makalah terstruktur psikologi belajar

25
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap individu mempunyai kemampuan untuk belajar. Proses semacam ini di alaminya semenjak ia lahir sampai tumbuh dewasa. Adanya suatu kegiatan belajar tidak lepas dari pada tujuan yang hendak dicapai yakni agar mampu mengadakan perubahan-perubahan dalam setiap perkembangannya yang ada. Perubahan-perubahan itu adalah keterampilan fisik, kognitif, dan sikap sebagai respons terhadap gejala di lingkungannya. Adapun tantangan yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar amat banyak sekali, khususnya pada lembaga pendidikan. Karena diharuskan atau dituntut agar siswa berhasil dalam studinya tersebut. Kalau dilihat lebih jauh tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut, seolah-olah masih terjadi ketidak puasan terhadap siswa dikarnakan tidak sesuai dengan tujuan belajar itu sendiri. Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama agar nantinya siswa dapat mengetahui serta memahami tentang terbagi metode yang harus ia jalani sehingga nantinya akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan. 2. Rumusan Masalah 2.1. Mendeskripsikan konsep kematangan belajar. Kematangan Belajar Page 1

Upload: roento-hendiana-ernemo

Post on 05-Aug-2015

312 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, setiap individu mempunyai kemampuan untuk belajar. Proses

semacam ini di alaminya semenjak ia lahir sampai tumbuh dewasa. Adanya suatu kegiatan

belajar tidak lepas dari pada tujuan yang hendak dicapai yakni agar mampu mengadakan

perubahan-perubahan dalam setiap perkembangannya yang ada. Perubahan-perubahan itu

adalah keterampilan fisik, kognitif, dan sikap sebagai respons terhadap gejala di

lingkungannya.

Adapun tantangan yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar amat banyak

sekali, khususnya pada lembaga pendidikan. Karena diharuskan atau dituntut agar siswa

berhasil dalam studinya tersebut.

Kalau dilihat lebih jauh tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam mengatasi

masalah tersebut, seolah-olah masih terjadi ketidak puasan terhadap siswa dikarnakan tidak

sesuai dengan tujuan belajar itu sendiri. Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama agar

nantinya siswa dapat mengetahui serta memahami tentang terbagi metode yang harus ia jalani

sehingga nantinya akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan.

2. Rumusan Masalah

2.1. Mendeskripsikan konsep kematangan belajar.

2.2. Mengidentifikasi kematangan siswa sebagai penunjang keberhasilan belajar.

2.3. Mengidentifikasi pengembangan belajar siswa.

Kematangan Belajar Page 1

Page 2: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

BAB II

KEMATANGAN BELAJAR

1. Konsep Dasar Kematangan Belajar

Kematangan (maturity) adalah suatu keadaan atau kondisi bentuk struktur dan fungsi

yang lengkap atau dewasa pada suatu organisasi..1 Kematangan membentuk sifat dan

kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disebut “Readiness” yang

berupa tingkah laku, baik tingkah laku yang instingtif maupun tingkah laku yang dipelajari.

Tingkah laku instingtif adalah suatu pola tingkah laku yang diwariskan melalui proses

hereditas. Sedangkan maksud dari tingkah laku yang dipelajari yaitu orang tak akan berbuat

secara intelijen apabila kapasitas intelektualnya belum memungkinkan.

Dari pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan berdasakan karakteristiknya. meliputi:

1) Kematangan adalah merupakan suatu keadaan atau tahap pencapaian proses

pertumbuhan atau perkembangan.

2) Kematangan dapat berarti matangnya suatu sifat atau potensi fisik yang menjadi

secara kodrat akibat proses pertumbuhan dan hanya tergantung pada waktu belaka.

3) Kematangan juga dapat berarti matangnya suatu fungsi atau potensi mental psikologis

akibat proses perkembangan karena pengalaman dan latihan

4) Kematangan potensi fisik dan mental psikologis itu merupakan suatu keadaan yang

akan berfungsi sebagai prerequisite dalam proses perkembangan kearah pematangan

fungsi atau potensi.

Dengan demikian, kematangan yang dimaksud adalah kematangan potensi fisik dan

potensi mental psikologis yang telah dicapai dalam sutau tahap pertumbuhan atau

perkembangan.

Sedangkan, belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat

fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karenanya,

pemahaman yang mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya

mutlak diperlukan oleh para pendidik. Kekeliruan dan ketidaklengkapan persepsi mereka

terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan

kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.

1 http://moeslemmuda.blogspot.com/2010/04/perkembangan-peserta-didik.html

Kematangan Belajar Page 2

Page 3: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

Sebagaian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau

menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Disamping

itu, ada pula yang memandang bahwa belajar adalah sebagai latihan belaka seperti tampak

pada latihan membaca dan menulis. Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi tersebut ,

berikut ini akan disajikan beberapa definisi dari para ahli.

Skinner, seperi yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology:

The Teaching-learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi

(penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.2

Chaplin(1972) dalam dictionary of Psychologymembatasi belajar dengan dua

rumusan yaitu; Pertama, belajar adalah perolehan perubahan-perubahan tingkah laku yang

relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Kedua, belajar adalah proses

memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus.3

Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan

belajar sebagai perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam

/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. 4

Dari Pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan, bahwa belajar adalah suatu proses

adaptasi untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil

pengalaman dan latihan.

Dari definisi kematangan dan belajar diatas, dapat dideskripsikan bahwa kematangan

belajar adalah suatu kondisi fisik dan mental yang matang pada seorang anak dalam

penerimaan pengetahuan, pengalaman dan latihan. Kondisi fisik antara lain, kondisi mottorik

dan sensorik siswa, seperti menulis dan mendengarkan pengarahan guru. Kondisi mental

yaitu berkaitan dengan proses berfikir dan sikap siswa dalam merespons pelajaran. Jadi,

salah satu tugas guru atau tenaga kerja pendidikan adalah mengidentifikasi kemampuan

siswa pada tahap atau jenjang perkembangannya (kematangan) demi menunjuang

keberhasilan siswa dalam belajar dan untuk menetapkan indikator yang harus dicapai oleh

siswa.

Untuk mengetahui kondisi kematangan siswa dalam belajar pada tahap atau jenjang

tertentu adalah mengidentifikasi perkembangan psiko-fisik siswa itu sendiri. Antara lain:

a. Perkembangan motorik

b. Perkembangan kognitif, dan

2 Syah, Muhibbin.1999. Psikologi Belajar. Jakarta:Wacana Ilmu,... hal 603 Ibid4 Ibid,..61

Kematangan Belajar Page 3

Page 4: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

c. Perkembangan sosial dan moral (sikap)

2. Perkembangan Psiko-Fisik Anak atau Siswa

Sebelum mempelajarari perkembangan, yang perlu diingat adalah bahwa

perkembangan dan pertumbuhan itu berbeda. Perkembangan ialah merupakan serangkaian

perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman dan

terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif (E.B. Harlock).5

Sedangkan pertumbuhan ialah merupakan perubahan secara fiologis sebagai hasil dari

proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak yang

sehat, peredaran waktu tertentu ( kartono ).6

Selanjutnya, pembahasan mengenai perkembangan ranah psikologi fisik pada bagian

ini akan menyusun fokuskan pada proses perkembangan yang dipandang memiliki

keterkaitan langsung dengan kegiatan belajar siswa. Proses-proses perkembangan tersebut

meliputi:7

a. Perkembangan motorik (motor development)

b. Perkembangan Kognitif

c. Perkembangan Sosial dan moral (Psiko-sosial).

2.1. Perkembangan Motorik/Fisik Siswa

Dalam psikologi, kata motor diartikan sebagai istilah yang menunjuk pada hal,

keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya. Jadi,

perkembangan motorik yaitu proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan

perolehan aneka ragam keterampilan anak.8

Menurut Gleitman, ada 2 bekal yang dibawa anak sejak lahir yaitu bekal kapasitas

motor (jasmani) dan bekal kapasitas panca indra (sensorik).9

Bekal pertama yang dibawa anak adalah kapasitas motorik. Kapasitas motorik dapat

mendorong anak untuk beraktivitas sebagaimana tugasnya dalam perkembangannya. Mula-

mula seorang anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit kendali terhadap aktivitas alat-alat

jasmaniahnya. Setelah berusia empat bulan, bayi itu sudah mulai mampu duduk dengan

bantuan sanggaan dan dapat meraih atau menggenggam benda-benda didekatnya.

5 http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/25/definisi-perkembangan/6 Ibid7 Syah, Muhibbin.1999. Psikologi Belajar. Jakarta:Wacana Ilmu...hal.128 Ibid9 Ibid,,. Hal 13

Kematangan Belajar Page 4

Page 5: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

Bekal kedua yang dibawa anak dari rahim ibunya ialah kapasitas sensorik. Kapasitas

sensorik seorang bayi lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan berlakunya reflek-reflek

motorik. Berkat adanya bekal sensorik ini, anak dapat memahami pembicaraan orang lain,

mengutarakan keinginannya, mengingat kembali simbol-simbol atau benda yang telah

diketahuinya, dan merasakan kesakitan dan kenikmatan dengan baik. Untuk itu pendidik

harus membimbingnya dalam melakukan tugas perkembangannya tersebut.

Semua kapasitas yang dibawa anak dari rahim ibunya seperti pemaparan diatas adalah

modal dasar yang tampak bermanfaat bagi kelanjutan perkembangannya. Dalam hal ini

proses belajar keterampilan tertentu (khususnya di sekolah) merupakan pedukung yang

sangat berarti bagi perkembangan fisik anak,terutama dalam perolehan kecakapan-kecakapan

psikomotor atau ranah karsa anak tersebut.

Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar pada umur 6-12 tahun, perkembangan

fisiknya mulai tampak benar-benar proposional (berkeseimbangan). Artinya, organ-organ

jasmani yang tumbuh serasi. Gerak-gerakan tubuh anak juga menjadi lincah dan terarah

seiring dengan munculnya keberanian mentalnya. Contoh jika dalam usia belita atau usia

anak TK tidak berani naik sepeda atau memanjat pohon dan melompati pagar, pada usia

sekolah ia akan menunjukan keberanian melakukan itu. Gerakan tubuh anak ini disamping

karena kemantangan fisiknya, juga disebabkan oleh adanya perkembangan mentalnya.

Namun patut dicatat perkembangan seperti itu. Jikalau tidak ditunjang oleh dukungan

proses belajar, Kematangan fisik tersebut akan kurang berarti dan tidak akan menjadikan

keterampilan-keterampilan psikomotorik. Belajar keterampilan fisik (motor learning)

dianggap telah terjadi dalam diri seseorang apabila ia telah memperoleh kemampuan atau

kematangan fisik dan keterampilan yang melibatkan penggunaan tangan (seperti

menggambar) dan tungkai(seperti berlari) secara baik dan benar.

Sehubungan dengan hal diatas, motor skill (kecakapan-kecakapan jasmani) perlu

dipelajari melalui aktivitas latihan langsung yang disertai dengan pengajaran teori-teori

pengetahuan yang bertalian dengan motor skill itu sendiri. Semantara itu, aktivitas latihan

perlu dilaksanakan dalam bentuk praktek yang berulang-ulang oleh siswa, termasuk praktek

contoh gerakan-gerakan yang salah dan dibutuhkan, sehingga siswa dapat memahami bagian

mana yang keliru, kemudian upaya perbaikan seyogyanya segera dilakukan. Akan tetapi,

dalam praktek itu hendaknya dilibatkan pengetahuan ranah akal siswa. Praktek tanpa

melibatkan ranah akal umpamanya insight (tilikan akal) siswa yang memadai terhadap teknik

dan patokan kinerja yang diperlukan, maka praktek tersebut tak dapat dipandang bernilai dan

hanya ibarat orang yang sedang senam beramai-ramai belaka.

Kematangan Belajar Page 5

Page 6: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

2.2. Perkembangan Kognitif Siswa

Istilah kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti

mengetahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan

pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai

salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku

mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,

pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan. Ranah kejiawaan yang berpusat di otak ini

juga berhubungan dengan konasi(kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan

ranah rasa.10

Seorang pakar terkemuka dalam displin psikolgi kognitif dan psikologi anak, jean

piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan sebagai

berikut.11

2.2.1. Sensori-Motorik (0-18 atau 24 bulan)

Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori

motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi

stimulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit dan bukan

tindakan imaginer atau hanya dibayangkan saja.

2.2.2. Pra-Operasional (± 18 bulan-7 tahun)

Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis,

permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini

menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak

sekarang tidak lagi mereaksi begitu saja terhadap stimulus-stimulus melainkan nampak ada

suatu aktivitas internal.

Anak mampu untuk berbuat pura-pura, artinya dapat menimbulkan situasi-situasi

yang tidak langsung ada. Ia mampu untuk menirukan tingkah laku yang dilihatnya (imitasi)

dan apa yang dilihatnya sehari sebelumnya (imitasi tertunda).

10 Ibid....hal 21

11 http://arbahmeiss.blogspot.com/

Kematangan Belajar Page 6

Page 7: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

Anak dapat mengadakan antisipasi, misalnya sekarang dapat mengatakan bahwa

menaranya belum selesai, karena ia tahu menara yang bagaimana yang akan dibuatnya. Ia

sekarang mampu untuk mengadakan representasi dunia pada tingkatan yang konkrit.

Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu (secara

persepsual, emosional-motivational, dan konseptual) untuk mengambil perspektif orang lain.

Contoh: anak diajak kelapangan balap mobil. Dilapangan tadi ada 3 buah mobil merah, putih

dan biru berjajaran. Bila anak diminta untuk menyebutkan urutan mobil tadi dari sudut

pandangan orang lain yang berdiri di seberang sebaliknya, maka ia akan menjawab dari sudut

perspektifnya sendiri.

Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi

dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada

satu dimensi saja dan mengabaikan dimesi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan

hubungannya antara dimensi-dimensi ini. Contoh: sebuah gelas tinggi ramping dan sebuah

gelas pendek dan lebar diisi dengan air yang sama banyaknya. Anak ditanya apakah air dalam

dua buah gelas tadi sama banyaknya. Anak kebanyakan akan menjawab bahwa ada lebih

banyak air dalam gelas yang tinggi ramping tadi karena gelas ini lebih tinggi daripada yang

satunya. Anak belum melihat dimensi-dimensi yang lain.

Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum

mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah

yang sebaliknya. Sangat khas bagi anak dalam periode ini adalah percakapan antara orang

dewasa dan anak sebagai berikut:

Totok, kau punya saudara Ya!

Siapa nama saudaramu Mita

Apa Mita punya saudara Tidak

Hubungan “Totok punya saudara Mita” bagi anak tidak dapat dibalik.

Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka

anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi

perpindahannya A ke B. Contoh: bila anak diminta untuk menggambarkan suatu tongkat

yang sedang jatuh, maka anak mula-mula menggambar tongkat yang berdiri tegak dan

Kematangan Belajar Page 7

Page 8: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

kemudian tongkat yang berbaring. Aspek dinamiknya tongkat yang sedang jatuh diabaikan

oleh anak.

2.2.3. Operasional Konkrit (7-11 tahun)

Bila anak yang berpikir operasional konkrit harus menyelesaikan suatu masalah maka

ia langsung memasuki masalahnya. Ia mencoba beberapa penyelesaian secara konkrit dan

hanya melihat akibat langsung usaha-usahanya untuk menyelesaikan masalah itu.

Contoh: pencoba memberikan lima buah gelas berisi cairan tertentu kepada anak.

Suatu kombinasi cairan ini membuat cairan tadi berubah warna. Anak diminta untuk mencari

kombinasi ini. Anak yang berpikir operasional konkrit mencoba untuk mencari

kemungkinan-kemungkinan kombinasi tadi secara tidak sistematis, secara trial and error

sampai secara kebetulan ia menemukan kombinasi tsb.

2.2.4. Operasional Formal (mulai 11 tahun)

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori

Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus

berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk

berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang

tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan

nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada

“gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas

(saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara

fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.

Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia

tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan

penalaran dari tahap operasional konkrit.

Berpikir operasional formal mempunyai dua sifat yang penting:

1. Sifat deduktif-hipotetis: Anak yang berpikir operasional formal, akan bekerja cara lain. Ia

akan memikirkan dulu secara teoritis. Ia menganalisis masalahnya dengan penyelesaian

berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia lalu membuat suatu

strategi penyelesaian. Analisis teoritis ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu

Kematangan Belajar Page 8

Page 9: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

mengadakan pendapat-pendapat tertentu, juga disebut proposisi-proposisi, kemudian

mencari hubungan antara proposisi yang berbeda-beda tadi. berhubung dengan itu maka

berpikir operasional formal juga disebut berpikir proporsional.

2. Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris. Sifat ini merupakan kelengkapan

sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana dilakukan analisisnya. Hal

ini dapat digambarkan dengan contoh berikut: pencoba memberikan lima buah gelas

berisi cairan tertentu kepada anak. Suatu kombinasi cairan ini membuat cairan tadi

berubah warna. Anak diminta untuk mencari kombinasi ini. Anak yang berpikir

operasional formal lebih dahulu secara teoritis membuat matriks mengenai segala macam

kombinasi yang mungkin; kemudian secara sistematis mencoba setiap sel matriks tsb

secara empiris. Bila ia menemukan penyelesaiannya yang betul, maka ia juga akan segera

dapat memproduksinya lagi.

Dari contoh ini nampak bahwa berpikir operasional formal memungkinkan orang

untuk mempunyai tingkah laku “problem solving” yang betul-betul ilmiah, serta

memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.

2.3. Perkembangan Sosial dan Moral siswa (psikososial)

Pendidikan, ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan), adalah upaya

penumbuhkembangan sumberdaya manusia melalui proses hubungan interpersonal

(hubungan antar pribadi) yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang terorganisasi,

dalam hal ini masyarakat pendidikan dan keluarga. Berdasarkan hal ini, tentu tak

mengherankan apabila seseorang siswa sering menggantungkan responsnya terhadap guru

pengajar dan teman-teman sekelasnya. Positif atau negatifnya persepsi siswa terhadap guru

dan teman-temannya itu sangat mempengaruhi kualitas hubungan sosial para siswa dengan

lingkungan sosial kelasnya dan bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.

Seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan sosial dan

moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil

perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar

sosial) siswa tersebut baik dilingkungan sekolah maupun dlingkungan lebih luas. Ini

bermakna bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan

Kematangan Belajar Page 9

Page 10: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan

norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yang bersangkutan.

3. Pengembangan Belajar Siswa

Dari pemaparan diatas tentang kematangan siswa dilihat dari psiko-fisiknya.

Kematangan dalam diri siswa adalah suatu wadah yang siap untuk diisi, diolah atau di

kembangkan, yang bertujuan menjadikannya produk yang bermutu tinggi.

Pengembangan belajar siswa itu sangat penting dalam menunjang pencapaian tujuan

pendidikan yaitu menjadikan anak bangsa cerdas dan berpancasila. Pengembangan belajar

siswa itu meliputi pengembangan Aspek kognitif, Afektif dan Psikomotor. Dengan maksud

demi menjadikan sumberdaya manusia yang berkualitas dan lebih aplikatif. Untuk lebih

jelasnya, berikut ini akan di paparkan tentang pengembangan 3 ranah tadi, Sebagai berikut:12

3.1. Aspek Kognitif

Aspek kognitif dalam pendidikan merupakan aspek yang berkaitan dengan

pengetahuan. Artinya kegiatn belajar mengajar beretujuan menambah tingkat pengetahuan

dan wawasan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Aspek kognitif dapat

ditelusuri dari suatu keadaan dimana siswa mendapatkan penambahan pengetahuan dari yang

semula tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Pada dasarnya konsep pembelajaran kognitif disini menuntut adanya prinsip-prinsip

utama sebagai berikut.

a. Pembelajaran yang aktif, maksudnya adalah siswa sebagai subyek belajar menjadi

factor yang paling utama. Siswa dituntut untuk belajar dengan mandiri secara aktif.

b. Prinsip pembelajaran dengan interaksi social untuk menambah khasanah

perkembangan kognitif siswa dan menghindari kognitif yang bersifat egosentris.

c. Belajar dengan menerapkan apa yang dipelajari agar siswa mempunyai pengalaman

dalam mengeksplorasi kognitifnya lebih dalam. Tidak melulu menggunakan bahasa

verbal dalam berkomunikasi.

12 http://em-ge.blogspot.com/2009/11/konsep-pembelajaran-kognitif-afektif.html

Kematangan Belajar Page 10

Page 11: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

d. Adanya guru yang memberikan arahan agar siswa tidak melakukan banyak kesalahan

dalam menggunakan kesempatannya untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman

yang positif.

e. Dalam memberikan materi kepada siswa diperlukan penstrukturan baik dalam materi

yang disampaikan maupun metode yang digunakan. Karena pengaturan juga sangat

berpengaruh pada tingkat kemampuan pemahaman pada siswa.

f. Pemberian reinforcement yang berupa hadiah dan hukuman pada siswa. Saat

melakukan hal yang tepat harus diberikan hadiah untuk menguatkan dia untuk terus

berbuat dengan tepat, hadiah tersebut bias berupa pujian, dan sebagainya. Dan

sebaliknya memberikan hukuman atas kesalahan yang telah dilakukan agar dia

menyadari dan tidak mengulangi lagi, hukuman tersebut bias berupa: teguran, nasehat

dan sebagainya tetapi bukan dalam hukuman yang berarti kekerasan.

g. Materi yang diberikan akan sangat bermakna jika saling berkaitan karena dengan

begitu seseorang akan lebih terlatih untuk mengeksplorasi kemampuan kognitifnya.

h. Pembelajaran dilakukan dari pengenalan umum ke khusus (Ausable) dan sebaliknya

dari khusus ke umum atau dari konkrit ke abstrak (Piaget).

i. Pembelajaran tidak akan berhenti sampai ditemukan unsure-unsur baru lagi untuk

dipelajari, yang diartikan pembelajaran dengan orientasi ketuntasan.

j. Adanya kesamaan konsep atau istilah dalam suatu konsep bias sangat mengganggu

dalam pembelajaran karena itulah penyesuaian integrative dibutuhkan. Penyesuaian

ini diterapkan dengan menyusun materi sedemikian rupa, sehingga guru dapat

menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi

disajikan.

3.2. Aspek Afektif

Aspek afektif dalam pendidikan merupakan aspek yang berkaitan dengan perasaan,

ini berarti terhadap matiri pelajaran yang disampaikan siswa meresponnya dengan berbagai

ekspresi yang mewakili perasaan mereka. Suatu pelajaran tertentu misalnya akan memancing

terbentuknya rasa senang, sedih atau berbagai ekspresi perasaan yang lainnya.

Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan

yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan

secara keseluruhan. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotorik

dipengaruhi oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif

terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu sehingga dapat

Kematangan Belajar Page 11

Page 12: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para guru sadar akan hal ini,namun

belum banyak tindakan yang dilakukan guru secara sistematik untuk meningkatkan minat

siswa.

Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan,

karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi

khusus yang harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan

evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan.

Ada beberapa model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan.

1. Model Konsiderasi

Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk

dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration

model) siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka

dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.

Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang

mengandung konsiderasi, (2) meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-

isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain,

(3) siswa menuliskan responsnya masing-masing, (4) siswa menganalisis respons siswa lain,

(5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya, (6) meminta siswa untuk

menentukan pilihannya sendiri.

2. Model pembentukan rasional

Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala

aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara

eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model

pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan

pemikiran tentang nilai-nilai. Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) menigidentifikasi

situasi dimana ada ketidakserasian atu penyimpangan tindakan, (2) menghimpun informasi

tambahan, (3) menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-

ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, (4) mencari alternatif tindakan dengan

memikirkan akibat-akibatnya, (5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau

ketentuen-ketentuan legal dalam masyarakat.

Kematangan Belajar Page 12

Page 13: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

3. Klarifikasi nilai

Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau

tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan

menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa

menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model

ini bertujuan, agar para siwa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan

merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.

Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai: (1) pemilihan: para siswa

mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan

mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya, (2) mengharagai pemilihan: siswa

menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya, (3) berbuat: siswa

melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya.

4. Pengembangan moral kognitif

Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi

kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan

pasca konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan

mempertimbangkan nilai moral secara kognitif.

Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif: (1) menghadapkan siswa pada suatu

situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan nilai, (2) siswa diminta memilih

salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu, (3) siswa diminta mendiskusikan/

menganalisis kebaikan dan kejelekannya, (4) siswa didorong untuk mencari tindakan-

tindakan yang lebih baik, (5) siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.

5. Model nondirektif

Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri.

Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru

hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai

fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan

membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.

Langkah-langkah pembelajaran nondirekif: (1) menciptakan sesuatu yang permisif

melalui ekspresi bebas, (2) pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan

Kematangan Belajar Page 13

Page 14: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

masalah-masalah yang dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi, (3)

pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberrikan

dorongan, (4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan

keputusan, guru memberikan klarifikasi, (5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih

luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.

3.3. Aspek Psikomotor

Aspek psikomotorik dalam pendidikan merupakan aspek yang berhubungan dengan

tindakan atau perilaku yang ditampilkan anak didik setelah menerima suatu materi tertentu,

artinya mereka bertindak atau berprilaku berdasarkan pengetahuan dan perasaan sesuai

atauberdasarkan pengembangan sendiri dari yang disampaikan pendidik.

Kematangan Belajar Page 14

Page 15: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

BAB III

KESIMPULAN

1. Konsep Kematanagan Belajar

(maturity) adalah suatu keadaan atau kondisi bentuk struktur dan fungsi yang lengkap

atau dewasa pada suatu organisasi. Sedangkan, belajar adalah suatu proses adaptasi untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan

latihan. Jadi kematangan belajar adalah suatu kondisi fisik dan mental yang matang pada

seorang anak dalam penerimaan pengetahuan, pengalaman dan latihan. Kondisi fisik antara

lain, kondisi mottorik dan sensorik siswa, seperti menulis dan mendengarkan pengarahan

guru. Kondisi mental yaitu berkaitan dengan proses berfikir dan sikap siswa dalam

merespons pelajaran.

2. Kematangan siswa sebagai penunjang keberhasilan belajar

Untuk mengetahui kondisi kematangan siswa dalam belajar pada tahap atau jenjang

tertentu adalah mengidentifikasi perkembangan psiko-fisik siswa itu sendiri. Antara lain:

a. Perkembangan motorik

Dalam psikologi, kata motor diartikan sebagai istilah yang menunjuk pada hal,

keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya. Jadi,

perkembangan motorik yaitu proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan

perolehan aneka ragam keterampilan anak.1 Menurut Gleitman, ada 2 bekal yang dibawa

anak sejak lahir yaitu bekal kapasitas motor (jasmani) dan bekal kapasitas panca indra

(sensorik).

b. Perkembangan kognitif

Istilah kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti

mengetahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) sebagai salah satu domain atau

wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan

dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan,

dan keyakinan.2 Seorang pakar terkemuka dalam displin psikolgi kognitif dan psikologi anak,

jean piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan yaitu

tahapan sonsorik-motorik, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal

operasional.

11 Syah, Muhibbin.1999. Psikologi Belajar. Jakarta:Wacana Ilmu...hal.1222 Ibid....hal 21

Kematangan Belajar Page 15

Page 16: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

c. Perkembangan sosial dan moral (sikap)

Pendidikan, ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan), adalah upaya

penumbuhkembangan sumberdaya manusia melalui proses hubungan interpersonal

(hubungan antar pribadi) yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang terorganisasi,

dalam hal ini masyarakat pendidikan dan keluarga. Berdasarkan hal ini, tentu tak

mengherankan apabila seseorang siswa sering menggantungkan responsnya terhadap guru

pengajar dan teman-teman sekelasnya. Positif atau negatifnya persepsi siswa terhadap guru

dan teman-temannya itu sangat mempengaruhi kualitas hubungan sosial para siswa dengan

lingkungan sosial kelasnya dan bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.

3. Pengembangan Belajar Siswa

Ada tiga aspek belajar siswa yang harus dikembangkan yaitu:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif dalam pendidikan merupakan aspek yang berkaitan dengan

pengetahuan. Artinya kegiatn belajar mengajar beretujuan menambah tingkat pengetahuan

dan wawasan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Aspek kognitif dapat

ditelusuri dari suatu keadaan dimana siswa mendapatkan penambahan pengetahuan dari yang

semula tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

b. Aspek Afektif

Aspek afektif dalam pendidikan merupakan aspek yang berkaitan dengan perasaan, ini

berarti terhadap matiri pelajaran yang disampaikan siswa meresponnya dengan berbagai

ekspresi yang mewakili perasaan mereka. Suatu pelajaran tertentu misalnya akan memancing

terbentuknya rasa senang, sedih atau berbagai ekspresi perasaan yang lainnya.

Ada beberapa model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan, yaitu

Model Konsiderasi, Model pembentukan rasional, Klarifikasi nilai, Pengembangan moral

kognitif, dan Model nondirektif.

c. Aspek Psikomotor

Aspek psikomotorik dalam pendidikan merupakan aspek yang berhubungan dengan

tindakan atau perilaku yang ditampilkan anak didik setelah menerima suatu materi tertentu,

artinya mereka bertindak atau berprilaku berdasarkan pengetahuan dan perasaan sesuai atau

berdasarkan pengembangan sendiri dari yang disampaikan pendidik.

Kematangan Belajar Page 16

Page 17: Makalah Terstruktur Psikologi Belajar

DAFTAR PUSTAKA

http://arbahmeiss.blogspot.com/

http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/25/definisi-perkembangan/

http://em-ge.blogspot.com/2009/11/konsep-pembelajaran-kognitif-afektif.html

http://moeslemmuda.blogspot.com/2010/04/perkembangan-peserta-didik.html

Syah, Muhibbin.1999. Psikologi Belajar. Jakarta:Wacana Ilmu

Kematangan Belajar Page 17