luka postmortem

21
LUKA POSTMORTEM I. PENDAHULUAN Luka didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka yaitu yang disebabkan oleh persentuhan dengan benda tajam,benda tumpul,bahan kimia,tembakan,aliran listrik,dan sebagainya. 1 Luka terbuka adalah luka yang diakibatkan oleh benda tajam yang merupakan kelainan pada tubuh yang disebabkan persentuhan dengan benda atau alat bersisi tajam dan/atau berujung runcing sehingga kontinuitas jaringan rusak atau hilang. Luka terbuka bermacam- macam, yaitu luka iris, luka tusuk, luka bacok, luka tembak. 1 Luka terbuka intravital adalah luka terbuka yang terjadi pada manusia yang masih hidup dimana akan menyebabkan timbulnya reaksi tubuh terhadap luka tersebut. Dengan menemukan reaksi tubuh terhadap luka terbuka, maka dapat dipastikan bahwa saat terjadi 1

Upload: andre

Post on 30-Sep-2015

97 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

refarat

TRANSCRIPT

LUKA POSTMORTEMI. PENDAHULUAN

Luka didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka yaitu yang disebabkan oleh persentuhan dengan benda tajam,benda tumpul,bahan kimia,tembakan,aliran listrik,dan sebagainya.1Luka terbuka adalah luka yang diakibatkan oleh benda tajam yang merupakan kelainan pada tubuh yang disebabkan persentuhan dengan benda atau alat bersisi tajam dan/atau berujung runcing sehingga kontinuitas jaringan rusak atau hilang. Luka terbuka bermacam-macam, yaitu luka iris, luka tusuk, luka bacok, luka tembak.1Luka terbuka intravital adalah luka terbuka yang terjadi pada manusia yang masih hidup dimana akan menyebabkan timbulnya reaksi tubuh terhadap luka tersebut. Dengan menemukan reaksi tubuh terhadap luka terbuka, maka dapat dipastikan bahwa saat terjadi trauma, yang bersangkutan masih hidup, atau dengan kata lain luka terjadi secara intravital.1 Luka terbuka postmortem merupakan luka terbuka yang terjadi pada saat manusia sudah mati. Luka postmortem memiliki khas berwarna coklat kekuningan karena tidak terjadi reaksi vital. Secara makroskopis, cedera memar yang menyertai (seperti bengkak) dapat terlihat ekstravasasi darah (merah atau biru keunguan) dan perubahan lain yang mencerminkan reaksi jaringan terhadap cedera, dan yang tergantung pada interval antara penderitaan dari trauma hingga kematian.2II. PATOMEKANISME

Sel sebagai bagian dari suatu jaringan apabila mengalami jejas atau cedera akan melakukan respon adaptasinya sendiri. Penyebab jejas sel antara lain adalah : (3)1) Hipoksia;

2) Trauma fisik;

3) Obat-obatan dan zat kimia;

4) Reaksi imunologis;

5) Defek genetik; dan

6) Ketidakseimbangan nutrisi.Penampakan luka bergantung dari jenis senjata yang digunakan. Pada umumnya, luka yang disebabkan oleh benda tajam bermata satu, pada kedua sudut lukanya dapat berbentuk tajam-tumpul atau sama tumpul. Jika benda tajam yang digunakan bermata dua, sudut kedua luka berbentuk sama tajam. Namun dapat pula ditemukan memar di sekitar luka, bila cedera terkena sampai ke pangkal benda tajam tersebut.4,5Luka iris karena benda tajam pada umumnya memiliki tepi dan permukaan luka yang rata tanpa jembatan jaringan dengan sudut luka yang lancip. Pada umunya, luka iris memiliki panjang luka yang lebih besar dari dalam luka. Sedangkan pada luka tusuk,umumnya ukuran dalam luka lebih besar daripada panjang luka.1Pada kasus luka tembak, efek anak peluru menyebabkan luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Pada umumnya, bentuk dari suatu luka tembak bermacam-macam, tergantung dari beberapa faktor seperti kecepatan, posisi dan besar/bentuk anak peluru. Peluru berkecepatan tinggi akan menimbulkan kerusakan lebih besar, faktor lain yang terpenting ialah kepadatan jaringan. Jadi peluru yang menembus tulang menimbulkan kerusakan besar pada organ-organ berongga yang berisi cairan seperti jantung, vesica urinaria, ventrikel otak karena kekuatan hydrostatik yang ditimbulkan oleh anak peluru yang melalui rongga tersebut mendorong cairan ke segala arah.1Pada kasus luka memar, jejas sel terjadi karena trauma fisik benda tumpul. Sel yang terkena jejas akan mengalami beberapa fase untuk beradaptasi agar dapat kembali ke keadaan homeostasis. 5Kontusio dapat dibedakan dari area livor mortis. Pada kontusio, darahnya telah masuk hingga kedalam jaringan lunak sehingga tidak dapat dihapus atau dikeluarkan seperti pada area livor mortis. 6() Pemeriksaan immunohistokimia pada kontusio dan perubahan warna postmortem menunjukkan adanya reaksi positif dari glycophorin A, sebuah komponen dari sel darah merah, yang mengindikasikan bahwa trauma tersebut adalah trauma antemortem. 6Setelah kematian, tidak adanya tekanan darah berarti diperlukan tenaga yang sangat besar untuk menghasilkan memar pada mayat. Memar postmortem seperti itu sangat kecil jika dibandingkan dengan tenaga yang dikeluarkan, biasanya dihubungkan dengan adanya fraktur, dan memar yang dihasilkan tersebut hanya berdiameter beberapa centimeter. 7III. LUKA INTRAVITAL DAN POSTMORTEMReaksi intravital luka merupakan dasar pemeriksaan traumatologi kedokteran forensik. Reaksi intravital luka merupakan reaksi inflamasi akut sebagai reaksi tubuh terhadap trauma. Karakteristik organisme hidup adalah kemampuan untuk merespon terhadap stimulus eksternal. Stimulus eksternal berupa biologi, fisika,dan kimia. Tubuh akan merespon stimulus tersebut dalam bentuk reaksi inflamasi. 8 Tabel 1. Skema dari Legrand du Saule untuk Mendiagnosis Luka Intravital dan PostmortemMengingat hasil makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketepatan maka perlu di lakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berguna bagi intravitalis luka, pemeriksaan mikroskopik juga untuk menentukan umur luka secara lebih teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan perubahan histologiknya. Infiltrasi perivaskuler dari leukosit polymorfonuklear dapat di lihat dengan jelas pada kasus kasus dengan periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi leukosit mungkin dapat di lihat lebih dini lagi, bahkan beberapa menit sesudah trauma. Leukosit yang mula- mula masuk ke jaringan adalah jenis polymorfonuklear. Pada stadium berikutnya akan tampak monosit , namun leukosit jenis ini jarang di temukan pada eksudat kurang dari 12 jam sesudah trauma. Pada trauma dengan inflamsi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncak dalam waktu 48 jam. Epitelisasi baru terjadi pada hari ketiga , sedangkan sel- sel fibroblast mulai menunjukan perubahan reaktif ( dalam bentuk proliferasi ) sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat proliferatif tersebut serta pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif , tetapi biasanya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentu paling tidak sesudah 3 hari. Serabut-serbut kolagen yang baru juga mulai terbentuk 4 atau 5 hari sesudah trauma.9Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan parut tampak pada akhir minggu pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktifitas sel- sel epitel dan jaringan di bawahnya mengalami tahapan regresi. Akibatnya jaringan epitel akan mengalami atrofi, vaskularisasi jaringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut kolagen. Sampai beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut-serabut elastis masih tampak banyak dari jaringan yang tidak terkena trauma.10Perubahan-peruabahan histologik dari luka ini di pengaruhi oleh ada tidaknya infeksi. Perlu di ketahui bahwa infeksi akan memperlambat proses penyembuhan luka. Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan aminopeptidase dapat di lihat lebih dini, yaitu setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat di lihat sesudah 2 jam, sedangkan peningkatan acid phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4 jam.8

Gambar.1 Luka Terbuka Intravital5 Gambar.2 Luka Terbuka Postmortem5Derajat dan keparahan kontusio tidak hanya bergantung kepada banyaknya energi yang diberikan, tetapi juga terhadap struktur dan vaskularisasi jaringan yang mengalami kontusio. Oleh karena itu, kontusio paling mudah terjadi pada daerah yang berkulit tipis dan memiliki banyak lemak. 7

Anak-anak dan orang tua lebih mudah mengalami kontusio, karena anak-anak memiliki kulit yang lebih tipis dan lembut serta memiliki banyak lemak subkutan. Pada orang tua, terjadi hilangnya jaringan penyokong subkutan, gangguan pembuluh darah dan memarnya lebih lama sembuh. 2,6,7

Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran dari sebuah kontusio : usia, jenis kelamin, dan kondisi kesehatan korban, serta daerah dan tipe jaringan yang terkena. 6Tidak ada cara pasti untuk menentukan seberapa banyak energi yang diperlukan agar terjadi kontusio. 7 Penelitian untuk mengetahui seberapa banyak energi yang diperlukan untuk terjadinya fraktur atau luka memar sulit dilakukan karena tidak adanya sampel manusia. 3()

MemarLebam Mayat

LokasiBisa dimana sajaPada bagian terendah

Pembengkakan(+)(-)

Bila di tekanWarna tetapWarna memudar / hilang

MikroskopikReaksi jaringan (+)Reaksi jaringan (-)

Tabel 2 Perbedaan memar dengan lebam mayat 3Kontusio dapat digunakan untuk menggambarkan bentuk dari objek yang digunakan, karena bentuknya biasanya tercetak. Ketika seseorang dipukul dengan benda yang rata seperti papan, kita sering menemukan kontusio linear paralel yang sama dengan ujung dari papan tersebut. 6Gambar 3 Bentuk kontusio yang diakibatkan oleh ujung senter 6PSEUDO-BRUISE

Ekstravasasi darah kedalam jaringan setelah kematian dapat mengakibatkan terjadinya salah interpretasi. Kita harus menghindari penggunaan istilah memar pada kejadian postmortem, karena pengertian forensik dari kata memar itu adalah kejadian yang terjadi pada saat antemortem. Pseudo-bruise merupakan istilah yang lebih tepat untuk digunakan untuk menyatakan perubahan warna postmortem yang menyerupai luka memar. 2Salah satu pernyataan yang paling sering kita dengar adalah bahwa kontusio merupakan tanda bahwa trauma tersebut terjadi sebelum kematian, karena tidak dapat terjadi kontusio setelah mati. Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar. Bukti menunjukkan bahwa kontusio postmortem dapat terjadi jika diberikan pukulan yang keras pada tubuh beberapa jam setelah kematian.4,7 Pukulan yang keras tersebut memecahkan kapiler, membuat darah masuk ke dalam jaringan lunak dan menghasilkan kontusio postmortem yang penampakannya hampir sama dengan kontusio antemortem. Kontusio postmortem sangat jarang terjadi dan paling sering terlihat di kulit dan jaringan lunak yang menutupi tulang seperti di kepala. 7Perubahan warna memarAntemortem dibanding postmortemMassa dan kecepatan tumbukan

Pigmentasi kulit

Struktur dan vaskularisasi jaringan

Umur

Jenis kelamin

Lemak subkutan dan berat badan korban

Laju resolusi

Suhu tubuhCepatnya kematian setelah trauma

Kondisi lingkungan

Pakaian

Laju metabolisme

Status kesehatan dan penyakit (hipertensi, gangguan koagulasi, gangguan hati, pengobatan)Kedalaman dan kekuatan dari trauma

Deformasi fisik lain (luka tusuk, overlapping)

Subjektifitas pemeriksa dan derajat keahlian

Cahaya pada saat observasi

Efek gravitasi seiring berjalannya waktu

Tabel 3 Daftar hal-hal yang mempengaruhi penampakan luka memar 3IV. PENGUKURAN USIA KONTUSIO

Metode yang biasa digunakan untuk menentukan usia dari sebuah luka memar adalah dengan histologi dan perubahan warna. Metode penentuan umur luka yang biasa digunakan dalam bidang forensik selama ini adalah dengan melihat gambaran luka secara makroskopis, berdasarkan perubahan warna yang mengikuti proses penyembuhan yang terjadi pada luka tersebut. Penentuan umur luka secara mikroskopik ataupun secara serologik merupakan metode lain yang dapat digunakan, yaitu dengan melihat perubahan-perubahan biokimiawi yang terjadi pada jaringan dan cairan tubuh terutama pada darah. 10Memar akan mengalami proses perubahan warna karena degradasi dari hemoglobin. Tidak ada terminologi standar yang digunakan untuk menjelaskan warna dari memar. Warna yang sama dapat disebut sebagai ungu, merah keunguan, biru keunguan, atau biru. 6Kebanyakan memar awalnya berwarna merah, biru gelap, ungu, atau hitam. Setelah hemoglobin dipecah, warnanya perlahan berubah menjadi ungu, hijau, kuning tua, kuning pucat, kemudian menghilang. Perubahan ini dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu. Namun, laju perubahan ini sangat bervariasi, bukan hanya antar individu, tetapi antar memar pada individu yang sama. Perubahan warna ini juga bisa terjadi tidak berurutan dan saling bertumpang-tindih. 6,3 Warna pada ujung luka memar biasanya merupakan indikator usia memar yang paling baik, dengan warna tertua berada pada bagian ujung. 3Gambar 4 Memar dengan berbagai gradasi warna 5Gambar 4 diatas menunjukkan perubahan warna pada memar. Memar dengan berbagai gradasi warna pada gambar tersebut berusia kira-kira 1 minggu.Sumber0-24 jam1-3 hari4-7 hari1-2 minggu> 2 minggu

Camps (1976)Merah, ungu, hitamHijauKuningMenghilang

Glaister (1962)Biru gelapBiru gelapHijauKuningMenghilang

Polson et al (1985)Merah, merah gelap / hitamHijau kehitamanKekuninganMenghilang

Smith dan Fiddes (1955)Merah Ungu / hitamKuningKuningKuning / menghilangMenghilang

Spitz dan Fisher (1974)Biru muda / merahUngu gelapUngu gelap, kuning kehijauanCokelatMenghilang

Adelson (1974)Merah / biru, unguBiru / cokelatKuning / hijauMenghilangMenghilang

Tabel 4 Perubahan warna luka memar 2V. HISTOPATOLOGI LUKA POST MORTEM

Pemeriksaan histopatologi dilakukan bila permintaan telah sesuai dengan izin yang diberikan, setiap lesi yang ditemukan dalam korban harus di identifikasi dan pengambilan sampelnya dilakukan pemeriksaan histologi. Pemeriksaan histologi sebaiknya dilakukan pada saat post mortem untuk menghindari kerusakan organ saat dilakukan demonstrasi. 11Setiap organ yang terkait dalam pemeriksaan harus di periksa secara histologi, mulai dari organ seperti hati, pankreas, saluran cerna, ginjal hingga kesaluran kemih. Hal ini guna menunjang penyebab utama kematian tidak berdasarkan suatu luka, melainkan kelainan patologis dari organ, dan juga juga untuk mengkofirmasi hasil dari penyelidikan. Jaringan yang di akan dilakukan pemeriksaan histologi diambil secara rutin dalam formalin dan di tenggelamkan dalam 96 % asam formik. 12Perubahan warna kulit pada luka pada saat postmortem juga memberikan interpretasi yang variatif, berbagai aspek seperti warna kulit dan tanda lebam, bila diperiksa secara histologi mikroskopik dapat ditemukan serbukan sel radang PMN. 13V. KESIMPULANLuka terbuka intravital adalah luka terbuka yang terjadi pada manusia yang masih hidup yang menyebabkan timbulnya reaksi tubuh terhadap luka tersebut. Dengan menemukan reaksi tubuh terhadap luka terbuka, maka dapat dipastikan bahwa saat terjadi trauma, yang bersangkutan masih hidup, atau dengan kata lain luka terjadi secara intravital. Luka terbuka postmortem merupakan luka terbuka yang terjadi pada saat manusia sudah mati. Luka postmortem memiliki khas berwarna coklat kekuningan karena tidak terjadi reaksi vital. Perubahan warna kulit pada luka postmortem juga memberikan interpretasi yang variatif, berbagai aspek seperti warna kulit dan tanda lebam, bila diperiksa secara histologi mikroskopik dapat ditemukan serbukan sel radang PMN.

Awal dari suatu luka ditandai dengan Inflamasi dimana melibatkan banyak mediator-mediator radang. Inflamasi dapat terjadi secara lokal, sistemik, akut hingga kronik dan dapat menimbulkan kelainan patologis, dan proses penyembuhan luka terdiri dari:

1. fase inflamasi2. fase proliferasi, dan3. fase maturasi.DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Edisi Pertama. p.37-44.2. Vanezis P. Interpreting bruises at necropsy. Journal of Clinical Pathology.2001;54:348-55.

3. Herlambang PM. Referat : Mekanisme Biomolekular Luka Memar. 2008.

4. Stark MM. Clinical Forensic Medicine - A Physicians Guide 2nd Edition.

Totowa, New Jersey, USA: Humana Press Inc; 2005.5. Lew E, Mathses E. Sharp Force Injuries. In: Dolinak D, Mathses EW, Lew

EO. Forensic Pathology - Principles and Practice. San Diego, California,

USA: Elsevier Academic Press; 2005.6. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology Second Edition. Washington DC, USA: CRC Press LLC; 2001.7. Dix J. Color Atlas of Forensic Pathology. USA: CRC Press LLC; 2000.8.De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 67-89. Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran dan Stanley L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC. 35-8410. Arkipus, Achmad D, Truly D, Dasril. HUBUNGAN KADAR MONOCYTES CHEMOATTRACTANT PROTEIN-1 (MCP-1) DENGAN UMUR LUKA TERBUKA PADA MENCIT (Mus musculus). Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2013.11. Lorenz H, peter, and Longaker Michael T. Chapter 7. Wounds : Biology,Pathologym and Management. p.77-7812. Obac Ar, Silva PCS. Histological analysis of short term vital reaction in skin wounds potential application in forensik work. J Biol.2011. P1011-101413. Wahl LM, Wahl Sm. Inflammation. In: Cohen IK, Diegrelmann RF, Lindblad WJ, eds. Wound Healing, Biochemical and Clinical Aspects. Philadelphia: Saunders, 1992: 40-62

14