makalah ehb klp 10
DESCRIPTION
Belum revisiTRANSCRIPT
MAKALAH EVALUASI HASIL BELAJAR BIDANG STUDI
TEKNIK PELAPORAN HASIL BELAJAR
DOSEN PENGAMPU
Drs. Wachju Subchan MS., Ph.D.
Kamalia Fikri S.Pd. M.Pd.
Oleh
Nadya Grace Meidy Respitosari (140210103038)
Merlin Masruroh (140210103080)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016i
DAFTAR ISI
Cover ....................................................................................................................i
Daftar Isi .............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................2
2.1 Pengelolaan Ujian ..........................................................................................3
2.1.1 Mengolah Nilai ...........................................................................................3
2.1.2 Mencari Nilai Akhir ....................................................................................7
2.1.3 Faktor-faktor yang Turut Diperhitungkan Dalam Penilaian .......................9
2.1.4 Cara Menentukan Nilai Akhir ...................................................................12
2.1.5 Merata-ratakan Hasil Penialaian Sumatif dengan Hasil Penilaian Formatif 13
2.2 Pelaporan Hasil Ujian ..................................................................................13
2.2.1 Kriteria Pelaporan .....................................................................................13
2.2.2 Manfaat Laporan Hasil Belajar .................................................................14
2.2.3 Tujuan Pelaporan ......................................................................................15
2.2.4 Jenis dan Model Laporan Asesmen Proses dan Hasil Belajar ..................16
BAB III PENUTUP ...........................................................................................19
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................19
3.2 Saran ............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................20
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, melakukan evaluasi dalam proses sebuah
pembelajaran tentunya ada sebuah hasil atau informasi tentang hasil dari sebuah
proses pembelajarn tersebut. Melaporkan hasil belajar merupakan sebuah
tanggung jawab seorang tenaga didik kepada anak didik serta orang tua anak didik
untuk memberikan informasi sejauh mana proses belajar berhasil sesuai tujuan
yang di idam-idamkan.
Oleh karena itu, begitu informasi mengenai siswa sudah terkumpul, hingga
dianalisis dan diinterpretasi, maka selanjutnya hasil dari analisis tersebut harus di
komunikasikan. Agar informasi yang disajikan dapat dipahami oleh berbagai
pihak dengan baik, ada beberapa hal yang harus diikuti dengan baik khususnya
terkait dengan teknik pelaporan hasil belajar.
Dengan teknik pelaporan yang baik, maka diharapkan hasil belajar yang
disajikan dapat memuat informasi bagi siswa dan juga orangtua siswa sebagai
acuan dalam lebih mengembangkan kegiatan belajar yang lebih baik kedepannya.
Pelaporan hasil belajar juga penting untuk digunakan untuk di informasikan
kepada pihak lain yang berkepentingan mengenai kegiatan pembelajarn yang
terjadi atau yang telahg dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengelolaan ujian yang baik dan benar ?
2. Bagaimana pelaporan hasil ujian yang baik dan benar ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengelolaan ujian yang baik dan benar.
2. Mengetahui pelaporan hasil ujian yang benar .
1
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu agenda penting pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 adalah mengupayakan
pengendalian mutu pendidikan nasional melalui sistem evaluasi. Dalam undang-
undang tersebut pemerintah menjamin upaya pengendalian kualitas pendidikan
nasional melalui kegiatan evaluasi pendidikan sebagaimana tertuang dalam pasal
57 ayat 1, bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian kualitas
pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Undang-Undang
Sisdiknas,2003).
Selain pernyataan dalam Undang-Undang Sisdiknas, masalah evaluasi
pendidikan (khususnya penilaian pendidikan) juga ditegaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Badan Standard Nasional Pendidikan.
Bahwa dalam rangka pencapaian standard nasional pendidikan, salah satu hal
yang penting diupayakan adalah adanya standar penilaian, yakni standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian
hasil belajar peserta didik (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, 2005).
Evaluasi, penilaian (asesmen), ujian, ataupun istilah lain yang relevan
memang tidak dapat dipisahkan dari kualitas pendidikan, karena hasil-hasilnya
merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan suatu bangsa. Dalam
kebijakan pemerintah, hasil ujian (ujian nasional) dijadikan sebagai indikator
mutu pendidikan dasar dan menengah (Undang-undang Sisdiknas, 2003;
Peraturan Pemerintah Nomor 19, 2005). Ini berarti kegiatan evaluasi dan/atau
penilaian hasil belajar melalui ujian, baik ujian tingkat nasional, ujian tingkat
regional, maupun ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan tertentu
memerlukan mekanisme, prosedur serta instrumen penilaian yang dapat
dipertanggungjawabkan, guna memenuhi akuntabilitas pendidikan dalam bentuk
kualitas pendidikan nasional yang semakin baik.
2
Dalam melakukan kegiatan evalusi, seorang evaluator harus benar-benar
mengikuti prosedur yang digariskan. Tujuannya adalah agar evaluasi yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan, sistematis, efisien dan dapat dipertanggung
jawabkan.Salah satu kegiatan evaluasi dalam dunia pendidikan, adalah bagaimana
pengelolaan ujian yang baik, serta teknik pelaporan yang baik.
2.1 Pengelolaan Ujian
Sebelum melaksanakan kegiatan pelaporan hasil belajar, sebelumnya
terlebih dahulu hal yang dilakukan adalah melakukan pengelolaan nilai/hasil
ujian. Biasanya hasil ujian diperoleh dari hasil tes yang sebelumnya dilakukan.
Tes sebagai alat ukur untuk memperoleh sejumlah informasi perkembangan
peserta didik seharusnya memiliki kualitas yang baik dan dikembangkan dari
kurikulum yang digunakan, dengan memperhatikan kompetensi (standar
kompetensi dan kompetensi dasar) yang ada agar dapat digunakan sebagai dasar
perbaikan sistem pembelajaran. Dari tes yang sudah dilakukan selanjutnya adalah
mengolah hasil dari ujian atau tes tersebut dengan mengolah nilainya. Dalam
pengelolaan ini terdapat dua langkah yaitu :
2.1.1 Mengolah Nilai
Sebelum melakukan penilaian total, terlebih dahulu kita harus menentukan
sebuah skala untuk melakukan pengelolaan nilai tersebut. Berbagai macam skala
penilaian dapat ditentukan. Contoh berbagai macam skala penilaian adalah
sebagai berikut :
Skala bebas
Ani seorang pelajar di suatu SMA, pada suatu hari berlari-lari kegirangan
setelah menerima kembali kertas ulangan dari bapak guru matematikanya.
Diamati sekali lagi angka yang tertera di kertas itu. Benar, ia tidak salah lihat,
pada sudut atas kertas itu tertulis angka 10, yaitu angka yang diperoleh Ani
dengan ulangan itu. Pada waktu ulangan memang Ani merasa ragu-ragu
mengerjakannya. Rumus yang digunakan sedikit ingat sedikit lupa. Dan ketika
3
seluruh rumus hamper teringat, waktu yang disediakan telah habis. Seberapa
selesai soal itu dikerjakan kertas ulangan harus dikumpulkan.
Setelah tiba di luar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan-kawannya. Ternyata
cara mengerjakan dan pendapatannya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka
juga tidak yakin mana yang betul. Oleh karena itu ketika kertas ulangan di
kembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan. Ditunjukkannya kertas itu kepada
kawan-kawannya. Baru sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah
malu tersipu-sipu. Apa sebabnya?. Rupanya ia menyadari kebodohannya karena
setelah melihat angka yang diperoleh keempat orang kawannya, ternyata
kepunyaan Ani l ah yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15,20
bahkan ada yang mendapat 25. Dan kata guru, pekerjaan Tika yang mendapat 25
itulah yang betul.
Dari gambaran ini nampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang suatu
pengertian bahwa angka 10 adalah angka tertinggi yang mungkin dicapai. Ini
memang lazim, mungkin bukan Ani saja yang berpikiran demikian. Padahal
waktu ulangan matematika ini, guru memberikan angka paling tinggi 25 kepada
mereka yang dapat mengerjakan seluruh soal dengan betul.
Cara pemberian angka seperti ini tidaklah salah, hanya sayangnya guru
tersebut barangkali perlu untuk menjelaskan kepada siswa, cara mana yang
digunakan untuk memberikan skor. Skala bebas yang dimaksud adalah skala
penilaian yang tidak tetap. Ada kalanya skor tertinggi 20, terkadang 25, terkadang
50, ini semua bergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dari
skala yang digunakan tidak selalu sama (Arikunto, 1997).
Skala 1-10
Apa sebab Ani dan kawan-kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah
angka tertinggi untuk nilai?. Hal ini disebabkan karena pada umumnya, guru-guru
di Indonesia mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan
prestasi belajar siswa dalam rapor. Ada kalanya juga digunakan skala 1-100,
sehingga memungkinkan bagi guru untuk memberikan penilaian yang lebih halus.
4
Dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka
5,5 tersebut kemudian dibulatkan menjadi 6. Padahal angka 6,4 pun akan
dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan5,5 sampai 6,4 akan
keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6 (Arikunto, 1997).
Skala 1-100
Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan
menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan skala
1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang agak
kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada diantara kedua angka bulat itu.
Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan
penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4
dalam skala 1-10 yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam skala 1-100 ini
boleh dituliskan dengan 55 dan 64 (Arikunto, 1997). I
Skala huruf
Selain menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf
A, B, C, D dan E. Sebenarnya sebutan skala diatas ini ada yang mempersoalkan.
Jarak antara huruf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B
dan C, atau antara C dan D. Dalam menggunakan angka dapat dibuktikan dengan
garis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama dengan jarak antara 3 dan 4, serta
antara 4 dan 5.
Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan
huruf sebagai alat penilaian. Untuk menggambarkan kelemahan dalam
menggunakan angka adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai
perbandingan. Siswa A yang memperoleh angka 8 dalam sejarah tidak berarti
memiliki kecakapan sebanyak dua kali lipat kecakapan siswa B yang memperoleh
angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah mempunyai 8/9
kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan angka
hanya merupakan symbol yang menunjukkan urutan tingkatan. Siswa A yang
memperoleh angka 8 memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
5
siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika
dibandingkan dengan kecakapan C. Jadi dalam tingkatan prestasi sejarah
urutannya adalah C, A lalu B.
Huruf terdapat dalam urutan abjad. Penggunaan huruf dalam
penilaian akan terasa lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan sebagai
arti perbandingan. Huruf tidak menunjukkan kuantitas, tetapi dapat
digunakan sebagai symbol untuk menggambarkan kualitas. Oleh karena itu
dalam mengambil jumlah atau rata-rata, akan dijumpai kesulitan. Pada hal
dalam pengisian rapor, kita tidak dapat terlepas dari pekerjaan mengambil
rata-rata. Sebagai contoh :
Nama Siswa Ulangan ke-1 Ulangan ke-2 Ulangan ke-3
Sartini A B A
Tono B A C
Aryani C A C
Suryo A A A
Nunung A C C
Sandra C C C
Bagi suryo dan Sandra , rata-rata dari ketiga nilai ulangan ke-1, ke-2, ke-3
dengan mudah dapat ditentukan , yaitu A untuk surya dan C untuk Sandra. Akan
tetapi bagi siswa lain, mudahkah diambil rata-ratanya? Dapatkah nilai Tono
diambil rata-ratanya menjadi B? Bagaimanakah menentukan rata-rata dari nilai
kepunyaan Sartini, Aryani, dan Nunung ?.
Ada satu cara yang digunakan untuk mengambil rata-rata dari huruf , yaitu
dengan mentransfer nilai huruf tersebut menjadi nilai angka dahulu. Yang sering
digunakan, satu nilai huruf itu mewakili satu rentangan nilai angka. Sebagai
contoh adalah nilai huruf yang terdapat pada tabel konversi skor. Contohnya
adalah petunjuk kegiatan akademik IKIP Yogyakarta sebagai berikut :
Angka 100 Angka 10 IKIP Huruf Keterangan
80-100 8,0-1,00 8,1-10 A Baik sekali6
66-79 6,6-7,9 6,6-8,0 B Baik
56-6,5 5,6-6,5 5,6-6,5 C Cukup
40-55 4,0-5,5 4,1-5,5 D Kurang
30-39 3,0-3,9 0-4,0 E Gagal
Dengan mengembalikan dahulu nilai huruf itu ke nilai angka,maka dengan
mudah dapat dicari rata-ratanya (Arikunto, 1997).
2.1.2 Mencari Nilai Akhir
1. Fungsi Nilai Akhir
Bagi seorang siswa nilai merupakan cermin dari keberhasilan belajar, namun
bukan hanya siswa sendiri saja yang memerlukan cermin keberhasilan belajar ini,
guru dan orang lain pun memrlukannya.
Secara garis besar, nilai mempunyai 4 fungsi, yaitu :
Fungsi Intruksional
Tidak ada tujuan yang lebih penting dalam proses belajar mengajar kecuali
mengusahakan agar perkembangan dan belajar siswa mencapai tingkat optimal.
Pemberian nilai merupakan salah satu cara dalam usaha kea rah tujuan itu, asal
dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana. Pemberian nilai merupakan suatu
pekerjaan yang bertujuan untuk memberikan suatu balikan (umpan balik) yang
mencerminkan seberapa jauh seorang siswa telah mencapai tujuan yang
ditetapkan dalam pengajaran atau sistem intruksional.
Apabila pemberian nilai dapat dilakukan dengan cermat dan terperinci, maka
akan lebih mudah diketahui pula keberhasilan dan kegagalan siswa di setiap
bagian tujuan. Oleh karenanya penggabungan nilai dari berbagai nilai sehingga
menjadi nilai akhir, kadang-kadang dapat menghilangkan arti dari petunjuk yang
semula telah disajikan secara teliti. Nilai rendah yang diperoleh oleh seseorang
atau beberapa siswa disajikan dalam keadaan yang terperinci akan dapat
membantu siswa dalam usaha memperbaiki dan member motivasi peningkatan 7
prestasi sebelumnya. Bagi pengelola pengajaran, sajian terperinci nilai siswa dapat
berfungsi menunjukkan bagian-bagian proses pengajaran mana yang perlu
diperbaiki (Arikunto, 1997).
Fungsi Informatif
Memberikan nilai siswa kepada orang tuanya mempunyai arti bahwa orang
tua tersebut menjadi tahu akan kemajuan dan prestasi anaknya di sekolah. Catatan
ini akan sangat berguna terutama bagi orang tua yang ikut serta menyadari tujuan
sekolah dan perkembangan putranya. Dengan catatan nilai untuk orang tua maka,
orangtua menjadi sadar akan keadaan putranya untuk kemudian lebih baik
memberikan bantuan berupa perhatian dorongan atau bimbingan. Selain itu
hubungan antara orang tua dengan sekolah menjadi baik (Arikunto, 1997).
Fungsi Bimbingan
Pemberian nilai kepada siswa akan mempunyai arti besar bagi pekerjaan
bimbingan. Dengan perincian gambaran nilai siswa, petugas bimbingan akan
segera tahu bagian-bagian mana dari usaha siswa di sekolah yang masih
memerlukan bantuan. Catatan lengkap yang juga mencakup tingkat dalam
kepribadian siswa serta sifat-sifat yang berhubungan dengan rasa sosial akan
sangat membantu siswa dalam pengarahannya sebagai pribadi seutuhnya
(Arikunto,1997)
Fungsi Administratif
Yang dimaksud dengan fungsi administratif dalam penilaian antara lain
mencakup : menentukan kenaikan dan kelulusan siswa , memindahkan atau
menempatkan siswa, memberikan beasiswa, memberikan rekomendasi untuk
melanjutkan belajar, member gambaran tentang prestasi siswa/lulusan kepada
para calon pemakai tenaga (Arikunto, 1997).
2.1.3 Faktor-faktor yang Turut Diperhitungkan Dalam Penilaian
Prestasi/pencapaian 8
Nilai prestasi harus mencerminkan tingkatan-tingkatan siswa sejauh mana
telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan di setiap bidang studi. Simbol yang
digunakan untuk menyatakan nilai, baik huruf maupun angka hendaknya hanya
merupakan gambaran tentang prestasi saja. Unsur pertimbangan atau
kebijaksanaan guru tentang usaha dan tingkah laku siswa tidak boleh ikut
berbicara pada nilai tersebut (Arikunto,1997).
Usaha
Terpisah dari nilai prestasi, guru dapat menyampaikan laporannya kepada
orang tua siswa. Laporan atau nilai tidak boleh dicampuri dengan nilai prestasi
sama sekali. Yang sering terjadi adalah kecenderungan dari guru untuk menilai
unsure usaha ini lebih rendah bagi anak yang prestasinya rendah dan sebaliknya
(Arikunto, 1997)
Aspek Pribadi dan Sosial
Unsur ini juga perlu dilaporkan terutama yang berhubungan dengan
berlangsungnya proses belajar mengajar, misalnya mentaati tata tertib sekolah.
Dalam memeberikan nilai pribadi ini harus berhati-hati sekali. Rentangan nilai
sebaliknya tidak usah lebar-lebar (lebih baik 6-10). Lebih baik lagi jika
diterangkan dengan khusus dan jelas sehingga mudah dimengerti oleh guru
pembimbing dan siapa saja (Arikunto,1997).
Kebiasaan Bekerja
Yang dimaksud disini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kebiasaan
melakukan tugas. Misalnya: segera mengerjakan PR, keuletan dalam usaha,
bekerja teliti, kerapihan kerja dan sebagainya (Arikunto,1997)
2.1.4 Cara Menentukan Nilai Akhir
Tiap guru mempunyai pendapat sendiri tentang cara menetukan nilai
akhir. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pandangan mereka terhadap penting dan
tidaknya bagian, kegiatan yang dilakukan siswa. Yang dimaksudkan dengan
9
kegiatan-kegiatan siswa misalnya : menyelesaikan tugas, mengikuti diskusi,
menempuh tes formatif, menempuh tes tengah semester, tes semester,menghadiri
pelajaran/kuliah dan sebagainya. Sementara guru berpendapat bahwa menghadiri
pelajaran dan mengikuti diskusi sudah merupakan kegiatan yang sangan
menunjang prestasi, sehingga absensi siswa perlu dipertimbangkan dalam
menentukan nilai akhir, guru lain berpendapat sebaliknya, karena walupun hadir
dalam kuliah atau pelajaran, mungkin saja hanya raganya saja , dengan demikian
tidaka ada gunanya menghitung absensi (Arikunto,1997)
Penentuan nilai akhir dilakukan terutama pada waktu guru akan mengisi
rapor atau STTB. Biasanya adalam menentukan nilai akhir ini guru sudah
dibimbing oleh suatu peraturan atau pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah
atau kantor/badan yang membawahinya. Beberapa contoh cara menentukan nilai
akhir :
Untuk memperoleh nilai akhir, perlu diperhitungkan nilai tes formatif dan tes
sumatif dengan rumus :
Keterangan :
NA = Nilai Akhir
F = Nilai tes formatif
S = Nilai tes surmatif
Jadi Nilai Akhir diperoleh dari rata-rata nilai tes formatif (diberi bobot satu)
dijumlahkan dengan nilai tes sumatif (diberi bobot 2 ) kemudian dibagi 3
(Arikunto, 1997).
10
(F1+F2+…..Fn) + 2S
NA = n
3
Nilai akhir diperoleh dari nilai tugas, nilai ulangan harian dan nilai ulangan
umumdengan bobot 2,3 dan 5. Jadi jika dituliskan dalam rumus menjadi :
Keterangan :
T = Nilai Tugas
H = Nilai ulangan harian
U = Nilai ulangan umum
(Arikunto,1997).
Nilai akhir untuk STTB diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian (diberi
bobot satu) dan nilai EBTA (diberi bobot 2), kemudian dibagi 3.
Keterangan :
Jumlah nilai H = jumlah nilai ulangan harian
E = nilai EBTA
nH = Frekuensi ulangan harian
(Arikunto,1997).
Selanjutnya di dalam kurikulum SMA tahun 1984 disebutkan cara
menentukan nilai akhir bukan hanya didasarkan atas hasil kegiatan kurikuler
saja, tetapi juga ko-kurikuler.
11
NA = 2T + 3H + 5U
10
NA = Jumlah nilai H + 2 E
(nH +2)
NA = 2p +2q+r
5
Keterangan :
p = Nilai tes sub sumatis
q = Nilai tes sumatif
r = Nilai ko-kurikulum
(Arikunto,1997).
2.1.5 Merata-ratakan Hasil Penialaian Sumatif dengan Hasil Penilaian
Formatif
Setelah hasil-hasil penialaian formatif diubah ke dalam nilai berskala 1-10,
kemudian untuk setiap siswa dicari rata-rata hasil penialaian formatif dalam catur
wulan/semester yang bersangkutan.
Nilai rata-rata ini selanjutnya dijumlahkan dengan nilai tes sumatif dan
kemudian hasil penjumlahan dibagi dua. Hasil yang terakhir inilah yang
merupakan nilai akhir bagi setiap siswa yang nantinya dijadikan nilai rapor.
Contoh :
Rata-rata formatif = 7
Rata-rata sumatif = 8
Maka rata-rata akhirnya adalah 7,5
Perlu dikemukakan disini bahwa apabila pada nilai akhir terdapat
pecahan kurang dari setengah, maka nilai itu dibulatkan ke bawah. Kalau pecahan
itu setengah, nilai akhir tetap seperti itu. Sedangkan dalam pecahan lebih dari
setengah maka nilai itu dibulatkan ke atas. Kecuali untuk nilai 5,5 itu dibulatkan
menjadi 6 (Arikunto,1997).
12
2.2 Pelaporan Hasil Ujian
Pelaporan hasil penilaian merupakan komponen penting dalam
pendidikan. Penilaian hasil belajar siswa tidak berhenti sampai dengan tahap
analisis dan pencatatan; hasil penilaian tersebut perlu dilaporkan. Ketika hasil
penilaian hanya dijadikan koleksi guru, maka tidak banyak manfaat yang bisa
diperoleh guru dari pelaksanaan penilaian tersebut.
Pelaporan hasil evaluasi merupakan sarana komunikasi antara sekolah,
siswa, dan orang tua. Pelaporan hasil evaluasi tersebut sekaligus merupakan
bentuk pertanggung jawaban sekolah kepada siswa, orang tua/wali, masyarakat,
atasan, dan isntansi terkait. Melalui laporan hasil evaluasi, semua pihak dapat
mengetahui bagaimana kemampuan siswa, perkembangan siswa, dan efektivitas
program pembelajaran, serta mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan. Dan
bertolak dari laporan tersebut, pihak-pihak terkait dapat memberikan kontribusi
dalam mengatasi masalah kualitas proses dan hasil pendidikan.
Cangelosi (1990) menegaskan pentingnya pelaporan hasil penilaian. Siswa
dan orang tua/wali juga memerlukan informasi hasil penilaian. Dalam kebanyakan
hal, siswa perlu mengetahui bagaimana statusnya dalam pencapaian tujuan belajar
dan penilaian perilaku dirinya. Orang tua/wali perlu mengetahui hasil belajar
siswanya karena 2 alasan (1) orang tua/wali yang mengetahui apa yang dicapai
atau tidak dicapai anaknya disekolah akan menjadi mitra guru dalam membantu
anak mereka dalam agar mau bekerja sama dan dapat mencapai tujuan belajarnya,
dan (2) orang tua/wali secara hukum bertanggung jawab atas kesejahteraan anak
mereka. Mereka mendelegasikan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab
tersebut kepada guru. Jadi, mereka harus mengetahui pengaruh sekolah terhadap
anak mereka.
2.2.1 Kriteria Pelaporan
Laporan hasil belajar disusun untuk memberikan informasi yang
bermanfaat mengenai kemampuan peserta didik kepada pihak-pihak tertentu yang
berkepentingan agar mereka turut meningkatkan kemampuan peserta didik. Oleh
karena itulah Departemen Pendidikan Nasional (2004) menentukan sejumlah 13
kriteria penyusunan laporan hasil belajar yang harus diikuti agar tujuan dari
pelaporan itu sendiri bisa tercapai dengan baik, yaitu:
1) Menggunakan format dan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami.
Pelaporan hasil belajar haruslah mudah dibaca, dipahami, dan mudah diterapkan
sesuai dengan maksud dan tujuan laporan. Pelaporan juga harus benar-benar
komunikatif, artinya sajian laporan yang berupa naratif, tabel, dan grafik benar-
benar bisa dipahami dengan mudah oleh si penerima atau pengguna laporan
(siswa, orang tua, dan masyarakat luas) dan siapapun yang berkepentingan dengan
laporan. Oleh karena itulah bentuk dan format laporan yang akan disampaikan
harus disesuaikan dengan pihak-pihak yang akan menerima laporan dan juga
waktu pelaporan.
2) Berkaitan erat dengan hasil belajar yang ingin dicapai siswa;
3) Memuat hasil pengolahan data yang konsisten (ajeg);
4) Menitikberatkan pada hasil yang dicapai siswa;
5) Berisi informasi tingkat pencapaian hasil belajar dalam kaitannya dengan
standar kemampuan yang ditetapkan;
6) Memberikan informasi kemampuan akademik (penguasaan standar
kemampuan mata pelajaran), sosial, emosional dan fisik yang dicapai siswa;
7) Konsisten dengan pelaksanaan penilaian;
8) Dapat memberikan informasi untuk melakukan diagnostik hasil belajar;
9) Memberikan informasi yang dapat membantu orang tua untuk lebih
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa;
10) Dapat memberikan informasi kemampuan siswa secara individu maupun
kelas dalam mencapai kompetensi dasar;
11) Menarik dan memuat aspek-aspek yang berguna bagi peningkatan
kemampuan siswa.
2.2.2 Manfaat Laporan Hasil Belajar
Pelaporan hasil belajar siswa bermanfaat bagi banyak pihak, di antaranya
siswa, orang tua, guru dan pihak sekolah.
Manfaat bagi siswa
14
Mengetahui hasil belajar dan kemajuan belajarnya;
Mengetahui materi (fakta, konsep, prinsip, dan ketermapilan) mana yang
belum dipahami secara baik;
Memotivasi diri untuk belajar lebih baik;
Memperbaiki strategi belajar.
Manfaat bagi orang tua
Membantu anaknya dalam belajar, dengan perhatian pada mata pelajaran
atau kompetensi dasar yang pencapaiannya masih belum memenuhi
kriteria;
Memonitor dan memotivasi anaknya dalam belajar;
Membantu sekolah untuk meningkatkan hasil belajar siswa; dan
Membantu sekolah dalam melengkapi fasilitas belajar
Manfaat bagi guru dan sekolah
Mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa dalam semua mata pelajaran;
ini penting untuk perencanaan program pembelajaran selanjutnya,
program remedial, dan program pengayaan;
Tindak lanjut pembinaan siswa berprestasi, misalnya pembinaan khusus
untuk mengikuti lomba, rekomendasi untuk memperoleh beasiswa, dsb;
Tindak lanjut penanganan siswa bermasalah; laporan hasil belajar dalam
ranah afektif dapat dimanfaatkan guru mata pelajaran dan guru bimbingan
konseling untuk membantu mengatasi masalah siswa.
2.2.3 Tujuan Pelaporan
1. Memberikan informasi yang tepat, dan jelas tentang kemajuan hasil
belajar siswa dalam kurun waktu tertentu.
15
2. Memberikan umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kelebihan dan
kekurangannya sehingga menimbulkan motivasi untuk hasil belajarnya.
3. Menetapkan kemajuan hasil belajar siswa secara individual dalam
mencapai kompetensi.
2.2.4 Jenis dan Model Laporan Asesmen Proses dan Hasil Belajar
Sebelum membahas beberapa jenis dan model laporan asesmen
pembelajaran siswa, tentunya Anda sudah tidak asing lagi pada berbagai jenis dan
model laporan yang ada di lapangan.
1. Menggunakan Angka, yaitu ketika kita menggunakan angka 1 s.d. 10 atau 1
s.d. 100. Angka memang banyak digunakan didalam melaporkan hasil
asesmen belajar peserta didik karena sejumlah pertimbangan. Setidaknya ada
lima kelebihan sehingga nilai angka banyak digunakan. Pertama, penggunaan
angka cukup mudah dilakukan oleh siapa saja. Kedua, banyak pihak yang
meyakini bahwa menginterpretasikan angka cukup mudah. Ketiga, angka
dapat meringkas dan merepresentasikan kinerja secara keseluruhan. Keempat,
nilai yang ditulis dengan angka lebih bersifat kontinyu dibandingkan dengan
nilai yang dituliskan dengan menggunakan huruf. Kelima, nilai angka bisa
dipergunakan bersama dengan nilai huruf.
2. Menggunakan kategori. Dalam hal ini hasil belajar peserta didik dinyatakan
dalam bentuk kategori seperti: baik, cukup, kurang atau sudah memahami,
cukup memahami, dan kurang memahami. Ada beberapa kelebihan sehingga
beberapa pihak terkadang menggunakan kategori. Salah satu pertimbangannya
adalah dampak dari kategori tidak terlalu buruk bagi siswa yang duduk di
tahun-tahun awal jika dibandingkan dengan nilai angka, terutama jika hasil
belajar mereka kurang sesuai dengan harapan. Namun demikian, cara ini juga
mengandung kelemahan. Salah satu kelemahan yang cukup menonjol adalah
bahwa kategori tidak mengkomunikasikan cukup informasi mengenai kinerja
siswa bagi pihak lain untuk menilai kemajuan yang telah dicapai.
3. Menggunakan Narasi Laporan naratif memuat secara rinci apa yang telah
dipelajari oleh seorang siswa termasuk usaha yang telah dilakukan siswa
dalam proses pembelajaran di kelas. Diharapkan laporan naratif ini bisa
16
mengatasi atau menutupi kekurangan yang ada pada nilai dalam bentuk huruf,
mengingat nilai dalam bentuk huruf cenderung menyederhanakan informasi
yang sangat banyak menjadi sebuah simbol. Di samping itu, laporan naratif
juga memungkinkan guru memasukkan berbagai informasi yang bersifat unik
mengenai proses yang dilakukan seorang siswa atau sesuatu yang unik yang
dilakukan oleh seorang guru. Kedua hal yang disebutkan terakhir itu rasanya
tidak akan muncul pada bentuk laporan yang standardized (Power &
Chandler, 1998). Kelebihan laporan naratif yang lain adalah terkait dengan
konsep pemberian deskripsi yang komprehensif mengenai belajar dan
perkembangan peserta didik. Dalam laporan naratif aspek ini mendapat tempat
yang cukup istimewa. Oleh karena itu jika laporan naratif ini digarap dengan
sangat baik, berbagai deskripsi yang tertulis disana akan sangat berarti bagi
para orang tua dan peserta didik sendiri dibandingkan dengan ringkasan
singkat seperti nilai. Namun demikian, laporan naratif juga memiliki sejumlah
keterbatasan, terutama jika laporan tidak ditulis dengan baik dan mengabaikan
aspek-aspek yang sensitif. Harus diakui memang tidak mudah bagi guru untuk
menulis sebuah laporan naratif mengenai seorang siswa. Hal-hal yang sensitif
itu biasanya terjadi manakala seorang guru harus menggambarkan
kemampuan atau sikap siswa yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis laporan harus pandai-pandai memilih kata atau istilah yang tepat
untuk menggambarkan kelemahan siswa sehingga apa yang disampaikan
justru menjadi pendorong bagi siswa untuk berprestasi, bukan sebaliknya.
Harus selalu diingat oleh semua pihak bahwa tujuan asesmen pada hakekatnya
adalah melakukan perbaikan terkait dengan belajar siswa.
4. Menggunakan Kombinasi seperti Angka, Kategori, dan Uraian atau Narasi
Mengkombinasikan angka, kategori, dan uraian atau narasi cukup bagus
karena bersifat saling melengkapi dan membuat laporan lebih jelas dan
komprehensif. Kelemahan yang dimiliki angka, bisa ditutupi dengan
kelebihan yang ada pada kategori dan uraian. Kelemahan yang ada pada narasi
pun bias diatasi dengan adanya angka dan kategori.
5. Menggunakan Grafik Anda juga dapat menggunakan histogram untuk
menampilkan skor nilai ujian harian. Anda bisa melakukan hal ini pada akhir
17
semester. Angka-angka yang berada pada garis vertikal (lihat gambar), yaitu
Frequency of scores (1, 2, 3, 4, dst.), memperlihatkan skor tertinggi yang
pernah dicapai siswa. Sementara angka-angka yang berada pada garis
horizontal menunjukkan ujian harian siswa. Dengan demikian, histogram
tersebut bisa memperlihatkan pokok bahasan yang telah dikuasai siswa, dan
pokok bahasan yang kurang dikuasai siswa.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebelum melakukan pelaporan hasil belajar, guru dituntut dapat mengelola
ujian dan hasil ujian. Pada teknik pengelolaan ujian terdapat dua langkah yang
harus diperhatikan yakni mengolah nilai dan mengolah nilai akhir. Dalam
mengolah nilai skala penilaian harus ditentukan terlebih dahulu, hingga skala
tersebut dapat diolah menjadi nilai rata-rata yang akan diolah lanjut ke dalam
nilai akhir.
Setelah didapat nilai akhir, hal yang dilakukan adalah menyusun hasil laporan
belajar. Tujuan dari pelaporan yaitu memberikan informasi yang tepat, dan
jelas tentang kemajuan hasil belajar siswa dalam kurun waktu tertentu,
memberikan umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kelebihan dan
kekurangannya sehingga menimbulkan motivasi untuk hasil belajarnya.,
menetapkan kemajuan hasil belajar siswa secara individual dalam mencapai
kompetensi. Pelaporan hasil belajar dapat tercapai dengan baik, jika mengikuti
kaidah yang sudah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada
tahun 2004.
3.2 Saran
Untuk mengolah nilai hingga mendapatkan nilai akhir secara manual dibutuhkan
waktu lumayan cukup lama sehingga sebaiknya dikerjakan oleh guru dengan
bantuan computer.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, R. J., T. D. Johnson, N. I. Mickelson, A. Preece. (1991). Evaluating Literacy A Perspective for Change. Portsmouth: Heinenmann.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Conner, Colin. (1991). Assessment and Testing in the Primary School. London: The Falmer Press.
Davis, Anne. (2000). Making Classroom Assessment Work. Courtenay: Connection Publishing.
Departemen Pendidikan Nasional Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005
Sukardi (2008). Evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Supranata dan Hatta (2004). Penilaian Portofolio. Bandung: Remaja Rosdakarya
Lain-lain:
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
Undang-Undang Sisdiknas, 2003
20