lp post partum
DESCRIPTION
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 1998). Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan (Hanifa, 2002).TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM
Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Belajar Klinik Keperawatan Maternitas
DISUSUN OLEH :
Hartati Ambarwati
092090343
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2011
1. PENGERTIAN
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 –
8 minggu (Mochtar, 1998). Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam
waktu 3 bulan (Hanifa, 2002). Selain itu masa nifas / purperium adalah masa
partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer et.All. 1993).
Post portum / masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar, 1998) :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
2. Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya mencapainya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil / waktu persalinan mempunyai
komplikasi.
2. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM
(Bobak, 2004)
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologis
b. Menjalankam screning yang komprehensip, deteksi dini, mengobati dan
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayi
c. Memberikan pendidikan kesehatan diri, nutrisi, keluarga baru, menyusui,
pemberian imunisasi pada bayinya dan perawatan bayi sehat
d. Memberikan pelayanan KB.
3. ADAPTASI FISIOLOGI DAN PSIKOLOGI POST PARTUM
a. Adaptasi Fisiologi
1. Involusi alat-alat kandungan
Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksternal akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti prahamil. Perubahan alat-alat
genital ini dalam keseluhan disebut involusi (Wiknjosastro, 1999: 237)
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks setelah post partum
bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan
korpus uterus yang dapat mengadakan kontraksi sedangkan serviks tidak
berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan
serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks merah kehitaman
karena penuh pembuluh darah dan konsistensinya lunak, segera setelah
janin dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan kedalam
kavum uteri. Setelah 2 jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari, dan setelah 1
minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri. Hal ini baik
diperhatikan dalam menangani kala uri (Wiknjosastro, 2002: 238).
“Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Otot uterus berkontraksi segera
pada post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara
anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
perdarahan setelah plasenta dilahirkan” (Wiknjosastro, 2002: 238)
Tabel 1: Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
Setinggi pusat
2 jari bawah pusat
Pertengahan pusat-simpisis
1000 gram
750 gram
500 gram
2 minggu
6 minggu
8 minggu
Tidak teraba diatas simpisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
350 gram
50 gram
30 gram
(Mochtar, 1998: 115)
“Bekas Implantasi Uri mengecil karena kontraksi dan menonjol ke
kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm,
pada minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih” (Mohctar, 1998: 116).
“Lokhea adalah pengeluaran cairan sisa lapisan endometrium dan sisa
dari tempat implatasi plasenta” (Manuaba, 1998: 192). Sifat lochea berubah
- ubah seperti secret luka, berubah menurut tingkat penyembuhan luka,
adapun jenis-jenisnya antara lain : lochea rubra (Cruenta), berisi darah
segar dan sisa-sisa selaput ketuban, desidua, verniks caseosa, lanugo, dan
mekoneum selam 2 hari pasca persalinan, lochea sanguinolenta, berwarna
merah kuning berisi darah dan lender, hari ke 3-7 pasca persalinan, lochea
serosa, berwarna kuning, tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca
persalinan, lochea alba, cairan putih setelah 4 minggu, lochea Purulenta,
terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk, locheastatis
apabila lochea tidak lancer keluarnya. (Mochtar, 1998: 116)
Perubahan pada endometrium ialah timbulnya thrombosis, degenerasi
dan necrosis diantara implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium
yang kira-kira setebal 2-5 mm itu memiliki permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah tiga hari permukaan
endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami
degenerasi. Regenerasi endometrium terdiri dari sisa-sisa sel desidua
basalis, yang memakan waktu 2-3 minggu (Wiknjosastro, 2002: 238)
Hilangnya estrogen pada post partum berperan dalam menipiskan
mukosa vagina dan menghilangkan rugae. Pembengkakan, dinding lunak
vagina berlahan-lahan akan kembali seperti keadaan pra hamil selam 6-8
minggu setelah persalinan. Rugae muncul kembali setelah 4 minggu setelah
persalinan, antara primipara dan multipara berbeda. Kekeringan pada
vagina dan rasa tidak nyaman saat koitus (dyspareunia) dapat terjadi hingga
fungsi ovarium kembali dan menstruasi mulai terjadi (Bobak, 1995: 442)
Selama persalinan perineum mendapatkan tekanan yang besar yang
kemudian setelah persalinan menjadi udema. Perawat perlu mengkaji
tingkat kenyamanan sehubungan dengan adanya luka episiotomi, laserasi
dan hemoroid, perawat harus melaporkan adanya udara, kemerahan dan
pengeluaran (darah, pes, serosa) (Pilliteri, 1999)
Ligament-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan persalinan, setelah bayi lahir, berangsur-angsur ciut
kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendor yang menyebabkan uterus jatuh ke belakang (Wiknjosastro, 2002:
239)
2. Laktasi
Diawal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi oleh
plasenta menstimulasi perkembangan kelenjar susu. Pada 2 hari pertama
post partum terdapat perubahan pada mamae ibu post partum. Semenjak
masa kehamilan kolostrum telah di ekskresi. Pada 3 hari pertama post
partum mammae penuh atau membesar karena sekresi air susu. Penurunan
kadar estrogen saat kelahiran plasenta diikuti dengan meningkatnya kadar
prolaktin menstimulasi produksi air susu (Pilliteri, 1999)
Ketika bayi mulai menghisap putting susu hipotalamus merangsang
kelenjar pituitary posterior untuk melepaskan oksitosin. Hal ini
menyebabkan kontraksi otot-otot saluran susu mengeluarkan air susu.
Respon ini disebut reflek Let down (Novak, 1999: 345).
3. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital dapat memberikan petunjuk adanya bahaya post
partum seperti perdarahan, infeksi dan komplikasi lainnya. Sehingga sangat
penting untuk memantau tanda-tanda vital post operasi (Novak, 1999: 338)
Jumlah denyut nadi normal antara 60-80 kali permenit segera
setelah partum dapat terjadi bradikardi. Trakhikardi mengidentifikasikan
perdarahan, infeksi, penyakit jantung dan kecemasan (Wiknjosastro, 2002:
241)
Tekanan darah akan kembali seperti prahamil setelah 6 jam setelah
persalinan. Kadang-kadang tekanan darah meningkat tak lam kemudian
setelah persalinan. Kondisi ini mungkin diakibatkan oleh beberapa factor
yang meliputi rangsangan persalinan dan keadaan bayi. Tipe oksitosin yang
diterima pasien nyeri, retensi urin atau kehamilan dengan hipertensi.
Peningkatan tekanan darah yang disertai sakit kepala dicurigai pada
kehamilan dengan heipertensi. Kenaikan tekanan darah 30 mmHg dari
sistolik wanita normal dan diastolic lebih dari 15 mmHg (atau siastolik
lebih dari 140 mmHg dan atau diastolic lebih dari 90 mmHg) harus segera
dilepaskan. Jika tekanan darah itu lebih rendah daripada pra hamil
menandakan banyaknya kehilangan darah selama persalinan atau
perdarahan masih terus mengalir. Tekanan siastolik 100 mmHg atau kurang
harus dilaporkan. Jika tekanan darah normal mulai turun perawat harus
memeriksa aliran pendarahan. Penurunan tekanan darah disertai oleh
peningkatan denyut nadi, namun jika klien berlanjut pada keadaan shock
maka nadi perlahan melambat, lemah, terjadi dilatasi pupil abnormal, pucat,
sianosis, kulit lembab, lemas dan tidak sadar (Novak,1999: 338)
Suhu tubuh normal pasien post partum adalah antara 36,2oC-380C.
Kenaikan suhu tubuh hingga 380C diakibatkan oleh dehidrasi. Cairan dan
istirahat biasnya dapat memulihkan suhu normal. Setelah 24 jam post
partum, suhu 380C atau lebih dicurigai terjadi infeksi (Novak, 1999: 339)
Frekuensi pernafasan normal 14-24 x permenit. Bradypneu
(pernafasan kurang dari 14-16 x permenit) dapat disebabkan oleh efek
narkotik analgesis atau epidural narkotik. Tachipneu (pernafasan lebih dari
24 x permenit) dapat diakibatkan oleh nyeri, pendarahan masif atau shock,
oleh karena emboli paru-paru atau edema paru-paru (Novak, 1999: 338)
Pada umumnya tidak ada tanda-tanda infeksi pernafasan atau distres
pernafasan. Pada beberapa wanita mempunyai factor prewdisposisi
penyakit emboli paru. Secara tiba-tiba terjadi dyispneu. Emboli paru dapat
terjadi dengan gejala sesak nafas disertai hemoptoe dan nyeri pleura
(Sherwen, 1999)
4. Sistem persyarafan.
Ibu post partum hiperrefleksi mungkin terpapar kehamilan dengan
hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji
adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria, oedema, nyeri epigastrik
dan sakit kepala (Sherwen, 1999: 838)
5. Sistem perkemihan
Pada masa post partum terjadi peningkatan kapasitas kandung kemih,
bengkak dan memar jaringan di sekitar uretra yang menurunkan sensitivitas
penekanan cairan (urin) dan sensasi kandung kemih yang penuh, sehingga
berada pada resiko distensi berlebihan, kesulitan mengosongkan dan
penimbunan residu (Olds, 1999)
Output urin meningkat pada 12-24 jam pertama post partum yaitu
sekitar 2000-3000 ml. produksi urin mencapai 3000 ml pada 2 hari post
partum. Ibu post partum dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih
setiap 3-4 jam. Fungsi ginjal aknan kembali normal setelah 1 bulan post
partum (Novak, 1999)
6. Sistem pencernaan
Perut terkadang terjadi reaksi penolakan sesudah melahirkan, karena
efek dari progesterone dan penurunan gerakan peristaltic. Perempuan
dengan seksio sesarea boleh menerima sedikit cairan setelah pembedahan,
jika terdengar bising usus dapat mulai beralih ke makanan padat (Olds,
1999)
7. Sistem musculoskeletal
Apabila di kedua ekstremitas atas dan bawah terdapat edema dikaji
apakah terdapat pitting edema, kenaikan suhu, pelebaran pembuluh vena
dan kemerahan sebagai tanda thromboplebitis. Ambulasi harus sesegera
mungkin dilakukan untuk dilakukan sirkulasi dan mencegah kemungkinan
komplikasi (Sherwen, 1999: 838)
b. Adaptasi Psikologi
1. Taking in Phase
Fase ini merupakan masa refleksi bagi wanita post partum. Selama
periode ini wanita posr partum cenderung pasif. Wanita post partum
cenderung dilayani oleh perawat daripada melakukan pemenuhan
kebutuhan sendiri. Hal ini berkenaan dengan rasa ketidaknyamanan
perineum nyeri setelah melahirkan atau haemorhoid, berkaitan dengan
peran barunya, wanita post partum selalu ingin membicarakan pengalaman
selama hamil hingga melahirkan.
2. Taking Hold Phase
Wanita post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan
sendiri. Lebih suka membuat keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai
ketertarikan yang kuat pada bayinya, dimasa inilah masa yang tepat untuk
memberikan pendidikan tentang perawatan bayi. Tetapi ibu sering merasa
tidak yakin tentang kemampuannya mengasuh bayi, disinilah dukungan
positif dan semua pihak diperlukan.
3. Letting Go Phase
Ibu post partum akhirnya dapat menerima keadaan apa adanya.
Proses ini memerlukan penyesuaian diri atas hubungan yang terjadi selam
kehamilan. Wanita yang dapat melewati fase ini dianggap sudah berhasil
dalam peran barunya (Pilliteri, 1999).
4. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
(Marilyn E. Doenges .Edisi 2.Jakarta :EGC,2001)
1. Aktivitas atau istirahat
Dapat tampak “berenergi” atau kelelahan atau keletihan,mengantuk.
2. Sirkulasi
Nadi biasanya lambat (50 sampai 70 dpm), karena hipersensitivitas vegal.
Tekanan dar.ah (TD) bervariasi ; mungkin lebih rendah pada respons
terhadap analgetik atau anestesia, atau meningkat pada respons terhadap
pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan (HKK). Edema,
bila ada, mungkin dependen (mis, ditemukan pada ekstremitas bawah) ;
atau dapat meliputi ekstremitas atas atau wajah atau mungkin umum
(tanda-tanda HKK). Kehilangan darah selam apersalinan dan kelahiran
sampai 400-500 ml untuk kelahiran vaginal atau 600-800 ml untuk
kelahiran sesari.
3. Integritas ego
Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah ; mil, eksitasi atau
perilaku menunjukkan kurang kedekatan,tidak berminat (kelelahan) atau
kecewa.
Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf untuk perilaku
intrapartum atau kehilangan kontrol ; dapat mengekspresika rasa takut
mengenai kondisi bayi baru lahir atau perawatan segera pada neonatal.
4. Eliminasi
Hemoroid sering ada dan menonjol. Kandung kemih mungkin teraba
diatas simpisis pubis atau kateter urinarius mungkin dipasang. Diuresis
dapat tewrjadi bikla tekanan bagian persentasi menghambat tekanan
urinarius dan atau cairan I.V. diberikan selama persalinan dan kelahiran.
5. Makanan atau cairan
Dapat mengeluh haus,lapar,mual.
6. Neurosensori
Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anestesia
atau analgesia kaudal atau epidural. Hiprrefleksia mungkin ada
(menunjukkan terjadinya atau menetapnya hipertensi, khususnya pada
diabetik, remaja, atau klien primipara).
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
Dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber, mis., setelah
nyeri, trauma jaringan atau perbaikan episiotomi,kandung kemih penuh
atau perasaan dingin atau otot tremor dengan “menggigil”.
8. Keamanan
Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit (pengerahan
tenaga,dehidrasi). Perbaikan episiotomi utuh dengan tepi jaringan
merapat.
9. Seksualitas lokhia
Fundus keras terkontraksi,pada garis tengah dan terletak setinggi
umbilikus. Drainase vagina atau jumlahnya sedang, merah gelap dengan
hanya beberapa bekuan kecil (sampai ukuran plam kecil). Perineum bebas
dari kemerahan, endema, ekimosis atau rabas. Striara mungkin ada pada
abdomen, dan payudara. Payudara lunak dengan puting tegang.
10. Penyuluhan atau pembelajaran
Catat obat-obat yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah.
b. Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervensi.
(Marilyn E. Doenges .Edisi 2.Jakarta :EGC,2001)
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder
terhadap atonia uteri. (Doengoes, 2001)
Tujuan :
Syok hipovolemi tidak terjadi.
Kriteria hasil:
Tekanan darah siastole 110-120 mmHg, diastole 80-85 mmHg.
Nadi 60-80 kali permenit.
Akral hangat, tidak keluar keringat dingin
Perdarahan post partum kurang dari 100 cc
Intervensi :
Monitor vital sign
Kaji adanya tanda-tanda syok hipovelomik
Monitor pengeluaran pervagina.
Lakukan massage segera mungkin pada fundus uteri.
Susukan bayi sesegera mungkin.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
perineum dan kontraksi uterus berlebih. (Doegoes, 2001: 417)
Tujuan :
Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
Ekspresi wajah klien tenang.
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
Skala nyeri kurang dari 4.
Nadi antara 60-80 kali permenit.
Intervensi :
Kaji sebab-sebab nyeri pada klien.
Ajarkan pada klien tentang metode distraksi dan
relaksasi.
Anjurkan pada klien untuk melakukan kompres dingin
pada daerah perineum.
Kolaborasi pemberian analgesic sesuai advis dokter.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya kuman pada luka
episiotomi. (Doegoes, 2001: 427)
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah sekitar luka episiotomi.
Tanda-tanda vital normal.
Jumlah sel darah putih normal.
Intervensi :
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien.
Monitor tanda-tanda vital.
Monitor tanda-tanda infeksi pada daerah luka
episiotomi.
Beri perawatan pada luka episiotomi dengan
menggunakan teknik septic dan antiseptic.
Anjurkan pada klien agar menjaga kebersihan
perineum.
4. Gangguan eliminasi urin: inkonensia berhubungan dengan obstruksi
uretra sekunder terhadap oedema uretra. (Doegoes, 2001: 434)
Tujuan :
Kebutuhan eliminasi urin dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengosongkan kandung kemih 4-8 jam setelah
melahirkan.
Klien tidak merasakan ketegangan pada kandung kemih.
Intervensi :
Kaji intake cairan klien mulai terakhir saat
pengosongan kandung kemih.
Anjurkan klien untuk merangsang BAK dengan
menggunakan air hangat.
Kaji jumlah urin yang dikeluarkan.
Jika klien tidak bisa mengeluarkan sendiri secara
spontan, kolaborasi untuk pemasangan kateter.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan setelah
melahirkan. (Doegoes, 2001: 436)
Tujuan :
Kebersihan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Klien dapat melakukan perawatan diri secara bertahap.
Intervensi :
Kaji factor-faktor penyebab yang berperan.
Tingkatan partisipasi klien secara bertahap dan
optimal.
Beri dorongan untuk mengungkapkan persaan tentang
perawatan diri.
6. Perubahan pola peran berhubungan dengan penambahan anggota baru.
(Carpenito, 2000: 513)
Tujuan :
Orang tua dapat menerima peran baru dalam keluarganya.
Kriteria hasil :
Orang tua dapat menerima keberadaan bayinya.
Orang tua dapat mendemonstrasikan perilaku peran barunya.
Orang tua mulai mengungkapkan perasaan positif mengenai
bayinya.
Intervensi :
Beri kesempatan untuk membina proses ikatan dengan
bayinya.
Anjurkan ayah atau ibu untuk menggendong bayinya.
Dengarkan cerita tentang pengalamannya selama
hamil hingga melahirkan.
Berikan dukungan social yang diperlukan ibu.
7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan sensitivitas colon.
(Doegoes, 2001: 430)
Tujuan :
Pasien dapat defekasi dengan lancar.
Intervensi :
Kaji pola defekasi klien.
Auskultasi bising usus.
Ajarkan pentingnya diit seimbang.
Dorong masukan harian sedikitnya 2 liter cairan.8
sampai 10 gelas kecuali dikontraindikasikan.
Anjurkan untuk ambulasi dini sesuai toleransi.
Anjurkan makan makanan tinggi serat.
Berikan laksatif jika diperlukan.
8. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan cemas, gelisah,
faktor eksternal perubahan lingkungan.
Tujuan :
Pasien tidak mengalami gangguan pola tidur.
Kriteria hasil :
Pasien dapat mengungkapkan pemahaman tentang faktor gangguan
tidur.
Meningkatkan peningkatan kemampuan untuk tidur.
Wajah klien rileks.
Intervensi :
Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan istirahat pasien.
Kaji factor-faktor penyebab gangguan pola tidur.
Berikan lingkungan yang nyaman.
Beri kesempatan ibu mengungkapkan perasaannya,
batasi kunjungan selama periode istirahat.
9. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya
managemen laktasi sekunder terhadap pembengkakan payudara.
(Carpenito, 2001: 513)
Tujuan :
Ibu dapt menyusui bayinya secara efektif.
Kriteria hasil :
Ibu membuat keputusan menyusui bayinya.
Ibu mengidentifikasi aktivitas yang menghalangi untuk menyusui.
Intervensi :
Kaji factor-faktor penyebab ketidakefektifan
menyusui.
Dorong ibu untuk mengungkapkan masalah secara
terbuka.
Kaji keadaan ibu dan bayi.
Ajarkan penatalaksaan perawatan payudara yang baik.
Ajarkan cara menyusui yang baik, bila ada gejal
mastitis atau abses payudara (ditandai bengkak dan nyeri). Anjurkan
untuk menghubungi perawat dan dokter.
10. Nutrisi bayi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan inefektif
laktasi.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi.
Kriteria hasil :
Bayi menerima nutrisi yang adekuat.
Ibu menunjukkan peningkatan ketrampilan dalam pemberian ASI.
Bayi tampak tenang.
Intervensi :
Kaji pola makan bayi dan kebutuhan nutrisi bayi.
Beri intervensi spesifik untuk meningkatan
pemberianmakan per oral yang efektif.
Tingkatan tidur dan kurangi pemakaian energi yang
tidak.
Ajarkan cara menyusui yang benar.
Ajarkan perawatan payudara post partum.
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E.2001.Rencana perawatan maternal/bayi. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri : obstetric fisiologi, obstetric patologi.
Jakarta : EGC.
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 2008. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.