatika

h) Laporkan ke supervisor.

i) Lengkapi format kecelakaan kerja.

j) Segera konsultasikan ke dokter.

(Anonim, 2009)

E. Pengelolaan Limbah Sitostatika

Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran sediaan sitoatatika

(bekas ampul,vial, spuit, needle, dll) harus dilakukan sedemikian rupa hingga

tidak menimbulkan bahaya pencemaran terhadap lingkungan (Anonim, 2009).

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut (Anonim,

2009):

1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD).

2. Tempatkan limbah pada wadah buangan tertutup. Untuk benda-benda

tajam seperti spuit vial, ampul, tempatkan di dalam wadah yang tidak

tembus benda tajam, untuk limbah lain tempatkan dalam kantong

berwarna (standar internasional warna ungu) dan berlogo sitostatika.

3. Beri label peringatan pada bagian luar wadah.

4. Bawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup.

5. Musnahkan limbah dengan incenerator 1000ºC.

6. Cuci tangan.

F. Kanker Payudara

Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia (UICC) maupun Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, diperkirakan angka kejadian kanker

di dunia meningkat 300 persen pada 2030, terutama di negara-negara

berkembang, seperti Indonesia (Andriyani, 2011).

1. Defenisi

Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah tumor ganas yang

berasal dari kelenjar payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu dan

jaringan penunjangnya yang tumbuh infiltratif, destruktif, serta dapat

bermetastase (Sathiaseelan, 2012). WHO memasukkan kanker payudara

Page 11: Laporan Sitostatika

ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode

nomor 174 untuk wanita dan 175 untuk pria (Pulungan, 2010).

Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu penyebab kematian

utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian

disebabkan oleh kanker. Salah satunya ialah kanker payudara (Anonim,

2015).

Di Indonesia, kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker

yang banyak ditemukan. Berdasarkan Pathological Based Registration di

Indonesia, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif

sebesar 18,6 % (berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi

Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)) (Anonim, 2015).

2. Patofisiologi

Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi

antara lain obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga dengan

mengkonsumsi zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan

epitel payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara . Kanker

payudara berasal dari jaringan epithelial, dan paling sering terjadi pada

sistem duktal. Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan

perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi

karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7

tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa

yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm ). Pada

ukuran itu, kira- kira seperempat dari kanker payudara telah

bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba,

biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua yang paling sering terjadi

adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin

berdarah. Jika penyakit telah berkembang lanjut, dapat pecahnya

benjolan-benjolan pada kulit ulserasi (Zesinovita, 2010).

Page 12: Laporan Sitostatika

Karsinoma inflamasi, adalah tumor yang tumbuh dengan cepat

terjadi kirakira 1-2 % wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya

mirip dengan infeksi payudara akut. Kulit menjadi merah, panas,

edematoda, dan nyeri. Karsinoma ini menginfasi kulit dan jaringan limfe.

Tempat yang paling sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan

tulang (Zesinovita, 2010).

Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung

kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah.

Bedah dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap

tubuh, integritas dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering

menyertai upaya tersebut pengalaman operatif di bagi dalam tiga tahap

yaitu preoperatif, intra operatif dan pos operatif. Operasi ini merupakan

stressor kepada tubuh dan memicu respon neuron endokrine respon

terdiri dari system saraf simpati yang bertugas melindungi tubuh dari

ancaman cidera. Bila stress terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan

banyak darah, maka mekanisme kompensasi dari tubuh terlalu banyak

beban dan syock akan terjadi. Anestesi tertentu yang di pakai dapat

menimbulkan terjadinya syok (Zesinovita, 2010).

Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di

metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh pecah untuk

menyajikan suplai asam amino yang di pakai untuk membangun jaringan

baru. Intake protein yang diperlukan guna mengisi kebutuhan protein

untuk keperluan penyembuhan dan mengisi kebutuhan untuk fungsi yang

optimal (Zesinovita, 2010).

Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ

yang deket maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke

kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis penting

menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi

paru tidak optimal (Zesinovita, 2010).

Page 13: Laporan Sitostatika

3. Manifestasi Klinik

Gejala kanker payudara bisa dialami oleh laki-laki maupun

perempuan, tetapi kanker payudara sangat jarang pada pria dibandingkan

dengan wanita. Lebih dari 1 dari 10 perempuan cenderung menderita

gejala kanker payudara (Sathiaseelan, 2012).

Gejala kanker payudara dapat terdeteksi ketika benjolan atau massa

tumbuh cukup besar, baik dirasakan atau dilihat pada mamografi. Gejala

kanker payudara sering belum terdeteksi sampai kanker itu sudah dalam

tahap lanjut, dan mungkin sudah metastasis ke daerah vital tubuh.Untuk

itu, penting bagi wanita memeriksakan diri secara teratur (Sathiaseelan,

2012).

Gambaran klinis yang dapat ditemukan, yaitu (Sathiaseelan, 2012):

a. Benjolan pada payudara, keras atau lembut;

b. Nyeri, yang bervariasi dengan siklus haid dan independen dari siklus

haid;

c. Perubahan pada kulit payudara:

1) Skin dimpling,

2) Skin ulcer, dan

3) Peau d'orange;

d. Gangguan puting:

1) Puting tertarik ke dalam,

2) Eksim (ruam yang melibatkan puting atau areola, atau

keduanya), dan

3) Putting discharge.

4. Stadium

Pembagian stadium menurut Portmann yang disesuaikan dengan

aplikasi klinik yaitu (Pulungan, 2010):

Page 14: Laporan Sitostatika

a. Stadium I

Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya,

tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya

(otot). Besar tumor 1-2 cm dan tidak dapat terdeteksi dari luar.

Kelenjar getah bening regional belum teraba. Perawatan yang sangat

sistematis diberikan tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat

menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada

stadium ini, kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70

%.

b. Stadium II

Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5-5 cm, sudah

ada satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih

bebas dengan diameter kurang dari 2 cm. Untuk mengangkat sel-sel

kanker biasanya dilakukan operasi dan setelah operasi dilakukan

penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang

tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah

30-40 %.

c. Stadium III A

Tumor sudah meluas dalam payudara, besar tumor 5-10 cm, tapi

masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila

masih bebas satu sama lain. Menurut data dari Depkes, 87 % kanker

payudara ditemukan pada stadium ini.

d. Stadium III B

Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan

ada edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara), ulserasi,

kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau ke jaringan

sekitarnya dengan diameter 2-5 cm. Kanker sudah menyebar ke

seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada,

tulang rusuk, dan otot dada.

Page 15: Laporan Sitostatika

e. Stadium IV

Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi sudah

disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan

Metastasis jauh. Sel-sel kanker sudah merembet menyerang bagian

tubuh lainnya, biasanya tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar

limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus

dilakukan adalah pengangkatan payudara. Tujuan pengobatan pada

stadium ini adalah palliatif bukan lagi kuratif (menyembuhkan).

5. Regimen Terapi

Page 16: Laporan Sitostatika
Page 17: Laporan Sitostatika

BAB III

PEMBAHASAN

A. Persiapan Sarana dalam Penanganan Sitostatika

Pencampuran obat sitostatika dilakukan pada hari Rabu tanggal 23

Desember 2015 di ruang pencampuran obat kanker. Pembuatan protokol

kemoterapi, penyiapan obat, dan pembuatan etiket dilakukan di Instalasi

Farmasi Rawat Inap. Setelah semuanya siap, obat sitostatika dimasukkan ke

dalam wadah lalu dibawa ke ruang pencampuran obat kanker.

Ruang pencampuran obat kanker terdiri atas 3 bagian, yaitu:

1. Ruang persiapan

Ruangan ini digunakan untuk mempersiapkan bahan obat dan alat

yang dibutuhkan, juga untuk melengkapi diri petugas seperti mencuci

tangan dan penggunaan APD.

Adapun APD yang digunakan adalah:

a. Pakaian,

b. Sarung tangan steril (2 lapis),

c. Masker 2 lapis,

d. Tutup kepala,

e. Kacamata, dan

f. Alas kaki.

2. Ruang antara

Ruangan yang memisahkan antara ruang persiapan dan ruang

pencampuran. Artinya, yang melakukan persiapan dan pencampuran obat

sitostatika dilakukan oleh orang yang berbeda. Tujuannya untuk

memudahkan proses pencampuran apalagi obat yang akan disiapkan

untuk 2 orang pasien atau lebih.

Page 18: Laporan Sitostatika

3. Ruang pencampuran

Di dalam ruang pencampuran terdapat Biological Safety Cabinet

(BSC) dengan sistem Laminar Air Flow (LAF) vertikal di mana udara

mengalir dan berputar dengan arah vertikal (atas-bawah). Tujuannya

untuk mencegah agar petugas dari paparan obar sitostatika, juga untuk

mencegah keluarnya percikan obat sitostatika dari LAF yang dapat

berbahaya apabila terkena kulit di samping telah menggunakan APD.

B. Kasus Handling Sitostatika

1. Data pasien yang akan menjalani kemoterapi

Nama : Ny. W

Nomor RM : 644515

Umur : 82 tahun

BB : 38 kg

TB : 156 cm

LBP : 1,31

Bangsal : Marwah

Diagnosis : Ca mamae

Protokol kemoterapi : Doxorubicin 65,5 mg

Brexel 98,25 mg

C. Profil Obat

1. Doxorubicin

Manufacturer ActavisContents Doxorubicin HCl

Indications

Breast, ovarian, thyroid & gastric carcinoma; malignant lymphomas (Hodgkin's disease), acute lymphoblastic leukemia, bladder carcinoma w/ transitional cell carcinoma, neuroblastoma, Wilm's tumor, sarcoma of the bone & soft tissues, acute myeloblastic leukemia & bronchogenic carcinoma.

Dosage IV Adult & children Monotherapy:Recommended dose: 2 mg/m2 wkly. Based on body surface area: 60-75 mg/m2 3 wkly, may be reduced to 30-40 mg/m2 3 wkly. Based on

Page 19: Laporan Sitostatika

body wt: 1.2-2.4 mg/kg as single dose 3 wkly.

Intravesical Adult, elderly & children:50 mg in 50 mL retained in 1 hr.

Contraindications

Myelosuppression induced by previous treatment w/ other anti-tumor agents or radiotherapy; previous treatment w/ maximal cumulative doses of doxorubicin or daunorubicin. Current or previous history of cardiac impairment, vesical tumors, urethral stricture, resistant UTI & marked hepatic impairment. Pregnancy & lactation.

Special Precautions

Assess RBC, WBC & platelet counts & liver function prior to & during therapy. Previous or concomitant therapy of potentially cardiotoxic agents eg cyclophosphamide, mediastinal irradiation or related anthracycline compd; impaired cardiac function. Avoid skin or eye contact.

Adverse Drug Reactions

Thrombocytopenia, anemia, bone marrow suppression; tachycardia, supraventricular tachycardia & ECG changes; alopecia, nausea, vomiting & diarrhea, inj site & hypersensitivity reactions.

Drug Interactions High-dose cyclosporine, propranolol, radiotherapy.

Pregnancy Category (US FDA)

Category D: There is positive evidence of human foetal risk, but the benefits from use in pregnant women may be acceptable despite the risk (e.g., if the drug is needed in a life-threatening situation or for a serious disease for which safer drugs cannot be used or are ineffective).

MIMS Class Cytotoxic Chemotherapy

ATC Classification

L01DB01 - doxorubicin ; Belongs to the class of cytotoxic antibiotics, anthracyclines and related substances. Used in the treatment of cancer.

Drug classification G(http://mims.com/Indonesia/drug/info/Doxorubicin%20Actavis/)

Page 20: Laporan Sitostatika

2. Brexel

Manufacturer Kalbe FarmaContents Docetaxel

Indications Ovarian cancer, breast cancer. Non-small cell lung cancer (NSCLC), prostate cancer.

Dosage

Breast cancer:Recommended dose: 100 mg/m2 IV over 1 hr 3 wkly. 1st-line treatment: 75 mg/m2 in combination w/ doxorubicin 50 mg/m2.

Non-small cell lung cancer Failure of prior platinum-based chemotherapy:Recommended dose: 75 mg/m2 IV over 1 hr 3 wkly.Chemotherapy-naive patient:Recommended dose: 75 mg/m2 IV over 1 hr immediately followed by cisplatin 75 mg/m2

over 30-60 min 3 wkly.

Ovarian cancer:Recommended dose: 100 mg/m2 as 1 hr infusion 3 wkly.

Contraindications

Hypersensitivy to docetaxel or to other drugs formulated w/ polysorbate 8. Neutrophil counts <1500 cells/mm3. Severe liver impairment. Pregnancy & lactation.

Special Precautions

All patients should be premedicated w/ oral corticosteroids for 3 days starting 1 day prior to docetaxel therapy. Hepatic impairment. Contraceptive measures must be taken during & for at least 3 mth after therapy. Avoid contact w/ plasticized PVC equipment. Childn <16 yr. Elderly.

Adverse Drug Reactions

Myelosuppression, hypersensitivity, cutaneous & infusion site reactions, fluid retention, neuropathy, GI symptoms (including stomatitis, nausea & vomiting), hypotension, elevation of liver enzymes.

Drug Interactions

Compd that induce, inhibit or are metabolized by CYP450 3A4 eg cyclosporine, terfenadine, ketoconazole, erythromycin & troleandomycin. Increased clearance w/ doxorubicin. Carboplatin.

Pregnancy Category (US FDA)Category D: There is positive evidence of

Page 21: Laporan Sitostatika

human foetal risk, but the benefits from use in pregnant women may be acceptable despite the risk (e.g., if the drug is needed in a life-threatening situation or for a serious disease for which safer drugs cannot be used or are ineffective).

MIMS Class Cytotoxic Chemotherapy

ATC ClassificationL01CD02 - docetaxel ; Belongs to the class of plant alkaloids and other natural products, taxanes. Used in the treatment of cancer.

Drug classification G(http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Brexel/?type=brief)

D. Perhitungan LPT/BSA

Luas Permukaan Tubuh (LPT)/Body Surface Area (BSA) pada pasien

kemoterapi harus dihitung terlebih dahulu sebelum menghitung dosis obat

kemoterapi yang akan digunakan. Hal ini terkait dengan beberapa obat yang

dosisnya harus dihitung dengan menggunakan BSA.

BB = 38 kg

TB = 156 cm

BSA ¿√BB xTB3600

BSA ¿√38 x 1563600

BSA = 1,28 m2 (pada protokol kemoterapi, BSA-nya 1,31 m2)

E. Perhitungan Dosis

1. DoxorubicinDosis standar = 50 mg/m2

Dosis yang diberikan = 50 mg/m2 x 1,31 m2

= 65,5 mg

2. Brexel

Dosis standar = 75 mg/m2

Dosis yang diberikan = 75 mg/m2 x 1,31 m2

= 98,25 mg

Page 22: Laporan Sitostatika

F. Perhitungan Volume Obat

1. Doxorubicin

Dosis yang diberikan = 65,5 mg

Sediaan yang ada = 20 mg/10 mL dan 10 mg/5 mL

Pelarut = NaCl 0,9 % 100 mL

Sediaan yang diambil =

- 60 mg diambil dari sediaan 20 mg/10 mL

60 mg/20 mg x 10 mL = 30 mL

- 5,5 mg diambil dari sediaan 10 mg/5 mL

5,5 mg/10 mg x 5 mL = 2,75 mL

Volume setelah rekonstitusi = 100 mL + 30 mL + 2,75 mL

= 132,75 mL

2. Brexel

Dosis yang diberikan = 98,25 mg

Sediaan yang ada = 80 mg/8 mL dan 20 mg/2 mL

Pelarut = D5W 250 mL

Sediaan yang diambil =

- 80 mg diambil dari sediaan 80 mg/8 mL

80 mg/80mg x 8 mL = 8 mL

- 18,25 diambil dari sediaan 20 mg/2 mL

18,25 mg/20 mg x 2 mL = 1,825 mL

Volume setelah rekonstitusi = 250 mL + 8 mL + 1,825 mL

= 259,825 mL

G. Perhitungan Konsentrasi Akhir

1. Doxorubicin

Dosis yang dibutuhkan = 65,5 mg

Volume setelah rekonstitusi = 132,75 mL

Konsentrasi akhir = 65,5 mg/132,75 mL

= 0,493 mg/mL

Page 23: Laporan Sitostatika

Sangat jauh selisih konsentrasi akhir obat yang telah dibuat dengan

konsentrasi akhir pada literatur (Medscape) yaitu 2 mg/mL.

2. Brexel

Dosis yang dibutuhkan = 98,25 mg

Volume setelah rekonstitusi = 259,825 mL

Konsentrasi akhir = 98,25 mg/259,825 mL

= 0,378 mg/mL

Konsentrasi akhir yang dibuat masuk dalam range konsentrasi akhir di

literatur (Medscape) yaitu 0,3-0,74 mg/mL.

H. Penyimpanan dan Kestabilan Obat

1. Doxorubicin (Medscape)

a. Sebelum rekonstitusi

1) Simpan pada suhu 2-8oC.

2) Terlindung dari cahaya.

b. Setelah rekonstitusi

1) Stabil hingga 7 hari pada suhu ruang jika terlindung dari cahaya.

2) Stabil hingga 15 hari pada suhu 2-8oC jika terlindung dari

cahaya.

2. Brexel (Medscape)

a. Sebelum rekonstitusi

1) Simpan pada suhu 2-25oC.

2) Terlindung dari cahaya.

b. Setelah rekonstitusi

1) Stabil selama 8 jam pada suhu 2-25oC pada pelarutan pertama.

2) Stabil selama 4 jam pada suhu 2-25oC pada pelarutan kedua.

3) Hindari goncangan.

Page 24: Laporan Sitostatika

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Y. 2011. Definisi dan Epidemiologi Penyakit Kanker. (pdf). Tersedia di: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21588/4/Chapter%20II. pdf. (Diakses tanggal 25 Februari 2015).

Anonim. 2009. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika. Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes Kemenkes RI.

Anonim. 2015. Panduan Nasional Penanganan Kanker Payudara. Jakarta: KPKN Kemenker RI.

Anonim. 2015. Stop Kanker. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.

Donadear, dkk. 2012. Gambaran Pelaksanaan Kemoterapi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.

Idris, M. 2013. Penanganan Obat Sitostatika. http://farmasikendari. blogspot.co.id/2013/04/penanganan-obat-sitostatika.html. (Diakses tanggal 25 Februari 2015).

Pulungan, R. M. 2010. Karakteristik Penderita Kanker Payudara Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2009. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Sathiaseelan, P. 2012. Frekuensi Penderita Kanker Payudara di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Zesinovita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Ny. K dengan Kanker Payudara Post Operasi Mastektomi di Ruang Khotidjah Rumah Sakit Roemani Semarang. Tersedia di: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptu nimus-gdl-zesinovita-5422-2-babii.pdf. (Diakses tanggal 25 Desember 2015).