lapsus radiologi

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional (Kartono,1993). Zuelser dan Wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Sejak saat itu penyakit ini lebih di kenal dengan istilah aganglionosis kongenital. Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion (Kartono, 1993) Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung. 1

Upload: frizcavandjoel

Post on 10-Apr-2016

247 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Radiologi

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus,

mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi,

tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis

berupa gangguan pasase usus fungsional (Kartono,1993). Zuelser dan Wilson (1948)

mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion

parasimpatis. Sejak saat itu penyakit ini lebih di kenal dengan istilah aganglionosis

kongenital. Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick

Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald

Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun

patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938,

dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada

kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi

ganglion (Kartono, 1993)

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di

Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.

Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka

diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.

(Munahasrini, 2012). Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran

hidup, laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya,

penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini

mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom

waardenburg serta kelainan kardiovaskuler. (Munahasrini, 2012)

Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya

kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah

berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi

karena faktor genetik dan faktor lingkungan. Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah

dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi,

barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui

penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.

1

Page 2: Lapsus Radiologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kolon

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang

sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar

lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), namun semakin dekat

dengan anus diameternya pun semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum,

kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat

pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus

besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan

mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.

Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum, desenden, dan sigmoid. Kolon

membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut

dengan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista

iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri

sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama usus yang terakhir

disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke

bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan

dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis

ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci). Usus besar memiliki berbagai fungsi yang

semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling

penting adalah absorpsi air dan elektrolit. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir

yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi sampai berlangsungnya

defekasi. Kolon mengabsorpsi sekitar 800 ml air per hari dengan berat akhir feses

yang dikeluarkan adalah 200 gram dan 80%-90% diantaranya adalah air. Sisanya

terdiri dari residu makanan yang tidak terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas,

dan mineral yang tidak terabsorpsi.

2

Page 3: Lapsus Radiologi

Gambar 1. Anatomi Usus besar (Kolon)

2.2 Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit

ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan

(aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas)

yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar

dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon).

Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion

parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. Penyakit

hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik

karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

a. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus

penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak

perempuan.

b. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus

halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.

3

Page 4: Lapsus Radiologi

2.3 Etiologi Hisprung

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan

dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di

daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai

seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik dan faktor

lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural

pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik

dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).

 

2.4 Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan

primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.

Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus

besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga

pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum

tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang

menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian

proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily &

Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol

kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen

aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya

bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan

menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

2.5 Manifestasi Klinis

1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.

2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti

pita.

3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.

4. Nyeri abdomen dan distensi.

5. Gangguan pertumbuhan. (Suriadi, 2001 : 242)

4

Page 5: Lapsus Radiologi

1. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai

mekonium.

2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara

spontan maupun dengan edema.

3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti

dengan obstruksi usus akut.

4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare

berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.

5. Gejala hanya konstipasi ringan. (Mansjoer, 2000 : 380)

Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.

2. Muntah berisi empedu.

3. Enggan minum.

4. Distensi abdomen.

Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi

2. Diare berulang

3. Tinja seperti pita, berbau busuk

4. Distensi abdomen

5. Gagal tumbuh (Betz, 2002 : 197)

5

Page 6: Lapsus Radiologi

Gambar 2. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat

distensi dan pasien kelihatan menderita sekali.

2.6 Komplikasi

Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas

kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi sfingter. Enterokolitis

telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit Hirschsprung yang

diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi.

Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin, kenaikan aktivitas

prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab

terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang sangat berat enterokolitis akan menyebabkan

megakolon toksik yang ditandai dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi

abdomen, dehidrasi dan syok. Terjadinya ulserasi nekrosis akibat iskemia mukosa diatas

segmen aganglionik akan menyebakan terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi usus.

Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi obstruksi usus letak rendah.

Distensi usus mengakibatkan hambatan sirkulasi darah pada dinding usus, sehingga

dinding usus mengalami iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik mudah terinfeksi oleh

kuman, dan kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi kuman dari

6

Page 7: Lapsus Radiologi

lumen usus, ke mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga peritoneal

atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat berlanjut yang akhirnya

menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan dinding usus mulai dari mukosa,

dan dapat menyebabkan enterokilitis. Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang

serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan

saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia

1 minggu Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai

demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi

klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan

mencari sel ganglion pada daerah submukosa.

2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah

narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas

terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.

4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus. (Ngatsiyah, 1997 : 139)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.

2.8 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting pada penyakit

Hirschsprung. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya pemeriksaan enema

barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting untuk mendeteksi penyakit

Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai

gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi masih sulit untuk membedakan

usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan

diagnosa penyakit Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga tanda

khas yaitu adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya

7

Page 8: Lapsus Radiologi

bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah

daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung,

maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium

dibiarkan membaur dengan feses. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang

membaur dengan feses ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang tidak

mengalami Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat

menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

Gambar 3 Foto polos abdomen pada penderita penyakit Hirschsprung

8

Page 9: Lapsus Radiologi

Gambar 4. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan

daerah transisi yang melebar

2.9 Pemeriksaan patologi anatomi

Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya sel ganglion

pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner). Disamping

itu akan terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut syaraf (parasimpatis).

Akurasi pemeriksaan akan semakin tinggi jika menggunakan pengecatan

immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada

serabut syaraf parasimpatis, dibandingkan dengan pengecatan konvensional dengan

haematoxylin eosin. Disamping memakai asetilkolinesterase, juga digunakan

pewarnaan protein S-100, metode peroksidase-antiperoksidase dan pewarnaan

enolase. Hanya saja pengecatan immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi

yang berpengalaman, sebab beberapa keadaan dapat memberikan interpretasi yang

berbeda seperti dengan adanya perdarahan (Cilley dkk,2001). Swenson pada tahun

1955 mempelopori pemeriksaan histopatologi dengan eksisi seluruh tebal dinding otot

rektum, untuk mendapatkan gambaran pleksus mienterik. Secara tekhnis, metode ini

sulit dilakukan sebab memerlukan anastesi umum, dapat menyebabkan inflamasi dan

9

Page 10: Lapsus Radiologi

pembentukan jaringan ikat yang mempersulit tindakan bedah definitif. Noblett tahun

1969 mempelopori tekhnik biopsi hisap dengan menggunakan alat khusus, untuk

mendapatkan jaringan mukosa dan sub-mukosa sehingga dapat melihat keberadaan

pleksus Meissner. Metode ini kini telah menggantikan metode biopsi eksisi sebab

tidak memerlukan anastesi dan akurasi pemeriksaan mencapai 100% (Junis dkk,

Andrassy dkk). Biasanya biopsi hisap dilakukan pada 3 tempat : 2,3,dan 5 cm

proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, barulah dilakukan

biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam laporannya, Polley

(1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil negatif palsu dan

komplikasi (Kartono,1993; Swenson dkk,1990; Swenson,2002).

2.10 Manometri anorektal

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari

fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam

prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis,

radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen

dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter

mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000;

Wexner,2000; Neto dkk,2000).

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah

1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;

2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus

aganglionik

3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna

setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan

(Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000).

2.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan konservatif.

1) Pembedahan

Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap.

Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus

yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai

4 bulan).

10

Page 11: Lapsus Radiologi

Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:

a. Prosedur duhamel

Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya

di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan

bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.

b. Prosedur swenson

Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada

kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter

dilakukan pada bagian posterior

c. Prosedur soave

Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian

kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis

antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.

2) Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui

pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

2.12 Prognosis

Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat bergantung

pada diagnosis awal dan pendekatan operasi. Secara umum prognosisnya baik, 90%

pasien dengan penyakit Hirschsprung yang mendapat tindakan pembedahan

mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai

masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen.

Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.

11

Page 12: Lapsus Radiologi

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. PZ

Umur : 1,4 Tahun

Alamat : Kediri, Lombok Barat

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Suku : Sasak

No RM : 137841

Masuk RS : 12 September 2015

B. ANAMNESIS ( Alloanamnesa)

Keluhan utama : Susah buang air besar

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke poli bedah anak RSUD dengan

keluhan susah buang air besar yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, buang air besar

sedikit-sedikit dan tidak pernah tuntas, jika buang air besar hanya sedikit kotoran

yang keluar, 4 hari terakhir ini pasien tidak buang air besar sama sekali, perut pasien

tampak kembung, pasien juga demam sudah 2 hari, muntah (-), buang air kecil

normal. Sejak satu minggu yang lalu pasien mulai sulit makan. Pasien hanya mau

makan 2 sampai 3 sendok nasi dalam sehari, asi (+).

Riwayat Penyakit sebelumnya : Riwayat Atresia Ani ( Operasi di RSUP NTB saat usia

3 hari )

Riwayat Penyakit keluarga : Saat ini tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa

Riwayat Kelahiran :

Riwayat kelahiran : spontan dari ibu P1A0 ditolong oleh bidan

Riwayat kehamilan : Aterm, periksa rutin di bidan

BBL : 2.900 gram / BB usia 1,4 thn = 6,9 kg

12

Page 13: Lapsus Radiologi

C. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum : tampak sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan darah : - mmHg

Nadi : 129 kali/menit

Pernapasan : 24 kali/menit

Suhu : 38°C

Status general

1. Kepala

a. Bentuk : normocephal, ubun-ubun cekung (-)

b. Rambut : warna hitam dan tidak mudah dicabut,

c. Wajah : simetris, eritem (-), luka (-).

d. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

e. Telinga : sekret (-), darah (-)

f. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-).

g. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-)

2. Leher : leher simetris, pembesaran kelenjar limfe (-),

3. Thorax

1. Paru-Paru

Inspeksi : Pergerakan dada simetris kiri dan

kanan, jejas (-).

Palpasi : massa tumor (-).

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

2. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : ictus cordis teraba pada linea mid clavicula

sinistra

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : S1, S2 regular, murmur (-), gallop (-)

13

Page 14: Lapsus Radiologi

4. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, distended (+)

Auskultasi : Bising usus meningkat (+)

Perkusi : Timpani

Palpasi : Nyeri tekan (-)

5. Ekstremitas

Akral hangat (+) di keempat ekstremitas

Oedem (-) di keempat ekstremitas

D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah Rutin ( 12 September 2015)

2. Pemeriksaan Elektrolit ( 12 September 2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai NormalNatrium 139 136-145 mmol/LKalium 4,4 3,5- 5,1 mmol/LClorida - 97-111 mmol/L

3. Pemeriksaan PT dan APTT ( 12 September 2015)Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

PT 10.0 9.7-13.1 detikControl PT:10.6 detik

APTT 29,3 23,9-39,8 DetikControl APTT : 26,3

detikINR 0,93

14

Pemeriksaan Darah Rutin

Hasil Nilai Rujukan Satuan

WBC 6,18 5.00- 10.0 103/mm3

RBC 6,08 4.00-5.50 106/ uL

HGB 11,7 12.0-17.4 g/dL

HCT 39,3 36.0-52.0 %

Page 15: Lapsus Radiologi

E. ASSESMENT Susp. Hirschprung Disease

F. PLANNING Colon in Loop Evakuasi Feses dan Biopsi Pro eksisi rectum

15

Page 16: Lapsus Radiologi

G. Pemeriksaan Colon in loop( 23 September 2015)

16

Page 17: Lapsus Radiologi

Plain foto :

Tak tampak batu sepanjang traktus urinarius

Kontur lien dan hepar tak tampak membesar

Kontur ginjal kanan kiri normal

Psoas line kanan kiri simetris

Distribusi gas usus normal dengan fecal material

Corpus, pedicle dan spatium intervertebralis tampak baik

17

Page 18: Lapsus Radiologi

Tak tampak erosi/destruksi tulang

Tak tampak paralumbal soft tissue mass/ sweelling

Contras Study :

Kontras barium diencerkan menggunakan NaCl sebanyak 200cc

Kemudian kontras dimasukkan ke dalam anus melalui foley catheter no 18

Tampak contras mengisi dengan lancar rectum, sigmoid, colon decenden, sampai flexura lienalis dan kemudian back flow

Mukosa outline colon tampak reguler

Tak tampak filling defek/additinal shadow

Tak tampak ekstravasasi kontras

Tampak transitional zone abrupt type dengan rectosigmoid index <1

Post Evakuasi 24 jam : tampak retensi kontras

Kesan : Menyokong gambaran hirschprung diseases ultra short segment

H. LAPORAN OPERASI ( 15 September 2015 )

18

Page 19: Lapsus Radiologi

I. HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI

Tgl Terima : 15/9/2015Tgl jawab : 21/9/2015

Makroskopis : Diterima 1 potong jaringan berat kurang dari 5 gram, ukuran 0,4 x 0,2 x 0,2 cm, warna putih abu-abu, irisan putih abu-abu.

Mikroskopis : Menunjukkan jaringan colon, tidak tampak gangglion pada muscularis, tidak tampak keganasan pada sediaan ini.

Kesimpulan : Rectum- biopsi: Tidak Tampak Ganglion

BAB IV

19

Page 20: Lapsus Radiologi

PEMBAHASAN

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini

merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).

Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak

mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam

menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Berdasarkan

panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

a. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus

penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak

perempuan.

b. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus

halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.

Pasien an. PZ usia 1,4 tahun datang ke poli bedah anak RSUD Kota Mataram,

dilakukan alloanamnesa dengan orang tua pasien, ibu pasien mengatakan anaknya susah

buang air besar, yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, buang air besar sedikit-sedikit

dan tidak pernah tuntas, jika buang air besar hanya sedikit kotoran yang keluar, 4 hari

terakhir ini pasien tidak buang air besar sama sekali, perut pasien tampak kembung,

pasien juga demam sudah 2 hari, muntah (-), buang air kecil normal. Sejak satu minggu

yang lalu pasien mulai sulit makan. Pasien hanya mau makan 2 sampai 3 sendok nasi

dalam sehari, asi (+). Riwayat Penyakit sebelumnya : Riwayat Atresia Ani ( Operasi di

RSUP NTB saat usia 3 hari ). Riwayat Penyakit keluarga : Saat ini tidak ada keluarga

pasien yang mengalami hal serupa. Ibu pasien mengatakan selama hamil dirinya rutin

memeriksakan kehamilannya ke bidan. Pasien merupakan anak pertama lahir normal

ditolong oleh bidan, berat lahir pasien adalah 2.900 gram dan saat usia 1,4 tahun adalah

6. 900 gram. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada abdomen dinding perut > dinding

dada, distended (+), pada auskultasi didapatkan bising usus meningkat (+), Perkusi

didapatkan timpani, pada palpasi tidak didapatkan nyeri tekan. Diperoleh assessment

Susp. Hirschprung Diseases. Planningnya adalah dilakukan pemeriksaan colon in loop,

dan pembedahan untuk efakuasi feses dan biopsi. Dari hasil colon in loop didapatkan

tampak contras mengisi dengan lancar rectum, sigmoid, colon decenden, sampai flexura

lienalis dan kemudian back flow, Mukosa outline colon tampak reguler, Tak tampak

20

Page 21: Lapsus Radiologi

filling defek/additinal shadow, Tak tampak ekstravasasi kontras, Tampak transitional

zone abrupt type dengan rectosigmoid index <1, Post Evakuasi 24 jam tampak retensi

kontras sehingga menyokong gambaran hirschprung diseases ultra short segment.

Dilakukan operasi pada pasien pada tanggal 19 Oktober 2015. Dari hasil pemeriksaan

patologi anatomi yaitu Rectum biopsi adalah tidak ditemukannya ganglion.

Manifestasi klinis dari hirschprung diseases dapat memberikan gambaran yang

berbeda sesuai dengan usia, yaitu masa neonatal gagal mengeluarkan mekonium dalam

48 jam setelah lahir, muntah berisi empedu, enggan minum dan distensi abdomen.

Sedangkan pada masa bayi dan anak-anak gejalanya adalah konstipasi, diare berulang,

tinja seperti pita, berbau busuk, distensi abdomen dan gagal tumbuh.

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting pada penyakit

Hirschsprung. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya pemeriksaan enema

barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting untuk mendeteksi penyakit

Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai

gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi masih sulit untuk membedakan

usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan

diagnosa penyakit Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga tanda

khas yaitu adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya

bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah

daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung,

maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium

dibiarkan membaur dengan feses. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang

membaur dengan feses ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang tidak

mengalami Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat

menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

Secara umum prognosis untuk penyakit hirschprung diseases baik, 90% pasien

dengan penyakit Hirschsprung yang mendapat tindakan pembedahan mengalami

penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan

saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat

komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Lapsus Radiologi

Cilley RE, Statter MB, Hirschl RB,et al. Definitive treatment of Hirschsprung’s disease in the

newborn with a one stage procedure. Arch Dis Child 2001;84:212-7.

Corcassone M, Guys JM, Lacombe M,et al. Management of Hirschsprung’s disease:

Currative surgery before 3 months of age. J Pediatr Surg 1996;30:1132-4.

Engum SA, Petritets M, Rescorla FJ, et al. Familial Hirschsprung’s disease: 20 cases in 12

kindreds. J Pediatr Surg 1996;26:1286-90.

Fonkalsrud. Hirschsprung’s disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H, editors. Maingot’s

Abdominal Operation. 10th ed. New York: Prentice-Hall intl.inc.;1997.p.2097-105.

Fujimoto T, Hata J, Yokoyama S,et al. A Study of the extracelluler matrix protein as the

migration pathway of neural crest cells in the gut: Analysis in human embryo with

special reference to the pathogenesis of Hirschsprung’s disease. J Pediatr Surg

1996;30:1120-6.

Heij HA, Vries X, Bremer I,et al. Longterm anorectal function after Duhamel operation for

Hirschsprung’s disease. J Pediatr Surg 1995;25:430-2.

Heikkinen M, Rintala R, Luukkonen. Longterm anal spincter performance after surgery for

Hirschsprung’s disease. J Pediatr Surg 1997; 32: 1443-6.

Hung WT. Treatment of Hirschsprung’s disease with modified Duhamel-Grob-Martin

operation. J Pediatr Surg 1996;25:849-52.

Kartono D. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan Duhamel

modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI. 1993.

Klein MD, Phillipart. Hirschsprung’s disease: Three decades’ experience at single institusion.

J Pediatr Surg1995;26:1291-4.

Lee S. Hirschsprung’s disease. Arch Dis Child 2002;86:317-26.

Lister J. Complications of Paediatric Surgery. London: Bailliere Tindal; 1996. p.133-42.

Ludman L, Spitz L, Truji H, et al. Hirschsprung’s disease: Functional dan psychological

follow up comparyng total colonic and rectosigmoid aganglionis. Arch Dis Child 2002;

86: 348-51.

Milla PJ. Hirschsprung’s disease. In: Rudholp’s pediatrics. 20th ed. Sanfransisco; Prentice

Hall Intl. Inc.; 1996: 1115-7.

Neto JA, Junior JA.Acquired megacolon. In: New trends in coloproctology. Rio de

Jainero;Livraria:2000.p.329-33.

22