makalah etbis-bisnis dan agama.docx

Upload: reinaldo-rahawarin

Post on 07-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah Etbis-bisnis dan agama.docx

TRANSCRIPT

Makalah Etika BisnisBisnis dan Agama

disusun oleh:Reinaldo Rahawarin110418767Elando Ryan Prambudi110318829Budi Setiawan110319120Celia Kumalasari120319363Kelas CUniversitas Atma Jaya Yogyakarta2015/2016

Menghubungkan antara bisnis dan agama seringkali dianggap tabu, baik oleh kalangan bisnis sendiri maupun kalangan yang taat agama. Bagi sebagian kalangan yang taat agama, bisnis dinilai sebagai wadah yang penuh dosa dan kecurigaan, sedangkan agama adalah wadah yang suci. Bagi sebagian kalangan bisnis, agama adalah sesuatu yang memiliki prinsip baik dan benar, namun sudah tidak konkrit jika diterapkan pada lingkungan saat ini. Pandangan ini seringkali menimbulkan dua dunia berbeda yang tidak akan bisa bersatu. Padahal, bisnis dan agama seharusnya dapat berkolaborasi dengan baik karena bisnis yang baik adalah bisnis yang dalam kegiatannya tidak lepas dari ajaran moral agama sehingga dapat lebih menguntungkan keduanya. Dalam makalah ini, kami akan membahas pandangan dari lima agama besar di dunia terhadap bisnis. Agama KatholikDunia usaha atau bisnis dalam pandangan Katholik harus mengikuti tuntutan moralitas biasa yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat. Tidak ada pengetahuan khusus tentang bagaimana bisnis itu dijalankan secara etis. Yang diharapkan adalah seorang usahawan Katolik menerapkan semangat, kejujuran, wawasan yang tidak sempit, tidak keras, tidak egois bahkan terhadap saingannya, tanggung jawab sosial atau tidak ada yang dirugikan karena usahanya, serta perhatian penuh kepada karyawannya. Dalam aplikasi nilai-nilai tersebut diatas etika bisnis Katolik mendahulukan kemajuan perusahaannya, ia bangga apabila kualitas produksinya baik, terlepas dari tindak lakunya. Ia adalah orang yang tidak menyeleweng dari standar-standar yang diyakininya sendiri. Ini berarti etika bisnis Katholik mengedepankan 2 hal yakni (1) tanggung jawab dan (2) kualitas atau mutu dari sebuah proses usaha dan output.

Agama KristenDalam Kitab Suci Kristen terdapat cukup banyak teks yang bernada kritis terhadap kekayaan dan uang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam seluruh Alkitab, orang kaya diminta membuka hatinya untuk kaum miskin, untuk janda dan yatim piatu, dan mereka yang sial dalam perjuangan hidup di dunia ini. Hal ini tampak dalam beberapa ayat yang menyinggung mengenai kekayaan dan uang, seperti Hartawan tidak bisa membawa kekayaannya ke dalam kubur (Mazmur 49: 17-18), Orang miskin dinyatakan berbahagia dan orang kaya dinyatakan terkutuk (Lukas 6: 20-24), Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Surga (Matius 19: 24), dan Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu (Ibrani 13: 15). Dalam kalangan Kristiani pada zaman kuno dan abad pertengahan, profesi pedagang sering dinilai kurang pantas dan dapat disimpulkan bahwa masih banyak suara-suara negatif mengenai perdagangan. Namun, ada juga cukup banyak pengarang Kristen yang memandang perdagangan dengan cara lebih positif. Mereka melihat bisnis sebagai suatu usaha yang secara moral sekurang-kurangnya netral. Kualitas moralnya tergantung pada apa yang dilakukan manusia dalam usaha itu. Dalam pandangan Protestan saat ini, memperoleh untung dengan berdagang dinilai sebagai pertanda berkat Tuhan atas kerja keras orang beriman. Pandangan baru ini menyebabkan suara-suara negatif yang muncul pada zaman kuno berangsur-angsur hilang. Hal ini ditunjukkan dengan timbulnya kapitalisme yang dipengaruhi dan didorong oleh etos kerja Protestantisme.

Agama IslamDilihat dari sejarahnya, agama Islam memiliki pandangan yang lebih positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pedagang dan ajaran agama Islam mula-mula disebarluaskan terutama melalui para pedagang Muslim. Dalam Al-Quran terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, namun tidak dilarang untuk mencari kekayaan dengan cara halal. Ayat Al-Quran yang paling penting mengenai perdagangan adalah ayat 275 surat al-Baqarah yang menyatakan: Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba. Walaupun disini riba dilarang, kegiatan dagang secara eksplisit diizinkan. Perlu diketahui, yang dimaksud riba adalah bunga uang berlebihan yang dituntut dari orang yang terdesak karena situasi ekonomi khusus, misalnya butuh uang untuk memperoleh perawatan medis yang sangat mendesak. Menuntut riba dalam arti itu sama dengan memeras sesama dan karena itu jelas tidak etis.

Agama BuddhaPelaku bisnis dalam melakukan kegiatan bisnis harus memperhatikan etika dalam bisnis dengan melakukan tindakantindakan yang baik sehingga tidak menyebabkan kerugiaan bagi orang lain maupun diri sendiri. Selain itu, etika perlu dikembangkan dalam hubungan kerja sama suatu usaha. Dalam hal ini, pelaku bisnis perlu menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan karyawanya, sebab ini juga salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan bisnis. Hal tersebut terdapat dalam sigalovada sutta yang telah dibabarkan oleh sang Buddha (Dhammapada 31). Kepercayaan diperlukan dalam dunia bisnis supaya bisnis tetap jalan. Buddha menyatakan bahwa kepercayaan adalah saudara yang paling adil. (Dhammapada 20). Buddha juga menganjurkan agar manusia memiliki rasa kepercayaan diri, hidup saleh, bersemangat dan tidak bermalas-malasan, waspada, seimbang dan memiliki pengertian. Perilaku-perilaku yang baik hendaknya dimiliki oleh perilaku bisnis supaya usahanya berjalan dengan lancar.Bisnis tidaklah bertentangan dengan ajaran Buddha selama tidak ada objek atau sasaran yang dirugikan. Dalam kitab suci Anguttara Nikaya III : 207, disabdakan Sang Buddha bahwa terdapat empat macam perdagangan yang salah atau tidak pantas dilaksanakan, yang terdiri dari: Satta vanijja : berdagang alat senjata yang dimanfaatkan untuk mencelakakan atau memusnakan makhluk hidup. Sabbe vanijja : berdagang makhluk hidup yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau dibunuh. Mamsa vanijja : berdagang daging hasil dari pembunuhan makhluk hidup. Majja vanijja : berdagang minuman yang memabukkan, yang mana menyebabkan seseorang lupa diri atau terlena sehingga tidak mampu berbuat baik dan cenderung melakukan perbuatan-perbuatan tercela.

Agama HinduAgama Hindu mengajarkan agar setiap orang saling memperlakukan sesamanya dengan penuh kasih sayang. Lewat bisnis, seseorang dapat berinteraksi dengan sesama manusia untuk mengembangkan kasih sayang dan saling melayani untuk kehidupan bersama. Bisnis itu akan langgeng apabila dalam berbisnis itu tidak saling menghancurkan. Bisnis itu justru harus diupayakan untuk saling memelihara dengan sistem sinergi. Bisnis juga harus saling mempercayai dan memelihara kepercayaan itu dengan sebaik-baiknya. Kalau konsep dan etika bisnis itu benar-benar dijalankan, maka bisnis itu sesungguhnya wadah pengabdian pada sesama yang lebih nyata. Lewat bisnis yang benar itulah perputaran saling mengabdi dapat dilakukan. Hidup untuk saling mengabdi adalah hal yang diajarkan oleh agama Hindu.Bisnis yang relevan dengan perkembangan zaman adalah bisnis yang menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam proses bisnis. Proses mencari untung benar-benar berdasarkan perhitungan menguntungkan semua pihak secara wajar dan adil. Di Bali, para tetua zaman lampau meninggalkan konsep mencari untung dengan istilah dalam bahasa Bali bani meli bani ngadep, yang artinya pebisnis itu tidak memikirkan keuntungan diri sendiri. Dalam hal ini, yang juga harus mendapatkan perhatian seimbang adalah pembeli atau konsumen. Seorang tokoh agama Hindu, yaitu Mahatma Gandhi mengatakan bahwa bisnis tanpa moral akan menimbulkan dosa sosial. Para pebisnis janganlah hanya berbekal ketrampilan bisnis secara teknis, namun juga hendaknya membangun kharakter diri untuk membangun kearifan dalam berbisnis.Dalam ajaran Hindu, membohongi langganan atau menipu harga-harganya dalam perbuatan dagang sangat dilarang oleh kitab Manawa Dharmasastra IX, 287. Perbuatan seperti itu adalah perbuatan dosa yang patut dihukum oleh penguasa menurut kitab Sloka Manawa Dharmasastra. Pelayanan hendaknya diyakini sebagai suatu Swadharma yang memang wajib dilakukan oleh pebisnis yang baik. Yakinlah bahwa Tuhan akan melimpahkan karunia kepada pebisnis yang jujur dan tulus melayani langganan. Pelayanan itu diberikan bukan karena semata-mata pebisnis mendapatkan untung uang dari kunsumen, tetapi karena seorang pebisnis memang Swadharmanya melayani masyarakat konsumen dengan jujur, ikhlas, dan penuh tanggung jawab.

Dalam makalah ini, kami juga memberikan sebuah kasus yang berkaitan dengan praktek bisnis dan agama yang terjadi di lingkungan sekitar, yaitu kasus maraknya penjualan air zam-zam palsu yang dijual di beberapa daerah di Indonesia pada bulan April lalu. Kasus ini bermula ketika ada beberapa pedagang air zam-zam di pinggir jalan sekitar Tanah Abang, Jakarta yang diduga telah menjual air zam-zam palsu. Setelah kejadian tersebut, polisi menemukan banyak pabrik pembuatan air zam-zam palsu yang tersebar di Indonesia, seperti di Jakarta dan Jawa Tengah. Komposisi air zam-zam palsu ternyata hanya air biasa yang dikemas dalam botol yang tidak disertai dengan izin BPOM dan keterangan pihak importirnya. Perbedaan antara air zam-zam asli dan air zam-zam palsu dapat dilihat dari kandungan mineralnya. Meskipun air zam-zam palsu banyak yang masih dinyatakan aman untuk dikonsumsi, namun hal ini sudah sangat merugikan konsumen karena sudah termasuk tindakan penipuan.

Beberapa contoh air zam-zam palsu yang diamankan polisi.Berdasarkan kasus diatas, praktek bisnis air zam-zam palsu jelas bertentangan dengan prinsip agama mana pun. Semua ajaran agama menganjurkan para umatnya untuk melakukan bisnis yang jujur, tidak merugikan orang lain, dan saling menyejahterakan satu sama lain. Praktek bisnis air zam-zam palsu ini diduga telah meraup keuntungan jutaan rupiah dalam waktu singkat tanpa memerhatikan kualitas dari air zam-zam palsu itu sendiri sehingga sangat merugikan para konsumen, khususnya umat muslim. Bisnis air zam-zam palsu ini seakan-akan memanfaatkan pemenuhan kebutuhan rohani dengan cara yang tidak sesuai dengan standar moral sehingga dapat disimpulkan bahwa praktek bisnis air zam-zam palsu dapat dikatakan tidak etis.