makalah hifema
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
REFERAT
HIFEMA
Disusun Oleh :YULISA HANDAYANI
I11109016
DEPARTEMEN OFTALMOLOGI RSUD SOEDARSOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK 2014
LEMBAR PENGESAHAN
Referat :
HIFEMA
Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Stase Oftalmologi di Rumah Sakit
Umum Dokter Soedarso Pontianak
Pontianak, Januari 2014
Pembimbing,
dr. Liesa Zulhidya, Sp.M
Disusun oleh :
Yulisa Handayani
NIM. I11109016
BAB I
PENDAHULUAN
Hifema adalah suatu keadaan di mana di dalam bilik mata depan
ditemukan darah. Darah dalam bilik mata depan ini dapat mengisi seluruh bilik
mata depan atau hanya mengisi bagian bawah bilik mata depan.
Hifema dapat terjadi akibat trauma tembus ataupun trauma tumpul, dapat
juga perdarahan terjadi spontan akibat pembuluh darah iris ataupun badan siliar
yang pecah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hifema adalah akumulasi darah pada kamera okuli anterior pada mata.
(Balatay, 2008). Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar (Ilyas, 2011). Mikrohifema adalah kata
yang digunakan untuk sel darah merah yang bersirkulasi pada aqueous humor di
bilik mata depan, tanpa tampaknya darah secara kasat mata (Balatay, 2008).
Hifema
2.2 Etiologi
Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul atau laserasi, atau setelah operasi
intraocular. Hifema dapat terjadi secara spontan pada kondisi seperti rubeosis
iridis (seperti yang disebabkan oleh retinopati diabetik, oklusi arteri retina sentral,
penyakit oklusi karotis atau ablasi retina kronik), bercak vascular pada tepi pupil,
xantogranuloma juvenil, melanoma iris, distrofi otot, keratouveitis (seperti herpes
zoster), leukemia, hemophilia, trombositopenia, atau penyakit Von Willebrand.
Hifema juga berkaitan dengan penggunaan zat yang dapat mempengaruhi platelet
atau fungsi thrombin (seperti ethanol,aspirin, warfarin). (Walton et al., 2002)
Koroid dan iris kaya akan pembuluh darah. Pupil dikontrol oleh muskulus
iridis, sphincter, dan dilator. Otot-otot tersebut dapat menjadi ruptur bila terkena
trauma tajam ataupun tumpul. Hal ini merupakan penyebab tersering perdarahan
intraokular. Iris dan korpus siliar merupakan lokasi yang sering terjadi perdarahan
pada trauma tumpul. (Sheppard, 2013)
2.3 Epidemiologi
Hifema bukan merupakan kelainan intraokular yang jarang terjadi. Insidensi
dilaporkan sebanyak 17-24 kasus per 100.000 populasi. Puncak isnidensi adalah
usia dibawah 20 tahun (Khan et al., 2007).
Pada suatu studi, rata-rata insidensi tahunan pada laki-laki dan perempuan
adalah 20 dan 4 per 100.000 populasi. Mayoritas pasien (80%) dengan hifema
disebabkan oleh trauma. (Walton et al., 2002)
2.4 Gambaran Klinik
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat
terkumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
(Ilyas, 2011)
Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti
keadaan mata luar. Hal ini penting karenamungkin saja pada riwayat trauma
tumpul akan ditemukan kelainan berupa kelainan trauma tembus seperti (Ilyas,
2009):
a. Laserasi kelopak
b. Ekimosis
c. Proptosis
d. Enoftalmos
e. Fraktura yang disertai gangguan pada gerakan mata
Kadang-kadang bila menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea
dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah
dalam bilik mata depan. Kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau
robekan iris. Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema mungkin lensa
tidak berada ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa atau luksasi lensa.
(Ilyas, 2009)
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk
mengetahui apakah sudah terjadi peninggian tekanan bola mata. (Ilyas, 2009)
Pemeriksaan funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada
segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin
karena terdapat darah pada mediapenglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang
terlihat darah dalam badan kaca. (Ilyas, 2009)
2.5 Klasifikasi
Hifema diklasifikasikan berdasarkan jumlah darah pada bilik mata depan
yaitu (Balatay, 2008):
a. Stadium 1: darah memenuhi < 1/3 bilik mata depan
b. Stadium 2: darah memenuhi 1/3-1/2 bilik mata depan
c. Stadium 3: darah memenuhi ½ hingga hampir seluruh bilik mata depan
d. Stadium 4: darah memenuhi seluruh bilik mata depan, yang dikenal
dengan black ball atau 8-ball hyphema.
Klasifikasi Hifema
2.6 Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan hifema ditujukan untuk (Ilyas, 2009):
a. Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
b. Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
c. Mengendalikan tekanan bola mata
d. Mencegah terjadinya imbibisi kornea
e. Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema
f. Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Pasien dianjurkan untuk tidur ditempat tidur dengan kepala sedikit terangkat,
dan membentuk sudut 60 derajat. Pada penderita yang gelisah dapat diberi sedatif.
Bila terdapat rasa sakit diberi analgesik atau asetazolamid bila sakit pada kepala
akibat bola mata naik (Ilyas, 2009).
Bila tekanan intraokular tidak bisa dikontrol, pengobatan sistemik dapat
diberikan seperti asetazolamid 20 mg/kg/hari dapat diberikan dengan 4 dosis
terbagi untuk tekanna intraokular lebih dari 22. Agen osmotik seperti manitol
dapat diberikan untuk tekanan intraocular lebih dari 35 mmHg. Manitol diberikan
secara intravena 1,5g/kg dalam 10% larutan dalam 45 menit. Manitol dapat
diberikan 2 kali sehari atau setiap 8 jam pada pasien dengan tekanan yang sangat
tinggi untuk menjaga tekanan intraocular dibawah 35 mmHg. (Sheppard, 2013)
Pada beberapa studi, agen antifibrinolitik (asam traneksamat dan asam
aminocaproat) secara signifikan menurunkan kadar perdarahan sekunder setelah
hifema traumatik dan dapat memperlambat resorpsi bekuan darah. Agen
antifibrinolitik bekerja dengan menghambat digesti bekuan fibrin atau
menghambat pengubahan plasminogen menjadi plasmin sehingga bekuan darah
menjadi stabil, mencegah terjadinya perdarahan sekunder hingga pembuluh darah
permanen mulai berfungsi. (Walton et al., 2002).
Trauma dapat menyebabkan gangguan pada blood-ocular barrier yang
menyebabkan difusi protein plasma pada bilik mata depan termasuk plasminogen
yang dapat meningkatkan risiko perdarahan sekunder. Dengan menstabilkan
blood-ocular barrier dan secara langsung menghambat fibrinolisis, kortikosteroid
dapat mengurangi risiko perdarahan sekunder (Walton et al., 2002).
Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda
imbibisi kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah
setelah 5 hari tidak memperlihatkan tanda-tanda berkurang. (Ilyas, 2009)
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah
atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisis
kornea 2 mm dari limbus kearah kornea yang sejajar dengan permukaan iris.
Biasanya dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata
depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas
dengan garam fisiologik. (Ilyas, 2011)
Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila (Ilyas,
2009):
a. Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari
b. Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila (Ilyas, 2009)
a. Tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari
b. Bila terlihat tanda-tanda dini imbibisi kornea
Untuk mencegah sinekia anterior perifer dilakukan pembedahan bila (Ilyas,
2009):
a. Hifema total bertahan selama 5 hari
b. Hifema difus bertahan selama 9 hari
2.7 Komplikasi
Prognosis visual dan komplikasi biasanya buruk pada hifema total dibanding
dengan hifema subtotal. Pemulihan tajam penglihatan (lebih dari 20/50) pada
pembersihan hifema terjadi pada 104/137 (76%) pasien, tetapi pada total hifema,
pemulihan tajam penglihatan terjadi hanya pada 7/20 (35%) pasien. (Walton et al.,
2002)
2.7.1 Peningkatan Tekanan Intraokular
Sekitar 1/3 pasien hifema menunjukkan peningkatan tekanan
intraokular. Pada hifema traumatik, tekanan intraocular dapat terjadi akibat: a.
oklusi anyaman trabekular oleh bekuan darah b. penutupan pupil akibat
bekuan darah baik pada bilik mata depan dan belakang.
2.7.2 Sinekia Anterior Perifer
Hifema persisten lebih dari 1 minggu dapat menyebabkan pembentukan
sinekia anterior perifer. Insidensi dari sinekia anterior perifer meningkat
dengan ukuran dan durasi hifema lebih dari 8 hari. Pembentukan sinekia
merupakan hasil dari inflamasi atau pembentukan bekuan darah. (Walton et
al., 2002)
2.7.3 Atrofi Diskus Optik
Pada hifema traumatik, atrofi diskus optik dapat terjadi akibat
peningkatan tekanan intraokular. Atau karena kontusi nervus optikus. Pada
studi prospektif, 8/137 pasien memiliki atrofi diskus optik yang dicirikan
dengan pucatnya papil tanpa glaucomatous cupping.
2.7.4 Imbibisi Kornea
Insidensi imbibisi kornea yang berkaitan dengan trauma berkisar antara
2-11%. Imbibisi kornea dapat terjadi pada hifema dalam area yang luas,
perdarahan sekunder, durasi bekuan darah yang panjang, dan disfungsi
endotel kornea. (Walton et al., 2002)
Imbibisi Kornea
Imbibisi kornea dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan
setelah resolusi hifema dan dapat menyebabkan ambliopia deprivasi pada
anak-anak. (Walton et al., 2002)
Tanda awal imbibisi kornea adalah warna kuning pada stroma, yang
dapat dilihat pada cahaya yang direfleksikan pada permukaan bekuan darah di
bilik mata depan. (Walton et al., 2002)
2.7.5 Perdarahan Sekunder
Perdarahan sekunder terjadi jika peningkatan ukuran hifema, jika
ditemukan lapisan darah segar diatas permukaan lama, bekuan darah yang
lebih gelap pada bilik mata depan. Hifema total yang sering terlihat berwarna
merah gelap, dapat menjadi merah terang pada bekuan darah perifer ketika
bekuan mulai hilang. Perubahan warna ini disebabkan oleh lisis bekuan darah
dan harus dibedakan dari perdarahan sekunder. Perdarahan sekunder dapat
menyebabkan peningkatan ukuran hifema sehingga dapat terkait dengan
peningkatan tekanan intraocular, imbibisi korna, atrofi optik, dan sinekia
anterior perifer. (Walton et al., 2002)
2.8 Prognosis (Ilyas, 2009)
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam
bilik mata depan. Bila darah sedikit dalam bilik mata, maka darah ini akan hilang
dan jernih dengan sempurna. Sedang bila darah lebih dari setengah tingginya bilik
mata depan, maka prognosis buruk dan akan disertai dengan beberapa penyulit.
Hifema yang penuh di dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih
buruk dibanding hifema sebagian.
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma
tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula.
Hifema sekunder yang terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma biasanya lebih
masif dibanding hifema primer dan dapat memberikan rasa sakit sekali.
Dapat terjadi keadaan yang disebut sebagai hemoftalmitis atau peradangan
intraocular akibat adanya darah yang penuh didalam bola mata. Dapat juga terjadi
siderosis akibat hemoglobin atau siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.
Penyulit lain hifema :
a. Glaukoma sekunder : terutama pada hifema total, terjadi akibat reses
sudut pada 10% kasus kontusi.
b. Gejala hifema sekunder: timbul rasa sakit baru pada mata, hifema segar
baru di dalam bilik mata depan, terlihat garis darah mengalir pada iris.
BAB III
KESIMPULAN
Hifema adalah suatu keadaan di mana di dalam bilik mata depan
ditemukan darah. Darah dalam bilik mata depan ini dapat mengisi seluruh bilik
mata depan atau hanya mengisi bagian bawah bilik mata depan.
Hifema dapat terjadi akibat trauma tembus ataupun trauma tumpul, dapat
juga perdarahan terjadi spontan akibat pembuluh darah iris ataupun badan siliar
yang pecah.
Klasifikasi hifema berdasarkan jumlah darah dalam bilik mata depan yaitu
stadium 1: darah memenuhi < 1/3 bilik mata depan, stadium 2: darah memenuhi
1/3-1/2 bilik mata depan, stadium 3: darah memenuhi ½ hingga hampir seluruh
bilik mata depan, stadium 4: darah memenuhi seluruh bilik mata depan, yang
dikenal dengan black ball atau 8-ball hyphema.
Hifema ditatalaksana dengan tirah baring posisi 30°-60°, pemberian agen
antifibrinolitik, steroid, agen yang menurunkan tekanan intraoular, dan
parasentesis apabila terdapat indikasi seperti darah tidak direabsorbsi setelah 5
hari, atau terjadi peningkatan tekanan intraokular yang menetap.
DAFTAR PUSTAKA
Balatay, A., Ibrahim, HR., 2008. Traumatic hyphema: a study of 40 cases. Iraq:
Dohuk Medical Journal Volume 2 Number 1.
Ilyas S. 2011. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, Sidarta. 2009. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Khan BS., Hussain I., Nawaz A., 2007. Management of Traumatic Hyphema With
Raised Intraocular Pressure. Peshawar: Pak Journal of Ophtalmology
Volume 23 Number 4.
Sheppard, JD. 2013. Hifema pada www.emedicine.medscape.com diakses pada
tanggal 8 Januari 2014.
Walton W., Hagen SV., Grigorian R., Zabin M., 2002. Management of Traumatic
Hyphema. USA: Survey of Ophtalmology Volume 47 Number 4.