makalah belajar dan_pembelajaran_-pendidikan_matematika_2014
TRANSCRIPT
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Makalah Oleh:
Program Studi Pendidikan Matematika Tahun 2014 Indralaya
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2015
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB 1 HAKIKAT BELAJAR, MENGAJAR DAN PEMBELAJARAN....... 1
1.1 Pengertian belajar, mengajar, dan pembelajaran...................................... 1
1.2 Tujuan belajar dan pembelajaran............................................................. 3
1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar dan pembelajaran............... 4
1.4 Hubungan antara belajar dan pembelajaran.............................................10
1.5 Rekayasa pembelajaran guru dan tindak belajar siswa............................18
BAB 2 JENIS-JENIS DAN PRINSIP BELAJAR.............................................20
2.1 Jenis Belajar Menurut Robert M.Gagne...................................................20
2.2 Jenis Belajar Menurut Benyamin S.Bloom..............................................22
2.3 Jenis Belajar Menurut UNESCO..............................................................24
2.4 Prinsip-prinsip Belajar..............................................................................25
BAB 3 TEORI BELAJAR BEHAVIORISTK..................................................29
3.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik ...................................................29
3.2 Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik .......................................................30
3.3 Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik ..........................................................30
3.4 Aplikasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran .....................57
3.5 Peran Guru dalam Teori Belajar Behavioristik .......................................57
3.6 Peran Siswa dalam Teori Belajar Behavioristik ......................................58
BAB 4 TEORI BELAJAR KOGNITIF.............................................................59
4.1 Teori Belajar Piaget..................................................................................59
4.2 Teori Belajar Vygotsky............................................................................64
4.3 Teori Belajar Bruner.................................................................................68
4.4 Teori Belajar Ausebel...............................................................................69
ii
BAB 5 TEORI BELAJAR HUMANISTIK.......................................................70
5.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik.......................................................70
5.2 Tokoh dalam Teori Belajar Humanistik...................................................70
BAB 6 TEORI BELAJAR SOSIAL...................................................................79
6.1 Pengertian Teori Belajar Sosial................................................................79
6.2 Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)......................................................79
BAB 7 MOTIVASI BELAJAR...........................................................................84
7.1 Pengertian Motivasi .................................................................................84
7.2 Pentingnya Motivasi dalam Belajar.........................................................84
7.3 Jenis Motivasi...........................................................................................86
7.4 Sifat Motivasi...........................................................................................86
7.5 Motivasi dalam Belajar ...........................................................................87
7.6 Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar...............................89
7.7 Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar ...................................................91
BAB 8 KESULITAN BELAJAR........................................................................93
8.1 Pengertian Kesulitan Belajar....................................................................93
8.2 Faktor-Faktor Kesulitan Belajar...............................................................94
8.3 Jenis Kesulitan Belajar.............................................................................98
8.4 Karakteristik Kesulitan Belajar................................................................106
8.5 Cara Mengatasi Kesulitan Belajar............................................................109
BAB 9 PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS SUMBER BELAJAR ...............111
9.1 Pengertian Sumber Belajar.......................................................................111
9.2 Fungsi Sumber Belajar ............................................................................112
9.3 Jenis-Jenis Sumber Belajar.......................................................................114
9.4 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar..........................................................116
iii
BAB 10 STRATEGI, PENDEKATAN, MODEL DAN METODE
PEMBELAJARAN.......................................................................................117
10.1 Model Pembelajaran...............................................................................117
10.2 Pendekatan Pembelajaran.......................................................................129
10.3 Metode Pembelajaran.............................................................................133
10.4 Strategi Pembelajaran.............................................................................149
BAB 11 ANALISIS KASUS-KASUS PEMBELAJARAN MATEMATIKA.152
11.1 Pengertian Analisis Kasus Pembelajaran Matematika...........................152
11.2 Kasus Pembelajaran Matematika...........................................................152
11.3 Faktor Munculnya Kasus Pembelajaran Matematika.............................154
11.4 Pemecahan Kasus Pembelajaran Matematika........................................158
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................160
LAMPIRAN ........................................................................................................163
iv
1
BAB 1
HAKIKAT BELAJAR, MENGAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.1 Pengertian Belajar, Mengajar dan Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Belajar adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah (1999), Belajar adalah
proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman.
Menurut Djamarah, Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Jadi, belajar adalah proses serangkaian kegiatan untuk berusaha
memperoleh pengetahuan dan dapat menimbulkan perubahan (tingkah laku,
kepandaian, dan lain-lain) yang berasal dari pengalaman orang seorang yang
berhubungan dengan kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar adalah proses
untuk mengubah diri dari tidak tahu menjadi tahu, dari belum bisa menjadi
bisa, dari belum terampil menjadi terampil dan mahir. Sedangkan mengajar
sendiri adalah upaya mentransformasi orang lain, yakni peserta didik, agar
menjadi tahu, bisa, terampil, dan mahir.
Menurut Prof. Dr. H. Dadang Suhardan, M.Pd, mengajar pada dasarnya
merupakan kegiatan akademik yang berupa interaksi komunikasi antara
pendidik dan peserta didik. Bila belajar dan mengajar digabungkan dalam
satu aktivitas bersama maka hal ini disebut sebagai kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran itu sendiri secara konsep dasarnya adalah pertemuan atau
persenyawaan antara aktivitas murid belajar dan guru sedang mengajar.
Secara hakikat, pembelajaran adalah proses peningkatan kemampuan baik di
Pembelajaran = Belajar + Mengajar
2
ranah kognitif, afektif, dan juga ranah keterampilan melalui aktivitas interaksi
antar-elemen pembelajaran. Elemen pembelajaran yang dimaksud ada tiga,
yakni guru, siswa, dan media atau sumber belajar. Apabila terjadi interaksi
yang sempurna antara ketiganya, maka itulah yang disebut dengan
pembelajaran aktif.
Interaksi belajar-mengajar atau interaksi pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai komponen untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan
pembelajaran. Tanpa adanya interaksi, maka tidak akan ada proses belajar.
Pembelajaran yang sempurna setidaknya memiliki delapan tipe interaksi yang
intensif, yakni:
Interaksi antara guru dan siswa;
Interaksi antara guru dan sumber belajar;
Interaksi antara setiap individu siswa langsung dengan media dan sumber
belajarnya;
Interaksi antara individu siswa dengan individu siswa yang lain;
Interaksi antara guru dan kelompok siswa;
Interaksi antara individu siswa dengan kelompoknya;
Interaksi kelompok dengan sumber dan media belajarnya;
Interaksi antara kelompok dengan kelompok lain.
Apabila pembelajaran aktif dapat berlangsung dengan baik, maka guru
harus memastikan bahwa kedelapan tipe interaksi tersebut harus benar-benar
terlaksana semua. Interaksi yang terbangun harus benar-benar berada dalam
lingkup kegiatan belajar yang bermakna, maka membangun ragam interaksi
ini harus dengan metode pembelajaran yang tepat.
Interaksi ini sangat erat kaitannya dengan metode pembelajaran, sebab
interaksi ini hanya bisa muncul bila guru memfasilitasinya dengan suatu
metode pembelajaran. Sehingga, semakin banyak guru menggunakan metode
pembelajaran, maka dalam sesi tersebut akan semakin banyak membangun
interaksi antar-elemen pembelajaran. Misalkan saja metode bermain peran
3
secara berkelompok, maka metode ini akan dapat membangun interaksi
antara individu siswa dengan kelompok.
1.2 Tujuan Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal
yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari 2 subjek,
yaitu siswa dan guru. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi
bahan belajar. Dari segi guru, proses belajar tampak sebagai perilaku belajar
tentang suatu hal. (Mudjiono, 2002:17)
Dalam proses belajar diharapkan siswa mampu mengembangkan ranah-
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dan adanya perubahan tingkah laku
ke arah yang lebih baik saat tercapainya proses belajar. Pada umumnya
semula siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi guru
tentang sasaran belajar, maka siswa mengetahui apa arti bahan belajar
baginya. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya evaluasi dan
keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan
dirinya. Hal ini akan memperkuat keinginan untuk semakin mandiri.
Tujuan pembelajar pada hakekatnya adalah rumusan tentang perilaku hasil
belajar (kognitif, psikomotor, dan afektif) yang diharapkan untuk dimiliki
(dikuasai) oleh si pelajar setelah si pelajar mengalami proses belajar dalam
jangka waktu tertentu. Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan
pembelajaran adalah kebutuhan siswa,mata ajaran, dan guru itu sendiri.
Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yan hendak dicapai dan
dikembangkan dan diapresiasikan. Berdasarkan mata ajaran yang ada dalam
petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan.
Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa dan dia harus
mampu menulis dan memilih tujuan pendidikan yang bermakna dan dapat
diukur.
Tujuan belajar penting bagi siswa dan guru. Dalam desain instrusional
guru merumuskan tujuan instruksional khusus atau sasaran belajar siswa.
Rumusan tersebut disesuaikan dengan perilaku yang hendaknya dapat
dilakukan siswa. Dari segi guru, guru memberikan informasi tentang sasaran
4
belajar. Bagi siswa, sasaran belajar tersebut merupakan tujuan belajar
“sementara”. Dengan belajar, maka kemempuan siswa meningkat.
Menigkatnya kemempuan mendorong siswa untuk mencapai tujuan belajar
yang baru. Bila semua siswa menerima sasaran belajar dari guru, maka makin
lama siswa membuat tujuan belajar sendiri (Mudjiono, 2002: 22-25).
1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar dan Pembelajaran
1.3.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi belajar wajar dibedakan
atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal Kedua faktor
tersebut saling memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini
meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis dan psikologis
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam,
yaitu: Pertama, keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terha¬dap kegiatan belajar individu.
Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya
hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan jasmani sangat
memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan
jasmani. Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar
berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi
hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik
akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar,
5
pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan
ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
2) Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama
memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap,
dan bakat.
a) Kecerdasan/inteligensi siswa
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses
belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi
tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut
meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi
individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena
itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain
sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai
kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan
perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional, sehingga mereka
dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
b) Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan
belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa inginn melakukan kegiatan
belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam
diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku
setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku
seseorang.
c) Minat
6
Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi
pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki
minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar.
Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik
lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi
pelajaran yang akan dipelajarinya.
d) Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan
proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun
negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh
perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau
lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya sikap yang
negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang
profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
e) Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat.
Secara umum, bakat(aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan
bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar.
Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah
satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila
bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat
itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan
berhasil.
b. Faktor Eksternal
7
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor
eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah
(2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar
dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan
faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan Sosial
a) Lingkungan sosial masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi
belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan
anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak
siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b) Lingkungan sosial keluarga
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga,
sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga,
semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan
antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
c) Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi
proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya
dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka
para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat
yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan
mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
2) Lingkungan Nonsosial
8
Faktor faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
a) Lingkungan alamiah
Seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang
tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan
tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupa¬kan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan
alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
b) Faktor instrumental
Yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama,
hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,
lapang¬an olahragd dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum
sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain
sebagainya. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini
hendaknya disesuaikan dengan usia perkembang¬an siswa, begitu juga
dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan
siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif
terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus mengua¬sai materi
pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan
kondisi siswa.
1.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembelajaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Faktor Kecerdasan
Yang dimaksud dengan kecerdasan ialah kemampuan seseorang untuk
melakukan kegiatan berfikir yang bersifatnya rumit dan abstrak. Tingkat
kecerdasan dari masing-masing tidak sama. Ada yang tinggi, ada yang sedang
dan ada pula yang rendah. Orang yang tingkat kecerdasannya tinggi dapat
mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit dilakukan dengan cepat tanpa
banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas.
Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak, lebih
cepat dengan tenaga yang relatif sedikit. Kecerdasan adalah suatu kemapuan
9
yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak dapat meningkatkannya,
tetapi hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya kecerdasan
seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan
pendidikan dengan baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan hanya
ditentukan oleh kecerdasan saja tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.
b. Faktor Belajar
Yang dimaksud dengan faktor belajar adalah semua segi kegiatan belajar,
misalnya kurang dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang
dihadapi, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan sehingga tidak dapat
membaca seluruh bahan yang seharusnya dibaca. Termasuk di sini kurang
menguasai cara-cara belajar efektif dan efisien.
c. Faktor Sikap
Banyak pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa
dalam belajar. Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan dapat belajar
dengan lancar atau tidak, tahan lama belajar atau tidak, senang pelajaran yang
di hadapinya atau tidak dan banyak lagi yang lain. Diantara sikap yang
dimaksud di sini adalah minat, keterbukaan pikiran, prasangka atau kesetiaan.
Sikap yang positif terhadap pelajaran merangsang cepatnya kegiatan belajar.
d. Faktor Kegiatan
Faktor kegiatan ialah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran
jasmani dan keadaan fisik seseorang. Sebagaimana telah diketahui, badan
yang tidak sehat membuat konsentrasi pikiran terganggu sehingga
menganggu kegiatan belajar.
e. Faktor Emosi dan Sosial
Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka dan faktor sosial seperti
persaingan dan kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar.
Ada diantara faktor ini yang sifatnya mendorong terjadinya belajar tetapi ada
juga yang menjadi hambatan terhadap belajar efektif.
10
f. Faktor Lingkungan
Yang dimaksud faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana tempat
seseorang belajar. Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut juga
menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk
dan nyamuk yang menganggu pada waktu belajar dan keadaan yang serba
kacau di tempat belajar sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan
belajar. Hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat menganggu
kosentrasi dalam belajar.
g. Faktor Guru
Kepribadian guru, hubungan guru dengan siswa, kemampuan guru mengajar
dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi
keberhasilan belajar. Guru yang kurang mampu dengan baik dalam mengajar
dan yang kurang menguasai bahan yang diajarkan dapat menimbulkan rasa
tidak suka kepada yang diajarkan dan kurangnya dorongan untuk
menguasainya dipihak siswa. Sebaliknya guru yang pandai mengajar yang
dapat menimbulkan pada diri siswa rasa menggemari bahan yang
diajarkannya sehingga tanpa disuruh pun siswa banyak menambah
pengetahuannya dibidang itu dengan membaca buku-buku, majalah dan
bahan cetak lainnya. Guru dapat juga menimbulkan semangat belajar yang
tinggi dan dapat juga mengendorkan keinginan belajar yang sungguh-
sungguh. Siswa yang baik berusaha mengatasi kesulitan ini dengan
memusatkan perhatian kepada bahan pelajaran, bukan kepada kepribadian
gurunya.
1.4 Hubungan Antara Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dalam kehidupan
manusia. Sejak lahir manusia telah melakukan kegiatan belajar untuk
memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan dirinya. Karena belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada individu khususnya siswa
menuju arah yang lebih baik. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek
11
pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai
(afektif) serta keterampilan (psikomotor). Belajar juga merupakan sarana
untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Pengoptimalisasian
potensi ini dapat dilakukan dengan pembelajaran. Pembelajaran
mengkondisikan siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
Pada hakekatnya belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi
yang ada di sekitar individu. Belajar itu sendiri ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku.Menurut Gagne dan Briggs (1988), perubahan
tingkah laku dalam proses belajar menghasilkan aspek perubahan seperti
kemampuan membedakan, konsep kongkrit, konsep terdefinisi, nilai,
nilai/aturan tingkat tinggi, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan
keterampilan motorik. Misalnya, sebelum belajar mereka kurang begitu
terampil, dan setelah belajar mereka menjadi sangat terampil, dan sebagainya.
Belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang
berlangsung sejak lahir hingga akhir hayat, dalam belajar terjadi adanya
perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen, hasil belajar
ditunjukan dengan tingkah laku,dalam belajar ada aspek yang berperan yaitu
motivasi, emosional, sikap,dan yang lainnya. Unsur utama dalam belajar
adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber
pendorong, situasi belajar, yang memberikan kemungkinan terjadinya
kegiatan belajar.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkanpeserta didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sisstematis agar peserta didik/pembelajar
dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Jika
pembelajaran dianggap sebagai suatu system, maka berarti pembelajaran
terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media
pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas,evaluasipembelajaran, dan
tindak lanjut pembelajaran. Sebaliknya bila pembelajaran dianggap sebagai
12
suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan
guru dalam rangka membuat siswa belajar.
Pembelajaran dan belajar merupakan dua kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dan saling mempengaruhi karena belajar merupakan salah satu
bagian dari kegiatan pembelajaran, sedangkan pembelajaran itu sendiri
merupakan usaha untuk menciptakan pengalaman belajar pada siswa karena
pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan
tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku pada siswa dan menciptakan situasi yang mendukung
peningkatan kemampuan belajar siswa.
Jadi, belajar dan pembelajaran memiliki hubungan yang sangat erat dan
keduanya tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Balajar merupakan
proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes). Sedangkan
pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memfalitasi dan
mendukung guna meningkatkan intensitas dan kualitas belajar peserta didik.
Dengan kata lain, kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mengoptimalkan
potensi pada siswa. Dan belajar merupakan proses yang dilakukan untuk
mengoptimalkan potensi tersebut.
1. Ciri-ciri Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah
penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi
berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan
yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.
Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar
yang tampak dari luar.
Tabel 1 : Ciri-ciri Umum Pendidikan, Belajar, dan Perkembangan
13
Adaptasi dari Monks, Knoers, Siti Rahayu, 1989; Biggs & Telfer, 1987;
Winkel, 1991.
Apakah hal-hal di luar siswa yang menyebabkan belajar juga sukar
ditentukan? Oleh karena itu, beberapa ahli mengemukakan pandangan yang
berbeda tentang belajar.
a. Belajar Menurut Pandangan Skinner
Skinner berpandangan bahwa belajr adalah suatu perilaku. Pada saat orang
belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar
maka responsnya menurun. Dalam hal belajar ditemukan adanya hal berikut:
(i) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar,
(ii) Respons si pebelajar, dan
(iii) Konsekuensi yang bersifat menguatka respons tersebut. Pemerkuat
terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai
ilustrasi, perilaku respons si pebelajar yang baik diberi hadih. Sebaliknya,
perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan
Skinner. Pandangan Skinner ini terkenal dengan nama teori Skinner.
14
Dalam menerapkan teori Skinner, guru perlu memperhatikan dua hal
yang penting, yaitu (i) pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan (ii)
penggunaan penguatan. Sebagai ilustrasi, apakah guru akan meminta
respons ranh kognitif atau afektif. Jika yang akan dicapai adalah sekedar
“menyebut ibu kota Negara Republik Indonesia adalah Jakarta,” tentu
saja siswa hanya dilatih menghafal.
Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan
sebagai berikut:
(1) Kesatu, mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku
siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan perilaku
negatif diperlemah atau dikurangi.
(2) Kedua, membuat daftar penguat positif. Guru mencari perilaku yang lebih
disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar sekolah
yang dapat dijadikan penguat.
(3) Ketiga, memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta
jenis penguatnya.
(4) Keempat, membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi
urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku,
dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran, guru mencatat
perilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil. Ketidakberhasilan
tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi perilaku selanjutnya
(Davidoff, 1988: 199-211; Gredler, 1991: 154-166; Sumadi Suryabrata, 1991;
Hilgard dan Bower, 1966: 114-131; Woolfolk & McCune-Nicolish, 1984:
170-179).
b. Belajar menurut Gagne
Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar
berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterempilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i)
stimulasi yang berasl dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan
oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif
yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi,
15
menjadi kapabilitas baru. Sebagai ilustrasi, siswa kelas tigaSMP mempelajari
nilai luhur Pancasila. Meraka membaca berita di surat kabar tentang bencana
alam gempa bumi di Flores dan banjir di beberapa provinsi di Jawa. Mereka
bersama-sama mengumpulkan bantuan bencan alam dari orang tua siswa
SMP. Mereka mampu mengumpulkan 4 kuintal beras, 100 potong pakaian,
dan uang sebesar Rp 5.000.000,00. Hasil bantuan tersebut kemudian mereka
serahkan ke Palang Merah Indonesia yang mengkoordinasi bantuan di kota
setempat. Perilaku siswa mengumpulkan sumbangan tersebut merupakan
hasil belajar nilai luhur Pancasila. Hal ini merupakan dampak pengiring.
Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi
eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Komponen tersebut dilukiskan
dalam Bagan 2 berikut.
Bagan 2 : Komponen Esensial Belajar dan Pembelajaran
Bagan 2 melukiskan hal-hal berikut:
(1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif
siswa” dengan “stimulus dari lingkungan”.
16
(2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar
tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan
motorik, sikap, dan siasat kognitif.
Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa
tersebut berupa:
(1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal
memungkinkan individu berperan dalam kehidupan.
(2) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk
berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan
lambing. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep
konkret dan terdefinisi, dan prinsip.
(3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
(4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek tersebut.
Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi
Sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut: (i) persiapan untuk belajar, (ii)
pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), dan (iii) alih belajar. Pada
tahap persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan
mendapatkan kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan performansi
digunakan untuk persepsi selektif, sandi sematik, pembangkitan kembali dan
respons, serta penguatan. Tahap alih belajar meliputi pengisyaratan untuk
membangkitkan, dan pemberlakuan secara umum. Adanya tahap dan fase
belajar tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran.
Dalam rangka pembelajaran maka guru dapat menyusun acara pembelajaran
yang cocok dengan tahap dan fase-fase belajar. Pola hubungan antara fase
belajar dengn acara-acara pembelajaran tersebut dapat dilukiskan dalam
17
Tabel 2 berikut. Pola pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk pedoman
pelaksanaan kegiatan belajar di kelas. Sudah barang tentu guru masih harus
menyesuaikan dengan bidang studi dan kondisi kelas yang sebenarnya. Guru
dapat memodifikasi seperlunya.
Tabel 2 : Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran
Perian Fase Belajar Acara Pembelajaran
Persiapan
untuk
belajar
1. Mengarahkan
perhatian
Menarik perhatian siswa dengan
kejadian yang tidak seperti
biasanya, pertanyaan atau
merubah stimulus
2. Ekspektansi Memberitahu siswa mengenai
tujuan belajar
3. Retrival
(informasi dan
keterampilan yang
relevan untuk
memori kerja)
Merangsang siswa agar mengingat
kembali hasil belajar (apa yang
telah dipelajari) sebelumnya.
Pemeroleha
n dan
unjuk
perbuat
an
4. Persepsi selektif
atas sifat stimulus
Menyajikan Stimulus yang jelas
sifatnya
5. Sandi semantik Memberikan bimbingan belajar
6. Retrival dan
Respon
Memunculkan perbuatan Siswa
7. Penguatan Memberikan balikan informatif
Retrival dan
alih
belajar
8. Pengisyaratan Menilai perbuatan siswa
9. Pemberlakuan
secara umum
Meningkatkan retensi dan alih
belajar
c. Belajar Menurut Pandangan Piaget
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab
individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan
18
tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkuna
maka fungsi intelek semakin berkembang.
Perkembangan intelektual melalui tahap – tahap berikut. (i) sensori motor
(0;0-2;0 tahun), (ii) pra-operasional (2;0-7;0 tahun), (iii) operasional konkret
(7;0-11;0 tahun), dan (iv) operasi formal (11;0-keatas).
Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan
sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan,
penciuman, pendengaran, perabaan, dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap
pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia
telah mampu menggunakan symbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi,
membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret
anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis,
walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Pada
tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase
eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi,
siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep,
siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase
aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih
lanjut.
1.5 Rekayasa pembelajaran guru dan tindak belajar siswa
19
Dari Bagan tersebut dapat diketahui :
(1) Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran. Rekayasa
pembelajaran tersebut dilakukan berdasarkan kurikulum yang berlaku.
(2) Siswa sebagai pembelajar di sekolah memiliki kepribadian, pengalaman, dan
tujuan. Ia mengalami perkembangan jiwa sesuai asaa emansipasi diri menuju
keutuhan dan kemandirian.
(3) Guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa.
(4) Guru menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar.
(5) Guru bertindak mengajar di kelas dengan maksud membelajarkan siswa.
Dalam tindakan tersebut, guru menggunakan asas pendidikan maupun teori
belajar.
(6) Siswa bertindak belajar, artinya mengalami proses dan meningkatkan
kemampuan mentalnya.
(7) Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil
belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi
(7A)Bdampak pengajaran, dan (7B) dampak pengiring. Dampak pengajaran
adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka
dalam ijazah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring
adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer
belajar.
Bagan tersebut juga melukiskan peran guru dalam pembelajaran, yaitu
membuat desain instruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar,
bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang
berupa dampak pengajaran. Peran siswa adalah bertindak belajar, yaitu
mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil
belajar yang digolongkan sebagai dampak pengiring. Dengan belajar, maka
kemampuan mental semakin meningkat. Hal itu sesuai dengan perkembangan
siswa yang beremansipasi diri sehingga ia menjadi utuh dan mandiri
(Winkel,1991; Biggs & Telfer, 1987; Monks, Knoers & Siti Rahayu
Haditono, 1989).
20
BAB 2
JENIS-JENIS DAN PRINSIP BELAJAR
2.1 Jenis Belajar Menurut Robert M.Gagne
Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar.
Karena itu banyak tipre-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat
ada delapan tipe belajar :
1. Belajar isyarat (signal learning)
Ternyata tidak semua reaksi sepontan manusia terhadap stimulus sebenarnya
tidak menimbulkan respon. Dalam konteks inilah signal learning terjadi.
Contoh : Mempelajari simbol – simbol yang ada di mata pelajaran
matematika.
2. Belajar stimulus respon
Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang
diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan sehingga terbentuk perilaku
tertentu (shaping).
Contoh : Guru memberikan pertanyaan tentang perkalian, siswa memberikan
respon kepada guru dengan menjawab pertanyaan dari guru.
3. Belajar merantaikan (chaining)
Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik
sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.
Contoh : Langkah-langkah atau prosedur untuk menggambarkan segitiga
siku-siku dengan menggunakan jangka.
4. Belajar asosiasi verbal (verbal Association)
Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek
yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata
dalam urutan yang tepat.
Contoh : Saat siswa ingin menggambarkan segitiga siku-siku, siswa membaca
langkah-langkah atau prosedur sambil mempraktekkannya secara langsung.
21
5. Belajar membedakan (discrimination)
Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda pada stimulus yang
mempunyai kesamaan.
Contoh : Untuk menyelesaikan soal persamaan linier 2 variabel, setiap siswa
mengerjakan dengan cara yang berbeda-beda, tetapi tujuannya sama yaitu
untuk menyelesaikan persamaan linier 2 variabel. (banyak cara tapi tujuannya
sama)
6.Belajar konsep (concept learning)
Belajar mengklsifikasikan stimulus atau menempatkan objek - objek dalam
kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan arti yang
mewakili kesamaan ciri).
Contoh : Siswa menyelesaikan soal operasi himpunan (penjumlahan dan
selisih) dengan menggunakan konsep opersai himpunan.
7. Belajar dalil (rule learning)
Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang
terdiri dari penggabungan beberapa konsep.
Contoh: Siswa menyelesaikan soal tentang bilangan berpangkat dengan
berbagai cara sehingga mendapatkan rumus, sifat-sifat dari bilangan
berpangkat.
8. Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk
memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher
order rule).
Contoh :Ketika siswa telah dapat menyelesaikan suatu soal, siswa harus
membuktikan kembali kebenarannya dari penyelesaian yang didapat dengan
mencobanya ke dalam soal kembali
22
2.2 Jenis Belajar Menurut Benyamin S.Bloom
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian,
danketerampilan berpikir. Bloom membagi domain kognisi kedalam 6
tingkatan.
Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.
Contoh : Simbol-simbol dalam matematika seperti, =, <, >, +, -
Pemahaman (comprehension)
Pada tahap ini seseorang sudah memahami sesuatu seperti sebuah gambaran,
diagram, grafik, laporan, peraturan dan lain- lain.
Contoh : Siswa dapat membaca sebuah diagram
Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan,
prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.
Contoh : Soal yang mengenai kehidupan sehari - hari
Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang
masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian
yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu
mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yg rumit.
Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesa akan mampu
menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak
terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk
menghasilkan solusi yg dibutuhkan.
23
Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi,
gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau
standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
2.Affective Domain (RanahAfektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan
cara penyesuaian diri.
Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam
pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya,
dan mengarahkannya.
Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi
persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek,
fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari
serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya,
dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or
Value Complex).
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi
karakteristik gaya-hidupnya.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,
mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
24
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain
berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di
dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan
meyakinkan dan cakap.
Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola
gerakan yang kompleks.
Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam
berbagai situasi.
Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau
permasalahan tertentu.
2.3 Jenis Belajar Menurut UNESCO
1. Learning to know
Pada Learning to know ini terkandung makna bagaimana belajar, ada tiga
aspek. Apa yang dipelajari, bagaimana caranya dan siapa yang belajar.
2. Learning to do
Hal ini dikaitkan dengan dunia kerja, membantu seseorang mampu
mempersiapkan diri untuk bekerja atau mencari nafkah. Jadi dalam hal ini
25
menekankan perkembangan ketrampilan untuk yang berhubungan dengan
dunia kerja.
3. Learning to live together
Belajar ini ditekankan seseorang/pihak yang belajar mampu hidup bersama,
dengan memahami orang lain, sejarahnya, budayanya, dan mampu
berinteraksi dengan orang lain secara harmonis.
4. Learning to be
Belajar ini ditekankan pada pengembangan potensi insani secara maksimal.
Setiap individu didorong untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri.
Dengan learning to be seseorang akan mengenal jati diri, memahami
kemampuan dan kelemahanya dengan kompetensi-kompetensinya akan
membangun pribadi secara utuh.
2.4 Prinsip - Prinsip Belajar
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari
kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984: 335).
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai
sesuatu yang di butuhkan, di perlukan untuk belajar lebih lanjut atau
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam
kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan
aktivitas seseorang.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat
juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain.
26
1. Keaktifan
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah
makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu,
mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidakbisa di paksakan
eloh orang lain dan juga tidak bisa di limpahkan kepada orang lain. Belajar
hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
John Dewey mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang
harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari
siswa sendiri, guru hanya sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewey
1916, dalam Davies, 1937:31).
2. Pengalaman
Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajarnya, mengemukakan
bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.
Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati
secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam
perbuatan, dan bertanggung jawabt rehadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John
Dewey dengan“Learning by doing” –nya. Belajar sebaiknya dialami melalui
perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik,
individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah(problem
solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
3. Pengulangan
Teori Psikologi Daya menerangkan bahwa belajar adalah melatih daya-
daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menangggap,
mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan
mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebutakan berkembang. Seperti
halnya pisau yang selalu di asahakan menjadi tajam, maka daya-daya yang
dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “Law of Exercise”,
mengemukakan bahwa belajarialah pembentukan hubungan antara stimulus
27
dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu
memperbesar peluang timbulnya responbenar.
4. Tantangan
Teorimedan (Field Theori) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa
dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis
dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin di capai tetapi
selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah
motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar
tesebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar talah
tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian
seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi
hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.
Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah
untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung
masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk
mempelajarinya.
5. Penguatan
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan
hasil yang baik. Apalagi, hasil yang baik akan menjadi balikan yang
menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun
dorongan belajaritu menurut B.F.Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan
Berliner, 1984:272).
6. Perbedaan Inidividual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa
yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain.
Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-
sifatnya.Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar
28
siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatiakan oleh guru dalam
upaya pembelajaran. Sistem penidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita
kurang memperhatikan masalah perbedan individual, umumnya pelaksanaan
pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan
kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula
dengan pengetahuannya. Pembelajaran yang bersifat klasikal yang
mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara.
Antara lain penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi
sehingga perbedaan-perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani.
29
BAB 3
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
3.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah pembelajaran yang memandang
manusia dari sisi perilakunya (behavior). Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya,
seorang guru mengajarkan siswanya berhitung operasi perkalian dan pembagian
pada matematika, dalam proses pembelajaran guru dan siswa benar-benar dalam
situasi belajar yang diinginkan, walaupun pada akhirnya siswa masih harus
menghitung menggunakan bantuan jari dan lambat dalam menghitungnya, namun
hal ini telah terjadi perubahan terhadap siswa yang awalnya sama sekali tidak bisa
berhitung operasi perkalian dan pembagian menjadi bisa berhitung operasi
perkalian dan pembagian meskipun masih harus menggunakan bantuan jari dan
lambat dalam berhitungnya, maka perubahan inilah yang dimaksud dengan
belajar. Contoh lain misalnya, guru mengajarkan siswa materi mengenai matriks,
setelah beberapa pertemuan siswa tersebut mengikuti pertemuan mengenai
matriks ini, siswa belum dapat memahami matriks dan juga belum dapat
menyelesaikan soal-soal mengenai matriks, walaupun si siswa sudah berusaha giat
dan gurunya pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut
belum dapat memahami matriks dan juga belum dapat menyelesaikan soal-soal
mengenai matriks, maka si siswa tersebut belum dianggap belajar, karena ia
belum dapat menunjukkan perilaku sebagai hasil belajar.
Maka, menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
30
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur.
3.2 Ciri – ciri Teori Belajar Behavioristik
Yang membedakan teori belajar behavioristik ini dengan teori belajar yang
lain adalah “pengukuran”, mengapa demikian ? Karena pada teori belajar
behavioristik ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku, karena
berdasarkan pengertian teori belajar behavioristik adalah pembelajaran yang
memandang manusia dari sisi perilakunya (behavior), oleh karena itulah teori
belajar ini mengutamakan pengukuran. Selain itu, teori belajar behavioristik ini
juga mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,
mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar.
3.3 Tokoh- Tokoh Aliran Behavioristik
Ada beberapa tokoh pelopor maupun pengembang dari aliran behavioristik
ini. Pada makalah kali ini, disajikan beberapa tokoh , diantaranya sebagai berikut,
1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Edward Lee Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog
berkebangsaan Amerika. Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika
Serikat di dominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949), teori belajar
Thorndike di sebut “Connectionism”, teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-
an karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara
stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dalam rangka
31
menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang
antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Thorndike
pertama kali mengadakan eksperimen hubungan stimulus dan respon dengan
hewan kucing melalui prosedur yang sistematis.
Eksperimen thorndike ini dikenal dengan Eksperimen Kotak Ajaib.
Gambar 3.1 Eksperimen Kotak Ajaib
Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak
berjeruji yang dilengkapi dengan tombol pembuka, dan pintu akan terbuka bila
tombol itu terinjak oleh si kucing, selain itu sangkar juga dilengkapi peralatan,
seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit
dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga
32
memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di depan
sangkar tadi.
Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (kotak teka-teki)
itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi
melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula
kucing tersebut mengeong, mencakar dan berlari-larian, namun gagal membuka
pintu untuk memperoleh makanan yang ada di depannya. Kucing dalam
kerangkang bergerak kesana kemari mencari jalan keluar, tetapi gagal. Kucing itu
pun terus melakukan usaha dan gagal, keadaan ini berlangsung terus-menerus.
Akhirnya, setelah beberapa kali usaha kucing itu berhasil menekan tombol
dan terbukalah pintu sangkar tersebut. Percobaan Thorndike tersebut diulang-
ulang dan pola gerakan kucing sama saja namun makin cepat kucing dapat
membuka pintunya. Gerakan usahanya makin sedikit dan efisien. Pada kucing tadi
terlihat ada kemajuan-kemajuan tingkah lakunya. Dan akhirnya kucing
dimasukkan dalam box terus dapat menyentuh tombol pembuka (sekali usaha,
sekali terbuka), hingga pintu terbuka. Thorndike menyatakan bahwa prilaku
belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga
menimbulkan respon secara refleks. Stimulus yang terjadi setelah sebuah prilaku
terjadi akan mempengaruhi prilaku selanjutnya. Dari eksperimen ini Thorndike
telah mengembangkan hukum Law Effect. Ini berarti jika sebuah tindakan diikuti
oleh sebuah perubahan yang memuskan dalam lingkungan, maka kemungkinan
tindakan itu akan diulang kembali akan semakin meningkat. Sebaliknya jika
sebuah tindakan diikuti oleh perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan itu
menurun atau tidak dilakukan sama sekali. Dengan kata lain, konsekuen-
konsekuen dari prilaku sesorang akan memainkan peran penting bagi terjadinya
prilaku-prilaku yang akan datang.
Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama instrumental
conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental
(penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar
adalah hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme
juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori
33
ini juga terkenal dengan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada
panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu
tujuan. Apabila kita perhatikan secara seksama dalam eksperimen Thorndike tadi
akan kita dapati 2 hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang,
sudah tentu tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan
tidur saja dalam puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu
tidak akan menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini,
hampir dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang
sangat vital dalam belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek
positif atau memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar
timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon
menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan
semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang
dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap situasi
3. Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu
Kemudian menurut Thorndike, praktek pendidikan harus dipelajari secara
ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Menurutnya
mengajar yang baik adalah tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi
apa yang akan diberikan, respon apa yang akan diharapkan dan kapan harus
memberi hadiah/ reward.
Ada beberapa aturan yang di buat Thorndike berkenaan dengan
pengajaran, yaitu:
Perhatikan situasi murid
Perhatikan respon apa yang diharapkan dari respon tersebut
Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan
hubungan terjadi dengan sendirinya
34
Situasi – situasi lain yang sama jaangan diabaikan sekiranya dapat
memutuskan hubungan tersebut
Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan –
hubungan lain yang sejenis
Buat hubungan tersebut sedemikian rupa hingga dapat perbuatan nyata
Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
dalam kehidupan sehari – hari
Setelah melakukan eksperimen, lahirlah hukum- hukum Edward Lee
Thorndike, adapun hukum-hukum yang digunakan Edward Lee Thorndike adalah
sebagai berikut :
Hukum Latihan (Law Of Exercise)
Hukum ini mengandung 2 hal yaitu :
1. The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan
atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi kuat bila
sering digunakan. Dengan kata lain bahwa hubungan antara
stimulus dan respon itu akan menjadi kuat semata-mata karena
adanya latihan.
2. The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan bahwa
hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi
lemah bila tidak ada latihan. Prinsip ini menunjukkan bahwa
ulangan merupakan hak yang pertama dalam belajar. Makin sering
suatu pelajaran yang diulang makin mantaplah bahan pelajaran
tersebut dalam diri siswa. Pada prakteknya tentu diperlukan
berbagai variasi, bukan ulangan sembarang ulangan. Dan
pengaturan waktu distribusi frekuensi ulangan dapat menentukan
hasil belajar.
35
Hukum Akibat (Law Of Effect)
Hukum ini juga berisikan 2 hal, yaitu : suatu tindakan/perbuatan
yang menghasilkan rasa puas (menyenangkan) akan cenderung diulang,
sebaliknya suatu tindakan (perbuatan) menghasilkan rasa tidak puas (tidak
menyenangkan) akan cenderung tidak diulang lagi. Hal ini menunjukkan
bagaimana pengaruh hasil perbuatan bagi perbuatan itu sendiri. Dalam
pendidikan, hukum ini diaplikasikan dalam bentuk hadiah dan hukuman.
Hadiah menyebabkan orang cenderung ingin melakukan lagi perbuatan
yang menghasilkan hadiah tadi, sebaliknya hukuman cenderung
menyebabkan seseorang menghentikan perbuatan, atau tidak mengulangi
perbuatan.
Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
Hukum ini menjelaskan tentang kesiapan individu dalam melakukan
sesuatu. Yang dimaksud dengan kesiapan adalah kecenderungan untuk
bertindak. Agar proses belajar mencapai hasil yang sebaik-baiknya, maka
diperlukan adanya kesiapan organisme yang bersangkutan untuk
melakukan belajar tersebut. Ada 3 keadaan yang menunjukkan berlakunya
hukum ini. Yaitu :
1. Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau
berprilaku, dan bila organisme itu dapat melakukan kesiapan
tersebut, maka organisme akan mengalami kepuasan.
2. Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau
berperilaku, dan organisme tersebut tidak dapat melaksanakan
kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kekecewaan.
3. Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan
organisme itu dipaksa untuk melakukannya maka hal tersebut akan
menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas,
konsep penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang
dinamakan Transfer of Training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah
36
dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang
akan datang. Dalam konteks pembelajaran konsep transfer of training merupakan
hal yang sangat penting, sebab seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang
akan dipelajarai tidak akan bermakna.
Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus berguna
dan dapat dipergunakan di luar sekolah. Misalnya, anak belajar membaca, maka
keterampilan membaca dapat digunakan untuk membaca apapun di luar sekolah,
walaupun di sekolah tidak diajarkan bagaimana membaca koran, tapi karena
huruf-huruf yang diajarkan di sekolah sama dengan huruf yang ada dalam koran,
maka keterampilan membaca di sekolah dapat ditransfer untuk membaca koran,
untuk membaca majalah, atau membaca apapun.
Selain ketiga hukum pokok di atas, Thorndike mengemukakan adanya 5
hukum tambahan, yaitu :
Law of Multiple response, yaitu individu mencoba berbagai respon
sebelum mendapat respon yang tepat.
Law of attitude, yaitu proses belajar dapat berlangsung bila ada kesiapan
mental yang positif pada siswa.
Law of partial activity, yaitu individu dapat bereaksi secara selektif
terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu.
Individu dapat memilih hal-hal yang pokok dan mendasarkan tingkah
lakunya kepada hal-hal yang pokok, dan meninggalkan hal-hal yang kecil.
Law of response by analogy, yaitu individu cenderung mempunyai reaksi
yang sama terhadap situasi baru, atau dengan kata lain individu bereaksi
terhadap situasi yang mirip dengan situasi yang dihadapinya waktu yang
lalu.
Law of assciative shifting, yaitu sikap respon yang telah dimiliki individu
dapat melekat stimulus baru.
Dan tak kalah penting lagi, menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan
dengan mencoba-coba. Mencoba-coba ini dapat dilakukan manakala seseorang
tidak tahu bagaimana harus memberikan respon. Karakteristik belajar secara
mencoba-coba adalah sebagai berikut :
37
Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
sesuatu.
Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respon dalam rangka
memenuhi motif-motifnya.
Respon-respon yang dirasakan tidak sesuai dengan motifnya akan
dihilangkan.
Akhirnya, seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Tak hanya itu, Thorndike juga mengemukakan prinsip-prinsip belajar,
prinsip-prinsip belajar sebagai berikut,
Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang bagi dia termasuk
baru, berbagai ragam respon maka akan ia lakukan. Respon tersebut ada
kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan memperoleh respon yang
benar.
Apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman,
kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya turut
menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
Pada diri seseorang sebenarnya terdapat potensi untu mengadakan seleksi
terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang atau tidak penting hingga
akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang
sama.
Orang cenderung menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi
tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi
tersebut mempunyai hubungan.
Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif lebih mudah untuk
dipelajari.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlo atau lebih dikenal dengan nama singkat Pavlov, adalah
seorang lulusan sekolah kependetaan dan melanjutkan belajar ilmu kedokteran di
Militery Medical Acadeny, St. Petersburg. Pada tahun 1879, ia mendapatkan gelar
38
ahli ilmu pengetahuan alam. Akhir tahun 1800-an, Ivan Pavlov, ahli fisika Rusia,
mempelopori munculnya proses kondisioning responden (respondent
conditioning) atau kondisioning klasik (clasical conditionig), karena itu disebut
kondisioning Ivan Pavlov. Dari penelitian bersama kolegnya, Ivan Pavlov
mendapat Nobel.
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang
psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah
membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang
harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan
ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda
dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran,
tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli
psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam
percobaan itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus
yang dikaitkan dengan makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan
asosiasi (pembentukan hubungan antara gagasan, ingatan atau kegiatan
pancaindra) dengan makanan. Secara ringkas percobaan-percobaan Pavlov dapat
kita uraikan sebagai berikut:
39
Gambar 3.2 Percobaan Pavlov
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
Gambar I : Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara
otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar II : Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau
mengeluarkan air liur.
Gambar III : Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan
(UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga
anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
Gambar IV : Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika
anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara
otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur
dari mulutnya (CR).
Keterangan :
UCS : Unconditioning Stimulus
UCR : Unconditioning Respon
CS : Conditioning Stimulus
CR : Conditioning Respon
40
Penjelasan jelasnya seperti ini, Ivan Pavlov melakukan eksperimen
terhadap anjing, Pavlov melihat selama penelitian ada perubahan dalam waktu dan
rata-rata keluarnya air liur pada anjing (salivation). Pavlov mengamati, jika
daging diletakkan dekat mulut anjing yang lapar, anjing akan mengeluarkan air
liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan rangsangan pada anjing,
sehingga secara otomatis ia mengeluarkan air liur. Walau pun tanpa latihan atau
dikondisikan sebelumnya, anjing pasti akan mengeluarkan air liur jika dihadapkan
pada daging. Dalm percobaan ini, daging disebut dengan stimulus yang tidak
dikondisikan (unconditionied stimulus). Dan karena air liut itu keluar secara
otomatis pada saat daging diletakkan di dekat anjing tanpa latihan atau
pengkondisian, maka keluarnya air liur pada anjing tersebut dinamakan sebagai
respon yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning).
Kalau daging dapat menyebabkan air liur anjing keluar tanpa latihan atau
pengalaman sebelumnya, maka stimulus lain, seperti bel, tidak dapat
menghasilkan air liur. Karena stimulus tersebut tidak menghasilkan respon, maka
stimulus (bel) tersebut disebut dengan stimulus netral (neutral stimulus). Menurut
eksperimen Palvo, jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging dan
dilakukan secara berulang, maka stimulus netral akan berubah menjadi stimulus
yang dikondisikan (conditioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama
untuk mengarahkan respon anjing seperti ketika ia melihat daging. Oleh karena
itu, bunyi bel sendiri akan dapat menyebabkan anjing akan mengeluarkan air liur.
Proses ini dinamakan classical conditioning.
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing
agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur
walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak
merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan
kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan.
Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons
(air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
KONSEP LAIN PAVLOV
Generalisasi
Penghapusan
DiskriminasiPembelajaran
Semula
41
Beberapa konsep penting dalam proses pengajaran dan pembelajaran
dihasilkan melalui prinsip pelaziman klasik yang dikemukakan oleh Pavlov.
Konsep tersebut ialah:
GENERALISASI
Generalisasi bermaksud rangsangan yang sama akan menghasilkan tindak balas
yang sama. Contohnya, Ali menjadi risau setiap kali ujian kimia akan diadakan. Ali
juga menjadi risau setiap kali ujian biologi akan diadakan, kerana kedua mata
pelajaran tersebut mempunyai perkaitan antara satu sama lain. Jadi kerisauan dalam
satu mata pelajaran (kimia) telah digeneralisasikan kepada satu mata pelajaran
(biologi).
42
DISKRIMINASI
Dikriminasi berlaku apabila individu bertindak balas terhadap sesuatu rangsangan
yang tertentu sahaja dan tidak pada rangsangan yang lain. Dalam kajian terhadap
anjing, didapati anjing tersebut hanya bertindak balas apabila mendengar bunyi
loceng sahaja, tetapi tidak pada bunyi selain daripada loceng. Dalam kes Ali, Ali
tidak akan menjadi risau jika mengambil ujian bahasa Inggeris atau ujian sejarah,
kerana kedua-dua mata pelajaran tersebut amat berbeza dari mata pelajaran
sains.
PENGHAPUSAN
Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim yang tidak disertai dengan
rangsangan tidak terlazim. Dalam kajian Pavlov, bunyi loceng tidak
disertakan rangsangan tak terlazim (daging). Dalam hal ini, lama-kelamaan bunyi
loceng tadi tidak akan merangsang anjing tersebut untuk mengeluarkan air liur.
Tindak balas akhir akan terhapus dan prinsip ini dikenali sebagai penghapusan.
43
PEMBELAJARAN SEMULA
Pavlov juga mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses
akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui
kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh:
makanan
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral
dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel
adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi
berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara
otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat
penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku
sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks
44
yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana
refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak
berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata
lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat
latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu
refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang
lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar
air liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu
belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam
belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue
(terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi
secara otomatis.
Dari eksperimen Pavlov tersebut, adakah dalam peristiwa serupa dalam
kehidupan sehari-hari ? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang
sama seperti pada eksperimen anjing tersebut. Sebagai contoh, suara lagu dari
penjual es krim yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara
itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut
bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila tidak
ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
45
dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau
tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu
membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng,
siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah
dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.Contoh lain lagi adalah untuk
menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang
“sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan
kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom
dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal
itu dilakukan secara berulang-ulang, selanjutnya cukup dengan bertemu dengan
anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan sangat
suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara
UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh Pavlov.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi
Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Burrhus Frederic Skinner atau lebih dikenal dengan Skinner dilahirkan
pada 20 Mei 1904 di Susquehanna Pennylvania, Amerika Serikat. Masa kanak-
kanaknya dilalui dengan kehidupan yang penuh dengan kehangatan namun, cukup
ketat dan disiplin.meraih sarjana muda di Hamilton Colladge, New York, dalam
bidang sastra Inggris. Pada tahun 1928, Skinner mulai memasuki kuliah psikologi
di Universitas Harvard dengan mengkhususkan diri pada bidang tingkah laku
hewan dan meraih doktor pada tahun 1931.
Dari tahun 1931 hingga 1936, Skinner bekerja di Harvard. Penelitian yang
dilakukannya difokuskan pada penelitian menegenai sistem syaraf hewan. Pada
tahun 1936 sampai 1945, Skinner meneliti karirnya sebagai tenaga pengajar pada
universitas Mingoesta. Dalam karirnya Skinner menunjukkan produktivitasnya
46
yang tinggi sehingga ia dikukuhkan sebagai pemimpin Brhaviorisme yang
terkemuka di Amerika Serikat.
Skinner memberikan definisi belajar “Laerning is a process of progressive
behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa belajar itu
merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti
bahwa sebagai akibat dari belajar adanya sifat progresifitas, adanya tendensi
kearah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada
waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. Pada waktu itu
model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada
pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah seperti cues (pengisyaratan), purposive
behavior (tingkah laku purposive) dan drive stimuli (stimulus dorongan)
dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk memunculkan atau
memicu suatu respon tertentu. Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R
dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat
kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang
terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana
organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan begitu,banyak tingkah laku
menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai
pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan
organisme itu merespon nanti. Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan
dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi
suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi.
Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari
kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan
kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang
mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi
yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
B.F Skinner melakukan eksperimennya yaitu sebagai berikut :
47
Gambar 3.3 Skinner Box
Dalam eksperimen Skinner, Skinner menggunakan seekor tikus yang
ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan “Skinner Box”.
Peti sangkar ini terdiri atas dua komponen yaitu: manipulandum dan alat pemberi
reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah
komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan
reinforcement. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
Dalam eksperimen ini, mula-mula tikus mengeksplorasi pati sangkar
dengan berlari-lari atau mencakari dinding. Aksi ini disebut “emitted behavior”
(tingkah laku yang terpancar tanpa mempedulikan stimulus tertentu). Sampai pada
suatu ketika secara kebetulan salah satu “emitted behavior” tersebut dapat
menekan pengungkit yang menyebabkan munculnya butir-butir makanan ke
dalam wadahnya sehingga tikus dapat mendapatkan makanan.
Butir-butir makanan ini merupakan reinforce bagi penekanan pengungkit.
Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingakah laku operant yang akan terus
meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yakni penguatan berupa butir-
butir makanan yang muncul.
Dari eksperimen tersebut, Skinner membuahkan teori yang disebut teori
operant conditioning yaitu teori yang membahas tingkah laku bukanlah sekedar
48
respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant.
Operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya. Jadi, operant
conditioning atau operant learning itu melibatkan pengendalian konsekuensi.
Tingkah laku ialah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi
tertentu. Tingkah laku ini terletak di antara dua pengaruh yaitu pengaruh yang
mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal
ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
Antecedent tingkah laku konsekuensi
atau A B C
Dengan demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara mengubah
antecedent, konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner, konsekuensi itu
sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada
saat lain di waktu yang akan datang.
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning
(kondisioning operan) secara sederhana adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi
tingkah laku yang akan dibentuk.
b. Menganalisis, kemudian mengidentifikasi aspek-aspek kecil yang
membentuk tingkah laku yang dimaksud. Aspek-aspek tersebut
lalu disususn dalam urutan yang tepat untuk menuju pada
terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
c. Berdasarkan urutan aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk masing-masing daerah
itu.
d. Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan
urutan aspek-aspek yang telah tersusun itu. Kalau aspek pertama
telah dilakukan maka hadiahnya diberikan; hal ini akan
mengakibatkan aspek itu makin cenderung untuk sering dilakukan.
Kalau itu sudah terbentuk, dilakukannya aspek kedua yang diberi
hadiah (aspek pertama tidak lagi memerlukan hadiah); demikian
berulang-ulang, sampai aspek kedua terbentuk. Setelah itu
49
dilanjutkan dengan aspek ketiga, keempat dan selanjutnya, sampai
seluruh tingkah laku yang diharapkan terbentuk.
Tingkah laku adalah hubungan antara perangsang dan respon. Tingkah
laku terjadi apabila ada stimulus khusus. Skinner berpendapat, pribadi seseorang
terbentuk dari akibat respon terhadap lingkungannya, untuk itu hal yang paling
penting untuk membentuk sebuah kepribadian adalah adanya penghargaan dan
hukuman. Penghargaan akan diberikan untuk respon yang diharapkan sedangkan
hukuman untuk respon yang salah. Pendapat skinner ini memusatkan hubungan
antara tingkah laku dan konsekuen. Contoh, jika tingkah laku individu segera
diikuti oleh tingkah laku menyenangkan, individu akan menggunakan tingkah
laku itu lagi sesering mungkin.
Konsekuen menyenangkan akan memperkuat tingkah laku, sementara
konsekuen yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkah laku. Jadi,
konsekuen yang menyenangkan akan bertambah frekuensinya, sementara
konsekuensi yang tidak menyenangkan akan berkutrang frekuensinya. Skinner
membedakan adanya dua macam respon, yaitu:
1. Respondent response (reflexive response), yaitu respom yang ditimbulkan
oleh suatu perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur saat
melihat makanan tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu
disebut eliciting stimuli, menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
Pada umumnya, perangsang-perangsang yang demikian mendahului
respon yang ditimbulkannya.
2. Operant response (instrumental response), yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-peerangsang tertentu. Perangsang
yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme.
Jadi, perangsang yang demikian itu mengikuti (dan karenanya
memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Jika
seorang anak belajar (telah melakukan perbuatan), lalu mendapat hadiah,
maka ia akan menjadi lebih giatbelajar (intensif/ kuat).
Pada kenyataannya, respon jenis pertama (respondent/reflexive
response/behavior) sangat terbatas adanya pada manusia. Sebaliknya operant
50
response/behavior merupakan bagian terbesar dari tingkah laku manusia dan
kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena itu, fokus
teori Skinner adalah pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini.
Persoalannya adalah bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan
memodifikasi tingkah laku-tingkah laku tersebut (dalam belajar atau dalam
pendidikan).
Apabila reinforcement didasarkan pada prinsip interval tetap, dapat diduga
pola respon yang bakal muncul. Tetapi dengan menggunakan prinsip interval
bervariasi, pola respon yang muncul akan berbeda.
Penggunaan reinforcement secara beragam dapat juga mempengaruhi
cepat lambatnya murid melakukan tugas-tugas belajar. Kalau reinforcement iu
didasarkan atas banyaknya respon yang diberikan seseorang, murid akan lebih
cermat mengendalikan waktu yang digunakan untuk reinforcement. Semakin
cepat murid mengumpulkan respon yang benar, semakin cepat pula reinforcement
diperolehnya.
Aspek lain yang dikenakannya reinforcement adalah kegigihan berusaha.
Kalau reinforcement sama sekali tidak diberikan, orang akan kendur semangat dan
akhirnya tidak merespon sama sekali atau tingkah laku itu akan menghilang.
Apabila reinforcement diberikan setiap kali, seseorang akan cepat berhenti
merespon manakala reinforcement itu berhenti, demikian pula kalau yang
diberikan pola reinforcement tetap. Agar murid terus tetap aktif, yang palingtepat
adalah menggunakan pola reinforcement bervariasi.
Konsekuensi yang timbul dari tingkah laku tertentu dapat menyenangkan
dan atau pun tidak menyenangkan bagi yang bersangkutan. Ada dua hal yang
perlu disinggung sehubungan dengan pengendalian konsekuensi, yaitu:
1. Reinforcement atau Penguatan
Dalam pergaulan sehari-hari, reinforcement kurang lebih berarti “hadiah”.
Dalam dunia psikologi, reinforcement adalah konsekuensi yang memperkuat
tingkah laku. Setiap konsekuensi itu adalah pemberi reinforcement (reinforcer)
kalau dia memperkuat tingkah laku berikutnya. Tingkah laku-tingakah laku yang
diikuti dengan reinforcement akan diulang-ulang di waktu yang akan dating.
Adapun Jenis-jenis reinforcement adalah sebagai berikut.
51
- Reinforcement positif : Disebut reinforcement positif apabila suatu
stimulus terentu (menyenangkan) ditunjukkan atau diberikan sesudah
suatu perbuatan dilakukan. Misalnya, uang atau pujian diberikan
kepada seorang anak yang memperoleh nilai A pada mata pelajaran
tertentu.
- Reinforcement negative : Dinamakan reinforcement negative apabila
suatu stimulus tertentu (tidak menyenangkan) ditolak atau dihindari.
Reinforcement negative memperkuat tingkah laku dengan cara
menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Kalau suatu
perbuatan tertentu menyebabkan seseorang menghindari sesuatu yang
tidak menyenangkan, ayng bersangkutan cenderung mengulangi
perbuatan yang sama apabila pada suatu saat menghadapi situasi yang
serupa. Misalnya, murid yang berungkali dipanggil menghadap
Kepsek, pelanggaran disiplin yang dilakukannya itu menjadi
bertambah kuat karena dia tetap saja melakukannya.
2. Hukuman
Reinforcement negative seringkali dikacaukan dengan hukuman. Proses
reinforcement selalu berupa memperkuat tingkah laku. Sebaliknya, hukuman
mengandung pengurangan atau penekanan tingkah laku. Suatu perbuatan yang
diikuti hukuman, kecil kemungkinannya diulangi lagi pada situasi-situasi yang
serupa di saat lain. Hukuman dibedakan menjadi dua:
- Presentation punishment : Terjadi apabila stimulus yang tidak
menyenangkan ditunjukkan atau diberikan. Misalnya, guru
memberikan tugas-tugas tambahan karena kesalahan-kesalanan yang
dibuat murid.
- Removal punishment : Terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau
diberikan, artinya menghilangkan sesuatu yang menyenangkan atau
diinginkan. Misalnya anak-anak tidak diperkenankan nonton tv
selama seminggu sehingga lalu tidak mau belajar.
3. Penghapusan
52
Maksud dari penghapusan ini adalah perlakuan yang tidak diberi respon atau
teguran akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, seorang siswa yang banyak
bicara dikelas, jika tidak diberikan teguran atau respon maka akan berhenti
dengan sendirinya karena sudah merasa capek. Keadaan ini dapat di atasi jika:
Teguran untuk sesuatu perlakuan itu dapat dikenal pasti.
Teguran itu tidak lagi digunakan.
Guru sanggup bersabar dalam menghadapi proses penghapusan tidak
datang dengan serta merta.
4. Robert Gagne (1916-2002)
Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus,bukan
hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatusituasi
stimulus bersama dengan isi ingatannya mempengaruhi siswa sedemikianrupa
sehingga perbuatannya berubah dari sebelum ia mengalami situasi dengansetelah
mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor dari
luar siswa di mana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam
proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai SR. S adalah situasi
yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya
adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang
yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana
terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini
merupakan input yang berada di luar individu dan respon adalah outputnya, yang
juga berada di luar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.
Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek
tak langsung. objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki,kemampuan
memecahkan masalah, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif
terhadap matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta, keterampilan,
konsep, dan prinsip.
Selain itu juga, menurut Gagne belajar melalui empat fase utama yaitu:
1. Fase pengenalan (apprehending phase)
53
Pada fase ini siswa memperhatikan stimulus tertentu kemudian
menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian
ditafsirkan sendirin dengan berbagai cara. ini berarti bahwa belajar
adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya
setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang
unik yang dia terima pada situasi belajar.
2. Fase perolehan (acqusition phase)
Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan baru dengan
menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan
sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-
asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
3. Fase penyimpanan (storage phase)
Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi
yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang,
melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat
dipindahkan ke memori jangka panjang.
4. Fase pemanggilan (retrieval phase).
Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil
kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja
informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan
denganmemori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu
informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur
dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori,
konsep sehingga lebih mudah dipanggil.
Gagne juga membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe belajar,
dengan tipe belajar yang rendah merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih
tinggi hierarkinya. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar
perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya.
2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
54
Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah
faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama dan
berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya,
semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba,
akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur dan dikuasai.
Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat dengan
adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan
komponen penting dalam respon itu.
3. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan
dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk
hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah
yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang diperlukan
bagi berlangsungnya tipe balajar ini antara lain, secara internal anak didik
sudah harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik
maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan
reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan
hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon verbal yang telah
dipelajari sebelumnya.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Discrimination learning atau belajar membedakan sejumlah rangkaian,
mengenal objek secara konseptual dan secara fisik.
6. Belajar konsep (Concept Learning)
Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau
kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam
suatu kelompok
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu konsep baru
kepada siswa:
Memberikan variasi hal-hal yang berbeda konsep untuk
menfasilitasi generalisasi.
55
Memberikan contoh-contoh perbedaan dikaitkan dengan konsep
untuk membantu diskriminasi.
Memberikan yang bukan contoh dari konsep untuk meningkatkan
pemahaman diskriminasi dan generalisasi.
Menghindari pemberian konsep yang mempunyai karakteristik
umum.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan (Rule learning) adalah kemampuan untuk merespon
sejumlah situasi (stimulus) dengan beberapa tindakan (Respon). Robert
Gagne memberikan 5 tahap dalam mengajarkan aturan:
Tahap 1: menginformasikan pada siswa tentang bentuk perilaku
yang diharapkan ketika belajar
Tahap 2: bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan
pemanggilan kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya
yang menyusun konsep
Tahap 3: menggunakan pernyataan verbal (petunjuk) yang akan
mengarahkan siswa menyatakan aturan sebagai rangkaian konsep
dalam urutan yang tepat.
Tahap 4: dengan bantuan pertanyaan, meminta siswa untuk
“mendemonstrasikan” satu contoh nyata dari aturan
Tahap 5 (bersifat pilihan, tetapi berguna untuk pengajaran
selanjutnya): dengan pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk
membuat pernyataan verbal dari aturan.
8. Pemecahan Masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling
kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama
penggunaan aturan-aturan yang disertai proses analisis dan penarikan
kesimpulan.
Tak kalah penting dari itu, Gagne juga membentuk hasil belajar menjadi
lima kategori kapabilitas sebagai berikut :
1. Informasi verbal
56
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk
mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta.
2. Keterampilan Intelektual
Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
membedakan, menguasai konsep aturan, dan memecahkan masalah.
3. Strategi Kognitif
Kapabilitas Strategi Kognitif adalah Kemampuan untuk
mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berfikir dengan cara
merekam, membuat analisis dan sintesis.
4. Sikap
Kapabilitas Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat
terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut.
5. Keterampilan motorik
Untuk dapat mengetahui seseorang memiliki kapabilitas ketrampilan
motorik dapat dilihat dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran
gerakan otot-otot serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut.
Gagne juga membuat sembilan kondisi instruksional dalam pembelajaran yaitu
sebagai berikut.
1. Gaining attention = Mendapatkan perhatian
2. Inform learner of objectives = Menginformasikan siswa mengenai tujuan
yang akan dicapai
3. Stimulate recall of prerequisite learning = Stimulasi kemampuan dasar
siswa untuk persiapan belajar
4. Present new material = Penyajian materi baru
5. Provide guidance = Menyediakan pembimbingan
6. Elicit performance = Memunculkan tindakan
7. Provide feedback about correctness = Siap memberikan umpan balik
langsung terhadap hasil yang baik
8. Assess performance = Menilai hasil belajar yang ditunjukkan
9. Enhance retention and recall = meningkatkan proses penyimpanan dan
mengingat
57
3.4 Aplikasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik
adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu :
Mementingkan pengaruh lingkungan
Mementingkan bagian-bagian ( elementalistik )
Mementingkan peranan reaksi.
Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedur stimulus respon.
Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya,
Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan
Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan
3.5 Peran Guru dalam Teori Belajar Behavioristik
Peran guru dalam teori behavioristik adalah sebagai berikut,
Menyusun bahan pelajaran dlm bentuk yg sudah siap (modul,
instruksi dll)
Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat
diikuti contoh-contoh dilakukan sendiri / simulasi)
Bahan pelajaran disusun sederhana menuju kompleks
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu
Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati
Kesalahan harus segera diperbaiki
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari
penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu
perilaku yang diinginkan
58
Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku
yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif
Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
3.6 Peran Siswa dalam Teori Belajar Behavioristik
Selain peran guru, di dalam teori belajar behavioristik ini juga ada peran
siswa. Adapun peran siswa dalam teori belajar behavioristik yaitu,
Berlaku (doing) sesuai instruksi
Meniru perilaku yang dicontohkan
Mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan (positif–diulangi,
negatif-dihilangkan)
Berlatih melalui pengulangan dan pembiasaan
Menguasai ketrampilan dasar sebagai persyaratan penguasaan
ketrampilan selanjutnya
59
BAB 4
TEORI BELAJAR KOGNITIF
4.1 Teori Belajar Piaget
4.1.1 Belajar menurut Piaget
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari
dan menemukan berbagai hal dari lingkungan
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus
menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif
Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pebelajar mulai anak-anak
sampai dewasa.Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari
analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen
(IQ=kecerdasan) adalah seperti sistem kehidupan lainnya, yaitu proses
adaptasi.
4.1.2 Teori Belajar menurut Piaget
Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak
adalah:
a. Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa.
Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk anak kecil, mereka
mempunyai cara yang khas ntuk menyatakan kenyataan dan untuk
menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam
belajar.
b. Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu
urutan yang sama bagi semua anak.
60
c. Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu
urutan tertentu tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap
yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
d. Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
Kemasakan
Pengalaman
Interaksi Sosial
Equilibration (proses dari ketiga faktor di atas bersama-sama untuk
membangun dan memperbaiki struktur mental)
e. Ada 4 tahap perkembangan yaitu:
1. Tahap Sensori motor (0-2,0 tahun)
2. Tahap Pre operasional (2,0-7,0 tahun)
3. Tahap konkret (7,0-11,0 tahun)
4. Tahap operasi formal (11,0-dewasa)
4.1.3 Tahap Perkembangan Mental
1. Tahap Sensori motor (0 – 2,0 tahun)
Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak
menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untuk
mengenal obyek.
Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya melalui gerak dan
inderanya serta mempelajari permanensi obyek.
Karakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
Berfikir melalui perbuatan (gerak)
Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai
ia dapat berjalan dan bicara.
Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.
Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
Contoh : Pengalaman awal bayi dengan payudara ibunya (Inisiasi) dan
bayi yang pertama kali memasukan jari-jarinya ke dalam mulut.
61
Kemampuan yang dicapai anak pada masa ini:
a. Kemampuan mengontrol secara internal, yaitu terbentuknya control dari
dalam pikirannya terhadap dunia nyata.
b. Perkembangan konsep kenyataan.
c. Perkembangan pengertian beberapa sebab akibat
2. Tahap Pre operasional (2,0 – 7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau
mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda
dan konsep intuitif.
Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya
dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak
rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang
membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka
masih bersifat irreversible.
Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus,
dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum
mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti
berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian
sebenarnya dengan imajinasi mereka.
Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan
isi).
Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang
mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok
yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep
yang konkrit.
Contoh : pandangan anak terhadap dua tanah liat sama besar yang dibulatkan,
62
kemudian bulatan yang satu dipipihkan dan yang satu tetap dalam keadaan
bulat
3. Tahap konkret (7,0 – 11,0 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran
anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan
masalah secara logis.
Ciri pokok perkembangannya : anak mulai berpikir secara logis tentang
kejadian-kejadian konkret
Contoh : Anak sudah dapat membedakan ukuran binatang, ataupun sudah
dapat mengelompokkannya.berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri yang
dimiliki.
4. Tahap formal (11,0 – dewasa)
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur
kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah
hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan
dapat menerima pandangan orang lain.
Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, dan logis.
Contoh : Membuktikan benda-benda yang termasuk kubus dan yang termasuk
balok.
4.1.4 Penerapan Teori Piaget dalam Pembelajaran Matematika di SD/MI
Teori kognitif dan teori pengetahuan Piaget sangat banyak mempengaruhi
bidang pendidikan, terlebih pendidikan kognitif.Tahap-tahap pemikiran
Piaget sudah cukup lama mempengaruhi bagaimana para pendidik menyusun
kurikulum, memilih metode pengajaran dan juga memilih bahan ajar terutama
di sekolah-sekolah.
Implementasi pada pembelajaran matematika yang akan diterakan berikut
hanya merupakan bentuk sebagian saja sebagai contoh yang cocok untuk
pengetahuan dan pengembangan terhadap materi pembelajaran itu sendiri.
Tentu yang terpenting adalah kesesuaian dengan pemilihan model,
pendekatan serta metode dalam pembelajaran terhadap materi ajar.
63
Berikut contoh pembelajaran berdasar pada teori Piaget sesuai tahap
perkembangan kognitif anak usia sekolah.
Pokok Bahasan : Bangun Ruang.
Sub Pokoh Bahasan : 1. Kubus.
1. Balok.
2. Tabung.
3. Prisma.
4. Limas.
5. Kerucut.
6. Bola
Pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar (SD).
1. Anak sudah mulai diperkenalkan dengan pendalaman bentuk bangun
yang dia ketahui tersebut.
2. Pengelompokan bangun juga mulai hanya diperkenalkan, bahwa
kubus, balok dan yang lainnya termasuk bangun ruang.
3. Anak-anak juga berkontekstual dengan bangun-bangun tersebut
sehingga ada pemahamannya tentang apa-apa saja yang terdapat pada
bangun itu. Seperti kubus, tentu memiliki panjang, lebar dan juga
tinggi.
4. Keterhubungan unsur yang dimiliki belum dijelaskan.
5. Melanjutkan pembelajaran di kelas-kelas berikutnya sampai pada
operasi-operasi sederhana yang terdapat pada bangun itu.
Contoh: Gambar & Bentuk Berbagai Bangun Ruang
Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif terbentuk karena
proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah menyaring atau
mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam skema.
Misalnya seorang anak mempunyai konsap mengenai “lembu”.Dalam
pemikiran anak itu, ada skema “lembu”.Mungkin skema anak itu menyatakan
64
bahwa lembu itu binatang yang berkaki empat.Berwarna putih dan makan
rumput.
Dimana pengertian Skema yaitu struktur mental seseorang dimana ia
secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya.
Misalnya Skema yang terjadi pada anak tersebut pertama kali melihat
lembu tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki empat, dan makan
rumput.Suatu saat, anak itu bertemu dengan dengan bermacam-macam lembu
yang lain, yang warnanya lain, dan tidak sedang makan rumput, tetapi sedang
menarik gerobak. Berhadapan dengan pengalaman yang lain tersebut, anak
memperkembangkan skema awalnya. Skemanya menjadi: lembu itu binatang
berkaki empat, ada berwarna putih atau kelabu, makanannya rumput dan
dapat menarik gerobak. Jelas bahwa skema lembu anak itu menjadi
bertambah lengkap.Skema awalnya tidak hanya tetap dipakai, tetapi juga
dikembangakan dan dilengkapi.
Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali pengalaman –
pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada atau
bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru.
Contohnya: seorang siswa telah memahami bahwa himpunan bilangan itu
tetap saja sama, walaupun urutannya diubah. Kemudian siswa tersebut
mengalami pengalaman baru tentang adanya bilangan kardinal dan ordinal,
bulat dan pecahan. Walaupun ada tambah pengetahuan baru, struktur
kognitifnya tetap yang ada tetap saja ada dan tidak berubah, artinya bahwa
sifat bilangan itu tetap sama walaupun pengaturannya diubah.
Asimilasi Skema Akomodasi
4.2 Teori Belajar Vygotsky
4.2.1. Teori perkembangan kognitif vygotsky
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif
seorang seturut dengan teori sciogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat
primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan
65
turunan dan bersifat skunder.Artinya, pengetahuan dan pengembangan
kognitif individu berasal dari sumber-sumber social di luar dirinya.Hal ini
tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya,
tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam
mengkonstruksi pengetahuannya.Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat
disebut dengan pendekatan konstruktivisme.Maksudnya, perkembangan
kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif,
juga oleh lingkungan social yang aktif pula.
Teori psikologi yang dipegang oleh vygotsky lebih mengacu pada
kontruktivisme. Karena ia lebih menekan pada hakikat pembelajaran
sosiokultural. Dalam analisisnya, perkembangan kognitif seseorang
disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh
lingkungan social secara aktif.
Oleh karena itu, hal:
1. hukum genetic tentang perkembangan (genetic law of development)
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua
aturan: tataran social lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada
dirinya.
2. zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan dalam dua tingkat :
tingkat perkembangan actual yang tampak dari kemampuannya
menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri, dan
tingkat perkembangan potensial yang tampak dari kemampuan seseorang
dalam menyelesaikan tugas atau pemecahan masalah dibawah bimbingan
orang dewasa.
3. mediasi
Mediator yang diperankan lewat tanda maupun lambing adalah kunci utama
memahami proses-proses social dan psikologis. Makanya, jika dikaji lebih
mendalam teori perkembangan kognitif vygotsky akan ditemukan dua jenis
mediasi. Media metakognitif dan mediasi kognitif.
66
Media metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan
untuk melakukan self regalution (pengaturan diri) yang mencakum: self
planning, sekff monitoring, self chechikng dan self evaluation.Media ini
berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
Media kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan
masalah yang berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Sehingga, media ini
bisa berhubungan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang
lebih terjamin kebenarannya)
Pada dasarnya teori-teori Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama:
1. bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru
dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui;
2. bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual;
3. peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator
pembelajaran siswa.
4.2.2. Tingkat pengetahuan (scaffolding) menurut Vygotsky
Tingkat pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini disebut scaffolding oleh
vygotsky, menurutnya scaffolding ini yang berarti memberikan kepada
seorang individu sejumlah bantuan besar selama tahap-tahap awal
pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan
pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan
masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya
memecahkan permasalahan, yaitu
untuk membantu anak membangkan pengetahuan yang sungguh-
sungguh bermakna adalah dengan cara memadukan antar konsep-konsep
dan prosedur mulalui demonstrasi.
-Vygotsky-
67
1. siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
2. siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
3. siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk
membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru
sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi
menjadi optimum.
Teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran
sosiakultural.Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek
internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan
social pembelajaran.Karena menurutnya, funsi kognitif manusia berasal dari
interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya.
Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut
masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam
zona of proximal development mereka.
Berdasarkan teori Vygotsky di atas, maka diperoleh keuntungan jika:
a. anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona
perkembangan proksimalnya atau patensinya melalui belajar dan
berkembang.
b. Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya
dari pada tingkat perkembangan aktualnya.
c. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk
mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan
intramentalnya.
d. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintregrasikan pengetahuan
deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan procedural yang
dapata digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
e. Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi
lebih merupakan kkonstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan
68
atau makna baru secara brsama-sama antar semua pihak yang terlibat di
dalamnya.
4.2.3 Model Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Matematika
Setelah guru memberikan kasus misalnya contoh-contoh, siswa mengamati,
membandingkan, mengenal karakteristik, dan berusaha menyerap berbagai
informasi yang terkandung dalam kasus tersebut untuk digunakan
memperoleh kesimpulan . Ini merupakan bagian kegiatan yang penting dalam
pembelajaran matematika beracuan kosntruktivisme .Melalui pengamatan
pada kasus-kasus tersebut, siswa memperoleh “pengalaman” yang diserap di
benak siswa. Dengan demikian terjadi aktivitas aktif siswa dalam
mengkonstruk matematika melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Contoh : LKS UNTUK TINGKAT SMP
Setelah mengamati beberapa bentuk beberapa Bangun yang antara lain :
KUBUS, BALOK, KERUCUT , LIMAS DAN PRISMA, Maka berikanlah
jawaban Pada titik – Titik yang tersedia berikut :
a. Berapa banyak Rusuk pada KUBUS ? (.....................)
b. Berapa banyak Rusuk pada BALOK ? (.....................)
c. Berapa banyak Rusuk pada PRISMA SEGI TIGA ? (.....................)
d. Berapa banyak Rusuk pada LIMAS SEGI EMPAT ? (.....................)
e. Berapa banyak Rusuk pada KERUCUT ? (.....................)
f. Berikutnya diskusikan dengan teman sebangkumu ” Apa arti RUSUK pada
bangun-bangun itu ”
g. Tuliskan Hasil diskusi
tersebut : .............................................................................................................
.....
4.3 Teori Belajar Bruner
Sebagaimana disampaikan di bagian depan, teori Bruner berkait dengan
tiga tahap pada proses pembelajaran, yaitu tahap enaktif yang menggunakan
benda konkret (nyata), tahap ikonik (ingat kata ikon pada komputer yang
berupa gambar atau lambang) yang mennggunakan benda semi konkret, dan
69
tahap simbolik dimana pengalaman tersebut diwujudkan dalam bentuk
simbol‐simbol abstrak.
Enaktif Ikonik Simbolik
4.4 Teori belajar Ausubel
Menurut Ausubel, bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan
sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Di samping
itu, seorang guru dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun
memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia memulai membahas
topic baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan
pengetahuan yang lama yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut
70
BAB 5
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
5.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik
Menurut teori belajar humanistik, dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dianggap
berhasil apabila peserta didik telah memahami dirinya sendiri dan lingkungan.
5.2 Tokoh dalam Teori Belajar Humanistik
Tokoh –tokoh dalam teori belajar humanistik adalah Kolb, Honey dan
Mumford, Habermas dan Carl Rogers.
1. Kolb
Kolb membagi tahapan belajar dalam empat tahap, yaitu:
a. Pengalaman Konkret
Pada tahap ini seorang siswa hanya mampu sekedar ikut
mengalami suatu kejadian, ia belum mengerti bagaimana dan mengapa
suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap
awal proses belajar.
Contoh:
Belajar teorema phytagoras, mencari sisi miring suatu segitiga. Siswa
menerima saja rumus phytagoras yang diberikan oleh guru.
b. Pengamatan Aktif
Siswa lambat laun mampu mengadakan pengamatan aktif terhadap
kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahainya.
Pengembangan dari pengalaman konkret disini siswa sudah mulai
mampu observasi , mengamati dan memahami suatu kejadian yang ia
lewati.
Contoh :
Siswa sudah memahami alasan mengapa belajar teorema phytagoras,
yaitu mencari sisi miring segitiga, yang mana dalam pengaplikasian di
kehidupan sehari-hari yaitu, jika siswa berjalan dijalan yang berbentuk
71
“segitiga” maka siswa akan memilih jalan pada sisi miringnya karena
mereka bisa sampai pada tempat tujuan dengan cepat.
c. Konseptualisasi
Siswa mulai belajar membuat abstraksi atau “teori” tentang hal
yang pernah dialaminya. Pada tahap ini siswa diharapkan sudah
mampu untuk membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari
berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda tetapi
memiliki landasan aturan yang sama. Siswa mulai membuat teori dan
aturan-aturan umum tentang hal yang sudah ia pelajari.
Contoh:
Rumus phytagoras adalah c2=a2+b2 (sisi miring segitiga), dari rums
ini siswa sudah bisa mengotak-atik rumus tersebut berdasarkan apa
ang ditanya.
d. Eksperimentasi
Pada tahap ini siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan
umum ke situasi yang baru. Dalam dunia matematika, misalnya siswa
tidak memahami asal-usul sebuah rumus, tetapi ia juga mampu
memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah yang
belum pernah ia temui sebelumnya.
Contoh:
Diberikan soal : Jika ada trapesium yang hanya diketahui panjang sisi-
sisi sejajar dan tinggi trapesium. Untuk mengetahui keliling
trapesuium tersebut, maka siswa harus terlebih dahulu menentukan
sisi-sisi miring trapesium, dan untuk menemukannya siswa
menggunakan rumus phytagoras.
2. Honey dan Mumford
Honey dan Mumford mengolongkan siswa atas empat tipe,yaitu:
a. Siswa tipe aktifis
ED
C
BA6 cm
L.16 4
C
BP 3
t 2
C
EO 28
72
Mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman
baru,cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog, namun
biasanya kurang skeptis terhadap sesuatu atau identik dengan sikap
mudah percaya. Mereka menyukai metode yang mampu mendorong
menemukan hal-hal baru, seperti brainstorming dan problem solving.
Soal matematika yang cocok diberikan pada siswa tipe aktifis yaitu
soal non rutin, seperti dibawah ini:
Tentukan besar luas daerah yang diarsir dibawah ini!
Penyelesaian:
L.∆ DCE=¿16 cm
a . t2
=¿16 cm
4 . t2
=¿16 cm
t 1=8cm
t 1 adalah tinggi ∆ DCE
Gunakan kesebagunan:
73
COCP
=OEPB
8t 2
=23
t 2=12cm
∴luas ∆ ABC=a . t2
=3.122 = 36 cm2
∴luas daerah yang diarsir=l .∆ ABC−l .CED
¿36−16=20cm2
b. Siswa tipe reflektor
Cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah.
Soal matematika yang cocok diberikan pada siswa tipe reflektor yaitu
soal non rutin sama seperti siswa tipe aktifis diatas, hanya saja untuk
pengaplkasian soal yang ditanyakan berbeda, yaitu seperti dibawah ini:
Apakah luas segitiga yang diarsir lebih besar dari pada luas segitiga
yang tidak diarsir, Ya atau Tidak? Jelaskan!
c. Siswa tipe teoris
Biasanya sangat kritis, senang menganalisis dan tidak menyukai
pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Bagi mereka, berpikir
rasional adalah sesuatu yang sangat penting. Mereka juga sangat
skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
Soal matematika yang cocok diberikan pada siswa tipe teoris yaitu
menemukan sisi-sisi sejajar pada segitiga terpancung sama. Siswa tipe
teoris dalam penyelesaian soal akan menjelaskan secara detail langkah-
langkah pengerjaan,asal rumus-rumus yang digunakan dan
pengerjaanya bersifat rasional. Siswa tipe ini tidak mudah menerima
saja rumus cepat yang ada,. Dalam soal menemukan sisi-sisi sejajar
pada segitiga terpancung sama. Siswa akan mencarinya menggunkan
rumus kesebanguan segitiga.
na
b
cm
na
b
cm
74
d. Siswa Tipe Pragmatis
Menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dalam segala
hal. Mereka tidak suka bertele-tele membahas aspek teoritis-filosofis
dari sesuatu. Bagi mereka, sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik
jika dipraktekkan.
Soal matematika yang cocok diberikan pada siswa tipe pragmatis
yaitu menemukan sisi-sisi sejajar pada segitiga terpancung sama
seperti dengan siswa yang tipe teoris hanya saja langkah-langkah dlam
penyelesaiannya tidak sama dengan siswa tipe teoris.
Siswa tipe ini suka pada aspek-aspek yang praktis dan tidak
bertele-tele dalam penyelesaian soal, jadi ia langsung menggunkan
rumus cepat yang telah ada yang pada akhirnya menghasilkan hasil
yang sama dengan penyelesaian soal siswa tipe teoris.
Yaitu dengan menggunakan rumus
c=a . m+b . nm+n
3. Habermas
Habermas membagi tiga macam tipe belajar
a. Technical Learning ( Belajar Teknis)
Siswa belajar berinteraksi dengan alam sekelilingnya, mereka
berusaha menguasai dan mengelola alam dengan mempelajari
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
75
b. Practical Learning ( Belajar Praktis )
Pada tahap ini siswa berinteraksi dengan orang-orang
disekelilingnya. Pemahaman siswa terrhadap alam tidak berhenti
sebagai sesuatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya
dengan manusia, pemahamannya justru relevan jika berkaitan dengan
kepentingan manusia.
c. Emancipatory Learning ( Belajar Emansipatoris )
Siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik
mungkin tentang perubahan ( transformasi ) kultural dari suatu
lingkungan. Pemahaman ini dianggap sebagai tahap belajar yangpaling
tinggi, karena dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.
Contoh :
Dalam materi pelajaran matematika yaitu Aritmatika sosial.
a. Technica Learning ( Belajar Teknis)
Pada tahapan ini siswa belajar berinteraksi dengan alam
sekelilingnya.
Misal diambil satu materi pokok ajar dalam materi pelajaran
matematika yaitu Aritmatika sosial.artinya siswa akan belajar
mengenai aritmatika sosial.
b. Practical Learning (Belajar Praktis )
Tahapan selanjutnya, yaitu siswa berinteraksi dengan orang
disekelilingnya.
Arimatika sosial digunakan dalam kehidupan sehari-hari,yaitu
misalnya dalam kegiatan perdagangan, ada harga jual, harga beli,
untung dan rugi. siswa akan mulai menyadari jika ia pernah
mengalami kegiatan aritmatika sosial bersama orang-orang yang ada
disekelilingnya.
c. Emancipatory Learning (Belajar Emansipatoris )
76
Tahapan terakhir, siswa berusaha mencapai pemahaman dari
materi yang ia pelajari.
Jika mendapat soal atau permasalahan, siswa dapat dan mampu
memecahakan masalah itu sendiri. Contohnya jika siswa mendapatkan
soal seperti diberikut ini:
Ani telah menabung dibank maju jaya selama 6 bulan, ternyata
tabungan ani sekarang sudah sebesar Rp. 2.080.000,-. Berapakan
uang mula-mula yang ditabung ani, jika bunga bank maju jaya
sebesar 8% pertahun?
Rumus awal
Besar bunga=M . t12
. p %
2.080 .000 – M=M . 612
. 8%
2.080 .000 – M=M . 125
25(2.080 .000 – M )=M
52000.000 –25 M=M
52000.000=26 M
M=Rp . 2000.000 ,−¿
Dari permasalahan soal ani diatas, siswa akan mampu
memecahakan masalah. Karena soal yang diberikan sudah tidak
bersifat umum lagi, siswa mulai memikirkan cara untuk mengatasi dan
memecahkan permasalahan itu dengan memindahkan tanda yang ada
dalam rumus utama sesuai apa yang soal minta. Jadi soal diatas cocok
diberikan kepada siswa untuk melihat kemampuan merka pada tahapan
emancipatory learning di tipe belajar humanistik menurut Habermas.
77
4. Carl Rogers
Carl Rogers mengemukakan bahwa siswa yang belajar hendaknya
tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas, siswa diharapkan dapat
mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggungjawab atas
keputusan-keputusan yang diambilnya sendiri. Rogers memngemukakan
lima hal dalam proses belajar humanistik.
a. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar disebabkan adanya hasrat ingintahu manusia
yang terus menerus terhadap dunia sekelilingnya. Dalam proses
mancari jawabnya seorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
Contoh :
Pelajaran matematika aplikasinya dikehidupan sangat banyak sekali,
rata-rata kegiatan sehari-hari kita diiringi dengan pengaplikasian
pelajaran matematika, hal ini yang membuat siswa (manusia) memiliki
hasrat untuk belajar.
b. Belajar Bermakna
Seseorang yang beraktivitas akan selalu menimbang-nimbang
apakah aktivitas tersebut mempunyai makna bagi dirinya, jika tidak
tentu tidak akan dilakukannya.
Jadi dalam belajar bermakna siswa akan mempelajari pelajaran
yang memiliki manfaat untuk dirinya, jika pelajar itu tidak memiliki
manfaat maka tidak akan ia lakukan.
Contoh:
Pada pelajaran aritmatika sosial, siswa merasa pelajaran itu
bermanfaat untuk dirinya apalagi jika siswa itu bercita-cita menjadi
wirausaha yang hebat, pelajaran aritmatika sosial ini sangat bermanfaat
bagi dirinya.
c. Belajar Tanpa Hukuman
78
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman mengakibatkan anak
bebas melakukan apasaja, mengadakan eksperimentasi hingga
menemukan sesuatu sendiri sesuatu yang baru.
Maksudnya disini adalah siswa bebas mengeluarkan kreatifitas
yang ada didirinya saat belajar, tanpa dibayangi dengan adanya
hukuman. Karena hukuman adalah sebuah penguatan negatif yang
tidak boleh diberikan kepada siwa karena dapat mengganggu psikis
siswa, siswa hanya akan mendapatkan teguran atu nasihat yang positif
saat melalukan kesalahan. Misalnya pada pelajaran aritmatika sosial,
siswa bebas berkreatifitas alam menyelesaikan permasalahan soal yang
ada, jika ada kesalahan guru mengarahkannya kembali tanpa hukuman.
d. Belajar Dengan Inisiatif Sendiri
Menyiratkan tingginya motivasi internal yang dimiliki. Siswa yang
banyak berinisiatif, mampu mengarakan dirinya sendiri, menentukan
pilihannya sendiri serta berusaha menimbang sendiri hal yang baik
bagi dirinya.
Contoh :
Ketika mendapatkan soal (misal materi aritmatika sosial) dalam
pengerjaannya siswa dapat mengejakannnya dalam berbagai cara
penyelesaian.
e. Belajar dan Perubahan
Dunia terus berubah, karena itu siswa harus belajar untuk dapat
menhadapi kondisi dan situasi yang terus berubah. Dengan demikian
belajar yang hanya sekedar mengingat fakta atau menghapal sesuatu
dipandang tak cukup.
Contoh:
Pada pelajran matematika, bukan hanya satu materi pelajaranyang
harus ia kuasai dan pelajari namun di materi-materi lainnya
juga ,karena materi dalam pelajaran matematika berhubungan satu
sama lain.
79
BAB 6
TEORI BELAJAR SOSIAL
6.1 Pengertian Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial (juga dikenal sebagai belajar observasional atau belajar
vicarious atau belajar dari model) adalah proses belajar yang muncul sebagai
fungsi dari pengamatan, penguasaan dan dalam kasus proses belajar imitasi,
penilaian perilaku orang lain. Jenis belajar ini banyak diasosiasikan dengan
penelitian Albert Bandura, yang membuat teori belajar social. Di dalamnya ada
proses belajar meniru atau menjadikan model tindakan orang lain melalui
pengamatan terhadap orang tersebut. Penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya
hubungan belajar social dengan belajar melalui pengkondisian klasik dan operant.
Albert Bandura mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas
tentang (1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat
(reinforcement) dan observational learning, (2) Cara pandang dan cara pikir yang
kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku
kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan
observational opportunity.
6.2 Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)
Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar dari pengamatan secara
selektif dan melihat serta meniru tingkah laku orang lain. Arends (1997)
mengutip pendapat Bandura yang menyatakan bahwa belajar akan sangat
menghabiskan waktu dan tenaga bahkan akan menjadi berbahaya jika manusia
harus tergantung sepenuhnya pada hasil-hasil kegiatannya sendiri. Untungnya
sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui pengamatan perilaku
orang lain yang menjadi model atau orang yang di tiru. Seseorang membentuk
pengertian bagaimana melakukan tingkah laku baru dan pada kesempatan
berikutnya informasi yang telah dikodekan tersebut berfungsi sebagai suatu
pemadu untuk bertindak. Melalui belajar dari contoh atau model sebelum
melakukan kegiatan atau tingkh laku tertentu, maka seseorang dapat terhindar
80
dari melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Teori belajar social ini
banyak memberikan sumbangan terhadap pengembangan dan aplikasi model
pengajaran langsung (direct instruction).
Bandura dan Rosenthal menyatakan bahwa seseorang yang menjadi model
harus memiliki kelebihan dan daya tarik, paling tidak menurut yang meniru atau
menjadikannya model. Secara umum, model-model yang bermartabat tinggi,
berkeweangan dan mempunyai kekuasaan, lebih efektif dari model yang kurang
bermartabat dimata peserta didik atau si pemodel dalam membangkitkan tingkah
laku imitative (Gredler,1994).
Konsep-konsep teori belajar social menurut bandura adalah sebagai berikut :
1. Pemodelan (Modeling)
Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner hanya
memberi penekanan pada efek-efek konsekuensi pada prilaku, dan tidak
mengindahkan fenomena pemodelan yaitu meniru perilaku orang lain dan
pengalaman yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain.
Bandura merasa bahwa sebagian besar aktivitas belajar yang dialami oleh
manusia tidak dibentuk dari kosekuensi-kosekuensi melainkan manusia itu
belajar dari suatu model. Seorang guru Matematika mendemonstrasikan
cara menggambar segitiga, kemudian para siswa menirunya. Bandura
menyebut ini “no-trial learning” sebab para siswa tidak harus melalui
proses pembentukan tetapi dapat segera menghasilkan respon yang benar.
2. Fase Belajar
Menurut Bandura (1977) ada 4 fase belajar dari model yaitu :
a. Fase Perhatian
Fase pertama dalam belajar observasional ialah memberikan
perhatian pada suatu model. Pada umumnya, para siswa memberikan
perhatian pada model-model yag menarik, berhasil, menimbulkan
minat, dan popular. Inilah sebabnya mengapa banyak siswa meniru
pakaian, tata rambut, dan sikap-sikap para bintang film, misalnya.
Dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian dari para siswa jika
guru menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik. Perhatian
81
siswa juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru,
aneh, atau tak terduga dan dengan memotivasi para siswa agar
menarik perhatian.
b. Fase Retensi
Fase Retensi (Retention Phase). Fase ini bertanggungjawab atas
pengkodean tingkahlaku model dan menyimpan kode-kode itu di
dalam ingatan (memori jagka panjang). Pengkodean (encoding) adalah
proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori.
(Gretler, 1994). Arti penting dari fase in adalah bahwa si pengamat
tidak akan memperoleh manfaat dari tingkahlaku yang dikode dan di
simpan dalam ingatan untuk digunakan pada waktu yang lain.
Suatu proses retensi yang paling penting adalah pengulangan.
Pengulangan secara mental (pengulangan tertutup), apabia individu
membayangkan dirinya sendiri sedang melakukan tingkah laku model.
Pengulangan secara motorik (pengulangan terbuka) yaitu dengan cara
individu melakukan tindakan yang kasat mata proses pengulangan
sangat berguna sebagai alat bantu memori. Tentu saja proses retensi
ini dipengaruhi perkembangan kognitif si pengamat.
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, gurur dapat
menyediakan waktu pelatihan yang memungkinkan siswa mengulang
keterampilan baru secara bergiliran, baik secara fisik maupun secara
mental. Sebagai contoh, siswa dapat memvisualisasikan sendiri tahap-
tahap yang telah di demonstrasikan dalam menggunakan neraca
lengan (ohauss), sebelum benar-benar melakukannya sendiri.
c. Fase Reproduksi
Dalam fase ini, bayangan atau kode-kode simbolik verbal dalam
memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang
baru diperoleh. Telah ditemukan bahwa derajat ketelitian yang
tertinggi dalam belajar observasional terjadi bila tindakan mengikuti
pengulangan secara mental.
82
Fase reproduksi mengizinkan model atau instruktur untuk melihat
apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh
yang belajar. Adakalanya sebagian dari suatu urutan perilaku yang
diberi kode yang benar dan dimiliki. Misalnya, seorang guru mungkin
menemukan bahwa setelah memodelkan prosedur-prosedur untuk
memecahkan persamaan kuadrat, beberapa siswa hanya dapat
memecahkan sebagian dari persamaan itu. Mereka mungkin
membutuhkan pertolongan dalam menguasai seluruh urutan untuk
memecahkan persamaan kuadrat itu. Kekurangan penampilan hanya
dapat diketahui bila siswa-siswa diminta untuk menampilkan. Itulah
sebabnya fase reproduksi diperlukan.
d. Fase Motivasi
Fase terakhir dalam proses belajar observasional ialah fase
motivasi. Para siswa akan meniru suatu model sebab mereka merasa
bahwa dengan berbuat demikian, mereka akan meningkatkan
kemungkinan untuk memperoleh reinforcement.
Dalam kelas, fase motivasi belajar observasional kerap kali
terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model guru.
Para siswa memperhatikan model itu, melakukan latihan, dan
menampilkannya sebab mereka mengetahui bahwa inilah yang disukai
guru dan menyenangkan guru.
3. Belajar Vicariousui
Telah kita ketahui bahwa sebagian besar belajar observasional
termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan menuju
pada reinforcement. Akan tetapi, ada orang yang belajar dengan melihat
orang yang diberi reinforcement atau dihukum waktu terlibat dalam
perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar “vicalious”.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious. Bila
seorang murid berkelakuan tidak baik, guru memperhatikan anak-anak
yang bekerja dengan baik dan memuji mereka karena pekerjaan mereka
83
yang baik itu. Anak yang nakal itu mlihat bahwa bekerja memperoleh
reinforcement sehingga iapun kembali bekerja.
4. Pengaturan Sendiri
Fase pengaturan sendiri konsep penting lainya dalam belajar
observasional ialah pengaturan sendiri. Bandura berhipotesis bahwa
manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu
terhadap criteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi
reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri. Kita semua mengetahui
bila kita berbuat kurang dari pada yang sebenarnya. Untuk dapat mmbuat
pertimbangan-pertimbangan ini, kita harus mempunyai harapan tentang
penampilan kita sendiri. Seorang siswa mungkin sudah merasa senang
sekali memperoleh 90% betul dalam suatu tes, tetapi anak yang lain
mungkin masih kecewa.
84
BAB 7
MOTIVASI BELAJAR
7.1. Pengertian Motivasi
Motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terjadi pada diri
seseorang individu dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu
guna mencapai tujuan. Pada diri siswa terdapat kekuatan mental berupa
keinginan, kemauan, atau cita-cita yang menjadi penggerak belajar dan
berasal dari berbagai sumber. Motivasi siswa yang rendah menjadi lebih
baik setelah siswa memperoleh informasi yang benar dan motivasi
belajar siswa dapat menjadi rendah dan dapat diperbaiki kembali. Maka
dari itu peran guru untuk mempertinggi motivasi belajar siswa sangat
berarti. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku
individu belajar.
Ada 3 komponen utama dalam motivasi yaitu:
1. Kebutuhan, terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara
apa yang ia miliki dan yang ia harapkan.
2. Dorongan, merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan
dalam rangka memenuhi harapan.
3. Tujuan, adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu.
7.2. Pentingnya Motivasi Dalam Belajar
Perilaku yang penting bagi manusia adalah belajar dan bekerja.
Belajar menimbulkan perubahan mental pada diri siswa. Bekerja
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku dan orang lain.
Motivasi belajar dan motivasi bekerja merupakan penggerak kemajuan
masyarakat dan kedua motivasi tersebut perlu dimiliki oleh setiap siswa.
Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru.
Bagi siswa pentingnya belajar yaitu (1)Menyadarkan kedudukan
pada awal belajar, proses, dan hasil akhir; contohnya setelah seseorang
siswa membaca suatu bab buku bacaan, dibandingkan dengan temannya
85
sekelas yang juga membaca bab tersebut ia kurang berhasil menangkap isi,
maka ia terdorong membaca lagi. (2) Menginformasikan tentang kekuatan
usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebayanya; sebagai
ilustrasi, jika terbukti usaha belajar seorang siswa belum memadai, maka
ia berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil. (3)
Mengharapkan kegiatan belajar; sebagai ilustrasi, setelah ia ketahui bahwa
dirinya blum belajar secara serius terbukti banyak bersenda gurau
misalnya, maka ia akan mengubah perilaku belajarnya. (4) Membesarkan
semangat belajar; sebagai ilustrasi, jika ia telah menghabiskan dana belajar
dan masih ada adik yang sibiayai orang tua maka ia berusaha cepat lulus.
(5) Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja.
Individu dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa
sehingga dapat berhasil; sebagai ilustrasi, setiap hari siswa diharapkan
belajar di rumah, membantu pekerjaan orang tua, dan bermain dengan
teman sebaya. Apa yang dilakukan diharapkan dapat berhasil memuaskan.
Kelima hal tersebut menunjukan betapa pentingnya motivasi tersebut
disadari oleh pelakunya sendiri. Bila motivasi disadarkan oleh pelaku
maka suatu pekerjaan dalam hal ini tugas belajar akan terselesaikan
dengan baik
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru.
Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa
bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagi berikut: (1) Membangkitkan,
meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai
berhasil; membangkitkan, bila siswa tak bersemangat; meningkatkan, bila
semangat belajar nya timbul tenggelam; memelihara, bila semangatnya
telah kuat untuk mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini hadiah, pujian,
dorongan, atau pemicu semangat dapat diguakan untuk mengorbankan
semangat belajar. (2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di
kelas beragam macam; ada yang acuh tak acuh, ada yang tak memusatkan
perhatian, ada yang bermain, di samping yang bersemangat untuk belajar.
Di antara yang bersemangat belajar, ada yang berhasil dan ada yang tidak
berhasil. Dengan bermacamragamnya motivasi belajar tersebut, maka guru
86
dapat menggunakan bermacam-macam strategi mengajar belajar. (30
Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu di antara
bermacam-macam peran sebagai penasehat, fasilitator, instruktur, teman
diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau pendidik. Peran pedagogis
tersebut sudah barang tentu sesuai dengan pelaku siswa. (4) Memberi
peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa pedagogis. Tugas guru adalah
membuat semua siswa belajar sampai berhasil. Tantangan profesionalnya
justru terletak pada “mengubah” siswa tak berminat menjadi bersemangat
belajar. “Mengubah” siswa cerdas yang acuh tak acuh menjadi
bersemangat belajar.
7.3. Jenis Motivasi
Ada 2 jenis motivasi, yaitu:
a) Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar.
Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau
jasmani manusia.
b) Motivasi sekunder adalah , motivasi yang dipelajari dan dipengaruhi oleh
faktor biologis dan social.
7.4. Sifat Motivasi
Motivasi seseorang dapat bersumber dari:
1. Dalam diri sendiri / motivasi internal, yang dikarenakan orang
tersebut senang melakukannya. Sebagai ilustrasinya, seorang siswa
membaca sebuah buku, karena ia ingin mengetahui kisah seorang
tokoh, bukan karena tugas sekolah. Motivasi memang mendorong
terus, dan memberi energi pada tingkah laku. Setelah siswa tersebut
menamatkan sebuah buku maka ia mencari buku lain untuk memahami
tokoh lain. Keberhasilan membaca sebuah buku akan menimbulkan
kegiatan baru untuk membaca buku yang lain.
2. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang
yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu
karena dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari
87
hukuman. Sebagai ilustrasi, seorang siswa kelas satu SMP belum
mengetahui tujuan belajar di SMP. Semula, ia hanya ikut-ikutan
belajar di SMP karena teman sebayanya juga belajar di SMP. Berkat
penjelasan wali kelas satu SMP, siswa memahami faedah belajar di
SMP bagi dirinya. Siswa tersebut belajar dengan giat dan bersemangat.
Hasil belajar siswa tersebut sangat baik, dan ia berhasil lulus SMP
dengan NEM yang baik. Ia meyadari petingnya belajar dan ia
melanjutkan ke jenjang pedidikan selanjutnya. Dan setelah lulus dari
SMA ia di terima di AKABRI. Dari contoh tersebut motivasi
ekstrinsik membuat siswa yang belajar ikut-ikutan menjadi belajar
dengan penuh semangat. Siswa belajar dengan tujuannya sendiri,
berkat informasi guru.
7.5. Motivasi Dalam Belajar
Bagan 3.1: Motivasi belajar dalam kerangka rekayasa pedagogis guru dan
emansipasinkemandirian siswa sepanjang hayat.
88
Siswa yang lain baru memiliki keinginan memperoleh pengamalan
keterampilan, dan pengetahuan berkat teman sebayanya. Mereka ini
memiliki motivasi ekstrinsik. (3) Dalam proses belajar mengajar, guru
melakukan tindakan mendidik seperti memberi hadiah , memuji, menegur,
menghukum, atau memberi nasihat. Tindakan guru tersebut berarti
menguatkan motivasi instrinsik; Tindakan guru tersebut juga berarti
mendorong siswa belajar, suatu penguatan motivasi ekstrinsik. Siswa
tertarik belajar karena ingin memperoleh hadiah atau menghindari
hukuman. Dalam hal ini siswa “menghayati” motivasi instrinsik atau
motivasi ekstrinsik, dan bertambah bersemangat untuk belajar. Sesuai
dengan tugas perkembangan, maka siswa dapat bangkit untuk
beremansipasi menjadi mandiri. Emansipaso kemandirian tersebut
berlangsung sepanjang hayat sesuai dengan tingkat pertumbuhan dalam
memenuhi kebutuhan pribadi. (4) Dengan belajar yang bermotivasi, siswa
memperoleh hasil belajar. Hasil belajar dapat dikategorikan sebagai hasil
sementara, bagian, tak lengkap, atau yang lengkap. Dari segi rekayasa,
maka hasil belajar tersebut dibedakan menjadi (5) Dampak pengajaran dan
dampak pengiring. (5) Dampak pengajaran adalah hasil belajar yang
segara dapat diukur, yang terwujud dalam nilai rapot, nilai EBTANAS,
nilai ijazah, atau transkip IP. Sebagaian besar rekayasa pedagogis guru
terwujud sampai pada dampak pengajaran. (6) Dampak pengiring adalah
unjuk kerja siswa setelah mereka lulus ujian atau merupakan transfer hasil
belajar di sekolah. Munculnya dampak pengiring bila lulusan sekolah
menghadapi masalah. Dampak pengiring terletak dalam kepentingan siswa
sendiri. Dari segi tugas perkembangan jiwa, maka dampak pengiring
merupakan untuk kerja tugas perkembangan untuk mencapai aktualisasi
diri secara penuh. Dampak pengiring merupakan sarana untuk melakukan
emansipasi kemandirian bagi siswa. (7) Setelah siswa lulus sekolah,
sekurang-kurangnya selesai wajib belajar sembilan tahun, maka
diharapkan mengembangkan diri lebih lanjut. Lulusan sekolah dapat
membuat program belajar sepanjang hayat, lewat jalur sekolah atau luar
sekolah. (8) Dengan memprogram belajar sendiri secara bersinambungan,
89
maka ia memperoleh hasil belajar atas tanggung jawab sendiri. Ditinjau
dari segi siswa sebagai siswa, maka emansipasi kemandirian berupa
rangkaian program belajar sepanjang hayat. Program belajar di luar
rekayasa pedagogis guru adalah suatu rangkaian dampak pengiring berupa
program dan hasil belaju ar sepanjang hayat. Dalam hal ini sang siswa
telah mampu memperkuat motivasi belajarnya sendiri karena kebutuhan
aktualisasi diri.
7.6. Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Dalam kerangka pendidikan formal, motivasi belajar tersebut ada
dalam jaringan rekayasa pedagogis guru. Dengan tindakan pembuatan
persiapan mengajar, pelaksanaan belajar-mengajar maka guru menguatkan
motivasi belajar siswa. Sebaliknya, dilihat dari segi emansipasi
kemandirian siswa, motivasi belajar semakin meningkat pada tercapainya
hasil belajar. Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami
perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan
kematangan psikologis siswa. Sebagai ilustrasi, keinginan anak muda
membaca majalah. Contohnya, terpengaruh oleh kesiapan alat-alat indra
untuk mengucap kata. Keberhasilan mengucap kata dari simbol pada
huruf-huruf mendorong keinginan menyelesaikan tugas baca.
a. Cita-Cita atau Aspirasi Siswa
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti
keinginan belajar berjalan, makan-makanan yang lezat, berebut
permainan, dapat membaca, dapat bernyanyi, dan lain-lain.
Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan
bergiat, bahkan di kemudian hari, menimbulkan cita-cita dalam
kehidupan. Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembanga akal,
moral, kemauan, bahasa, dan nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita
juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian.
90
b. Kemampuan Siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau
kecakapan mencapainya. Keinginan membaca perlu dibarengi dengan
kemampuan mengenal dan mengucapkan bunyi huruf-huruf.
Kesukaran mengucapkan huruf r” yang benar. Latihan berulang kali
menyebabkan terbentuknya kemampuan mengucapkan “r”. Atau
kemampuan mengucapkan huruf-huruf lain. Maka keinginan anak
untuk membaca akan terpenuhi. Keberhasilan untuk membaca satu
buku bacaan akan menambah kekayaan pengalaman hidup. Dan akan
menimbulkan kegemaran membaca pada anak yang semula sukar
mengucapkan huruf “r” yang benar. Maka dari itu kemampuan akan
memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan.
c. Kondisi Siswa
Kondisi yang di maksud adalah kondisi jasmani dan kondisi rohani
mempengaruhi motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang sakit,
lapar, atau marah-marah akan menggangu perhatian belajar, enggan
belajar, dan sukar memusatkan perhatian pada penjelasan pelajaran.
Sebaliknya, setelah siswa tersebut sehat ia akan mengejar ketinggalan
pelajaran. Siswa tersebut dengan senang hati membaca buku-buku
pelajaran agar ia dapat memperoleh nilai rapor baik. Seperti sebelum
sakit. Dengan kata lain, kondisi jasmani dan rohani siswa sangat
berpengaruh pada motivasi belajar.
d. Kondisi Lingkungan Siswa
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat
tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai
anggota siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Oleh karena
itu kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban
pergaulan perlu di pertimbangkan mutunya. Dengan lingkungan yang
aman, tentram, tertib, dan indah maka semangat dan motivasi belajar
mudah diperkuat.
91
e. Unsur-Unsur Dinamis dalam Belajar dan Pelajaran
Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran
yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman
dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku
belajar. Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan
tempat tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan
budaya siswa yang berupa surat kabar, majalah, radio, televisi, dan
film semakin menjangkau siswa.
f. Upaya Guru dalam Membelajarkan Siswa
Guru adalah seseorang pendidik profesional. Ia bergaul setiap hari
dengan puluhan dan ratusan siswa. Interaksi efektif pergaulannya
sekitar lima jam sehari.
7.7. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Perilaku belajar merupakan salah satu perilaku. Demikian halnya
dengan motif belajar pada siswa yang sedang membaca buku pelajaran.
Membaca dengan motivasi “mencari sesuatu” lebih berarti bila
dibandingkan dengan membaca “tanpa mencari sesuatu”. Guru di sekolah
menghadapi banyak siswa dengan bermacam-macam motivasi belajar.
Oleh karena itu peran guru cukup banyak untuk meningkatkan belajar.
7.7.1. Optimalisasi Penerapan Prinsip Belajar
Perilaku belajar di sekolah telah menjadi pola umum. Sejak
usia 6 tahun, siswa masuk sekolah selama lima-enam jam sehari.
Sekurang-kurangnya siswa mengalami belajar di sekolah selama 6
tahun. Dari segi perkembangannya, ada siswa yang hanya ikut-
ikutan, suka bermain, belum mengerti faedah belajar. Dengan
tugas-tugas sekolahnya, kemudian mereka baru mulai mengenangi
belajar.
Kehadiran siswa di kelas merupakan awal motivasi belajar.
Guru profesional tertarik perhatiannya pada membelajarkan siswa.
7.7.2. Optimalkan Unsur Dinamis Belajar dan Pembelajaran
92
Seorang siswa akan belajar dengan seutuh pribadinya.
Perasaan, kemauan, pikiran, perhatian, fantasi, dan kemauan yang
lain tertuju pada belajar. Ketidaksejajaran tersebut disebabkan oleh
kelelahan jasmani atau mentalnya, ataupun naik turunnya energi
jiwa.
7.7.3. Optimalkan Pemanfaatan Pengalaman dan Kemampuan Siswa
Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak
beljar setiap hari. Perilaku belajar setiap hari bertolak dari jadwal
pelajaran sekolah. Untuk menghadapi hari pertama masuk sekolah
guru telah membuat rancangan pengajaran. Sedangkan siswa telah
terbiasa dengan membuat buku pelajaran. Siswa telah mengalami
belajar yang berhasil atau belajar yang gagal sebelumnya. Maka
dari itu rancangan pembelajaran satu tahun ajaran selalu
diharapkan oleh seluruh siswa.
7.7.4. Pengembangan Cita-Cita dan Aspirasi Belajar
Belajar di sekolah menjadi pola umum kehidupan warga
masyarakan di Indonesia. Dewasa ini keinginan hidup lebih baik
telah dimiliki oleh warga masyarakat. Belajar telah dijadikan alat
hidup. Wajib belajar selama 9 tahun merupakan kebutuhan hidup.
Oleh karna itu warga masyarakat mendambakan agar anak-anaknya
memperoleh tempat belajar di sekolah yang baik.
93
BAB 8
KESULITAN BELAJAR
8.1 Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk
mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan.
Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki
perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar
belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat
mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada
umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata,
sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang
itu terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang berkategori “di luar rata-
rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang
memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan
intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan
atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses
persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian,
penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam
Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian
kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional
yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning
disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional
Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty)
yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga
dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu kesulitan belajar
juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal)
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja
akademik yang sesuai dengan harapan.
94
8.2 Faktor-Faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari
menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan
belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku
(misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas,
mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kuliah, dan sering minggat
dari sekolah. Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan
belajar terdiri atas dua macam :
A. Faktor Intern Siswa
Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari
dalam siswa sendiri. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau
ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual/intelegensi siswa.
2) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi
dan sikap.
3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengar (mata dan telinga).
Adapun faktor-faktor internnya adalah sebagai berikut:
1) Fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang
sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga
proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna.
Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang
dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang
pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh
yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
95
2) Psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai
perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa
belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain
itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang
dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius
(lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat.
Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu
mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.
Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60
tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk
itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki
anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi,
kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
B. Faktor Ektern Siswa
Faktor ektern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari
luar diri siswa. Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Dari
lingkungannya dibagi menjadi 3 macam:.
1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara
ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah
perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group)
yang nakal.
3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang buruk
seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas
rendah.
96
Adapun faktor-faktor ekternnya adalah sebagai berikut:
1) Sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di
rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya
akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau
anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan
orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan
terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan
belajar anak.
2) Non-Sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kurikulum dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh
perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor
penyebabnya, diantaranya:
a. Keturunan
Di Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek keluarga dan
menemukan rata-rata anggota tersebut mengalami kesulitan dalam
membaca, menulis dan mengija, setelah diteliti secara lebih mendalam,
ternyata salah satu faktor penyebabnya adalah faktor keturunan.
b. Otak
Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar
mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi
perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa
terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang mengalami kelambanan
atau kesulitan belajar dengan anak yan ab-normal. Hanya saja anak yang
lamban atau kesulitan belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada
otak, oleh karena itu para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak
sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan ini.
97
c. Pemikiran
Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menmgalami kesulitan
dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya
adalah mereka tidak dapat mengorganisasikan cara berpikir secara baik
dan sistematis. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih
berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
d. Gizi
Berdasarkan penelitian para ahli yang dilakukan terhadap anak-anak dan
binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang erat antara kesulitan belajar
dengan kekurangan gizi. Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu
penyebab terjadinya kelambanan atau kesulitan belajar.
e. Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak menguntungkan yang
dapat nengganggu perkembngan mental anak, baik yang terjadi di dalam
keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini
dapat pengaruhi kesulitan belajar, tetapi bukan satu-satunya faktor
penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun, yang pasti faktor tersebut
dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.
f. Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan
belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh
Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan
bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi
hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam
Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan
kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan
pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan
menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat
98
dan bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan
belajar.
8.3 Jenis Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam,
yaitu sebagai berikut:
Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat
dari bidang studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang
dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat
kesulitannya: ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya
hanya sementara. Dilihat dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor
intelligensi, dan ada yang karena factor bukan intelligensi. Dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa
yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya
secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak
sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis,
maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas,
diantaranya :
a) Learning Disorder
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses
belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak
dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya
lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah
terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya,
mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut
gerakan lemah-gemulai.
99
JENIS-JENIS LEARNING DISORDER
1. Disleksia (Dyslexia): adalah gangguan belajar yang mempengaruhi
membaca dan / atau kemampuan menulis. Ini adalah cacat bahasa berbasis di
mana seseorang memiliki kesulitan untuk memahami kata-kata tertulis.
Ciri - ciri penderita disleksia itu, dia sulit membedakan huruf
alpabet,terutama yang betuknya mirip-mirip (b,d,q,p), tidak bisa mengeja
kata dengan benar, sering salah membaca teks dan kadang tidak paham arti
teks itu, bingung membedakan kata yang bunyi dan tulisannya mirip seperti
'hati' dan 'pati'
2. Diskalkulia (Dyscalculia) : adalah gangguan belajar yang mempengaruhi
kemampuan matematika. Seseorang dengan diskalkulia sering mengalami
kesulitan memecahkan masalah matematika dan menangkap konsep-konsep
dasar aritmatika.
Ciri-cirinya, bingung membedakan simbol + - x :, sering salah dalam
menghitung matematika sehari-hari, tidak bisa mengerti semua yang
berhubungan dengan perhitungan, dan juga sulit membedakan antara kg, liter,
jam, menit, detik, tahun abad, dan lain lain.
3. Disgrafia (Dysgraphia): adalah ketidakmampuan dalam menulis, terlepas
dari kemampuan untuk membaca. Orang dengan disgrafia sering berjuang
dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang didefinisikan. Hal
ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik halus.
Ciri-ciri penderita dysgraphia ini antaralain sulit menuliskan sebuah kata
dengan benar. kadang hurufnya kebalik atau ejaannya salah. Kalimat yang
ditulis penderita biasanya salah tempat, misalnya mau nulis "Isca cantik" jadi
"cantik isca" eh abaikan deh yang barusan
4. Gangguan pendengaran dan proses visual (Auditory and visual
processing disorders): adalah gangguan belajar yang melibatkan gangguan
sensorik. Meskipun anak tersebut mungkin dapat melihat dan / atau
mendengar secara normal, gangguan ini menyulitkan mereka dari apa yang
100
mereka lihat dan dengar. Mereka akan sering memiliki kesulitan dalam
pemahaman bahasa, baik tertulis atau auditori (atau keduanya).
5. Ketidakmampuan belajar nonverbal (Nonverbal Learning Disabilities) :
adalah gangguan belajar dalam masalah dengan visual-spasial, motorik, dan
keterampilan organisasi. Umumnya mereka mengalami kesulitan dalam
memahami komunikasi nonverbal dan interaksi, yang dapat mengakibatkan
masalah sosial.
6. Gangguan bahasa spesifik (Specific Language Impairment (SLI)) :
adalah gangguan perkembangan yang mempengaruhi penguasaan bahasa dan
penggunaan.
7. ADHD/ADD, Attention Deficit Hyperactivity Disorder/ Attention
Deficit Disorder. ini adalah jenis gangguan dimana penderitanya sulit untuk
fokus karena bersikap hiperaktif. Ciri ciri penderita ADHD/ADD ini yaitu,
perhatiannya mudah teralih, gampang bosan ngerjain soal yang monoton,
sering gak ngedengerin orang ngomong, ngga betah berdiam diri atau duduk
lama-lama.
CIRI-CIRI LEARNING DISORDER
1) Daya ingat (relatif) kurang baik;
2) Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan
kemampuan daya ingat;
3) Sangat aktif dan tidak mampu menyelesaikan satu tugas atau kegiatan
tertentu dengan tuntas
4) Impulsif (bertindak sebelum berpikir);
5) Sulit konsentrasi atau pehatiannya mudah teralih;
6) Sering melakukan pelanggaran baik di sekolah atau di rumah ;
7) Problem emosional seperti mengasingkan diri, pemurung, mudah
tersinggung atau acuh terhadap lingkungannya ;
8) Menolak bersekolah;
9) Mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau rutinitas tertentu ;
101
10) Ketidakstabilan dalam menggenggam pensil/pen ;
11) Kesulitan dalam mempelajari pengertian tentang hari dan waktu
GEJALA LEARNING DISORDER
Gejala pada balita:
o Lambat bicara dan perkembangan kosakata yang sedikit dibandingkan
dengan anak seumurannya.
o Masalah dengan pengucapan
o Kesulitan belajar alfabet, angka, bentuk, dan warna
o Kesulitan mengikuti petunjuk
o Kesulitan kemampuan motorik
o Mudah terganggu
o Masalah dengan interaksi social
Gejala pada anak yang lebih dewasa :
o Lambat untuk mempelajari suara-suara asosiasi
o Konstan membaca, menulis, atau kesalahan ejaan
o Kesulitan dalam tanda aritmatika matematika dan bingung (Seperti tanda
X dan +)
o Lambat untuk belajar keterampilan baru
o Tidak menyadari akan bahaya (resiko)
o Miskin konsentrasi
o Membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan teman sebaya nya
untuk pelajaran sekolah atau pekerjaan rumah
o Terbalik atau susah untuk memahami huruf seperti p dengan q dan b
dengan d
o Menghindari membaca dengan suara keras
o Tulisan tangan yang jelek
o Kesulitan untuk berteman
o Nilai akademik jelek
102
Gejala yang ditampilkan pada remaja dan dewasa :
o Menghindari membaca dan menulis tugas
o Salah membaca sesuatu
o Salah mengeja
o Bekerja secara perlahan
o Bermasalah dengan konsep-konsep abstrak
o Masalah pada ingatan
FAKTOR PENYEBAB LEARNING DISORDER
1. Genetik : Gangguan belajar cenderung ada pada keluarga
2. Perkembangan otak dan gangguannya : beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa gangguan belajar mungkin disebabkan oleh gangguan
pada otak baik sebelum kelahiran atau setelah kelahiran. Lahir berat badan
rendah, kekurangan oksigen, ibu mengkonsumsi obat atau alkohol, ibu
merokok selama kehamilan, kelahiran prematur, kekurangan gizi, serta
minimnya perawatan pra kelahiran. Anak-anak yang mengalami cedera
kepala cenderung untuk mempunyai gangguan belajar.
3. Faktor lingkungan : racun yang ada dilingkungan juga merupakan
penyebab gangguan belajar. Janin yang berkembang, bayi, dan anak-anak
sangat rentan terhadap racun lingkungan. Beberapa racun yang sering kita
dapati dilingkungan yaitu zat aditif makanan tertentu, pengawet, asap rokok,
merkuri, dan timah. Gizi buruk pada awal kehidupan juga berpengaruh untuk
penyebab gangguan belajar di kemudian hari.
PENANGANAN LEARNING DISORDER
Setiap anak adalah unik, jadi penanganan sering bervariasi tergantung
pada jenis gangguan dan keparahan gejala. Diskusikan dengan Okupasi
Terapis dan guru untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Kebanyakan
penanganan gangguan belajar melibatkan intervensi pendidikan dan pelatihan
keterampilan perilaku. Sebuah program pengajaran dapat dirancang untuk
membantu anak mempelajari strategi baru dalam mata pelajaran.
Seperti yang telah disebutkan diatas, jika anda menduga anak anda
mengalami gangguan belajar, semakin cepat tertangani, maka semakin cepat
103
baik pula kondisi anak anda untuk menjalani aktivitas akademik yang normal
dan sukses.
Anak-anak dan orang dewasa mungkin mempunyai kesulitan belajar.
Okupasi Terapis biasanya bekerja dengan anak-anak dan orang dewasa yang
mempunyai masalah pada motorik mendasar yang memberikan kontribusi
untuk menyebabkan kesulitan akademis mereka. Mereka juga dapat bekerja
dengan anak-anak yang mempunyai masalah learning disorder yang juga
mengalami kesulitan untuk mengatur diri mereka sendiri atau menyelesaikan
tugas sehari-hari. Jika Anda menduga bahwa anak Anda memiliki kesulitan
koordinasi atau organisasi, bawalah mereka ke seorang Okupasi
Terapis. Okupasi Terapis berperan unik dalam pekerjaannya dengan orang
yang mempunyai gangguan/kesulitan belajar. Mereka berkemampuan untuk
bekerja secara holistik, praktis, dan kreatif.
b) Learning Disfunction
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan
siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak
menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau
gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur
tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun
karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat
menguasai dengan baik.
Ciri-ciriCiri-ciri tingkah laku yang merupakan manifiestasi dari kesulitan belajar dari
Learning disfunction, antara lain:
1. Hasil belajar yang rendah, dibawah rata-rata dan tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan.
2. Lambat dalam melaksanakan tugas kegiatan belajar (akademik) dan
perkembangan (development).
3. Menunjukkan sikap (personality), tingkah laku, cara pikir dan gejala
emosional yang kurang wajar dalam proses belajar.
104
4. Tidak setara antara IQ dan prestasi atau antara prestasi kecakapan
(kepandaian) dengan hasil perfect yang mestinya dicapai.
c) Underachiever
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya
tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan
menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140),
namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau rendah.
Ciri-ciri :
1. Banyak mengalami kekecewaan dan mampu mengontrol diri terhadap
kecemasannya.
2. Kurang mampu menyesuaikan diri dan kurang percaya pada diri sendiri.
3. Kurang mampu mengikuti otoritas.
4. Kurang mampu dalam penerimaan sosial.
5. Kegiatannya kurang berorientasi pada akademik dan sosial.
6. Kebih banyak mengalami konflik dan ketergantungan.
7. Sikap negatif terhadap sekolah
8. Kurang berminat dalam membaca dan berhitung.
9. Kurang mampu menggunakan waktu luang.
10. Menunjukkan gejala-gejala psikotik dan neorotik
Faktor Penyebab :
1. Rendahnya dukungan orangtua
2. Kebiasaan belajar yang jelek
3. Lingkungan Belajar yang tidak kondusif
d) Slow Learner
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses
belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Cirri-ciri :
105
1. Perhatian dan konsentrasi singkat.
2. Reaksinya lambat.
3. Kemampuannya terbatas untuk megerjakan hal-hal yang abstrak dan
menyimpulkan.
4. Kemampuan terbatas dalam menilai bahan yang relevan.
5. Kelambatan dalam menghubungkan dan mewujudkan ide dengan kata-
kata.
6. Gagal mengenal unsur dalam situasi baru.
7. Belajar lambat dan mudah lupa.
8. Berpandangan sempit.
9. Tidak mampu menganalisa, memecahkan masalah, dan berfikir kritis
Penyebab :
a. Masa sebelum dilahirkan (masa pranatal)
1. Penyakit kelamin, cacar, campak, dan sejenisnya.
2. Obat-obatan yang dimakan ibu waktu hamil muda.
3. Kelainan pada kelenjar gondok, yang mengakibatkan pertumbuhan kurang
wajar.
4. Sinar rongen dan radiasi yang berlebihan.
5. Letak bayi dalam perut sang ibu yang tidak normal.
5. Sang ibu menderita keracunan pada waktu hamil
6. Kecelakaan yang menimpa kandungan sang ibu .
7. Kehidupan batin ibu yang tidak stabil selama mengandung.
b. Masa kelahiran (masa natal)
1. Mengalami proses kelahiran yang terlalu lama
2. Pendarahan pada otak karena sulitnya proses kelahiran sehingga dibantu
dengan alat.
3. Kelahiran bayi sebelum cukup umur
4. Tidak segera menangis setelah lahir yang mengakibatkan terlambatnya
bayi untuk memulai bernafas secara efektif.
c. Masa setelah dilahirkan(masapostnatal)
1. Akibat dari kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan pada sel-sel otak,
106
2. Penyakit yang akut, sehingga mengakibatkan pendarahan di otak
(encipalitis) atau peradangan pada selaput otak (meningitis)
3. Menderita penyakit avitaminosis yaitu kekurangan vitamin-vitamin yang
sangat diperlukan dan berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
e) Learning Diasbilities
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala
dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil
belajar di bawah potensi intelektualnya.
Faktor-faktor Penyebab :
1. Faktor keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi pada otaklah
pemicunya, tapi hal itu tidaklah terlalu penting karena pada dasarnya
disleksia tidak disebabkan pola asuh yang salah.
2. Kira-kira 14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidak mampuan dalam
belajar disebabkan karena terdapat gangguan di area otaknya. Pesan yang
terkirim masuk ke otak tampaknya berubah menjadi tidak beraturan dan
kacau.
8.4 Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang
ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan
sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus.
a) Sejarah kegagalan akademik berulang kali
Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang.
Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
b) Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau
pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh
di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
c) Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya
reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan
107
mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan
motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
d) Kecemasan yang samar-samar/kecemasan yang mengambang
Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal
dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain.
Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti
dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam
keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau
tidak memperhatikan.
e) Perilaku berubah-ubah/tidak konsisten dan tidak terduga
Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan.
Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain.
Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap
pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih
merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri
f) Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap
Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak
berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap
seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku
akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan
mental.
g) Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai
Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman
belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak
terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara
kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang
didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar .
8.5 Ciri-Ciri Kesulitan Belajar dan Gejalanya
a) Gangguan Persepsi Visual
Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga
seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.
108
Sering tertinggal huruf dalam menulis.
Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan,
kaki dan lain-lain).
b) Gangguan Persepsi Auditori
Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang
didengarnya.
Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.
Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit
menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena sementara mencoba
memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah) lain.
c) Gangguan Belajar Bahasa
Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
d) Gangguan Perseptual-Motorik
Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb).
Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan
canggung dan kaku dalam gerakannya.
e) Hiperaktivitas
Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam).
Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya.
f) Kacau (distractability)
Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting.
Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses
pemikiran.
Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan
Meski begitu ada hal-hal yang harus dihindari karena tidak akan membantu anak
mengatasi kesulitan belajarnya seperti :
109
a) Memarahi, menghukum atau mempermalukannya.
b) Memberi cap atau sebutan negatif.
c) Memperbanyak latihan dan les.
d) Mengiming-imingi hadiah.
Tapi orang tua tidak perlu khawatir karena kesulitan belajar bisa ditangani, berikut
yang harus orang tua lakukan :
a) Menerima keadaan yang ada, dalam hal ini bukan berdiam diri, bukan
menyangkali, berhenti menyalahkan diri sendiri, orang lain atau Tuhan serta
berhenti menangisi diri sendiri.
b) Melakukan pemeriksaan baik secara psikologis, motorik, neurologis, mata,
THT, dan alergi.
c) Berkomitmen 100% untuk menjalani program terapi serta mengubah pola
piker dan pola asuh.
d) Menyeimbangkan antara kasih sayang dan disiplin.
e) Memberikan pujian.
f) Menghindari label negatif.
Sementara itu guru juga bisa berperan dengan memberikan suasana belajar yang
menyenangkan seperti menggunakan visual, auditori atau praktek, menggunakan
minat anak dalam memberikan contoh, memberikan target yang jelas,
memberikan pernyataan positif serta menjadi inspirasi.
8.6 Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Berdasarkan gejala yang teramati dan faktor penyebab kesulitan belajar,
maka upaya dilakukan guru antara lain :
a) Tempat Duduk Siswa
Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya
mengambil posisi tempat duduk bagian depan. Mereka akan dapat melihat
tulisan di papan tulis lebih jelas. Begitu pula dalam mendengar semua
informasi belajar yang diucapkan oleh guru.
b) Gangguan Kesehatan
110
Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah
dengan tetap memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan
keluarga lainnya.
c) Program Remidial
Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal,
perlu ditolong dengan melaksanakan program remedial. Teknik program
remedial dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah
mengulang kembali bahan pelajaran yang belum dikuasai, memberikan tugas-
tugas tertentu kepada siswa, dan lain sebagainya.
d) Bantuan Media dan Alat Peraga
Pengguanaan alat peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup
membantu siswa yang mengalami kesulitan menerima materi pelajaran. Boleh
jadi kesulitan belajar itu timbul karena materi pelajaran bersifat abstrak
sehingga sulit dipahami siswa.
e) Suasana Belajar Menyenangkan
Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan suasana belajar
kondusif. Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan
membantu siswa yang mengalami hambatan dalam menerima matri pelajaran.
f) Motivasi Orang Tua di Rumah
Anak yang mengalami kesulitan belajar perlu mendapat perhatian orang tua
dan anggota keluarganya. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan
motivasi ekstrinsik dan intrinsic agar anak mampu memperoleh hasil belajar
yang memuaskan. Selain itu juga orang tua perlu memperhatikan kesehatan
tubuh anak dengan memberikan makanan dan minuman yang bergizi disertai
dengan suplemen pembangun tubuh yang cukup.
111
BAB 9
PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS SUMBER BELAJAR
9.1 Pengertian sumber belajar
Berdasarkan Permendikbud No.58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum
2013 SMP/MTS Lampiran III, Sumber belajar (learning resourches) adalah
segala sumber sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan
peserta didik, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, dalam
proses belajar mengajar. Penggunaan sumber belajar dalam proses belajar
mengajar bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian
komptensi yang diharapkan
Pengertian sumber belajar menurut para ahli :
AECT (Association of Education and Communication Technology) (1977)
Mendefinisikan sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik
yang berupa data, orang dan wujud tertentu yang digunakan oleh siswa dalam
belajar baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah
siswa dalam mencapai tujuan belajar.
Menurut Yusufhadi Miarso
Segala sesuatu yang meliputi pesan, orang, bahan,
alat, teknik, dan lingkungan, baik secara tersendiri maupun terkombinasikan
dapat memungkinkan terjadinya belajar.
Edgar Dale
Mengemukakan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang.
Sudjana (Suratno, 2008)
Menuliskan bahwa pengertian sumber belajar bisa diartikan secara
sempit dan secara luas. Pengertian secara sempit diarahakan pada bahan-
bahan cetak. Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang bisa
dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
112
Ahmad Sudrajat
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data,
orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam
belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga
mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai
kompetensi tertentu.
9.2 Fungsi sumber belajar
Fungsi sumber belajar adalah sebagai berikut
1. Memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret dan langsung
Sumber belajar dapat memberikan pengalaman yang lebih baik karena
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengobservasi dan
berinteraksi secara langsung. Sebagai contoh saat membelajarkan
statistika, maka peserta didik diberikan tugas untuk menayakan tinggi
badan peserta didik.
2. Mengatasi keterbatasan ruang waktu dan panca indera
Ada kalanya guru perlu menjelaskan sesuatu yang tidak mungkin
dihadirkan secara langsung kepada peserta didik. Diambil contoh dalam
aritmetika, maka secara konkret peserta didik dapat mengamatinya di
pasar. Pada kenyataannya, tidak semua sekolah memungkinkan guru
mengajak peserta didiknya ke pasar untuk mengamati proses terjadinya
jual beli di pasar. Saat guru tidak mungkin mengajak peserta didik
langsung mengamati proses terjadinya jual beli di pasar, maka guru dapat
membawa berbagai benda untuk membawa suasana jual beli seperti yang
terjadi di pasar ke dalam kelas. Guru dapat mengarahkan peserta didiknya
untuk bermain peran di dalam kelas sehingga pada akhirnya peserta didik
dapat menemukan berbagai konsep yang berkaitan dengan jual beli
tersebut.
113
3. Menyediakan informasi yang akurat dan terbaru
Banyak sumber belajar yang dapat menyediakan informasi terbaru dan
dapat dipercaya seperti surat kabar, majalah atau jurnal ilmiah. Dewasa ini
telah banyak situs internet yang menyediakan sumber-sumber informasi
yang akuntabel. Informasi ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai problem
solving yang menarik yang disesuaikan dengan materi terkait. Misalnya
berkaitan dengan wabah penyakit demam berdarah di Indonesia tahun
2012, maka guru dapat meminta peserta didik untuk menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan diagram penyajian data, ukuran pemusatan
data (mean, median, modus) dan estimasi.
4. Memotivasi belajar peserta didik
Sumber belajar yang menarik dapat meningkatkan minat dan motivasi
belajar pada peserta didik. Beragam sumber belajar yang digunakan oleh
guru dapat mengatasi kejenuhan belajar pada peserta didik.
5. Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik
Beragam kemampuan yang digunakan oleh peserta didik pada saat
berinteraksi dengan sumber belajar seperti mengobservasi, bertanya,
mengklarifikasi informasi, membuat hubungan, menyimpulkan, dan lain-
lain dapat melatih kemampuan berpikir peserta didik. Sumber belajar
memungkinkan peserta didik untuk belajar lebih banyak dari pada hanya
sekedar mendengarkan. Diambil contoh dalam pembelajaran aljabar,
peserta didik mengobservasi ruang kelas untuk mengitung berapa luasnya,
dan memperkirakan berapa besar biaya untuk membeli cat. Peserta didik
perlu mengobservasi ke toko bangunan berapa harga cat perkaleng dan
satu kaleng bisa untuk mengecat berapa luas.
114
9.3 Jenis-jenis Sumber Belajar
Jenis sumber belajar menurut segi perancangannya ada dua yaitu:
1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design),
yaitu sumber belajar yang memang sengaja dibuat untuk tujuan
pembelajaran. Sumber belajar semacam ini sering disebut bahan
pembelajaran. Contohnya adalah: buku pelajaran, modul, program audio
2. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization),
yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan
pembelajaran, namun dapat ditemukan, dipilih dan dimanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran. Contohnya: pejabat pemerintah, tenaga ahli,
pemuka agama, olahragawan, kebun binatang, waduk, museum, film,
sawah, terminal, surat kabar, siaran televisi
Jenis-jenis sumber belajar menurut AECT:
Menurut AECT sumber belajar dibedakan menjadi enam jenis , yaitu:
1. Pesan (massage), yaitu informasi yang ditransmisikan atau diteruskan oleh
komponen lain dalam bentuk ide, ajaran, fakta, makna, nilai dan data.
Contoh: isi bidang studi yang dicantumkan dalam kurikulum pendidikan
formal,dan non formal maupun dalam pendidikan informal.
2. Orang (person), yaitu manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan,
pengelolah dan penyaji pesan.
Contoh: guru, dosen, tutor,siswa, pemain, pembicara, instruktur dan penatar.
3. Bahan (material), yaitu sesuatu ujud tertentu yang mengandung pesan atau
ajaran untuk disajikan dengan menggunakan alat atau bahan itu sendiri
tanpa alat penunjang apapun. Bahan ini sering disebut sebagai media atau
software atau perangkat lunak.
Contoh: buku, modul, majalah, bahan pengajaran terprogram, transparansi,
film, video tape, pita audio (kaset audio), filmstrip, microfiche dan
sebagainya.
115
4. Alat (Device), yaitu suatu perangkat yang digunakan untuk menyampaikan
pesan yang tersimpan dalam bahan. Alat ini disebut hardware atau
perangkat keras.
Contoh: proyektor slide, proyektor film, proyektor filmstrip, proyektor
overhead (OHP), monitor televisi, monitor komputer, kaset, dan lain-lain.
5. Teknik (Technique), dalam hal ini tehnik diartikan sebagai prosedur yang
runtut atau acuan yang dipersiapkan untuk menggunakan bahan peralatan,
orang dan lingkungan belajar secara terkombinasi dan terkoordinasi untuk
menyampaikan ajaran atau materi pelajaran.
Contoh: belajar mandiri, belajar jarak jauh, belajar secara kelompok,
simulasi, diskusi, ceramah, problem solving, tanya jawab dan sebagainya.
6. Lingkungan (setting), yaitu situasi di sekitar proses belajar-mengajar
terjadi. Latar atau lingkungan ini dibedakan menjadi dua macam yaitu
lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik seperti gedung, sekolah,
perpustakaan, laboratorium, rumah, studio, ruang rapat, musium, taman dan
sebagainya. Sedangkan lingkungan non fisik.
Contoh : tatanan ruang belajar, sistem ventilasi, tingkat kegaduhan
lingkungan belajar, cuaca dan sebagainya.
Sumber belajar matematika menurut Permendikbud UU No.58 Tahun
2014 Tentang Kurikulum 2013 SMP/MTS Lampiran III
1. benda yang dipakai sebagai alat peraga baik yang sudah ada di sekitar
maupun yang dirancang khusus
2. orang (narasumber) yang mengandung informasi yamg dapat digunakan
sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan
tingkah laku
3. buku-buku yaitu buku teks pelajaran (buku pokok peserta didik), buku
panduan pendidik (teacher’s manual), buku pengayaan, dan buku referensi
sesuai dengan kebutuhan pembelajaran
116
4. berbagai aplikasi penggunaan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi
dan kemampuan sekolah misalnya program wingeom, cabri, maple,
geogebra, spps, cd tutorial, dll.
5. tempat atau lingkungan, misalnya ruang kelas, halaman sekolah,
perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan
sampah, kolam ikan dan lain sebagainya.
6. bahan yaitu segala sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman
elektronik, dll yang dapat digunakan untuk belajar.
7. peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan,
peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya.
8. Internet.
9.4 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar
Lima kriteria dalam pemilihan sumber belajar, yaitu
1. Ekonomis, sumber belajar yang digunakan tidak harus terpatok pada harga
yang mahal
2. Praktis, sumber belajar yang dipilih tidak memerlukan pengelolaan yang
rumit, sulit dan langka
3. Mudah, sumber belajar harus dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita
4. Fleksibel, artinya sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai
tujuan instruksional
5. Sesuai dengan tujuan, sumber belajar harus dapat mendukung proses dan
pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat
belajar siswa.
117
BAB 10
MODEL, PENDEKATAN, METODE dan STRATEGI PEMBELAJARAN
10.1 Model Pembelajaran
1. Pengertian Model
Menurut Sudrajat (2008) ― Model pembelajaran merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru‖.
Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran.
Dengan demikian, model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Model juga dapat dikatakan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
2. Jenis-Jenis Model Pembelajaran
A. Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran Kontekstual adalah konsep pembelajaran yang
mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan
situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Pembelajaran kontekstual dapat dilaksanakan dari TK,
SD, SMP, SMA dan PT.
Landasan Filosofis model Pembelajaran Kontekstual
Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme artinya filosofi belajar
yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa
harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan
tidak bisa dipisah-pisahkan harus utuh. Konstruktivisme berakar pada
118
filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad ke 20
yaitu filosofi belajar yang menekankan kepada pengembangan minat dan
pengalaman siswa.
1) CTL mencerminkan konsep ketergantungan
2) CTL mencerminkan prinsip deferensiasi
3) CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri
Komponen pembelajaran kontekstual, yaitu: (1) Konstruktivisme, (2)
Inkuiri, (3) Bertanya, (4) Masyarakat belajar, (5) Pemodelan, (6) Refleksi,
(7) Penilaian
Contoh penggunaan CTL dikelas :
Di kelas yang sudah tinggi para guru mendorong siswa untuk
membaca, menulis dan berpikir dengan cara kritis dengan meminta mereka
untuk fokus pada persoalan-persoalan kontroversial di lingkungan atau
masyarakat (misalnya melakukan penelitian di perpustakaan, melakukan
survey lapangan dan mewawancarai pejabat)
Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual
1) Memilih tema
2) Menentukan konsep-konsep yang dipelajari
3) Menentukan kegiatan-kegiatan investasi
4) Menentukan mata pelajaran terkait
5) Merevisi kegiatan dan mata pelajaran yang terkait
6) Menetukan urutan kegiatan
7) Menyiapkan tindak lanjut
B. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ina (2008): Model cooperative learning beranjak dari dasar
pemikiran getting better together yang menekankan pada pemberian
kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada
siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai,
serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi
kehidupannya di masyarakat. Jadi , model pembelajaran kooperatif
119
merupakan salah satu jenis strategi pembelajaran yang menerapkan
interaksi kelompok teman sebaya. Pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang di dalamnya siswa bekerja bersama-sama untuk
mencapai tujuan khusus atau menyelesaikan sebuah tugas.
Melalui model cooperative learning, siswa bukan hanya belajar dan
menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar,
melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai
kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Proses pembelajaran
dengan model cooperative learning ini mampu merangsang dan
menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa.
Sebagai dampak isntruksional dalam model cooperative learning
adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan
pengetahuan secara bermakna, proses pembelajaran yang efektif.
Sedangkan dampak pengiringnya adalah menciptakan lingkungan kelas
yang demokratis, dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa, otonomi
dan kebebasan siswa, kebebasan sebagai siswa, penumbuhan aspek sosial,
interpersonal, dan intrapersonal.
Langkah-langkah Model Cooperative Learning
Noor (2008) menyatakan bahwa ada beberapa langkah yang harus
dilakukan berdasarkan komponen model cooperative learning dapat
dilihat pada tabel 2 berikut:
120
Tabel 2 Langkah-langkah model cooperative learning
N
O
LANGKAH-LANGKAH TINGKAH LAKU GURU
1.
2.
3.
4.
5.
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Menyampaikan informasi
Mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Evaluasi
Pengajar menyampaikan semua
tujuan pelajaran yang ingin
dicapai dan memotivasi siswa
belajar.
Pengajar menyajikan informasi
pada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
Pengajar menjelaskan pada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok
Pengajar membimbing kelompok
belajar pada saat siswa
mengerjakan tugas
Pengajar mengevaluasi hasil
belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya
Pengajar mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan
121
6. Memberikan penghargaan kelompok
Pengelompokan Siswa dalam Model Cooperative Learning
Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol
dalam model cooperative learning. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk
dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang
sosiolekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis (Noor,2008).
Namun dalam penelitian ini, hanya dikelompokkan berdasarkan
kemampuan akdemis. Menurut Noor (2008) dalam hal kemampuan
akademis, kelompok cooperative learning biasanya terdiri dari satu orang
berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang,
dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
Kelompok dapat divariasikan dengan beranggotakan dua, tiga empat,
dan lima orang. Masing-masing variasi mempunyai kelebihan dan
keleman tersendiri yang dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan variasi kelompok model cooperative
learning (Noor,2008)
122
C. Model Inquiry Training
Model Inquiry Trainig adalah model pembelajaran yang berkaitan
dengann aktivitas dan keterampilan aktif yang focus pada pencarian
pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu. Atau
model inquiry training merupakan model pembelajaran yang berupaya
menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam
proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri ,
mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-
benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Untuk model ini, terdapat
tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki
sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality
123
secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara
berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa
melakukan eksplorasi, dan yang ketiga kemandirian, akan bermuara pada
pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.
Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce &
Weil, 1980), yaitu:
(1) menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan
situasi yang saling bertentangan),
(2) menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang
dihadapi, memeriksa tampilnya masalah),
(3) mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai,
merumuskan hipotesis),
(4) mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan
(5) menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih
efektif.
Sistem sosial yang mendukung adalah kerjasama, kebebasan
intelektual, dan kesamaan derajat. Dalam proses kerjasama, interaksi siswa
harus didorong dan digalakkan. Lingkungan intelektual ditandai oleh sifat
terbuka terhadap berbagai ide yang relevan. Partisipasi guru dan siswa
dalam pembelajaran dilandasi oleh paradigma persamaan derajat dalam
mengakomodasikan segala ide yang berkembang.
Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi
konfrontatif yang mampu membangkitkan proses intelektual, strategi
penelitian, dan masalah yang menantang siswa untuk melakukan
penelitian. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi
penelitian dan semangat kreatif. Sedangkan dampak pengiringnya adalah
hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi siswa,
toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.
124
D. Model Reasoning and Problem Solving
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level
memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking, critical thinking,
dancreative thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan
memahami konsep. Kemampuan-kemapuan critical thinking adalah
menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus
pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi
dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi
yang dipelajari sebelumnya,
menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid,
dan melakukan analisis dan refleksi. Kemampuan-kemampuan creative
thinking adalah menghasilkan produk orisinil, efektif, dan kompleks,
inventif, pensintesis, pembangkit, dan penerap ide.
Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang
mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban
dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk
menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan
yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi
yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996). Jadi aktivitas problem
solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban
telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan
masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.
Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima
langkah pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu:
(1) membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah,
memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan,
(2) mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi,
melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar),
(3) menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau
eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan),
125
(4) menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan
komputasi, aljabar, dan geometri),
(5) refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif
pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan
pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).
E. Model Problem-Based Instruction
Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang
berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan
siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik (Arends et al., 2001).
Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang
topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah,
mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan
menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi
mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi
dalam pemecahan masalah.
Model problem-based instruction memiliki lima langkah pembelajaran
(Arend etal., 2001), yaitu:
(1) guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan
(masalah bias untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan
satu, dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari
eksplorasi siswa),
(2) guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan
bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-
sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan
pengukuran),
(3) guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan
masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah
dan apa rasionalnya),
(4) pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program
komputer, dan lain-lain)
126
(5) presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu
melibatkan administator dan anggota masyarakat).
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja
siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, artikel,
jurnal, kliping, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model
analogi, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang
sudah ditata untuk itu.
Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan
dengan dunia nyata, dan bagaimana menggunakan pengetahuan dalam
pemecahan masalah kompleks. Dampak pengiringnya adalah mempercepat
pengembangan self-regulated learning, menciptakan lingkungan kelas
yang demokratis, dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa.
F. Model Pembelajaran Perubahan Konseptual
Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal
dari pengetahuan yang secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan
lingkungan. Sementara pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi
di sekolah yang keduanya bisa konflik, kongruen, atau masing-masing
berdiri sendiri. Dalam kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga
pilihan, yaitu: (1) mempertahankan intuisinya semula, (2) merevisi
sebagian intuisinya melalui proses asimilasi, dan (3) merubah
pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan
pengetahuan baru. Perubahan konseptual terjadi ketika siswa memutuskan
pada pilihan yang ketiga. Agar terjadi proses perubahan konseptual,
belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-konsepsi
yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran (Brook & Brook, 1993). Ini
berarti bahwa mengajar bukan melakukan transmisi pengetahuan tetapi
memfasilitasi dan memediasi agar terjadi proses negosiasi makna menuju
pada proses perubahan konseptual (Hynd, etal,. 1994). Jadi, model
pembelajaran perubahan konseptual adalah suatu model pengajaran yang
disusun berdasarkan konsepsi siswa dan dapat diterapkan oleh pengajar
127
untuk meluruskan konsepsi siswa yang kurang jelas atau berbeda sekali
dengan konsep ilmiah dan sekaligus membangun konsepsi baru.
Langkah – langah dalam pembelajaran perubahan konseptual:
1. Orientasi, yaitu pengajar membuka pelajaran dengan memberikan
uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan tujuan
pembelajaran.
2. Pemunculan ide, yaitu siswa dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok kecil. Pengajar berusaha memunculkan ide siswa dengan
siswa diminta untuk menyatakan secara eksplisit idenya kepada
teman dalam kelompok dan pengajar (guru)
3. Penyusun ulang ide, yaitu siswa menyusun kembali ide yang telah
diperoleh pada langkah 2, yaitu meliputi:
a. Perukaran ide, yaitu siswa mendiskusikan jawaban pada
langkah pemnculan ide dalam kelompoknya.
b. Pembukaan situasi konflik.
Sistem sosial yang mendukung model ini adalah: kedekatan guru
sebagai teman belajar siswa, minimnya peran guru sebagai transmiter
pengetahuan, interaksi sosial yang efektif, latihan menjalani learning to
be. Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah: peranan guru sebagai
fasilitator, negosiator, konfrontator.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja
siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru,
peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja
dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata
untuk itu.
Dampak pembelajaran dari model ini adalah: sikap positif terhadap
belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan
pengetahuan yang variatif. Dampak pengiringnya adalah: pengenalan jati
diri, kebiasaan belajar dengan bekerja, perubahan paradigma, kebebasan,
penumbuhan kecerdasan inter dan intrapersonal.
128
G. Model Pembelajaran Group Investigation
Model pembelajaran group investigation adalah model belajar
kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan
investigasi terhadap suatu topic. Ide model pembelajaran geroup
investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar.
Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada
tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education
(Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan,
bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi
sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran
Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob, et al., 1996), adalah: (1)
siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) belajar hendaknya didasari
motivasi intrinsik; (3) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat
tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat
siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip
saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur
demokratis sangat penting; (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan
dengan dunia nyata.
Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran
(Slavin, 1995), yaitu:
(1) grouping(menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber,
memilih topik, merumuskan permasalahan),
(2) planning(menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari,
siapa melakukan apa, apa tujuannya),
(3) investigation(saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi),
(4) organizing(anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis),
(5) presenting(salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,
mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan),
dan
129
(6) evaluating(masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan
masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru
berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan
penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja
siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru,
peralatan penelitian yang sesuai, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi
atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.
Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivistik
tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin, proses pembelajaran
yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak pengiring
pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam
bernegara, kebebasan sebagai siswa, penumbuhan aspek sosial,
interpersonal, dan intrapersonal.
10.2 Pendekatan Pembelajaran
1. Pengertian Pendekatan
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada guru (teacher centered approach).
2. Jenis-Jenis Pendekatan
A. Pendekatan Expository
Pendekatan expository adalah cara pemrosesan subjek atas objek
dimana guru memberikan penjelasan tentang materi yang bersangkutan
130
sekaligus bimbingan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Pendekatan Expository menekankan pada penyampaian
informasi yang disampaikan sumber belajar kepada warga belajar. Melalui
pendekatan ini sumber belajar dapat menyampaikan materi sampai tuntas.
Pendekatan Expository lebih tepat digunakan apabila jenis bahan belajar
yang bersifat informatif yaitu berupa konsep-konsep dan prinsip dasar
yang perlu difahami warga belajar secara pasti. Pendekatan ini juga tepat
digunakan apabila jumlah warga belajar dalam kegiatan belajar itu relatif
banyak. Pendekatan expository dalam pembelajaran cenderung berpusat
pada sumber belajar, dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) adanya
dominasi sumber belajar dalam pembelajaran, 2) bahan belajar terdiri dari
konsep-konsep dasar atau materi yang baru bagi warga belajar, 3) materi
lebih cenderung bersifat informasi, 4) terbatasnya sarana pembelajaran.
Langkah-langkah penggunaan pendekatan Expository
a. Sumber belajar menyampaikan informasi mengenai konsep, prinsip-
prinsip dasar serta contoh-contoh kongkritnya. Pada langkah ini sumber
belajar dapat menggunakan berbagai metode yang dianggap tepat untuk
menyampaikan informasi
b. Pengambilan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan baik dilakukan
oleh sumber belajar atau warga belajar atau bersama antara sumber belajar
dengan warga belajar
Kelebihan dan Kelemahan
Keuntungan dari penggunaan pendekatan Expository adalah :
a. sumber belajar dapat menyampaikan bahan belajar sampai tuntas sesuai
dengan rencana yang sudah ditentukan,
b. bahan belajar yang diperoleh siswa sifatnya seragam yaitu diperoleh dari
satu sumber,
c. melatih warga belajar untuk menangkap, manafsirkan materi yang
disampaikan oleh sumber belajar,
d. target materi pembelajaran yang perlu disampaikan mudah tercapai,
e. dapat diikuti oleh warga belajar dalam jumlah relative banyak.
131
Disamping kebaikan ada juga kelemahannya yaitu :
a. pembelajaran terlalu berpusat kepada guru sehingga terjadi pendominasian
kegiatan oleh guru yang mengakibatkan kreatifitas siswa terhambat
b. sulit mengetahui taraf pemahaman warga belajar tentang materi yang
sudah diberikan, karena dalam hal ini tidak ada kegiatan umpan balik.
B. Pendekatan Inquiry
Pendekatan inquiry adalah pendekatan pembelajaran pembelajaran
dimana guru dan murid mempelajari peristiwa-peristiwa ilmiah dengan
pendekatan yang dipakai oleh ilmuwan. Istilah Inquiry mempunyai
kesamaan konsep dengan istilah lain seperti Discovery, Problem solving
dan Reflektif Thinking. Semua istilah ini sama dalam penerapannya yaitu
berusaha untuk memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk dapat
belajar melalui kegiatan pengajuan berbagai permasalahan secara
sistimatis, sehingga dalam pembelajaran lebih berpusat pada keaktifan
warga belajar. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Inquiry, sumber belajar menyajikan bahan tidak sampai tuntas,
tetapi memberi peluang kepada warga belajar untuk mencari dan
menemukannya sendiri dengan menggunakan berbagai cara pendekatan
masalah.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dengan menggunakan
pendekatan Inquiry
yaitu sebagaimana dikemukan oleh A.Trabani :
a. Kegiatan pemberian dorongan : Kegiatan ini ditujukan untuk menarik
perhatian siswa dan mengungkapkan hubungan bahan belajar yang akan
dipelajari dengan bahan belajar yang sudah dikuasai atau dalam
keseluruhan bahan belajar secara utuh
b. Kegiatan penyampaian rencana program pembelajaran. Kegiatan ini
ditujukan untuk mengungkapkan rencana program pembelajaran, termasuk
prosedur pembelajaran yang harus diikuti oleh siswa
c. Proses inquiry. Pelaksanaan pembelajaran dapat mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut :
132
1) Pengajuan permasalahan
2) Pengajuan pertanyaan penelitian atau hipotesis
3) Pengumpulan data
4) Penarikan kesimpulan
5) Penarikan generalisasi
d. Umpan balik. Kegiatan ini ditujukan untuk melihat respon warga belajar
terhadap keseluruhan bahan belajar yang telah dipelajari
e. Penilaian. Kegiatan penilaian dilakukan oleh sumber belajar baik secara
lisan maupun tertulis dan atau penampilan.
Kelebihan dan Kelemahan pendekatan inquiry
Apabila pendekatan Inquiry digunakan dalam kegiatan pembelajaran
maka banyak kelebihan yang diperoleh, diantaranya yaitu :
a. Menumbuhkan situasi keakraban diantara warga belajar, karena diberi
kesempatan untuk saling berkomunikasi dalam memecahkan suatu
permasalahan
b. Membiasakan berfikir sistimatis dan analitis dalam mengajukan hipotesis
dan pemecahan masalah
c. Membiasakan berfikir objektif dan empirik yang didasarkan atas
pengalaman atau data yang diperoleh
d. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran
e. Dapat menambah wawasan bagi warga belajar dan sumber belajar karena
terjadi saling tukar pengalaman
Disamping kelebihan dari pendekatan ini juga tidak lepas dari
kelemahan yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran yaitu apabila
tidak ada kesiapan dan kemampuan dari warga belajar untuk memecahkan
permasalahan maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai, juga
kemungkinan akan terjadi pendominasian oleh beberapa orang warga
belajar yang sudah biasa dalam hal mengemukakan pendapat.
133
10.3 Metode Pembelajaran
1. Pengertian Metode
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang sistematis
untuk menyampaikan informasi (Gerlach dan Elly, 80:14).
Metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Karenanya, suatu
metode bersifat prosedural, teknis, dan implementatif. Beberapa metode yang
dapat digunakan selama proses pembelajaran di antaranya adalah metode :
ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, laboratorium,
penemuan (discovery atau inquiry), investigasi, eksplorasi, pemecahan
masalah, permainan, matematika di luar kelas, pemberian tugas (drill atau
latihan), bermain peran, dan pembelajaran kooperatif
2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran
Terdapat beberapa jenis metode yang sering digunakan guru dalam proses
pembelajaran, yaitu:
A. Metode Ceramah
134
Metode ceramah adalah metode penerangan dan penuturan secara
lisan oleh guru terhadap kelasnya. Metode ceramah merupakan cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori.
Ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung interaktif,
yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik dari peserta.
Media pendukung yang digunakan, seperti bahan presentasi yang
ditayangkan dengan lcd, tulisan-tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano,
dll.
Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering
digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh
beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari
guru atau pun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam
proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian
juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang
memberikan materi pelajaran melalui ceramah.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah
Ada beberapa kelebihan sebagai alasan mengapa ceramah sering
digunakan, yaitu :
1. Ceramah merupakan metode yang ’murah’ dan ’mudah’ untuk dilakukan.
Murah dalam arti proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan
yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi atau
peragaan. Sedangkan mudah, memang ceramah hanya mengandalkan
suara guru, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang
rumit.
2. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi
pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya
oleh guru dalam waktu yang singkat.
3. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena
sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan
ceramah.
135
4. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih
sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau
tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit. Asal siswa dapat
menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah
dapat dilakukan.
Di samping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki beberapa
kelemahan, di antaranya:
1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas
pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang
paling dominan, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang
dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada
apa yang dikuasai guru.
2. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan
terjadinya verbalisme.
3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah
sering dianggap sebagai metode yang membosankan. Sering terjadi, walau
pun secara fisik siswa ada di dalam kelas, namun secara mental siswa
sama sekali tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran; pikirannya
melayang ke mana-mana, atau siswa mengantuk, oleh karena gaya bertutur
guru tidak menarik.
4. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa
sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa
diberi kesempatan untuk bertanya, dan tidak ada seorang pun yang
bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.
Langkah-langkah Menggunakan Metode Ceramah
Ada tiga langkah pokok yang harus diperhatikan, yakni persiapan,
pelaksanaan dan kesimpulan. Langkah-langkah tersebut diantaranya
adalah:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah:
136
1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.
2) Menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan.
3) Mempersiapkan alat bantu.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini ada tiga langkah yang harus dilakukan:
1) Langkah Pembukaan
Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah yang
menentukan. Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan oleh
langkah ini.
2) Langkah Penyajian
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan
cara bertutur. Agar ceramah berkualitas sebagai metode pembelajaran,
maka guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi
pembelajaran yang sedang disampaikan.
3) Langkah Mengakhiri atau Menutup Ceramah
Ceramah harus ditutup dengan ringkasan pokok-pokok materi agar materi
pelajaran yang sudah dipahami dan dikuasai siswa tidak terbang kembali.
Perlu diperhatikan, bahwa ceramah akan berhasil baik, bila didukung oleh
metode-metode lainnya, misalnya tanya jawab, tugas, latihan dan lain-lain.
B. Metode Demonstrasi
137
Demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab
membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan
fakta atau data yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode
penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada
siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya
atau hanya sekadar tiruan. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak
terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses
demonstrasi peran siswa hanya sekadar memerhatikan, akan tetapi
demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Dalam
strategi pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan untuk mendukung
keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Demonstrasi
Sebagai suatu metode pembelajaran demonstrasi memiliki beberapa
kelebihan, di antaranya:
1. Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari,
sebab siswa disuruh langsung memperhatikan bahan pelajaran yang
dijelaskan.
2. Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya
mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi.
3. Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempatan
untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian siswa
akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.
Di samping beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki
beberapa kelemahan, di antarannya:
1. Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab
tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat
menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk
menghasilkan pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali
mencobanya terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang
banyak.
138
2. Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang
memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan
yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah.
3. Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang
khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional. Di
samping itu demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru
yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa.
Langkah-langkah Menggunakan Metode Demonstrasi
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:
1) Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses
demonstrasi berakhir.
2) Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilakukan.
3) Lakukan uji coba demonstrasi.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Langkah pembukaan.
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
di antaranya:
a) Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat
memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
b) Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa.
c) Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa,
misalnya siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap
penting dari pelaksanaan demonstrasi.
2) Langkah pelaksanaan demonstrasi.
a) Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang
merangsang siswa untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaan-
pertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa
untuk tertarik memperhatikan demonstrasi.
139
b) Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari
suasana yang menegangkan.
C. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan
siswa pada suatu permasalahan secara bersama-sama. Tujuan utama
metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab
pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk
membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena itu, diskusi bukanlah
debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar
pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama.
Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan
metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul
dari asumsi: (1) diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya
oleh karena interaksi antar siswa muncul secara spontan, sehingga hasil
dan arah diskusi sulit ditentukan; (2) diskusi biasanya memerlukan waktu
yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran di dalam kelas sangat
terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan
sesuatu secara tuntas.
140
Kelebihan dan Kelemahan Metode Diskusi
Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam
kegiatan belajar mengajar.
1. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya
dalam memberikan gagasan dan ide-ide.
2. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi
setiap permasalahan.
3. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan
secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk
menghargai pendapat orang lain.
Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, di
antaranya:
1. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang
siswa yang memiliki keterampilan berbicara.
2. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan
menjadi kabur.
3. Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang direncanakan.
4. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional
yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa
tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
Jenis-jenis Diskusi
Terdapat bemacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran, antara lain:
a. Diskusi Kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses
pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai
peserta diskusi. Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah:
(1) guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang
akan menjadi moderator, siapa yang menjadi penulis; (2) sumber masalah
141
(guru, siswa, atau ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus
dipecahkan selama 10-15 menit; (3) siswa diberi kesempatan untuk
menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator; (4) sumber
masalah memberi tanggapan; dan (5) moderator menyimpulkan hasil
diskusi.
b. Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam
kelompok-kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang.
Pelaksanaannya dimulai dengan guru menyajikan permasalahan secara
umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi ke dalam submasalah yang
harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam
kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.
c. Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu
persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian.
Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada
siswa. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah
yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan
hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya.
d. Diskusi Panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh
beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan
audiens. Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam
diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya
sekadar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh
sebab itu, agar diskusi panel efektif perlu digabungkan dengan metode
lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa disuruh untuk
merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.
142
Langkah-langkah Melaksanakan Diskusi
Agar penggunan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Langkah Persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya:
1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum
maupun tujuan khusus.
2) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai..
3) Menetapkan masalah yang akan dibahas.
4) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis
pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya,
petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus,
manakala diperlukan.
b. Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah:
1) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi
kelancaran diskusi.
2) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya
menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai
dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
3) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah
ditetapkan.Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memerhatikan suasana
atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling
menyudutkan, dan lain sebagainya.
4) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk
mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
143
D. Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau
berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan
cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan
untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.
Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak
semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek
yang sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni
memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan
untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti.
Demikian juga untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan
terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat.
Metode simulasi bertujuan untuk: (1) melatih keterampilan tertentu
baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari, (2)
memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, (3) melatih
memecahkan masalah, (4) meningkatkan keaktifan belajar, (5)
memberikan motivasi belajar kepada siswa, (6) melatih siswa untuk
mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok, (7) menumbuhkan daya
kreatif siswa, dan (8) melatih siswa untuk mengembangkan sikap
toleransi.
144
Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai
metode mengajar, di antaranya adalah:
1. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi
situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi
siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik
yang disimulasikan.
3. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam
menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.
Di samping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai kelemahan, di
antaranya:
1. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai
dengan kenyataan di lapangan.
2. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat
hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa
dalam melakukan simulasi.
Jenis-jenis Simulasi
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
a.Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial,
permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah
kenakalanremaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain
sebagainya. Sosiodramadigunakan untuk memberikan pemahaman dan
145
penghayatan akanmasalah-masalah sosial serta mengembangkan
kemampuan siswa untuk memecahkannya.
b.Psikodrama
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran
yangbertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama
biasanyadigunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman
yanglebih baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan
reaksi terhadaptekanan-tekanan yang dialaminya.
c.Role Playing
Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran
sebagaibagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa
sejarah,mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang
mungkinmuncul pada masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk
role playingmisalnya memainkan peran sebagai juru kampanye suatu
partai atau gambarankeadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi
informasi.
d.Peer Teaching
Peer teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh
siswakepada teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching merupakan
kegiatanpembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya
dan salahsatu siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.
e.Simulasi Game
Simulasi game merupakan bermain peranan, para siswa
berkompetisiuntuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan
mematuhi peraturanyang ditentukan.
Langkah-langkah Simulasi
1) Persiapan Simulasi
a) Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh
simulasi.
146
b) Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan
disimulasikan.
c) Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi,
perananyang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang
disediakan.
d) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
khususnyapada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
2) Pelaksanaan Simulasi
a) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
b) Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
c) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat
kesulitan.
d) Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan
untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalahyang
sedang disimulasikan.
3) Penutup
a) Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita
yang disimulasikan.Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan
kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
b) Merumuskan kesimpulan.
E. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan
terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada
saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa
menjawab atau siswa bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini
terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru.
147
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini
antara lain:
1. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab.
1) Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah
dikuasai oleh siswa.
2) Untuk merangsang siswa berfikir.
3) Memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang
belum dipahami.
2. Jenis pertanyaan.
Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan, yakni pertanyaan
ingatan dan pertanyaan pikiran:
1) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana pengetahuan sudah tertanam pada siswa. Biasanya pertanyaan
berpangkal kepada apa, kapan, di mana, berapa, dan yag sejenisnya.
2) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana cara berpikir anak dalam menanggapi suatu persoalan. Biasanya
pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa, bagaimana.
F. Metode Problem Solving
Metode pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan
pelajaran dengan mendorong pesrta didik untuk mencari dan memecahkan
suatu masalah dalam rangka pencapaian tugas pengajaran. Metode
problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar
metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab
dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya
dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Langkah-langkah metode problem solving.
1) Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh
dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
148
2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah
kedua di atas.
4) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini
siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin
bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan
jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji
kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya
seperti demonstrasi,tugas, diskusi, dan lain-lain.
G. Metode Karyawisata (Field-Trip)
Karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti
tersendiri, berbeda dengan karyawisata dalam arti umum. Karyawisata di
sini berarti kunjunganke luar kelas dalam rangka belajar.
Contoh: Mengajak siswa ke gedung pengadilan untuk mengetahui sistem
peradilan dan proses pengadilan, selama satu jam pelajaran. Jadi,
karyawisatadi atas tidak mengambil tempat yang jauh dari sekolah dan
tidak memerlukan waktu yang lama. Karyawisata dalam waktu yang lama
dan tempat yang jauh disebut study tour.
Langkah- langkah Pokok dalam Pelaksanaan Metode Karyawisata
1. Perencanaan Karyawisata
a) Merumuskan tujuan karyawisata.
b) Menetapkan objek kayawisata sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
c) Menetapkan lamanya karyawisata.
d) Menyusun rencana belajar bagi siswa selama karyawisata.
e) Merencanakan perlengkapan belajar yang harus disediakan.
149
2. Pelaksanaan Karyawisata
Fase ini adalah pelaksanaan kegiatan belajar di tempat karyawisata dengan
bimbingan guru. Kegiatan belajar ini harus diarahkan kepada tujuan yang
telah ditetapkan pada fase perencanaan di atas.
3. Tindak Lanjut
Pada akhir karyawisata siswa diminta laporannya baik lisan maupun
tertulis, mengenai inti masalah yang telah dipelajari pada waktu
karyawisata.
10.4. Strategi Pembelajaran
1. Pengertian
Dalam konteks umum:
Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam Konteks KBK:
Dikatakan sebagai pola umum yang berisi tentang seperangkat
kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum) agar kompetensi
sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
2. Jenis-Jenis Strategi
150
a. Pembelajaran Langsung
Strategi pembelajaran langsung sangat diarahkan oleh guru dan
tergolong sering dipergunakan.
b. Pembelajaran Tak Langsung
Sering disebut: Inkuiri, induktif, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan dan penemuan. Strategi ini berpusat pada siswa. Dimana siswa
membangun sendiri pengetahuannya.
c. Pembelajaran Interaktif
Yaitu pembelajaran yang menekankan diskusi dan proses saling
sharing diantara semua siswa.
151
d. Pembelajaran Empirik (Experiential)
Strategi yang berorientasi pada kegiataninduktif,kegiatan yang
berpusat pada siswa danberbasis aktivitas.Refleksi pribadi tentang
pengalaman dan formulasiperencanaan menujupenerapan pada konteks
yanglain merupakan faktor kritisdalam pembelajaran empiricyang efektif.
e. Belajar Mandiri
• Merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk membangun
inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri.
• Bisa dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari kelompok kecil.
• Memberikan kesempatan siswa untuk bertanggung jawab dalam
merencanakan dan memacu belajarnya sendiri.
• Dapat dilaksanakan sebagai rangkaian dari metode lain atau sebagai
strategi Pembelajaran tunggal untuk keseluruhan unit.
152
BAB 11
ANALISIS KASUS PEMBELAJARAN MATEMATIKA
11.1 Pengertian Analisis Kasus Pembelajaran Matematika
Analisis adalah alat untuk mengidentifikasi masalah guna menentukan
tindakan yang tepat. (morrison, 2001: 27)
Analisis pembelajaran adalah satu dari beberapa langkah yang harus
direncanakan dan dipersiapkan secara matang sebelum kita mentransfer sebuah
ilmu kepada seseorang.
Kasus disebut juga dengan masalah atau permasalahan yaitu keadaan yang
sebenarnya dari suatu urusan atau perkara, keadaan atau kondisi khusus yang
berhubungan dengan seseorang atau suatu hal.
Jadi, menurut bebrapa pengertian di atas analisis kasus pembelajaran
matematika adalah langkah-langkah mengidentifikasi masalah-masalah yang ada
dalam pembelajaran matematika.
11.2 Kasus Pembelajaran Matematika
Kasus pembelajaran matematika dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis,
yaitu:
1. Kasus permasalahan untuk mencari (Problem to find), yaitu mencari,
menentukan atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui
dalam soal dan memberi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek
yang ditanyakan atau dicari , syarat- syarat yang memenuhi soal, data atau
informasi yang diberikan merupakan bagian terpenting atau pokok dari
sebuah soal mencari dan harus dipahami serta dikenali dengan baik pada saat
awal memecahkan masalah. Contohnya;
a) Seorang siswa diminta guru menentukan nilai dari 10 – 2 + 4, maka yang
terjadi kebanyakan siswa mengerjakan soal tersebut seperti berikut.
10 – (2 + 4) = 8 + 4 = 12, tentu saja hasil tersebut adalah salah, yang
benar adalah 10 – (2 + 4) = 10 – 6 = 4.
153
b) Seorang siswa diminta guru menentukan nilai dari 16 : 2 x 4, maka yang
terjadi kebanyakan siswa mengerjakan soal tersebut seperti berikut
16 : 2 x 4 = 8 x 4 = 32, tentu saja hasil tersebut adalah salah, yang benar
adalah 16 : 2 x 4 = 16 : 8 = 2.
2. Kasus permasalahan untuk membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur
untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal
membuktikan terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian
dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dari
hipotesis menuju kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu
pernyataan tidak benar cukup diberikan contoh penyangkalnya sehingga
pernyataan tersebut menjadi tidak benar (Departemen Agama RI, 2004:260).
Contohnya; seorang guru meminta siswanya menjelaskan mengapa bilangan
ganjil apabila dikalikan dengan bilangan genap akan menghasilkan bilangan
genap? Pembahasannya yaitu :
Bilangan genap : 2n
Bilangan ganjil : 2n + 1
a→2n
b→ 2n + 1
a . b = 2n (2n + 1)
= 4n2 + 2n
= 2 (2n2 + n)
= 2k → genap
154
11.3 Faktor Munculnya Kasus Pembelajaran Matematika
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya menjelaskan faktor
munculnya kasus pembelajaran matematika yaitu;
1. Faktor Anak Didik
Anak didik adalah subjek dalam belajar.Dialah yang merasakan langsung
penderitaan akibat kesulitan belajar.Kesulitan belajar yang dialami oleh anak
didik tidak hanya bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan
usaha- usaha tertentu (Djamarah, 2002:203). Faktor penyebab kesulitan
belajar anak didik ini adalah: a) inteligensi (IQ) yang kurang baik, b) bakat
yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang diberikan oleh
guru, c) aktifitas belajar yang kurang, lebih banyak malas daripada
melakukan aktifitas belajar, d) kebiasaan belajar yang kurang baik, belajar
dengan penguasaan ilmu pengetahuan pada tingkat hafalan tidak dengan
pengertian, dan e) tidak ada motivasi dalam belajar, sehingga materi pelajaran
sukar diterima dan diserap oleh anak didik.
2. Faktor Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan
rumah rehabilitasi anak didik.Sebagai lembaga pendidikan yang besar
tentunya sekolah juga mempunyai dampak yang besar bagi anak
didik.Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar sangat
ditentukan oleh kondisi dan system sosial dalam menyeiakan lingkungan
yang kondusif. Bila tidak, sekolah akan ikut terlibat menimbulkan kesulitan
belajar bagi anak didik. Faktor- faktor penyebab kesulitan belajar dari sekolah
seperti : a) pribadi guru yang tidak baik, b) guru yang tidak berkualitas dalam
pengambilan metode yang digunakan dalam mengajar, c) suasana sekolah
yang kurang mnyenangkan, misalnya bising karena letak sekolah berdekatan
dengan jalan raya, d) waktu sekolah dan disiplin yang kurang, dan e)
perpustakaan belum lengkap dengan buku- buku pelajarannya untuk anak
didik (Djamarah, 2002:207).
155
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono dalam bukunya
menjelaskan bahwa faktor munculnya kasus pembelajaran matematika meliputi:
1. Fakttor Intern
Faktor Intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri
dalam hal ini yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi:
a. Faktor Fisiologis
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf
sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterima melalui
indranya tidak dapat diteruskan ke otak. Lebih- lebih sakitnya lama, sarafnya
akan bertambah lemah. Anak yang kurang sehat juga dapat mengalami
kesulitan belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya
konsentrasinya hilang kurang semangat, pikiran terganggu. Karena hal- hal
tersebut maka dalam penerimaan pelajaran pun kurang karena saraf otak tidak
mampu bekerja secara optimal memproses, mengelola, menginterpretasi dan
mengorganisasi bahan pelajaran melalui indranya. Oleh karena itu, seorang
guru atau petugas diagnistik harus meneliti kadar gizi makanan dari anak. Di
samping itu, cacat tubuh dibedakan atas: a) Cacat tubuh yang ringan seperti
kurang pendengaran, kurang penglihatan dan gangguan psikomotor. b) Cacat
tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangannya dan
kakinya.
b. Faktor Psikologis
Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Dalam
hubungannya dengan anak didik, hal ini sering dikaitkan dengan berhasil
tidaknya anak dalam belajar di sekolah.Anak yang IQ-nya tinggi dapat
menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Semakin tinggi IQ seseorang
akan makin cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90
tergolong lemah mental (mentally defective).Anak inilah yang mengalami
156
kesulitan belajar. Bakat adalah kemampua potensial yang dimiliki oleh
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap
individu mempunyai bakat yang berbeda- beda. Bakat dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya prestasi belajar anak didik. Seseorang akan mudah
mempelajari sesuatu sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus
mempelajari bahan yang lain dari bakatnya akan cepat bosan, mudah putus
asa, tidak senang. Hal- hal tersebut akan tampak pada anak yang suka
mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau belajar sehingga nilainya
rendah. Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan
timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak
sesuai dengan bakat nya, tidak sesuai dengan kebutuhannya, tidak sesuai
dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak banyak
menimbulkan problem pada dirinya. Karena itu pelajaran pun tidak pernah
terjadi proses dalam otak, akibatnya timbul kesulitan belajar (Ahmadi dan
Widodo Supriyono, 2004:83). Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi
menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat
menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar
motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar
motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak menyerah, giat membaca
buku untuk meningkatkan prestasinya. Sebaliknya mereka yang motivasinya
lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju
pada pelajaran, suka mengganggu kelas, sering meninggalkan pelajaran
akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar.
2. Fakttor Ekstern
Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari kuar diri manusia itu sendiri
dalam hal ini yang berasal dari luar diri siswa sendiri yang meliputi:
a. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama.Keluarga
juga merupakan salah satu penyebab kesulitan belajar. Yang termasuk dalam
faktor keluarga ini adalah :
157
1. Kewajiban dari orang tua adalah mendidik anaknya.Orang tua yang
kurang/ tidak memperhatikan pendidikan anaknya, mungkin acuh tak acuh,
tidak memperhatikan kemajuan belajar anak- anaknya akan menjadi
penyebab kesulitan belajarnya. Hubungan antara orang tua dengan anak
juga harus harmonis. Karena hal ini juga membantu keberhasilan dalam
belajar mereka.
2. Suasana rumah yang ramai atau gaduh tidak mungkin membuat anak akan
dapat belajar dengan baik. Anak akan terganggu konsentrasinya, sehingga
sukar untuk belajar. Oleh karena itu suasana rumah harus dibuat
menyenangkan, tentram, damai dan harmonis.
3. Biaya merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan
pendidikan anak.Misalnya untuk membeli peralatan sekolah seperti buku,
pensil dan lain sebagainya. Karena kurangnya biaya maka pendidikan
mereka juga akan terhambat, 4) Sekolah merupakan salah satu tempat
anak- anak dalam menuntut ilmu. Unsur- unsur yang ada didalamnya pun
juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar siswa. Diantaranya guru,
sarana/ prasarana, kondisi gedung sekolah, kurikulum yang digunakan,
waktu yang kurang disiplin (Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004:91).
b. Media massa dan lingkungan sosial
Media massa seperti TV, bioskop, tabloid, komik sangat mempengaruhi
proses belajar anak. Semakin seringnya anak menonton TV/ bioskop,
membaca komik dan lain sebagainya membuat anak akan semakin malas untk
belajar. Di samping itu, lingkungan social seperti teman bergaul, keadaan
masyarakat, pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa
anak. Hal ini juga merupakan penyebab anak mengalami kesulitan belajar
serta akan menghambat proses hasil belajar anak.
158
11.4 Pemecahan Kasus Pembelajaran Matematika
Berbagai ketrampilan diperlukan untuk memecahkan kasus pembelajaran
matematika yaitu dengan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan
kasus tersebut antara lain:
1. Memahami soal : memahami dan mengidentifikasi apa fakta atau informasi
yang diberikan, apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari atau dibuktikan.
2. Memilih pendekatan atau strategi pemecahan. Misalnya menggambarkan
masalah dalam bentuk diagram, memilih dan menggunakan pengetahuan
aljabar yang diketahui dan konsep yang relevan untuk membentuk model atau
kalimat matematika
3. Menyelesaikan model: melakukan operasi hitung secara benar dalam
menerapkan strategi untuk mendapatkan solusi dan masalah.
4. Menafsirkan solusi yaitu memperkirakan dan memeriksa kebenaran jawaban,
masuk akalnya jawaban, dan apakah memberikan pemecahan terhadap
masalah semula (Departemen Agama RI, 2004:264).
Selain menigkatkan kemampuan siswa sebaiknya guru juga dapat
mengkombinasikan berbagai strategi belajar mengajar di dalam kelas, seperti:
1. Ekspositori dan ceramah, yaitu suatu metode mengajar dalam penyajian
pelajaran yang dilakukan oleh guru dengan penuturan atau penjelasan lisan
secara langsung terhadap siswa. Metode ini tidak efektif sehingga perlu
diimbangi dengan bentuk kegiatan lainnya.
2. Penyelidikan atau penemuan sendiri (inquiry), melatih peserta didik untuk
menemukan konsep dan menyelesaikan sendiri berbagai konsep dan
pemecahan masalah matematika, misalnya menyelidiki pola, meyesuaikan
soal dengan berbagai cara memecahkan soal- soal yang dibuat sendiri.
159
3. Pengelolaan peserta didik, kerja perseorangan mendorong peserta didik untuk
belajar sendiri, kelompok kecil dapat dilakukan dengan bekerja secara
bersama- sama.
4. Penugasan, misalnya memberi tugas kepada peserta didik untuk mencari
sumber informasi keperpustakaan, memproduksi sumber belajar sendiri,
menerapkan sistem kelompok kerja peserta didik dan menata bentuk kelas
yang sesuai.
5. Permainan, yaitu mengenalkan atau menggunakan konsep matematika
melalui berbagai bentuk permainan (Departemen Agama RI, 2004:265).
6. Metode ini digunakan agar siswa dalam belajar tidak mengalami
kejenuhan.Setiap madrasah mempunyai ciri khas lingkungan belajar,
kelompok peserta didik, dan orang tua (sebagai anggota masyarakat) yang
berbeda-beda.Untuk itu para guru diharapkan mengenali hal ini untuk bisa
menetapkan strategi pembelajaran, organisasi kelas, dan pemanfaatan sumber
belajar yang efektif.
160
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Teori Belajar.
https://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/
teori-pembelajaran-vygotsky/. diakses pada 10 September 2015.
Ardi. 2012. Teori Belajar Behaviorisme,
http://www.academia.edu/8234921/TEORI_BELAJAR_BEHAVIORISM
E, diakses tanggal 17 Agustus 2015.
ASIK BELAJAR. 2012. Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Behavioristik,
http://www.asikbelajar.com/2012/10/pengertian-belajar-menurut-
teori.html , diakses tanggal 19 Agustus 2015.
Asrori, Mohammad, M. Pd. Psikologi Pembelajaran. Bandung. CV Wacana
Prima. Cet. II, 2008.
Atjiah. 2014. Teori Belajar Behavioristik, http://www.slideshare.net/atjiah/teori-
belajar-behavioristik-26533371, diakses tanggal 17 Agustus 2015.
Atmadiharja. 2012. Teori Belajar Behavioristik, http://nasya-
atmadiharja.blogspot.co.id/2012/04/teori-belajar-behavioristik-dan.html ,
diakses tanggal 21 Agustus 2015.
Azzizah. 2015. Teori Belajar Behavioristik,
http://azizahdreams.blogspot.co.id/2015/05/teori-belajar-behavioristik-
dan.html, diakses tanggal 20 Agustus 2015.
Bied, Masbied. Teori Belajar Vygotksy.
https://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-
belajar-vygotsky.pdf. diakses pada 15 September 2015.
Budiningsih, A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
161
Dedi. 2013. Tipe Belajar Menurut Gagne. http://dedi26.blogspot.co.id//03/8-tipe-
belajar-menurut-gagne.html. diakses tanggal 1 Desember 2015.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Dimyati, Dr, Mudjiono, Drs. (2009). Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta
Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Feldmen, William. Penerjemah Sudarmaji. Mengatasi Gangguan Belajar Pada
Anak. Prestasi Putra. Jakarta:. 2002.
Fuaidah. 2010. Teori Belajar Behavioristik, https://8tunas8.wordpress.com/teori-
teori-belajar-behavioristik-serta-penerapannya-dalam-pai/, diakses
tanggal 18 Agustus 2015.
Gintings Abdorrakhman. 2010. Belajar Dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora
Hamzah, R. 2013. Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya dalam
Pembelajaran, http://www.slideshare.net/rohaizahamzah/teori-
belajarbehavioristikpenerapannyadalampembelajaran?from_action=save,
diakses tanggal 17 Agustus 2015.
Hanny, Poeh. Teori Belajar Piaget.
https://hannypoeh.wordpress.com/2011/12/18/teori-piaget-dan-
penerapannya. diakses pada 15 Sepetember 2015.
Iskandar. (2009). Psikologi Pendidikan (Sebuah Orientasi Baru). Jambi: Gaung
Persada.
Kencana Prenada Media Group. Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan
Teknik Pembelajaran. http://smacepiring.wordpress.com/ . diakses pada
tanggal 24 Oktober 2015.
162
Mahmud. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Marlianara. 2013. Teori Behaviorime dan Aplikasiny,
http://marlinara.blogspot.com/2013/12/teori-behaviorisme-dan-
aplikasinya.html, diakses tanggal 16 Agustus 2015.
Nuraini. 2014. Tipe Belajar, Jenis Belajar, dan Prinsip.
http://nurainihasibuan.blogspot.co.id/2014/04/tipe-belajar-jenis-belajar-
dan-prinsip.html. diakses tanggal 4 November 2015.
Pranata, Juandi. Teori Belajar.
http://juandipranata12.blogspot.co.id/. diakses pada 10 September 2015.
Purwanto, Ngalim, MP. Psikologi Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
2010
Sholihin, Muchlis. M. Ag. Buku Ajar Psikologi Belajar PAI. STAIN Pamekasan
Press. 2006.
Soddis.2015. Teori Belajar Behavioristik,
http://soddis.blogspot.co.id/2015/05/teori-belajar-behavioristik-dan.html ,
diakses tanggal 19 Agustus 2015.
Soemanto, W. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suhardan, Dadang. 2010. Supervisi Profesional. Bandung. Alfa Beta
Sururi, F. 2014. Teori Belajar Behavioristi,
http://www.slideshare.net/FebrianSururi/teori-belajar-behavioristik-
18582411, diakses tanggal 20 Agustus 2015.
Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Syah, Muhibbin. M. Ed. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT.
Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005.
163
WIKIPEDIA, Teori Belajar Behavioristi,
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik, diakses tanggal
21 Agustus 2015.
164
LAMPIRAN
BAB 1
Disusun Oleh: Kelompok 1
Nama Anggota Kelompok 1
1. Mery Hardila NIM. 06081181419073
2. Meris Januarti NIM. 06081181419068
3. Putri Handayani NIM. 06081181419018
4. Vina Dwi Purnamasari NIM. 06081181419013
BAB 2
Disusun Oleh: Kelompok 2
Nama Anggota Kelompok 2
1. EndahRizkiani NIM. 06081181419026
2. One agustin NIM. 06081181419016
3. Prasasti anggun NIM. 06081181419071
4. Sutri octaviana sitorus NIM. 06081181419074
BAB 3 TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Disusun Oleh: Kelompok 3
Nama Anggota Kelompok 3
1. Yovika Sukma NIM. 06081181419008
2. Duano Sapta Nusantara NIM. 06081181419067
3. Novri Heriyani Pratami NIM. 06081181419007
4. Cahaya Wania NIM. 06081181419010
165
BAB 4
Disusun Oleh: Kelompok 4
Nama Anggota Kelompok 4
1. Lia Destiani NIM. 06081181419076
2. Santi Puspita Dewi NIM. 06081181419004
3. Sherly Anggraini NIM. 06081181419005
4. Siti Sholekah NIM. 06081181419011
BAB 5
Disusun Oleh: Kelompok 5
Nama Anggota Kelompok 5
1. Linda Rosalina NIM. 06081181419014
2. Silvia Kuswanti NIM. 06081181419017
3. Putri Yani NIM. 06081181419072
4. Suwanto NIM. 06081181419075
BAB 6
Disusun Oleh: Kelompok 6
Nama Anggota Kelompok 6
1. Dania Yuliani NIM. 06081181419001
2. Anita Juliani NIM. 06081181419006
3. Sahala Martua Ambarita NIM. 06081181419009
4. Iksan Erianto NIM. 06081281419062
BAB 7
Disusun Oleh: Kelompok 7
Nama Anggota Kelompok 7
1. Dwi Oktalidiasari NIM. 06081181419019
2. Mecy Margravina NIM. 06081181419021
3. Restie Amelia NIM. 06081181419020
166
BAB 8
Disusun Oleh: Kelompok 8
Nama Anggota Kelompok 8
1. Diah Octavianty NIM. 06081181419002
2. Mei Ayu Tiara NIM. 06081181419015
3. Ria Defti Nurhanida NIM. 06081181419066
BAB 9 PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS SUMBER BELAJAR
Disusun Oleh: Kelompok 9
Nama Anggota Kelompok 9
1. Amalia Agustina NIM. 06081181419003
2. Anisa Padila NIM. 06081181419070
3. Nurul Ain Safura NIM. 06081181419025
BAB 10
Disusun Oleh: Kelompok 10
Nama Anggota Kelompok 10
1. Denti oktaviani NIM. 06081181419065
2. Dwi ranti dhea karima NIM. 06081281419064
3. Rya agustini NIM. 06081181419012
BAB 11
Disusun Oleh: Kelompok 11
Nama Anggota Kelompok 11
1. Luthfiah Asri NIM. 06081181419022
2. Lusi Kurnia NIM. 06081181419023
3. Vidya Fertika Sari NIM. 06081181419062