lp post sc

49
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS POST SECTIO CAESAREA (SC) OLEH: I PUTU DWIJA ARNATHA NIM. 1002105003

Upload: rahajeng-intan-handayani

Post on 04-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

postpartum sectio cesarea

TRANSCRIPT

Program Studi Ilmu Keperawatan_FK UNUD

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS POST SECTIO CAESAREA (SC)

OLEH:

I PUTU DWIJA ARNATHA

NIM. 1002105003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2015A. Konsep Dasar Penyakit

1. PengertianPersalinan adalah serangkaian proses kehamilan yang berakhir dengan pengeluaran janin yang telah matur atau mampu hidup di luar kandungan melalui jalan lahir. Setelah persalinan, seorang ibu akan memasuki masa nifas (puerperium) yaitu masa yang dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Hadijono,2008). Proses persalinan tidak seluruhnya berlangsung secara normal, beberapa diantaranya memerlukan tindakan pembedahan seperti operasi sectio sesarea, yaitu pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005).Dengan demikian, perawatan pada ibu nifas dengan post operasi sectio caesarea adalah perawatan pada ibu pada masa setelah melahirkan janin dengan cara insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim sampai organ-organ reproduksi ibu kembali pulih yang berakhir kira-kira 6 minggu.2. Epidemiologi

Tidak ada yang tahu persis kapan sebenarnya tindakan pembedahan mulai. Namun, di tahun 2000 dilaporkan di dunia ini wanita melahirkan dengan seksio sesaria meningkat empat kali dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya, dilihat dari angka kejadian seksio sesaria dilaporkan di Amerika serikat persalinan seksio sesaria sebanyak 35% dari seluruh persalinan, Australia 35%, Skotlandia 43%, dan Prancis 28%. Di Indonesia, berdasarkan survai demografi dan kesehatan tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan bedah sesaria secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4% dari total persalinan. Namun, berbagai survey menemukan bahwa persentase persalinan bedah sesar pada rumah sakit rumah sakit di kota besar seperti Jakarta dan Bali berada jauh di atas angka tersebut. Secara umum jumlah persalinan caesaria di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80% dari total persalinan.3. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

POHON MASALAH

4. Fase-fase Nifas

Fase-fase nifas terbagi menjadi tiga, yaitu :

1. Immediate post partum: 24 jam post partum

2. Early post partum

: minggu I post partum

3. Late post partum

: minggu II-VI post partum

Adaptasi Fisiologi dan Psikologis Nifas

Fisiologi nifas adalah hal-hal yang bersifat karakteristik dalam masa nifas.

a) Uterus

Pada akhir kala tiga persalinan, fundus uteri berada setinggi umbilicus dan berat uterus 1.000 gram. Uterus kemudian mengalami involusi dengan cepat selama 7-10 hari pertama dan selanjutnya proses involusi ini berlangsung lebih berangsur-angsur.

b) Lokhea

Adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas.

Lokhea terbagi dalam :

a. Lokhea rubra (hari 1-4) jumlah sedang, warna merah dan terutama darah

b. Lokhea seresa (hari 4-8) jumlah berkurang, warna merah muda

c. Lokhea alba (hari 8-14) jumlah sedikit, warna putih dan bahkan hampir tidak berwarna.

c) Serviks

Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus, setelah persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2-3 jari tangan, setelah 6 minggu post natal serviks menutup. Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali seperti keadaan sebelum hamil (nulipara) yang berupa lubang kecil seperti mata jarum, serviks hanya dapat kembali sembuh. Dengan demikian OS serviks wanita muda yang sudah pernah melahirkan merupakan salah satu tanda yang menunjukkan riwayat kelahiran bayi lewat vagina.

d) Vulva dan vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, setelah beberapa hari keduanya menjadi kendor. Setelah 3 minggu akan kembali dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia lebih menonjol.

e) Perineum

Setelah melahirkan perineum menjadi kendor, pada hari kelima perineum akan mendapatkan kembali sebagian besar tonus sekalipun lebih kendor daripada keadaan sebelum melahirkan.

f) Payudara

Payudara mencapai maturnitas yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi. Payudara lebih besar, kencang dan mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.

g) Traktus urinarius

BAK sering sulit pada 24 jam pertama, kemungkinan terdapat spasme sfingter edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.

h) Sistem gastrointestinal

Memerlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Rasa sakit di premium dapat menghalangi keinginan ke belakang.

i) Sistem kardiovaskuler

Jumlah sel darah dan Hb kembali normal pada hari kelima.j) Sistem integumen

Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan tetap bertahan lama setelah kelahiran tetapi akan menghilang menjadi bayangan yang lebih terang. Bila pasien terdapat linea nigra atau topeng kehamilan (kloasma) biasanya akan menghilang.

Fisiologi proses penyembuhan luka : Pada fase I penyembuhan luka leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak. Fibrin bertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Lapisan tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan menutupi luka, pasien akan terlihat merasa sakit pada fase I selama 3 hari setelah bedah besar. Pada fase II berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein putih. Sel epitel beregenerasi dalam 1 minggu. Jaringan baru memiliki banyak pembuluh darah. Tumpukan koalgen akan menunjang luka dengan baik dalam 6-7 hari. Jadi jahitan diangkat pada waktu ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah. Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun. Luka terlihat seperti merah jambu yang luas. Fase ini berlangsung minggu kedua sampai minggu keenam. Pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena. Pada fase IV, fase terakhir berlangsung beberapa bulan setelah bedah. Pasien akan mengeluh gatal di seputar luka. Walaupun kolagen terus menimbun pada waktu ini luka menciut dan menjadi tegang. Karena penciutan luka terjadi ceruk yang berwarna/berlapis putih. Bila jaringan itu aseluler, avaskuler, jaringan kolagen tidak akan menjadi coklat karena sinar matahari dan tidak akan keluar keringat dan tumbuh rambut.Adaptasi Psikologis ibu post partum dibagi menjadi beberapa fase, yaitu :a) Fase taking in (dependent)

Terjadi pada jam pertama persalinan dan berlangsung sampai hari ke-2 persalinan. Pada setiap tahap ini ibu mengalami ketergantungan pada orang lain termasuk dalam merawat bayinya. Lebih berfokus pada dirinya sendiri, pasif dan memerlukan isstirahat serta makan yang adekuat.

b) Fase taking hold (dependent-independent)

Terjadi pada hari ke-3 setelah persalinan, ibu mulai berfokus pada bayi dan perawatan dirinya. Pada fase ini merupakan tahap yang tepat untuk melakukan penyuluhan.

c) Fase letting go (independent)

Tahap ini dimulai pada hari terakhir minggu pertama persalinan. Pada fase ini ibu dan keluarga memulai penyesuaian terhadap kehadiran anggota keluarga yang baru serta peran yang baru.4. IndikasiIndikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar sectio caesarea adalah :

a. Prolog labour sampai neglected labour.b. Ruptura uteri imminen

c. Fetal distress

d. Janin besar melebihi 4000 gr

e. Perdarahan antepartumSedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio adalaha. Malpersentasi janin

1) Letak lintang

Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.2) Letak belakang

Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.

b. Plasenta previa sentralis dan lateralis c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.

e. Partus lama

f. Partus tidak maju

g. Pre-eklamsia dan hipertensih. Distosia serviks5. Tujuan Sectio Caesarea

Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.6. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis section caesarea, antara lain :

1) Nyeri akibat luka pembedahan2) Luka insisi pada bagian abdomen

3) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

4) Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak

5) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.

6) Emosi klien labil dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru.

7) Terpasang kateter urinarius pada system eliminasi BAK

8) Dengan auskultasi bising usus tidak terdengar atau mungkin samar

9) Immobilisasi karena adanya pengaruh anestesi

10) Bunyi paru jelas dan vesikuler dengan RR 20x/menit

11) Karena kelahiran secara SC mungkin tidak direncanakan maka bisanya kurang pahami prosedur

7. Komplikasi Post SCa. Infeksi PuerperalisKomplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.

b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :

Luka kandung kemih

Embolisme paru - paru

d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.8. Pemeriksaan Penunjang Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

Urinalisis / kultur urine

Pemeriksaan elektrolit

9. Penatalaksanaan Medis Post SC

a. Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya Dextrose 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar

Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)

Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian pasien diperbolehkan pulang.

d. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 jam tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.e. Pemberian obat-obatan

1) AntibiotikCara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaana) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

3) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

f. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Identitas klien dan penanggung Nama

: Untuk membedakan dengan pasien yang lain. Umur: Untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan (Primigravida Muda kurang dari 16 tahun Primigravida Tua lebih dari 35 tahun).

Alamat

: Memberi petunjuk keadaan lingkungan tempat tinggal. Pekerjaan: Untuk mengetahui sejauh mana pekerjaan dan permasalahan kesehatan serta biaya.

Agama: Dapat berpengaruh terhadap kehidupan terutama masalah kesehatan dalam mengetahui agama klien akan lebih mudah mengatasi masalahnya.

Pendidikan: Menurut hasil penelitian kesehatan ibu dan anak akan lebih terjamin pada tingkat pendidikan lebih tinggi.

Keluhan utama klien saat ini

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara

Riwayat penyakit keluarga

Keadaan klien meliputi :

a. Sirkulasi

Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.b. Integritas ego

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.c. Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

d. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.

e. Nyeri / ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.

f. Pernapasan

Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.

g. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.

h. Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b/d agen cedera biologi : pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) ditandai dengan klien melaporkan nyeri pada luka pembedahan, klien tampak meringis, klien tampak sering memeganng area yang sakit.b. Risiko infeksi b/d trauma jaringan / luka kering bekas operasic. Risiko kekurangan volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan, perdarahan.

d. Ansietas b/d kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi ditandai dengan klien tampak gelisah, klien melaporkan pola tidur terganggu, klien melaporkan cemas akan bayinya.e. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan ditandai dengan klien tampak lemah dan lelah, klien tidak mampu untuk beraktivitas mandiri.f. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan secara menyeluruh akibat tindakan anestesi ditandai dengan klien melaporkan adanya rasa kelelahan, klien mengalami dispnea, nadi dan tekanan darah abnormal.g. Risiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.3. Rencana Asuhan KeperawatanDiagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi : pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :

a. Pain level (level nyeri):

Klien tidak melaporkan adanya nyeri

Klien tidak merintih ataupun menangis

Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri

Klien tidak tampak berkeringat dingin

Klien tidak mengalami ketegangan otot

RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)

b. Pain control (kontrol nyeri):

Klien dapat mengenali onset nyeri

Klien dapat mendeskripsikan faktor-faktor penyebab nyeri

Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologis

Klien menggunakan analgesik sesuai rekomendasi.

Klien melaporkan nyeri terkontrol.Pain Control1. Ajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri pada klien seperti distraksi, relaksasi, guided imagery.

2. Berikan lingkungan yang nyaman, misalnya tingkat kebisingan, pencahayaan, suhu ruangan.

3. Kurangi atau hilangkan faktor pencetus atau yang meningkatkan nyeri pada klien.

4. Delegatif dalam pemberian analgetik, kortikosteroid atau steroid baik topical maupun local.Pain Level

5. Kaji skala nyeri serta faktor yang memperberat nyeri klien.6. Kaji tanda tanda vital klien, seperti : nadi, RR, dan tekanan darah.7. Bantu klien untuk menilai nyeri dengan membandingkan dengan pengalaman lain.1. Mengalihkan nyeri yang dialami klien2. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.3. Untuk mengurangi perasaan nyeri yang dialami klien.

4. Analgetik dapat mengurangi pengikatan mediator kimiawi nyeri pada reseptor nyeri sehingga dapat mengurangi rasa nyeri

5. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan kontrol dan meningkatkan harga diri dan kemampuan koping

6. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh klien. 7. Peningkatan nilai nadi, RR, dan tekanan darah mengindikasikan nyeri.

Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :Risk Control : Infection process Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)

Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)

Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)

Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)

Suhu dalam batas normal (36,5o 37oC) (skala 5 = no deviation from normal range)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)

Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

RR dalam batas normal (12-20 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

WBC dalam batas normal (4,6 10,2 k/ul) (skala 5 = no deviation from normal range)

Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi ( Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 = Consistenly demonstrated)a. Wound care:

1. Luka dibersihkan dan diganti dressingnya minimal 1 x sehari.2. Monitor karakteristik luka meliputi (ada tidaknya cairan, ukuran, warna, bau).3. Pertahkan teknik steril dalam membersihkan luka.4. Catat kondisi luka secara teratur setiap melakukan rawat luka.5. Ajarkan kepada klien tanda dan gejala infeksi.

b. Infection control:6. Pertahankan kebersihan lingkungan sekitar klien.7. Batasi pengunjung.8. Ajarkan klien cara mencuci tangan dengan baik dan benar.9. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.10. Cek tanda-tanda vital klien seperti (temperatur).11. Monitor hitung granulosit, WBC, tes sensitivitas.1. lingkungan luka yang bersih menurunkan risiko invasi bakteri.2. Perubahan karakteristik luka menandakan ada tidaknya infeksi misalnya, luka terdapat pus, berbau, ukuran meluas, warna sekitar luka menjadi kemerahan tanda-tanda tersebut menyatakan adanya infeksi.3. Teknik steril dalam perawatan luka mencegah transmisi kuman dari tangan perawat ke area luka.4. Mengevaluasi kondisi luka untuk mengetahui tanda-tanda infeksi sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat.5. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda infeksi sehingga dapat melaporkan dengan segera kepada perawat.6. Lingkungan bersih mengurangi risiko invasi bakteri penyebab infeksi.7. mengurangi transmisi mikroorganisme dari pengunjung ke klien.8. Menghindari transmisi kuman dari tangan ke daerah luka yang menempel di tangan.9. Antibiotik yang tepat dapat mengurangi replikasi bakteri.10. Peningkatan suhu tubuh klien menandakan terjadinya infeksi11. Dapat sebagai indikator ada tidaknya infeksi dan menentukan sensitivitas pada obat tertentu.

Risiko kekurangan volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan, perdarahanSetelah diberikan asuhan keperawatan selama x ... jam diharapkan volume cairan seimbang dengan kriteria hasil :Fluid balance Tekanan darah (5=tidak terganggu)

Nadi (5=tidak terganggu)

Keseimbangan intake-output 24 jam (5=tidak terganggu)

Berat badan stabil (5=tidak terganggu)

Turgor kulit (5=tidak terganggu)

Kelembaban membran mukosa (5=tidak terganggu)

Serum elektrolit (5=tidak terganggu)

Hematokrit (5=tidak terganggu)1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hct , osmolalitas urin, albumin, total protein )4. Monitor vital sign setiap 4 jam5. Kolaborasi pemberian cairan IV 6. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam1. Mengidentifikasi keseimbangan cairan pasien secara adekuat dan teratur.

2. Sebagai deteksi awal dari kekurangan cairan3. Deteksi terhadap syok akibat kekurangan cairan pada tingkat sel.

4. Mengidentifikasi keadaan umum pasien serta adanya penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 5. Mengganti cairan yang hilang melalui pembuluh darah.

6. Mengidentifikasi keseimbangan cairan pasien secara adekuat dan teratur.

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :Anciety Control Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

Anxiety Reduction

1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung

2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati

3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang dirasakan

4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping

5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu

7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal1. Keberadaan sistem pendukung klien (misalnya pasangan) dapat memberikan dukungan secara psikologis dan membantu klien dalam mengungkapkan masalahnya2. Keberadaan perawat dapat memberikan dukungan dan perhatian pada klien sehingga klien merasa nyaman dan mengurangi ansietas yang dirasakannya 3. Ansietas seringkali tidak dilaporkan secara verbal namun tampak pada pola perilaku klien secara nonverbal4. Mendukung mekanisme koping dasar, meningkatkan rasa percaya diri klien sehingga menurunkan ansietas

5. Kurangnya informasi dan misinterpretasi klien terhadap informasi yang dimiliki sebelumnya dapat mempengaruhi ansietas yang dirasakan

6. Klien dapat mengalami penyimpangan memori dari melahirkan. Masa lalu / persepsi yang tidak realistis dan abnormalitas mengenai proses persalinan SC akan meningkatkan ansietas.

7. Identifikasi keefektifan intervensi yang telah diberikan

Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan tidak terjadi defisit perawatan diri dengan kriteria hasil :Mobilisasi Pergerakan otot ( 5 = not compromised ) Bergerak lebih mudah ( 5 = not compromised ) Perubahan penampilan ( 5 = not compromised ) Mobilisasi :1. Kaji kesiapan klien dalam melakukan aktivitas untuk perawatan diri

2. Monitor ketidakmampuan klien saat melakukan perawatan diri3. Memantau aktivitas perawatan diri klien4. Bantu klien dalam perawatan diri mandi dan berpakaian5. Berikan kesempatan klien berpartisipasi dalam perawatan diri6. Berikan feedback positif terhadap perubahan klien dalam perawatan diri7. Menjelaskan pada anggota keluarga rasional dari prosedur yang akan dilakukan

Mobilisasi: 1. Kesiapan klien dalam melakukan aktivitas mempermudah intervensi yang akan diberikan2. Untuk mengetahui sejauh mana aktivitas perawatan diri yang bisa dan tidak bisa dilakukan klien sehingga memudahkan memberi intervensi selanjutnya3. Mengetahui perkembangan perawatan diri klien

4. Membantu membersihkan tubuh klien walau klien dalam keadaan lumpuh5. Membantu memandirikan kien sejauh kemampuan yang dimiliki6. Membantu meningkatkan keinginan klien utuk tetap menjaga kebersihan diri

7. Pihak keluarga dapat membantu meyakinkan klien dalam prosedur tindakan keperawatan yang dilakukan

Intoleransi aktivitas b/d kelemahan secara menyeluruh akibat tindakan anestesiSetelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan intoleransi aktivitas dapat diatasi dengan kriteria hasil :

Klien tampak mampu beraktivitas sendiri

Klien tidak pucat Klien tidak tampak lemah1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas2. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum3. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari4. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/ kondisi klien5. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas 1. Untuk mengetahui seberapa besar keterbatasan klien dalam beraktivitas.2. Mengetahui batasan aktivitas yang dapat dilakukan klien3. Membantu klien memenuhi aktivitas yang tidak bisa dilakukan sendiri4. Aktivitas yang sesuai dengan kemampuan dapat lebih mudah dilakukan oleh klien.

5. Mengetahui kebutuhan perawatan diri yang dapat dan tidak dapat klien lakukan sendiri.

Risiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 6 jam diharapkan tidak terjadi Gangguan proses parenting, dengan kriteria hasil:

Ibu dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan, menyusui).

Keluarga ikut berperan aktif dalam perawatan ibu dan bayi Ibu mampu melakukan dan sadar akan pentingnya perwatan dan kebersihan diri1. Beri kesempatan ibu untuk melakukan perawatan bayi secara mandiri.2. Libatkan suami dalam perawatan bayi.3. Memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.4. Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan dan diet TKTP.5. Lakukan rawat gabung sesegera mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi.1. Meningkatkan kemandirian ibu dalam perawatan bayi.

2. Keterlibatan bapak/suami dalam perawatan bayi akan membantu meningkatkan keterikatan batih ibu dengan bayi.

3. Perawatan payudara secara teratur akan mempertahankan produksi ASI secara kontinyu sehingga kebutuhan bayi akan ASI tercukupi.

4. Meningkatkan produksi ASI.

5. Meningkatkan hubungan ibu dan bayi sedini mungkin.

4. ImplementasiImplementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun

5. Evaluasi

NoDiagnosaEvaluasi

1Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi : pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :

a. Pain level (level nyeri):

Klien tidak melaporkan adanya nyeri

Klien tidak merintih ataupun menangis

Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri

Klien tidak tampak berkeringat dingin

Klien tidak mengalami ketegangan otot

RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)

b. Pain control (kontrol nyeri):

Klien dapat mengenali onset nyeri

Klien dapat mendeskripsikan faktor-faktor penyebab nyeri

Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologis

Klien menggunakan analgesik sesuai rekomendasi.

Klien melaporkan nyeri terkontrol.

2Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :Risk Control : Infection process Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)

Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)

Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)

Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)

Suhu dalam batas normal (36,5o 37oC) (skala 5 = no deviation from normal range)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)

Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

RR dalam batas normal (12-20 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

WBC dalam batas normal (4,6 10,2 k/ul) (skala 5 = no deviation from normal range)

Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi ( Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

3Risiko kekurangan volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan, perdarahanSetelah diberikan asuhan keperawatan selama x ... jam diharapkan volume cairan seimbang dengan kriteria hasil :Fluid balance Tekanan darah (5=tidak terganggu)

Nadi (5=tidak terganggu)

Keseimbangan intake-output 24 jam (5=tidak terganggu)

Berat badan stabil (5=tidak terganggu)

Turgor kulit (5=tidak terganggu)

Kelembaban membran mukosa (5=tidak terganggu)

Serum elektrolit (5=tidak terganggu)

Hematokrit (5=tidak terganggu)

4Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :Anciety Control

Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

5Sindrom defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan tidak terjadi defisit perawatan diri dengan kriteria hasil :Mobilisasi Pergerakan otot ( 5 = not compromised ) Bergerak lebih mudah ( 5 = not compromised ) Perubahan penampilan ( 5 = not compromised )

6Intoleransi aktivitas b/d kelemahan secara menyeluruh akibat tindakan anestesiSetelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan intoleransi aktivitas dapat diatasi dengan kriteria hasil :

Klien tampak mampu beraktivitas sendiri

Klien tidak pucat

Klien tidak tampak lemah

7Risiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 6 jam diharapkan tidak terjadi Gangguan proses parenting, dengan kriteria hasil:

Ibu dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan, menyusui).

Keluarga ikut berperan aktif dalam perawatan ibu dan bayi Ibu mampu melakukan dan sadar akan pentingnya perwatan dan kebersihan diri

DAFTAR PUSTAKACarpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC.

Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby. Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC.

Hadijono, Soerjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Bina PustakaManuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC.

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT GramediaKelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan

Misalnya : plasenta previa sentralis / lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia, distonia serviks, malpresentasi janin

Ansietas

Kurang Informasi

Sectio Caesarea (SC)

Defisit Perawatan Diri

Intoleransi Aktivitas

Nyeri Akut

Merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin

Terputusnya inkonuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi

Insisi dinding abdomen

Risiko Infeksi

Luka post op. SC

Imobilisasi

Tindakan anastesi

Kurang pengetahuan tentang perawatan bayi

Risiko Gangguan Proses Parenting

perdarahan

Risiko Kekurangan Volume cairan